15.BAB II.docx

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Streptococcus pyogenes Sebagian besar Streptococcus yang mengandung antigen grup A adalah Streptococcus pyogenes. Organisme ini bersifat β-hemolitik. Streptococcus pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang menimbulkan invasi lokal dan sistemik dan kelainan imunologi pasca infeksi Streptococcus. Streptococcus pyogenes secara khas menghasilkan zona hemolisis β yang besar (berdiameter 1 cm) di sekitar koloni yang berdiameter lebih dari 0,5 mm. Organisme ini biasanya sensitif terhadap basitrasin (Jawetz; et al, 2007:237). 1. Klasifikasi Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Ordo : Lactobacillales Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus Species : Streptococcus pyogenes 5

Transcript of 15.BAB II.docx

Page 1: 15.BAB II.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Streptococcus pyogenes

Sebagian besar Streptococcus yang mengandung antigen grup A adalah

Streptococcus pyogenes. Organisme ini bersifat β-hemolitik. Streptococcus

pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang menimbulkan invasi lokal

dan sistemik dan kelainan imunologi pasca infeksi Streptococcus. Streptococcus

pyogenes secara khas menghasilkan zona hemolisis β yang besar (berdiameter 1

cm) di sekitar koloni yang berdiameter lebih dari 0,5 mm. Organisme ini biasanya

sensitif terhadap basitrasin (Jawetz; et al, 2007:237).

1. Klasifikasi

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Family : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus pyogenes

(Ludwig, Schleifer, Whitman, 2009)

2. Morfologi dan Sifat Pertumbuhan

Streptococcus pyogenes merupakan Gram (+) Streptococci, yaitu coccus

kecil-kecil berbentuk bulat bola atau oval, berpasangan, membentuk rantai pendek

atau panjang, tidak berspora, tidak bergerak, ada yang berkapsul (Soemarno,

2000:25).

5

Page 2: 15.BAB II.docx

6

Gambar 1:Streptococcus pyogenes dengan pewarnaan gram

Sumber: http://www.proprofs.com/flashcards/upload/a6597135.jpg

Pertumbuhan Streptococcus cenderung kurang subur pada media padat

atau kaldu kecuali diperkaya dengan darah atau cairan jaringan. Pertumbuhan dan

proses hemolisis akan dibantu dengan mengeramkan bakteri dalam suasana CO2

10% (Jawetz; et al, 2007:233).

Pembiakan pada lempeng agar darah yang dieram pada 37oC setelah 18-24

jam akan membentuk koloni kecil keabu-abuan, bentuknya bulat, pinggir rata,

pada permukaan media, koloni nampak sebagai setitik cairan. Berdasarkan sifat

hemolitiknya, merupakan hemolisis tipe beta yaitu membentuk zona bening di

sekeliling koloninya (Staf Pengajar FKUI, 2010:136).

3. Daya Tahan Kuman

Streptococcus pyogenes dalam sputum, eksudat dan ekskreta binatang

dapat terus hidup sampai beberapa minggu. Biakan pada media biasa pada suhu

kamar, biasanya mati sesudah 10-14 hari. Kuman dapat tetap hidup tanpa berubah

virulensinya sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun bila disimpan secara

Page 3: 15.BAB II.docx

7

liofil. Beberapa varietas akan mati setelah 10 menit pada 55oC, dan semua spesies

mati setelah 30-60 menit pada 60oC. Penicillin dalam dosis yang relatif rendah

sangat efektif terhadap Streptococcus hemolyticus tipe beta dari Lancefield group

A (Staf Pengajar FKUI, 2010:137).

4. Struktur Antigenik

Streptococcus mempunyai struktur antigen yang jauh lebih kompleks jika

dibandingkan dengan Pneumococcus, diantaranya:

a. Karbohidrat C: Zat ini terdapat dalam dinding sel dan oleh Lancefield dipakai

sebagai dasar untuk membagi Streptococcus dalam grup-grup spesifik dari A

sampai T. Sifat khas dari karbohidrat C secara serologik ditunjukkan oleh suatu

amino sugar, misalnya pada grup A oleh rhamnose-N-acetyl-glucosamine (Staf

Pengajar FKUI, 2010:137-138).

b. Protein M: Streptococcus bersifat virulen bila terdapat protein M, apabila tidak

ada antibodi spesifik-tipe M maka organisme ini mampu bertahan terhadap

proses fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear. Streptococcus grup A yang

tidak memiliki protein M tidak bersifat virulen. Kekebalan terhadap infeksi

Streptococcus grup A berkaitan dengan adanya antibodi spesifik terhadap

protein M. Tipe protein M yang ada lebih dari 80 tipe mengakibatkan

seseorang dapat mengalami infeksi berulang oleh Streptococcus pyogenes grup

A dengan tipe M yang berbeda (Jawetz; et al, 2007:234).

c. Zat T: Antigen ini tidak berhubungan dengan virulensi Streptococcus. Tidak

seperti protein M, zat T ini tidak tahan asam dan tidak tahan panas. Zat ini

diperoleh dari Streptococcus melalui pencernaan proteolitik yang merusak

protein M secara tepat (Jawetz; et al, 2007:234).

Page 4: 15.BAB II.docx

8

d. Nukleoprotein: Ekstraksi Streptococcus dengan basa lemah menghasilkan

suatu campuran yang terdiri dari protein dan substansi P yang kemungkinan

merupakan bagian dari badan sel kuman (Staf Pengajar FKUI, 2010: 139).

5. Toksin dan Enzim

Lebih dari 20 produk ekstraseluler antigenik dihasilkan oleh Streptococcus

grup A, diantaranya adalah:

a. Streptokinase (fibrinolisin): streptokinase dihasilkan oleh berbagai strain

Sterptococcus β-hemolitik grup A. Enzim ini mengubah plasminogen pada

plasma manusia menjadi plasmin, suatu enzim proteolitik aktif yang mencerna

fibrin dan protein lain. Proses pencernaan ini dapat terganggu oleh penghambat

serum nonspesifik dan antibodi spesifik, yaitu antistreptokinase. Streptokinase

diberikan secara intravena untuk mengobati emboli paru serta trombosis arteri

dan vena koroner.

b. Streptodornase: streptodornase melakukan depolimerisasi DNA. Aktivitas

enzimatik dapat diukur dengan menghitung penurunan viskositas larutan DNA

yang diketahui. Campuran streptodornase dan streptokinase digunakan pada

“debridemen enzimatik”. Campuran tersebut membantu mencairkan eksudat

dan membantu pengeluaran pus dan jaringan nekrotik, sehingga obat

antimikroba dapat masuk lebih mudah dan permukaan yang terinfeksi lebih

cepat sembuh.

c. Hialuronidase: hialuronidase memecah asam hialuronat, sebuah komponen

penting bahan dasar jaringan ikat. Hialuronidase membantu penyebaran

mikroorganisme yang infeksius (penyebar penyakit). Hialuronidase bersifat

antigenik dan spesifik untuk setiap bakteri atau jaringan. Setelah terjadi infeksi

Page 5: 15.BAB II.docx

9

oleh organisme penghasil hialuronidase akan ditemukan antibodi spesifik di

dalam serum.

d. Eksotoksin pirogenik (toksin eritrogenik): eksotoksin pirogenik dihasilkan oleh

Streptococcus grup A. Eksotoksin ini dihasilkan oleh Streptococcus grup A

yang mempunyai faga lisogenik yang merupakan sebuah superantigen.

Eksotoksin Streptococcus pirogenik menimbulkan sindrom syok toksik

Streptococcus dan demam Scarlet.

e. Difosfopiridin nukleotidase: enzim ini dilepaskan ke lingkungan oleh beberapa

Streptococcus. Zat ini kemungkinan berkaitan dengan kemampuan organisme

membunuh leukosit. Beberapa strain menghasilkan proteinase dan amilase.

f. Hemolisin: Streptococcus pyogenes β-hemolitik grup A menghasilkan dua

hemolisin (streptolisin), yaitu streptolisin O dan streptolisin S. Streptolisin O

merupakan protein yang aktif secara hemolitik dalam keadaan tereduksi tetapi

segera menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Zat ini secara kuantitatif terikat

dengan antistreptolisin O, suatu antibodi yang terdapat pada manusia setelah

infeksi oleh Streptococcus apapun yang menghasilkan Streptolisin O. Antibodi

ini menghambat hemolisis oleh streptolisin O. Fenomena ini menjadi dasar uji

kuantitatif untuk antibodi. Selain itu ada streptolisin S yang berperan

membentuk zona hemolitik di sekitar koloni Streptococcus yang tumbuh di

permukaan media agar darah. Zat ini dilepaskan bila ada serum. Zat ini tidak

bersifat antigen, tetapi dapat dihambat oleh inhibitor nonspesifik yang sering

terdapat di serum manusia dan hewan.

(Jawetz; et al, 2007:234-236)

Page 6: 15.BAB II.docx

10

6. Patogenitas Streptococcus pyogenes

Streptococcus pyogenes merupakan salah satu patogen yang banyak

menginfeksi manusia, diperkirakan 5-15% individu normal memiliki bakteri ini

dan biasanya terdapat pada saluran pernafasan, namun tidak menimbulkan gejala

penyakit. Streptococcus pyogenes dapat menginfeksi ketika pertahanan tubuh

inang menurun atau ketika organisme tersebut mampu berpenetrasi melewati

pertahanan inang yang ada. Bakteri ini jika tersebar sampai ke jaringan yang

rentan, maka infeksi supuratif dapat terjadi. Infeksi ini dapat berupa faringitis,

tonsilitis, impetigo dan demam scarlet. Streptococcus pyogenes juga dapat

menyebabkan penyakit invasif seperti infeksi tulang, necrotizing fasciitis, radang

otot, meningitis dan endokarditis (Cunningham, 2000 dalam Kusuma, 2010).

7. Penyakit karena Infeksi Lokal Streptococcus pyogenes

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi lokal Streptococcus pyogenes β-

hemolitik grup A, yaitu:

a. Radang tenggorok (faringitis): suatu penyakit yang hampir semua orang pernah

merasakannya. Infeksi ini bayi dan anak kecil timbul sebagai nasofaringitis

subakut dengan sekret serosa yang encer dan demam ringan tetapi dengan

kecenderungan terjadi penyebaran infeksi ke telinga tengah, mastoid, dan

selaput otak. Sementara pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, penyakit

ini lebih akut dan ditandai dengan nasofaringitis berat, tonsilitis, dan membran

mukosa membengkak dan berwarna sangat merah, dengan eksudat purulen;

dan biasanya demam tinggi.

b. Pioderma Streptococcus: infeksi lokal pada lapisan kulit superfisial, khususnya

pada anak, disebut impetigo. Infeksi ini ditandai dengan lepuh superfisial yang

Page 7: 15.BAB II.docx

11

mudah pecah dan permukaan daerah yang mengalami erosi terbuka ditutupi

oleh pus dan krusta. Penyakit ini menyebar ke tempat yang berdekatan dan

bersifat sangat menular, terutama di iklim yang panas dan lembab.

(Jawetz; et al, 2007:239)

B. Bawang Merah (Allium ascalonicum, Linn.)

Bawang merah juga bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal (Dewi, 2012).

1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonea

Ordo : Liliflorae

Family : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum, Linn.

(Bailey, 1947)

2. Deskripsi Tanaman

Bawang merah merupakan tanaman semusim dan berumbi lapis dengan

ketinggian mencapai 1 m. Umbinya berbentuk bulat telur, berwarna kemerahan

dan beraroma menyengat. Daun berbentuk tabung berwarna hijau berujung lancip.

Tanaman ini tumbuh di daerah dengan ketinggian antara 100-1000 m dpl.

Berdasarkan umbinya, bawang merah dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu umbi

merah tua dari daerah Medan, umbi kuning muda dari daerah Sumenep, dan umbi

kuning merah dari daerah Lampung (Mursito, 2000:57-58).

Page 8: 15.BAB II.docx

12

Gambar 2:Bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) varietas bima brebes

Sumber: https://jualbawangmerah.files.wordpress.com/2011/09/ji.jpeg

3. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis terhadap Kesehatan

Umbi bawang merah mengandung zat-zat gizi dan zat-zat non gizi

(fitokimia). Bahan-bahan bergizi dalam bawang merah bisa dimanfaatkan oleh

tubuh untuk menyediakan energi, membangun jaringan, dan mengatur fungsi

tubuh. Sementara, senyawa fitokimia memiliki efek farmakologis dalam

penyembuhan penyakit. Beberapa bahan aktif yang berguna tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Allisin dan alliin: senyawa ini bersifat hipolipidemik, yaitu dapat menurunkan

kadar kolesterol darah. Menurut dr. Widjaja Kusuma (1999), mengonsumsi

satu siung bawang merah segar dapat meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’

(HDL, high density lipoprotein) sebesar 30%. Senyawa ini juga berfungsi

sebagai antiseptik, yaitu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Allisin

dan alliin diubah oleh enzim allisin liase menjadi asam piruvat, amonia, dan

allisin antimikroba yang bersifat bakterisidal (dapat membunuh bakteri).

Page 9: 15.BAB II.docx

13

b. Flavonoid: bahan aktif ini dikenal sebagai antiinflamasi atau antiradang. Jadi,

bawang merah bisa digunakan untuk menyembuhkan radang hati (hepatitis),

radang sendi (artritis), radang tonsil (tonsilitis), radang pada cabang

tenggorokan (bronkhitis), serta radang anak telinga (otitis media). Flavonoid

juga berguna sebagai bahan antioksidan alamiah, sebagai bakterisidal, dan

dapat menurunkan kadar kolesterol ‘jahat’ (LDL, low density lipoprotein)

dalam darah secara efektif.

c. Alil profil disulfida: seperti flavonoid, senyawa ini juga bersifat hipolipidemik.

Khasiat lainnya yaitu sebagai antiradang. Kandungan sulfur dalam bawang

merah memang sangat baik untuk mengatasi reaksi radang, terutama radang

hati, bronkhitis, maupun kongesti bronkhial.

d. Fitosterol: adalah golongan lemak yang hanya bisa diperoleh dari minyak

tumbuh-tumbuhan atau yang lebih dikenal sebagai ‘lemak nabati’. Jenis lemak

ini cukup aman untuk dikonsumsi, termasuk oleh para penderita penyakit

kardiovaskuler. Oleh karena itu, penggunaanya justru akan menyehatkan

jantung.

e. Flavonol: senyawa ini, bersama kuersetin dan kuersetin glikosida, memiliki

efek farmakologis sebagai bahan antibiotik alami (natural antibiotic). Hal ini

dikarenakan kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan virus, bakteri,

maupun cendawan. Senyawa ini juga mampu bertindak sebagai antikoagulan

dan antikanker.

f. Kalium: merupakan salah satu unsur penting dalam kandungan gizi bawang

merah dan terdapat dalam jumlah besar. Kalium berperan dalam

Page 10: 15.BAB II.docx

14

mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh. Unsur ini juga bermanfaat

untuk menjaga fungsi saraf dan otot.

g. Pektin: merupakan senyawa golongan polisakarida yang sukar dicerna. Oleh

karena itu, seperti pada flavonoid, pektin bersifat hipolipidemik. Senyawa ini

juga mempunyai kemampuan mengendalikan pertumbuhan bakteri.

h. Saponin: terutama berperan sebagai antikoagulan, yang berguna untuk

mencegah penggumpalan darah. Saponin juga dapat berfungsi sebagai

ekspektoran, yaitu mengencerkan dahak.

i. Tripropanal sulfoksida: merupakan bentuk gas yang termasuk salah satu

senyawa aktif eteris dalam bawang merah yang menyebabkan keluarnya air

mata (lakrimator). Bersamaan dengan keluarnya gas ini, akan muncul pula bau

menyengat yang merupakan aroma khas bawang merah, propil disulfida dan

propil-metil disulfida, yang akan menebarkan aroma harus saat bawang merah

ditumis atau digoreng. Senyawa-senyawa ini sangat berguna untuk merangsang

fungsi kepekaan saraf maupun kerja enzim pencernaan.

(Jaelani, 2007:19-24)

C. Uji Efektivitas

Penentuan kerentanan patogen bakteri terhadap obat-obatan antimikroba

dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode utama: dilusi dan difusi

(Jawetz; et al, 2007: 170).

1. Metode Dilusi

Sejumlah zat antimikroba dimasukkan ke dalam media bakteriologi padat

atau cair lalu dilakukan pengenceran. Media diinokulasi dengan bakteri yang diuji

dan diinkubasi. Tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui seberapa banyak

Page 11: 15.BAB II.docx

15

jumlah zat antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau

membunuh bakteri yang diuji (Jawetz; et al, 2007: 170).

2. Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah uji difusi cakram. Cakram

kertas filter yang mengandung sejumlah obat tertentu ditempatkan di atas

permukaan media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Setelah

inkubasi, diameter zona jernih di sekitar cakram diukur sebagai kekuatan inhibisi

obat dalam melawan bakteri uji (Jawetz; et al, 2007: 170).

Metode ini dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi

ukuran diameter zona hambatan adalah:

a. Kekeruhan suspensi bakteri: apabila kurang keruh maka diameter zona

hambatan akan lebih lebar, sementara jika lebih keruh maka diameter zona

hambatan makin sempit.

b. Waktu pengeringan atau peresapan suspensi bakteri ke dalam MH (Muller

Hinton) agar: waktu ini tidak boleh melebihi batas waktu yang dibolehkan,

karena dapat mempersempit diameter zona hambatan.

c. Temperatur inkubasi: untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi

dilakukan pada 35oC, jika kurang dari 35oC akan menyebabkan diameter zona

hambatan lebih lebar, ini bisa terjadi pada media plate yang ditumpuk-tumpuk

lebih dari 2 plate pada inkubasinya, karena plate yang di tengah suhunya

kurang dari 35oC. Apabila inkubasi pada suhu lebih dari 35oC, terkadang ada

bakteri yang pertumbuhannya kurang subur, ada pula obat yang difusinya

kurang baik.

Page 12: 15.BAB II.docx

16

d. Waktu inkubasi: hampir semua bakteri membutuhkan waktu inkubasi 16-18

jam. Apabila inkubasi kurang dari 16 jam, pertumbuhan bakteri belum

sempurna sehingga akan sulit dibaca atau zona hambatan lebih lebar.

Sementara jika inkubasi lebih dari 18 jam pertumbuhan akan melebihi

sempurna sehingga diameter zona hambatan makin sempit.

e. Ketebalan media: ketebalan media sekitar 4 mm. Apabila kurang dari itu

membuat difusi obat lebih cepat dan jika lebih dari itu maka difusi obat akan

lambat.

f. Jarak antar disk obat: jarak yang dianjurkan adalah minimal 15 mm untuk

menghindari terjadinya zona hambatan yang tumpang tindih.

g. Potensi disk obat: harus selalu diperhatikan cara dan tempat penyimpanan obat,

serta expired date setiap obat karena akan mempengaruhi hasil zona hambatan.

h. Komposisi media: komposisi yang terkandung dalam media yang digunakan

harus selalu diperhatikan karena sangat besar pengaruhnya terhadap

pertumbuhan bakteri, difusi obat, aktifitas obat, dan lain-lain.

(Soemarno, 2000)

Page 13: 15.BAB II.docx

Bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.)

Mengandung flavonoid, flavonol, pektin, alil profil disulfida, allisin dan alliin yang bersifat antibakteri.

Streptococcus pyogenes

Pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes dihambat dengan bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.).

Air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes dihambat.

Memiliki substansi protein M yang merupakan faktor virulensi, zat T, dan nukleoprotein. Toksin dan enzim (streptokinase, streptodornase, hialuronidase, eksotoksin, streptolisin O dan streptolisin S).

17

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konsep

Page 14: 15.BAB II.docx

18

F. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala1. Variabel

bebas:Air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.).

Umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) dengan varietas bima brebes yang memiliki bentuk lonjong, diameter umbi 2 cm, kondisi kering, keras jika dipencet, beraroma kuat, kulit umbi berwarna merah muda, tidak sedang berkecambah. Setelah dikupas, dicuci dengan aquadest, lalu dijuicer, air yang didapat dilakukan pengenceran sehingga didapatkan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Perasan umbi bawang merah diencerkan dengan menggunakan rumus:V1.%1=V2.%2

Mikropipet dan tip.

Konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Interval

2. Variabel terikat:Pertumbuhan Streptococcus pyogenes.

Pertumbuhan Streptococcus pyogenes pada media Muller Hinton Agar (MHA) yang ditambahkan darah domba 5% yang dihambat oleh air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% sehingga terbentuk zona hambatan.

Mengukur diameter zona hambatan di sekitar disk air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan satuan hasil mm.

Zone readera. Diperoleh konsentrasi yang mampu menghambat jika terbentuk zona hambat di sekitar disk air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.)

b. Diperoleh konsentrasi efektif jika terbentuk zona hambat ≥ zona hambat oleh kontrol Eritromycin 15µg dengan rata-rata diameter 37,22 mm.

Ordinal

Page 15: 15.BAB II.docx

19

G. Hipotesis

Bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes secara efektif.