BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Streptococcus pyogenes
Sebagian besar Streptococcus yang mengandung antigen grup A adalah
Streptococcus pyogenes. Organisme ini bersifat β-hemolitik. Streptococcus
pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang menimbulkan invasi lokal
dan sistemik dan kelainan imunologi pasca infeksi Streptococcus. Streptococcus
pyogenes secara khas menghasilkan zona hemolisis β yang besar (berdiameter 1
cm) di sekitar koloni yang berdiameter lebih dari 0,5 mm. Organisme ini biasanya
sensitif terhadap basitrasin (Jawetz; et al, 2007:237).
1. Klasifikasi
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus pyogenes
(Ludwig, Schleifer, Whitman, 2009)
2. Morfologi dan Sifat Pertumbuhan
Streptococcus pyogenes merupakan Gram (+) Streptococci, yaitu coccus
kecil-kecil berbentuk bulat bola atau oval, berpasangan, membentuk rantai pendek
atau panjang, tidak berspora, tidak bergerak, ada yang berkapsul (Soemarno,
2000:25).
5
6
Gambar 1:Streptococcus pyogenes dengan pewarnaan gram
Sumber: http://www.proprofs.com/flashcards/upload/a6597135.jpg
Pertumbuhan Streptococcus cenderung kurang subur pada media padat
atau kaldu kecuali diperkaya dengan darah atau cairan jaringan. Pertumbuhan dan
proses hemolisis akan dibantu dengan mengeramkan bakteri dalam suasana CO2
10% (Jawetz; et al, 2007:233).
Pembiakan pada lempeng agar darah yang dieram pada 37oC setelah 18-24
jam akan membentuk koloni kecil keabu-abuan, bentuknya bulat, pinggir rata,
pada permukaan media, koloni nampak sebagai setitik cairan. Berdasarkan sifat
hemolitiknya, merupakan hemolisis tipe beta yaitu membentuk zona bening di
sekeliling koloninya (Staf Pengajar FKUI, 2010:136).
3. Daya Tahan Kuman
Streptococcus pyogenes dalam sputum, eksudat dan ekskreta binatang
dapat terus hidup sampai beberapa minggu. Biakan pada media biasa pada suhu
kamar, biasanya mati sesudah 10-14 hari. Kuman dapat tetap hidup tanpa berubah
virulensinya sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun bila disimpan secara
7
liofil. Beberapa varietas akan mati setelah 10 menit pada 55oC, dan semua spesies
mati setelah 30-60 menit pada 60oC. Penicillin dalam dosis yang relatif rendah
sangat efektif terhadap Streptococcus hemolyticus tipe beta dari Lancefield group
A (Staf Pengajar FKUI, 2010:137).
4. Struktur Antigenik
Streptococcus mempunyai struktur antigen yang jauh lebih kompleks jika
dibandingkan dengan Pneumococcus, diantaranya:
a. Karbohidrat C: Zat ini terdapat dalam dinding sel dan oleh Lancefield dipakai
sebagai dasar untuk membagi Streptococcus dalam grup-grup spesifik dari A
sampai T. Sifat khas dari karbohidrat C secara serologik ditunjukkan oleh suatu
amino sugar, misalnya pada grup A oleh rhamnose-N-acetyl-glucosamine (Staf
Pengajar FKUI, 2010:137-138).
b. Protein M: Streptococcus bersifat virulen bila terdapat protein M, apabila tidak
ada antibodi spesifik-tipe M maka organisme ini mampu bertahan terhadap
proses fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear. Streptococcus grup A yang
tidak memiliki protein M tidak bersifat virulen. Kekebalan terhadap infeksi
Streptococcus grup A berkaitan dengan adanya antibodi spesifik terhadap
protein M. Tipe protein M yang ada lebih dari 80 tipe mengakibatkan
seseorang dapat mengalami infeksi berulang oleh Streptococcus pyogenes grup
A dengan tipe M yang berbeda (Jawetz; et al, 2007:234).
c. Zat T: Antigen ini tidak berhubungan dengan virulensi Streptococcus. Tidak
seperti protein M, zat T ini tidak tahan asam dan tidak tahan panas. Zat ini
diperoleh dari Streptococcus melalui pencernaan proteolitik yang merusak
protein M secara tepat (Jawetz; et al, 2007:234).
8
d. Nukleoprotein: Ekstraksi Streptococcus dengan basa lemah menghasilkan
suatu campuran yang terdiri dari protein dan substansi P yang kemungkinan
merupakan bagian dari badan sel kuman (Staf Pengajar FKUI, 2010: 139).
5. Toksin dan Enzim
Lebih dari 20 produk ekstraseluler antigenik dihasilkan oleh Streptococcus
grup A, diantaranya adalah:
a. Streptokinase (fibrinolisin): streptokinase dihasilkan oleh berbagai strain
Sterptococcus β-hemolitik grup A. Enzim ini mengubah plasminogen pada
plasma manusia menjadi plasmin, suatu enzim proteolitik aktif yang mencerna
fibrin dan protein lain. Proses pencernaan ini dapat terganggu oleh penghambat
serum nonspesifik dan antibodi spesifik, yaitu antistreptokinase. Streptokinase
diberikan secara intravena untuk mengobati emboli paru serta trombosis arteri
dan vena koroner.
b. Streptodornase: streptodornase melakukan depolimerisasi DNA. Aktivitas
enzimatik dapat diukur dengan menghitung penurunan viskositas larutan DNA
yang diketahui. Campuran streptodornase dan streptokinase digunakan pada
“debridemen enzimatik”. Campuran tersebut membantu mencairkan eksudat
dan membantu pengeluaran pus dan jaringan nekrotik, sehingga obat
antimikroba dapat masuk lebih mudah dan permukaan yang terinfeksi lebih
cepat sembuh.
c. Hialuronidase: hialuronidase memecah asam hialuronat, sebuah komponen
penting bahan dasar jaringan ikat. Hialuronidase membantu penyebaran
mikroorganisme yang infeksius (penyebar penyakit). Hialuronidase bersifat
antigenik dan spesifik untuk setiap bakteri atau jaringan. Setelah terjadi infeksi
9
oleh organisme penghasil hialuronidase akan ditemukan antibodi spesifik di
dalam serum.
d. Eksotoksin pirogenik (toksin eritrogenik): eksotoksin pirogenik dihasilkan oleh
Streptococcus grup A. Eksotoksin ini dihasilkan oleh Streptococcus grup A
yang mempunyai faga lisogenik yang merupakan sebuah superantigen.
Eksotoksin Streptococcus pirogenik menimbulkan sindrom syok toksik
Streptococcus dan demam Scarlet.
e. Difosfopiridin nukleotidase: enzim ini dilepaskan ke lingkungan oleh beberapa
Streptococcus. Zat ini kemungkinan berkaitan dengan kemampuan organisme
membunuh leukosit. Beberapa strain menghasilkan proteinase dan amilase.
f. Hemolisin: Streptococcus pyogenes β-hemolitik grup A menghasilkan dua
hemolisin (streptolisin), yaitu streptolisin O dan streptolisin S. Streptolisin O
merupakan protein yang aktif secara hemolitik dalam keadaan tereduksi tetapi
segera menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Zat ini secara kuantitatif terikat
dengan antistreptolisin O, suatu antibodi yang terdapat pada manusia setelah
infeksi oleh Streptococcus apapun yang menghasilkan Streptolisin O. Antibodi
ini menghambat hemolisis oleh streptolisin O. Fenomena ini menjadi dasar uji
kuantitatif untuk antibodi. Selain itu ada streptolisin S yang berperan
membentuk zona hemolitik di sekitar koloni Streptococcus yang tumbuh di
permukaan media agar darah. Zat ini dilepaskan bila ada serum. Zat ini tidak
bersifat antigen, tetapi dapat dihambat oleh inhibitor nonspesifik yang sering
terdapat di serum manusia dan hewan.
(Jawetz; et al, 2007:234-236)
10
6. Patogenitas Streptococcus pyogenes
Streptococcus pyogenes merupakan salah satu patogen yang banyak
menginfeksi manusia, diperkirakan 5-15% individu normal memiliki bakteri ini
dan biasanya terdapat pada saluran pernafasan, namun tidak menimbulkan gejala
penyakit. Streptococcus pyogenes dapat menginfeksi ketika pertahanan tubuh
inang menurun atau ketika organisme tersebut mampu berpenetrasi melewati
pertahanan inang yang ada. Bakteri ini jika tersebar sampai ke jaringan yang
rentan, maka infeksi supuratif dapat terjadi. Infeksi ini dapat berupa faringitis,
tonsilitis, impetigo dan demam scarlet. Streptococcus pyogenes juga dapat
menyebabkan penyakit invasif seperti infeksi tulang, necrotizing fasciitis, radang
otot, meningitis dan endokarditis (Cunningham, 2000 dalam Kusuma, 2010).
7. Penyakit karena Infeksi Lokal Streptococcus pyogenes
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi lokal Streptococcus pyogenes β-
hemolitik grup A, yaitu:
a. Radang tenggorok (faringitis): suatu penyakit yang hampir semua orang pernah
merasakannya. Infeksi ini bayi dan anak kecil timbul sebagai nasofaringitis
subakut dengan sekret serosa yang encer dan demam ringan tetapi dengan
kecenderungan terjadi penyebaran infeksi ke telinga tengah, mastoid, dan
selaput otak. Sementara pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, penyakit
ini lebih akut dan ditandai dengan nasofaringitis berat, tonsilitis, dan membran
mukosa membengkak dan berwarna sangat merah, dengan eksudat purulen;
dan biasanya demam tinggi.
b. Pioderma Streptococcus: infeksi lokal pada lapisan kulit superfisial, khususnya
pada anak, disebut impetigo. Infeksi ini ditandai dengan lepuh superfisial yang
11
mudah pecah dan permukaan daerah yang mengalami erosi terbuka ditutupi
oleh pus dan krusta. Penyakit ini menyebar ke tempat yang berdekatan dan
bersifat sangat menular, terutama di iklim yang panas dan lembab.
(Jawetz; et al, 2007:239)
B. Bawang Merah (Allium ascalonicum, Linn.)
Bawang merah juga bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal (Dewi, 2012).
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonea
Ordo : Liliflorae
Family : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum, Linn.
(Bailey, 1947)
2. Deskripsi Tanaman
Bawang merah merupakan tanaman semusim dan berumbi lapis dengan
ketinggian mencapai 1 m. Umbinya berbentuk bulat telur, berwarna kemerahan
dan beraroma menyengat. Daun berbentuk tabung berwarna hijau berujung lancip.
Tanaman ini tumbuh di daerah dengan ketinggian antara 100-1000 m dpl.
Berdasarkan umbinya, bawang merah dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu umbi
merah tua dari daerah Medan, umbi kuning muda dari daerah Sumenep, dan umbi
kuning merah dari daerah Lampung (Mursito, 2000:57-58).
12
Gambar 2:Bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) varietas bima brebes
Sumber: https://jualbawangmerah.files.wordpress.com/2011/09/ji.jpeg
3. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis terhadap Kesehatan
Umbi bawang merah mengandung zat-zat gizi dan zat-zat non gizi
(fitokimia). Bahan-bahan bergizi dalam bawang merah bisa dimanfaatkan oleh
tubuh untuk menyediakan energi, membangun jaringan, dan mengatur fungsi
tubuh. Sementara, senyawa fitokimia memiliki efek farmakologis dalam
penyembuhan penyakit. Beberapa bahan aktif yang berguna tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Allisin dan alliin: senyawa ini bersifat hipolipidemik, yaitu dapat menurunkan
kadar kolesterol darah. Menurut dr. Widjaja Kusuma (1999), mengonsumsi
satu siung bawang merah segar dapat meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’
(HDL, high density lipoprotein) sebesar 30%. Senyawa ini juga berfungsi
sebagai antiseptik, yaitu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Allisin
dan alliin diubah oleh enzim allisin liase menjadi asam piruvat, amonia, dan
allisin antimikroba yang bersifat bakterisidal (dapat membunuh bakteri).
13
b. Flavonoid: bahan aktif ini dikenal sebagai antiinflamasi atau antiradang. Jadi,
bawang merah bisa digunakan untuk menyembuhkan radang hati (hepatitis),
radang sendi (artritis), radang tonsil (tonsilitis), radang pada cabang
tenggorokan (bronkhitis), serta radang anak telinga (otitis media). Flavonoid
juga berguna sebagai bahan antioksidan alamiah, sebagai bakterisidal, dan
dapat menurunkan kadar kolesterol ‘jahat’ (LDL, low density lipoprotein)
dalam darah secara efektif.
c. Alil profil disulfida: seperti flavonoid, senyawa ini juga bersifat hipolipidemik.
Khasiat lainnya yaitu sebagai antiradang. Kandungan sulfur dalam bawang
merah memang sangat baik untuk mengatasi reaksi radang, terutama radang
hati, bronkhitis, maupun kongesti bronkhial.
d. Fitosterol: adalah golongan lemak yang hanya bisa diperoleh dari minyak
tumbuh-tumbuhan atau yang lebih dikenal sebagai ‘lemak nabati’. Jenis lemak
ini cukup aman untuk dikonsumsi, termasuk oleh para penderita penyakit
kardiovaskuler. Oleh karena itu, penggunaanya justru akan menyehatkan
jantung.
e. Flavonol: senyawa ini, bersama kuersetin dan kuersetin glikosida, memiliki
efek farmakologis sebagai bahan antibiotik alami (natural antibiotic). Hal ini
dikarenakan kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan virus, bakteri,
maupun cendawan. Senyawa ini juga mampu bertindak sebagai antikoagulan
dan antikanker.
f. Kalium: merupakan salah satu unsur penting dalam kandungan gizi bawang
merah dan terdapat dalam jumlah besar. Kalium berperan dalam
14
mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh. Unsur ini juga bermanfaat
untuk menjaga fungsi saraf dan otot.
g. Pektin: merupakan senyawa golongan polisakarida yang sukar dicerna. Oleh
karena itu, seperti pada flavonoid, pektin bersifat hipolipidemik. Senyawa ini
juga mempunyai kemampuan mengendalikan pertumbuhan bakteri.
h. Saponin: terutama berperan sebagai antikoagulan, yang berguna untuk
mencegah penggumpalan darah. Saponin juga dapat berfungsi sebagai
ekspektoran, yaitu mengencerkan dahak.
i. Tripropanal sulfoksida: merupakan bentuk gas yang termasuk salah satu
senyawa aktif eteris dalam bawang merah yang menyebabkan keluarnya air
mata (lakrimator). Bersamaan dengan keluarnya gas ini, akan muncul pula bau
menyengat yang merupakan aroma khas bawang merah, propil disulfida dan
propil-metil disulfida, yang akan menebarkan aroma harus saat bawang merah
ditumis atau digoreng. Senyawa-senyawa ini sangat berguna untuk merangsang
fungsi kepekaan saraf maupun kerja enzim pencernaan.
(Jaelani, 2007:19-24)
C. Uji Efektivitas
Penentuan kerentanan patogen bakteri terhadap obat-obatan antimikroba
dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode utama: dilusi dan difusi
(Jawetz; et al, 2007: 170).
1. Metode Dilusi
Sejumlah zat antimikroba dimasukkan ke dalam media bakteriologi padat
atau cair lalu dilakukan pengenceran. Media diinokulasi dengan bakteri yang diuji
dan diinkubasi. Tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui seberapa banyak
15
jumlah zat antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau
membunuh bakteri yang diuji (Jawetz; et al, 2007: 170).
2. Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah uji difusi cakram. Cakram
kertas filter yang mengandung sejumlah obat tertentu ditempatkan di atas
permukaan media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Setelah
inkubasi, diameter zona jernih di sekitar cakram diukur sebagai kekuatan inhibisi
obat dalam melawan bakteri uji (Jawetz; et al, 2007: 170).
Metode ini dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ukuran diameter zona hambatan adalah:
a. Kekeruhan suspensi bakteri: apabila kurang keruh maka diameter zona
hambatan akan lebih lebar, sementara jika lebih keruh maka diameter zona
hambatan makin sempit.
b. Waktu pengeringan atau peresapan suspensi bakteri ke dalam MH (Muller
Hinton) agar: waktu ini tidak boleh melebihi batas waktu yang dibolehkan,
karena dapat mempersempit diameter zona hambatan.
c. Temperatur inkubasi: untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi
dilakukan pada 35oC, jika kurang dari 35oC akan menyebabkan diameter zona
hambatan lebih lebar, ini bisa terjadi pada media plate yang ditumpuk-tumpuk
lebih dari 2 plate pada inkubasinya, karena plate yang di tengah suhunya
kurang dari 35oC. Apabila inkubasi pada suhu lebih dari 35oC, terkadang ada
bakteri yang pertumbuhannya kurang subur, ada pula obat yang difusinya
kurang baik.
16
d. Waktu inkubasi: hampir semua bakteri membutuhkan waktu inkubasi 16-18
jam. Apabila inkubasi kurang dari 16 jam, pertumbuhan bakteri belum
sempurna sehingga akan sulit dibaca atau zona hambatan lebih lebar.
Sementara jika inkubasi lebih dari 18 jam pertumbuhan akan melebihi
sempurna sehingga diameter zona hambatan makin sempit.
e. Ketebalan media: ketebalan media sekitar 4 mm. Apabila kurang dari itu
membuat difusi obat lebih cepat dan jika lebih dari itu maka difusi obat akan
lambat.
f. Jarak antar disk obat: jarak yang dianjurkan adalah minimal 15 mm untuk
menghindari terjadinya zona hambatan yang tumpang tindih.
g. Potensi disk obat: harus selalu diperhatikan cara dan tempat penyimpanan obat,
serta expired date setiap obat karena akan mempengaruhi hasil zona hambatan.
h. Komposisi media: komposisi yang terkandung dalam media yang digunakan
harus selalu diperhatikan karena sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan bakteri, difusi obat, aktifitas obat, dan lain-lain.
(Soemarno, 2000)
Bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.)
Mengandung flavonoid, flavonol, pektin, alil profil disulfida, allisin dan alliin yang bersifat antibakteri.
Streptococcus pyogenes
Pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes dihambat dengan bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.).
Air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes dihambat.
Memiliki substansi protein M yang merupakan faktor virulensi, zat T, dan nukleoprotein. Toksin dan enzim (streptokinase, streptodornase, hialuronidase, eksotoksin, streptolisin O dan streptolisin S).
17
D. Kerangka Teori
E. Kerangka Konsep
18
F. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala1. Variabel
bebas:Air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.).
Umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) dengan varietas bima brebes yang memiliki bentuk lonjong, diameter umbi 2 cm, kondisi kering, keras jika dipencet, beraroma kuat, kulit umbi berwarna merah muda, tidak sedang berkecambah. Setelah dikupas, dicuci dengan aquadest, lalu dijuicer, air yang didapat dilakukan pengenceran sehingga didapatkan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Perasan umbi bawang merah diencerkan dengan menggunakan rumus:V1.%1=V2.%2
Mikropipet dan tip.
Konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Interval
2. Variabel terikat:Pertumbuhan Streptococcus pyogenes.
Pertumbuhan Streptococcus pyogenes pada media Muller Hinton Agar (MHA) yang ditambahkan darah domba 5% yang dihambat oleh air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% sehingga terbentuk zona hambatan.
Mengukur diameter zona hambatan di sekitar disk air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan satuan hasil mm.
Zone readera. Diperoleh konsentrasi yang mampu menghambat jika terbentuk zona hambat di sekitar disk air perasan umbi bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.)
b. Diperoleh konsentrasi efektif jika terbentuk zona hambat ≥ zona hambat oleh kontrol Eritromycin 15µg dengan rata-rata diameter 37,22 mm.
Ordinal
19
G. Hipotesis
Bawang merah (Allium ascalonicum, Linn.) mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes secara efektif.