Bab III Fixxx

36
BAB III TUGAS KHUSUS 3.1 Judul Perhitungan Kinerja Heat Exchanger 114-C Ditinjau dari Nilai Pressure Drop (ΔP) pada Unit Purifikasi Amoniak di PUSRI-II Palembang. 3.2 Latar Belakang Unit penukar kalor adalah suatu alat untuk memindahkan panas dari suatu fluida ke fluida yang lain. Sebagian besar dari industri-industri yang berkaitan dengan pemrosesan selalu menggunakan alat ini, sehingga alat penukar kalor ini mempunyai peran yang penting dalam suatu proses produksi atau operasi. Alat penukar kalor sangat dibutuhkan pada proses produksi dalam suatu industri termasuk di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang maka untuk mengetahui kinerja dari alat penukar kalor perlu dilakukan analisis. Salah satu tipe dari alat penukar kalor yang banyak dipakai adalah Shell and Tube Heat Exchanger. Alat ini terdiri dari sebuah shell silindris di bagian luar dan sejumlah tube (tube bundle) di bagian dalam, dimana temperatur fluida di dalam tube bundle berbeda dengan di luar tube (di dalam shell) sehingga terjadi perpindahan panas antara 72

description

hih8h9h9h98

Transcript of Bab III Fixxx

Page 1: Bab III Fixxx

BAB IIITUGAS KHUSUS

3.1 Judul

Perhitungan Kinerja Heat Exchanger 114-C Ditinjau dari Nilai Pressure Drop (ΔP) pada Unit Purifikasi Amoniak di PUSRI-II Palembang.

3.2 Latar Belakang

Unit penukar kalor adalah suatu alat untuk memindahkan panas dari

suatu fluida ke fluida yang lain. Sebagian besar dari industri-industri yang

berkaitan dengan pemrosesan selalu menggunakan alat ini, sehingga alat

penukar kalor ini mempunyai peran yang penting dalam suatu proses produksi

atau operasi.

Alat penukar kalor sangat dibutuhkan pada proses produksi dalam

suatu industri termasuk di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang maka untuk

mengetahui kinerja dari alat penukar kalor perlu dilakukan analisis. Salah satu

tipe dari alat penukar kalor yang banyak dipakai adalah Shell and Tube

Heat Exchanger. Alat ini terdiri dari sebuah shell silindris di bagian luar

dan sejumlah tube (tube bundle) di bagian dalam, dimana temperatur fluida

di dalam tube bundle berbeda dengan di luar tube (di dalam shell) sehingga

terjadi perpindahan panas antara aliran fluida di dalam tube dan di luar tube.

Daerah yang berhubungan dengan bagian dalam tube disebut dengan tube side

dan yang di luar dari tube disebut shell side. Ada beberapa jenis heat exchanger

yang digunakan di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang salah satunya adalah jenis

Heat Exchanger 114-C. Alat heat exchanger ini digunakan dalam Unit Purifikasi

Amoniak Di Pusri II, yang berfungsi untuk mendinginkan gas panas yang berasal

dari effluent methanator menggunakan media pendingin boiler feed water (BFW).

Kinerja dari Heat Exchanger 114-C perlu dikontrol agar kelangsungan

proses dapat berjalan dengan baik. Untuk mengetahui kelayakan operasinya maka

kinerja Heat Exchanger 114-C harus selalu dievaluasi. Evaluasi ini dapat

dilakukan terhadap nilai pressure drop (ΔP). Selama ini pemahaman mahasiswa

72

Page 2: Bab III Fixxx

73

tentang Heat Exchanger hanya sebatas teori yang didapatkan selama proses

belajar di perguruan tinggi sehingga perlu dikaji lagi bagian Heat Exchanger

dalam skala industri terutama terkait tentang spesifikasinya.

3.3 Tujuan

Tujuan dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami proses perpindahan panas pada alat Heat Exchanger 114-C

pada unit Purifikasi Amoniak di PUSRI-II Palembang.

2. Untuk mengetahui nilai pressure drop (ΔP) pada alat Heat Exchanger 114-C.

3. Untuk mengetahui Kinerja Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi

Amoniak di PUSRI-II Palembang.

3.4 Manfaat

Manfaat dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kondisi peralatan dari aspek perpindahan panasnya.

2. Dapat menjadi informasi tambahan bagi industri dalam mengevaluasi kinerja

Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi Amoniak di PUSRI-II

Palembang.

3.5 Rumusan Masalah

Permasalahan pada tugas khusus ini adalah bagaimana proses perpindahan

panas pada alat Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi Amoniak di

PUSRI-II Palembang. Pemecahan masalahya adalah dengan mengetahui nilai

pressure drop (ΔP) dan kinerja Heat Exchanger 114-C pada unit Purifikasi

Amoniak di PUSRI-II Palembang.

3.6 TINJAUAN PUSTAKA

3.6.1 Perpindahan Panas

Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari

suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan

sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya

Page 3: Bab III Fixxx

74

kenaikan  suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan

kelistrikan. Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara

langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan

fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila

diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi

dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.

Menurut Holman,1995 mekanisme perpindahan panas terdiri atas :

1. Perpindahan Panas Secara Konduksi, merupakan perpindahan panas

antara molekul-molekul yang saling berdekatan antar yang satu dengan

yang lainnya dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul-molekul

tersebut secara fisik.

2. Perpindahan Panas Secara Konveksi, merupakan  perpindahan panas

dari suatu zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan partikel atau zat

tersebut secara fisik.

3. Perpindahan Panas Secara Radiasi, merupakan perpindahan panas 

tanpa melalui media (tanpa melalui molekul). Suatu energi dapat

dihantarkan dari suatu tempat ke tempat lainnya (dari benda panas ke

benda yang dingin) dengan pancaran gelombang elektromagnetik

dimana tenaga elektromagnetik ini akan berubah menjadi panas jika

terserap oleh benda yang lain.

Kemampuan untuk menerima panas dipengaruhi oleh :

1. Koefisien overall perpindahan panas

Koefisien overall perpindahan panas menyatakan mudah atau tidaknya

panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga menyatakan

aliran panas menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan

konveksi.

2. Selisih temperature rata-rata logaritmik (LMTD)

Page 4: Bab III Fixxx

75

Selisih temperature rata-rata logaritmik (LMTD) merupakan perbedaan

temperature yang dipukul rata-rata setiap bagian heat exchanger karena

perbedaan temperature tiap bagian tidak sama.

3.6.2 Heat Exchanger

Heat exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan

untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk

dipindahkan ke fluida lainnya melalui suatu proses yang disebut dengan

proses perpindahan panas (heat transfer).

Heat exchanger dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam

(Kern,1966), yaitu :

1. Heat Exchanger berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi :

a. Shell and Tube Exchanger, merupakan Heat Exchangerdengan pipa

besar (shell) berisi beberapa tube yang relatif kecil.

b. Double Pipe Exchanger, merupakanHeat Exchangerdimana pipa yang

satu berada di dalam pipa yang lebih besar yang merupakan dua pipa

yang konsentris.

c. Box Cooler, merupakanHeat Exchangeryang memiliki susunan pipa-

pipa atau beberapa bundle pipa dimasukkan ke dalam box berisi air.

2. Heat Exchanger berdasarkan jenis alirannya dibedakan menjadi :

a. Counter Current, merupakan jenis Heat Exchanger dimana fluida

panas mengalir dengan arah yang berlawan dengan media

pendinginnya.

b. Co-Current, merupakan Heat Exchanger dimana fluida panas

mengalir searah dengan media pendinginnya.

c. Cross Flow, merupakan Heat Exchanger dimana fluida panas

mengalir dengan saling memotong arah dengan media pendinginnya.

Heat Exchanger ini merupakan gabungan dari counter current dan co-

current Heat Exchanger.

Page 5: Bab III Fixxx

76

3.6.3 Shell and Tube Exchanger

Heat Exchanger tipe shell dan tube pada dasarnya terdiri dari berkas

tube (tube bundles) yang dipasangkan di dalam shell yang berbentuk

silinder. Bagian ujung dari berkas tube dikencangkan pada dudukan tube

yang disebut tube sheet dan sekaligus berfungsi untuk memisahkan fluida

yang mengalir di sisi shell dan di sisi tube. Pada shell and tube exchanger

satu fluida mengalir didalam tube sedang fluida yang lain mengalir di ruang

antara tube bundle dan shell.

Komponen penyusun Heat Exchanger jenis shell and tube dapat dilihat

pada Gambar 38, terdiri dari :

1. Shell

Shell merupakan bagian tengah alat penukar panas dan tempat untuk

tube bundle. Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang menerima

atau melepaskan panas.

2. Tube

Tube merupakan pipa kecil yang tersusun di dalam shell yang

merupakan tempat fluida yang akan dipanaskan ataupun didinginkan.

Tube tersedia dalam berbagai bahan logam yang memiliki harga

konduktivitas panas besar sehingga hambatan perpindahan panasnya

rendah.

3. Tube sheet

Tube sheet komponen ini adalah suatu pelat lingkaran yang fungsinya

memegang ujung-ujung tube dan juga sebagai pembatas aliran fluida di

sisi shell dan tube.

4. Tube pitch

Tube pitch adalah jarak center-to-center diantara tube-tube yang

berdekatan. Lubang tube tidak dapat dibor dengan jarak yang sangat

dekat, karena jarak tube yang terlalu dekat akan melemahkan struktur

penyangga tube. Jarak terdekat antara dua tube yang berdekatan disebut

Page 6: Bab III Fixxx

77

clearance. Tube diletakkan dengan susunan bujur sangkar atau segitiga

dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Tubes Layout yang Umum pada HE

5. Channel cover

Channel cover merupakan bagian penutup pada konstruksi Heat

Exchanger yang dapat dibuka pada saat pemeriksaan dan pembersihan

alat.

6. Pass divider

Pass divider berupa pelat yang dipasang di dalam channel untuk membagi

aliran fluida tube.

7. Baffle

Baffle pada umumnya tinggi segmen potongan dari baffle adalah

seperempat diameter dalam shell yang disebut 25% cut segmental baffle.

Baffle tersebut berlubang-lubang agar bisa dilalui oleh tube yang

diletakkan pada rod-baffle. Baffle digunakan untuk mengatur aliran lewat

shell sehingga turbulensi yang lebih tinggi akan diperoleh. Untuk lebuh

jelasnya segemental baffle dapat di lihat pada Gambar 37.

Gambar 37.Segmental Baffle

Page 7: Bab III Fixxx

78

Gambar 38. Komponen Penyusun Heat Exchanger Jenis Shell and Tube

Untuk menghitung Overall Coefficient Heat (Ud) pada alat 115-C dapat

dilakukan dengan beberapa tahapan penyelesaian sebagai berikut:

1. Menentukan sifat-sifat fisis cairan pada bagian shell dan tube.

Untuk menghitung fouling factor (Rd) pada Ammonia Condenser (U-EA-

404) diperlukan data sifat fisis cairan, yaitu : viskositas (µ), kapasitas panas (cp),

konduktivitas termal (k). Data sifat fisis cairan untuk cairan nonviskos (µ < 1cp)

dihitung pada suhu rata-rata (Kern, 1950)

Tavg = T1+T2

2

Dimana :

Tavg = Temperatur rata-rata

T1 = Temperatur masuk

T2 = Temperatur keluar

a. Menentukan kapasitas panas (Cp)

Penentuan kapasitas panas (Cp) dapat dilihat pada Gambar 3, Kern

b. Menentukan viskositas (µ)

Penentuan viskositas (µ) dapat dilihat pada Gambar 15, Kern

c. Menentukan konduktivitas thermal (k)

Penentuan konduktivitas thermal (k) dapat dilihat pada Tabel 5, Kern

2. Menghitung neraca panas fluida (Qs = Qt)

Q Shell = W x Cp x ∆T............................................................. (Pers 5.7,Kern)

Page 8: Bab III Fixxx

79

Q Tube = w x Cp x ∆t............................................................... (Pers 5.7,Kern)

3. Menghitung beda temperature rata-rata logaritmik (∆t LMTD)

∆t = FT x LMTD

LMTD

(T1-t2) -( T2-t1)

ln (T1-t2)(T2-t1) =...................................................... (Pers 5.14,Kern)

R =

(T 1−T 2)( t 2−t 1) .................................................................. ( Pers 5.14, Kern)

S =

(t 2−t 1 )(T 1− t 1) ..................................................................... ( Pers 5.14,

Kern)

FT ..................................................................... ( Gambar 18 Kern)

∆t = FT x LMTD........................................................... ( Pers 7.42, Kern)

4. Menghitung Temperatur Kalorik (Tc dan tc)

Temperatur kalorik ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang

terlibat dalam pertukaran panas di dalam penukar panas.

Tc = T2 + Fc (T1-T2) ............................................................... (Pers 5.28,Kern)

tc = t1 + Fc (t2-t1) ....................................................................(Pers 5.29,Kern)

Dari Fig. 17 Kern didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan Δ tc Δth

Δ tc Δth

=T 2−t 1T 1−t 2

Tetapi jika nilai viskositas kedua fluida kurang dari 1 (µ < 1 cp) maka

temperature kalorik sama dengan temperature rata-ratanya (Tc = Tavg dan tc =

tavg) dan nilai φs = 1 ; φt = 1

5. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada bagian Tube (hi dan hio)

a. Menghitung daerah aliran yang tegak lurus di dalam tube (at)

Page 9: Bab III Fixxx

80

at=Nt x a't144 x n .........................................................................(Pers 7.48,Kern)

Dimana :

NT = Jumlah Tube

a’t = Flow area per tube (in2), diperoleh dari tabel 10 Kern

n = Jumlah tube passes

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gt)

Gt= wat ............................................................................... (Pers 7.2 ,Kern)

Dimana :

Gt = mass velocity fluida dingin

c. Menghitung Reynold number (Ret)

Re t=D x Gtμ ......................................................................(Pers 7.3,Kern)

Dimana :

Ret = Bilangan Reynold pada bagian tube (tidak bersatuan)

D = ID tube (ft), diperoleh dari tabel 10 Kern

d. Mencari nilai jH

jH = Figure 24 kern

e. Menghitung nilai Thermal Function (Prandl Number)

(cp x μk

)1/3............................................................................ (Pers 6.15,Kern)

Dimana :

Cp = kapasitas panas

µ = viskositas

k = konduktivitas thermal

f. Perhitungan Inside Film Coefficient (hi/ɸ)

Page 10: Bab III Fixxx

81

hi/ɸ= jH . k

De. (cp x μ

k)1/3

................................................. (Pers 6.15,Kern)

hio = hi x

IDOD

Dimana :

jH = Faktor untuk HeatExchanger (diperoleh dari Gambar.24, Kern)

ID = Diameter bagian dalam shell (m)

OD = Diameter bagian luar tube(m)

6. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada Bagian Shell (ho)

a. Menghitung cross flow area pada bagian shell (as)

as=ID x C'x BPT ................................................................... (Pers 7.1,Kern)

Dimana:

ID = Diameter bagian dalam shell

C’ = Clearance = PT – OD tube

PT = Tube Pitch

B = Baffle Spacing

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gs)

Gs = was ............................................................................... (Pers 7.2,Kern)

Dimana :

Gs = mass velocity fluida pada sisi bagian shell

as = cross flowarea pada bagian shell

c. Menghitung Reynold Number (Res)

Re s=De x Gsμ ..................................................................... (Pers 7.3,Kern)

Page 11: Bab III Fixxx

82

Dimana :

Res = Bilangan Reynold pada bagian shell (tidak bersatuan)

De = Shell side equivalent diameter

d. Mencari nilai jH

jH = ..........................................................................(Gambar 28, Kern)

e. Menghitung nilai Thermal Fuction (Prandl Number)

(cp x μk

)1/3

............................................................................ (Pers 6.15,Kern)

f. Perhitungan Outside film Coefficient (h0/ɸ)

h0/ɸ = jH . k

De. (cp x μ

k)1/3

...................................................(Pers 6.15,Kern)

Dimana :

jH = Faktor untuk HeatExchanger (diperoleh dari fig.28, Kern 1950)

k = konduktivitas thermal zat

De = Shell side equivalent diameter

7. Menghitung Corrected Cooeficient

Pada tube :

ɸt = (μ/μw) 0.14

hio =(hio/ɸ) x ɸ............................................................. (Pers 6.36,Kern)

Pada shell

ɸs = (μ/μw) 0.14

hio = (ho/ɸ) x ɸs........................................................... (Pers 6.37,Kern)

8. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan bersih

(Uc)

Uc = hioxhohio−ho ...................................................................... (Pers 6.38,Kern)

9. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan kotor

(UD)

Page 12: Bab III Fixxx

83

UD =

QAx Δt ............................................................................ (Pers 6.11,Kern)

A = a’’x L x Nt

Dimana :

Q = Jumlah panas yang dikeluarkan

A = Luas permukaan

L = Panjang tube (m)

Nt = Jumlah tube (buah)

a’’ = tabel 10, Kern

10. Menghitung fouling factor (Rd)

Rd = UC−UDUC xUD ................................................................... (Kern, 1950)

11. Perhitungan Pressure Drop

Shell side

ΔPs =

f x Gs2 x D s x N+1

5 ,22 x 1010 De x s x Φs

Dimana :

ΔPs = Total Pressure drop pada Shell (psi)

f = Friction factor Shell (ft2/in2) (Gambar C.14, Hlm. 121)

Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2)

s = Spec.Gravity

N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle

Tube side

ΔPt =

f x Gt2 x L x n

5 ,22 x 1010 D x s x Φt

Dimana :

ΔPt = Pressure drop tube (psi)

Page 13: Bab III Fixxx

84

f = Friction factor tube (ft2/in2) (Gambar C.14, Hlm. 121)

Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2)

Spgr = Spec.Gravity

D = Inside diameter (ft)

n = jumlah pass Tube

ΔPr =

4 x ns

x V 2

2 g

Dimana :

ΔPr = Return pressure drop pada tube (psi)

V 2

2 g = Velocity head (psi)

s = Spec.Gravity

Maka :

ΔPT = ΔPt + ΔPr

Dimana :

ΔPT = Total Pressure Drop pada Tube (psi)

3.6.4 Metanasi

Tahapan proses metanasi adalah sebagai berikut:

1. Pendinginan gas proses (shellside) di 101-c melalui pertukaran panas dengan

air umpan ketel (tubeside) hingga temperatur gas proses turun menjadi 734oC,

kemudian masuk ke 102-C untuk didinginkan lagi yaitu proses gas di tubeside

dan air umpan ketel di shellside hingga temperature 371oC dengan TRC 10 by

pass 102-C sebagai alat pengendali.

2. Gas proses pada temperatur 371 masuk ke HT shift converter untuk merubah

CO menjadi CO2 dengan reaksi sebagai berikut:

CO + H2O CO2 + H2 + heat

Tidak semua CO bisa dirubah menjadi CO2, maka suhu CO tersebut akan

diturunkan lagi sekecil mungkin pada LT shift converter. Kadar CO yang

keluar dari HF shift Converter 3,5 % dry basis dengan temperatur 432– 437oC.

Page 14: Bab III Fixxx

85

3. Gas proses yang akan masuk ke LT shift converter (LTS), harus melalui

proses pendinginan terlebih dahulu hingga temperature 210oC, yaitu melalui 2

bahan penukar panas. Penukas panas yang dilalui untuk P-II, III & IV pertama

di 103-C yaitu pertukaran panas antara gas proses di tubeside, sedangkan

BFW di shelltube, kedua melalui 104-C dengan gas proses di tubeside dan

Syn gas dari 136-C dari shellside. Melalui pengaturan by pass 103-C via TRC-

11, temperatur masuk LTS diharapkan 210 oC. Untuk PUSRI-IB juga melalui

dua penukar panas yaitu 103-C1 dan 103-C2, dimana kedua-duanya dialirkan

BFW di tubeside, dan gas proses di shellside. Untuk mengatur BFW ke 103-

C2 dipasang katup kontrol TRC-1011 sebagai by pass sehingga temperatur gas

proses masuk LTS dapat di kendalikan pada temperatur yang diinginkan.

Persamaan reaksi di LTS sama dengan reaksi di HTS yaitu :

CO + H20 CO2 + H2 + heat

Keluar dari LTS ini, gas proses masih mengandung CO = 0,3 % dry basis

dan temperatur 254 oC selanjutnya di alirkan ke daerah CO2 Removal.

a. Gas proses yang keluar dari LTS yang banyak mengandung CO2 (hasil

reaksi di HTS & LTS) akan diserap CO2 nya di CO2 Absorber 101-E,

dimana temperatur gas proses ini terlebih dahulu diturunkan pada batas-

batas yang diperbolehkan.

Tahapan pendinginan gas proses tersebut sebagai berikut :

Gas proses didinginkan di 1153-C pada PUSRI II,III dan IV oleh

kondensat proses hingga temperatur 178oC kemudian dimasukan ke

Reboiler 1105-C dan 1113-C untuk dimanfaatkan memanaskan

Benfield. Selanjutnya pada Separator 102-F terjadi pemisahan

kondensat proses dengan gas proses selama proses pendinginan tadi.

Temperatur gas proses masuk ke bagian bawah CO2 Absorber

diharapkan sebesar 127 oC.

Gas proses didinginkan di BFW Exchanger 131-C pada PUSRI IB

hingga temperatur 188 oC, masuk ke 111-C dengan temperatur keluar

157 oC, selanjutnya masuk ke 105-C & 113-C dengan temperatur

keluar 93 oC. Kondensat yang diperoleh dari gas proses pada

Page 15: Bab III Fixxx

86

separator 102-FI selanjutnya masuk ke bagian bawah CO2 Absorber.

Penyerap CO2 di CO2 Absorber ini ada dua jenis penyerap yaitu : dari

bagian tengah menggunakan larutan semi lean, yang dipompakan

oleh Semi Lean Solution Pump dan bagian atas menggunakan Lean

Solution yang dipompakan oleh Lean Solution pump.Sistem

penyerapan didalam CO2 Absorber ini dengan sistem Counter

Current yaitu gas proses dari bawah dan larutan Benfield dari bagian

atasnya. Agar penyerapan ini sempurna didalam CO2 Absorber

terdapat bed Flexiring untuk menambah luas permukaan panyerapan,

sehingga terjadi kontak antara larutan Benfield dengan gas yang

merata (sempurna).Penyerapan CO2 didalam CO2 Absorber terjadi

karena proses reaksi kimia sebagai berikut:

K2CO3 + H2O + 2CO2 2KHCO3

Kemudian gas proses naik dan keluar dari bagian puncak CO2

Absorber, sedangkan larutan Benfield yang telah menyerap CO2 ini

yang dinamakan Rich Solution Benfield turun ke bagian bawah CO2

Absorber, selanjutnya dikirim ke CO2 Stripper untuk di regenerasi

lagi di Reboiler, dengan cara mamanaskan hingga temperatur 120 oC

guna melepaskan gas CO2. Gas CO2 ini akan dikirim ke Urea untuk

bahan baku pembuatan Urea dan larutan Benfield yang telah babas

CO2 nya dikembalikan lagi ke CO2 Absorber guna menyerap CO2

yang ada didalam gas proses.

b. Gas proses yang keluar dari puncak CO2 Absorber masih mengandung

CO2 relatif kecil dan CO sekitar 0,3 % akan dimasukan ke Metanator

untuk dijadikan metan, juga mengandung bintik-bintik air yang akan

dipisahkan saat proses gas dimasukan ke KO. Drum yang di dalamnya

terdapat Wire demisting pad. Katalis Metanator yang panas akan rusak

bila ada cairan yang terbawa oleh gas proses. Bila terjadi carry over (ada

cairan yang berlebihan) tindakan yang harus dilakukan yaitu dengan

membuang gas proses yang ke Metanator dengan menutup katup masuk.

Proses gas ini harus dinaikkan temperaturnya sampai 316 oC yang

Page 16: Bab III Fixxx

87

dikendalikan oleh TRC-12 dengan melalui heat exhangers. Reaksi yang

terjadi pada Metanator adalah ssebagai berikut :

CO + 3H2 CH4 + H20 + heat

CO2 + 4H2 CH4 + 2H20 + heat

kedua reaksi ini adalah reaksi eksotermis yang banyak memerlukan

hydrogen (H2), sedangkan metan (CH4) ini akan menjadi gas inert

didaerah Syn Loop. Untuk diketahui bahwa setiap 1 % mol CO2 akan

menaikan temperatur 60oC dan CO = 72oC, Metanator ini dilengkapi

dengan proteksi alarm dan trip sistem dimana secara interlock akan

menutup katup masuk metanator,karena tingginya temperatur reaksi

eksotermis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 39. Flowsheet Metanasi

3.6.5 Fouling Factor (Rd)

Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan

akibat adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam Heat

Exchanger, yang melapisi bagian dalam dan luar Tube. Fouling factor

berpengaruh terhadap proses perpindahan panas, karena pergerakannya

terhambat oleh deposit. Fouling factor ditentukan berdasarkan harga

koefisien perpindahan panas menyeluruh untuk kondisi bersih m kotor pada

alat penukar panas yang digunakan.

Nilai fouling factor didapat dari perhitungan dan desain yang dapat

dilihat dari Tabel 12 Kern. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan

Page 17: Bab III Fixxx

88

lebih besar dari nilai fouling factor desain maka perpindahan panas yang

terjadi di dalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya adan harus

segera dibersihkan. Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai

fouling factor desainnya agar alat Heat Exchanger dapat mentransfer panas

lebih besar untuk keperluan prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna

dalam mengetahui apakah terdapat kotoran di dalam alat dan kapan harus

dilakukan pencucian.

Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :

1. Pengotor berat hard deposit, yaitu kerak keras yang berasal dari hasil

korosi atau coke keras.

2. Pengotor berpori porous deposit, yaitu kerak lunak yang berasal dari

dekomposisi kerak.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat heat

exchanger adalah :

1. Kecepatan aliran fluida

2. Temperatur fluida

3. Temperatur permukaan dinding tube

4. Fluida yang mengalir di dalam dinding tube

Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan – tindakan

sebagai berikut :

1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi.

2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.

3.7 Pemecahan Masalah

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 29 Juli-2 Agustus 2015

pada pukul 10.00 WIB. Pengambilan data dari ruang teknis PHP P-II

Palembang dan meninjau langsung ke lokasi alat. Data yang diambil dari

ruang teknis PAP P-II adalah data laju operasi, spesifikasi alat, temperatur

Page 18: Bab III Fixxx

89

inlet dan outlet boiler feed water dan laju alir, sedangkan data yang diambil

dari lokasi alat yaitu temperatur inlet dan outlet effluent methanator.

3.8 Hasil Perhitungan

Data yang diambil pada tanggal 29 Juli – 2 Agustus 2015 dari ruang

teknis dan lapangan dapat dilihat pada Tabel 13 dan aliran yang masuk ke

114-C dapat dilihat pada Gambar 40.

Gambar 40. Skema HE 114-C

Boiler Feed Water Out223,8 oC

Syn Gas Out129,76 oC Flow rate: 71.437,32841 Ib/hr

Syn Gas In300,86 oC

Boiler Feed Water In108,96 oC Flow rate : 110.629,4766 lb/hr

Page 19: Bab III Fixxx

90

Tabel 13. Kondisi Operasi Rata-Rata Heat Exchanger 114-C

Page 20: Bab III Fixxx

91

Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan rata-rata dari beberapa data yang

diperoleh dari tanggal 29 Juli – 2 Agustus 2015 dengan metode Kern, diperoleh

hasil perhitungan pada Heat Exchanger 114-C yang dapat dilihat pada Tabel 14.

Mengenail langkah-langkah perhitungan dap at dilihat pada lampiran B

Perhitungan

Nilai Actual

Shell Side

(Feed Water)

Tube Side

(Effluent Methanator)

Tanggal

Feed Water (Shell) Effluent Methanator (Tube)

Rate

ProduksiTemp

in

(C)

Temp out

(C)

Flowrate

(lb/hr)

Temp

in

(C)

Temp out

(C)

Flowrate

(lb/hr)

30/7/2015

31/7/2015

1/8/2015

2/8/2015

3/8/2015

108,5

108

109

109,5

109,8

223

223

224

225

224

110.629,4766

110.629,4766

110.629,4766

110.629,4766

110.629,4766

330

330

281,3

283

280

130

130

129,8

130

129

81282,78557

74773,1286

81246,43709

73066,88018

81282,78837

92

94

90

90

90

Jumlah 544,8 1119 553147,383 1504,3 648,8 391652,0198 456

Rata-rata 108,96 223,8 110.629,4766 300,86 129,76 78330,40396 91,2

Page 21: Bab III Fixxx

92

Flow Rate (Ib/hr) 110.629,4766 78330,40396

Temp. Inlet (oF) 228,128 573,548

Temp. Outlet (oF) 434,84 265,568

LMTD (oF) 77,3256

Average Temperature (oF) 331,484 419,558

Overall Clean Coefficien

(Btu/(hr)(ft2)(oF) 999,0888

Design Overall Coefficient

(Btu/(hr)(ft2)(oF)

61,1172

Fouling Factor (hr)(ft2)

(oF)/Btu

0,0153

Pressure Drop (Kg/cm2) 0,0953 0,1229

3.9 Pembahasan

Beradasarkan data dan perhitungan yang diperoleh maka untuk mengetahui

kinerja dari Heat Exchanger 114-C harus dicari nilai yang berkaitan dengan

kinerja heat exchanger 114-C seperti Overall Heat Coeficient (UD), Fouling

Page 22: Bab III Fixxx

93

Factor (RD), dan Pressure Drop (∆P). Hasil perhitungan akan digunakan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai efisiensi alat. Alat

heat exchanger ini mengalami masalah (trouble) kebocoran, sehingga perlu

dilakukan evaluasi kinerja pada alat.

Laju alir yang digunakan untuk boiler feed water adalah 110.285,8934 Ib/hr

sedangkan laju alir yang yang terdapat pada effluent methanor adalah

71.215,46468 Ib/hr. Selanjutnya nilai LMTD (Log Mean Temperature Different)

yang merupakan suhu rata-rata aliran secara berlawanan arah yang didapat adalah

sebesar 77,3256 oF. Untuk mendapatkan nilai LMTD ini, harga Ft (faktor koreksi)

ditentukan dengan menggunakkan grafik LMTD Correction Factor (Kern, 1965)

dari grafik ini terlihat harga Ft yaitu 1,0.

Berdasarkan perhitungan fouling factor dapat dilihat bahwa nilai fouling

factor pada HE 114-C yaitu 0,015412 Btu/(hr)(ft2)(oF). Nilai fouling factor ini

merupakan angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya kotoran yang

terbawa fluida yang mengalir didalam HE. Kotoran ini berasal dari fluida yang

mengalir didalam heat exchanger baik itu dari effluent methanator maupun boiler

feed water. Kotoran ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu pengotor berat dan pengotor

berpori. Kotoran yang terbawa dari fluida tersebut akan menumpuk dan melapisi

dinding dalam dan luar tube, sehingga panas yang diserap akan terhalang oleh

adanya kotoran yang menempel. Akibat dari fouling factor ini dapat menyebabkan

kenaikan tahanan heat transfer sehingga menaikkan beban panas dan biaya

operasi maupun perawatan. Variabel-variabel operasi yang berpengaruh terhadap

fouling factor diantaranya adalah kecepatan linier fluida (velocity), temperature

permukaan dan temperature fluida karena kecepatan terbentuknya fouling akan

meningkat dengan naiknya temperatur.

Pada nilai Overall Heat Coefficient (UD) yang didapatkan adalah 60,9274

Btu/(hr)(ft2)(oF), nilai ini juga dipengaruhi oleh adanya fouling factor karena

semakin banyak kotoran yang menempel pada tube maka nilai overall heat

coefficient ini akan mengalami penurunan. Dari nilai yang didapatkan bahwa

Page 23: Bab III Fixxx

94

kotoran yang menempel pada tube sedikit sehingga proses perpindahan panas

terjadi secara menyeluruh dari fluida dingin ke fluida panas yang semakin mudah.

Pressure drop yang dihitung untuk mengetahui kemampuan fluida

mempertahankan tekanan yang dimilikinya selama fluida mengalir. Harga

pressure drop yang diperoleh pada shell dan tube secara actual yaitu sebesar

3,82021 psi dan 0,041697 psi, sedangkan harga pressure drop secara desain pada

shell dan tube sebesar 0,4977 psi dan 2,133 psi. Pressure drop ini disebabkan

oleh friksi aliran dengan dinding dan pembelokkan arah. Nilai yang didapatkan

masih di bawah nilai standar yang diperbolehkan yaitu 10 psi (Kern, 1965). Hal

ini menunjukkan bahwa heat exchanger tersebut dinyatakan masih layak

dioperasikan karena tidak melebihi standar batas yang diperbolehkan. Apabila

dibandingkan dengan nilai pressure drop pada desain, untuk harga pressure drop

actual yang diperoleh pada shell melebihi dari harga desain, sehingga dapat

diasumsikan jika pada sisi shell terdapat pengotor yang menghambat jalannya

perpindahan panas yang menyebabkan nilai pressure drop secara actual melebihi

desain

3.10 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap kinerja dari Heat Exchanger 114-C

pada unit purifikasi Amoniak di pusri II, dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai fouling factor sebesar 0,015412 Btu/(hr)(ft2)(oF), menunjukkan bahwa

terdapat kotoran yang terakumulasi didalam Heat Exchanger.

2. Nilai Overall Heat Coefficient (UD) yang didapatkan adalah 60,9274 Btu/(hr)

(ft2)(oF). Ternyata bahwa kotoran yang menempel pada tube sedikit sehingga

hambatan terhadap proses perpindahan panas yg terjadi tidak terlalu besar.

3. Nilai pressure drop yang diperoleh pada shell yaitu sebesar 3,82021 psi

sedangkan pada tube sebesar 0,041697 psi. Nilai yang didapatkan masih

dibawah nilai standar yang diperbolehkan yaitu 10 psi (Kern, 1965).

3.11 Saran

Page 24: Bab III Fixxx

95

Ditinjau dari kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran sebagai

berikut :

a. Nilai fouling factor dan pressure drop yang didapatkan menunjukkan adanya

penyumbatan pada alat HE maka dari itu perlu dilakukan pembersihan untuk

mengeluarkan kotoran-kotoran yang menempel dan terakumulasi pada

peralatan HE 114-C agar tidak menghambat proses perpindahan panas pada

peralatan tersebut.

b. Pengecekan temperature masuk dan temperature keluar untuk methanator

effluent menggunakan sensor infra red (thermogun) pada peralatan Heat

Exchanger 114-C harus tepat pada titik fluida tersebut mengalir untuk

menghindari kekeliruan dalam menghitung efisiensi dari heat exchanger 114-C.

c. Perlu dilakukan perawatan dan pemeriksaan secara rutin pada heat exchanger

114-C agar efisiensi pada alat tersebut tidak mengalami penurunan.

d. Pembersihan pada alat Heat Exchanger dapat dilakukan dengan cara, pada sisi

shell direndam dengan air panas/ dengan menggunakan prinsip chemical

cleaning, sedangkan pada sisi tube dapat dilakukan pembersihan dengan cara

disemprot menggunakan air bertekanan tinggi.