BAB I Thalasemia

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Defenisi Thalasemia Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai α - atau β -thalassemia. 2. Epidemiologi Thalasemia Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia. 16

description

kedokteran

Transcript of BAB I Thalasemia

Page 1: BAB I Thalasemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. 1. Defenisi Thalasemia

Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh

berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan

hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat

perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida

α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai α - atau β -

thalassemia.

2. Epidemiologi Thalasemia

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta

ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak;

menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh

negara di dunia.

Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia.

Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti

Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus,

Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia-β mayor yang tinggi secara

signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur

16

Page 2: BAB I Thalasemia

Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-α lebih sering ditemukan di

Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

3. Patofisiologi Thalasemia

Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan

produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin

tertentu (α,β,) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan

ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal.

Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu

sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan

terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi

rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan

memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu

tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian

besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada

tipe-tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural

dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin

tertentu.

Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi.

Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama

sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit

diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan

17

Page 3: BAB I Thalasemia

tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak

diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin

mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik).

Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah

ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini

berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya

gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.

Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah

Hb dan indeks sel darah

Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi.

Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama

sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit

diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan

tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak

diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin

mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik).

Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah

ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini

berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya

gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.

18

Page 4: BAB I Thalasemia

Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah

Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.

Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley,

berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang

berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β

akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum

tulang (eritropoesis inefektif).

4. Klasifikasi Thalasemia dan Manifestasi Klinis

A. Thalasemia α

Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini.Terdapat empat

gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang

berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat

gen ini.

Tabel 1. Thalasemia α

Genotype α Jumlah Gen Presentasi Klinis Hemoglobin Elektrofoesis

Lahir >6 blnαα / αα 4 Normal N N-α / αα 3 Silent carier 0-3% HbBart’s N

- - / αα atau -α / -α 2 Trhait Thal- α 2-10 HbBart’s N-- / - α 1 Penyakit Hb H 15-30%HbBart’s Hb H-- / -- 0 Hydrop Fetalis > 75% Hb Bart’s -

Silent carrier thalasemia-α19

Page 5: BAB I Thalasemia

Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan

secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada

kromosom 16.

Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16

menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara

hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang

rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat

dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan

tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi

pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis.

Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan

adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan

bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.

Triat thalasemia-α

Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah

yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu

kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan mini

sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.

20

Page 6: BAB I Thalasemia

Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat

ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak

terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 1. Thalasemia-α Menurut Hukum Mendel

Penyakit HbH

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan

thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,

ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah

tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah

merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan

terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkangambaran golf ball.

Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

21

Page 7: BAB I Thalasemia

Gambar 2. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies

Thalasemia-α mayor

Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen

globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F,

Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari

Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan

karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu

mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb

embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut

oksigen.

Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi

yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat

hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang

22

Page 8: BAB I Thalasemia

dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat

bergantung dengan transfuse.

B. Thalasemia-β

Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-

β; antara lain :

Silent carrier thalassemia-β

Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang

rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu

thalassemia-β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan

kelainan yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk

keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°,

menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

Gambar 3. Thalasemia-β menurut Mendel

Traits Thalasemia-β

23

Page 9: BAB I Thalasemia

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan

elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2,

Hb F, atau keduanya.

Gambar 4. Pewarnaan darah tepi pada Traits Thalasemia-β

Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah

sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat

dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu

dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti

(3,4%- 7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan

HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas,

dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%,

yang mewakili thalassemia tipe δβ.

Thalasemia-β yang terkait dengan variasi stuktural rantai β

Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga

seberat thalassemia-β mayor. Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+)

menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat

24

Page 10: BAB I Thalasemia

(thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul

pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL

tanpa transfusi.

Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia

ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal

menurut umur. Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,

ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga

ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.

MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan

ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda

hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat

Thalasemia-β0 Homozigot ( anemia colley, anemia mayor )

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan

kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini

untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang

disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada

tahun pertama kehidupan.

Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang

menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan

eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang

25

Page 11: BAB I Thalasemia

menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum

tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 5. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat

kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler

dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian

besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan

hipersplenisme sekunder.

26

Page 12: BAB I Thalasemia

Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat

atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang

disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung,

termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh

siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot

yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan

mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel

bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi,

terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan

presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun

secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi

tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity).

27

Page 13: BAB I Thalasemia

Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat

tinggi dalam eritrosit.

5. Terapi

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut

setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan

kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan

apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan

konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka

yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit

thalassemia berat.

Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen

transfuse darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.

Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala

dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat

mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.

a. Transfuse Darah

Hal ini bertujuan untuk mempertahankan Hb tetap pada leve 9-9,5 gr/dl.

Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,

menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan

dan perkembangan penderita.

28

Page 14: BAB I Thalasemia

Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB

untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Dibutuhkan suatu pemeriksaan lengkap

untuk keperluan pretransfusi, meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi

hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis. Pertimbangkan pemberikan

asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfuse untuk mencegah demam

dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi

bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia

mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal,

bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang

menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya

imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang.

Terapi Khelasi

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi

dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan

dapat mencegah kelainan jantung tersebut. Chelating agent yang biasa dipakai

adalah DFO yang merupakan kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi

terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan

terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak

diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka

29

Page 15: BAB I Thalasemia

rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau

subkutan).

b. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)

TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang

saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan

adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif

sebelum transplantasi dilakukan.

Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah

59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%.

Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses

dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk

menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk

memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis

jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui.

Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya

transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus

dipertimbangkan.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi

penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor

berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan

hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah

30

Page 16: BAB I Thalasemia

15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan

saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

c. Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,

menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya

rupture.

hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau

kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam

satu tahun.

Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih

dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10

gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur

sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila

memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif

dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil

menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika

platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 /μL pasca splenektomi.

31

Page 17: BAB I Thalasemia

6. Diagnosis Banding

Sifat α-Thalasemia (dua gen delesi ) harus dibedakan dari anemia ringan tipe

mikrositik termasuk defisiensi besi dan α-thalasemia minor. Berbeda pada anak

anak dengan defisiensi besi, juga dengan sifat α-Thalasemia yang memiliki Hb

elektroporesis normal setelah usia 4-6 bulan. Akhirnya, perjalanan dari

rendahnya MCV (96 fL) saat lahir atau tampilan Hb bart’s pada hemoglobinopati

neonatal, screening tes memperlihatkan α-Thalasemia. Anak anak dengan HbH

memiliki gejala ikterus dan splenomegali, dan kelainan tersebut harus

disingkirkan dari hemolitik anemia lain nya. Kunci diagnosis adalah

meningkatnya MCV dan memperlihatkan hipokrom pada apusan darah. Dengan

pengecualian pada β-thalasemia, memiliki kelainan hemolitik berupa normal atau

peningkatan MCV dan tidak hipokromik.

β-Thalasemia minor harus dibedakan dari penyebab lain dari mikrositik

ringan, hipokromik anemia, defisiensi besi dan β-thalasemia. Berbeda dengan

penderita anemia difisiensi besi, mereka dengan β-thalassemia minor memiliki

peningkatan jumlah eritrosit dan index MCV dibagi eritrosit dengan hasil di

bawah 13. Secara umum, ditemukannya peningkatan Hb A2 merupakan

diagnosis. Namun rendahnya HbA2 juga dapat disebabkan oleh defesiensi besi

yang terjadi secara bersamaan. Sehingga dapat mengaburkan diagnosis dan

sering salah diagnosis dengan anemia defesiensi besi.

32

Page 18: BAB I Thalasemia

β-Thalassemia major sering sangat beda dari kelainan lain. Hb

elektroporesis dan study keluarga membuktikan mudah membedakan dengan Hb

E-β-Thalassemia, yang paling penting adalah tranfusi rutin merupakan poin

penting diagnosa β-Thalassemia.

7. komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah

yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah

sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar,

limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat

tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma

ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti

leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan

gagal jantung.

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah

diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis

hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada

hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin.

8. Prognosis

Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti

dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari

ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.

33

Page 19: BAB I Thalasemia

B. 1. Defenisi Diare

Diare adalah buang air bsar dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair yang

terjadi dengan frekuensi sama dengan atau lebih dari kali dalam 24 jam. Diare

dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan lama terjadinya diare dan

patomekanismenya. Diare berdasarkan lama berlangsungnya dibedakan

menjadi diare akut, yaitu diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari 14

hari dan diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari atau sama

dengan 14 hari.

2. Epidemiologi

Diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di negara

berkembang, baik pada dewasa maupun anak terutama balita. Hal ini

disebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang disebabkan oleh diare masih

tinggi, yaitu diperkirakan sekitar 2 juta setiap tahunnya pada anak usia dibawah

5 tahun. Angka kejadian diare rata-rata dilaporkan sekitar 6-7 episode setiap

anak dalam satu tahunnya di negara berkembang. Hal ini jauh berbeda bila

dibandingkan dengan angka kejadian di negara maju sebesar 1,3-2,3 episode.

Kejadian diare pada bayi usia ≤11 bulan sekitar 3,8 dan 2,1 pada anak usia 1-4

tahun. Di amerika serikat, dilaporkan bahwa jumlah perawatan anak usia di

bawah 5 tahun di rumah sakit sebesar 9-10% disebabkan oleh penyakit diare. Di

Indonesia, prevalens diare pada anak usia di bawah 5 tahun adalah 11% dengan

angka prevalens tertinggi terdapat pada bayi, yaitu sekitar 19,4%. Insidens diare

34

Page 20: BAB I Thalasemia

yang meningkat dipengaruhi oleh fasilitas kesehatan yang terbatas dan

ketersediaan air bersih.

3. Etiologi

Pada awal tahun 1970, kuman penyebab diare hanya dapat diidentifikasi sekitar

15-20% kasus diare. Saat ini, pemeriksaan untuk etiologi diare telah banyak

dikembangkan, maka kuman penyebab dapat di identifikasi sebanyak 60-80%

kasus diare.

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan

oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), malabsorbsi (karbihidrat), alergi (misalnya

terhadap susu sapi), dan keracunan makanan. Keracunan makanan dapat terjadi

karena makanan tersebut mengandung zat kimia beracun atau mengandung

miokroorganisme yang mengeluarkan toksin (Clostridium spp, yang dapat

dideteksi melalui pemeriksaan enzyme immunoassay).

Rotavirus merupakan penyebab diare paling sering pada anak, salah satu

literature menyebutkan bahwa diare yang disebabkan Rotavirus terjadi sekitar

70-80% dari seluruh kasus diare di negara berkembang. Virus lain penyebab

diare juga sering ditemukan, antara lain Norwalk-like virus, Enteric Adenovirus,

Astrovirus, dan Calicivirus. Bakteri pathogen yang sering menyebabkan diare

adalah sebagai berikut Shigella, Salmnella, Yersinia, Campylobacter, dan

berbagai strain dari Eschericia coli. Bakteri sebagai penyebab diare didapatkan

pada 10-20% kasus. Sdang parasit penyebab diare yang sering ditemukan

35

Page 21: BAB I Thalasemia

adalah Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Crptosporidium.

Diamerika serikat, saah satu penelitian melaporkan kejadian diare yang

disebabkan oleh Giardia lamblia ditemukan sekitar 6,8-10%.

4. Patofisiologi

Berdasarkan patomekanismenya, diare dibedakan menjadi:

a. Diare skeretorik

Terjadi akibat aktifnya enzim anedil siklase, yang akan mengubah adenosise

triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosine monphosphate (cAMP).

Akumulasi dari cAMP intraseluler menyebabkan sekresi aktif air, ion klorida,

natrium kalium, dan bikarbonat kedalam lumen usus. Adenil siklase ini

terutama diaktifkan oleh toksin dengan cara meningkatkan konsentrasi cAMP,

cGMP, atau kalsium yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase yang

dapat menyababkan fosforilasi membrane protein sehingga mengakibatkan

perubahan saluran ion, yang akan menyebabkan klorida di kripta keluar. Selain

itu, terjadi peningkatan pompa natrium, sehingga natrium masuk ke dalam

lumen usus bersama klorida.

b. Diare invasive

Terjadi akibat adanya invasi mikroorganisme ke dalam lumen mukosa usus

sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare ini terbagi

mennjadi dua, yaitu diare dysentriform berupa diare berdarah yang biasanya

36

Page 22: BAB I Thalasemia

disebabkan oleh bakteri Shigella, Salmonella, dan EIEC serta non dysentriform

atau diare tidak berdarah.

c. Diare Osmotik

Disebabkan karena tingginya tekanan osmotic di dalam lumen usus sehingga

menarik cairan dari intraseluler ke dalam lumen usus, sehingga menimbulkan

watery diarrhea. Paling sering disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.

Laktosa akan di fermentasi oleh enzim disakaridase atau lactase sehingga dapat

diansorpsi di dalam usus halus. Apabila terjadi defisiensi enzim disakaridase

ini, maka akumulasi laktosa pada lumen usus akan menimbulkan osmotic

pressure yang tinggi sehingga terjadi diare.

5. Gejala Klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya

bila terjadi komplikasi ekstraintestinal. Gejala gastrointestinal dapat berupa

diare, kram perut, dan muntah.

Penderita dengan diare cair mengeuarkan tinja yang mengandung

sejumlah elektrolit ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air juga

meningkat bila gejala disertai panas badan. Hal ini dapat menyebabkan

dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipikalemi. Dehidrasi merupakan keadaan

yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps

kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Berdasarkan

37

Page 23: BAB I Thalasemia

derajat dehidrasinya, maka dehidrasi dapat digolongkan ke dalam tanpa

dehidrasi, dehidrasi ringan sedang, atau dehidrasi berat.

Bila terdapat gejala panas badan, hal ini dimungkinkan peradangan atau

akibat dehidrasi. Gejala nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi

pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus besar.

Mual dan muntah adalah gejala yang non spesifik, muntah kemungkinan

disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi saluran cerna bagian atas

seperti enteric virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan

Cryptosporodium.

Untuk menilai apakah anak menderita dehidrasi atau tidak, dapat dinilai

melalui tanda dan gejala yang ditimbulkannya. Agar pengobatan yang

dilakukan dapat disesuaikan dengan tingkat keparahan dehidrasinya.

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare

Klasifikasi Tanda atau GejalaDehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda dibawah ini:

Letargis/tidak sadar Mata cekung Tidak bisa minum atau malas minum Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥2 detik) Penurunan BB >10%

Dehidrasi Ringan/Sedang Terdapat dua atau lebih tanda dibawah ini: Rewel;, gelisah Mata cekung Minum dengan sangat lahap, haus Cubitan kulit kembali lambat Penurunan BB 5-10%

Tanpa Dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat

38

Page 24: BAB I Thalasemia

6. Tatalaksana

Tatalaksana pengobata diare berdasarkan panduan WHO sudah banyak

diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi

dalam tatalaksana diare, melainkan dengan memperbaiki kondisi usus dan juga

menghentikan diare. Depatemen Kesehatan menerapkan lima pilar

penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik

yang dirawat di rumah maupun yang sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:

1. Rehidrasi

a. Dehidrasi Berat

Pada anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena

menggunakan Riger Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB secara cepat

dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral

segera setelah anak membaik sebanyak ± 5ml/kgBB/jam.

Tabel 3. Pemberian Cairan Intravena bagi anak dengan dehidrasi berat

Usia Pertama, berikan 30 ml/kg dalam:

Selanjutnya, berikan 70 ml/kg dalam:

< 12 bulan 1 jam* 5 jam≥ 12 bulan 30 menit* 2 ½ jam*ulangi kembali jika denyut nadi radial masih lemah atau tidak teraba

b. Dehidrasi Ringan –Sedang

Penderita dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana

kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dan oralit. Beri cairan

intravena secepatnya, berikan 70 ml/kgBB cairan Ringer Laktat atau

Ringer Asetat (NaCl, jika tidak tersedia) yang dibagi sebagai berikut:

39

Page 25: BAB I Thalasemia

Tabel 4. Pemberian cairan intravena anak dengan dehidrasi ringan-sedang

Usia Pemberian 70 ml/kgBB selamaBayi (di bawah umur 12

bulan)5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun)

2 ½ jam

b. Tanpa dehidrasi

Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan untuk

mencegah dehidrasi, seperti: air tajin, larutan garam-gula, kuah sayur-

sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dilakukan di rumah oleh

keluarganya. Untuk mencegah terjadinya diare, nasihati ibu untuk

memberikan cairan tambahan sebanyak yang anak dapat minum:

Tabel 5. Pemberian cairan tambahan bagi anak diare tanpa dehidrasi

Usia Banyaknya pemberian cairan:< 2 tahun 50-100 ml setiap kali anak BAB> 2 tahun 100-200 ml setiap kali anak BAB

Berikan cairan sedikit-sedikit tetapi sering, jika anak muntah,

tunggu 10 menit dan kemudian lanjutlan pemberian cairan dengan lebih

lambat sampai diare berhenti.

2. Pemberian tanblet Zinc

Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan

anak. Zinc hulang dalam umlah banyak selama diare. Penggantian zinc yang

hilang ini sangat penting untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak

40

Page 26: BAB I Thalasemia

tetap sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zinc

dapat mengurangi lama dan tingkat keparahan diare dan menurunka kejadian

diare pada 2-3 bulan berikutnya. Berdasrkan bukti ini maka semua anak

dengan diare hatus dierikan zinc, segera setelah anak tidak muntah.

Tabel 6. Panduan pemberian zinc pada diare

Usia Dosis pemberian< 6 bulan ½ tablet (10 mg/hari)> 6 bulan 1 tablet (20 mg/hari)

3. ASI dan makanan lain tetap diteruskan.

Pemberian makan selama anak diare harus terus dilakukan dan perlu

ditingkatkan setelah anak sembuh. Tujuan pemberian makan ini adalah

mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuannya

menerima dan mengabsorpsi berbagai nutrient, sehingga dapat mencegah

memburuknya status gizi.

Makanan yang diberikan disesuaikan denga usia, jenis makanan yang disukai

dan pola makan sebelum sakit. Prinsip dari diet ini adalah pemberian makan

yang rendah serat serta pemberiannya denga porsi kecil namun sering. Pada

bayi yang masih menerima ASI diteruskan sesering mungkin dan selama anak

masih mau. Selain itu diperlukan juga makanan lain yang kaya akan zat gizi

beberapa minggu setelah diare teratasi untuk memperbaiki kekurangan gizi dan

memepertahankan pertumbuhan normal.

41

Page 27: BAB I Thalasemia

4. Antibiotic selektif.

Pemberian antibiotic pada diare tergantung pada kuman penyebab. Oleh karena

itu perlu dilakukan penelusuran mengenai keadaan klinis, epidemiologi dan

bukti laoratorium. Pada umumnya pemberian antibiotic tidak diperlukan

karena sebagian besar penyebab diare adalah Rotavirus yang bersifat self

limiting diseases.

Antibiotic diberikan jika pada feses ditemukan sel darah merah ataupun putih

pada pemeriksaan feses, serta perlu dilakukan kultur feses untuk mengetahui

jenis bakteri penyebabnya.

Tabel 7. Antibiotic yang direkomendasikan pada diare

Penyebab Antibiotic pilihan Antibiotic alternatifKolera Tetracycline 50 mg/kgBB/hari,

dibagi dalam 4 dosis selama 2-3 hari

Eritromisin 50 mb/kgBB/hari, dibagi dalam 4 disis, selama 3 hari

Shigella dysentri Kotrimoksazol 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari

Cefixime 10 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 disis, selama 3-5 hari

Amoubiasis, Giardiasis Metronidazol 30-50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 disis, selama 5-10 hari

5. Pemberian probiotik

Probiotik adalah suatu mikroorganisme hidup yang terkandung dalam berbagai

jenis produk, termasuk makanan obat-obatan, dan suplemen makanan sehari-

hari, yang di fermentasiuntuk menunjang kesehatan melalui terciptanya

keseimbangan mikroflora intestinal yang lebuh baik.spesies Lactobacillus dan

Bifidobacterium paling sering digunakan sebagai probiotik, tetapi jenis lain

42

Page 28: BAB I Thalasemia

seperti jamur saccharomyces cerevisiae dan beberaa spesies E. Coli serta

Bacillus juga digunakan sebagai probiotik.

Kemungkinan mekanisme efek probiotik terhadap mikroflora intestinal adalah

menurunkan PH intestinal, produksi terhadapa bahan anti mikroba terhadapa

beberapa pathogen usus seperti asam organic (asam laktat, asam asetat dan

asam butirat), kompetisi nutrient, mencegah adhesi pathogen dengan enterosit,

modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus

melalui penyediaan nutrient dan imunomadulasi, serta berikatan dengan

metabolit toksik.

43