Thalasemia - repository.usu.ac.id

30
Thalasemia O L E H Yuki Yunanda Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2008 Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Transcript of Thalasemia - repository.usu.ac.id

Page 1: Thalasemia - repository.usu.ac.id

Thalasemia

O

L

E

H

Yuki Yunanda

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2008

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 2: Thalasemia - repository.usu.ac.id

BAB 1

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Thalassemia adalah sekumpulan heterogenus penyakit akibat dari

gangguan sintesis hemoglobin yang diwarisi secara autosom resesif.(6)

Thalassemia juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang

paling sering terjadi didunia, sangat umum di jumpai disepanjang sabuk

thalassemi yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria.

Heterogenitas molekular penyakit tersebut baik carrier thalasemia-α maupun

carrier thalassemia-β sangat bervariasi dan berkaitan erat dengan

pengelompokan populasi sehingga dapat dijadikan petanda genetik populasi

tertentu.(7)

Karena Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemik dan sebagian

besar wilayahnya endemis malaria diduga kedua jenis thalassemia tersebut

terdapat pada populasi Indonesia yang cukup tinggi yaitu sebagai mekanisme

mikroevolusi untuk menangkis malaria. Beberapa penelitian, khususnya

thalassemia-β, telah dilaporkan Lanni (2002) bahwa data terbaru yang cukup

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 3: Thalasemia - repository.usu.ac.id

representatif yang mewakili 17 populasi di Indonesia menunjukkan prefalensi

carrier yang bervariasi yaitu 0 – 10 %.(7)

Sementara itu keberadaan carrier thalassemia-α di Indonesia masih

kurang dicermati walaupun telah dilaporkan bahwa prefalensinya cukup tinggi

pada berbagai populasi di daratan Asia atau Pasific. WHO (1987)

memperkirakan ada 13.000-16.000 bayi thalassemia-α lahir setiap tahun di

dunia. Jika mereka bisa mencapai usia dewasa, diperkirakan ada sekitar

680.000 penderita thalassemia-α di Asia Tenggara. Angka yang paling banyak

disitasi di Indonesia adalah estimasi Wong (1983) yang memperkirakan hanya

ada sekitar 0.5% dari total penduduk Indonesia yang membawa sifat kelainan

darah dan angka ini jauh lebih rendah dari prefalensi carrier thalassemia-β

yang diperkirakan mencapai 3.5%. Namun, banyak peneliti percaya bahwa

prefalensi carrier talasemia-α di Indonesia jauh diatas yang diperkirakan Wong

tersebut. Dugaan tersebut juga didukung oleh bukti-bukti bahwa cukup

banyak bayi atau janin hyrop fetalis dan Hb-H yang terjaring di Rumah Sakit-

Rumah Sakit terutama pada mereka yang mempunyai pengaruh kuat unggun

gen Mongoloid. Namun seberapa anak besar prevalensi carrier tersebut pada

berbagai populasi di Indonesia belum pernah dilaporkan secara rinci.(7)

Carrier thalassemia-α di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Lie-Injo

(1959) tentang kasus bayi Hb-Bart’s hydrop fetalis di Jakarta. Wahidayat juga

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 4: Thalasemia - repository.usu.ac.id

melaporkan kasus thalassemia-α baik Hb-H maupun bayi hydrop fetalis yang

cukup banyak terjaring di Jakarta terutama pada suku Cina. Sementara itu

keberadaan thalassemia-α pada populasi di Medan pertama kali dilaporkan

oleh Hariman bahwa dari 300 sampel darah tali pusar yang ditapis 2,5% di

antaranya diduga carrier thalassemia-α0 dan 2,5% carrier thalassemia-α+.(7)

Keberadaan carrier thalassemia-α0 perlu diwaspadai karena pasangan

carrier kelainan darah tersebut mempunyai kemungkinan 25% anak-anaknya

akan lahir sebagai bayi Hb-Bart’s hydrop fetalis dan akan segera meninggal

setelah lahir atau semasa janin. Di samping itu, jika carrier thalassemia-α0

menikah dengan carrier thalassemia-α+, 25% keturunannya juga

berkemungkinan menderita Hb-H atau secara klinis disebut dengan

thalassemia-α intermedia dan mayor. Sampai saat ini belum ada tindakan

kuratif yang memadai untuk mengatasi thalassemia mayor. Cangkok sumsum

tulang yang dilakukan selain tidak bersifat permanen juga mempunyai survival

rate yang rendah. Hal ini membutuhkan biaya yang cukup besar dan harus

dilakukan di luar negeri. Terapi gen pada penderita thalassemia juga hanya

dilakukan dalam tingkat penelitian. Anjuran WHO (1984) terhadap penyakit ini

adalah melakukan tranfusi darah secara rutin dengan pemberian agen

pengkelat besi dan pemberian beberapa ajuvan yang bersifat antioksidan.

Tindakan ini harus dilakukan terus menerus seumur hidup dan diperlukan

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 5: Thalasemia - repository.usu.ac.id

biaya yang cukup besar. Efek sampingnya juga cukup tinggi jika dilakukan

dengan tidak memadai. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah

tindakan preventif dan kontrol baik berupa tindakan konseling genetik pra-

nikah sebagai pencegah terjadinya kasus baru thalassemia. Tindakan preventif

ini hanya dapat dilakukan jika prevalensi dan jenis mutan pada populasi

bersangkutan telah diketahui.(7)

Salah satu delesi penyebab thalassemia-α0 yang paling sering dijumpai

pada populasi di Asia Tenggara adalah mutasi--SEA. Bentuk homozigot mutasi

ini menghasilkan janin atau bayi hydrop fetalis. Mutasi delesi banyak di jumpai

pada populasi Asia Tenggara yang mendapat pengaruh kuat unggun gen

Mongoloid sehingga dianggap sebagai petanda genetik populasi di Asia

Tenggara. Distribusi mutan ini telah dijumpai di Thailand, Malaysia, dan

Filipina dalam frekuensi polimorfik, tetapi tidak dijumpai pada populasi Papua

ataupun populasi lainnya di kepulauan Pasifik.(7)

Letak geografis Sumatera Utara khususnya di kota Medan berdekatan

dengan daratan Asia Tenggara. Sebelum kala pleistosen berakhir (kira-kira

10.000 tahun yang lalu) kedua daratan tersebut masih bersatu . karena itu

diduga bahwa populasi di Sumatera Utara khususnya di Medan secara genetik

berkaitan erat dengan populasi di semenanjung Malaya. Selain Geografis,

kesamaan genetis juga ditunjukkan pada heterogenitas molekular gen globin-

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 6: Thalasemia - repository.usu.ac.id

β dan jenis mutasi pada gen globin-β baik pada suku Batak maupun suku

Melayu Sumatera lainnya mempunyai jenis yang sama dengan populasi di

daratan Asia Tenggara.(7)

Diketahui bahwa talasemia ini terbagi atas empat bagian yaitu talasemia

alfa (α) talasemia β talasemia δ, dan talasemia τ. Tapi di makalah ini saya hanya

akan membahas talasemia α dan β.(6)

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 7: Thalasemia - repository.usu.ac.id

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. *Defenisi

Thalassemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter di

mana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu

(Tjokronegoro, A. 2001).(10)

Thalassemia adalah ketidakadaan atau kekurangan produksi satu atau

lebih rantai globin dari hemoglobin (George, E. 1994).(6)

Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokomik herediter

dengan berbagai derajat keparahan (Nelson, 1996).(9)

Thalassemia merupakan anemia hemolitik herediter yang diturunkan

dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif (Rusepno, 1985).(1)

Thalassemia termasuk hemoglobinopati (Djelantik, 1996).(3)

*Fungsi Hemoglobin

Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru ke

jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 ke paru. Pada

saat molekul hemoglobin mengangkut dan melepas O2, masing-masing rantai

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 8: Thalasemia - repository.usu.ac.id

globin dalam molekul hemoglobin bergerak pada satu sama lain. Kontak α1β1

dan α2β2 menstabilkan molekul tersebut. Rantai β bergeser pada kontak α1β2

dan α2β1 selama oksigenasi dan deoksigenasi. Pada waktu O2 dilepaskan,

rantai-rantai β ditarik terpisah, sehingga memungkinkan masuknya metabolit

2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang menyebabkan makin rendahnya afinitas

molekul hemoglobin terhadap O2. gerakan ini menyebabkan bentuk sigmoid

pada kurva disosiasi O2 hemoglobin. P50 (tekanan parsial O2 yang pada tekanan

ini hemoglobin terisi separuh dengan O2) darah normal adalah 26,6 mmHg.

Dengan meningkatnya afinitas terhadap O2, kurva ini bergeser ke kiri (P50

turun) sedangkan dengan afinitas terhadap O2 yang menurun, kurva bergeser

ke kanan (P50 meningkat).(4)

Secara normal in vivo, pertukaran O2 berjalan antara saturasi 95% (darah

arteri) dengan tekanan O2 arteri rata-rata sebesar 95 mmHg dan saturasi 70%

(darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-rata sebesar 40 mmHg.(4)

Posisi kurva yang normal bergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion H+

dan CO2 dalam eritrosit serta struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi 2,3-

DPG, H+ atau CO2 yang tinggi, dan adangya hemoglobin tertentu, misalnya

hemoglobin sabit (sickle haemoglobin, Hb S), menggeser kurva ke kanan

(oksigen lebih mudah dilepas), sedangkan hemoglobin fetus (Hb F)-yang tidak

mampu mengikat 2,3-DPG-dan hemoglobin abnormal langka tertentu yang

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 9: Thalasemia - repository.usu.ac.id

disertai polisitemia menggeser kurva ke kiri karena lebih sulit untuk melepas

O2 dibandingkan normal.(4)

*Sintesis Thalassemia

Pada awal kehidupan embrio sampai delapan minggu kehamilan (masa

transisi embrio ke fetus). Yolk sac dan hati akan mensintesis rantai globin ζ

yang mirip dengan globin α dan berkombinasi dengan rantai ε untuk

membentuk hemoglobin Gower I (ζ2ε2) dan kemudian di ganti dengan

hemoglobin Gower II (α2ε2) dan hemoglobin Portland (ζ2γ2). Pada masa fetus

hingga akhir kehamilan akan dibentuk hemoglobin fetal atau Hb-F (α2γ2) dan

hemoglobin A2 (α2δ2). Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah

hati, limpa dan sumsum tulang. Hb-F bersifat heterogen karena ada dua lokus

gen -γ yang berbeda. Kedua gen ini dibedakan oleh susunan asam amino pada

posisi 136 yang terdiri dari glisin pada Gγ dan alanin pada Aγ. Setelah bayi lahir

kadar Hb-F akan segera menurun dan diganti oleh HbA1 (α2β2) yang dibentuk

oleh sumsum tulang.(7)

Setelah enam minggu kelahiran hingga individu dewasa, hemoglobin

normal akan dikendalikan oleh empat gen utama yaitu gen-α, β, γ, dan δ. Pada

individu dewasa normal hemoglobin A α2β2 (hemoglobin adult) terdiri dari 97%

hemoglobin A2 (α2δ2) 2,5% dan sisanya kira-kira 0,5% lainnya adalah

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 10: Thalasemia - repository.usu.ac.id

hemoglobin F (α2γ2) (hemoglobin fetal). Akan tetapi, jumlah besi yang

terkandung dalam hemoglobin hanya kira-kira 0,35% dari berat protein

keseluruhan. Seluruh tugas sintesis globin pada periode ini diambil alih oleh

sumsum tulang pipih.(7)

Sintesis globin dimulai dari proses transkripsi gen dalam inti sel atau

nucleus. Baik bagian exon maupun intron akan ditranskripsikan ke precursor

mRNA atau nuclear messenger RNA (nmRNA) dengan bantuan enzim

polimerase RNA. Di dalam nukleus molekul ini akan mengalami modifikasi.

Intron akan dihilangkan melalui proses splicing dan exon-exon dan kemudian

bergabung satu sama lain. Diperbatasan exon dan intron selalu ada basa GT

pada ujung 5’ dan AG pada ujung 3’ yang sangat penting dalam proses

splicing yang tepat. Jika terjadi mutasi pada daerah ini maka proses splicing

tidak dapat berlangsung. mRNA akan mengalami modifikasi dengan

penambahan CAP pada ujung 5’ dan poli-A pada ujung 3’. Setelah transkripsi

dimulai dengan bantuan ikatan 5’-5’ trifosfat ujung 5’ RNA yang baru

disintesis akan berikatan dengan 7-metil-guanosin pada ujung terminal

nukleotida. Proses metilasi ini berhubungan dengan proses penambahan CAP

sehingga ujung 5’ RNA transkip mempunyai CAP. Selanjutnya, mRNA menuju

ke dalam sitoplasma dan menjadi cetakan rantai globin yang akan disintesis.(7)

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 11: Thalasemia - repository.usu.ac.id

Dalam sitoplasma asam amino akan diangkut ke cetakan (mNRA)

dengan bantuan tRNA (transfer RNA) yang bersifat khusus pada setiap asam

amino. Urutan asam amino pada rantai polipeptida globin ditentukan oleh

triplet kodon yang terdiri dari tiga basa. tRNA merupakan antikodon yang

mempunyai tiga basa dan komplementer dengan basa-basa penyusun mRNA.

tRNA membawa asam amino ke mRNA dan mencari posisi pasangan yang tepat

antara kodon dan antikodon. Jika tRNA pertama sudah berada pada posisi yang

tepat, kompleks inisiasi protein dengan sub-unit ribosom terjadi. Kemudian,

jika tRNA kedua sudah mengambil posisi yang tepat, kedua asam amino baru

yang terbentuk tersebut membentuk ikatan peptida rantai globin dan demikian

seterusnya terjadi sepanjang mRNA yang ditransiasi dari 5’ ke 3’. tRNA selalu

berada dalam konfirmasi sterik dengan mRNA melalui dua sub-unit

pembentuk ribosom. Pada mRNA selalu terdapat kodon inisiasi (AUG) dan

kodon terminasi (UAA, UAG, dan UGA). Pada saat ribosom bertemu dengan

kodon terminasi, proses transiasi terhenti, rantai globin lengkap dilepaskan,

dan kemudian sub-unit ribosom terlepas dari asam amino yang dibentuk dan

didaur ulang. Selanjutnya rantai globin yang terbentuk akan berikatan dengan

molekul hem pembentuk hemoglobin.(7)

2. Epidemiologi

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 12: Thalasemia - repository.usu.ac.id

Penyakit thalassemia ini tersebar luas di daerah mediteranian seperti

Italia, Yunani Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan,

SriLangka sampai kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, daerah ini di

kenal sebagai kawasan thalassemia. Frekuensi thalassemia di Asia Tenggara

adalah antara 3-9% (Tjokronegoro, 2001).

Gen untuk thalassemia-β ternyata tersebar luas di dataran Cina tidak

terbatas pada propinsi Guangdong, seperti di duga semula. Seperti halnya di

Muang Thai, thalassemia Hb E tidak jarang terdapat di bagian Selatan Cina.

Frekuensi thalassemia terbesar berpusat di daerah perbatasan Muang Thai,

Laos dan Kamboja dengan frekuensi sebesar 50-60% dan juga tersebar di

daerah lain Asia Tenggara dengan frekuensi yang makin berkurang di daerah

yang lebih jauh (Tjokronegoro, 2001).

Thalassemia di dapat pula pada orang Negro di Amerika Serikat. Pada

daerah-daerah tertentu di Italia dan di negara-negara mediteranian frekuensi

carrier. Thalassemia beta dapat mencapai 15-20%. Di Muang Thai 20%

penduduknya mempunyai satu atau jenis lain talasemia alfa. Frekuensi gen

untuk Indonesia belum jelas. Di duga sekitar 3-5%, sama seperti Malaysia dan

Singapura. Iskandar wahidayat (1979) melaporkan bahwa di Rumah Sakit Dr.

Cipto Mangunkusumo, Jakarta di dapat kasus baru thalassemia beta per tahun.

Di Rumah Sakit Dr. Sutomo, Surabaya lebih sering di jumpai thalassemia beta

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 13: Thalasemia - repository.usu.ac.id

Hb E. Hb E trait di Rumah Sakit Dr. Sutomo adalah 6,5% (frekuensi pada suku

Batak, relatif rendah). Selama 15 tahun Untario mencatat seluruhnya 134 kasus

thalassemia beta.

Untuk talasemia alfa di daerah perbatasan Muang Thai dan Laos

frekuensinya berkisar 30-40%, kemudian tersebar dalam frekuensi lebih

rendah di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Tjokronegoro, 2001).

3. * Etiologi

Dasar kelainan pada thalassemia berlaku secara umum yaitu kelainan

thalassemia-α disebabkan oleh delesi gen atau terhapus karena kecelakaan

genetik, yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada

thalassemia-β karena adanya mutasi gen tersebut. individu normal yang

mempunyai 2 gen alfa yaitu alfa thal 2 dan alfa thal 1 terletak pada bagian

pendek kromosom 16 (aa/aa). Hilangnya satu gen (silent carrier) tidak

menunjukkan gejala klinis sedangkan hilangnya 2 gen hanya memberikan

manifestasi ringan atau tidak memberikan gejala klinis yang jelas. Hilangnya 3

gen (penyakit Hb H) memberikan anemia moderat dan gambaran klinis

talasemia-α intermedia. Afinitas Hb H terhadap oksigen sangat terganggu dan

destruksi eritrosit lebih cepat. Delesi ke 4 gen alfa (homosigot alfa thal 1, Hb

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 14: Thalasemia - repository.usu.ac.id

Barts Hydrops fetalis) adalah tidak kompatibel dengan kehidupan akhir intra

uterin atau neo natal tanpa transfusi darah.

Gen yang mengatur produksi rantai beta terletak di sisi pendek

kromosom 11. pada thalassemia-β, mutasi gen disertai berkurangnya produksi

mRNA dan berkurangnya sintesis globin dengan struktur normal. Di bedakan

dalam 2 golongan besar thalassemia-β :

- ada produksi sedikit rantai beta (tipe beta plus)

- tidak ada produksi rantai beta (tipe beta nol)

Defisit sintesis globin beta hampir paralel dengan defisit globin beta

mRNA yang berfungsi sebagai template untuk sintesis protein. Pada

thalassemia-β produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb

menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb F tidak terganggu karena

tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak daripada

keadaan normal, mungkin sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai globin

yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada

dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan ertitropoesis berlangsung tidak

efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.

Eritropoesis di dalam sumsum tulang sangat giat, dapat memcapai lima

kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ektra

medular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekusornya dalam sumsum

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 15: Thalasemia - repository.usu.ac.id

tulang adalah luas (eritropoesis tak efektif) dan masa hidup eritrosit

memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun

eritropoesis sangat giat hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara

efektif. Salah satu sebab mungkin karena adanya presipitasi di dalam eritrosit.

Pada kasus homosigot talasemia beta nol, sintesis rantai globin beta tidak

ada.

Sekitar 50% kasus-kasus ini globin beta mRNA dalam retikulosit dan sel

eritrosit muda berkurang atau tidak ada. Mutasi gen pada thalassemia-β

bersifat sangat heterogen dan mencapai lebih dari 20 variasi genotip. Hal ini

berbeda dengan thalassemia-α yang defek gennya agak homogenik. Gen-gen

thalassemia-α 1, thalassemia-α 2, thalassemia-β, Hb E dan Hb konstan spring

dapat bergabung dalam kombinasi yang berbeda-beda yang mengakibatkan

suatu kompleks variasi sindrom. Thalassemia dengan lebih dari 60 genotip

yang disetai dengan gejala yang bervariasi dari asimtomatik sampai letal

seperti pada Hb bart’s hydrops fetalis.

Kemajuan-kemajuan dalam mengungkapkan penyebab genetik

molekular pada thalassemia di dukung oleh pemeriksaan restriction

endonuclease digestion dan geneblotting studies, namun demikian secara

umum tidak dapat mendeteksi thalassemia-β yang disebabkan karena mutasi

nukleotida yang tunggal atau delesi yang minimal. Thalassemia dan

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 16: Thalasemia - repository.usu.ac.id

hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit atau kelainan yang

berdasarkan defek atau kelainan hanya satu gen. Thalassemia disertai

peningkatan kadar bilirubin dalam serum. Umur eritrosit memendek pada

keadaan thalassemia hiper splenisme. Pada penderita thalassemia terjadi

anemia hemolitik dan limpa bertambah aktif

* Patogenesis

Thalassemia mayor beta terjadi akibat kegagalan sintesis rantai globin

beta baik parsial ataupun total. Dan dengan demikian menyebabkan gangguan

sintesis hemoglobin dan anemia kronik. Bila pewarisan adalah autosomal

resesif.kelainan pada gen globin-β (terdapat bersama gen-τ dan-δ pada

kromosom) bisanya berupa suatu mutasi titik yang mempengaruhi ekspresi

gen ataupun pengolahan oleh messenger RNA. Telah diketahui beragam

bentuk mutasi dan keragaman ini menjadi penyebab atas luasnya variasi

derajat klinis kondisi ini.

4. Komplikasi

Bagi thalassemia mayor memerlukan tranfusi darah seumur hidup.

Pada thalassemia mayor komplikasi lebih sering sering di dapatkan dari

pada thalassemia intermedia. Komplikasi neuromuskular tidak jarang terjadi.

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 17: Thalasemia - repository.usu.ac.id

Biasanya pasien terlambat berjalan. Sindrom neupati juga mungkin terjadi

dengan kelemahan otot-otot proksimal. Terutama ekstremitas bawah akibat

iskemia serebral dapat timbul episode kelainan neurologik fokal ringan,

gangguan pendengaran munkin pula terjadi seperti pada kebanyakan anemia

hemolitik atau diseritropoitik lain ada peningkatan kecenderungan untuk

terbentuknya batu pigmen dalam kandung empedu. Serangan pirai sekunder

dapat timbul akibat cepatnya trun over sel dalam sumsum tulang

hemosiderosis akibat transfusi yang berulang-ulang dan atau salah pemberian

obat-obat yang mengandung besi. Pencegahan untuk ini adalah dengan selatin

azen misalnya desferal. Hepatitis paska transfusi bisa dijumpai terutama bila

darah transfusi atau komponennya tidak diperiksa dahulu terhadap adanya

keadaan patogen seperti HbsAg dan anti HCV. Penyakit AIDS atau HIV dan

penyakit Creutzfeldt Jacob (Analog penyakit sapi gila=mad cow, pada sapi)

dapat pula ditularkan melalui transfusi

Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan

penyakit jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis

karena peningkatan endapan melanin dikatalisasi oleh endapan besi yang

meningkat. Dengan chellatin agents hiperpigmentasi ini dapat di koreksi

kembali. Tukak menahun pada kaki dapat di jumpai deformitas pada skelet,

tulang dan sendi mungkin pula terjadi. Deformitas pada muka kadang-kadang

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 18: Thalasemia - repository.usu.ac.id

begitu berat sehingga memberikan gambaran yang menakutkan dan

memerlukan operasi koreksi. Pembesaran limpa dapat mengakibatkan

hipersplenisme dan dapat menyebabkan trombositopenia dan perdarahan.

Komplikasi juga dapat berakibat gagal jantung. Trnsfusi darah yang

berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah

sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,

limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan

fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Llimpa yang bbesar mudah rutur akibat

trauma yang ringan. Kadang-kadang thalassemia disertai oleh tanda

hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.

5. Pencegahan Thalassemia

Tubuh Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan dua tahap strategi dalam

pencegahan thalassemia. Tahap pertama melibatkan pengembangan kaedah

yang sesuai untuk diagnosa pranatal dan menggunakannya untuk mengenal

dengan pasti pasangan yang mempunyai risiko tinggi misalnya mereka yang

telah mempunyai anak dengan penyakit thalassemia. Tahap kedua melibatkan

penyaringan penduduk untuk mengenal pasti pembawa dan memberi

penjelasan kepada mereka yang mempunyai resiko. Seterusnya menyediakan

diagnosis pranatal sebelum mereka mempunyai anak-anak yang mengidap

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 19: Thalasemia - repository.usu.ac.id

thalassemia. Hal ini bisa menurunkan jumlah bayi yang mengidap thalassemia

(Rusepno, 1985).

6. Pengobatan Dan Penatalaksanaan

Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan

thalassemia. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari

6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.

Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating

agent, yaitu desferal secara intramuskular atau intravena. Splenektomi

dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum didapatkan tanda

hipersplenisme atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka

splenektomi tidak banyak gunanya lagi,. Sesudah splenektomi, frekuensi

transfusi darah biasanya menjadi lebih jarang. Diberikan pula bermacam-

macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi

kontra (Rusepno, 1985).

Dilaboratorium klinik, kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan

berbagai cara : diantaranya dengan cara kolorimetrik seperti cara

sianmethemoglobin (HiCN) dan dengan cara oksihemoglobin (HbO2).

International committee for standardization in Haematology (ICSH)

menganjurkann pemeriksaan kadar hemoglobin cara sianmethemoglobin. Cara

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 20: Thalasemia - repository.usu.ac.id

ini mudah dilakukan, mempunyai standar yang stabil dan dapat mengukur

semua jenis hemoglobin kecuali sulfhemoglobin. Metoda sahli yang

berdasarkan pembentukan hematin asam tidak dianjurkan lagi, karena

mempunyai kesalahan yang sangat besar, alat tidak dapat distandardisasi dan

tidak semua jenis hemoglobin diubah menjadi hematin asam, seperti

karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin.

a. Temuan Laboratorium

Kelainan morfologi erotrosit pada penderita thalassemia beta homozigot

yang tidak di transfusi adalah eksterm di samping hipokronia dan mikrositosis

berat., banyak ditemukan poikilosit yang terfrakmentasi, aneh (bizarre) dan sel

target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah

splenektomi. Inklusi intra eritrositik, yang merupakan presipitasi dari

kelebihan rantai alfa, juga dapat terlihat paska splenektomi. Kadar Hb turun

secara cepat menjadi kurang dari 5 g/dl kecuali jika transfusi di berikan. Kadar

bilirubin serum tidak terkonjugasi meningkat. Kadar serum besi tinggi, dengan

saturasi kapasitas pengikat besi. Gambaran biokimiawi yang nyata adalah

adanya kadar Hb F yang sangat tinggi dalam eritrosit. Senyawa dipirol

menyebabkan urin berwarna coklat gelap terutama paska splenektomi.

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 21: Thalasemia - repository.usu.ac.id

b. Terapi

Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas

10 g/dl. Regimen hiper transfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata

memungkinkan aktifitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum

tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-

tulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis. Transfusi

dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat (PRC) biasanya di

perlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus di kerjakan untuk mencegah

alloimunisasi dan mencehag reaksi transfusi. Lebih baik di gunakan PRC yang

relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD) walaupun dengan

ke hati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat transfusi lazim ada. Hal ini

dapat di minimalkan dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari

darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik

sebelum transfusi.

Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang, yang tidak

dapat di hindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi

ke jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis. Siderosis

miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan dalam kematian

awal penderita. Hemosiderosis dapat di turunkan atau bahkan di cegah dengan

pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron chelating drugs)

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 22: Thalasemia - repository.usu.ac.id

deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat di ekskresikan

dalam urin. Kadar deferoksamin darah yang di pertahankan tinggi adalah perlu

untuk ekresi besi yang memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-

12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6

malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan

kadar feritin serum kurang dari 1000 ng/mL yang benar-benar di bawah nilai

toksik. Komplikasi mematikan siderosis jantung dan hati dengan demikian

dapat di cegah atau secara nyata tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral yang

efektif, deferipron, telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin.

Karena kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas (agranulositosis,

artritis, artralgia) obat tersebut kini tidak tersedia di Amerika Serikat.

Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang di sebabkan

oleh eritropoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya di perlukan

karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder.

Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu

operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus di tunda

selama mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan

kebutuhan transfusi yang menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan

transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti

hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 23: Thalasemia - repository.usu.ac.id

splenektomi. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin

H.influensa tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan

terapi profilaksis penisilin juga dianjurkan.

Cangkok sumsum tulang ( CST) adalah kuratif pada penderita ini dan

telah terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang

telah menerima transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup

resiko morbiditas dan mortalitas dan biasanya hanya di gunakan untuk

penderita yang mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak terkena)

yang histokompatibel.

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 24: Thalasemia - repository.usu.ac.id

BAB 3

KESIMPULAN

Thalassemia adalah suatu masalah yang semakin meningkat dan harus

diberi perhatian. Program pendidikan tentang thalassemia perlu dilakukan.

Karena melalui program pendidikan, kaunseling perkawinan dan diagnosis

pranatal, pencegahan penyakit ini dapat dicapai.

Thalassemia adalah kelainan genetik gen tunggal yang mengakibatkan

berkurang atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalassemia

tersebar dari Mediterranean sampi ke Asia Tenggara melalui Timur Tengah dan

Asia Tengah serta anak benua India, membentuk “sabuk thalassemia”. Karena

arus migrasi dan perkawinan pada saat ini penyakit thalassemia banyak

dijumpai di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Gejala klinis penyakit

thalassemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat tergantung pada jumlah

sintesis gen globin yang berkurang. Thalassemia diturunkan secara hukum

Mendel autosomal resesif. Thalassemia -α terdiri dari thalassemia-α0 dan

thalassemia-α+. Bentuk homozigot thalassemia-α0 menimbulkan keadaan klinis

yang berat yaitu bayi dapat mati dalam kandungan atau setelah lahir karena Hb

Bart’s hydrop fetalis. Dari seluruh individu yang dilaporkan diketahui bahwa

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 25: Thalasemia - repository.usu.ac.id

ibu yang hamil dengan Hb Bart’s hydrop fetalis mengalami preeklamsia yang

berat dengan hipertensi diastolik. Perkawinan antara carrier thalassemia-α0

dan carrier thalassemia-α+ akan memungkinkan menurunkan anak 25%

menderita penyakit Hb-H dengan manifestasi klinis anemia ringan sampai

berat. Penderita penyakit Hb-H sering mengalami/mendapat infeksi karena

daya tahan tubuh menurun yang dapat diikuti dengan hemolisis eritrosit akut.

Akibatnya anak tersebut memerlukan transfusi untuk mempertahankan

hidupnya. Pemberian transfusi yang berlebihan akan menyebabkan

penimbunan besi dalam berbagai organ tubuh dan hal ini dapat menimbulkan

gangguan fungsi organ yang bersangkutan (Hemokromatosisi). Keadaan ini

bukan hanya menjadi beban keluarga tetapi juga menjadi tanggung jawab

masyarakat dan negara.

Oleh karena itu perhatian terhadap penyakit thalassemia harus lebih

ditingkatkan baik oleh para sarjana yang terkait terutama para dokter maupun

pemerintah. Di Sumatera khususnya kota Medan sebaiknya direncanakan suatu

program penanganan penyakit thalassemia secara menyeluruh meliputi

penemuan kasus dan pengobatan disamping pencegahan lahirnya bayi-bayi

dengan sindroma thalassemia untuk menghindarkan generasi yang akan

datang dari penyakit yang hampir selalu diakhiri dengan kematian pada masa

anak-anak. Selain itu, juga memberikan penerangan kepada masyarakat dan

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 26: Thalasemia - repository.usu.ac.id

penderita thalassemia yamng mempunyai resiko akan kelahiran anak

menderita thalassemia. Diagnosis pra-natal perlu disosialisasikan terutama

bagi pasangan yang beresiko akan melahirkan anak menderita thalassemia

mator dan Hb Bart’s hydrop fetalis. Adanya suatu laboratorium yang lengkap

untuk penelitian penyakit thalasemia sangat dirasakan keperluannya di Medan.

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 27: Thalasemia - repository.usu.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Dkk. (1985). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Arjatmo, T. (1992). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana, Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Atul, B. (1996). Hematologi Klinik Uji Keterampilan diagnostik, Jakarta : Widya

Medika

Dewi, A. (2005). Hematologi, Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Djelantik, I.B (1996). Lekemia, Panduan Praktikum Dan 500 Soal Jawab

Hematologi, Jakarta : Widya Medika

Elizabeth, G. (1994). Diagnosis Pranatal Talasemia Di Malaysia, Bangi :

Universiti Kebangsaan Malaysia

Ganie, Dkk. (2004). Kajian DNA Thalassemia α di Medan, Medan : USU Press

Iyan, D. (1996). Haematologi, Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Nelson, (1996). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : UI

Sarwono, Dkk. (2001). Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 28: Thalasemia - repository.usu.ac.id

DAFTAR ISI

Abstrak……………………………………………………………………………… i

Daftar Isi……………………………………………………………………………...ii

BAB 1. Pendahuluan

1. Latar Belakang………………………………………………………………… ...1

BAB 2. Tinjauan Pustaka

1. - Definisi………………………………………………………………………….5

- Fungsi Hemoglobin……………………………………………………………..5

- Sintesis Thalassemia…………………………………………………………….6

2. Epidemiologi……………………………………………………………………..8

3. - Etiologi…………………………………………………………………………10

- Patologi…………………………………………………………………………12

4. Komplikasi………………………………………………………………………...12

5. Pencegahan Thalassemia………………………………………………………….14

6. Pengobatan dan Penatalaksanaan…………………………………………………14

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 29: Thalasemia - repository.usu.ac.id

BAB 3. Kesimpulan

1. Kesimpulan………………………………………………………………………18

Daftar Pustaka……………………………………………………………………....20

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

Page 30: Thalasemia - repository.usu.ac.id

Yuki Yunanda : Thalasemia, 2008 USU e-Repository © 2008

ABSTRAK

Thalassemia merupakan penyakit yang berbahaya pada manusia, dan

terjadinya penyakit ini akibat perkawinan pasangan yang carrier thalassemia.

Oleh karena sampai saat ini belum ada pengobatan yang pasti untuk penyakit

thalassemia maka pencegahannya harus dilaksanakan, dapat dengan cara

menyaring penduduk yang sudah pasti pembawa (carrier) dan memberikan

penjelasan kepada penduduk yang mempunyai resiko sebelum mereka

mempunyai anak-anak yang mengidap thalassemia. Dalam hal ini penyuluhan

akan thalassemia ini perlu dilakukan agar para orangtua mengerti dan dapat

mengurangi ataupun meniadakan penyakit thalassemia ini. Mereka diberi

penjelasan tentang thalassemia, bagaimana bisa terjadi penyakit ini apa

akibatnya bagi anak dan juga beberapa cara pencegahannya.