Mekanisme Asma

4
Hiperaktivitas bronkus obstruksi Gejala Asma Pencetus (trigger) Pemacu (enhancer) Pemicu (inducer) Faktor Genetik Faktor Lingkungan Sensitisasi infamasi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma: Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap ro Pemacu: hino!irus, o"on, pemakaian β2 agonist. Pencetus: #nfeksi !iral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari rokok, polusi udara, pe$angi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin olahraga, menangis, terta$a, hiper!entilasi, dan kondisi komorbid (rinitis dan gastroesofageal refluks). %ecara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut : &en kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit terkait dengan penyakit asma sangat banyak. &en ' manusia yang terletak pada kromosom *p, khususnya +A telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. +A- merupakan ' ( major histocompatibility complex ) klas ##, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia ( +A Human Leukocyte Ant yang terletak pada kromosom * daerah *p /.0/. Patogenesis Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang re!ersibel dan ditanda serangan batuk, mengi dan dispnea pada indi!idu dengan jalan nafas hip semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik m asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama k dalam 2 tahun pertama kehidupan. 'ereka yang asmanya muncul dalam dekade pert kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai ole memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatiti +angkah pertama terbentuknya respon imun adalah akti!asi limfosit 1 oleh yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang mel Major Histocompability Complex atau ' (' kelas ## pada sel 1 4 5 dan ' kelas

description

asma mekanisme

Transcript of Mekanisme Asma

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma: Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok. Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian 2 agonist. Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal refluks).

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut :

Hiperaktivitas bronkusobstruksiGejala AsmaPencetus (trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)Faktor GenetikFaktor LingkunganSensitisasiinflamasi

Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen) yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.31. PatogenesisAsma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif. Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.

Gambar 1. Patogenesis AsmaHipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.

GejalaFaktor RisikoHiperaktivitas BronkusObstruksi BronkusFaktor RisikoFaktor RisikoInflamasi

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifikMediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.

OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008.