Modul Medan Em II

35
I. GAYA DAN MEDAN ELEKTROMAGNETOSTATIK A. Teori Elektrostatik (ES) Gaya interaksi antara dua muatan titik q dan q` yang berada dalam ruang hampa dan berjarak R (Gambar I.1) ditentukan oleh hukum Coulomb dalam satuan MKS/satuan internasional (SI). 3 o R R 4 ' qq F , ' x x R (I.1) Dengan ε o = 8,854 x 10 -12 Farad/m (1/36π) 10 -9 F/m. Gaya yang dialami muatan titik q ini dapat pula dipandang sebagai gaya interaksi q dengan medan elektrostatik E , yang bersumber dari q`. Dengan kata lain, untuk gaya pada q dapat dituliskan E q F (I.2) dengan 3 o R R 4 ' q q F E (I.3) Berdasarkan identitas n 2 n n R 1 ` R R n R 1 (I.4) dengan ` sebagai operator yang bekerja pada variabel ` x , maka persamaan (I.3) dapat dituangkan dalam bentuk: R 1 4 ' q ) x ( E o (I.5) Untuk sumber medan dengan distribusi kontinu ) ` x ( , rumus (I.3) dan (I.5) tetap berlaku untuk medan muatan yang terletak dalam elemen volume invenitesimal dV`. Jadi q q` R x ` x O

description

Medan EM

Transcript of Modul Medan Em II

Page 1: Modul Medan Em II

I. GAYA DAN MEDAN ELEKTROMAGNETOSTATIK

A. Teori Elektrostatik (ES)

Gaya interaksi antara dua muatan titik q dan q` yang berada dalam ruang hampa

dan berjarak R (Gambar I.1) ditentukan oleh hukum Coulomb dalam satuan MKS/satuan

internasional (SI).

3o R

R

4

'qqF

, 'xxR (I.1)

Dengan εo = 8,854 x 10-12

Farad/m ≈ (1/36π) 10-9

F/m. Gaya yang dialami muatan titik q

ini dapat pula dipandang sebagai gaya interaksi q dengan medan elektrostatik E , yang

bersumber dari q`. Dengan kata lain, untuk gaya pada q dapat dituliskan

EqF (I.2)

dengan 3o R

R

4

'q

q

FE

(I.3)

Berdasarkan identitas

n2nn R

1`

R

Rn

R

1 (I.4)

dengan ` sebagai operator yang bekerja pada variabel `x , maka persamaan (I.3) dapat

dituangkan dalam bentuk:

R

1

4

'q)x(E

o (I.5)

Untuk sumber medan dengan distribusi kontinu )x( , rumus (I.3) dan (I.5) tetap berlaku

untuk medan muatan yang terletak dalam elemen volume invenitesimal dV`. Jadi

q q` R

x

`x

O

Page 2: Modul Medan Em II

`dVR

1)x(

4

1

R

R`dV)x(

4

1Ed

o3

o

yang selanjutnya dapat diperluas menjadi ungkapan integral:

`dVR

1)x(

4

1)x(E

`Vo

(I.6)

Setiap medan vektor dapat dikarakterisasikan melalui divergensing ( rapat

sumber monopol/muatan) dan rotasi/curlnya ( rapat sumber sirkulasi/arus). Untuk

medan E , persamaan (I.6) memberikan ungkapan

`dVR

1)x(

4

1)x(E. 2

`Vo

(I.7)

Tidak sulit untuk menunjukkan hubungan-hubungan (PR):

0 R ,0R

1`

R

1 22

(I.8)

dan tak terdefinisikan hbila R=0, namun memenuhi persamaan :

4`dV

R

1`dV

R

1`V

2V

2 (I.8a)

asal `xx terdapat dalam V atau x`x terdapat dalam V`. Ini berarti dalam tanda

integral berlaku ekuivalensi:

)R(4R

1`

R

1 22

(I.8b)

Dengan demikian persamaan (I.7) menjadi

x

1xE.

o

(I.9)

Persamaan ini dikenal sebagai hukum Gauss dalam bentuk diferensial. Bentuk

integralnya langsung diperoleh dari persamaan (I.9) dengan bantuan dalil Gauss dan

diungkapkan dalam fluksi medan E :

dS, ndS ,dVE.dS.E vs n mengarah ke luar (I.10)

Page 3: Modul Medan Em II

dengan S sebagai permukaan tertutup yang membatasi ruang V. Substitusi persamaan (I.9)

untuk integran di ruas kanan segera menghasilkan persamaan integral:

vo

s dV q dengan q

dS.E (I.11)

Selanjutnya, rotasi medan E diperoleh dari persamaan (I.6) dengan bantuan

identitas 0R

1x

. Hasilnya adalah

0 E x (I.12)

Jadi medan elektrostatis tidak mengenal sumber arus (sirkulasi), dan bersifat konservatif

karena dengan bantuan dalil Stokes persamaan (I.12) dapat diubah menjadi

0 dl . Ec (I.13)

dengan C sebagai kontur/lintasan integral yang membatasi permukaan S.

B. Teori Magnetostatik (MS)

Gaya interaksi antara dua elemen arus yang berjarak R dalam ruang hampa seperti

diperlihatkan oleh Gambar I.2 ditentukan oleh hukum Ampere (dalam satuan SI):

dV`dV

R

RxJxJ

4Fd

3o

(I.14)

Medan magnet (induksi magnet) yang bersangkutan dari sumber elemen arus `dV`J

didefinisikan oleh ungkapan:

Bd x dV J Fd (I.15)

atau `dVR

1xJ

4`dV

R

RxJ

4Bd o

3o

(I.16)

R dl

j

`dl

j

`dl`I`dV`J dlIdVJ , dV =Adl

Page 4: Modul Medan Em II

μo = permeabilitas ruang hampa/bebas dan bernilai μo = 4π x 10-7

H/m. Persamaan (I.16)

juga dikenal sebagai hukum Biot Savart. Seperti kasus ES, ungkapan ini selanjutnya dapat

diperluas menjadi bentuk integral:

`dVR

1x)x(J

4`dV

R

Rx)x(J

4xB `v

o3`v

o

(I.16a)

Divergensi medan B segera diperoleh dari persamaan (I.16a) sebagai berikut:

`dVR

Jx .

4

`dVR

1x)x(J .

4xB.

`vo

`vo

Karena xJ tak bergantung pada variabel x . Jadi berdasarkan identitas 0R

Jx.

dapat dituliskan

0xB . (I.17)

dan selanjutnya dengan bantuan dalil Gauss langsung diperoleh

0 dS . Bs (I.17a)

Ini berarti medan B tidak mengenal sumber monopol (“muatan” magnetik). Selanjutnya

rotasi medan B diperoleh sebagai berikut

`dVR

J

R

J .

4

`dVR

)x(J xx

4xBx

`v2o

`vo

(I.18)

dengan memanfaatkan identitas:

WW.Wxx 2 (I.19)

Page 5: Modul Medan Em II

Mengingat bahwa J hanya bergantung pada variabel `x , maka persamaan (I.18) dapat

disederhanakan menjadi

xJ`dVR

J.

R

J.

4

`dV)R()x(J4`dV)x(J.R

1`

4

`dVR

1)x(J)x(J.

R

1

4xBx

o`vo

`v`vo

`v2o

Dalam keadaan stasioner (magnetostatik), 0`xJ. sesuai dengan syarat 0t

berdasarkan persamaan kontinuitas. Karena itu suku pertama dalam integral di atas sama

dengan nol. Suku kedua dalam integral juga dapat disingkirkan dengan mengambil V` tak

terhingga dan mengubah integral volume menjadi integral permukaan atas dasar dalil

Gauss. Sebagai hasilnya,

xJxBx o (I.20)

Dengan bantuan dalil Stokes segera diperoleh hubungan integral

I dl . B oc (I.20a)

Dengan I = arus total yang mengalir melalui permukaan dengan batas C.

Sebagai rangkuman, perangkat persamaan medan ES dan MS dapat dikumpulkan

berikut ini

(I.20) J B x

(I.17) 0 B .

(I.12) 0 E x

(I.9) E .

o

o

Page 6: Modul Medan Em II

Perhatikan bahwa persamaan medan ES sama sekali terpisah (decoupled) dari persamaan

medan MS, dan kedua jenis medan tersebut masing-masing mempunyai hanya satu jenis

sumber, muatan listrik untuk medan ES dan arus listrik untuk medan MS.

Page 7: Modul Medan Em II

II. MEDAN NON-STATIK DAN PERSAMAAN MAXWELL

A. Hukum Faraday dan Hipotesa Maxwell

Berdasarkan pengamatan Faraday (secara terpisah juga Henry dan Lenz), medan

magnet yang berubah dengan waktu akan menghasilkan medan listrik. Gejala ini dapat

dirumuskan dengan bantuan Gambar I.3. Bila fluksi magnet dalam luas yang dibatasi simpal

(loop) kawat C berubah dengan waktu, maka pada kawat tersebut akan terjadi gaya gerak

listrik (emf) yang dapat diukur melalui arus I yang ditimbulkannya pada kawat tersebut. GGL

(emf) atau I yang diimbas ini selalu berarah melawan perubahan fluksi B tersebut. Hubungan

kuantitatif yang kini dikenal sebagai hukum Faraday itu diungkapkan oleh persamaan:

dt

demf m (II.1)

atau berdasarkan ketentuan emf dan Φm, persamaan ini dapat pula dituliskan dalam bentuk:

sc dS . Bdt

d- dl . E (II. 1a)

Dengan bantuan dalil Stokes, persamaan (I.21a) dapat dituliskan dalam bentuk persamaan

diferensial:

t

B- E x

(II.2)

Ini berarti bahwa tB berperan sebagai sumber sirkulasi/arus bagi medan E yang tidak lagi

bersifat statik maupun konservatif.

Akibat keadaan nonstsioner tidak hanya terbatas pada modifikasi persamaan

persamaan (I.12) menjadi persamaan (I.22), melainkan juga menentukan perluasan persamaan

I

B

C

Page 8: Modul Medan Em II

Ampere (I.20), sebab untuk arus nonstasioner, 0J. , seddangkan divergensi ruas kiri

persamaan (I.20) identik dengan nol. Selain itu dengan perangkat persamaan medan yang ada

belum bisa diturunkan persamaan (meramalkan kehadiran) gelombang elektromagnet. Cara

mengatsi masalah ini dikemukakan oleh J. C. Maxwell (1862) dalam bentuk hipotesis

perluasan ruas kanan persamaan (I.20): DJJJ dengan

t

EJ oD

(II.3)

yang disebut rapat arus perpindahan (displacement current). Dengan demikian hukum

Ampere diperluas menjadi

t

E J B x ooo

(II.4)

Sebagaimana halnya tB yang berperan sebagai sumber arus bagi medan E , maka suku

tE juga merupakan kontribusi rapat arus bagi medan B .

Sebagai rangkuman pengaruh medan nonstatik dan sumber nonstasioner, perangkat

persamaan medan dalam pasal I.1 dikumpulkan kembali di bawah ini dalam bentuk yang

dikenal sebagai perangkat persamaan Maxwell:

(II.8)

(II.7) B

-

(II.6)

(II.5)

o

o

t

EJBx.4M

tEx.3M

0B..2M

E..1M

oo

Jelas terlihat bahwa selain kontribusinya sebagai sumber-sumber arus tambahan, efek variasi

B dan E terhadap t telah menghasilkan pula keterkaitan antara kedua jenis medan tersebut.

Dengan kata lain, perumusan Maxwell telah mempersatukan (unity) teori elektrostatik dan

teori magnetostatik yang semula terpisah.

Page 9: Modul Medan Em II

B. Modifikasi Persamaan Maxwell Dalam Media Material

Kehadiran material dalam ruang tertentu pada umumnya akan mengubah medan B

dan E dalam daerah bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh efek imbas yang ditimbulkan

dalam material oleh medan luar. Efek imbas ini terdiri dari

Polarisasi listrik P (C/m2)

Polarisasi magnetik/magnetisasi M (A/m2)

Efek-efek polarisasi tersebut menimbulkan rapat-rapat sumber efektif (tak bebas, terikat dalam

material bersangkutan) sebagai berikut:

simagnetisaa arusrapat : JMx

listrik polarisasi arusrapat : Jt

P

listrik polarisasimuatan rapat : P .

M

p

p

Untuk memperhitungkan efek-efek ini perangkat persamaan Maxwell harus diubah menjadi

12) (II. P

11) (II. B

-

(II.10)

(II.9) )P.-(1

o

o

tMx

t

EJBx

tEx

0B.

E.

o

Perhatikan bahwa perubahan hanya terjadi pada persamaan-persamaan yang menyangkut

sumber Jdan .

Karena mengandung sumber makroskopik (sumber bebas) sumber makroskopik

(tak bebas) dalam satu persamaan, maka persamaan (I.25) dan (I.26) dianggap kurang selaras.

Perumusan teori Maxwell di atas akan menjadi lebih serasi dan lebih praktis apabila efek-efek

imbas tersebut dapat diperhitungkan secara makroskopik/parametrik. Untuk memberi ilustrasi

Page 10: Modul Medan Em II

rumusan parametrisasi itu kita tinjau kasus bahan listrik dan bahan magnet yang bersifat linear

dan isotrofik (media gas dan cairan). Untuk bahan listrik dapat dituliskan hubungan respons

EP eo (II.13)

dengan χe sebagai suseptibilitas listrik yang tak bergantung pada E (linearitas) maupun arah

E (isotropik). Substitusi ungkapan ini ke dalam persamaan (I.25) menghasilkan persamaan:

D. (II.14)

dengan definisi medan perpindahan:

(II.17)

(II.16)

(II.15)

E

E1

PED

eo

o

dan definisi permitivitas listrik:

roeo 1 (II.18)

Konstanta r yang merupakan permitivitas relatif (tak berdimensi) juga dikenal dengan

sebutan konstanta dielektrik.

Untuk bahan magnetik nonferomagnetik berlaku hubungan serupa:

HM m (II.19)

Dengan H sebagai kekuatan medan magnet (intensitas medan magnet) yang dapat diatur

dari luar melalui arus kumparan misalnya, dan m merupakan suaeptibilitas magnetik yang

tak berdimensi. Dalam ruang hampa,

HB o (II.20)

Kehadiran medium material menimbulkan perubahan

(II.23)

(II.22)

(II.21)

H

H1

MHB

mo

o

Page 11: Modul Medan Em II

dengan

romo 1 (II.24)

Untuk bahan diamagnetik (bahan yang tidak memiliki momen magnet permanen) berlaku

0m , sedangkan untuk bahan paramagnetik 0m , tetapi pada umumnya o

kecuali untuk bahan feromagnetik. Substitusi persamaan (I.29) dan (I.33) ke dalam persamaan

(I.26) menghasilkan persamaan:

t

DJHx

(II.25)

Sebagai rangkuman, seluruh perangkat persamaan Maxwell yang berlaku dalam

media linier dan isotropik ditulis kembali sebagai berikut:

(II.29)

(II.28) B

-

(II.27)

(II.26)

t

DJHx.4M

tEx.3M

0B..2M

D..1M

Dengan menggunakan medan baru D dan H tidak perlu lagi memperhitungkan sumber-

sumber mikroskopik dalam materi, secara eksplisit. Jelas bahwa perangkat persamaan M` →

perangkat persamaan M bila ε → εo, μ → μo.

Page 12: Modul Medan Em II

III. PERSAMAAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

A. Persamaan Gelombang Bebas

Salah satu implikasi paling penting dari persamaan medan Maxwell adalah kehadiran

gelombang EM yang memenuhi persamaan gelombang bebas. Untuk menunjukkan hal ini kita

tinjau perangkat persamaan Maxwell dalam medium dielektrik yang bebas sumber,

0J 0,ρ . Kemudian lakukan operasi x pada persamaan M` (4) maka diperoleh:

t

DxHxx

yang dapat diolah menjadi

Dx t

H - H . 2

Dengan bantuan persamaan M` (2) dan persamaan M` (3) atau persamaan, segera diperoleh

persamaan:

1v , -

22 0H

tv

1

2

2

(III.1)

dengan v = kecepatan rambat gelombang dalam medium bersangkutan. Persamaan serupa

dapat diturunkan untuk medan E .

Selain kehadiran gelombang EM, persamaan Maxwell juga memnuhi hukum

kekekalan muatan listrik. Untuk membuktikan pernyataan ini dilakukan operasi . pada

persamaan M` (4), yang segera menghasilkan persamaan:

t

D.J.0Hx.

Dengan bantuan persamaan M` (1), hasil ini dapat dituangkan dalam bentuk:

0t

J.

(III.2)

Page 13: Modul Medan Em II

yang merupakan persamaan kontinuitas. Penafsirannya sebagai pernyataan hukum kekekalan

muatan listrik lebih mudah dilakukan dalam bentuk integral yang dapat diperoleh dengan

bantuan dalil Gauss dan mengintegrasi persamaan (III.2). Jadi,

dV t

-dV J. vv

dt

dQdV

dt

d Sd.J vs (III.3)

Gambar I.4

Dengan bantuan Gambar I.4, persamaan (III.3) menyatakan bahwa jumlah arus yang mengalir

keluar melalui permukaan S sama dengan laju pengurangan muatan total dalam ruang V.

B. Persamaan Gelombang dengan Sumber 0J 0,ρ

Sebagai suatu catatan penting perlu ditambahkan pula bahwa teori Maxwell ternyata

konsisten dengan teori relatifitas khusus, bahkan dapat dituangkan dalam bentuk kovarian

secara eksplisit.

Dalam pasal terdahulu telah ditunjukkan persamaan gelombang bebas adalah

konsekuensi dari persamaan Maxwell untuk kasus yang bebas dari sumber-sumber

0J 0,ρ . Untuk kasus lebih umum 0J 0,ρ , penanganan persamaan Maxwell

maupun persamaan gelombang yang bersangkutan dapat dipermudah dengan penggunaan

fungsi-fungsi potensial. Untuk menjelaskan hal ini kita tinjau persamaan Maxwell

selengkapnya:

dS

S

V

Page 14: Modul Medan Em II

t

D J H x 4.

t

B- E x 3.

0 B . 2.

D . 1.

Operasi x pada persamaan (4) di atas memberikan:

t

H

tJx H - H .

D x t

Jx H x x

2

Dengan bantuan persamaan Maxwell kedua di atas, persamaan ini menjadi:

Jx Ht

H2

22

atau

1 v,Jx H

tv

1 -

2

2

22

(III.4)

Dengan cara serupa akan diperoleh (PR) untuk medan E persamaan gelombang:

1J

tE

tv

1

2

2

22

(III.5)

Perhatikan bahwa persamaan (III.4) dan (III.5) merupakan dua persamaan gelombang yang

berbeda pada umumnya. Penyelesaian persamaan-persamaan medan vektor tersebut sering kali

perlu dipermudah dengan bantuan rumusan fungsi potensial seperti diuraikan berikut ini.

Page 15: Modul Medan Em II

C. Fungsi-fungsi Potensial dan Persamaan Gelombang yang bersangkutan

Untuk mempermudah pengkajian persamaan-persamaan tergandeng tersebut

biasanya diperkenalkan dua macam fungsi potensial sebagai berikut. Pertama adalah fungsi

potensial vektor A yang didefinisikan melalui hubungan:

Ax B (III.6)

Definisi ini jelas memenuhi persamaan Maxwell 2 secara otomatis:

0Ax .B.

Kedua adalah fungsi potensial skalar , yang didefinisikan melalui substitusi definisi A ,

yaitu persamaan (III.6) ke dalam persamaan M3:

Ax t

- E x

Jadi, 0

t

A E x

sehingga dapat fungsi potensial skalar menurut rumus:

-

t

A E

Yang memenuhi persamaan di atas dengan sendirinya: 0 x . Berdasarkan definisi

tersebut dapat dituliskan ungkapan:

t

A E

(III.7)

Dengan demikian, persamaan Maxwell 3 pun dipenuhi secara otomatis. Dua persamaan

Makwell yang lain dapat diungkapkan dalam A dan dengan substitusi langsung definisi-

definisi tersebut ke dalam persamaan M(4) dan M(3). Misalnya, dari persamaan M(4) dalam

ruang hampa:

t

EJ B x ooo

Page 16: Modul Medan Em II

Akan diperoleh hasil substitusi:

(III.8)

-

22

2

2

tc

1A.JA

tc

1

t

A

tJAA.

t

A

tJAxx

o2

2

2

2

ooooo

ooo

Dengan cara yang serupa dari persamaan M (1) dapat diperoleh (PR):

(III.9) 22

2

tc

1A.

t

1

tc

1

o

2

2

Ini berarti bahwa empat persamaan M dapat diganti dengan dua persamaan (III.8) dan (III.9) di

atas, walaupun kedua persamaan diferensial ini berorde dua, dan masih tergandeng satu

dengan yang lain. Namun hal yang terakhir ini dapat diatasi dengan memanfaatkan kebebasan

yang masih terdapat pada definisi A . Jelasnya, definisi lengkap dari suatu medan vektor

memerlukan ketentuan dari divergensi (distribusi sumber “muatan” atau “monopol”), dan

rotasi (distribusi sumber “arus” atau “sirkulasi”) dari medan yang bersangkutan. Dalam kasus

A , kita baru mentukan BAx . Ini berarti kita masih mempunyai kebebasan dalam

penentuan A. , untuk ini telah dikenal dua pilihan sebagai berikut.

Gauge Lorentz:

0t

A. ;t

A. oooo

(III.10)

Dengan pilihan skala ini, persamaan-persamaan gelombang A dan menjadi

Page 17: Modul Medan Em II

o

o

2

2

22

1

JA

tc

1

(III.11)

Yaitu dua persamaan gelombang terpisah yang berbentuk serupa, dengan salah satu medannya

berbentuk skalar.

Gauge Coulomb:

0A. (III.12)

Dalam hal ini persamaan gelombang menjadi

2

2

2o

2o

2

2

22

tc

1

1

tc

1 J

A

tc

1

(III.13)

yang dapat disederhanakan menjadi:

14a) (III.

(III.14)

2

22

2

o

too2

2

Jtc

1JA

tc

1

dengan ketentuan rapat arus transversal,

tc

1JJ

o

t

2

(III.15)

yang memenuhi syarat (PR)

0J0J. tt x , (III.15a)

Catatan (PR)

Jika rapat arus transversal dan longitudinal tJ dan lJ masing-masing didefinisikan menurut

rumus:

0J0J.

0J0J. tt

ll x ,

x ,

Page 18: Modul Medan Em II

maka rapat arus total dapat diuraikan menjadi lJJJ t dengan

tJJxdanJJ. x . l . Dalam kasus yang ditinjau di atas,

tc

1J

o

t

2 (III.15b)

Kembali kepada persamaan medan potensial yang diperoleh dalam gauge Coulomb (atau

gauge transversal atau gauge radiasi):

a)16(III.

)16(III.JAtc

1

o

to2

2

2

2

2

terlihat bahwa masih ada hubungan antara dua persamaan untuk A dan melaui tJ . Namun

persamaan untuk lepas dari kaitannya dengan persamaan untuk A , dan dapat diselesaikan

dalam bentuk integral:

'dV

'xx

t'x

4

1t,x

ruangseluruho

(III.17)

Dengan demikian tJ dapat ditentukan dari J dan menurut definisinya persamaan (III.15):

tc

1JJ

o

t

2

Gauge ini berguna dalam perumusan teori kuantum elektrodinamika yang hanya mengenal

foton bebas sebagai partikel vektor, tanpa komponen skalar dan komponen waktu. Secara

klasikpun, untuk gelombang/radiasi transversal yang dijumpai dalam ruang tanpa sumber,

persamaan (III.16a) akan menghasilkan

0 (III.18)

dan kita hanya perlu meninjau medan A yang memenuhi persamaan:

Page 19: Modul Medan Em II

0Atc

1

2

2

22

(III.19)

D. Invarian Gauge

Definisi A dan melalui B dan E atas dasar hubungan turunan diferensial

pada dasarnya mengandung kebebasan (atau ketidak-pastian) dalam skala A dan . Hal ini

diungkapkan oleh sifat invarian B dan E terhadap transformasi gauge:

A'AA (III.20)

t'

(III.20a)

dengan sebagai fungsi skalar “sembarang” yang berkelakuan baik. Sifat tersebut dapat

dibuktikan sebagai berikut:

BAx

Ax

'Ax'B

Et

A

Att

t

'A''E

Dapat ditunjukkan pula bahwa persamaan-persamaan A dan juga invarian terhadap

transformasi yang sama (sebelum dikenakan gauge tertentu) (PR). Jika kita bekerja dengan

gauge tertentu, maka syarat gauge yang bersangkutan harus invarian pula terhadap

transformasi tersebut. Untuk gauge Lorentz, ini berarti

2

2

tc

1

tc

1A.

t

'

c

1'A.

tc

1A.

22

2

22

Page 20: Modul Medan Em II

Jadi syarat yang harus dipenuhi adalah

0tc

1

2

2

2

2 (III.21)

Untuk gauge Coulomb dapat ditunjukkan syarat yang harus dipenuhi adalah

02 (III.22)

Page 21: Modul Medan Em II

IV. SOLUSI GELOMBANG DATAR DI DALAM MEDIUM TANPA SUMBER

A. Gelombang Datar Monokromatik dalam Medium Dielektrik

Untuk medium dielektrik berlaku syarat 0 . Selanjutnya jika medium ini tidak

mengandung sumber, maka 0J,0 , dan persamaan gelombang yang berlaku serupa

dengan persamaan (III.1):

0t,xH

t,xE

t2

2

2

(IV.1)

Dengan separasi variabel dan asumsi polarisasi linier:

tExEet,xE

(IV.2

langsung diperoleh hasil reduksi (PR)

0xEk22

(IV.3)

1 v,vk ,0tE

dt

d 2

2

2

(IV.3a)

Masing-masing persamaan di atas mempunyai bentuk solusi paling sederhana (PR):

x.kiexpxE

(IV.4)

tiexptE (IV.4a)

Dan menghasilkan bentuk solusi lengkap:

x.ktexpEt,xE o

i (IV.5)

Rumus ini mengungkapkan gelombang monokromatik yang merambat ke kiri (+) dan ke

kanan (-) secara bebas (tanpa gangguan). Solusi lebih umum dapat diungkapkan sebagai

superposisi linier dari dua solusi di atas. Ungkapan serupa berlaku pula untuk H

.

Sifat-sifat gelombang datar monokromatik

i) Muka gelombang berupa bidang datar. Dengan kata lain tempat kedudukan dari titik-titik

sefase pada t tertentu memenuhi persamaan: konstan 'x . k x . k

. Ini berarti titik-titik

tersebut terletak pada bidang datar tegak lurus pada k

.

ii) Transversalitas hubungan antara E

dan H

.

Page 22: Modul Medan Em II

Dari persamaan Maxwell (1), 0E .

diperoleh

0 E . k

(IV.6)

yang berarti E k

Dari persamaan Maxwell (3), t

H

t

BE x

, dengan mengandaikan bentuk solusi

serupa persamaan (I.61) untuk H

akan diperoleh Hk v H E x k

atau

E x k H ;H E x k

(IV.7)

k E H x E 2

(IV.7a)

Jadi kdan ,H ,E

saling tegak lurus seperti ditunjukkan pada Gambar I.5.

iii) Hdan E

sepase. Perbandingan besar Batau Hdan E

diberikan oleh

B

E v

B

E

Persamaan di atas ini menunjukkan bahwa Batau Hdan E

sefase, dan karena

dan v 0 v , maka gelombang elektromagnetik tidak mungkin hanya terdiri dari

saja. Hatau saja E

B. Gelombang Datar dalam Medium Penghantar

Untuk medium penghantar, ζ ≠ 0, dan menurut hukum Ohm akan berlaku

0 E J

untuk 0 E

Jadi, dengan ini dan ρ = 0, persamaan gelombang yang bersangkutan menjadi (PR):

0

t,xH

t,xE

tt

2

22

(IV.8)

E

H

k

Page 23: Modul Medan Em II

Solusi gelombang datar dapat diberi bentuk:

)x . K -t( i exp

H

E

t,xH

t,xE

o

o

(IV.9)

Substitusi ungkapan ini ke dalam persamaan gelombang di atas menghasilkan persamaan:

k , ik i K 222 (IV.10)

Untuk menentukan K kita tuliskan

i K (IV.11)

sehingga

i 2 - K 222 (IV.11a)

Penyamaan dua ungkapan K2 di atas menghasilkan (PR)

2

1

2 1)(12

k α

(IV.12)

2

1

2 1)(12

k-

(IV.12a)

Untuk medium dengan konduktivitas tinggi:

1,

kita akan mendapatkan sebagai aproksimasi cukup baik:

2

1

2

k α

2

1

2

k-

atau

1

2 - α (IV.13)

sehingga

1i

1K

Page 24: Modul Medan Em II

dengan definisi tebal kulit (skin depth):

2 (IV.14)

Dengan ini, )t,x(E

dapat diungkapkan kembali sebagai berikut (untuk 3xk ):

33o

3o

xti exp )xexp(E

x)i(ti expE t,xE

Jelas dari ungkapan ini bahwa medan elektromagnetik di atas akan mengalami redaman

dengan faktor )xexp( 3 yang memiliki jarak karakteristik δ seperti ditunjukkan oleh

Gambar I.6.

Gambar I.6

Berdasarkan hasil uraian di atas dapat dituliskan untuk kecepatan rambat gelombang

elektromagnetik dalam medium konduktif rumus 2v , dan untuk panjang

gelombang berangkutan berlaku rumus: λ = 2πδ. Bandingkan dengan besaran serupa untuk

medium dielektrik.

Selanjutnya dari persamaan Maxwell (3) akan diperoleh hubungan:

H i- E x xK i 3

atau

untuk E x ki-1

E x xK

H 3

(IV.15)

E

X3 δ

1/e

e-x

3/δ

Page 25: Modul Medan Em II

Atau

E x k2

i-1E x ki1

B

(IV.15a)

Ini berarti bahwa di dalam medium konduktif,

i) transversalitas masih bertahan ( 0E .

tetap berlaku).

ii) Hdan E

tidak lagi sefase; ada faktor redaman.

iii) E/H dan E/B bergantung pada ω; tidak sepenuhnya ditentukan oleh sifat medium.

Begitu pula panjang gelombang dan kecepatan rambatnya.

Page 26: Modul Medan Em II

V. PERAMBATAN ENERGI DAN MOMENTUM

Gerak gelombang merupakan proses perambatan “gangguan” tertentu. Setiap gangguan

memerlukan masukan energi/momentum. Karena itu gerak gelombang juga merupakan proses

perambatan energi dan momentum.

A. Arus Energi dan Persamaan Kontinuitas

Rapat energi medan elektromagnetik ditentukan oleh rumus:

H .BE .D2

1

HE2

1w 22

(V.1)

Laju perubahannya adalah:

t

BHE

t

w

.

t

D .

Dengan bantuan persamaan Maxwell (4) dan (3):

t

B- E x ,

t

D H x

Ungkapan t

w

dapat ditulis dalam bentuk:

E x .HH x .Et

w

dan dengan menggunakan identitas

)B x.(AB).A x ()B x A( .

maka diperoleh:

N.)H x E(.t

w

Page 27: Modul Medan Em II

atau 0

t

wN.

(V.2)

yang berbentuk persamaan kontinuitas arus energi dengan rapat arus energi (J/m2s)

H x EN

(V.3)

yang dikenal sebagai vector pointing.

B. Kekekalan Momentum Linier dan Tensor Regangan Maxwell

Rapat momentum linier dari medan elektromagnetik ditentukan dengan

Nv

1N

2 p

(V.4)

Laju perubahannya adalah

t

HxEHx

t

E

)HxE(t

t

p

Dengan menggunakan identitas A).A(A2

1Ax)Ax( 2

dan persamaan

(M’3) dan (M’4) untuk kasus ρ = 0, 0 J

,

Hx1

t

E,Ex

1H

t

sehingga persamaan laju di atas dapat ditulis dalam bentuk

0T.

t

p

(V.5)

dengan

)H.BE.D(I2

1HBEDT

(V.6)

yang terkenal sebagai tensor regangan Maxwell.

Page 28: Modul Medan Em II

VI. POLARISASI GELOMBANG TRANSVERSAL

Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang medan vector, arah getaran

medan dan menentukan jenis polarisasi gelombang yang terjadi. Berikut ini akan dibahas

polarisasi gelombang transversal dengan osilasi dan saling tegak lurus dan keduanya

tegak lurus dengan arah rambat . Persamaan umum gelombang datar transversal yang

menjalar dalam arah x3 adalah:

(VI.1)

dengan φ menyatakan beda fase antara komponen medan dalam arah dan yang saling

tegak lurus ( ). Dalam ungkapan diatas E1 dan E2 merupakan besaran real.

Karakteristik polarisasi diungkapkan melalui parameter parameter φ dan perbandingan E1/E2.

Berdasarkan dua parameter tersebut diatas, maka polarisasi gelombang transversal

dikelompokkan sebagai berikut.

A. Polarisasi Linier

Untuk keadaan dimana dan E1/E2 mepunyai nilai sembarang, maka:

(VI.2)

Gambar I.7

Jadi berosilasi dengan frekuensi ω/2π sepanjang garis lurus yang membuat sudut α dengan

sumbu x1 pada bidang x1 – x2.

x1

x3

x2

α

Page 29: Modul Medan Em II

B. Polarisasi Lingkaran

Untuk keadaan dimana dan E1/E2 = 1 (atau E1 = E2 = Eo), maka:

Variasi pada bidang diungkapkan oleh komponen-komponen bagian

realnya, yaitu:

Bentuk lengkap bagian real tersebut menjadi

(VI.3)

keadaan polarisasinya digambarkan oleh gerak melingkar vektor searah jarum jam (R) atau

berlawanan arah jarum jam (L), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.8

Gambar 1.8 Gambar 1.9

C. Polarisasi Eliptik

Untuk keadaan dimana nilai dan E1/E2 = sembarang

Variasi pada bidang diungkapkan oleh komponen-komponen bagian

realnya, yaitu:

dengan . E1 (t) dan E2 (t) pada persamaan di atas ini akan memenuhi persamaan

eliptik berikut ini (tunjukkan):

(VI.4)

Polarisasi elliptik ini ditunjukkan pada Gambar 1.9, lintasan gerak ujung vector membentuk

ellip yang dibatasi oleh segi empat siku-siku bersisi E10 dan E20.

ωt

Eo sin ωt

Eo cos ωt

E+ = EL

E- = ER

x1

x2

E1

E2

E20

E10

Page 30: Modul Medan Em II

VII. PEMANTULAN DAN PEMBIASAN

Bila suatu gelombang menjalar pada dua medium yang berbeda, maka pada

bidang batas kedua medium, gelombang tersebut akan mengalami pemantulan, pembiasan, dan

penyerapan. Berikut ini akan ditinjau untuk perbatasan antara dua medium dieliktrik dan

antara medium dieliktrik dan penghantar.

A. Hubungan Antara Arah-Hukum Snell

Gelombang datar yang datang pada bidang batas kedua medium:

(VII.1)

Gelombang datar yang dipantulkan oleh bidang batas kedua medium:

(VII.2)

Gelombang datar yang dibiaskan pada medium kedua:

(VII.3)

Ketiga gelombang tersebut diatas harus memenuhi syarat kontinuitas yang sama pada setiap

saat dan pada setiap titik pada bidang batas antara kedua medium, sebagai akibat dari

berlakunya syarat batas tersebut adalah:

i) Kontinuitas pada setiap t (ambilah x = 0) memberikan persamaan (7.4).

(VII.4)

ii) Kontinuitas pada setiap x dipermukaan batas (ambil t = 0) memberikan persamaan (7.5).

(VII.5)

yang menunjukkan bahwa terletak pada satu bidang datar, yaitu bidang

batas kedua medium. Dengan dan atau

, maka persamaan memberikan atau

(VII.6)

yang terkenal dengan hukum pemantulan snellius.

Selain itu dengan persamaan memberikan hubungan arah antara

gelombang datang dan gelombang bias, yaitu:

Page 31: Modul Medan Em II

(VII.7)

yang terkenal dengan hukum pembiasan snellius.

B. Hubungan Antara Medan-Rumus Fresnel

Pada pembahasan berikut ini akan dibedakan dua kasus polarisasi linier, yaitu

kasus transverse magnetic (TM) dan transeverse electric (TE).

Kasus TM dan Kasus TE

Pada kasus TM ini berlaku: //bidang datang, dan ┴ bidang datang, seperti

ditunjukkan pada Gambar VII.1

Gambar VII.1

Syarat batas yang berlaku adalah kontinuitas komponen tangensial (komponen //

bidang batas) pada bidang batas:

(VII.8)

(VII.9)

Berdasarkan Gambar VII.1, persaman-persamaan (VII.8) dan (VII.9) berubah menjadi:

(VII.10)

(VII.11)

Dengan dan persamaan (VII.11) menjadi:

(VII.11a)

θ1 θ1

θ2

Page 32: Modul Medan Em II

Koefisien pantul medium r// diperoleh dengan mengeliminasi E2 dari persamaan (VII.10) dan

persamaan (VII.11a), diperoleh:

(VII.12)

Dengan pendekatan yang berlaku untuk bahan nonmagnetik, yaitu

(VII.13)

rumus (VII.12) menjadi:

atau (VII.14)

Dengan cara yang serupa, yaitu dengan mengeliminasi akan diperoleh koefisien transmisi

medium t// sesuai dengan persamaan (VII.15).

(VII.15)

Untuk kasus TE akan diperoleh rumus-rumus:

(VII.16)

(VII.17)

Bentuk lain dari rumus Fresnel adalah:

(VII.18)

C. Konsekwensi Penting dari Rumus Snell dan Fresnel

Page 33: Modul Medan Em II

Pemantulan Internal Total

Dari hokum snellius untuk pembiasan:

tampak bahwa untuk kasus akan berlaku

Gambar VII.2

Pada Gambar VII.2 tampak bahwa θ2 akan mencapai 90o sebelum θ1 mencapai 90

o. Pada saat

θ2 = 90o berlaku:

atau (VII.19)

Sudut θc disebut sudut kritis, karena untuk setiap sudut datang θ1 yang lebih besar dari θc,

gelombang datang akan dipantulkan secara total, tidak ada bagian yang diteruskan ke dalam

medium kedua.

Untuk memahami gejala ini lebih lanjut, rumus r// dan r┴ dituliskan dalam bentuk:

(VII.20)

(VII.20a)

dengan .

Bila θ1 > θc maka , sehingga

θ2

n1

n2

θ1

θc

x1

x2

Page 34: Modul Medan Em II

Dengan demikian

(VII.21)

dengan

(VII.22)

Begitu pula (VII.23)

dengan

dan (VII.24)

Dari ungkapan-ungkapan r// dan r┴ diperoleh bahwa

, yang menunjukkan bahwa semua gelombang

dipantulkan

Dalam pemantulan internal total terjadi perubahan fase sebesar , dengan

(VII.25)

contoh aplikasinya pada Rhombus Fresnel sebagai polarisator atau analisator ditunjukkan pada

Gambar VII.3.

Gambar VII.3

Page 35: Modul Medan Em II

DAFTAR PUSTAKA

1. David J. Griffiths, Introduction To Electrodynamics,2nd

Edition, Prentice – Hall, Inc,

1986

2. John David Jackson, Classical Electrodynamics, 2nd

edition, John Wiley and Sons, 1975

3. Tjia M. O, Teori Elektrodinamika Kalsik, edisi 1997, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, 1997