Referat Imun Sari

Post on 07-Jul-2016

245 views 0 download

description

imun

Transcript of Referat Imun Sari

Tinjauan Pustaka Imunologi

FUNGSI DAN PEMERIKSAAN SEL LIMFOSIT Tγδ

Yulia Nadar Indrasari / Jusak Nugraha

Departemen Patologi Klinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya

I. PENDAHULUAN

Limfosit T dibagi menjadi 2 (dua) subpopulasi yang masing-masing

mengandung rantai TCR (T cell receptor) yang dikode oleh lokus gen α dan β

atau γ dan δ. Klasifikasi sel T tersebut disebut sel Tαβ dan sel Tγδ (Gertner et al.,

2007).

Sel limfosit Tγδ memiliki beberapa bentuk menyerupai sel imun alamiah

yang memungkinkan aktivasi awal sel limfosit Tγδ setelah pengenalan suatu

rangsangan melalui ligan (Bonneville et al., 2010).

Sel limfosit T memiliki molekul heterodimer di permukaan, yaitu reseptor

sel T (T cell receptor/TCR), untuk mengenali antigen spesifik yang

dipresentasikan oleh molekul MHC (major histocompatibility complex) dan

melakukan respons imun adaptif. Sel T paling banyak memiliki TCR rantai α dan

β. Namun, TCR yang dibentuk dari rantai γ dan δ menentukan subset sel T baru.

TCR γδ spesifik untuk berbagai jenis ligan, termasuk fosfoantigen bakteri,

molekul MHC-I nonklasik dan unprocessed protein (Ferreira, 2013).

Studi Allison et al., 1982 menyatakan bahwa TCR ditemukan pertama kali

pada awal tahun 1980-an sebagai mouse T cell lymphoma surface Ag yang

tersusun atas dua ikatan rantai bisulfida. Sel Tγδ ditemukan secara kebetulan pada

manusia dan mencit sekitar satu dekade yang lalu, diproduksi oleh semua

vertebrata dan masih dipelajari sampai saat ini. Sel Tγδ banyak ditemukan dalam

jaringan mukosa. Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa sel Tγδ mengenali

1

satu set antigen spesifik dan berperan penting dalam berbagai respons imun dan

proses homeostasis sel (Ferreira, 2013 ; Gertner et al., 2007).

Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah memberikan gambaran tentang

sel limfosit Tγδ terutama fungsinya dalam sistem imun dan pemeriksaan

laboratorium sehingga memperluas wawasan tentang pengenalan sel limfosit Tγδ.

II. SEL LIMFOSIT T γδ

2.1. DISTRIBUSI, MORFOLOGI, DAN FENOTIPE

Mekanisme pertahanan dapat mendeteksi stres yang disebabkan oleh

faktor penentu yang muncul setelah infeksi, cedera atau perubahan seluler.

Surveilans ini melibatkan proses imun alamiah dan adaptif. Respon imun

alamiah, terutama dimediasi oleh sel NK (Natural Killer) dan sel-sel

mielomonositik, yang siap diaktifkan setelah keterlibatan reseptor non-klonal

yaitu pattern recognition receptors (PRRs) , spesifik untuk determinan yang

diekspresikan luas oleh mikroorganisme atau di-up regulate oleh sel pejamu

pada respons terhadap stres sel. Keterlibatan PRR memicu respons inflamasi

yang awalnya mengarah ke peningkatan fungsi sel imun (mikrobisidal dan

2

Gambar 1. Dua kelas TCR, sel Tαβ yang terdiri dari rantai α dan β; sel Tγδ (rantai γ dan δ) (anonim, 2014).

fungsi sitotoksik), dan klirens agen, serta perbaikan jaringan dan

downmodulation sistem imun. Sel imun adaptif memiliki semua fungsi yang

mirip dengan sel imun alamiah, tetapi karena peran imunologi memori,

sehingga respons imun adaptif lebih cepat dan lebih kuat setelah terpapar lagi

oleh agen penyebab (Bonneville et al., 2010).

Pembentukan imunologi memori berdampak pada ekspansi sel T dan sel

B, spesifik untuk antigen, setelah melibatkan T cell receptors (TCRs) dan B

cell receptors (BCRs). Populasi klonal sel T dan sel B yang dikeluarkan,

memiliki fungsi efektor terbatas untuk klirens agen pada saat tertentu di suatu

jaringan. Sel imun alamiah terlibat dalam induksi respons imun adaptif.

Pertama, sel ini menginternalisasi patogen dan sel mati secara efisien dan

memprosesnya ke dalam peptida antigen yang dipresentasikan molekul MHC

ke sel Tαβ konvensional. Kedua, sel ini mengintegrasikan sel inflamasi dan

sel yang berbahaya untuk memberikan isyarat dalam bentuk stimuli yang

mengarah sel Tαβ ke polarisasi fungsional yang tepat dan respons sel B

(Bonneville et al., 2010).

Respons imun alamiah mendahului respons imun adaptif secara umum,

tetapi interaksi terbalik dari adaptif ke efektor imun alamiah juga

berkontribusi ke rekrutmen dan aktivasi awal sel imun alamiah dan polarisasi

fungsional sel T MHC-restricted selanjutnya. Sel T yang berperan dalam

interaksi terbalik ini melibatkan sel Tαβ dibatasi oleh molekul non-polimorfik

MHC kelas I (CD 1d) dan MHC-related protein 1 (MR1) (dikenal sebagai sel

NKT invarian dan mucosa-associated invariant T cells), begitu juga sel T

yang mengekspresikan TCR γδ (Bonneville et al., 2010).

Sel-sel limfosit ini yang telah disebut non-konvensional, transisional

atau innate-like. Sel Tγδ mirip dengan sel T non-konvensional lain, sel Tγδ

mengenali antigen non-peptida yang diatur oleh stressed cells, distribusi dan

ekspresinya menyerupai pathogen associated molecular patterns (PAMPs)

atau danger associated molecular patterns (DAMPs) yang dikenali oleh PRR

(Bonneville et al., 2010).

3

Sel Tγδ memiliki fenotipe pre-aktivasi yang berasosiasi dengan

upregulasi penanda memori di awal perkembangan. Status pre-aktivasi ini

memungkinkan induksi fungsi efektor secara cepat setelah deteksi tissue

stress. Bentukan penting sel Tγδ lain pada permukaan epitelial, seperti pada

kulit dan hati, mukosa saluran pernafasan, pencernaan, dan organ reproduksi,

ke tempat mereka bermigrasi di awal perkembangan dan bertahan sebagai sel

residen. Sel Tγδ sering mengekpresikan invarian, atau terkait erat dengan

TCR γδ di suatu jaringan tertentu, berbeda dengan jaringan lain,

mencerminkan homogen, tetapi berbeda dalam pengenalan antigennya (tabel

1). Peran fisiologis sel Tγδ termasuk pertahanan dan perlindungan terhadap

patogen intraseluler dan ekstraseluler, surveilans tumor, modulasi respons

imun alamiah dan adaptif, penyembuhan jaringan dan perawatan sel epitelial,

dan regulasi fungsi organ secara fisiologis (Bonneville et al., 2010).

2.1.1. Distribusi

Sel Tγδ dapat ditemukan dari spesies ke spesies atau dari satu

organ tubuh ke organ lain melalui TCR γδ berbeda. Usia dan riwayat

imunologis (riwayat infeksi) individu merupakan dua faktor penting

yang sangat mempengaruhi frekuensi sel Tγδ di suatu jaringan tertentu.

Sel Tγδ terdapat sekitar 1-5% dari seluruh sel T dalam darah perifer

manusia sehat, dan terbanyak 3% dari sel T di limpa dan kelenjar limfe

mencit sehat. Fraksi sel T yang mengekspresikan TCR γδ sangat

meningkat pada epitel yang terpapar mileu eksterna secara langsung

(Gertner et al., 2007).

Sel Tγδ muncul sebelum sel Tαβ selama ontogeni timus dan

predominan pada awal stage (hari ke-14 sampai hari ke-18 setelah

konsepsi dalam mencit) perkembangan fetus. Sel Tγδ membuat fraksi

kecil pada timosit mencit dan manusia serta sel T pada limpa, kelenjar

limfe dan darah perifer setelah kelahiran, tetapi banyak ditemukan dalam

4

jaringan epitelial, seperti epidermis dan mukosa saluran pencernaan

serta saluran reproduksi. Mirip dengan reseptor sel B dan reseptor sel

Tαβ (TCR), TCR γδ dihasilkan dari pengaturan ulang somatik segmen

gen V (variable), D (diversity), dan J (joining). Keragaman struktur

TCR γδ tergantung pada penggunaan kedua kombinasi set yang berbeda

dari segmen V, D dan J serta proses diversifikasi junctional terkait

dengan penambahan atau hilangnya jumlah variabel nukleotida pada

ikatan V-Jγ, V-Dδ atau D-Jδ. Tabel 1 menunjukkan subset sel Tγδ

invarian berasal dari timosit γδ fetus, tidak seperti subset perifer yang

mengekspresikan TCR γδ lebih beragam (Bonneville et al., 2010).

Tabel 1. Frekuensi dan Distribusi Sel Tγδ (Bonneville et al., 2010).

Spesies Lokasi Perifer Penggunaan Segmen V gene Diversitas V(D)J

Predominan

Mencit Timus Dewasa Beragam Tinggi

Limpa Vγ1 dan Vγ4 Tinggi

Limfonodus Beragam Tinggi

Epidermis Vγ5Vδ1 Invarian

Hati Vγ1Vδ6.3, Vγ4 dan Vγ6 Intermediate

Epitel Usus Vγ7Vδ4, Vγ7Vδ5 dan Vγ7Vδ6 Intermediate

Epitel Uterovagina Vγ6Vδ1 Invarian

Epitel Paru Vγ4 dan Vγ6 Intermediate

Manusia Timus Vδ1 Tinggi

Darah Perifer Vγ9Vδ2 Intermediate

Limpa Vδ1 Tinggi

Hati Vδ1 dan Vδ3 Tinggi

Epitel Usus Vδ1 dan Vδ3 Tinggi

Dermis Vδ1 Tinggi

2.1.2. Morfologi

Sel limfosit Tγδ matur tidak dapat dibedakan dari sel limfosit B

atau limfosit Tαβ di darah perifer, limpa, dan kelenjar limfe dengan

5

pewarnaan Giemsa atau May-Grunwald. Sel limfosit Tγδ sering terlihat

bulat dan halus, diameter ± 7-12 µm, nukleus sentral sirkular dengan

kromatin tampak memadat dikelilingi sitoplasma sedikit berwarna biru

muda pada keadaan istirahat. Ketika sel ini teraktivasi in vitro atau

terjadi infeksi mikroba atau virus, limfosit Tγδ muncul seperti limfosit

Tαβ yang teraktivasi, cukup besar dengan bentuk granuler dan lebih

ireguler. Bentuk ini sering dimiliki oleh sel Tγδ yang terletak di mukosa

dan epitel berlapis, dapat menunjukkan morfologi ‘dendritic-like’ yang

tidak biasa seperti pada sel Tγδ intraepidermal mencit, kondisi ini

dikenal sebagai sel T dendritik epidermal (Gertner et al., 2007).

Tabel 2. Perbandingan antara sel Tαβ dan sel Tγδ mencit (Girardi,

2006).

Feature αβT cells γδ T cells

CD4 and CD8 Major subsetting based on Predominantly CD4-CD8-

phenotype CD4 or CD8 expression (double-negative); murine

Intestinal IELs may be

CD8αα+

Antigen type and Peptide antigen in the grooves Identification of TCR ligands

presentation of MHC-I or-II; primary incomplete; β2 microglobulin

responses require APC independent; some subsets

recognize MHC-Ib molecules

T helper functions Predominantly CD4+; T helper T helper 1 and 2 cytokine

1 and 2 cytokine profiles profiles

T cytotoxic Predominantly CD8+; e.g., Various subsets using the same

functions perforin/granzyme production, mechanisms

Fas ligand-mediated, NKG2D-

mediated

T regulatory Various T regulatory subsets Attributable to various subsets,

functions including CD4+CD25+cells including murine Vγ5+ DETCs and human Vγ1+

TCR junctional Relatively vast Relatively limited; especially

diversity limited for IEL populations

6

2.1.3. Fenotipe

Rantai TCR γ dan δ, secara definisi merupakan penanda yang

paling reliabel dalam identifikasi dan isolasi sel Tγδ , permukaan sel Tγδ

mengangkut satu set molekul permukaan dalam jumlah besar yang

ekspresinya dapat dideteksi secara flowcytometry dengan berbagai label

antibodi monoklonal. Penanda ini terbanyak digunakan oleh sel Tαβ

(contoh : CD2, CD3, CD7) dan sel hematopoietik lain (CD18, CD58),

beberapa diekspresikan oleh suatu subset sel T ke subset yang lain

(Gertner et al., 2007).

Koreseptor CD4 atau CD8 pada tikus dan manusia ditemukan

sebagian besar sel Tαβ matur tetapi hanya sebagian kecil sel Tγδ berasal

dari bagian nonepitelial. Sel Tγδ CD8+ lebih sering ditemukan dalam

darah dan limpa hewan ternak dan burung. Berbeda dengan sel Tαβ

CD8+ yang secara umum mengekspresikan koreseptor CD8 heterodimer

(disusun dari subunit α dan β), kebanyakan sel Tγδ mengekspresikan

molekul CD8 ‘αα’ homodimer (Gertner et al., 2007).

Berikut adalah beberapa penjelasan untuk perbedaan fenotipe

terkait dengan bentuk perkembangan yang berbeda, spesifisitas antigen

dan aktivasi sel Tαβ dan sel Tγδ. Secara khusus, banyak sel Tγδ yang

tidak memiliki koreseptor CD4 atau CD8, mencerminkan reaktivitas

penting terhadap MHC-unrelated ligands. Ekspresi CD8 αα homodimer

oleh sel Tγδ intraepitelial usus mungkin disebabkan karena stimulasi in

vivo yang kronis. Ekspresi CD8 homodimer tidak seperti CD8

heterodimer, dapat diinduksi pada berbagai sel limfoid, termasuk sel Tγδ

dan sel NK, setelah aktivasi secara in vitro. Apalagi sel Tγδ CD8 yang

didapatkan secara ex vivo menunjukkan beberapa bentuk fenotipe dan

fungsi preaktivasi / sel T memori seperti CD25 atau CD45RO. Sel Tγδ

7

sering berbagi beberapa penanda dengan sel NK, termasuk koaktivasi

NKGD2 homodimer, reseptor FcγRIII CD16 dan CD56. Beberapa

inhibitor reseptor berikatan dengan MHC kelas I (INMR), seperti

CD94/NKG2 heterodimer, yang sering dideteksi pada sel NK dan sel

Tγδ dalam darah, tetapi jarang ditemukan pada sel Tαβ (Gertner et al.,

2007).

Ekspresi INMR memungkinkan sel Tγδ memodulasi aktivasi

sinyal yang diterima dari sinaps imunologis. Selain itu, INMR dapat

membantu mengendalikan reaktifitas beberapa subset sel Tγδ dengan

mengirimkan sinyal inhibitor melalui interaksi dengan molekul MHC

kelas I (Gertner et al., 2007).

2.2. ONTOGENI SEL Tγδ

Aspek utama perkembangan sel Tγδ masih belum jelas sampai saat

ini, begitu juga mekanisme perbedaan ekspresi segmen Vγ dan Vδ di timus

(Ferreira, 2013).

Dua (2) subset mayor yang predominan di manusia adalah Vγ9Vδ2

dan Vγ1Vδ2. Vγ9 meningkat 25% dari total sel Tγδ dalam darah tali pusat

hingga sekitar 70% dalam darah manusia dewasa; pada saat yang

bersamaan, proporsi Vγ1 turun dari 50% hingga mencapai < 30%.

Sebagian besar Vγ9 memiliki memori fenotipe CD45RO aktif, akibat

stimulasi ligan TCR Vγ9Vδ2, seperti komponen antigen mycobacteria

(nonproteinaceous phosphate-bearing antigenic components), Plasmodium

falciparum, superantigen staphylococcal enterotoxin A (Delves et al.,

2011).

2.2.1. Perkembangan di Timus

Gelombang pertama perkembangan sel T selama masa

embriogenesis mencit, pada hari ke-14 masa gestasi, berasal dari double

negative (DN) sel Tγδ. Pada manusia, pengaturan ulang gen TCR δ

8

pertama kali dapat dideteksi saat minggu ke-9 masa gestasi. TCR γδ

terdiri dari segmen Vγ spesifik yang diekspresikan dan diganti berurutan

di timus mencit selama ontogeni. Ekspresi Vγ3 ditemukan hanya di awal

timosit timus mencit dan, epidermis mencit dewasa, yang diikuti oleh

Vγ4, Vγ2 (dinamakan juga Vγ9) dan terakhir Vγ5. Pada timus dewasa,

terdapat suatu ‘tombol’ menuju produksi sel Tγδ yang memiliki segmen

Vγ2, Vγ1.1 dan Vγ1.2 dengan beragam sekuens ikatan yang akan

bermigrasi ke organ limfoid sekunder. Namun, beberapa subset sel T

dewasa memiliki TCR invarian yang muncul di awal timus fetus. Sekitar

75 % sel Tγδ pada mencit dewasa mengekspresikan Vδ4, Vδ5 atau Vδ6,

dengan Vδ1 yang dibatasi oleh timus fetus. Pada mencit dewasa, hampir

50% - 90% sel Tγδ perifer berupa sel T Vγ9+Vδ2+, sedangkan pada

manusia dewasa angka ini mencapai 98% (Ferreira, 2013).

Perkembangan sel T di timus memerlukan tiga (3) proses seleksi

untuk memastikan bahwa sel T matur dapat berfungsi dan tidak

otoreaktif, yaitu melalui proses seleksi β, seleksi positif dan seleksi

negatif (Ferreira, 2013).

Seleksi β merupakan faktor penting dalam penentuan sel Tαβ atau

sel Tγδ. Selama seleksi β, timosit CD4-CD8- DN3 dihasilkan di kapsul

timus melalui V(D)J recombination untuk menghasilkan rantai TCR β

fungsional. Di samping itu, CD3 dan PTCRA, yang mengkode rantai

pre-TCR α, juga diekspresikan. Penyusunan komponen ini dengan benar

pada permukaan sel akan membentuk pre-TCR fungsional, melalui

program pengembangan yang nantinya menekan TCR β recombination,

menjaga klonalitas TCR, dan mengaktifkan ekspresi CD4 dan CD8

secara simultan. Seleksi β tidak berlangsung dalam prekursor sel Tγδ.

Selain itu, maturasi ke tahap timosit double positive (DP) disertai

dengan downregulation ekspresi TCRγ dan TCRδ, bersama dengan

aktivasi TCRα (Ferreira, 2013). Pada tahap seleksi β, timosit double

negative (DN) harus mengekspresikan TCRγδ atau pre-TCR, dimana

9

sinyal TCRγδ lebih kuat dibandingkan sinyal pre-TCR sehingga dapat

mengarahkan γδTCR+ DN progenitors ke dalam lineage sel Tγδ.

Pengaturan atau penyusunan gen TCR muncul secara berurutan, dimana

lokus TCR γ, δ, dan β disusun pertama kali kemudian diikuti lokus TCR

α pada hari berikutnya (Ferreira, 2013; Gertner et al., 2007).

Selama perkembangan sel Tγδ intratimus, timosit αβ melalui

beberapa ‘pos pemeriksaan’ yang memungkinkan selective survival dan

ekspansi sel sehingga dapat melewati tahap maturasi dan eliminasi

hingga selesai. Ada dua (2) poin penting. Setelah produksi rantai β

fungsional, sel prekursor akan menerima sinyal maturasi dari pre-TCR

(β/pTα) yang akan berdiferensiasi ke timosit CD4/CD8 double positive

(DP). Kemudian timosit DP yang telah menghasilkan TCR αβ terseleksi

(menunjukkan afinitas/aviditas cukup untuk kompleks MHC-peptida)

akan menerima sinyal menuju maturasi akhir (seleksi positif) jika TCR

menunjukkan aviditas intermediate, atau menunjukkan apoptosis

(seleksi negatif) jika TCR self-reactive sangat kuat. Sel Tγδ sebagai

kontrol epigenetik yang kompleks masih menjadi perdebatan sampai

saat ini. Sel Tγδ tidak melalui suatu DP stage dan tidak menerima sinyal

maturasi lewat struktur seperti pre-TCR. Sel Tγδ seperti sel Tαβ melalui

proses seleksi positif dan seleksi negatif. Pada mencit transgenik, TCR

γδ diarahkan langsung pada molekul MHC kelas Ib polimorfik. Sel yang

membawa TCR γδ transgenik reaktif kuat terhadap alel self-MHC class

Ib akan dieliminasi atau inaktivasi (misal : jika terseleksi negatif), dan

sel ini gagal untuk berkembang pada mencit yang tidak memiliki

molekul MHC kelas Ib (sel ini memerlukan sinyal seleksi positif)

(Gertner et al., 2007).

2.2.2. Perkembangan Ekstratimus

Perkembangan sel Tγδ tergantung timus, berbeda dengan sel Tαβ.

Piliero et al., 2004 menyatakan bahwa pasien complete DiGeorge

10

syndrome mengalami hipoplasia timus berat dan tidak memiliki sel Tαβ

di usia muda, namun mereka memiliki sel Tγδ normal. Studi pada

mencit yang tidak memiliki timus, menunjukkan bahwa penyusunan

kembali gen TCR, muncul pada awal minggu pertama masa gestasi

(pembentukan pre-timus) di hati fetus, dimana muncul hematopoiesis

dini. Wucherpfennig et al., 1993 menyatakan bahwa klon sel Tγδ hati

fetus manusia yang ditemukan, menunjukkan penyusunan kembali TCR

γδ, berbeda dari sel Tγδ timus di masa awal, dan menunjukkan bahwa

hati fetus manusia merupakan tempat perkembangan sel Tγδ (Ferreira,

2013).

2.2.3. Seleksi Perifer

Perbandingan antara kompartemen limfosit timus dan limfosit

perifer mencit menunjukkan bahwa persentase sel T Vγ9Vδ2+ perifer

lebih besar daripada timus. Sel T Vγ9Vδ2+ mengenali antigen Listeria

monocytogenes, menunjukkan bahwa seleksi perifer berperan dalam

generasi sel Tγδ. Beberapa studi pada manusia menunjukkan bahwa sel

Tγδ manusia juga mengalami seleksi perifer. Sel T Vδ2+ meningkat

secara proporsional sesuai usia, dengan peningkatan tertinggi pada usia

6 tahun, sedangkan sel T Vδ1+ menurun seiring dengan pertambahan

usia (segmen Vδ1 paling banyak digunakan oleh TCR dari tissue-

spesific γδT cells). Peningkatan jumlah sel T Vδ2+ tidak disertai

perubahan timus. Peningkatan jumlah sel T Vδ2+ berkorelasi dengan

ekspresi CD45RO dipermukaan sel, menunjukkan proliferasi terhadap

respons paparan antigen (Ferreira, 2013).

III. FUNGSI SEL LIMFOSIT Tγδ DALAM SISTEM IMUN

Peningkatan bukti dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sel Tγδ

berperan khusus dalam respons imun yang terpisah secara jelas dari kelas

limfosit lain. Namun, penekanan tentang peran sel Tαβ CD4+ dan CD8+,

11

begitu juga sel NK, TCR γδ mendukung teori bahwa sel Tγδ merupakan

suatu diverse arm sistem imun dengan subset lain dan peran yang berbeda

dalam respons imun (Ferreira, 2013).

3.1. AKTIVASI SEL Tγδ

Ekspansi dan diferensiasi fungsional sel Tαβ MHC-restricted

memerlukan keterlibatan TCR dan reseptor ko-stimulator yang berfungsi

secara bersama-sama dalam mengeluarkan sinyal dengan kekuatan, durasi,

dan kualitas yang adekuat. Danger associated molecular patterns

(DAMPs) dikenali oleh reseptor ko-stimulator, akan menentukan apakah

prekursor sel T naif akan berkembang dan berdiferensiasi menjadi sel

efektor. Pada sel Tγδ, deteksi stress-induced molecules dilakukan oleh

TCR dan molekul non-TCR (seperti Toll-like receptors (TLRs)), serta

natural killer receptors (NKRs) yang bekerja secara terpisah, sinergis atau

membantu mengaktifkan fungsi efektor sel Tγδ tertentu (Bonneville et al.,

2010).

3.2. PENGENALAN INFEKSI DAN CELL STRESS MELALUI TCR γδ

Beberapa ligan yang berinteraksi dengan TCR γδ adalah molekul

MHC atau molekul terkait MHC (seperti molekul mouse T10 dan T22 atau

molekul CD1c manusia). TCR γδ juga berikatan dengan MHC-unrelated

molecules, seperti glikoprotein virus atau kompleks ATPase heteromer.

Ikatan terhadap MHC-unrelated molecules dapat mencerminkan reaksi

silang secara kebetulan terhadap TCR γδ yang juga mengikat molekul

terkait MHC atau pengenalan determinan heterogen secara fisiologis.

Terlepas dari spesifisitas TCR γδ, semua ligan TCR γδ dapat mengalami

regulasi atau disregulasi dalam respons infeksi selular. Karakteristik

seperti DAMP ini juga dimiliki oleh ligan TCR γδ lain. Suatu studi

menggunakan TCR γδ rekombinan berasal dari sel T Vγ6Vδ1+ dan

Vγ1Vδ6.3+ invarian mencit menunjukkan upregulation masing-masing

12

ligan dengan cepat di makrofag peritoneal setelah infeksi Listeria

monocytogenes, dan upregulation ligan TCR Vγ6Vδ1 setelah

pensinyalan TCR (Bonneville et al., 2010).

Contoh pengenalan stress-induced molecules dan PAMP yang

dilakukan oleh sel T Vγ9Vδ2+ manusia yang diaktivasi oleh jalur

metabolit isoprenoid yang dikenal sebagai fosfoantigen. Sel T Vγ9Vδ2+

manusia dapat diaktifkan oleh fosfoantigen dalam jumlah sangat kecil

(<1nM) yang diproduksi dari jalur isoprenoid yang ada dalam

mikroorganisme, tetapi sel T ini 1000x kurang sensitif terhadap

fosfoantigen yang diproduksi dari jalur mevalonat di dalam sel mamalia.

Hal ini memungkinkan deteksi jaringan yang terinfeksi fosfoantigen

mikroba oleh sel T Vγ9Vδ2+ manusia secara efisien. Sel mamalia yang

teraktivasi atau mengalami transformasi, fosfoantigen diregulasi dengan

kuat hingga mencapai tingkat yang cukup untuk mengaktifkan sel T

Vγ9Vδ2+, mendukung peranan dalam pengenalan cell stress dan infeksi.

Mekanisme ini belum terlalu jelas dan diduga melibatkan reseptor

permukaan sel yang memiliki afinitas dengan substrat fosforilasi, yaitu

ecto-F1 ATP synthase complex. Pengenalan stres dan infeksi juga

dilakukan oleh sel T Vδ1 manusia, yang banyak bereaksi terhadap sel

epitel tumor dan sel yang terinfeksi virus herpes dengan bantuan TCR

(Bonneville et al., 2010).

13

Gambar 2. Pengenalan cellular stress dan infeksi oleh sel Tγδ (Bonneville et

al., 2010).

Sel Tγδ dapat mengenali tiga (3) rangkaian stimulus penginduksi

stress secara terpisah, melalui penambahan, atau sinergisme (gambar 2),

yaitu : ligan TCR terkait MHC , ligan TCR MHC-unrelated (seperti

molekul polymorphic MHC class I-like human CD1 dan molekul T10 dan

T22 mencit, mikroba dan fosfoantigen endogen), berbagai molekul

permukaan sel (seperti retinoic acid early transcript 1 (RAE1) dan MHC

class I polypeptide-related sequence A (MICA)) yang terlibat dalam

aktivasi natural killer receptors (NKR) seperti NK grup 2, member D

(NKG2D), dan danger-associated molecular patterns (DAMP) atau

pathogen-associated molecular patterns (PAMP) yang dikenali oleh PRR

(Toll-like receptors (TLR) dan dectin 1) (Bonneville et al., 2010).

III.3.PENGENALAN INFEKSI DAN CELL STRESS MELALUI

RESEPTOR LAIN

14

Deteksi cellular stress oleh sel Tγδ juga melibatkan reseptor non-

klonal seperti TLR dan NKR yang diregulasi setelah diferensiasi

fungsional sel T memori. Respons sel Tγδ terhadap tumor dan sel yang

terinfeksi diaktifkan oleh activating and inhibitory immunoglobulin-like

or lectin-like NKRs. Aktivasi reseptor natural killer group 2, member D

(NKG2D) sangat berperan dalam proses ini karena ekspresi NKG2D oleh

sel Tγδ dan reaktivitasnya terhadap ligan terkait MHC, diregulasi oleh sel

yang terinfeksi. NKG2D berfungsi sebagai kostimulator dengan TCR γδ

secara sinergis, tetapi NKG2D juga dapat memicu respons sitotoksik oleh

sel T Vγ5Vδ1+ intraepidermal mencit terhadap epitel tumor atau sel T

Vγ9Vδ2+ manusia melawan infeksi virus tanpa keterlibatan TCR.

Mekanisme yang mendasari aktivasi NKG2D yang tergantung TCR dan

yang tidak tergantung TCR masih belum jelas, tetapi kemungkinan

dipengaruhi oleh konteks jaringan yang mengalami aktivasi sel Tγδ dan

derajat paparan sel oleh sitokin inflamasi sebelumnya (Bonneville et al.,

2010).

Keterlibatan TLR dan NOD-like receptors oleh PAMP (pathogen

associated molecular patterns) dapat memicu respons inflamasi awal yang

dimediasi oleh sel imun alamiah dan sel limfosit T termasuk sel Tγδ.

Beberapa studi menjelaskan bahwa interaksi antara bakteri ekstraseluler

dan PRR (seperti TLR2 dan dectin 1/CLEC7A) yang diekspresikan oleh

sel T Vγ6Vδ1+ mencit berperan dalam aktivasi dini sel Tγδ pada infeksi

peritoneal. Secara umum, aktivasi respons sel Tγδ oleh PAMP dilakukan

secara tidak langsung, melibatkan TLR yang memicu pelepasan sitokin

proinflamasi oleh sel dendritik. Mirip dengan sel NK dan sel NKT

invarian seperti aktivasi tidak langsung, yang dapat dilakukan dengan atau

tanpa bantuan TCR atau NKR, menyebabkan induksi dini produksi IFNγ

melalui mekanisme umpan-balik positif yang melibatkan IL-12 atau IFNγ

tipe I. PAMP juga dapat memicu produksi IL-17 oleh sel T Vγ6Vδ1+

15

mencit secara tidak langsung melalui induksi produksi IL-23 oleh sel

dendritik dengan bantuan TLR2 dan NLR (Bonneville et al., 2010).

III.4.FUNGSI EFEKTOR

Sel Tγδ memiliki fungsi efektor luas yang mencerminkan

keterlibatannya dalam proses patofisiologi. Sel Tγδ dapat ‘membunuh’ sel

terinfeksi, sel teraktivasi atau sel yang bertransformasi, melalui jalur yang

melibatkan death-inducing receptors seperti CD 95 (juga dikenal dengan

FAS) dan TNF-related apoptosis-inducing ligand receptors (TRAILR),

dan pelepasan molekul efektor sitotoksik seperti perforin dan granzim.

Selain itu, sel Tγδ juga berperan dalam klirens patogen secara langsung

dengan menghasilkan molekul bakteriostatik dan molekul bersifat litik

seperti granulisin dan defensin, dan secara tidak langsung dengan

menginduksi fungsi antibakteri pada sel-sel efektor imun dan sel epitel

(Bonneville et al., 2010).

Sel Tγδ dapat menghasilkan sitokin imunomodulator yang berperan

dalam melindungi sistem imun terhadap virus dan patogen intraseluler

(TNF dan IFNγ), bakteri ekstraseluler dan jamur (IL-17), dan parasit

ekstraseluler (IL-4, IL-5, dan IL-13). Respons sitokin ini juga mendasari

peran sel Tγδ pada proses imun akibat stress-induced, seperti inflamasi

tumor (tumour-induced inflammation) melalui produksi IFNγ, IL-6, dan

GM-CSF, otoimun (melalui produksi IFNγ dan IL-17), dan alergi serta

asma (melalui produksi IL-4 dan IL-13). Sel Tγδ juga berperan dalam

down-regulation sel efektor imun alamiah dan adaptif dengan

menghasilkan sitokin imunosupresif transforming growth factor-β (TGF

β dan IL-10), dan membantu pemulihan jaringan serta regenerasi sel epitel

melalui produksi faktor pertumbuhan sel epitel (keratinocyte growth

factor 1 (KGF1; juga dikenal dengan FGF7) dan KGF2 (juga dikenal

16

dengan FGF10)) dan memproduksi survival factors (EGF1; atau

fibropellin 1) (Bonneville et al., 2010).

III.5.IMUNOSURVEILANS ANTIMIKROBA OLEH SEL Tγδ

Studi Chen dan Letvin, 2003 menunjukkan peran Tγδ yang luas pada

pasien terinfeksi lepra, tuberkulosis, malaria, tularemia, salmonellosis,

brucellosis, atau meningitis bakteri akibat Haemophilus influenzae,

Neisseria meningitidis, atau Streptococcus pneumoniae. Respons

pengenalan yang luas ini akibat stimulasi Vγ9Vδ2 secara langsung oleh

salah satu rangkaian utama senyawa non-peptida : isopentenyl

pyrophosphate dan mediator lain jalur mevalonat; dan alkylamines,

dimana senyawa non-fosfat banyak ditemukan di tanaman dan bakteri.

Stimulator paling poten sel T Vγ9Vδ2 adalah (E)-4-hydroxy-3-methylbut-

2-enyldiphosphate, salah satu prekursor sintesis isopentenyl

pyrophosphate. Fosfoantigen banyak ditemukan terekspresi dalam sel

tumor manusia yang menggambarkan keadaan peningkatan stres

metabolik, dan akan merangsang sel T Vγ9Vδ2 untuk mensekresi molekul

sitotoksik (Girardi, 2006).

Sel T Vγ9Vδ2 manusia dapat meningkatkan komponen sistem imun

lain setelah paparan agen infeksi atau sel yang mengalami stres metabolik

atau sel yang akan mati, melalui sekresi kemokin secara cepat dan sekresi

sitokin Th1 seperti IFNγ; sel Vγ9Vδ2 juga dapat menstimulasi NK, NKT,

dan sel Tαβ. Sel Vγ9Vδ2 juga dapat berfungsi sebagai antigen-presenting

cells (APC) profesional yang dapat mencerna, memproses, dan

mempresentasikan peptida antigen untuk menstimulasi CD4+ dan CD8+

(Girardi, 2006).

17

Gambar 3. Imunosurveilans oleh sel Tγδ pada kulit mencit (Girardi,

2006).

Gambar 3 menjelaskan tentang sel Tγδ yang dapat mengenali

kerusakan pada sel keratinosit yang menggambarkan ligan TCR maupun

ligan untuk NKG2D (seperti retinoic acid early-1 (Rae-1)). Sel keratinosit

yang rusak ini mudah tereliminasi melalui sekresi granzim dan perforin.

Secara bersamaan, sel Tγδ dapat meningkatkan ‘microscopic wound

healing’ melalui pelepasan fibroblast growth factor-VII (FGF-VII;

keratinocyte growth factor I) dan IGF-1, menstimulasi sel keratinosit sehat

di sekitarnya untuk berproliferasi dan mengisi pori-pori yang kosong.

Sekresi molekul anti-inflamasi juga dapat melindungi barier epidermis

kulit dari mediator oksidatif yang dilepaskan oleh neutrofil. Sekresi IFNγ

dari sel Tγδ dapat meningkatkan fungsi antimikroba, antitumor, dan

meningkatkan aktivitas sel NK dan sel αβ lain dalam mempertahankan

integritas epidermis kulit (Girardi, 2006).

18

Tabel 3. Karakteristik subset sel Tγδ berdasarkan TCR (Girardi, 2006).

III.6. SPESIALISASI FUNGSIONAL SEL LIMFOSIT T γδ

Populasi sel Tγδ dapat memiliki beragam fungsi, tetapi subset

individu dalam populasi sel Tγδ dengan sifat efektor lebih terbatas,

19

tergantung ekspresi TCR, lokasi jaringan, dan status aktivasi sel Tγδ. Sel

T Vγ5Vδ1+ intraepidermal dan Vγ7+ intestinal epithelial lymphocytes

(IELs) mencit menunjukkan peningkatan fungsi sitoprotektif,

imunomodulator, dan fungsi antibakteri setelah kerusakan sel epitel atau

setelah tumorigenesis, dan hal ini berhubungan dengan produksi

epithelial cell trophic factors (seperti keratinocyte growth factors (KGFs),

epidermal growth factors (EGFs), dan insulin-like growth factor 1

(IGF1)), sitokin inflamasi (seperti IL-2 dan IFNγ) dan peningkatan

aktivitas sitotoksik. Hal ini berbeda dengan sel T Vγ6Vδ1 mencit yang

terutama menghasilkan IL-17 selama inflamasi paru, sel T Vγ1Vδ6.3+

mencit menghasilkan IL-4 dan IFNγ di hati. Hal ini menunjukkan

kemiripan dengan spesialisasi fungsional sel Tγδ manusia : sel T Vδ2+

manusia memiliki aktivitas sitotoksik yang tinggi dan menghasilkan IFNγ

dan TNF dalam jumlah banyak; sedangkan sel T Vδ1+ memiliki aktivitas

sitotoksik lebih rendah dan menghasilkan sitokin seperti IL-4 dan IL-17

(Bonneville et al., 2010).

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEL LIMFOSIT T γδ

4.1. METODE FLOW IMMUNOPHENOTYPE

4.1.1. Spesimen (Anonim, 2014).

1. Darah vena perifer dengan antikoagulan heparin atau EDTA sebanyak

2-5 ml.

2. Aspirasi Sumsum tulang dengan antikoagulan heparin (lebih

dianjurkan) atau EDTA sebanyak 1-3 ml.

3. Kultur sel Tγδ dari darah perifer yang diperoleh dari peripheral blood

mononuclear cells (PBMCs), dengan media kultur RPMI 1640.

4. Fresh Tissue Biopsy dengan media kultur jaringan RPMI 1640.

Suspensi sel yang mengandung >95% sel mononuklear viabel,

tanpa eritrosit dan debris, didapat dari spesimen jaringan dan sampel

darah perifer dengan cara Ficoll-hypaque density gradient centrifugation.

20

4.1.2. Flowcytometric Analysis (Inghirami et al., 1990; Kang et al., 2009).

1. Alat yang digunakan : FACS-scan fluorescent activated cell sorter

(Becton Dickinson) dengan laser Argon atau FACSCalibur Flow

Cytometer (Becton Dickinson) menggunakan perangkat lunak Cell

Quest.

2. Debris dan sel yang mati dieksklusi dengan gating dan pengecatan

propidium iodide (PI). Sinyal emisi fluoroisotiosianat, fikoeritrin, dan

duokrom (DC) dikumpulkan dengan filter pada panjang gelombang

530, 575, dan 625 nm setelah mengalami amplifikasi logaritmis.

Flowcytometric Analysis satu warna : 1x106 sel diinkubasi dengan

PBS yang mengandung bovine serum albumin (BSA) dan 0,1% sodium

azide (PBS-BSA) dengan total volume 100 µl setelah diencerkan dengan

sejumlah antibodi monoklonal selama 30 menit, suhu 4°C. Sel dicuci

dengan PBS-BSA 3x, kemudian diinkubasi dengan solid-phase human

immunoglobulin-absorbed, fluoroscein isothiocyanate (FITC)-

conjugated F(ab1)2 fragments of goat anti-mouse immunoglobulin

(1:200; Organon Technike, Malvern, PA).

Flowcytometric Analysis dua dan tiga warna : 1x106 sel

diinkubasi dengan antibodi monoklonal anti-δ dan dilanjutkan inkubasi

dengan (FITC)-F(ab1)2 fragments of goat anti-mouse immunoglobulin.

Setelah pencucian, sel diinkubasi dengan serum mencit (dilusi 1:10)

(Sigma Chemical) selama 20 menit pada suhu 4°C, tanpa pencucian lalu

ditambah dengan fikoeritrin dan antibodi terkonjugasi dengan biotin.

Antibodi monoklonal terkonjugasi dengan biotin dikembangkan dengan

duokrom streptavidin (DC-avidin). Sel kemudian diinkubasi dengan

purified-, biotin-, atau phycoerythrin-conjugated isotype-matched

monoclonal antibody dilanjutkan inkubasi dengan (FITC)-F(ab1)2

fragments of goat anti-mouse immunoglobulin atau DC-avidin.

Kombinasi multipel ini juga dapat digunakan sebagai kontrol negatif.

21

Sel yang dicat dengan emisi fluoresens positif tunggal digunakan

sebagai kontrol positif tunggal.

4.1.3. Antibodi monoklonal.

Sel limfosit Tγδ diidentifikasi dengan antibodi monoklonal yang

mengenali bagian determinan molekul δ (Inghirami et al., 1990; Kang

et al., 2009).

1. Purified anti-human CD3.

2. PE-anti-human CD3.

3. Purified anti-human TCR γδ (IMMU510), dari Immunotech.

4. FITC-anti-human TCR γδ, Vδ1, Vδ2 dari Immunotech.

Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Metode Flow Immunophenotype

(Kang et al., 2009).

4.2. PENGECATAN IMUNOHISTOKIMIA

22

Potongan jaringan timus atau limpa (cryopreserved) dilakukan serial

dengan ketebalan 4-µ yang difiksasi dengan campuran larutan aseton-

kloroform 1:1 selama 7 menit, suhu 4°C, lalu dicuci dengan PBS

(phosphate-buffered saline) pada suhu ruang (20-26°C) selama 20 menit.

Potongan jaringan lalu diletakkan dalam humidified chamber ketika

dilakukan pelapisan dengan antibodi monoklonal dengan titer tertentu dan

diinkubasi selama 35 menit, suhu 37°C. Potongan jaringan dicuci dengan

PBS 3x pada suhu ruang, dilapisi dengan F(ab1)2 goat-anti mouse IgG (Fc γ

spesifik, 1:200, Organon Technike, Malvern, PA) dan diinkubasi selama 20

menit, suhu 37°C. Potongan jaringan dicuci dengan PBS 3x pada suhu

ruang, inkubasi dengan kompleks alkaline phosphatase-anti-alkaline

phosphatase (APAAP) (DAKO, Santa Barbara, CA) selama 20 menit, suhu

37°C, lalu cuci dengan PBS 3x pada suhu ruang lalu ditambah substrat

kromogen New Fuchsin dan B-naphtol-AS-Bi-phosphate dan diinkubasi

selama 20 menit, suhu ruang dalam suatu shaker.

Pengecatan imunohistokimia 2 warna juga dapat dilakukan pada

potongan cryostat tissue. Setelah dilakukan fiksasi (langkah di atas),

potongan jaringan dilapisi antibodi monoklonal Ki-67, anti-IL-2R, atau

OKT6 selama 1 jam pada suhu ruang, lalu dicuci dengan PBS dan

direaksikan dengan biotinylated sheep anti-mouse IgG1 (1:200) atau Ig G2b

(1:50) immunoglobulin (The Binding Dite, San Diego, CA). Peroksidase

atau glukosa oksidase dikonjugasi dengan kompleks avidin-biotin dan

substrat kromogen diaminobenzidine (DAB) atau nitro blue tetrazolium

(NBT). Jaringan lalu dicat dengan antibodi monoklonal anti-δ dilanjutkan

dengan antibodi sekunder dan tersier seperti langkah di atas.

23

Gambar 4. Distribusi topografi δ-positive lymphocyte pada jaringan limfoid

manusia yang terdeteksi dengan imunohistokimia alkali fosfatase pada

potongan unfixed cryostat tissue. Sekitar 90% timosit δ-positive terletak di

medula, sisanya terletak di korteks, seringkali ditemukan dekat cortico-

medullary junction (x100) (Inghirami et al., 1990).

4.2.1. Antibodi monoklonal.

Monoclonal anti-δ antibody dikombinasi dengan monoclonal anti-IL-2R

(CD25) atau Ki-67 untuk identifikasi fase aktivasi dan proliferasi timosit δ

(fase S1G2), dan OKT6 (CD1) untuk identifikasi stadium maturasi timosit δ

(Inghirami et al., 1990).

24

RINGKASAN

Limfosit T dibagi menjadi 2 (dua) subpopulasi yang masing-masing

mengandung rantai TCR yang dikode oleh lokus gen α dan β atau γ dan δ. Klasifikasi

sel T tersebut disebut sel Tαβ dan sel Tγδ. Sel limfosit Tγδ memiliki beberapa bentuk

menyerupai sel imun alamiah yang memungkinkan aktivasi awal sel limfosit Tγδ

setelah pengenalan suatu rangsangan melalui ligan.

Sel limfosit T memiliki molekul heterodimer di permukaan, yaitu reseptor sel T

(T cell receptor (TCR)), untuk mengenali antigen spesifik yang dipresentasikan oleh

molekul MHC (major histocompatibility complex) dan melakukan respons imun

adaptif. Sel T paling banyak memiliki TCR rantai α dan β. Namun, TCR yang

dibentuk dari rantai γ dan δ menentukan subset sel T baru. TCR γδ spesifik untuk

berbagai jenis ligan, termasuk fosfoantigen bakteri, molekul MHC-I nonklasik dan

unprocessed protein.

Deteksi stress-induced molecules dilakukan oleh TCR pada sel Tγδ dan molekul

non-TCR (seperti Toll-like receptors (TLRs)), serta natural killer receptors (NKRs)

yang bekerja secara terpisah, sinergis atau membantu mengaktifkan fungsi efektor sel

Tγδ tertentu. Respons sel Tγδ terhadap tumor dan sel yang terinfeksi diaktifkan oleh

activating and inhibitory immunoglobulin-like or lectin-like NKRs. Sel T Vγ9Vδ2

manusia dapat meningkatkan komponen sistem imun lain setelah paparan agen

infeksi atau sel yang mengalami stres metabolik atau sel yang akan mati, melalui

sekresi kemokin secara cepat dan sekresi sitokin Th1 seperti IFNγ; sel Vγ9Vδ2 juga

dapat menstimulasi NK, NKT, dan sel Tαβ. Sel Vγ9Vδ2 juga dapat berfungsi sebagai

antigen-presenting cells (APC) profesional yang dapat mencerna, memproses, dan

mempresentasikan peptida antigen untuk menstimulasi CD4+ dan CD8+.

Pemeriksaan laboratorium sel limfosit Tγδ dapat menggunakan metode flow

immunophenotype dengan alat FACSCalibur Flow Cytometer (Becton Dickinson)

dan metode imunohistokimia.

25

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014. Bone Marrow and Flow Cytometry. [Online] Available at: http://www.medicallaboratoryservices.com[Accessed December 2014].

Anonym, 2014. mol-biol4masters.masters.grkraj.org. [Online]

Available at: mol-biol4masters.masters.grkraj.org

[Accessed December 2014].

Bonneville M., O'Brien RL., Born WK., 2010. Gamma Delta T Cell Effector Functions : a Blend of Innate Programming and Acquired Plasticity. Nature Reviews Immunology, Volume 10, pp. 467-478.

Delves PJ., Martin SJ., Burton DR., Roitt IM., 2011. Ontogeny and Phylogeny. In: Roitt's Essential Immunology 12th ed.. Oxford: WWiley-Blackwell, p. 291.

Ferreira, L., 2013. Gamma Delta T Cells : Innately Adaptive Immune Cells?. International Reviews of Immunology, Volume 32, pp. 223-248.

Gertner J., Scotet E., Poupot M., Bonneville M., Fournie JJ., 2007. Lymphocytes : Gamma Delta. Encyclopedia of Life Sciences, Volume 1, pp. 1-10.

Girardi, M., 2006. Immunosurveillance and Immunoregulation by Gammadelta T Cells. Journal of Investigative Dermatology, Volume 126, pp. 25-31.

Inghirami G., Zhu BY., Chess L., Knowles Dm., 1990. Flow Cytometric and Immunohistochemical Characterization of The Gamma Delta T Lymphocyte Population in Normal Human Lymphoid Tissue and Peripheral Blood. American Journal of Pathology , 136(2), pp. 357-367.

Kang N., Tang L., Li X., Wu D., et al., 2009. Identification and Characterization of Foxp3+ Gamma Delta T Cells in Mouse and Human. Immunology Letters , Volume 125, pp. 105-113.

26