PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR...

91
i PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) HASIL FERMENTASI Rhizopus oligosporus PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL FIBROSIS HEPAR HASIL INDUKSI CCL4 TERHADAP EKSPRESI IL-DAN HISTOPATOLOGI HEPAR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Oleh: EKI BAHTIAR 135130107111021 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR...

Page 1: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

i

PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM

(Glycine max (L.) Merr.) HASIL FERMENTASI Rhizopus

oligosporus PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL

FIBROSIS HEPAR HASIL INDUKSI CCL4

TERHADAP EKSPRESI IL-1β DAN

HISTOPATOLOGI

HEPAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh:

EKI BAHTIAR

135130107111021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.)

Merr.) HASIL FERMENTASI Rhizopus Oligosporus PADA TIKUS

(Ratus norvegicus) MODEL FIBROSIS HEPAR HASIL INDUKSI

CCL4 TERHADAP EKSPRESI IL-1β DAN

HISTOPATOLOGI HEPAR

Oleh:

EKI BAHTIAR

NIM. 135130101111066

Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji

pada tanggal

dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Dra. Herawati, MP

NIP. 19580127 198503 2 001

drh. Dyah Ayu Oktavianie A. P., M.Biotech

NIP. 19841026 200812 2 004

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya

Prof. Dr. Aulanni´am, drh., DES

NIP. 19600903 198802 2 001

Page 3: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Eki Bahtiar

NIM : 135130107111021

Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan

Penulis Skripsi berjudul:

Pengaruh Terapi Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.) Hasil

Fermentasi Rhizopus oligosporus Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Model

Fibrosis Hepar Hasil Induksi CCL4 Terhadap Ekspresi IL-1β dan

Histopatologi Hepar

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak

menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan tertulis

di daftar pustaka dalam skripsi ini.

2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,

makasaya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang,

Yang menyatakan,

(Eki Bahtiar)

NIM. 135130107111021

Page 4: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

iv

PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.)

Merr.) HASIL FERMENTASI Rhizopus oligosporus PADA TIKUS

(Rattus norvegicus) MODEL FIBROSIS HASIL INDUKSI CCL4

TERHADAP EKSPRESI IL-1β DAN

HISTOPATOLOGI HEPAR

ABSTRAK

Fibrosis hepar merupakan kerusakan hepar kronis yang ditandai dengan

akumulasi ECM termasuk kolagen. Carbon tetrachloride (CCl4) merupakan

senyawa xenobiotic yang dapat menyebabkan fibrosis hepar, ditandai dengan

peningkatan ekspresi sitokin IL-1β dan perubahan histopatologi hepar. Tempe

kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) yang difermentasi Rhizopus oligosporus

memiliki kandungan isoflavon dan menghasilkan enzim fibrinolitik. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi sari tempe kedelai hitam terhadap

ekspresi IL-1β dan perubahan histopatologi hepar pada Tikus (Rattus norvegicus)

model fibrosis hepar. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak

Lengkap, terdiri dari lima kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok

kontrol positif yang diinduksi CCl4 20% selama dua minggu pertama dan diinduksi

CCl4 25% selama empat minggu berikutnya dengan dosis 0,2 mL/100g BB,

kelompok terapi 1, terapi 2 dan terapi 3 yaitu tikus model fibrosis hepar dengan

terapi sari tempe kedelai hitam masing-masing dengan dosis sebesar 200 mg/kg BB,

400 mg/kg BB, dan 800 mg/kg BB selama 2 minggu. Parameter yang diamati

adalah ekspresi IL-1β menggunakan metode Imunohistokimia dan histopatologi

hepar menggunakan pewarnaan Masson’s Trichrome. Analisa data ekspresi IL-1β

dilakukan secara statistik kuantitatif dengan metode ANOVA dilanjutkan dengan

BNJ (α=0,05), sedangkan gambaran histopatologi hepar dianalisa secara deskriptif

kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi sari tempe kedelai

hitam secara signifikan mampu menurunkan ekspresi IL-1β dan dapat

memperbaiki gambaran histopatologi hepar yang ditandai dengan berkurangnya

akumulasi kolagen dan sel radang. Terapi dosis 800 mg/kgBB merupakan dosis

terbaik yang mampu menunjukkan hasil mendekati kelompok Kontrol Negatif.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.)

Merr.) dapat digunakan sebagai terapi fibrosis hepar.

Kata kunci: Fibrosis hepar, Tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.),

Rhizopus oligosporus, eksprsesi IL-1β, histopatologi hepar

Page 5: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

v

Keywords: hepatic fibrosis, black soybean (Glycine max (L.) Merr.), Rhizopus

oligoporus, expression of IL-1β, liver histopathology

THERAPY EFFECTS OF BLACK SOYBEAN (Glycine max (L.) Merr.) EXTRACT

FERMENTED WITH Rhizopus oligoporus ON RATS (Rattus norvegicus)

HEPATIC FIBROSIS MODEL INDUCED BY CCL4

TO THE EXPRESSION OF IL-1β AND LIVER

HISTOPATHOLOGY

ABSTRACT

Hepatic fibrosis is a liver chronic injury marked with the accumulation of

ECM including collagen. Carbon tetrachloride (CCl4) is xenobiotic compound

causing hepatic fibrosis, marked with the increasing of IL-1β cytokines expression

and changes in liver histopathology. Black soybean (Glycine max (L.) Merr.)

fermented with Rhizopus oligoporus contains isoflavon and produce fibrinolytic

enzime. This research was aimed to know the therapy effects of the extract of black

soybean fermented with Rhizopus oligoporus to the expression of IL-1β and

changes in liver histopathology on Rats (Rattus norvegicus) as hepatic fibrosis

model. This research was used Completely Randomized Design method, consists

five groups, they are negatif control group, positif control group which induced by

CCl4 20% for the first two weeks and induced by CCl4 25% with doseF 0,2 mL/100

g body weight for the next four weeks, group therapy 1, therapy 2 and therapy 3

that were Rats hepatic fibrosis model treated with the extract of black soybean

fermented with Rhizopus oligoporus, with dose 200 mg/kg body weight, 400 mg/kg

body weight and 800 mg/kg body weight for two weeks. The parameter that were

observed are the expression of IL-1β used immunohistochemistry method and liver

histopathology used Masson’s Trichrome stain. Data analysis of the expression of

IL-1β used quantitatively with ANOVA method then followed by HSD (α=0.05),

while the liver histopathology analysis used descriptively qualitative. The results

showed that administration of black soybean extract fermented with Rhizopus

oligoporus significantly decreased the expression of IL-1β and can improve the

liver histopathology characterized by reduced accumulation of collagen and

inflammatory cells. Therapy dose 800 mg/kg body weight is the best dose that can

show the results approaching the Negative Control group. The conclusion of this

study is black soybean (Glycine max (L.) Merr.) extract fermented with Rhizopus

oligoporus can be used as a hepatic fibrosis therapy.

Page 6: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ PENGARUH

TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) HASIL

FERMENTASI Rhizopus oligosporus PADA TIKUS (Ratus novergicus)

MODEL FIBROSIS HEPAR HASIL INDUKSI CCL4 TERHADAP

EKSPRESI IL-1β DAN HISTOPATOLOGI HEPAR ”. Penyusun menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, secara khusus

penyusun menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Dra. Herawati, MP yang telah menyempatkan dan menyisihkan waktunya

untuk membimbing penulis pada saat penulisan skripsi ini.

2. Drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M.Biotech yang telah menyempatkan dan

menyisihkan waktunya untuk membimbing penulis pada saat penulisan skripsi

ini.

3. Drh. Aulia Firmawati, M.Vet selaku dosen penguji skripsi atas segala kritik,

saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Drh. Citra Sari selaku dosen penguji skripsi atas segala kritik, saran dan

bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya.

6. Orang tua tercinta yang selalu memberikan motivasi, saran dan semangat

kepada penulis

7. Seluruh dosen yang telah membimbing dan memberikan ilmu selama

menjalankan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.

8. Kawan-kawan tim penelitian fibrosis hepar.

9. Seluruh kolega di Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.

Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi

ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca untuk itu

saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Malang, Maret 2017

Penulis

Page 7: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ................................................ xiii

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4

1.3 Batasan Masalah ............................................................................. 4

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 6

1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7

2.1 Hepar............................................................................................... 7

2.1.1 Anatomi Hepar ................................................................... 7

2.1.2 Fisiologi Hepar ................................................................... 8

2.1.3 Histologi Hepar .................................................................. 10

2.2 Fibrosis Hepar ................................................................................. 11

2.2.1 Etiologi ............................................................................... 12

2.2.2 Patogenesa .......................................................................... 12

2.2.3 Gejala Klinis ....................................................................... 17

2.2.4 Perubahan Anatomi ............................................................ 17

2.2.5 Diagnosa ............................................................................. 19

2.3 Senyawa Carbon Tetrachoride (CCL4) ........................................... 20

2.4 Patomekanisme Fibrosis oleh Senyawa CCL4 ................................ 22

2.5 Interleukin-1 ................................................................................... 23

2.6 Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.) ........................................ 26

2.7 Bahan Aktif Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max (L.)

Merr.) Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus .............................. 28

2.8 Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus) Fibrosis Hepar ................ 31

Page 8: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

viii

BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

PENELITIAN ................................................................................. 32

3.1 Kerangka Konsep............................................................................ 32

3.2 Hipotesa Penelitian ......................................................................... 35

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 36

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 36

4.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 37

4.2.1 Alat Penelitian .................................................................... 37

4.2.2 Bahan Penelitian ................................................................. 37

4.3 Tahapan Penelitian.......................................................................... 37

4.3.1 Sampel Penelitian ............................................................... 37

4.3.2 Rancangan Penelitian ......................................................... 38

4.3.3 Variabel Penelitian ............................................................. 39

4.4 Prosedur Kerja ................................................................................ 39

4.4.1 Persiapan Hewan Coba....................................................... 39

4.4.2 Pembuatan Hewan Model Fibrosis Hepar .......................... 40

4.4.3 Penyiapan Inokulum ........................................................... 40

4.4.4 Pembuatan Media Biji Kedelai Hitam ............................... 40

4.4.5 Proses Fermentasi Tempe .................................................. 41

4.4.6 Pembuatan Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max

(L.) Merr.) Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus ........... 41

4.4.7 Uji Aktifitas Fibrinolitik dengan Metode Cakram Fibrin .. 41

4.4.8 Identifikasi Profil Isoflavon ............................................... 42

4.4.9 Pemeriksaan Keberhasilan Induksi Fibrosis Hepar .............. .. 42

4.4.10 Pemberian Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max

(L.) Merr.) Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus ........... 43

4.4.11 Pengambilan Semepel Organ Hati ..................................... 44

4.4.12 Pembuatan Preparat Histopatogi dengan Pewarnaan

Masson’s Trichrome ........................................................... 44

4.4.13 Pengukuran Kadar IL-1 dengan Imonuhistokimia ............. 47

4.5 Analisa Data.................................................................................... 48

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 49

5.1 Keberhasilan Induksi CCL4 dalam Pembuatan Tikus Model

Fibrosis Hepar ............................................................................... 49

5.1.1 Pengaruh Induksi CCL4 terhadap Kadar SGOT dan

SGPT pada Serum .............................................................. 49

5.1.2 Pengaruh Induksi CCL4 terhadap Gambaran

Histopatologi Hepar ........................................................... 51

Page 9: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

ix

5.2 Pengaruh Pemberian Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine

max (L.) Merr.) Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus pada

Tikus (Rattus noevergicus) Model Fibrosis Hepar yang

diinduksi CCL4 Terhadap Perbaikan Histopatologi Hepar ........... 53

5.3 Pengaruh Pemberian Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine

max (L.) Merr.) Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus pada

Tikus (Rattus noevergicus) Model Fibrosis Hepar yang

diinduksi CCL4 Terhadap Perbaikan Ekspresi IL-1β .................... 60

BAB VI. PENUTUP ....................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70

Page 10: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sistem Skoring untuk Tahap Histologi Fibrosis ...................................... 19

3.1 Rancangan penelitian dengan 5 Kelompok Perlakuan ............................. 38

5.1 Hasil Pengukuran Kadar SGOT dan SGPT Kontrol Positif..................... 50

5.2 Ekspresi IL-1β Hepar Tikus ..................................................................... 63

Page 11: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Gambaran histologi hepar normal dengan pewarnaan HE ....................... 10

2.2 Histologi lobulus hepatik ........................................................................ 11

2.3 Histopatologi fibrosis hepar dengan pewarnaan trichrome strain ........... 18

2.4 Tanaman kedelai hitam ........................................................................... 26

3.1 Kerangka konseptual ............................................................................... 32

5.1 Histopatologi Hepar Tikus dengan Pewarnaan HE .................................. 53

5.2 Histopatologi Hepar Tikus dengan Kontrol Positif .................................. 55

5.3 Histopatologi Hepar Tikus dengan Kontrol Negatif ................................ 56

5.4 Histopatologi Hepar Tikus dengan Terapi 1 ............................................ 58

5.5 Histopatologi Hepar Tikus dengan Terapi 2 ............................................ 58

5.6 Histopatologi Hepar Tikus dengan Terapi 3 ............................................ 59

5.7 Ekspresi Interleukin 1 Beta (IL-1β) ......................................................... 61

Page 12: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Keterangan Kelaiakan Etik Penelitian ................................................. 78

2 Varietas Biji Kedelai Hitam ................................................................. 79

3 Determinasi .......................................................................................... 80

4 Komposisi Pakan Standar AIN-93 ....................................................... 81

5 Perhitungan Dosis CCL4 ...................................................................... 82

6 Perhitungan Dosis Terapi ..................................................................... 83

7 Kerangka Operasional .......................................................................... 84

8 Skema Kerja ......................................................................................... 85

9 Volume Induksi CCL4 Pada Hewan Coba ........................................... 90

10 Hasil Pengukuran Kadar SGOT dan SGPT .......................................... 91

11 Hasil Uji Cakram Fibrin ....................................................................... 92

12 Data Ekspresi IL-1β.............................................................................. 93

13 Presentase Penurunan dan Peningkatan IL-1β ..................................... 94

14 Hasil Uji Statistik IL-1β ....................................................................... 95

15 Hasil Uji LC-MS .................................................................................. 97

15 Dokumentasi ......................................................................................... 98

Page 13: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

% : Persen

µl : microliter

ALT : Alanine Transaminas

ANOVA : analysis of variance

b/v : berat per volume

BB : Berat Badan

BNJ : Beda Nyata Jujur

BSA : Bovine Serum Albumin

C : Celcius

C3H4O2 : Malondialdehid

Cat : Katalase

CCl3- : Triklorometri

CCl3O2- : Triklorometilperoxi

CCl4 : Karbon Triklorida

COX : Cyclooxygenase

DAB : Diamino Benzidine

ECM : extracellular matrix

EDTA : ethylene diamine tetra acetic acid

GSH : glutathione

H2O2 : Hidrogen

H2O2 : Hidrogen Peroksida

HCl : Hidro Klorida

HE : Hematoksilin Eosin

HSC : Hepatic Stellete Cells

IgG : Immunoglobulin G

IkB : Inhibitor Kappa B

IL-1 : Interleukin-1

IL-6 : Interleukin-6

LGL : Large granular lymphocyte

MCP-1 : Monocyte chemoattractant protein-1

mL : Mililiter

mL/100gBB : milliliter per 100 gram berat badan

mL/kgBB : milliliter per kilo gram berat badan

MMP : matrix of metalloproteinase

NaCl : Natrium klorida

Na-Thio : Natrium Thiosulfat

NBT : nitro blue tetrazolium chloride

NF-kB : Nuclear Factor Kappa B

NK Cell : Natural Killer Cell

nm : nanometer

Nrf2 : Nuclear Factor 2

O2 : Oksigen

Page 14: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

xiv

O2- : anion superoksida

O2 : oksigen

P-450 : Porphyrin-450

PBS : Phosphate Buffered Saline

PDGF : Platelet-Derived Growth Factor

PTK : Protein Tyrosin Kinase

PUFA : Poly-Unsaturated Fatty Acid

PUFAs : polyunsaturated fatty acid

ROS : Reactive Oxygen Species

rpm : rotation per minutes

SAHRP : Strep-Avidin Horseradish Peroxidase

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

TBARS : Thiobarbituric Acid Reactive Substance

TCA : Trichloroacetic Acid

TGF-β : Transforming Growth Factor beta

TIMPs : Tissue inhibitor of metalloproteinases

TNF-α : Tumor Necrosis Factor alfa

U/L : Unit per Liter

β-glukosidase : beta-glukosidase

γ-glutamil : gamma-glutamil ο : Derajat

Page 15: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepar merupakan pusat dari metabolisme tubuh yang berperan dalam

proses detoksifikasi, metabolisme senyawa endogen, serta sekresi empedu

(Pearce, 2012). Metabolisme senyawa xenobiotik atau senyawa toksik dapat

mengakibatkan kerusakan hepar. Kerusakan hepar ditandai dengan adanya

respon inflamasi serta aktivasi dan proliferasi populasi sel mesenkim di dalam

hepar yang akan me-remodelling extracellular matrix (ECM) sebagai bagian

respon penyembuhan luka (Friedman et al., 2007). Fibrosis hepar merupakan

bentuk kerusakan hepar yang ditandai dengan akumulasi berlebihan protein

matriks ekstraselular termasuk kolagen yang terjadi pada sebagian besar jenis

penyakit hepar kronis (Bataller dan Brenner, 2005). Akumulasi kolagen secara

terus menerus menyebabkan disfungsi hepatoseluler dan peningkatan tekanan

intrahepatic sehingga menyebabkan hipertensi portal hepatica dan sirosis hepar

(Lestari , 2008). Fibrosis hepar dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti

virus, bakteri, parasit, fungi, dan obat-obatan serta senyawa toksik (Mormone

et al., 2011).

Menurut Williams (2005) Prevalensi dari penyakit hepar pada hewan

kecil termasuk fibrosis hepar mencapai 10% dari keseluruhan kejadian penyakit

sistemik pada hewan kecil di Amerika Serikat. Fibrosis hepar jarang terjadi

pada kucing, sebaliknya tingkat kejadian fibrosis hepar lebih tinggi pada anjing.

Peningkatan radikal bebas secara signifikan akan berdampak pada

hepar. Hal ini ditandai dengan peningkatan produksi sitokin proinflamasi, salah

Page 16: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

2

satunya ialah IL-1β sehingga menyebabkan perubahan pada histopatogi hepar

(Liedtke et al., 2013).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senyawa xenobiotik

yang dapat menyebabkan kerusakan pada hepar. Dalam retikulum endoplasmik

hepar, CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal

bebas triklorometil (CCl3). Ikatan triklorometil dengan oksigen akan

membentuk radikal triklorometilperoxi yang dapat menyerang membran lipid

retikulum endoplasmik dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas

triklorometil. Selanjutnya triklorometilperoxi menyebabkan peroksidasi lipid

sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian

sel (Ganda, 2007). Peningkatan radikal bebas secara signifikan akan berdampak

pada hepar. Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar reactive oxygen species

(ROS) dan produksi sitokin proinflamasi, salah satunya ialah IL-1β dan

perubahan pada pengamatan histopatogi hepar (Liedtke et al., 2013).

Menurut Hubscher (2006), peluang pemulihan hepar ditentukan oleh

derajat kerusakannya, yaitu fatty liver dengan peluang pemulihan sebesar 50%-

90%, liver fibrosis peluang pemulihan sebesar 20%- 30%, dan cirrhosis peluang

pemulihan sebesar 2%-5%. Minimnya angka peluang pemulihan fibrosis pada

hepar karena belum ditemukan metode terapi efektif untuk penyakit tersebut,

terutama pada hewan. Sejauh ini terapi yang diberikan pada hewan kecil

merupakan derivat dari senyawa terapi yang diberikan kepada manusia hal ini

disebabkan karena kurangnya penelitian mengenai penyakit hepar pada hewan

kecil (Ijzer, 2008).

Page 17: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

3

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi

masyarakat Indonesia, khususnya ekonomi menengah ke bawah dengan tujuan

sebagai lauk dan camilan (Rahma, 2010). Kedelai hitam mempunyai kandungan

senyawa fenolik, tanin, antosianin dan isoflavon serta aktivitas antioksidan

lebih tinggi dibanding kedelai kuning dengan kandungan flavonoidnya 6 kali

lebih banyak dibanding kedelai kuning (kandungan total flavonoid kedelai

kuning dan hitam berturut-turut 0,41 dan 2,57 mg ekuivalen dengan katekin per

gram) dan aktivitas antioksidan 15 kali lebih tinggi (DPPH scavenging capacity

kedelai kuning dan hitam berturut-turut 1,40 dan 17,58 µmol ekuivalen Trolox

per gram) (Xu dan Chang, 2007).

Teknik fermentasi kedelai hitam dengan jamur Rhizopus oligosporus

dapat digunakan sebagai upaya dalam meningkatkan kandungan isoflavon,

karena enzim-enzim yang dihasilkan oleh jamur Rhizopus oligosporus dapat

mengubah senyawa flavonoid menjadi isoflavonoid (Atun, 2009). Selain

meningkatkan kandungan antioksidan, fermentasi kedelai hitam juga akan

menghasilkan enzim fibrinolitik, yang merupakan agen trombolitik yang

mampu mendegradasi fibrin, suatu bekuan darah yang terbentuk dari fibrinogen

melalui proteolisis oleh trombin (Poernomo, dkk. 2016). Hal tersebut

menjadikan tempe kedelai hitam berpotensi sebagai kandidat sumber

antioksidan dan agen fibrinolitik yang baik.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini

bertujuan untuk menemukan alternatif terapi fibrosis hepar dengan

memanfaatkan sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) hasil

Page 18: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

4

fermentasi Rhizopus oligosporus. Uji efek sari tempe kedelai hitam (Glycine

max (L.) Merr.) hasil fermentasi Rhizopus oligosporus perlu dilakukan untuk

membuktikan aktivitas antioksidan dan fibrinolitik melalui ekspresi IL-1β dan

gambaran histopatologi hepar pada tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis

hepar yang diinduksi Carbon Tetrachloride (CCl4).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terapi sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus dapat mengurangi ekspresi IL-1β

(Interleukin-1beta) pada tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis hepar hasil

induksi CCl4?

2. Apakah terapi sari tempe kedelai hitam (Glycine soja Sieb et Zucc) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus dapat memperbaiki kerusakan histopatologi

hepar pada tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis hepar hasil induksi CCl4?

1.3 Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain

Wistar umur 2 bulan dengan berat 150-200 gram yang diperoleh dari Unit

Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) Universitas Gajah Mada

Yogyakarta. Penggunaan hewan coba telah mendapatkan sertifikasi Laik

Page 19: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

5

Etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Universitas Brawijaya No : 745-

KEP-UB (Lampiran 1)

2. Induksi fibrosis hepar dilakukan dengan pemberian CCl4 konsentrasi 20%

yang diencerkan dengan olive oil, dengan dosis 0,2 mL/100g BB sebanyak

dua kali per minggu selama dua minggu pertama. Selanjutnya pada empat

minggu selanjutnya dilakukan induksi CCl4 25 % menggunakan dosis 0,2

mL/100g BB (Modifikasi Costandinou et al., 2005). Induksi CCl4 dilakukan

secara Intraperitoneal.

3. Biji kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) varietas DETAM-1 yang

digunakan berasal dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi,

Malang (Lampiran 2) dan telah mendapat keterangan determinasi dari Unit

Pelaksana Teknis Materia Medica, Batu (Lampiran 3).

4. Fermentasi kedelai hitam menjadi tempe dilakukan dengan menggunakan

Rhizopus oligosporus FNCC 6000, biji kedelai hitam sebanyak 100 gram

difermentasi dengan 10 mL suspensi spora 10% (Poernomo, dkk., 2016)

5. Pembuatan sari tempe kedelai hitam dilakukan dengan metode maserasi

menggunakan aquades. Proses fermentasi hingga pembuatan sari tempe

kedelai hitam dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi,

Universitas Airlangga.

6. Terapi sari tempe kedelai hitam diberikan pada hewan coba dengan dosis

pemberian 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan 800 mg/kgBB dengan volume

2 ml secara per oral selama 14 hari (Yusof et al., 2013)

Page 20: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

6

7. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah ekspresi IL-1β pada

jaringan hepar menggunakan metode Imunohistokimia (Kusumadewy,

2012) dan gambaran histopatologi hepar berupa akumulasi kolagen

menggunakan pewarnaan Masson’s Trichrome (Anderson, 2013).

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasar latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh terapi sari tempe kedelai hitam (Glycine soja Sieb et

Zucc) hasil fermentasi Rhizopus oligosporus terhadap ekspresi IL-1β

(Interleukin-1) pada jaringan hepar tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis

hepar yang diinduksi CCl4.

2. Mengetahui pengaruh terapi sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.)

Merr.) hasil fermentasi Rhizopus oligosporus terhadap perubahan

histopatologi hepar pada tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis hepar yang

diinduksi CCl4.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam kajian ilmiah

tentang manfaat dari sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus sebagai terapi fibrosis hepar terhadap

ekspresi IL-1β dan perubahan histopatologi hepar pada hewan model tikus

(Rattus norvegicus) yang diinduksi CCl4.

Page 21: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepar

Hepar adalah organ metabolik terbesar dan terpenting. Organ ini

penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi empedu. Hepar menghasilkan

empedu sekitar satu liter per hari, yang diekskresi melalui duktus hepatikus

kanan dan kiri yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus

komunis (Amirudin, 2009).

2.1.1 Anatomi Hepar

Hepar adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas

rongga abdomen. Pada kondisi hidup hepar berwarna merah tua karena kaya

akan persediaan darah (Sloane, 2004). Permukaan atas terletak bersentuhan

dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-

organ abdomen, Batas atas dan bawah dengan ruang interkoste, Permukaan

posterior hepar berbentuk cekung dan terdapat celah transversal dari sistem

porta hepatis (Amirudin, 2009).

Hepar terbagi menjadi empat lobus yaitu lobus kiri, lobus median,

lobus kanan, dan lobus caudatus (Boorman, 2006). Dalam hepar terdapat

tiga jenis jaringan yang penting yaitu sel parenkim hepar, susunan pembuluh

darah dan susunan saluran empedu (Darmawan, 2009). Secara mikroskopis,

setiap lobus hepar terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai

lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap

lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel

hepar berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang

Page 22: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

8

mengalirkan darah dari lobulus. Diantara sel hepar terdapat kapiler-kapiler

yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel

kupffer yang fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing

dalam darah. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatica, juga

terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler

empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai kanalikuli yang bersatu

membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar hingga menjadi

duktus koledokus (Price and Lorraine, 2006)

Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah, yaitu: vena porta hepatika

yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam

amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri

hepatika, cabang dari arteri koliaka yang kaya akan oksigen. Pembuluh

darah tersebut masuk hepar melalui porta hepatis, vena porta dan arteri

hepatika bercabang menjadi dua yakni kelobus kiri dan ke lobus kanan

(Hadi, 2002). Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta

mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang

disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena

sentral. Vena central dari semua lobulus hepar menyatu untuk membentuk

vena hepatika (Sherwood, 2001).

2.1.2 Fisiologi Hepar

Hepar memiliki berbagai fungsi dibandingkan organ lain dalam

tubuh. Fungsi utama hepar yaitu metabolisme karbohidrat, metabolisme

lipid, metabolisme protein, penyimpanan glikogen,vitamin A, D, dan B12,

Page 23: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

9

zat besi dan darah, detoksifikasi dan sekresi empedu (Junqueira, 2007).

Hepar memproduksi asam empedu yang membantu pencernaan lemak dan

hepar sendiri memproses asam amino, glukosa, asam lemak, serta gliserol

(Jeharatman dan Koh, 2005). Kerusakan pada hepar menyebabkan

terganggunya metabolisme di dalam tubuh, sehingga terjadilah gangguan

homeostasis (Price, 2005).

Menurut Price and Lorraine (2006) fungsi hepar adalah sebagai

berikut:

1. Sekresi, hepar memproduksi asam empedu yang berguna dalam

emulsifikasi dan absorbsi lemak.

2. Metabolisme, hepar memiliki peranan penting dalam metabolisme

protein, lemak dan karbohidrat.

3. Penyimpanan, hepar menyimpan beberapa mineral, seperti besi dan

tembaga, serta vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan

K. Hepar juga menyimpan toksin dan obat-obatan yang tidak dapat

dipecahkan atau diekskresi oleh tubuh.

4. Detoksifikasi, hepar dapat mendetoksifikasi toksin dan berbagai obat-

obatan. Proses ini dilakukan melalui oksidasi, metilasi dan konjugasi.

5. Produksi panas, banyaknya aktivitas kimiawi dalam hepar membuatnya

berperan sebagai sumber utama panas tubuh, terutama ketika tubuh dalam

keadaan istirahat atau tidur.

6. Penyimpanan darah, hepar adalah reservoir darah yang dihasilkan dari

jantung dan limpa serta volume darah yang diperlukan oleh tubuh.

Page 24: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

10

2.1.3 Histologi Hepar

Sel–sel yang terdapat di hepar antara lain: hepatosit, sel endotel, dan

sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak).

Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hepar dan membentuk lapisan

sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata (Gibson, 2003). Pada pewarnaan

HE gambaran melintang histologi Hepar normal (Gambar 2.1) ditandai dengan

adanya vena sentral (nomor 1) dan vena perifer yang disebut dengan vena porta

(nomor 5). Hepatosit atau sel lempeng Hepar (nomor 2) memiliki inti yang

berwarna ungu gelap dan bagian sitoplasma yang lebih muda. Terdapat sinusoid

(nomor 3) yang merupakan rongga diantara sel endotel (nomor 4) (Arora, 2012).

Gambar 2.1 Gambaran histologi Hepar normal dengan pewarnaan HE

(Arora, 2012)

Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal (Gambar 2.2) . Pada

traktus portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan

ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias

portal. Struktur yang paling besar adalah venula portal terminal yang dibatasi

Page 25: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

11

oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan dinding yang tebal

yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga adalah

duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan

juga limfatik (Junqueira, 2007).

Gambar 2.2 Histologi lobulus Hepatik (Junqueira, 2007)

2.2 Fibrosis Hepar

Fibrosis hepar merupakan akumulasi berlebihan matriks ekstraseluler

(ECM) yang terjadi akibat respon terhadap penyakit hepar yang bersifat kronis.

Kegagalan hepar dalam mengeluarkan antigen berbahaya seperti virus, zat

toksik dan agen lainnya akan menyebabkan inflamasi kronik disertai dengan

infiltrasi leukosit. Akumulasi protein ECM mengakibatkan kerusakan struktur

hepar dengan membentuk jaringan ikat yang selanjutnya berkembang menjadi

sirosis. Fibrosis menyebabkan disfungsi hepatoseluler dan tekanan intrahepatik

meningkat sehingga menyebabkan hipertensi portal hepatica dan gagal hepar

(Bataller and Brenner, 2005).

Page 26: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

12

2.2.1 Etiologi

Penyakit hepar kronis dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti

virus, bakteri, parasit, fungi dan juga obat-obatan. Pengaruh dari agen

penyebab penyakit hepar kronis bergantung pada imunitas setiap spesies.

Terdapat beberapa spesies anjing yang peka terhadap paparan dari agen

penyakit hepar seperti Doberman pinchers, Labrador retriever dan Bedlington

terriers (Ijzer, 2008). Infeksi virus sering dicurigai sebagai penyebab fibrosis

hepar pada anjing seperti canine adenovirus-1 sebagai agen penyebab

infectious canine hepatitis (ICH) serta rubarth virus dan herpes virus sebagai

agen penyebab feline infectious peritonitis (Rothuizen, 2006). Bakteri yang

diduga dapat menyebabkan fibrosis hepar meliputi Clostridium piliformis dan

Bacillus piliformis sebagai agen penyebab penyakit Tyzzer (Rothuizen, 2006).

Infeksi oleh protozoa yang berpengaruh terhadap fibrosis hepar dari spesies

Toxoplasma gondii, Neospora, Leishmania chagasi (Ijzer, 2008). Fungi spesies

Histoplasma capsulatum dapat menyebabkan penyakit hepar kronis pada

anjing (Rothuizen, 2006). Obat-obatan dan senyawa toksik yang menimbulkan

nekrosis hepar berat, misalnya benzodiazepine, acetaminophen, sulfonamide

trimetoprim, karprofen, amiodaron dan Carbon tetrachloride (CCl4) (Haki,

2009).

2.2.2 Patogenesa

Fibrosis hepar adalah akibat dari respon penyembuhan luka pada hepar

terhadap cedera berulang. Setelah cedera hepar akut (seperti hepatitis), sel

parenkim beregenerasi dan menggantikan sel yang nekrosis atau apoptosis

Page 27: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

13

(Istri, 2010). Diawali dengan aktivasi HSC (hepatic stellate cell) sampai

terjadinya fibrosis hepar. Patogenesa fibrosis hepar melibatkan sel stellata

hepar (HSC) sebagai sel utama, sel kupffer, leukosit, berbagai mediator,

sitokin, growth factors dan inhibitor, serta berbagai jenis kolagen. Fibrosis

hepar berkaitan dengan gangguan utama pada kuantitas dan komposisi ECM.

Pada tahap lanjut, hepar mengandung sekitar 6 kali lebih banyak ECM dari

pada hepar normal, meliputi kolagen tipe I, kolagen tipe III, kolagen tipe IV,

fibronektin, undulin, elastin, laminin, hyaluronan dan proteoglikan. Penurunan

aktivitas matrix of metalloproteinase (MMP) dalam menghilangkan ECM

terutama akibat overekspresi inhibitor spesifik MMP, yaitu tissue inhibitor of

metalloproteinase (TIMP) dapat menyebabkan akumulasi ECM karena

pengurangan degradasi kolagen oleh MMP (Friedman et al., 2007).

Aktivasi HSC menimbulkan reaksi lanjutan yakni proses inisiasi, fase

penetapan, fibrogenesis dan resolusi dari fibrosis hepar (Rockey, 2006):

a) Inisiasi

Merupakan fase aktivasi HSC menjadi miofibroblas yang bersifat

proliferatif, fibrogenik dan kontraktil. Terjadi induksi cepat terhadap gen HSC

akibat rangsangan dari parakrin yang berasal dari sel-sel inflamasi, hepatosit

yang rusak, sel-sel duktus biliaris serta perubahan awal komposisi ECM.

Perubahan- perubahan tersebut menyebabkan HSC responsif terhadap

berbagai sitokin dan stimulasi lokal lainnya. Pada fase inisiasi ini, setelah

cedera pada sel hepar, terjadi stimulasi parakrin terhadap HSC oleh sel-sel

yang berdekatan dengan HSC seperti sel endotelial dan hepatosit serta sel

Page 28: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

14

kupffer, platelet dan lekosit yang menginfiltrasi lokal cedera hepar. Stimulasi

parakrin berupa:

1. Inflamasi akibat pelepasan berbagai sitokin seperti TNF-α, IL-1, IL-6

pelepasan berbagai sitokin, faktor-faktor nekrosis dan IFN-γ yang

dihasilkan oleh sel kupffer.

2. Oksidasi oleh ROS dan peroksida lipid yang dihasilkan oleh netrofil dan sel

kupffer. Oksidan-oksidan tersebut meningkatkan sintesis kolagen oleh

HSC.

3. Pelepasan dan aktivitas berbagai growth factors yang dihasilkan oleh sel

kupffer yang teraktivasi oleh sel endotelial.

4. Pengeluaran proteinase.

5. Gangguan reseptor HSC yakni peroxisome proliferator activated reseptor

yang terdapat pada reseptor HSC.

b) Fase penetapan

Terjadi respon selular akibat proses inisiasi. Pada fase ini terjadi

berbagai reaksi yang menguatkan fenotip sel aktif melalui peningkatan

ekspresi berbagai faktor pertumbuhan dan responnya yang merupakan hasil

rangsangan autokrin dan parakrin, serta akselerasi remodelling ECM. Fase ini

sangat dinamis dan berkesinambungan. Fase penetapan ini merupakan hasil

stimulasi parakrin dan autokrin, meliputi tahap proliferasi, fibrogenesis,

peningkatan kontraktilitas, pelepasan sitokin proinflamasi, kemotaksis,

hilangnya retinoid dan degradasi matriks. Tahap akhir dari fase penetapan

adalah degradasi matriks, yang diatur oleh keseimbangan antara matrix

Page 29: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

15

metalloproteinase (MMP) dan antagonisnya yaitu tissue inhibitor

metalloproteinase (TIMP). Degradasi ECM terdiri dari degradasi yang

menghancurkan kolagen berlebih, dan yang menyebabkan degradasi patologik

adalah MMP-2 dan MMP-9 dimana kedua enzim ini merusak kolagen tipe IV,

serta membran tipe metalloproteinase 1 dan 2 ( aktivator MMP-2).

c) Fibrogenesis

Pada tahap fibrogenesis TGF-β1 merupakan faktor yang berperan dalam

pembentukan jaringan ikat, selain itu faktor yang turut berperan antara lain

TNF, peroksidase lipid, acetaldehyde, dan beberapa sitokin lainnya seperti IL-

13. Peran sitokin dalam mekanisme ini yakni peningkatan regulasi, aktivasi

fibroblast growth factor, peningkatan reseptor sitokin dan peningkatan

komponen signaling (Gressner et al., 2002). Pada jaringan hepar normal

terdapat ECM yang merupakan kompleks yang terdiri dari tiga group

makromolekul yakni kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Makromolekul

utama adalah group kolagen yang paling dikenal pada fibrosis hepar, terdiri

dari kolagen interstisial (kolagen tipe I dan III) yang memiliki densitas tinggi

dan kolagen membran basal (kolagen tipe IV) yang memiliki densitas rendah

di dalam disse space. Kolagen dengan jumlah terbanyak pada jaringan hepar

normal ialah kolagen tipe IV. Pada fibrogenesis terjadi peningkatan jumlah

ECM mencapai tiga sampai delapan kali lipat, dimana kolagen tipe I dan tipe

III menggantikan kedudukan dari kolagen tipe IV. Glikoprotein adhesif yang

dominan adalah laminin yang membentuk membran basal dan fibronektin yang

berperan dalam proses perlekatan, diferensiasi dan migrasi sel. Proteoglikan

Page 30: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

16

merupakan protein yang berperan penting pada ECM dalam ikatannya dengan

glikosaminoglikan. Pada fibrogenesis terjadi peningkatan fibronektin, asam

hialuronat, proteoglikan dan berbagai glikokonjugat. Pembentukan jaringan

fibrotik terjadi karena sintesis matriks yang berlebihan dan penurunan

penguraian matriks. Penguraian matriks tergantung kepada keseimbangan

antara enzim-enzim yang melakukan degradasi matriks dan inhibitor enzim-

enzim tersebut. Akumulasi ECM berawal pada disse space perisinusoid

terutama pada zona metabolik tiga di asinus hepar menuju fibrosis perisentral.

d) Kematian Sel

Mekanisme apoptosis merupakan respon tubuh untuk menyingkirkan

sel yang rusak, berlebihan dan sel yang sudah tua. Struktur dan fungsi hepar

yang normal tergantung pada keseimbangan antara kematian sel dan regenerasi

sel. Kematian sel hepar dapat terjadi melalui dua proses, yakni nekrosis dan

apoptosis. Pada nekrosis yang merupakan keadaan yang diawali oleh kerusakan

sel, terjadi gangguan integritas membran plasma, keluarnya isi sel dan

timbulnya respon inflamasi. Respon ini meningkatkan proses penyakit dan

mengakibatkan bertambahnya jumlah sel yang mati. Perubahan ECM

menyebabkan sel-sel hepatosit mengalami apoptosis. Regulasi sel didalam

jaringan hepar mengalami gangguan karena adanya perubahan susunan ECM.

Kerapatan sel yang padat menyebabkan distribusi dari kebutuhan sel tidak

tercukupi sehingga terjadilah apoptosis (Juniarto dan Juwono, 2003).

Page 31: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

17

e) Resolusi

Pada fase ini jumlah HSC yang aktif berkurang dan integritas jaringan

kembali normal. Terjadi dua keadaan pada fase ini yaitu reversi, dimana terjadi

perubahan HSC aktif menjadi inaktif dan apoptosis. Pada cedera hepar,

apoptosis dihambat oleh berbagai faktor dan komponen matriks yang terlihat

dalam proses inflamasi, dimana yang berperan penting dalam menghambat

apoptosis adalah IGF-1 dan TNF-γ (Rockey, 2006).

2.2.3 Gejala Klinis

Gejala klinis pada fibrosis hepar meliputi melena dan hematochezia

yang disebabkan adanya ulserasi gastrointestinal, yang dipicu oleh

hyperfibrinolysis. Penderita penyakit hepar kronis dan fibrosis menyebabkan

penurunan produksi trombin activatable fibrinolisis inhibitor. Gejala klinis lain

yang dapat terjadi pada penderita fibrosis hepar yakni anemia dan juga ascites.

Anemia disebabkan oleh perlambatan waktu transit eritrosit melalui limpa

akibat berkurangnya aliran darah pada vena porta hepatica dan kerapuhan sel

darah merah karena tingkat asam empedu yang tinggi (Elhiblu, 2015). Ascites

dapat disebabkan oleh hipertensi portal, yang mengarah pada peningkatan

tekanan di dalam cabang-cabang vena porta yang melalui hepar. Darah yang

tidak dapat mengalir melalui hepar karena terjadi peningkatan tekanan

akhirnya akan bocor ke rongga perut dan menyebabkan ascites (Kahn, 2010).

2.2.4 Perubahan Anatomi

Perubahan anatomi pada fibrosis hepar antara lain: ukuran hepar

cenderung lebih besar apabila dibandingkan dengan ukuran hepar normal,

Page 32: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

18

terdapat bentukan nodul berukuran kecil (± 1 mm) pada permukaan hepar,

konsistensi organ lebih padat dibandingkan dengan konsistensi pada hepar

normal. Selain itu, pada penderita fibrosis, warna permukaan hepar termasuk

dalam faktor pembeda. Warna hepar pada penderita fibrosis cenderung lebih

pucat sedangkan pada keadaan hepar normal, hepar berwarna merah bata (Fuiji

et al., 2010).

Kerusakan sel hepar menimbulkan berbagai perubahan patologi hepar

secara mikroskopis fibrosis hepar ditandai perubahan struktur hepar secara

keseluruhan. Hasil pewarnaan trichrome stain menunjukkan kolagen berwarna

biru, sitoplasma berwarna merah, eritrosit berwarna kuning atau merah. Pada

kondisi fibrosis, terjadi penyempitan vena sentral (a) dan vena porta (c). Sel

hepatosit mengalami perubahan dan kehilangan nukleus (d). Bentuk sinusoid

tidak beraturan (b) dan terdapat akumulasi kolagen berlebih yang mendesak

vena porta dan vena sentra (e) (Gambar 2.3) (Anderson, 2013).

Gambar 2.3 Histopatologi fibrosis hepar dengan pewarnaan trichrome

stain: (a) Vena sentra, (b) Sinusoid, (c) Vena porta, (d)

hepatosit, (e) kolagen (Anderson, 2013)

Page 33: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

19

Penilaian derajat keparahan fibrosis hepar berdasarkan gambaran

histopatologi dengan pewarnaan trichrome strain dilakukan sistem skoring

berdasarkan persebaran kolagen (Ghany, 2009). Penilaian (skoring) keparahan

fibrosis hepar berdasarkan International Association for Study of the Liver

(IASL) dan Metavir dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sistem skoring untuk tahap histologi fibrosis

Skor IASL Metavir

0 Tidak Fibrosis Tidak Fibrosis

1 Fibrosis Ringan Fibrosis pada portal triad

2 Fibrosis Moderat Septa kolagen pada portal triad (> 1 Septa)

3 Fibrosis Berat Septa kolagen pada central porta

4 Sirosis Sirosis

(Ghany, 2009)

2.2.5 Diagnosa

Diagnosa dilakukan dengan uji fungsi hepar dilakukan untuk

mengetahui fungsi hepar secara keseluruhan. Riwayat penderita, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan darah dan urinalisis merupakan tes utama yang dilakukan

untuk mengetahui apakah hepar berfungsi dengan baik ataukah mengalami

suatu gangguan. Abnormalitas pada hepar dapat ditandai dengan adanya

perubahan kadar ALT, SGPT, SGOT serta bilirubin pada urin. Penyakit yang

menyangkut hepar seperti fibrosis hepar, pasti akan berpengaruh secara nyata

pada kadar ALT, SGPT serta SGOT (Williams, 2005).

Page 34: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

20

Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) atau disebut juga

Alanine Aminotransferase (ALT) merupakan enzim yang mengkatalis

pemendahan gugus amino antara lain alanin dan asam alfa-ketoglutarat, yang

terdapat banyak dihepatosit dan konsentrasi lebih rendah dijaringan lain

(Amirudin, 2006). Kadar normal SGPT pada tikus adalah 17,5-30,2 U/L (Iriani,

2016). Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan enzim

yang berfungsi sebagai katalisator reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-

ketoglutarat, yang banyak terdapat dijantung dibandingkan hepar (Gaze, 2007).

Kadar normal SGOT pada tikus adalah 45,7-80,8 U/L (Azizah, 2015). Pada

kondisi progresivitas fibrosis hepar, kadar SGPT dan SGOT mengalami

peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kadar normal yang

disebabkan karena adanya mitochondrial injury pada sel (Aleya, 2014).

Peningkatan kadar SGPT/SGOT secara signifikan dibandingkan dengan kadar

normal dalam kondisi fibrosis hepar dapat dihitung menggunakan rasio de ritis,

yang merupakan hasil pembagian antara kadar SGOT dengan kadar SGPT

(Botros, 2013). Pada kondisi fibrosis hepar, rasio de ritis antara 1,5 sampai <2

(Mera, 2008).

2.3 Senyawa Carbon Tetrachloride (CCl4)

Senyawa Carbon Tetrachloride (CC14) adalah zat hepatotoksik yang

paling sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan

hepatotoksisitas. CCl4 dapat menyebabkan kerusakan pada hepar yang

disebabkan oleh radikal bebas, CC14 memerlukan aktivasi metabolisme

Page 35: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

21

terutama oleh enzim sitokrom P450 di hepar. Aktivasi tersebut akan mengubah

CC14 menjadi metabolit yang lebih toksik, sehingga dapat menyebabkan

kerusakan hepar pada hewan coba dan manusia (Sari, 2013). CCl4 merupakan

representatif zat racun yang dapat menyebabkan terjadinya perlemakan hepar

(steatosis), fibrosis hepar hingga sirosis hepar (Klaassen, 2008).

Karbon tetraklorida adalah senyawa yang berbentuk cair, jernih, tidak

berwarna dan mudah menguap. Dapat larut dalam alkohol, benzen, kloform,

eter, karbon disulfida, petroleum eter, naphta, aseton, fixed dan volatile oils.

Manifestasi kerusakan hepar yang disebabkan oleh karbon tetraklorida terlihat

berupa infiltrasi lemak, nekrosis sentrolobular dan akhirnya sirosis (Sari,

2013). Studi mengenai hewan model fibrosis hepar menggunakan mencit

sebagai hewan coba dan diinduksi oleh CCl4, thioacetamide (TAA) serta

dimethylnitrosamine (DMN). Berdasarkan ketiga senyawa toksik tersebut,

CCl4 lebih unggul dibandingkan dengan dua senyawa lainnya. Carbon

tetrachloride tidak bersifat mutagenik ataupun karsinogenik, menimbulkan

efek fibrosis cepat dan efektif. Karbon tetraklorida dapat menyebabkan

kematian pada pemberian secara peroral karena berpengaruh langsung

terhadap fungsi organ pencernaan. Pemberian melalui intravena dapat

menyebabkan kematian karena senyawa tersebut akan disirkulasikan secara

langsung ke seluruh bagian tubuh. Pemberian yang efektif ialah secara

peritoneal, karena pembuluh darah yang berada pada rongga abdomen tidak

begitu banyak sehingga zat toksik yang terkandung dalam CCl4 diserap secara

perlahan oleh tubuh (Liedtke et al., 2013).

Page 36: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

22

2.4 Patomekanisme Fibrosis oleh Senyawa CCl4

Kerusakan yang timbul karena toksisitas CCl4 diakibatkan oleh zat

reaktifnya, yaitu triklorometil (CCl3) yang dihasilkan dari pembelahan

homolitik CCl4 melalui reaksi antara CCl3 dan O2. Biotransformasi ini

dikatalisis oleh enzim sitokrom P450. Triklorometil (CCl3) dan

triklorometilperoksi (Cl3COO) merupakan radikal bebas yang akan

berinteraksi dengan lipid dan protein pada hepatosit, radikal bebas akan

memicu reaksi peroksidasi dari asam polienoat yang terdapat pada retikulum

endoplasma, reaksi ini akan menghasilkan radikal bebas baru yang akan

memicu reaksi berantai. Peroksidasi lipid ini menyebabkan kerusakan struktur

dan gangguan fungsi membran sel. Apabila jumlah CCl4 yang terkonsumsi

cukup banyak, maka akan terjadi peningkatan Ca2+ intraseluler yang

berdampak pada kematian sel (Klaasen, 2001). Triklorometilperoxi lebih aktif

melepaskan hidrogen dari asam lemak rantai panjang tak jenuh (PUFAs) yang

menyebabkan peroksidasi lipid dan terjadi kerusakan pada membran lipid dan

protein serta menyebabkan penurunan antioksidan. Reaksi berantai oleh radikal

bebas ini akan menimbulkan peningkatan stres peroksidatif yang

mengakibatkan kerusakan sel. Kerusakan ini dapat dinetralisir oleh antioksidan

dari luar (Kumar et al., 2007).

Induksi CCl4 pada dalam tubuh hewan coba menyebabkan terjadinya

reaksi inflamasi dan stress oksidatif yang selanjutnya akan mempengaruhi

keadaan hepar normal. Sebagai respon dari penyakit hepar yang sedang

berlangsung, terjadi peningkatan total kolagen dan komponen non-kolagen

Page 37: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

23

pada ECM. Pada jaringan subendotelial terjadi perubahan komposisi dasar, dari

membran dengan densitas rendah menjadi matriks interstisial. Perubahan ini

menyebabkan hilangnya microvilli pada hepatosit dan hilangnya fenestra (pori-

pori) pada lapisan endotel. Peningkatan matriks interstitial pada lapisan

subendotelial merupakan faktor yang mengaktivasi HSC (Rockey, 2006).

Fibrosis hepar selain berkaitan deposisi ECM juga dengan respon

inflamasi (Istri, 2010). Ketika terjadi cedera pada hepar sistem imun non

spesifik akan merespon reaksi tersebut. Sel epitel memproduksi peptida seperti

defensins dan cathelicidin yang akan bereaksi dengan mikroba yang memasuki

epitel. Sel-sel imun memiliki Reseptor yang disebut dengan pattern recognitio

receptors yang berfungsi dalam mengenali substansi patogen yang disebut

patoghen associated molecular pattern (PAMPs). Pada peredaran darah,

mikroba patogen serta zat toksik penyebab fibrosis hepar dikenali oleh sel

leukosit melalui reseptor binding site. Selanjutnya leukosit yang teraktivasi

akan memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi dan akan beregresi pada

jaringan hepar. Pada regulasi normal, sel leukosit berada pada jaringan darah

dan ketika terjadi inflamasi atau cidera, sel tersebut akan berkembang didalam

jaringan. Sitokin yang berperan pada proses inflamasi pertama kali ialah TNF-

α dan IL-1 (Abbas et al. , 2007).

2.5 Interleukin-1 (IL-1)

Sitokin adalah mediator (berupa protein atau glikoprotein dengan berat

molekul 8-80kDa) yang dihasilkan oleh sel dalam reaksi radang atau

Page 38: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

24

imunologik yang berfungsi sebagai isyarat antara sel-sel untuk membentuk

jaringan komunikasi dalam respon imun. Yang termasuk dalam sitokin adalah

berbagai interleukin (IL-1, IL-2, IL-4, IL-10, IL-13), interferon (IFN α, β, dan

γ), faktor nekrosis tumor (tumour necrosis factor, TNF), faktor perangsang

koloni (colony stimulating factor, CSF), faktor pertumbuhan (growth factor),

dan khemokin (sitokin khemotaktik) (Ishartadiati, 2008). Sitokin yang

berperan pada proses inflamasi pertama kali ialah TNF-α dan IL-1 (Abbas et

al., 2007).

Interleukin-1 merupakan mediator kunci dari respon tubuh terhadap

invasi mikroba, reaksi imunologi dan cedera jaringan. Interleukin-1 terdiri dari

2 peptida yaitu α dan β yang memiliki aktivitas yang identik. Interleukin-1α

terikat di membran sedangkan interleukin-1β (IL-1β) yang disekresikan dan

ditemukan di dalam sirkulasi merupakan bentuk IL-1 terbanyak. IL-1β

merupakan gene family dari IL-1 yang bersifat agonis dengan IL-1 alfa dalam

reaksi menimbulkan radang (Iryandi, 2008). Sebagian besar IL-1β disekresikan

oleh monosit dan sebagian oleh makrofag, sel endotelial, fibroblas, dan sel

epidermal yang diaktivasi oleh beberapa stimulus (Kaya, 2010). Keseimbangan

IL-1β sebagai sitokin proinflamasi sangat penting dalam proses peradangan

pada hepar. Peningkatan sitokin IL-1β akan menyebabkan proses peradangan

yang akan berlanjut menjadi kronis sehingga dapat menyebabkan fibrosis pada

hepar (Iryandi, 2008).

IL-1 selain diproduksi dari monosit atau makrofag, juga terdapat di

dalam sel lain seperti pada corneal epithelium, sel mukosa mulut, sel

Page 39: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

25

langerhans, neutrofil, fibroblas, sel endotelial, sel B, sel T, hepatosit (sel hepar)

dan keratinosit (sel utama dalam kulit). Mononuclear phagocytes dapat

distimulasi oleh berbagai stimulus untuk dapat menghasilkan IL-1 dalam

jumlah yang besar, antara lain: mikroba, produk mikrobial, agen inflamasi dan

antigen (Kusumadewy, 2012)

Terdapat 2 reseptor untuk IL-1, yaitu tipe I dan tipe II. Sebagian besar

aktivitas IL-1 diperantarai melalui reseptor tipe I (IL-1RI) yang terdapat di

dalam sebagian besar sel terutama di dalam sel endotelial, hepatosit,

keratinosit, T limfosit, dan fibroblas. Reseptor tipe II memiliki aktivitas yang

lebih sedikit, merupakan reseptor yang dapat menghambat ikatan IL-1 dengan

reseptor tipe I (decoy receptor) dan terutama terdapat di dalam B limfosit,

monosit, dan neutrofil. Inhibitor IL-1 alami yaitu IL-1 receptor antagonist (IL-

1 ra), analog dengan IL-1 yang berikatan namun tidak mengaktifkan reseptor

IL-1. IL-1ra menghambat kemampuan IL-1 untuk menstimulasi resorbsi dan

produksi PGE2 (Kusumadewy, 2012).

Interleukin-1 memiliki berbagai macam fungsi pada berbagai macam

tipe sel dan organ tubuh disebut juga sebagai sitokin pleiotropik. Efek lokal

yang dimediasi oleh IL-1 antara lain: menstimulasi monosit dan makrofag

untuk memproduksi (lebih banyak) IL-1 dan sitokin lainnya seperti tumor

necroting factor (TNF) dan IL-6; menstimulasi proliferasi sel B dan

meningkatkan sintesis imunoglobulin; serta menstimulasi sel T untuk

memproduksi sitokin (Kusumadewy, 2012).

Page 40: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

26

2.6 Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.)

Tanaman kedelai (Gambar 2.4) termasuk keluarga kacang-kacangan

yang berasal dari asia. Kedelai ditanam menyebar ke Cina dan eropa. Amerika,

Brazil, Cina dan Argentina adalah negara terbesar di dunia penghasil kedelai.

Indonesia sudah melakukan penanaman kedelai sejak tahun 1750 terutama di

pulau Jawa dan Bali (Rahma, 2010). Pada umumnya, kedelai yang lebih

banyak digunakan dalam produk pangan adalah kedelai kuning misalnya diolah

menjadi tahu, tempe, kecap dan susu kedelai. Pemanfaatan kedelai hitam

(Glycine max (L.) Merr.) kurang mendapat perhatian dan tidak sepopuler

kedelai kuning dikarenakan warnanya yang kurang menarik (Noer, 2009).

Gambar 2.4 Tanaman Kedelai Hitam (Rahma, 2010)

Menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996), taksonomi kedelai adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Page 41: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

27

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Polypetales

Famili : Legumenosae (Papilioneceae)

Sub-famili : Papilionoideae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L), Merill, Glycine soja (L.)

Kedelai hitam banyak dikembangkan untuk mengatasi berbagai macam

penyakit karena memiliki kandungan asam amino esensial, vitamin E, saponin

dan kaya akan antioksidan misalnya dengan flavonoid, isoflavon dan

antosianin (Krisna, 2014). Antioksidan isoflavon dalam kedelai terdapat dalam

empat bentuk, yaitu bentuk malonil-glikosida, asetil-glikosida, glikosida, dan

aglikon (bebas). Di antara keempat bentuk isoflavon, aktivitas antioksidatif

tertinggi ditunjukkan oleh isoflavon aglikon, terutama genistein (Purwoko,

2004).

Kedelai hitam sendiri menempati daftar teratas dengan aktivitas

antioksidan tertinggi, dibandingkan jenis kedelai lainnya (kedelai merah,

cokelat, kuning dan putih) (Beninger, 2003). Kedelai hitam memiliki

kandungan genistein dengan kadar 0,65 ± 0,07 mg/g yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan kadar genistein kedelai kuning yaitu 0,40 ± 0,01 mg/g

(Nurrahman, 2015). Genistein merupakan phytoestrogen yang mempunyai sifat

estrogenik, antikarsinogenik, antifungal dan antioksidan (Fitzpatrick, 2003).

Page 42: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

28

2.7 Bahan Aktif Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.)

Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus

Tempe kedelai merupakan salah satu makanan yang populer di

Indonesia. Tempe dapat dibuat dengan bahan dasar kedelai ataupun jenis

tanaman kacang-kacangan yang lain melalui proses fermentasi menggunakan

Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus (Sulistyowati, 2004). Kedua jamur

tersebut mempunyai aktivitas enzim β-glukosidase yang berbeda. Aktivitas

enzim β-glukosidase R. oligosporus lebih besar dari pada R. oryzae. Hidrolisis

dengan asam atau enzim β-glukosidase dapat mengubah isoflavon glikosida

menjadi isoflavon aglikon dan glukosa (Purwoko dkk., 2001).

Tempe kaya akan protein, lemak, serat, kalsium, enzim, vitamin B dan

zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti

antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit

degenerative (Dewi, 2007). Komponen antibiotik dan zat antioksidan yang

berkhasiat sebagai obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat,

asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006).

Isoflavon yang ada pada tempe telah banyak diteliti karena potensinya

dalam pencegahan penuaan dini sel dan penyakit degeneratif (Ren et al., 2001).

Teknik fermentasi merupakan upaya untuk meningkatkan kandungan isoflavon

karena enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri Rhizopus sp yang terdapat

dalam ragi tempe dapat mengubah senyawa flavanon menjadi isoflavon selama

proses fermentasi. Proses ferrmentasi dapat menghidrolisis senyawa-senyawa

flavon glikosida menjadi aglikonnya, yang menunjukkan aktivitas antioksidan

yang lebih tinggi. Senyawa isoflavon merupakan salah satu komponen yang juga

Page 43: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

29

mengalami metabolisme. Senyawa isoflavon ini pada kedelai berbentuk

senyawa konjugat dengan senyawa gula melalui ikatan -O- glikosidik. Selama

proses fermentasi, ikatan -0- glikosidik terhidrolisa dengan enzim β-glucosidase

dari mikroba dengan mengkatalisis hidrolisis ikatan glikosida di gugus alkyl dan

aryl β-D-glucosides serta glikosida., sehingga dibebaskan senyawa gula dan

isoflavon aglikon yang bebas. Senyawa isoflavon aglikon ini dapat mengalami

transformasi lebih lanjut membentuk senyawa transforman baru. Hasil

transformasi lebih lanjut dari senyawa aglikon ini justru menghasilkan senyawa-

senyawa yang mempunyai aktivitas biologi lebih tinggi (Atun, 2009; Vattern dan

Shetty, 2003 ). Total kandungan aktivitas antioksidan yang berupa aglikan dari

kedelai hitam meningkat setelah difermentasi oleh jamur (Lee et al., 2008).

Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, glisitein, dan daidzein (Atun, 2009).

Genistein merupakan inhibitor protein tyrosine kinase yang mampu melemahkan

faktor pertumbuhan dan proliferasi yang distimulasi sitokin baik pada sel normal

maupun sel kanker (Salas, et al., 2007).

Menurut Sugimoto et al. (2007), tempe juga memiliki kandungan

enzim fibrinolitik protease. Enzim fibrinolitik protease adalah salah satu jenis

enzim protease yang sering digolongkan sebagai salah satu jenis protease serin

yang dikenal memiliki kemampuan untuk mendegradasi benang-benang fibrin

(Dewi, 2006). Enzim fibrinolitik bekerja dengan mekanisme mendegradai fibrin

secara langsung (Peng et al., 2005). Enzim fibrinolitik adalah protease yang

mampu mendegradasi fibrin (Poernomo, dkk. 2016).

Page 44: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

30

Proses degradasi fibrin oleh enzim fibrinolitik disebut fibrinolisis.

Komponen penting dalam proses fibrinolisis ini adalah plasmin. Plasmin dalam

darah berada dalam bentuk zimogen inaktif, yaitu plasminogen. Plasmin yang

terbentuk pada kondisi fisiologis akan dihilangkan aktivitasnya dengan cepat

oleh inhibitor plasmin, yaitu α2-antiplasmin. Pada kondisi fibrosis, plasminogen

terikat dengan fibrin, maka akan mengaktifasi alteplase (t-PA) yang dapat

memutuskan ikatan Arg-Val dalam plasminogen untuk menghasilkan protease

serin dua rantai yaitu plasmin. sehingga akan terbentuk plasmin yang dapat

terlindungi dari inhibitornya. Selanjutnya plasmin mencerna fibrin hingga

terbentuk produk degradasi yang dapat larut. Tidak satu pun dari plasmin,

plasminogen, dan aktivator plasminogen yang dapat tetap terikat dengan produk

penguraian ini sehingga semuanya akan dilepas ke dalam media cair yang

kemudian dihilangkan aktivitasnya, sehingga kadar fibrin dalam ECM dapat

terdegradasi (Dewi, 2006).

Fibrosis hepar mengakibatkan menurunnya fungsi hepar dan rusaknya

arsitektur hepar. Genistein sebagai agen antifibrosis bekerja dengan

memperbaiki homeostasis hepar dengan meregulasi serum bilirubin dan enzim.

Mekanisme antifibrosis oleh genistein adalah dengan menurunkan produksi

bilirubin dan enzim atau mengeliminasi bilirubin dan enzim melalui jalur

antioksidan (Salas et al., 2007).

Page 45: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

31

2.8 Hewan Coba Tikus Model (Rattus norvegicus)

Hewan coba adalah hewan yang dapat digunakan untuk tujuan suatu

penelitian. Pemakaian hewan coba dilakukan dalam berbagai penelitian

biomedikal seperti penelitian toksikologi, mikrobiologi, imunologi,

pengembangan obat-obatan dan vaksin (Lammert et al., 2002). Tikus Rattus

norvegicus merupakan hewan yang umum digunakan dalam penelitian, karena

mudah dipelihara, secara garis besar fungsi dan bentuk organ serta proses

biokimia antara tikus dan manusia memiliki banyak kesamaan (Suckow et al.,

2006). Klasifikasi tikus yang digunakan dalam penelitian menurut Armitage

(2004), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus Rattus norvegicus memiliki waktu hidup 2,5-3,5 tahun, berat

badan jantan 300-500 gram dan betina 250-300 gram, denyut jantung 330-480

kali per menit, frekuensi respirasi 85 kali per menit dan memasuki masa dewasa

pada usia 40-60 hari.

Page 46: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

32

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka konseptual

Metabolisme CCl4 di hepar

FGF

Tikus

Akivasi oleh enzim sitokrom P-450

Radikal bebas CCl3O2

Stress oksidatif

Respon imunitas terhadap adanya kerusakan sel

MMP

Kerusakan Jaringan

Sintesis kolagen

11111111111111

CCl4 Sari tempe kedelai

hitam

Deposit ECM

111

Isoflavon

Peroksidasi lipid membran hepatosit

Growth Factor

Sitokin (IL-1β) oleh sel Kupffer

Fibrinolitik

Fibrosis hepar

111

TGF

IL-13

Gambaran Histopatologi

Page 47: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

33

Keterangan:

= Pengaruh induksi CCl4

= Pengaruh sari tempe kedelai hitam

= Penghambatan oleh sari tempe kedelai hitam

= Perlakuan

= Variabel yang diamati

= Variabel bebas

Induksi CCl4 pada hewan coba dapat mengakibatkan kerusakan hepar

karena merupakan salah satu sumber radikal bebas. CCl4 akan mengalami reaksi

oksidasi yang dikatalisis oleh sitokrom P450 (CYP) 2E1 di retikulum endoplasma

menjadi triklorometilperoxide (CCl3OO-) dan menjadi sumber radikal bebas dalam

hepar. Pemberian CCl4 dapat merangsang peningkatan ROS (Reactive Oxygen

Spesies) yang dapat melebihi jumlah antioksidan endogen sehingga akan

menimbulkan terjadinya stress oksidatif dan mengakibatkan kerusakan sel.

Radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh juga dapat menyebabkan

peroksidasi lipid, yaitu ikatan radikal bebas dengan lipid yang terdapat pada

membran fosfolipid bilayer. Peroksidasi lipid tersebut akan mengakibatkan

perubahan struktur dari membran hepatosit, menonaktifkan ikatan membran dengan

reseptor atau enzim yang dapat mengganggu fungsi normal sel dan mengakibatkan

kerusakan sel.

Kerusakan hepatosit memicu terjadinya aktivasi sel inflamasi, sehingga

mengakibatkan pelepasan mediator inflamasi. Aktivitas inflamasi dan kondisi stres

oksidatif secara progresif akan mengaktivasi sel kupfer yang berada jaringan

Page 48: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

34

subendotel hepar dan HSC pada disse space hepar. Keadaan tersebut berdampak

pada aktivitas matrix metalloproteinase (MMP). Apabila produksi dari sel-sel imun

tersebut terjadi secara terus menerus hal ini akan menyebabkan kerusakan jaringan.

Sitokin IL-13 dan TGF-β berperan dalam proses fibrogenesis yakni fungsi dalam

peningkatan regulasi, aktivasi fibroblast growth factor, dan peningkatan reseptor

sitokin (termasuk IL-1β). Selanjutnya keadaan ini akan menyebabkan produksi

kolagen berlebih pada jaringan hepar sehingga terjadi akumulasi protein matriks

ekstraseluler yang disebut dengan fibrosis hepar.

Perbaikan kerusakan hepar akibat radikal bebas dalam tubuh dapat

dilakukan dengan menggunakan antioksidan eksogen. Sari tempe kedelai hitam

(Glycine max (L.) Merr.) hasil fermentasi Rhizopus oligosporus sebagai terapi

fibrosis hepar memiliki kandungan antioksidan berupa isoflavon. Isoflavon dapat

membantu kerja superoksida dismutase dalam menstabilkan radikal bebas.

Isoflavon bekerja dengan cara menyumbangkan satu elektronnya kepada senyawa

radikal sehingga senyawa radikal berubah menjadi senyawa tidak radikal atau

senyawa yang tidak berbahaya bagi sel. Oleh karena itu, isoflavon membantu kerja

superoksida dismutase sehingga aktivitas enzim superoksida dismutase di dalam sel

dapat dipertahankan. Sari tempe juga memiliki kandungan enzim fibrinolitik

protease jenis protease serin yang dikenal memiliki kemampuan untuk

mendegradasi benang-benang fibrin. Fibrin merupakan protein ECM yang dibentuk

oleh fibrinogen.

Tidak adanya peroksidasi membrane lipid yang diakibatkan oleh

dihambatnya stress oksidatif dapat mengurangi kerusakan sel, sehingga

Page 49: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

35

menurunkan sitokin (IL-1 β) sebagai respon proinflamasi. Dengan berkurangnya

kerusakan hepar, maka HSC tidak teraktifasi secara berlebihan dan tidak

mengalami peningkatan ECM. Adanya enzim fibrinolitik pada sari tempe kedelai

hitam dapat mendegradasi fibrin melalui proteolysis oleh thrombin sehingga dapat

memperbaiki gambaran histopatologi hepar.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemberian sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus dapat menurunkan ekspresi IL-1β

(Interleukin-1 beta) pada tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis hepar

hasil induksi CCl4.

2. Pemberian sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus dapat memperbaiki kerusakan

histopatologi hepar.

Page 50: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

36

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 hingga Juni 2017.

Pelaksanaan penelitian terdiri atas beberapa tahapan meliputi tahapan

pembuatan tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) hasil fermentasi

Rhizopus oligosporus sampai dengan Pembuatan sari tempe kedelai hitam

dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Brawijaya. Tahapan perawatan, perlakuan dan pembedahan hewan

coba dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Brawijaya. Tahapan pembuatan preparat histopatologi hepar dengan

pewarnaan Masson’s Trichome dilakukan di Patologi Anatomi, Fakultas

Kedokteran, Universitas Airlangga. Tahapan uji enzim fibrinolitik dilaksanakan

di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga.

Tahapan uji kandungan isoflavon dilaksanakan di Laboratorium Kimia Dasar,

Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Malang. Pembuatan preparat

histopatologi hepar dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga, dan pengamatan gambaran histopatologi

hepar dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya. Tahapan pengukuran ekspresi IL-1β dengan metode

imunohistokimia dilaksanakan di Laboratorium Biomedik, Fakultas

Kedokteran, Universitas Brawijaya.

Page 51: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

37

4.2 Alat dan Bahan Penelitian

4.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkubator, tabung

falcon, sentrifugator, vortex mixer, panci, cawan petri, blender, kertas saring,

pengaduk magnetic, evaporator, refrigerator, erlenmeyer, gelas ukur, pipet,

disposable syringe, pot, object glass, cover glass, mikroskop, kandang tikus,

dissecting set, alumunium foil, vacutainer, microtube, dehydaratus

autotechnicon, freeze drying, LC-MS, Object glass, mikroskop.

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai hitam

(Glycine max (L.) Merr.), Rhizopus oligosporus, Tikus (Ratus novergicus),

Pakan standar AIN-93, NaCl 0,9%, aquadest, CCl4 20%, olive oil, phospat

buffer saline, NaCl 0,9 %, NaCl Fisiologi, Aquadest, Fibrin bovine blood, HCl,

PBS, Formalin 10%, Alkohol (70%, 80%, 90%, 95%), Asetonitril, Ammonia

format, Alkohol-Xylol, Pewarnaan Masson’s Trichome, Antibodi primer rat

anti-IL1β, Rabbit anti-mouse IgG berlabel biotin, SA-HRP, Diamanobenzdine,

mayer hematoxylin.

4.3 Tahapan Penelitian

4.3.1 Sampel Penelitian

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan galur Wistar umur 2 bulan dengan berat 150-200

Page 52: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

38

gram (Costandinou et al., 2005). Hewan coba diadaptasikan selama tujuh hari

untuk menyesuaikan dengan kondisi di laboratorium. Estimasi besar sampel

dihitung berdasar rumus (Kusriningrum, 2008):

t (n-1) ≥ 15

5 (n-1) ≥ 15

5n-5 ≥ 15

5n ≥ 20

n ≥ 20/5

n ≥ 4

Berdasarkan perhitungan diatas, maka untuk 5 macam kelompok

perlakuan diperlukan jumlah ulangan paling sedikit 4 kali dalam setiap

kelompok sehingga dibutuhkan 20 ekor hewan coba.

4.3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan post-test control design only.

Rancangan penelitian ditunjukkan Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rancangan penelitian dengan 5 kelompok perlakuan:

Kelompok Keterangan Perlakuan

Kelompok negatif Tikus tidak diberikan sari tempe kedelai hitam

(Glycine max (L.) Merr.) hasil fermentasi Rhizopus

oligosporus dan tidak induksi CCl4.

Kelompok positif Tikus diinduksi CCl4 20% yang diencerkan dengan

olive oil, dengan dosis 0,2 mL/100g BB sebanyak dua

kali per minggu selama dua minggu pertama.

Keterangan:

t: jumlah kelompok perlakuan

n: jumlah ulangan yang diperlukan

Page 53: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

39

Selanjutnya pada empat minggu selanjutnya

dilakukan induksi CCl4 25% menggunakan dosis 0,2

mL/100g BB sebanyak dua kali per minggu.

Kelompok terapi 1 Tikus model fibrosis Hepar dengan terapi sari tempe

kedelai hitam masing-masing sebanyak 200 mg/kgBB

selama 2 minggu dengan volume 2 ml.

Kelompok terapi 2 Tikus model fibrosis Hepar dengan terapi sari tempe

kedelai hitam masing-masing sebanyak 400 mg/kgBB

selama 2 minggu dengan volume 2 ml.

Kelompok terapi 3 Tikus fibrosis Hepar dengan terapi sari tempe kedelai

hitam masing-masing sebanyak 800 mg/kgBB selama

2 minggu dengan volume 2 ml.

4.3.3 Variabel Penelitian

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas : Dosis sari tempe biji kedelai hitam (Glycine

max (L.) Merr.) hasil fermentasi Rhizopus oligosporus dan dosis induksi

CCl4.

b. Variabel tergantung : Histopatologi hepar dan ekspresi IL-1β

c. Variabel kendali : Tikus, jenis kelamin, berat badan, umur,

pakan dan kondisi pemeliharaan.

Page 54: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

40

4.4 Prosedur Kerja

4.4.1 Persiapan Hewan Coba

Hewan coba pada semua kelompok perlakuan dikandangkan secara

terpisah dan diadaptasikan selama lebih kurang 7 hari. Selama penelitian tikus

diberikan pakan standar AIN-93 dengan komposisi pada Lampiran 4 dan

minum secara ad libitum.

4.4.2 Pembuatan Hewan Model Fibrosis Hepar

Induksi fibrosis hepar dilakukan dengan pemberian CCl4 konsentrasi

20% yang diencerkan dengan olive oil, dengan dosis 0,2 mL/100g BB sebanyak

dua kali per minggu selama dua minggu pertama. Selanjutnya pada empat

minggu selanjutnya dilakukan induksi CCl4 25% menggunakan dosis 0,2

mL/100g BB pada hewan coba (Modifikasi Costandinou et al., 2005). Induksi

CCl4 dilakukan secara intraperitoneal. Perhitungan pengenceran CCl4 dan olive

oil dapat dilihat di Lampiran 5.

4.4.3 Penyiapan Inokulum

Dilakukan pembuatan suspensi spora Rhizopus oligosporus dengan

cara menambahkan 10 mL NaCl 0,9% steril ke dalam tabung inokulum yang

telah diinkubasi selama 72 jam, divortex sampai spora jamur terlepas dari

medianya (± 15 menit) (Poernomo, dkk. 2016).

4.4.4 Pembuatan Media Biji Kedelai Hitam

Sebanyak 500 gram masing-masing biji kedelai hitam dicuci dengan

aquadest, kemudian direbus selama 15 menit. Setelah direbus, dilakukan

Page 55: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

41

pengelupasan dan dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil, direndam dalam

aquadest (1:3, b/v) selama 24 jam. Setelah perendaman 24 jam, dicuci dan

direbus kembali dengan aquadest (1:4, b/v) selama 15 menit dan ditiriskan

selama 30 menit (Poernomo, dkk. 2016).

4.4.5 Proses Fermentasi Tempe

Fermentasi biji kedelai hitam oleh Rhizopus oligosporus dilakukan

dalam cawan petri streril. Tiap cawan berisi 100 gram biji dan difermentasi

dengan 10 mL suspensi spora 10% dan dicampur sampai homogen. Seluruh

cawan petri dimasukkan inkubator pada suhu 30oC ± 2oC selama 43 jam

(Poernomo, dkk. 2016).

4.4.6 Pembuatan sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.)

Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus

Pembuatan sari dilakukan dengan menghaluskan sebanyak 500 g tempe

kedelai hitam di-blender dengan 1 L larutan aquadest dan menghasilkan bubur

encer. Bubur encer selanjutnya disaring menggunakan kertas saring hingga

diperoleh ampas dan filtrat berupa sari tempe. Filtrat yang diperoleh

dikeringkan dengan proses freeze drying pada suhu -15˚ (Surya, 2011).

4.4.7 Uji Aktivitas Fibrinolitik dengan Metode Cakram Fibrin

Fibrin bovine blood sebanyak 0,3% dalam 100 mL dapar borat pH 7,8

dicampur dengan agarosa sebanyak 1,7%, kemudian dipanaskan. Dalam

keadaan masih panas, dituang media fibrin plate sebanyak 20 mL ke dalam

cawan petri. Ditambahkan methylen blue sebanyak 400 μL pada plate agar zona

jernih fibrinolitik terlihat dengan jelas. Setelah beberapa menit media akan

memadat, dibuat satu lubang dan diinokulasikan sari tempe sebanyak 60 μL.

Seluruh cawan diinkubasi pada suhu 37˚ C selama 20 jam dan aktivitas

Page 56: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

42

fibrinolitik dapat diukur. Zona jernih transparan mengindikasikan hasil

degradasi fibrin dan diameter zona sebanding dengan potensi aktivitas

fibrinolitik (Poernomo, dkk. 2016).

4.4.8 Identifikasi Profil Isoflavon

Uji LC-MS dengan metode Electrospray Ion (ESI) dengan hasil

saringan tempe kedelai hitam sebanyak 100 µl ditambah dengan larutan

asetonitril hingga 1000 µl kemudian ditambah dengan larutan ammonia format

20 mMol sebanyak 500 µl. Tahap selanjutnya adalah filterisasi dan

dimasukkan ke dalam botol vial. Sampel di injeksikan ke dalam alat LC-MS

yang terdiri dari fase gerak larutan A (0,1% asam format dalam H2O) dan

larutan B (0,1% asam format dalam asetonitril), dan fase diam atau kolom

Hypersilgold. Laju alir fase gerak 300 µl/min (Firmansyah, dkk. 2015).

4.4.9 Pemeriksaan Keberhasilan Induksi Fibrosis Hepar

Pemeriksaan keberhasilan Induksi CCL4 pada hewan model fibrosis

hepar, dilakukan pengukuran kadar SGPT dan SGOT untuk mendiagnosa

terjadinya kerusakan pada hepar baik akut maupun kronis (Amirudin, 2009).

Pemeriksaan kadar SGPT dan SGOT pada kontrol positif, dilakukan sebelum

induksi CCL4 dan setiap 2 minggu selama induksi CCL4. Pengamatan

perubahan secara langsung keberhasilan Induksi CCL4 dilakukan dengan

pemeriksaan histopatologi (Shaker, 2011). Pemeriksaan histopatogi untuk

kontrol positif dan kontrol negatif dilakukan dengan pewarnaan Hematoxylin-

Eosin (HE).

Page 57: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

43

a. Pengukuran Kadar SGPT-SGOT

Sebelum dilakukan pengukuran kadar SGPT-SGOT, dilakukan

pengambilan sampel darah (serum) melalui sinus orbitalis pada hewan coba,

kemudian dikoleksi dalam tabung venoject tanpa EDTA, serta disentrifugasi

selama 10 menit pada 3000 rpm (Laili, 2013). Penetapan reaksi SGPT/SGOT

menggunakan Reagen SGOT dan SGPT yang digunakan adalah kit reagen

SGOT-SGPT (Diasys), Serum darah dan reagen SGOT/SGPT dicampur pada

temperatur ruangan (15-30°C). Serum darah diambil sebanyak 100 μl,

kemudian ditambahkan kit reagen SGOT-SGPT (Diasys) sebanyak 1000 μl dan

diinkubasi pada suhu 37°C selama 60 detik (Indarto, 2013). Kemudian sampel

dibaca absorbansinya menggunakan metode spektofotometer pada panjang

gelombang 405 nm (Laili, 2013).

b. Pemeriksaan Histopatologi Hepar dengan Pewarnaan HE

Pembuatan preparat histopatologi melalui proses fiksasi, dehidrasi,

cleaning, embedding, sectioning dan penempelan pada objek glass, kemudian

diwarnai dengan pewarna Hematoxylin-Eosin (HE) yang akan dianalisis dan

disajikan secara deskriptif untuk melihat histopatologi hepar menggunakan

mikroskop Olympus BX51 dengan perbesaran 400x (Arauna, 2013).

4.4.10 Pemberian Terapi Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max (L.)

Merr.) Hasil Fermentasi Rhizopus oligosporus

Pemberian terapi sari tempe kedelai hitam masing-masing pada

kelompok T1 dengan dosis sebesar 200 mg/kgBB selama 2 minggu, kelompok

T2 dosis 400 mg/kgBB selama 2 minggu dan T3 dosis sebesar 800 mg/kgBB

Page 58: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

44

selama 2 minggu (Yusof et al., 2013). Pemberian terapi sari tempe kedelai

hitam diberikan secara peroral, sebanyak 2 ml yang diencerkan dengan akuades

Perhitungan dosis dan pengenceran dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.4.11 Pengambilan Organ Hepar

Euthanasi tikus dilakukan dengan dislokasi pada bagian leher,

kemudian dilakukan pembedahan. Tikus diposisikan pada posisi rebah dorsal

kemudian dilakukan nekropsi. Dibuat insisi pada ventral midline abdomen,

kemudian insisi kulit dan subkutan ke arah kranial lalu insisi musculus daerah

abdomen kearah kranial. Prosesus xhipoideus diangkat kemudian dipotong

beserta sternum hingga cavum thoraks terbuka. Organ Hepar diisolasi dari

cavum abdomen kemudian dicuci dengan NaCl fisiologis 0,9% dan direndam

pada larutan Phosfat Buffer Saline (PBS) dengan pH 7,4 dalam pot, diberi label

lalu disimpan pada lemari pendingin.

4.4.12 Pembuatan Preparat Histopatologi dengan Masson’s Trichrome

Pembuatan preparat histopatologi hepar terdiri dari beberapa proses

menurut Ashari (2013) yaitu;

a. Fiksasi

Jaringan hepar dimasukkan dalam larutan formalin 10% selama 18-

24 jam. Setelah proses fiksasi, jaringan dimasukkan kedalam larutan aquades

selama 1 jam yang berfungsi menghilangkan larutan fiksasi. Proses ini

berfungsi sebagai pengawetan jaringan dan mempertahankan sel atau jaringan

agar tidak mengalami perubahan bentuk ataupun ukuran.

Page 59: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

45

b. Dehidrasi

Jaringan dimasukkan kedalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat

(70%, 80%, 90%, 95%) dengan menggunakan alat dehydarator autotechnicon

selama 2 jam. Dehidrasi merupakan proses penarikan molekul air dari dalam

jaringan dengan tujuan agar seluruh ruang antar sel dalam jaringan dapat diisi

molekul parafin.

c. Clearing

Jaringan dimasukkan kedalam larutan alkohol-xylol selama 1 jam,

kemudian larutan xylol murni selama 4 jam. Proses ini berfungsi menarik

alkohol atau dehidran yang lain dari dalam jaringan agar dapat digantikan

dengan molekul parafin. Clearing merupakan proses mentransparankan

jaringan.

d. Impregnasi

Potongan jaringan dimasukkan kedalam parafin cair yang ditempatkan

dalam inkubator bersuhu 58-60oC selama 2-3 jam. Proses ini merupakan

pengeluaran xylol dari dalam jaringan yang akan digantikan parafin cair.

e. Embedding

Proses ini merupakan penanaman jaringan ke media parafin yang

berfungsi untuk mempermudah melakukan proses pengirisan sampel.

Potongan jaringan dalam parafin yang telah memadat kemudian dilakukan

pemotongan dengan ketebalan 4 mikron dan ditempelkan pada object glass.

Page 60: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

46

Setelah itu dipanaskan dalam inkubator dengan suhu 60 oC hingga parafin

mencair.

f. Pewarnaan Masson’s Trichome

Pewarnaan Masson’s Trichome merupakan pewarnaan khusus untuk

serat elastin dan retikulin. Serat retikulin adalah serat kolagen yang kaya akan

selubung glikoprotein yang akan terlihat berwarna biru dalam pewarnaan ini

(Cotran, 2003).

Preparat difiksasi kembali dengan menggunakan formalin 10% yang

selanjutnya dilakukan deparafinisasi dengan aquades. Dilakukan perendaman

kedalam larutan boin’s selama 1 jam dengan suhu 56 oC, setelah itu

didinginkan dan dicuci menggunakan aquades. Preparat dimasukkan kedalam

larutan weigert’s iron hematoxylin selama 10 menit yang kemudian dicuci

dengan air mengalir dan dibilas aquades. Dilakukan perendaman preparat

kembali ke dalam larutan biebrich scarlet acid fuchsin selama 2 menit yang

kemudian dicuci dengan air mengalir dan dibilas aquades. Dimasukkan

preparat ke dalam larutan asam phosphomolybdic-phosphotungistic selama 10

menit, lalu larutan aniline blue selama 5 menit yang selanjutnya dibilas dengan

aquades. Dilakukan perendaman preparat selama 3 menit ke dalam larutan

asam glasial asetat yang selanjutnya didehidrasi menggunakan alkohol 95%

dan 100%. Dibersihkan menggunakan xylene sebanyak dua kali yang

selanjutnya dilakukan mounting dengan balsam kanada dan diutup dengan

cover glass (Ashari, 2013).

g. Pengamatan histopatologi hepar pewarnaan Masson’s Trichome

Page 61: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

47

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan

perbesaran (100x) dan (400x). Hasil pewarnaan trichrome stain menunjukkan

kolagen berwarna biru, sitoplasma berwarna merah, eritrosit berwarna kuning

atau merah. Dianalisa secara deskriptif (Ashari, 2013). Selanjutnya dilakukan

sistem skoring berdasarkan persebaran kolagen pada pewarnaan trichrome

strain (Ghany, 2009).

4.4.13 Pengukuran Ekspresi IL-1β dengan Metode Imunohistokimia

Tahapan pewarnaan imunohistokimia diawali dengan perendaman slide

preparat pada xylol I, xylol II, dan alkohol bertingkat (70%,80%,90%). Slide

preparat kemudian dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 1x15 menit selanjutnya

ditetesi dengan H2O2 selama 20 menit. Setelah itu dicuci kembali dengan PBS

pH 7,4 selama 5 menit sebanyak 3 kali dan dibloking dengan 5% FBS (Fetal

Bovine Serum) selama 1 jam. Kemudian, slide preparat dicuci kembali dengan

PBS pH 7,4 selama 5 menit sebanyak 3 kali dan selanjutnya diinkubasi dengan

antibodi primer anti- mouse IL-1β semalam pada suhu 40C. Setelah inkubasi

dengan antibodi primer dicuci dengan PBS Ph 7,4 selama 5 menit sebanyak 3

kali. Selanjutnya ditambahkan dengan antibodi sekunder Rabbit anti-mouse

IgG berlabel biotin dan diinkubasi selama 1 jam dengan suhu ruang.

Slide preparat ditetesi dengan Strep Avidin Horse Radish peroxidine

(SA-HRP) selama 40 menit. Kemudian dicuci kembali dengan PBS pH 7,4

selama 5 menit sebanyak 3 kali. Ditetesi dengan Diamanobenzidine (DAB)

selama 10 menit. Dicuci kembali dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit 3 kali.

Selanjutnya counterstaining menggunakan Mayer Hematoxylen selama 10

Page 62: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

48

menit. Dicuci dengan air mengalir. Dibilas dengan aquades dan dikeringkan,

lalu slide dimounting dengan entellan dan ditutup dengan cover glass.

Pengamatan ekspresi IL-1β dilakukan dengan mikroskop perbesaran

100x dengan lima bidang pandang pengamatan. Setelah itu hasil pengamatan

difoto dan dianalisa menggunakan software immuno ratio untuk mengamati

ekspresi IL-1β melalui pengukuran presentase area yang terwarnai (Ramos-

Vara, 2005).

4.5 Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

analisa statistik kuantitatif untuk data persentase rata-rata eksprsesi IL-1 β.

Sedangkan data gambaran histopatologi hepar dianalisa secara deskriptif

kualitatif. Data ekspresi IL-1 ditabulasi menggunakan Microsoft Office Excel

kemudian dianalisa menggunakan analysis of variance (ANOVA) dengan

software SPSS 16 for Windows. Analisa one-way ANOVA didahului dengan uji

distribusi data, selanjutnya dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui data

tersebut memiliki varian yang sama atau tidak. Apabila data terdistribusi

normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji one-way ANOVA untuk

mengetahui perbedaan rata-rata antar kelompok perlakuan atau perbedaan

secara keseluruhan atau kelompok perlakuan. Apabila hasil uji one-way

ANOVA menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05), maka dapat dilakukan

uji lanjutan menggunakan uji Tukey (Beda Nyata Jujur) dengan α 5%

(Kusriningrum, 2008).

Page 63: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

49

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keberhasilan Induksi CCL4 dalam Pembuatan Tikus Model Fibrosis

Hepar

5.1.1 Pengaruh Induksi CCL4 terhadap Kadar SGOT dan SGPT pada

Serum

Carbon Tetrachloride (CCL4) adalah zat hepatotoksik yang paling sering

digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan hepatotoksisitas yang dapat

menyebabkan fibrosis pada hepar yang disebabkan oleh radikal bebas (Sari,

2013). Pemberian CCL4 pada hewan coba dengan konsentrasi bertingkat

disesuaikan dengan berat badan (Lampiran 9) dengan tujuan mengakibatkan

kerusakan hepar lebih besar. Hepar rentan terkena bahan-bahan toksik,

mikroba dan terhadap gangguan metabolik. Karbon tetraklorida merupakan

salah satu zat toksik yang bisa menyebabkan kerusakan hepar. Meskipun

setelah cedera, hepar dapat pulih kembali dalam rentan waktu 14 hari oleh

proses regenerasi secara fisiologis (Tatukude, 2014). Pemberian senyawa

hepatotoksik dengan konsentrasi yang lebih tinggi mengakibatkan tingkat

kerusakan hepar tikus yang lebih besar serta membuktikan bahwa

terdapat hubungan antara pemberian dosis bertingkat terhadap tingkat

kerusakan hepar tikus (Ganda, 2007).

Keberhasilan induksi CCl4 dalam menyebabkan fibrosis hepar diamati

melalui beberapa parameter. Pengamatan keberhasilan induksi fibrosis hepar

sebelum dilakukan nekropsi pada hewan coba dilakukan dengan pengukuran

kadar SGOT dan SGPT setiap 2 minggu, dengan menggunakan serum yang

diperoleh dari darah hewan coba melalui sinus orbitalis dengan tujuan untuk

Page 64: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

50

mengetahui tingkat kerusakan pada hepar. Menurut Aleya (2014) terbentuknya

fibrosis hepar pada tikus yang diinduksi CCL4 dapat diamati dengan

peningkatan SGOT dan SGPT. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan Hepar, sementara

dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pancreas,

sedangkan SGPT merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hepar

serta efektif untuk mendiagnosis kerusakan hepatoseluler (Potter and Perry,

2006).

Penentuan diagnosis penyebab kerusakan hepar pada kasus hepatotoksisitas

umumnya dilakukan dengan menghitung Rasio De Ritis, yaitu perbandingan

antara AST (SGOT) dan ALT (SGPT) dalam darah manusia atau hewan.

Perhitungan Rasio De Ritis merupakan metode yang paling akurat dalam

menentukan etiologi hepatitis (Sikaris and Botros, 2013).

Hasil pengukuran kadar SGOT dan SGPT pada kelompok kontrol positif

pada Lampiran 10. Rata-rata hasil pengukuran kadar SGOT dan SGPT dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil rata-rata pengukuran kadar SGOT dan SGPT kontrol positif

pada tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis hepar yang diinduksi

CCl4

Pemeriksaan Sampel Rata-

rata

Kadar

SGOT

(U/L)

Rata-

rata

Kadar

SGPT

(U/L)

Keterangan

Perubahan

kadar

Rata-rata

Rasio De Ritis

SGOT:SGPT

Sebelum Induksi K(+) 51,5 25,25 Normal -

Induksi Minggu ke-2 K(+) 208,5 161,25 Meningkat 1,283938

Induksi Minggu ke-4 K(+) 239,25 165,75 Meningkat 1,430395

Induksi Minggu ke-6 K(+) 271,75 176,5 Meningkat 1,538500

Keterangan : Standar SGOT (45,7-80,8 U/L) dan SGPT (17,5-30,2 U/L)

(Azizah, 2015; Iriani, 2016).

Page 65: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

51

Setelah dilakukan induksi CCl4 hewan coba mengalami peningkatan kadar

SGOT dan SGPT, jika dibandingkan dengan standar. Hal ini menunjukkan

induksi CCl4 dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit sehingga dapat

dianalisa menggunakan ratio de ritis yang merupakan hasil pembagian SGOT

dengan SGPT untuk menentukan kondisi fibrosis. Ratio de ritis pada kelompok

kontrol positif pada pemeriksaan terakhir sebelum dilakukan nekropsi

menunjukan rata-rata rasio 1,538500, rasio ini menunjukkan bahwa hewan

coba dalam kondisi fibrosis. Hal ini sesuai dengan Botros (2013) rasio de ritis

merupakan pembagian antara kadar Serum Glutamic Oxaloacetic

Transaminase (SGOT) dengan kadar Serum Glutamic Piruvic Transaminase

(SGPT) yang digunakan sebagai diagnosa untuk kelainan pada hepar, rasio ini

dapat mewakili agresivitas penyakit hepar. Berdasarkan ketentuan klinis

penyakit hepar yang dapat diaplikasikan pada rasio de ritis penyakit hepar

kronis pada rasio 1,5 sampai <2 dapat dinyatakan hepar dalam kondisi fibrosis

(Mera, 2008).

5.1.2 Pengaruh Induksi CCL4 terhadap Gambaran Histopatologi Hepar

Terbentuknya fibrosis hepar pada tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

dengan CCL4 juga dibuktikan dengan pengamatan histopatologi hepar

menggunaan pewarnaan HE dan Masson Trichome. Pewarnaan hematoxylin

eosin dilakukan pada kelompok kontrol positif dan kontrol negatif dengan

tujuan sebagai konfirmasi dari keberhasilan induksi dan pembanding untuk

pewarnaan Masson trichrome.

Page 66: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

52

Pengamatan terhadap gambaran histopatologi hepar tikus menggunakan

pewarnaan Hemtoxylin Eosin dan Massson Trichrome menunjukkan bahwa

pemberian sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr) hasil fermentasi

Rhizopus oligosporus pada tikus model fibrosis hepar yang diinduksi CCl4

mampu memperbaiki kerusakan jaringan hepar. Pengamatan menggunakan

mikroskop Olimpus BX53 dengan perbesaran 400x, dengan melihat perubahan

struktur hepar secara keseluruhan pada kelompok kontrol negative dan

kelompok kontrol positif.

Hasil pengamatan histologi hepar dengan pewarnaan HE pada kelompok

Kontrol Negatif (Gambar 5.1 A) menunjukkan hepar masih dalam keadaan

normal yang ditandai dengan hepatosit memiliki inti yang jelas dan tersusun

radier, pada vena sentralis tidak ditemukan desakan dari serabut kolagen dan

sedikit ditemukannya sel radang. Hal ini sesuai dengan Junqueira and Carneiro

(2007), dimana secara histologi hepar memiliki parenkim yang tampak seperti

spons dengan sel-sel yang tersusun secara radier yang didalamnya terdapat

sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Parenkim tersusun di dalam

lobuli lobuli, dan ditengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis.

Pengamatan histopatologi hepar pada kelompok Kontrol Positif

menunjukan keadaan abnormalitas meliputi sel hepatosit mengalami nekrosis

yang ditandai dengan adanya inti yang piknotik dan beberapa tidak memiliki

inti (karyolisis), vena porta menyempit dikarenakan desakan dari serabut

kolagen dan ditemukannya sel radang (Gambar 5.1 B). Hal ini sesuai dengan

Anderson (2013) yang menyatakan bahwa pada kondisi fibrosis, terjadi

Page 67: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

53

penyempitan vena sentral dan vena porta, sel hepatosit mengalami perubahan

dan kehilangan nukleus dan bentuk sinusoid tidak beraturan.

Gambar 5.1 Histopatologi hepar tikus dengan pewarnaan HE, (A) Kontrol

negatif dengan perbesaran 40x10, (B) Kontrol Positif dengan

perbesaran 40x10.

Keterangan : : Inti sel piknotik

: Inti sel karyolisis

: Sel radang

5.2 Pengaruh Terapi Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.) Hasil

Fermentasi Rhizopus oligosporus pada Tikus (Rattus noevergicus) Model

Fibrosis Hepar yang diinduksi CCL4 Terhadap Perbaikan Histopatologi

Hepar

Pemeriksaan histopatologi pada jaringan merupakan gold standard untuk

melihat secara langsung perubahan pada hepar, untuk mengetahui perubahan

patologi hepar dalam menentukan tahap fibrosis dilakukan pengamatan

histopatologi dengan pewarnaan Masson trichrome menggunakan tiga

pewarna sehingga dapat digunakan untuk menentukan kolagen dengan warna

biru, sitoplasma dengan warna merah dan nukleus dengan warna merah tua

hingga hitam (Shaker, 2011).

Page 68: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

54

Pengamatan histopatologi hepar dengan pewarnaan Masson Tricrome

dilakukan menggunakan mikroskop binokuler BX53 dengan perbesaran 100x

dan 400x. Gambaran histopatologi tikus yang diinduksi CCl4 yang diberikan

terapi berupa sari tempe kedelai hitam dengan membandingkan kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan yang dianalisa secara deskriptif dengan

parameter skoring terhadap kondisi fibrosis hepar menggunakan pewarnaan

Masson Trichrome. Penilaian skoring berdasarkan standar yang ditetapkan

oleh International Association for Study of the Liver (IASL) dan Metavir

(Tabel 2.1).

Hasil pengamatan histopatologi hepar menggunakan pewarna Masson

Trichrome menunjukkan adanya perbandingan kondisi hepar yang ditandai

dengan serabut kolagen yang tumbuh disekitar portal triad dan vena central

pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada kelompok Kontrol Negatif

menunjukkan keadaan normal dan tidak ditemukan fibrosis karena serabut

kolagen yang ditemukan di daerah vena central dan triad portal merupakan

serabut kolagen yang tipis sehingga dapat diberikan skor 0, pada skor ini dapat

dinyatakan tidak terjadi fibrosis hepar pada kelompok Kontrol Negatif

(Gambar 5.2).

Page 69: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

55

Gambar 5.2 (A) Histopatologi hepar tikus kontrol negatif dengan perbesaran

10x10, (B) Histopatologi vena centralis hepar tikus kontrol

negatif dengan perbesaran 10x40, pewarnaan Masson

Trichrome.

Pengamatan histopatologi hepar dengan pewarnaan masson trichrome pada

kelompok Kontrol Positif menunjukkan adanya serabut kolagen di sekitar area

vena centralis dan portal triad, serta ditemukan adanya sel radang yang dapat

diamati secara lebih jelas pada pewarnaan HE (Gambar 5.1). Berdasarkan

persebaran kolagen pada kelompok Kontrol Positif, maka mengacu pada sistem

skoring berdasarkan standar IASL dan Metavir dapat diberikan skor 3 yang

dikategorikan sebagai fibrosis berat (Gambar 5.3). Serabut retikuler tumbuh

diawali oleh cedera hepar kronis dengan ditandai aktivasi mediator inflamasi

dan kondisi stress oksidatif secara progresif sehingga mengakibatkan

pelepasan mediator inflamasi seperti TNFα, IL-1β. Produksi mediator

inflamasi yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan struktur dan membran

sel hepar, jika struktur dan membran sel rusak maka sel stela yang yang semula

Page 70: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

56

pasif menjadi aktif keadaan tersebut menstimulus ekstraseluler matriks (ECM)

yang berlebih sehingga terjadi pertumbuhan dan penumpukan serabut kolagen

(Robbins, 2007). Fibrosis muncul di dalam serta sekitar portal triad dan vena

sentralis atau mengendap di dalam sinusoid dapat dinyatakan severe fibrosis.

Lambat laun jaringan ikat menghubungkan regio hepar dari porta-ke porta,

porta-ke-sentral, atau sentral-ke-sentral (Kumar, 2007).

Gambar 5.3 (A) Histopatologi hepar tikus kontrol positif dengan perbesaran

10x10, (B) Histopatologi vena centralis hepar tikus kontrol positif

dengan perbesaran 10x40, (C) Histopatologi triad porta hepar

tikus kontrol positif dengan perbesaran 10x40, pewarnaan

Massson Trichrome.

Kelompok Terapi 1, Terapi 2, dan Terapi 3 dengan pemberian sari tempe

kedelai hitam dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, dan 800 mg/kg BB

menunjukkan hasil yang berbeda dibanding gambar kontrol positif.

Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi hepar dengan pewarnaan Masson

Trichrome menunjukkan pemberian sari tempe kedelai hitam mampu

mengurangi deposisi serabut kolagen. Pada kelompok Terapi 1 didapatkan

serabut kolagen tersebar di daerah vena porta dan portal triad tetapi hanya pada

Page 71: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

57

area dalam dan disertai adanya sel radang sehingga dapat diberikan skor 3,

berdasarkan sistem skoring dapat dikatagorikan sebagai fibrosis berat

(Gambar 5.4).

Gambar 5.4 (A) Histopatologi hepar tikus Terapi 1 dengan perbesaran 10x10,

(B) Histopatologi vena centralis hepar tikus Terapi 1 dengan

perbesaran 10x40, (C) Histopatologi triad porta hepar tikus

Terapi 1 dengan perbesaran 10x40, pewarnaan Massson

Trichrome.

Kelompok Terapi 2 menunjukkan adanya serabut kolagen yang tersebar di

daerah portal triad saja dan ditemukan adanya sel radang, sehingga dapat

diberikan skor 2, pada sistem skoring dapat dikatagorikan sebagai fibrosis

moderat (Gambar 5.5).

Page 72: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

58

Gambar 5.5 (A) Histopatologi hepar tikus Terapi 2 dengan perbesaran 10x10,

(B) Histopatologi vena centralis hepar tikus Terapi 2 dengan

perbesaran 10x40, (C) Histopatologi triad porta hepar tikus

Terapi 2 dengan perbesaran 10x40, pewarnaan Massson

Trichrome.

Kelompok Terapi 3 didapatkan serabut kolagen yang lebih tipis sehingga

portal triad tampak lebih lebar dan sel radang lebih berkurang dibanding

Kelompok Terapi 1 dan Terapi 2, sehingga dapat diberikan skor 1, dan dapat

dikatagorikan sebagai fibrosis ringan (Gambar 5.6). Penurunan ketebalan

serabut kolagen dan komponen ECM lainnya pada area portal triad diakibatkan

kandungan enzim fibrinolitik yang terdapat pada sari tempe kedelai hitam,

sehingga dapat merubah fibrin di dalam ECM menjadi fase cair (Wibawa,

2010). Hasil tersebut membuktikan sari tempe kedelai hitam dapat digunakan

sebagai terapi fibrosis hepar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

dosis pemberian sari tempe kedelai hitam sebesar 800 mg/kgBB merupakan

dosis terbaik sebagai terapi fibrosis hepar hasil induksi CCl4.

Page 73: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

59

Gambar 5.6 (A) Histopatologi hepar tikus Terapi 2 dengan perbesaran 10x10,

(B) Histopatologi vena centralis hepar tikus Terapi 2 dengan

perbesaran 10x40, (C) Histopatologi triad porta hepar tikus

Terapi 2 dengan perbesaran 10x40, pewarnaan Massson

Trichrome.

Sari Tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr) hasil fermentasi

Rhizopus oligosporus mengandung enzim fibrinolitik yang telah di uji

menggunakan Uji Cakram Fibrin. Pada uji cakram fibrin, kemampuan

fibrinolitik ditunjukkan dengan terbentuknya zona jernih yang semakin lebar

yang menandakan semakin banyak fibrin yang terhidrolisis oleh enzim

fibrinolitik (Lampiran 11). Enzim fibrinolitik protease adalah salah satu jenis

enzim protease yang sering digolongkan sebagai salah satu jenis protease serin

yang dikenal memiliki kemampuan untuk mendegradasi benang-benang fibrin

(Dewi, 2006).

Enzim Fibrinolitik berperan dalam proses fibrinolisis yang dapat

mendegradasi fibrin dengan komponen utama plasmin yang berada dalam

bentuk zimogen inaktif berupa plasminogen. Pada kondisi fibrosis maka

plasminogen akan teraktifasi oleh alteplase menjadi plasmin yang dapat

Page 74: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

60

mendegradasi fibrin yang dilepaskan dalam media cair dan dihilangkan

aktivasinya. Menurut Dewi (2006) Plasmin dalam darah berada dalam bentuk

zimogen inaktif, yaitu plasminogen. Plasmin yang terbentuk pada kondisi

fisiologis akan dihilangkan aktivitasnya dengan cepat oleh inhibitor plasmin,

yaitu α2-antiplasmin. Pada kondisi fibrosis, plasminogen terikat dengan fibrin,

maka akan mengaktifasi alteplase (t-PA) yang dapat memutuskan ikatan Arg-

Val dalam plasminogen untuk menghasilkan plasmin. sehingga akan terbentuk

plasmin yang dapat terlindungi dari inhibitornya. Selanjutnya plasmin

mencerna fibrin hingga terbentuk produk degradasi yang dapat larut. Tidak satu

pun dari plasmin, plasminogen, dan aktivator plasminogen yang dapat tetap

terikat dengan produk penguraian ini sehingga semuanya akan dilepas ke

dalam media cair yang kemudian dihilangkan aktivitasnya (Dewi, 2006).

5.3 Pengaruh Terapi Sari Tempe Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.) Hasil

Fermentasi Rhizopus oligosporus pada Tikus (Rattus noevergicus) Model

Fibrosis Hepar yang diinduksi CCL4 Terhadap Perbaikan Ekspresi IL-1β

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi sari tempe

kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr) hasil fermentasi Rhizopus oligosporus

pada tikus model fibrosis hepar yang diinduksi CCl4 dalam menurunkan

ekspresi IL-1β. Pengukuran Ekspresi IL-1β dilakukan menggunakan metode

imunohistokimia yang ditandai dengan adanya warna kecoklatan. Ekspresi IL-

1β pada Gambar 5.7 merupakan hasil interaksi antara IL-1β pada jaringan

dengan antibodi yang ditambahkan (antibodi primer mouse anti-IL-1β dan

antibodi sekunder Rabbit anti-mouse IgG berlabel biotin) sehingga

Page 75: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

61

mengakibatkan pengikatan kompleks antigen-antibodi yang dikenali SA-HRP

yang mengikat H2O2 yang teroksidasi menjadi O2 dan H2O, kemudian O2 akan

berikatan dengan substrat kromagen DAB sehingga memunculkan warna

kecoklatan.

Gambar 5.7 Ekspresi Interleukin 1 Beta (IL-1β) pada organ hepar dengan

metode imunohistokimia (400x)

Keterangan : : Ekspresi IL-1β

(A) Kontrol Negatif; (B) Kontrol Positif; (C) Kelompok

Terapi 1 (Dosis 200 mg/kgBB); (D) Kelompok Terapi 2

(Dosis 400 mg/kgBB); (E) Kelompok Terapi 3 (Dosis 800

mg/kgBB).

Pada kelompok Kontrol Positif dapat dilihat adanya ekspresi IL-1β yang

lebih tinggi dibandingkan kelompok Kontrol Negatif, yang ditandai dengan

intensitas warna coklat yang lebih tinggi dari pada kontrol negatif. Ekspresi IL-

1β pada Kelompok Terapi tampak mengalami penurunan dibandingkan

kelompok Kontrol Positif, yang ditunjukkan dengan intensitas warna coklat

yang lebih rendah. Intensitas warna pada kelompok terapi semakin menurun

IL-1β

Page 76: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

62

seiring dengan peningkatan dosis terapi yang diberikan. Terapi 1 (Dosis 200

mg/kgBB) memiliki intesitas warna coklat yang lebih tinggi dibandingkan

terapi 2 (Dosis 400 mg/kgBB), sedangkan terapi 2 memiliki intensitas warna

coklat lebih tinggi dibandingkan terapi 3 (Dosis 800 mg/kgBB). Terapi 3

memiliki intensitas warna coklat mendekati kontrol negatif dibandingkan

kelompok terapi lainnya.

Ekspresi IL-1β tertinggi berdasarkan warna coklat ditunjukan pada

kelompok positif yang induksi CCl4. Karbon tetraklorida menyebabkan

akumulasi radikal bebas di hepar, radikal bebas memicu aktivitas dari sel

inflamasi. IL-1β terdapat pada bagian dinding sinusoid, dinding pembuluh

darah dan sitoplasma sel hepatosit karena IL-1β pada hepar diproduksi oleh sel

kupffer, sel endotel, dan hepatosit.

Peningkatan Ekspresi IL-1β diukur dengan mengunakan software

immunoratio, kemudian hasilnya diolah menggunakan software SPSS 21.0.

Hasil uji normalitas data dan uji homogenitas varian menunjukkan nilai

signifikansi (p<0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan

mempunyai distribusi dan homogenitas yang normal, sehingga dilanjutkan

dengan uji one way ANOVA. Uji one way ANOVA menunjukkan bahwa

(p<0,01), berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan

terapi sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr) hasil fermentasi

Rhizopus oligosporus pada tikus model fibrosis hepar yang diinduksi CCl4

mampu menurunkan ekspresi IL-1β secara signifikan (Lampiran 14). Hasil uji

post hoc Tukey (Lampiran 14) menunjukkan kelompok terapi sari tempe

Page 77: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

63

kedelai hitam memiliki perbedaan yang nyata dengan kontrol negatif maupun

kontrol positif, yang ditandai dengan notasi yang berbeda (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Ekspresi IL-1β hepar tikus (Rattus norvegicus) yang mendapat

perlakuan terapi sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr)

hasil fermentasi Rhizopus oligosporus pada tikus model fibrosis

hepar yang diinduksi CCl4

Perlakuan

Rata-rata ekspresi

IL-1β (%) ± Std.

Deviation (%)

Peningkatan

terhadap K (-)

(%)

Penurunan

terhadap K (+)

(%)

Kontrol Negatif 8,9900 ± 1,90344a - -

Kontrol Positif 54,5900 ± 5,41579d 83,53% -

Kelompok Terapi 1

(Dosis 200 mg/kgBB) 36,8400 ± 4,85032c - 32,51%

Kelompok Terapi 2

(Dosis 400mg/kgBB) 20,8750 ± 5,95905b - 61,76%

Kelompok Terapi 3

(Dosis 800mg/kgBB) 19,0425 ± 5,24373ab - 65,11%

Keterangan : Perbedaan notasi a,b,c dan d menunjukkan adanya perbedaan

yang signifikan (p<0,05) antara kelompok perlakuan.

Hasil ANOVA ekspresi IL-1β pada hewan coba menunjukkan adanya

perbedaan yang sangat nyata (p<0,01). Data pada Tabel 5.2 menunjukkan

bahwa ekspresi IL-1β meningkat pada kelompok kontrol positif jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

Kelompok kontrol negatif memiliki ekspresi IL-1β paling rendah jika

dibandingkan dengan kelompok lainnya, ditandai dengan sedikitnya area

berwarna cokelat. Pada Tabel 5.2, kontrol negatif menunjukkan rata-rata

ekspresi IL-1β sebesar 8,9900 ± 1,90344, nilai rata-rata produksi IL-1β pada

kontrol negatif digunakan sebagai standart untuk mengetahui adanya

peningkatan produksi IL-1β. Hal ini dikarenakan tikus kontrol negatif

merupakan tikus sehat tanpa diinduksi CCl4, sehingga paparan radikal bebas

Page 78: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

64

didalam tubuh hewan coba tidak melebihi kapasitas sehingga minim terjadinya

peroxidasi lipid pada membran sel, yang dalam keadaan fisiologis sedikit

terdapat sel inflamasi. Pada keadaaan sehat IL-1 diekspresikan dalam jumlah

sedikit oleh sel endotel, dan sel epitel hepar (Arend, 2002). Interleukin 1 beta

dalam keadaan normal memiliki fungsi untuk menstimulasi monosit dan

makrofag untuk memproduksi (lebih banyak) IL-1 dan sitokin lainnya seperti

tumor necroting factor (TNF) dan IL-6, menstimulasi proliferasi sel B untuk

meningkatkan sintesis imunoglobulin, serta menstimulasi sel T untuk

memproduksi sitokin (Kusumadewy, 2012).

Pada kelompok kontrol positif menunjukan peningkatan rata-rata ekspresi

IL-1β sebesar 83,53% dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

Berdasarkan hasil analisa statistik menggunakan Uji Tukey, kelompok kontrol

positif menunjukan hasil yang berbeda signifikan dengan kelompok kontrol

negatif, yang ditandai dengan perbedaan notasi. Kelompok kontrol positif

memiliki ekspresi IL-1β paling tinggi jika dibandingkan dengan kelompok

lainnya, ditandai dengan banyaknya area berwarna cokelat. Pada Tabel 5.2

kontrol positif menunjukkan ekspresi IL-1β sebesar 54,5900 ± 5,41579, nilai

rata-rata produksi IL-1β pada kontrol positif digunakan sebagai standart untuk

mengetahui adanya penurunan produksi IL-1β pada Kelompok Terapi.

Tingginya ekspresi IL-1β karena tikus kelompok kontrol positif merupakan

hewan model fibrosis hepar yang diinduksi CCl4. Karbon tetraklorida

diinduksikan kedalam tubuh tikus akan mengalami reaksi oksidasi yang

dikatalis oleh enzim P450 (CYP) 2E1 di retikulum endoplasma menjadi

Page 79: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

65

triklorometilperoxide (CCl3OO-) yang merupakan radikal bebas dalam hepar.

Radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh juga dapat menyebabkan

peroksidasi lipid, yaitu ikatan radikal bebas dengan lipid yang terdapat pada

membran fosfolipid bilayer. Peroksidasi lipid tersebut akan mengakibatkan

perubahan struktur dari membran hepatosit, menonaktifkan ikatan membran

dengan reseptor atau enzim yang dapat mengganggu fungsi normal sel dan

mengakibatkan kerusakan sel. Kerusakan hepatosit mengakibatkan pelepasan

mediator inflamasi, sehingga produksi IL-1β meningkat. Senyawa Carbon

Tetrachloride (CC14) merupakan senyawa yang paling sering digunakan

dalam penelitian yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. CCl4 dapat

menyebabkan kerusakan pada hepar yang disebabkan oleh radikal bebas, CC14

memerlukan aktivasi metabolisme terutama oleh enzim sitokrom P450 di

hepar. Aktivasi tersebut akan mengubah CC14 menjadi metabolit yang lebih

toksik, sehingga dapat menyebabkan kerusakan hepar pada hewan coba (Sari,

2013). Kerusakan membran sel mengakibatkan hepar mengalami inflamasi

yang mengakibatkan diekspresikannya sitokin proinflamasi dalam hal ini ialah

IL-1β (Hadiwijaya, 2006).

Pada kelompok terapi memiliki ekspresi IL-1β berbeda nyata jika

dibandingkan dengan kontrol positif, ditunjukan dengan adanya penurunan

seiring dengan peningkatan dosis pemberian sari tempe kedelai hitam.

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat kelompok terapi 1 dengan dosis 200

mg/kgBB menunjukan rata-rata ekspresi IL-1β sebesar 36,8400 ± 4,85032 serta

dapat menurunkan ekspresi IL-1β sebesar 32,51%. Berdasarkan hasil uji Tukey

Page 80: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

66

menunjukkan berbedaan yang signifikan dengan kontrol negatif dan kelompok

kontrol positif. Kelompok terapi 2 (Dosis 400 mg/kgBB) menunjukan rata-rata

ekspresi IL-1β sebesar 20,8750 ± 5,95905 serta dapat menurunkan ekspresi IL-

1β sebesar 61,76%, dan berdasarkan notasi pada uji Tukey memiliki perbedaan

yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol

positif. Kelompok terapi 3 (Dosis 800 mg/kgBB) menunjukan rata-rata

ekspresi IL-1β sebesar 19,0425 ± 5,24373 serta dapat menurunkan ekspresi IL-

1β sebesar 65,11%, dan berdasarkan notasi uji Tukey menunjukan perbedaan

yang signifikan dengan kontrol positif dan mampu mendekati notasi pada

kelompok kontrol negatif. Berdasarkan hasil uji Tukey dapat diketahui bahwa

dosis pemberian sari tempe kedelai hitam sebesar 800 mg/kgBB merupakan

dosis terbaik sebagai terapi fibrosis hepar hasil induksi CCl4 dalam

menurunkan ekspresi IL-1β karena hasil penelitian hampir menyamai

kelompok kontrol negatif.

Penurunan ekspresi IL-1β pada Kelompok Terapi disebabkan karena

pemberian terapi sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus memiliki kandungan antioksidan berupa

isoflavon yang dapat membantu kerja superoksida dismutase dalam

memusahkan radikal bebas sehingga dapat meminimalisir peroxidasi lipid pada

membran sel, sehingga menurunkan respon dari sel inflamasi. Kedelai hitam

memiliki kandungan antioksidan berupa isoflavon yang paling tinggi jika

dibandingkan dengan kedelai lainnya (Beninger, 2003). Antioksidan beruapa

isoflavon dapat digunakan sebagai upaya preventif dari penyakit degeneratif

Page 81: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

67

seperti fibrosis hepar (Dewi, 2007). Proses fermentasi merupakan upaya untuk

meningkatkan kandungan isoflavon oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh

bakteri Rhizopus sp yang terdapat dalam ragi tempe (Atun, 2009). Hal tersebut

membuktikan sari tempe kedelai hitam dapat digunakan sebagai terapi fibrosis

hepar.

Sari Tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr) hasil fermentasi

Rhizopus oligosporus mengandung isoflavon yang telah di uji menggunakan

Uji LC-MS. Pada Uji Liquid Chromatography dengan Mass Spectrometer

teridentifikasi bahwa sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus yang digunakan sebagai terapi memliki

kandungan isoflavon berupa genistein dengan berat molekul 223 g/mol dan

daidzein dengan berat molekul 151 g/mol (Lampiran 15). Kedelai hitam

memiliki kandungan antioksidan yang berupa aglikan meliputi genistein,

glisitein, dan daidzein (Atun, 2009). Isoflavon aglikan terutama genistein

memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi diantara keempat isoflavon

lainnya (Purwoko, 2004). Isoflavon merupakan antioksidan yang membantu

dalam mengeliminasi radikal bebas (Fitzpatrick, 2003).

Isoflavon dalam mengeliminasi radikal bebas bekerja dengan cara

membantu kerja superoksida dismutase yang merupakan antioksidan

intraseluler. Isoflavon mampu mempertahankan kinerja enzim SOD karena

peran genistein yang mampu meningkatkan regulasi ekspresi gen yang

mengakibatkan terjadinya fosforilasi pada extracellular-signal regulated

kinase dan nuclear factor кB yang dapat mengakibatkan teraktivasi ekspresi

Page 82: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

68

MnSOD, Hal ini dapat meminimalisir peroxidasi lipid sehingga dapat

menurunkan respon inflamasi untuk memproduksi sitokin (IL-1β). Isoflavon

mampu mempertahankan aktivitas enzim SOD diduga karena peran

isoflavon genistein menginduksi gen yang bertanggung jawab pada sintesis

enzim SOD. Genistein meningkatkan regulasi ekspresi gen antioksidan

dengan melibatkan reseptor estrogen, ERK1/2 (extracellular-signal

regulated kinase), dan NFкB (nuclear factor кB). Genistein berikatan

dengan reseptor estrogen mengakibatkan terjadinya fosforilasi secara cepat

pada ERK1/2 dan IкB mengakibatkan translokasi subunit P50 dari NFкB

menuju inti dan mengakibatkan teraktivasi ekspresi MnSOD (Borra ́S et al.,

2006). Isoflavon juga bekerja dengan cara menyumbangkan satu elektronnya

kepada senyawa radikal sehingga senyawa radikal berubah menjadi senyawa

tidak radikal atau senyawa yang tidak berbahaya bagi sel. Struktur meta 5,7-

dihidroksil pada cincin A menunjukkan kemampuan isoflavon untuk berperan

sebagai donor ion hidrogen sehingga terbentuk senyawa yang lebih stabil dan

terbentuk radikal fenoksil yang kurang reaktif (Oteiza et al., 2005).

Page 83: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

69

BAB 6 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

bahwa:

1. Pemberian sari tempe kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) hasil

fermentasi Rhizopus oligosporus dapat digunakan sebagai terapi pada

tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis hepar hasil induksi CCl4, yang

ditandai dengan berkurangnya deposisi serabut kolagen pada vena porta

dan portal triad, serta dapat menurunkan ekspresi IL-1β secara

signifikan.

2. Dosis 800 mg/kg BB merupakan dosis terbaik yang dapat memperbaiki

histopatologi hepar tikus dan dapat menurunkan ekspresi IL-1β

mendekati kelompok kontrol negatif.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait isolasi fibronolitik secara

kuantitatif untuk mengetahui derajat kemampuan dalam mendegradasi fibrin,

yang terkandung dalam sari tempe kedelai hitam sebagai terapi fibrosis hepar

dan dapat dilakukan peningkatan dosis terapi untuk mendapatkan dosis optimum

pada hasil penelitian.

Page 84: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

70

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Licthman, A.H., Pillai, S. 2007. Cellular And Mollecular

Immunology. International Edition, 6th Edition. Saunders Elsevier,

USA. 19-39, 262.

Aleya. 2014. Korelasi Pemeriksaan Laboratorium SGOT/SGPT dengan Kadar

Bilirubin pada Pasien Hepatitis C di Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada Bulan Januari - Desember

2014. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Amirudin, Rifai. 2009. Fibrosis Hepar dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hepar

Ed 1. Jakarta: Jayabadi. h: 329-332.

Anderson, P. 2013. PIER Pathology and Histology. //http://peir.path.uab.edu/

library/picture.php ?/11363/categories&metadata [21 Januari 2017].

Armitage, D. 2004. Rattus norvegicus. Animal Diversity Web Online. at:

//animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/Rattus_norvegicus/.[06

Januari 2017].

Ashari, Yonarodin. 2013. Pemberian Salep Sari Daun Mengkudu (Marinda

cirtifolia L.) terhadap Peningkatan Kepadatan Serabut Kolagen pada

Mukosa Oral Mulut. [Skripsi] Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Airlangga

Arend, W.P. 2002. The Balance Between IL-1 and IL-1Ra In Disease. Cytokine

Growth Factor Rev

Arora, K.M.D. 2012. Liver and Intrahepatic Bile Ducts - Non Tumor Normal

Histology. //http://PathologyOutlines.com, Inc. [1 Maret 2017].

Atun, S. 2009. Potensi Senyawa Isoflavon Dan Derivatnya Dari

Kedelai (Glycine Max. L) Serta Manfaatnya Untuk

Kesehatan. Prosiding Seminir Nasional Penelitian, Pendidikan dan

Penerapan MIPA. Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Arauna, Yosia; Aulanni’am; dan Dyah Ayu Oktavianie. 2012. Studi Kadar

Trigliserida dan Gambaran Histopatologi Hepar Hewan Model Tikus

(Rattus norvegicus) Hiperkolesterolemia yang diterapi Dengan Ekstrak

Air Benalu Mangga (Dendrophthoe petandra) [Skripsi]. Program Studi

Pendidikan Dokter Hewan Universitas Brawijaya. Malang.

Azizah, S.Tanti. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Meniran

(Phyllanthus niruri L) Selama 90 Hari Terhadap Fungsi Hepar Tikus.

Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Page 85: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

71

Bataller, R and D. A., Brenner. 2005. The Liver Fibrosis. Journal of Clinical

Investigation: 115(2): 179-183.

Beninger, C. W and L. H. George. 2003. Antioxidant Activity of Extract,

Condensed Tannin fraction, and Pure Flavonoids from lxx Phaseolus

vulgaris L. Seed Coat Color Genotypes. J. Agric. Food Chem. 51: 7879

– 7883.

Boorman, P., K. Sebekova and T. Ostendorf. 2006. Treatment Targets in Renal

Fibrosis. Nephrol. Dial. Transplant.22 (12): 3391-3407.

Borra´S.C, Gambini J, Go´Mez-Cabrera MC, SastrE J, Pallardo FV, Mann GE,

et al. 2006. Genistein, a soy isoflavone, up-regulates expression of

antioxidant genes: involvement of estrogen receptors, ERK1/2, and

NFкB. FASEB J. 20:1476-1481.

Botros, M. The De Ritis Ratio : The Test of Time. Clin Biochem Rev. 2013

Nov;34 (3):177-30

Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

Constandinou, C., N. Henderson, J. P. Iredale. 2005. Modeling Liver Fibrosis in

Rodents. Methods in Molecular Medicine, Vol. 117:237-250

Darmawan, Rino A. 2009. Hepatitis C. In : Sudoyo, Aru W., Setiyohadi,

Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus., Setiati, Siti. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing,

662-664.

Dewi, W. K. 2006. Pemurnian dan Pencirian Protease dari Isolat Bakteri W-1

yang Dihasilkan oleh Tauco Hitam [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor:

Bogor.

Dewi, N.Sartika. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan sari metanol tempe

segar dan tempe "Busuk" Kota Malang terhadap radikal bebas DPPH

(1,1 -difenil-2-pikrilhidrazil) [Skripsi]. Universitas Negeri Malang

Elhiblu, M.A., Dua, K., Mohindroo, J., Mahajan, S.K., Sood, N.K., Dhaliwal,

P.S. 2015. Clinico Hemato Biochemical Profile of Dog With Liver

Cirrhosis. //www.veterinaryworld.org/Vol.8/April-2015/10.pdf [19

Januari 2017].

Page 86: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

72

Firmansyah, R., Hakim, R. Damayanti, D. 2015. Efek Antihipertensi Dekokta

Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Melalui Penghambatan

ACE (Studi In Silico). Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 3(1): 200-

208

Fitzpatrick, L. A. 2003. Reprint Of Soy Isoflavones: Hope Or Hype. Mat., 6(1-

2): 132-140.

Friedman, S. L; Rockey, D. C; Bissell, D. M. 2007. Hepatic Fibrosis 2006:

Report of The Third AASLD Single Topic Conference. J Hepatology

45; 242-249.

Fuiji, T., Fuchs, B.C., Yamada, S., Lauwers, G., Kulu, Y., Goodwin, J.M.,

Lanuti, M., Tanabe, K. 2010. BMC Gastroenterology: Mouse Model

Of Carbon Tetrachloride Induced Liver Fibrosis: Histopathological

Changes And Expression Of CD133 And Epidermal Growth Factor.

10(79):458-459.

Ganda,R.P. 2007. Pengaruh Pemberian Karbon Tetraclorida Trerhadap Fungsi

Hepar dan Ginjal Tikus. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor. Kesehatan, VOL. 11, NO. 1, JUNI 2007: 11-16

Gaze, D.C. 2007. The role of existing and novel cardiac biomarkers for

cardioprotection. Curr. Opin. Invest. Drugs. 8 (9):711-7

Ghany, M.G, Strader, D.B, Thomas D.L, Seelf L.B. American Association for

The Study of Liver Disease. Diagnosis, management and treatment of

hepatitis C:an Update. Hepatology.2009;49:1335-74

Gressner, A.M., Weiskirchen, R., Breitkopf, K., Dooley, S. 2002. Front Biosci:

Roles od TGF-β in Hepatic Fibrosis. 7:D793-807.

Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung. PT. Alumni, 402-403, 613-

647.

Hadiwijaya, S. 2006. Ekspresi Interleukin-1 dan Tumor Nekrosis Faktor - Α Pada

Cerebral Palsy Tipe Spastik. Jurnal kedokteran yarsi

Haki, M. 2009. Efek Sari Daun Talok (Muntingia Calabuara) Terhadap

Aktivitas Enzim SGPT Pada Mencit Yang Diinduksi Karbon

Tetraklorida [Skripsi]. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas

Maret.

Hubscher, S. G. 2006. Histological Assessment Of Non-Alcoholic Fatty Liver

Disease. Histopathology. 49:450-456. doi:10.1111/j.1365-2559-2006.

0241.6.x.

Page 87: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

73

Ijzer, J. 2008. Jurnal of Veterinary Sciences Tommorrow: Liver Fibrosis and

Regeneration in Dog and Cat: An Immunohistochemical Approach.

The Netherlands, Uthrecht University.

Indarto, M.Deny. 2013. Aktivitas Enzim Transaminase dan Gambaran Histologi

Hepar Tikus (Rattus norvegicus) Wistar Jantan yang Diberikan Fraksi

N Heksan Daun Kesum (Polygonum minus Huds.) Pasca Induksi

Sisplatin [Skripsi]. Pontianak : Fakultas Kedokteran Universitas

Tanjungpura

Iriani, P.Radhesia.2016. Pengaruh Pemberian Kombinasi Minyak Rami dengan

Minyak Wijen Terhadap Kadar SGPT pada Tikus Sprague Dawley

Dislipidemia [Skripsi]. Semarang : Program Studi Gizi Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro

Irsyandi, Y. 2008. The Effect Of Caterpillar Fungus (Cordyceps sinensis [Berk.]

Sacc.) Toward interleukin 2 Level In Paracetamol-Induced Mice (Mus

musculus L.). Pusat Penelitian Ilmu Kedokteran (PPIK). Fakultas

Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Ishartadiati, K. 2008. Peranan TNF, IL-1, dan IL-6 Pada Respon Imun Terhadap

Protozoa. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Istri, T.A. 2010. Pendekatan Diagnosa Dan Terapi Fibrosis Hepar. Denpasar :

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Jeharatnam, David koh. 2005. Bahan Ajar Praktik Kedokteran Kerja ed 1.

Jakarta: EGC

Junquiera, L.C., and J. Carneiro. 2007. Basic Histology. The McGraw-Hill

Companies.

Juniarto, Z.J., dan Juwono. 2003. Biologi Sel. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Kahn, C.M. 2010. The Merck Veterinary Manual, Edisi ke-10. Elsevier Health

Sciences. London, United Kingdom.

Kaya, F.A. 2010. IL-1 Level in Tooth Early Levelling Movement Orthodontic

Treatment. J Int Dent Med Res 2010; 3 : 116-21

Klaassen, C. D. 2008. Casarett & Doull’s Toxicology: The Basic Science of

Poisons. New York: McGrow-Hill. Hlm. 557-562.

Page 88: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

74

Krisna, A.W. 2014. Eksplorasi Potensi Kedelai Hitam Untuk Produksi Minuman

Fungsional Sebagai Upaya Mengkatkan Kesehatan Masyarakat.

Malang : Fakultas Teknologi Pertanian. Jurnal Pangan dan

Agroindustri Vol. 2 No 4 p.58-67

Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. 2007. Basic Pathology 8th Edition. Jakarta:

EGC. p.595-97

Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak

Lengkap. Surabaya: Airlangga University Press.

Kusumadewi, W. 2012. Perbandingan Kadar Interleukin-1 beta (IL-1B) dalam

cairan Krevikular Gingiva Anterior Mandibula Pasien pada Tahap

Awal Perawatan Ortodorti Menggunakan Braket Selft-Ligating Pasif

dengan Braket Konvensional Pre-Adjurted MBT [Tesis]. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Lee, I. H., Y. H. Hung, C. C. Chou. 2008. Solid-State Fermentation With Fungi

To Enhance The Antioxidative Activity, Total Phenolic And

Anthocyanin Contents Of Black Bean. International Journal of Food

Microbiology, 121(2), 150–156.

Lestari D., 2008. Efek Protektif dari Lecitin Terhadap Hepatotoksisitas Akibat

Induksi Karbon Tertraklorida pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

[Tesis]. GDLHUB.

Liedtke, C., Leudde, T., Tacke, F., Streetz, K., Trebicka, J., and Tolba, R. 2013.

Experimental Liver Fibrosis Research: Update on Animal Models,

Legal Tissue and Translational Aspects: Fibrogenesis and Tissue

Repair. Biomed Central, 6:19.

Mera JR, Dickson B, Feldman M. Influence of gender on the ratio of serum

aspartate aminotransferase (AST) to alanine aminotransferase (ALT)

in patients with and without hyperbilirubinemia. Dig Dis Sci.

2008;53:799–802.

Mormone, E., J. George, N. Nieto. 2011. Molecular Pathogenesis of Hepatic

Fibrotic and Current Therapeutic Approaches. ELSEVIER Journal of

Chemico-Biological Interaction 193 : 225-231

Noer, M. R. 2007. Kandungan Tanin Terkondensasi dan Laju Dekomposisi pada

Serasah Daun Rhizospora mucronata lamk pada Ekosistem Tambak

Tumpangsari, Purwakarta, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Page 89: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

75

Oteiza, P.I., A.G. Erlejman, S.V. Verstraeten, C.L. Keen, and C.G. Fraga. 2005.

Flavonoid-membrane interactions : A protective role of flavonoids at

the membrane surface. Clin. & Dev. Immunol. 12(1): 19-25.

Pearce, E, Laureure. 2006. Anatomi dan Fisiologi Hewan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Pearce, E. C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Peng, Y., X. Yang, Y. Zhang. 2005. Microbial Fibrinolytic Enzymes: An

Overview Of Source, Production, Properties, And Thrombolytic

Activity In Vivo. Microbiology Biotechnology 69 (2) : 126-132.

Poernomo, A., Isnaeni, Purwanto. 2015. Aktivitas Invitro Enzim Fibrinolitik

Fermentasi Rhizopus oligosporus ATCC 6010 Pada Substrat Kedelai

Hitam. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.4 No. 2 November 2015.

Potter dan Perry. 2006. Buku ajar fundamental keperawatan volume 2. Edisi 4.

Jakarta : EGC

Price, S. A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume

1. Jakarta: EGC.

Purwoko, T. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh Rhizopus oryzae UICC 524

dan Rhisopus microsporus var. chinensis UICC 521 pada Fermentasi

Tempe dan Aktivitas Antioksidan Isoflavon Aglikon terhadap Oksidasi

Minyak Kedelai. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Purwoko, T. 2004. Kandungan Isoflavon Aglikon pada Tempe Hasil Fermentasi

Rhizopus microsporus var. oligosporus: Pengaruh Perendaman.

BioSMART Vol. 6 (2): 85-85

Rahma, Heny.S. 2010. Karakterisasi Senyawa Bioaktif Isovlavon dan Uji

Aktivitas Antioksidan dari Sari Etanol Tempe Berbahan Baku Kedelai

Hitam (Glycine soja), Koro Hitam (Lablab purpureus. L.), dan Koro

Kratok (Phaseolus lunatus. L.) [Tesis]. Surakarta : Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ramos-Vara, J.A. 2005. Technical Aspects of Immunology. Vet Pathol, 42,

pp.405-26.

Ren M. Q., G. Kuhn, J. Wegner J. Chen. 2001. Isoflavones, Substance With

Multibiological And Clinical Properties. Eur J Nutr. 40:135-146.

Rockey, D. 2006. Hepatic Fibrosis and Cirrhosis. Hepatology 43: S113-S120.

Page 90: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

76

Rukmana, S. K. dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai, Budidaya Pasca Panen.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Salas, A. L., G. Ocampo, G. G. Farina, J. Reyes L. R. Fragoso. 2007. Genistein

Decreases Liver Fibrosis And Cholestasis Induced By Prolonged

Biliary Obstruction In The Rat. Annals of Hepatology, 6 (1), 41-47

Sari, W. 2013. Care your self : hepatitis. Jakarta : penebar plus, 12, 27-28.

Shaker CC, Girao MJ, Satori MG, Castro RA, Arruda RM, Simoes MJ,

dkk. Analysis of collagen in hepar . Int Dysfunct. 2011; 13(6):342–

5.

Sherwood, L. 2001. Human Physiology: From Cells To System 7th Edition.

Belmont: Brooks/Cole.

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. EGC, 291.

Suckow, M.A., H. Steven, C. L. Frangklin. 2006. The Laboratory Rat Second

Edtion. A volume in American Coolege of Laboratory Animal

Medicine. Academic Press.

Sugimoto. 2007. The Fibrinolytic Activity Of A Novel Protease Derived From

Tempeh Producing Fungus, Fusarium Sp. BLB. Jurnal Biosci

Biotechnol Biochem Japan 71 (9): 2184-2189

Sulystiowati, I. 2004. Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat

Penggumpal Terhadap Mutu Tahu. USU Digital Library. Universitas

Sumatra Utara.

Surya, R. 2011. Produksi Sari Tempe dalam Kaleng Sebagai Upaya Diversifikasi

Pangan Berbasis Tempe [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Tatukude, Patricia. 2014. Gambaran Histopatologi Hepar Mencit Swiss yang

diberi Air Rebusan Sarang Semut (Mymercodia pendans) Paska

Induksi dengan Carbon Tetracholorida (CCl4). Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi Manado.

Vattem, D. A and Shetty, K. 2003. Ellagic Acid Production And Phenolic

Antioxidant Activity In Cranberry Pomace (Vaccinium Macrocarpon)

Mediated By Lentinus Edodes Using A Solid-State System. Process

Biochemistry, 39(3), 367–379.

Williams, D.A., Center S., Nicola, D., and Poteet, B. 2005. Roundtable

Discussion: Diagnosing Liver Disease. IDEXX Laboratories.

Page 91: PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAMrepository.ub.ac.id/3777/1/Eki%C2%A0Bahtiar.pdfii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERAPI SARI TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.)

77

Xu, B. J and S. K. S. Chang. 2007. A Comparative Study On Phenolic Profils

And Antioxidant Of Legums As Affected By Extraction Solvents. J.

Food Sci., 72(2):159-166.

Yusof, M. H., A. Norlaily, S. Keong, W. Yong, B. Kee, S. Peng, K. Long, S.

Abdul, N. Banu. 2013. Hepatoprotective Effect of Fermented Soybean

(Nutrient Enriched Soybean Tempeh) against Alcohol-Induced Liver

Damage in Mice. Evidence-Based Complementary and Alternative

Medicine Volume 2013

Zhen, G. 2003. The Toxicology of Carbon Tetrachloride. Free Radical and

Radiation Biology Program The University of Iowa. Iowa City.