POTENSI FITOESTROGEN KEDELAI (Glycine max SEBAGAI...

64
POTENSI FITOESTROGEN KEDELAI (Glycine max) SEBAGAI KANDIDAT KONTRASEPSI WANITA TERHADAP EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN β DAN HISTOLOGI UTERUS PADA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) SKRIPSI Oleh : ARNES WIDYA ANGGITA 135130101111010 PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of POTENSI FITOESTROGEN KEDELAI (Glycine max SEBAGAI...

  • i

    POTENSI FITOESTROGEN KEDELAI (Glycine max)

    SEBAGAI KANDIDAT KONTRASEPSI WANITA

    TERHADAP EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN

    β DAN HISTOLOGI UTERUS PADA TIKUS

    PUTIH BETINA (Rattus norvegicus)

    SKRIPSI

    Oleh :

    ARNES WIDYA ANGGITA

    135130101111010

    PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    POTENSI FITOESTROGEN KEDELAI (Glycine max)

    SEBAGAI KANDIDAT KONTRASEPSI WANITA

    TERHADAP EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN

    β DAN HISTOLOGI UTERUS PADA TIKUS

    PUTIH BETINA (Rattus norvegicus)

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran Hewan

    Oleh :

    ARNES WIDYA ANGGITA

    135130101111010

    PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

    POTENSI FITOESTROGEN KEDELAI (Glycine max)

    SEBAGAI KANDIDAT KONTRASEPSI WANITA

    TERHADAP EKSPRESI RESEPTOR ESTROGEN

    β DAN HISTOLOGI UTERUS PADA TIKUS

    PUTIH BETINA (Rattus norvegicus)

    Oleh :

    ARNES WIDYA ANGGITA

    135130101111010

    Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji

    pada tanggal 18 September 2017

    dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran Hewan

    Pembimbing I Pembimbing II

    Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES

    NIP. 19600903 198802 2 001 drh. Viski Fitri Hendrawan, M. Vet

    NIP. 19880518 201504 1 003

    Prof. Dr. Aulanni’am,drh., DES

    NIP. 19600903 198802 2 001

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

    Universitas Brawijaya

  • iv

    LEMBAR PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Arnes Widya Anggita

    NIM : 135130101111010

    Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan

    Penulis Skripsi berjudul :

    Potensi Fitoestrogen Kedelai (Glycine max) sebagai Kandidat

    Kontrasepsi Wanita terhadap Ekspresi Reseptor Estrogen β dan

    Histologi Uterus pada Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus).

    Dengan ini menyatakan bahwa :

    1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak

    menjiplak karya orang lain, selain nama- nama yang termaktub di isi dan tertulis

    di daftar pustaka dalam skripsi ini.

    2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,

    maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.

    Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

    Malang, 18 September 2017

    Yang menyatakan,

    ( Arnes Widya Anggita)

    NIM. 135130101111010

  • v

    Potensi Fitoestrogen Kedelai ( Glycine max ) sebagai Kandidat Kontrasepsi

    Wanita terhadap Ekspresi Reseptor Estrogen β dan

    Histologi Uterus Pada Tikus Putih Betina

    (Rattus norvegicus)

    ABSTRAK

    Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan

    menggunakan alat atau obat-obatan. Alat kontrasepsi yang tersedia masih banyak

    dilaporkan memiliki efek samping. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini

    menggunakan fitoestrogen dalam ekstrak kedelai (Glycine max). Fitoestogen

    merupakan senyawa yang memiliki sifat sama dengan hormon estrogen atau dapat

    berinteraksi dengan reseptor estrogen. Fitoestrogen akan menyebabkan estrogen

    endogen mengalami hambatan ikatan dengan reseptor estrogen. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fitoestrogen kedelai (Glycine

    max) terhadap ekspresi reseptor estrogen β dan gambaran histologi uterus.

    Penelitian ini dilakukan dengan dosis kronis 40 hari dengan diberikan ekstrak

    ethanol kedelai peroral. Hewan coba tikus dibagi menjadi empat kelompok yaitu

    kelompok kontrol (K), kelompok perlakuan dosis 25 mg/ekor (P1), perlakuan

    dosis 50 mg/ekor (P2), dan perlakuan dosis 75 mg/ekor (P3). Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa pemberian fitoestrogen kedelai menunjukkan peningkatan

    ekspresi ER β pada pemberian dosis 75 mg/ekor secara signifikan (p

  • vi

    The Potency of Phytoestrogen (Glycine max) as Women Contraceptive

    Candidate towards Expression of Estrogen Receptor β

    and Uterine Histology in Female Rats

    (Rattus Norvegicus)

    ABSTRACT

    Contraception is a method used to prevent pregnancy in many ways.

    Available contraceptives are considerably reported to have side effects. Based

    upon these, this study used extracts of phytoestrogens in soy

    (Glycine max). Phytoestrogens is a compound that has similar nature to estrogen

    or can interact with the estrogen receptor. Phytoestrogens can lead endogenous

    estrogens to have obstruction to bonding with estrogen receptors. This study

    investigated the effect of soy phytoestrogens (Glycine max) on the expression of

    estrogen receptor β and uterine histology. This research was conducted with

    chronic doses within 40 days with ethanol extract of soybean given orally. Rats

    were divided into four groups: control group (K), the treatment group with 25

    mg/head dose (P1), the treatment group with 50 mg/head dose (P2), and the

    treatment group with 75 mg/head dose (P3). The results showed that

    administration of soy phytoestrogens significantly (p

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

    limpahan rahmat dan pertolongan-Nya lah sehingga penulis mampu

    menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Fitoestrogen Kedelai (Glycine max)

    sebagai Kandidat Kontrasepsi Wanita Terhadap Ekspresi Reseptor Estrogen β dan

    Histologi Uterus Pada Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus)” dengan lancar.

    Skripsi ini disusun guna melakukan tugas akhir sebagai salah satu syarat

    memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

    Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas akan adanya bantuan serta

    dukungan moril dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis berterima kasih

    kepada yang terhormat :

    1. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

    Universitas Brawijaya serta dosen pembimbing I yang telah memberikan

    bimbingan, saran, fasilitas, kesabaran serta waktu yang telah diberikan selama

    ini.

    2. drh. Viski Fitri Hendrawan M. Vet selaku dosen pembimbing II atas

    bimbingan, saran, kesabaran, fasilitas serta waktu yang telah diberikan selama

    ini.

    3. drh. Yudit Oktanella, M.Si dan drh. Galuh Chandra Agustina, M.Si selaku

    dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat

    membangun sehingga menjadikan laporan ini lebih baik lagi.

    4. Seluruh jajaran Dekanat, Dosen dan Staf Program Kedokteran Hewan

    Universitas Brawijaya atas dorongan semangat dan fasilitas yang diberikan.

    5. Ayah Sunaryo dan Ibu Arum Hariyati serta keluarga besar atas doa, cinta,

    ilmu,kesabaran dan pengorbanan baik moril dan materi yang telah di berikan

    selama ini.

    6. Dian Agustiar, Tsani Indah Kusuma dan Ida Sukma Kuswardhani selaku teman

    seperjuangan skripsi

  • viii

    7. Ade Nura Aulia dan Andrea Puput atas dukungan dan motivasi yang telah di

    berikan selama ini.

    8. Segenap keluarga kelas CAVITAS 2013 atas dukungan serta semangat yang

    tiada henti.

    9.Teman-teman seperjuangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

    Brawijaya angkatan 2013 yang telah memberikan semangat dan saran yang

    membangun.

    10.Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan

    penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Penulis berharap skripsi ini dapat diterima sehingga dapat memberikan

    pengalaman serta wawasan baru terhadap penulis. Penulis menyadari bahwa

    skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang

    membangun dari semua pihak diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.

    Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang

    telah diberikan kepada penulis. Amin.

    Malang, September 2017

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

    HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

    HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv

    ABSTRAK ........................................................................................................... v

    ABSTRACT ...................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

    DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ................................................... xiv

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 4 1.3. Batasan Masalah ............................................................................... 4 1.4. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5 1.5. Manfaat Penelitian............................................................................ 5

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

    2.1. Kontrasepsi ........................................................................................ 6

    2.2. Kedelai ................................................................................................ 9

    2.3. Estrogen ............................................................................................. 11

    2.4. Fitoestrogen ....................................................................................... 13

    2.5 Reseptor Estrogen α dan β ................................................................ 15

    2.6 Mekanisme Kerja Fitoestrogen terhadap Reseptor Estrogen ............ 17

    2.7 Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus)............................................ 19

    2.8 Uterus ................................................................................................ 21

    2.9 Mekanisme Kerja Estrogen pada Uterus ........................................... 23

    BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ............... 24

    3.1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 24

    3.2. Hipotesa Penelitian ............................................................................ 26

    BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 27

    4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 27

    4.2 Sampel Penelitian .............................................................................. 27

    4.3 Rancangan Penelitian ........................................................................ 28

    4.4 Variabel Penelitian ............................................................................ 28

    4.5 Materi Penelitian ............................................................................... 29

    4.5.1 Alat ............................................................................................. 29

    4.5.2 Bahan .......................................................................................... 29

    4.6 Tahapan Penelitian ............................................................................ 29

    4.6.1 Persiapan Hewan Coba ............................................................... 29

    4.6.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Kedelai ............................................. 30

    4.6.3 Pemberian Perlakuan pada Tikus ................................................ 30

    4.6.4 Pembedahan Hewan Coba .......................................................... 31

    4.6.5 Pembuatan Preparat Histologi ..................................................... 31

    4.6.6 Metode imunohistokimia ............................................................ 32

  • x

    4.6.7 Analisis Data ............................................................................... 34

    BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 35 5.1 Pengaruh Pemberian Fitoestrogen Kedelai (Glycine max)

    terhadap Ekspresi Reseptor Estrogen β pada Uterus Tikus Putih

    Betina (Rattus norvegicus) ................................................................ 35

    5.2 Pengaruh Pemberian Fitoestrogen Kedelai (Glycine max)

    Terhadap Histologi Uterus Tikus Putih Betina

    (Rattus norvegicus) ........................................................................... 39

    BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 43

    6.1 Kesimpulan........................................................................................ 43

    6.2 Saran .................................................................................................. 43

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 44

    LAMPIRAN ........................................................................................................ 50

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    2.1 Kandungan gizi 100 g biji kedelai ................................................................ 11

    2.2 Kandungan fitoestrogen pada beberapa tanaman .......................................... 14

    4.1 Rancangan Penelitian .................................................................................... 28

    5.1 Perbandingan pengaruh Fitoestrogen Kedelai (Glycine max)

    terhadap Ekspresi ER β ................................................................................ 35

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    2.1 Kedelai ....................................................................................................... 10

    2.2 Mekanisme estrogen reseptor mengaktivasi ekspresi gen .......................... 16

    2.3 Perbandingan Struktur Kimia Genistein dan Estradiol .............................. 18

    2.4 Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar ............................................. 20

    2.5 Lapisan dinding uterus ................................................................................ 22

    5.1 Gambaran hasil pewarnaan immunohistokimia pada uterus tikus betina ... 35

    5.2 Histologi uterus tikus dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin

    (HE) perbesaran 400 X ............................................................................... 39

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    Lampiran 1. Surat Laik Etik Penelitian ................................................................ 50

    Lampiran 2. Uji Fitokimia Ekstrak Kedelai ......................................................... 51

    Lampiran 3. Surat Keterangan Ekstrak Biji Kedelai ............................................ 52

    Lampiran 4. Rancangan penelitian ...................................................................... 53

    Lampiran 5. Perhitungan Dosis ............................................................................ 54

    Lampiran 6. Pembuatan Ekstrak Etanol Kedelai ................................................. 56

    Lampiran 7. Metode Immunohistokimia.............................................................. 57

    Lampiran 8. Cara Pengambilan Organ ................................................................. 58

    Lampiran 9. Pewarnaan Histotologi Uterus ......................................................... 59

    Lampiran 10. Analisa Statistik One Way ANOVA Ekspresi ER β ..................... 60

    Lampiran 11.Hasil Immunoratio Ekspresi ER β ................................................... 62

    Lampiran 12. Foto Kegiatan .................................................................................. 63

  • xiv

    DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

    g : gram

    mg : miligram

    µg : mikrogram

    mg : miligram

    mL : mililiter

    µL : mikroliter

    ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

    BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

    ERE : Estrogen Receptor Element

    LH : Luteinizing Hormone

    FSH : Follicle Stimulating Hormone

    ATP : Adenosina trifosfat

    cAMP : Cyclic adenosine monophosphate

    ERα : estrogen reseptor alpha

    Erβ : estrogen reseptor betha

    DNA : deoxyribonucleic acid

    RNA : ribonucleic acid

    H2O2 : hidrogen peroksida

    GnRH : Gonadotropin Relasing Hormone

    PBS : Phosphate Baffer Saline

    PFA : Paraformaldehida

    SA-HRP : Strep Avidin Horseradishperoxidase

  • 15

  • 1

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Jumlah penduduk dapat menjadi potensi maupun beban bagi suatu negara,

    akan menjadi potensi apabila jumlah penduduk seimbang dengan sumber daya

    yang tersedia serta mempunyai kualitas hidup yang baik. Penduduk yang banyak

    akan menjadi beban apabila melampaui kapasitas wilayah negara tersebut.

    Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ledakan penduduk, hal ini

    sangat mempengaruhi kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan penduduk dalam

    suatu wilayah tertentu. Kepadatan penduduk sangat berpengaruh terhadap kualitas

    hidup masyarakat, karena dapat menimbulkan berbagai masalah kependudukan

    misalnya kemiskinan, perumahan, lapangan pekerjaan dan lain-lain (Christiani

    dkk, 2014). Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan

    negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta.

    Indonesia di antara negara ASEAN memiliki luas wilayah terbesar, tetapi menjadi

    negara dengan penduduk terbanyak. Pusat data dan informasi Kementerian

    Kesehatan RI, mengestimasi jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 sejumlah

    248,4 juta orang (Kemenkes, 2014).

    Pemerintah Indonesia berupaya menekan laju pertumbuhan penduduk,

    dengan program BKKBN ( Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana).

    BKKBN bertugas melaksanakan pengendalian penduduk dan menyelenggarakan

    keluarga berencana. Salah satu sasaran strategis BKKBN tahun 2015-2019 adalah

    meningkatnya pemakaian kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi merupakan upaya

    untuk pengendalian fertilitas atau menekan pertumbuhan penduduk yang paling

  • 2

    efektif. BKKBN dalam pelaksanaannya diupayakan agar semua metode

    kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada masyarakat memberikan

    manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping maupun keluhan yang

    ditimbulkan. Alat kontrasepsi yang telah tersedia masih banyak dilaporkan terjadi

    kegagalan atau mengalami efek samping (BKKBN, 2015). Dalam dunia

    kedokteran hewan usaha untuk mencegah terjadinya kebuntingan sudah banyak

    dilakukan khususnya pada hewan anjing dan kucing untuk menekan populasi yang

    berlebih. Metode yang sering dilakukan yaitu dengan tindakan operasi, dimana

    akan menghilangkan siklus estrus secara irreversibel. Pencegahan kebuntingan

    yang bersifat reversibel dapat dilakukan dengan pemanfaatan hormon reproduksi,

    tetapi penggunaan hormon sebagai metode kontrasepsi pada hewan masi jarang

    dilakukan.

    Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki cakupan luas, dimana di

    dalamnya hidup flora, fauna dan mikroba yang sangat beranekaragam. Data

    IBSAP tahun 2003 memperkirakan terdapat 38.000 jenis tumbuhan (55%

    endemik) di Indonesia. Lebih dari 6000 jenis tumbuhan dimanfaatkan untuk

    keperluan bahan makanan, pakaian, perlindungan dan obat-obatan (Walujo,

    2011). Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung.

    Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama bagi masyarakat.

    Kedelai mengandung protein 35% bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya

    dapat mencapai 40-43% (Hardi, 2010).

    Kacang kedelai dikenal sebagai sumber fitoestrogen yang banyak

    dijumpai. Kandungan fitoestrogen dalam biji kedelai memiliki nilai yang tinggi

  • 3

    yaitu 103.920, jika dibandingkan dengan tanaman lain seperti biji wijen 8.008,1;

    kacang kecambah 495,1 dan kacang hijau 105,8. Hasil penelitian Fraser tahun

    2006 menyatakan bahwa senyawa fitoestrogen (genistein) yang terkandung dalam

    kedelai dapat berdampak negatif terhadap kesuburan karena berpotensi

    menggagalkan pembuahan. Senyawa fitoestogen merupakan senyawa yang

    memiliki sifat dan khasiat yang sama dengan hormon estrogen atau dapat

    berinteraksi dengan reseptor estrogen (Miharja dkk, 2015). Aktivasi fitoestrogen

    (isoflavon) dengan reseptor estrogen akan menyebabkan endogenous estrogen

    mengalami penghambatan ikatan dengan reseptor estrogen. Penghambatan ikatan

    tersebut menyebabkan kadar estrogen dalam darah meningkat. Estrogen dalam

    darah yang meningkat dapat menyebabkan proses feed back negative mechanism

    terhadap hypothalamus yang mempengaruhi penurunan sekresi FSH dan LH

    (Ganong, 1998).

    Pada perkembangan uterus secara normal, estrogen akan menyebabkan

    proliferasi uterus, terutama proliferasi endometrium. Efek biologis dari estrogen

    dimediasi melalui dua jenis reseptor yang dikenal dengan estrogen reseptor alpha

    (ERα) dan estrogen reseptor betha (ERβ). ER β memiliki afinitas 20-30 kali lebih

    tinggi terhadap fitoestrogen daripada ER α dan sebanding dengan afinitas

    estradiol, namun memiliki aktifitas lebih rendah dari estradiol. Tingginya afinitas

    ER β dapat menekan tindakan dari ER α. Sifat fitoestrogen sebagai ER antagonis,

    maka ikatan dengan protein co-regulator yang diaktifkan adalah co-repressor,

    sehingga proses transkripsi terhambat (Khairiah, 2014). Fitoestrogen dalam

    kedelai akan menyebabkan proliferasi uterus menurun dan terjadi perubahan

  • 4

    struktur epitel pada endometrium. Adanya perubahan struktur epitel ini dapat

    menyebabkan implantasi tidak melekat erat.

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian fitoestrogen

    dalam kedelai (Glycine max) sebagai kandidat kontrasepsi wanita, dengan melihat

    ekspresi reseptor estrogen β uterus dan perubahan histologi uterus.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

    dari penelitian ini adalah:

    1) Apakah fitoestrogen dalam kedelai (Glycine max) dapat mempengaruhi

    ekspresi reseptor estrogen β uterus pada hewan coba tikus (Rattus

    norvegicus)?

    2) Apakah fitoestrogen dalam kedelai (Glycine max) dapat mempengaruhi

    histologi uterus pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus)?

    1.3 Batasan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini

    dibatasi pada :

    1) Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) betina strain

    Wistar yang sudah pernah partus. Penggunaan hewan coba dalam penelitian

    sudah memperoleh persetujuan dari Komisi Etik Penelitian UB dengan

    Nomor 715-KEP-UB.

    2) Hewan model yang digunakan pada semua fase estrus.

    3) Biji keledai yang digunakan adalah jenis Devon 1 yang didapatkan dari

    BALITKABI.

  • 5

    4) Ekstrak diberikan secara peroral melalui sonde selama 40 hari.

    5) Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah ekspresi reseptor estrogen β

    uterus dan gambaran histologi uterus.

    1.4 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari

    penelitian ini adalah:

    1) Untuk mengetahui potensi pemberian fitoestrogen dalam kedelai (Glycine

    max) terhadap ekspresi reseptor estrogen β uterus pada hewan coba tikus

    (Rattus norvegicus).

    2) Untuk mengetahui potensi pemberian fitoestrogen dalam kedelai (Glycine

    max) terhadap histologi uterus pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus).

    1.5 Manfaat Penelitian

    1.5.1 Manfaat Akademis

    Dapat dijadikan sebagai dasar teori untuk menambah ilmu pengetahuan

    dalam bidang kesehatan, khususnya tentang manfaat fitoestrogen dalam

    kedelai sebagai kandidat kontrasepsi.

    1.5.2 Manfaat Praktis

    1) Dapat dijadikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai

    potensi kedelai terhadap ekspresi reseptor estrogen β dan gambaran

    histologi uterus.

    2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan pengembangan penelitian tentang

    kontrasepsi wanita yang aman.

  • 1

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kontrasepsi

    Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya

    itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan

    kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas dengan

    menggunakan alat atau obat-obatan. Kontrasepsi adalah menghindari atau

    mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang

    matang dengan sel sperma (Qolbi, 2009). Kontrasepsi adalah alat yang digunakan

    untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan.

    Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan

    konsepsi berarti pembuahan, sehingga pengertian kontrasepsi adalah mencegah

    bertemunya sperma dengan ovum, sehingga tidak terjadi pembuahan yang

    mengakibatkan kematian. Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat

    antara lain: aman, dapat diandalkan, sederhana, murah, dapat diterima orang lain

    dan dapat dipakai dalam jangka panjang (Sanri, 2016)

    Terdapat beberapa metode untuk mencegah terjadinya kebuntingan pada

    hewan, diantaranya yaitu :

    a. Immunokontrasepsi

    Prinsip dari immunokontrasepsi dengan protein zona pellucida ialah

    mencegah terjadinya fertilisasi dengan adanya antibodi yang akan mengacaukan

    identifikasi antigen determinan sehingga mencegah penetrasi spermatozoa ke

    dalam oocyt sehingga tidak terjadi fertilisasi (Ringleb et al., 2004). Antibodi yang

    dihasilkan oleh protein imunokontrasepsi dalam tubuh akseptor diharapkan

  • 2

    berperan mencegah pengenalan antara spermatozoa dengan oosit, sehingga

    pembuahan dapat dicegah. Bahan imunokontrasepsi yang potensial adalah zona

    pelusida-3 (ZP3), karena ZP3 merupakan protein reseptor pengenalan oosit oleh

    spermatozoa (McCartney dan Mate, 1999).

    b. Operasi

    Pencegahan kebuntingan dapat pula dilakukan dengan metode operasi,

    yakni dengan dilakukan ovariohisterectomy. Ovariohisterectomy merupakan

    istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy

    adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari

    rongga abdomen. Sedangkan histerectomy adalah tindakan mengamputasi,

    mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen (Denni,2012).

    Ovariohysterectomy memiliki banyak nama lain, diantaranya yaitu: spay, femal

    neutering, sterilization, fixing, desexing, ovary and uterine ablation, dan

    pengangkatan uterus. Operasi ini dilakukan untuk mensterilkan hewan betina

    dengan maksud menghilangkan fase estrus atau untuk terapi penyakit yang

    terdapat pada uterus, seperti resiko tumor ovarium, serivks, dan uterus. Selain

    itu, operasi juga dilakukan untuk memperkecil terjadinya pyometra pada betina

    yang tidak steril (Sardjana, 2011).

    c. Penggunaan preparat hormonal

    - Prostaglandin F2α dan bromocriptine

    Prinsip penggunaan kombinasi antara prostaglandin F2α dan

    bromokriptin ialah menginduksi terjadinya abortus pada anjing (Palmer dan

    Post, 2002). Bromokriptin merupakan alkaloida ergot semi sintesis dari

  • 3

    kelompok ergotoksin dan memiliki daya stimulasi langsung terhadap reseptor

    dopamine di otak. Peningkatan sekresi dopamine ini identik dengan hormone

    Prolactin Inhibiting Factor yang menyebabkan berkurangnya sekresi prolaktin

    (Tjay dan Rahardja, 2002). Berkurangnya sekresi prolaktin ini juga akan

    menurunkan kadar progesterone dalam darah sehingga dapat menyebabkan

    abortus. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa kombinasi antara

    prostaglandin F2α dan bromocriptine selama 5 hari mampu menyebabkan

    terjadinya luteolysis sehingga mencegah kebuntingan (Palmer dan Post,

    2002).

    - Preparat estrogen

    Pemberian preparat estrogen akan menyebabkan kadar estrogen dalam

    darah meningkat. Estrogen yang tinggi dapat melabilkan membran lisosom

    sehingga diproduksi enzim fosfolipase A yang aktif untuk mengawali

    pembentukan prostaglandin dari fosfolipida di mikrosom. Prostaglandin akan

    membebaskan ion Ca 2+ di dalam sel otot polos uterus yang kemudian

    berikatan dengan aktin dan miosin, untuk memulai proses kontraksi otot.

    Kondisi ini yang kemungkinan menjadi penyebab terjadinya kematian embrio

    yang baru terimplantasi. Pada rodentia, domba dan kelinci, estrogen yang

    terlalu dominan membuat uterus tidak mampu menampung implantasi

    blastokista. Kegagalan implantasi sering terjadi akibat kegagalan transpor sel

    telur. Pemberian estrogen sebanyak 0,4 µg dapat mempercepat transpor sel

    telur dari tuba fallopii ke uterus mencit (Akbar, 2010).

  • 4

    - Antagonist progesterone anglepristone (alizone)

    Progesteron merupakan hormone kebuntingan yang dapat menyebabkan

    penebalan endometrium dan perkembangan kelenjar uterin sebelum

    terjadinya implantasi dari ovarium yang dibuahi. Selama kebuntingan,

    progesterone menahan timbulnya ovulasi melalui inhibisi umpan balik FSH

    dan LH dari adenohipofisis (Frandson, 1992). Zat-zat anti progesterone akan

    melawan kegiatan progesterone dengan jalan memblok secara kompetitif

    reseptornya di organ tujuan. Kebuntingan akan dihentikan akibat efek

    progesterone terhadap endometrium dihambat (Tjay dan Rahardja, 2002).

    2.2 Kedelai

    Tanaman kedelai merupakan salah satu sumber potensi pangan yang

    sering dikonsumsi masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan sumber protein yang

    paling murah karena berbagai varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai

    kadar protein 30,53 - 44 %. Klasifikasi tanaman kedelai yaitu sebagai berikut

    (Oktavia, 2012):

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Sub Divisio : Angiospermae (Biji tertutup)

    Classis : Dicotyledoneae (Berkeping biji dua / dikotil)

    Ordo : Rosales

    Famili : Leguminosae (Kacang-kacangan)

    Genus : Glycine

    Spesies : Glycine max

  • 5

    Gambar 2.1 Kedelai (Irwan, 2006)

    Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging

    (kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Komposisi kimia kedelai

    adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, karbohidrat 22,2%, serat kasar 4,3%, abu

    4,5%, dan air 6,6%. Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting.

    Komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan

    juga warna kulit maupun kotiledonnya (Oktavia, 2012).

    Kedelai adalah tanaman semusim yang diusahakan pada musim kemarau,

    karena tidak memerlukan air dalam jumlah besar. Kedelai merupakan sumber

    protein, dan lemak, serta sebagai sumber vitamin A, E, K dan beberapa jenis

    vitamin B dan mineral K, Fe, Zn dan P. Kadar protein kacang-kacangan berkisar

    antara 20-25%, sedangkan pada kedelai mencapai 40%. Kedelai mengandung

    delapan asam amino penting yang rata-rata tinggi, kecuali metionin dan

    fenilalanin. Kandungan protein kedelai cukup tinggi sehingga kedelai termasuk ke

    dalam lima bahan makanan yang mengandung protein tinggi. Berikut kandungan

    gizi biji kedelai:

  • 6

    Tabel 2.1 Kandungan gizi 100 g biji kedelai

    (Sukradan dan Yuningsih, 2013)

    Salah satu komponen penting atau senyawa bioaktif yang terdapat dalam

    kedelai dan bertindak sebagai antioksidan adalah isoflavon. Isoflavon termasuk

    dalam golongan flavonoid yang merupakan senyawa polifenolik (Zubik and

    Meydani, 2003). Pada tanaman kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi

    terdapat pada biji kedelai, khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan

    tumbuh menjadi tanaman. Kedelai mengandung 2-4 mg isoflavon dalam satu

    gram kedelai (Risfianty, 2016).

    2.3 Estrogen

    Estrogen adalah senyawa steroid yang berfungsi terutama sebagai hormon

    seks wanita Salah satu fungsi hormon estrogen adalah menimbulkan proliferasi sel

    dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin serta jaringan yang berkaitan

    dengan reproduksi (Guyton, 2000). Hormon estrogen terdiri dari tiga jenis, yaitu

    estradiol, estron dan estriol. Estradiol memiliki kemampuan untuk aktivitas

  • 7

    biologi yang tinggi bila dibandingkan dengan jenis yang lain. Perbandingan

    khasiat biologi dari ketiga hormon tersebut adalah estradiol: estron: estriol=

    10:5:1 (Badziad, 2003).

    Sintesis hormon estrogen terjadi di dalam sel-sel theka dan sel-sel

    granulosa ovarium, dimana kolesterol merupakan zat bakal dari hormon ini, yang

    pembentukannya melalui beberapa serangkaian reaksi enzimatik. FSH diketahui

    berperan dalam sel theka untuk meningkatkan aktivitas enzim pembelah rantai sisi

    kolesterol melalui pengaktifan ATP menjadi cAMP, dan dengan melalui beberapa

    proses reaksi enzimatik terbentuklah androstenedion, kemudian androstenedion

    akan berfusi ke dalam sel granulose, selanjutnya melakukan aromatisasi

    membentuk estron dan estradiol 17β (Badziad, 2003). Estriol adalah estrogen

    yang paling lemah yang dihasilkan dari oksidasi estradiol maupun estron (Guyton,

    2000).

    Efek biologis dari estrogen dimediasi melalui dua jenis reseptor yang

    dikenal dengan estrogen reseptor alpha (ERα) dan estrogen reseptor betha (ERβ).

    ERα dan ERβ banyak terdapat pada jaringan reproduksi wanita (ovarium,

    endometrium, dan payudara), kulit, pembuluh darah tulang dan otak. Susunan

    syaraf pusat adalah target lain dari estrogen yang akan memodulasi sekresi LH

    dan FSH melalui sistem hipotalamus-hipofisis. Berdasarkan kadarnya dalam

    plasma, estrogen dapat berperan sebagai kontrol umpan balik negatif dengan

    menurunkan sekresi LH dan FSH, atau sebagai kontrol umpan balik positif

    dengan menstimulasi sekresi LH dan FSH (Putra, 2009).

  • 8

    Reseptor α dan β diaktifkan oleh faktor transkripsi. Mekanisme tindakan

    ER melibatkan estrogen yang mengikat reseptor dalam inti, setelah itu reseptor

    dimerisasi dan mengikat elemen respon spesifik yang dikenal sebagai elemen

    respon estrogen (ERE) yang terletak di promotor gen target ( Bjornstrom and

    Sjoberg, 2005).

    2.4 Fitoestrogen

    Fito artinya tanaman, estrogen artinya hormon pada wanita. Jadi

    Fitoestrogen adalah senyawa kimia dari bahan tanaman yang dapat bekerja seperti

    estrogen. Fitoestrogen merupakan fitokimia yang memiliki fungsi mirip dengan

    hormon estrogen dan merupakan suatu bahan alternatif yang potensial sebagai

    pengganti bahan modulator reseptor estrogen selektif sintetik yang banyak

    digunakan sebagai terapi sulih hormon ( Prakash and Gupta, 2011). Fitoestrogen

    dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu isoflavonoid, coumestans dan lignans.

    Subkelompok Isoflavonoid yaitu diadzein, genistein dan glycetein. Subkelompok

    coumestans adalah coumestral. Subkelompok lignans yaitu enterolactone dan

    enteradione ( Rishi, 2002).

    Pada kelompok fitoestrogen tersebut isoflavon merupakan senyawa yang

    banyak dimanfaatkan, dikarenakan kandungan fitoestrogen yang cukup tinggi.

    Pada tanaman golongan Leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai

    mengandung senyawa isoflavon yang cukup tinggi (Hernawati, 2013). Isoflavon

    utama pada kedelai terdiri dari genistein dan daidzein. Genistein yaitu senyawa

    kimia yang mirip dengan estrogen (fitoestrogen) yang terdapat pada tumbuhan

    yang berfungsi sebagai prekursor pada metabolisme tubuh. Fitoestrogen ini secara

  • 9

    alami akan mengalami interaksi dengan reseptor estrogen dalam tubuh. Interaksi

    isoflavon dengan reseptor estrogen mengarah pada aktivasi yang disebut Estrogen

    Receptor Element (ERE) yang bertempat disisi bagian dalam dari membran inti.

    Aktivasi isoflavon tergantung dari konsentrasi estrogen endogen. Dilingkungan

    dengan tinggi kadar estrogen menyebabkan isoflavon bereaksi sebagai estrogen

    antagonis (inhibitor aktivitas estrogen), pada keadaan sebaliknya, dimana kadar

    estrogen yang rendah, isoflavon dapat bekerja sebagai estrogen agonis

    (menyerupai estrogen)( Dinastiti, 2016). Berikut kandungan fitoestrogen pada

    beberapa tanaman (Thompson,2006):

    Tabel 2.2 Kandungan fitoestrogen pada beberapa tanaman.

    Tanaman Kandungan Fitoestrogen (µg/100g)

    Biji kedelai 103.920

    Biji wijen 8.008,1

    Bawang putih 603,6

    Kacang kecambah 495,1

    Biji bungan matahari 216

    Minyak zaitun 180,7

    Almond 131,1

    Kenari 139,5

    Kacang mete 121,9

    Kacang hijau 105,8

    Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tumbuhan yang memiliki

    khasiat mirip estrogen, meskipun rumus bangun kimianya berbeda dengan

    estrogen tetapi memiliki inti yang sama persis dengan estrogen. Khasiat

    estrogenik terjadi karena fitoestrogen juga memiliki 2 gugus hidroksil (OH) yang

    berjarak 11.0-11,5 A0 pada intinya, sama persis dengan inti estrogen sendiri. Para

    peneliti sepakat jarak 11 A0 dan gugus -OH inilah yang menjadi struktur pokok

  • 10

    suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, yakni memiliki afinitas tertentu

    untuk dapat menduduki reseptor estrogen (Sitasiwi, 2009).

    Afinitas fitoestrogen terhadap reseptor estrogen sangat rendah bila

    dibanding estrogen endogen atau dapat dikatakan bahwa diperlukan jumlah yang

    sangat besar bagi fitoestrogen untuk memperoleh efek yang memadai seperti

    estrogen (Putra, 2009). Paparan fitoestrogen dalam bentuk isoflavon terbukti

    mempengaruhi struktur organ reproduksi. Penelitian Awoniyi et al. (1998)

    menunjukkan bahwa paparan genistein dosis 50 mg/hari pada tikus sejak hari ke-

    17 kebuntingan sampai berakhirnya masa laktasi (21 hari postpartum) dapat

    menurunkan berat ovarium dan uterus serta kadar estradiol dalam serum. Hal

    tersebut dapat terjadi karena dalam organ reproduksi memiliki reseptor estrogen.

    2.5 Reseptor Estrogen α dan β

    Reseptor estrogen merupakan salah satu anggota reseptor inti yang

    memperantarai aksi hormon estrogen didalam tubuh yang terikat dengan DNA

    dan ligan pengikat. Reseptor estrogen berfungsi untuk mengubah transkripsi gen

    jika berikatan dengan jaringan spesifik yang bersifat koaktivator atau koreseptor.

    Reseptor estrogen terdiri dari dua subtipe yaitu, Reseptor Estrogen α (ER α) dan

    Reseptor Estrogen β (ER β). ER α berhubungan dengan efek estrogen terhadap

    proliferasi dan sebaliknya ER β menekan aktifitas pertumbuhan. ER β yang

    memiliki sifat antiproliferasi dapat menghambat tindakan ER α sebagai aktivator

    yang memediasi proliferasi sel dengan membentuk heterodimer. Pengikatan

    estrogen yang sama pada ER α dan ER β dapat menimbulkan efek yang

    berlawanan dalam transkripsinya. Estradiol dapat menstimuli transkripsi gen

  • 11

    dengan ER α dan ERE, tetapi pada sistem yang sama estradiol menginhibisi

    transkripsi gen bila berikatan dengan ER β (Sulistyowati, 2015).

    Reseptor estrogen banyak terdapat pada organ reproduksi wanita

    (ovarium, endometrium dan payudara), kulit, pembuluh darah, tulang dan otak.

    Pada organ reproduksi laki-laki reseptor ini banyak terdapat pada prostat.

    (Dinastiti, 2016). Reseptor tersebut memungkinkan terjadi efek langsung pada

    pembuluh darah baik pada sel otot polos maupun pada endotel. ER β lebih banyak

    terdapat pada mukosa intestinal, parenchyma paru, sumsung tulang, tulang, otak,

    sel endothelial dan kelenjar prostat. Sedangkan ER α lebih banyak pada

    endometrium, payudara, jaringan hipotalamus dan stroma ovarium (Gruber et al,

    2002). Fitoestrogen merupakan kompetitor aktif untuk reseptor estrogen, terutama

    reseptor β (Sitasiwi, 2009). ER β memiliki afinitas 20-30 kali lebih tinggi terhadap

    fitoestrogen daripada ER α dan sebanding dengan afinitas estradiol, namun

    memiliki aktifitas lebih rendah dari estradiol. Tingginya afinitas ER β dapat

    menekan tindakan dari ER α (Khairiah, 2014).

    Gambar 2.2 Mekanisme estrogen reseptor mengaktivasi ekspresi gen (Mendelsohn and

    Karas, 1999).

    Estrogen masuk ke sel target melalui difusi pasif dan mengikat reseptor

    intraseluler dengan afinitas yang kuat. Ikatan estrogen- reseptor estrogen komplek

  • 12

    membentuk dimer dan mengikat ke target gennya (Estrogen Respone Elements,

    ERE). Hubungan komplek dengan beberapa protein mampu mengaktifkan

    General Transcriptional Apparatus (GTA), yaitu multi protein komplek yang

    mengandung RNA polimerase berfungsi untuk mentranskripsi DNA menjadi

    RNA. Ikatan estrogen-reseptor-protein merupakan Coactivator (CoAct) dan faktor

    integrator transkripsi. Ikatan estrogen- reseptor-protein juga mempunyai aktivitas

    histone Acetyltransferase (HAT) yang berfungsi untuk menambah gugus asetil

    pada histon, selain itu reseptor estrogen juga dapat bersifat corepresor yaitu

    menekan transkripsi gen (Mendelsohn and Karas, 1999).

    Ekspresi ER dikontrol oleh hormon. Jumlah ER di uterus berhubungan

    dengan kadar estrogen dalam darah. Pada siklus estrus tikus ekspresi ER β di

    uterus tertinggi pada saat fase diestrus (estrogen rendah), menurun saat proestrus

    awal (estrogen mulai meningkat) dan sebaliknya untuk ER α. Pada endometrium

    ekspresi ER α paling tinggi pada pertengahan fase proliferasi sampai sebelum

    ovulasi, ekspresi ER β meningkat selama fase sekresi. Pada tikus hilangnya sikus

    estrus karena penuaan berada dalam kondisi persisten diestrus dan dapat

    menurunkan jumlah dan afinitas reseptor. Pada regulasi reseptor dapat terjadi

    penurunan kepekaan yang dikenal dengan desensitisasi atau dapat pula terjadi

    penurunan jumlah yang dikenal down regulasi. Keadaan tersebut dapat terjadi

    karena adanya rangsangan yang terus menerus oleh agonis (Anita, 2004).

    2.6 Mekanisme Kerja Fitoestrogen terhadap Reseptor Estrogen

    Mekanisme kerja fitoestrogen terhadap reseptor estrogen (ER) adalah

    dengan meniru aktivitas hormon estrogen. Estrogen adalah hormon yang

  • 13

    berfungsi sebagai molekul sinyal. Prosesnya dimulai dari masuknya molekul

    estrogen yang terbawa melalui darah kedalam bermacam- macam jaringan target

    estrogen. Proses terjadinya dengan menempel pada reseptor estrogen sehingga

    menghambat pengikatan estrogen alami pada reseptor tersebut. Struktur dan

    fungsi genistein dan daidzein menyerupai estradiol. Kemiripan estradiol terletak

    pada jarak antara 2 gugus hidroksilnya sehingga genistein dapat mengikat reseptor

    estrogen. Umumnya estradiol akan berikatan dengan reseptor estrogen kemudian

    menyebabkan terjadinya ekspresi gen dan sintesa protein yang spesifik (Pavese et

    al, 2010).

    Gambar 2.3 Perbandingan Struktur Kimia Genistein dan Estradiol (Pavese et al, 2010).

    Afinitas fitoestrogen (genistein) rendah terhadap reseptor alpha 5%

    sedangkan terhadap reseptor betha 36% jika dibandingkan dengan estradiol 100%,

    walaupun demikian kadar sirkulasi yang berulang dari fitoestrogen mampu

    menghasilkan aktivitas biologik yang potensial (Tsourounis, 2004).

    Fitoestrogen dapat melewati membran sel serta berinteraksi dengan

    reseptor dan enzim, karena fitoestrogen mempunyai berat molekul yang kecil.

    Mekanisme genomik yaitu aktivasi langsung melalui reseptor estrogen.

    Mekanisme genomik dari fitoestrogen ini melalui dua cara yakni, pertama

    fitoestrogen langsung berikatan dengan reseptor estrogen berupa transkripsi gen,

  • 14

    sehingga dapat menimbulkan efek seperti estrogen (efek estrogenik). Kedua,

    fitoestrogen tidak langsung berikatan dengan reseptor estrogen (indirect genomic)

    dengan mempengaruhi kadar estrogen endogen dalam sirkulasi (mekanisme

    kompetitif inhibitor). Aksi genomik melibatkan reseptor estrogen yang terletak di

    nukleus (nuclear receptor) atau inti sel. Estrogen dibawa ke jaringan dalam

    bentuk terikat dengan protein dan segera berdifusi ke dalam sel sebagai estrogen

    bebas. Estrogen terikat dengan reseptor estrogen di nukleus dan selanjutnya

    reseptor estrogen mengalami dimerisasi dan terikat dengan ERE yang terletak

    pada promotor gen target dan selanjutnya menginduksi transkripsi gen-gen yang

    sehubungan dengan proliferasi sel (Dinastiti, 2016).

    2.7 Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus)

    Tikus (Rattus norvegicus) merupakan hewan laboratorium yang banyak

    digunakan untuk media penelitian medis dan biologis. Tikus memiliki tubuh yang

    lebih besar dari mencit, sehingga memudahkan pembedahan dan pengambilan

    sampel. Secara garis besar fungsi dan bentuk organ serta proses biokimia antara

    tikus dan manusia memiliki banyak kesamaan, selain itu juga mudah dipelihara

    (Suckow et al, 2006).

    Tikus yang digunakan dalam penelitian ini memiliki klasifikasi sebagai

    berikut (Krinke, 2000) :

    Kingdom : Animalia

    Phylum : Chordata

    Sub Phylum : Vertebrata

    Class : Mammalia

  • 15

    Ordo : Rodentia

    Family : Muridae

    Genus : Rattus

    Species : Rattus norvegicus

    Gambar 2.4 Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar

    (Dahlia dan Delly, 2014)

    Tikus putih (Rattus norvegicus) termasuk ke dalam hewan mamalia yang

    memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala

    sempit. Telinga tikus tebal dan pendek dengan rambut halus (Sirois, 2005).

    Tubuh tikus normal 85% tertutup rambut, ekor betina pada umumnya lebih

    panjang dibandingkan ekor jantan (Suckow, 2006). Rattus norvegicus memiliki

    waktu hidup 2,5 sampai 3 tahun, memiliki temperatur tubuh 37,5ºC, denyut

    jantung 330-480 kali permenit, frekuensi respirasi 66-114 kali permenit dan

    memasuki masa dewasa pada usia 50-60 hari (Kusumawati, 2004).

    Tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah mamalia yang tergolong

    ovulator spontan. Tikus termasuk hewan yang bersifat poliestrus, memiliki siklus

    reproduksi yang sangat pendek. Siklus estrus lamanya berkisar antara 4-5 hari.

    Siklus estrus adalah interval waktu mulai dari permulaan periode estrus yang

    pertama sampai periode estrus berikutnya. Siklus estrus pada tikus terbagi

  • 16

    menjadi beberapa fase yaitu proestrus yang berlangsung 12 jam, estrus yang

    berlangsung 12 jam, metestrus I yang berlangsung 15 jam, metestrus II yang

    berlangsung 6 jam dan diestrus yang berlangsung 57-60 jam (Anita, 2004).

    Ovulasi sendiri berlangsung 8-11 jam sesudah dimulainya tahap estrus. Folikel

    yang sudah kehilangan telur akibat ovulasi akan berubah menjadi korpus luteum

    (KL), yang akan menghasilkan progesteron atas rangsangan LH. Progesteron

    bertanggung jawab dalam menyiapkan endometrium uterus agar reseptif terhadap

    implantasi embrio. Lama kebuntingan pada tikus adalah sekitar 21-23 hari (Akbar,

    2010).

    2.8 Uterus

    Uterus merupakan salah satu organ reproduksi betina yang berfungsi

    sebagai penerima dan tempat perkembangan ovum yang telah dibuahi. Uterus

    pada tikus berupa tabung ganda, disebut tipe dupleks. Dinding uterus secara

    histologis terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu lapisan endometrium, miometrium

    dan perimetrium. Endometrium tikus terdiri dari epitel kolumnar bersilia dan

    lapisan basal lamina propria. Lamina propria disusun oleh jaringan ikat longgar,

    serabut kolagen, fibroblas dan limposit ditemukan diantara jaringan. Kelenjer

    uterus ditemukan pada lamina propria. Miometrium terdiri dari otot polos yang

    tersusun sirkular di bagian dalam dan longitudinal di bagian luar. Perimetrium

    disusun oleh jaringan pengikat dan sejumlah pembuluh darah (Herlita dkk, 2015).

  • 17

    Gambar 2.5 Lapisan dinding uterus (Manurung, 2014).

    Pada penelitian Haibin et al (2005) menggunakan mencit yang sudah tidak

    memiliki ovarium (ovariectomy) kemudian diberi fitoestrogen menunjukkan

    aktivitas proliferasi sel-sel endometrium. Penelitian tersebut membuktikan

    kemampuan fitoestrogen untuk berikatan dengan reseptor estrogen pada jaringan.

    Perubahan struktur histologi uterus disebabkan karena pada lapisan penyusun

    dinding uterus memiliki reseptor estrogen, sehingga perubahan struktur lapisan

    tersebut berjalan seiring dengan perubahan kandungan hormon reproduksi dalam

    plasma (Cooke et al, 1995). Penelitian Herlita tahun 2015 menyebutkan bahwa

    histologi uterus tikus yang diberikan agen antifertilitas terlihat lumen yang relatif

    sempit, daerah endometium yang relatif tipis, sel-sel penyusunnya tersusun

    longgar, serta lapisan epitel yang lebih tipis dari pada uterus tikus normal.

    Pada perkembangan uterus secara keseluruhan, estrogen memainkan

    peranan penting terhadap proliferasi uterus, terutama proliferasi endometrium.

    Salah satu efek estrogen terhadap uterus adalah menyebabkan proliferasi

    endometrium yang nyata dan perkembangan kelenjar endometrium yang kelak

    akan digunakan untuk membantu nutrisi zigot yang berimplantasi (Agustini,

    2007). Dalam keadaan normal, endometrium mengalami penebalan. Perubahan

  • 18

    ketebalan endometrium dapat terjadi akibat pemakaian obat kontrasepsi. Saat akan

    terjadi implantasi, endometrium harus dalam keadaan siap dan matang yang

    ditandai suatu keadaan proliferasi dan diferensiatif seperti sekresi kelenjar, edema,

    proliferasi vaskuler dan desidualisasi stroma (Utami, 2016)

    2.9 Mekanisme Kerja Estrogen pada Uterus

    Aksi estrogen sama seperti hormon steroid yang lain, yakni masuk ke

    dalam sel melalui proses difusi kemudian berikatan dengan reseptor estrogen yang

    terdapat di dalam sitoplasma dan nukleus. Ikatan antara estrogen dan reseptor

    akan menyebabkan terjadinya perubahan konformasi yang menghasilkan bentuk

    kompleks estrogen reseptor. Kompleks tersebut akan berikatan dengan protein

    koaktivator, yang memfasilitasi ekspresi gen dan mempunyai afinitas yang tinggi

    terhadap DNA binding site untuk mengaktivasi transkripsi gen. Transkripasi gen

    oleh RNA polymerase menghasilkan mRNA. mRNA kemudian ditranslasikan di

    robosomal sitoplasma untuk menghasilkan protein yang berkaitan dengan fungsi

    pertubuhan endometrium (Dinastiti, 2016). Proliferasi diinisiasi saat pubertas

    sebagai respon terhadap siklus estrogen. RE α stroma akan mensekresikan growth

    factor yang berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel endometrium (Cooke et al,

    1995).

  • 1

    BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep Penelitian

    FSH dan LH

    Uterus

    Ovarium

    Estrogen

    Hipofisa anterior

    Tikus Betina

    Hipothalamus

    GnRH

    Fitoestrogen

    kedelai

    Feed back

    negative

    mecanism

    ER α ER β

    Proliferasi

    Histologi

    Keterangan :

    : Variabel bebas

    : Variabel

    tergantung

    : Induksi terapi

    : Efek terapi

  • 2

    GnRH (Gonadotropin Relasing Hormone) merupakan hormon yang

    diproduksi oleh hipotalamus di otak. GnRH akan merangsang pelepasan FSH dan

    LH di hipofisa atau pituitari anterior. FSH (Follicle Stimulating Hormone)

    menyebabkan sel-sel granulosa yang terdapat didalam folikel akan cepat menjadi

    banyak. Kemudian akan terbentuk ruangan dalam folikel. Folikel ini disebut

    folikel de Graaf. Pada sel-sel granulosa di dalam folikel de Graaf akan dihasilkan

    estrogen. LH (Luteinizing Hormone) menyebabkan folikel de Graaff pecah pada

    proses ovulasi dan akan menjadi corpus luteum (CL). Corpus luteum

    mensekresikan progesteron.

    Fitoestrogen dalam kedelai memiliki peran yang hampir sama dengan

    estrogen yaitu dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Fitoestrogen akan terikat

    dengan reseptor estrogen di nukleus dan selanjutnya reseptor estrogen mengalami

    dimerisasi dan terikat menjadi Estrogen Receptor Elements (ERE) yang terletak

    pada promotor gen target. Aktivasi fitoestrogen (isoflavon) dengan reseptor

    estrogen akan menyebabkan endogenous estrogen mengalami penghambatan

    ikatan dengan reseptor estrogen. Penghambatan ikatan tersebut menyebabkan

    kadar estrogen dalam darah meningkat. Estrogen dalam darah yang meningkat

    dapat menyebabkan proses feed back negative mechanism terhadap hypothalamus

    yang mempengaruhi penurunan sekresi FSH dan LH.

    Pada perkembangan uterus secara normal, estrogen akan menyebabkan

    proliferasi uterus, terutama proliferasi endometrium. Efek biologis dari estrogen

    dimediasi melalui dua jenis reseptor yang dikenal dengan estrogen reseptor alpha

    (ERα) dan estrogen reseptor betha (ERβ). ER α memediasi efek proliferasi dan

  • 3

    sebaliknya ER β memiliki sifat antiproliferasi. ER β memiliki afinitas 20-30 kali

    lebih tinggi terhadap fitoestrogen daripada ER α dan sebanding dengan afinitas

    estradiol, namun memiliki aktifitas lebih rendah dari estradiol. Tingginya afinitas

    ER β dapat menekan tindakan dari ER α. Melalui mekanisme tersebut fitoestrogen

    dapat bersaing dengan estradiol menempati reseptor estrogen. Sifat fitoestrogen

    sebagai ER antagonis, maka ikatan dengan protein co-regulator yang diaktifkan

    adalah co-repressor, sehingga proses transkripsi terhambat. Fitoestrogen dalam

    kedelai akan menyebabkan proliferasi uterus menurun dan terjadi perubahan

    struktur pada endometrium. Adanya perubahan struktur epitel ini dapat

    menyebabkan implantasi tidak melekat erat. Perubahan struktur histologi uterus

    disebabkan karena pada lapisan penyusun dinding uterus memiliki reseptor

    estrogen.

    3.2 Hipotesa Penelitian

    Dari rumusan permasalahan, maka hipotesa dari penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Fitoestrogen dari ekstrak keledai (Glycine max) meningkatkan ekspresi

    reseptor estrogen β pada uterus tikus (Rattus norvegicus).

    2. Fitoestrogen dari ekstrak keledai (Glycine max) menyebabkan perubahan

    histologi pada uterus tikus (Rattus norvegicus).

  • 1

    BAB 4 METODE PENELITIAN

    4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Universitas

    Islam Negeri Maliki Malang, Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran

    Universitas Brawijaya dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

    Universitas Brawijaya. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2017

    sampai dengan bulan Mei 2017.

    4.2 Sampel Penelitian

    Hewan model menggunakan tikus (Rattus novergicus) galur Wistar,

    berjenis kelamin betina yang sudah pernah melahirkan dengan berat badan rata-

    rata 200 gram. Menurut Kusriningrum (2008), estimasi besaran sampel dihitung

    berdasarkan rumus dibawah ini.

    t (n-1) ≥ 15

    t (n-1) ≥ 15

    4 (n-1) ≥ 15

    4 n- 4 ≥ 15

    4 n ≥ 19

    n ≥ 19/4

    n = 4, 75

    n = 5

    Dari perhitungan diatas, maka untuk 4 macam kelompok perlakuan

    diperlukan jumlah ulangan paling sedikit 5 kali dalam setiap kelompok perlakuan,

    sehingga jumlah hewan coba yang dibutuhkan adalah 20 ekor.

    Keterangan :

    t = jumlah perlakuan

    n = jumlah minimal ulangan

    yang diperlukan

  • 2

    4.3 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

    menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan coba dibagi menjadi

    empat kelompok perlakuan (Lampiran 4). Semua tikus selain kelompok kontrol

    negatif diberikan ekstrak kedelai selama 40 hari, K adalah kelompok kontrol tanpa

    diberi ekstrak kedelai, P1 adalah kelompok tikus diberi ektrak kedelai dosis 25

    mg/200g BB, P2 adalah kelompok tikus diberi ektrak kedelai dosis 50 mg/200g

    BB dan P3 adalah kelompok tikus diberi ektrak kedelai dosis 75 mg/200g BB

    (Lampiran 5). Pengukuran ekspresi reseptor estrogen dan pembuatan histologi

    uterus dilakukan post test only.

    Tabel 4.1 Rancangan Penelitian

    Variabel yang diamati Ulangan

    Ekspresi Reseptor Estrogen β dan Histologi Uterus 1 2 3 4 5

    Kelompok K (kontrol negatif)

    Kelompok P1 (ekstrak kedelai dosis 25 mg/200g BB)

    Kelompok P2 (ekstrak kedelai dosis 50 mg/200g BB)

    Kelompok P3 (ekstrak kedelai dosis 75 mg/200g BB)

    4.4 Variabel Penelitian

    Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

    Variabel bebas : Ekstrak kedelai

    Variabel tergantung : Ekspresi Reseptor Estrogen β dan Histologi uterus.

    Variabel kendali : Tikus Rattus norvegicus, jenis kelamin, berat badan,

    strain, status gestasi, pakan, lingkungan dan air minum.

  • 3

    4.5 Materi Penelitian

    4.5.1 Alat

    Alat yang digunakan adalah kandang tikus, labu ukur 10 mL, objek

    glass, cover glass, cawan petri, mikro pipet, pipet tetes, spuit, disecting set,

    sarung tangan, masker, botol kecil, sonde, pot sampel, eppendorf, refrigrator,

    inkubator, toples, shaker digital, penyaring kain, erlenmeyer, evaporator,

    mikrotom, tabung reaksi, rak tabung reaksi, kertas tissue, automatic tissue

    processor Tissue Tek Xpress x50 dan mikroskop.

    4.5.2 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan coba tikus

    (Rattus norvegicus) betina strain Wistar yang sudah pernah melahirkan dengan

    berat 200 gram, kedelai, ethanol 70%, 80%, 90%, 95%, 96% dan ethanol

    absolut, pakan tikus, air minum, alkohol 70%, 80%, 96%, 100%, air, NaCl

    Fisiologis, Paraformaldehida (PFA) 10%, Phosphate Baffer Saline (PBS),

    paraffin, entelan, xylol, H2O2, antibodi primer dan sekunder reseptor estrogen

    β, SA-HRP, DAB dan pewarna hematoxylen eosin.

    4.6 Tahapan Penelitian

    4.6.1 Persiapan Hewan Coba

    Hewan model dibagi dalam empat kelompok perlakuan secara acak.

    Hewan model diadaptasikan dalam kandang kelompok selama tujuh hari

    sebelum perlakuan. Tikus yang digunakan adalah jenis tikus putih (Rattus

    norvegicus) strain Wistar betina dengan berat rata-rata 200g yang sudah pernah

  • 4

    melahirkan. Jumlah keseluruhan yang digunakan 20 ekor dan dibagi menjadi 4

    kelompok perlakuan masing-masing 5 ekor tikus.

    Tikus dikandangkan dalam kandang berukuran 50 x 40 x 20 cm, jumlah

    kandang disesuaikan dengan jumlah tikus yang digunakan. Kandang terbuat

    dari bak plastik dengan tutup dari rangka kawat. Kandang tikus berlokasi pada

    tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap serta polutan lainnya.

    Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24oC dan kelembaban udara 50-

    60% dengan ventilasi yang cukup.

    4.6.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Kedelai

    Sampel berupa biji kedelai (Glycine max) digiling hingga halus. Serbuk

    biji kedelai ditimbang sebanyak 2 kg. Kemudian diberi pelarut ethanol 96%

    sebanyak 2 L. Serbuk yang telah dibasahi tersebut dimasukkan ke dalam

    toples, diratakan dan ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 5L. Toples

    ditutup dengan rapat selama 24 jam dan dishaker di atas shaker digital rpm 50.

    Ekstrak cair disaring dengan penyaring kain dan ditampung dalam erlenmeyer.

    Ampas dimasukkan lagi kedalam toples dan ditambahkan 5 L pelarut,

    dibiarkan selama 24 jam di atas shaker digital rpm 50. Hasil ekstrak cair

    pertama dan kedua dijadikan satu dan diuapkan dengan menggunakan rotary

    evaporator. Proses evaporasi dilakukan selama 2 jam. Ekstrak yang dihasilkan,

    kemudian diuapkan kembali di atas water bath selama 2 jam.

    4.6.3 Pemberian Perlakuan pada Tikus

    Tikus betina dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu K (kelompok

    kontrol tanpa diberi ekstrak kedelai), P1 (Kelompok tikus diberi ektrak kedelai

  • 5

    dosis 25 mg/200g BB), P2 (Kelompok tikus diberi ektrak kedelai dosis 50

    mg/200g BB) dan P3 (Kelompok tikus diberi ektrak kedelai dosis 75 mg/200g

    BB). Pemberian ekstrak kedelai dilakukan dengan cara disonde yaitu 2 mL/

    ekor/ hari selama 40 hari. Setelah 40 hari tikus dibedah untuk dilakukan

    pengamatan terhadap ekspresi ER β dan histologi uterus.

    4.6.4 Pembedahan Hewan Coba

    Pengambilan organ uterus tikus (Rattus norvegicus) dilakukan dengan

    melakukan pembedahan. Sebelum dilakukan pembedahan tikus di euthanasia

    dengan cara dislokasi leher. Alat bedah disiapkan untuk pengambilan organ

    uterus. Setelah tikus mati, tikus diletakan pada nampan bedah dan diposisikan

    pada ventrodorsal. Selanjutnya dibuka pada bagian abdomen dan diambil organ

    uterus kemudian dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian uterus dicuci dengan

    cairan NaCl fisiologis lalu direndam dalam Phosphat Buffer Saline (PBS). Satu

    bagian lainnya dimasukkan kedalam formalin 10%.

    4.6.5 Pembuatan Preparat Histologi

    Organ difiksasi dengan larutan formalin 10% minimal selama 7 jam

    sebelum dilakukan proses pengerjaan. Jaringan dipotong kurang lebih

    ketebalan 2-3 mm. Jaringan yang telah dipotong dimasukkan ke dalam kaset

    dan diberi kode. Jaringan kemudian diproses dengan alat automatic tissue

    processor Tissue Tek Xpress x50 selama 90 menit. Setelah itu, kaset diangkat

    dari automatic tissue processor. Tahap selanjutnya adalah proses infiltrasi yang

    dilakukan dalam parafin cair dan di-embedding ke dalam blok. Jaringan pada

    blok parafin dipotong dengan mikrotom setebal 3-5 mikron. Irisan diletakkan

  • 6

    pada object glass dan dilakukan inkubasi dalam oven selama 30 menit dengan

    suhu 70-80oC. Selanjutnya dilakukan proses deparafinasi dengan menggunakan

    2 tabung larutan xylol masing-masing selama 20 menit, dilanjutkan dengan

    proses rehidrasi menggunakan alkohol absolut 95%, 90%, 80% dan 70% secara

    berurutan masing-masing selama 3 menit. Jaringan kemudian dicuci dengan

    aquades selama 15 menit. Jaringan kemudian diwarnai dengan Harris

    Hematoksilin selama 10-15 menit lalu dicuci dengan aquades selama 15 menit.

    Jaringan dicelupkan pada alkohol 1% sebanyak 2-5 celup dan diwarnai dengan

    eosin selama 10-15 menit dan dicuci dengan aquades 15 menit. Preparat

    dikeringkan dan dilakukan mounting menggunakan entellan kemudian ditutup

    dengan cover glass.

    4.6.6 Metode Imunohistokimia

    Imunohistokimia adalah suatu metode untuk mendeteksi keberadaan

    molekul atau berbagai macam komponen yang terdapat di dalam sel atau

    jaringan dengan menggunakan prinsip reaksi antara antigen dengan antibodi.

    Metode imunohistokimia berdasarkan pada penggunaan suatu antibodi yang

    spesifik yang dilabel dengan ikatan kimia pada suatu zat yang dapat dilihat,

    tanpa label itu mempengaruhi kemampuan antibodi untuk membentuk suatu

    kompleks dengan antigen yang bersangkutan (Sahertian, 2010). Langkah

    pertama yang dilakukan yaitu dengan inkubasi slide di inkubator dengan suhu

    370 C selama 24 jam. Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan

    menggunakan xylol I, 2, 3 masing-masing selama 10 menit. Deparafinisasi

    bertujuan untuk menghilangkan atau melarutkan parafin yang terdapat pada

  • 7

    jaringan. Kemudian rehidrasi dengan direndam kedalam alkohol bertingkat

    100%, 90%, 80% masing-masing selama 10 menit dan dicuci dengan aquades

    selama 10 menit.

    Slide dimasukkan ke dalam freezer suhu 40 C selama 24 jam. Slide

    dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit dan diusap

    sekeliling jaringan dengan tissue. Kemudian diinkubasi dengan H2O2 selama

    40 menit. H2O2 adalah kromogen enzim yaitu suatu gugus fungsi senyawa

    kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan

    senyawa tertentu. Slide dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5

    menit dan diusap sekeliling jaringan dengan tissue. Lalu diinkubasi antibodi

    primer selama 24 jam, antibodi yang digunakan adalah antibodi reseptor

    estrogen β. Slide dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit

    dan diusap sekeliling jaringan dengan tissue. Selanjutnya diinkubasi antibodi

    sekunder selama 2 jam. Slide dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-

    masing 5 menit dan diusap sekeliling jaringan dengan tissue. Diinkubasi

    dengan SA-HRP (Strep Avidin Horseradishperoxidase) selama 40 menit.

    SA-HRP berfungsi untuk memperkuat ikatan antigen dengan antibodi.

    Slide dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit dan diusap

    sekeliling jaringan dengan tissue. Slide dicuci dengan aquades mengalir

    sebanyak 2 kali. Kemudian diinkubasi dengan DAB selama 40 menit dan

    dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit dan diusap

    sekeliling jaringan dengan tissue. Slide dicounterstaining dengan pewarna

    hematoksilin mayer selama 3 menit lalu dicuci dengan air sampai pewarna

  • 8

    hilang dan dikeringkan. Setelah kering slide ditetesi dengan entellan dan

    ditutup dengan coverglass. Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang

    diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan

    berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan

    anti-antibodi primer. Dalam pewarnaan imunohistokimia, reaksi positif

    ditunjukkan dengan munculnya warna coklat pada bagian sel yang mempunyai

    spesifisitas dengan antibodi primer yang digunakan (Sahertian, 2010).

    4.6.7 Analisis Data

    Pada penelitian ini dilakukan analisis data menggunakan analisis

    kuantitatif statistik dan kualitatif deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan

    untuk melihat ekspresi reseptor estrogen β dengan menggunakan Immunoratio

    dan SPSS kemudian dilakukan uji analysis of variance (ANOVA) yang

    dilanjutkan dengan uji Tukey dengan α= 5% untuk mengetahui perbedaan

    ragam antar kelompok tikus. Sedangkan untuk analisa data dari pengamatan

    histologi uterus digunakan analisis kualitatif deskriptif menggunakan

    mikroskop dengan perbesaran 400 x. Pengamatan histologi uterus meliputi

    epitel endometrium. Hasilnya dibandingkan dengan histologi uterus normal.

  • 1

    BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Pengaruh Pemberian Fitoestrogen Kedelai (Glycine max) terhadap

    Ekspresi Reseptor Estrogen β pada Uterus Tikus Putih Betina (Rattus

    norvegicus)

    Hasil pengecatan ER β dengan metode immunohistokimia dan dihitung

    dengan menggunakan software immunoratio pada 5 lapang pandang dengan

    pembesaran mikroskop perbesaran 1000x. Sampel dapat dilihat sebagai berikut :

    (K) (P1)

    (P2) (P3)

    Gambar 5.1 Gambaran hasil pewarnaan imunohistokimia pada uterus tikus betina

    Keterangan : Hasil pemeriksaan ekspresi ER β uterus tikus metode immunohistokimia

    dengan skala 3 µm. Pada bagian stroma endometrium sel yang

    mengekspresikan ER β ditandai dengan warna coklat ( ). Tampak ada

    perbedaan ekspresi ER β pada kelompok K (tanpa perlakuan), P1, P2 dan

    P3.

    Hasil pengukuran ekspresi reseptor estrogen β organ uterus pada hewan

    coba tikus dianalisis statistik menggunakan Statistical Product of Service Solution

  • 2

    (SPSS) 22 dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil uji Anova

    One Way pada data ekspresi ER β diperoleh ada perbedaan yang bermakna rerata

    ekspresi ER β pada keempat kelompok tikus , hal ini ditunjukkan dengan nilai

    p

  • 3

    menunujukkan tidak ada perbedaan yang bermakna. Hasil tersebut dapat diartikan

    bahwa perlakuan pemberian fitoestrogen kedelai (Glycine max) dengan kedua

    dosis yang berbeda tersebut mempunyai kemampuan yang sama dalam

    meningkatkan ekspresi ER β pada tikus betina (Rattus novergicus).

    Berdasarkan pada Tabel 5.1 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna

    rata-rata ekspresi ER β antara kekompok perlakuan 2 dosis 50mg/ekor (36.22 ±

    1.41b) dengan kelompok perlakuan 3 dosis 75mg/ekor (55.26 ± 3.24

    c). Pada

    kelompok perlakuan 3 menunjukkan peningkatan terhadap kontrol lebih besar

    yaitu 77 % jika dibandingkan kelompok perlakuan 1 dan 2, hal ini berarti semakin

    besar pemberian fitoestrogen kedelai (Glycine max) maka ekspresi ER β akan

    semakin besar pula.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian fitoestrogen kedelai

    (Glycine max) dapat meningkatkan ekspresi ER β uterus. Hasil ini sesuai dengan

    pendapat Biben (2012) yang menyebutkan bahwa fitoestrogen adalah kelompok

    tanaman yang berkhasiat menyerupai hormon estrogen atau dapat berinteraksi

    dengan reseptor estrogen. Fitoestrogen merupakan kompetitor aktif untuk reseptor

    estrogen, terutama reseptor β (Sitasiwi, 2009). ER β memiliki afinitas 20-30 kali

    lebih tinggi terhadap fitoestrogen daripada ER α dan sebanding dengan afinitas

    estradiol, namun memiliki aktifitas lebih rendah dari estradiol. Tingginya afinitas

    ER β dapat menekan tindakan dari ER α (Khairiah, 2014).

    ER α dan ER β mempunyai pola ikatan dengan peptide koaktivator dan

    korepresor secara berbeda sehingga efek yang ditimbulkan juga berbeda (Rice and

    Whitehead, 2006). ER α memediasi efek proliferasi, sedangkan ER β bersifat

  • 4

    antiproliferasi. ER β dapat menurunkan transkripsi gen yang diregulasi oleh ER α,

    sehingga bersifat antagonis ER α. Dalam proses transkripsi sintesis protein,

    kompleks estrogen-reseptor estrogen tidak hanya berikatan pada ERE namun juga

    berikatan dengan co-regulator. Co- regulator terdiri dari co-activator yang

    berfungsi untuk menginduksi terjadinya proses transkripsi gen dari ikatan

    komplek estrogen-reseptor estrogen, sehingga dapat diproduksinya suatu

    messanger RNA (mRNA) yang mengakibatkan terjadinya sintesis protein sesuai

    dengan karakteritsik hormon sedangkan co-represor akan bekerja sebaliknya

    yakni menghambat proses transkripsi gen. Ikatan dengan ER β dapat menginhibisi

    transkripsi gen, sehingga proliferasi pada organ akan terhambat (Gruber et al,

    2002). Fitoestrogen dalam kedelai akan menyebabkan proliferasi pada lamina

    propia endometrium menurun. Pada lamina propria terdapat stroma dan glandula

    endometrium. Stroma akan mensekresikan growth factor yang akan menyebabkan

    pertumbuhan epitel. Glandula endometrium berfungsi menghasilkan nutrisi untuk

    perkembangan zigot. Proliferasi lamina propia yang terganggu akan menyebabkan

    pertumbuhan endometrium terhambat dan tidak siap untuk implantasi.

    Fitoestrogen memiliki mekanisme kerja serupa dengan estradiol. Estradiol

    yang disekresikan ke dalam darah akan berikatan dengan globulin dan albumin

    atau dalam bentuk yang bebas dan akan berikatan dengan reseptor estrogen.

    Fitoestrogen dapat meniru kerja estrogen tetapi disisi lain juga dapat memblok

    kerja estrogen. Fitoestrogen mempunyai aktivitas biologi dan struktur molekul

    menyerupai estradiol sehingga dapat berikatan langsung dengan reseptor estrogen

    dan berkompetisi dengan estrogen endogen, oleh karenanya fitoestrogen dapat

  • 5

    memberikan efek estrogenik dan antiestrogenik. Efek yang dihasilkan oleh

    fitoestrogen tergantung pada dosis, dapat bertindak sebagai estrogenik pada dosis

    rendah dan sebagai antiestrogenik pada dosis tinggi ( Wiyasa, 2008; Kariyil,

    2010; Sampey et al, 2011).

    5.2 Pengaruh Pemberian Fitoestrogen Kedelai (Glycine max) terhadap

    Histologi Uterus Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus)

    Hasil penelitian dari pemberian fitoestrogen dalam ekstrak kedelai

    terhadap gambaran histologi uterus tikus sebagai kandidat kontrasepsi dengan

    pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) disajikan pada Gambar 5.2. Gambaran

    histologi uterus tikus (Rattus norvegicus) dilihat dengan perbesaran 400x.

    Gambar 5.2 Histologi uterus tikus dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)

    perbesaran 400 X skala 30 µm.

    C D

    A B

  • 6

    Keterangan:

    (A) Uterus tikus kontrol menunjukkan bentuk epitel endometrium normal yaitu epitel silindris ( ).

    (B) Uterus tikus perlakuan dosis 25 mg/ekor ekstrak kedelai menunjukkan epitel endometrium tidak normal yaitu pada epitel bagian bawah endometrium menjadi

    lebih rendah ( ) sedangkan pada epitel bagian atas tetap memiliki bentuk epitel

    silindris.

    (C) Uterus tikus perlakuan dosis 50 mg/ekor ekstrak kedelai menunjukkan epitel endometrium tidak normal yaitu adanya perubahan bentuk epitel menjadi lebih

    rendah ( ).

    (D) Uterus tikus perlakuan dosis 75 mg/ekor ekstrak kedelai menunjukkan epitel endometrium tidak normal yaitu adanya perubahan bentuk epitel menjadi lebih

    rendah ( ).

    Hasil histologi kelompok perlakuan menunjukkan epitel endometrium tidak

    normal yaitu mengalami perubahan bentuk epitel menjadi lebih rendah. Adanya

    perubahan epitel ini bisa menyebabkan implantasi zigot tidak melekat erat. Hal ini

    sesuai dengan pendapat Patisaul dan Jefferson (2010), fertilitas tikus betina dapat

    terganggu setelah paparan isoflavon (fitoestrogen), kegagalan implantasi

    dikarenakan uterus tidak mampu mempertahankan blastosit. Darios et al., (2012)

    menyatakan, kebuntingan dapat terjadi apabila struktur epitel endometrium dan

    otot-otot penyusun endometrium tidak mengalami perubahan.

    Pada persiapan hewan bunting, dinding uterus akan menebal secara

    perlahan, terjadi vaskularisasi endometrium, kelenjar endometrium lebih banyak

    dan kelenjar akan tumbuh panjang berkelok-kelok (Partodihardjo, 1987). Menurut

    Greaves (2007) pada saat bunting sel-sel epitel akan mengalami proliferasi dan

    differensiasi, endometrium menebal karena adanya proliferasi stroma, terjadi

    akumulasi cairan uterus dan terjadi penebalan miometrium. Pemberian

    fitoestrogen kedelai (Glycine max) dengan dosis kronis akan bersifat

    antiestrogenik yang akan menyebabkan proses proliferasi lamina propia tidak

    terjadi. Pada lamina propria terdapat stroma dan glandula endometrium. Stroma

  • 7

    akan mensekresikan growth factor yang akan menyebabkan pertumbuhan epitel

    dan glandula endometrium berfungsi menghasilkan nutrisi untuk perkembangan

    zigot. Proliferasi lamina propia yang terganggu maka akan menyebabkan

    pertumbuhan endometrium terhambat dan tidak siap untuk implantasi.

    Implantasi adalah proses menempelnya embrio (tahap blastosis) pada

    endometrium (dinding rahim) sehingga terjadi hubungan antara selaput ekstrak

    embrionik dengan selaput lendir rahim. Berdasarkan proses perlekatan trophoblast

    dengan sel epitel endometrium, tikus termasuk tipe implantasi invasif. Implantasi

    invasif adalah implantasi dengan blastosis segera melakukan perlekatan dengan

    dinding endometrium (Yunanda, 2015). Epitel endometrium harus dalam keadaan

    normal yaitu berbentuk epitel selapis silindris agar trophoblast dapat menempel

    pada epitel endometrium dengan baik.

    Perubahan histologi uterus disebabkan karena pada lapisan penyusun

    dinding uterus memiliki reseptor estrogen (Hillisch et al, 2004). Reseptor estrogen

    juga bisa terstimulasi oleh bahan lain selain estrogen, yakni oleh fitoestrogen.

    Salah satu tanaman yang termasuk dalam fitoestrogen adalah kedelai (Glycine

    max) (Ascenzi, 2006). Fitoestrogen mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap

    ER β. Afinitas ini akan lebih ditingkatkan bila konsentasi fitoestrogennya dalam

    jumlah yang tinggi (Kuiper et al, 1998).

    Pada perkembangan uterus secara normal, estrogen berfungsi untuk

    proliferasi uterus, terutama pertumbuhan sel epitel dan glandula endometrium

    (Suhargo, 2005). Stroma akan mensekresikan growth factor yang berfungsi untuk

    pertumbuhan sel epitel endometrium (Cooke et al, 1995).Efek biologis dari

  • 8

    estrogen dimediasi melalui reseptor estrogen α dan β. Reseptor estrogen α dan β

    diaktifkan oleh faktor transkripsi. ER dapat bersifat agonis dan antagonis. ER α

    yang berikatan dengan TAF-1 menyebabkan efek agonis dan mengaktifkan co-

    activator sehingga transkripsi gen terjadi. Sedangkan ER β yang berikatan dengan

    TAF-1 akan menyebabkan efek antagonis sehingga mengaktifkan co-repressor

    sehingga transkripsi gen tidak terjadi (Riggs and Hartmann, 2003). Proses

    transkripsi yang tidak aktif menyebabkan tidak terjadi sintesa protein yang

    diperlukan untuk mitosis sel-sel epitel. Mitosis sel epitel yang tidak terjadi

    menyebabkan proliferasi sel epitel tidak terjadi dan epitel endometrium menipis

    (Kusmana, 2007). Hal tersebut akan menyebabkan implantasi yang terjadi tidak

    melekat erat pada dinding endometrium.

  • 1

    BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan

    1. Pemberian fitoestrogen kedelai (Glycine max) dengan dosis 75

    mg/ekor merupakan dosis efektif untuk meningkatkan ekspresi

    reseptor estrogen β tikus betina (Rattus norvegicus). Hal ini

    dibuktikan dengan peningkatan signifikan ekspresi reseptor estrogen β

    pada kelompok terapi sebanyak 77%.

    2. Pemberian fitoestrogen kedelai (Glycine max) dapat menyebabkan

    endometrium pada tikus mengalami perubahan bentuk epitel menjadi

    lebih rendah. Adanya perubahan struktur epitel ini bisa menyebabkan

    implantasi zigot tidak melekat erat.

    6.2 saran

    Pada penelitian berikutnya sebaiknya dilakukan swab vagina untuk

    mendapatkan fase estrus yang sama, agar hasil yang didapatkan lebih

    akurat.

  • 1

    DAFTAR PUSTAKA

    Agustini, K. S. Wiryowidagdo, dan D. Kusmana. 2007. Pengaruh Pemberian

    Ekstrak Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum L.) terhadap

    Perkembangan Uterus Tikus Putih Betina Galur Wistar Prepubertal. Pusat

    Pengkajian dan Penerapan Teknologi Farmasi Dan Medika. Universitas

    Indonesia.

    Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi

    sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press. Jakarta.

    Amin, M.H.F. Mahendra dan Aulanni’am. 2009. Pengaruh Paparan

    Lipopolisakarida pada Rongga Mulut dan Assisted Drainage Therapy

    (Adt) terhadap Kadar S-Ige dan Profil Radikal Bebas Pada Tikus Asma.

    Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV. UIN Maliki Malang

    24-25 Juli 2009.

    Anita, K. W. Kusworini dan A. Hidajat. 2004. Efek Estrogenik Ekstrak Tokbi

    (Pueraria lobata, L) pada Sel Endometrium dan Vagina Tikus (Rattus

    novergicus) Pasca Ooferektomi. Fakultas Kedokteran. Universitas

    Brawijaya Malang.

    Ascenzi, P. A. Bocedi, dan M. Marino. 2006. Structure Function Relationship of

    Estrogen Receptor Alpha and Beta: Impact on Human Health. National

    Institutes of health. 27(4):299-402

    Awoniyi, C.A. D. Robert, D.N. Veeramachaeni, B.S. Hurst, K.E. Tucker and

    W.D. Schalff. 1998. Reproductive Sequelae in Female Rats after in Utero

    and Neonatal Exposure to the Phytoestrogen Genistein. Fertil. Steril. 70

    (3).

    Badziad, A. 2003. Endokrinologi Ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta, 113-122.

    Bjornstrom, L and M. Sjoberg. 2005. Mechanisms of Estrogen Receptor

    Signaling: Convergence of Genomic and Nongenomic Actions on Target

    Genes. Mol Endocrinol. 19(4): 833-842.

    BKKBN. 2015. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015. Badan

    Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

    Christiani, C., P. Tedjo, dan B. Martono. 2014. Analisis Dampak Kepadatan

    Penduduk Terhadap Kualitas Hidup Masyarakat Provinsi Jawa Tengah.

    Serat Acitya Jurnal Ilmiah. Untag Semarang.

  • 2

    Cooke, P.L. D.L. Buchanan, D.B. Lubchan and G.R. Cunha. 1995. Mechanism of

    estrogen action : lessons from the estrogen receptor knockout Mouse. Biol.

    Reprod. 59 : 470 – 475.

    Dahlia dan Delly. 2014. Pemberian Ekstrak Teh Putih (Cammelia sinensis) Oral

    Mencegah Dislipidemia Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Jantan Galur

    Wistar yang Diberi Diet Tinggi Lemak [Tesis]. Universitas Udayana.

    Denpasar.

    Darios, E.S. B. Seitz, and S.W Watts. 2012. Smooth Muslce Pharmacology in the

    Isolated Virgin and Pregnant Rat Uterus and Cervix. J of Pharmacol and

    Therapeu, 341, 587-596.

    Denni, 2012. Definition of Castration and Effect of Age Castration on Animal

    Performance, Muscle Characteristics and Meat Quality Traits in 26-

    month-old Charolais Streers. Livestock Science. Elsevier.

    Dinastiti, B.V. 2016. Pengaruh Pemberian Susu Kedelai Terhadap Ekspresi

    Reseptor Estrogen β Uterus Dan Ketebalan Endometrium Pada Masa

    Reproduksi Tikus Betina (Rattus norvegicus) [Tesis]. Fakultas Kedokteran

    Universitas Brawijaya Malang.

    Ganong, W. F. 1998. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-16. EGC. Widjajakusuma

    Jakarta

    Glover A. and S.J. Assinder. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary

    phytoestrogen reduces fecundity and alters epididymal steroid hormone

    receptor expression. Jour Endoc. 189: 565-573.

    Greaves and Peter. 2007. Histopathology of Preclinical Toxicity Studies 3rd ed.

    Leicester. UK.

    Gruber, C.J. W. Tsuhugguel, C. Schneeberger, and J.C. Huber. 2002. Production

    and Actions of Estrogen. N Engl J Med. 346: pp 340-352.

    Guyton, A. C. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta. EGC. 1283-

    1300.

    Haibin, W. T. Sussane, X. Huirong, H. Gregory, K.D. Sanjoy and K.D. Sudhansu,

    2005. Variation in Commercial Rodent Diets Induces Disparate Molecular

    and Physiological Changes in The Mouse Uterus. PNAS. 28 (102) : 9960

    – 9965.

    Hardi, M. 2010. Efektivitas Pemberian Pupuk N Terhadap Kandungan Protein

    Biji Kedelai (Glycine max L. Merril). Fakultas Pertanian. Universitas

    Sumatera Utara Medan.

  • 3

    Herlita, R. Probosari, dan J. Ariyanto. 2015. Perubahan Histologis Uterus Tikus

    Putih (Rattus Norvegicus) Galur Wistar: Aktifitas Antifertilitas Ekstrak

    Kulit Biji Mete (Anacardium Occidentale L.). Biologi PMIPA. FKIP UNS.

    Hernawati. 2009. Perbaikan Kinerja Reproduksi Akibat Pemberian Isoflavon Dari

    Tanaman Kedelai. Pendidikan Biologi Fakultas MIPA. Universitas

    Pendidikan Indonesia.

    Hillisch, A. O. Peters, D. Kosemund, G. Muller, A. Walter, B. Schneider, G.

    Reddersen, W. Elger, K.H. Fritzemeier. 2004. Dissecting Physiological

    Roles of Estrogen Receptor Alpha and Beta with Potent Selective Ligands

    from Structure Based Design. National Institutes of health. 18(7):1599-609

    Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill). Jurusan

    Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran Bandung.

    Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencana.

    InfoDANTIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

    Khairiah, R. 2014. Pengaruh Pemberian Genistein terhadap Ekspresi Reseptor

    Estrogen α dan β pada Kultur Sel Endometriosis [Tesis]. Fakultas

    Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang

    Krinke, G. J. 2000. The Handbook of Experimental Animals The Laboratory Rat.

    Academy Press. New York.

    Kuiper, G.G. J.G Lemmen, B. Carlssom, J.C Corton, S.H Safe, P.T Saag, B. Burg,

    and J.A Gustafsson. 1998. Interaction of Estrogenic Chemicals and

    Phytoestrogens with Estrogen Receptor Beta. National Institutes of health.

    139(10):4252-63

    Kusmana, D. R. Lestari, Setiorini, A. Dewi, P. Ratri dan Soraya RRR. 2007. Efek

    estrogenik ekstrak etanol 70% kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap

    mencit (Mus musculus L.) betina yang diovariektomi. Makara Sains

    11(2):90-97.

    Kusriningrum, R.S. 2008. Buku Ajar Perancangan Percobaan. Fakultas

    kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Dani Abadi. Surabaya

    Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada University

    Press. Yogyakarta

    Manurung, E.S. 2014. Ekspresi Imunohistokimia Aromatase P450 Pada

    Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis Dibandingkan

  • 4

    Endometrium Normal [Tesis]. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera

    Utara.

    McCartney, C.A, and K.E. Mate, 1999 Cloning and characterisation of a zona

    pellucida 3 cDNA from a marsupial. the brushtail possum

    Men