SETENGAH ABAD PERKEMBANGAN MOTOR TURBIN GAS … · TURBIN GAS. 30 Penggunaan bahan bakar lebih...

13
efisiensi propulsi (propulsive efficiency) η p dengan penyesuaian penggunaan sistem pendorong (propeler, propfan, turbofan, dan sebagainya) terhadap kecepatan jelajah (cruising speed). Kedua, menekan harga Thrust Specific Fuel Consumption (TSFC, lb fuel/thrust/hr) dengan memerbesar Bypass-Ratio (BR). Pembahasan mengenai hal ini merupakan “perspektif historis” dari sistem propulsi yang digunakan oleh Boeing sebagai produsen pesawat komersial terbesar di dunia. Dalam bahasan ini juga dikemukakan pengembangan aspek-aspek yang lebih luas, yang telah membawa motor turbin gas ke kondisi seperti kita temui masa kini. 29 Dalam artikel pendahulu PROPULSI, telah dipaparkan mengenai perkembangan sistem propulsi pesawat terbang sejak tahap awal dengan Gnome rotary engine, kemudian V-in line piston engine dan radial engine yang berdaya besar guna memberi tenaga dorong bagi pesawat-pesawat dalam PD II. Tetapi dengan ditemukannya motor “turbin gas”, maka segalanya berubah dan sistem propulsi pesawat terbang praktis dikuasai oleh motor jenis baru ini. Pada “pola pengembangan Abraham” yang merupakan acuan dari pembahasan ini, pengembangan motor turbin gas dilaksanakan dalam dua jalur. Pertama, peningkatan daya guna atau Boeing sebagai pembuat pesawat-pesawat komersial terkemuka di dunia, selama kurun waktu kurang lebih setengah abad telah mencapai kemajuan-kemajuan signifikan dalam menerapkan sistem propulsi yang berkembang sangat maju. Hal ini terutama ditunjukkan oleh perkembangan penggunaan bahan bakar yang semakin irit (fuel efficient) dan kehandalan (reliability) operasinya yang semakin tinggi. Perkembangan tersebut terjadi pada motor turbin gas yang selama lima dekade terakhir dalam abad ke-20 telah menggantikan motor piston generasi terbaru. Dibandingkan dengan pesawat- pesawat transpor sehabis PD II yang masih menggunakan propeler yang bersumber tenaga motor piston yang termaju (pada waktu itu), para airliner masa kini yang bertenaga motor turbin gas memiliki keunggulan-keunggulan dalam performa sebagai berikut: Terbang dua kali lebih cepat (pada Mach 0,8- 0,9). Mengangkut sampai 10 kali lipat jumlah pemumpang (hampir 500 orang). Mencapai jarak dua setengah kali lebih jauh (sampai 8.000 km). Berat tinggal landas (take-off weight) mencapai lima kalinya (sampai 360.000 kg; lebih besar lagi pada Airbus A-380). SETENGAH ABAD PERKEMBANGAN MOTOR TURBIN GAS

Transcript of SETENGAH ABAD PERKEMBANGAN MOTOR TURBIN GAS … · TURBIN GAS. 30 Penggunaan bahan bakar lebih...

  • efisiensi propulsi (propulsive efficiency) ηp

    dengan penyesuaian penggunaan sistem

    pendorong (propeler, propfan, turbofan, dan

    sebagainya) terhadap kecepatan jelajah

    (cruising speed).

    Kedua, menekan harga Thrust Specific

    Fuel Consumption (TSFC, lb fuel/thrust/hr)

    dengan memerbesar Bypass-Ratio (BR).

    Pembahasan mengenai hal ini merupakan

    “perspektif historis” dari sistem propulsi

    yang digunakan oleh Boeing sebagai

    produsen pesawat komersial terbesar di

    dunia. Dalam bahasan ini juga dikemukakan

    pengembangan aspek-aspek yang lebih luas,

    yang telah membawa motor turbin gas ke

    kondisi seperti kita temui masa kini.

    29

    Dalam artikel pendahulu PROPULSI, telah

    dipaparkan mengenai perkembangan sistem

    propulsi pesawat terbang sejak tahap awal

    dengan Gnome rotary engine, kemudian V-in

    line piston engine dan radial engine yang

    berdaya besar guna memberi tenaga dorong

    bagi pesawat-pesawat dalam PD II. Tetapi

    dengan ditemukannya motor “turbin gas”,

    maka segalanya berubah dan sistem propulsi

    pesawat terbang praktis dikuasai oleh motor

    jenis baru ini.

    Pada “pola pengembangan Abraham”

    yang merupakan acuan dari pembahasan ini,

    pengembangan motor turbin gas

    dilaksanakan dalam dua jalur.

    Pertama, peningkatan daya guna atau

    Boeing sebagai pembuat pesawat-pesawat komersial terkemuka di dunia, selama kurun waktu

    kurang lebih setengah abad telah mencapai

    kemajuan-kemajuan signifikan dalam menerapkan

    sistem propulsi yang berkembang sangat maju. Hal ini terutama ditunjukkan oleh perkembangan

    penggunaan bahan bakar yang semakin irit (fuel

    efficient) dan kehandalan (reliability) operasinya yang semakin tinggi.

    Perkembangan tersebut terjadi pada motor

    turbin gas yang selama lima dekade terakhir dalam abad ke-20 telah menggantikan motor piston

    generasi terbaru. Dibandingkan dengan pesawat-

    pesawat transpor sehabis PD II yang masih

    menggunakan propeler yang bersumber tenaga

    motor piston yang termaju (pada waktu itu), para airliner masa kini yang bertenaga motor turbin gas

    memiliki keunggulan-keunggulan dalam performa

    sebagai berikut:

    Terbang dua kali lebih cepat (pada Mach 0,8-0,9).

    Mengangkut sampai 10 kali lipat jumlah pemumpang (hampir 500 orang).

    Mencapai jarak dua setengah kali lebih jauh (sampai 8.000 km).

    Berat tinggal landas (take-off weight) mencapai lima kalinya (sampai 360.000 kg; lebih besar lagi pada Airbus A-380).

    SETENGAH ABAD

    PERKEMBANGAN MOTOR

    TURBIN GAS

    SETENGAH ABAD

    PERKEMBANGAN MOTOR

    TURBIN GAS

  • 30

    Penggunaan bahan bakar lebih irit, hanya sepertiganya dari yang biasanya diperlukan per seat-mile pada penerbangan jarak jauh pesawat-pesawat komersial, para airliner terdahulu

    Dalam aspek perancangan dan operasionil

    motor turbin yang berwujud turbofan telah mengalami perkembangan yang luas dibandingkan

    dengan tahap awal—tahun-tahun 50-60-an—yaitu:

    Besarnya gaya dorong (thrust) untuk lepas landas mencapai 4-5 kali lipat.

    Pemakaian bahan bakar spesifik (specific fuel consumption) turun menjadi setengahnya.

    Pada keunggulan-keunggulan tersebut, besarnya berat spesifik (specific weight: per lb berat enjin untuk menghasilkan gaya dorong; lb thrust/lb engine weight) masih tetap sama.

    Juga memiliki batasan ukuran enjin (nacelle)yang masih sama.

    Tidak diperlukan lagi ―frequent periodic overhaul‖.

    Memiliki kemampuan untuk menjaga/memertahankan kinerja motor.

    Motor turbofan sekarang sepenuhnya dikendalikan oleh FADEC (Full Authority Digital Electronic Control)—simak hlm 36.

    EVOLUSI

    DALAM PERKEMBANGAN

    SISTEM PROPULSI

    TANTANGAN YANG DIHADAPI

    PADA 1940-AN

    Boeing Stratocruiser (lihat hlm. 18) adalah

    pesawat transpor/penumpang yang menggunakan propeler dengan tenaga (4 buah) motor torak Pratt

    & Whitney R-4360, 28 silinder diatur dalam 7 baris

    memanjang agak meliuk sekaligus radial, masing-

    masing berdaya 3.500 DK. Enjin ini merupakan motor torak terbesar yang pernah diproduksi dan

    juga yang terakhir.

    Motor berpropeler memiliki efisiensi propulsi yang relatif tinggi pada kecepatan agak rendah dan

    segera menurun pada kecepatan yang lebih tinggi.

    Hal terakhir ini disebabkan propeler dengan daun-

    Gbr.1 Efisiensi propulsi dari berbagai sistem propulsi dalam kaitannya dengan kecepatan terbang

    Pola Abraham PROPULSI (Mengacu hlm. 4) Bypass ratio spectrum

    Through increase in bypass ratio up to 30 % in specific fuel consumption (sfc) could be gained against today’s engines. The prototype UDF is already flying in a B 727 testbed.

  • 31

    daunnya yang tebal menimbulkan peningkatan hambatan (drag) akibat kompresibilitas udara pada

    kecepatan tinggi yang terjadi di ujung daun (blade

    tip).

    Selain itu motor torak yang paling mutakhir sekalipun untuk daya yang lebih besar lagi,

    ukurannya akan menjadi terlalu besar dan sangat

    rumit/kompleks. Sehingga akan mudah mengalami gangguan temperatur yang berlebihan (overhetaing)

    juga pada sistem penyalaan (ignation). Propeler

    dapat mengalami gangguan seperti putaran yang tak terkendali, kerusakan pada daun propeler sehingga

    memerlukan pemeliharaan yang sangat teliti.

    TANTANGAN YANG DIHADAPI

    PADA 1950-AN

    Pada awal 1950-an sudah mulai dirasakan

    adanya kebutuhan dari industri transportasi udara terhadap pesawat terbang dengan kecepatan tinggi

    yang beroperasi pada ketinggian lebih besar guna

    mencapai kinerja pesawat lebih optimal.

    Pesawat berpropeler apalagi yang ditenagai motor torak sudah tidak dapat lagi memenuhi

    harapan tersebut. Kenyataan ini mendorong industri

    enjin pesawat untuk memerkenalkan dan memanfaatkan motor turbin gas atau turbojet yang

    sudah dikembangkan dalam PD II. Sistem propulsi

    baru ini memiliki efisiensi propulsi yang terus ditingkatkan dengan semakin tingginya kecepatan

    terbang. Motor turbojet ternyata memungkinkan

    penerbangan yang ekonomis pada kecepatan dan

    ketinggian yang lebih besar. Dengan tidak menggunakan propeler yang

    memiliki mekanisme kontrol yang sangat rumit,

    motor turbojet pengoperasiannya lebih sederhana sehingga dapat meningkatkan taraf kehandalannya

    (reliabil ity level ). Per iode ―antarover -

    haul‖ (pemeliharaan berat) dengan cepat me-

    ningkat setelah motor ini operasinya melampaui 4.000 jam. Industri pesawat terbang (waktu itu)

    kemudian dihadapkan pada dua pilihan konsep

    sistem propulsi untuk pesawat-pesawat transpor

    mendatang: turboprop atau turbojet. Propulsi dengan propeler masih efisien pada

    kecepatan dan ketinggian rendah. Sedangkan motor

    turboprop mengkombinasikan efisiensi pada waktu

    tinggal landas dan efisiensi turbin yang tinggi saat terbang di ketinggian. Namun demikian masalah

    dengan propeler tetap saja akan menjadi beban

    sepanjang penggunaannya. Boeing kemudian memutuskan untuk menggunakan motor turbojet

    untuk pesawat-pesawat transpor komersialnya.

    Sejak 1958 dengan beroperasinya Boeing 707 (lihat hlm. 27), dapatlah disebut sebagai awal dari

    ―Abad Jet‖ (Jet Age). Pesawat ini terbang lebih

    cepat dan lebih tinggi dari pesawat-pesawat

    komersial sebelumnya dengan mengangkut penumpang lebih banyak serta menjangkau jarak

    yang lebih jauh. Pesawat ini yang awalnya

    menggunakan dua enjin Pratt & Whitney JT3-6 dengan gaya dorong masing-masing 13.500 lb,

    kemudian diganti dengan P & W JT3D-3D yang

    memiliki sea level take-off thrust 18.000 lb. Atau dengan Rolls-Royce ―Conway‖ dengan gaya

    dorong 17.600 lb.

    Kedua enjin terakhir ini adalah turbofan dengan

    BR rendah, namun telah dapat melakukan penghematan bahan bakar sebanyak 13-14 %.

    Ternyata semua motor turbojet/turbofan juga

    memiliki kehandalan operasi yang lebih tinggi, in flight shut-down rate-nya lebih baik (kecil)

    sehingga periode overhaulnya jauh lebih lama.

    Gbr. 3 (atas) Keterkaitan antara BR dengan TSFC

    Gbr. 2 De Havilland “Gyron” adalah motor turbojet dengan “single spool”,

    generasi pertama yang dioperasikan secara luas pada tahun 60-an

  • 32

    temperatur masuk turbin (turbin inlet temperature/TIT).

    Meningkatkan Efisiensi Termal

    Peningkatan efisiensi termal ini dilakukan

    dengan penggunaan tekanan dan TIT yang tinggi di mana pada motor turbojet menghasilkan pancaran

    gas berkecepatan tinggi, sehingga efisiensi

    propulsif meningkat. Dengan menerapkan aliran

    bypass pada motor turbofan, kecepatan rata-rata gas buang akan menurun. Semakin besar BR, kecepatan

    rata-rata gas buang semakin rendah. Kecuali

    meningkatkan efisiensi propulsi, hal ini juga menurunkan ambang kebisingan (noise level) yang

    menguntungkan aspek lingkungan.

    Keuntungan lain dari turbofan dibandingkan dengan turbojet adalah berat spesifik dari motornya

    sendiri—seperti disinggung pada hlm 30—lebih

    ringan. Hal ini disebabkan pada turbojet, seluruh

    aliran udara melewati kompresor, ruang bakar dan turbin. Sedangkan pada turbofan—apalagi dengan

    BR tinggi—hanya sebagian kecil massa udara yang

    masuk inlet melewati jalur tersebut untuk memproses sebagian kecil dari gaya dorong;

    sehingga komponen-komponennya dibebani lebih

    ringan, diameter bagian-bagian berputar menjadi lebih kecil, di samping itu ukuran keseluruhan enjin

    menjadi lebih pendek.

    Dengan demikian, motor turbofan dengan BR

    tinggi selain memiliki TSFC yang lebih baik (rendah) juga unggul dalam power/weight ratio

    (nilainya juga kecil). Gambar-gambar pada Gbr.8,

    Gbr. 9 dan Gbr. 10 menunjukkan kecenderungan perkembangan dari faktor-faktor tersebut terhadap

    waktu.

    TANTANGAN YANG DIHADAPI

    PADA 1960-AN

    Pada pertengahan 1960-an industri pesawat

    terbang menetapkan perlunya memproduksi

    pesawat ―Jumbo Jet‖. Untuk itu para produsen motor pesawat telah menetapkan untuk

    memanfaatkan secara maksimal penerapan BR yang

    besar guna memungkinkan peningkatan efisiensi propulsi yang tinggi sehingga dapat dicapai

    efisiensi bahan bakar yang lebih baik (lebih hemat).

    Jadi, dalam hal ini sasaran utama adalah: enjin

    dengan efisiensi bahan bakar (fuel efficiency)

    tinggi atau TSFC yang rendah. Sejak itu, hal ini merupakan kriteria dalam

    perancangan dan pengembangan enjin serta dibarengi dengan usaha perbaikan berat spesifik

    (specific weight).

    TSFC merupakan indikator dari efisiensi total enjin: efisiensi termal dan propulsi (total engine

    efficiency: thermal & propulsive efficiency).

    Kinerja motor turbin gas (turbojet/turbofan)

    ditentukan oleh:

    a. Kemampuan dalam mengkonversikan panas

    hasil pembakaran bahan bakar menjadi energi

    kinetik sebagaimana diwujudkan dalam bentuk kecepatan pancar gas, ini dinyatakan sebagai

    efisiensi termal.

    b. Kemampuan dalam mengkonversikan energi kinetik dari pancar gas tersebut menjadi energi

    pendorong, dinyatakan sebagai efisiensi

    propulsi.

    Efisiensi termal ini juga tergantung dari

    rasio tekanan (pressure ratio) yang dihasilkan oleh

    kompresor terhadap tekanan udara luar dan juga

    Gbr. 4 UDF (unducted fan) atau propfan experimental dari General Electric yang dipasang pada MD-90. Sistem propulsi ini tidak berkelanju-tan.

  • 33

    Mengenai peningkatan efisiensi termal dengan menggunakan tekanan dan TIT yang lebih tinggi,

    memerlukan keterangan sebagai berikut.

    Overall Pressure Ratio yang Lebih Tinggi

    Lebih tingginya rasio yang dimaksud ini, akan

    menyebabkan kecepatan yang tinggi dan

    memberikan peluang untuk banyaknya variasi dari

    ―jalur-jalur operasi‖ (operating lines) antara ―titik awal ketentuan perancangan‖ (design point) dan

    kondisi-kondisi di luarnya. Adanya kondisi ―di luar

    ketentuan perancangan‖ (off-design) itu memerlukan pengontrolan atas aliran inti (core

    flow) supaya tidak melampaui surge margin

    (menghindari kompresor stall). Untuk memenuhi

    persyaratan ini sudu-sudu startor perlu dibuat dengan geometri yang variabel.

    Temperatur Masuk Turbin (TIT) yang Tinggi TIT ini tingginya dibatasi oleh ketahanan panas dari

    material yang digunakan untuk sudu turbin maupun

    roda turbinnya. Untuk meningkatkan TIT ada konsep baru, yaitu dengan penerapan internal

    blade cooling. Artinya, pendinginan sudu turbin

    dari dalam daun sudu turbin sendiri dengan

    mengalirkan udara relatif dingin berasal dari kompresor tekanan tinggi ke sudu-sudu untuk

    mendinginkan permukaannya. Dengan cara ini

    turbin dapat bertahan pada temperatur yang lebih tinggi.

    Diameter dan Berat Fan

    Dengan meningkatnya BR, diameter fan akan menjadi lebih besar. Sudu fan yang konvensional

    dibuat dengan proses tempaan dari material utuh

    (solid) sehingga umumnya berat. Dengan adanya teknologi titanium, dapat dibuat sudu yang lebih

    ringan. Tindakan lebih lanjut untuk mengurangi

    berat sudu fan, lebar aksial (chord) dikurangi. Untuk itu diperlukan penopangan di tengah dari

    panjangnya sudu.

    Pada dasarnya untuk menerapkan BR yang

    tinggi pada enjin bergaya dorong besar dan hemat bahan bakar, disyaratkan hal-berikut:

    a. Sudu turbin didinginkan secara integral.

    b. Kompresor dilengkapi variable geometry stators (dapat distel sudu pemasangannya).

    c. Menggunakan sudu fan ringan dari titanium. Efisiensi dari enjin juga akan lebih baik dengan

    menerapkan fan satu tingkat (one stage fan)

    Gbr. 5 Berbagai jenis motor turbin gas yang memiliki pembangkit tenaga yang pada dasarnya sama: “gas genera-

    tor”. Masing-masing jenis pelaksanaan memiliki daerah operasional (kecepatan) sesuai dengan misi pesawat yang

    menggunakannya

    Gbr. 6 Perkembangan “pressure ratio” selama setengah abad yang bertujuan meningkatkan efisiensi termal.

    TURBINE DRIVE,

    COMPRESSOR & FAN FAN

    HP COMPRESSOR

    GAS GENERATOR

    LP COMPRESSOR

    COMBUSTION CHAMBER

    PROPELLER

  • 34

    dibanding fan dua tingkat. Seperti pada enjin Pratt & Whitney JT3D dan JT8D, di mana penggunaan

    inlet guide vanes dapat dihindarkan.

    Boeing 747, pesawat jumbo jet, yang memiliki

    badan lebar (wide body), beroperasi sejak 1970 menggunakan enjin P&W JT9D-3A, sebuah

    turbofan dengan BR tinggi dan gaya dorong 20.000

    -23.000 lb. Motor-motor turbofan buatan Rolls-Royce (RB 211) dan General Electric (CF6), seperti

    halnya P&W di atas, juga memiliki BR 4-5,

    merupakan tenaga pendorong alternatif pesawat raksasa tersebut, sampai tahun 80-an.

    Meningkatkan Efisiensi Propulsi

    Mengenai efisiensi ini perlu diberi keterangan

    lebih lanjut sebagai berikut. Efisiensi propulsi adalah rasio antara besarnya

    daya tersedia (available power)—gaya dorong

    dikalikan kecepatan udara luar—terhadap energi

    kinetik dari kecepatan pancar gas yang dihasilkan enjin. Gaya dorong neto (net thrust) FN adalah

    perubahan momentum dari arus pada enjin: FN = m

    (VJ – V0). Maka efisiensi propulsi ini dapat

    dinyatakan dalam formula:

    FN × V0 2

    ηp = ————–— = —————

    m (VJ2—V0

    2)/2 2 + (FN/W)g/V0

    di mana:

    W berat udara yang masuk: m × g

    (m = massa udara ; g = gravitasi)

    VJ kecepatan gas buang (exhaust velocity)

    V0 kecepatan arus udara bebas atau kecepatan pesawat terbang

    Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:

    2

    ηp = ————–

    1 + VJ/V0

    Efisiensi propulsi akan meningkat dengan

    menurunnya harga ―specific thrust‖ (FN/W): rasio

    antara gaya dorong terhadap berat arus udara yang

    masuk. Efisiensi propulsi dapat ditingkatkan cukup besar dengan mengurangi terjadinya energi yang

    terbuang (dissipation) akibat pancaran gas buang

    (VJ). Energi terbuang ini besarnya ditentukan oleh

    perbedaan antara VJ dan V0. Apabila kecepatan

    pesawat bertambah maka efisiensi propulsi akan meningkat pula, dengan asumsi bahwa kecepatan

    gas buang praktis tidak berubah (Gbr. 1). Artinya

    VJ dan V0 harus didekatkan untuk mencapai ηp yang lebih besar. Hal ini ditunjukkan pada Gbr.1,

    yaitu memilih jenis propulsi untuk kecepatan

    operasi tertentu. Pada motor turbojet, semua udara yang

    memasuki inlet akan mengalir melalui jalur inti

    (core) atau jalur tengah: kompresor, ruang pembakaran (combustion chamber) dan turbin.

    Kemudian keluar sebagai gas buang (exhaust) pada

    kecepatan dan temperatur tinggi.

    Pada motor turbofan, udara yang memasuki inlet terbagi dua. Sebagian akan masuk kompresor

    yaitu jalur inti dan mengalami proses seperti pada

    turbojet. Sedangkan sebagian lagi, yakni bagian luar akan melewati fan dan langsung dipancarkan

    ke belakang pada kecepatan dan temperatur relatif

    rendah. Perbandingan massa dari kedua bagian arus

    tersebut disebut baypass ratio (BR). Jadi enjin yang memiliki BR 5, misalnya, massa arus dingin atau

    cold flow (disebut juga secondary flow) adalah lima

    kali arus panas atau hot flow (primary flow atau core flow)—lihat Gbr. 13 (hlm. 37).

    Gbr. 7 Untuk tujuan yang sama, perkembangan dalam menggunakan materialyang memiliki ketahanan lelah

    pada temperatur tinggi, misalnya “keramik”. Pendinginan sudu juga dilakukan. Gbr. 8 Perkembangan “power/weight ratio”

  • 35

    Perkembangan menunjukkan bahwa dengan peningkatan BR maka gaya dorong spesifik dan

    dengan demikian TSFC, atau berat bahan bakar

    yang diperlukan untuk menghasilkan setiap lb gaya

    dorong dalam setiap jam akan berkurang (mengecil), berarti motor bekerja secara lebih

    ekonomis atau memiliki efisiensi propulsi yang

    lebih tinggi.

    TANTANGAN YANG DIHADAPI

    PADA 1980-AN

    Pada 1970-an industri transportasi udara merasakan adanya kebutuhan terhadap motor pesawat dengan

    gaya dorong yang lebih besar lagi, lebih hemat

    bahan bakar, dan memiliki kehandalan (reliability) yang lebih tinggi, pengendalian yang lebih mudah

    dalam arti serba otomatis. Selain itu juga

    diharapkan dapat memertahankan kinerjanya untuk waktu yang lebih lama.

    Para produsen enjin utama memfokuskan usaha

    pengembangannya terutama untuk meningkatkan

    efisiensi dari komponen-komponennya dan menggunakan alat kontrol enjin yang—seperti

    disinggung pada hlm 30—disebut FADEC .

    Desain Ulang Komponen-Komponen

    Sudu fan didesain ulang (redesign) yakni menerapkan fan chord yang lebih lebar.

    Dengan ini, jumlah sudu yang diperlukan lebih

    sedikit. Selain itu chord sudu fan yang lebih lebar memberikan efek aerodinamis yang

    diperlukan dan dengan demikian tidak

    diperlukan lagi penopangan di tengah-tengah

    sudu (midspan fan chord). Penerapan konstruksi sandwich yang

    berintikan ―sarang lebah‖ (honey comb) dan

    berkulitkan titanium maka berat sudu dapat

    dikurangi (diperingan). Kedua perbaikan ini lebih meningkatkan

    efisiensi sudu fan.

    Kerapatan Celah yang Lebih Baik dari

    Bagian-Bagian yang Berputar

    Celah antara ujung sudu turbin dengan casing-

    nya perlu dibuat lebih rapat. Dilaksanakan dengan penyemprotan udara dingin dari fan pada casing

    bagian luar sehingga lebih mengkerut (shrinking),

    mengurangi ―tip clearance‖ yang menimbulkan kebocoran. Hal ini mengakibatkan perbaikan

    efisiensi bahan bakar (TSFC). Celah juga dapat

    dirapatkan dengan memasang strip sangat tipis.

    Penerapan Teknologi Maju pada

    Pembuatan Sudu dan Roda Turbin

    Roda turbin berputar pada kecepatan tinggi

    sehingga menanggung beban berat berupa tegangan

    (stress). Umur roda turbin ini sangat tergantung

    pada kekuatan materialnya, terutama terhadap keretakan akibat kelelahan (fatigue crack).

    Penambahan elemen-elemen campuran logam

    dalam nikel dapat memerpanjang umur pemakaian roda turbin karena hal ini meningkatkan ketahanan

    terhadap kelelahan. Roda turbin yang dibuat dengan

    powder metallurgy memungkinkan kecepatan putar yang lebih tinggi lagi.

    Sudu-sudu turbin sering menjadi merah

    membara selama penggunaannya dan dirancang

    untuk dapat tetap bertahan terhadap beban gaya sentrifugal akibat kecepatan yang tinggi dari arus

    udara dalam proses termodinamis. Sudu turbin

    harus memiliki daya tahan terhadap kelelahan dan kejut termal (thermal shock). Begitu pula terhadap

    korosi dan oksidasi. Jenis material khusus

    Gbr. 9 Pelaksanaan desain baru sudu fan dengan “wide chord”, material titanium dan berongga

    untuk pendinginan

    Gbr. 10 (atas-kanan) Karakteristik mekanis struktur mikro dari material yang digunakan dan usaha

    peningkatannya

  • 36

    digunakan untuk membuat daun sudu agar memiliki safe-life temperature limit yang menentukan TIT

    yang diijinkan. Setelah beberapa waktu, sudu turbin

    memanjang dan fenomena ini disebut creep.

    Sudu yang diproses secara konvensional dengan machining menunjukkan bahwa struktur mikronya

    terdiri dari bermilyar kristal yang berorientasi pada

    arah tertentu (equi-axed). Umur operasi daun turbin dpat diperpanjang dengan mengarahkan kristal-

    kristal untuk membentuk pilar sepanjang daun sudu.

    Hal ini dapat dilaksanakan dengan teknik manufaktur yang disebut pengukuhan arah

    (direction solidification). Pengembangan dari

    proses ini disebut single cristal blading, yang

    memungkinkan penggunaan sudu pada temperatur yang lebih tinggi dengan umur operasi yang lebih

    panjang. Gbr. 12 menunjukkan perbaikan creep

    characteristic dari sudu turbin yang dibuat dengan berbagai proses.

    Pengembangan dalam Teknik Mendesain

    Desain airfoil 3-dimensi diterapkan pada

    kompresor dan turbin untuk perbaikan efisiensi

    aerodinamis begitu juga untuk umur pemakaian (usability). Airfoil didesain dengan leading edge

    dan trailing edge yang lebih tebal untuk

    menyiapkan lebih meratanya (uniform) aliran aerodinamis tanpa terjadi separasi di seluruh area

    sudu sehingga lebih dapat mencegah erosi. Vance

    gradient yang radial direncanakan untuk

    meningkatkan efisiensi aerodinamis dari turbin tekanan rendah (LP turbine) dengan mengurangi

    kerugian pada ujung sudu (endwall losses). Untuk

    memerbaiki efisiensi sistem kompresi dan mengurangi jumlah airfoil, diterapkan airfoil untuk

    pengaturan difusi (diffusion).

    Perapat (seal) udara pada bagian luar yang

    dibuat dari material ―keramik‖ (ceramic) yang abiant digunakan pada turbin tekanan tinggi (HP

    turbine) untuk membatasi secara minim celah

    (clearance) pada waktu operasi dan selanjutnya memerbaiki efisiensi operasi.

    Perbaikan Integritas Struktur

    Penyelidikan dan pengetesan yang ekstensif

    telah menunjukkan bahwa deformasi/

    pembengkokkan dari engine casing menyebabkan terjadinya deteorisasi pada enjin. Penambahan

    kekakuan (stiffness) dan bearing diterapkan untuk

    mencegah/mengurangi deformasi tersebut, memerbaiki tetap terpeliharanya kinerja enjin.

    Begitu pula cowling yang ikut menahan beban

    dimanfaatkan untuk mencapai ―kekakuan dari

    keseluruhan enjin‖ (overall stiffness). Dan juga mengurangi kerugian-kerugian yang disebabkan

    deformasi casing.

    FADEC (Full Authority Digital Engine

    Control)

    FADEC diperkenalkan untuk mengurangi beban kerja awak pesawat, dan juga untuk lebih

    memastikan hal-hal terkait enjin. Seperti

    penghematan bahan bakar, memertahankan kinerja

    enjin, mengurangi biaya pemeliharaan enjin, serta lebih meningkatkan informasi mengenai integrasi

    antara enjin dan pesawat. FADEC mengatur secara

    presisi gaya dorong enjin dan memproteksi batas-batas (red line, limit) kecepatan putar rotor. Selain

    itu juga mencegah terjadinya secara tidak sengaja

    ―engine overshooting‖ (enjin secara mendadak meningkat putaran dan gaya dorongnya) yang

    menyebabkan deteriosasi dan merusak enjin.

    Gbr. 12 (atas) Sudu fan terbuat dari material komposit (fibre glass) untuk mencapai kekuatan tinggi tetapi cu-

    kup ringan.

    Gbr. 11 (kiri) Bagian-bagian utama dari “cowling” se-buah motor turbofan modern yang biasanya dilaksanakan

    dengan menggunakan material “composite” terdiri dari lapisan-lapisan “carbon”, “Kevlar”, dan sebagainya.

  • 37

    PERKEMBANGAN TIPE-TIPE

    MOTOR

    GAMBARAN UMUM - MOTOR

    Bagian-bagian utama motor dengan dua poros engkol (two spool engine), seperti terlihat pada Gbr.

    15, adalah:

    Satu atau dua tingkat fan.

    Sejumlah tingkat kompresor tekanan ren-

    dah (LPC).

    Tabung antara (intermediate casing).

    Sejumlah tingkat tekanan tinggi (HPT), difuser, ruang bakar, satu atau dua tingkat

    turbin tekanan tinggi (HPT), beberapa ting-

    kat (4-7 stage) turbin tekanan rendah (LPT), masing-masing tabung HPT dan

    LPT.

    Fan LPC diputar oleh LPT, sedangkan HPC

    diputar oleh HPT.

    Pada motor dengan tiga poros (3 spool en-gine) ada tambahan satu poros antara

    (intermediate spool) yang terdiri dari kom-

    presor untuk tekanan antara yang diputar oleh turbin tekanan menengah/antara (IPT).

    GAMBARAN UMUM - NACELLE Komponen utama suatu nacelle, seperti terlihat

    pada Gbr. 13, adalah:

    Gbr. 13 Ciri-ciri dari penggunaan BR yang kecil atau besar.

    Enjin dengan BR kecil (0,8-1,5) memiliki diameter luar yang kecil. Enjin ini digunakan pada pesawat-pesawat tempur berkecepatan tinggi sampai Mach 1,6-2,4 (supersonik).

    Inlet yang mudah dilepas.

    Tutup fan yang tetap (fixed fan cowl).

    Thrust reverse core (arus dalam).

    Primary exhaust system.

    Semula nacelle didesain agar sederhana dan efisien untuk sebuah enjin. Pada akhir tahun 60-an,

    nacelle disyaratkan pemasangan akustik (untuk

    meredam kebisingan) guna memenuhi persyaratan lingkungan yang berlaku. Nacelle dapat didesain

    sebagai sistem arus yang terpisah antara fan nozzle

    flow dan primary nozzle flow pada exit. Suatu sistem

    exhaust dapat juga didesain secara terpadu antara fan nozzle flow, di mana gas dari fan flow dan pri-

    mary flow dicampur secara terpadu keluar dari no-

    zzle gabungan. Sistem ini disebut integrated nozzle assembly (mixed).

    PERKEMBANGAN PADA 1990-AN

    Pada 1986/1987 banyak sekali usaha ditempuh

    untuk mengembangkan sebuah pesawat transpor

    baru: Boeing 777. Pesawat yang akan menggunakan enjin dengan teknologi terbaru yang dapat lebih

    menghemat bahan bakar. Salah satu teori untuk

    mewujudkan hal ini adalah penggunaan enjin jenis UDF (unducted fan) atau juga disebut ―propfan‖.

    Enjin yang seperti dibuat oleh General Electric

    (lihat Gbr. 4 hlm. 32) dengan bypass ratio sangat

    tinggi (BR 35) dan dirancang untuk mencapai penghematan bahan bakar sampai 25 %

    dibandingkan dengan enjin yang memiliki BR 5.

    Namun karena alasan-alasan teknis dan nonteknis penerapan UDF ditunda.

    Turbofan dengan BR besar (4-6) memiliki diameter fan yang besar. Enjin ini digunakan pada airliner yang beroperasi pada Mach 0,6-0,9.

  • 38

    Guna menyediakan tenaga propulsi pesawat-pesawat besar bermotor dua pada akhir 1980-an dan

    awal 1990-an, seperti Boeing 777 dan Airbus 330

    dengan berat mendekati 500.000 lb dan kapasitas

    angkut sekitar 300 penumpang dan menempuh jarak lebih dari 8.600 km, diperlukan enjin dengan

    gaya dorong di sekitar 100.000 lb. Penggunaan

    hanya dua motor pada pesawat sebesar itu dengan performa tinggi, menunjukkan kehandalan yang

    sangat tinggi yang telah berhasil dicapai dalam

    pengembangan desainnya, di samping perbaikan dalam penghematan bahan bakar.

    Ketiga pembuat enjin paling terkemuka di

    dunia, Pratt & Whitney (P&W) dan General

    Electric (GE) di Amerika serta Rolls-Royce (R-R) di Inggris, bersaing ketat sekali dalam kelas ini.

    P&W mengembangkan berdasarkan seri PW 4000,

    GE pada GE 90, sedangkan R-R pada RB 211 Trent, yang semuanya telah mencapai 100.000 lb.

    Enjin-enjin tersebut akan dapat pula dengan baik

    melayani pesawat transpor baru yang lebih besar dari Boeing 777, yakni Airbus 380 yang akan

    beroperasi pada awal abad ke-21. Dengan gaya

    dorong sebesar itu, enjin-enjin tersebut akan

    memiliki fan dengan diameter 100 sampai 160 inci (2,5 - 4 m), pressure ratio mendekati 45 dan TIT

    melampaui 2.700 0 F (1.500 0 C). Pada pembuatan-

    nya, sebagian besar masih akan dilaksanakan dengan teknologi tahun 90-an yang sudah matang

    (mature), namun untuk pengembangan selanjutnya

    terdapat pembatasan, limitasi-limitasi sebagai

    berikut.

    Seberapa jauh kemampuan material baru yang

    digunakan untuk sudu turbin dan proses-proses manufaktur untuk dapat tahan terhadap

    temperatur lebih tinggi lagi.

    Kekokohan (stifness) dari tabung fan (fan casing) pada diameter yang semakin besar,

    seberapa jauh dapat dilaksanakan.

    Gbr. 14 Indikator dari kehandalan yang semakin tinggi adalah semakin kecilnya “unscheduled engine removal”.

    Untuk menghemat bahan bakar (TSFC lebih

    rendah) perlu diterapkan BR tinggi. Pada enjin-enjin besar tersebut di atas, diterapkan BR 9.

    Untuk lebih besar lagi, berarti fan semakin

    besar diameternya, perlu diperlambat putarannya dengan gearbox; batasan untuk ini

    adalah BR 10. Hal ini akan menambah

    kompleksitas dan berat enjin. Diameter besar

    juga akan menyebabkan hambatan, drag, yang lebih besar.

    Namun, limitasi-limitasi yang merupakan

    tantangan ini tetap diantisipasi dengan percobaan-percobaan oleh para pembuat enjin. Misalnya

    Allison mencoba Allison 2000, enjin dengan gaya

    dorong 20.000 lb pada BR 12, di mana mulai diperlukan gearbox, karenanya disebut ―geared

    fan‖. Maka pengembangan propulsi terus berlanjut.

    PENUTUP Teknologi powerplant (sistem propulsi) telah

    mengalami perkembangan mengagumkan selama 50

    tahun ini, yaitu setelah abad perkembangan motor turbin gas dengan segala versi dan penerapannya.

    Perkembangan ini terutama berwujud semakin

    besarnya gaya dorong dan semakin baiknya

    efisiensi bahan bakar yang memungkinkan semakin luasnya transportasi udara dengan menggunakan

    pesawat-pesawat yang semakin besar dan semakin

    tinggi performanya. Hal ini dibarengi dengan kehandalan enjin, yang

    semakin meningkatkan keselamatan terbang di

    samping kenyamanan terbang yang disajikan. Enjin-enjin tersebut memerlukan biaya perawatan lebih

    rendah, memiliki in-flight shut-down rate yang

    rendah, begitu juga unscheduled engine removal

    rate-nya. Seberapa jauh lagi perkembangan masih akan dicapai, perlu diamati dengan saksama.

    Di atas telah dipaparkan perkembangan dari

    Gbr. 15 Hal yang sama ditunjukkan oleh “in-flight shut-down rate”. Kedua indikator ini terjadi pada PW JT9D.

    Years 1971-1990

    1970 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90

    Years 1971-1990

    1.50

    Events Per 1000 Hours

    1.25

    1.00

    0.75

    0.50

    0.25

    0

    1970 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90

    0

    0.25

    0.20

    0.15

    0.10

    0.05

    Events Per 1000 Hours

  • AIRPLANE

    YEAR

    ENGINE

    DESIGNATION

    TAKE-OFF

    THRUST

    BYPASS

    RATIO

    OVERALL

    PRESSURE

    RATIO

    WEIGHT

    POUNDS

    747 1974 CF6-50 52,500 4,24 30.1 8490

    767 1982 CF6-80A 48,000 4.66 28.0 8420

    767 1984 CF6-80A2 50,000 4.59 29.0 8420

    767-200ER 1987 CF6-80C2 61,500 5.09 31.1 9135

    747-400 1989 CF6-80C2 FADEC 57,900 5.19 29.3 9135

    767-300 1989 CF6-80C2 FADEC 61,500 5.05 31.1 9164

    B777 1992 GE90 90,000 + - 40 7550

    Joint ventures

    737-300, -400 1984 CFM56-3 20,000 − 6.00 26.5 4860

    -500 23,500

    39

    PERKEMBANGAN DALAM PRODUKSI OLEH TIGA PRODUSEN UTAMA

    GENERAL ELECTRIC

    Gbr. 16 Gambar cut-away GE90 lengkap dengan cowling engine terbesar dari GE dengan gaya

    dorong 80-110.000 lb ini digunakan pada Boeing 747, 777

    dan Airbus 340.

    Gbr. 17 GE juga melakukan joint ventures dengan Snecma dari Prancis dalam mengembangkan dan mem-produksi CFM 56 dengan gaya dorong 20-23.000 lb yang ternyata sangat sukses dan merupakan enjin yang paling banyak diproduksi di kelasnya. Semua versi Boeing 737 yang juga pesawat transpor sangat sukses, menggunakan berbagai versi enjin ini.

    Tabel 1

    motor turbin gas dalam rancangan internalnya—meliputi antara lain kompresor, turbin hingga sistem

    kontrol FADEC—yang menghasilkan peningkatan

    kehandalan di samping perbaikan SFC.

    Sedangkan perkembangan sudu ―fan‖ lebih berkaitan dengan perbaikan SFC berdasarkan

    besarnya BR (bypass ratio) sesuai dengan pola

    Abraham. Tabel-tabel (di bawah ini) dari tiga produsen enjin terkemuka, menunjukkan hasil

    pengembangan selama setengah abad.

    Dalam penerbitan mendatang, akan dibahas

    pengembangan lebih lanjut berkaitan dengan BR guna mencapai SFC yang optimal.

  • AIRPLANE

    YEAR

    ENGINE

    DESIGNATION

    TAKE-OFF

    THRUST

    BYPASS

    RATIO

    OVERALL

    PRESSURE

    RATIO

    WEIGHT

    POUNDS

    707-420 1956 Conway 301 21,030 0.42 15.0 5159

    747-200 1980 RB211-524C2 51,600 4.50 28.6 9859

    747 1981 RB211-524D4 53,000 4.40 29.3 9874

    747-400 1989 RB211-524G 58,000 4.30 33.0 9874

    1990 RB211-524H 60,000 4.10 34.5 9874

    757-200 1983 RB211-535C 37,400 4.40 21.1 7294

    757-200 1984 RB211-535E4 40,100 − 4.30 25.8 7264

    A330-200/300 1994 Trent 772 71,000 5.00 35.5 -

    B777-200/300 1996 Trent 884 86,900 5.90 38.8 -

    A380 1999 Trent 8104 104,000 5.40 45 -

    Joint ventures

    B717 1986 BR710-48 22,000 4.20 24.0 -

    A320 1992 IAE V2500-A1 25,000 5.40 29.4 -

    40

    ROLLS-ROYCE

    Gbr. 17 Gambar cut-away menunjukkan Rolls-Royce Trent 800 yang memiliki rancangan

    unik “3 spool” atau 3 poros yang masing-masing menggerakkan fan, LP & HP compressor. Dengan gaya dorong 86-104.000 lb digunakan

    oleh pesawat-pesawat Boeing 747, 777 dan kelak pada pesawat raksasa Airbus 380.

    Gbr. 18 V2500 adalah produk dari Internasional Aero Engine yang merupakan joint ventures antara Rolls-Royce, Pratt & Whitney, Motor Turbine Union dari Jerman dan Japanese Aero Engine. Motor dengan rancangan sangat maju ini digunakan pada berbagai versi A320.

    Tabel 2

  • AIRPLANE

    YEAR

    ENGINE

    DESIGNATION

    TAKE-OFF

    THRUST

    BYPASS

    RATIO

    OVERALL

    PRESSURE

    RATIO

    WEIGHT

    POUNDS

    Turbojet Engine

    707-121 1958 JT3C-6 13,500 - 12.5 4234

    707-321 1959 JT4A-12 17,500 - 12.5 5100

    Turbofan Engine

    707-321B ADV 1963 JT3D-3B 18,000 1.37 13..6 4260

    727-100 1966 JT8D-7 14,000 1.10 16.2 3155

    727-200 1967 JT8D-17R 16,400 0.98 18.5 3330

    747 1969 JT9D-3A 43,600 5.10 21.5 -

    747 1973 JT9D-7A 46,150 5.10 22.5 8760

    747 1979 JT9D-7Q 53,000 4.90 24.5 9295

    747 1983 JT9D-7R4G2 54,750 4.70 28.8 9100

    767 1982 JT9D-7R4D 48,000 4.80 27.8 8905

    767 1984 JT9D-7R4E 50,000 4.75 28.2 8905

    757 1984 PW2037 38,250 6.00 27.6 7185

    747-400 1989 PW4056 56,750 4.80 30.2 9200

    767 1988 PW4060 60,000 4.70 31.5 9200

    B777-100 1992 PW4090 90,000 6.30 - -

    B777-200/300 1994 PW4096 98,000 5.80 42.8 -

    Joint ventures

    A3XX-50/100 1998 GP7267 67,000 7.80 - -

    B747-400X 1997 GP7176 76,000 7.80 - -

    41

    PRATT & WHITNEY

    Gbr. 19 Gambar cut-away menunjukkan PW 4084 dengan daun fan dari titanium dan berongga di dalamnya. Dengan gaya dorong 90-98,000 lb, enjin ini bersaing dengan produk-produk dari Rolls-Royce dan General Electric untuk kelas pesawat-pesawat raksasa. Namun begitu, untuk tipe-tipe enjin tertentu, ketiganya juga bekerja sama.

    Tabel 3

    Djakaria Wiriadisuria (alm.)

    Referensi:

    1. Balder K. Mehta, Forty Years of Powerplants on Boeing Commercial Airplane, dalam Boeing Airliner

    Quarterly, July-September 1990.

    2. Flight International.