SETENGAH ABAD PERKEMBANGAN MOTOR TURBIN GAS … · TURBIN GAS. 30 Penggunaan bahan bakar lebih...
Transcript of SETENGAH ABAD PERKEMBANGAN MOTOR TURBIN GAS … · TURBIN GAS. 30 Penggunaan bahan bakar lebih...
-
efisiensi propulsi (propulsive efficiency) ηp
dengan penyesuaian penggunaan sistem
pendorong (propeler, propfan, turbofan, dan
sebagainya) terhadap kecepatan jelajah
(cruising speed).
Kedua, menekan harga Thrust Specific
Fuel Consumption (TSFC, lb fuel/thrust/hr)
dengan memerbesar Bypass-Ratio (BR).
Pembahasan mengenai hal ini merupakan
“perspektif historis” dari sistem propulsi
yang digunakan oleh Boeing sebagai
produsen pesawat komersial terbesar di
dunia. Dalam bahasan ini juga dikemukakan
pengembangan aspek-aspek yang lebih luas,
yang telah membawa motor turbin gas ke
kondisi seperti kita temui masa kini.
29
Dalam artikel pendahulu PROPULSI, telah
dipaparkan mengenai perkembangan sistem
propulsi pesawat terbang sejak tahap awal
dengan Gnome rotary engine, kemudian V-in
line piston engine dan radial engine yang
berdaya besar guna memberi tenaga dorong
bagi pesawat-pesawat dalam PD II. Tetapi
dengan ditemukannya motor “turbin gas”,
maka segalanya berubah dan sistem propulsi
pesawat terbang praktis dikuasai oleh motor
jenis baru ini.
Pada “pola pengembangan Abraham”
yang merupakan acuan dari pembahasan ini,
pengembangan motor turbin gas
dilaksanakan dalam dua jalur.
Pertama, peningkatan daya guna atau
Boeing sebagai pembuat pesawat-pesawat komersial terkemuka di dunia, selama kurun waktu
kurang lebih setengah abad telah mencapai
kemajuan-kemajuan signifikan dalam menerapkan
sistem propulsi yang berkembang sangat maju. Hal ini terutama ditunjukkan oleh perkembangan
penggunaan bahan bakar yang semakin irit (fuel
efficient) dan kehandalan (reliability) operasinya yang semakin tinggi.
Perkembangan tersebut terjadi pada motor
turbin gas yang selama lima dekade terakhir dalam abad ke-20 telah menggantikan motor piston
generasi terbaru. Dibandingkan dengan pesawat-
pesawat transpor sehabis PD II yang masih
menggunakan propeler yang bersumber tenaga
motor piston yang termaju (pada waktu itu), para airliner masa kini yang bertenaga motor turbin gas
memiliki keunggulan-keunggulan dalam performa
sebagai berikut:
Terbang dua kali lebih cepat (pada Mach 0,8-0,9).
Mengangkut sampai 10 kali lipat jumlah pemumpang (hampir 500 orang).
Mencapai jarak dua setengah kali lebih jauh (sampai 8.000 km).
Berat tinggal landas (take-off weight) mencapai lima kalinya (sampai 360.000 kg; lebih besar lagi pada Airbus A-380).
SETENGAH ABAD
PERKEMBANGAN MOTOR
TURBIN GAS
SETENGAH ABAD
PERKEMBANGAN MOTOR
TURBIN GAS
-
30
Penggunaan bahan bakar lebih irit, hanya sepertiganya dari yang biasanya diperlukan per seat-mile pada penerbangan jarak jauh pesawat-pesawat komersial, para airliner terdahulu
Dalam aspek perancangan dan operasionil
motor turbin yang berwujud turbofan telah mengalami perkembangan yang luas dibandingkan
dengan tahap awal—tahun-tahun 50-60-an—yaitu:
Besarnya gaya dorong (thrust) untuk lepas landas mencapai 4-5 kali lipat.
Pemakaian bahan bakar spesifik (specific fuel consumption) turun menjadi setengahnya.
Pada keunggulan-keunggulan tersebut, besarnya berat spesifik (specific weight: per lb berat enjin untuk menghasilkan gaya dorong; lb thrust/lb engine weight) masih tetap sama.
Juga memiliki batasan ukuran enjin (nacelle)yang masih sama.
Tidak diperlukan lagi ―frequent periodic overhaul‖.
Memiliki kemampuan untuk menjaga/memertahankan kinerja motor.
Motor turbofan sekarang sepenuhnya dikendalikan oleh FADEC (Full Authority Digital Electronic Control)—simak hlm 36.
EVOLUSI
DALAM PERKEMBANGAN
SISTEM PROPULSI
TANTANGAN YANG DIHADAPI
PADA 1940-AN
Boeing Stratocruiser (lihat hlm. 18) adalah
pesawat transpor/penumpang yang menggunakan propeler dengan tenaga (4 buah) motor torak Pratt
& Whitney R-4360, 28 silinder diatur dalam 7 baris
memanjang agak meliuk sekaligus radial, masing-
masing berdaya 3.500 DK. Enjin ini merupakan motor torak terbesar yang pernah diproduksi dan
juga yang terakhir.
Motor berpropeler memiliki efisiensi propulsi yang relatif tinggi pada kecepatan agak rendah dan
segera menurun pada kecepatan yang lebih tinggi.
Hal terakhir ini disebabkan propeler dengan daun-
Gbr.1 Efisiensi propulsi dari berbagai sistem propulsi dalam kaitannya dengan kecepatan terbang
Pola Abraham PROPULSI (Mengacu hlm. 4) Bypass ratio spectrum
Through increase in bypass ratio up to 30 % in specific fuel consumption (sfc) could be gained against today’s engines. The prototype UDF is already flying in a B 727 testbed.
-
31
daunnya yang tebal menimbulkan peningkatan hambatan (drag) akibat kompresibilitas udara pada
kecepatan tinggi yang terjadi di ujung daun (blade
tip).
Selain itu motor torak yang paling mutakhir sekalipun untuk daya yang lebih besar lagi,
ukurannya akan menjadi terlalu besar dan sangat
rumit/kompleks. Sehingga akan mudah mengalami gangguan temperatur yang berlebihan (overhetaing)
juga pada sistem penyalaan (ignation). Propeler
dapat mengalami gangguan seperti putaran yang tak terkendali, kerusakan pada daun propeler sehingga
memerlukan pemeliharaan yang sangat teliti.
TANTANGAN YANG DIHADAPI
PADA 1950-AN
Pada awal 1950-an sudah mulai dirasakan
adanya kebutuhan dari industri transportasi udara terhadap pesawat terbang dengan kecepatan tinggi
yang beroperasi pada ketinggian lebih besar guna
mencapai kinerja pesawat lebih optimal.
Pesawat berpropeler apalagi yang ditenagai motor torak sudah tidak dapat lagi memenuhi
harapan tersebut. Kenyataan ini mendorong industri
enjin pesawat untuk memerkenalkan dan memanfaatkan motor turbin gas atau turbojet yang
sudah dikembangkan dalam PD II. Sistem propulsi
baru ini memiliki efisiensi propulsi yang terus ditingkatkan dengan semakin tingginya kecepatan
terbang. Motor turbojet ternyata memungkinkan
penerbangan yang ekonomis pada kecepatan dan
ketinggian yang lebih besar. Dengan tidak menggunakan propeler yang
memiliki mekanisme kontrol yang sangat rumit,
motor turbojet pengoperasiannya lebih sederhana sehingga dapat meningkatkan taraf kehandalannya
(reliabil ity level ). Per iode ―antarover -
haul‖ (pemeliharaan berat) dengan cepat me-
ningkat setelah motor ini operasinya melampaui 4.000 jam. Industri pesawat terbang (waktu itu)
kemudian dihadapkan pada dua pilihan konsep
sistem propulsi untuk pesawat-pesawat transpor
mendatang: turboprop atau turbojet. Propulsi dengan propeler masih efisien pada
kecepatan dan ketinggian rendah. Sedangkan motor
turboprop mengkombinasikan efisiensi pada waktu
tinggal landas dan efisiensi turbin yang tinggi saat terbang di ketinggian. Namun demikian masalah
dengan propeler tetap saja akan menjadi beban
sepanjang penggunaannya. Boeing kemudian memutuskan untuk menggunakan motor turbojet
untuk pesawat-pesawat transpor komersialnya.
Sejak 1958 dengan beroperasinya Boeing 707 (lihat hlm. 27), dapatlah disebut sebagai awal dari
―Abad Jet‖ (Jet Age). Pesawat ini terbang lebih
cepat dan lebih tinggi dari pesawat-pesawat
komersial sebelumnya dengan mengangkut penumpang lebih banyak serta menjangkau jarak
yang lebih jauh. Pesawat ini yang awalnya
menggunakan dua enjin Pratt & Whitney JT3-6 dengan gaya dorong masing-masing 13.500 lb,
kemudian diganti dengan P & W JT3D-3D yang
memiliki sea level take-off thrust 18.000 lb. Atau dengan Rolls-Royce ―Conway‖ dengan gaya
dorong 17.600 lb.
Kedua enjin terakhir ini adalah turbofan dengan
BR rendah, namun telah dapat melakukan penghematan bahan bakar sebanyak 13-14 %.
Ternyata semua motor turbojet/turbofan juga
memiliki kehandalan operasi yang lebih tinggi, in flight shut-down rate-nya lebih baik (kecil)
sehingga periode overhaulnya jauh lebih lama.
Gbr. 3 (atas) Keterkaitan antara BR dengan TSFC
Gbr. 2 De Havilland “Gyron” adalah motor turbojet dengan “single spool”,
generasi pertama yang dioperasikan secara luas pada tahun 60-an
-
32
temperatur masuk turbin (turbin inlet temperature/TIT).
Meningkatkan Efisiensi Termal
Peningkatan efisiensi termal ini dilakukan
dengan penggunaan tekanan dan TIT yang tinggi di mana pada motor turbojet menghasilkan pancaran
gas berkecepatan tinggi, sehingga efisiensi
propulsif meningkat. Dengan menerapkan aliran
bypass pada motor turbofan, kecepatan rata-rata gas buang akan menurun. Semakin besar BR, kecepatan
rata-rata gas buang semakin rendah. Kecuali
meningkatkan efisiensi propulsi, hal ini juga menurunkan ambang kebisingan (noise level) yang
menguntungkan aspek lingkungan.
Keuntungan lain dari turbofan dibandingkan dengan turbojet adalah berat spesifik dari motornya
sendiri—seperti disinggung pada hlm 30—lebih
ringan. Hal ini disebabkan pada turbojet, seluruh
aliran udara melewati kompresor, ruang bakar dan turbin. Sedangkan pada turbofan—apalagi dengan
BR tinggi—hanya sebagian kecil massa udara yang
masuk inlet melewati jalur tersebut untuk memproses sebagian kecil dari gaya dorong;
sehingga komponen-komponennya dibebani lebih
ringan, diameter bagian-bagian berputar menjadi lebih kecil, di samping itu ukuran keseluruhan enjin
menjadi lebih pendek.
Dengan demikian, motor turbofan dengan BR
tinggi selain memiliki TSFC yang lebih baik (rendah) juga unggul dalam power/weight ratio
(nilainya juga kecil). Gambar-gambar pada Gbr.8,
Gbr. 9 dan Gbr. 10 menunjukkan kecenderungan perkembangan dari faktor-faktor tersebut terhadap
waktu.
TANTANGAN YANG DIHADAPI
PADA 1960-AN
Pada pertengahan 1960-an industri pesawat
terbang menetapkan perlunya memproduksi
pesawat ―Jumbo Jet‖. Untuk itu para produsen motor pesawat telah menetapkan untuk
memanfaatkan secara maksimal penerapan BR yang
besar guna memungkinkan peningkatan efisiensi propulsi yang tinggi sehingga dapat dicapai
efisiensi bahan bakar yang lebih baik (lebih hemat).
Jadi, dalam hal ini sasaran utama adalah: enjin
dengan efisiensi bahan bakar (fuel efficiency)
tinggi atau TSFC yang rendah. Sejak itu, hal ini merupakan kriteria dalam
perancangan dan pengembangan enjin serta dibarengi dengan usaha perbaikan berat spesifik
(specific weight).
TSFC merupakan indikator dari efisiensi total enjin: efisiensi termal dan propulsi (total engine
efficiency: thermal & propulsive efficiency).
Kinerja motor turbin gas (turbojet/turbofan)
ditentukan oleh:
a. Kemampuan dalam mengkonversikan panas
hasil pembakaran bahan bakar menjadi energi
kinetik sebagaimana diwujudkan dalam bentuk kecepatan pancar gas, ini dinyatakan sebagai
efisiensi termal.
b. Kemampuan dalam mengkonversikan energi kinetik dari pancar gas tersebut menjadi energi
pendorong, dinyatakan sebagai efisiensi
propulsi.
Efisiensi termal ini juga tergantung dari
rasio tekanan (pressure ratio) yang dihasilkan oleh
kompresor terhadap tekanan udara luar dan juga
Gbr. 4 UDF (unducted fan) atau propfan experimental dari General Electric yang dipasang pada MD-90. Sistem propulsi ini tidak berkelanju-tan.
-
33
Mengenai peningkatan efisiensi termal dengan menggunakan tekanan dan TIT yang lebih tinggi,
memerlukan keterangan sebagai berikut.
Overall Pressure Ratio yang Lebih Tinggi
Lebih tingginya rasio yang dimaksud ini, akan
menyebabkan kecepatan yang tinggi dan
memberikan peluang untuk banyaknya variasi dari
―jalur-jalur operasi‖ (operating lines) antara ―titik awal ketentuan perancangan‖ (design point) dan
kondisi-kondisi di luarnya. Adanya kondisi ―di luar
ketentuan perancangan‖ (off-design) itu memerlukan pengontrolan atas aliran inti (core
flow) supaya tidak melampaui surge margin
(menghindari kompresor stall). Untuk memenuhi
persyaratan ini sudu-sudu startor perlu dibuat dengan geometri yang variabel.
Temperatur Masuk Turbin (TIT) yang Tinggi TIT ini tingginya dibatasi oleh ketahanan panas dari
material yang digunakan untuk sudu turbin maupun
roda turbinnya. Untuk meningkatkan TIT ada konsep baru, yaitu dengan penerapan internal
blade cooling. Artinya, pendinginan sudu turbin
dari dalam daun sudu turbin sendiri dengan
mengalirkan udara relatif dingin berasal dari kompresor tekanan tinggi ke sudu-sudu untuk
mendinginkan permukaannya. Dengan cara ini
turbin dapat bertahan pada temperatur yang lebih tinggi.
Diameter dan Berat Fan
Dengan meningkatnya BR, diameter fan akan menjadi lebih besar. Sudu fan yang konvensional
dibuat dengan proses tempaan dari material utuh
(solid) sehingga umumnya berat. Dengan adanya teknologi titanium, dapat dibuat sudu yang lebih
ringan. Tindakan lebih lanjut untuk mengurangi
berat sudu fan, lebar aksial (chord) dikurangi. Untuk itu diperlukan penopangan di tengah dari
panjangnya sudu.
Pada dasarnya untuk menerapkan BR yang
tinggi pada enjin bergaya dorong besar dan hemat bahan bakar, disyaratkan hal-berikut:
a. Sudu turbin didinginkan secara integral.
b. Kompresor dilengkapi variable geometry stators (dapat distel sudu pemasangannya).
c. Menggunakan sudu fan ringan dari titanium. Efisiensi dari enjin juga akan lebih baik dengan
menerapkan fan satu tingkat (one stage fan)
Gbr. 5 Berbagai jenis motor turbin gas yang memiliki pembangkit tenaga yang pada dasarnya sama: “gas genera-
tor”. Masing-masing jenis pelaksanaan memiliki daerah operasional (kecepatan) sesuai dengan misi pesawat yang
menggunakannya
Gbr. 6 Perkembangan “pressure ratio” selama setengah abad yang bertujuan meningkatkan efisiensi termal.
TURBINE DRIVE,
COMPRESSOR & FAN FAN
HP COMPRESSOR
GAS GENERATOR
LP COMPRESSOR
COMBUSTION CHAMBER
PROPELLER
-
34
dibanding fan dua tingkat. Seperti pada enjin Pratt & Whitney JT3D dan JT8D, di mana penggunaan
inlet guide vanes dapat dihindarkan.
Boeing 747, pesawat jumbo jet, yang memiliki
badan lebar (wide body), beroperasi sejak 1970 menggunakan enjin P&W JT9D-3A, sebuah
turbofan dengan BR tinggi dan gaya dorong 20.000
-23.000 lb. Motor-motor turbofan buatan Rolls-Royce (RB 211) dan General Electric (CF6), seperti
halnya P&W di atas, juga memiliki BR 4-5,
merupakan tenaga pendorong alternatif pesawat raksasa tersebut, sampai tahun 80-an.
Meningkatkan Efisiensi Propulsi
Mengenai efisiensi ini perlu diberi keterangan
lebih lanjut sebagai berikut. Efisiensi propulsi adalah rasio antara besarnya
daya tersedia (available power)—gaya dorong
dikalikan kecepatan udara luar—terhadap energi
kinetik dari kecepatan pancar gas yang dihasilkan enjin. Gaya dorong neto (net thrust) FN adalah
perubahan momentum dari arus pada enjin: FN = m
(VJ – V0). Maka efisiensi propulsi ini dapat
dinyatakan dalam formula:
FN × V0 2
ηp = ————–— = —————
m (VJ2—V0
2)/2 2 + (FN/W)g/V0
di mana:
W berat udara yang masuk: m × g
(m = massa udara ; g = gravitasi)
VJ kecepatan gas buang (exhaust velocity)
V0 kecepatan arus udara bebas atau kecepatan pesawat terbang
Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
2
ηp = ————–
1 + VJ/V0
Efisiensi propulsi akan meningkat dengan
menurunnya harga ―specific thrust‖ (FN/W): rasio
antara gaya dorong terhadap berat arus udara yang
masuk. Efisiensi propulsi dapat ditingkatkan cukup besar dengan mengurangi terjadinya energi yang
terbuang (dissipation) akibat pancaran gas buang
(VJ). Energi terbuang ini besarnya ditentukan oleh
perbedaan antara VJ dan V0. Apabila kecepatan
pesawat bertambah maka efisiensi propulsi akan meningkat pula, dengan asumsi bahwa kecepatan
gas buang praktis tidak berubah (Gbr. 1). Artinya
VJ dan V0 harus didekatkan untuk mencapai ηp yang lebih besar. Hal ini ditunjukkan pada Gbr.1,
yaitu memilih jenis propulsi untuk kecepatan
operasi tertentu. Pada motor turbojet, semua udara yang
memasuki inlet akan mengalir melalui jalur inti
(core) atau jalur tengah: kompresor, ruang pembakaran (combustion chamber) dan turbin.
Kemudian keluar sebagai gas buang (exhaust) pada
kecepatan dan temperatur tinggi.
Pada motor turbofan, udara yang memasuki inlet terbagi dua. Sebagian akan masuk kompresor
yaitu jalur inti dan mengalami proses seperti pada
turbojet. Sedangkan sebagian lagi, yakni bagian luar akan melewati fan dan langsung dipancarkan
ke belakang pada kecepatan dan temperatur relatif
rendah. Perbandingan massa dari kedua bagian arus
tersebut disebut baypass ratio (BR). Jadi enjin yang memiliki BR 5, misalnya, massa arus dingin atau
cold flow (disebut juga secondary flow) adalah lima
kali arus panas atau hot flow (primary flow atau core flow)—lihat Gbr. 13 (hlm. 37).
Gbr. 7 Untuk tujuan yang sama, perkembangan dalam menggunakan materialyang memiliki ketahanan lelah
pada temperatur tinggi, misalnya “keramik”. Pendinginan sudu juga dilakukan. Gbr. 8 Perkembangan “power/weight ratio”
-
35
Perkembangan menunjukkan bahwa dengan peningkatan BR maka gaya dorong spesifik dan
dengan demikian TSFC, atau berat bahan bakar
yang diperlukan untuk menghasilkan setiap lb gaya
dorong dalam setiap jam akan berkurang (mengecil), berarti motor bekerja secara lebih
ekonomis atau memiliki efisiensi propulsi yang
lebih tinggi.
TANTANGAN YANG DIHADAPI
PADA 1980-AN
Pada 1970-an industri transportasi udara merasakan adanya kebutuhan terhadap motor pesawat dengan
gaya dorong yang lebih besar lagi, lebih hemat
bahan bakar, dan memiliki kehandalan (reliability) yang lebih tinggi, pengendalian yang lebih mudah
dalam arti serba otomatis. Selain itu juga
diharapkan dapat memertahankan kinerjanya untuk waktu yang lebih lama.
Para produsen enjin utama memfokuskan usaha
pengembangannya terutama untuk meningkatkan
efisiensi dari komponen-komponennya dan menggunakan alat kontrol enjin yang—seperti
disinggung pada hlm 30—disebut FADEC .
Desain Ulang Komponen-Komponen
Sudu fan didesain ulang (redesign) yakni menerapkan fan chord yang lebih lebar.
Dengan ini, jumlah sudu yang diperlukan lebih
sedikit. Selain itu chord sudu fan yang lebih lebar memberikan efek aerodinamis yang
diperlukan dan dengan demikian tidak
diperlukan lagi penopangan di tengah-tengah
sudu (midspan fan chord). Penerapan konstruksi sandwich yang
berintikan ―sarang lebah‖ (honey comb) dan
berkulitkan titanium maka berat sudu dapat
dikurangi (diperingan). Kedua perbaikan ini lebih meningkatkan
efisiensi sudu fan.
Kerapatan Celah yang Lebih Baik dari
Bagian-Bagian yang Berputar
Celah antara ujung sudu turbin dengan casing-
nya perlu dibuat lebih rapat. Dilaksanakan dengan penyemprotan udara dingin dari fan pada casing
bagian luar sehingga lebih mengkerut (shrinking),
mengurangi ―tip clearance‖ yang menimbulkan kebocoran. Hal ini mengakibatkan perbaikan
efisiensi bahan bakar (TSFC). Celah juga dapat
dirapatkan dengan memasang strip sangat tipis.
Penerapan Teknologi Maju pada
Pembuatan Sudu dan Roda Turbin
Roda turbin berputar pada kecepatan tinggi
sehingga menanggung beban berat berupa tegangan
(stress). Umur roda turbin ini sangat tergantung
pada kekuatan materialnya, terutama terhadap keretakan akibat kelelahan (fatigue crack).
Penambahan elemen-elemen campuran logam
dalam nikel dapat memerpanjang umur pemakaian roda turbin karena hal ini meningkatkan ketahanan
terhadap kelelahan. Roda turbin yang dibuat dengan
powder metallurgy memungkinkan kecepatan putar yang lebih tinggi lagi.
Sudu-sudu turbin sering menjadi merah
membara selama penggunaannya dan dirancang
untuk dapat tetap bertahan terhadap beban gaya sentrifugal akibat kecepatan yang tinggi dari arus
udara dalam proses termodinamis. Sudu turbin
harus memiliki daya tahan terhadap kelelahan dan kejut termal (thermal shock). Begitu pula terhadap
korosi dan oksidasi. Jenis material khusus
Gbr. 9 Pelaksanaan desain baru sudu fan dengan “wide chord”, material titanium dan berongga
untuk pendinginan
Gbr. 10 (atas-kanan) Karakteristik mekanis struktur mikro dari material yang digunakan dan usaha
peningkatannya
-
36
digunakan untuk membuat daun sudu agar memiliki safe-life temperature limit yang menentukan TIT
yang diijinkan. Setelah beberapa waktu, sudu turbin
memanjang dan fenomena ini disebut creep.
Sudu yang diproses secara konvensional dengan machining menunjukkan bahwa struktur mikronya
terdiri dari bermilyar kristal yang berorientasi pada
arah tertentu (equi-axed). Umur operasi daun turbin dpat diperpanjang dengan mengarahkan kristal-
kristal untuk membentuk pilar sepanjang daun sudu.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan teknik manufaktur yang disebut pengukuhan arah
(direction solidification). Pengembangan dari
proses ini disebut single cristal blading, yang
memungkinkan penggunaan sudu pada temperatur yang lebih tinggi dengan umur operasi yang lebih
panjang. Gbr. 12 menunjukkan perbaikan creep
characteristic dari sudu turbin yang dibuat dengan berbagai proses.
Pengembangan dalam Teknik Mendesain
Desain airfoil 3-dimensi diterapkan pada
kompresor dan turbin untuk perbaikan efisiensi
aerodinamis begitu juga untuk umur pemakaian (usability). Airfoil didesain dengan leading edge
dan trailing edge yang lebih tebal untuk
menyiapkan lebih meratanya (uniform) aliran aerodinamis tanpa terjadi separasi di seluruh area
sudu sehingga lebih dapat mencegah erosi. Vance
gradient yang radial direncanakan untuk
meningkatkan efisiensi aerodinamis dari turbin tekanan rendah (LP turbine) dengan mengurangi
kerugian pada ujung sudu (endwall losses). Untuk
memerbaiki efisiensi sistem kompresi dan mengurangi jumlah airfoil, diterapkan airfoil untuk
pengaturan difusi (diffusion).
Perapat (seal) udara pada bagian luar yang
dibuat dari material ―keramik‖ (ceramic) yang abiant digunakan pada turbin tekanan tinggi (HP
turbine) untuk membatasi secara minim celah
(clearance) pada waktu operasi dan selanjutnya memerbaiki efisiensi operasi.
Perbaikan Integritas Struktur
Penyelidikan dan pengetesan yang ekstensif
telah menunjukkan bahwa deformasi/
pembengkokkan dari engine casing menyebabkan terjadinya deteorisasi pada enjin. Penambahan
kekakuan (stiffness) dan bearing diterapkan untuk
mencegah/mengurangi deformasi tersebut, memerbaiki tetap terpeliharanya kinerja enjin.
Begitu pula cowling yang ikut menahan beban
dimanfaatkan untuk mencapai ―kekakuan dari
keseluruhan enjin‖ (overall stiffness). Dan juga mengurangi kerugian-kerugian yang disebabkan
deformasi casing.
FADEC (Full Authority Digital Engine
Control)
FADEC diperkenalkan untuk mengurangi beban kerja awak pesawat, dan juga untuk lebih
memastikan hal-hal terkait enjin. Seperti
penghematan bahan bakar, memertahankan kinerja
enjin, mengurangi biaya pemeliharaan enjin, serta lebih meningkatkan informasi mengenai integrasi
antara enjin dan pesawat. FADEC mengatur secara
presisi gaya dorong enjin dan memproteksi batas-batas (red line, limit) kecepatan putar rotor. Selain
itu juga mencegah terjadinya secara tidak sengaja
―engine overshooting‖ (enjin secara mendadak meningkat putaran dan gaya dorongnya) yang
menyebabkan deteriosasi dan merusak enjin.
Gbr. 12 (atas) Sudu fan terbuat dari material komposit (fibre glass) untuk mencapai kekuatan tinggi tetapi cu-
kup ringan.
Gbr. 11 (kiri) Bagian-bagian utama dari “cowling” se-buah motor turbofan modern yang biasanya dilaksanakan
dengan menggunakan material “composite” terdiri dari lapisan-lapisan “carbon”, “Kevlar”, dan sebagainya.
-
37
PERKEMBANGAN TIPE-TIPE
MOTOR
GAMBARAN UMUM - MOTOR
Bagian-bagian utama motor dengan dua poros engkol (two spool engine), seperti terlihat pada Gbr.
15, adalah:
Satu atau dua tingkat fan.
Sejumlah tingkat kompresor tekanan ren-
dah (LPC).
Tabung antara (intermediate casing).
Sejumlah tingkat tekanan tinggi (HPT), difuser, ruang bakar, satu atau dua tingkat
turbin tekanan tinggi (HPT), beberapa ting-
kat (4-7 stage) turbin tekanan rendah (LPT), masing-masing tabung HPT dan
LPT.
Fan LPC diputar oleh LPT, sedangkan HPC
diputar oleh HPT.
Pada motor dengan tiga poros (3 spool en-gine) ada tambahan satu poros antara
(intermediate spool) yang terdiri dari kom-
presor untuk tekanan antara yang diputar oleh turbin tekanan menengah/antara (IPT).
GAMBARAN UMUM - NACELLE Komponen utama suatu nacelle, seperti terlihat
pada Gbr. 13, adalah:
Gbr. 13 Ciri-ciri dari penggunaan BR yang kecil atau besar.
Enjin dengan BR kecil (0,8-1,5) memiliki diameter luar yang kecil. Enjin ini digunakan pada pesawat-pesawat tempur berkecepatan tinggi sampai Mach 1,6-2,4 (supersonik).
Inlet yang mudah dilepas.
Tutup fan yang tetap (fixed fan cowl).
Thrust reverse core (arus dalam).
Primary exhaust system.
Semula nacelle didesain agar sederhana dan efisien untuk sebuah enjin. Pada akhir tahun 60-an,
nacelle disyaratkan pemasangan akustik (untuk
meredam kebisingan) guna memenuhi persyaratan lingkungan yang berlaku. Nacelle dapat didesain
sebagai sistem arus yang terpisah antara fan nozzle
flow dan primary nozzle flow pada exit. Suatu sistem
exhaust dapat juga didesain secara terpadu antara fan nozzle flow, di mana gas dari fan flow dan pri-
mary flow dicampur secara terpadu keluar dari no-
zzle gabungan. Sistem ini disebut integrated nozzle assembly (mixed).
PERKEMBANGAN PADA 1990-AN
Pada 1986/1987 banyak sekali usaha ditempuh
untuk mengembangkan sebuah pesawat transpor
baru: Boeing 777. Pesawat yang akan menggunakan enjin dengan teknologi terbaru yang dapat lebih
menghemat bahan bakar. Salah satu teori untuk
mewujudkan hal ini adalah penggunaan enjin jenis UDF (unducted fan) atau juga disebut ―propfan‖.
Enjin yang seperti dibuat oleh General Electric
(lihat Gbr. 4 hlm. 32) dengan bypass ratio sangat
tinggi (BR 35) dan dirancang untuk mencapai penghematan bahan bakar sampai 25 %
dibandingkan dengan enjin yang memiliki BR 5.
Namun karena alasan-alasan teknis dan nonteknis penerapan UDF ditunda.
Turbofan dengan BR besar (4-6) memiliki diameter fan yang besar. Enjin ini digunakan pada airliner yang beroperasi pada Mach 0,6-0,9.
-
38
Guna menyediakan tenaga propulsi pesawat-pesawat besar bermotor dua pada akhir 1980-an dan
awal 1990-an, seperti Boeing 777 dan Airbus 330
dengan berat mendekati 500.000 lb dan kapasitas
angkut sekitar 300 penumpang dan menempuh jarak lebih dari 8.600 km, diperlukan enjin dengan
gaya dorong di sekitar 100.000 lb. Penggunaan
hanya dua motor pada pesawat sebesar itu dengan performa tinggi, menunjukkan kehandalan yang
sangat tinggi yang telah berhasil dicapai dalam
pengembangan desainnya, di samping perbaikan dalam penghematan bahan bakar.
Ketiga pembuat enjin paling terkemuka di
dunia, Pratt & Whitney (P&W) dan General
Electric (GE) di Amerika serta Rolls-Royce (R-R) di Inggris, bersaing ketat sekali dalam kelas ini.
P&W mengembangkan berdasarkan seri PW 4000,
GE pada GE 90, sedangkan R-R pada RB 211 Trent, yang semuanya telah mencapai 100.000 lb.
Enjin-enjin tersebut akan dapat pula dengan baik
melayani pesawat transpor baru yang lebih besar dari Boeing 777, yakni Airbus 380 yang akan
beroperasi pada awal abad ke-21. Dengan gaya
dorong sebesar itu, enjin-enjin tersebut akan
memiliki fan dengan diameter 100 sampai 160 inci (2,5 - 4 m), pressure ratio mendekati 45 dan TIT
melampaui 2.700 0 F (1.500 0 C). Pada pembuatan-
nya, sebagian besar masih akan dilaksanakan dengan teknologi tahun 90-an yang sudah matang
(mature), namun untuk pengembangan selanjutnya
terdapat pembatasan, limitasi-limitasi sebagai
berikut.
Seberapa jauh kemampuan material baru yang
digunakan untuk sudu turbin dan proses-proses manufaktur untuk dapat tahan terhadap
temperatur lebih tinggi lagi.
Kekokohan (stifness) dari tabung fan (fan casing) pada diameter yang semakin besar,
seberapa jauh dapat dilaksanakan.
Gbr. 14 Indikator dari kehandalan yang semakin tinggi adalah semakin kecilnya “unscheduled engine removal”.
Untuk menghemat bahan bakar (TSFC lebih
rendah) perlu diterapkan BR tinggi. Pada enjin-enjin besar tersebut di atas, diterapkan BR 9.
Untuk lebih besar lagi, berarti fan semakin
besar diameternya, perlu diperlambat putarannya dengan gearbox; batasan untuk ini
adalah BR 10. Hal ini akan menambah
kompleksitas dan berat enjin. Diameter besar
juga akan menyebabkan hambatan, drag, yang lebih besar.
Namun, limitasi-limitasi yang merupakan
tantangan ini tetap diantisipasi dengan percobaan-percobaan oleh para pembuat enjin. Misalnya
Allison mencoba Allison 2000, enjin dengan gaya
dorong 20.000 lb pada BR 12, di mana mulai diperlukan gearbox, karenanya disebut ―geared
fan‖. Maka pengembangan propulsi terus berlanjut.
PENUTUP Teknologi powerplant (sistem propulsi) telah
mengalami perkembangan mengagumkan selama 50
tahun ini, yaitu setelah abad perkembangan motor turbin gas dengan segala versi dan penerapannya.
Perkembangan ini terutama berwujud semakin
besarnya gaya dorong dan semakin baiknya
efisiensi bahan bakar yang memungkinkan semakin luasnya transportasi udara dengan menggunakan
pesawat-pesawat yang semakin besar dan semakin
tinggi performanya. Hal ini dibarengi dengan kehandalan enjin, yang
semakin meningkatkan keselamatan terbang di
samping kenyamanan terbang yang disajikan. Enjin-enjin tersebut memerlukan biaya perawatan lebih
rendah, memiliki in-flight shut-down rate yang
rendah, begitu juga unscheduled engine removal
rate-nya. Seberapa jauh lagi perkembangan masih akan dicapai, perlu diamati dengan saksama.
Di atas telah dipaparkan perkembangan dari
Gbr. 15 Hal yang sama ditunjukkan oleh “in-flight shut-down rate”. Kedua indikator ini terjadi pada PW JT9D.
Years 1971-1990
1970 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90
Years 1971-1990
1.50
Events Per 1000 Hours
1.25
1.00
0.75
0.50
0.25
0
1970 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90
0
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
Events Per 1000 Hours
-
AIRPLANE
YEAR
ENGINE
DESIGNATION
TAKE-OFF
THRUST
BYPASS
RATIO
OVERALL
PRESSURE
RATIO
WEIGHT
POUNDS
747 1974 CF6-50 52,500 4,24 30.1 8490
767 1982 CF6-80A 48,000 4.66 28.0 8420
767 1984 CF6-80A2 50,000 4.59 29.0 8420
767-200ER 1987 CF6-80C2 61,500 5.09 31.1 9135
747-400 1989 CF6-80C2 FADEC 57,900 5.19 29.3 9135
767-300 1989 CF6-80C2 FADEC 61,500 5.05 31.1 9164
B777 1992 GE90 90,000 + - 40 7550
Joint ventures
737-300, -400 1984 CFM56-3 20,000 − 6.00 26.5 4860
-500 23,500
39
PERKEMBANGAN DALAM PRODUKSI OLEH TIGA PRODUSEN UTAMA
GENERAL ELECTRIC
Gbr. 16 Gambar cut-away GE90 lengkap dengan cowling engine terbesar dari GE dengan gaya
dorong 80-110.000 lb ini digunakan pada Boeing 747, 777
dan Airbus 340.
Gbr. 17 GE juga melakukan joint ventures dengan Snecma dari Prancis dalam mengembangkan dan mem-produksi CFM 56 dengan gaya dorong 20-23.000 lb yang ternyata sangat sukses dan merupakan enjin yang paling banyak diproduksi di kelasnya. Semua versi Boeing 737 yang juga pesawat transpor sangat sukses, menggunakan berbagai versi enjin ini.
Tabel 1
motor turbin gas dalam rancangan internalnya—meliputi antara lain kompresor, turbin hingga sistem
kontrol FADEC—yang menghasilkan peningkatan
kehandalan di samping perbaikan SFC.
Sedangkan perkembangan sudu ―fan‖ lebih berkaitan dengan perbaikan SFC berdasarkan
besarnya BR (bypass ratio) sesuai dengan pola
Abraham. Tabel-tabel (di bawah ini) dari tiga produsen enjin terkemuka, menunjukkan hasil
pengembangan selama setengah abad.
Dalam penerbitan mendatang, akan dibahas
pengembangan lebih lanjut berkaitan dengan BR guna mencapai SFC yang optimal.
-
AIRPLANE
YEAR
ENGINE
DESIGNATION
TAKE-OFF
THRUST
BYPASS
RATIO
OVERALL
PRESSURE
RATIO
WEIGHT
POUNDS
707-420 1956 Conway 301 21,030 0.42 15.0 5159
747-200 1980 RB211-524C2 51,600 4.50 28.6 9859
747 1981 RB211-524D4 53,000 4.40 29.3 9874
747-400 1989 RB211-524G 58,000 4.30 33.0 9874
1990 RB211-524H 60,000 4.10 34.5 9874
757-200 1983 RB211-535C 37,400 4.40 21.1 7294
757-200 1984 RB211-535E4 40,100 − 4.30 25.8 7264
A330-200/300 1994 Trent 772 71,000 5.00 35.5 -
B777-200/300 1996 Trent 884 86,900 5.90 38.8 -
A380 1999 Trent 8104 104,000 5.40 45 -
Joint ventures
B717 1986 BR710-48 22,000 4.20 24.0 -
A320 1992 IAE V2500-A1 25,000 5.40 29.4 -
40
ROLLS-ROYCE
Gbr. 17 Gambar cut-away menunjukkan Rolls-Royce Trent 800 yang memiliki rancangan
unik “3 spool” atau 3 poros yang masing-masing menggerakkan fan, LP & HP compressor. Dengan gaya dorong 86-104.000 lb digunakan
oleh pesawat-pesawat Boeing 747, 777 dan kelak pada pesawat raksasa Airbus 380.
Gbr. 18 V2500 adalah produk dari Internasional Aero Engine yang merupakan joint ventures antara Rolls-Royce, Pratt & Whitney, Motor Turbine Union dari Jerman dan Japanese Aero Engine. Motor dengan rancangan sangat maju ini digunakan pada berbagai versi A320.
Tabel 2
-
AIRPLANE
YEAR
ENGINE
DESIGNATION
TAKE-OFF
THRUST
BYPASS
RATIO
OVERALL
PRESSURE
RATIO
WEIGHT
POUNDS
Turbojet Engine
707-121 1958 JT3C-6 13,500 - 12.5 4234
707-321 1959 JT4A-12 17,500 - 12.5 5100
Turbofan Engine
707-321B ADV 1963 JT3D-3B 18,000 1.37 13..6 4260
727-100 1966 JT8D-7 14,000 1.10 16.2 3155
727-200 1967 JT8D-17R 16,400 0.98 18.5 3330
747 1969 JT9D-3A 43,600 5.10 21.5 -
747 1973 JT9D-7A 46,150 5.10 22.5 8760
747 1979 JT9D-7Q 53,000 4.90 24.5 9295
747 1983 JT9D-7R4G2 54,750 4.70 28.8 9100
767 1982 JT9D-7R4D 48,000 4.80 27.8 8905
767 1984 JT9D-7R4E 50,000 4.75 28.2 8905
757 1984 PW2037 38,250 6.00 27.6 7185
747-400 1989 PW4056 56,750 4.80 30.2 9200
767 1988 PW4060 60,000 4.70 31.5 9200
B777-100 1992 PW4090 90,000 6.30 - -
B777-200/300 1994 PW4096 98,000 5.80 42.8 -
Joint ventures
A3XX-50/100 1998 GP7267 67,000 7.80 - -
B747-400X 1997 GP7176 76,000 7.80 - -
41
PRATT & WHITNEY
Gbr. 19 Gambar cut-away menunjukkan PW 4084 dengan daun fan dari titanium dan berongga di dalamnya. Dengan gaya dorong 90-98,000 lb, enjin ini bersaing dengan produk-produk dari Rolls-Royce dan General Electric untuk kelas pesawat-pesawat raksasa. Namun begitu, untuk tipe-tipe enjin tertentu, ketiganya juga bekerja sama.
Tabel 3
Djakaria Wiriadisuria (alm.)
Referensi:
1. Balder K. Mehta, Forty Years of Powerplants on Boeing Commercial Airplane, dalam Boeing Airliner
Quarterly, July-September 1990.
2. Flight International.