Fermentasi_Kinetika_Cynthia Christinne_(11.70.0047)_universitas soegijapranata

download Fermentasi_Kinetika_Cynthia Christinne_(11.70.0047)_universitas soegijapranata

of 34

description

laporan ini membahas mengenai kinetika fermentasi dalam pembuatan minuman vinegar (cider apel). bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sari apel Malang. inkubasi dilakukan selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96). pengamatan dilakukan dengan membandingkan jumlah sel mikroorganisme (sel/cc) vs waktu, OD vs waktu, jumlah sel mikroorganisme (Sel/cc) vs OD, jumlah sel mikroorganisme vs pH, dan jumlah sel mikroorganisme vs total asam. perhitungan jumlah sel dilakukan dengan metode Haemocytometer, OD dengan spektrofotometri, pH dengan pHmeter, dan total asam dengan titrasi alkalimetri.

Transcript of Fermentasi_Kinetika_Cynthia Christinne_(11.70.0047)_universitas soegijapranata

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan terhadap kinetika fermentasi cider apel dalam produksi minuman vinegar yang diinkubasi selama 96 jam (N96) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kinetika Fermentasi Cider Apel dalam Produksi Minuman Vinegar yang Diinkubasi Selama 96 jam (N96)KelPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata / MO tiap petakRata-rata / MO tiap ccODpHTotal Asam(mg/ml)

1234

C1250 ml cider + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN024172522228,8 x 107-0,09123.3415,36

N24118112768998,753,95 x 1081,08983.3713,44

N48190200175180186,257,45 x 1081,40553.3212,672

N7284113949195,53,82 x 1080,03893.3113,44

N969911594103102,754,11 x 1081,35883.4415,36

C2250 ml cider + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN0118112768998,753,95 x 1080,08133.3213,44

N241121181281061164,64 x 1080,77163.3214,4

N48188210192161187,757,51 x 1080,85343.3715,168

N721721761831851797,16 x 1080,06583.3118,24

N96149121195169158,56,34 x 1081,92653.3411,52

C3250 ml cider + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN0131471512,254,9 x 1070,03153.3418,816

N242729481529,751,19 x 1081,13813.2216,32

N48556811512791,253,65 x 1080,73233.4314,4

N7215514199102124,254,97 x 108-0,17713.3111,52

N96131165140118138,55,54 x 1081,91773.3912,672

C4250 ml cider + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN055567071632,52 x 1080,45303.3013,632

N2461104877982,753,31 x 1080,68473.2413,44

N481761581661721686,72 x 1080,91593.4012,48

N72123142129172141,55,66 x 108-0,18213.3313,44

N9699110103130110,54,42 x 1081,70393.4612,48

C5250 ml cider + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN02123273025,251,01 x 108-0,02163.2815,36

N2486109708687,753,51 x 1081,35113.2010,56

N481271288895109,54,38 x 1081,04113.3214,4

N72167125129113133,55,34 x 1080,15303.332,688

N962212582842932641,056 x 1092,14253.4411,52

Pada Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa pengamatan dilakukan pada produksi minuman vinegar dengan bahan dasar 250 ml cider apel yang diinokulasikan dengan 30 ml kultur yeast Saccharomyces cereviceae. Pengamatan dilakukan terhadap rata-rata jumlah () mikroorganisme tiap cc, optical density (OD), derajat keasaman (pH), dan total asam.Pengujian terhadap keempat variabel pengukuran tersebut dilakukan selama waktu inkubasi cider apel, yaitu 5 hari. Pengukuran dilakukan pada hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72), dan hari ke-4 (N96). Meskipun menggunakan bahan dasar dan jumlah inokulum yeast yang sama, tetapi pada kelompok C1 sampai dengan C5 menghasilkan data yang berbeda-beda baik dari rata-rata jumlah () mikroorganisme tiap cc, optical density (OD), derajat keasaman (pH), maupun total asam. Apabila dilihat secara keseluruhan dari kelompok CI sampai C5, rata-rata mikroorganisme tiap cc yang dihasilkan selama 5 hari inkubasi berkisar antara 4,9 x 107sel/cc sampai dengan 1,056 x 109 sel/cc. Jika ditinjau dari optical density (OD), inkubasi selama 5 hari memiliki kisaran antara -0,1821 sampai dengan 2,1425. Ditinjau dari pH, memiliki kisaran antara 3.20 3,46 selama 5 hari inkubasi cider apel. Total asam memiliki kisaran antara 2,688 18,816 mg/ml selama 5 hari inkubasi cider apel. Melalui hasil pengamatan cider apel yang dilakukan selama 96 jam (N96), perbedaan data hasil pengujian yang dihasilkan pada masing-masing kelompok dapat diketahui.

Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan waktu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan Waktu

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa pada kelompok C1, jumlah mikroorganisme meningkat dari hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-2 (N48) kemudian mengalami penurunan pertumbuhan yeast pada hari ke-3 (N72), lalu meningkat lagi sedikit pada hari ke-4 (N96). Pada kelompok C2 dan C4, pertumbuhan yeast meningkat dari hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-2 (N48), lalu mengalami penurunan pada hari ke-3 (N72) sampai dengan hari ke-4 (N96).Pada kelompok C3 dan C5, pertumbuhan yeast terus mengalami peningkatan dari mulai hari ke-0 (N0) sampai denganhari ke-4 (N96).Namun, pada kelompok C5 pertumbuhan yeast hari ke-4 (N96) mengalami perbedaan peningkatan yang sangat signifikan, yaitu hingga mencapai 109 sel/cc.

Grafik hubungan antara konsentrasi sel biomassa (OD) dengan waktu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dan Waktu

Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa rata-rata kelompok C1 hingga C5 memiliki pola tingkat konsentrasi yang sama jika dilihat dari pengukuran konsentrasi sel biomassanya (OD) menggunakan spektrofotometri. Konsentrasi sel biomassa meningkat pada hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-2 (N48) , lalu menurun pada hari ke-3 (N72), dan meningkat lagi pada hari ke-4 (N96).

Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan konsentrasi sel biomassa (OD) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)

Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa hubungan antara pertumbuhan yeast (total biomassa) dengan konsentrasi sel biomassa (OD) berada pada wilayah 107 109 sel/cc dan OD -0,1 2,0. Rata-rata semua kelompok berada pada wilayah total biomassa/cc dan OD yang sama karena pada grafik tidak ditunjukkan garis yang berada pada wilayah terpisah, melainkan semua garis berada pada wilayah yang sama secara menggerombol. Pada titik tertentu, dapat dilihat pada kelompok C5 hari ke-4 (N96) memiliki perbedaan total biomassa dan OD yang berbeda signifikan dengan kelompok yang lain.

Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan pH dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan pH

Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa dari hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-4 (N96) pertumbuhan yeast (total biomassa) pada kelompok C1 berada pada kisaran pH 3.31 3.44. Pada kelompok C2 pertumbuhan yeast berada pada kisaran pH 3.31 3.37. Pada kelompok C3 pertumbuhan yeast berada pada kisaran pH 3.31 3.43.Pada kelompok C4 pertumbuhan yeast berada pada kisaran pH 3.24 3.46.Pada kelompok C5 pertumbuhan yeast berada pada kisaran pH 3.20 3.44. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa garis-garis yang mengumpul di bagian tengah menunjukkan pertumbuhan yeast (total biomassa)pada cider apel yang diinkubasi selama 5 hari berjumlah antara 107 109 sel/cc dengan wilayah pH pertumbuhan 3.20 3.46.

Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan total asamdapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan Total Asam

Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa rata-rata semua kelompok (kelompok C1 C5) memiliki total asam sekitar 10 19 mg/ml selama proses inkubasi dalam waktu 5 hari. Pernyataan ini dapat dilihat pada grafik dengan garis-garis yang menggerombol pada wilayah total asam 10 19 mg/ml. Perbedaan yang sangat nyata ditunjukkan oleh kelompok C5 yang memiliki total asam jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang lain yaitu sekitar 2 mg/ml pada hari ke-3 (N72).

16

8

2. PEMBAHASAN

Dalam praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar yang telah dilakukan, bahan utama yang digunakan sebagai substrat fermentasi adalah buah apel. Jenis apel yang digunakan adalah jenis apel Malang. Menurut Nazzarudin & Fauziah (1996), jenis apel Malang disebut juga dengan nama apel Rhome Beauty. Ciri-ciri fisik dari jenis apel Rhome Beauty ini antara lain adalah; memiliki kulit berwarna hijau merah yang tidak merata di seluruh bagian. Warna merah yang ditimbulkan oleh apel ini disebabkan karena pada bagian tertentu apel terkena paparan sinar matahari, sedangkan bagian yang berwarna hijau/kuning merupakan sisi yang tidak terkena paparan sinar matahari.Selain itu, jenis apel Rhome Beauty ini memiliki pori-pori kulit yang kasar dan agak tebal, serta memiliki berat sekitar 300 gram. Dari ciri-ciri fisik daging buahnya, apel Rhome Beauty memiliki warna kekuningan seperti warna apel pada umumnya dan memiliki tekstur yang agak keras. Apel Rhome Beauty memiliki rasa yang manis, agak asam, dan terasa segar karena kandungan air yang tinggi. Jenis apel Malang (Rhome Beauty)yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minuman vinegar pada praktikum ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Apel Malang Jenis Rhome Beauty yang digunakan sebagai Bahan Dasar Pembuatan Minuman Vinegar (Cider Apel) (http://www.superindo.co.id/)

Dalam proses pengolahannya, buah apel sering dijadikan sebagai produk minuman beralkohol yang disebut dengan cuka apel atau cider apel. Menurut Wood (1985), cider/cuka apel merupakan minuman sari buah apel yang difermentasi dengan yeast Saccharomyces cereviceae. Menurut Salsabila et al., (2013) dalam jurnal: Kinetika Reaksi Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Pati Biji Durian menjadi Etanol, fermentasi merupakan proses reaksi perubahan kimia yang disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam memperoleh energi, sehingga substrat akan mengalami pemecahan berbagai senyawa karena telah digunakan untuk aktivitas metabolisme dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada praktikum ini, pembuatan minuman vinegar cider apel yang dilakukan sesuai dengan teori Salsabila et al., (2013) yang menyatakan bahwa dalam pembuatan minuman vinegar, kondisi fermentasi yang diterapkan adalah anaerob (anaerobic fermentation) yaitu tanpa menggunakan oksigen selama prosesnya. Fermentasi dalam rangka memperoleh minuman vinegar yang memiliki citarasa khas alkohol maka mikroorganisme yang berperan adalah yeast Saccharomyces cereviceae. Yeast Saccharomyces cereviceae saat ini sudah banyak diaplikasikan pada berbagai produk fermentasi, sehingga penggunaan yeast ini mudah ditemukan secara komersial berupa ragi yang dapat digunakan secara langsung.

Proses pembuatan cider apel, pertama-tama, apel Malang sebanyak 4 kg dicuci dengan air mengalir. Tanpa dilakukan pengupasan kulit, apel Malang dihancurkan dengan menggunakan juicer untuk memperoleh bagian cair atau filtrat atau sarinya. Setelah sari apel diperoleh, sari apel inilah yang digunakan sebagai substrat pertumbuhan bagi yeast. Untuk masing-masing kelompok, sebanyak 250 ml sari apel hasil juicer dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah steril. Setelah itu, sari apel yang telah berada pada erlenmeyer dipanaskan pada suhu 100C selama 30 menit pada waterbath. Kemudian, setelah substrat (sari apel) cukup dingin (dipegang dengan tangan terasa hangat), dengan perlakuan steril dan aseptis, dilakukan penuangan kultur di LAF (Laminer Air Flow). Sebanyak 30 ml kulturyeast Saccharomyces cereviceae diambil secara akurat dengan menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam substrat atau media pertumbuhan yeast (sari apel). Selanjutnya, sampel diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang (25-30C) dengan perlakuan terus menerus digoyangkan (di-shaker). Pengamatan dilakukan secara berkala setiap 24 jam dengan pengambilan 30 ml sampel secara aseptis. Dari 30 ml sampel yang telah diambil tersebut, 10 ml sampel digunakan untuk pengujian total asam, sedangkan 20 ml sampel sisanya digunakan untuk pengujian jumlah kepadatan sel (menggunakan alat Haemocytometer), pengukuran pH, dan pengukuran konsentrasi sel (OD) dengan menggunakan alat spektrofotometer. Data hasil pengamatan ditunjukkan sebagai hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72), dan hari ke-4 (N96).

Berdasarkan cara kerja yang dilakukan pada praktikum pembuatan minuman vinegar cider apel, teknik pemberian dan penumbuhan yeast dilakukan dengan sistem batch. Hal ini sesuai dengan teori Stanburry & Whitaker (1984), yang mengatakan bahwa sistem batch merupakan sistem fermentasi yang dilakukan dengan teknik pemberian kultur dan substrat secara terbatas atau tertutup. Maksud dari sistem terbatas atau tertutup adalah; pemberian apel sebagai substrat / nutrien bagi pertumbuhan yeast hanya dilakukan dalam satu kali penuangan tanpa dilakukan penuangan substrat selanjutnya secara bertahap. Apabila nutrien untuk pertumbuhan yeast telah habis maka proses fermentasi akan dengan sendirinya terhenti. Begitu juga dengan pemberian kultur yeast. Kultur yeast hanya diberikan sekali dalam satu proses fermentasi sehingga apabila kerja yeast telah maksimal, pembentukan metabolisme selama proses fermentasi akan terhenti.

Sari apel Malang yang dipanaskan selama 30 menit pada suhu 100C ini berguna untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan atau mikooorganisme lain selain yeast yang tidak diinginkan pertumbuhannya selama fermentasi. Suhu 100C merupakan titik didih dimana semua mikroorganisme yang terdapat pada sari apel akan mati (Widodo, 2003). Kemudian setelah pemanasan dilakukan pendinginan yang berfungsi untuk menurunkan suhunya agar tidak terlalu panas bagi kultur yang akan diberikan. Proses pemanasan dan pendinginan substrat (sari apel Malang) dapat dilihat pada Gambar 7.(a) (b)Gambar 7. (a) Pemanasan Substrat dan (b) Pendinginan Substrat Sari Apel Malang(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Penuangan kultur yeast dalam praktikum ini harus dalam keadaan aseptis di dalam LAF (Laminar Air Flow). Hal ini sesuai dengan teori penyataan Dwidjoseputro (1994), yang mengatakan bahwa teknik aseptis dan penggunaan alkohol pada saat penamenan kultur bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Teknik aseptik adalah suatu cara yang digunakan untuk mencegah tercemarnya biakan yang ada serta mencegah infeksi dari bakteri yang merugikan sehingga praktikan dan peralatan dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme yang merugikan.

Menurut Rehm & Reed (1983), inkubasi optimum untuk yeast dalam fermentasi vinegar dilakukan pada suhu 28-32C, dimana pernyataan tersebut sesuai karena proses fermentasi sari apel dilakukan pada suhu ruang (30C). Selama 5 hari proses inkubasi, dimana pada saat itu proses fermentasi berjalan, kondisi inkubasi harus dilakukan dengan shaker. Hal ini sesuai dengan teori Said (1987), dimana proses shaker selama inkubasi digunakan sebagai media aerasi dan agitasi. Meskipun proses fermentasi dilakukan secara anaerob, yeast tetap membutuhkan sedikit oksigen untuk mendukung metabolisme pertumbuhannya, maka proses aerasi dalam shaker tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi yeast. Selain aerasi, agitasi diperlukan untuk menjamin tercapainya keseragaman suspensi yang dibentuk oleh sel mikroba, sehingga pertumbuhan sel mikroba dalam substrat dapat homogen dengan sari apel untuk tercapainya produksi cider apel. Rahman (1992) dan Stanbury & Whitaker (1984) menambahkan, agitator juga berfungsi untuk: Mengecilkan ukuran partikel dan gelembung udara yang ada pada permukaan substrat fermentasi Mempertahankan kondisi lingkungan substrat fermentasi yang lebih stabil di dalam wadah fermentasi (dalam hal ini erlenmeyer) Membuat media bergolak (bergoyang) sehingga terjadi aerasi (udara dari luar masuk ke dalam wadah fermentasi) karena adanya gerakan berputar dari shaker. Kondisi shaker selama proses inkubasi cider apel dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kondisi Inkubasi Cider Apel (shaker) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Analisa perhitungan jumlah sel mikroorganisme (kepadatan sel) dari hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-4 (N96) pada minuman vinegar cider apel, dilakukan dengan Haemocytometer. Ternyata, metode perhitungan jumlah sel mikroorganisme selain dapat dilakukan dengan metode hitung cawan (Plate Count Agar) seperti yang biasanya dilakukan dalam praktikum, juga dapat dilakukan secara langsung tanpa perlu dilakukan proses inkubasi selama 24 jam. Metode perhitungan jumlah sel mikroorganisme secara langsung tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Pengamatan langsung secara mikroskopis untuk menghitung jumlah mikroorganisme dengan Haemocytometer ini dilakukan dengan menggunakan isi larutan sampel yang sangat kecil (Fardiaz, 1992). Sejumlah kecil cairan diletakkan diantara coverslip (kaca penutup preparat) dan 2 cekungan yang saling berhubungan pada plate Haemocytometer (dapat dilihat pada Gambar 7b). Ruang atau wilayah untuk perhitungan jumlah sel mikroorganisme dapat dilihat dengan menerawang plate di bawah sinar lampu atau dilihat dengan perbesaran mikroskop. Ruang hitung tersebut terdiri atas 9 kotak besar seluas 1 mm2. Dari ke-9 kotak besar tersebut, terdapat 1 kotak besar yang berada di tengah yang terbagi lagi menjadi 25 kotak berukuran sedang dengan panjang 0,2 mm. Kemudian, dari kotak berukuran sedang tersebut, masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak berukuran kecil. Dalam ruang atau wilayah pengukuran tersebut, seluruhnya terdapat 400 kotak kecil yang terdapat di dalam 1 kotak besar. Ruang atau wilayah untuk perhitungan sel mikroorganisme memilki ketebalan 0,1 mm, sedangkan antara permukaan atas kaca plate dengan objek atau letak ruang perhitungan berjarak 0,02 mm. Dengan meletakkan larutan sampel pada ruang peletakan sampel maka sel mikroorganisme yang tersuspensi di dalam larutan sampel akan tersebar merata memenuhi seluruh volume ruang perhitungan Haemocytometer (Fardiaz, 1992).

Untuk pengujian tingkat kepadatan sel dengan Haemocytometer, penuangan sampel dengan menggunakan pipet tetes ke dalam Haemocytometer harus dilakukan secara hati-hati agar tidak sampai terbentuk gelembung di dalam alat tersebut. Sebelum cairan sampel diteteskan ke dalam Haemocytometer, lubang tempat meneteskan sampel ditutup dahulu dengan penutup kaca preparat (dapat dilihat pada Gambar 9). Sebelum dan sesudah pemakaian, Haemocytometer harus dibersihkan dengan menggunakan alkohol agar terbebas dari mikroorganisme kontaminan. Pengamatan terhadap jumlah total kepadatan sel dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x 40. Wilayah yang dihitung sebagai jumlah kepadatan sel tiap petak ditentukan dengan garis batas yang berjumlah 3 di setiap sisi kanan, kiri, atas, dan bawah petak (dapat dilihat pada Gambar 10). Perhitungan sel mikroorganisme dilakukan dengan hand counter. Dengan demikian, jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui dengan perhitungan (sel/cc atau sel/ml).

tempat pemasukan sampelcounting areacoverslip (penutup kaca preparat)(i)(ii)

Gambar 9. Penampang Haemocytometer tampak atas(i), Penampang Haemocytometer tampak samping (ii) (http://en.wikibooks.org/)

Wilayah yang dibatasi 3 garis batas Gambar 10. Wilayah Perhitungan Jumlah Kepadatan Sel(http://www.microscopy-uk.org.uk/)

Pada praktikum ini, dokumentasi tentang mekanisme pengamatan jumlah sel mikroorganisme dengan Haemocytometer dapat dilihat pada Gambar 11.(a) (b) (c)Gambar 11. Mekanisme Cara Kerja Perhitungan Jumlah Sel dengan Haemocytometer (a) Pembersihan dengan alkohol; (b) Proses pemasukan sampel; dan (c) Pengamatan dengan mikroskop (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dalam setiap pengamatan, dilakukan perhitungan jumlah sel pada 4 petak yang berbeda.Jumlah mikroorganisme. Hasil perhitungan sel mikroorganisme pada keempat petak tersebut kemudian dirata-rata sebagai rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak. Kemudian, dari rata-rata tiap petak tersebut dihitung menjadi rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc. Hasil perhitungan selama 5 hari dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah kepadatan sel tiap cc dengan waktu (Gambar 1, hal.3), hubungan antara jumlah kepadatan sel tiap cc dengan OD (Gambar 3, hal.5), hubungan antara jumlah kepadatan sel tiap cc dengan pH (Gambar 4, hal.6), dan hubungan antara jumlah kepadatan sel tiap cc dengan total asam (Gambar 5, hal.7).

Pengukuran konsentrasi sel pada cider apel dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer (Absorbansi atau Optical Density) Dalam spektrofotometer, radiasi elektromagnetik yang digunakan adalah berupa gelombang. Dikatakan sebagai gelombang karena yang diukur adalah jumlah sinar yang masuk, diserap, diteruskan, dan panjang sinarnya. Cahaya yang datang dengan panjang gelombang tertentu akan menimbulkan pemantulan warna terhadap larutan. Warna yang dipantulkan oleh larutan tersebut dinamakan dengan warna komplementer (Day & Underwood,1992). Menurut Ewing (1976), peningkatan nilai absorbansi (A) atau Optical Density (OD) seiring dengan meningkatnya konsentrasi suatu larutan. Meningkatnya konsentrasi pada larutan ini sebenarnya dapat diketahui melalui tingkat kekeruhannya (turbidity). Apabila semakin keruh suatu larutan, maka konsentrasi larutan tersebut semakin meningkat dan nilai absorbansi (A) juga semakin meningkat. Dalam praktikum ini, untuk membandingkan larutan sampel cider apel antar kelompok satu dengan kelompok yang lain diperlukan pengukuran tingkat konsentrasi dengan spektrofotometri.

Pengukuran konsentrasi sel pada cider apel dengan menggunakan spektrofotometer (Absorbansi atau Optical Density) dilakukan pada panjang gelombang 660 nm. Cairan sampel dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur selama waktu inkubasi 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96). Hasil pengamatan terhadap konsentrasi sel (OD) dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara OD dengan waktu (Gambar 2, hal.4) dan hubungan antara OD dengan jumlah kepadatan sel tiap cc (Gambar 3, hal.5). Tahap pengujian tingkat konsentrasi sel mikroorganisme dengan spektrofotometer dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pengujian Konsentrasi Sel Mikoorganisme Cider Apel dengan Spektrofotometer (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Selain itu, dilakukan pula pengukuran tingkat keasaman cider apel yang dihasilkan. Pengukuran tingkat keasaman 20 ml sampel cider apel dilakukan dengan pH meter selama waktu inkubasi 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96). Pengukuran tingkat keasaman dengan pHmeter menghasilkan data yang lebih teliti karena tingkat keasaman (pH) larutan cider apel dapat langsung diketahui. Pada prinsipnya, elektroda pada pHmeter dicelupkan ke dalam larutan uji tetapi jangan sampai menyentuh permukaan wadah. Elektroda yang menyentuh permukaan wadah akan mempengaruhi keakuratan atau ketelitian pH larutan uji yang sebenarnya (Day & Underwood, 1992). Hasil pengamatan terhadap tingkat keasaman (pH) cider apel dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara pH dengan jumlah kepadatan sel tiap cc (Gambar 4, hal.6). Pengujian tingkat keasaman cider apel dengan pHmeter dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengujian Tingkat Keasaman Cider Apel dengan pHmeter(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Untuk mengetahui total asam pada minuman fermentasi vinegar cider apel yang dihasilkan, pengujian total asam dengan metode titrasi juga dilakukan. Menurut Solomon (1987), titrasi adalah metode reaksi penetralan yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu zat yang direaksikan dengan larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Larutan yang konsentrasinya sudah diketahui disebut larutan standar atau titran.

Penentuan total asam cider apel dengan metode alkalimetri dilakukan dengan cara; sebanyak 10 ml sampel ditetesi dengan 3 tetes indikator PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sebagai titran. Titrasi dilakukan sampai sampel mencapai TAT (Titik Akhir Titrasi) yang berwarna merah tua. Volume titran yang digunakan selama titrasi dicatat dan dihitung untuk menentukan total asam. Hasil pengamatan terhadap total asam cider apel dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara total asam (mg/ml) dengan jumlah kepadatan sel tiap cc (Gambar 5, hal.7).

Dalam praktikum ini, metode titrasi yang digunakan adalah dengan metode alkalimetri karena menggunakan larutan alkali (basa) sebagai larutan standarnya, yaitu NaOH (Brady, 1997). Indikator yang digunakan dalam penentuan total asam pada cider apel ini adalah indikator PP (phenolphtalein). Hal ini sesuai dengan teori Day & Underwood (1992) yang mengatakan bahwa indikator phenolphtalein (PP) ini mempunyai range pH 8,0 9,6 yang sesuai untuk alkalimetri atau larutan titran yang bersifat basa (NaOH). Selama proses titrasi larutan yang diuji yang bersifat asam akan mengalami peningkatan pH (semakin basa) sampai tercapai kondisi netral yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah.

2.1. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan WaktuDari pengamatan yang dilakukan mengenai perhitungan jumlah sel mikroorganisme dengan menggunakan Haemocytometer, pada kelompok C1 diperoleh hasil bahwa jumlah mikroorganisme meningkat dari hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-2 (N48). Kemudian pada hari ke-3 (N72) jumlah sel mikroorganisme mengalami penurunan. Namun pada hari ke-4 (N96) pertumbuhan jumlah mikroorganisme kembali meningkat, tetapi peningkatannya hanya sedikit. Dari hasil pengamatan tersebut, dapat diketahui bahwa pertumbuhan mikroorganisme, terutama yeast yang telah diinokulasikan ke dalam substrat, bekerja secara aktif dalam proses fermentasi hanya sampai hari ke-2 (N48). Hal ini sesuai dengan teori Laily et al., (2004) yang mengatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme dalam proses fermentasi akan terhenti jika mikroorganisme yang berperan telah memasuki fase stasioner atau gula sebagai sumber energi pada substrat telah habis, yang dibuktikan pada hari ke-3 (N72) jumlah mikroorganisme mengalami penurunan. Mikroorganisme akan terus meningkat pada fase log dimana mikroorganisme sangat aktif melakukan pertumbuhannya, yang terbukti meningkat sampai hari ke-2 (N48). Namun kesalahan terjadi pada kelompok C1, bahwa terjadi peningkatan lagi pada hari terakhir inkubasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori Laily et al., (2004). Ketidaksesuaian ini mungkin terjadi karena ketidaktelitian dalam menghitung jumlah sel atau adanya sel mikroorganisme lain yang tidak diinginkan ikut terhitung (kontaminasi ikut terhitung).

Hal yang sama juga terjadi pada kelompok C2 dan C4, dimana pertumbuhan sel mikroorganisme meningkat dari hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-2 (N48). Lalu pada hari ke-3 (N72) sampai dengan hari ke-4 (N96) mengalami penurunan. Hasil pengujian ini sesuai dengan teori Laily et al., (2004) bahwa yeast telah memasuki fase stasioner dan gula dalam substrat sebagai sumber energi telah habis digunakan pada hari ke-2 (N48). Pada hari selanjutnya jumlah sel semakin menurun karena aktivitas pertumbuhan yeast telah terhenti, jadi sebagian yeast telah mati. Data ini lebih baik daripada kelompok C1 karena terdapat perbedaan bahwa pada kelompok C2 dan C4 ini tidak ditunjukkan adanya kesalahan mengalami peningkatan jumlah sel kembali.

Pada kelompok C3 dan C5, pertumbuhan yeast terus mengalami peningkatan dari mulai hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-4 (N96). Menurut Matz (1992), selama proses fermentasi, yeast yang mengalami pertumbuhan akan memproduksi enzim yang digunakan dalam proses hidrolisa sukrosa dan maltosa. Sumber sukrosa dan maltosa tersebut diperoleh melalui substrat fermentasi yang mengandung gula, dalam hal ini sari apel Malang. Apabila gula dalam substrat belum habis digunakan yeast sebagai sumber energi maka proses fermentasi akan terus berjalan, dimana hal ini dibuktikan pada kelompok C3 dan C5 bahwa proses fermentasi masih terus berjalan sampai hari ke-4 (N96). Tandanya, yeast masih terus aktif dalam melakukan pertumbuhannya (masih pada fase log).

Arpah (1993) menambahkan, tahapan proses fermentasi terdiri dari tahap utama dan tahap lanjutan. Pada tahap fermentasi utama, yeast akan mengubah gula dari substrat sari apel (antara lain sukrosa, glukosa, maltosa, dan maltotriosa) menjadi alkohol yang merupakan metabolit sekunder dan CO2. Sari apel yang sudah mengandung alkohol hasil kerja yeast dapat disebut dengan cider apel. Jumlah kandungan alkohol dalam cider apel ini terkait dengan jumlah sel mikroorganisme (sel biomassa) yang sudah teramati dengan mikroskop. Dari pernyataan ini, dapat diketahui bahwa kelompok C3 dan C5 memiliki kandungan alkohol yang paling tinggi dibandingkan kelompok C1, C2, maupun C4 karena yeast yang masih terus melakukan fermentasi sampai hari ke-4 (N96). Hal ini menandakan bahwa cider apel kelompok C3 dan C5 mempunyai aktivitas yeast yang tinggi.

Pada tahap fermentasi lanjutan, ekstrak yeast yang masih tersisa akan diubah menjadi produk minuman vinegar yang memiliki rasa dan aroma yang lebih matang/sempurna/spesifik. Fermentasi lanjutan tersebut dilakukan dengan cara menjenuhkan kadar O2 dalam cider apel dan memurnikan cider apel dari partikel-partikel penyebab kekeruhan (Arpah, 1993). Namun, tahap fermentasi lanjutan ini tidak dilakukan pada praktikum, karena kepentingan ini biasanya dilakukan dalam skala industri. Hasil dokumentasi terhadap pengamatan jumlah sel mikroorganisme kelompok C3 pada hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72) dan hari ke-4 (N96) dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Dari kiri ke kanan: Jumlah Sel Mikroorganisme Kelompok C3 pada hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72) dan hari ke-4 (N96)(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

2.2. Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dengan WaktuPeningkatan kekeruhan suatu larutan sebanding dengan konsentrasi larutan dan sebanding pula dengan nilai absorbansi (A) (Ewing, 1976). Dalam hal ini, kekeruhan yang terdapat pada cider apel merupakan suatu bukti bahwa yeast bekerja selama proses fermentasi sari apel Malang. Namun, tingkat kekeruhan dari hari ke-hari selama proses inkubasi berbeda-beda. Perbedaan kekeruhan tersebut menandakan bahwa aktivitas yeast dalam melakukan metabolisme dan pembentukan produk cider apel berbeda-beda. Hal ini terkait dengan kemampuan yeast dalam memecah gula yang terkandung pada substrat apel dan ketersediaan nutrisi bagi yeast yang terdapat dalam substrat sari apel itu sendiri (Ewing, 1976). Maka, keakuratan pengukuran konsentrasi sel mikroorganisme yang ditandai dengan tingkat kekeruhan pada masing-masing sampel cider apel dari setiap kelompok perlu dilakukan untuk mengetahui perbandingan aktivitas mikroorganismenya.

Apabila dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan grafik antara OD dan waktu, rata-rata semua kelompok memiliki pola kekeruhan yang sama. Konsentrasi sel biomassa meningkat pada hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-2 (N48). Ini menandakan bahwa yeast berada pada fase log sehingga metabolism berjalan secara aktif. Hal ini ditandai dengan tingkat kekeruhan (konsentrasi / OD) yang semakin tinggi. Lalu pada hari ke-3 (N72) tingkat kekeruhan atau OD menurun. Hal ini sesuai pula dengan teori Ewing (1976), bahwa pada hari ke-3 (N72) yeast telah mulai memasuki fase stasioner dimana yeast sudah tidak aktif lagi melakukan pertumbuhan. Peningkatan konsentrasi sel biomassa (yeast) yang kembali meningkat pada hari ke-4 (N96) ini tidak sesuai dengan teori Ewing (1976) karena semestinya sel biomassa yang telah memasuki fase stasioner sudah berhenti melakukan aktivitasnya. Tetapi peningkatan ini mungkin terjadi karena pada hari terakhir inkubasi, wadah fermentasi sudah semakin kotor atau terkontaminasi sehingga jumlah sel biomassa yang terdeteksi sebagai kekeruhan (OD) juga semakin meingkat. Jadi peningkatan ini dikerenakan keberadaan sel biomassa lain yang mengkontaminasi cider apel sehingga nilai OD menjadi sangat meningkat naik.

2.3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)Dengan melihat pada Gambar 3. Jumlah sel biomassa yang berkisar antara 107 109 sel/cc berada pada kisaran OD -0,1 2,0. Pada prinsipnya, kedua metode untuk mengetahui keberadaan sel biomassa pada produk minuman vinegar cider apel ini adalah sama. Metode pertama digunakan Haemocytometer, yang pada prinsipnya untuk mengetahui kepadatan atau keberadaan sel biomassa dari hari ke hari dilakukan perhitungan jumlah sel biomassa secara kuantitatif. Sedangkan metode kedua yang dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri (OD) ini pada prinsipnya sama dengan Haemocytometer yaitu untuk mengetahui keberadaan atau kepadatan sel biomassa dari hari ke hari, hanya saja metode OD ini dilakukan secara kuantitatif, yaitu berdasarkan nilai tingkat kekeruhan (Noguiera et al., 2008 pada jurnal: Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction).

Namun metode pengukuran dengan OD ini memiliki kelemahan. Sel biomassa yang ingin dikukur, dalam hal ini yeast, tidak dapat diketahui secara pasti bahwa kekeruhan pada cider apel seluruhnya merupakan hasil aktivitas yeast. Kekeruhan yang terdeteksi pada OD merupakan hasil interpretasi keberadaan semua sel biomassa, tidak hanya yeast. Jika dengan Haemocytometer, perhitungan sel lebih akurat karena bentuk sel yeast dapat dibedakan dengan bentuk sel mikroorganisme lain jika diamati di bawah mikroskop (Arpah, 1993). Nilai OD yang negatif pada data ini disebabkan karena tingkat kekeruhan sampel yang diukur memiliki tingkat kekeruhan yang lebih rendah dibandingkan tingkat kekeruhan blanko.

2.4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Tingkat Keasaman (pH)Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme yang dihitung dengan prinsip Haemocytometer dengan tingkat keasaman (pH) dari hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-4 (N96) dapat dilihat pada Gambar 4. Dari keseluruhan waktu inkubasi, jumlah mikroorganisme yang berkisar antara 107 109 sel/cc memiliki wilayah pH pertumbuhan antara 3.20 3.46.

Menurut Herrero et al., (2006) pada jurnal: Volatile Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature Effect; produksi minuman cider terdiri dari proses yang sangat kompleks dengan dua aspek penting yaitu; (1) fermentasi alkohol, yaitu proses fermentasi karena konsumsi gula oleh yeast yang menghasilkan etanol dan CO2, dan (2) proses dekarboksilasi asam malat menjadi asam laktat dan CO2 yang dilakukan oleh bakteri malolaktat, yang disebut dengan proses fermentasi malolaktat (malolatic fermentation). Dalam fermentasi ini, proses yang diinginkan adalah menurunkan tingkat keasaman (acidity) untuk meningkatkan kualitas organoleptik produk cider yang dihasilkan dan mengkontribusi stabilitas keberadaan mikroorganisme. Maka sesuai dengan jurnal tersebut di atas (Herrero et al., 2006), bahwa jumlah mikroorganisme memiliki kaitan yang sangat erat dengan tingkat keasaman cider apel karena adanya proses fermentasi malolaktat. Kisaran pH 3.20 3.46 pada praktikum ini, berubah secara statis setiap harinya selama proses inkubasi. Artinya, tingkat keasaman naik turun setiap harinya tetapi tetap stabil pada kondisi pH 3.20 3.46, dan kondisi asam ini dibuat karena adanya fermentasi oleh bakteri malolaktat.

Herrero et al., (2006) menambahkan, bahwa dalam proses pembuatan cider secara tradisional maupun industri, tidak ada sumber bakteri malolaktat eksternal yang sengaja ditambahkan pada substrat. Dalam pembuatan cider apel pada praktikum ini, bakteri malolaktat secara alami melakukan proses fermentasi (fermentasi spontan). Bakteri malolaktat bekerja secara perlahan-lahan dalam substrat dan sangat sulit untuk dikontrol. Jadi, jumlah mikroorganisme yang diukur dengan Haemocytometer tidak hanya yeast tetapi juga bakteri-bakteri lain yang berperan termasuk bakteri malolaktat ini.

2.5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Total AsamDalam praktikum penentuan total asam pada cider apel, digunakan NaOH sebagai titran. Penggunaan latrutan basa (NaOH) sebagai titran adalah karena cider apel memiliki sifat yang asam. Maka dari itu, diciptakan kondisi penetralan dengan larutan basa (NaOH) untuk mengetahui berapa volume titran yang digunakan selama titrasi sehingga kadar asamn dapat ditentukan. Selama proses titrasi larutan yang diuji yang bersifat asam akan mengalami peningkatan pH (semakin basa) sampai tercapai kondisi netral yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah dengan bantuan indikator PP. Semakin banyak volume titran yang digunakan, berarti keasaman cider apel semakin tinggi karena dengan tingkat keasaman yang tinggi (sangat asam), larutan titran basa yang dibutuhkan semakin banyak untuk mencapai kondisi netral (Day & Underwood, 1992). Perubahan warna dalam penentuan total asam cider apel dengan metode titrasi alkalimetri dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Perubahan Warna dalam Penentuan Total Asam Cider Apel dengan Metode Titrasi Alkalimetri (dokumentasi pribadi)

Berdasarkan pernyataan Day & underwood (1992) tersebut maka dapat diketahui bahwa volume titran yang digunakan selama proses titrasi sebanding dengan total asam yang dimiliki cider apel. Dengan jumlah sel mikroorganisme sekitar 107 109 sel/cc, total asam berkisar antara 10 19 mg/ml. Jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganismenya, angka total asam selama inkubasi tidak memiliki kesesuaian atau tidak sebanding. Hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan total asam tidak dapat dibandingkan karena kenaikan dan penurunan pada jumlah mikroorganisme tidak seimbang atau berbeda signifikan dengan kenaikan dan penurunan total asam setiap harinya. Pernyataan ini didukung oleh Herrero et al., (2006) yang menyatakan bahwa asam laktat pada cider dihasilkan melalui proses fermentasi oleh bakteri malolaktat, bukan oleh yeast. Yeast dalam fermentasinya hanya menghasilkan alkohol (etanol), sedangkan asam dihasilkan oleh bakteri malolaktat. Bakteri malolaktat ini akan mengubah asam malat menjadi asam laktat sehingga dihasilkan asam selama proses fermentasi cider. Pada praktikum ini, keberadaan bakteri tidak dilakukan secara lebih khusus melainkan hanya dilihat jumlah mikroorganisme secara keseluruhan menggunakan Haemocytometer. Berdasarkan jurnal yang dikemukakan oleh Herrero et al., (2006), apabila dilakukan pengamatan mengenai jumlah bakteri pada cider, maka akan dapat diketahui hubungan atau kesesuaian antara jumlah bakteri dan kemampuannya dalam menghasilkan asam pada minuman vinegar cider apel.

Menurut Noguiera et al., (2008) pada jurnal: Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction, kondisi yang harus tercapai pada substrat apel sebelum mengalami proses fermentasi adalah sebagai berikut:AnalisisKandungan

Densitas (kg/m3)1054,5

Total asam (meq/L)57,30

L-Malic acid (g/L)4,95

pH3.9

Total nitrogen (mg/L)130

Alkohol (% v/v)0,06

Total yeast (cfu/ml)4,0 x 105

Yeast oksidatif (cfu/ml)6,6 x 105

Bakteri asam laktat (cfu/ml)1,2 x 104

Bakteri asam asetat (cfu/ml)1,3 x 105

Selain fermentasi alkohol oleh yeast, dalam kinetikanya, proses fermentasi cider apel juga terkait dengan fermentasi malolaktat oleh bakteri untuk menghasilkan asam. Bakteri bisa berasal dari golongan bakteri asam laktat atau bakteri asam asetat. Aktivitas bersama dari yeast dan bakteri inilah yang dapat menghasilkan produk minuman vinegar cider apel yang memiliki rasa dan aroma serta karakteristik yang khas. Untuk memahami lebih jelas mengenai fermentasi malolaktat ini, studi literatur dilakukan terhadap beberapa jurnal.

Pada jurnal Population Dynamics of Mixed Culture of Yeast and Lactic Acid Bacteria in Cider Conditions yang ditulis oleh Dierings et al., (2013), sari apel diinokulasikan dengan yeast Saccharomyces cereviceae dan bakteri asam laktat yaitu Oenococcus oeni. Bakteri asam laktat tersebut merupakan salah satu bakteri yang sering digunakan sebagai agen fermentasi malolaktat dalam pengembangan minuman fermentasi (wine) berbasis buah-buahan. Selama proses fermentasi, yeast dan bakteri diinokulasikan secara bertahap agar tidak saling berkompetisi. Peran masing-masing mikroorganisme tersebut dikontrol dengan meilhat pola pertumbuhannya, sama dengan yang dilakukan pada praktikum ini, yaitu dengan melihat jumlah sel tiap jenis mikroorganisme. Pada tahap pertama dilakukan fermentasi alkohol oleh yeast. Tahap ini dilakukan sampai yeast mengalami kematian dan tidak dapat lagi bertumbuh secara aktif di dalam substrat. Setelah itu, bakteri asam laktat baru diinokulasikan ke dalam substrat. Pada tahap ini barulah terjadi fermentasi malolaktat oleh bakteri tersebut. Dengan tahap inokulasi secara bertahap ini, yeast maupun bakteri mampu tumbuh secara maksimal tanpa saling berkompetisi. Perbedaan pada praktikum terletak pada proses fermentasi malolaktat. Keberadaan bakteri yang secara alami ada pada substrat sari apel tidak dikontrol pertumbuhannya seperti yang dilakukan oleh Dierings et al., (2013). Penambahan bakteri yang secara sengaja dikontrol dalam produksi cider apel ini berguna untuk meningkatkan kualitas cider apel dalam hal rasa dan aroma asam yang lebih dikehendaki.

Silva et al., (2007) dalam jurnalnya: Cashew Wine Vinegar Production: Alcoholic and Aceti Fermentation, menyatakan bahwa minuman vinegar dapat diproduksi dari biji jambu mete sebagai substrat fermentasi. Sama halnya dengan pembuatan minuman vinegar dari apel Malang yang digunakan pada praktikum ini, produksi vinegar dari biji jambu mete juga melalui dua tahap fermentasi yaitu fermentasi yeast Saccharomyces cereviceae yang menghasilkan alkohol dan fermentasi bakteri yang menghasilkan asam. Asam yang dihasilkan bermacam-macam, tetapi pada jurnal ini disebutkan bahwa minuman vinegar yang diproduksi diinginkan memiliki citarasa asam yang berasal dari asam asetat. Maka selain diinokulasikan dengan yeast, biji jambu mete juga diinokulasikan dengan bakteri Acetobacter aceti agar mampu menghasilkan asam asetat sebagai nilai tambah minuman vinegar dari biji jambu mete. Perbedaannya dengan cider apel yang dihasilkan pada praktikum, tidak ditambahkan sumber eksternal bakteri untuk menghasilkan asam. Asam yang dihasilkan pada cider apel hanya berasal secara alami dari substrat apel yang mengandung bakteri asam laktat dan asam asetat (Noguiera et al., 2008)

Fermentasi malolaktat ini terus dikembangkan untuk menghasilkan cider apel yang memiliki flavor khas. Penggunaan bakteri malolaktat yang berbeda-beda akan menghasilkan flavor cider apel yang berbeda pula. Zhao et al., (2014) dalam jurnalnya (Development of Organic Acids and Volatile Compounds in Cider during Malolactic Fermentation) mengatakan, penggunaan bakteri malolaktat yang berspesies Leuconostoc mesenteroides subsp. mesenteroides Z25 mampu menghasilkan cider apel yang memiliki kualitas flavor lebih lembut, buttery taste, lebih segar, dan berbody. Zhao et al., (2014) mengatakan bahwa spesies bakteri tersebut memiliki kemampuan yang sama dengan Oenococcus oeni, namun memiliki nilai tambah tersendiri. Leuconostoc mesenteroides subsp. mesenteroides Z25 dapat meningkatkan kadar benzyl ethanol dan gliserin yang secara mayor (dominan) mengkontribusi aroma cider. Selain itu, senyawa etil asetat, 3-hidroksi-2-butanon, dihidroksiaseton, butirolaseton, furfural alkohol, 2,3-butandiol, 4-hidroksi-butanon, isoamil alkohol, dan isosorbit juga meningkat dan berkontribusi dalam fruity aroma cider apel. Selain apel, substrat lain yang dapat digunakan dalam proses pembuatan minuman vinegar (cider) adalah biji durian. Salsabila et al., (2013) dalam jurnalnya (Kinetika Reaksi Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Pati Biji Durian menjadi Etanol), mengungkapkan bahwa untuk pemenuhan nutrisi bagi yeast substrat yang digunakan harus kaya akan sumber karbohidrat, khususnya pati. Salah satu substrat yang banyak mengandung pati adalah biji durian. Senyawa alkohol yang dihasilkan dari biji durian melalui proses fermentasi yeast terbentuk dengan terlebih dahulu mengubah senyawa pati menjadi gula sederhana (glukosa dan fruktosa) melalui proses hidrolisis. Setelah itu, baru dilakukan proses fermentasi alkohol oleh yeast.

3. KESIMPULAN

Fermentasi cider apel tergolong fermentasi anaerob. Teknik pemberian dan penumbuhan yeast dilakukan dengan sistem batch. Suhu inkubasi optimum yeast dalam fermentasi cider apel adalah 28-32C. Proses shaker selama inkubasi digunakan sebagai media aerasi dan agitasi. Pertumbuhan mikroorganisme dalam proses fermentasi terhenti jika mikroorganisme yang berperan telah memasuki fase stasioner atau gula sebagai sumber energi pada substrat telah habis. Metode Haemocytometer dan Absorbansi (OD) pada prinsipnya sama yaitu untuk mengetahui kepadatan sel mikroorganisme dari hari ke hari. Rata-rata yeast memasuki fase stasioner pada hari ke-2 (N48) dengan jumlah sel mikroorganisme yang berkisar antara 107 108 sel/cc Cider apel memiliki pH 3.20 3.46 dengan total asam 10 19 mg/ml. Produksi minuman cider terdiri dari proses yang sangat kompleks dengan dua aspek penting yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi malolaktat. Alcohol fermentation adalah proses fermentasi karena konsumsi gula oleh yeast yang menghasilkan etanol dan CO2. Malolactic fermentation adalah proses dekarboksilasi asam malat menjadi asam laktat dan CO2 yang dilakukan oleh bakteri malolaktat untuk memproduksi asam. Mekanisme fermentasi cider dimulai dengan fermentasi alkohol lalu dilanjutkan dengan fermentasi malolaktat. Pembentukan asam dapat terjadi karena keberadaan bakteri malolaktat secara alami dalam substrat sari apel. Total asam dapat dikontrol dengan penambahan inokulasi bakteri asam laktat atau asam asetat untuk memperoleh flavor cider yang lebih spesifik. Bakteri yang dapat digunakan dalam fermentasi malolaktat adalah Acetobacter aceti, Oenococcus oeni, dan Leuconostoc mesenteroides.

Semarang, 14 Juni 2014Praktikan:Asisten Dosen: Stella Mariss H Meilisa Lelyana D Cynthia Christinne S(11.70.0047)Chrysentia Archinitta L.M Katharina Nerissa A.A Andriani Cintya S

4. DAFTAR PUSTAKA

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Brady, J. E. (1997). Kimia Universitas. Bina Aksara Rupa. Jakarta.

Day, R.A & A.I.Underwood . (1992 ) . Analisa Kimia Kuantitatif . Erlangga . Jakarta.

Dierings, R; C.M. Braga; K. Marques da Silva; G. Wosiacki; dan A. Nogueira. (2013). Population Dynamics of Mixed Culture of Yeast and Lactic Acid Bacteria in Cider Conditions. An International Journal: Brazilian Archives of Biology and Technology Vol. 56, No. 5, pp. 837 847. Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Grow Hill Book Company. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Herrero, M; Luis. A. Garcia; dan Diaz, M. (2006). Volatile Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature Effect. Journal of the Institute of Brewing Vol. 112, No. 3, pp. 210-214.

http://www.superindo.co.id/. Diakses pada 12 Juni 2014.

http://www.microscopy-uk.org.uk/. Diakses pada 12 Juni 2014.

http://en.wikibooks.org/. Diakses pada 12 Juni 2014.

Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, L. Hartono. (2004). Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40502/Kinetika%20Fermentasi%20Produksi%20Selulosa%20Bakteri.pdf?sequence=1. Diakses pada 12 Juni 2014.

Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.

Nazzarudin dan Fauziah, M. (1996).Buah Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Noguiera, A; J. M. Le Quere; P. Gestin; A. Michel, G. Wosiacki; dan J.F. Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. Journal of the Institute of Brewing Vol. 114, No. 2, pp. 102-110.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Rehm dan G. Reed. (1983). Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Silva, M.E; A.B. Torres Neto; W.B. Silva; F.L.H. Silva; dan R. Swarnakar. (2007). Cashew Wine Vinegar Production: Alcoholic and Acetic Fermentation. Brazilian Journal of Chemical Engineering Vol. 24, No. 02, pp. 163 169.

Solomon, S. (1987). Introduction to General Organic and Biological. Mc Graw-Hill Book Company. Boston.

Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.

Salsabila, U; Mardiana, D; dan Indahyanti, E. (2013). Kinetika Reaksi Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Pati Biji Durian menjadi Etanol. Jurnal Kimia Student Vol. 2, No. 1, pp. 331-337.

Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

Wood, B.J. (1985). Microbiology of Fermented Food Volume 2. Elsevier Applied Science Publisher, London.

Zhao, H; Zhou, F; Dziugan, P; Yao, Y; Zhang, J; LV, Z; dan Zhang, B. (2014). Development of Organic Acids and Volatile Compounds in Cider during Malolactic Fermentation. Czech Journal Food Science Vol. 32, No. 1, pp. 69 76.

5. LAMPIRAN

5.1. PerhitunganRumus :Rata-rata MO tiap cc = x rata-rata MO tiap petakDiketahui: Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm = 0,00025 mm3 = 0,00000025 cc = 2,5 x 10-7 cc

Total Asam = = mg/ml

Kelompok C1 Rata-rata MO tiap cc Hari ke-0 (N0) Rata-rata MO tiap petak = = 22 Rata-rata MO tiap cc = x 22 = 8,8 x 107Hari ke-1 (N24) Rata-rata MO tiap petak = = 98,75 Rata-rata MO tiap cc = x 98,75 = 3,95 x 108Hari ke-2 (N48) Rata-rata MO tiap petak = = 186,25 Rata-rata MO tiap cc = x 186,25 = 7,45 x 108Hari ke-3 (N72) Rata-rata MO tiap petak = = 95,5 Rata-rata MO tiap cc = x 95,5 = 3,82 x 108Hari ke-4 (N96) Rata-rata MO tiap petak = = 102,75 Rata-rata MO tiap cc = x 102,75 = 4,11 x 108 Total AsamHari ke-0 (N0) = = 15,36 mg/mlHari ke-1 (N24) = = 13,44 mg/mlHari ke-2 (N48) = = 12,672 mg/mlHari ke-3 (N72) = = 13,44 mg/mlHari ke-4 (N96) = = 15,36 mg/ml

Kelompok C2 Rata-rata MO tiap ccHari ke-0 (N0) Rata-rata MO tiap petak = = 98,75 Rata-rata MO tiap cc = x 98,75 = 3,95 x 108Hari ke-1 (N24) Rata-rata MO tiap petak = = 116 Rata-rata MO tiap cc = x 116 = 4,64 x 108Hari ke-2 (N48) Rata-rata MO tiap petak = = 187,75 Rata-rata MO tiap cc = x 187,75 = 7,51 x 108Hari ke-3 (N72) Rata-rata MO tiap petak = =179 Rata-rata MO tiap cc = x 179 = 7,16 x 108Hari ke-4 (N96) Rata-rata MO tiap petak = = 158,5 Rata-rata MO tiap cc = x 158,5 = 6,34 x 108 Total AsamHari ke-0 (N0) = = 13,44 mg/mlHari ke-1 (N24) = = 14,4 mg/mlHari ke-2 (N48) = = 15,168 mg/mlHari ke-3 (N72) = = 18,24 mg/mlHari ke-4 (N96) = = 11,52 mg/ml

Kelompok C3 Rata-rata MO tiap ccHari ke-0 (N0) Rata-rata MO tiap petak = = 12,25 Rata-rata MO tiap cc = x 12,25 = 4,9 x 107Hari ke-1 (N24) Rata-rata MO tiap petak = =29,75 Rata-rata MO tiap cc = x 29,75 = 1,19 x 108Hari ke-2 (N48) Rata-rata MO tiap petak = = 91,25 Rata-rata MO tiap cc = x 91,25 = 3,65 x 108Hari ke-3 (N72) Rata-rata MO tiap petak = = 124,25 Rata-rata MO tiap cc = x 124,25 = 4,97 x 108Hari ke-4 (N96) Rata-rata MO tiap petak = = 138,5 Rata-rata MO tiap cc = x 138,5 = 5,54 x 108 Total AsamHari ke-0 (N0) = = 18,816 mg/mlHari ke-1 (N24) = = 16,32 mg/mlHari ke-2 (N48) = = 14,4 mg/mlHari ke-3 (N72) = = 11,52 mg/mlHari ke-4 (N96) = = 12,672 mg/ml

Kelompok C4 Rata-rata MO tiap ccHari ke-0 (N0) Rata-rata MO tiap petak = = 63 Rata-rata MO tiap cc = x 63 = 2,52 x 108Hari ke-1 (N24) Rata-rata MO tiap petak = = 83,75 Rata-rata MO tiap cc = x 82,75 = 3,31 x 108Hari ke-2 (N48) Rata-rata MO tiap petak = = 168 Rata-rata MO tiap cc = x 168 = 6,72 x 108Hari ke-3 (N72) Rata-rata MO tiap petak = = 141,5 Rata-rata MO tiap cc = x 141,5 = 5,66 x 108 Hari ke-4 (N96) Rata-rata MO tiap petak = = 110,5 Rata-rata MO tiap cc = x 110,5= 4,42 x 108 Total AsamHari ke-0 (N0) = = 13,632 mg/mlHari ke-1 (N24) = = 13,44 mg/mlHari ke-2 (N48) = = 12,48 mg/mlHari ke-3 (N72) = = 13,44 mg/mlHari ke-4 (N96) = = 12,48 mg/ml

Kelompok C5 Rata-rata MO tiap ccHari ke-0 (N0) Rata-rata MO tiap petak = = 25,25 Rata-rata MO tiap cc = x 25,25 = 1,01 x 108Hari ke-1 (N24) Rata-rata MO tiap petak = =87,75 Rata-rata MO tiap cc = x 87,75 = 3,51 x 108Hari ke-2 (N48) Rata-rata MO tiap petak = = 109,5 Rata-rata MO tiap cc = x109,5 = 4,38 x 108Hari ke-3 (N72) Rata-rata MO tiap petak = = 133,5 Rata-rata MO tiap cc = x 133,5 = 5,34 x 108Hari ke-4 (N96) Rata-rata MO tiap petak = = 264 Rata-rata MO tiap cc = x 264 = 1,056 x 109 Total AsamHari ke-0 (N0) = = 15,36 mg/mlHari ke-1 (N24) = = 10,56 mg/mlHari ke-2 (N48) = = 14,4 mg/mlHari ke-3 (N72) = = 2,688 mg/mlHari ke-4 (N96) = = 11,52 mg/ml

5.2. Jurnal (Abstrak)

5.3. Laporan Sementara