Diabetes Mellitus Tipe 1 New

23
DIABETES MELLITUS TIPE 1 A. GEJALA Diabetes tipe 1 lebih jarang dijumpai dibanding diabetes tipe 2, ditandai oleh defisiensi insulin yang berat. Penyakit ini sering mengenai individu berusia kurang dari 30 tahun, insiden puncak terjadi saat pubertas. Meskipun destruksi autoimun sel β tidak terjadi secara akut, gejala klinisnya muncul mendadak. Pasien mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan serta peningkatan mencolok kadar glukosa serum dalam beberapa hari atau minggu. Badan keton juga meningkat akibat ketiadaan insulin, yang menyebabkan asidosis berat yang dapat mengancam nyawa (ketoasidosis diabetes). Oleh karena itu, pasien dengan DM tipe 1 memerlukan terapi dengan insulin (McPhee, 2010). B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005). Salah satu teori yang menjelaskan etiologi DM tipe 1 adalah kerusakan sel-sel beta pankreas akibat faktor infeksi dan lingkungan yang menjadi penyebab sistem imun yang berhubungan dengan genetik. Selanjutnya berkembang menjadi respon imun yang melawan sel beta pankreas yang sudah menyatu 1

description

Farmakologi

Transcript of Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Page 1: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

DIABETES MELLITUS TIPE 1

A. GEJALA

Diabetes tipe 1 lebih jarang dijumpai dibanding diabetes tipe 2, ditandai oleh

defisiensi insulin yang berat. Penyakit ini sering mengenai individu berusia kurang dari 30

tahun, insiden puncak terjadi saat pubertas. Meskipun destruksi autoimun sel β tidak terjadi

secara akut, gejala klinisnya muncul mendadak. Pasien mengalami poliuria, polidipsia,

polifagia, dan penurunan berat badan serta peningkatan mencolok kadar glukosa serum

dalam beberapa hari atau minggu. Badan keton juga meningkat akibat ketiadaan insulin,

yang menyebabkan asidosis berat yang dapat mengancam nyawa (ketoasidosis diabetes).

Oleh karena itu, pasien dengan DM tipe 1 memerlukan terapi dengan insulin (McPhee,

2010).

B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-

sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Namun ada pula yang

disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus,

Herpes, dan lain sebagainya (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

Salah satu teori yang menjelaskan etiologi DM tipe 1 adalah kerusakan sel-sel beta

pankreas akibat faktor infeksi dan lingkungan yang menjadi penyebab sistem imun yang

berhubungan dengan genetik. Selanjutnya berkembang menjadi respon imun yang melawan

sel beta pankreas yang sudah menyatu dengan protein virus. Bagaimana pun juga, autoimun

perlu dipertimbangkan sebagai faktor utama pada patofisiologi DM tipe 1.

Ada beberapa tipe autoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain

ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi

terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase). ICCA merupakan autoantibodi utama yang

ditemukan pada penderita DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau Langerhans

saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau Langerhans

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

1

Page 2: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Gambar 1. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1(http://1.bp.blogspot.com/dsTq6aLCSXg/T2PF6mYIRaI/AAAAAAAAAAo/t61uHHmISX4/

s640/Pathogenesis.jpg)

Pada pancreas terdapat pulau Langerhans, di mana di dalamnya terdapat beberapa tipe

sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi

glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon somatostatin. Pada DM tipe 1

umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi

autoimun (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

Patogenesis diabetes mellitus tipe 1 berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

sel Treg dan sel Teff ( effector T-cells) (Bluestone, Herold, and Eisenbarth, 2010). Pada

pasien non-diabetes, immature dendritic cells (IDC) mengaktifkan pengaturan T-limfosit

(Treg), di mana menginduksi toleransi sentral sehingga tidak ada kematian sel- β. Sementara

pada penderita diabetes mellitus tipe 1, terjadi ketidakseimbangan sel Treg dan sel Teff ( sel

2

Page 3: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

T CD4+ efektor) sehingga mengakibatkan proses apoptosis sel β terjadi (Csorba, Lyon, and

Hollenberg, 2010).

Pada pasien diabetes mellitus tipe 1, DCs bind melepaskan antigen sel β dari pulau

Langerhans dan mengekspresikan MHC (Major Histocompatibility complex)/molekul

Human leukocyte antigen (HLA) kelas 1. Molekul MHC berikatan dengan sel T CD8+

sehingga mengakibatkan terjadi pelepasan sitokin sitotoksik (IFN-gamma dan granzyme).

Di dalam pancreas setelah menerima rangsangan dari luar, sel pada islet Langerhans

melepaskan antigen sel β. Antigen tersebut akan ditangkap oleh sel iDCs (immature

dendritic cells) dan dimigrasikan ke dalam kelenjar getah bening. Selama bermigrasi iDCs

ini menjadi mature dan diekspresikan dengan molekul MHC kelas II. Antigen ini akan

dikenali oleh sel T CD4+, yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel T efektor CD4+ yang

bersifat autoreaktif (Summers, Marleau, Stephens, Mahon, and Singh, 2004). Kemudian

terjadi pengekspresian adhesi molekul dan reseptor chemokine, lalu bermigrasi. CD95L

sebagai mediator ‘killing’ akan memediasi terjadinya apoptosis pada sel β.

Di jalur lain, sel T CD4+ efektor (sel Teff) yang diaktifkan akan melepaskan sitokin

pro-inflamasi, seperti IL-2, IL-12, IFN-γ dan TNF-α, yang kemudian akan terjadi respon

inflamasi (insulitis). Sel- β pankreas mengalami apoptosis yang juga diperantarai oleh IL-1

dan tumor necrosis factor (TNF) cytokines (Roncarolo and Battaglia, 2007).

C. PENATALAKSANAAN

1. Tujuan Terapi

Untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran normal, dipertahankan dalam

kondisi <100 mg/dL (kondisi puasa), 140 mg/dL (setelah makan) dan 70-150 mg/dL

(kondisi glukosa darah sewaktu). Mengontrol kadar glukosa bagi pasien penyakit diabetes

tipe 1 berguna untuk mencegah atau menunda komplikasi diabetes jangka panjang.

(GroupHealth, 2013).

3

Tabel 3. Kadar Glukosa Ideal

waktu Target

Sebelum makan 70-120 mg/dL

2 jam setelah makan 160 mg/dL

tidur 70-120 mg/dL

3 a.m 70-120 mg/dL

Page 4: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Untuk mengurangi kemungkinan resiko penyakit komplikasi mikrovaskular dan

makrovaskular. Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1.

Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c)

menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan

pada pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan

amputasi. Neuropati diabetik berkaitan dengan hiperglikemia dan hal tersebut terjadi karena

meningkatnya absorpsi glukosa oleh sel-sel Schwann. Beberapa manifestasi klinis yang

berhubungan dengan neuropati antara lain nyeri terbakar, dan rasa baal terutama pada

ekstremitas tubuh, kelemahan otot, dan timbulnya parestesi pada rongga mulut. Retina dan

mikrosirkulasi glomerulus ginjal adalah organ yang paling terpengaruh. Retinopati diabetik

merupakan penemuan umum pada pasien diabetes tipe 1 dan kurang terlihat pada pasien

diabetes tipe 2. Nefropati diabetes adalah penyebab utama pasien diabetes tipe 1 akibat

gagal ginjal. Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM

adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung

koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi makrovaskuler

sangat penting dilakukan, maka penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup

termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak

merokok, dan mengurangi stress (Tridjaja dkk., 2009).

Upaya untuk mengurangi resiko penyakit jantung sangat penting bagi penderita

diabetes melitus. Pada tabel di bawah adalah salah satu faktor resiko penyakit jantung dan

penurunan resiko penyakit jantung.

Tabel 2. Salah satu faktor risiko jantung dan tujuan penurunan risiko jantung

Faktor risiko Tujuan

Tekanan darah Dibawah 140/80 mmHg

Kolestrol LDL Dibawah 100 mg/dL

Hemoglobin A1c (HbA1c) Dibawah 7%

IFG 80-120 mmhg

Apabila HbA1c < 7% sangat ideal. Sedangkan pada pasien usia lanjut HbA1c 7%-

9% sangat wajar

(GroupHealth, 2013).

Untuk mengurangi kematian, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

4

Page 5: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

2. Terapi Non-Farmakologi

Diet dan aktifitas fisik

Harus menjaga asupan makanan, makan makanan yang bernutrisi, menyeimbangkan

asupan makanan dengan aktifitas fisik, setidaknya sehari melakukan aktifitas fisik selama

30 menit dalam sehari. Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksaan

diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang, dalam

hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi yang baik sebagai berikut:

Karbohidrat : 60 – 70 %

Protein : 10 – 15 %

Lemak : 20 – 25 %

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan

kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat

badan ideal. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.

Masukan kolesterol tetap diperlukan namun jangan melebihi 300 mg perhari. Sumber lemak

diupayakan yang berasal dari nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh

daripada asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam

(terutama daging dada), tahu dan tempe.Masukan serat sangat penting bagi penderita

diabetes, diusahakan paling tidak 25 g perhari. Di samping akan menolong menghambat

penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat

membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM. Pada pasien DM tipe 1

perhatian utama pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai

dan memelihara berat badan yang sehat .penurunan berat badan telah dibuktikan dapat

mengurangi resitensi insulin dan memperbaiki respon sel beta terhadap stimulus glukosa

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap

normal. Saat ini terdapat dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur

jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah

raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya

bagi kesehatan. Misalnya dengan olah raga jalan kaki, bersepeda, jogging, lari dan renang

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

5

Page 6: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Pengelolaan berat badan

Kondisi resiko penyakit serius seperti : tekanan darah tinggi, penyakit jantung,

arthritis, dan stroke serta diabetes melitus dapat meningkatkan indeks massa tubuh (BMI)

sebesar 25 bahkan melebihi 25. Obesitas memiliki BMI 25-29,9, bahkan bisa melebihi 30.

(BMI = berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi dalam meter kuadrat [kg / m2].).

obesitas dapat di hentikan dengan cara diet yang teratur yang makan-makanan yang berserat

serta bernutrisi tinggi (GroupHealth, 2013).

Perawatan kaki

Untuk pasien berisiko sangat tinggi atau peningkatan risiko ulkus kaki, dianjurkan

perawatan kaki sehari-hari, Pasien yang beresiko ulkus kaki akan mengalami amputasi, atau

cacat (GroupHealth, 2013).

3. Terapi Farmakologi

Pilihan obat : Insulin eksogen.

Definisi

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon glukosa.

Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai,

rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin

mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek

kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I,

sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat

memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat

insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat

berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi

insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi

hipoglikemik oral.

Penggolongan Insulin

Jenis-jenis insulin :

a. Berdasarkan bahan

1. Insulin manusia

2. Insulin dari binatang (sapi,babi) (Sutedjo, 2010).

6

Page 7: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

b. Berdasarkan lama kerjanya

1. Rapid-acting: insulin lispro, insulin aspart, and insulin glulisine

2. Short-acting: regular (soluble) insulin

3. Intermediate-acting: NPH (isophane) insulin

4. Long-acting: insulin glargine and insulin detemir (Rushakoff, 2009).

Tabel 1. Jenis Insulin Berdasarkan Lama Kerjanya dan Farmakokinetiknya

Insulin

Preparation

Onset of

Action

(h)

Peak action

(h)

Effective

duration of

action (h)

Maximum

duration

(h)

Short-acting

Insulin lispro

(Humalog)¼ - ½ ½- 1 ¼ 3-4 4-6

Insulin aspart

(NovoLog)¼ - ½ ½ -1 ¼ 3-4 4-6

Insulin

glulisine

(Apidra)

¼ - ½ ½ -1 ¼ 3-4 4-6

Regular

(soluble)½ - 1 2-3 3-6 6-8

Intermediate-acting

NPH

(isophane)2-4 6-10 10-16 14-18

Long-acting analogue

Insulin

glargine

(Lantus)

3-4 8-16 18-20 20-24

Insulin detemir

(Levemir)3-4

6-8 (though

relatively

flat)

14up to 20 to

24 

(Rushakoff, 2009).

Pemberian jenis insulin

7

Page 8: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Tahap awal : insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan

kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan.

Tahap pengobatan : insulin dengan kerja panjang. Namun, apabila kadar glukosa basal

(glukosa sewaktu) tidak sesuai normal, maka perlu ditambahkan

insulin dengan kerja cepat.

Pemberian insulin secara intensif

Pemberian insulin secara intensif biasanya menggunakan insulin basal kerja

panjang (long acting) Insulin kerja panjang (long acting). Insulin ini tidak ada puncak

kerjanya (peakless), seperti glargine. Insulin basal adalah insulin yang dibutuhkan untuk

mengontrol gula darah pada saat tidak masuknya asupan makanan dan insulin bolus

(bekerja cepat) seperti lispro. Insulin bolus adalah insulin yang di perlukan untuk

membuang energi yang di hasilkan oleh makanan dari aliran darah ke jaringan untuk

menggantikan penyiapan energi (GroupHealth, 2013).

Perhatian yang perlu di lakukan pada pasien yang menggunakan insulin antara lain :

Mengidentifikasi pola pemantauan gula darah sebelum sarapan (puasa), sebelum

makan siang, sebelum makan malam, dan sebelum tidur

Membatasi jumlah karbohidrat

Memantau kadar glukosa darah

Menyesuaikan jumlah insulin

Dosis insulin lebih besar dari 50 unit harus dipecah menjadi dua suntikan

terpisah, diberikan dalam lokasi yang berbeda.

Perhatikan pola makan,olah raga dan terapi insulin.

(GroupHealth, 2013).

Tabel 2. Macam-macam Insulin dan Aturan Penggunaannya

8

Page 9: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

(Rismayanthi, C., 2008).

Regimen Dosis

a. Dosis terapi insulin awal pada anak-anak :

1. Anak-anak dengan hiperglikemia sedang tanpa ketonuria atau asidosis diawali dengan

dosis tunggal insulin kerja sedang per hari secara subkutan sebanyak 0,3-0,5 unit/kg.

2. Anak-anak dengan hiperglikemia dan ketonuria tetapi tanpa asidosis atau dehidrasi

dapat diberikan dosis awal insulin kerja sedang sebanyak 0,5-0,7 unit/kg dan

diberikan secara subkutan sebanyak 0,1unit/kg secara teratur dalam interval 4-6 jam.

b. Dosis terapi insulin pada dewasa 

Insulin reguler adalah insulin short-acting dan umumnya disuntikkan secara

subkutan 2-5 kali sehari dalam waktu 30-60 menit sebelum makan. Dosis insulin harus

disesuaikan secara individual untuk mencapai / mempertahankan tingkat glukosa darah

target yang ditentukan oleh berbagai faktor termasuk berat badan, lemak tubuh, aktivitas

fisik, sensitivitas insulin, kadar glukosa darah, dan glukosa darah sasaran.

9

Page 10: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Regimen konvensional : Dosis total insulin setiap hari diberikan sebagai campuran

dari insulin rapid / short-acting dan insulin intermediate-acting dalam 1-2 suntikan.

Suntikan dua kali sehari lebih disukai untuk kontrol glikemik yang lebih baik. Dengan

rejimen 2-injeksi, umumnya dua pertiga dari dosis harian diberikan sebelum sarapan dan

sepertiga diberikan sebelum makan malam.

Regimen Intensif : Dosis total harian diberikan 3 atau lebih suntikan atau infus

subkutan secara terus-menerus untuk menutupi basal dan kebutuhan insulin bolus pre-

meal. Persyaratan basal adalah sekitar 30-50% dari dosis total, diberikan sebagai insulin

intermediate atau long-acting (NPH, zinc, extended zinc, lispro-protamine, glargine) 1-2

kali sehari. Bolus Meal sekitar 50-70% dari dosis total, diberikan sebagai rapid / short-

acting insulin (regular, aspart, lispro) 2-5 kali sehari sebelum makan. Regimen umum

meliputi suntikan rapid/short acting insulin sebelum makan bersama dengan suntikan

insulin intermediate atau long-acting di pagi hari dan / atau malam. Penyesuaian dosis

dibuat untuk mencapai kadar glukosa darah target dan didasarkan pada pengukuran

glukosa darah sering, diet dan tingkat latihan

(http://www.drugs.com/dosage/insulin-regular.htm)

Jumlah kebutuhan insulin harian:

Dosis awal: 0,5-0,8 unit / kg / hari subkutan

Fase Honeymoon (fase remisi) : 0,2-0,5 unit / kg / hari subkutan

Terapi dosis terbagi: 0,5-1,2 unit / kg / hari subkutan

Resistensi insulin: 0,7-2,5 unit / kg / hari subkutan

(http://www.drugs.com/dosage/insulin-regular.html)

Cara Penggunaan

Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam

bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit).

Lokasi penyuntikan yang disarankan ditunjukan pada gambar 2 di bawah ini.

10

Page 11: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Gambar 1. Lokasi penyuntikan insulin yang disarankan

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat terjadi di

daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas dan bokong. Bila disuntikkan

secara intramuskular dalam, maka penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan masa`kerjanya

menjadi lebih singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan

mempercepat waktu mula kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja (Direktorat Bina

Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005).

Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa

(insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke

dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena

juga tersedia untuk penggunaan di klinik. Penelitian untuk menemukan bentuk baru sediaan

insulin yang lebih mudah diaplikasikan saat ini sedang giat dilakukan. Diharapkan suatu

saat nanti dapat ditemukan sediaan insulin per oral atau per nasal (Direktorat Bina Farmasi

Komunitas dan Klinik, 2005).

Efek Samping Obat

Efek samping dari insulin yang dapat terjadi berupa :

11

Page 12: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

a. Hipoglikemia biasanya terjadi karena over dose atau tidak/terlalu lambat makan sesudah

injeksi. Juga karena kerja fisik terlalu berat atau interaksi dengan obat-obat yang

diminum bersamaan. Hipoglikemik ternyata lebih sering terjadi pada insulin human.

Mungkin karena gejala adrenergik,seperti rasa lapar dan berkeringat,kurang nyata

dirasakan berhubung regulasi gula darah yang lebih baik. Semakin baik regulasi gula

darah,semakin kecil risiko akan keadaan hipoglikemik serius

b. Reaksi alergi di kulit tempat injeksi adakalanya terjadi dan kebanyakan ditimbulkan oleh

zat-zat tambahan (protamin, seng, zat-zat pengawet, kotoran). Alergi untuk insulin jarang

terjadi dan umumya bersifat lokal (eksantema, gatal dan pengerasandi tempat injeksi

antara lain karena iritasi kulit,teknik injeksi kurang tepat atau infeksi kuman).Reaksi

imunogen sistemis jarang sekali terjadi pada insulin babi dan berupa antara lain

urticaria,mual,muntah dan anafylaxia.

c. Lipodystrofia, yakni terganggunya pertumbuhan lemak subkutan di tempat injeksi,jarang

terjadi dan bersifat ringan. Misalnya atrofia (penyusutan) dan hipertrofia

(berlebihan),yang hampir selalu disebabkan oleh kurang sering mengganti lokasi injeksi.

d. Resistensi insulin terdapat bila kebutuhan insulin melebihi 200 IU/hari. Keadaan ini

dapat disebabkan oleh pembentukan antibodies yang mengikat sebagian insulin.

Resistensi terutama dapat timbul pada pasien dengan overweight,mungkin akibat

berkurangnya reseptor insulin atau penurunan kepekaannya.

e. Gangguan akomodasi mata dapat terjadi akibat terlalu cepatnya penurunan gula

darah,yang dapat menimbulkan terganggunya keseimbangan osmotis antara lensa dan

cairan mata (Tjay, 2007).

Interaksi Obat

Tidak ada interaksi obat yang signifikan dengan insulin injeksi, meskipun obat lain

disadari dapat mempengaruhi kontrol glukosa. Detemir tidak memperlihatkan interaksi

mengikat albumin, karena hanya menempati persentase kecil dari situs ikatan albumin.

Tabel berikut berisi obat yang umum diketahui dapat mempengaruhi kadar glukosa darah.

(Dipiro, 2009).

12

Page 13: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

(Dipiro, 2009).

Insulin dan antidiabetika oral mudah sekali dipengaruhi efeknya oleh obat-obat lain

yang diberikan bersamaan,dengan akibat yang tidak nyaman dan berbahaya bagi pasien.

Obat-obat yang paling sering menimbulkan interaksi terbagi dalam efek yang

ditimbulkannya, yaitu :

a. Efek potensiasi,sering kali dengan penggeseran ikatan-proteinnya yang tinggi :

analgetika : salisilat,fenilbutazon

antibiotika : kloramfenikol,tetrasiklin,sulfonamida,INH

lain-lain : alkohol,antikoagulansia,klofibrat,probenesid

Semua obat ini dapat meningkatkan kadar insulin darah dan mengakibatkan

hipoglikemia, kerapkali dengan mendadak seperti alkohol,terlebih-lebih pada waktu perut

kosong (Tjay, 2007).

b. Efek memperlemah.

Sejumlah obat menghambat sekresi insulin,sehingga meningkatkan kadar gula darah

dan dengan demikian memperlemah kerja insulin dan antidiabetika oral. Yang terkenal

adalah : diuretika tiazida dan furosemida, hormon-hormon kortikoida, tiroksin,

estrogen(pil anti hamil), adrenalin dan glukagon. Semua obat ini pada dasarnya dapat

menimbulkan kenaikan gula darah yang tidak diinginkan (hiperglikemia)

(Tjay, 2007).

Pilihan farmakologis yang tidak direkomendasikan

- Amylinomimetics-pramlintide (Symlin)

13

Page 14: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

- Detemir Insulin analog-insulin (Levemir) (PA untuk anak-anak)

(GroupHealth, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: Diabetes Mellitus Tipe 1 New

Bluestone J.A,  Herold K, Eisenbarth G., 2010, Genetics, pathogenesis and clinical interventions in type 1 diabetes, J.Nature., 464(7293):1293-300.

Csorba T.R, Lyon A.W, Hollenberg M.D., 2010, Autoimmunity and the pathogenesis of type 1 diabetes, Crit ReV Clin Lab Sci., 47(2):51-71.

Dipiro, J.T., et al., 2009, Pharmacotherapy Principles Practise, Seventh edition, Mc-Graw Hill.Inc, USA, pp. 1218-1219.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005, Pharmaceutical care untuk penyakit Diabetes Mellitus, Departemen Kesehatan RI : Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PCDM.pdf , diakses tanggal 27 agustus 2014.

GroupHealth, 2013, Type 1 Diabetes Treatment Guideline, https://www.ghc.org/all-sites/guidelines/diabetes1.pdf, diakses pada tanggal 27 agustus 2014.

http://1.bp.blogspot.com/dsTq6aLCSXg/T2PF6mYIRaI/AAAAAAAAAAo/t61uHHmISX4/s640/Pathogenesis.jpg diakses tanggal 30 Agustus 2014.

http://www.drugs.com/dosage/insulin-regular.html, diakses tanggal 1 September 2014.McPhee, S.J., dan Ganong, W.F., 2010, Patofisiologi Penyakit, Edisi 5, EGC, Jakarta, hal. 556. Rismayanthi, C., 2008, Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan Bagi Penderita

Diabetes,http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./TERAPI%20INSULIN%20SEBAGAI%20ALTERNATIF%20PENGOBATAN.pdf, diakses tanggal 1 September 2014.

Roncarolo M.G, Battaglia M, 2007, Regulatory T-cell immunotherapy for tolerance to self antigens and alloantigens in humans, J.Immunology., 7(8):585-98.

Rushakoff, R., 2009, The Management of Type 1 Diabetes, http://diabetesmanager.pbworks.com/w/page/17680318/The%20Management%20of%20Type%201%20Diabetes, diakses pada 28 Agustus 2014.

Summers K.L, Annette A.M, Stephens T.A, Mahon J.L, Singh B., 2004, Dendritic cells and Immune regulation in the pathogenesis and prevention of Type 1 diabetes. Can. J. Diabetes., 28: 20-29.

Sutedjo, A.Y., 2010, 5 Strategi Penderita Diabetes Melitus Berusia Panjang, Penerbit Kanisius,Yogyakarta, hal. 77.

Tjay, T.H., 2007, Obat-Obat Penting, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 750-752.Tridjaja, Bambang, dr SpA(K), MM (Paed), dkk., 2009, Konsensus Nasional Pengelolaan

Diabetes Mellitus Tipe 1, Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, hal. 10-22.

15