Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini...

10
Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, dx dt = f (x, y), dy dt = g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu pula dalam domain D. Misalkan (x 0 ,y 0 ) adalah titik dalam domain D, maka terdapat sebuah solusi tunggal x = φ(t),y = ψ(t) dari sistem (2.1) yang terdefenisi pada interval I yang memuat t 0 dan memenuhi syarat awal x(t 0 )= x 0 , y(t 0 )= y 0 . (2.2) Misalkan masalah nilai awal (2.1), (2.2) ditulis dalam bentuk vektor dx dt = f(x), x(t 0 )= x 0 , (2.3) dimana x = xi + yj , f(x)= f (x, y)i + g(x, y)j dan x 0 = x 0 i + y 0 j. Dalam kasus ini solusinya dapat ditulis dalam bentuk x = Φ(t)= φ(t)i + ψ(t)j. Solusi x = Φ(t) dapat direpresentasikan sebagai sebuah kurva dalam bidang xy. Kurva ini disebut sebagai trajektori (trajectory ) dan bidang xy disebut sebagai bidang fase (phase plane ). Kumpulan dari semua trajektori tersebut akan membentuk sebuah potret fase (phase portrait ). Ruas kanan pada persamaan (2.1) tidak secara eksplisit memuat variabel t. Sistem dengan sifat tersebut disebut sebagai sistem autonomous. Sebaliknya, jika ruas kanan pada persamaan (2.1) secara eksplisit memuat variabel t maka sistem tersebut disebut sebagai sistem yang nonautonomous. Contoh seder- hana dari sistem autonomous adalah sistem linier ˙ x = Ax dengan A adalah

Transcript of Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini...

Page 1: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

Bab II

Teori Pendukung

II.1 Sistem Autonomous

Tinjau sistem persamaan differensial berikut,

dx

dt= f(x, y),

dy

dt= g(x, y),

(2.1)

dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang

kontinu pula dalam domain D. Misalkan (x0, y0) adalah titik dalam domain

D, maka terdapat sebuah solusi tunggal x = φ(t), y = ψ(t) dari sistem (2.1)

yang terdefenisi pada interval I yang memuat t0 dan memenuhi syarat awal

x(t0) = x0, y(t0) = y0. (2.2)

Misalkan masalah nilai awal (2.1), (2.2) ditulis dalam bentuk vektor

dx

dt= f(x), x(t0) = x0, (2.3)

dimana x = xi + yj , f(x) = f(x, y)i + g(x, y)j dan x0 = x0i + y0j. Dalam

kasus ini solusinya dapat ditulis dalam bentuk x = Φ(t) = φ(t)i + ψ(t)j.

Solusi x = Φ(t) dapat direpresentasikan sebagai sebuah kurva dalam bidang

xy. Kurva ini disebut sebagai trajektori (trajectory) dan bidang xy disebut

sebagai bidang fase (phase plane). Kumpulan dari semua trajektori tersebut

akan membentuk sebuah potret fase (phase portrait).

Ruas kanan pada persamaan (2.1) tidak secara eksplisit memuat variabel t.

Sistem dengan sifat tersebut disebut sebagai sistem autonomous. Sebaliknya,

jika ruas kanan pada persamaan (2.1) secara eksplisit memuat variabel t maka

sistem tersebut disebut sebagai sistem yang nonautonomous. Contoh seder-

hana dari sistem autonomous adalah sistem linier x = Ax dengan A adalah

Page 2: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

7

sebuah matriks konstan. Jika terdapat satu atau lebih elemen dari matriks

A yang merupakan fungsi dari variabel bebas t maka sistem tersebut menjadi

sistem yang nonautonomous [1].

II.2 Pelinieran Sistem Tak linier

Tinjau kembali sistem dalam persamaan (2.1). Suatu titik dimana f(x, y) =

g(x, y) = 0 disebut sebagai titik kritis atau titik tetap (steady state) atau titik

kesetimbangan (equilibrium point) dari sistem (2.1). Titik tersebut bersesuaian

dengan solusi konstan sistem atau solusi ekuilibrium (equilibrium solution)

sistem. Misalkan (x∗, y∗) merupakan titik tetap dari sistem (2.1). Karena f

dan g adalah fungsi kontinu dan mempunyai turunan parsial yang kontinu

pula maka sistem tersebut hampir linier (almost linear) di sekitar titik tetap

(x∗, y∗). Ini dapat dilihat dari ekspansi fungsi tersebut (dengan menggunakan

ekspansi Taylor) di sekitar titik tetap (x∗, y∗), yaitu

f(x, y) = f(x∗, y∗) + fx(x∗, y∗)(x− x∗) + fy(x

∗, y∗)(y − y∗) + η1(x, y),

g(x, y) = g(x∗, y∗) + gx(x∗, y∗)(x− x∗) + gy(x

∗, y∗)(y − y∗) + η2(x, y),

dimanaη1(x, y)

[(x− x∗)2 + (y − y∗)2]12

−→ 0,

danη2(x, y)

[(x− x∗)2 + (y − y∗)2]12

−→ 0,

untuk (x, y) −→ (x∗, y∗). Karena f(x∗, y∗) = g(x∗, y∗) = 0, dxdt

= d(x−x∗)dt

dan

dydt

= d(y−y∗)dt

maka sistem (2.1) dapat direduksi menjadi

d

dt

x− x∗

y − y∗

=

fx(x

∗, y∗) fy(x∗, y∗)

gx(x∗, y∗) gy(x

∗, y∗)

x− x∗

y − y∗

+

η1(x, y)

η2(x, y)

,

atau dalam bentuk vektor

dx

dt=

df

dx(x∗)x + Θ(x), (2.4)

Page 3: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

8

dimana x∗ = (x∗, y∗),xT = (x − x∗, y − y∗) dan ΘT = (η1, η2). Bagian linier

dari persamaan (2.4) mempunyai koefisien berupa matriks yang entrinya terdiri

dari turunan parsial f dan g yang dievaluasi pada titik tetap (x∗, y∗). Matriks

ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya

digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang tak linier di

sekitar titik tetap sistem (untuk pembahasan lebih lanjut, lihat [1]).

II.3 Kestabilan Sistem

Tinjau sistem tak linier

dx

dt= f(x). (2.5)

Misalkan x∗ adalah titik tetap dari sistem (2.5) yang memenuhi f(x∗) = 0.

Jika sistem tersebut diaproksimasi di sekitar titik tetap x∗ maka diperoleh

persamaan

dx

dt= Ax + g(x), (2.6)

dengan g(x) merupakan bagian tak linier dari sistem (2.5). Perilaku kestabilan

secara lokal dari sistem tak linier (2.5) di sekitar titik tetap x∗ secara kualitatif

akan ditentukan oleh perilaku kestabilan dari sistem liniernya, yaitu

dx

dt= Ax. (2.7)

Hal ini disebabkan karena bentuk tak linier g(x) cukup kecil jika dibandingkan

dengan bentuk liniernya yaitu Ax untuk x yang cukup kecil. Ini mengakibat-

kan trajektori sistem linier (2.7) menjadi hampiran terbaik untuk mendekati

trajektori sistem tak linier (2.5) disekitar titik tetap x∗. Konsep kestabilan,

stabil asimtotik dan ketidakstabilan ditentukan melalui koefisien bagian linier

sistem yaitu matriks A. Berikut diberikan definisi yang berkaitan dengan

konsep kestabilan di sekitar titik tetap dan sifat dari nilai eigen matriks A.

Definisi 2.3.1. Misalkan A adalah matriks yang berukuran n×n dan memenuhi

persamaan

Ax = λx, (2.8)

Page 4: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

9

dengan λ adalah skalar yang tidak diketahui dan x adalah vektor yang tidak

diketahui. Nilai λ yang mengakibatkan (2.8) mempunyai solusi x 6= 0 disebut

sebagai nilai karakteristik atau nilai eigen, dan solusi x 6= 0 dari (2.8) disebut

sebagai vektor karakteristik atau vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai

karakteristik λ.

Definisi 2.3.2. Titik tetap x∗ disebut sebagai titik tetap hiperbolik jika tidak

ada nilai eigen dari matriks A yang bagian realnya bernilai nol.

Titik tetap hiperbolik mempunyai beberapa macam jenis dimana pembagian

jenis titik tersebut bergantung pada nilai karakteristik sistem. Titik tetap

hiperbolik disebut titik pelana (saddle point) jika terdapat nilai eigen dari

matriks Jacobi A yang bagian realnya bernilai negatif dan positif sehingga

titik dengan jenis ini tidak stabil. Jika semua nilai eigen tersebut mempunyai

bagian real yang negatif maka titik tetap hiperbolik disebut stabil node (sink).

Sebaliknya jika semua nilai eigen tersebut mempunyai bagian real yang positif

maka titik tetap hiperbolik disebut tidak stabil node (source). Jika nilai eigen

tersebut bagian realnya bernilai nol maka titik tetap tersebut merupakan titik

tetap tak hiperbolik yang biasa disebut dengan center (untuk pembahasan

lebih lanjut lihat [7]).

Definisi 2.3.3. (Stabil, stabil asimtotik, tidak stabil)

Titik tetap x∗ dikatakan stabil jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ > 0 se-

demikian sehingga setiap solusi x(t) dari x = f(x) memenuhi kondisi, jika

‖x0 − x∗‖ < δ, untuk t = 0, maka ‖x(t)− x∗‖ < ε, untuk setiap t ≥ 0.

Titik tetap x∗ dikatakan stabil secara asimtotik jika x∗ stabil dan terdapat

δ0, 0 < δ0 < δ, sedemikian sehingga jika sebuah solusi x(t) memenuhi ‖x0 −x∗‖ < δ0, untuk t = 0, maka limt→∞ x(t) = x∗.

Titik tetap yang tidak memenuhi kedua kondisi di atas dikatakan tidak stabil.

Ilustrasi dari definisi di atas dapat dilihat dalam Gambar II.1.

Page 5: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

10

(a) (b)

Gambar II.1: (a) Stabil (b) Stabil asimtotik.

Metode lain yang lebih sederhana dalam menentukan kestabilan titik tetap sis-

tem linear telah diperkenalkan oleh Hurwitz (1859 - 1919). Metode kestabilan

tersebut dinamakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz. Tinjau sistem linier

dalam persamaan (2.7) dengan A merupakan matriks Jacobi yang berukuran

n× n. Persamaan karakteristik dari matriks A adalah

|A− λI| = 0, (2.9)

dengan I adalah matriks Identitas dan λ adalah skalar yang berupa nilai ka-

rakteristik matriks A yang akan menentukan kestabilan sistem. Persamaan

tersebut dapat ditulis dalam bentuk polinom karakteristik, yaitu

P (λ) = λn + a1λn−1 + a2λ

n−2 + . . . + an = 0, (2.10)

dengan ak ∈ R, k = 1, . . . , n. Berdasarkan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz,

P (λ) akan menghasilkan akar-akar atau nilai karakteristik atau nilai eigen yang

real dan negatif atau kompleks dengan bagian real yang negatif jika dan hanya

jika setiap koefisien dari P (λ) memenuhi syarat, a1, an > 0 dan setiap nilai dari

∣∣∣∣∣∣a1 a3

1 a2

∣∣∣∣∣∣> 0,

∣∣∣∣∣∣∣∣∣

a1 a3 a5

1 a2 a4

0 a1 a3

∣∣∣∣∣∣∣∣∣> 0, . . . ,

∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣

a1 a3 a5 a7 . . . a2n−1

1 a2 a4 a6 . . . a2n−2

0 a1 a3 a5 . . . a2n−3

0 1 a2 a4 . . . a2n−4

......

......

. . ....

0 0 0 0 . . . a2n−n

∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣

> 0,

dimana ak = 0,∀k > n; k, n ∈ N (untuk pembahasan lanjut, lihat [1] dan [8]).

Page 6: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

11

II.4 Model Epidemiologi

II.4.1 Model Dasar Epidemiologi

Model epidemiologi pada umumnya berfokus pada dinamik dari transmisi

atau perpindahan ciri atau karakter antara individu dengan individu, popu-

lasi dengan populasi, komunitas dengan komunitas, daerah dengan daerah

bahkan negara dengan negara. Ciri atau karakter tersebut dapat berben-

tuk penyakit (malaria, tuberkulosis, HIV), karakteristik genetik (gender, ras,

penyakit genetik) dan bentuk lain seperti kultur (bahasa, kepercayaan) [2]. Be-

berapa istilah yang sering kita dengar dalam model epidemiologi diantaranya

adalah epidemik dan endemik. Epidemik merupakan sebuah fenomena dimana

sebuah penyakit tiba-tiba muncul dalam suatu populasi dan menjangkit secara

cepat sebelum penyakit tersebut menghilang dan kemudian akan muncul kem-

bali dalam interval waktu tertentu (penyakit yang muncul secara temporal).

Sedangkan endemik merupakan sebuah fenomena dimana sebuah penyakit

yang muncul akan selalu ada dalam suatu populasi [5].

Dalam membentuk model epidemiologi ke bentuk persamaan differensial kita

mengasumsikan bahwa setiap fungsi dalam kompartemen merupakan fungsi

yang kontinu. Selain itu diasumsikan pula bahwa proses epidemik yang terjadi

merupakan bentuk yang deterministik yaitu kelakukan dari populasi dan atu-

ran yang membangun perkembangan model seluruhnya ditentukan dari latar

belakang epidemik tersebut. Dalam memodelkan fenomena epidemik terse-

but, kita dapat membagi populasi menjadi beberapa kelas populasi. Pem-

bagian tersebut pertamakali diperkenalkan oleh Kermack-Mckendrick, 1927,

yang disebut sebagai model kompartemen (compartmental model). Pada model

dasar epidemiologi, kelas populasi umumnya dibagi menjadi tiga kompartemen

yaitu susceptible population, dilambangkan dengan S(t), yaitu populasi sehat

dan dapat terinfeksi penyakit, infective population, dilambangkan dengan I(t),

yaitu populasi yang terinfeksi pada saat t dan dapat menularkan penyakit

melalui kontak dengan populasi sehat dan removed population, dilambang-

Page 7: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

12

kan dengan R(t) yaitu populasi yang pernah terinfeksi dan kemudian sembuh

dari kemungkinan terinfeksi kembali atau menularkan penyakit. Metode re-

moval merupakan suatu proses perpindahan populasi yang terinfeksi menjadi

populasi yang sehat yang dilakukan melalui isolasi, imunisasi, recovery atau

melalui kematian [2]. Gambar II.2 berikut menjelaskan periode terjadinya

infeksi penyakit dalam suatu populasi.

Gambar II.2: Periode infeksi suatu penyakit.

II.4.2 Metode Pendekatan Operator The Next Generation

Penentuan kestabilan sistem untuk model epidemiologi, selain dengan cara

yang telah dibahas sebelumnya, juga dapat ditentukan melalui nilai atau be-

saran yang disebut sebagai basic reproductive number yang dilambangkan de-

ngan R0. Besaran R0 didefinisikan sebagai jumlah kasus kedua (kasus sekun-

der) yang dihasilkan oleh satu orang penderita (orang yang terinfeksi dan da-

pat menularkan penyakit) selama masa menularnya (masa infeksi) pada saat ia

masuk dalam sebuah populasi yang sehat. Dengan kata lain besaran tersebut

berupa faktor kelipatan (multiplication factor) dari kasus awal (kasus primer)

sehingga R0 mempunyai nilai ambang yaitu 1. Jika diperoleh nilai R0 > 1,

ini berarti bahwa selama masa infeksi telah dihasilkan lebih dari satu kasus

sekunder dari satu kasus primer. Tetapi sebaliknya, jika R0 < 1 maka selama

masa infeksi terjadi, interaksi tidak menghasilkan kasus sekunder dari kasus

primer tersebut [5].

Basic reproductive number (R0) merupakan besaran yang tidak berdimensi

dan umumnya merupakan titik bifurkasi (transcritical bifurcation) dari suatu

Page 8: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

13

sistem. Perubahan kestabilan ini terjadi pada nilai ambang (threshold value)

R0 = 1 dimana kestabilan lokal berubah dari kondisi tak endemik (bebas in-

feksi) menjadi kondisi yang endemik. Nilai R0 sendiri dapat diperoleh melalui

pencarian titik tetap endemik atau analisis kestabilan titik tetap tak endemik

(bebas penyakit). Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan nilai

R0 yaitu dengan menggunakan pendekatan operator the next generation [3].

Metode pendekatan operator the next generation merupakan sebuah teknik

pencarian nilai R0 yang pertamakali diperkenalkan oleh Diekmann et al. pada

tahun 1990 dimana mereka mendefenisikan R0 sebagai jari-jari spektral (spec-

tral radius) dari operator the next generation [5]. Misalkan diberikan suatu

sistem persamaan differensial:

dX

dt= f(X,Y, Z), (2.11)

dY

dt= g(X,Y, Z), (2.12)

dZ

dt= h(X, Y, Z), (2.13)

dengan X ∈ Rr, Y ∈ Rs, Z ∈ Rn, r, s, n ≥ 0 dan h(X, 0, 0) = 0. Kompo-

nen X memuat subpopulasi individu yang sehat (susceptible) atau sembuh

(recover), komponen Y memuat subpopulasi individu yang terinfeksi (dalam

masa inkubasi) dan komponen Z memuat subpopulasi individu yang terinfeksi

dan dapat mentransmisikan penyakit (dalam masa menular). Penentuan ni-

lai R0 dilakukan dengan cara mencari matriks the next generation dari sistem

(2.11)-(2.13) melalui langkah berikut.

1. Misalkan E0 = (X∗, 0, 0) ∈ Rr+s+n adalah titik tetap tak endemik dari

sistem (2.11)-(2.13) yang memenuhi

f(X∗, 0, 0) = g(X∗, 0, 0) = h(X∗, 0, 0) = 0. (2.14)

2. Asumsikan g(X∗, Y, Z) = 0 yang secara implisit menentukan fungsi

Y = g(X∗, Z). (2.15)

Page 9: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

14

3. Subtitusi persamaan (2.15) dan titik tetap tak endemik ke persamaan

(2.13), diperoleh

dZ

dt= h(X∗, g(X∗, Z), Z). (2.16)

4. Turunkan persamaan (2.16) terhadap variabel Z dan kemudian dievalu-

asi di Z = 0, diperoleh

DZh(X∗, g(X∗, Z), Z)|

Z=0. (2.17)

5. Misalkan A := DZh(X∗, g(X∗, Z), Z)|

Z=0. Asumsikan matriks A dapat

ditulis dalam bentuk A = M−D, dengan M adalah matriks tak negatif,

M ≥ 0 (mi,j ≥ 0), dan D > 0 suatu matriks diagonal. Dari matriks

M dan D diperoleh matriks the next generation dari sistem (2.11)-(2.13)

yaitu matriks MD−1 dimana matriks M dapat diartikan sebagai rata-

rata infeksi per satuan waktu dan D−1 merupakan periode infeksi.

6. Misalkan m(A) = sup{<(λ) : λ ∈ σ(A)} didefinisikan sebagai batas

spektral dari matriks A dengan <(λ) merupakan bagian real dari nilai

eigen λ. Misalkan pula ρ(A) = limn→∞ ‖An‖ 1n yang didefinisikan sebagai

radius spektral (dominant eigenvalue) dari matriks A, maka

m(A) < 0 ⇔ ρ(MD−1) < 1,

atau

m(A) > 0 ⇔ ρ(MD−1) > 1,

(pembuktiannya dapat dilihat di [6]).

7. Karena basic reproductive number (R0) dinyatakan sebagai radius spek-

tral dari matriks MD−1, maka diperoleh

R0 = ρ(MD−1),

dengan MD−1 disebut matriks (operator) the next generation [3].

Page 10: Bab II Teori Pendukung - digilib.itb.ac.id · Matriks ini disebut sebagai matriks Jacobi. Ini merupakan metode yang umumnya digunakan untuk mendapatkan bentuk linier dari sistem yang

15

Sebagai ilustrasi, berikut akan diberikan contoh penerapan metode tersebut.

Tinjau model (generik) oleh Kermack dan Mckendrick, dengan faktor kelahiran

dan kematian sebagai berikut:

dS

dt= Λ− βS

I

N− µS, (2.18)

dI

dt= βS

I

N− (µ + γ)I, (2.19)

dR

dt= γI − µR, (2.20)

dengan N = S + I + R. Misalkan X = (S,R), Z = (I) dan h(X,Z) = βS IN−

(µ+γ)I. Dari persamaan (2.18)-(2.20) diperoleh titik tetap tak endemik sistem

yaitu E0 = (Λµ, 0, 0). Subtitusi titik tersebut ke persamaan (2.19) kemudian

turunkan terhadap Z = (I) sehingga diperoleh

A = DZh(X∗, g(X∗, Z), Z)|

Z=0

=∂h(X∗, Z)

∂Z|Z=0

=∂[β Λ

µIN− (µ + γ)I]

∂I|I=0

= β − (µ + γ),

dengan Λµ

= N dimana subpopulasi sehat (belum terinfeksi) sama dengan total

populasi N . Misalkan M = β dan D = (µ + γ) maka diperoleh R0 = β(µ+γ)

.