Alfa Amilase

of 94 /94
KAJIA PROSES PEMURIA TEPUG GLUKOMAA DARI UMBI ILES-ILES KUIG (Amorphophallus oncophyllus) DEGA MEGGUAKA EZIM α-AMILASE Oleh: ZAKIAH URJAAH F34052571 2010 FAKULTAS TEKOLOGI PERTAIA ISTITUT PERTAIA BOGOR BOGOR

Embed Size (px)

description

alfa amilase

Transcript of Alfa Amilase

  • KAJIA PROSES PEMURIA TEPUG GLUKOMAA

    DARI UMBI ILES-ILES KUIG (Amorphophallus oncophyllus)

    DEGA MEGGUAKA EZIM -AMILASE

    Oleh:

    ZAKIAH URJAAH

    F34052571

    2010

    FAKULTAS TEKOLOGI PERTAIA

    ISTITUT PERTAIA BOGOR

    BOGOR

  • ISTITUT PERTAIA BOGOR

    FAKULTAS TEKOLOGI PERTAIA

    KAJIA PROSES PEMURIA TEPUG GLUKOMAA

    DARI UMBI ILES-ILES KUIG (Amorphophallus oncophyllus)

    DEGA MEGGUAKA EZIM -AMILASE

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    SARJAA TEKOLOGI PERTAIA

    Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh:

    ZAKIAH URJAAH

    F34052571

    2010

    FAKULTAS TEKOLOGI PERTAIA

    ISTITUT PERTAIA BOGOR

    BOGOR

  • SURAT PERYATAA

    Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

    Kajian Proses Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Iles-iles Kuning

    (Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan Enzim -Amilase ini

    adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,

    kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

    Bogor, 11 Januari 2010

    Yang Membuat Pernyataan,

    Zakiah Nurjanah

    F34052571

  • BIODATA RIGKAS

    Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan

    Bariyadi dan Sri Kustinah yang dilahirkan di Jakarta tanggal 7 Februari 1986.

    Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Wibowo, Jakarta

    Selatan dan dilanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar Negeri Muria 06 Pagi, Jakarta

    Selatan pada tahun 1992 dan SDN Gandoang I pada tahun 1996. Pada tahun 1998,

    penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri I Cileungsi Kabupaten Bogor dan

    lulus pada tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

    Menengah Analis Kimia Bogor dan selesai pada tahun 2005.

    Penulis diterima di program sarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2005

    melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen

    Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama kuliah di

    IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan menjadi pengurus

    organisasi kemahasiswaan sebagai sekretaris divisi kesekretariatan Himpunan

    Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2007.

    Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2008 di PT. Haldin

    Pacific Semesta, Cikarang dengan topik Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu

    (Quality Control) Teh Hijau (Green Tea) di PT. Haldin Pacific Semesta. Penulis

    melakukan penelitian untuk memperoleh gelar sarjana dengan judul Kajian

    Proses Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Iles-iles Kuning

    (Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan Enzim -Amilase.

  • Zakiah urjanah. F34052571. Kajian Proses Pemurnian Tepung Glukomanan

    dari Umbi Iles-iles Kuning (Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan

    Enzim -Amilase. Di bawah bimbingan E. Gumbira Said dan Titi Candra

    Sunarti. 2009

    RIGKASA

    Iles-iles kuning sebagai tanaman berumbi yang tumbuh liar di hutan tropis

    dan subtropis di Indonesia, merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup

    potensial. Ekspor umbi iles-iles ke Jepang biasanya dalam bentuk produk antara

    yaitu keripik atau tepung yang kemudian diolah kembali menjadi sejenis makanan

    tradisional berupa mie shirataki dan tahu konyakku. Umbi iles-iles dapat

    dibuat menjadi tepung glukomanan yang mempunyai sifat istimewa. Sifat

    istimewa yang dimiliki tepung glukomanan diantaranya adalah dapat membentuk

    larutan kental dalam air, dapat mengembang dengan daya pengembangan yang

    besar, dapat membentuk gel, dapat membentuk lapisan tipis dengan penambahan

    NaOH atau membentuk lapisan tipis yang kedap air dengan gliserin serta

    mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan untuk media

    pertumbuhan mikroorganisme dan dalam industri banyak digunakan sebagai bahan

    baku kertas, tekstil, perekat, dan bahan pembuat seluloid, bahan peledak, bahan

    makanan, kosmetik dan pembersih. Dalam mendapatkan tepung glukomanan,

    tepung iles-iles harus dipisahkan dari patinya agar didapatkan kadar glukomanan

    yang tinggi. Metode yang sudah digunakan adalah dengan cara mekanis seperti

    pengayakan, penyosohan dan penghembusan. Dengan cara tersebut pati yang

    menyelimuti sel-sel glukomanan akan terpisah.

    Pada penelitian ini dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan menggunakan

    enzim -amilase sebagai pemisah pati dari sel glukomanan sehingga dapat

    diperoleh kadar glukomanan yang tinggi. Perlakuan yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah perlakuan suhu (65 oC, 80

    oC, dan 95

    oC) dan dosis enzim

    yang ditambahkan (1 Unit, 2 Unit dan 3 Unit).

    Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan kandungan utama iles-iles

    kuning terdiri dari sejumlah besar karbohidrat terutama pada umbi maupun

    tepung. Enzim -amilase bekerja secara optimal pada pH 5 dan memiliki aktivitas

    berturut-turut 1.764,71 IU/ml, 3.363,29 IU/ml dan 13.545,75 IU/ml pada suhu 65 oC, 80

    oC dan 95

    oC.

    Kadar pati pada tepung glukomanan setelah hidrolisis mengalami

    penurunan yaitu dari 10,63 % menjadi 4,76-0,40 %. Kadar glukomanan meningkat

    dari 28,75 % menjadi kisaran antara 42,35-80,53 %. Derajat keputihan tepung

    glukomanan sebelum hidrolisis adalah 21,26 %, setelah dihidrolisis berubah

    menjadi 19,48 % sampai 28,37 %. Kekentalan tepung glukomanan hasil hidrolisis

    mengalami penurunan dari kekentalan glukomanan sebelum hidrolisis sebesar

    16.833,33 cPs menjadi 1500-3925 cPs. Rata-rata penyerapan air tepung

  • glukomanan dengan perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim yang diberikan

    berkisar antara 1288,780 1696,290 % sedangkan tepung glukomanan sebelum

    hidrolisis yaitu sebesar 1464,75 %. Densitas kamba tepung glukomanan sebelum

    hidrolisis sebesar 741,65 kg/m3 kemudian menjadi 641,48 776,01 kg/m

    3 setelah

    hidrolisis. Nilai pH tepung glukomanan sebelum dan sesudah hidrolisis mengalami

    perubahan dari pH 6, 58 menjadi pH diantara 4,90-5,21.

    Perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim yang diberikan serta interaksi

    antara kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar pati, kadar glukomanan,

    dan derajat keputihan, sedangkan rendemen dan kekentalan hanya dipengaruhi

    oleh suhu (P

  • Zakiah urjanah. F34052571. Study of the Refining Process of Glucomannan

    Flour from Elephant Foot Yam (Amorphophallus oncophyllus) Using -Amylase

    Enzyme. Supervised by E. Gumbira Said and Titi Candra Sunarti. 2009

    SUMMARY

    Elephant foot yam (Amorphophallus oncophyllus) as tuber crops which

    grows wildly at subtropical and tropical forest in Indonesia, apparently is one of

    the potential exports commodity. The export of this yam tubers to Japan is usually

    in the form of chips or flour, which then processed to be a kind of traditional

    food, shirataki noodle and konyakku tofu. Elephant foot yam tubers can be

    purified into a glucomannan flour that has special characteristics. The special

    characteristics of glucomannan flour among other hydrocolloid is its capability to

    form thick solution in water, swell by a high swelling power, form gel, form thin

    film in sodium hydroxide solution or form impermeable thin layer with glycerin. It

    also has a melting characteristics like agar-agar, so it can be used for microbial

    growth media. In industry, glucomannan is used as raw material of paper, textile

    and glue, celluloid material, blasting material, foodstuff, cosmetics and cleaner.

    The conventional method for preparation of glucomannan flour is by mechanical,

    like sieving, blowing, and polishing. High purified glucomannan flour is produced

    by separating starch from yam flour.

    This study has done in other approach that the utilization of -amylase as

    starch digesting enzyme will release the starch from cell glucomannan so it

    resulted to the high purified glucomanna. This research will examine the effects

    of t temperature (65 oC, 80

    oC, and 95

    oC) and enzyme dose (1 Unit/g flour, 2

    Unit/ g flour dan 3 Unit/ g flour) to the characteristics of glucomannan flours.

    The result from preliminary research showed that carbohydrate is the main

    components in fresh tuber and flour. The -amylase shows the highest activity in

    pH 5 and has activity on 1.764,71 U/ml, 3.363,29 U/ml and 13.545,75 U/ml for

    temperature 65 oC, 80

    oC, and 95

    oC, respectively

    Starch content in glucomannan flour after amylolysis declined from

    10.63 % to 4.76 - 0.40 %, while glucomannan content increased from 28.75 % to

    42.35 - 80.53 %. The value of whiteness degree changed from 21.26 % of

    glucomannan flour before hydrolysis into 19.48 % until 28.37 %. The viscosity of

    glucomannan declined from 16,833.33 cPs to 1500 - 3925 cPs. The water

    absorption capability of glucomannan flour changed from 1464.75 % to

    1288.78 1696.29 %. Bulk density of glucomannan flour before hydrolysis is

    741.65 kg/m3 then changed to 641.48 - 776.01 kg/m

    3 after hydrolysis. Value of pH

    flour glucomannan before and after hydrolysis had changed from pH 6.58 to

    around pH 4.90 - 5.21.

    Hydrolysis temperature, enzyme dose treatment and interaction both of

    them obviously influenced to the starch content, glucomannan content, and

    whiteness degree of flour, while the yield and viscosity are only influenced by

    temperature (p

  • i

    Judul Skripi : Kajian Proses Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Iles-

    Iles Kuning (Amorphophallus Oncophyllus) dengan

    Menggunakan Enzim -Amilase

    Nama : Zakiah Nurjanah

    NRP : F34052571

    Menyetujui :

    Pembimbing I Pembimbing II

    Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi.

    NIP : 19550521 197903 1 002 NIP : 19661219 1991103 2 001

    Mengetahui :

    Ketua Departemen,

    Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

    NIP : 19621009 198903 2 001

    Tanggal Lulus : 11 Januari 2010

  • ii

    KATA PEGATAR

    Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayat-

    Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Proses

    Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Porang atau Iles-Iles Kuning

    (Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan Enzim -Amilase. Skripsi

    ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

    Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

    Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi, Penulis dibantu oleh

    berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

    kepada segenap pihak yang membantu, khususnya kepada para personalia di

    bawah ini.

    1. Bapak Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev sebagai dosen pembimbing

    akademik I, yang memberikan bimbingan berupa arahan dan saran serta

    koreksi dalam penyusunan skripsi.

    2. Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik

    II, yang banyak memberikan bimbingan berupa arahan dan saran dalam

    penyusunan skripsi.

    3. Bapak Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc, sebagai dosen penguji skripsi,

    yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.

    4. Bapak Dr. Ir. Fredy Rumawas, M.Sc sebagai pemilik kebun iles-iles

    kuning, dan Bapak Ikin selaku supervisor kebun, yang telah memberikan

    bantuan dalam memperoleh bahan baku penelitian.

    5. Keluarga tercinta, Ayah dan Ibu serta adik-adikku Agung dan Richie, yang

    senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang yang tidak ternilai

    harganya.

    6. Amalia Dianah, Yelita Utami Putri, Mohamad Rizki, Rachmat Danu

    Subrata, Adrionita atas perhatian dan dukungannya.

    7. Mahesa Yodhabrata dan Amalia Riyanti, teman satu bimbingan, tempat

    berbagi dan berdiskusi.

  • iii

    8. Teman-teman selama penelitian : Bahaderi Sapai, Jihan Farikha, Ulfa,

    Indra, Deni Setiawan, Siti Ajizah, Aulia R., Lily, Saiful, Deden, Asih,

    Dina, Novi, Rima, Bapak Arnata, Bapak Dwi.

    9. Ibu Egnawati, Bapak Gunawan, Bapak Sugiardi, Ibu Sri Mulyasih, Bapak

    Edi, seluruh Laboran dan Staf Departemen Teknologi Industri Pertanian

    yang banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

    10. Seluruh rekan-rekan TIN 42 terima kasih atas kebersamaannya selama ini

    serta pihak-pihak yang telah turut membantu terselesaikannya penyusunan

    skripsi ini.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini kemungkinan masih

    memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik dan saran

    yang membangun dari pembaca untuk perbaikan selanjutnya.

    Bogor, Januari 2010

    Penulis

  • iv

    DAFTAR ISI

    Halaman

    LEMBAR PEGESAHA ................................

    KATA PEGATAR ....................

    DAFTAR ISI .......................

    DAFTAR TABEL ...................

    DARTAR GAMBAR ..............

    DAFTAR LAMPIRA ..............

    I. PEDAHULUA

    A. Latar Belakang ..................

    B. Perumusan Masalah...

    C. Tujuan ...................................

    II. TIJAUA PUSTAKA

    A. Tanaman Iles - Iles................................................ .................................

    1. Botani Iles - Iles..................................................................................

    2. Morfologi Umbi Iles - Iles..................................................................

    3. Komposisi Kimia Umbi Iles - Iles......................................................

    4. Glukomanan.......................................................................................

    B. Pengolahan Tepung Glukomanan.. ...................................

    C. Hidrolisis Pati Secara Enzimatis (-Amilase)........................................

    D. Standar Mutu Tepung Glukomanan....................................................

    III. METODE PEELITIA

    A. Alat dan Bahan.......................................................................................

    B. Tata Laksana Penelitian..........................................................................

    1. Penelitian Pendahuluan ................

    2. Penelitian Utama...

    C. Rancangan Percobaan....

    i

    ii

    iv

    vi

    ix

    x

    1

    2

    3

    4

    4

    6

    8

    9

    10

    12

    14

    15

    15

    18

    19

    21

  • v

    IV. HASIL DA PEMBAHASA

    A. Penelitian Pendahuluan... ...

    1. Penentuan Nilai Optimum Keasaman Lingkungan (pH) untuk

    Aktivitas Enzim -Amilase..............................................................

    2. Penentuan Aktivitas Enzim -Amilase

    B. Penelitian Utama.....................................................................

    1. Pembuatan Tepung Glukomanan dari Tepung Iles-Iles dengan

    Pemisahan Secara Fisik....................................................................

    2. Karakteristik Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles Kuning, Tepung

    Iles-Iles Kuning dan Tepung Glukomanan Pemisahan Secara

    Fisik....

    3. Pemurnian Tepung Glukomanan Secara Enzimatis dan Isolasi

    Glukomanan

    4. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Glukomanan setelah

    Pemurnian

    V. KESIMPULA DA SARA

    A. Kesimpulan.............................................................................................

    B. Saran.......................................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

    LAMPIRA .....................................................................................

    Halaman

    29

    22

    23

    25

    25

    28

    33

    34

    53

    53

    55

    58

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Iles-Iles Kuning (A.oncophyllus)..

    Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Glukomanan Murni dari Iles-iles......

    Tabel 3. Karakteristik Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles Kuning dan

    Tepung Iles-Iles Kuning ..

    Tabel 4. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Glukomanan Hasil

    Pemurnian Secara Enzimatis dan Nilai DE pada Hidrolisat

    Pati.

    Tabel 5. Tabel Kurva Standar Glukosa...

    Tabel 6. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Nilai DE Hidrolisat

    Pati Pada Tepung glukomanan..

    Tabel 7. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Nilai DE Hidrolisat Pati

    Pada Tepung glukomanan.

    Tabel 8. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Kadar Pati Tepung

    glukomanan...

    Tabel 9. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kadar Pati Tepung

    glukomanan...

    Tabel 10. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Kadar Glukomanan

    Tepung glukomanan..

    Tabel 11. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kadar Glukomanan

    Tepung glukomanan..

    Tabel 12. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Rendemen Tepung

    glukomanan...

    Tabel 13. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Rendemen Tepung

    glukomanan...

    Tabel 14. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Derajat Putih Tepung

    glukomanan...

    Tabel 15. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Derajat Putih Tepung

    glukomanan...

    Tabel 16. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Nilai pH Tepung

    glukomanan...

    8

    14

    66

    67

    68

    69

    69

    70

    70

    70

    71

    71

    71

    72

    72

    73

  • vii

    Tabel 17. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Daya Serap Air

    Tepung glukomanan..

    Tabel 18. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Daya Serap Air Tepung

    glukomanan...

    Tabel 19. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Kekentalan Tepung

    glukomanan...

    Tabel 20. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kekentalan Tepung

    glukomanan...

    Tabel 21. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Densitas Kamba

    Tepung glukomanan..

    Tabel 22. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Densitas Kamba Tepung

    glukomanan...

    Halaman

    73

    73

    74

    74

    74

    75

  • viii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Tanaman Amorphohallus onchopyillus...........

    Gambar 2. Bulbil Tanaman Amorphohallus onchopyillus ..........

    Gambar 3. Masa Pembuahan Iles-Iles .....................................

    Gambar 4. Umbi Iles-iles..

    Gambar 5. Struktur Glukomanan..............................................

    Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian (Proses Pembuatan

    Tepung Iles-Iles dan Tepung Glukomanan dengan

    Pemisahan Secara Fisik)..

    Gambar 7. Lanjutan Diagram Alir Tahapan Proses (Pemurnian Tepung

    Glukomanan).......

    Gambar 8. Pengaruh Nilai pH dengan Aktivitas Relatif Enzim -

    Amilase....................................................................................

    Gambar 9. Diagram Aktivitas Enzim -Amilase pada Suhu 65 OC,

    80 OC, dan 95

    OC....................................................................

    Gambar 10. Neraca Massa Pembuatan Tepung Glukomanan dengan

    Pemisahan Secara fisik

    Gambar 11. Diagram Nilai DE pada Suhu dan Konsentrasi yang

    Berbeda

    Gambar 12. Diagram Rendemen Tepung Glukomanan pada Perlakuan

    Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda

    Gambar 13. Diagram Kadar Pati Tepung Glukomanan pada Perlakuan

    Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda

    Gambar 14. Diagram Kadar Glukomanan pada Tepung Glukomanan

    dengan Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda....

    Gambar 15. Diagram Derajat Putih Tepung Glukomanan dengan

    Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim ang

    Berbeda....

    5

    5

    7

    7

    9

    16

    22

    23

    24

    26

    35

    37

    39

    41

    43

  • ix

    Gambar 16. Diagram Kekentalan Tepung Glukomanan dengan

    Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda....

    Gambar 17. Diagram Penyerapan Air Tepung Glukomanan dengan

    Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda....

    Gambar 18. Diagram Densitas Kamba Tepung Glukomanan dengan

    Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda....

    Gambar 19. Diagram Nilai pH Tepung Glukomanan dengan Perlakuan

    Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda....

    Gambar 20. Bentuk Granula Tepung Glukomanan dengan Perlakuan

    Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

    Berbeda....

    Gambar 21. Kurva Standar Glukosa

    Halaman

    45

    47

    49

    50

    51

    68

  • x

    DAFTAR LAMPIRA

    Halaman

    Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan dan Produk................................

    Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat...

    Lampiran 3. Hasil Analisis Fisiko Kimia..

    Lampiran 4. Kurva Standar Glukosa.

    Lampiran 5. Visualisasi Pembuatan Tepung Glukomanan

    Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Duncan..

    58

    66

    67

    68

    69

    70

  • I. PEDAHULUA

    A. LATAR BELAKAG

    Iles-iles sebagai salah satu jenis tanaman berumbi yang tumbuh liar di hutan

    tropis dan subtropis, pada dasarnya sudah lama dikenal di Indonesia yakni sejak

    masa pendudukan Jepang, namun setelah pendudukan Jepang berakhir, tanaman

    ini menjadi langka dan tidak populer lagi bagi petani Indonesia (Hartanto, 1994).

    Tanaman yang belum banyak dibudidayakan dan dimanfaatkan secara komersial

    baik untuk industri pangan maupun non pangan tersebut, ternyata merupakan

    salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial. Ekspor umbi iles-iles ke

    Jepang biasanya dalam bentuk produk antara yaitu keripik atau tepung yang

    kemudian diolah kembali menjadi sejenis makanan tradisional berupa mie

    shirataki dan tahu konyakku.

    Pada tahun 1985-1995 ekspor iles-iles terus mengalami peningkatan volume

    dan nilai ekspor yaitu dengan rata-rata 58,59 dan 34,78 persen per tahun (BPS,

    1997). Volume ekspor kemudian menurun seperti yang dilaporkan oleh situs

    kapanlagi.com dalam Gumbira-Said (2009) bahwa pada tahun 2007 permintaan

    pasar luar negeri sebesar 104 ton baru dipenuhi 24 ton dan pada tahun 2008

    walaupun terdapat peningkatan produksi mencapai 48 ton, masih belum dapat

    memenuhi 46 % permintaan

    Dalam rangka untuk meningkatkan daya guna dan nilai ekonomi yang

    tinggi, umbi iles-iles dapat diolah menjadi tepung glukomanan. Glukomanan

    merupakan salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam umbi iles-

    iles. Glukomanan mempunyai sifat yang istimewa diantaranya adalah dapat

    membentuk larutan kental dalam air, dapat mengembang dengan daya

    mengembang yang besar, dapat membentuk gel, dapat membentuk lapisan tipis

    dengan penambahan NaOH atau membentuk lapisan tipis yang kedap air dengan

    gliserin serta mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan

    untuk media pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan sifat tersebut, tepung

    glukomanan dalam industri banyak digunakan sebagai bahan baku kertas, tekstil,

    perekat, dan bahan pembuat seluloid, bahan peledak, bahan makanan, kosmetik

    dan pembersih (Arifin, 2001).

  • 2

    Kadar glukomanan pada iles-iles berkisar antara 44-64% tergantung dari

    varietas tanaman (Erniati dan Laksamanahardja, 1996). Salah satu jenis iles-iles

    yang mempunyai kadar glukomanan tinggi adalah iles-iles kuning

    (Amorphophallus onchophyllus Pr) yaitu sekitar 55-65 % dari total padatan,

    sedangkan jenis lain yang mengandung glukomanan dalam jumlah yang cukup

    tinggi adalah iles-iles putih (Amorphophallus variabilis Bl) dengan kadar

    glukomanan sekitar 10-15% dari total padatan (Gumbira-Said dan Rahayu,

    2009). Tepung glukomanan diperoleh dengan cara memisahkan pati dari tepung

    iles-iles. Metode yang sudah digunakan adalah dengan cara mekanis seperti

    pengayakan, penghembusan serta penyosohan dan penghembusan. Dengan cara

    tersebut pati yang menyelimuti sel-sel glukomanan akan terpisah. Pada penelitian

    ini pemisahan pati dilakukan dengan menggunakan enzim -amilase sebagai

    pemisah pati dari sel glukomanan sehingga dapat diperoleh kadar glukomanan

    yang tinggi.

    B. PERUMUSA MASALAH

    Selama ini Indonesia mengekspor iles-iles dalam bentuk keripik dengan

    mutu yang rendah sehingga harga yang diperoleh menjadi rendah pula. Dengan

    demikian untuk meningkatkan mutu dan daya guna iles-iles dapat dilakukan

    pengubahan umbi iles-iles menjadi tepung glukomanan.

    Mengingat tepung glukomanan belum banyak diusahakan dan cara

    pengolahan yang baik belum diketahui secara kuantitatif maka diperlukan

    penelitian lebih lanjut terutama cara ekstraksi atau pemisahan tepung glukomanan

    dari komponen lain terutama pati dalam tepung iles-iles.

    Pemisahan pati dilakukan dengan hidrolisis menggunakan enzim -amylase.

    Enzim tersebut merupakan enzim termofilik yang bekerja pada suhu tinggi. Untuk

    menghindari kerusakan dan meningkatkan perolehan komponen glukomanan

    perlu dilakukan pengkajian pengaturan suhu kerja enzim dan dosis enzim yang

    tepat untuk menghidrolisis pati pada tepung glukomanan. Dengan pemisahan

    tersebut akan didapat tepung glukomanan bermutu tinggi dengan kemurnian yang

    tinggi, sehingga akan diperoleh harga jual tepung glukomanan yang tinggi

  • 3

    C. TUJUA PEELITIA

    Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan enzim -amylase yang

    digunakan dalam pemurnian tepung glukomanan. Dari hasil penelitian diperoleh

    data dan informasi hasil ekstraksi tepung glukomanan dengan metoda mekanis,

    pemurnian enzimatis dan ektraksi lanjutan secara kimiawi.

  • 4

    II. TIJAUA PUSTAKA

    A. TAAMA ILES-ILES

    1. Botani Iles-Iles

    Sejarah penyebaran iles-iles dan sejenisnya adalah berasal dari India dan

    Srilangka. Melalui Indocina, Malaka dan Sumatera akhirnya iles-iles menyebar di

    Jawa sampai Filipina dan Jepang (Sunarto, 1986). Menurut Indo (1983) dalam

    Ermiati dan Laksmanahardja (1996), iles-iles yang termasuk ke dalam marga

    Amorphophallus, terdiri atas 80 jenis. Di Indonesia, yang banyak dijumpai adalah

    A. campanulatus, A. oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A. decumsilvae, A.

    mulleri dan A. titanium yang dikenal sebagai bunga bangkai (Sufiani, 1993).

    Iles-iles biasanya tumbuh alami di daerah vegetasi sekunder, di tepi-tepi

    hutan dan belukar, hutan jati, atau hutan desa. Tanaman tersebut dapat tumbuh

    pada daerah dengan ketinggian hingga 700 m diatas permukaan laut, namun

    paling baik pada ketinggian antara 100-600 m diatas permukaan laut. Rata-rata

    suhu optimal bagi iles-iles berkisar dari 25 - 35oC, dengan suhu optimal tanah

    22 - 30oC. Jenis tanah liat berpasir dengan pH 6 - 7,5 sangat cocok bagi iles-iles,

    sedangkan tanah liat tidak cocok, karena menghambat perkembangan umbi.

    Walaupun demikian tanaman jenis tersebut lebih menyukai tanah-tanah dengan

    drainase baik (tidak tergenang air) dengan kandungan humus yang tinggi. Pada

    iles-iles yang dibudidayakan di hutan rakyat atau lahan perorangan, disarankan

    tanaman dibudidayakan pada galian dengan ukuran tertentu, diberikan pupuk,

    terutama pupuk kandang dan penyiangan terhadap rumput gulma (Wikipedia,

    2008)

    Terik sinar matahari tidak baik bagi tanaman iles-iles yang hanya

    membutuhkan cahaya maksimum hingga 40 %. Di hutan tanaman tersebut dapat

    ditemukan berada di bawah pohon penaung. Terik sinar matahari berlebihan dapat

    menyebabkan daun menjadi layu dan tanaman tidak tumbuh optimal, bahkan mati

    (Gumbira-Said dan Rahayu, 2009). Menurut Syaefullah (1990), tanaman iles-iles

    dapat ditanam bersama-sama dengan tanaman pisang, jahe, pinang, kacang tanah

    dan jagung serta cocok sebagai tanaman sela di perkebunan karet, cengkeh, kopi,

    cokelat, kelapa sawit, dan jati.

  • 5

    Jenis iles-iles yang dibudidayakan dan dipergunakan sebagai bahan

    makanan dan industri adalah A. campanulatus, A. oncophyllus, dan A. variabilis.

    Di Pulau Jawa, A. campanulatus disebut suweg sedangkan A. variabilis dan A.

    oncophyllus disebut Iles-iles, acung (Sunda), Badur (NTB), Lacong atau kruwu

    (Madura). Suweg ternyata tidak mengandung glukomanan dan berbatang halus,

    sedangkan iles-iles banyak mengandung glukomanan terutama jenis spesies A.

    oncophyllus dan berbatang kasar (Ohtsuki, 1968). Suweg sudah biasa ditanam di

    pekarangan sebagai sumber pangan di musim paceklik terutama di daerah Jawa

    Tengah, sedangkan iles-iles tumbuh di hutan-hutan secara liar dan tidak dapat

    dimakan sebelum diolah dulu. Secara morfologi, suweg berdaun hijau tanpa

    bulbil, A. variabilis atau iles-iles putih berdaun hijau tua tanpa bulbil dan A.

    oncophyllus berdaun hijau tua serta mempunyai bulbil pada setiap pangkal

    segmen (Syaefullah, 1990). Tanaman A. oncophyllus dan bulbil yang dimilikinya

    dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

    (Sumber : http://wanamitra.blogspot.com)

    Iles-iles kuning (Amorphophallus oncophyllus) banyak ditemukan dalam

    jumlah besar yaitu disebelah utara Gunung Tangkuban Perahu dan Bukit Tunggul,

    sekitar Gunung Cereme, sebelah selatan Pekalongan yaitu di daerah sebelah utara

    Pegunungan Kendeng dan di lereng selatan Gunung Raung. Selain tersebar di

    Pulau Jawa, A. oncophyllus tersebar pula di luar pulau jawa yaitu di daerah

    Sulawesi dan Flores (Soedarsono dan Abdulmanap, 1963).

    Amorphophallus variabilis banyak terdapat di daerah sekitar Purwekerto,

    Surakarta, Surabaya dan beberapa daerah di Pulau Madura. Disamping itu,

    Gambar 1. Tanaman A. oncophyllus Gambar 2. Bulbil Tanaman A. oncophyllus

    Bulbil

  • 6

    terdapat pula di pegunungan kapur dan hutan-hutan tropis. Umbi suweg tersebar

    di seluruh pulau Jawa. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak dijumpai tanaman

    suweg akan tetapi belum dibudidayakan secara besar-besaran melainkan sebagai

    tanaman sampingan. Suweg juga banyak tersebar di Filipina, Malaysia sampai ke

    Pasifik dan telah dibudiyakan di daerah Chitoor dan Taluk (Kriswidarti, 1980).

    Adapun pelaku-pelaku bisnis umbi penghasil glukomanan berasal dari Kendal,

    Semarang, Purwodadi, Kudus, Pati, Solo, Sukoharjo di Jawa Tengah, Madiun,

    Trenggalek, Pacitan, Jombang, Jember, Banyuwangi, dan Surabaya di Jawa timur,

    dan Bandung, Tasikmalaya dan Aceh (LMDH Perhutani, 2009).

    Pada kegiatan budidaya iles-iles, perbanyakan tanaman secara vegetatif

    dari bagian-bagian umbi adalah yang paling umum dilakukan karena mudah dan

    dapat dengan cepat dilakukan. Walaupun demikian kelemahan penggunaan umbi

    dalam budidaya adalah dibutuhkannya sejumlah besar umbi (kira-kira dapat

    mencapai 25 % dari hasil panen). Pada tanaman iles-iles kuning, bulbil dapat

    digunakan juga untuk perbanyakan tanaman. Di seluruh permukaan kulit bulbil

    memungkinkan tumbuh tunas sebagai batang baru. Pada masa tumbuh, tunas

    dapat tumbuh dan berkembang normal dari bulbil yang dipotong hingga tinggal

    20 %, dengan syarat bulbil tersebut tidak busuk. Pada masa panen bulbil

    dikumpulkan dan disimpan untuk penanaman pada saat memasuki musim hujan.

    Selain itu, perkembangbiakan secara vegetatif dapat juga dilakukan dengan umbi

    batang, sedangkan perkembangbiakan secara generatif dilakukan dengan biji.

    Perkembangbiakan dengan biji jarang dilakukan karena biji sulit diperoleh dalam

    jumlah yang banyak dan hanya 60 % dari seluruh biji yang mampu berkecambah

    (Gumbira-Said, 2009).

    2. Morfologi Umbi

    Menurut Ohtsuki (1968) bagian yang sangat berharga dari iles-iles adalah

    umbi batangnya yang terletak di dalam tanah. Seperti pada tanaman keladi

    (Caladium bicolor) atau talas (Colacasia esculenta), tanaman iles-iles

    (Amorphophallus sp) sumber makanan disimpan dalam umbi, hampir habis

    digunakan untuk pertumbuhan bunga, kemudian bunganya layu dan hancur.

  • 7

    Tanaman mengalami masa istirahat setelah masa pembungaan selama kurang

    lebih dua bulan, maka tumbuhlah sebuah tunas besar menjadi sebuah daun

    majemuk beserta tangkainya yang kemudian membentuk umbi baru di atas umbi

    lama. Umbi lama kemudian mengkerut dan habis. Proses tumbuh tersebut lazim

    disebut pertumbuhan vegetatif (Sufiani, 1993). Masa istirahat Tanaman A.

    oncophyllus dengan munculnya buah dapat dilihat pada Gambar 3.

    Besarnya umbi yang terbentuk di dalam tanah tergantung kepada keadaan

    pertumbuhan vegetatif (daun dan tangkainya). Semakin besar dan luas bagian

    daunnya, semakin besar proses fotosintesis yang terjadi dan semakin besar pula

    umbi yang akan terbentuk. Untuk proses tersebut, maka peranan berbagai unsur

    iklim seperti cahaya, udara dan air di dalam tanah adalah sangat penting (Sufiani,

    1993). Salah satu jenis umbi iles-iles dapat dilihat pada Gambar 4.

    Umbi iles-iles berbentuk bulat dan memiliki serabut-serabut akar. Pada

    umumnya umbi dari tanaman Aracea, jika dibelah akan terlihat jaringan parenkim

    yang disusun oleh sel-sel berdinding tipis. Menurut Ohtsuki (1968), jika irisan

    umbi iles-iles diamati di bawah mikroskop akan terlihat sebagian besar umbi

    tersusun oleh sel-sel manan. Sel-sel manan berukuran 0,5 2 mm; lebih besar

    Gambar 3. Gambar Pembuahan Iles - Iles

    Gambar 4. Penampakan Umbi iles - iles

  • 8

    10 20 kali dari sel pati. Satu sel manan berisi satu butir manan. Manan tidak

    memberikan warna jika ditambahkan larutan iodium. Sel-sel manan dikelilingi

    oleh sel berdinding tipis yang berisi granula pati.

    3. Komposisi Kimia Umbi

    Menurut Ohtsuki (1968), Amorphophallus oncophyllus mempunyai kadar

    glukomanan yang paling tinggi yaitu sekitar 65%, sedangkan varietas yang lain

    yaitu A. variabilis mengandung glukomanan 15 % dan A. campanulatus tidak

    mempunyai kandungan glukomanan. Salah satu komponen penyusun umbi iles-

    iles yang mempunyai fungsi dan peranan penting adalah bagian karbohidrat yang

    terdiri dari pati, glukomanan, serat kasar dan gula bebas. Komponen lainnya dari

    umbi iles-iles yang perlu mendapat perhatian dalam pananganannya adalah

    kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi dapat menyebabkan rasa gatal

    (Ohtsuki, 1968). Kristal kalsium oksalat, merupakan produk buangan dari

    metabolisme sel yang tidak digunakan lagi olah tanaman (Lowson,1962). Menurut

    Essau (1965), kristal kalsium oksalat terdapat di dalam dan luar sel manan. Pada

    Tabel 1 di bawah ini, dapat dilihat komposisi gizi umbi iles-iles kuning (A.

    oncophyllus).

    Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Iles-Iles Kuning (A.oncophyllus)

    Nutrisi Jumlah (per 100 g umbi)

    Air (g)

    Protein (g)

    Lemak (g)

    Karbohidrat (g)

    Serat kasar (g)

    Abu (g)

    Kalsium (mg)

    Fosfor (mg)

    Besi (mg)

    Natrium (mg)

    Kalium (mg)

    Tiamin (mg)

    Riboflavin (mg)

    Niacin (mg)

    Vitamin C (mg)

    80,0

    6,3

    0,2

    3,6

    4,0

    4,3

    50,0

    21

    0,7

    4,7

    100

    0,05

    0,02

    1,6

    6,0

    Sumber : Asosiasi Konyaku Jepang (1976)

  • 4. Glukomanan

    Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang

    didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta

    bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin

    (Gong, 1991). Menurut Wenzl (199

    satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan

    gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan,

    dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukur

    arabinoglukoronoxilan. Manan ditamui sebagai gluk

    sedangkan galaktan relatif lebih jarang,

    arabinogalaktan.

    Glukomanan

    ikatan -1,4-glikosidik

    perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan

    (Ratcliffe, 2005). Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan

    mempunyai cabang pada rantai utama C

    unit. Bobot molekul glukomanan sekitar 1,0 x

    glukomanan dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com)

    Menurut Ohtsuki (1968),

    manosa sebanyak 67% dan D

    dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang

    tersusun atas dua D-manosa dan satu D

    metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

    D-glukopiranosa dan D

    Manosa

    Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang

    didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta

    bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin

    (Gong, 1991). Menurut Wenzl (1990), hemiselulosa terdiri dari dua sampai tujuh

    satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan

    gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan,

    dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukur

    arabinoglukoronoxilan. Manan ditamui sebagai glukomanan dan galaktomanan,

    n galaktan relatif lebih jarang, tetapi selalu ada dalam bentuk

    Glukomanan merupakan heteropolisakarida yang mempunyai bentuk

    kosidik yang terdiri dari D-glukosil dan D-manosil dengan

    perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan

    Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan

    mempunyai cabang pada rantai utama C-3 dengan panjang cabang dua sampai tiga

    molekul glukomanan sekitar 1,0 x 104 1,2 x

    glukomanan dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com)

    Ohtsuki (1968), dalam satuan molekul glukomanan terdapat D

    osa sebanyak 67% dan D-glukosa 33%. Hal tersebut merupakan hasil analisa

    dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang

    manosa dan satu D-glukosa. Berdasarkan hasil analisis secara

    metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

    glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan

    Manosa Glukosa Glukosa

    9

    Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang

    didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta

    bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin

    ulosa terdiri dari dua sampai tujuh

    satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan

    gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan,

    dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukuronoxilan, atau

    omanan dan galaktomanan,

    tetapi selalu ada dalam bentuk

    mempunyai bentuk

    manosil dengan

    perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan -1,6-glikosidik

    Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan

    cabang dua sampai tiga

    1,2 x 104. Struktur

    Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com)

    lekul glukomanan terdapat D-

    glukosa 33%. Hal tersebut merupakan hasil analisa

    dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang

    osa. Berdasarkan hasil analisis secara

    metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

    manopiranosa dengan ikatan -1,4-glikosidik.

    Glukosa

  • 10

    Glukomanan ternyata mempunyai sifat-sifat antara selulosa dengan galaktomanan

    yaitu dapat mengkristal dan dapat membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan

    di atas mengakibatkan glukomanan mempunyai manfaat yang lebih luas daripada

    selulosa dan galaktomanan.

    Berbeda dengan pati dan selulosa, glukomanan dapat larut dalam air

    dingin dengan membentuk massa yang kental, sedangkan bila massa yang kental

    tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka glukomanan tidak dapat larut

    kembali di dalam air. Larutan glukomanan dalam air mempunyai sifat merekat,

    tetapi bila ditambahkan asam asetat atau asam pada umumnya, maka sifat merekat

    akan hilang sama sekali. Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara

    rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali

    dengan asam khlorida encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk

    kristal glukomanan di dalam umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan

    larutan alkali (khusunya Na, K, Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan

    membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air (walaupun

    sampai 100oC ataupun dengan larutan asam encer. Dengan timbal asetat, larutan

    glukomanan akan membentuk endapan putih stabil. Glukomanan mempunyai sifat

    istimewa yaitu pengembangan glukomanan di dalam air mencapai 138-200% dan

    terjadi secara cepat, sedangkan pati hanya mengembang 25%. Kekentalan larutan

    glukomanan dua persen sama dengan gum arab empat persen (Ohstuki, 1968).

    B. PEGOLAHA TEPUG GLUKOMAA

    Menurut Suyatno (1991) dalam Sufiani (1993), glukomanan dapat

    diperoleh dalam kadar yang cukup tinggi jika dikeringkan secepatnya. Kay dalam

    Syaefullah (1990) menambahkan bahwa kadar air umbi iles-iles relatif tinggi,

    yakni 70-85 % yang menyebabkan bagian dalamnya mudah rusak oleh aktivitas

    enzim, sehingga penyimpanan umbi sebaiknya dilakukan dalam bentuk produk

    kering. Selain untuk menahan aktivitas enzim, produk kering lebih tahan umur

    simpannya dan memudahkan dalam pengangkutan, penanganan serta penggunaan

    selanjutnya.

    Adapun pengolahannya adalah dengan cara mengupas terlebih dahulu kulit

    umbi, kemudian dibersihkan dari segala kotoran yang melekat dan dicuci sampai

  • 11

    bersih. Umbi selanjutnya dipotong tipis-tipis setebal kira-kira 5-7 mm dengan

    pisau yang tajam. Umbi yang telah diiris-iris tersebut jangan sampai luka dan

    terkena air lagi, agar supaya irisan umbi tersebut tidak rusak dan terlihat koreng

    yang dapat menyebabkan turunnya mutu serta tidak laku dijual. Irisan umbi

    kemudian dijemur untuk dikeringkan (Trubus, (1982) dalam Ermiati dan

    Laksmanahardja (1996)).

    Menurut Soedarsono dan Abdulmanap (1963), mata tunas yang terdapat

    pada umbi dihilangkan dan susut bahan yang terjadi sekitar 17%. Pengeringan

    terhadap umbi dilakukan sampai didapat kadar air maksimum 12%.

    Dalam pengirisan dilakukan dengan arah melintang. Pengirisan yang

    terlalu tipis dibawah lima milimeter akan menyebabkan umbi lengket dan

    menyulitkan pengambilannya, sedangkan bila terlalu tebal diatas sepuluh

    milimeter proses pengeringan berjalan lambat dan hasil irisan kurang baik

    penampakannya. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh hasil

    irisan baik antara lain umbi segar bermutu baik, tebal irisan yang tepat dan

    seragam, teknik pengeringan yang baik dan kontrol pengeringan yang intensif.

    Pengeringan umbi iles-iles dapat dilakukan dengan sinar matahari atau

    dengan alat pengering. Pengering dengan sinar matahari lebih mudah dan murah

    namun mudah pula dikotori oleh debu dan pasir. Bila cuaca baik dan tidak

    mendung maka pengeringan cukup selama dua sampai tiga hari atau 16 jam

    pengeringan efektif (Murtinah, 1977)

    Pengeringan secara buatan lebih mahal namun menghasilkan irisan-irisan

    yang bersih dan kecepatan pengeringan dapat dipertahankan karena tidak

    dipengaruhi oleh cuaca. Murtinah (1977) melaporkan bahwa pengeringan dengan

    menggunakan oven pada suhu 70 oC selama 16 jam dapat memberikan hasil kadar

    manan yang optimum, akan tetapi keripik yang merupakan irisan-irisan umbi iles-

    iles yang telah dikeringkan, mempunyai kandungan glukomanan yang lebih

    rendah (18,15%) dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari (22,79%)

    dalam waktu yang sama. Untuk mengetahui irisan umbi iles-iles telah kering

    dapat dilakukan secara visual dengan cara mematahkannya. Bila telah berbunyi

    krek maka umbi tersebut telah kering (Jumali, 1980)

  • 12

    Keripik di atas merupakan bahan baku tepung iles-iles yang dapat

    dipisahkan tepung glukomanannya. Dalam pembuatan tepung iles-iles dan

    pemisahan glukomanan dari gaplek kering tersebut dapat dilakukan secara

    mekanis ataupun secara kimia. Pembuatan secara mekanis dapat dilakukan dengan

    tiga cara yaitu 1) penggerusan dengan penghembusan, 2) penggerusan dengan

    pengayakan, dan 3) penggosokan, sedangkan secara kimia, digunakan bahan

    kimia untuk melarutkannya. Pada cara pertama, keripik terlebih dahulu digiling

    untuk dijadikan tepung, kemudian baru dilakukan pemisahan berdasarkan bobot

    jenis dan ukuran partikel. Glukomanan merupakan polisakarida yang mempunyai

    bobot jenis serta ukuran partikel terbesar dan bertekstur lebih keras dibandingkan

    dengan partikel-partikel komponen tepung iles-iles lainnya. Dengan demikian cara

    penghembusan akan menyebabkan glukomanan akan jatuh dekat dengan dengan

    pusat blower, sedangkan komponen-komponen tepung lainnya yang lebih ringan

    (dinding sel, garam oksalat, dan pati) ditiup dengan blower dan akan jatuh lebih

    jauh. Pada cara kedua, keripik yang digiling kemudian diayak. Bagian yang halus

    akan turun melalui ayakan sedangkan glukomanan akan tertinggal di ayakan. Pada

    cara ketiga, keripik yang telah digiling menjadi tepung kemudian digosok diantara

    dua kain terpal oleh alat penggosok yang dilengkapi dengan ayakan (ukuran

    lubang 0,5-0,8 mm) dan penghisap. Hal ini mengakibatkan fraksi kecil (dinding

    sel, garam oksalat dan pati) terhisap oleh penghisap dan glukomanan (fraksi

    besar) akan terkumpul tepat di bawah ayakan (Murtinah, 1977). Ekstraksi

    glukomanan secara kimiawi masih jarang dilakukan, karena biayanya mahal dan

    membutuhkan peralatan yang cukup rumit. Cara yang paling sederhana adalah

    dengan pengkristalan kembali dengan etanol.

    C. HIDROLISIS PATI SECARA EZIMATIS (-AMILASE)

    Penggunaan enzim dalam proses hidrolisis berkembang luas disebabkan

    oleh beberapa kelebihannya dibandingkan dengan penggunaan larutan asam.

    Enzim dalam jumlah sedikit dapat mengencerkan sejumlah besar pati, sehingga

    biaya yang dibutuhkan relatif lebih murah (Pomeranz, 1991). Enzim bekerja

    secara spesifik pada percabangan tertentu, produk yang dihasilkan sesuai dengan

    keinginan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, dan dihasilkan sedikit produk

  • 13

    samping dan abu serta kerusakan warna yang dapat diminimalkan (Norman,

    1981).

    Enzim adalah molekul biopolimer yang merupakan protein, tersusun atas

    serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan

    tetap. Enzim yang digunakan dalam penelitian adalah enzim -amilase. Alfa-

    amilase dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Enzim

    tersebut menghidrolisis secara acak ikatan -1,4 glikosidik, baik yang terdapat

    pada amilosa maupun amilopektin. Produk utama hidrolisis -amilase berupa

    oligosakarida yang mengandung enam sampai tujuh maltosa (Alais dan Linden,

    1991). Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin atau unit oligosakarida tersebut

    terpotong-potong menjadi unit yang lebih kecil menjadi campuran glukosa,

    maltosa, maltotriosa dan ikatan lain.

    Mekanisme kerja -amilase terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama

    degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Hal

    ini diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi

    pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Pada tahap

    di atas pembentukan relatif sangat lambat, sedangkan pada molekul amilopektin

    kerja -amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri -limit

    dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang

    mengandung ikatan -1,6-glikosidik. Selain itu, -amilase dapat menyebabkan

    penurunan viskositas yang drastis juga dapat menurunkan intensitas warna biru

    iod (Reilly, 1985). Menurut Robyt (1984), degradasi -amilase terhadap substrat

    pati dapat terjadi melalui tiga tipe mekanisme serangan di bawah ini :

    a. Rantai Tunggal (Single chain), enzim menyerang satu polimer kemudian

    mendegradasi secara sempurna baru menyerang polimer lain.

    b. Serangan Rantai Ganda (Multi chain attack), enzim menyerang satu

    polimer, melepaskan produk pertama, kemudian menyerang polimer lain,

    melepaskan produk kedua dan seterusnya menyerang polimer lainnya.

    c. Serangan Berganda (Multiple attack), enzim menyerang satu polimer

    kemudian beberapa kali memecahkan hasil degradasi pertamanya,

    selanjutnya menyerang polimer lain dan seterusnya.

  • 14

    D. STADAR MUTU TEPUG GLUKOMAA

    Dalam penggunaan tepung glukomanan untuk dijadikan produk lain

    terutama bahan pangan, Jepang sebagai salah satu produsen terbesar dalam

    pengolahan umbi iles-iles menjadi tepung glukomanan telah menetapkan suatu

    standar tepung glukomanan. Penetapan standar tersebut dilakukan oleh Assosiasi

    Konyaku Jepang yang bertujuan untuk meningkatkan mutu produk serta

    menciptakan harga transaksi yang stabil (Assosiasi Konyaku Jepang, 1976).

    Standar mutu tepung glukomanan yang telah dikeluarkan oleh Assoasiasi

    Konyaku Jepang dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Glukomanan Murni dari Iles-iles

    Sumber : Assosiasi Konyaku Jepang (1976)

    Karakteristik Mutu

    Utama I II

    Bobot per karung (kg)

    Kadar Air (%)

    Derajat tumbuk

    Warna

    Bahan tambahan

    Jumlah Kandungan SO2 (g/kg)

    20

    < 12

    Sangat halus

    Putih mengkilap

    Negatif

    < 0,6

    20

    < 14

    Halus

    Putih

    Negatif

    < 0,6

    20

    < 18

    Agak halus

    Agak putih

    Negatif

    < 0,9

  • 15

    III. METODE PEELITIA

    A. BAHA DA ALAT

    Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi iles-iles kuning

    (Amorphophallus oncophyllus) yang diperoleh dari kebun percobaan IPB,

    Darmaga, Bogor. Umbi iles-iles kuning yang digunakan tersebut rata-rata sudah

    mencapai umur 3 tahun. Bahan yang digunakan dalam pemurnian tepung

    glukomanan adalah larutan bufer fosfat sitrat, enzim -amilase, larutan etanol

    96% dan aquades. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah larutan NaOH,

    larutan HCl, larutan kalium iodida, larutan H2SO4, larutan heksan, larutan

    KMnO4, larutan dinitrosalisilat, larutan fenol, larutan H3PO4, larutan Pb asetat,

    CuSO4 hablur, Na2SO4 hablur, larutan H3BO3, Na2CO3 hablur, larutan indikator

    merah metil, larutan Na2S2O3, larutan Luff Scroll, larutan kanji, dan larutan iod.

    Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung glukomanan adalah

    slicer, penggiling, disc mill, pisau, ayakan 0,18 mm (80 mesh), wadah plastik,

    pengering tipe efek rumah kaca, lumpang porselen dan neraca digital. Alat-alat

    yang digunakan dalam pemurnian tepung glukomanan adalah sentrifuse, pipet

    serologi, pipet tetes, tabung sentrifuse, penyaring vacuum, dan penangas air.

    Peralatan untuk melakukan analisis adalah cawan alumunium, cawan porselen,

    oven, tanur, viscometer Brookfiled, photovolt, soxhlet apparatus, kertas saring,

    hot plate, buret, Kjeltec, labu Kjeldahl, spektrofotometer Hach, mikroskop cahaya

    terpolarisasi dan peralatan gelas lainnya.

    B. TATA LAKSAA PEELITIA

    Sistematika penelitian yang ini terdiri atas dua tahap yakni penelitian

    pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan

    nilai optimum keasaman lingkungan (pH) dan aktivitas enzim -amilase serta

    penentuan komposisi kimia bahan baku umbi iles-iles kuning (Amorphophallus

    onchophyllus). Penelitian utama terdiri dari pembuatan tepung iles-iles kuning,

    pemurnian tepung glukomanan dan analisis fisiko kimia tepung iles-iles, tepung

    glukomanan sebelum dan setelah dimurnikan. Pemurnian tepung glukomanan

    melalui tiga tahap proses, yakni (1) pembuatan tepung glukomanan dari tepung

  • 16

    iles-iles dengan pemisahan secara fisik, (2) penghilangan pati pada tepung

    glukomanan secara enzimatis, dan (3) isolasi glukomanan secara kimiawi. Adapun

    diagram alir proses tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7

    di bawah ini.

    Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian (Proses Pembuatan Tepung Iles-Iles

    dan Tepung Glukomanan Dengan Pemisahan Secara Fisik)

    Tepung iles-iles kering

    Tepung Glukomanan

    Pengayakan

    dengan ayakan berdiameter

    0,18 mm

    Pati dan residu

    lain

    Perendaman dalam air

    selama 10 menit

    Pengirisan (slicer)

    Pengeringan dengan pengering buatan

    tipe efek rumah kaca

    (50-60 oC, 3 hari)

    Keripik kering

    Pengecilan

    ukuran

    Umbi iles-iles kuning

    Air Pembersihan dan

    pencucian umbiKotoran

    Analisis

    komposisi kimia

    umbi

    Karakteristik

    komposisi kimia

    Karakteristik

    fisiko kimia

  • 17

    Gambar 7. Lanjutan Diagram Alir Tahapan Penelitian (Proses Pemurnian Tepung

    Glukomanan)

  • 18

    1. Penelitian Pendahuluan

    a. Penentuan Nilai Optimum Keasaman Lingkungan (pH) untuk Aktivitas

    Enzim -Amilase

    Penentuan nilai optimum keasaman lingkungan (pH) untuk aktivitas

    enzim -amilase dilakukan terhadap larutan pati dengan menambahkan

    larutan bufer fosfat sitrat pada lima nilai pH yang berbeda yaitu pH 4, 4.6,

    5, 5.6, dan 6. Larutan pati diinkubasi pada suhu 95 oC selama 15 menit dan

    diinaktivasi dengan penambahan larutan basa (NaOH 0,1N) dibiarkan

    hingga larutan dingin kemudian dinetralkan dengan larutan asam (HCl

    0,1N). Hasil hidrolisis oleh enzim tersebut diuji kadar gula pereduksinya

    dengan mereaksikan hidrolisat dengan larutan dinitrosalisilat membentuk

    senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550

    nm dengan spektrofotometer Hach.

    b. Penentuan Aktivitas Enzim -Amilase

    Penentuan aktivitas enzim -amilase didasarkan pada pembentukan

    gula pereduksi yang dihasilkan dengan menghidrolisis larutan pati

    tergelatinisasi pada kondisi pH dan suhu yang optimum. Pada penelitian

    ini akan dilakukan pada tiga suhu yang berbeda yaitu pada suhu 65 oC, 80

    oC dan 95

    oC, karena untuk mengetahui nilai aktivitas optimum enzim -

    amilase pada masing-masing suhu. Enzim dalam larutan tersebut

    kemudian diinaktivasi dengan penambahan larutan NaOH 0,1 N, dibiarkan

    hingga larutan dingin kemudian dinetralkan dengan larutan HCl 0,1N dan

    dilakukan analisis gula pereduksinya.

    c. Analisis Komposisi Kimia Umbi

    Analisis dilakukan pada umbi iles-iles meliputi kadar air, kadar

    protein, kadar lemak, kadar serat, kadar abu, dan kadar karbohidrat by

    difference, kadar glukomanan, dan kadar kalsium oksalat.

  • 19

    2. Penelitian Utama

    a. Pembuatan Tepung Iles-Iles (Syaefullah, 1990)

    Pembuatan tepung iles-iles dapat dilihat pada Gambar 6 halaman

    sebelumnya. Umbi iles-iles kuning dibersihkan dari kotoran-kotoran

    seperti tanah dan akar-akar yang menempel pada umbi kemudian

    dipotong-potong setebal 0,5 cm dengan menggunakan alat pengiris

    (slicer). Hasil potongan umbi kemudian direndam dalam air selama

    sepuluh menit. Setelah perendaman irisan umbi iles-iles kemudian

    dikeringkan dalam alat pengering tipe efek rumah kaca yang bersuhu 50 -

    60 oC selama tiga hari. Jika irisan umbi telah benar-benar kering, keripik

    (irisan umbi kering) akan mengeluarkan bunyi krek ketika dipatahkan.

    Selanjutnya keripik digiling dengan menggunakan disc mill, dan ukuran

    ayakan 0,15 - 0,18 mm (80 - 100 mesh) sehingga dihasilkan tepung iles-

    iles.

    b. Pemurnian Tepung Glukomanan

    1) Pembuatan tepung glukomanan dari tepung iles-iles dengan pemisahan

    secara fisik

    Pembuatan tepung glukomanan dapat dilihat pada Gambar 6

    halaman sebelumnya. Tepung iles-iles yang dihasilkan, dipisahkan dari

    pati secara kasar dengan menggunakan ayakan 0,18 mm (80 mesh).

    Tepung yang tertahan pada ayakan 0,18 mm adalah tepung glukomanan

    yang karena ukuran partikelnya lebih besar dibanding ukuran partikel

    pati (lolos ayakan 0,18 mm (80 mesh)).

    2) Penghilangan pati pada tepung glukomanan secara enzimatis

    Penghilangan pati pada tepung glukomanan secara enzimatis dilakukan

    dengan menghidrolisis pati dari tepung glukomanan dengan menggunakan

    enzim -amilase. Tepung glukomanan ( fraksi yang tertahan ayakan 0,18

    mm (80 mesh)) dibuat menjadi larutan 5 % dengan penambahan larutan

    buffer fosfat sitrat pH 5, kemudian dipanaskan dalam water bath sampai

    larutan tergelatinisasi. Larutan kemudian ditambahkan enzim -amilase.

    Hidrolisis dilakukan di dalam water bath pada suhu dan dosis enzim -

    amilase sesuai perlakuan selama 30 menit. Jika telah selesai proses

  • 20

    hidrolisis, enzim -amilase diinaktivasi dengan larutan HCl 0,1N dan

    dinetralkan dengan larutan NaOH 0,1 N. Hidrolisis pati dari tepung

    glukomanan secara enzimatis yang diterapkan dalam penelitian ini

    menggunakan dua faktor perlakuan berikut ini :

    i. Suhu hidrolisis pada suhu 65 oC, 80

    oC dan 95

    oC.

    ii. Dosis enzim -amilase yang ditambahkan yaitu dengan

    panambahan enzim -amilase pada konsentrasi 1 U/g tepung, 2

    U/g tepung dan 3 U/g tepung.

    3) Isolasi glukomanan secara kimiawi

    Isolasi glukomanan secara kimiawi dapat dilihat pada Gambar 7.

    Larutan hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan

    ditambahkan air dingin kemudian disentrifugasi. Setelah disentrifugasi

    akan terbentuk tiga fase yaitu larutan jernih yang mengandung

    maltodekstrin, larutan kental yang merupakan glukomanan, dan bagian

    bawah adalah serat. Larutan glukomanan yang kental tersebut kemudian

    dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, didinginkan dalam lemari es selama

    satu jam dan ditambahkan alkohol 95 % berlebih, yaitu 13 ml alkohol

    95 % untuk tiap gram tepung. Alkohol ditambahkan sedikit demi sedikit

    sambil diaduk-aduk. Larutan dibiarkan sampai terjadi pemisahan antara

    air dengan endapan glukomanan. Glukomanan yang mengendap

    dipisahkan dengan cara penyaringan vacum menggunakan kain saring.

    Endapan glukomanan dicuci dengan etanol dan dikeringkan dalam oven

    pada suhu 40 oC selama 48 jam. Glukomanan kering digiling dan

    diayak dengan ayakan 0,425 mm (40 mesh).

    c. Analisis fisiko kimia tepung iles-iles, tepung glukomanan sebelum dan

    setelah dimurnikan

    Analisis yang dilakukan pada tepung iles-iles yang dihasilkan meliputi

    kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, kadar abu, dan kadar

    karbohidrat by difference, kadar glukomanan, dan kadar kalsium oksalat.

    Analisis yang dilakukan pada tepung glukomanan dari tepung iles-iles

    dengan pemisahan secara fisik adalah kadar air, kadar protein, kadar

  • 21

    lemak, kadar serat, kadar abu, dan kadar karbohidrat by difference, kadar

    glukomanan, kadar kalsium oksalat, kadar pati, derajat keputihan,

    kekentalan, densitas kamba, dan pH. Tepung glukomanan hasil pemurnian

    secara enzimatis meliputi kadar glukomanan, kadar pati, derajat keputihan,

    kekentalan, densitas kamba, pH, dan bentuk granula serta nilai DE pada

    hasil hidrolisis pati yang dihasilkan untuk mengetahui derajat hidrolisis.

    C. RACAGA PERCOBAA

    Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

    pada percobaan faktorial dengan dua ulangan. Model rancangan percobaan

    penelitian adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) :

    Yijm = + Ai + Bj + (AB)ij + m(ij)

    Dimana :

    Yijm = Nilai pengamatan untuk perlakuan larutan untuk perendaman dan

    perlakuan umbi sebelum dikeringkan pada masing-masing ke-i

    dan ke-j dan ulangan ke-m

    = Rataan

    Ai = Pengaruh faktor penggunaan suhu hidrolisis ke-i (i = 1,2,3)

    Bj = Pengaruh faktor dosis enzim yang ditambahkan ke-j (j = 1,2,3)

    (PU)ij = Pengaruh interaksi antara faktor penggunaan suhu hidrolisis

    dengan faktor dosis enzim yang ditambahkan pada taraf ke-i dan

    ke-j; ulangan ke-m

    m(ij) = Galat/kesalahan perobaan (m = 1,2 untuk semua i,j).

    Dalam hidrolisis tepung glukomanan, perlakuan suhu hidrolisis diberi

    simbol A sehingga dengan perlakuan suhu 65 oC, 80

    oC, 95

    oC diberi simbol

    berturut-turut A1, A2, dan A3, sedangkan perlakuan dosis yang ditambahkan pada

    dosis 1 U/g tepung, 2 U/g tepung, dan 3 U/g tepung diberi simbol berturut-turut

    B1, B2 dan B3. Tepung glukomanan yang belum mendapat perlakuan baik suhu

    maupun dosis enzim yang ditambahkan diberi simbol A0B0.

  • 22

    IV. HASIL DA PEMBAHASA

    A. PEELITIA PEDAHULUA

    1. Penentuan ilai Optimum Keasaman Lingkungan (pH) untuk Aktivitas

    Enzim -Amilase

    Enzim merupakan biokatalis karena dihasilkan oleh sel-sel hidup. Suatu

    biokatalis akan menampakan suatu kekhususan dan hanya berfungsi pada satu

    jenis reaksi tertentu saja (Pelczar dan Chan, 2005). Nilai keasaman lingkungan

    (pH) merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi reaksi enzim

    sebagai biokatalis proses. Penentuan kondisi keasaman lingkungan (pH) terbaik

    dari setiap enzim akan berdampak pada kerja yang dilakukan dari enzim yang

    akan dipergunakan dalam proses tersebut. Perubahan pH akan mempengaruhi

    aktivitas, stabilitas struktural dan kelarutan enzim.

    Menurut Naz (2002), aktivitas maksimum enzim -amilase berada pada

    kondisi asam dengan kisaran pH 4.5 7.0, tetapi bentuk kurva aktivitas dan titik

    optimal pH berbeda-beda tergantung dari asal enzim tersebut. Penentuan pH

    optimal dilakukan dalam penelitian ini, dengan penambahan bufer fosfat sitrat

    pada setiap nilai yang telah ditetapkan yaitu pH 4, 4.6, 5, 5.6, dan 6. Berdasarkan

    hasil pengujian, pati yang dihidrolisis oleh enzim -amilase menghasilkan gula

    pereduksi yang semakin meningkat pada kondisi lingkungan yang memiliki pH 4

    sampai pH 5, kemudian jumlah gula pereduksi menurun pada kondisi lingkungan

    yang memiliki pH 5,6 sampai pH 6. Hal tersebut berarti pada kisaran pH 4 6

    tersebut aktivitas enzim -amilase meningkat kemudian mengalami penurunan

    kembali dan mencapai aktivitas optimal pada pH 5. Pengaruh nilai pH dengan

    aktivitas relatif enzim -amilase dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.

  • 23

    Gambar 8. Pengaruh nilai pH dengan aktivitas relatif enzim -amilase

    Penggunaan bufer asam lemah pada penentuan nilai optimum keasaman

    lingkungan (pH) di atas didasarkan karena menurut Stauffer (1989) enzim sangat

    sensitif terhadap perubahan pH namun dengan adanya bufer membuat pH relatif

    konstan selama proses. Enzim -amilase yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah enzim -amilase termostabil yang tahan pada suhu panas. Menurut

    Wibisono (2004), enzim -amilase termostabil tersebut memiliki suhu optimal

    suhu 95 oC, sehingga dalam penentuan keasaman lingkungan (pH), suhu yang

    digunakan adalah suhu 95 oC. Dengan diketahuinya pH optimal enzim -amilase,

    maka penentuan aktivitas enzim -amilase dan perlakuan hidrolisis pati pada

    tepung glukomanan mengunakan kondisi keasaman lingkungan pada pH 5 agar

    diperoleh kondisi proses yang terbaik sehingga hasil yang optimal dapat tercapai.

    2. Penentuan Aktivitas Enzim -Amilase

    Enzim -amilase merupakan endoamilase, yang memecah ikatan -(1,4)

    glikosidik di bagian dalam polisakarida secara acak. Dalam penentuan aktivitas

    enzim digunakan tiga suhu yang berbeda yaitu 65 oC, 80

    oC, dan 95

    oC. Hal ini

    disebabkan karena pada penelitian utama digunakan tiga kondisi suhu yang

    berbeda untuk menghidrolisis pati dari tepung glukomanan sehingga perlu

    diketahui aktivitas kerja enzim optimum pada masing-masing suhu tersebut. Pada

    penentuan aktivitas enzim substrat yang digunakan adalah larutan pati 2 % dan

    pada kondisi buffer terbaik yaitu pH 5, kemudian enzim -amilase mempercepat

    hidrolisis pati pada suhu tertentu, selama 15 menit. Hasil hidrolisis akan

    4 4.6 5 5.6 6

    Ak

    tiv

    ita

    s R

    ela

    tif

    (%)

    pH

  • menghasilkan glukosa, maltosa dan dekstrin, yang akan

    dinitrosalisilat membentuk warna sehingga dapat dibaca absorbansinya dengan

    spektrofotometer. Berdasarkan absorbansi dapat diketahui konsentrasi gula yang

    dihasilkan, sehingga dengan perhitungan aktivitas enzim yang diperoleh pada

    masing-masing suhu 65

    3.363,29 U/ml dan

    optimal pada masing-

    banyaknya volume enzim yang ditambahkan pada saat hidrolisis pati pada tepung

    glukomanan dengan konsentrasi enzim tertentu.

    dapat dihitung aktivitas relatifnya dan diagram pengaruh suhu terhadap aktivit

    relatif dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

    Gambar 9. Diagram Aktivitas Enzim

    Diagram di atas

    enzim -amilase semakin meningkat, dan aktivitas enzim

    95 oC mengalami aktivitas optimal.

    termostabil tersebut memiliki suhu optimal suhu 95

    pada suhu yang lebih tinggi dari 95

    menurun dan pada ak

    Sebelum penambahan enzim

    amilase, pati harus digelatinisasi terlebih dahulu agar pada saat ditambahkan

    enzim -amilase, enzim dapat langsung bekerja menyerang ikatan 1,4

    Menurut Winarno (2002), gelatinisasi adalah proses peningkatan volume granula

    Ak

    tivi

    tas

    Re

    lati

    f (%

    )

    menghasilkan glukosa, maltosa dan dekstrin, yang akan bereaksi dengan larutan

    dinitrosalisilat membentuk warna sehingga dapat dibaca absorbansinya dengan

    spektrofotometer. Berdasarkan absorbansi dapat diketahui konsentrasi gula yang

    dihasilkan, sehingga dengan perhitungan aktivitas enzim yang diperoleh pada

    masing suhu 65 oC, 80

    oC, 95

    oC berturut-turut adalah

    U/ml dan 13.545,75 U/ml. Dengan diperoleh aktivitas enzim yang

    -masing suhu 65 OC, 80

    OC, dan 95

    OC maka dapat diketahui

    banyaknya volume enzim yang ditambahkan pada saat hidrolisis pati pada tepung

    glukomanan dengan konsentrasi enzim tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh

    dapat dihitung aktivitas relatifnya dan diagram pengaruh suhu terhadap aktivit

    relatif dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

    Gambar 9. Diagram Aktivitas Enzim -Amilase Pada Suhu 65 O

    menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, aktivitas relatif

    semakin meningkat, dan aktivitas enzim -amilase

    C mengalami aktivitas optimal. Menurut Wibisono (2004), enzim

    termostabil tersebut memiliki suhu optimal suhu 95 oC. Jika pengujian dilanjutkan

    pada suhu yang lebih tinggi dari 95 oC maka aktivitas enzim

    khirnya kerusakan enzim terjadi.

    Sebelum penambahan enzim -amilase dalam penentuan aktivitas enzim

    amilase, pati harus digelatinisasi terlebih dahulu agar pada saat ditambahkan

    nzim dapat langsung bekerja menyerang ikatan 1,4

    (2002), gelatinisasi adalah proses peningkatan volume granula

    65 80 95

    13.03

    24.83

    100.00

    Suhu (oC)

    24

    bereaksi dengan larutan

    dinitrosalisilat membentuk warna sehingga dapat dibaca absorbansinya dengan

    spektrofotometer. Berdasarkan absorbansi dapat diketahui konsentrasi gula yang

    dihasilkan, sehingga dengan perhitungan aktivitas enzim yang diperoleh pada

    turut adalah 1.764,71 U/ml,

    Dengan diperoleh aktivitas enzim yang

    maka dapat diketahui

    banyaknya volume enzim yang ditambahkan pada saat hidrolisis pati pada tepung

    Berdasarkan data yang diperoleh

    dapat dihitung aktivitas relatifnya dan diagram pengaruh suhu terhadap aktivitas

    OC, 80

    OC, 95

    OC

    suhu, aktivitas relatif

    milase pada suhu

    Menurut Wibisono (2004), enzim -amilase

    C. Jika pengujian dilanjutkan

    aktivitas enzim -amilase akan

    amilase dalam penentuan aktivitas enzim -

    amilase, pati harus digelatinisasi terlebih dahulu agar pada saat ditambahkan

    nzim dapat langsung bekerja menyerang ikatan 1,4-glikosidik.

    (2002), gelatinisasi adalah proses peningkatan volume granula

  • 25

    pati karena menyerap air pada suhu antara 55 oC sampai 65

    oC dan perubahan

    yang terjadi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Di bawah suhu

    gelatinisasinya pati tidak akan terurai dan pati akan tahan terhadap kerja enzim

    dan gangguan bahan kimia serta mekanis sehingga dengan suhu 65 OC, 80

    OC, dan

    95 OC suhu gelatinisasi pati akan tercapai.

    B. PEELITIA UTAMA

    1. Pembuatan Tepung Glukomanan dari Tepung Iles-Iles dengan

    Pemisahan Secara Fisik

    Pembuatan tepung glukomanan dengan pemisahan secara fisik diawali

    dengan pembuatan tepung iles-iles yang berasal dari umbi iles-iles kuning

    (Amorphophallus onchophillus). Dalam pembuatan tepung iles-iles tersebut

    didapat data rendemen keripik terhadap umbi iles-iles, rendemen tepung iles-iles

    terhadap keripik, rendemen tepung glukomanan dan limbah tepung glukomanan

    terhadap tepung iles-iles yang dapat dilihat pada neraca massa dalam Gambar 10.

    Pada Gambar 10, rendemen keripik terhadap umbi iles-iles kuning sangat

    kecil yaitu 15,13 %. Hal ini disebabkan penyusutan kadar air umbi iles-iles yang

    hilang selama pengeringan menjadi keripik. Keripik yang diperoleh merupakan

    umbi iles-iles kuning yang dipotong-potong dengan menggunakan alat slicer

    dengan ukuran 4-5 mm tanpa pengupasan kulit terlebih dahulu. Pengupasan kulit

    pada umbi iles-iles akan menyebabkan kehilangan (loss) yang sangat banyak

    sehingga umbi iles-iles yang akan dijadikan keripik hanya dibersihkan dari tanah

    dan kotoran - kotoran lain pada kulit umbi. Dalam pengirisan dilakukan

    pemotongan dengan arah melintang. Menurut Murtinah (1977), pengirisan yang

    terlalu tipis dibawah lima milimeter akan menyebabkan umbi lengket dan

    menyulitkan pengambilannya, sedangkan bila terlalu tebal di atas sepuluh

    milimeter proses pengeringan berjalan lambat dan hasil irisan kurang baik

    penampakannya. Pengeringan umbi iles-iles menjadi keripik dalam penelitian ini

    berlangsung selama 27 jam dengan pengering buatan tipe rak pada suhu 60-65 oC.

  • 26

    Gambar 10. Neraca Massa Pembuatan Tepung Glukomanan dengan Pemisahan

    Secara fisik

    Keripik kering tersebut digiling untuk menjadi tepung iles-iles yang

    mengandung glukomanan, dan komponen-komponen tepung lainnya seperti serat,

    garam oksalat, dan pati. Rendemen tepung iles-iles yang diperoleh dari

    penggilingan keripik kering adalah 90,63 % dengan kehilangan bobot yang terjadi

    yaitu sebesar 9,37 %.

    Pemisahan tepung glukomanan dari komponen lain yang terdapat pada tepung

    iles-iles dalam penelitian dilakukan dengan secara mekanis metode ayakan.

    Pengayakan merupakan cara pemisahan bahan berdasarkan ukuran molekul

    bahan. Glukomanan merupakan polisakarida yang mempunyai bobot jenis serta

  • 27

    ukuran partikel terbesar dan bertekstur lebih keras dibandingkan dengan partikel-

    partikel komponen tepung iles-iles lainnya sehingga glukomanan akan tertinggal

    di ayakan sedangkan bagian yang halus (dinding sel, garam oksalat, dan pati) akan

    turun melalui ayakan. Menurut Ohtsuki (1968), sel-sel glukomanan berukuran

    0,5 - 2 mm, lebih besar 10 - 20 kali dari sel pati dan menurut Takigami (2000)

    kristal kalsium oksalat berukuran 0,15 x 0,005 mm. Dengan menggunakan ayakan

    berdiameter 0,18 mm (80 mesh) maka komponen lain seperti pati dan kalsium

    oksalat dapat dipisahkan dari tepung glukomanan karena memiliki ukuran yang

    lebih kecil daripada diameter ayakan sehingga lolos saring dan tepung

    glukomanan yang memiliki ukuran lebih besar daripada diameter ayakan akan

    tertahan di ayakan. Limbah tepung iles-iles yang lolos saring diperoleh rendemen

    12,16 % terhadap tepung iles-iles. Rendemen tepung glukomanan yang

    merupakan komponen tepung yang tertahan ayakan berdiameter 0,18 mm adalah

    87,84 % terhadap tepung iles-iles. Penggunaan ayakan berdiameter 0,18 mm

    didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanif (1991), bahwa

    pemisahan dengan menggunakan ayakan berdiameter 0,18 mm memberikan

    rendemen dan kandungan glukomanan terbaik dibandingkan ayakan berdiameter

    0,212 dan 0,250 mm.

    2. Karakteristik Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles Kuning, Tepung Iles-Iles

    Kuning dan Tepung Glukomanan Pemisahan Secara Fisik

    Karakteristik komposisi kimia umbi iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning

    dan tepung glukomanan pemisahan secara fisik diketahui dengan melakukan

    analisis proksimat terhadap umbi dan tepung tersebut. Karakteristik komposisi

    kimia umbi iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning, dan tepung glukomanan

    pemisahan secara fisik yang telah diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3,

    Lampiran 2.

    a. Kadar Air

    Jumlah kandungan air pada bahan-bahan terutama hasil pertanian akan

    mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroorganisme.

    Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka sebagian air dalam

    bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu (Winarno, 2003).

  • 28

    Pengubahan umbi iles-iles menjadi keripik dengan proses pengeringan

    bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai mencapai batas tertentu

    sehingga pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim penyebab

    kerusakan pada tepung iles-iles ataupun tepung glukomanan dapat dihambat.

    Menurut Fardiaz (1989), batas kadar air minimum dimana mikroorganisme

    masih dapat tumbuh adalah 14 - 15 %.

    Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3 Lampiran 2, nilai rata-rata kadar

    air umbi iles-iles sebelum proses pengeringan adalah 81,05 %, kemudian

    setelah diproses menjadi keripik dan ditepungkan, kadar air tepung iles-iles

    adalah 11,10 % serta tepung glukomanan yang mengalami pemisahan secara

    fisik memiliki kadar air 11,63 %. Kadar air hasil analisis tepung di atas cukup

    baik karena telah mencapai kisaran kadar air tepung yang aman yaitu kurang

    dari 14 %.

    b. Kadar Abu

    Abu merupakan unsur-unsur mineral zat anorganik sebagai sisa yang

    tertinggal setelah bahan diabukan sampai bebas karbon dan air (Djalil, 2003).

    Kadar abu ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran

    bahan organik pada suhu sekitar 550 oC. Tujuan penentuan kadar abu adalah

    untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral yang terdapat dalam bahan.

    Pada proses pengabuan pengontrolan suhu tanur menjadi sangat penting

    karena beberapa elemen abu dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya

    unsur K, Na, S, Ca, Cl, P dan dapat menyebabkan dekomposisi senyawa

    tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3 (Sudarmadji, 1989). Jika mineral K,

    Na, Ca, P menguap selama proses pengabuan maka kadar abu yang diperoleh

    lebih kecil dari kadar abu sebenarnya. Jika senyawa K2CO3, CaCO3, MgCO3

    terdekomposisi maka kadar abu yang diperoleh lebih besar daripada kadar

    abu sebenarnya. Namun, jika suhu pembakaran tetap terjaga pada 500-600 oC,

    maka unsur mineral dan senyawa tertentu tersebut tidak menguap atau

    terdekomposisi.

    Berdasarkan hasil analisis, nilai rata-rata kadar abu umbi iles-iles kuning

    adalah 0,82 % (bb). Kadar abu pada tepung iles-iles kuning meningkat

    menjadi 2,99 % (bb) dari kadar abu dalam bentuk umbinya dan kadar abu

  • 29

    tepung glukomanan yang diperoleh lebih besar dari tepung iles-iles kuning.

    Kadar abu pada tepung glukomanan hasil pemisahan secara fisik memiliki

    kadar abu 3,33 % (bb). Rendahnya kandungan mineral pada umbi iles-iles

    kuning dapat juga disebabkan mineral yang terkandung di dalamnya tidak

    seragam pada jaringan umbi iles-iles kuning yang dianalisis dan peningkatan

    yang terjadi dalam bentuk tepungnya dapat disebabkan karena terjadi

    kontaminasi dengan alat, tempat dan air yang digunakan serta udara sekitar

    selama proses pengolahan. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Soebito

    (1989) bahwa secara kuantitatif mineral yang diperoleh dapat berasal dari

    umbi segar, penggunaan pupuk, dan juga kontaminasi tanah dan udara selama

    pengolahan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Syaefullah (1990),

    kadar abu umbi iles-iles dan tepung glukomanan yang diperoleh 1,22 % (bb)

    dan 7,88 % (bb), berbeda nyata dengan kadar abu umbi iles-iles dan tepung

    glukomanan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu 0,82 % (bb) dan 3,33 %

    (bb). Perbedaan hasil yang diperoleh selain disebabkan faktor kontaminasi

    selama proses, umbi iles-iles yang berbeda menghasilkan karakteristik yang

    berbeda pula.

    Mineral yang umumnya terdapat pada umbi iles-.iles kuning adalah Ca, P,

    Fe, Na, dan K (Syaefullah, 1990). Mineral tersebut diperlukan manusia agar

    memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik.

    c. Kadar Protein

    Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang

    mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan

    karbohidrat. Metode yang digunakan untuk menentukan kandungan protein

    dalam bahan adalah metode Kjeldahl. Metode ini digunakan untuk

    menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung,

    karena yang terhitung adalah kadar nitrogennya dikali angka konversi 6,25.

    Hasil analisis pada Tabel 3 Lampiran 2, rata-rata kadar protein pada umbi

    iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning dan tepung glukomanan berturut-turut

    adalah 1,21 % (bb), 2,92 % (bb) dan 0,12 % (bb). Rendahnya kandungan

    protein pada tepung glukomanan disebabkan tepung glukomanan sudah

    mengalami proses pengayakan sehingga terpisah dari pati yang biasanya

  • 30

    berikatan juga dengan protein. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian

    Syaefullah (1990) kadar protein pada umbi iles-iles kuning dan tepung

    glukomanan yang diperoleh berturut-turut adalah 0,92 % (bb) dan 3,42 %

    (bb). Perbedaan yang terjadi selain disebabkan karena varietas tanaman umbi

    yang berbeda, metode pembuatan tepung glukomanan juga berbeda.

    d. Kadar Lemak

    Lemak hampir terdapat pada semua jenis bahan pangan dengan kandungan

    yang berbeda. Kandungan lemak dapat dihitung kadarnya dengan

    menggunakan ekstraksi dengan pelarut non polar metode Soxhlet. Hasil dari

    ekstraksi lemak yang diperoleh merupakan lemak kasar, karena pada saat

    ekstraksi ada bahan lain seperti fosfolipid, sterol, asam lemak bebas,

    karotenoid dan pigmen yang ikut terekstrak. Kadar lemak dilakukan bertujuan

    untuk mengetahui kemungkinan daya simpan produk, karena lemak

    berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan. Lemak berhubungan

    dengan mutu dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta

    menyebabkan penyimpangan rasa dan bau (Winarno, 2003). Pada kadar

    lemak, rata-rata yang diperoleh pada umbi, tepung iles-iles dan tepung

    glukomanan berturut-turut adalah 0,19 %, 0,04 %, dan 0,12 %. Kadar lemak

    pada tepung glukomanan dan tepung iles-iles relatif tidak terlalu tinggi

    sehingga tidak menyebabkan penurunan mutu tepung, karena menurut

    Winarno (2003), kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa

    tengik yang disebut proses ketengikan.

    e. Kadar Karbohidrat dan Glukomanan

    Karbohidrat merupakan merupakan sumber kalori utama bagi manusia.

    Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik

    bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno, 2002).

    Karbohidrat bahan nabati dapat berupa gula sederhana heksosa, pentosa, pati,

    pektin, selulosa dan lignin. Kadar karbohidrat pada bahan pangan dapat

    diketahui dengan cara perhitungan kasar (analisis proksimat) yang disebut

    dengan kadar karbohidrat by difference. Menurut Winarno (2002), kadar

    karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi

  • 31

    melalui perhitungan 100 % dikurangi kadar air, protein, abu dan lemak.

    Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui jumlah karbohidrat yang

    terkandung dalam umbi iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning dan tepung

    glukomanan berturut-turut adalah 17,43 % (bb), 85,18 % (bb) dan 87,52 %

    (bb).

    Pada Tabel 3 Lampiran 2, karbohidrat pada umbi iles-iles kuning

    mengandung 4,46 % (bb) glukomanan. Pada tepung iles-iles kuning

    mengandung 20,49 % (bb) glukomanan, dan karbohidrat pada tepung

    glukomanan mengandung 28,75 % (bb) glukomanan. Kadar glukomanan yang

    terkandung pada umbi iles-iles kuning diperoleh hasil yang lebih besar

    dibandingkan dengan kadar glukomanan yang diperoleh Syaefullah (1990),

    namun kadar glukomanan pada tepung glukomanan yang diperoleh dalam

    penelitian ini memiliki hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang

    diperoleh Syaefullah (1990). Hal ini disebabkan metode yang digunakan untuk

    memurnikan tepung glukomanan dari pati berbeda. Jika dalam penelitian ini

    hanya dengan metode ayakan maka Syaefullah (1990) dengan metode

    penyosohan dan ayakan. Dengan penyosohan dan ayakan pati akan terlepas

    dari sel-sel manan, sehingga hasil yang terekstrak pada saat uji kadar

    glukomanan juga semakin besar.

    f. Kadar Serat Kasar

    Serat dalam bahan pangan merupakan komponen yang tidak larut, dan

    tahan terhadap hidrolisis. Kadar serat dalam bahan pangan dapat ditentukan

    menggunakan dua pendekatan dasar, yaitu melalui metode gravimetri dan

    metode kimia. Pada metode gravimetri karbohidrat tercerna, protein dan lemak

    dilarutkan secara selektif oleh senyawa kimia tertentu. Residu yang tidak larut

    difiltrasi kemudian ditimbang dan dinyatakan sebagai serat (Bennink, 1994).

    Berdasarkan hasil analisis kadar serat umbi iles-iles, tepung iles-iles dan

    tepung glukomanan seperti yang terlihat pada Tabel 3 Lampiran 2, berturut-

    turut memiliki kadar serat 2,01 % (bb), 2,74 % (bb), dan 2,19 % (bb). Kadar

    serat yang diperoleh Syaefullah (1990) pada umbi iles-iles kuning 2,5 % (bb).

    Perolehan tersebut tidak berbeda jauh dengan perolehan kadar serat dalam

    penelitian ini. Pada tepung glukomanan perolehan kadar serat dalam penelitian

  • 32

    ini lebih kecil dibandingkan kadar serat yang diperoleh oleh Syaefullah (1990)

    yang memiliki kadar serat 5,90 % (bb). Perbedaan kadar serat yang terjadi

    dapat dipengaruhi oleh umur panen umbi segarnya. Menurut Winarno (2003),

    kadar serat yang terhitung tersebut terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin

    dan sebagian kecil hemiselulosa.

    g. Kadar Kalsium Oksalat

    Menurut Ohtsuki (1968), karbohidrat umbi iles-iles terdiri atas pati,

    glukomanan, serat kasar, gula bebas serta poliosa lainnya. Komponen lain

    yang terdapat di dalam umbi iles-iles adalah kalsium oksalat. Adanya kristal

    kalsium oksalat menyebabkan umbi iles-iles terasa gatal. Menurut Lowson

    (1962) dalam Arifin (2001), kristal kalsium oksalat merupakan suatu produk

    buangan dari metabolisme sel yang tidak digunakan lagi oleh tanaman.

    Kandungan kalsium oksalat berdasarkan hasil analisis pada umbi iles-iles

    kuning, tepung iles-iles kuning dan tepung glukomanan yang dapat dilihat

    pada Tabel 3 Lampiran 2, berturut-turut adalah 0,12 % (bb), 0,76 % (bb), dan

    0,61 % (bb). Kadar kalsium oksalat pada umbi iles-iles seharusnya lebih besar

    daripada kadar kalsium oksalat pada tepung iles-iles dan tepung glukomanan

    karena kalsium oksalat akan berkurang selama proses produksi. Rendahnya

    kadar kalsium oksalat pada umbi iles-iles dibandingkan tepungnya

    disebabkan masih ada kalsium oksalat yang terikat didalam jaringan umbi

    iles-iles. Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Syaefullah (1990),

    kadar kalsium oksalat pada umbi iles-iles kuning 0,19 % (bb) tidak berbeda

    jauh dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Dalam Syaefullah

    (1990) kalsium oksalat pada tepung glukomanan tidak terdeteksi sedangkan

    dalam penelitian tepung glukomanan masih mengandung 0,61 % (bb).

    Besarnya kadar kalsium oksalat pada tepung glukomanan hasil penelitian ini

    disebabkan pemisahan komponen halus seperti kalsium oksalat dengan

    metode ayakan pada praktiknya tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dari

    tepung glukomanan, sedangkan dengan metode yang dilakukan Syaefullah,

    kalsium oksalat tereduksi dengan dua tahap perlakuan yaitu penyosohan dan

    ayakan.

  • 33

    3. Pemurnian Tepung Glukomanan Secara Enzimatis dan Isolasi

    Glukomanan

    Pemurnian tepung glukomanan melalui tahap hidrolisis pati dari tepung

    glukomanan dengan menggunakan enzim -amilase yang aktivitas optimum

    kerjanya berbeda pada suhu yang berbeda (65 o C, 80

    o C dan 95

    o C) dan pada

    kondisi keasaman lingkungan (pH) yang optimum pula yaitu pada nilai pH 5.

    Hidrolisis pati pada tepung glukomanan atau pemurnian tepung glukomanan

    secara enzimatis dilakukan dengan perlakuan suhu (65 o C, 80

    o C dan 95

    o C), dan

    setiap perlakuan suhu, ditambahkan enzim -amilase dengan dosis yang berbeda-

    beda atau perlakuan dosis enzim yaitu 1 U/g tepung, 2 U/g tepung dan 3 U/g

    tepung. Setelah tahap hidrolisis pati,