Download - Alfa Amilase

Transcript
Page 1: Alfa Amilase

KAJIA� PROSES PEMUR�IA� TEPU�G GLUKOMA�A�

DARI UMBI ILES-ILES KU�I�G (Amorphophallus oncophyllus)

DE�GA� ME�GGU�AKA� E�ZIM αααα-AMILASE

Oleh:

ZAKIAH �URJA�AH

F34052571

2010

FAKULTAS TEK�OLOGI PERTA�IA�

I�STITUT PERTA�IA� BOGOR

BOGOR

Page 2: Alfa Amilase

I�STITUT PERTA�IA� BOGOR

FAKULTAS TEK�OLOGI PERTA�IA�

KAJIA� PROSES PEMUR�IA� TEPU�G GLUKOMA�A�

DARI UMBI ILES-ILES KU�I�G (Amorphophallus oncophyllus)

DE�GA� ME�GGU�AKA� E�ZIM αααα-AMILASE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJA�A TEK�OLOGI PERTA�IA�

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ZAKIAH �URJA�AH

F34052571

2010

FAKULTAS TEK�OLOGI PERTA�IA�

I�STITUT PERTA�IA� BOGOR

BOGOR

Page 3: Alfa Amilase

SURAT PER�YATAA�

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

“Kajian Proses Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Iles-iles Kuning

(Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan Enzim αααα-Amilase” ini

adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,

kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 11 Januari 2010

Yang Membuat Pernyataan,

Zakiah Nurjanah

F34052571

Page 4: Alfa Amilase

BIODATA RI�GKAS

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan

Bariyadi dan Sri Kustinah yang dilahirkan di Jakarta tanggal 7 Februari 1986.

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Wibowo, Jakarta

Selatan dan dilanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar Negeri Muria 06 Pagi, Jakarta

Selatan pada tahun 1992 dan SDN Gandoang I pada tahun 1996. Pada tahun 1998,

penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri I Cileungsi Kabupaten Bogor dan

lulus pada tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Analis Kimia Bogor dan selesai pada tahun 2005.

Penulis diterima di program sarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2005

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama kuliah di

IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan menjadi pengurus

organisasi kemahasiswaan sebagai sekretaris divisi kesekretariatan Himpunan

Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2007.

Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2008 di PT. Haldin

Pacific Semesta, Cikarang dengan topik “Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu

(Quality Control) Teh Hijau (Green Tea) di PT. Haldin Pacific Semesta”. Penulis

melakukan penelitian untuk memperoleh gelar sarjana dengan judul “Kajian

Proses Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Iles-iles Kuning

(Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan Enzim α-Amilase”.

Page 5: Alfa Amilase

Zakiah �urjanah. F34052571. Kajian Proses Pemurnian Tepung Glukomanan

dari Umbi Iles-iles Kuning (Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan

Enzim α-Amilase. Di bawah bimbingan E. Gumbira Sa’id dan Titi Candra

Sunarti. 2009

RI�GKASA�

Iles-iles kuning sebagai tanaman berumbi yang tumbuh liar di hutan tropis

dan subtropis di Indonesia, merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup

potensial. Ekspor umbi iles-iles ke Jepang biasanya dalam bentuk produk antara

yaitu keripik atau tepung yang kemudian diolah kembali menjadi sejenis makanan

tradisional berupa mie “shirataki” dan tahu “konyakku”. Umbi iles-iles dapat

dibuat menjadi tepung glukomanan yang mempunyai sifat istimewa. Sifat

istimewa yang dimiliki tepung glukomanan diantaranya adalah dapat membentuk

larutan kental dalam air, dapat mengembang dengan daya pengembangan yang

besar, dapat membentuk gel, dapat membentuk lapisan tipis dengan penambahan

NaOH atau membentuk lapisan tipis yang kedap air dengan gliserin serta

mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan untuk media

pertumbuhan mikroorganisme dan dalam industri banyak digunakan sebagai bahan

baku kertas, tekstil, perekat, dan bahan pembuat seluloid, bahan peledak, bahan

makanan, kosmetik dan pembersih. Dalam mendapatkan tepung glukomanan,

tepung iles-iles harus dipisahkan dari patinya agar didapatkan kadar glukomanan

yang tinggi. Metode yang sudah digunakan adalah dengan cara mekanis seperti

pengayakan, penyosohan dan penghembusan. Dengan cara tersebut pati yang

menyelimuti sel-sel glukomanan akan terpisah.

Pada penelitian ini dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan menggunakan

enzim α-amilase sebagai pemisah pati dari sel glukomanan sehingga dapat

diperoleh kadar glukomanan yang tinggi. Perlakuan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah perlakuan suhu (65 oC, 80

oC, dan 95

oC) dan dosis enzim

yang ditambahkan (1 Unit, 2 Unit dan 3 Unit).

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan kandungan utama iles-iles

kuning terdiri dari sejumlah besar karbohidrat terutama pada umbi maupun

tepung. Enzim α-amilase bekerja secara optimal pada pH 5 dan memiliki aktivitas

berturut-turut 1.764,71 IU/ml, 3.363,29 IU/ml dan 13.545,75 IU/ml pada suhu 65 oC, 80

oC dan 95

oC.

Kadar pati pada tepung glukomanan setelah hidrolisis mengalami

penurunan yaitu dari 10,63 % menjadi 4,76-0,40 %. Kadar glukomanan meningkat

dari 28,75 % menjadi kisaran antara 42,35-80,53 %. Derajat keputihan tepung

glukomanan sebelum hidrolisis adalah 21,26 %, setelah dihidrolisis berubah

menjadi 19,48 % sampai 28,37 %. Kekentalan tepung glukomanan hasil hidrolisis

mengalami penurunan dari kekentalan glukomanan sebelum hidrolisis sebesar

16.833,33 cPs menjadi 1500-3925 cPs. Rata-rata penyerapan air tepung

Page 6: Alfa Amilase

glukomanan dengan perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim yang diberikan

berkisar antara 1288,780 – 1696,290 % sedangkan tepung glukomanan sebelum

hidrolisis yaitu sebesar 1464,75 %. Densitas kamba tepung glukomanan sebelum

hidrolisis sebesar 741,65 kg/m3 kemudian menjadi 641,48 – 776,01 kg/m

3 setelah

hidrolisis. Nilai pH tepung glukomanan sebelum dan sesudah hidrolisis mengalami

perubahan dari pH 6, 58 menjadi pH diantara 4,90-5,21.

Perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim yang diberikan serta interaksi

antara kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar pati, kadar glukomanan,

dan derajat keputihan, sedangkan rendemen dan kekentalan hanya dipengaruhi

oleh suhu (P<0,05). Tepung glukomanan setelah hidrolisis dan diekstrak dengan

menggunakan etanol 95 % memberikan kadar glukomanan yang tinggi namun

memiliki kekentalan yang rendah. Secara keseluruhan, perlakuan pada suhu 80 oC

dengan dosis enzim 3 U/g tepung memberikan hasil terbaik.

Kata kunci : glukomanan, iles-iles, hidrolisis, α-amilase, tepung, pemurnian,

Page 7: Alfa Amilase

Zakiah �urjanah. F34052571. Study of the Refining Process of Glucomannan

Flour from Elephant Foot Yam (Amorphophallus oncophyllus) Using α-Amylase

Enzyme. Supervised by E. Gumbira Sa’id and Titi Candra Sunarti. 2009

SUMMARY

Elephant foot yam (Amorphophallus oncophyllus) as tuber crops which

grows wildly at subtropical and tropical forest in Indonesia, apparently is one of

the potential exports commodity. The export of this yam tubers to Japan is usually

in the form of chips or flour, which then processed to be a kind of traditional

food, “shirataki” noodle and “konyakku” tofu. Elephant foot yam tubers can be

purified into a glucomannan flour that has special characteristics. The special

characteristics of glucomannan flour among other hydrocolloid is its capability to

form thick solution in water, swell by a high swelling power, form gel, form thin

film in sodium hydroxide solution or form impermeable thin layer with glycerin. It

also has a melting characteristics like agar-agar, so it can be used for microbial

growth media. In industry, glucomannan is used as raw material of paper, textile

and glue, celluloid material, blasting material, foodstuff, cosmetics and cleaner.

The conventional method for preparation of glucomannan flour is by mechanical,

like sieving, blowing, and polishing. High purified glucomannan flour is produced

by separating starch from yam flour.

This study has done in other approach that the utilization of α-amylase as

starch digesting enzyme will release the starch from cell glucomannan so it

resulted to the high purified glucomanna. This research will examine the effects

of t temperature (65 oC, 80

oC, and 95

oC) and enzyme dose (1 Unit/g flour, 2

Unit/ g flour dan 3 Unit/ g flour) to the characteristics of glucomannan flours.

The result from preliminary research showed that carbohydrate is the main

components in fresh tuber and flour. The α-amylase shows the highest activity in

pH 5 and has activity on 1.764,71 U/ml, 3.363,29 U/ml and 13.545,75 U/ml for

temperature 65 oC, 80

oC, and 95

oC, respectively

Starch content in glucomannan flour after α–amylolysis declined from

10.63 % to 4.76 - 0.40 %, while glucomannan content increased from 28.75 % to

42.35 - 80.53 %. The value of whiteness degree changed from 21.26 % of

glucomannan flour before hydrolysis into 19.48 % until 28.37 %. The viscosity of

glucomannan declined from 16,833.33 cPs to 1500 - 3925 cPs. The water

absorption capability of glucomannan flour changed from 1464.75 % to

1288.78 – 1696.29 %. Bulk density of glucomannan flour before hydrolysis is

741.65 kg/m3 then changed to 641.48 - 776.01 kg/m

3 after hydrolysis. Value of pH

flour glucomannan before and after hydrolysis had changed from pH 6.58 to

around pH 4.90 - 5.21.

Hydrolysis temperature, enzyme dose treatment and interaction both of

them obviously influenced to the starch content, glucomannan content, and

whiteness degree of flour, while the yield and viscosity are only influenced by

temperature (p<0,05). Glucomannan flour after hydrolysis and extracted by using

ethanol 95 % gives high glucomannan content but has lower value of viscosity.

The best treatment for preparing the glucomannan flour by α–amylolysis can be

obtained from 65 oC of hydrolysis temperature, 3 U/g flour of enzyme dose for 30

minutes.

Keywords: glucomannan, iles-iles, hydrolysis, α-amylase, flour, refining

Page 8: Alfa Amilase

i

Judul Skripi : Kajian Proses Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Iles-

Iles Kuning (Amorphophallus Oncophyllus) dengan

Menggunakan Enzim α-Amilase

Nama : Zakiah Nurjanah

NRP : F34052571

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA.Dev Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi.

NIP : 19550521 197903 1 002 NIP : 19661219 1991103 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

NIP : 19621009 198903 2 001

Tanggal Lulus : 11 Januari 2010

Page 9: Alfa Amilase

ii

KATA PE�GA�TAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Proses

Pemurnian Tepung Glukomanan dari Umbi Porang atau Iles-Iles Kuning

(Amorphophallus oncophyllus) dengan Menggunakan Enzim α-Amilase”. Skripsi

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi, Penulis dibantu oleh

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada segenap pihak yang membantu, khususnya kepada para personalia di

bawah ini.

1. Bapak Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA.Dev sebagai dosen pembimbing

akademik I, yang memberikan bimbingan berupa arahan dan saran serta

koreksi dalam penyusunan skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik

II, yang banyak memberikan bimbingan berupa arahan dan saran dalam

penyusunan skripsi.

3. Bapak Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc, sebagai dosen penguji skripsi,

yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Fredy Rumawas, M.Sc sebagai pemilik kebun iles-iles

kuning, dan Bapak Ikin selaku supervisor kebun, yang telah memberikan

bantuan dalam memperoleh bahan baku penelitian.

5. Keluarga tercinta, Ayah dan Ibu serta adik-adikku Agung dan Richie, yang

senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang yang tidak ternilai

harganya.

6. Amalia Dianah, Yelita Utami Putri, Mohamad Rizki, Rachmat Danu

Subrata, Adrionita atas perhatian dan dukungannya.

7. Mahesa Yodhabrata dan Amalia Riyanti, teman satu bimbingan, tempat

berbagi dan berdiskusi.

Page 10: Alfa Amilase

iii

8. Teman-teman selama penelitian : Bahaderi Sapai, Jihan Farikha, Ulfa,

Indra, Deni Setiawan, Siti Ajizah, Aulia R., Lily, Saiful, Deden, Asih,

Dina, Novi, Rima, Bapak Arnata, Bapak Dwi.

9. Ibu Egnawati, Bapak Gunawan, Bapak Sugiardi, Ibu Sri Mulyasih, Bapak

Edi, seluruh Laboran dan Staf Departemen Teknologi Industri Pertanian

yang banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

10. Seluruh rekan-rekan TIN 42 terima kasih atas kebersamaannya selama ini

serta pihak-pihak yang telah turut membantu terselesaikannya penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini kemungkinan masih

memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik dan saran

yang membangun dari pembaca untuk perbaikan selanjutnya.

Bogor, Januari 2010

Penulis

Page 11: Alfa Amilase

iv

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PE�GESAHA� ………………………............……....................

KATA PE�GA�TAR …………………………………………....................

DAFTAR ISI ...…………………………………………………....................

DAFTAR TABEL ………………………………………………...................

DARTAR GAMBAR ………………………………………………..............

DAFTAR LAMPIRA� ……………………………………………..............

I. PE�DAHULUA�

A. Latar Belakang …………………….……………………….................

B. Perumusan Masalah…………………………………………………...

C. Tujuan ..………………………………………….................................

II. TI�JAUA� PUSTAKA

A. Tanaman Iles - Iles................................................ .................................

1. Botani Iles - Iles..................................................................................

2. Morfologi Umbi Iles - Iles..................................................................

3. Komposisi Kimia Umbi Iles - Iles......................................................

4. Glukomanan.......................................................................................

B. Pengolahan Tepung Glukomanan.. .......................……………............

C. Hidrolisis Pati Secara Enzimatis (α-Amilase)........................................

D. Standar Mutu Tepung Glukomanan...................….................................

III. METODE PE�ELITIA�

A. Alat dan Bahan.......................................................................................

B. Tata Laksana Penelitian..........................................................................

1. Penelitian Pendahuluan……………………… …………................

2. Penelitian Utama…………………………………………………...

C. Rancangan Percobaan………………...…………………….…………

i

ii

iv

vi

ix

x

1

2

3

4

4

6

8

9

10

12

14

15

15

18

19

21

Page 12: Alfa Amilase

v

IV. HASIL DA� PEMBAHASA�

A. Penelitian Pendahuluan……………………... ………………………...

1. Penentuan Nilai Optimum Keasaman Lingkungan (pH) untuk

Aktivitas Enzim α-Amilase..............................................................

2. Penentuan Aktivitas Enzim α-Amilase……………………………

B. Penelitian Utama.................................................…………....................

1. Pembuatan Tepung Glukomanan dari Tepung Iles-Iles dengan

Pemisahan Secara Fisik....................................................................

2. Karakteristik Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles Kuning, Tepung

Iles-Iles Kuning dan Tepung Glukomanan Pemisahan Secara

Fisik……………………………………………………………....

3. Pemurnian Tepung Glukomanan Secara Enzimatis dan Isolasi

Glukomanan……………………………………………………

4. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Glukomanan setelah

Pemurnian…………………………………………………………

V. KESIMPULA� DA� SARA�

A. Kesimpulan.............................................................................................

B. Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA …………......................................................................

LAMPIRA� ………….....................................................................................

Halaman

29

22

23

25

25

28

33

34

53

53

55

58

Page 13: Alfa Amilase

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Iles-Iles Kuning (A.oncophyllus)…..

Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Glukomanan Murni dari Iles-iles......

Tabel 3. Karakteristik Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles Kuning dan

Tepung Iles-Iles Kuning …………………………………..

Tabel 4. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Glukomanan Hasil

Pemurnian Secara Enzimatis dan Nilai DE pada Hidrolisat

Pati………………………………………………………….

Tabel 5. Tabel Kurva Standar Glukosa……………………………...

Tabel 6. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Nilai DE Hidrolisat

Pati Pada Tepung glukomanan……….…………………….

Tabel 7. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Nilai DE Hidrolisat Pati

Pada Tepung glukomanan………………………………….

Tabel 8. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Kadar Pati Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 9. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kadar Pati Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 10. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Kadar Glukomanan

Tepung glukomanan….…………………………………….

Tabel 11. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kadar Glukomanan

Tepung glukomanan………………………………………..

Tabel 12. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Rendemen Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 13. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Rendemen Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 14. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Derajat Putih Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 15. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Derajat Putih Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 16. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Nilai pH Tepung

glukomanan………………………………………………...

8

14

66

67

68

69

69

70

70

70

71

71

71

72

72

73

Page 14: Alfa Amilase

vii

Tabel 17. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Daya Serap Air

Tepung glukomanan………………………………………..

Tabel 18. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Daya Serap Air Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 19. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Kekentalan Tepung

glukomanan………….……………………………………..

Tabel 20. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kekentalan Tepung

glukomanan………………………………………………...

Tabel 21. Tabel Analisis Sidik Ragam (Anova) Densitas Kamba

Tepung glukomanan………………………………………..

Tabel 22. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Densitas Kamba Tepung

glukomanan………………………………………………...

Halaman

73

73

74

74

74

75

Page 15: Alfa Amilase

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Amorphohallus onchopyillus……….………..........

Gambar 2. Bulbil Tanaman Amorphohallus onchopyillus ….…….........

Gambar 3. Masa Pembuahan Iles-Iles ………….....................................

Gambar 4. Umbi Iles-iles………………………………………..………

Gambar 5. Struktur Glukomanan…………..............................................

Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian (Proses Pembuatan

Tepung Iles-Iles dan Tepung Glukomanan dengan

Pemisahan Secara Fisik)……………………..………………

Gambar 7. Lanjutan Diagram Alir Tahapan Proses (Pemurnian Tepung

Glukomanan)…………………………………………….......

Gambar 8. Pengaruh Nilai pH dengan Aktivitas Relatif Enzim α-

Amilase....................................................................................

Gambar 9. Diagram Aktivitas Enzim α-Amilase pada Suhu 65 OC,

80 OC, dan 95

OC....................................................................

Gambar 10. Neraca Massa Pembuatan Tepung Glukomanan dengan

Pemisahan Secara fisik………………………………………

Gambar 11. Diagram Nilai DE pada Suhu dan Konsentrasi yang

Berbeda………………………………………………………

Gambar 12. Diagram Rendemen Tepung Glukomanan pada Perlakuan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda………………………………………………………

Gambar 13. Diagram Kadar Pati Tepung Glukomanan pada Perlakuan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda………………………………………………………

Gambar 14. Diagram Kadar Glukomanan pada Tepung Glukomanan

dengan Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda…………………..…………………………………..

Gambar 15. Diagram Derajat Putih Tepung Glukomanan dengan

Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim ang

Berbeda…………………..…………………………………..

5

5

7

7

9

16

22

23

24

26

35

37

39

41

43

Page 16: Alfa Amilase

ix

Gambar 16. Diagram Kekentalan Tepung Glukomanan dengan

Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda……………………..…..……………………………

Gambar 17. Diagram Penyerapan Air Tepung Glukomanan dengan

Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda……………………..…..……………………………

Gambar 18. Diagram Densitas Kamba Tepung Glukomanan dengan

Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda……………………..…..……………………………

Gambar 19. Diagram Nilai pH Tepung Glukomanan dengan Perlakuan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda……………………..…..……………………………

Gambar 20. Bentuk Granula Tepung Glukomanan dengan Perlakuan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang

Berbeda……………………..…..……………………………

Gambar 21. Kurva Standar Glukosa………………………………………

Halaman

45

47

49

50

51

68

Page 17: Alfa Amilase

x

DAFTAR LAMPIRA�

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan dan Produk................................

Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat..……………………………….

Lampiran 3. Hasil Analisis Fisiko Kimia……………………………..

Lampiran 4. Kurva Standar Glukosa………………………………….

Lampiran 5. Visualisasi Pembuatan Tepung Glukomanan……………

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Duncan..

58

66

67

68

69

70

Page 18: Alfa Amilase

I. PE�DAHULUA�

A. LATAR BELAKA�G

Iles-iles sebagai salah satu jenis tanaman berumbi yang tumbuh liar di hutan

tropis dan subtropis, pada dasarnya sudah lama dikenal di Indonesia yakni sejak

masa pendudukan Jepang, namun setelah pendudukan Jepang berakhir, tanaman

ini menjadi langka dan tidak populer lagi bagi petani Indonesia (Hartanto, 1994).

Tanaman yang belum banyak dibudidayakan dan dimanfaatkan secara komersial

baik untuk industri pangan maupun non pangan tersebut, ternyata merupakan

salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial. Ekspor umbi iles-iles ke

Jepang biasanya dalam bentuk produk antara yaitu keripik atau tepung yang

kemudian diolah kembali menjadi sejenis makanan tradisional berupa mie

“shirataki” dan tahu “konyakku”.

Pada tahun 1985-1995 ekspor iles-iles terus mengalami peningkatan volume

dan nilai ekspor yaitu dengan rata-rata 58,59 dan 34,78 persen per tahun (BPS,

1997). Volume ekspor kemudian menurun seperti yang dilaporkan oleh situs

kapanlagi.com dalam Gumbira-Sa’id (2009) bahwa pada tahun 2007 permintaan

pasar luar negeri sebesar 104 ton baru dipenuhi 24 ton dan pada tahun 2008

walaupun terdapat peningkatan produksi mencapai 48 ton, masih belum dapat

memenuhi 46 % permintaan

Dalam rangka untuk meningkatkan daya guna dan nilai ekonomi yang

tinggi, umbi iles-iles dapat diolah menjadi tepung glukomanan. Glukomanan

merupakan salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam umbi iles-

iles. Glukomanan mempunyai sifat yang istimewa diantaranya adalah dapat

membentuk larutan kental dalam air, dapat mengembang dengan daya

mengembang yang besar, dapat membentuk gel, dapat membentuk lapisan tipis

dengan penambahan NaOH atau membentuk lapisan tipis yang kedap air dengan

gliserin serta mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan

untuk media pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan sifat tersebut, tepung

glukomanan dalam industri banyak digunakan sebagai bahan baku kertas, tekstil,

perekat, dan bahan pembuat seluloid, bahan peledak, bahan makanan, kosmetik

dan pembersih (Arifin, 2001).

Page 19: Alfa Amilase

2

Kadar glukomanan pada iles-iles berkisar antara 44-64% tergantung dari

varietas tanaman (Erniati dan Laksamanahardja, 1996). Salah satu jenis iles-iles

yang mempunyai kadar glukomanan tinggi adalah iles-iles kuning

(Amorphophallus onchophyllus Pr) yaitu sekitar 55-65 % dari total padatan,

sedangkan jenis lain yang mengandung glukomanan dalam jumlah yang cukup

tinggi adalah iles-iles putih (Amorphophallus variabilis Bl) dengan kadar

glukomanan sekitar 10-15% dari total padatan (Gumbira-Sa’id dan Rahayu,

2009). Tepung glukomanan diperoleh dengan cara memisahkan pati dari tepung

iles-iles. Metode yang sudah digunakan adalah dengan cara mekanis seperti

pengayakan, penghembusan serta penyosohan dan penghembusan. Dengan cara

tersebut pati yang menyelimuti sel-sel glukomanan akan terpisah. Pada penelitian

ini pemisahan pati dilakukan dengan menggunakan enzim α-amilase sebagai

pemisah pati dari sel glukomanan sehingga dapat diperoleh kadar glukomanan

yang tinggi.

B. PERUMUSA� MASALAH

Selama ini Indonesia mengekspor iles-iles dalam bentuk keripik dengan

mutu yang rendah sehingga harga yang diperoleh menjadi rendah pula. Dengan

demikian untuk meningkatkan mutu dan daya guna iles-iles dapat dilakukan

pengubahan umbi iles-iles menjadi tepung glukomanan.

Mengingat tepung glukomanan belum banyak diusahakan dan cara

pengolahan yang baik belum diketahui secara kuantitatif maka diperlukan

penelitian lebih lanjut terutama cara ekstraksi atau pemisahan tepung glukomanan

dari komponen lain terutama pati dalam tepung iles-iles.

Pemisahan pati dilakukan dengan hidrolisis menggunakan enzim α-amylase.

Enzim tersebut merupakan enzim termofilik yang bekerja pada suhu tinggi. Untuk

menghindari kerusakan dan meningkatkan perolehan komponen glukomanan

perlu dilakukan pengkajian pengaturan suhu kerja enzim dan dosis enzim yang

tepat untuk menghidrolisis pati pada tepung glukomanan. Dengan pemisahan

tersebut akan didapat tepung glukomanan bermutu tinggi dengan kemurnian yang

tinggi, sehingga akan diperoleh harga jual tepung glukomanan yang tinggi

Page 20: Alfa Amilase

3

C. TUJUA� PE�ELITIA�

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan enzim α-amylase yang

digunakan dalam pemurnian tepung glukomanan. Dari hasil penelitian diperoleh

data dan informasi hasil ekstraksi tepung glukomanan dengan metoda mekanis,

pemurnian enzimatis dan ektraksi lanjutan secara kimiawi.

Page 21: Alfa Amilase

4

II. TI�JAUA� PUSTAKA

A. TA�AMA� ILES-ILES

1. Botani Iles-Iles

Sejarah penyebaran iles-iles dan sejenisnya adalah berasal dari India dan

Srilangka. Melalui Indocina, Malaka dan Sumatera akhirnya iles-iles menyebar di

Jawa sampai Filipina dan Jepang (Sunarto, 1986). Menurut Indo (1983) dalam

Ermiati dan Laksmanahardja (1996), iles-iles yang termasuk ke dalam marga

Amorphophallus, terdiri atas 80 jenis. Di Indonesia, yang banyak dijumpai adalah

A. campanulatus, A. oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A. decumsilvae, A.

mulleri dan A. titanium yang dikenal sebagai bunga bangkai (Sufiani, 1993).

Iles-iles biasanya tumbuh alami di daerah vegetasi sekunder, di tepi-tepi

hutan dan belukar, hutan jati, atau hutan desa. Tanaman tersebut dapat tumbuh

pada daerah dengan ketinggian hingga 700 m diatas permukaan laut, namun

paling baik pada ketinggian antara 100-600 m diatas permukaan laut. Rata-rata

suhu optimal bagi iles-iles berkisar dari 25 - 35oC, dengan suhu optimal tanah

22 - 30oC. Jenis tanah liat berpasir dengan pH 6 - 7,5 sangat cocok bagi iles-iles,

sedangkan tanah liat tidak cocok, karena menghambat perkembangan umbi.

Walaupun demikian tanaman jenis tersebut lebih menyukai tanah-tanah dengan

drainase baik (tidak tergenang air) dengan kandungan humus yang tinggi. Pada

iles-iles yang dibudidayakan di hutan rakyat atau lahan perorangan, disarankan

tanaman dibudidayakan pada galian dengan ukuran tertentu, diberikan pupuk,

terutama pupuk kandang dan penyiangan terhadap rumput gulma (Wikipedia,

2008)

Terik sinar matahari tidak baik bagi tanaman iles-iles yang hanya

membutuhkan cahaya maksimum hingga 40 %. Di hutan tanaman tersebut dapat

ditemukan berada di bawah pohon penaung. Terik sinar matahari berlebihan dapat

menyebabkan daun menjadi layu dan tanaman tidak tumbuh optimal, bahkan mati

(Gumbira-Sa’id dan Rahayu, 2009). Menurut Syaefullah (1990), tanaman iles-iles

dapat ditanam bersama-sama dengan tanaman pisang, jahe, pinang, kacang tanah

dan jagung serta cocok sebagai tanaman sela di perkebunan karet, cengkeh, kopi,

cokelat, kelapa sawit, dan jati.

Page 22: Alfa Amilase

5

Jenis iles-iles yang dibudidayakan dan dipergunakan sebagai bahan

makanan dan industri adalah A. campanulatus, A. oncophyllus, dan A. variabilis.

Di Pulau Jawa, A. campanulatus disebut suweg sedangkan A. variabilis dan A.

oncophyllus disebut Iles-iles, acung (Sunda), Badur (NTB), Lacong atau kruwu

(Madura). Suweg ternyata tidak mengandung glukomanan dan berbatang halus,

sedangkan iles-iles banyak mengandung glukomanan terutama jenis spesies A.

oncophyllus dan berbatang kasar (Ohtsuki, 1968). Suweg sudah biasa ditanam di

pekarangan sebagai sumber pangan di musim paceklik terutama di daerah Jawa

Tengah, sedangkan iles-iles tumbuh di hutan-hutan secara liar dan tidak dapat

dimakan sebelum diolah dulu. Secara morfologi, suweg berdaun hijau tanpa

bulbil, A. variabilis atau iles-iles putih berdaun hijau tua tanpa bulbil dan A.

oncophyllus berdaun hijau tua serta mempunyai bulbil pada setiap pangkal

segmen (Syaefullah, 1990). Tanaman A. oncophyllus dan bulbil yang dimilikinya

dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

(Sumber : http://wanamitra.blogspot.com)

Iles-iles kuning (Amorphophallus oncophyllus) banyak ditemukan dalam

jumlah besar yaitu disebelah utara Gunung Tangkuban Perahu dan Bukit Tunggul,

sekitar Gunung Cereme, sebelah selatan Pekalongan yaitu di daerah sebelah utara

Pegunungan Kendeng dan di lereng selatan Gunung Raung. Selain tersebar di

Pulau Jawa, A. oncophyllus tersebar pula di luar pulau jawa yaitu di daerah

Sulawesi dan Flores (Soedarsono dan Abdulmanap, 1963).

Amorphophallus variabilis banyak terdapat di daerah sekitar Purwekerto,

Surakarta, Surabaya dan beberapa daerah di Pulau Madura. Disamping itu,

Gambar 1. Tanaman A. oncophyllus Gambar 2. Bulbil Tanaman A. oncophyllus

Bulbil

Page 23: Alfa Amilase

6

terdapat pula di pegunungan kapur dan hutan-hutan tropis. Umbi suweg tersebar

di seluruh pulau Jawa. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak dijumpai tanaman

suweg akan tetapi belum dibudidayakan secara besar-besaran melainkan sebagai

tanaman sampingan. Suweg juga banyak tersebar di Filipina, Malaysia sampai ke

Pasifik dan telah dibudiyakan di daerah Chitoor dan Taluk (Kriswidarti, 1980).

Adapun pelaku-pelaku bisnis umbi penghasil glukomanan berasal dari Kendal,

Semarang, Purwodadi, Kudus, Pati, Solo, Sukoharjo di Jawa Tengah, Madiun,

Trenggalek, Pacitan, Jombang, Jember, Banyuwangi, dan Surabaya di Jawa timur,

dan Bandung, Tasikmalaya dan Aceh (LMDH Perhutani, 2009).

Pada kegiatan budidaya iles-iles, perbanyakan tanaman secara vegetatif

dari bagian-bagian umbi adalah yang paling umum dilakukan karena mudah dan

dapat dengan cepat dilakukan. Walaupun demikian kelemahan penggunaan umbi

dalam budidaya adalah dibutuhkannya sejumlah besar umbi (kira-kira dapat

mencapai 25 % dari hasil panen). Pada tanaman iles-iles kuning, bulbil dapat

digunakan juga untuk perbanyakan tanaman. Di seluruh permukaan kulit bulbil

memungkinkan tumbuh tunas sebagai batang baru. Pada masa tumbuh, tunas

dapat tumbuh dan berkembang normal dari bulbil yang dipotong hingga tinggal

20 %, dengan syarat bulbil tersebut tidak busuk. Pada masa panen bulbil

dikumpulkan dan disimpan untuk penanaman pada saat memasuki musim hujan.

Selain itu, perkembangbiakan secara vegetatif dapat juga dilakukan dengan umbi

batang, sedangkan perkembangbiakan secara generatif dilakukan dengan biji.

Perkembangbiakan dengan biji jarang dilakukan karena biji sulit diperoleh dalam

jumlah yang banyak dan hanya 60 % dari seluruh biji yang mampu berkecambah

(Gumbira-Sa’id, 2009).

2. Morfologi Umbi

Menurut Ohtsuki (1968) bagian yang sangat berharga dari iles-iles adalah

umbi batangnya yang terletak di dalam tanah. Seperti pada tanaman keladi

(Caladium bicolor) atau talas (Colacasia esculenta), tanaman iles-iles

(Amorphophallus sp) sumber makanan disimpan dalam umbi, hampir habis

digunakan untuk pertumbuhan bunga, kemudian bunganya layu dan hancur.

Page 24: Alfa Amilase

7

Tanaman mengalami masa istirahat setelah masa pembungaan selama kurang

lebih dua bulan, maka tumbuhlah sebuah tunas besar menjadi sebuah daun

majemuk beserta tangkainya yang kemudian membentuk umbi baru di atas umbi

lama. Umbi lama kemudian mengkerut dan habis. Proses tumbuh tersebut lazim

disebut pertumbuhan vegetatif (Sufiani, 1993). Masa istirahat Tanaman A.

oncophyllus dengan munculnya buah dapat dilihat pada Gambar 3.

Besarnya umbi yang terbentuk di dalam tanah tergantung kepada keadaan

pertumbuhan vegetatif (daun dan tangkainya). Semakin besar dan luas bagian

daunnya, semakin besar proses fotosintesis yang terjadi dan semakin besar pula

umbi yang akan terbentuk. Untuk proses tersebut, maka peranan berbagai unsur

iklim seperti cahaya, udara dan air di dalam tanah adalah sangat penting (Sufiani,

1993). Salah satu jenis umbi iles-iles dapat dilihat pada Gambar 4.

Umbi iles-iles berbentuk bulat dan memiliki serabut-serabut akar. Pada

umumnya umbi dari tanaman Aracea, jika dibelah akan terlihat jaringan parenkim

yang disusun oleh sel-sel berdinding tipis. Menurut Ohtsuki (1968), jika irisan

umbi iles-iles diamati di bawah mikroskop akan terlihat sebagian besar umbi

tersusun oleh sel-sel manan. Sel-sel manan berukuran 0,5 – 2 mm; lebih besar

Gambar 3. Gambar Pembuahan Iles - Iles

Gambar 4. Penampakan Umbi iles - iles

Page 25: Alfa Amilase

8

10 – 20 kali dari sel pati. Satu sel manan berisi satu butir manan. Manan tidak

memberikan warna jika ditambahkan larutan iodium. Sel-sel manan dikelilingi

oleh sel berdinding tipis yang berisi granula pati.

3. Komposisi Kimia Umbi

Menurut Ohtsuki (1968), Amorphophallus oncophyllus mempunyai kadar

glukomanan yang paling tinggi yaitu sekitar 65%, sedangkan varietas yang lain

yaitu A. variabilis mengandung glukomanan 15 % dan A. campanulatus tidak

mempunyai kandungan glukomanan. Salah satu komponen penyusun umbi iles-

iles yang mempunyai fungsi dan peranan penting adalah bagian karbohidrat yang

terdiri dari pati, glukomanan, serat kasar dan gula bebas. Komponen lainnya dari

umbi iles-iles yang perlu mendapat perhatian dalam pananganannya adalah

kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi dapat menyebabkan rasa gatal

(Ohtsuki, 1968). Kristal kalsium oksalat, merupakan produk buangan dari

metabolisme sel yang tidak digunakan lagi olah tanaman (Lowson,1962). Menurut

Essau (1965), kristal kalsium oksalat terdapat di dalam dan luar sel manan. Pada

Tabel 1 di bawah ini, dapat dilihat komposisi gizi umbi iles-iles kuning (A.

oncophyllus).

Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Iles-Iles Kuning (A.oncophyllus)

Nutrisi Jumlah (per 100 g umbi)

Air (g)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Serat kasar (g)

Abu (g)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Besi (mg)

Natrium (mg)

Kalium (mg)

Tiamin (mg)

Riboflavin (mg)

Niacin (mg)

Vitamin C (mg)

80,0

6,3

0,2

3,6

4,0

4,3

50,0

21

0,7

4,7

100

0,05

0,02

1,6

6,0

Sumber : Asosiasi Konyaku Jepang (1976)

Page 26: Alfa Amilase

4. Glukomanan

Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang

didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta

bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin

(Gong, 1991). Menurut Wenzl (199

satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan

gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan,

dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukur

arabinoglukoronoxilan. Manan ditamui sebagai gluk

sedangkan galaktan relatif lebih jarang,

arabinogalaktan.

Glukomanan

ikatan β-1,4-glikosidik

perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan

(Ratcliffe, 2005). Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan

mempunyai cabang pada rantai utama C

unit. Bobot molekul glukomanan sekitar 1,0 x

glukomanan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com)

Menurut Ohtsuki (1968),

manosa sebanyak 67% dan D

dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang

tersusun atas dua D-manosa dan satu D

metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

D-glukopiranosa dan D

Manosa

Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang

didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta

bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin

(Gong, 1991). Menurut Wenzl (1990), hemiselulosa terdiri dari dua sampai tujuh

satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan

gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan,

dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukur

arabinoglukoronoxilan. Manan ditamui sebagai glukomanan dan galaktomanan,

n galaktan relatif lebih jarang, tetapi selalu ada dalam bentuk

Glukomanan merupakan heteropolisakarida yang mempunyai bentuk

kosidik yang terdiri dari D-glukosil dan D-manosil dengan

perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan

Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan

mempunyai cabang pada rantai utama C-3 dengan panjang cabang dua sampai tiga

molekul glukomanan sekitar 1,0 x 104 – 1,2 x

glukomanan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com)

Ohtsuki (1968), dalam satuan molekul glukomanan terdapat D

osa sebanyak 67% dan D-glukosa 33%. Hal tersebut merupakan hasil analisa

dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang

manosa dan satu D-glukosa. Berdasarkan hasil analisis secara

metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan β

Manosa Glukosa Glukosa

9

Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang

didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta

bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin

ulosa terdiri dari dua sampai tujuh

satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan

gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan,

dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukuronoxilan, atau

omanan dan galaktomanan,

tetapi selalu ada dalam bentuk

mempunyai bentuk

manosil dengan

perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan β-1,6-glikosidik

Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan

cabang dua sampai tiga

1,2 x 104. Struktur

Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com)

lekul glukomanan terdapat D-

glukosa 33%. Hal tersebut merupakan hasil analisa

dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang

osa. Berdasarkan hasil analisis secara

metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

manopiranosa dengan ikatan β-1,4-glikosidik.

Glukosa

Page 27: Alfa Amilase

10

Glukomanan ternyata mempunyai sifat-sifat antara selulosa dengan galaktomanan

yaitu dapat mengkristal dan dapat membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan

di atas mengakibatkan glukomanan mempunyai manfaat yang lebih luas daripada

selulosa dan galaktomanan.

Berbeda dengan pati dan selulosa, glukomanan dapat larut dalam air

dingin dengan membentuk massa yang kental, sedangkan bila massa yang kental

tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka glukomanan tidak dapat larut

kembali di dalam air. Larutan glukomanan dalam air mempunyai sifat merekat,

tetapi bila ditambahkan asam asetat atau asam pada umumnya, maka sifat merekat

akan hilang sama sekali. Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara

rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali

dengan asam khlorida encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk

kristal glukomanan di dalam umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan

larutan alkali (khusunya Na, K, Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan

membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air (walaupun

sampai 100oC ataupun dengan larutan asam encer. Dengan timbal asetat, larutan

glukomanan akan membentuk endapan putih stabil. Glukomanan mempunyai sifat

istimewa yaitu pengembangan glukomanan di dalam air mencapai 138-200% dan

terjadi secara cepat, sedangkan pati hanya mengembang 25%. Kekentalan larutan

glukomanan dua persen sama dengan gum arab empat persen (Ohstuki, 1968).

B. PE�GOLAHA� TEPU�G GLUKOMA�A�

Menurut Suyatno (1991) dalam Sufiani (1993), glukomanan dapat

diperoleh dalam kadar yang cukup tinggi jika dikeringkan secepatnya. Kay dalam

Syaefullah (1990) menambahkan bahwa kadar air umbi iles-iles relatif tinggi,

yakni 70-85 % yang menyebabkan bagian dalamnya mudah rusak oleh aktivitas

enzim, sehingga penyimpanan umbi sebaiknya dilakukan dalam bentuk produk

kering. Selain untuk menahan aktivitas enzim, produk kering lebih tahan umur

simpannya dan memudahkan dalam pengangkutan, penanganan serta penggunaan

selanjutnya.

Adapun pengolahannya adalah dengan cara mengupas terlebih dahulu kulit

umbi, kemudian dibersihkan dari segala kotoran yang melekat dan dicuci sampai

Page 28: Alfa Amilase

11

bersih. Umbi selanjutnya dipotong tipis-tipis setebal kira-kira 5-7 mm dengan

pisau yang tajam. Umbi yang telah diiris-iris tersebut jangan sampai luka dan

terkena air lagi, agar supaya irisan umbi tersebut tidak rusak dan terlihat ‘koreng’

yang dapat menyebabkan turunnya mutu serta tidak laku dijual. Irisan umbi

kemudian dijemur untuk dikeringkan (Trubus, (1982) dalam Ermiati dan

Laksmanahardja (1996)).

Menurut Soedarsono dan Abdulmanap (1963), mata tunas yang terdapat

pada umbi dihilangkan dan susut bahan yang terjadi sekitar 17%. Pengeringan

terhadap umbi dilakukan sampai didapat kadar air maksimum 12%.

Dalam pengirisan dilakukan dengan arah melintang. Pengirisan yang

terlalu tipis dibawah lima milimeter akan menyebabkan umbi lengket dan

menyulitkan pengambilannya, sedangkan bila terlalu tebal diatas sepuluh

milimeter proses pengeringan berjalan lambat dan hasil irisan kurang baik

penampakannya. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh hasil

irisan baik antara lain umbi segar bermutu baik, tebal irisan yang tepat dan

seragam, teknik pengeringan yang baik dan kontrol pengeringan yang intensif.

Pengeringan umbi iles-iles dapat dilakukan dengan sinar matahari atau

dengan alat pengering. Pengering dengan sinar matahari lebih mudah dan murah

namun mudah pula dikotori oleh debu dan pasir. Bila cuaca baik dan tidak

mendung maka pengeringan cukup selama dua sampai tiga hari atau 16 jam

pengeringan efektif (Murtinah, 1977)

Pengeringan secara buatan lebih mahal namun menghasilkan irisan-irisan

yang bersih dan kecepatan pengeringan dapat dipertahankan karena tidak

dipengaruhi oleh cuaca. Murtinah (1977) melaporkan bahwa pengeringan dengan

menggunakan oven pada suhu 70 oC selama 16 jam dapat memberikan hasil kadar

manan yang optimum, akan tetapi keripik yang merupakan irisan-irisan umbi iles-

iles yang telah dikeringkan, mempunyai kandungan glukomanan yang lebih

rendah (18,15%) dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari (22,79%)

dalam waktu yang sama. Untuk mengetahui irisan umbi iles-iles telah kering

dapat dilakukan secara visual dengan cara mematahkannya. Bila telah berbunyi

“krek” maka umbi tersebut telah kering (Jumali, 1980)

Page 29: Alfa Amilase

12

Keripik di atas merupakan bahan baku tepung iles-iles yang dapat

dipisahkan tepung glukomanannya. Dalam pembuatan tepung iles-iles dan

pemisahan glukomanan dari gaplek kering tersebut dapat dilakukan secara

mekanis ataupun secara kimia. Pembuatan secara mekanis dapat dilakukan dengan

tiga cara yaitu 1) penggerusan dengan penghembusan, 2) penggerusan dengan

pengayakan, dan 3) penggosokan, sedangkan secara kimia, digunakan bahan

kimia untuk melarutkannya. Pada cara pertama, keripik terlebih dahulu digiling

untuk dijadikan tepung, kemudian baru dilakukan pemisahan berdasarkan bobot

jenis dan ukuran partikel. Glukomanan merupakan polisakarida yang mempunyai

bobot jenis serta ukuran partikel terbesar dan bertekstur lebih keras dibandingkan

dengan partikel-partikel komponen tepung iles-iles lainnya. Dengan demikian cara

penghembusan akan menyebabkan glukomanan akan jatuh dekat dengan dengan

pusat blower, sedangkan komponen-komponen tepung lainnya yang lebih ringan

(dinding sel, garam oksalat, dan pati) ditiup dengan blower dan akan jatuh lebih

jauh. Pada cara kedua, keripik yang digiling kemudian diayak. Bagian yang halus

akan turun melalui ayakan sedangkan glukomanan akan tertinggal di ayakan. Pada

cara ketiga, keripik yang telah digiling menjadi tepung kemudian digosok diantara

dua kain terpal oleh alat penggosok yang dilengkapi dengan ayakan (ukuran

lubang 0,5-0,8 mm) dan penghisap. Hal ini mengakibatkan fraksi kecil (dinding

sel, garam oksalat dan pati) terhisap oleh penghisap dan glukomanan (fraksi

besar) akan terkumpul tepat di bawah ayakan (Murtinah, 1977). Ekstraksi

glukomanan secara kimiawi masih jarang dilakukan, karena biayanya mahal dan

membutuhkan peralatan yang cukup rumit. Cara yang paling sederhana adalah

dengan pengkristalan kembali dengan etanol.

C. HIDROLISIS PATI SECARA E�ZIMATIS (α-AMILASE)

Penggunaan enzim dalam proses hidrolisis berkembang luas disebabkan

oleh beberapa kelebihannya dibandingkan dengan penggunaan larutan asam.

Enzim dalam jumlah sedikit dapat mengencerkan sejumlah besar pati, sehingga

biaya yang dibutuhkan relatif lebih murah (Pomeranz, 1991). Enzim bekerja

secara spesifik pada percabangan tertentu, produk yang dihasilkan sesuai dengan

keinginan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, dan dihasilkan sedikit produk

Page 30: Alfa Amilase

13

samping dan abu serta kerusakan warna yang dapat diminimalkan (Norman,

1981).

Enzim adalah molekul biopolimer yang merupakan protein, tersusun atas

serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan

tetap. Enzim yang digunakan dalam penelitian adalah enzim α-amilase. Alfa-

amilase dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Enzim

tersebut menghidrolisis secara acak ikatan α-1,4 glikosidik, baik yang terdapat

pada amilosa maupun amilopektin. Produk utama hidrolisis α-amilase berupa

oligosakarida yang mengandung enam sampai tujuh maltosa (Alais dan Linden,

1991). Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin atau unit oligosakarida tersebut

terpotong-potong menjadi unit yang lebih kecil menjadi campuran glukosa,

maltosa, maltotriosa dan ikatan lain.

Mekanisme kerja α-amilase terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama

degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Hal

ini diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi

pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Pada tahap

di atas pembentukan relatif sangat lambat, sedangkan pada molekul amilopektin

kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-limit

dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang

mengandung ikatan α-1,6-glikosidik. Selain itu, α-amilase dapat menyebabkan

penurunan viskositas yang drastis juga dapat menurunkan intensitas warna biru

iod (Reilly, 1985). Menurut Robyt (1984), degradasi α-amilase terhadap substrat

pati dapat terjadi melalui tiga tipe mekanisme serangan di bawah ini :

a. Rantai Tunggal (Single chain), enzim menyerang satu polimer kemudian

mendegradasi secara sempurna baru menyerang polimer lain.

b. Serangan Rantai Ganda (Multi chain attack), enzim menyerang satu

polimer, melepaskan produk pertama, kemudian menyerang polimer lain,

melepaskan produk kedua dan seterusnya menyerang polimer lainnya.

c. Serangan Berganda (Multiple attack), enzim menyerang satu polimer

kemudian beberapa kali memecahkan hasil degradasi pertamanya,

selanjutnya menyerang polimer lain dan seterusnya.

Page 31: Alfa Amilase

14

D. STA�DAR MUTU TEPU�G GLUKOMA�A�

Dalam penggunaan tepung glukomanan untuk dijadikan produk lain

terutama bahan pangan, Jepang sebagai salah satu produsen terbesar dalam

pengolahan umbi iles-iles menjadi tepung glukomanan telah menetapkan suatu

standar tepung glukomanan. Penetapan standar tersebut dilakukan oleh Assosiasi

Konyaku Jepang yang bertujuan untuk meningkatkan mutu produk serta

menciptakan harga transaksi yang stabil (Assosiasi Konyaku Jepang, 1976).

Standar mutu tepung glukomanan yang telah dikeluarkan oleh Assoasiasi

Konyaku Jepang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Glukomanan Murni dari Iles-iles

Sumber : Assosiasi Konyaku Jepang (1976)

Karakteristik Mutu

Utama I II

Bobot per karung (kg)

Kadar Air (%)

Derajat tumbuk

Warna

Bahan tambahan

Jumlah Kandungan SO2 (g/kg)

20

< 12

Sangat halus

Putih mengkilap

Negatif

< 0,6

20

< 14

Halus

Putih

Negatif

< 0,6

20

< 18

Agak halus

Agak putih

Negatif

< 0,9

Page 32: Alfa Amilase

15

III. METODE PEELITIA

A. BAHA DA ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi iles-iles kuning

(Amorphophallus oncophyllus) yang diperoleh dari kebun percobaan IPB,

Darmaga, Bogor. Umbi iles-iles kuning yang digunakan tersebut rata-rata sudah

mencapai umur 3 tahun. Bahan yang digunakan dalam pemurnian tepung

glukomanan adalah larutan bufer fosfat sitrat, enzim α-amilase, larutan etanol

96% dan aquades. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah larutan NaOH,

larutan HCl, larutan kalium iodida, larutan H2SO4, larutan heksan, larutan

KMnO4, larutan dinitrosalisilat, larutan fenol, larutan H3PO4, larutan Pb asetat,

CuSO4 hablur, Na2SO4 hablur, larutan H3BO3, Na2CO3 hablur, larutan indikator

merah metil, larutan Na2S2O3, larutan Luff Scroll, larutan kanji, dan larutan iod.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung glukomanan adalah

slicer, penggiling, disc mill, pisau, ayakan 0,18 mm (80 mesh), wadah plastik,

pengering tipe efek rumah kaca, lumpang porselen dan neraca digital. Alat-alat

yang digunakan dalam pemurnian tepung glukomanan adalah sentrifuse, pipet

serologi, pipet tetes, tabung sentrifuse, penyaring vacuum, dan penangas air.

Peralatan untuk melakukan analisis adalah cawan alumunium, cawan porselen,

oven, tanur, viscometer Brookfiled, photovolt, soxhlet apparatus, kertas saring,

hot plate, buret, Kjeltec, labu Kjeldahl, spektrofotometer Hach, mikroskop cahaya

terpolarisasi dan peralatan gelas lainnya.

B. TATA LAKSAA PEELITIA

Sistematika penelitian yang ini terdiri atas dua tahap yakni penelitian

pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan

nilai optimum keasaman lingkungan (pH) dan aktivitas enzim α-amilase serta

penentuan komposisi kimia bahan baku umbi iles-iles kuning (Amorphophallus

onchophyllus). Penelitian utama terdiri dari pembuatan tepung iles-iles kuning,

pemurnian tepung glukomanan dan analisis fisiko kimia tepung iles-iles, tepung

glukomanan sebelum dan setelah dimurnikan. Pemurnian tepung glukomanan

melalui tiga tahap proses, yakni (1) pembuatan tepung glukomanan dari tepung

Page 33: Alfa Amilase

16

iles-iles dengan pemisahan secara fisik, (2) penghilangan pati pada tepung

glukomanan secara enzimatis, dan (3) isolasi glukomanan secara kimiawi. Adapun

diagram alir proses tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7

di bawah ini.

Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian (Proses Pembuatan Tepung Iles-Iles

dan Tepung Glukomanan Dengan Pemisahan Secara Fisik)

Tepung iles-iles kering

Tepung Glukomanan

Pengayakan

dengan ayakan berdiameter

0,18 mm

Pati dan residu

lain

Perendaman dalam air

selama 10 menit

Pengirisan (slicer)

Pengeringan dengan pengering buatan

tipe efek rumah kaca

(50-60 oC, 3 hari)

Keripik kering

Pengecilan

ukuran

Umbi iles-iles kuning

Air Pembersihan dan

pencucian umbiKotoran

Analisis

komposisi kimia

umbi

Karakteristik

komposisi kimia

Karakteristik

fisiko kimia

Page 34: Alfa Amilase

17

Gambar 7. Lanjutan Diagram Alir Tahapan Penelitian (Proses Pemurnian Tepung

Glukomanan)

Page 35: Alfa Amilase

18

1. Penelitian Pendahuluan

a. Penentuan Nilai Optimum Keasaman Lingkungan (pH) untuk Aktivitas

Enzim α-Amilase

Penentuan nilai optimum keasaman lingkungan (pH) untuk aktivitas

enzim α-amilase dilakukan terhadap larutan pati dengan menambahkan

larutan bufer fosfat sitrat pada lima nilai pH yang berbeda yaitu pH 4, 4.6,

5, 5.6, dan 6. Larutan pati diinkubasi pada suhu 95 oC selama 15 menit dan

diinaktivasi dengan penambahan larutan basa (NaOH 0,1N) dibiarkan

hingga larutan dingin kemudian dinetralkan dengan larutan asam (HCl

0,1N). Hasil hidrolisis oleh enzim tersebut diuji kadar gula pereduksinya

dengan mereaksikan hidrolisat dengan larutan dinitrosalisilat membentuk

senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550

nm dengan spektrofotometer Hach.

b. Penentuan Aktivitas Enzim α-Amilase

Penentuan aktivitas enzim α-amilase didasarkan pada pembentukan

gula pereduksi yang dihasilkan dengan menghidrolisis larutan pati

tergelatinisasi pada kondisi pH dan suhu yang optimum. Pada penelitian

ini akan dilakukan pada tiga suhu yang berbeda yaitu pada suhu 65 oC, 80

oC dan 95

oC, karena untuk mengetahui nilai aktivitas optimum enzim α-

amilase pada masing-masing suhu. Enzim dalam larutan tersebut

kemudian diinaktivasi dengan penambahan larutan NaOH 0,1 N, dibiarkan

hingga larutan dingin kemudian dinetralkan dengan larutan HCl 0,1N dan

dilakukan analisis gula pereduksinya.

c. Analisis Komposisi Kimia Umbi

Analisis dilakukan pada umbi iles-iles meliputi kadar air, kadar

protein, kadar lemak, kadar serat, kadar abu, dan kadar karbohidrat by

difference, kadar glukomanan, dan kadar kalsium oksalat.

Page 36: Alfa Amilase

19

2. Penelitian Utama

a. Pembuatan Tepung Iles-Iles (Syaefullah, 1990)

Pembuatan tepung iles-iles dapat dilihat pada Gambar 6 halaman

sebelumnya. Umbi iles-iles kuning dibersihkan dari kotoran-kotoran

seperti tanah dan akar-akar yang menempel pada umbi kemudian

dipotong-potong setebal 0,5 cm dengan menggunakan alat pengiris

(slicer). Hasil potongan umbi kemudian direndam dalam air selama

sepuluh menit. Setelah perendaman irisan umbi iles-iles kemudian

dikeringkan dalam alat pengering tipe efek rumah kaca yang bersuhu 50 -

60 oC selama tiga hari. Jika irisan umbi telah benar-benar kering, keripik

(irisan umbi kering) akan mengeluarkan bunyi ”krek” ketika dipatahkan.

Selanjutnya keripik digiling dengan menggunakan disc mill, dan ukuran

ayakan 0,15 - 0,18 mm (80 - 100 mesh) sehingga dihasilkan tepung iles-

iles.

b. Pemurnian Tepung Glukomanan

1) Pembuatan tepung glukomanan dari tepung iles-iles dengan pemisahan

secara fisik

Pembuatan tepung glukomanan dapat dilihat pada Gambar 6

halaman sebelumnya. Tepung iles-iles yang dihasilkan, dipisahkan dari

pati secara kasar dengan menggunakan ayakan 0,18 mm (80 mesh).

Tepung yang tertahan pada ayakan 0,18 mm adalah tepung glukomanan

yang karena ukuran partikelnya lebih besar dibanding ukuran partikel

pati (lolos ayakan 0,18 mm (80 mesh)).

2) Penghilangan pati pada tepung glukomanan secara enzimatis

Penghilangan pati pada tepung glukomanan secara enzimatis dilakukan

dengan menghidrolisis pati dari tepung glukomanan dengan menggunakan

enzim α-amilase. Tepung glukomanan ( fraksi yang tertahan ayakan 0,18

mm (80 mesh)) dibuat menjadi larutan 5 % dengan penambahan larutan

buffer fosfat sitrat pH 5, kemudian dipanaskan dalam water bath sampai

larutan tergelatinisasi. Larutan kemudian ditambahkan enzim α-amilase.

Hidrolisis dilakukan di dalam water bath pada suhu dan dosis enzim α-

amilase sesuai perlakuan selama 30 menit. Jika telah selesai proses

Page 37: Alfa Amilase

20

hidrolisis, enzim α-amilase diinaktivasi dengan larutan HCl 0,1N dan

dinetralkan dengan larutan NaOH 0,1 N. Hidrolisis pati dari tepung

glukomanan secara enzimatis yang diterapkan dalam penelitian ini

menggunakan dua faktor perlakuan berikut ini :

i. Suhu hidrolisis pada suhu 65 oC, 80

oC dan 95

oC.

ii. Dosis enzim α-amilase yang ditambahkan yaitu dengan

panambahan enzim α-amilase pada konsentrasi 1 U/g tepung, 2

U/g tepung dan 3 U/g tepung.

3) Isolasi glukomanan secara kimiawi

Isolasi glukomanan secara kimiawi dapat dilihat pada Gambar 7.

Larutan hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan

ditambahkan air dingin kemudian disentrifugasi. Setelah disentrifugasi

akan terbentuk tiga fase yaitu larutan jernih yang mengandung

maltodekstrin, larutan kental yang merupakan glukomanan, dan bagian

bawah adalah serat. Larutan glukomanan yang kental tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, didinginkan dalam lemari es selama

satu jam dan ditambahkan alkohol 95 % berlebih, yaitu 13 ml alkohol

95 % untuk tiap gram tepung. Alkohol ditambahkan sedikit demi sedikit

sambil diaduk-aduk. Larutan dibiarkan sampai terjadi pemisahan antara

air dengan endapan glukomanan. Glukomanan yang mengendap

dipisahkan dengan cara penyaringan vacum menggunakan kain saring.

Endapan glukomanan dicuci dengan etanol dan dikeringkan dalam oven

pada suhu 40 oC selama 48 jam. Glukomanan kering digiling dan

diayak dengan ayakan 0,425 mm (40 mesh).

c. Analisis fisiko kimia tepung iles-iles, tepung glukomanan sebelum dan

setelah dimurnikan

Analisis yang dilakukan pada tepung iles-iles yang dihasilkan meliputi

kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, kadar abu, dan kadar

karbohidrat by difference, kadar glukomanan, dan kadar kalsium oksalat.

Analisis yang dilakukan pada tepung glukomanan dari tepung iles-iles

dengan pemisahan secara fisik adalah kadar air, kadar protein, kadar

Page 38: Alfa Amilase

21

lemak, kadar serat, kadar abu, dan kadar karbohidrat by difference, kadar

glukomanan, kadar kalsium oksalat, kadar pati, derajat keputihan,

kekentalan, densitas kamba, dan pH. Tepung glukomanan hasil pemurnian

secara enzimatis meliputi kadar glukomanan, kadar pati, derajat keputihan,

kekentalan, densitas kamba, pH, dan bentuk granula serta nilai DE pada

hasil hidrolisis pati yang dihasilkan untuk mengetahui derajat hidrolisis.

C. RACAGA PERCOBAA

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

pada percobaan faktorial dengan dua ulangan. Model rancangan percobaan

penelitian adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) :

Yijm = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εm(ij)

Dimana :

Yijm = Nilai pengamatan untuk perlakuan larutan untuk perendaman dan

perlakuan umbi sebelum dikeringkan pada masing-masing ke-i

dan ke-j dan ulangan ke-m

µ = Rataan

Ai = Pengaruh faktor penggunaan suhu hidrolisis ke-i (i = 1,2,3)

Bj = Pengaruh faktor dosis enzim yang ditambahkan ke-j (j = 1,2,3)

(PU)ij = Pengaruh interaksi antara faktor penggunaan suhu hidrolisis

dengan faktor dosis enzim yang ditambahkan pada taraf ke-i dan

ke-j; ulangan ke-m

εm(ij) = Galat/kesalahan perobaan (m = 1,2 untuk semua i,j).

Dalam hidrolisis tepung glukomanan, perlakuan suhu hidrolisis diberi

simbol A sehingga dengan perlakuan suhu 65 oC, 80

oC, 95

oC diberi simbol

berturut-turut A1, A2, dan A3, sedangkan perlakuan dosis yang ditambahkan pada

dosis 1 U/g tepung, 2 U/g tepung, dan 3 U/g tepung diberi simbol berturut-turut

B1, B2 dan B3. Tepung glukomanan yang belum mendapat perlakuan baik suhu

maupun dosis enzim yang ditambahkan diberi simbol A0B0.

Page 39: Alfa Amilase

22

IV. HASIL DA PEMBAHASA

A. PEELITIA PEDAHULUA

1. Penentuan ilai Optimum Keasaman Lingkungan (pH) untuk Aktivitas

Enzim αααα-Amilase

Enzim merupakan biokatalis karena dihasilkan oleh sel-sel hidup. Suatu

biokatalis akan menampakan suatu kekhususan dan hanya berfungsi pada satu

jenis reaksi tertentu saja (Pelczar dan Chan, 2005). Nilai keasaman lingkungan

(pH) merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi reaksi enzim

sebagai biokatalis proses. Penentuan kondisi keasaman lingkungan (pH) terbaik

dari setiap enzim akan berdampak pada kerja yang dilakukan dari enzim yang

akan dipergunakan dalam proses tersebut. Perubahan pH akan mempengaruhi

aktivitas, stabilitas struktural dan kelarutan enzim.

Menurut Naz (2002), aktivitas maksimum enzim α-amilase berada pada

kondisi asam dengan kisaran pH 4.5 – 7.0, tetapi bentuk kurva aktivitas dan titik

optimal pH berbeda-beda tergantung dari asal enzim tersebut. Penentuan pH

optimal dilakukan dalam penelitian ini, dengan penambahan bufer fosfat sitrat

pada setiap nilai yang telah ditetapkan yaitu pH 4, 4.6, 5, 5.6, dan 6. Berdasarkan

hasil pengujian, pati yang dihidrolisis oleh enzim α-amilase menghasilkan gula

pereduksi yang semakin meningkat pada kondisi lingkungan yang memiliki pH 4

sampai pH 5, kemudian jumlah gula pereduksi menurun pada kondisi lingkungan

yang memiliki pH 5,6 sampai pH 6. Hal tersebut berarti pada kisaran pH 4 – 6

tersebut aktivitas enzim α-amilase meningkat kemudian mengalami penurunan

kembali dan mencapai aktivitas optimal pada pH 5. Pengaruh nilai pH dengan

aktivitas relatif enzim α-amilase dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.

Page 40: Alfa Amilase

23

Gambar 8. Pengaruh nilai pH dengan aktivitas relatif enzim α-amilase

Penggunaan bufer asam lemah pada penentuan nilai optimum keasaman

lingkungan (pH) di atas didasarkan karena menurut Stauffer (1989) enzim sangat

sensitif terhadap perubahan pH namun dengan adanya bufer membuat pH relatif

konstan selama proses. Enzim α-amilase yang digunakan dalam penelitian ini

adalah enzim α-amilase termostabil yang tahan pada suhu panas. Menurut

Wibisono (2004), enzim α-amilase termostabil tersebut memiliki suhu optimal

suhu 95 oC, sehingga dalam penentuan keasaman lingkungan (pH), suhu yang

digunakan adalah suhu 95 oC. Dengan diketahuinya pH optimal enzim α-amilase,

maka penentuan aktivitas enzim α-amilase dan perlakuan hidrolisis pati pada

tepung glukomanan mengunakan kondisi keasaman lingkungan pada pH 5 agar

diperoleh kondisi proses yang terbaik sehingga hasil yang optimal dapat tercapai.

2. Penentuan Aktivitas Enzim αααα-Amilase

Enzim α-amilase merupakan endoamilase, yang memecah ikatan α-(1,4)

glikosidik di bagian dalam polisakarida secara acak. Dalam penentuan aktivitas

enzim digunakan tiga suhu yang berbeda yaitu 65 oC, 80

oC, dan 95

oC. Hal ini

disebabkan karena pada penelitian utama digunakan tiga kondisi suhu yang

berbeda untuk menghidrolisis pati dari tepung glukomanan sehingga perlu

diketahui aktivitas kerja enzim optimum pada masing-masing suhu tersebut. Pada

penentuan aktivitas enzim substrat yang digunakan adalah larutan pati 2 % dan

pada kondisi buffer terbaik yaitu pH 5, kemudian enzim α-amilase mempercepat

hidrolisis pati pada suhu tertentu, selama 15 menit. Hasil hidrolisis akan

4 4.6 5 5.6 6

Ak

tiv

ita

s R

ela

tif

(%)

pH

Page 41: Alfa Amilase

menghasilkan glukosa, maltosa dan dekstrin, yang akan

dinitrosalisilat membentuk warna sehingga dapat dibaca absorbansinya dengan

spektrofotometer. Berdasarkan absorbansi dapat diketahui konsentrasi gula yang

dihasilkan, sehingga dengan perhitungan aktivitas enzim yang diperoleh pada

masing-masing suhu 65

3.363,29 U/ml dan

optimal pada masing-

banyaknya volume enzim yang ditambahkan pada saat hidrolisis pati pada tepung

glukomanan dengan konsentrasi enzim tertentu.

dapat dihitung aktivitas relatifnya dan diagram pengaruh suhu terhadap aktivit

relatif dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Diagram Aktivitas Enzim

Diagram di atas

enzim α-amilase semakin meningkat, dan aktivitas enzim

95 oC mengalami aktivitas optimal.

termostabil tersebut memiliki suhu optimal suhu 95

pada suhu yang lebih tinggi dari 95

menurun dan pada ak

Sebelum penambahan enzim

amilase, pati harus digelatinisasi terlebih dahulu agar pada saat ditambahkan

enzim α-amilase, enzim dapat langsung bekerja menyerang ikatan 1,4

Menurut Winarno (2002), gelatinisasi adalah proses peningkatan volume granula

Ak

tivi

tas

Re

lati

f (%

)

menghasilkan glukosa, maltosa dan dekstrin, yang akan bereaksi dengan larutan

dinitrosalisilat membentuk warna sehingga dapat dibaca absorbansinya dengan

spektrofotometer. Berdasarkan absorbansi dapat diketahui konsentrasi gula yang

dihasilkan, sehingga dengan perhitungan aktivitas enzim yang diperoleh pada

masing suhu 65 oC, 80

oC, 95

oC berturut-turut adalah

U/ml dan 13.545,75 U/ml. Dengan diperoleh aktivitas enzim yang

-masing suhu 65 OC, 80

OC, dan 95

OC maka dapat diketahui

banyaknya volume enzim yang ditambahkan pada saat hidrolisis pati pada tepung

glukomanan dengan konsentrasi enzim tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh

dapat dihitung aktivitas relatifnya dan diagram pengaruh suhu terhadap aktivit

relatif dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Diagram Aktivitas Enzim α-Amilase Pada Suhu 65 O

menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, aktivitas relatif

semakin meningkat, dan aktivitas enzim α-amilase

C mengalami aktivitas optimal. Menurut Wibisono (2004), enzim

termostabil tersebut memiliki suhu optimal suhu 95 oC. Jika pengujian dilanjutkan

pada suhu yang lebih tinggi dari 95 oC maka aktivitas enzim

khirnya kerusakan enzim terjadi.

Sebelum penambahan enzim α-amilase dalam penentuan aktivitas enzim

amilase, pati harus digelatinisasi terlebih dahulu agar pada saat ditambahkan

nzim dapat langsung bekerja menyerang ikatan 1,4

(2002), gelatinisasi adalah proses peningkatan volume granula

65 80 95

13.03

24.83

100.00

Suhu (oC)

24

bereaksi dengan larutan

dinitrosalisilat membentuk warna sehingga dapat dibaca absorbansinya dengan

spektrofotometer. Berdasarkan absorbansi dapat diketahui konsentrasi gula yang

dihasilkan, sehingga dengan perhitungan aktivitas enzim yang diperoleh pada

turut adalah 1.764,71 U/ml,

Dengan diperoleh aktivitas enzim yang

maka dapat diketahui

banyaknya volume enzim yang ditambahkan pada saat hidrolisis pati pada tepung

Berdasarkan data yang diperoleh

dapat dihitung aktivitas relatifnya dan diagram pengaruh suhu terhadap aktivitas

OC, 80

OC, 95

OC

suhu, aktivitas relatif

milase pada suhu

Menurut Wibisono (2004), enzim α-amilase

C. Jika pengujian dilanjutkan

aktivitas enzim α-amilase akan

amilase dalam penentuan aktivitas enzim α-

amilase, pati harus digelatinisasi terlebih dahulu agar pada saat ditambahkan

nzim dapat langsung bekerja menyerang ikatan 1,4-glikosidik.

(2002), gelatinisasi adalah proses peningkatan volume granula

Page 42: Alfa Amilase

25

pati karena menyerap air pada suhu antara 55 oC sampai 65

oC dan perubahan

yang terjadi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Di bawah suhu

gelatinisasinya pati tidak akan terurai dan pati akan tahan terhadap kerja enzim

dan gangguan bahan kimia serta mekanis sehingga dengan suhu 65 OC, 80

OC, dan

95 OC suhu gelatinisasi pati akan tercapai.

B. PEELITIA UTAMA

1. Pembuatan Tepung Glukomanan dari Tepung Iles-Iles dengan

Pemisahan Secara Fisik

Pembuatan tepung glukomanan dengan pemisahan secara fisik diawali

dengan pembuatan tepung iles-iles yang berasal dari umbi iles-iles kuning

(Amorphophallus onchophillus). Dalam pembuatan tepung iles-iles tersebut

didapat data rendemen keripik terhadap umbi iles-iles, rendemen tepung iles-iles

terhadap keripik, rendemen tepung glukomanan dan limbah tepung glukomanan

terhadap tepung iles-iles yang dapat dilihat pada neraca massa dalam Gambar 10.

Pada Gambar 10, rendemen keripik terhadap umbi iles-iles kuning sangat

kecil yaitu 15,13 %. Hal ini disebabkan penyusutan kadar air umbi iles-iles yang

hilang selama pengeringan menjadi keripik. Keripik yang diperoleh merupakan

umbi iles-iles kuning yang dipotong-potong dengan menggunakan alat slicer

dengan ukuran 4-5 mm tanpa pengupasan kulit terlebih dahulu. Pengupasan kulit

pada umbi iles-iles akan menyebabkan kehilangan (loss) yang sangat banyak

sehingga umbi iles-iles yang akan dijadikan keripik hanya dibersihkan dari tanah

dan kotoran - kotoran lain pada kulit umbi. Dalam pengirisan dilakukan

pemotongan dengan arah melintang. Menurut Murtinah (1977), pengirisan yang

terlalu tipis dibawah lima milimeter akan menyebabkan umbi lengket dan

menyulitkan pengambilannya, sedangkan bila terlalu tebal di atas sepuluh

milimeter proses pengeringan berjalan lambat dan hasil irisan kurang baik

penampakannya. Pengeringan umbi iles-iles menjadi keripik dalam penelitian ini

berlangsung selama 27 jam dengan pengering buatan tipe rak pada suhu 60-65 oC.

Page 43: Alfa Amilase

26

Gambar 10. Neraca Massa Pembuatan Tepung Glukomanan dengan Pemisahan

Secara fisik

Keripik kering tersebut digiling untuk menjadi tepung iles-iles yang

mengandung glukomanan, dan komponen-komponen tepung lainnya seperti serat,

garam oksalat, dan pati. Rendemen tepung iles-iles yang diperoleh dari

penggilingan keripik kering adalah 90,63 % dengan kehilangan bobot yang terjadi

yaitu sebesar 9,37 %.

Pemisahan tepung glukomanan dari komponen lain yang terdapat pada tepung

iles-iles dalam penelitian dilakukan dengan secara mekanis metode ayakan.

Pengayakan merupakan cara pemisahan bahan berdasarkan ukuran molekul

bahan. Glukomanan merupakan polisakarida yang mempunyai bobot jenis serta

Page 44: Alfa Amilase

27

ukuran partikel terbesar dan bertekstur lebih keras dibandingkan dengan partikel-

partikel komponen tepung iles-iles lainnya sehingga glukomanan akan tertinggal

di ayakan sedangkan bagian yang halus (dinding sel, garam oksalat, dan pati) akan

turun melalui ayakan. Menurut Ohtsuki (1968), sel-sel glukomanan berukuran

0,5 - 2 mm, lebih besar 10 - 20 kali dari sel pati dan menurut Takigami (2000)

kristal kalsium oksalat berukuran 0,15 x 0,005 mm. Dengan menggunakan ayakan

berdiameter 0,18 mm (80 mesh) maka komponen lain seperti pati dan kalsium

oksalat dapat dipisahkan dari tepung glukomanan karena memiliki ukuran yang

lebih kecil daripada diameter ayakan sehingga lolos saring dan tepung

glukomanan yang memiliki ukuran lebih besar daripada diameter ayakan akan

tertahan di ayakan. Limbah tepung iles-iles yang lolos saring diperoleh rendemen

12,16 % terhadap tepung iles-iles. Rendemen tepung glukomanan yang

merupakan komponen tepung yang tertahan ayakan berdiameter 0,18 mm adalah

87,84 % terhadap tepung iles-iles. Penggunaan ayakan berdiameter 0,18 mm

didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanif (1991), bahwa

pemisahan dengan menggunakan ayakan berdiameter 0,18 mm memberikan

rendemen dan kandungan glukomanan terbaik dibandingkan ayakan berdiameter

0,212 dan 0,250 mm.

2. Karakteristik Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles Kuning, Tepung Iles-Iles

Kuning dan Tepung Glukomanan Pemisahan Secara Fisik

Karakteristik komposisi kimia umbi iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning

dan tepung glukomanan pemisahan secara fisik diketahui dengan melakukan

analisis proksimat terhadap umbi dan tepung tersebut. Karakteristik komposisi

kimia umbi iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning, dan tepung glukomanan

pemisahan secara fisik yang telah diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3,

Lampiran 2.

a. Kadar Air

Jumlah kandungan air pada bahan-bahan terutama hasil pertanian akan

mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroorganisme.

Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka sebagian air dalam

bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu (Winarno, 2003).

Page 45: Alfa Amilase

28

Pengubahan umbi iles-iles menjadi keripik dengan proses pengeringan

bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai mencapai batas tertentu

sehingga pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim penyebab

kerusakan pada tepung iles-iles ataupun tepung glukomanan dapat dihambat.

Menurut Fardiaz (1989), batas kadar air minimum dimana mikroorganisme

masih dapat tumbuh adalah 14 - 15 %.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3 Lampiran 2, nilai rata-rata kadar

air umbi iles-iles sebelum proses pengeringan adalah 81,05 %, kemudian

setelah diproses menjadi keripik dan ditepungkan, kadar air tepung iles-iles

adalah 11,10 % serta tepung glukomanan yang mengalami pemisahan secara

fisik memiliki kadar air 11,63 %. Kadar air hasil analisis tepung di atas cukup

baik karena telah mencapai kisaran kadar air tepung yang aman yaitu kurang

dari 14 %.

b. Kadar Abu

Abu merupakan unsur-unsur mineral zat anorganik sebagai sisa yang

tertinggal setelah bahan diabukan sampai bebas karbon dan air (Djalil, 2003).

Kadar abu ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran

bahan organik pada suhu sekitar 550 oC. Tujuan penentuan kadar abu adalah

untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral yang terdapat dalam bahan.

Pada proses pengabuan pengontrolan suhu tanur menjadi sangat penting

karena beberapa elemen abu dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya

unsur K, Na, S, Ca, Cl, P dan dapat menyebabkan dekomposisi senyawa

tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3 (Sudarmadji, 1989). Jika mineral K,

Na, Ca, P menguap selama proses pengabuan maka kadar abu yang diperoleh

lebih kecil dari kadar abu sebenarnya. Jika senyawa K2CO3, CaCO3, MgCO3

terdekomposisi maka kadar abu yang diperoleh lebih besar daripada kadar

abu sebenarnya. Namun, jika suhu pembakaran tetap terjaga pada 500-600 oC,

maka unsur mineral dan senyawa tertentu tersebut tidak menguap atau

terdekomposisi.

Berdasarkan hasil analisis, nilai rata-rata kadar abu umbi iles-iles kuning

adalah 0,82 % (bb). Kadar abu pada tepung iles-iles kuning meningkat

menjadi 2,99 % (bb) dari kadar abu dalam bentuk umbinya dan kadar abu

Page 46: Alfa Amilase

29

tepung glukomanan yang diperoleh lebih besar dari tepung iles-iles kuning.

Kadar abu pada tepung glukomanan hasil pemisahan secara fisik memiliki

kadar abu 3,33 % (bb). Rendahnya kandungan mineral pada umbi iles-iles

kuning dapat juga disebabkan mineral yang terkandung di dalamnya tidak

seragam pada jaringan umbi iles-iles kuning yang dianalisis dan peningkatan

yang terjadi dalam bentuk tepungnya dapat disebabkan karena terjadi

kontaminasi dengan alat, tempat dan air yang digunakan serta udara sekitar

selama proses pengolahan. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Soebito

(1989) bahwa secara kuantitatif mineral yang diperoleh dapat berasal dari

umbi segar, penggunaan pupuk, dan juga kontaminasi tanah dan udara selama

pengolahan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Syaefullah (1990),

kadar abu umbi iles-iles dan tepung glukomanan yang diperoleh 1,22 % (bb)

dan 7,88 % (bb), berbeda nyata dengan kadar abu umbi iles-iles dan tepung

glukomanan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu 0,82 % (bb) dan 3,33 %

(bb). Perbedaan hasil yang diperoleh selain disebabkan faktor kontaminasi

selama proses, umbi iles-iles yang berbeda menghasilkan karakteristik yang

berbeda pula.

Mineral yang umumnya terdapat pada umbi iles-.iles kuning adalah Ca, P,

Fe, Na, dan K (Syaefullah, 1990). Mineral tersebut diperlukan manusia agar

memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik.

c. Kadar Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang

mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan

karbohidrat. Metode yang digunakan untuk menentukan kandungan protein

dalam bahan adalah metode Kjeldahl. Metode ini digunakan untuk

menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung,

karena yang terhitung adalah kadar nitrogennya dikali angka konversi 6,25.

Hasil analisis pada Tabel 3 Lampiran 2, rata-rata kadar protein pada umbi

iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning dan tepung glukomanan berturut-turut

adalah 1,21 % (bb), 2,92 % (bb) dan 0,12 % (bb). Rendahnya kandungan

protein pada tepung glukomanan disebabkan tepung glukomanan sudah

mengalami proses pengayakan sehingga terpisah dari pati yang biasanya

Page 47: Alfa Amilase

30

berikatan juga dengan protein. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian

Syaefullah (1990) kadar protein pada umbi iles-iles kuning dan tepung

glukomanan yang diperoleh berturut-turut adalah 0,92 % (bb) dan 3,42 %

(bb). Perbedaan yang terjadi selain disebabkan karena varietas tanaman umbi

yang berbeda, metode pembuatan tepung glukomanan juga berbeda.

d. Kadar Lemak

Lemak hampir terdapat pada semua jenis bahan pangan dengan kandungan

yang berbeda. Kandungan lemak dapat dihitung kadarnya dengan

menggunakan ekstraksi dengan pelarut non polar metode Soxhlet. Hasil dari

ekstraksi lemak yang diperoleh merupakan lemak kasar, karena pada saat

ekstraksi ada bahan lain seperti fosfolipid, sterol, asam lemak bebas,

karotenoid dan pigmen yang ikut terekstrak. Kadar lemak dilakukan bertujuan

untuk mengetahui kemungkinan daya simpan produk, karena lemak

berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan. Lemak berhubungan

dengan mutu dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta

menyebabkan penyimpangan rasa dan bau (Winarno, 2003). Pada kadar

lemak, rata-rata yang diperoleh pada umbi, tepung iles-iles dan tepung

glukomanan berturut-turut adalah 0,19 %, 0,04 %, dan 0,12 %. Kadar lemak

pada tepung glukomanan dan tepung iles-iles relatif tidak terlalu tinggi

sehingga tidak menyebabkan penurunan mutu tepung, karena menurut

Winarno (2003), kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa

tengik yang disebut proses ketengikan.

e. Kadar Karbohidrat dan Glukomanan

Karbohidrat merupakan merupakan sumber kalori utama bagi manusia.

Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik

bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno, 2002).

Karbohidrat bahan nabati dapat berupa gula sederhana heksosa, pentosa, pati,

pektin, selulosa dan lignin. Kadar karbohidrat pada bahan pangan dapat

diketahui dengan cara perhitungan kasar (analisis proksimat) yang disebut

dengan kadar karbohidrat by difference. Menurut Winarno (2002), kadar

karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi

Page 48: Alfa Amilase

31

melalui perhitungan 100 % dikurangi kadar air, protein, abu dan lemak.

Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui jumlah karbohidrat yang

terkandung dalam umbi iles-iles kuning, tepung iles-iles kuning dan tepung

glukomanan berturut-turut adalah 17,43 % (bb), 85,18 % (bb) dan 87,52 %

(bb).

Pada Tabel 3 Lampiran 2, karbohidrat pada umbi iles-iles kuning

mengandung 4,46 % (bb) glukomanan. Pada tepung iles-iles kuning

mengandung 20,49 % (bb) glukomanan, dan karbohidrat pada tepung

glukomanan mengandung 28,75 % (bb) glukomanan. Kadar glukomanan yang

terkandung pada umbi iles-iles kuning diperoleh hasil yang lebih besar

dibandingkan dengan kadar glukomanan yang diperoleh Syaefullah (1990),

namun kadar glukomanan pada tepung glukomanan yang diperoleh dalam

penelitian ini memiliki hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh Syaefullah (1990). Hal ini disebabkan metode yang digunakan untuk

memurnikan tepung glukomanan dari pati berbeda. Jika dalam penelitian ini

hanya dengan metode ayakan maka Syaefullah (1990) dengan metode

penyosohan dan ayakan. Dengan penyosohan dan ayakan pati akan terlepas

dari sel-sel manan, sehingga hasil yang terekstrak pada saat uji kadar

glukomanan juga semakin besar.

f. Kadar Serat Kasar

Serat dalam bahan pangan merupakan komponen yang tidak larut, dan

tahan terhadap hidrolisis. Kadar serat dalam bahan pangan dapat ditentukan

menggunakan dua pendekatan dasar, yaitu melalui metode gravimetri dan

metode kimia. Pada metode gravimetri karbohidrat tercerna, protein dan lemak

dilarutkan secara selektif oleh senyawa kimia tertentu. Residu yang tidak larut

difiltrasi kemudian ditimbang dan dinyatakan sebagai serat (Bennink, 1994).

Berdasarkan hasil analisis kadar serat umbi iles-iles, tepung iles-iles dan

tepung glukomanan seperti yang terlihat pada Tabel 3 Lampiran 2, berturut-

turut memiliki kadar serat 2,01 % (bb), 2,74 % (bb), dan 2,19 % (bb). Kadar

serat yang diperoleh Syaefullah (1990) pada umbi iles-iles kuning 2,5 % (bb).

Perolehan tersebut tidak berbeda jauh dengan perolehan kadar serat dalam

penelitian ini. Pada tepung glukomanan perolehan kadar serat dalam penelitian

Page 49: Alfa Amilase

32

ini lebih kecil dibandingkan kadar serat yang diperoleh oleh Syaefullah (1990)

yang memiliki kadar serat 5,90 % (bb). Perbedaan kadar serat yang terjadi

dapat dipengaruhi oleh umur panen umbi segarnya. Menurut Winarno (2003),

kadar serat yang terhitung tersebut terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin

dan sebagian kecil hemiselulosa.

g. Kadar Kalsium Oksalat

Menurut Ohtsuki (1968), karbohidrat umbi iles-iles terdiri atas pati,

glukomanan, serat kasar, gula bebas serta poliosa lainnya. Komponen lain

yang terdapat di dalam umbi iles-iles adalah kalsium oksalat. Adanya kristal

kalsium oksalat menyebabkan umbi iles-iles terasa gatal. Menurut Lowson

(1962) dalam Arifin (2001), kristal kalsium oksalat merupakan suatu produk

buangan dari metabolisme sel yang tidak digunakan lagi oleh tanaman.

Kandungan kalsium oksalat berdasarkan hasil analisis pada umbi iles-iles

kuning, tepung iles-iles kuning dan tepung glukomanan yang dapat dilihat

pada Tabel 3 Lampiran 2, berturut-turut adalah 0,12 % (bb), 0,76 % (bb), dan

0,61 % (bb). Kadar kalsium oksalat pada umbi iles-iles seharusnya lebih besar

daripada kadar kalsium oksalat pada tepung iles-iles dan tepung glukomanan

karena kalsium oksalat akan berkurang selama proses produksi. Rendahnya

kadar kalsium oksalat pada umbi iles-iles dibandingkan tepungnya

disebabkan masih ada kalsium oksalat yang terikat didalam jaringan umbi

iles-iles. Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Syaefullah (1990),

kadar kalsium oksalat pada umbi iles-iles kuning 0,19 % (bb) tidak berbeda

jauh dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Dalam Syaefullah

(1990) kalsium oksalat pada tepung glukomanan tidak terdeteksi sedangkan

dalam penelitian tepung glukomanan masih mengandung 0,61 % (bb).

Besarnya kadar kalsium oksalat pada tepung glukomanan hasil penelitian ini

disebabkan pemisahan komponen halus seperti kalsium oksalat dengan

metode ayakan pada praktiknya tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dari

tepung glukomanan, sedangkan dengan metode yang dilakukan Syaefullah,

kalsium oksalat tereduksi dengan dua tahap perlakuan yaitu penyosohan dan

ayakan.

Page 50: Alfa Amilase

33

3. Pemurnian Tepung Glukomanan Secara Enzimatis dan Isolasi

Glukomanan

Pemurnian tepung glukomanan melalui tahap hidrolisis pati dari tepung

glukomanan dengan menggunakan enzim α-amilase yang aktivitas optimum

kerjanya berbeda pada suhu yang berbeda (65 o C, 80

o C dan 95

o C) dan pada

kondisi keasaman lingkungan (pH) yang optimum pula yaitu pada nilai pH 5.

Hidrolisis pati pada tepung glukomanan atau pemurnian tepung glukomanan

secara enzimatis dilakukan dengan perlakuan suhu (65 o C, 80

o C dan 95

o C), dan

setiap perlakuan suhu, ditambahkan enzim α-amilase dengan dosis yang berbeda-

beda atau perlakuan dosis enzim yaitu 1 U/g tepung, 2 U/g tepung dan 3 U/g

tepung. Setelah tahap hidrolisis pati, hidrolisat pati berupa dekstrin dan gula

sederhana lainnya bercampur dengan glukomanan membentuk larutan yang

kental, sehingga pada hasil hidrolisis terbentuk dua fase yang terdiri dari serat

pada bagian bawah dan larutan kental pada bagian atasnya. Dekstrin dan gula

sederhana lainnya harus dipisahkan dengan larutan glukomanan, karena jika tidak

akan mempersulit proses isolasi glukomanan secara kimiawi. Pemisahan kedua

cairan tersebut kemudian dilakukan dengan cara penambahan dengan air dingin

dan disentrifugasi. Dengan air dingin kedua cairan memiliki sifat yang berbeda.

Menurut Ohstuki (1968) glukomanan dapat larut dalam air dingin dengan

membentuk massa yang kental sedangkan maltodekstrin yang termasuk golongan

oligosakarida menurut Winarno (2002) bersifat larut dalam air namun

kekentalannya lebih rendah. Degradasi pati dengan enzim α-amilase

menyebabkan viskositas atau kekentalan suatu larutan (pati) menurun secara

cepat. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Fogarty (1983) bahwa selama proses

hidrolisis akan terjadi penurunan berat molekul pati yang ditunjukkan dengan

adanya penurunan viskositas larutan dan meningkatnya gula pereduksi. Larutan

glukomanan kemudian dipisahkan dari dekstrin untuk diekstraksi dengan cara

kristalisasi atau pengendapan dengan menggunakan etanol 95 %.

4. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Glukomanan Setelah Pemurnian

Pada penelitian utama, bahan yang dianalisis adalah hidrolisat pati berupa gula

dan dekstrin serta tepung glukomanan hasil ekstraksi secara kimia. Analisis yang

dilakukan terhadap hidrolisat pati adalah nilai dextrose equivalent (DE),

Page 51: Alfa Amilase

sedangkan pada tepung glukomanan meliputi kadar pati, kadar glukomanan,

derajat keputihan, penyer

karakteristik fisiko k

dapat dilihat pada Tabel 5 dalam Lampiran 2.

a. Dextrose Equivalent

Proses hidrolisis

(C6H10O5)n. Produk

berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya

dinyatakan dengan

deMan (1997), DE

dinyatakan sebagai dekstrosa (glukosa murni) dan dihitung sebaga

dari bahan kering

gula pereduksi hasil hidrolisis terha

non pereduksi, yang terdapat dalam bahan yang dianalisa

Semakin banyak gula pereduksi atau

akan semakin meningkat.

pati pada tepung glukomanan

Gambar 11. Diagram

Berdasarkan data yang diperoleh

hidrolisis akan semakin besar dengan semakin tingginya suhu yang

dengan rata-rata nilai DE yang juga semakin besar

pada perlakuan suhu 95

0

10

20

30

40

50

60

Nil

ai D

E

Perlakuan Suhu (

sedangkan pada tepung glukomanan meliputi kadar pati, kadar glukomanan,

derajat keputihan, penyerapan air, nilai pH, kekentalan dan bentuk granula.

karakteristik fisiko kimia tepung glukomanan hasil pemurnian secara enzimatis

dapat dilihat pada Tabel 5 dalam Lampiran 2.

trose Equivalent (DE)

Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati

Produk-produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi

berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya (derajat depolimerisasi) dan

kan dengan kesetaraan dekstrosa (Dextrose Equivalent

DE didefinisikan sebagai jumlah gula reduksi total yang

dinyatakan sebagai dekstrosa (glukosa murni) dan dihitung sebaga

kering total. Nilai DE diperoleh berdasarkan perbandingan jumlah

pereduksi hasil hidrolisis terhadap total gula, baik gula pereduksi maupun

yang terdapat dalam bahan yang dianalisa dalam satuan persen.

gula pereduksi atau glukosa yang terbentuk maka DE produk

akan semakin meningkat. Gambar 11 memperlihatkan nilai DE hasil hidrolisis

pati pada tepung glukomanan.

Diagram Nilai DE pada Suhu Dan Konsentrasi yang Berbeda

Berdasarkan data yang diperoleh derajat depolimerisasi atau derajat

hidrolisis akan semakin besar dengan semakin tingginya suhu yang

rata nilai DE yang juga semakin besar. Nilai DE tertinggi, terjadi

pada perlakuan suhu 95 oC dan 3 U/g tepung yang ditambahkan yaitu sebesar

A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

A1 : suhu 65

A2 : suhu 80

A3 : suhu 9

34

sedangkan pada tepung glukomanan meliputi kadar pati, kadar glukomanan,

pan air, nilai pH, kekentalan dan bentuk granula. Hasil

imia tepung glukomanan hasil pemurnian secara enzimatis

ati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati

produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi

(derajat depolimerisasi) dan

Dextrose Equivalent, DE). Menurut

reduksi total yang

dinyatakan sebagai dekstrosa (glukosa murni) dan dihitung sebagai persentase

perbandingan jumlah

baik gula pereduksi maupun

dalam satuan persen.

glukosa yang terbentuk maka DE produk

memperlihatkan nilai DE hasil hidrolisis

DE pada Suhu Dan Konsentrasi yang Berbeda

derajat depolimerisasi atau derajat

hidrolisis akan semakin besar dengan semakin tingginya suhu yang ditunjukan

. Nilai DE tertinggi, terjadi

tepung yang ditambahkan yaitu sebesar

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

A1 : suhu 65 oC

: suhu 80 oC

: suhu 95 oC

Page 52: Alfa Amilase

35

53,660. Nilai DE terendah yaitu 10,385, terjadi pada perlakuan suhu 65 oC dan

2 U/g tepung glukomanan.

Nilai DE juga menunjukan penggolongan hidrolisat tepung glukomanan ke

dalam produk tertentu. Menurut deMan (1997), sirup glukosa adalah larutan

gula yang dipekatkan yang diperoleh dari pati dan mempunyai nilai DE 20

atau lebih. Jika produk nilai DE-nya kurang dari 20 disebut maltodekstrin.

Hidrolisat yang termasuk maltodekstrin adalah hidrolisat yang dihasilkan dari

perlakuan suhu 65 oC dengan dosis enzim 1 U/g tepung, 2 U/g tepung dan 3

U/g tepung serta pelakuan suhu 80 oC dengan dosis enzim 1 U/g tepung dan 2

U/gram tepung glukomanan. Sirup glukosa dihasilkan dari hidrolisat dengan

perlakuan suhu 80 oC dengan dosis enzim 3 U/g tepung glukomanan dan

hidrolisat dengan perlakuan suhu 95 oC dengan dosis enzim 1 U/g tepung, 2

U/g tepung dan 3 U/g tepung glukomanan.

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan suhu hidrolisis pati dan

dosis enzim yang ditambahkan serta interaksi antara kedua faktor tersebut

berpengaruh nyata terhadap nilai DE hidrolisat tepung glukomanan. Rata-rata

nilai DE akan semakin meningkat pada semakin tingginya suhu, namun tidak

pada perlakuan dosis enzim yang diberikan pada saat hidrolisis. Perlakuan

dosis enzim yang diberikan pada saat hidrolisis menunjukan rata-rata nilai DE

yang semakin meningkat pada semakin besarnya unit enzim yang

ditambahkan, hanya terjadi pada kondisi suhu 80 oC dan 95

oC. Hal ini sesuai

dengan pendapat Pelczar (1986) bahwa antara pengaruh jumlah enzim dengan

laju aktivitas enzim terdapat hubungan yang linier. Jika laju aktivitas enzim

meningkat maka hidrolisat yang terbentuk akan semakin banyak dan nilai DE

semakin besar. Pada suhu 65 oC rata-rata nilai DE mengalami penurunan pada

penambahan enzim 2 U/g tepung dengan nilai DE 10,385 dari nilai DE 11,120

yang merupakan penambahan satu unit enzim. Hal tersebut diduga karena

pada saat ditambahkan enzim α-amilase pati belum tergelatinisasi secara

sempurna sehingga DE yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan

penambahan 1 U/g tepung. Daya reduksi enzim α-amilase terhadap pati

optimal pada perlakuan suhu 95 oC dengan dosis enzim 3 U/ g tepung yang

ditunjukan dengan nilai DE 53,660. Hasil uji lanjut metode Duncan

Page 53: Alfa Amilase

menunjukan perlakuan suhu dan unit enzim yang ditambahkan, memberikan

hasil yang berbeda nyata pa

95 oC ) dan taraf unit enzim yang ditambahkan (

dan 3 U/g tepung).

b. Rendemen Tepung Glukomanan

Rendemen merupakan salah satu parameter ya

efesien tidaknya proses produksi tepung glukomanan yang dihasilkan.

Rendemen tepung glukomanan yang dimaksud

glukomanan setelah melewati proses hidrolisis dengan perlakuan suhu dan

dosis enzim yang diberikan serta pengekstrakan secara kimia

etanol 95 % terhadap tepung g

(ayakan). Semakin besar

perlakuan yang diberikan. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan

tepung glukomanan hasil ekstraksi

95 % terhadap tepung glukoma

Rendemen yang diperoleh dapat dilihat

Gambar 12. Diagram

Hidrolisis dan Dosis

Berdasarkan data yang diperoleh,

secara kimia setelah melalui tahap hidrolisis memiliki

berkisar diantara 43,26

0

10

20

30

40

50

60

A1

Re

nd

em

en

(%

)

Perlakuan Suhu (

menunjukan perlakuan suhu dan unit enzim yang ditambahkan, memberikan

hasil yang berbeda nyata pada masing-masing taraf suhu (65

C ) dan taraf unit enzim yang ditambahkan (1 U/g tepung, 2 U/g tepung

).

Rendemen Tepung Glukomanan

merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai

tidaknya proses produksi tepung glukomanan yang dihasilkan.

epung glukomanan yang dimaksud adalah

an setelah melewati proses hidrolisis dengan perlakuan suhu dan

dosis enzim yang diberikan serta pengekstrakan secara kimia

etanol 95 % terhadap tepung glukomanan hasil ekstraksi secara mekanis

Semakin besar rendemen yang dihasilkan maka semakin efesien

perlakuan yang diberikan. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan

tepung glukomanan hasil ekstraksi secara kimia menggunakan larutan etanol

95 % terhadap tepung glukomanan hasil ekstraksi secara fisik (ayakan)

Rendemen yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.

Diagram Rendemen Tepung Glukomanan Pada Perlakuan Suhu

Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

Berdasarkan data yang diperoleh, tepung glukomanan hasil ekstraksi

secara kimia setelah melalui tahap hidrolisis memiliki rata

berkisar diantara 43,26 – 52,96 %. Jika dibandingkan rendemen tepung

A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

A1 : suhu 65

A2 : suhu 80

A3 : suhu 95

36

menunjukan perlakuan suhu dan unit enzim yang ditambahkan, memberikan

(65 oC, 80

oC, dan

1 U/g tepung, 2 U/g tepung

ng penting dalam menilai

tidaknya proses produksi tepung glukomanan yang dihasilkan.

adalah jumlah tepung

an setelah melewati proses hidrolisis dengan perlakuan suhu dan

dosis enzim yang diberikan serta pengekstrakan secara kimia dengan larutan

lukomanan hasil ekstraksi secara mekanis

yang dihasilkan maka semakin efesien

perlakuan yang diberikan. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan

secara kimia menggunakan larutan etanol

nan hasil ekstraksi secara fisik (ayakan).

di bawah ini.

Perlakuan Suhu

tepung glukomanan hasil ekstraksi

rata-rata rendemen

endemen tepung

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

A1 : suhu 65 oC

A2 : suhu 80 oC

A3 : suhu 95 oC

Page 54: Alfa Amilase

37

glukomanan hasil ekstraksi secara mekanis yaitu 87,84 %, tepung glukomanan

yang diperoleh hasil ekstraksi secara kimia lebih kecil. Begitu juga jika

dibandingkan dengan tepung glukomanan komersil yang memperoleh

rendemen 58,20 %, tepung glukomanan hasil ekstraksi secara kimia memiliki

hasil yang lebih kecil. Hal ini disebabkan tepung glukomanan hasil ekstraksi

secara mekanis (ayakan) masih mengandung komponen lain selain

glukomanan, terutama kandungan patinya. Tepung glukomanan hasil ekstraksi

secara kimia yang menggunakan larutan etanol 95 % memiliki rendemen yang

kecil karena larutan etanol tersebut hanya mengendapkan glukomanan saja

sehingga pati dan komponen lainnya dapat terbuang bersama dengan sisa

larutan etanol. Hal ini sesuai dengan pendapat Takigami (2000) bahwa larutan

etanol 95 % dapat menghilangkan partikel yang berbobot ringan, yang tersisa

pada permukaan tepung glukomanan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan dosis enzim

berpengaruh nyata terhadap rendemen tepung glukomanan hasil ekstraksi

secara kimia namun tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan suhu dan

interaksi antara kedua faktor tersebut. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan

dapat diketahui bahwa perlakuan dosis enzim yang ditambahkan pada taraf

1 U/g tepung terhadap 2 U/g tepung dan 1 U/g tepung terhadap 3 U/g tidak

berbeda nyata, sedangkan perlakuan dosis enzim yang ditambahkan pada taraf

2 U/g tepung berbeda nyata terhadap 3 U/g tepung. Perlakuan yang

memberikan nilai rendemen terbaik adalah perlakuan suhu 95 oC dan dosis

enzim 2 U/g tepung.

c. Kadar Pati

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida terpenting, bentuk yang

digunakan untuk menyimpan glukosa dalam proses metabolisme. Komponen

penyusun granula pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan

rantai linear yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang berikatan α-1,4

glikosidik. Amilopektin adalah struktur yang memiliki percabangan yang

tinggi yaitu berkisar antara empat sampai lima persen dengan ikatan α-1,6

glikosidik dan setiap cabang mengandung 20-25 unit glukosa. Amilopektin

Page 55: Alfa Amilase

38

terdapat pada semua pati, komponen penyusunnya sekitar 75 % (Fenema,

1996).

Pati dalam umbi iles-iles kuning terikat secara fisik dengan sel-sel manan

yang merupakan komponen utama dalam umbi iles-iles. Pati yang merupakan

sel berdinding tipis tersebut menyelimuti semua permukaan sel-sel manan.

Jika pati tidak dipisahkan dari sel-sel manan, maka ekstraksi glukomanan

dalam umbi iles-iles tidak optimal. Pati tidak dapat dihilangkan jika masih

dalam bentuk umbi iles-iles termasuk juga komponen seperti Ca-oksalat

penyebab rasa gatal, sehingga umbi tersebut perlu diolah menjadi tepung iles-

iles dan dipisahkan secara mekanis ataupun kimiawi. Menurut Murtinah

(1977), pemisahan secara mekanis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu

penghembusan, pengayakan, dan penggosokan, sedangkan cara kimia,

digunakan etanol 95% untuk mengendapkannya (rekristalisasi).

Dalam penelitian ini pemisahan pati yang menyelimuti glukomanan dalam

tepung iles-iles dilakukan dengan dua metoda, mekanis dan enzimatis. Pada

metode mekanis cara yang dilakukan untuk memisahkan pati dari glukomanan

dalam tepung iles-iles adalah cara pengayakan. Dengan cara tersebut masih

ada pati yang menyelimuti sel-sel glukomanan sehingga tepung glukomanan

yang dihasilkan memiliki kadar glukomanan yang rendah. Oleh karena itu

digunakan metode enzimatis untuk menyempurnakan reduksi pati yang

mengelilingi sel-sel glukomanan yaitu dengan menggunakan enzim α-amilase.

Menurut Alais dan Linden (1991), enzim α-amilase menghidrolisis secara

acak ikatan α-1,4 glikosidik, baik yang terdapat pada amilosa maupun

amilopektin. Enzim ini tidak akan memotong ikatan yang terdapat pada

glukomanan yang memiliki ikatan β-1,4-glikosidik dengan komponen

penyusun D-glukopiranosa dan D-manopiranosa karena reaksi sifat enzim

spesifik terhadap substrat dengan ikatan penyusun tertentu.

Perbedaan hasil kandungan pati dengan cara mekanis dibandingkan

dengan enzimatis adalah dengan cara mekanis atau pengayakan masih

mengandung pati dengan kadar 10,63 % (bb), sedangkan setelah melalui

hidrolisis secara enzimatis menggunakan enzim α-amilase, tepung

Page 56: Alfa Amilase

glukomanan tersisa

% yang dapat dilihat pada

Gambar 13. Diagram Kadar Pati

Hidrolisis

Berdasarkan analisis

dosis enzim yang diberikan, serta interaksi anta

berpengaruh nyata terhadap kadar pati

akan semakin kecil dengan semakin meningkatnya suhu hidrolisis dan dosis

enzim. Kadar pati akan berkorelasi yang berkebalikan dengan nilai DE pada

hidrolisat tepung glukomanan. Semak

besar daya reduksi enzim

Daya reduksi enzim

kecil kadar pati yang tersisa pada tepung glukomanan.

Hasil uji lanjut dengan

dosis enzim yang ditambahkan, memberikan hasil

nyata pada masing

enzim yang ditambahkan (

perlakuan suhu dari taraf 65

signifikan menunjukan hasil yang berbeda

suhu hidrolisis 95

pati yang terhidrolisis oleh enzim

pati yang tersisa semakin kecil. Hal ini juga ditegaskan oleh Naz (2002)

bahwa kisaran suhu optimum untuk enzim

0

2

4

6

8

10

12

Ka

da

r P

ati

(%

)

Perlakuan Suhu (

tersisa memiliki rata-rata kadar pati diantara 4,76

yang dapat dilihat pada Gambar 13.

Diagram Kadar Pati Tepung Glukomanan pada Perlakuan Suhu

Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan suhu hidrolisis dan

dosis enzim yang diberikan, serta interaksi antara kedua faktor tersebut

berpengaruh nyata terhadap kadar pati pada tepung glukomanan. Kadar pati

akan semakin kecil dengan semakin meningkatnya suhu hidrolisis dan dosis

enzim. Kadar pati akan berkorelasi yang berkebalikan dengan nilai DE pada

hidrolisat tepung glukomanan. Semakin besar nilai DE maka akan semakin

besar daya reduksi enzim α-amilase terhadap pati pada tepung glukomanan.

Daya reduksi enzim α-amilase yang semakin besar menyebabkan

kecil kadar pati yang tersisa pada tepung glukomanan.

Hasil uji lanjut dengan metode Duncan menunjukan perlakuan suhu dan

enzim yang ditambahkan, memberikan hasil kadar pati

ing – masing taraf suhu (65 oC, 80

oC dan 95

o

enzim yang ditambahkan (1 U/g tepung, 2 U/g tepung dan 3 U

perlakuan suhu dari taraf 65 oC, 80

oC kemudian 95

oC, kadar pati turun secara

signifikan menunjukan hasil yang berbeda satu sama lain. Dengan perlakuan

95 oC, enzim α-amilase mencapai aktivitas optimum

pati yang terhidrolisis oleh enzim α-amilase akan semakin besar dan kadar

pati yang tersisa semakin kecil. Hal ini juga ditegaskan oleh Naz (2002)

bahwa kisaran suhu optimum untuk enzim α-amilase thermamyl dari

A0 A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : Kontrol

A1 : Suhu 65

A2 : Suhu 80

A3 : Suhu 95

39

4,76 % sampai 0,40

Glukomanan pada Perlakuan Suhu

ragam (ANOVA), perlakuan suhu hidrolisis dan

ra kedua faktor tersebut

pada tepung glukomanan. Kadar pati

akan semakin kecil dengan semakin meningkatnya suhu hidrolisis dan dosis

enzim. Kadar pati akan berkorelasi yang berkebalikan dengan nilai DE pada

in besar nilai DE maka akan semakin

terhadap pati pada tepung glukomanan.

menyebabkan semakin

nunjukan perlakuan suhu dan

kadar pati yang berbeda

oC) dan taraf unit

/g tepung dan 3 U/g tepung). Pada

C, kadar pati turun secara

. Dengan perlakuan

mencapai aktivitas optimum, sehingga

akan semakin besar dan kadar

pati yang tersisa semakin kecil. Hal ini juga ditegaskan oleh Naz (2002)

thermamyl dari Bacillus

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : Kontrol

A1 : Suhu 65 oC

A2 : Suhu 80 oC

A3 : Suhu 95 oC

Page 57: Alfa Amilase

40

licheniformis yaitu 90-105 oC. Pada perlakuan dosis enzim yang diberikan dari

taraf 1 U/g tepung, 2 U/g tepung, sampai 3 U/g tepung, perubahan kadar pati

yang terjadi pada tepung glukomanan menurun secara signifikan dengan

semakin meningkatnya dosis enzim yang diberikan. Dengan semakin besar

jumlah enzim yang diberikan, maka semakin banyak enzim α-amilase yang

bekerja menghidrolisis pati pada tepung glukomanan, sehingga pati yang

tersisa pada tepung glukomanan akan semakin kecil. Kadar pati terendah pada

tepung glukomanan yang dihasilkan merupakan hasil terbaik yang diharapkan

dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perlakuan terbaik yang menghasilkan

kadar pati terendah pada tepung glukomanan adalah perlakuan pada suhu 95

oC dengan dosis enzim 3 U/g tepung.

d. Kadar Glukomanan

Glukomanan merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan D-

glukosa dan D-manosa. Dalam satuan molekul glukomanan terdapat D-

manosa sebanyak 67% dan D-glukosa 33%. Dalam pengujian glukomanan,

tepung glukomanan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 45 oC selama dua

jam. Hal ini dimaksudkan agar glukomanan yang terdapat dalam tepung dapat

diekstrak membentuk masa yang kental dalam 30 ml air yang ditambahkan.

Setelah ekstraksi glukomanan dari tepungnya, kemudian disentrifuse untuk

memisahkan cairan glukomanan yang kental dengan serat-serat tepung

glukomanan agar dapat direkristalisasi dengan etanol 95 %. Sebelum

rekristalisasi, cairan glukomanan disimpan dalam lemari es untuk

mendapatkan cairan kental yang stabil. Penambahan etanol dalam cairan

glukomanan membentuk suatu endapan yang tidak larut dalam air berwarna

putih, kemudian dikeringkan untuk mendapatkan kadar glukomanan yang

terdapat dalam tepung glukomanan.

Dari data pada Tabel 5, tepung glukomanan hasil ekstraksi secara mekanis

dengan metode ayakan diperoleh kadar glukomanan 28,75 % (bb) atau 33,20

% (bk), setelah tepung tersebut dihidrolisis secara enzimatis menggunakan

enzim α-amilase dengan perlakuan suhu (65 oC, 80

oC dan 95

oC) serta

perlakuan dosis enzim (1 Unit/g tepung, 2 Unit/g tepung dan 3 Unit/g tepung)

Page 58: Alfa Amilase

diperoleh rata-rata kadar glukomanan

dapat dilihat pada

Gambar 14. Diagram Kadar Glukomanan

Perlakuan Suhu Hidrolisis

Berdasarkan analisis sidik

dosis enzim yang diberikan,

berpengaruh nyata terhadap

ini berkaitan dengan reduksi pati yang terjadi karena enzim

mempercepat reaksi pe

mengelilingi sel-sel glukomanan.

tersebut menghidrolisis secara acak ikatan

pada amilosa maupun amilopektin.

pengikisan pati yang terdapat pada sel glukomanan. Pengikisan pati pada

tepung glukomanan secara enzimatis tersebut sama seperti halnya pengikisan

tepung glukomanan dengan penyosohan pada metoda mekanis. Dengan

pengikisan pati secara enzimatis yang kemudian diekstra

menggunakan etanol 95 %, diperoleh kadar glukomanan yang

melebihi kadar glukomana

glukomanan komersial (35 %)

glukomanan metode ayakan

menyelimuti sel manan sehingga pada saat ekstraksi glukomanan secara kimia

dengan menggunakan etanol 95 %, endapan atau kristal yang terbentuk lebih

kecil daripada yang sebenarnya. Oleh karena itu, kadar glukomanan ya

diperoleh pun me

0

20

40

60

80

100Kadar Glukomanan

(% bb)

rata kadar glukomanan diantara 42,35 – 80,53 % (bb

pada Gambar 14 dibawah ini.

Diagram Kadar Glukomanan pada Tepung Glukomanan

Perlakuan Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

an analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan suhu hidrolisis dan

dosis enzim yang diberikan, serta interaksi antara kedua faktor tersebut

berpengaruh nyata terhadap kadar glukomanan pada tepung glukomanan.

ini berkaitan dengan reduksi pati yang terjadi karena enzim

mempercepat reaksi pemotongan pada ikatan α-1,4 glikosidik pada pati

sel glukomanan. Menurut Alais dan Linden

menghidrolisis secara acak ikatan α-1,4 glikosidik, baik yang terdapat

pada amilosa maupun amilopektin. Enzim α-amilase akan

pati yang terdapat pada sel glukomanan. Pengikisan pati pada

tepung glukomanan secara enzimatis tersebut sama seperti halnya pengikisan

tepung glukomanan dengan penyosohan pada metoda mekanis. Dengan

pengikisan pati secara enzimatis yang kemudian diekstrak kembali dengan

menggunakan etanol 95 %, diperoleh kadar glukomanan yang

kadar glukomanan yang diperoleh secara mekanis

glukomanan komersial (35 %). Rendahnya kadar glukomanan pada tepung

glukomanan metode ayakan (mekanis) disebabkan masih banyak sel pati yang

menyelimuti sel manan sehingga pada saat ekstraksi glukomanan secara kimia

dengan menggunakan etanol 95 %, endapan atau kristal yang terbentuk lebih

kecil daripada yang sebenarnya. Oleh karena itu, kadar glukomanan ya

njadi kecil.

A0 A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : Kontrol

A1 : Suhu 65

A2 : Suhu 80

A3 : Suhu 95

41

80,53 % (bb) yang

Tepung Glukomanan dengan

ang Berbeda

perlakuan suhu hidrolisis dan

ra kedua faktor tersebut

kadar glukomanan pada tepung glukomanan. Hal

ini berkaitan dengan reduksi pati yang terjadi karena enzim α-amilase

1,4 glikosidik pada pati yang

Alais dan Linden (1991), enzim

1,4 glikosidik, baik yang terdapat

akan membantu

pati yang terdapat pada sel glukomanan. Pengikisan pati pada

tepung glukomanan secara enzimatis tersebut sama seperti halnya pengikisan

tepung glukomanan dengan penyosohan pada metoda mekanis. Dengan

k kembali dengan

menggunakan etanol 95 %, diperoleh kadar glukomanan yang lebih tinggi,

n yang diperoleh secara mekanis dan kadar

Rendahnya kadar glukomanan pada tepung

disebabkan masih banyak sel pati yang

menyelimuti sel manan sehingga pada saat ekstraksi glukomanan secara kimia

dengan menggunakan etanol 95 %, endapan atau kristal yang terbentuk lebih

kecil daripada yang sebenarnya. Oleh karena itu, kadar glukomanan yang

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : Kontrol

A1 : Suhu 65 oC

A2 : Suhu 80 oC

A3 : Suhu 95 oC

Page 59: Alfa Amilase

42

Data kadar glukomanan yang diperoleh jika dijumlahkan dengan kadar

pati tidak mencapai 100 %, atau tepung glukomanan yang diperoleh tidak

sepenuhnya murni. Hal ini disebabkan karena ada sebagian kecil komponen

lain yang ikut terekstrak. Menurut Wiyani (1988) komponen tersebut diduga

poliosa seperti yang dilaporkan pula oleh Ohtsuki (1968). Poliosa atau

poliglukosa tersebut adalah dekstrin. Komponen hemiselulosa lain terdapat

pada dinding sel umbi tidak menutup kemungkinan ikut terekstrak karena

memiliki sifat yang sama membentuk endapan dengan etanol 95 %.

Hasil analisis uji lanjut dengan metode Duncan menunjukan perlakuan

suhu dan unit enzim yang ditambahkan, memberikan hasil yang berbeda nyata

pada masing – masing taraf suhu (65 oC, 80

oC dan 95

oC ) dan taraf unit

enzim yang ditambahkan (1 U/g tepung, 2 U/g tepung dan 3 U/ g tepung)

terhadap kadar glukomanan pada tepung glukomanan. Peningkatan dosis

enzim pada suhu yang sama memberikan perbedaan yang nyata, begitu pula

peningkatan suhu pada pemberian dosis yang sama memberikan kadar

glukomanan semakin besar seiring dengan semakin meningkatnya dosis enzim

yang ditambahkan dan suhu hidrolisis. Berdasarkan beberapa perlakuan

hidrolisis yang telah dilakukan, perlakuan yang memberikan kadar

glukomanan yang tinggi merupakan perlakuan terbaik, sehingga dalam

penelitian ini perlakuan terbaik adalah perlakuan suhu 95 oC dengan dosis

enzim 3 U/g tepung. Perlakuan terbaik tersebut dapat menghasilkan kadar

glukomanan hingga mencapai 80, 53 %.

e. Derajat Putih

Tepung glukomanan hasil ekstraksi secara kimia dan setelah melalui

proses pemurnian secara enzimatis menghasilkan nilai rata-rata derajat putih

yang rendah yaitu berkisar antara 19,4787 sampai 28,3365 % yang dapat

dilihat pada Gambar 15 di bawah ini.

Page 60: Alfa Amilase

Gambar 15. Diagram Derajat

Suhu Hidrolisis

Rendahnya derajat putih tepung glukomanan dapat disebabkan beberapa

faktor. Faktor utama adalah warna iles

dan reaksi pencoklatan yang terjadi baik

enzimatis. Reaksi tersebut

hidrolisis maupun pengeringan

Pada umbi iles

bagi reaksi pencoklatan enzimatis yang meng

cokelat (melanin)

Enzim polifenolase dan substrat fenol alami terdapat secara terpisah sehin

reaksi tersebut terjad

yang terluka dengan udara akan menyebabkan senyawa fenol teroksidasi yang

dikatalis oleh enzim polifenolase menj

cepat mengalami polimerisasi (Matz, 1978).

mungkin terjadi adalah

amin bebas dengan gula pereduksi dan melibatkan sejumlah air

1985). Gula pereduksi tersebut dapat berasal dari umbi iles

mengalami kerusakan jar

dapat juga dihasilkan dari pati yang telah dihidrolisis oleh enzim

Larutan garam dapur 5 % dapat mencegah terjadinya reaksi pencoklatan

dan untuk penyeragaman warna (Murtinah, 1977). Menurut S

0

5

10

15

20

25

30

Derajat Putih (% bb)

Diagram Derajat Putih Tepung Glukomanan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

Rendahnya derajat putih tepung glukomanan dapat disebabkan beberapa

faktor. Faktor utama adalah warna iles-iles yang berwarna ku

dan reaksi pencoklatan yang terjadi baik, pencoklatan enzimatis

enzimatis. Reaksi tersebut terjadi akibat pemanasan, baik pada proses

hidrolisis maupun pengeringan.

Pada umbi iles-iles terkandung enzim polifenolase yang merupaka

pencoklatan enzimatis yang menghasilkan produk yang berwarna

cokelat (melanin). Enzim polifenolase mengubah polifenol menjadi quinon.

Enzim polifenolase dan substrat fenol alami terdapat secara terpisah sehin

reaksi tersebut terjadi setelah mengalami pemrosesan. Kontak antara jaringan

yang terluka dengan udara akan menyebabkan senyawa fenol teroksidasi yang

dikatalis oleh enzim polifenolase menjadi senyawa ortoquinon yang secara

cepat mengalami polimerisasi (Matz, 1978). Reaksi pencoklatan

mungkin terjadi adalah reaksi Maillard yang merupakan reaksi antara gugus

amin bebas dengan gula pereduksi dan melibatkan sejumlah air

1985). Gula pereduksi tersebut dapat berasal dari umbi iles

mengalami kerusakan jaringan pada saat proses produksi menjadi gaplek atau

dapat juga dihasilkan dari pati yang telah dihidrolisis oleh enzim

Larutan garam dapur 5 % dapat mencegah terjadinya reaksi pencoklatan

dan untuk penyeragaman warna (Murtinah, 1977). Menurut S

A0 A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 A2 : Suhu 80 A3 : Suhu 95

43

utih Tepung Glukomanan pada Perlakuan

Rendahnya derajat putih tepung glukomanan dapat disebabkan beberapa

iles yang berwarna kuning kemerahan

pencoklatan enzimatis maupun non

baik pada proses

iles terkandung enzim polifenolase yang merupakan katalis

hasilkan produk yang berwarna

. Enzim polifenolase mengubah polifenol menjadi quinon.

Enzim polifenolase dan substrat fenol alami terdapat secara terpisah sehingga

Kontak antara jaringan

yang terluka dengan udara akan menyebabkan senyawa fenol teroksidasi yang

di senyawa ortoquinon yang secara

oklatan lain yang

aillard yang merupakan reaksi antara gugus

amin bebas dengan gula pereduksi dan melibatkan sejumlah air (Fennema,

1985). Gula pereduksi tersebut dapat berasal dari umbi iles-iles yang

ingan pada saat proses produksi menjadi gaplek atau

dapat juga dihasilkan dari pati yang telah dihidrolisis oleh enzim α-amilase.

Larutan garam dapur 5 % dapat mencegah terjadinya reaksi pencoklatan

dan untuk penyeragaman warna (Murtinah, 1977). Menurut Syafii (1996),

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 oCA2 : Suhu 80 oCA3 : Suhu 95 oC

Page 61: Alfa Amilase

44

perendaman dalam larutan garam dapur dapat meningkatkan derajat putih

tepung glukomanan tetapi juga menyebabkan penurunan kadar glukomanan.

Semakin tinggi derajat putih tepung, maka semakin rendah kadar glukomanan,

oleh karena itu pada penelitian ini tidak dilakukan proses perendaman dengan

garam dapur atau zat pemutih lain, agar diperoleh kadar glukomanan yang

tinggi. Umbi harus secepatnya dikeringkan untuk memperoleh produk gaplek

iles-iles dengan kadar glukomanan yang cukup tinggi (Ermiati dan

Manahardija, 1993) karena penyimpanan umbi dalam bentuk produk kering

dapat menahan aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan komponen

umbi.

Jika dibandingkan dengan tepung glukomanan komersial dengan derajat

putih 73,31 %, tepung glukomanan yang diperoleh dalam penelitian ini sangat

rendah. Hal ini diduga tepung glukomanan komersial menggunakan zat

pemutih tertentu. Jika dibandingkan dengan derajat putih tepung glukomanan

sebelum hidrolisis, derajat keputihan tepung glukomanan sebelum dan sesudah

hidrolisis hasilnya tidak jauh berbeda. Derajat putih tepung glukomanan

sebelum hidrolisis adalah 21,26 %, sedangkan sesudah hidrolisis nilai rata-rata

yang diperoleh diantara 19,48 % sampai 28,34 %. Menurut Winarno (2002),

bufer pH rendah bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah

ketengikan dan kecoklatan. Oleh karena itu derajat putih tidak turun drastis

karena adanya pengaruh dari buffer yang ditambahkan pada bahan.

Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan suhu hidrolisis dan

dosis enzim yang diberikan, serta interaksi antara kedua faktor tersebut

berpengaruh nyata terhadap derajat putih pada tepung glukomanan. Hal ini

berkaitan dengan reaksi Maillard akibat reaksi gula pereduksi dengan

sejumlah amin bebas dan juga dipengaruhi oleh suhu. Gula pereduksi tersebut

sebagian kecil mungkin terikut pada saat ekstraksi glukomanan, sehingga

ketika dikeringkan dalam oven pencoklatan terjadi.

Hasil analisis uji beda nyata menunjukan perlakuan suhu memberikan

hasil yang berbeda nyata pada masing – masing taraf suhu (65 oC, 80

oC, dan

95 oC). Pada perlakuan dosis enzim yang ditambahkan, taraf unit enzim 1 U/g

tepung dan 2 U/ g tepung berbeda nyata terhadap taraf unit enzim 3 U/ g

Page 62: Alfa Amilase

tepung, sedangkan taraf unit enzim 1U/g tepung tidak berbeda ny

U/ g tepung. Berdasarkan nilai derajat putih, perlakuan yang memberikan nilai

derajat putih terbaik adalah pada perlakuan suhu 80

U/g tepung.

f. Kekentalan

Kekentalan suatu fluida merupakan ukuran penolakan untuk mengalir dari

suatu fluida dan kekentalan dipengaruhi oleh ikatan hidrogen gugus hidroksil

polimer (Lineback dan Inglett, 1982). Ikatan hidrogen gugus hidroksil polimer

menentukan sifat kelarutan yan

dihasilkan. Hasil rata

tepung glukomanan dengan perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim dapat

dilihat pada Gambar 16

Gambar 16. Diagram

Hidrolisis d

Kato dan Matzuda (1970) melaporkan hasil penelitian dari Sakurada

(1933) tentang hasil penelitian dari Sakur

difraksi sinar –X pada polisakarida manan. Hasil

terdapat dua jenis polisakarida manan yang berbentuk amorphous yang mu

larut dalam air (bentuk alf

larut dalam air.

kemudian dipisahkan

membentuk larutan kental, diekstrak kembali secara kimia menggunakan

etanol 95 % untuk

0

5000

10000

15000

20000

A0

Kekentalan (cPs)

Perlakuan Suhu (

tepung, sedangkan taraf unit enzim 1U/g tepung tidak berbeda ny

Berdasarkan nilai derajat putih, perlakuan yang memberikan nilai

derajat putih terbaik adalah pada perlakuan suhu 80 oC dengan dosis enzim 2

Kekentalan suatu fluida merupakan ukuran penolakan untuk mengalir dari

suatu fluida dan kekentalan dipengaruhi oleh ikatan hidrogen gugus hidroksil

polimer (Lineback dan Inglett, 1982). Ikatan hidrogen gugus hidroksil polimer

menentukan sifat kelarutan yang juga mempengaruhi kekentalan yang

Hasil rata-rata pengukuran dan pengamatan terhadap kekentalan

tepung glukomanan dengan perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim dapat

Gambar 16 di bawah ini.

Diagram Kekentalan Tepung Glukomanan pada Perlakuan Suhu

Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

Kato dan Matzuda (1970) melaporkan hasil penelitian dari Sakurada

(1933) tentang hasil penelitian dari Sakurada (1933) tentang hasil analisis

X pada polisakarida manan. Hasil tersebut menunjukan bahwa

terdapat dua jenis polisakarida manan yang berbentuk amorphous yang mu

larut dalam air (bentuk alfa) dan yang berbentuk kristal yang bersifat sukar

larut dalam air. Pada proses hidrolisis pati dari tepung glukomanan yang

an dipisahkan hidrolisatnya, glukomanan yang larut dalam air

membentuk larutan kental, diekstrak kembali secara kimia menggunakan

untuk dapat diendapkan dan dibuat menjadi tepung glukomanan

A0 A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 A2 : Suhu 80 A3 : Suhu 95

45

tepung, sedangkan taraf unit enzim 1U/g tepung tidak berbeda nyata dengan 2

Berdasarkan nilai derajat putih, perlakuan yang memberikan nilai

C dengan dosis enzim 2

Kekentalan suatu fluida merupakan ukuran penolakan untuk mengalir dari

suatu fluida dan kekentalan dipengaruhi oleh ikatan hidrogen gugus hidroksil

polimer (Lineback dan Inglett, 1982). Ikatan hidrogen gugus hidroksil polimer

g juga mempengaruhi kekentalan yang

rata pengukuran dan pengamatan terhadap kekentalan

tepung glukomanan dengan perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim dapat

pada Perlakuan Suhu

Kato dan Matzuda (1970) melaporkan hasil penelitian dari Sakurada

ada (1933) tentang hasil analisis

tersebut menunjukan bahwa

terdapat dua jenis polisakarida manan yang berbentuk amorphous yang mudah

a) dan yang berbentuk kristal yang bersifat sukar

Pada proses hidrolisis pati dari tepung glukomanan yang

, glukomanan yang larut dalam air

membentuk larutan kental, diekstrak kembali secara kimia menggunakan

tepung glukomanan

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 oCA2 : Suhu 80 oCA3 : Suhu 95 oC

Page 63: Alfa Amilase

46

kembali. Dengan pengendapan tersebut, glukomanan yang berbentuk

amorphous atau mudah larut dalam air berubah menjadi bentuk kristal yang

bersifat sukar larut dalam air. Hal ini mengakibatkan kekentalan glukomanan

yang dihasilkan menjadi rendah yaitu 1.500-3.925 cPs dibandingkan tepung

glukomanan komersial pada konsentrasi larutan yang sama. Menurut Wiyani

(1988), tepung glukomanan komersial bersifat mudah larut dalam air dan

memberikan kekentalan yang tinggi yaitu lebih besar dari 10.000 cps.

Penurunan kekentalan larutan glukomanan juga disebabkan berkurangnya

kandungan pati di dalamnya. Pati pada tepung glukomanan ketika dipanaskan

sampai mencapai suhu gelatinisasi maka pati akan tergelatinisasi yang

menyebabkan larutan glukomanan bertambah kental (viscous). Dengan

berkurangnya kandungan pati pada tepung glukomanan akibat reaksi hidrolisis

menyebabkan kekentalan larutan glukomanan menurun. Berdasarkan nilai

kekentalan tepung glukomanan, perlakuan yang memberikan kekentalan

terbaik adalah pada perlakuan suhu 65 oC dengan 2 U/g tepung dosis yang

ditambahkan.

Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan suhu hidrolisis

berpengaruh nyata terhadap kekentalan pada tepung glukomanan, sedangkan

perlakuan dosis enzim yang diberikan, serta interaksi antara kedua faktor n

tersebut tidak memberikan hasil yang berpengaruh nyata. Berdasarkan

diagram Gambar 16, kekentalan akan semakin menurun dengan semakin

tingginya suhu. Hal tersebut sesuai pendapat Glicksman (1969), kekentalan

larutan dipengaruhi juga oleh suhu, konsentrasi, muatan, perlakuan panas,

perlakuan mekanis dan keberadaan liofil. Berdasarkan nilai kekentalan tepung

glukomanan, perlakuan yang memberikan kekentalan terbaik adalah pada

perlakuan suhu 65 oC dengan 2 U/g tepung dosis yang ditambahkan.

Hasil analisis uji lanjut metode Duncan menunjukan perlakuan suhu

memberikan hasil yang berbeda nyata pada taraf suhu 95 oC dengan 65

oC dan

80 oC, sedangkan perlakuan suhu dengan taraf 65

oC tidak berbeda nyata

dengan perlakuan suhu taraf 80 oC. Pada perlakuan dosis enzim yang

ditambahkan masing-masing taraf unit enzim 1 U/g tepung, 2 U/ g dan unit

enzim 3 U/ g tepung tidak memberikan hasil yang saling berbeda nyata.

Page 64: Alfa Amilase

g. Penyerapan Air

Tepung glukomanan dapat digolongkan menjadi serat bahan pangan, sebab

tepung glukomanan termasuk

tanaman). Menurut Winarno (2003

komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim

dalam lambung dan usus kecil. Secara kimia serat

dinding sel yang terdiri dari be

hemiselulosa, pe

menambahkan bahwa komponen serat makanan memberikan karakterisik

fungsional yang meliputi kemampuan daya ikat air, kapasitas untuk

mengembang, meningk

yang berbeda-beda, mengabsorpsi minyak, pertukaran kation, warna dan

flavor. Dari hasil penelitian, kadar penyerapan air tepung

dilihat pada Gambar 1

Gambar 17. Diagram

Suhu Hidr

Rata-rata penyerapan air tepung glukomanan dengan perlakuan suhu

hidrolisis dan dosis enzim yang di

%. Besarnya penyerapan tepung gl

bentuk granula tepung glukomanan

air lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Van Beynum dan Roels

(1985), bahwa kandungan amilosa, amilop

granula berpengaruh dalam penyerapan air

0

500

1000

1500

2000

A0

Penyerapan Air (% bb)

Perlakuan Suhu (

Tepung glukomanan dapat digolongkan menjadi serat bahan pangan, sebab

tepung glukomanan termasuk hemiselulosa penyusun dinding sel

. Menurut Winarno (2003), serat bahan pangan merupakan

komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim

dalam lambung dan usus kecil. Secara kimia serat-serat tersebut berasal dari

dinding sel yang terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa,

hemiselulosa, pektin dan nonkarbohidrat lainnya. G

menambahkan bahwa komponen serat makanan memberikan karakterisik

fungsional yang meliputi kemampuan daya ikat air, kapasitas untuk

mengembang, meningkatkan densitas kamba, membentuk gel dalam viskositas

beda, mengabsorpsi minyak, pertukaran kation, warna dan

Dari hasil penelitian, kadar penyerapan air tepung glukomanan dapat

Gambar 17 di bawah ini.

Diagram Penyerapan Air Tepung Glukomanan pada Perlakuan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

rata penyerapan air tepung glukomanan dengan perlakuan suhu

hidrolisis dan dosis enzim yang diberikan berkisar antara 1288,78

%. Besarnya penyerapan tepung glukomanan terhadap air disebabkan karena

bentuk granula tepung glukomanan yang besar sehingga kapasitas pe

air lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Van Beynum dan Roels

(1985), bahwa kandungan amilosa, amilopektin dan ukuran serta bentuk

nula berpengaruh dalam penyerapan air suatu tepung. Tepung glukomanan

A0 A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 A2 : Suhu 80 A3 : Suhu 95

47

Tepung glukomanan dapat digolongkan menjadi serat bahan pangan, sebab

penyusun dinding sel (jaringan

serat bahan pangan merupakan

komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim

serat tersebut berasal dari

berapa jenis karbohidrat seperti selulosa,

Gordon (1989)

menambahkan bahwa komponen serat makanan memberikan karakterisik

fungsional yang meliputi kemampuan daya ikat air, kapasitas untuk

atkan densitas kamba, membentuk gel dalam viskositas

beda, mengabsorpsi minyak, pertukaran kation, warna dan

glukomanan dapat

ada Perlakuan

rata penyerapan air tepung glukomanan dengan perlakuan suhu

berikan berkisar antara 1288,78 – 1696,29

ukomanan terhadap air disebabkan karena

yang besar sehingga kapasitas penyerapan

air lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Van Beynum dan Roels

ektin dan ukuran serta bentuk

epung glukomanan

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 oCA2 : Suhu 80 oCA3 : Suhu 95 oC

Page 65: Alfa Amilase

48

komersial daya serap airnya sebesar 1402 % (Wiyani, 1988). Daya serap air

pada tepung glukomanan yang diperoleh pada penelitian ini, jika

dibandingkan dengan tepung glukomanan komersial tidak berbeda terlalu

jauh.

Data hasil analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan dosis enzim yang

diberikan berpengaruh nyata terhadap kadar penyerapan air tepung

glukomanan, sedangkan perlakuan suhu tidak berpengaruh nyata. Namun,

interaksi antara kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata terhadap

penyerapan air tepung glukomanan.

Hasil analisis uji lanjut metode Duncan, penyerapan air terhadap tepung

glukomanan tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf perlakuan suhu,

sedangkan pada perlakuan dosis enzim yang diberikan hasil uji beda nyata

menunjukan dosis enzim 2 U/g tepung berbeda nyata terhadap perlakuan dosis

enzim 1 U/g tepung dan 3 U/g tepung. Berdasarkan penyerapan air, perlakuan

yang memberikan hasil penyerapan air terbaik adalah perlakuan yang

memberikan penyerapan air tertinggi. Perlakuan yang memberikan hasil

penyerapan air tertinggi adalah perlakuan dengan suhu 80 oC dan 3 U/g tepung

dosis enzim yang ditambahkan.

h. Densitas Kamba

Menurut Syarief dan Irawati (1988), densitas kamba sangat penting

diketahui bagi bahan hasil pertanian yang disimpan. Densitas kamba

digunakan dalam merencanakan suatu gudang penyimpanan, volume alat

pengolahan maupun sarana transportasi. Besar kecilnya densitas kamba suatu

bahan hasil pertanian dipengaruhi oleh kadar air, ukuran partikel dan

kekasaran permukaan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai densitas kamba yang

diperoleh dapat dilihat pada Gambar 18 di bawah ini.

Page 66: Alfa Amilase

Gambar 18. Diagram De

Suhu Hidrolisis d

Hasil pengukuran menunjukan bahwa rata

glukomanan yang diperoleh berkisar antara 641,48

Berdasarkan analisis

yang diberikan serta interaksi antara kedua

nyata terhadap densitas kamba te

masing-masing taraf perlakuan pada perlakuan suhu dan dosis enzim yang

diberikan tidak berbeda nyata.

Densitas kamba tepung glukomanan komersial

(Syaefullah, 1990). Hal ini menunjukan bahwa densitas kamba yang diperoleh

dalam penelitian ini lebih kecil dibandingkan tepung glukomanan komersial.

Densitas kamba yang diperoleh tersebut dapat disebabkan kekasaran

permukaan tepung

glukomanan secara kimia

glukomanan yang dihasilkan

perlakuan yang memberikan hasil yang terbaik adalah perlakuan suhu 65

dengan dosis enzim 3 U/g tepung.

i. ilai pH

Hasil rata-rata

perlakuan suhu dan dosis enzim yang diber

glukomanan yang dihasilkan seragam berkisar antara 4,90

0

200

400

600

800

A0

Densitas Kamba (% BB)

Perlakuan Suhu (

Diagram Densitas Kamba Tepung Glukomanan pada Perlakuan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

Hasil pengukuran menunjukan bahwa rata-rata densitas kamba tepung

glukomanan yang diperoleh berkisar antara 641,48 –

Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan suhu dan dosis enzim

yang diberikan serta interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh

nyata terhadap densitas kamba tepung glukomanan yang dihasilkan dan

masing taraf perlakuan pada perlakuan suhu dan dosis enzim yang

diberikan tidak berbeda nyata.

Densitas kamba tepung glukomanan komersial adalah

(Syaefullah, 1990). Hal ini menunjukan bahwa densitas kamba yang diperoleh

dalam penelitian ini lebih kecil dibandingkan tepung glukomanan komersial.

mba yang diperoleh tersebut dapat disebabkan kekasaran

permukaan tepung glukomanan akibat penggilingan setelah pengekstrakan

secara kimia tidak merata dan kandungan air pada tepung

glukomanan yang dihasilkan juga berbeda. Berdasarkan nilai densitas kamba,

perlakuan yang memberikan hasil yang terbaik adalah perlakuan suhu 65

dengan dosis enzim 3 U/g tepung.

rata pengukuran terhadap pH tepung glukomanan dengan

perlakuan suhu dan dosis enzim yang diberikan, menunjukan nilai pH tepung

glukomanan yang dihasilkan seragam berkisar antara 4,90 -

A0 A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 A2 : Suhu 80 A3 : Suhu 95

49

Tepung Glukomanan pada Perlakuan

rata densitas kamba tepung

776,01 kg/m3.

ragam (ANOVA), perlakuan suhu dan dosis enzim

faktor tersebut tidak berpengaruh

pung glukomanan yang dihasilkan dan

masing taraf perlakuan pada perlakuan suhu dan dosis enzim yang

adalah 849 kg/m3

(Syaefullah, 1990). Hal ini menunjukan bahwa densitas kamba yang diperoleh

dalam penelitian ini lebih kecil dibandingkan tepung glukomanan komersial.

mba yang diperoleh tersebut dapat disebabkan kekasaran

akibat penggilingan setelah pengekstrakan

tidak merata dan kandungan air pada tepung

Berdasarkan nilai densitas kamba,

perlakuan yang memberikan hasil yang terbaik adalah perlakuan suhu 65 oC

pengukuran terhadap pH tepung glukomanan dengan

menunjukan nilai pH tepung

- 5,21. Nilai pH

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 oCA2 : Suhu 80 oCA3 : Suhu 95 oC

Page 67: Alfa Amilase

tepung glukomanan setelah hidrolisis

tepung glukomana

penelitian, rata-rata nilai pH pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar

19 di bawah ini.

Gambar 19. Diagram Nilai

Hidrolisis d

Hal tersebut di atas

pH 5 karena, enzim akan bekerja secara optimum pada pH 5, sehingga tepung

glukomanan yang dihasilkan

glukomanan sebelum hidrolisis tidak jauh berbeda dengan nilai pH tepung

glukomanan komersial dengan nilai pH 6,20.

Hasil analisis sidik

yang diberikan pada saat hidrolis

tepung glukomanan.

mendekati nilai pH

nilai pH netral adalah pada suhu 65

hasil 5,21. Perlakuan tersebut pada dasarnya tidak mendekati nilai pH netral,

namun memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

j. Bentuk Granula Tepung Glukomanan

Bentuk granula tepung glukomanan dianalisa dengan mengguna

mikroskop cahaya terpolarisasi

digunakan adalah perbesaran yang paling minimum, sebab jika menggunakan

0

1

2

3

4

5

6

7

Nilai pH

nan setelah hidrolisis mengalami penurunan pH dari pH awal

tepung glukomanan sebelum hidrolisis sebesar 6,58. Berdasarkan h

rata nilai pH pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar

Diagram Nilai pH Tepung Glukomanan pada

Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

Hal tersebut di atas disebabkan pada saat hidrolisis ditambahkan buffer

pH 5 karena, enzim akan bekerja secara optimum pada pH 5, sehingga tepung

glukomanan yang dihasilkan memiliki pH berkisar 5. Nilai pH tepung

glukomanan sebelum hidrolisis tidak jauh berbeda dengan nilai pH tepung

komersial dengan nilai pH 6,20.

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA), perlakuan suhu dan dosis enzim

yang diberikan pada saat hidrolisis tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH

tepung glukomanan. Hasil yang memberikan nilai terbaik adalah pH yang

nilai pH netral. Perlakuan yang memberikan hasil yang mendekati

nilai pH netral adalah pada suhu 65 oC dan dosis enzim 1 U/ g tepun

hasil 5,21. Perlakuan tersebut pada dasarnya tidak mendekati nilai pH netral,

namun memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

Bentuk Granula Tepung Glukomanan

entuk granula tepung glukomanan dianalisa dengan mengguna

mikroskop cahaya terpolarisasi dengan perbesaran 50 kali. P

digunakan adalah perbesaran yang paling minimum, sebab jika menggunakan

A0 A1 A2 A3

Perlakuan Suhu (oC) dan Dosis Enzim (U/g)

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 A2 : Suhu 80 A3 : Suhu 95

50

mengalami penurunan pH dari pH awal

Berdasarkan hasil

rata nilai pH pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar

ada Perlakuan Suhu

disebabkan pada saat hidrolisis ditambahkan buffer

pH 5 karena, enzim akan bekerja secara optimum pada pH 5, sehingga tepung

Nilai pH tepung

glukomanan sebelum hidrolisis tidak jauh berbeda dengan nilai pH tepung

ragam (ANOVA), perlakuan suhu dan dosis enzim

is tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH

Hasil yang memberikan nilai terbaik adalah pH yang

. Perlakuan yang memberikan hasil yang mendekati

C dan dosis enzim 1 U/ g tepung dengan

hasil 5,21. Perlakuan tersebut pada dasarnya tidak mendekati nilai pH netral,

namun memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

entuk granula tepung glukomanan dianalisa dengan menggunakan

. Perbesaran yang

digunakan adalah perbesaran yang paling minimum, sebab jika menggunakan

Kontrol

Dosis Enzim 1 U/g

Dosis Enzim 2 U/g

Dosis Enzim 3 U/g

Ao : KontrolA1 : Suhu 65 oCA2 : Suhu 80 oCA3 : Suhu 95 oC

Page 68: Alfa Amilase

51

perbesaran di atas 50 kali bentuk granula tepung glukomanan yang diamati

tidak terlihat jelas bentuknya. Bentuk dan ukuran partikel tepung glukomanan

yang dihasilkan dari perlakuan suhu dan dosis enzim yang diberikan, yang

diperoleh dari hasil pengamatan mikroskop cahaya terpolarisasi disajikan pada

Gambar 20.

Gambar 20. Diagram Bentuk Granula Tepung Glukomanan pada Perlakuan

Suhu Hidrolisis dan Dosis Enzim yang Berbeda

Keterangan :

A adalah perlakuan suhu hidrolisis, yaitu A1 : 65 oC, A2 : 80

oC dan A3 : 95

oC

B adalah perlakuan dosis enzim, yaitu B1 : 1 U/g tepung, B2 : 2 U/g tepung, dan

B3 : 3 U/g tepung

A1B2 A1B3 A1B1

A2B2 A2B3 A2B1

A3B2 A3B3 A3B1

Page 69: Alfa Amilase

52

Pada Gambar 20, bentuk granula tepung A3B3 tidak terlihat jelas, yang

dikarenakan tepung telah mengalami kerusakan. Menurut Jianrong et al. dalam

ISHS Acta (2009), hasil analisis termografik menunjukkan suhu dekomposisi

glukomanan adalah 280 oC. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan

pada suhu 95 oC, tepung glukomanan mengalami kerusakan. Bulatan warna hitam

atau bercak-bercak hitam pada sebagian gambar merupakan serat yang

terpolarisasi. Tepung glukomanan yang terpolarisasi sebagian besar didominasi

warna biru dan kuning, karena belum ada literatur mengenai granula tepung

glukomanan yang terpolarisasi, warna biru diduga merupakan komponen pati

yang terpolarisasi, yang dengan semakin besar dosis enzim yang ditambahkan

warna biru menjadi semakin berkurang. Berdasarkan bentuk granula tepung

glukomanan perlakuan terbaik adalah pada suhu 65 oC dengan dosis enzim 3 U/g

tepung. Ukuran granula tepung glukomanan pada perbesaran 50 kali, bervariasi

mulai dari 339,6 -1645,8 µm.

Page 70: Alfa Amilase

53

V. KESIMPULA DA SARA

A. KESIMPULA

Tepung glukomanan dalam penelitian ini dibuat dari umbi iles-iles kuning

(A. onchopyllus), yang dipotong-potong tipis, dikeringkan menjadi keripik dan

digiling hingga menjadi tepung iles-iles. Umbi iles-iles kuning memiliki kadar air

81,05 %, kadar glukomanan 4,46 % dan kadar kalsium oksalat 0,12 %. Setelah

diproses menjadi tepung iles-iles maka komposisi kimianya berubah dengan kadar

air 11,10 %, kadar glukomanan 20,49 % serta kadar kalsium oksalat 0,76 %.

Tepung iles-iles yang diayak dengan saringan 80 mesh menghasilkan rendemen

sebesar 87,84 %, dengan kadar air 11,63 %, kadar pati 10,63 %, kadar

glukomanan 28,75 % dan kadar kalsium oksalat 0,61 %.

Hidrolisis pati secara enzimatis dengan menggunakan enzim α-amilase yang

kemudian diekstrak kembali secara kimia menghasilkan tepung glukomanan

dengan karakteristik yaitu kadar pati pada tepung glukomanan mengalami

penurunan yaitu dari 10,63 % menjadi 4,76 - 0,40 %. Kadar glukomanan

meningkat dari kadar glukomanan 28,75 % menjadi rata-rata kadar glukomanan

42,35-80,53 %. Derajat putih tidak mengalami perubahan yang nyata yaitu dari

21,26 % berubah dengan rata-rata 19,48 % sampai 28,37 %. Kekentalan tepung

glukomanan hasil hidrolisis mengalami penurunan dari 16.833,33 cPs menjadi

1500 -3925 cPs. Rata-rata penyerapan air tepung glukomanan hasil hidrolisis

berkisar antara 1288,780 – 1696,290 %. Hal ini tidak berbeda jauh dengan tepung

glukomanan sebelum hidrolisis yaitu sebesar 1464,75 %. Begitu pula dengan

densitas kamba tepung glukomanan sebelum hidrolisis sebesar 741,65 kg/m3 yang

tidak jauh berbeda dengan rata-rata densitas kamba tepung glukomanan yang

diperoleh setelah hidrolisis berkisar antara 641,48 – 776,01 kg/m3. Nilai pH

tepung glukomanan mengalami perubahan dari pH 6,58 menjadi pH 4,90-5,21.

Perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim yang diberikan serta interaksi

antara kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar pati, kadar glukomanan,

dan derajat putih tepung, sedangkan rendemen dan kekentalan hanya dipengaruhi

oleh suhu. Tepung glukomanan setelah hidrolisis dan diekstrak dengan

menggunakan etanol 95 % memberikan kadar glukomanan yang tinggi hingga

Page 71: Alfa Amilase

54

mencapai kadar 80,53 % namun memiliki kekentalan yang rendah hingga

mencapai 1500 cps. Secara keseluruhan perlakuan suhu hidrolisis dan dosis enzim

yang ditambahkan memberikan hasil tepung glukomanan terbaik adalah pada

perlakuan suhu 65 oC dengan dosis enzim 3 U/g tepung.

B. SARA

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :

a. Perlu dikaji lebih lanjut cara pemisahan poliskarida lain dengan glukomanan

agar tidak ikut terekstrak ketika glukomanan diekstraksi secara kimia, sehingga

tepung glukomanan dengan kadar glukomanan yang tinggi dapat diperoleh.

b. Perlu ada perbaikan proses produksi dengan melakukan optimasi waktu

hidrolisis pada suhu yang lebih rendah yaitu 65oC dan waktu yang lebih lama,

agar tidak terjadi kerusakan granula, namun diperoleh mutu tepung

glukomanan yang tinggi.

Page 72: Alfa Amilase

55

DAFTAR PUSTAKA

Alais, C Dan B. Linden. 1991. Food Biochemistry. Ellis Horwood, London

AOAC. 1995. Official Methods of Analisis of The Association Official Analytical

Chemistry. Arlington, Virginia

Arifin, M. A. 2001. Pengeringan Umbi Iles-Iles secara Mekanik untuk

Meningkatkan Mutu Keripik Iles. Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Assosiasi Konyaku Jepang. 1976. Penetapan Standardisasi Tepung Glukomannan

Murni Iles-Iles dan Hal-Hal Penting dalam Pelaksanaannya. Assosiasi

Konyaku Jepang, Dewan Pengawas Tepung Konyaku Tingkat Propinsi

Badan Pusat Statistik. (1997). Statistik Luar 'egeri Indonesia. Ekspor 1996.

Badan Pusat Statistik, Jakarta

Busser, H. 1969. Penuntun Analisa Jumlah. Balai Penitian Kimia, Bogor

deMan, J. M.1997. Kimia Makanan. ITB, Bandung

Djalil, L. A. 2003. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Terpadu. SMAKBo,

Bogor

Ermiati dan M.P. Laksmanahardja. 1996. Manfaat Iles-Iles (Amorphophalus Sp.)

sebagai Bahan Baku Makanan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian,

Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat. 15 (3) : 74 - 80

Essau, K. 1965. Plant Anatomy. John Willey and Sons, Inc., New York, London

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan Gizi. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Fennema, O. R. 1985. Food Science. Marcel Dekker Inc., New York.

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry. Ac. Press Inc., New

York

Gong, C. S. dan Michael, C. F. 1991. Conversion of Hemicellulose Carbohydrate.

di dalam A. Fiechter (ed.) Advances in Biochemical Engineering vol.

20. Springer-Verlag, New York

Gordon, D. T. 1989. Functional Properties vs Physiological Action of Total

Dietary Fiber. Cereal Foods World. 34 : 517 - 523

Gumbira-Sa’id, E. dan D.L Rahayu. 2009. Overview Budidaya dan Produksi

Umbi Tanaman Konjac Di Indonesia. Departemen Teknologi Industri

Pertanian, FATETA-IPB, Bogor

Page 73: Alfa Amilase

56

Hanif, Z. 1991. Pengaruh Cara Pengeringan dan Cara Ekstraksi terhadap

Rendemen dan Mutu Tepung Mannan Umbi Iles-Iles Kuning (A.

Oncophyllus). Skripsi TIN-FATETA, IPB

Hartanto, S.E. 1994. Iles-Iles Tanaman Langka yang Laku di Ekspor. Buletin

Ekonomi Bapindo, PT Bank Pembangunan Indonesia. 19 (3): 21-25

Perum. Perhutani. 2008. Permata dari Belantara. http://wanamitra.blogspot.com.

(diakses tanggal 17 Februari 2009]

Anonim. 2007. Glucomannan. http://www.glucomannan.com (diakses tanggal 12

Mei 2009)

Jumali, A. 1980. Kripik dan Tepung Iles-Iles. Trubus 11 (125) : 162-163

Kriswidarti, T. 1980. Suweg (A. campanulatus) Kerabat Bunga Bangkai yang

Berpotensi sebagai Sumber Karbohidrat. Buletin Kebun Raya 4 (5) :

171-174

Lineback, D. R. dan G. E. Inglett. 1982. Food Carbohydrate. The AVI Pub. Co.

Inc., Westport

Lowson, J.M. 1962. Teks Book of Botany. University Tutorial Press Ltd, London

Matz, S. 1959. The Chemistry and Technology Cereals as Food and Feed. AVI.

Pub. Co. Inc., Westport-Connecticut

Murtinah, S. 1977. Pembuatan Keripik dan Isolasi Glukomanan dari Umbi

Iles - Iles. Balai Penelitian Kimia, Semarang

Norman, B. E.1981. 'ew Development in Starch Syrup Technology. di dalam G.

G. Birch, N. B. Brough, dan K. J. Parker (eds). Enzyme and Food

Processing. Applied Science Publisher Ltd. London

Ohtsuki, T. 1968. Studies on Reserve Carbohydratof Flour Amorphophallus

Species, with Special Reference to Mannan. Botanical Magazine

Tokyo 81: 119-126

Perry, R. H. dan H. Chilton. 1973. Chemical Engineers Handbook. Mcgraw Hill

Book Inc., Kogakusha

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Second Edition.

Academic Press, Inc.

Ratcliffe, I, Petter A. W, C. Viebke dan J. Meadow. 2005. Physicochemical

Characterization of Konjac Glucomannan. Biomacromolecules.

6 : 1977-1986.

Page 74: Alfa Amilase

57

Reilly, P.J. 1985. Enzymatic Degradation of Starch. dalam Van Beynum G.M.A

dan J. A Roles (Eds). Starch Convertion Technology. Marcell Dekker,

New York.

Robyt, J. F. 1984. Enzyme in The Hydrolysis and Synthesis of Starch. Dalam

Whistler, R. L., J. N. Bemiller Dan E. F. Paschall (Eds.). Starch:

Chemistry and Technology. Second Edition. Academic Press, Inc.

Orlando, Florida

Sarko, A dan R. M. Merchessault. 1967. Advanced in Carbohydrate, Vol. 22

Academic Press Inc, New York.

Soedarsono dan S. Abdulmanap. 1963. Berbagai Keterangan Mengenai Iles-Iles.

PDIN, Jakarta

Sufiani, S. 1993. Iles-Iles (Amorphophallus); Jenis, Syarat Tumbuh, Budidaya

dan Standar Mutu Ekspornya. Badan Penelitiam Dan Pengembangan

Pertanian

Sumarna, A., K. Ismail, Hariyanto. 2002. Pengantar Kimia Analisis II

(Titrimetri). SMAKBo, Bogor.

Sunarto, T. 1986. Suweg Sumber Karbohidrat yang Mumpuni. Majalah Penyebar

Semangat No. 8 : 11 – 12.

Syaefullah, S. 1990. Studi Karakteristik Glukomannan dari Sumber “Indigenous”

Iles-Iles (Amophophallus Oncophyllus) dengan Variasi Proses

Pengeringan dan Basis Perendaman. Tesis Teknologi Pasca Panen,

Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor

Takigami, S. 2000. Konjac Mannan. Dalam Phillips, G. O. dan P. A. Williams.

Handbook of Hydrocolloids. Woodhead Publishing Limited dan CRC

Press LLC, New York

Teramoto, A dan Fuchigami, M. 2000. Changes in Temperature, Texture and

Structure of Konnyaku (Konjac Glucomannan Gel) During High-

Pressure-Freezing. Journal of Food Science. 65 (3) : 491 - 497

Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT.

Gramedia, Jakarta

Van Beynum, G. M. A dan J. A. Roels. 1985. Starch Conversion Technology.

Marcel dekker Inc. New York

Wenzl, H. K. J. 1990. The Chemical Technology of Wood. Academic Press. Inc.,

London

Winarno, F. G. 2003. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Page 75: Alfa Amilase

58

Wiyani, L. 1988. Ekstraksi dan Karakterisasi Manan dari Umbi Iles-iles Putih (A.

variabilis Bl.). Skripsi Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,

Fakultas Teksnologi Pertanian, Bogor.

Page 76: Alfa Amilase

58

Lampiran 1. Prosedur Analisis

1. Kadar Air (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g contoh ditimbang secara teliti dalam cawan alumunium yang

telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu 105-110 oC selama tiga jam. Cawan dikeluarkan dan

didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Pengeringan dilanjutkan

lagi dan setiap setengah jam didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh

bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar air = %100xAwalBobot

tanKonsBobotAwalBobot −.

2. Kadar Abu (AOAC, 1998)

Sebanyak 2-5 g contoh ditimbang secara teliti dalam cawan porselen yang

telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dipijarkan dan

diabukan dalam tanur perabuan pada suhu 600 oC selama empat jam. Cawan

dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Pengabuan dilanjutkan sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar air

dihitung dengan persamaan di bawah ini.

Kadar abu = %100xsampelBobot

))(( KosongBobotabucawanBobot −+.

3. Kadar Protein (A0AC, 1970)

Penentuan kadar protein ditentukan secara semi mikrokjeldhal. Contoh

bekas analisis kadar air sebanyak 1 g dan 2 g serbuk katalis (CuSO4: Na2SO4 =

1.2 : 1) dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal, kemudian ditambahkan 2,5 ml

larutan asam sulfat pekat. Contoh di dalam labu Kjeldhal didestruksi dalam

ruang asam sampai warna hijau jernih. Setelah dingin, hasil destruksi

didestilasi dengan menggunakan alat Kjeltec. Nitrogen anorganik hasil

destruksi dimasukkan ke dalam tabung suling dengan pembilas aquades, dan

diletakan dalam alat Kjeltec, alat Kjeltec dihidupkan, maka secara otomatis,

tabung suling yang berisi sampel nitrogen anorganik akan terisi dengan larutan

NaOH 6 N sampai warna cairan coklat kehitaman. Destilat ditampung dalam

Page 77: Alfa Amilase

59

labu erlenmeyer 300 ml yang berisi 25 ml larutan asam borat (H3BO3) 2 %

serta diberi indikator mengsel sebanyak 3 tetes. Destilasi dilakukan selama

kurang lebih empat menit atau sampai volume destilat dua kali volume

semula. Selanjutnya dititrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N sampai diperoleh

warna yang berubah dari hijau menjadi ungu. Dilakukan juga pada titrasi

blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar Protein = %100xC

25.6007,14 xx�xAB −

Keterangan : A = jumlah titrasi contoh (ml)

B = jumlah titrasi blanko (ml)

C = bobot contoh (g).

� Standarisasi Normalitas H2SO4 0,02 N

Natrium karbonat (Na2CO3) hablur ditimbang sebanyak 0,05 g, kemudian

dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dengan aquades, dan

ditambahkan hingga tanda tera. Larutan kemudian dipipet sebanyak 10 ml ke

dalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator merah metil 2-3 tetes, dititrasi

dengan larutan H2SO4 hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi

jingga. Standarisasi Normalitas H2SO4 dihitung sebagai berikut :

Normalitas H2SO4 = .4232

32

fpxSOHmlxCO�aBE

CO�amg

4. Kadar Lemak (AOAC, 1985)

Contoh bekas analisis kadar air ditimbang dua sampai tiga gram,

kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan

diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet yang

dihubungkan dengan pendingin balik, labu lemak yang berisi beberapa butir

batu didih dan hot plate. Pelarut yang digunakan adalah heksan dengan

volume setengah volume labu didih atau sekitar 250 ml heksan. Ekstraksi

dilakukan selama lima sampai enam jam atau sekitar 60 kali putaran. Bekas

contoh yang telah terekstrak minyaknya dikeringkan dalam oven serta

Page 78: Alfa Amilase

60

ditimbang bobotnya sampai diperoleh bobot konstan. Kadar lemak dihitung

dengan persamaan berikut :

Kadar lemak = %100xAwalBobot

akhircontohBobotawalcontohBobot −.

5. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)

Sebanyak ± 2 g contoh bekas kadar lemak dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambah 100 ml larutan asam sulfat 0.325 N.

Campuran contoh kemudian didihkan dengan dengan alat pendingin tegak

selama kurang lebih 30 menit, kemudian ditambahkan lagi 50 ml larutan

NaOH 1,25 N dan dididihkan lagi selama 30 menit. Campuran tersebut

kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 yang telah

dikeringkan dan diketahi bobotnya. Pembilasan hasil saringan dilakukan

berturut-turut dengan larutan asam sulfat 0,325 N, air panas dan etanol. Kertas

saring dikeringkan dalam oven selama 1-2 jam, kemudian didinginkan dalam

desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi setiap setengah jam,

kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Kadar serat kasar

dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar serat kasar = %100xawalBobot

ker ingendapanBobot.

6. Kadar Ca-Oksalat (Sumarna, 2002)

Contoh ditimbang sebanyak 0,5 – 1 g ke dalam erlenmeyer 250 ml,

ditambah larutan H2SO4 4 N dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 100 ml.

Larutan dalam Erlenmeyer dipanaskan hingga suhunya ± 70 oC dan segera

dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N hingga titik akhir yaitu warna larutan

merah jambu seulas. Kadar oksalat dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar Ca-oksalat = 126

144 x 100

)(x

sampelmg

BEx�xblankomlsampelml −%.

Page 79: Alfa Amilase

61

� Standarisasi KMnO4

Hablur oksalat sebanyak 500 mg ditimbang dengan teliti ke dalam labu

ukur 100 ml dan dilarutkan dengan aquades hingga tanda garis. Larutan

sebanyak 10 ml dipipet ke Erlenmeyer 100 ml, dibubuhi 10 ml larutan H2SO4

4 N lalu diencerkan samapai dengan 100 ml. Larutan dalam Erlenmeyer

dipanaskan hingga suhunya ± 70 oC dan segera dititar dengan larutan KMnO4

0,1 N hingga titik akhir yaitu warna larutan merah jambu seulas. Kenormalan

larutan KMnO4 dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Normalitas KMnO4 = 63xVxfp

oksalatasamml

7. Penentuan Rendemen Tepung Glukomanan

Rendemen tepung glukomanan dihitung berdasarkan perbandingan antara

bobot tepung iles-iles yang diperoleh dengan bahan mentah yang digunakan.

Rendemen tepung glukomanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus di

bawah ini:

Rendemen (%) = %100xUmbiDagingBobot

GlukomananTepungBobot.

8. +ilai Dextrose Equivalent (DE)

a. Gula pereduksi

Larutan hasil hidrolisis pati tepung glukomanan dipipet sebanyak 5 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Larutan tersebut kemudian

dinetralkan dengan larutan NaOH 0,1 N, dan ditambahkan larutan Pb-asetat

dan asam pospat sampai terbentuk gumpalan putih, dan ditera hingga volume

10 ml. Larutan tersebut kemudian dienapkan hingga terbentuk larutan tidak

berwarna pada bagian atas dan bagian bawah endapan putih. Larutan yang

tidak berwarna pada bagian atas kemudian dipipet sebanyak 1 ml dan

dimasukan ke dalam tabung ulir 10 ml, ditambahkan larutan dinitrosalisilat 6

ml, kemudian dimasukan ke dalam air mendidih selama lima menit, dan

didinginkan dalam air mengalir dan terbentuk larutan berwarna jingga. Setelah

itu diukur absorbansi larutan tersebut pada panjang gelombang 540 nm

Page 80: Alfa Amilase

62

menggunakan spektrofotometer. Absorbansi yang diperoleh kemudian

dikonversi kedalam mg/ml gula pereduksi melalui persamaan deret standar

glukosa.

b. Total Gula Pereduksi

Larutan hasil hidrolisis pati tepung glukomanan dipipet sebanyak 1 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Larutan tersebut kemudian

dinetralkan dengan larutan NaOH 0,1 N, dan ditambahkan Pb-asetat dan asam

pospat sampai terbentuk gumpalan putih, dan ditera hingga volume 10 ml.

Larutan tersebut kemudian dienapkan hingga terbentuk larutan tidak berwarna

pada bagian atas dan bagian bawah endapan putih. Larutan yang tidak

berwarna pada bagian atas kemudian dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukan ke

dalam tabung ulir 10 ml, ditambahkan larutan fenol 5 % 1 ml dan larutan

H2SO4 (p) 5 ml, kemudian didiamkan pada suhu ruang hingga dingin dan

terbentuk larutan berwarna jingga seulas. Setelah itu diukur absorbansi larutan

tersebut pada panjang gelombang 490 nm menggunakan spektrofotometer.

Absorbansi yang diperoleh kemudian dikonversi kedalam mg/ml gula

pereduksi melalui persamaan deret standar glukosa.

DE = %100xPereduksiGulaTotal

PereduksiGula

� Kurva Standar Glukosa

Sebagai standar glukosa, dibuat larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 50,

100, 150, 200, 250 ppm dari larutan glukosa 500 ppm. Kemudian dipipet

sebanyak 1 ml dari masing-masing larutan glukosa tersebut, dan dimasukan ke

dalam tabung ulir 10 ml, ditambahkan larutan dinitrosalisilat 6 ml, kemudian

dimasukan ke dalam air mendidih selama lima menit, dan didinginkan dalam

air mengalir dan terbentuk larutan berwarna jingga. Absorbansinya larutan

tersebut diukur pada panjang gelombang 540 nm menggunakan

spektrofotometer. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan ke dalam

grafik sehingga diperoleh persamaan deret standar glukosa. Hasil deret standar

glukosa dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 81: Alfa Amilase

63

9. Kadar Glukomanan (Ohtsuki, 1968)

Pengukuran kadar tepung glukomanan dilakukan dengan menggunakan

cara ekstraksi oleh etanol berdasarkan metoda Whistler dan Richards (1970)

dan dilakukan Murtinah (1977) dalam mengisolasi kadar tepung glukomanan

dari tepung iles-iles dengan menggunakan larutan etanol 96 % secara

pengkristalan kembali.

Contoh tepung glukomanan sebanyak satu gram ditambah dengan 30 ml

air suling. Diekstraksi pada suhu 45 oC selama dua jam, dengan kecepatan

pengadukan tetap dan kontinyu. Setelah ekstraksi selesai, larutan ekstraksi

dipisahkan dari ampas tepung iles dengan sentrifuse. Larutan kental hasil

ekstraksi yang diperoleh dimasukan dalam erlenmeyer, kemudian disimpan

dalam lemari selama satu jam. Setelah disimpan dalam lemari es kemudian

ditambahkan larutan alkohol 96% sebanyak 13 ml dengan dituangkan sedikit

demi sedikit sambil diaduk-aduk hingga terjadi pengendapan glukomannan.

Setelah pengendapan glukomanan terbentuk, biarkan endapan tersebut dalam

campuran sampai terjadi pemisahan layer/lapisan antara glukomanan dan

larutan. Endapan glukomanan dipisahkan dengan jalan penyaringan dan

endapan kemudian dicuci dengan larutan alkohol 96 %. Glukomanan yang

diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu antara 35-40 oC sampai bobot

tetap. Glukomanan yang sudah kering berbentuk bubuk berwarna cokelat dan

ditimbang untuk diketahui bobotnya, dan dihitung dengan menggunakan

rumus di bawah ini

Kadar Glukomanan (%) = %100xcontohBobot

EndapanBobot.

10. Kadar Pati (Djalil, 2003)

Contoh sebanyak 1 g dihidrolisis dengan 100 ml larutan HCl 3 % selama

tiga jam di bawah pendingin balik. Selanjutnya dilakukan penetralan dengan

larutan NaOH 4 N dan dilakukan pengenceran hingga diperoleh volume 250

ml serta disaring. Filtrat sebanyak 5 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer yang telah diisi dengan 25 ml larutan Luff Schroll. Campuran

tersebut kemudian diberi batu didih dan dididihkan selama 10 menit. Setelah

Page 82: Alfa Amilase

64

dilakukan pendinginan di bawah air mengalir ditambahkan 20 ml larutan KI

20% dan 25 ml larutan H2SO4 25% secara perlahan-lahan. Titrasi dilakukan

dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga terbentuk larutan kuning pucat,

kemudian ditambahkan indikator kanji 1 % (terbentuk warna biru). Titrasi

kembali sampai warna biru hilang (a ml). Lakukan penetapan blanko (b ml).

Kadar Pati (%) = %100xcontohBobot

9,0)( xfpxsakarmgxmlab −.

11. Derajat Putih (Pomeranz, 1978)

Pengukuran derajat putih tepung glukomanan dilakukan dengan

menggunakan fotovolt. Pada alat di atas diukur nilai-nilai L, a, dan b. Derajat

putih dapat dihitung dengan rumus berikut.

W = 100 – (100-L)2 + (a

2 + b

2)

0,5

Keterangan :

W : derajat putih diasumsikan nilai 100 adalah yang paling sempurna

L : nilai yang menunjukan kecerahan

a : nilai yang menunjukan warna merah bila bertanda (+) dan hijau bila (-)

b : nilai yang menunjukan warna kuning bila bertanda (+) dan biru bila (-).

12. Kadar Kekentalan Larutan (Perry dan Chilton, 1980)

Kekentalan larutan glukomanan ditentukan menggunakan viscometer

Brookfiled. Nilai kekentalan dalam satuan centipoise yang didapat dengan

mengalikan faktor yang ada pada alat dengan nilai yang terbaca.

Contoh sebanyak 2 g ditambahkan dengan 10 ml air dan diaduk, kemudian

ditambahkan 90 ml air mendidih dan didinginkan sampai mencapai suhu

ruang. Spindel yang digunakan adalah spindel nomor 4 dengan kecepatan 6

putaran per menit dan faktor konversi adalah 1000.

Page 83: Alfa Amilase

65

13. Absorbsi / Penyerapan Air (Sathe dan Salunkhe, 1981)

Contoh tepung glukomanan ditimbang dengan teliti sebanyak 1 g,

kemudian dicampur dengan 10 ml aquades selama 10 detik dan dibiarkan pada

suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya disentrifuse pada kecepatan 5000

putaran per menit selama 30 menit. Filtrat yang diperoleh ditimbang dan

penyerapan air dihitung dengan rumus berikut (densitas air diasumsikan = 1

g/ml).

Penyerapan air (%) = %100xcontohBobot

VxVo −

Keterangan :

Vo : bobot air mula-mula

Vx : bobot air supernatan.

14. Densitas Kamba

Densitas kamba dihitung dengan cara memasukkan sejumlah tepung

glukomanan ke dalam gelas piala atau gelas ukur yang telah diketahui

bobotnya sampai mencapai volume 200 ml, kemudian gelas ukur yang berisi

tepung tersebut ditimbang. Densitas kamba ditentukan dari bobot tepung

glukomanan terhadap volume tepung tersebut.

Densitas Kamba = )(

)(

mltepungvolume

gtepungbobot.

15. +ilai pH

Pengukuran nilai pH tepung glukomanan menggunakan pH-meter, yaitu

sebanyak 2 g contoh dilarutkan dalam 100 ml air suling hingga terbentuk

pasta, kemudian diukur pHnya dengan memasukkan elektroda pH-meter ke

larutan sampel sebanyak tiga kali, dan hasilnya dirata-rata.

Page 84: Alfa Amilase

Lampiran 4. Data Hasil Penetapan

Kurva standar

kurva standar glukosa, sehingga d

ppm glukosa dapat diketahui ppm (mg) sampel

telah diketahui. Persamaan tersebut digunakan pada analisa pH optimum aktivitas

enzim α-amilase, aktivas kerja enzim α

Tabel

Konsentrasi Glukosa (ppm)

Data Hasil Penetapan Kurva Standar Glukosa Metode D+S

glukosa digunakan untuk mendapatkan persaman

kurva standar glukosa, sehingga dengan hubungan absorbansi glukosa

ppm glukosa dapat diketahui ppm (mg) sampel dengan absorbansi sampel yang

. Persamaan tersebut digunakan pada analisa pH optimum aktivitas

amilase, aktivas kerja enzim α-amilase, dan nilai DE

Tabel 5. Data Absorbansi Standar Glukosa

Konsentrasi Glukosa (ppm) Absorbansi Glukosa (Abs)

100 0,248

150 0,419

200 0,562

250 0,758

Gambar 21. Kurva Standar Glukosa

y = 0.003x - 0.088R² = 0.996

68

Metode D+S

digunakan untuk mendapatkan persaman linieritas

engan hubungan absorbansi glukosa dengan

dengan absorbansi sampel yang

. Persamaan tersebut digunakan pada analisa pH optimum aktivitas

Page 85: Alfa Amilase

69

Lampiran 5. Visualisasi Tahapan Proses Pembuatan Tepung Glukomanan

1 2 3

Umbi iles-iles Pengirisan umbi iles-iles

dengan slicer

Perendaman irisan umbi

iles-iles

4 5 6

7

Keripik iles-iles Penggilingan keripik iles - iles

dengan disc mill

Tepung glukomanan

setelah pengayakan

9 8

Hidrolisis pati pada

tepung glukomanan

Hasil hidrolisis tepung

glukomanan

Pemisahan hidrolisat dengan

glukomanan dengan sentrifugasi

Ekstraksi glukomanan

dengan etanol 95 %

Pemisahan endapan glukomanan

dengan etanol 95 %

Pengeringan endapan

glukomanan

Tepung glukomanan

(endapan glukomanan kering

setelah digiling)

10 11 12

Page 86: Alfa Amilase

70

Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam (Anova) dan Uji Duncan

1. Nilai DE

Tabel 6. Tabel Analisis Ragam (Anova) Nilai DE Hidrolisat Pati Pada

Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman db

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 1777,105

2 888,552 585,520*

0.000

Dosis Enzim 812,675

2 406,337 267,760*

0.000

Suhu * Dosis 554,404

4 138,601 91,332*

0.000

Error 13,658

9 1,518

Total 10788,907

18

Keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Tabel 7. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Nilai DE Hidrolisat Pati Pada

Tepung glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65

11,437

0,503

10,299

12,574

A

80 15,933 0,503 14,796 17,071 B

95 34,400 0,503 33,262 35,538 C

Dosis Enzim :

1 14,447 0,503 13,309 15,584 A

2 17,383 0,503 16,246 18,521 B

3 29,940 0,503 28,802 31,078 C

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

Page 87: Alfa Amilase

71

2. Kadar Pati

Tabel 8. Tabel Analisis Ragam (Anova) Kadar Pati Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 11,508 2 5,754 615,774* 0,000

Dosis Enzim 20,173 2 10,086 1079,408* 0,000

Suhu * Dosis 3,354 4 0,839 89,744* 0,000

Error ,084 9 0,009

Total 198,925 18

Keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Tabel 9. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kadar Pati Tepung glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65 4,2433 0,039 1,571 1,749 A

80 3,1467 0,039 3,057 3,236 B

95 1,6600 0,039 4,154 4,333 C

Dosis Enzim :

1 3,9700 0,503 0,039 3,881 A

2 3,0667 0,503 0,039 2,977 B

3 2,0133 0,503 0,039 1,924 C

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

3. Kadar Glukomanan

Tabel 10. Tabel Analisis Sidik Ragam Kadar Glukomanan terhadap Tepung

glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 414,918 2 207,459 119,398* ,000

Dosis Enzim 1108,476 2 554,238 318,977* ,000

Suhu * Dosis 311,024 4 77,756 44,750* ,000

Error 15,638 9 1,738

Total 74940,719 18

Page 88: Alfa Amilase

72

keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Tabel 11. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kadar Glukomanan terhadap

Tepung glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65 53,0400 0,538 51,823 54,257 A

80 66,4600 0,538 65,243 67,677 B

95 71,6683 0,538 70,451 72,886 C

Dosis Enzim :

1 60,8000 0,538 59,583 62,017 A

2 59,8767 0,538 58,659 61,094 B

3 70,4917 0,538 69,274 71,709 C

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

4. Rendemen Tepung Glukomanan

Tabel 12. Tabel Analisis Sidik Ragam Rendemen Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat Db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 102,190 2 51,095 4,536 ,043

Dosis Enzim 30,095 2 15,047 1,336 ,310

Suhu * Dosis 44,680 4 11,170 ,992 ,460

Error 101,388 9 11,265

Total 41138,609 18

keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Tabel 13. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Rendemen Tepung glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65 46,310 1,370 43,210 49,409 A

80 49,394 1,370 46,295 52,494 A

95 47,230 1,370 44,130 50,330 A

Dosis Enzim :

1 47,6327 1,370 41,633 50,733 AB

2 44,7325 1,370 44,533 50,732 A

3 50,5688 1,370 47,469 53,669 B

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

Page 89: Alfa Amilase

73

5. Derajat Putih Tepung Glukomanan

Tabel 14. Tabel Analisis Sidik Ragam Derajat Putih Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat Db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 130,459 2 65,230 62,008* 0,000

Dosis Enzim 16,548 2 8,274 7,865* 0,011

Suhu * Dosis 21,335 4 5,334 5,070* 0,020

Error 9,468 9 1,052

Total 10619,914 18

keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Tabel 15. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Derajat Putih Tepung

glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65 25,269817 0,419 25,680 27,574 A

80 26,627183 0,419 19,413 21,307 B

95 20,359850 0,419 24,323 26,217 C

Dosis Enzim :

1 23,786467 0,419 22,839 24,734 A

2 23,089833 0,419 22,143 24,037 A

3 25,380550 0,419 24,433 26,328 B

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

Page 90: Alfa Amilase

74

6. Nilai pH Tepung Glukomanan

Tabel 16. Tabel Analisis Sidik Ragam Nilai pH Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat Db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 0,163 2 0,081 1,701 0,236

Dosis Enzim 0,029 2 0,014 0,299 0,749

Suhu * Dosis 0,022 4 0,006 0,115 0,974

Error 0,430 9 0,048

Total 474,143 18

keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

7. Daya Serap Air Tepung Glukomanan

Tabel 17. Tabel Analisis Sidik Ragam Daya Serap Air Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat Db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 32040,726 2 16020,363 2,933 ,105

Dosis Enzim 140874,262 2 70437,131 12,895* ,002

Suhu * Dosis 366509,653 4 91627,413 16,774* ,000

Error 49161,683 9 5462,409

Total 43436030,242 18

keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Tabel 18. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Daya Serap Air Tepung

glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65 1503,2017 30,173 1434,946 1571,457 A

80 1524,0800 30,173 1455,824 1592,336 A

95 1601,2950 30,173 1533,039 1669,551 A

Dosis Enzim :

1 1449,5267 30,173 30,173 1381,271 A

2 1661,6800 30,173 30,173 1449,114 B

3 1517,3700 30,173 30,173 1593,424 A

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

Page 91: Alfa Amilase

75

8. Kekentalan Tepung Glukomanan

Tabel 19. Tabel Analisis Sidik Ragam Kekentalan Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat Db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 11313611,111 2 5656805,556 13,143* ,002

Dosis Enzim 783611,111 2 391805,556 ,910 ,436

Suhu * Dosis 1513055,556 4 378263,889 ,879 ,513

Error 3873750,000 9 430416,667

Total 147357500,000 18

keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Tabel 20. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Kekentalan Tepung glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65 2816,6667 267,836 2244,113 3455,887 A

80 2850,0000 267,836 1785,780 2997,554 A

95 2391,6667 267,836 2210,780 3422,554 A

Dosis Enzim :

1 2791,6667 267,836 2185,780 3397,554 A

2 3600,0000 267,836 1060,780 2272,554 A

3 1666,6667 267,836 2994,113 4205,887 B

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

9. Densitas Kamba Tepung Glukomanan

Tabel 21. Tabel Analisis Sidik Ragam Densitas Kamba Tepung glukomanan

Sumber

Keragaman

Jumlah

Kuadrat Db

Kuadrat

Tengah F Sig.

Suhu 2733,564 2 1366,782 ,655 0,542

Dosis Enzim 6753,617 2 3376,808 1,619 0,251

Suhu * Dosis 17333,358 4 4333,340 2,078 0,166

Error 18770,452 9 2085,606

Total 9689002,963 18

keterangan : * : Berpengaruh nyata dengan uji statistik pada α = 5 %

Page 92: Alfa Amilase

76

Tabel 22. Hasil Uji Lanjut Metode Duncan Densitas Kamba Tepung

glukomanan

Perlakuan

Rataan

Galat

standar

Selang kepercayaan 95% Kode

Batas Bawah Batas Atas

Suhu :

65 714,9467 18,644 672,771 757,122 A

80 737,1200 18,644 701,596 785,947 A

95 743,7717 18,644 694,944 779,296 A

Dosis Enzim :

1 717,1033 18,644 674,928 759,279 A

2 719,4283 18,644 677,253 761,604 A

3 759,3067 18,644 717,131 801,482 A

Keterangan : kode yang sama menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata

kode yang berbeda menunjukan perlakuan berbeda nyata

Page 93: Alfa Amilase

Lampiran 2. Data Hasil Analisis Proksimat

Tabel 3. Karakteristik Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles Kuning dan Tepung Iles-Iles Kuning

Keterangan (*) : Syaefullah (1990)

Komponen

Umbi iles-iles kuning Tepung iles-iles kuning Tepung glukomanan pemisahan secara fisik

(% bb) (% bk) (% bb) (% bk) (% bb) (% bk)

1. Air 81,05 83,3* - - 11,10 11,63 6,7*

2. Abu

- Ca-Oksalat

0,82

0,12

1,22*

0,19*

4,31

0,85

7,30*

1,14*

2,99

0,76

3,36

1,03

3,33

0,61

7,88*

-

3,77

0,89

8,45*

-

3. Protein 1,21 0,92* 6,38 5,51* 2,92 3,29 0,12 0,92* 0,14 3,66*

4. Lemak 0,19 0,02* 0,98 0,12* 0,04 0,04 0,12 - 0,14 -

5. Karbohidrat 17,43 12,04* 91,79 72,10* 85,18 95,64 87,52 84,5* 98,83 87,89*

- Glukomanan 4,46 3,58* 23,52 21,44* 20,49 23,10 28,75 64,98* 32,53 69,65*

- Serat Kasar 2,01 2,50* 10,61 14,97* 2,74 3,08 2,19 5,90* 2,58 6,32*

66

Page 94: Alfa Amilase

Lampiran 3. Data Hasil Analisis Fisiko Kimia

Tabel 4. Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Glukomanan Hasil Pemurnian Secara Enzimatis dan Nilai DE pada Hidrolisat Pati

Keterangan : Tepung glukomanan komersial dikutip dari Syefullah (1990) dan (*) Wiyani (1988)

Sampel Nilai DE Rendemen

(% bb)

Kadar Pati

(% bb)

Kadar

Glukomanan

(% bb)

Derajat Putih

(% bb)

Kekentalan

(Cps)

Penyerapan

Air (% bb)

Densitas

Kamba

(kg/m3)

Nilai pH

Komersil - 58,20 - 35,000 73,310 >10.000,00* 1402,000* 849,000 6,20

A0B0 - - 10,630 33,200 21,260 16.833,33 1464,750 741,650 6,58

A1B1 11,120 44,350 4,760 53,960 24,760 3450,00 1693,125 641,480 5,21

A1B2 10,385 50,159 4,560 42,350 23,370 3925,00 1467,980 727,005 5,18

A1B3 12,805 48,389 3,420 62,810 27,680 3425,00 1348,500 776,355 5,31

A2B1 11,995 43,264 4,760 65,060 25,030 3250,00 1503,202 773,220 5,15

A2B2 12,450 45,066 2,450 66,185 28,340 3125,00 1288,780 704,520 5,15

A2B3 23,355 45,868 2,230 68,135 26,510 2000,00 1696,290 753,575 5,15

A3B1 20,225 51,315 2,390 63,380 19,480 1750,00 1587,170 736,610 5,05

A3B2 29,315 52,959 2,200 71,095 19,650 1500,00 1524,080 726,760 4,90

A3B3 53,660 47,433 0,400 80,530 21,950 1750,00 1366,675 747,990 5,06

67