Post on 24-Mar-2019
PEMIJAHAN BUATAN PADA IKAN NILA SULTANA
(Oreochromis niloticus) DENGAN PENYUNTIKAN OVAPRIM
DAN PROSTAGLANDINS (PG) F2α
ANNISA MAULIDZA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemijahan Buatan
pada Ikan Nila Sultana (Oreochromis niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan
Prostaglandin (PG) F2α” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Annisa Maulidza
NIM C14120060
ABSTRAK
ANNISA MAULIDZA. Pemijahan Buatan pada Ikan Nila Sultana (Oreochromis
niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan Prostaglandin (PG) F2α. Dibimbing
oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR and ALIMUDDIN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas budidaya
ikan air tawar di Indonesia. Hingga saat ini, sebagian besar benih ikan nila
diperoleh dari hasil pemijahan alami. Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk
mendapatkan dosis ovaprim dan prostaglandins (PG) F2α pada pemijahan buatan
ikan nila dan teknik pemijahan buatan yang tepat pada ikan nila. Induk yang
digunakan berukuran 189-307 gram (betina) dan 183-375 gram (jantan). Induk
dipelihara di dalam akuarium 60×40×40 cm3 selama dua hari sebelum disuntik.
Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali yaitu, pukul 20.00 WIB dan 08.00 WIB.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan
lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan terdiri atas kontrol (K); 0,3 mL/kg
ovaprim + 0,1 mL/kg PGF2α (A); 0,5 mL/kg ovaprim + 0,1 mL/kg PGF2α (B);
0,8 mL/kg ovaprim + 0,1 mL/kg PGF2α (C); dan 1 mL/kg ovaprim + 0,1 mL/kg
PGF2α (D). Hasil terbaik yang didapat dalam penelitian ini diperoleh dari
perlakuan C (0,8 mL/kg ovaprim + 0,1 mL/kg PGF2α), yakni nilai derajat ovulasi
sebesar 100%, jumlah telur yang diovulasikan (JTYD) tertinggi sebanyak 802
butir/ekor, dan nilai derajat pembuahan tertinggi sebesar 81%. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui pemijahan buatan pada ikan nila dapat dilakukan dengan
penyuntikan pertama 0,8 ml/kg ovaprim pada induk betina, 0,1 ml/kg ovaprim
untuk induk jantan, dan penyuntikan kedua 0,1 mL/kg PGF2α pada induk jantan
dan betina.
Kata kunci: Ikan nila (Orechromis niloticus), ovaprim, ovulasi, derajat
pembuahan, pemijahan buatan, PGF2α
ABSTRACT
ANNISA MAULIDZA. Artificial Spawning in Nile Tilapia Sultana (Oreochromis
niioticus) Using Ovaprim and Prostaglandin (PG) F2α injection. Supervised by
MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR and ALIMUDDIN
Nile tilapia (Oreochromis niloticus) is one of freshwater fish commodity
of aquaculture in Indonesia. Until now, almost all of tilapia seed is obtained from
natural spawning. This research aimed to determine ovaprim and prostaglandins
(PG) F2α dose for artificial spawning in Nile tilapia and proper technique for
artificial spawning in tilapia. Broodstocks size used were 189-307 gram for
female and 183-375 gram for male. Broodstocks were maintained in the aquaria of
60x40x40 cm3
for two days before injected. Injection had done twice at 20.00
WIB and 08.00 WIB. Experimental design for this research was complete random
design with five treatments and three replication. The treatments were control (K);
0.3 mL/kg ovaprim + 0.1 mL/kg PGF2α (A); 0.5 mL/kg ovaprim + 0.1 mL/kg
PGF2α (B); 0.8 mL/kg ovaprim + 0.1 mL/kg PGF2α (C); and 1 mL/kg ovaprim +
0.1 mL/kg PGF2α (D). The best results in this research was obtained from
treatment C (0.8 mL/kg ovaprim + 0.1 mL/kg PGF2α) with 100% of ovulation
rate, highest count of ovulated eggs (802 eggs/fish), and 81% of fertilization rate,
which were highest among other treatments. It was known from this research that
artificial spawning in Nile tilapia could be done with first injection 0.8 ml/kg
ovaprim for female broodstock, 0.1 mL/kg ovaprim for male broostocks, and
second injection 0.1 mL/kg PGF2α in male and female broodstocks, respectively.
Keywords: Artificial spawning, fertilization rate, Nile tilapia (Orechromis
niloticus), ovaprim, ovulation, PGF2α
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
PEMIJAHAN BUATAN PADA IKAN NILA SULTANA
(Oreochromis niloticus) DENGAN PENYUNTIKAN
OVAPRIM DAN PROSTAGLANDINS (PG) F2α
ANNISA MAULIDZA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini ialah reproduksi dengan judul “Pemijahan Buatan pada Ikan Nila Sultana
(Oreochromis niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan Prostaglandins (PG)
F2α”. Skripsi ini bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan
Mei sampai dengan September 2016 bertempat di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Orangtua tercinta, Mamah (alm. Rukmini) dan Bapak (Drs. Murba
Marakarma, S.H.), kakak-kakak tercinta (Akhmad Khalid Aprianza, Rahmadi
Roman Dwi Jaya S.H.), dan keluarga besar atas doa, bantuan, dukungan dan
kasih sayangnya.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Zairin Jr., M.Sc, dan Bapak Dr. Alimuddin, S.Pi.,
M.Sc. selaku dosen pembimbing atas waktu dan bimbingannya dalam
penyusunan skripsi ini mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian, hingga penulisan skripsi.
3. Bapak Dr. Ir. Irzal Effendi, M.Si. selaku pembimbing akademik penulis,
Bapak Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si. dan Ibu Dr. Munti Yuhana,
S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji skripsi penulis, dan seluruh dosen yang telah
mengarahkan dan memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Bapak Ir. Sarifin (Kepala BBPBAT Sukabumi), Bapak Dian Hardiyanto, S.Pi.,
M.Si. selaku pembimbing lapang, staf-staf dan pegawai divisi ikan Nila atas
waktu dan bimbingannya selama pelaksanaan penelitian serta rekan-rekan
yang membantu selama penelitian di BBPBAT.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), atas beasiswa (BBM & PPA)
yang diberikan kepada penulis selama dua semester.
6. Pak Marjanta, Ibu Yuli Rohmalia, A.Md, staf-staf tata usaha dan pegawai
Departemen Budidaya Perairan, dan rekan-rekan di Laboratorium Reproduksi
dan Genetika Organisme Akuatik.
7. R.A. Cempaka Kansil, Fadhila Maharani P., Anastasia Nuki C., Arini A.
Kornelia, Erika Nanda Rizky, Nabila Audinah, Nadiyah P. M., Ulfa Dewi
Hasnita, Fendy Agusnandi, Irhas Fajar Nugroho, dan rekan-rekan BDP
angkatan 49 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017
Annisa Maulidza
1
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 2
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... 2
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
METODE ................................................................................................................ 2
Rancangan Penelitian .......................................................................................... 2
Prosedur Penelitian .............................................................................................. 2
Persiapan wadah induk .................................................................................... 2
Persiapan wadah penetasan telur ..................................................................... 3
Seleksi induk .................................................................................................... 3
Pemeliharaan induk.......................................................................................... 3
Penyuntikan induk ........................................................................................... 4
Pemijahan......................................................................................................... 4
Inkubasi dan pengamatan telur ........................................................................ 4
Parameter Uji ....................................................................................................... 4
Waktu ovulasi .................................................................................................. 4
Diameter telur .................................................................................................. 4
Jumlah telur yang diovulasikan (JTYD) .......................................................... 5
Derajat pembuahan (FR) .................................................................................. 5
Kualitas air ....................................................................................................... 5
Analisis Data ....................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 5
Hasil ..................................................................................................................... 5
Waktu ovulasi .................................................................................................. 5
Diameter telur .................................................................................................. 6
Jumlah telur yang diovulasikan (JTYD) .......................................................... 6
Derajat pembuahan (FR) .................................................................................. 7
Kualitas air ....................................................................................................... 8
Pembahasan ......................................................................................................... 8
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 10
Kesimpulan ........................................................................................................ 10
Saran .................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11
LAMPIRAN .......................................................................................................... 13
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 16
2
DAFTAR TABEL
1. Dosis ovaprim, dan hormon PGF2α yang disuntikkan ke induk ikan nila ........ 4
2. Waktu ovulasi dan tingkat keberhasilan pemijahan buatan ikan nila dengan
penyuntikan ovaprim dan PGF2α ..................................................................... 8
3. Diameter telur rata-rata ikan nila pada masing-masing perlakuan .................... 8
DAFTAR GAMBAR
1. Sketsa wadah pemeliharaan induk nila ............................................................. 5
2. Nilai rerata JTYD ikan nila pada pemijahan buatan dengan penyuntikan
ovaprim dan PGF2α ........................................................................................... 9
3. Nilai rerata derajat pembuahan (FR) ikan nila pada pemijahan buatan
dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α ......................................................... 9
DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur penelitian pemijahan buatan ikan nila sultana (Oreochromis
niloticus) dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α ...................................... 15
2. Perbedaan induk betina dan jantan ikan nila (Oreochromis niloticus) ........... 16
3. Gambar genital ikan nila keluar menonjol setelah penyuntikan kedua
sebagai tanda waktu ovulasi ikan ................................................................... 16
4. Jumlah telur yang diovulasikan ikan nila yang dipijahkan secara buatan
dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α ...................................................... 17
5. Derajat pembuahan ikan nila yang dipijahkan secara buatan dengan
penyuntikan ovaprim dan PGF2α ................................................................... 17
6. Perbandingan telur ikan nila yang terbuahi dan mati ..................................... 17
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu ikan air tawar yang
banyak dibudidayakan di dunia (FAO 2016). Keunggulan ikan nila antara lain,
toleran terhadap perubahan lingkungan, memiliki siklus reproduksi yang pendek,
dan dapat memijah sepanjang tahun (Abdel & Sayed 2006). Berbagai kegiatan
pemuliaan telah banyak dilakukan pada ikan nila untuk meningkat performanya
terkait budidaya. Kegiatan pemuliaan yang telah dilakukan antara lain,
transgenesis, androgenesis, dan triploidisasi. Beberapa kegiatan pemuliaan
tersebut membutuhkan gamet dan embrio pada fase tertentu sebagai target (Abdel
& Sayed 2006). Kendalanya sebagian besar produksi benih ikan nila saat ini
diperoleh dari pemijahan secara alami, sehingga sulit mendapatkan gamet dan
embrio pada fase tertentu sebagai target. Gamet dan embrio pada fase tertentu
lebih efisien diperoleh melalui teknik pemijahan buatan.
Pemijahan buatan adalah pemijahan dan pembuahan pada ikan yang
sepenuhnya dilakukan melalui campur tangan manusia dengan cara memanipulasi
kondisi yang ada, misalnya dengan memberikan ransangan menggunakan kelenjar
hipofisis atau hormon ovaprim yang disuntikkan pada tubuh ikan (Sinjal 2014).
Saat ini teknik pemijahan buatan sekaligus pembuahan secara buatan pada ikan
nila belum dikuasai. Salah satu penyebabnya adalah kesulitan dalam
memasangkan induk nila yang ingin dipijahkan. Menurut Myers & Hershberger
(1991), ikan nila memijah apabila induk betina dan jantan berpasangan.
Keberadaan pasangan tersebut dapat merangsang birahi pada induk untuk
berovulasi. Berdasarkan informasi tersebut, penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan teknik pemijahan buatan yang tepat pada ikan nila dengan
penyuntikan menggunakan dua jenis hormon, yaitu ovaprim dan PGF2α.
Ovaprim merupakan produk komersial untuk menginduksi pemijahan ikan
yang mengandung salmon gonadotropin-releasing hormone analog (sGnRH-a)
dan anti dopamin (Naeem et al. 2013). Ovaprim sudah banyak digunakan dalam
induksi ovulasi ikan air tawar di Indonesia, tetapi belum berhasil diaplikasikan
secara tunggal pada pemijahan buatan yang diikuti pembuahan buatan ikan nila.
Faizzi (2008) telah berhasil menginduksi pemijahan ikan nila dengan
menggunakan ovaprim namun secara semi-alami. Menurut Yaron & Sivan (2006),
sGnRH-a pada ovaprim berfungsi sebagai stimulan pelepasan LH untuk proses
pematangan akhir oosit dan ovulasi, namun proses ini akan dihambat oleh
dopamin. Oleh sebab itu, zat antidopamin yang terkandung dalam ovaprim
tersebut akan menghambat kerja dopamin di kelenjar hipofisis.
Menurut Yabuki et al. (2016), Prostaglandins adalah kelompok asam lemak
bioaktif yang menjalankan beberapa fungsi sebagai autokoid dan hormon melalui
aktivasi reseptor G-protein-coupled spesifik; sedangkan, PGF2α merupakan
hormon prostaglandins tipe F. PGF2α berfungsi sebagai hormon reproduksi pada
induk betina untuk menginduksi ovulasi dan pemijahan, serta sebagai feromon
yang menginduksi tingkah laku reproduksi ikan jantan. Cole & Stacey (1984)
membuktikan bahwa penyuntikan hormon PGF2α pada ikan siklid Cichlasoma
bimaculatum dapat dengan cepat menginduksi beberapa komponen perilaku
bertelur (oviposition).
2
Kombinasi ovaprim dan PGF2α telah berhasil diaplikasikan dalam
pemijahan buatan ikan Motan (Thynnicthys thynnoides Blkr; Sukendi et al. 2010),
dan ikan tambakan (Helostoma temmincki C.V; Hardy 2011). Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk menentukan teknik pemijahan buatan dan dosis
penyuntikan ovaprim dan PGF2α yang tepat pada ikan nila.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah menentukan dosis ovaprim dan PGF2α
yang dapat menginduksi ovulasi dan pemijahan buatan ikan nila, serta
menemukan teknik pemijahan buatan yang tepat pada ikan nila.
METODE
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan pada
penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis ovaprim, dan hormon PGF2α yang disuntikkan ke induk ikan nila
Perlakuan Suntik I Suntik II
Dosis ovaprim (mL/kg) Dosis PGF2α (mL/kg)
K ♀ - -
♂ - -
A ♀ 0,3 0,1
♂ 0,1 0,1
B ♀ 0,5 0,1
♂ 0,1 0,1
C ♀ 0,8 0,1
♂ 0,1 0,1
D ♀ 1,0 0,1
♂ 0,1 0,1
Keterangan tabel:
- = tidak disuntik
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tahap persiapan wadah induk, persiapan wadah
telur dan larva, seleksi induk, pemeliharaan induk, penyuntikan, pemijahan, serta
inkubasi telur (Lampiran 1).
Persiapan wadah induk
Akuarium pemeliharaan induk yang digunakan sebanyak lima buah dengan
ukuran 60×40×40 cm3. Sebelum digunakan, akuarium dicuci hingga bersih dan
dikeringkan selama sehari. Kemudian akuarium diisi air setinggi 35 cm, serta
dipasang aerator dan termometer sebanyak satu unit per akuarium. Setelah itu
pada masing-masing akuarium dipasang penyekat berupa kaca untuk memisahkan
induk betina dan jantan selama pemeliharaan (Gambar 1).
3
Gambar 1. Sketsa wadah pemeliharaan induk nila.
Keterangan gambar:
♀ = induk jantan, ♂ = induk betina, p = panjang akuarium, l = lebar akuarium,
t = tinggi akuarium
Persiapan wadah penetasan telur
Akuarium penetasan telur yang digunakan sebanyak lima buah dengan
ukuran 60×40×40 cm3. Sebelum digunakan, akuarium dicuci hingga bersih dan
dikeringkan selama sehari. Kemudian akuarium diisi air setinggi 30 cm, serta
dipasang aerator dan water heater pada suhu 28oC sebanyak satu unit per
akuarium. Lalu pada setiap akuarium diletakan saringan teh dipermukaan air.
Setelah itu, air ditambahkan methylen blue (MB) dengan dosis 0,3 mL/L untuk
mencegah serangan jamur pada telur.
Seleksi induk
Seleksi induk dilakukan dengan mengamati secara morfologi. Induk yang
dipilih adalah induk matang gonad. Pemilihan dilakukan secara acak, induk yang
dipilih dapat berupa ikan yang baru dipijahkan pertama kali dan ikan yang sudah
pernah memijah. Menurut Faizzi (2008), ciri-ciri induk betina yang siap
dipijahkan secara morfologi yaitu, ukurannya lebih kecil dari ikan jantan, terlihat
papila genitalnya bewarna merah muda, lubang genital terbuka penuh, dan perut
ikan besar. Ikan jantan yang siap dipijahkan memiliki ukuran tubuh yang lebih
besar dan jika diurut pada lubang urogenitalnya keluar cairan putih kental
(Lampiran 2).
Pemeliharaan induk
Induk yang diseleksi memiliki bobot dan panjang baku secara berturut-turut
adalah 189-309 gram; 18-22 cm (betina) dan 183-375 gram; 18-22,5 cm (jantan).
Total induk yang digunakan sebanyak 15 ekor jantan dan 15 ekor betina.
Sepasang induk dipelihara pada masing-masing akuarium selama dua hari. Induk
diberi makan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore dengan pakan pelet apung
komersial yang berkadar protein 30% secara at-satiation. Selama pemeliharaan
dilakukan penyifonan satu kali sebanyak 30%. Pengecekan suhu dalam akuarium
dilakukan satu kali sehari dengan mengamati termometer yang dipasang di
dinding bagian dalam akuarium. Pengukuran DO dan pH sebanyak dua kali yaitu,
pada awal dan akhir pemeliharaan.
t: 40 cm
Tinggi air
35 cm
l: 30 cm
p 60 cm
Penyekat (kaca)
4
Penyuntikan induk
Penyuntikan ikan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pukul 20.00 WIB
dan 08.00 WIB. Induk ikan disuntik menggunakan ovaprim (Syndel) dan hormon
PGF2α (Capriglandin®
PT. Caprifarmindo) dengan dosis yang telah ditentukan
(Tabel 1). Sebelum dilakukan penyutikan, ikan ditimbang terlebih dahulu
menggunakan timbangan digital dan diukur panjangnya dengan penggaris 30 cm.
Hormon diencerkan menggunakan larutan akuabides (otsu-wi) dengan
perbandingan 1:2. Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan alat suntik
ukuran 1 mL volume spuit dan ukuran jarum 26G 1/2” (0,45 mm x 13 mm).
Metode penyuntikan dilakukan secara intramuskuler atau di bawah pangkal sirip
punggung. Suntikan diberikan diantara gurat sisi dan sirip punggung (Zairin 2013).
Ikan disuntik di bawah sisik dengan posisi jarum suntik 45o dari tubuh ikan secara
perlahan sambil diurut.
Pemijahan
Rasio jantan dan betina pada pemijahan buatan ini adalah 1:1. Pengurutan
dilakukan apabila genital pada ikan telah keluar (Lampiran 3) dengan kisaran
waktu antara 6-14 jam setelah penyuntikan kedua. Pertama, induk betina diambil
dari wadah, lalu dilakukan pengurutan secara perlahan untuk pengeluaran telur.
Telur kemudian diletakkan di aluminium foil yang berada di atas mangkok.
Setelah itu, ikan jantan diambil dari wadah dan diurut untuk pengambilan sperma.
Pengambilan sperma dilakukan dengan menggunakan alat suntik 3 mL atau secara
langsung. Sperma kemudian dicampurkan dengan telur dan ditambahkan dengan
air. Lalu campuran telur dan sperma diaduk menggunakan bulu ayam hingga
merata secara perlahan selama 2-3 menit. Kemudian telur dibilas dengan air dan
diaduk kembali selama 2-3 menit, pembilasan dilakukan sebanyak tiga kali.
Terakhir telur ditebar dalam saringan teh yang berada di dalam akuarium
penetasan.
Inkubasi dan pengamatan telur
Telur yang sudah diovulasi diletakkan ke masing-masing akuarium untuk
penetasan. Selama pemeliharaan, dilakukan pengontrolan kualitas air berupa suhu
sebanyak satu kali sehari dan pemeriksaan sistem aerasi maupun water heater.
Pengamatan telur dilakukan untuk mengukur diameter telur dengan menggunakan
mikroskop stereo (Olympus DP20) dan perangkat lunak DP-W
Parameter Uji
Waktu ovulasi
Waktu ovulasi ditandai dengan keluarnya telur dari induk betina.
Perhitungan waktu ovulasi ditentukan berdasarkan hasil pengamatan setelah
penyuntikan kedua.
Diameter telur
Diameter telur diukur dengan menggunakan mikroskop stereo sebanyak 10
butir setiap ulangan. Pengukuran telur ditentukan langsung melalui perangkat
lunak DP-W. Diameter telur yang diukur adalah diameter telur sesudah
diovulasikan. Hasil pengukuran diameter telur digunakan untuk menentukan nilai
rata-rata diameter telur pada ikan nila.
5
Jumlah telur yang diovulasikan (JTYD)
Jumlah telur yang diovulasikan adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh
ikan. Cara perhitungan JTYD yaitu telur yang dikeluarkan dari induk ditimbang
dengan menggunakan timbangan digital. Setelah nilai bobot total telur yang keluar
didapat, sampel telur diambil sebanyak 0,1 gram. Kemudian dihitung jumlah telur
dalam sampel telur tersebut. Rumus yang digunakan untuk menentukan nilai
JTYD adalah sebagai berikut:
JTYD (butir/ind) = bobot total telur yang keluar (g) x jumlah telur sampel (butir)
bobot telur sampel (g)
Derajat pembuahan (FR)
Derajat pembuahan atau FR (fertilization rate) adalah persentase jumlah
telur yang terbuahi. Penghitungan derajat pembuahan dilakukan dengan
menghitung jumlah telur yang terbuahi dibagi dengan jumlah telur yang
diovulasikan. Derajat pembuahan dihitung pada hari ke-1 inkubasi telur. Rumus
yang digunakan untuk menghitung FR adalah sebagai berikut:
FR (%) =
Kualitas air
Pengukuran kualitas air dilakukan pada pemeliharaan induk dan larva. Suhu
air diukur setiap hari pada pemeliharaan induk dan larva. Parameter lainnya yang
diukur untuk pemeliharaan induk adalah DO, dan pH. Parameter tersebut diukur
pada pertengahan pemeliharaan. Pengukuran kualitas air dilakukan di
Laboratorium Lingkungan BBPBAT, Sukabumi.
Analisis Data
Data efektivitas perlakuan hormon ovaprim dan PGF2α ditentukan
berdasarkan, waktu ovulasi, diameter telur, jumlah telur yang diovulasikan,
derajat pembuahan telur, dan kualitas air yang dianalisis secara deskriptif dan
diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft excel 2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Waktu ovulasi
Waktu ovulasi dan keberhasilan pemijahan buatan ikan nila disajikan pada
Tabel 2. Pemijahan buatan ikan nila telah berhasil dilakukan. Hal ini dibuktikan
bahwa 9 dari 15 pasang induk yang disuntik berhasil memijah, sedangkan kontrol
tidak memijah. Waktu ovulasi tercepat terjadi enam jam setelah penyuntikan
kedua, sedangkan waktu ovulasi terlama terjadi 14 jam setelah penyuntikan kedua.
Derajat ovulasi tertinggi terdapat pada perlakuan B dan C (100%), sedangkan
perlakuan A dan D secara berturut-turut sebesar 33,33% dan 66,67% (Tabel 2).
6
Tabel 2. Waktu ovulasi dan tingkat keberhasilan pemijahan buatan ikan nila
dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α
Perlakuan Ulangan
Waktu
Ovulasi
(jam)
Rerata Waktu
Ovulasi (jam)
Keterangan
Pemijahan
Derajat
Ovulasi (%)
Kontrol
1 -
-
Tidak berhasil
0 2 - Tidak berhasil
3 - Tidak berhasil
A
1 -
8
Tidak berhasil
33,33 2 - Tidak Berhasil
3 8 Berhasil
B
1 8
10
Berhasil
100 2 10 Berhasil
3 14 Berhasil
C
1 10
11
Berhasil
100 2 11 Berhasil
3 14 Berhasil
D
1 12 11
Berhasil
66,67 2 10 Berhasil
3 - Tidak berhasil
Keterangan tabel:
A= ♀ (ovaprim 0,3 mL/kg+PGF2α 0,1 mL/kg)
B= ♀ (ovaprim 0,5 mL/kg+PGF2α 0,1 mL/kg)
C= ♀ (ovaprim 0,8 mL/kg+PGF2α 0,1 mL/kg)
D= ♀ (ovaprim 1 mL/kg +PGF2α 0,1 mL/kg)
Diameter telur
Diameter telur ikan nila yang diukur pada penelitian ini sebanyak 10 butir
setiap ulangan perlakuan .Rerata diameter telur tertinggi terdapat pada perlakuan
A yaitu 5,02 mm namun hanya dari satu ulangan, sedangkan rerata diameter telur
terendah terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 4,36±0,16 mm dari tiga ulangan.
Rerata diameter telur perlakuan C juga didapat dari tiga ulangan dengan nilai
sebesar 4,82±0,34 mm sedangkan, perlakuan D hanya dari dua ulangan yaitu
sebesar 4,95±0,76 mm (Tabel 3).
Tabel 3. Diameter telur rata-rata ikan nila pada masing-masing perlakuan
Perlakuan Rerata (mm) Simpangan Baku
Kontrol - -
A 5,02 -
B 4,36 0,16
C 4,82 0,34
D 4,95 0,76
Keterangan tabel:
- : tidak diukur/tidak dihitung
Jumlah Telur yang diovulasikan (JTYD)
Nilai JTYD adalah jumlah telur yang diovulasikan dari setiap individu
(Lampiran 4). Nilai rerata JTYD perlakuan B adalah 360±204 butir/individu,
perlakuan C adalah 683±203 butir/individu, perlakuan D dari dua induk adalah
383±84 butir/individu dan pada perlakuan A, dari satu induk, diameter telurnya
adalah 152, sedangkan pada perlakuan kontrol nilai JTYD adalah 0 (Gambar 2).
7
Gambar 2. Nilai rerata jumlah telur yang diovulasikan ikan nila pada pemijahan
buatan dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α
Derajat pembuahan (FR)
Nilai derajat pembuahan atau fertilization rate (FR) ikan nila pada
pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α disajikan pada
Gambar 3. Telur dari induk nila perlakuan C semuanya dibuahi, dengan nilai FR
tertinggi sebesar 81% (Lampiran 5) dan nilai rerata FR adalah 70±12,1%.
Perlakuan B juga semua telur dari ketiga pasang induk dibuahi, dengan rerata FR
adalah 56,67±18,1%. Sementara perlakuan D hanya ada dua induk yang telurnya
dibuahi dengan rerata FR adalah 70,5±7,8%. Pada perlakuan A hanya ada satu
induk yang telur dibuahi dengan nilai FR sebesar 32%.
Gambar 3. Nilai rerata derajat pembuahan (FR) ikan nila pada pemijahan buatan
pada pemijahan buatan dengan penyuntikan hormon ovaprim dan
PGF2α.
0
152
360
683
383
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Kontrol A B C D
JT
YD
(b
uti
r/in
div
idu
)
Perlakuan
0
32
56,7
70,0 70,5
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kontrol A B C D
FR
(%
)
Perlakuan
8
Kualitas air
Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan bahwa media pemeliharaan
induk nila berada dalam kisaran optimal. Suhu pemeliharaan induk nila yang
diperoleh adalah 24,5 – 30oC. Menurut Azaza et al. (2008), suhu pemeliharaan
induk nila yang optimal adalah 26-30oC. Nilai oksigen terlarut/dissolved oxygen
(DO) dan pH dalam penelitian ini secara berturut-turut adalah 7,4–7,6 mg/L dan
6,4–7,7. Abdel & Sayed (2006) menyatakan bahwa nilai DO dan pH pada
pemeliharaan ikan nila yang optimal berturut-turut berkisar antara 2,0-6,0 mg/L
dan 4-11. Data kualitas air pada media penetasan juga berada dalam kondisi yang
optimal dengan suhu penetasan sebesar 28oC yang telah sesuai dengan data
Faizzi (2008) yaitu, 25-30oC.
Pembahasan
Pemijahan buatan ikan nila yang disuntik dengan hormon ovaprim dan
PGF2α telah berhasil dilakukan. Keberhasilan tersebut dibuktikan dari 15 pasang
induk yang dipijahkan terdapat 9 pasang induk yang berhasil memijah, dengan
semua perlakuan kontrol tidak memijah. Derajat ovulasi tertinggi terdapat pada
perlakuan B dan C (100%), sedangkan perlakuan A dan D secara berturut-turut
sebesar 33,33% dan 66,67% (Tabel 2). Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan
kombinasi penyuntikan ovaprim dan hormon PGF2α dapat menginduksi ovulasi
dan pemijahan buatan ikan nila. Keberhasilan pemijahan ini masih perlu diteliti
lebih lanjut karena berdasarkan pengamatan waktu ovulasi pada pemijahan buatan
ikan nila ini berbeda-beda pada setiap induknya. Waktu ovulasi tercepat terjadi
enam jam setelah penyuntikan kedua dan waktu ovulasi terlama terjadi 14 jam
setelah penyuntikan kedua (Tabel 2). Perbedaan waktu ovulasi ini diduga terjadi
karena perbedaan jumlah stok Luitenizing Hormone (LH) pada setiap induk, dan
tingkat kematangan gonad beberapa induk juga masih berbeda .
Menurut Yaron & Sivan (2006), proses ovulasi berkaitan dengan LH dan
dikontrol oleh hormon PGF2α dan senyawa sejenis. Ovaprim yang masuk dalam
tubuh ikan mengalir melalui pembuluh darah menuju hipofisis. Kemudian LHRH-
a dari ovaprim tersebut menginduksi hipofisis untuk menyekresikan LH. Apabila
jumlah stok LH pada individu belum mencukupi, induksi ovaprim tidak dapat
merangsang proses pematangan akhir oosit maupun ovulasi secara sempurna
(Muhammad et al. 2003). Menurut Dongre et al. (2013), PGF2α dapat
menghasilkan sekresi post-ovulatory pheromone ke dalam air untuk menginduksi
tingkah laku reproduksi pada induk betina dan jantan, meningkatkan kadar LH
pada ikan mas. Zairin (2013) menyatakan bahwa untuk merangsang ovulasi
dibutuhkan peningkatan hormon gonadotropin secara mendadak.
Induk yang tidak berovulasi dapat juga disebabkan oleh tingkat
kematangan gonad (TKG) pada ikan belum sempurna karena keterbatasan
pengamatan TKG secara morfologi. Menurut Solang (2010), perkembangan
gonad ikan nila dapat diketahui dengan menghitung indeks kematangan gonad
(IKG), yaitu perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh ikan. Namun
metode ini tidak dapat digunakan dalam pemijahan buatan karena ikan yang
digunakan dalam keadaan mati, sedangkan dalam pemijahan buatan
membutuhkan induk hidup. Informasi terkait metode analisis TKG pada
pemijahan buatan ikan nila ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengoptimalkan
kegiatan pemijahan buatan ikan nila dengan penyuntikan hormon.
9
Informasi di atas juga diduga memengaruhi nilai jumlah telur yang
diovulasikan (JTYD) dari setiap induk. Nilai JTYD yang didapat dalam penelitian
ini berkisar 152-802 butir/induk (Lampiran 4). Menurut Shokr (2015), pemijahan
ikan nila yang diinduksi dengan hormon GnRH-a memiliki fekunditas sebesar
5688-6476 butir/kg. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah telur yang diovulasikan
dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan induk lain. Nilai JTYD terendah
terdapat pada perlakuan A sebesar 152 butir/induk, dan pada perlakuan kontrol
tidak terjadi pemijahan. Kegagalan pemijahan/ovulasi pada perlakuan A diduga
disebabkan oleh dosis ovaprim yang disuntikkan rendah, sedangkan faktor
penyebab kegagalan pemijahan pada perlakuan kontrol diduga karena tidak
adanya induksi dari hormon LHRH-a untuk menyekresi LH yang menginduksi
proses pematangan oosit. Selain itu, tipe reproduksi ikan nila yang memijah secara
parsial (tidak sekaligus) dan asinkronisasi juga diduga memengaruhi nilai JTYD.
Darwisito (2015) menyatakan bahwa ikan nila memiliki pola reproduksi tipe
asinkronisasi karena dalam satu gonad yang diamatinya terdapat keanekaragaman
ukuran diameter telur. Tipe reproduksi asinkronisasi yaitu dalam ovarian terdapat
oosit dari berbagai stadia, sehingga proses pembentukan dan pematangan telur
pada setiap induk berbeda-beda tergantung pada kualitas induk dan pengaruh
kondisi lingkungan (Zairin 2003). Apabila kondisi lingkungan tidak sesuai,
sekresi LH dan penyebarannya dari pembuluh darah ke organ target tidak
mencapai kadar optimal (Rana 1988). Oleh sebab itu, sekresi GnRH dalam tubuh
ikan sangat berpengaruh terhadap nilai JTYD.
Diameter telur dalam penelitian ini diamati setelah 10 jam telur
diovulasikan. Rerata diameter telur ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan A
yaitu 5,02 mm namun hanya dari satu ulangan, sedangkan rerata diameter telur
terendah terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 4,36±0,16 mm . Rerata diameter
telur perlakuan C juga didapat dengan nilai sebesar 4,82±0,34 mm, sedangkan
perlakuan D yaitu sebesar 4,95±0,76 mm (Tabel 3). Hal ini menunjukan bahwa
telur yang dihasilkan oleh ikan Nila Sultana dalam penelitian ini memiliki
diameter telur yang lebih besar dibandingkan ikan nila lainnya. Diameter telur
ikan nila bobot 255-577 gram berkisar 2,3-2,4 mm (Campos et al. 2004),
sedangkan menurut Coward & Bromage (2000) ikan nila Tilapia zilli dengan
bobot 29-419 gram memiliki diameter telur berkisar 1,1-1,7 mm. Rana (1988)
menyatakan bahwa umumnya ukuran telur pada ikan nila berbeda setiap strainnya.
Ukuran telur ikan nila dipengaruhi oleh faktor genetik, tahapan vitelogenesis,
umur induk, sumber nutrisi yang dimakan oleh induk, dan kondisi lingkungan
(Campos et al. 2004).
Berdasarkan hasil penelitian pemijahan buatan dengan penyuntikan ovaprim
dan PGF2α, terdapat sembilan ekor induk yang telurnya terbuahi. Ciri telur ikan
nila yang terbuahi yaitu berwarna kuning, sedangkan telur yang tidak dibuahi
berwarna putih susu (Lampiran 6). Pengamatan telur yang dibuahi dilakukan 10
jam setelah diovulasikan. FR ikan nila yang didapat pada pemijahan buatan ini
disajikan pada Gambar 3. Perlakuan C menghasilkan nilai derajat pembuahan
tertinggi sebesar 81% dan nilai rerata FR adalah 70±12,1%. Perlakuan B
mendapatkan nilai rerata FR adalah 56,67±18,1%, sementara perlakuan D
mendapatkan nilai rerata FR adalah 70,5±7,8% dan nilai FR terendah terdapat
pada perlakuan A sebesar 32%.
10
Telur yang terbuahi mati pada stadia antara 4-12 atau antara hari kedua
sampai hari kelima. Penyebab kegagalan proses pembuahan antara lain diduga
karena pengeluaran telur yang dipaksa, telur yang keluar sudah overripe (lewat
matang), dan adanya kontaminasi jamur. Diduga telur yang dikeluarkan secara
paksa dapat menyebabkan kegagalan pembuahan karena telur yang keluar belum
matang secara fisiologis sehingga meskipun telur telah terbuahi, pembuahannya
tidak berkembang maksimal. Selain itu, telur yang sudah overripe juga akan
menghasilkan pembuahan yang tidak optimal (Zairin 2003). Adanya kontaminasi
jamur pada telur yang mati akibat tidak terbuahi akan memengaruhi proses
pembuahan pada telur yang sedang berkembang. Menurut Kristanti (2004), hifa
pada jamur dapat menghalangi masuknya air yang mengandung oksigen ke dalam
telur, sehingga mengganggu proses respirasi telur. Jamur juga dapat menyebar
dengan cepat dan berkembang dengan baik pada telur ikan yang terbuahi.
Kegagalan proses pembuahan ini dapat menjadi evaluasi dan bahan penelitian
berikutnya terkait teknik penetasan telur pada pemijahan buatan ikan nila dengan
penyuntikan ovaprim dan PGF2α.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemijahan buatan ikan nila yang disuntik dengan ovaprim dan PGF2α telah
berhasil dilakukan sampai tahap pembuahan. Perlakuan terbaik dalam penelitian
ini terdapat pada perlakuan C dengan penyuntikan sebanyak dua kali, penyuntikan
pertama menggunakan ovaprim dengan dosis terbaik 0,8 mL/kg untuk betina dan
0,2 mL/kg untuk jantan. Penyuntikan kedua menggunakan PGF2α dengan selang
waktu 12 jam dari penyuntikan pertama. Dosis PGF2 α terbaik yaitu 0,1 mL/kg
untuk masing-masing induk betina dan jantan.
Saran
Penelitian berikutnya disarankan mencari teknik untuk menentukan tingkat
kematangan gonad ikan nila, dan membandingkan kombinasi hormon ovaprim
dan PGF2α dengan kombinasi hormon reproduksi lainnya untuk mengoptimalkan
pemijahan buatan ikan nila.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Fattah M. dan El-Sayed. 2006. Tilapia Culture. Cambridge (US): CABI
Publishing.
Azaza MS, MN Dhraı¨ef, & MM Kraı¨em. 2008. Effects of water temperature
on growth and sex ratio of juvenile Nile tilapia (Oreochromis niloticus
Linnaeus) reared in geothermal waters in southern Tunisia. Journal of
Thermal Biology. 33:98-105.
Campos-Mendoza A, BJ McAndrew, K Coward, & N Bromage. 2004.
Reproductive response of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) to
photoperiodic manipulation; effects on spawning periodicity, fecundity and
egg size. Aquaculture. 231:299-314.
Cole KS, & N.E. Stacey. 1984. Prostaglandin induction of spawning behavior in
Cichlasoma bimaculatum (Pisces Cichlidae). Hormones and Behaviour.
18:235-248.
Coward K. & Bromage N. R. 2000. Reproductive physiology of female tilapia
broodstock. Reviews in Fish Biology and Fisheries. 10:1-25.
Darwisito S. 2015. Tingkat perkembangan gonad, kualitas telur dan ketahanan
hidup larva ikan Nila (Oreochromis niloticus) berdasarkan perbedaan
salinitas. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi. 2:86-94.
Dongre VR, RC Dabhade, & AM Khurad. 2013. Effect of prostaglandin with sex
pheromone on reproduction through neuroetho-hypophysio-gonadal
pathway in the fish, Cyprinus Carpio (L.). International Journal of
Innovations in Bio-Sciences. 3:33-39.
Faizzi M. 2008. Effect of ovaprim stimulation on egg production, hatching rate
and fry survival rate in red tilapia (Oreochromis niloticus) [Disertasi]. Kuala
Lumpur (MY): University of Malaya.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2016. FAO Yearbook of Fishery and
Aquaculture Statistic 2014. Roma (IT): © FAO publishing.
Hardy MF. 2011. The effect of ovaprim and prostaglandin (pgf2α) combination
on ovulation and egg quality of kissing gouramy (Helostoma temmincki
C.V.) [Skrispi]. Riau (ID): Universitas Riau.
Kristanti D. 2004. Penggunaan formalin terhadap pengendalian saprogleniasis
pada telur ikan nila merah (Oreochromis sp.) [Skripsi]. Surabaya (ID)
Universitas Airlangga.
Muhammad, Hamzah S, & Irfan A. 2003. Pengaruh donor dan dosis kelenjar
hipofisa terhadap ovulasi dan daya tetas telur ikan betook, Anabas
testudineus Bloch. Jurnal Sains dan Teknologi. 3: 87-94.
Myers J. M. dan W. K. Hershberger. 1991. Artificial spawning of tilapia eggs.
Journal of The World Aquaculture Society. 22:77-82.
Naeem M, Amina Z, Muhammad Ashraf, Waqas Ahmad, Abir Ishtiaq, dan
Najam-ul-Hasan. 2013. Induced breeding of Labeo rohita through single
application of ovaprim-C at Faisalabad Hatchery, Pakistan. African Journal
of Biotechnology. 12: 2722-2726.
Rana K. J. 1988. Reproductive biology and the hatchery rearing of tilapia eggs
and fry. In: Muir, J.F., Roberts, R.J. (Eds.).,Recent Advances in Aquaculture,
Croom Helm, London, and Sydney. Portland (USA). Timber Press.
12
Shokr El-Sayed AM. 2015. Effect of reproductive hormones on spawning of
Oreochromis niloticus. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research.
7:1926-1931.
Sinjal H. 2014. Efektivitas ovaprim terhadap lama waktu pemijahan, daya tetas
telur, dan sintasan larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal
UNSRAT. 214-21.
Solang Margaretha. 2010. Indeks kematangan gonad ikan nila (Oreochromis
niloticus L) yang diberi pakan alternatif dan dipotong sirip ekornya. Jurnal
Saintek. 5: 1-7.
Sukendi, Ridwan MP & Yurisman. 2010. Pengaruh kombinasi penyuntikan
ovaprim dan prostaglandin F2α (PGF2α) terhadap daya rangsang ovulasi
dan kualitas telur ikan motan (Thynnicthys thynnoides Blkr). Jurnal Berkala
Perikanan Terubuk. 40:13-21.
Yabuki Yoichi, Tetsuya Koide, Nobuhiko Miyasaka, Noriko Wakisaka, Miwa
Masuda, Masamichi Ohkura, Junichi Nakai, Kyoshiro Tsuge, Yukihuko S &
Yoshihiro Y. 2016. Olfactory receptor for prostaglandin F2α mediates male
fish courtship behavior [catatan penelitian]. Nature Neuroscience. 1:1-10.
Yaron Z. & Sivan B. 2006. Reproduction: The Physiology of Fishes D. H. Evans
and J. B. Claiborne (Eds.). Edisi ke-3. 1 Sisipan. 10:343-386.
Zairin M. 2003. Endokrinologi dan Perannya bagi Masa Depan Perikanan
Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
.Zairin M. 2013. Kiat Memijahkan Ikan Hias Secara Teratur. Bogor (ID): Digreat
Publishing.
13
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur penelitian pemijahan buatan ikan nila sultana (Oreochromis
niloticus) dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α
9. Pencampuran
sperma dengan
telur
3. Pemeliharaan induk
Satu pasang/akuarium, induk
betina & jantan dipisahkan
dengan penyekat
1. Persiapan wadah
2. Seleksi induk
4. Pengukuran
dan
penimbangan
induk
5. Penyuntikan pertama
Ovaprim:akuabides (1:2)
Selang 12 jam
5. Penyuntikan kedua
PGF2α:akuabides (1:2)
Selang 8-14 jam
6. Pengurutan
induk betina
7. Penimbangan
telur yang belum
diovulasikan
8. Pengamatan
telur
10. Proses ovulasi
Wadah
penetasan
11. penebaran dan
pengamatan diameter
telur
14
Lampiran 2. Perbedaan induk betina dan jantan ikan nila (Oreochromis niloticus)
Keterangan gambar:
♂ = ikan jantan
♀ = induk betina
Lampiran 3. Gambar genital ikan nila keluar menonjol setelah penyuntikan kedua
sebagai tanda waktu ovulasi ikan
Keterangan:
Lingkaran merah menunjukkan kondisi genital saat menonjol keluar.
15
Lampiran 4. Jumlah telur yang diovulasikan ikan nila yang dipijahkan secara
buatan dengan penyuntikan ovaprim dan PGF2α
JTYD (butir/individu)
Ulangan Kontrol A B C D
1 0 0 273 800 323
2 0 0 214 802 442
3 0 152 594 448 0
Lampiran 5. Derajat pembuahan ikan nila yang dipijahkan secara buatan dengan
penyuntikan ovaprim dan PGF2α
Derajat Pembuahan (%)
Ulangan Kontrol A B C D
1 0 0 54 72 65
2 0 0 40 81 76
3 0 32 76 57 0
Lampiran 8. Perbandingan telur ikan nila yang terbuahi dan mati
Keterangan gambar:
A = telur yang terbuahi
B = telur yang mati
A B
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Annisa Maulidza, dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 25 Oktober 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari
Ayah Murba Marakarma dan Ibu almarhumah Rukmini. Tahun 2012, penulis
lulus dari SMA Negeri 25 Jakarta dan diterima di Institut Pertanian Bogor dengan
mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) IPB periode 2014 dan 2015 di divisi PSDM,
pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FPIK IPB tahun 2014 di divisi
IHRD, dan di UKM MAX!! (Music Agriculture X-pression) 2013-2014 di divisi
General Affair. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan pada mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, penulis
melakukan penelitian yang berjudul “Pemijahan Buatan pada Ikan Nila
Sultana (Oreochromis niloticus) dengan Penyuntikan Ovaprim dan
Prostaglandins (PG) F2α” dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc.
serta Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc.