laporan praktikum isolasi rna
-
Upload
endah-soeprijati -
Category
Documents
-
view
1.049 -
download
66
description
Transcript of laporan praktikum isolasi rna
A. TUJUAN
1. Memahami dan melakukan Isolasi RNA dari Candida albicans
2. Mengetahui prinsip perhitungan konsentrasi RNA hasil isolasi dengan
spektrofotometer
3. Memahami dan melakukan sintesis cDNA - Reverse Transcriptase PCR (RT-
PCR)
4. Melakukan Transformasi E.coli DH5α dan plasmid PUC 19
B. DASAR TEORI
1. Asam Ribonukleat (RNA)
Asam nukleat terdapat dua jenis yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) dan
asam ribonukleat (RNA). Asam-asam nukleat ini adalah molekul-molekul yang
membuat organisme hidup dapat mereproduksi komponen-komponen kompleksnya
dari satu generasi ke generasi berikutnya (Campbell, 2002). RNA merupakan
bagian terbesar asam nukleat dalam setiap sel dan lima sampai sepuluh kali lebih
melimpah daripada DNA. Peran utamanya dan yang paling difahami ialah perannya
dalam menerjemahkan informasi genetic ke dalam molekul protein. Namun RNA
berperan serta dalam fungsi-fungsi endonuklease khusus tertentu yang boleh jadi
mengatur beberapa langkah pada ekspresi gen. Virus-virus tertentu-retrovirus dan
beragam virus tunggal dan ganda hewan, tumbuhan dan insek, mempunyai genom-
genom yang tersusun dari RNA (Moeljopawiro dkk, 1992).
Berbagai jenis RNA terdapat dalam semua sel yaitu RNA ribosomal
(rRNA), RNA pemindah (tRNA) dan RNA duta (mRNA), sebagian juga
mengandung RNA sitoplasmik kecil lain (scRNA). Kurang lebih 80 persen RNA
seluler tersusun dari ketiga atau keempat spesies rRNA dan kurang lebih 15 persen
merupakan hampir 100 jenis tRNA dan kurang dari 5 persen adalah beberapa ribu
mRNA yang berbeda-beda. Kurang dari 2 persen jumlah seluruhnya adalah
sejumlah tak terhitung rRNA nuclear dan rRNA sitoplasmik kecil (Moeljopawiro
dkk, 1992).
1
RNA adalah polinukleotida-polinukleotida yang ukurannya berkisar
sedikit sekitar 70 nukleotida dalam beberapa tRNA sampai lebih dari 10.000 dalam
beberapa mRNA. Dua nukleotida purin (adenine dan guanin) dan satu pirimidin
(sitosin) umumnya ada pada nukleotida RNA dan DNA. Namun timin (5-
metildiketopirimidin) yang ada pada DNA diganti oleh urasil pada RNA yang tidak
mempunyai 5-metil. Adanya 2’-OH yang berbatasan dengan hubungan fosfodiester
antar nukleotida membuat ikatan P-O yang peka terhadap alkali dan terhadap enzim
yang membelah RNA (Moeljopawiro dkk, 1992).
Gambar 1. Basa penyusun RNA
Pentosa yang berikatan dengan basa nitrogen adalah ribosa pada
nukleotida RNA dan deoksiribosa pada molekul DNA. Perbedaan satu-satunya di
antara kedua gula ini adalah bahwa deoksiribosa tidak memiliki satu atom oksigen
pada karbon nomor 2-nya yang membuat namanya disebut deoksi. Dalam suatu
polimer asam nukleat atau polinukleotida, nukleotida-nukleotida dihubungkan
dengan ikatan kovalen yang disebut ikatan fosfodiester antara fosfat dari suatu
nukleotida dan gula dari nukleotida berikutnya. Pengikatan ini menghasilkan suatu
tulang belakang dengan suatu pola gula-fosfat-gula-fosfat yang berulang. Di
sepanjang tulang belakang gula-fosfat ini terdapat tempelan tambahan yang terdiri
atas basa-basa nitrogen (Campbell, 2002).
2
Kebanyakan RNA seluler berantai tunggal, meskipun beberapa genom
virus hewan (misalnya reovirus) terdiri dari molekul RNA beruntai ganda
menyerupai DNA bentuk A. Untai-untai tunggal hampir selalu membentuk
potongan-potongan helical ganda, pendek, intramolekuler. Ini timbul karena
kebanyakan rantai RNA mempunyai daerah-daerah pendek urutan-urutan
komplementer yang memperbolehkan rantai menyimpul balik membentuk daerah-
daerah helical terbatas. Di daerah-daerah beruntai ganda, A berpasangan dengan U
dan G berpasangan dengan C. G juga dapat membentuk pasangan basa dengan U,
namun kurang stabil daripada pasangan G-C standart, karena sebagai gantinya tiga
ikatan hidrogen, mereka hanya membuat dua ikatan. Segmen-segmen helical ganda
yang terbentuk dengan cara ini biasanya pendek dan terputus, karena urutan basa
pada dua daerah yang berinteraksi, jarang berkomplementer sempurna
(Moeljopawiro dkk, 1992).
Seperti halnya pada DNA, daerah-daerah helical ganda pada RNA
dikacaukan oleh kenaikan suhu dan pH tinggi. Namun berbeda dengan yang ada
pada DNA, ikatan-ikatan fosfodiester pada RNA dibelah pada pH tinggi, karena
panjang daerah-daerah helical pada RNA untai tunggal pendek dan sering tidak
sempurna, daerah-daerah ini mudah dikacaukan. Namun RNA untai ganda
komplementer penuh, meleleh tajam pada kisaran suhu yang sempit, seperti untai
ganda DNA. Seperti DNA, denaturasi untai ganda RNA menghasilkan dua untai
tunggal komplementer yang dapat berasosiasi kembali bila suhu diturunkan secara
lambat. Pada RNA untai tunggal, sesudah renaturasi lebih sulit untuk membentuk
kembali daerah-daerah pasangan basa yang sama dan beberapa struktur pilihan
dapat dibentuk (Moeljopawiro dkk, 1992).
2. Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)
Teknik RT-PCR dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap
molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam
sel. Sebelum teknik ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA biasanya
dilakukan dengan metode hibridisasi in situ, northern blot, dot blot atau slot blot,
3
analisis menggunakan S1 nuklease atau dengan metode pengujian proteksi RNase
(RNase protection assay). Metode hibridisasi in situ bersifat sangat sensitif
sehingga dapat digunakan untuk analisis molekul mRNA yang terdapat dalam
jumlah sangat sedikit, tetapi teknik ini cukup sulit untuk dilakukan. Metode-metode
yang lain meskipun lebih mudah dilakukan, tidak cukup sensitif. Oleh karena itu,
kemudian dikembangkan teknik RT-PCR untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
metode yang lain tersebut (Yuwono, 2006).
Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA
sebagai cetakan maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse
transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA
(complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai
cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi
ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis,
maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yuwono, 2006).
Gambar 2. Sintesis cDNA
4
Teknik RT-PCR memerlukan enzim transkriptase balik (reverse
transcriptase). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polimerase yang
menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk menyintesis molekul DNA
(cDNA) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim
transkriptase balik yang dapat digunakan antara lain mesophilic viral reverse
transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) maupun
oleh virus moloney murine leukemia (M-MuLV) dan Tth DNA polimerase. RTase
yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan mampu
menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polimerase
mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1 -2 kb (Yuwono, 2006).
Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
macam primer yaitu: 1) Oligo (dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akan melekat
pada ekor poli (A) pada ujung 3’ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada
umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap. 2) Heksanukleotida acak, yang
akan melekat pada cetakan mRNA yang komplementer pada bagian manapun.
Primer ini akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial). 3) Urutan
nukleotida spesifik, yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin mRNA
tertentu (Yuwono, 2006).
3. Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu
campuran berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang bermuatan, dibawah
pengaruh medan listrik (Suhartono, 1989). Elektroforesis adalah suatu teknik
pemisahan molekul selular berdasarkan atas ukurannya, dengan menggunakan
medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang
akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik
yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul
yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarosa,
kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya,
maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan
5
gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah (rasio) muatan terhadap massanya,
serta tergantung pula pada bentuk molekulnya (Yuwono, 2005).
Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis virus, DNA, RNA,
protein (enzim dan protein lain), molekul-molekul organik dengan berat molekul
rendah seperti asam-asam amino (Suhartono, 1989; Yuwono, 2005). Elektroforesis
DNA dilakukan misalnya untuk menganalisis fragmen-fragmen DNA hasil
pemotongan dengan enzim restriksi. Fragmen molekul DNA yang telah dipotong-
potong dapat ditentukan ukurannya dengan cara membuat gel agarosa yaitu suatu
bahan semi-padat berupa polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Gel
agarosa dibuat dengan melarutkannya dalam suatu buffer. Agar dapat larut dengan
baik, pelarutannya dibantu dengan pemanasan, misalnya menggunakan oven
gelombang mikro (microwave oven). Dalam keadaan panas, gel akan berupa
menjadi cairan sehingga mudah dituang ke atas suatu lempeng (plate) yang
biasanya terbuat dari (Perspex). Sebelum mendingin dan memadat, pada ujung gel
tersebut dibuat lubang-lubang dengan menggunakan lembaran Perspex tipis yang
dibentuk menyerupai sisir. Sisir tersebut ditancapkan pada salah satu ujung gel yang
masih cair. Dengan demikian, pada waktu gel memadat dan sisirnya diambil
terbentuklah lubang-lubang kecil. Ke dalam lubang-lubang kecil itulah sampel
molekul DNA dimasukkan. Gel agarosa yang sudah terbentuk kemudian
dimasukkan ke dalam suatu tangki yang berisi buffer yang sama dengan yang
digunakan untuk membuat gel. Buffer dapat dibuat misalnya dengan tris-asetat-
EDTA (TAE) atau tris-borat-EDTA (TBE) (Yuwono, 2005).
Setelah DNA dimasukkan ke dalam lubang sampel, arus listrik dialirkan.
Kutub yang sejajar dengan lubang sampel DNA berupa kutub negatif, sedangkan
kutub lainnya positif. Oleh karena DNA bermuatan negatif maka molekul-molekul
DNA akan bergerak ke arah kutub positif. Setelah beberapa waktu gel kemudian
direndam dalam larutan yang mengandung etidium bromide. Etidium bromida akan
menginterkalasi (menyisip ke dalam) DNA. Penggunaan etiidium bromida
dimaksudkan untuk membantu visualisasi karena etidium bromida akan
memendarkan sinar ultraviolet. Jika gel disinari dengan ultraviolet dari bawah,
6
maka akan tampak citra berupa pita-pita pada gel. Pita-pita tersebut adalah molekul-
molekul DNA yang bergerak sepanjang gel setelah dielektroforesis. Molekul RNA
dapat dianalisis dengan prinsip yang sama, yaitu menggunakan gel agarosa, namun
dengan menggunakan buffer yang berbeda yaitu yang mengandung formaldehid
(Yuwono, 2005).
Teknik elektroforesis DNA berkembang sehingga analisis molekul DNA
tidak hanya dapat dilakukan dengan prinsip elektroforesis linear. Beberapa teknik
baru dikembangkan, misalnya teknik pulse field gel electrophoresis (PFGE),
orthogonal field alternation gel electrophoresis (OFAGE), transverse alternating
field electrophoresis (TAFE) dan lain-lain. Disamping itu, untuk keperluan tertentu
misalnya untuk penentuan urutan basa DNA (DNA sequencing), elektroforesis
DNA dilakukan dengan menggunakan gel yang berbeda yaitu gel poliakrilamid
(Yuwono, 2005).
4. Transformasi
Transformasi adalah proses pemasukan molekul DNA yang ada dalam
keadaan bebas di dalam satu lingkungan ke dalam suatu sel penerima, misalnya
bakteri. Transformasi dapat terjadi secara alami maupun karena induksi in vitro.
Proses transformasi pertama kali ditemukan oleh Frederik Griffith pada bakteri
Streptococcus pneumoniae termasuk genus Pneumoniae yang membentuk kapsul
bersifat virulen, sedangkan yang tidak membentuk kapsul bersifat avirulen. Strain
avirulen dapat berubah menjadi virulen jika diinkubasikan dengan ekstrak sel
virulen yang sudah dimatikan. Pada tahun 1944, Avery, McLeod dan McCarty
menemukan bahwa proses transformasi dari avirulen menjadi virulen tersebut
disebabkan oleh molekul DNA yang berasal dari strain yang virulen (Moeljopawiro
dkk, 1992).
Transformasi diketahui terjadi pada genera bakteri lain termasuk
Haemophilus, Neisseria, Xanthomonas, Rhizobium, Bacillus dan Staphylcoccus.
Proses transformasi yang diinduksi secara in vitro dapat juga berlangsung pada E.
Coli, khamir Saccharomyces cerevisiae, bahkan tanaman tingkat tinggi meskipun
7
mekanisme molekulernya berbeda dari proses transformasi yang terjadi di alam
(Moeljopawiro dkk, 1992).
Salah satu syarat utama agar transformasi dapat berlangsung adalah
kompetensi sel. Sel yang kompeten adalah sel yang dapat menerima molekul DNA
dari luar. Kondisi yang mempengaruhi kompetensi sel bervariasi dari satu spesies
ke spesies lain. Kompetensi merupakan implikasi terjadinya perubahan pada
dinding sel bakteri dan diduga berhubungan dengan sintesis materi dinding sel pada
tahapan pertumbuhan tertentu. Dalam proses perkembangan kompetensi sel, akan
terbentuk reseptor pada dinding sel yang merupakan tempat melekatnya molekul
DNA pada awal proses transformasi. Banyaknya reseptor yang aktif bervariasi dari
satu jasad ke jasad lain, misalnya pada S. pneumoniae ada 80 reseptor, pada B.
subtilis ada 50 reseptor, sedangkan pada Haemophilu influenzae hanya ada 4
reseptor (Moeljopawiro dkk, 1992).
Kompetensi akan terjadi pada tahapan pertumbuhan tertentu, biasanya
pada fase eksponensial akhir dan dipengaruhi oleh medium pertumbuhan serta
aerasi. Banyaknya fraksi suatu kultur yang menjadi kompeten juga tergantung pada
spesies. Sebagai contoh, kompetensi pada S. pnemoniae dapat diinduksi sampai
mencapai 100% namun kondisi tersebut hanya berlangsung beberapa menit.
Sebaliknya, pada B. subtilis kompetensi hanya akan mencapai 20% akan tetapi
dapat berlangsung selama beberapa jam (Moeljopawiro dkk., 1992).
Pada umumnya proses pemasukan molekul DNA dari luar ke dalam sel
inang bersifat tidak spesifik, artinya tidak tergantung pada spesies inang tersebut.
Dengan demikian jika dua macam molekul DNA yang berasal dari sumber berbeda
digunakan untuk transformasi sel yang sama, maka kedua macam DNA tersebut
akan berkompetisi dalam proses transformasi (Moeljopawiro dkk., 1992).
Transformasi dapat terjadi secara alami maupun karena induksi. Dalam
proses transformasi secara alami, misalnya Pneumococcus, sel dapat menerima
DNA untai ganda berbentuk linier. Agar DNA tersebut dapat direplikasikan dan
diturunkan ke sel anakan, maka donor tersebut harus diintegrasikan dengan
mekanisme rekombinasi pada daerah gen yang homolog pada sel penerima. Plasmid
8
yang dapat digunakan untuk transformasi semacam ini biasanya adalah plasmid
yang dapat melakukan replikatif secara independen sehingga tidak perlu ada proses
rekombinasi dengan genom sel penerima. Pada umumnya sel penerima yang
digunakan dalam transformasi secara induksi adalah sel yang tidak mampu
melakukan rekombinasi (recA). Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi proses
penyusunan genom kembali (rearrangements). Meskipun demikian, dalam
beberapa prosedur kloning gen, kadang-kadang juga digunakan plasmid yang tidak
mampu melakukan replikasi secara independen sehingga plasmid tersebut harus
diintegrasikan ke dalam genom sel penerima (integratting plasmid) agar gen yang
dibawa oleh plasmid dapat direplikasikan. Pada bakteri E. coli, induksi transformasi
dapat dilakukan dengan menginkubasikan sel penerima di dalam larutan CaCl22
dingin sebelum dicampur dengan DNA donor (Moeljopawiro dkk, 1992).
Pada bakteri lain, misalnya Bacillus subtilis, transformasi biasanya dilakukan
dengan metode transformasi protoplas. Dalam hal ini, dinding sel dihilangkan
terlebih dahulu dengan enzim tertentu. Penghilangan dinding sel tersebut dilakukan
di dalam larutan tertentu, misalnya sukrosa pada konsentrasi tertentu, untuk
mempertahankan tekanan osmose sehingga protoplas yang terbentuk tidak akan
lisis. Transformasi dapat juga dilakukan dengan metode elektroporasi yaitu dengan
menggunakan pulsa listrik bervoltase tinggi dalam waktu singkat (Moeljopawiro
dkk., 1992).
Pada praktikum kali ini plasmid yang digunakan untuk transformasi
adalah PUC 19. Plasmid pUC 19 merupakan salah satu vektor kloning yang biasa
digunakan dalam penelitian – penelitian biologi molekuler. Plasmid ini berukuran
2686 pasang basa dan memiliki tiga bagian utama yaitu gen resisten ampisilin, gen
lac-Z yang mengandung Multiple Cloning Site (MCS), dan Origin of Replication
(ORI) (Lodge, 2007).
9
Gambar 3. Struktur Plasmid PUC 19 (Lodge, 2007)
C. METODE
1. Isolasi RNA dari Candida albicans
a. Alat : tabung eppendorf, mikropipet, vortex merk “Beckmen”, sentrifuge
b. Bahan : Trizol 1 ml, Kloroform 200 µl, iso-propyl alcohol 500 µl, etanol 1
ml, RNAase free water
c. Cara Kerja : Tambahkan 1 ml Trizol ke dalam sampel Candida Albicans.
Tambahkan 200µl kloroform ke dalam 1 ml Trizol. Inversi selama 15 detik.
Inkubasi pada suhu ruang (15-30 oC) selama 3 menit. Sentrifus 3.000 rpm
selama 30 menit pada suhu 4 oC. Ambil lapisan bagian atas (colorless) lebih
kurang 60% total suspensi trizol, pindahkan ke tabung baru. Tambahkan 0,5
ml iso-propyl alcohol dalam setiap trizol yang digunakan. Inkubasi 15-30 oC
(suhu ruang) selama 10 menit. Sentrifus 3.000 rpm selama 20 menit pada 10
suhu 4 oC. presipitat RNA tampak seperti gel di sisi dasar/ tepi tabing. Buang
supernatant. Cuci pellet RNA dengan 1 ml etanol 75%. Vortex sebentar.
Sentrifus pada 3.000 rpm selama 5 menit. Buang supernatant, keringanginkan
pellet selama 10 menit. Larutkan RNA dalam RNAase free water 20µl.
simpan dalam suhu -80 oC.
2. Pengukuran konsentrasi RNA hasil isolasi
a. Alat : mikropipet, spektrofotometer
b. Bahan : RNA hasil isolasi, RNAase free water, aquadest
c. Cara Kerja : Ambil 2 µl RNA hasil isolasi, masukkan dalam cuvet,
tambahkan 98 µl RNAase free water, homogenkan. Masukkan dalam
spektrofotometer. Tera pada panjang gelombang 260 nm.
3. Pembuatan cDNA – Reverse Transcriptase PCR
a. Alat : tabung eppendort, mikropipet, alat PCR “Gene AMP PCR system
2400”
b. Bahan : hasil isolasi RNA, Anchored-oligo (dT) 18 primer, RNA template,
RNAase free water, Spesific reverse primer, RNA template, transcription
buffer, protector RNAase inhibitor, deoxynucletid mix, transcriptionn RT
enzyme
c. Cara kerja :
1) Siapkan sampel isolasi RNA
Kelompok 1 : 996
Kelompok 2 : 662
2) siapkan campuran template RNA dan primer pada tabung PCR 0,2 ml
dengan komposisi sebagai berikut :
Kelompok 1 Jml (µl) Kelompok 2 Jml (µl)
11
Anchored-oligo (dT) 18 primer 1 Spesific reverse primer 3
RNA template 5 RNA template 5
RNAase free water 7 RNAase free water 5
total 13 total 13
Primer yang dipakai :
RTA3-F CGA AGG CAA ACC AAG TCC AT
RTA3-R TAC CAA TCA TTG CTG CAT CC
3) ke dalam masing-masing campuran template-primer tambahkan reagensia
sebagai berikut :
transcription buffer 4 µl
protector RNAase inhibitor 0,5 µl
deoxynucletid mix 2 µl
transcriptionn RT enzyme 0,5 µ
total 7 µl
sehingga total campuran = 13 + 7 = 20 µl
4) Setting PCR
cDNA synthesis 55 oC selama 30 menit
Denaturasi 1 siklus ; 94 oC selama 2 menit
Amplifikasi PCR 35 siklus ;
Denaturasi : 94 oC selama 30 detik
Annealing : 50 oC selama 1 menit
Extention : 68 oC selama 2 menit
Final extension 85 oC selama 5 menit
Hold 4 oC
4. Elektroforesis hasil RT-PCR12
a. Alat : Erlenmeyer, timbangan analit, Microwave, Cetakan Gel Agarose, sisir
cetakan, Alat elektroforesis, Mikropipet, Tabung Eppendorf
b. Bahan : agarose 2 gram, TAE, ethidium bromide 4µ
c. Cara kerja : buat agarose dengan konsentrasi 2 % dengan cara menimbang 2
gram agarose,, tambahkan 100 ml TAE. Panaskan dalam oven selama 2
menit (tiap 30 detik Erlenmeyer dikeluarkan + digoyang-goyang).
Tambahkan ethidium bromide 4µl. campur. Pasang sisir dalam cetakan.
Tuangkan agarose dalam cetakan, tunggu sampai beku. Copot sisir + pasang
gel pada alat. Tambahkan buffer TAE sampai gel terendam. Masukkan
sampel yang akan dirunning. Run pada 100 volt. Visualisasi dengan UV
5. Transformasi
a. Alat : mikropipet, tabung ependorf, sentrifuge, vortex, incubator + shaker,
batang drugalski/ batang L, bunsen
b. Bahan : E.coli DH5α, plasmid PUC 19, LB medium, larutan MOP, CaCl2,
RbCl, LB padat yang mengandung amphicilin
c. Cara kerja : Tumbuhkan bakteri E.coli DH5α dalam LB medium semalam.
Culture diambil 200 µl dimasukkan dalam LB medium 5 ml. inkubasi pada
37˚C selama 2-3 jam dengan goyangan (OD=0,54). Ambil 1.5 ml culture
bakteri, dimasukkan dalam eppendorf. Sentrifus selama 5 detik. Supernatant
dibuang, pellet dicuci dengan 250 µl larutan MOP, CaCl2, RbCl. Sentrifus 5
detik. Supernatant dibuang, pellet disuspensikan dengan MOP, CaCl2, RbCl
400 µl (suspensikan pelan-pelan) diamkan dalam es selama 45 menit.
Sentrifus 5 detik. Supernatant dibuang, pellet disuspensikan dengan 150 µl
larutan MOP, CaCl2, RbCl. Tambahkan DNA 2 µl, diamkan dalam es selama
45 menit. Panaskan dalam waterbath, 42˚C selama 2 menit. Dinginkan dalam
es selama 1-2 menit. Tambahkan LB medium, inkubasikan pada incubator
37˚C, selama 1 jam. Ambil culture 100-150 µl, dituang pada LB padat yang
mengandung antibiotic amphicilin,, ratakan. Plate diinkubasikan pada
incubator 37˚C semalam.
13
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Isolasi RNA dan pengukuran konsentrasi
Isolasi RNA melalui 5 tahapan yaitu: 1). Homogenisasi, 2). Separasi, 3)
Presipitasi RNA, 4). Pencucian RNA, 5). Redissolving RNA. Tahap homogenisasi,
sampel Candida albicans ditambah reagen Trizol LS. Proses separasi dilakukan dengan
penambahan chloroform ke dalam sampel yang telah dihomogenisasi. Setelah
disentrifuge, sampel akan terpisah menjadi 2 bagian: bagian atas adalah fase air (bening)
& bagian bawah adalah sel yang rusak (coklat tua), diantara kedua fase tersebut terdapat
padatan berwarna putih susu. Fase air mempunyai volume sebesar 70% dari volume
reagen Trizol LS yang digunakan. RNA berada dalam fase air tersebut. Memasuki tahap
presipitasi, fase air diambil kemudian ditambah dengan isopropanol. Fungsi isopropanol
adalah untuk membantu presipitasi RNA. Pellet RNA baru akan terlihat, setelah
dilakukan sentrifuge. Pellet RNA berwarna putih susu. Setelah itu pellet RNA dicuci
dengan menggunakan ethanol 75%. Pellet RNA kemudian dianalisis konsentrasinya
dengan menggunakan spektrofotometer. Analisis dilakukan dengan panjang gelombang
260 nm. Pembacaan 260 nm memungkinkan untuk menghitung konsentrasi asam
nukleat. OD yang diperoleh dari panjang gelombang tersebut kemudian dimasukkan
dalam rumus untuk menghitung konsentrasi RNAnya.
Rumus = OD 260 x pengenceran x konstanta = ….µg/ ml
Konstanta RNA = 40
Kemurnian RNA yang diperoleh dalam praktikum dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Spektrofotometer RNA
14
Kelompok Kode OD 260 pengenceran konstanta Konsentrasi (µg/ml)
1
110-0 0,0280
50 40
5,6996-0 0,0080 1,6662-0 0,0160 3,2300-0 0,0120 2,4
2
110-0,6 0,003 0,6996-0,6 0,004 0,8662-0,6 0,0300 6300-0,6 0,0260 5,2
Konsentrasi RNA yang diperoleh yang tertinggi adalah 6 µg/ml dan yang
terendah 0,6 µg/ml. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan dalam perbedaan
pengambilan supernatant, pengenceran dengan RNAase free water untuk
spektrofotometer atau pembersihan cuvet yang kurang maksimal sehingga range OD
yang diperoleh bervariasi.
2. Pembuatan cDNA dan Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)
RNA yang telah diisolasi kemudian digunakan sebagai template untuk
mensintesis DNA dalam proses PCR. Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan RNA sebagai cetakan maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi
balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul
cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai
cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR memerlukan enzim transkriptase balik
(reverse transcriptase). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polimerase yang
menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk menyintesis molekul DNA (cDNA)
yang komplementer dengan molekul RNA tersebut (Yuwono, 2006).
Sampel yang dipakan untuk pembuatan cDNA ada dua buah yaitu kode 1-996
dan 2-662. RT-PCR yang dilakukan dalam praktikum melalui beberapa tahap yaitu
sintesis cDNA (55oC selama 30 menit), pre denaturasi (94oC selama 2 menit), denaturasi
(94oC selama 30 detik), annealing (50oC selama 1 menit), extension (68oC selama 2
menit) dan final extension ((85oC selama 5 menit) sebanyak 35 kali (siklus). Menurut
15
Artama (1991), kostruksi cDNa meliputi beberapa langkah mulai sintesis DNA yang
komplementer dengan sekuen mRNA, dimana reaksi ini memerlukan jarak cetakan
(template) RNA, primer komplementer, reverse transkriptase dan dNTP. Molekul yang
biasanya dipaki sebagai inisiasi sintesis cDNA adalah oligo dT karena molekul ini dapat
membentuk hibrid dengan poli A dari ujung 3’ template RNA, namun demikian random
oligomer DNA juga dapat berfungsi sebagai primer. Pemakaian oligomer spesifik (oligo
dT) menghasilkan pembentukan kopi panjang (penuh) dari mRNA, dapat mengetahui
sekuen yang dikehendaki dan juga dapat mentranskripsi langsung dari satu atau lebih
mRNA. Akan tetapi secara garis besar cDNA yang diproduksi sangat tergantung dari
kualitas reverse transkriptase, panjang dari mRNA yang akan dikopi serta derajat
interferensi antara struktur sekunder mRNA dengan primer oligo (dT).
Reaksi pelipatan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi
DNA template sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan
terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denaturasi DNA dilakukan dengan
menggunakan panas (95oC) selama 1-2 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 55oC
(1-2 menit) sehingga primer akan menempel (annealing) pada cetakan yang telah
terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan
cetakan pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen primer. Suhu 55oC yang
digunakan untuk penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi
akan lebih efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah (37oC), tetapi biasanya
akan terjadi mispriming yaitu penempelan primer pada tempat yang salah. Pada suhu
yang lebih tinggi (55oC), spesifisitas reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara
keseluruhan efisiensinya akan menurun (Yuwono, 2006).
Primer merupakan suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida)
yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan dalam PCR ada
dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai
DNA cetakan pada ujung 5’-fosfat dan oligonukleotida yang kedua identik dengan
sekuen pada ujung 3’-OH rantai DNA cetakan yang lain. Setelah dilakukan annealing
oligonukleotida primer dengan DNA cetakan, suhu inkubasi dinaikkan menjadi 72oC
selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA polimerase akan melakukan proses polimerasi
16
rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada DNA cetakan. Setelah
terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan
adanya ikatan hidrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk dengan
adanya ikatan hidrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA baru hasil
polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu inkubasi menjadi
95oC. Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi sebagai cetakan bagi
reaksi polimerasi berikutnya (Yuwono, 2006).
Reaksi-reaksi tersebut diulangi lagi sampai 25-30 kali (siklus) sehingga pada
akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil
polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah DNA
cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung pada konsentrasi
DNA target di dalam campuran reaksi. Paling tidak diperlukan 25 siklus untuk
melipatgandakan satu kopi sekuen DNA target di dalam DNA genom mamalia agar
hasilnya dapat dilihat secara langsung, misalnya dengan elektroforesis gel agarose. Akan
tetapi, pada umumnya konsentrasi DNA polimerase Tag menjadi terbatas setelah 25-30
siklus amplifikasi (Sambrook et al., 1989 cit. Yuwono, 2006).
3. Elektroforesis hasil RT-PCR
Elektoforesis yang digunakan dalam praktikum adalah elektroforesis gel agarose.
Elektroforesis bertujuan untuk memisahan molekul selular berdasarkan atas ukurannya,
dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang
mengandung sampel yang akan dipisahkan (Yuwono, 2005). Elektroforesis dalam
praktikum digunakan untuk membuktikan ada tidaknya DNA dalam sampel yang
dianalisis. Elektroforesis gel agarose juga digunakan sebagai pemurnian sampel cDNA
sebelum digunakan untuk kloning (Yuwono, 2006)
Elektroforesis dapat digunakan untuk mengetahui ukuran DNA dengan
menggunakan DNA marker yang sudah diketahui ukurannya sehingga bisa diketahui
perkiraan ukuran DNA sampel. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil
elektroforesis adalah jumlah DNA di dalam sampel dan kecepatan migrasi DNA yang
dipengaruhi oleh ukuran DNA, konsentrasi agarosa, konformasi DNA, tegangan arus
17
listrik, arah medan listrik, temperatur, keberadaan interchelating agent, komposisi basa,
dan komposisi buffer elektroforesis.
Konsentrasi gel agarose yang diguanakan dalam penelitian ini adalah 2%. Setelah
agarose ditimbang dan diberi TAE maka selanjutnya yaitu dipanaskan dengan oven yang
bertujuan unutk melarutkan dengan sempurna agarose. Langkah selanjutnya yaitu
penambahan ethidium bromide pada gel agarose. Intercalating agent Ethidium bromide (EtBr)
merupakan pewarna berfluorescent yang biasa digunakan untuk mendeteksi asam nukleat.
Sesaat setelah EtBr ini ditambahkan ke dalam gel agarosa, maka akan terjadi pengikatan
molekul ini diantara sela – sela pasangan basa DNA. Penambahan EtBr ke dalam gel agarosa
dimaksudkan untuk memudahkan kita dalam mengamati hasil elektroforesis karena hanya
sedikit saja yaitu sekitar 1 ng molekul DNA yang dapat dideteksi tanpa menggunakan EtBr. EtBr
akan menghasilkan perpendaran ketika dipaparkan di atas sinar UV. Namun demikian, perlu
diperhatikan bahwa EtBr dapat mengurangi mobilitas linier dari molekul molekul DNA sampai
15 % dan juga sifatnya yang karsinogenik atau zat mutagen kuat. Selanjunya sampel yang telah
ditambah loading buffer dimasukkan ke dalam sumuran lalu dirunning pada 100 volt. Hasil
Elektroforesis dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4. Hasil elektroforesis : 1. Marker, 2. cDNA 996, 3. cDNA 662,
4. PCR, 996, 5. PCR 662, 6. PCR ready to go
18
Hasil elektroforesis cDNA maupun hasil RT-PCR tidak menunjukkan band-band
seperti yang diharapkan. Hal ini kemungkinan karena konsentrasi hasil isolasi RNA
yang digunakan untuk pembuatan cDNA terlalu rendah (berdasarkan pengukuran
spektrofotometer). Band yang muncul hanya band dari marker (paling kiri). Konsentrasi
minimal sampel untuk PCR minimal adalah 50 ng/ µl sampel. Sedangkan konsentrasi
sampel yang digunakan yaitu 1,6 dan 6 µg/ml sehingga band pada elektroforesis tidak
dapat terdeteksi.
Kemungkinan lain yaitu karena konsentrasi agarose yang digunakan (2%) tidak
sesuai dengan ukuran DNA pada sampel yang dirunning. Penggunaan gel agarosa
dengan konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan laju migrasi molekul – molekul
DNA yang berbeda juga. Penentuan konsentrasi gel agarosa yang akan digunakan harus
memperhatikan ukuran molekul – molekul DNA yang akan diruning. Umumnya,
konsentrasi yang tinggi dari gel agarosa biasanya digunakan untuk memfasilitasi
pemisahan molekul – molekul DNA yang berukuran kecil, sedangkan konsentrasi gel
agarosa yang lebih rendah, umumnya digunakan untuk memisahkan molekul – molekul
DNA dengan ukuran yang lebih besar.
19
4. Transformasi
Transformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang
bakteri misalnya bakteri E.coli. Fenotif Strain E. coli hasil transforman akan berubah
karena mendapatkan gen-gen penyandi baru yang dibawa oleh molekul DNA tersebut.
Molekul DNA ini biasanya dikemas dalam suatu vektor, misalnya plasmid. Pada
praktikum dilakukan transformasi E.coli DH5α dan plasmid PUC 19 yang mengandung
gena yang resisten terhadap amhycilin. Agar dapat menerima gen baru, maka E. Coli
dibuat menjadi sel kompeten dengan cara penambahan CaCl22, RbCl2 dan perlakuan
kejut panas-dingin. Fungsi penambahan CaCl2 pada pembuatan sel kompeten
mempengaruhi dinding sel dan mungkin berperan dalam pengikatan DNA pada
permukaan sel. Penyerapan DNA secara nyata sebenarnya dipengaruhi oleh perlakuan
kejut panas. Sel E.coli yang kompeten diberi perlakuan kejut panas untuk membuka pori
pada dinding sel bakteri. Inkubasi dengan plasmid akan menyebabkan masuknya
plasmid ke dalam sel. Penambahan media LB setelah perlakuan kejut panas berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari bakteri setelah mengalami perlakuan yang
ekstrem.
Pemasukkan molekul DNA rekombinan ke dalam sel inang disebut transformasi
apabila vektor yang digunakan berupa plasmid. Peristiwa ini disebut transformasi karena
plasmid dapat mengubah sifat sel inang. Keberhasilan plasmid masuk dan bertahan di
dalam sel umumnya dideteksi berdasarkan ekspresi gen marka yang dibawa oleh
plasmid tersebut. Hasil transformasi kemudian ditanam di media LB padat yang
mengandung amphycilin untuk melihat apakah transformasi berhasil yaitu ditunjukkan
dengan tumbuhnya koloni E.coli pada medium yang mengandung amphycilin. Hasil
penanaman pada LB padat dapat dilihat pada gambar berikut.
A1-100 µl B1-100 µl
20
A2-100 µl B2-100 µl
A1-150 µl B1-50 µl
Gambar 5. Hasil transformasi E.coli yang ditanam pada LB yang mengandung ampyhcilin
21
Pada semua plate, E.coli dapat tumbuh membentuk koloni-koloni yang
menandakan proses trasnformasi telah berhasil. Koloni yang terbentuk
merupakan sekumpulan sel yang identik karena hasil pembiakan sebuah sel.
Koloni yang dapat tumbuh pada media seleksi ini adalah koloni yang berasal dari
bakteri transforman saja.
Tabel 2. Hasil penghitungan koloni
Plate Jumlah Koloni
a1-100 TBUDa2-100 TBUDb1-100 TBUDb2-100 TBUDa1-150 TBUDb1-50 96 CFU
*TBUD : terlalu banyak untuk dihitung
Hasil TBUD pada penghitungan jumlah koloni kemungkinan disebabkan
karena jumlah suspense bakteri yang ditanam terlalu banyak atau karena waktu
inkubasi yang terlalu lama. Waktu inkubasi ideal menurut protocol adalah 16
jam, sedangkan pada praktikum ini waktu inkubasinya melebihi protocol (44
jam).
Pada praktikum ini tidak dikerjakan perlakuan sebagai control/
pembanding yaitu E.coli tanpa proses transformasi (tidak resisten amphycilin)
yang dapat digunakan sebagai perbandingan antara E.coli yang dapat dan tidak
dapat tumbuh dalam media LB yang mengandung amphycilin.
Koloni E.coli yang tumbuh telah berhasil disisipi plasmid yang
mengandung gen yang resisten terhadar amphycilin. Gen penyandi ini akan
mengeksploitasi enzim b-lactamase ke dalam plasma sel bakteri inang, dimana
enzim ini akan mengkatalisis proses hidrolisis cincin b lactam sehingga jika
proses transformasi berhasil, maka sel bakteri inang akan memiliki kemampuan
untuk hidup dan tumbuh pada medium yang mengandung antibiotik amphisilin
22
E. KESIMPULAN
1. Konsentrasi RNA hasil isolasi dari sampel Candida albicans yaitu 5,6 µg/ml; 1,6
µg/ml; 3,2 µg/ml; 2,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml, 6 µg/ml, dan 5,2 µg/ml.
2. Hasil isolasi RNA Candida albicans tidak dapat langsung digunakan untuk
template PCR, namun terlebih dahulu harus dibuat cDNA agar bisa menjadi
template untuk PCR (Reverse Transcriptase PCR).
3. Elektroforesis agarose dapat digunakan untuk mengetahui ukuran DNA dengan
menggunakan DNA marker yang sudah diketahui ukurannya sehingga bisa diketahui
perkiraan ukuran DNA sampel, melalui prinsip perbedaan kecepatan migrasi di
dalam gel.
4. Hasil elektroforesis pada praktikum tidak menunjukkan band-band, diduga
karena jumlah DNA dalam sampel sangat kurang atau konsentrasi gel agarose
yang tidak sesuai dengan ukuran DNA.
5. Proses transformasi E.coli DH5α dan plasmid PUC 19 berhasil, ditunjukkan
dengan tumbuhnya koloni-koloni dalam LB yang mengandung amphycilin.
23
DAFTAR PUSTAKA
Artama, W. T. 1991. Rekayasa Genetika. Pusat Antar Universitas-Bioteknologi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Campbell, N. A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2002. Biologi. Edisi Kelima. Jilid I.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lodge,J. Lund, P. Minchin, S. 2007. Gene Cloning. Taylor and Francis Group.
University of Birmingham. UK
Moeljopawiro, S., Sudjadi, Ismadi, S. Sodoadisewoyo, H. Hartiko, W. Asmara, T.
Yuwono dan Sisimindari. 1992. Genetika Molekuler. Reviewer: Joedoro
Soedarsono. Pusat Antar Universitas-Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekular. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. C. V. Andi
Offset, Yogyakarta.
24
LAPORAN PRAKTIKUM
DIAGNOSTIK MOLEKULERSEMESTER 2 TAHUN AJARAN 2009/2010
PRAKTIKUM 2
ISOLASI RNA, PEMBUATAN cDNA dan RT-PCR,ELEKTROFORESIS, TRANSFORMASI
OLEH :
Nama : ENDAH SUPRIYATINIM : 09/ 291022/ PMU/ 6025Kelompok : ITanggal Percobaan : Minggu III dan IV
PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGISEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
25
2010DAFTAR ISI
A. Tujuan.................................................................................................................. 1
B. Dasar teori............................................................................................................ 1
1. Asam Ribonukleat (RNA)............................................................................. 1
2. Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)......................................................... 3
3. Elektroforesis................................................................................................ 5
4. Transformasi................................................................................................. 7
C. Metode................................................................................................................. 10
1. Isolasi RNA dari Candida albicans................................................................ 10
2. Pengukuran konsentrasi RNA hasil isolasi.................................................... 11
3. Pembuatan cDNA – Reverse Transcriptase PCR........................................... 11
4. Elektroforesis hasil RT-PCR.......................................................................... 13
5. Transformasi................................................................................................... 13
D. Hasil dan Pembahasan......................................................................................... 14
1. Isolasi RNA dan pengukuran konsentrasi...................................................... 14
2. Pembuatan cDNA dan Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)..................... 15
3. Elektroforesis hasil RT-PCR.......................................................................... 17
4. Transformasi................................................................................................... 20
E. Kesimpulan.......................................................................................................... 23
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 24
26