Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

25
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL (Test Urea dengan Metode Kinetika Enzimatis) I. Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat: 1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal denga test urea secara kinetika enzimatis 2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh II. Prinsip Percobaan Reaksi enzimatis Urea + H 2 O 2NH 3 + CO 2 NH 3 + α-KG + NADH L-glutamat + NAD III. Teori Dasar Anatomi Ginjal Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di urea se GLDH

Transcript of Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Page 1: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL

(Test Urea dengan Metode Kinetika Enzimatis)

I. Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal denga test urea secara kinetika

enzimatis

2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh

II. Prinsip Percobaan

Reaksi enzimatis

Urea + H2O 2NH3 + CO2

NH3 + α-KG + NADH L-glutamat + NAD

III. Teori Dasar

Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,

retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang dapat

diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang

berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut

papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus

kontortus proksimal dan distal (Price, 1995).

Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir

cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal

tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya

umur. Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron

selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.

Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada

disertai maturasi fungsional. Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula

urease

GLDH

Page 2: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama

denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma

terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan urine tidak kalah

pentingnya (Price, 1995).

Fungsi Ginjal

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah

dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi

yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,

kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan

hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan

(Nelson, 2000).

Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak

diperlukan dalam tubuh adalah :

Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan

menghasilkan cairan filtrasi.

Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak

akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke

dalam plasma dan kapiler peritubulus.

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan

substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak

diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang

melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri

dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil

substansi-substansi yang disekresi (Nelson, 2000).

Definisi Ureum

Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam

cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya dipekatkan dalm urin dan diekskresikan.

Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap ekskresi ureum kira-kira 25

mg per hari (Widman K, 1995), ureum merupakan produk akhir dari metabolism

Page 3: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

nitrogen yang penting pada manusia, yang disintesis dari ammonia, karbon

dioksida dan nitrogen amida aspartat (Murray dkk., 1999).

Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino

yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan

diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah

20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal

protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (Dyan, 2005).

Rumus Ureum

Rumus bangun ureum

Rumus molekul ureum adalah CO(NH2)2, dengan berat molekul 60.

(Bishop, L. Michael, dkk., 2000)

Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup.

Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan

elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi

elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi sisa metabolisme dan

bahan kimia asing; pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan glukoneogenesis.

Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, akan terlihat dua bagian utama yaitu

korteks di bagian luar dan medulla di bagian dalam. Unit terkecil dari ginjal

adalah nefron. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru sehingga apabila terjadi

trauma pada ginjal, penyakit ginjal, atau terjadi penuaan normal, akan terjadi

penurunan jumlah nefron secara bertahap (Guyton, 2006).

Page 4: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Setiap nefron mempunyai dua komponen utama yaitu bagian glomerulus

yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah dan bagian tubulus

yang panjang di mana cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam

perjalanannya menuju pelvis. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler

glomerulus yang bercabang dan beranastomosa yang memiliki tekanan

hidrostatik lebih tinggi dibandingkan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus

dilapisi oleh sel-sel epitel dan dibungkus dalam kapsula Bowman. Cairan yang

difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman dan

kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal.

Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke

dalam medulla renalis. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden.

Dinding cabang desenden sampai ujung cabang asenden merupakan bagian ansa

Henle yang paling tipis. Pada perjalanan kembali ke cabang asenden, dinding

akan kembali menebal seperti bagian lain dari sistem tubular sehingga bagian

cabang asenden merupakan bagian yang paling tebal dari ansa Henle. Dari ansa

helen, cairan akan menuju ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal.

Selanjutnya cairan akan menuju ke tubulus rektus, tubulus kolingentes, dan

berakhir di papilla renal. Setiap ginjal mempunyai sekitar 250 duktus kolingentes

yang sangat besar dan masing-masingnya mengumpulkan urin dari kira-kira

4.000 nefron (Guyton, 2006).

Metabolisme ureum

Gugusan amino dilepas dari asam amino bila asam amino ini didaur ulang

menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh,

aminotransferase yang ada di berbagai jaringan mengkatalisis pertukaran gugusan

amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi sintetsis.

Deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan

gugusan amino yang dilepaskan itu diubah menjadi ammonia. Amonia diangkut

ke hati dan diubah menjadi reaksi-reaksi bersambung. Hampir seluruh urea

dibentuk di dalm hati, dari katabolisme asam-asam amino dan merupakan produk

Page 5: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

ekskresi metabolisme protein yang utama. Konsetrasi urea dalam plasma darah

terutama menggambarkan keseimbangan antara pembentukkan urea dan

katabolisme protein serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea dimetabolisme

lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses (Baron D. N,

1995).

Tinjauan Klinis

Urea Plasma yang tinggi (Azotemia)

Urea plasma yang tinggi merupakan salah satu gambaran abnormal yang utama

dan penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Peningkatan katabolisme protein jaringan disertai dengan keseimbangan

nitrogen yang negative. Misalnya terjadi demam, penyakit yang menyebabkan

atrofi, tirotoksikosis, koma diasbetika atau setelah trauma ataupun operasi besar.

Karena sering kasus peningkatan katabolisme protein kecil, dan tidak ada

kerusakan ginjal primer atau sekunder, maka ekskresi ke urin akan membuang

kelebihan urea dan tidak ada keanikan bermakna dalam urea plasma.

b. Pemecahan protein darah yang berlebihan

Pada leukemia, pelepasan protein leukosit menyokong urea plasma yang tinggi.

c. Pengurangan ekskresi urea

Merupakan penyebab utama dan terpenting bias prerenal, renal atau postrenal.

Penurunan tekanan darah perifer adatau bendungan vena atau volume plasma

yang rendah dan hemokonsentrasi, mengurangi aliran plasma ginjal. Filtrasi

glomelurus untuk urea turun dan terdapat peningkatan urea plasma, pada kasus

yang ringan, bila tidak ada kerusakan struktur ginjal yang permanen, maka urea

plasma akan kemabli normal bila keadaan prerenal dipulihkan ke yang normal.

d. Penyakit ginjal yang disertai dengan penurunan laju filtrasi glomelururs yang

menyebabkan urea plasma menjadi tinggi

e. Obstruksi saluran keluar urin menyebabkan urea plasma menjadi tinggi.

Page 6: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Urea plasma yang rendah (Uremia)

Uremia kadang-kadang terlihat pada kehamilan, bias karena peningkatan

filtrasi glomelurus, diversi nitrogen ke foetus atau karena retensi air. Pada

nekrosis hepatic akuta, sering urea plasma rendah karena asam-asam amino tak

dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, urea plasma yang rendah

sebagian disebabkan oleh kecepatan anabolisme protein yang tinggi, bias timbul

selama pengobatan dengan androgen yang intensif, juga pada malnutrisi protein

jangka panjang (Baron D. N, 1995).

Ureum digunakan untuk menentukan tingkat keparahan status

azotemia/uremia pasien, menentukan hemodialisis (BUN serum . 40 mmol/l atau

lebih dari 120 mg). Hemodialisis tidak adekuat apabila rasio reduksi ureum ,65%.

Reduksi ureum yang tidak adekuat tersebut meningkatkan angka mortalitas

pasien hemodialisa. Penurunan BUN (,50 ml/dl predialisis tidak menunjukkan

dialysis yang baik, tetapi justru adanya malnutrisi dan penurunan massa otot

karena dialysis inadekuat (Nyoman Suci W., 2003).

Metode pemeriksaan Ureum

Kadar ureum dalam serum/ plasma mencerminkan keseimbangan antara

produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen, di

Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah

(Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25

mg/dl, dan kadar ureum dalam serum normal adalah 10-50 mg/dl. Nitrogen

menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat

dihitung dari BUN dengan menggunakan factor perkalian 2,14 (Widman,

Frances, K., 1995).

Faktor perkalian 2,14 berasal dari:

1mg urea NdL

x1 mmol N

BM Nx

1mmol urea2 mmol N

xBM urea

1mmolurea=2,14 mg urea

dL

(Bishop, L. Michael, dkk., 2000).

Page 7: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pemeriksaan kadar ureum dapat dilakukan dengan metode kolorimetri

dan Uv auto Fat-rate.

1. Calorimetri

Prinsip pemeriksaan ureum dengan metode colorimetric adalah urea

dihidrolisis oleh urease menjadi ammonia dan karbon dioksida. Kemudian

ammonia beraksi dengan alkalin hipoklorit dan sodium salisilat dengan

adanya sodium nitropusid membentuk warna komplek berwarna hijau,

intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar ureum dalam

sampel, dan dibaca pada photometer DTN 410 dengan λ 550 nm.

2. UV Auto Fast Rate

Prinsip pemeriksaan ureum metode UV auto fast-rate adalah urea ditambah

air dengan adanya urease membentuk 2 amonium dan 2 HCO3, kemudian

ammonium beraksi dengan 2 Oxoglutarate dan NADH dengan GLDH

menjadi L-glutamate dan NAD+ serta air, perjalanan reaksi konstan selama 60

detik, peningkatan absorban dari GLDH sebanding dengan kadar Urea dalam

sampel, dan dibaca pada photometer DTN 410 dengan λ 340 nm.

Gagal Ginjal

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal

mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali

dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan

cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau

produksi urine.

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita

penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu

sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa,

terlebih pada kaum lanjut usia (Dyan, 2005).

Page 8: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Penyebab Gagal Ginjal

Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang di

dedrita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan

organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan

ginjal diantaranya :

Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)

Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)

Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)

Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik

Menderita penyakit kanker (cancer)

Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal

itu sendiri (polycystic kidney disease)

Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau

dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai

glomerulonephritis (Dyan, 2005).

IV. Alat dan Bahan

Alat

1. Kuvet

2. Pipet Piston

3. Spektrofotometer UV

4. Stopwatch

Bahan

1. Aqua destilata

2. Reagen 1

3. Reagen 2

4. Sampel

V. Prosedur

Page 9: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Dibuat 3 macam campuran yaitu campuran pertama hanya blanko,

campuran kedua hanya reagen1 dengan reagen2, dan yang terakhir adalah

campuran sampel dan reagen. Untuk pembuatan blanko, aquadest

dimasukan kedalam kuvet. Untuk pembuatan standar, masukan reagen 1

ke dalam kuvet, lalu diinkubasikan 5 menit. Setelah itu, reagen ke2

dimasukan kedalam kuvet yang sama. Untuk pembuatan larutan sampel,

pertama adalah sampel dipipet sebanyak 10µL. Kemudian dimasukan juga

reagen 1 sebanyak 1000µL ke dalam kuvet. Setalah itu didiamkan selama

5 menit. Kemudian, reagen ke 2 dipipet sebanyak 250µL dan dimasukan

ke dalam kuvet yang berisi campuran reagen 1 dan reagen 2. Setelah

semuanya siap, dilakukan uji absorbansi dengan menggunakan

sepektrofotometer UV. Pertama, larutan blanko dimasukan ke dalam

spektro, lalu adsorbansinya diukur. Kemudian, larutan standar dimasukan

ke dalam spektro, lalu dihitung juga Adsorbansinya. Kemudian, larutan

sampel dimasukan ke dalam spektro, lalu dihitung adsorbansinya.

Kemudian ditunggu 1 menit, adsorbansi larutan sampel diukur kembali.

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan

Kuvet A1 A2 A3

Blanko 0 0 0Standar 0,517 0,358 0,159Sampel 1 0,577 0,554 0,023Sampel 2 0,512 0,452 0,02Sampel 3 0,591 0,418 0,092

Urea 1

A sample1A standar

×C standar

¿ 0,0230,159

×50mgdL

=7,23 mg /dL

Page 10: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

mmol / L=7,23 × 0,1665=1,20 mmol /L

BUN=7,23× 0,467=3,37 mg /dL

Urea 2

A sample 2A standar

×C standar

¿ 0,020,159

×50mgdL

=6,28 mg /dL

mmol / L=6,28× 0,1665=1,05 mmol /L

BUN=6,28× 0,467=2,93 mg /dL

Urea 3

A sample3A standar

×C standar

¿ 0,020,159

×50mgdL

=28,9 mg /dL

mmol / L=28,9× 0,1665=4,81mmol / L

BUN=28,9× 0,467=61,88 mg /dL

VII. Pembahasan

Page 11: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam

amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal,

dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang

normal adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini

tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati

dalam pembentukan ureum.

Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme

protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra

sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada

keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan

setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara

produksi dan ekskresi urea.

Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari

makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung

protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah

biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya

protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila

kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar

urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit

ginjal.

Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan

fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi

enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease

yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan

sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood

urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum

dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari

berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan

mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.

Page 12: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pada praktikum kali ini, ureum ditentukan kadarnya dengan

menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible. Instrumen ini

digunakan untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai

fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari

alat optik dan elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya dimana detektor

yang digunakan secara langsung dapat mengukur intensitas dari cahaya

yang dipancarkan (It) dan secara tidak lansung cahaya yang diabsorbsi

(Ia), jadi tergantung pada spektrum elektromagnetik yang diabsorb (serap)

oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang

tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk.

Adapun matriks yang digunakan adalah plasma urin. Meski ureum

terdatat juga dalam bentuk serum, plasma urin dipilih karena ureum

terlarut dalam plasma serta supaya terpisah dari senyawa lain sebagai

parameter kerusakan ginjal seperti kreatinin.

Pemeriksaan kadar ureum dalam darah dapat menjadi acuan untuk

mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis

yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai

beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan

sisa metabolisme ginjal (ureum).

Dalam hal ini, dibutuhkan blangko, standar, dan sampel. Blangko yang

digunakan berisi 1000µL reagen. Blangko selalu dibutuhkan dalam

pemeriksaan menggunakan metode instrumentasi, karena metode

instrumentasi merupakan metode komparatif, yaitu dalam pengukurannya

membutuhkan pembanding. Dengan blangko yang hanya berisi reagen ini,

diharapkan yang akan diukur selanjutnya hanyalah standar dan sampel

yang hanya berisi ureum. Pada spektrofotometer UV-Vis double beam,

kita hanya perlu memasukkan blangko pada satu sisi penyimpanan kuvet,

kemudian sampel atau standar pada sisi penyimpanan kuvet yang lainnya.

Tidak perlu meng-nol-kan instrument, namun hasil pengukuran trigliserida

Page 13: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

sudah dapat diperoleh. Namun, karena instrumen yang digunakan adalah

spektrofotometer UV-Vis single beam, sehingga harus blangko yang lebih

dahulu daripada sampel dan standar, untuk meng-nol-kan pembacaan

absorbansi pada instrumen. Semua prosedur ini dilakukan pada panjang

gelombang 340 nm (Hg 344 nm atau Hg 365 nm).

Adapun reagen yang digunakan dalam analisis ureum ini terbagi

menjadi dua bagian, yang pertama adalah tris buffer. Sedangkan yang

kedua adalah Urease, GLDH, NADH, Adenosin-5-diphospat dan alfa

oxoglutarat. Selain mempertahankan pH, tris buffer berfungsi untuk

mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit. Pada

pembuatan reagen pertama ini perlu diinkubasi selama 5 menit kemudian

dibaca dengan alat spektrofotometer. Sedangkan reagen bagian kedua

berisi enzim dan energi yang dibutuhkan untuk reaksi enzimatis

penguraian ureum. Reaksi enzimatis ini dapat terjadi di luar tubuh, dengan

inkubasi selama 1 menit pada suhu kamar (25oC) kemudian dibaca dengan

alat spektrofotometer untuk mendapatkan Absorbansi pertama (A1).

Setelah itu inkubasikan 1 menit lagi suhu kamar (25oC) kemudian dibaca

dengan alat spektrofotometer untuk mendapatkan Absorbansi kedua (A2).

Setelah meng-nol-kan instrument, selanjutnya adalah membaca

absorbansi dari standar. Larutan standar disiapkan dengan memasukkan

1000 µL reagen dan 10 µL berisi standar urea lalu dikocok hingga

homogen. Disiapkan kuvet yang transparan menghadap ke arah sumber

sinar, sehingga larutan standar dapat diserap dengan baik. Kuvet terdiri

dari bagian yang transparan dan bagian yang buram. Sebelum

memasukkan kuvet dalam spektrofotometer UV-Vis, sebaiknya kuvet

dibersihkan terlebih dahulu menggunakan tissue lensa. Hal ini disebabkan

pori-pori yang dimiliki tissue lensa sangat kecil, dan memiliki daya

kapilaritas yang lebih baik daripada tissue biasa. Selain itu, tissue lensa

tidak akan meninggalkan serat ketika diaplikasikan, sehingga menghindari

Page 14: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

adanya pengotor. Namun, kelemahan dari tissue ini yang kurang

terjangkau dan kurang mudah dicari, sehingga pada percobaan ini tidak

digunakan tissue lensa, dan untuk mengantisipasinya, sebelum digunakan,

kuvet dicuci bersih menggunakan larutan sabun, lalu dibilas dengan air

bersih, dikeringkan menggunakan lap bersih, lalu diangin-anginkan, dan

selama penggunaan dihindari kontak dengan bagian yang transparan.

Bagian yang buram aman untuk disentuh dengan tangan telanjang karena

tidak akan memberikan absorbansi jika dianalisis menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan bagian yang transparan merupakan

bagian yang secara langsung akan disinari oleh sumber cahaya pada

spektrofotometer UV-Vis. Sampel dibuat triplo untuk melihat presisi dari

alat spektrofotometer UV-Vis.

Dari hasil pengukuran didapat nilai absorbansi standar adalah 0,577

pada pengukuran pertama sebelum sampel pertama dan pengukuran kedua

sebelum sampel kedua 0,358. Standar ini memiliki konsentrasi urea dalam

darah sebesar 50 mg/100 mL. Ini akan menjadi pembanding untuk

menginterprestasikan hasil pengukuran.

Kemudian selanjutnya adalah membaca absorbansi dari sampel.

Larutan sampel disiapkan dengan memasukkan 1000 µL reagen dan 10 µL

berisi sampel plasma urin, lalu dikocok hingga homogen, dan

diinkubasikan selama 1 menit pertama pada suhu ruang (25oC) Untuk

mendapatkan A1. Prosedur ini dilakukan triplo. Sama seperti sebelumnya,

pada saat ini kuvet bagian transparan harus menghadap sumber sinar,

sehingga larutan dapat diabsorpsi dengan baik. Dari hasil pengukuran

didapat nilai absorbansi pada kelompok 1 (A1) yaitu 0,577; 0,512; dan

0,591. Kemudian diinkubasikan selama 1 menit keduaa pada suhu ruang

(25oC) untuk mendapatkan A2. Dari hasil pengukuran didapat nilai

absorbansi pada kelompok 2 (A2) yaitu 0,554; 0,493; 0,418. Nilai ini

masih dibilang baik, karena masih termasuk dalam rentang nilai

Page 15: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

absorbansi yang disarankan untuk menggunakan hukum Lambert-Beer,

yang merupakan prinsip kerja dari spektrofotometri UV-Visible. Setelah

data terkumpul dihitung Delta Absorbansi standar dan Delta Absorbansi

sampel. Dari hasil ini dapat diinterprestasikan bahwa konsentrasi ureum

dalam plasma urin adalah:

Delta A SampelDelta A standar

x C Standar

Setalah dihitung kadar urea dalam satuan mg/dl, hasil dapat dikonversi

kedalam satuan mmol/L. Dari hasil tersebut juga dapat ditentukan Nilai

BUN dengan mengkalikan dengan angka konversi 0,467. Setelah dirata-

ratakan hasil diperoleh 14,14 mg/dL. Angka ini menunjukan bahwa kadar

ureum pasien normal sesuai kriteria kadar normal berikut Dewasa : 5 – 25

mg/dl, Anak-anak : 5 – 20 mg/dl, Bayi : 5 – 15 mg/dl, Lanjut usia : kadar

sedikit lebih tinggi daripada dewasa.

Daftar Pustaka

Page 16: Laporan Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Baron D. N, 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of Chemical

Pathology) Edisi 4. EGC. Jakarta.

Bishop L. Michael, Duben L, Janet – Kirk Engelel, Fody P. Edward. 2000. Clinical

Chemistry: Principles, Procedures, Correlations. Edisi 4. Lippincott

Williams & Willkins (A Wolters Kluwer Company): Baltimore.

Dyan. 2005. Ureum dan Kreatinin.

http://dyanelekkodhog.blogspot.com/2011/09/ureum-dan-kreatinin.html

[diakses 6 April 2012]

Guyton, Arthur C. 2006. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Murray, Robert, K. Darylk, Granner, Peter, A. mayos, Victor, W. Rodwell. 2003.

Biokimia Harper. EGC: Jakarta.

Nelson. 2000. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus vol.3. Ed 15. 1813-1814.

EGC. Jakarta.

Nyoman Suci W. 2008. Kadar Ureum dalam Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani

Terapi Hemodialisis. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-

gdl-tantikurni-5215-2-bab2.pdf [ diakses 6 April 2012].

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

ed 4. EGC Jakarta.

Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Edisi 9. Terj. : Gandasoebroto, et al. EGC. Jakarta.