antijamur makalah

21
Nama : NOLITRIANI NIM : 0608120401 Tugas : dr. Sukasihati, SpKK OBAT ANTIJAMUR MEKANISME KERJA Mekanisme kerja obat antijamur adalah dengan mempengaruhi sterol membran plasma sel jamur, sintesis asam nukleat jamur, dan dinding sel jamur yaitu kitin, β glukan, dan mannooprotein. 1. Sterol membran plasma : ergosterol dan sintesis ergosterol Ergosterol adalah komponen penting yang menjaga integritas membran sel jamur dengan cara mengatur fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel jamur. Kerja obat antijamur secara langsung (golongan polien) adalah menghambat sintesis ergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung ergosterol dan channel ion di membran sel jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas berupa kebocoran ion kalium dan menyebabkan kematian sel. Sedangkan kerja antijamur secara tidak langsung (golongan azol) adalah mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor ergosterol). 1 2. Sintesis asam nukleat Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah dengan cara menterminasi secara dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis DNA. Sebagai contoh obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah 5 flusitosin (5 FC), dimana 5 FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin permease. Di dalam sel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat yang menyebabkan terminasi dini rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi 5 fuoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat sintetase sehingga memutus sintesis DNA. 1 3. Unsur utama dinding sel jamur : glukans Dinding sel jamur memiliki keunikan karena tersusun atas mannoproteins, kitin, dan α dan β glukan yang menyelenggarakan berbagai fungsi, diantaranya menjaga rigiditas dan bentuk sel, metabolisme, pertukaran ion pada membran sel. Sebagai unsur penyangga adalah β glukan. Obat antijamur seperti golongan ekinokandin menghambat pembentukan β1,3 glukan tetapi tidak secara kompetitif. Sehingga apabila β glukan tidak terbentuk, integritas struktural dan morfologi sel jamur akan mengalami lisis. 1 OBAT ANTIJAMUR SISTEMIK GOLONGAN AZOL Kelompok azol dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah nitrogen pada cincin azol. Kelompok imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua nitrogen dan kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan posakonazol) mengandung tiga nitrogen. 2,3 Kedua kelompok ini memiliki spektrum dan mekanisme aksi yang sama. Triazol dimetabolisme lebih lambat dan efek samping yang

description

antijamur

Transcript of antijamur makalah

Page 1: antijamur makalah

Nama : NOLITRIANI

NIM : 0608120401

Tugas : dr. Sukasihati, SpKK

OBAT ANTIJAMUR

MEKANISME KERJA

Mekanisme kerja obat antijamur adalah dengan mempengaruhi sterol membran

plasma sel jamur, sintesis asam nukleat jamur, dan dinding sel jamur yaitu kitin, β glukan,

dan mannooprotein.

1. Sterol membran plasma : ergosterol dan sintesis ergosterol

Ergosterol adalah komponen penting yang menjaga integritas membran sel

jamur dengan cara mengatur fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel

jamur. Kerja obat antijamur secara langsung (golongan polien) adalah menghambat

sintesis ergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung ergosterol dan

channel ion di membran sel jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas

berupa kebocoran ion kalium dan menyebabkan kematian sel. Sedangkan kerja

antijamur secara tidak langsung (golongan azol) adalah mengganggu biosintesis

ergosterol dengan cara mengganggu demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450

(demetilasi prekursor ergosterol).1

2. Sintesis asam nukleat

Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah dengan

cara menterminasi secara dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis DNA.

Sebagai contoh obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah 5

flusitosin (5 FC), dimana 5 FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin

permease. Di dalam sel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat yang

menyebabkan terminasi dini rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi 5

fuoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat sintetase sehingga

memutus sintesis DNA.1

3. Unsur utama dinding sel jamur : glukans

Dinding sel jamur memiliki keunikan karena tersusun atas mannoproteins,

kitin, dan α dan β glukan yang menyelenggarakan berbagai fungsi, diantaranya

menjaga rigiditas dan bentuk sel, metabolisme, pertukaran ion pada membran sel.

Sebagai unsur penyangga adalah β glukan. Obat antijamur seperti golongan

ekinokandin menghambat pembentukan β1,3 glukan tetapi tidak secara kompetitif.

Sehingga apabila β glukan tidak terbentuk, integritas struktural dan morfologi sel

jamur akan mengalami lisis.1

OBAT ANTIJAMUR SISTEMIK

GOLONGAN AZOL

Kelompok azol dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah nitrogen

pada cincin azol. Kelompok imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri

dari dua nitrogen dan kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan

posakonazol) mengandung tiga nitrogen.2,3

Kedua kelompok ini memiliki spektrum dan

mekanisme aksi yang sama. Triazol dimetabolisme lebih lambat dan efek samping yang

Page 2: antijamur makalah

sedikit dibandingkan imidazol, karena keuntungan itulah para peneliti berusaha

mengembangkan golongan triazol daripada imidazol.4

Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang

merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja

dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P 450, C-14-α-demethylase yang bertanggung

jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini mengakibatkan dinding sel jamur

menjadi permeabel dan terjadi penghancuran jamur.5,6

1. Ketokonazol

Ketokonazol mempunyai spektrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces

dermatitidis, Candida species, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum, Malasezzia

furfur, Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi

tidak efektif terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes.7

Dosis ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis untuk

anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan

tinea kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2 minggu untuk

kandida esofagitis, tinea versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis dalam.7

Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering dijumpai terjadi

pada 20% pasien yang mendapat dosis 400 mg/hari. Pemberian pada saat menjelang tidur

atau dalam dosis terbagi dapat mengatasi keadaan ini. Alergi dapat terjadi pada 4% pasien,

dan gatal tanpa rash terjadi sekitar 2% pada pasien yang diterapi ketokonazol.7

Ketokonazol dapat menginhibisi biosintesis steroid, seperti halnya pada jamur.

Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Untuk pengobatan

jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Hepatitis drug

induced dapat terjadi pada beberapa hari pemberian terapi atau dapat terjadi berbulan-

bulan setelah pemberian terapi ketokonazol. Ketokonazol dosis tinggi (>800 mg/hari)

dapat menghambat human adrenal synthetase dan testicular steroid yang dapat

menimbulkan alopesia, ginekomastia dan impoten.7

2. Itrakonazol

Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis sp.,

Blastomyces dermatidis, Candida sp., Cossidiodes immitis, Cryptococcus neoformans,

Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium

apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap dematiaceous

mould dan dermatofita tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes.7

Itrakonazol dosis kontinyu sama efektif dengan dosis pulse. Pada onikomikosis

kuku tangan, pulse terapi diberikan selama 2 bulan, sedangkan onikomikosis kuku kaki

selama 3 bulan. Itrakonazol merupakan obat kategori C, sehingga tidak direkomendasikan

untuk wanita hamil dan menyusui, karena dieksresikan di air susu. Itrakonazol tersedia

juga dalam bentuk kapsul 100 mg. Bentuk kapsul diberikan dalam kondisi lambung penuh

untuk absorpsi maksimal, karena cyclodextrin yang terdapat dalam bentuk ini sering

menimbulkan keluhan gastrointestinal.4,8

Tabel 1. Rejimen dosis itrakonazol

5

Dewasa Anak-anak

Onikomikosis Kuku tangan : 200 mg 2xsehari 1

minggu/bulan , 2 dosis pulse

Kuku kaki : 200 mg/harix12

minggu

Atau

200 mg 2xsehari x

Kuku tangan : 5 mg/kg/hari x 1

minggu/bulan, 2 dosis pulsea

Kuku kaki : 5 mg/kg/hari x 1

minggu/bulan, 3 dosis pulse

Page 3: antijamur makalah

1minggu/bulan, 3 dosis pulse

Tinea kapitis

250 mg/hari x 2-8 minggu

Infeksi Trichophyton : 5

mg/kg/hari x 2-4 minggu

Infeksi Mikrosporum : 5

mg/kg/hari x 4-8 minggu

Tinea korporis, tinea kruris, tinea

pedis

200 mg 2xseharix1 minggu Dosis berdasarkan berat x 1-4

minggu

Pitiriasis versikolor 200 mg/hari x 5-7 hari, untuk

pencegahan rekuren dengan 200

mg 2xsehari dosis tunggal/bulan

Tidak ada penelitian

a Dosis pediatrik berdasarkan berat badan : 100 mg/hari (15-30 mg), 100 mg/hari dapat diganti dengan 200

mg/hari (30-40 kg), 200mg/hari (> 50 kg)

Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual,

nyeri abdomen dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala, pruritus, dan ruam

alergi.

3. Flukonazol

Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oral atau esophageal,

criptococcal meningitis dan pada penelitian lain dinyatakan efektif pada sporotrikosis

(limfokutaneus dan visceral).4

Flukonazol digunakan sebagai lini pertama terapi kandidiasis mukotan.5 Pada

pediatrik digunakan untuk terapi tinea kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans dengan

dosis 6 mg/kg/hr selama 20 hari, dan 5 mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi diberikan lebih

lama pada infeksi Mycoplasma canis.8

Flukonazol tersedia sediaan tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200mg; sediaan

oral solusio 10 mg/ml dan 40 mg/ml dan dalam bentuk sediaan intravena.

Direkomendasikan pada anak-anak <6 bulan.8

Penggunaan untuk orang dewasa dan kandidiasis vagina adalah 150 mg dosis

tunggal. Pada kandidiasis vulvovaginal rekuren 150 mg tiap minggu selama 6 bulan atau

lebih. Tinea pedis dengan 150 mg tiap minggu selama 3-4 minggu, dengan 75% perbaikan

pada minggu ke-4. Pada terapi onikomikosis, terbinafin 250 mg sehari selama 12 minggu

lebih utama dibandingkan flukonazol 150 mg tiap minggu selama 24 minggu. Pada

pitiriasis versikolor digunakan 400 mg dosis tunggal. Pada suatu penelitian open label

randomized meneliti pitiriasis versikolor yang diterapi dengan 400 mg flukonazol dosis

tunggal dibandingkan dengan 400 mg itrakonazol, ternyata flukonazol lebih efektif

dibandingkan itrakonazol dengan dosis sama.8

Flukonazol ditoleransi baik oleh geriatrik kecuali dengan gangguan ginjal. Obat ini

termasuk kategori C, sehingga tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui.8

Efek samping yang sering adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah,

diare, nyeri abdomen dan juga sakit kepala. Selain itu hipersensitivitas, agranulositosis,

sindroma Stevens Johnsons, hepatotoksik, trombositopenia dan efek pada sistem saraf

pusat.8

4. Varikonazol

Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap Aspergillus sp., Blastomyces

dermatitidis, Candida sp, Candida spp flukonazol resistant., Cryptococcus neoforams,

Fusarium sp., Histoplasma capsulatum, dan Scedosporium apospermum. Tidak efektif

terhadap Zygomycetes.1

Pemberian pada kandidiasis esofageal dimulai dengan dosis oral 200 mg setiap 12

jam untuk berat badan > 40 kg dan 100 mg setiap 12 jam untuk berat badan < 40 kg. Untuk

Page 4: antijamur makalah

aspergilosis invasif dan penyakit jamur, lainnya yang disebabkan Scedosporium

asiospermum dan Fussarium spp, direkomendasikan loading dose 6 mg/kg IV setiap 12

jam untuk 24 jam pertama, diikuti dengan dosis pemeliharaan 4 mg/kgBB setiap 12 jam

dengan pemberian intravena atau 200 mg setiap 12 jam per oral.9

Vorikonazol dapat ditoleransi baik oleh manusia. Efek toksik vorikonazol yang

sering ditemukan adalah gangguan penglihatan transien (30%). Meski dapat ditoleransi

dengan baik, pada 10-15% kasus ditemukan adanya abnormalitas fungsi hepar sehingga

dalam pemberian vorikonazol perlu dilakukan monitor fungsi hepar. Vorikonazol bersifat

teratogenik pada hewan dan kontraindikasi pada wanita hamil.7,10

5. Posakonazol

Posakonazol memiliki kemampuan antijamur terluas saat ini. Tidak ditemukan

resistensi silang posakonazol dengan flukonazol. Posakonazol merupakan satu-satunya

golongan azol yang dapat menghambat jamur golongan Zygomycetes. Posakonazol juga

dapat digunakan dalam pengobatan aspergilosis dan fusariosis.11,12

Posakonazol hanya tersedia dalam bentuk suspensi oral, dapat diberikan dengan

rentang dosis 50-800 mg. Pemberian awal posakonazol dibagi menjadi empat dosis guna

mencapai level plasma adekuat. Pemberian posakonazol dapat juga diberikan dua kali

sehari pada keadaan tidak membahayakan jiwa. Absorbsi posakonazol lebih baik bila

diberikan bersama dengan makanan atau suplemen nutrisi.16

GOLONGAN ALILAMIN

Terbinafin

Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap

dermatofit yang bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albican, s tetapi bersifat

fungisidal terhadap Candida parapsilosis. Terbinafin juga efektif terhadap Aspergillosis

sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Sporothrix schenxkii dan beberapa

dermatiaceous moulds.8

Pada onikomikosis kuku tangan dan kaki dewasa yang disebabkan dermatofita,

pemberian terbinafin kontinyu lebih efektif daripada itrakonazol dosis pulse.4,7,8

Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis

terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari, tetapi pada pasien dengan gangguan hepar

atau fungsi ginjal (kreatinin klirens < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300

µmol/ml) dosis harus diberikan setengah dari dosis tersebut. Pengobatan tinea pedis

selama 2 minggu, tinea korporis dan kruris selama 1-2 minggu, sedangkan infeksi pada

kuku tangan selama 3 bulan dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih.7,8

Tabel 2. Terbinafin dosis rejimen8

Dewasa Anak-anak

Onikomikosis Kuku tangan : 250 mg/hr x 6

minggu

Kuku kaki : 250 mg/hr x 12

minggu

3-6 mg/khg/hr x 6-12 minggua

Tinea kapitis 250 mg/hr x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 3-6

mg/kg/hr x 2-4 minggua

Infeksi Microsporum : 3-6

mg/kg/hr x 6-8 minggua

Tinea korporis, tinea kruris 250 mg/hr x 1-2 minggu 3-6 mg/kg/hr x 1-2 minggu

Tinea pedis (mokasin) 250 mg/hr x 2 minggu b

Dermatitis seboroik 250 mg/hr x 4-6 minggu b

a Dosis anak berdasarkan berat badan : 62,5 mg/hr (10-20 kg), 125 mg/hr (20-40 kg), 250 mg/hr (>40 kg).

Catatan : tingkat kesembuhan tinggi dicapai dengan dosis 4,5 mg/hr atau lebih. b Tidak ada penelitian.

Page 5: antijamur makalah

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, dan nyeri abdomen.

Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar kronik atau aktif.7

GOLONGAN POLIEN

1. Amfoterisin B

Amfoterisin B mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillus sp.,

Mucorales sp., Blastomyces dermatitidid, candida sp., Coccidiodiodes immitis,

Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, paracoccidioides brasiliensis,

Penicillium marneffei.

Sedangkan untuk Aspergillus tereus, Fussarium sp., Malassezia furfur,

Scedosporium sp., dan Trichosporon asahii biasanya resisten.7

Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis 1-2 gr

amfoterisin B deoksikolat selama 6-10 minggu. Orang dewasa dengan fungsi ginjal yang

normal diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kg BB. Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu dites

dengan dosis 1 mg amfoterisin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2

jam (anak-anak dengan berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis 0,5 mg) kemudian

diobservasi dan dimonitor suhu, denyut jantung dan tekanan darah setiap 30 menit oleh

karena pada beberapa pasien dapat timbul reaksi hipotensi berat atau reaksi anafilaksis.

Dosis obat dapat ditingkatkan > 1mg/kgBB, tetapi tidak melebihi 50 mg. Setelah 2 minggu

pengobatan, konsentrasi di dalam darah akan stabil dan kadar obat di jaringan makin

bertambah dan memungkinkan obat diberikan pada interval 48 atau 72 jam.4

Pemberian liposomal amfoterisin B biasanya dimulai dengan dosis 1,0 mg/kg BB

dapat ditingkatkan menjadi 3,0-5,0 mg.kgBB atau lebih. Formula ini harus diberikan

intravena dalam waktu 2 jam, jika ditoleransi baik maka waktu pemberian dapat

dipersingkat menjadi 1 jam. Obat ini berikan pada individu selama 3 bulan dengan dosis

kumulatif 15 g tanpa efek samping toksik yang signifikan. Dosis yang dianjurkan adalah 3

mg/kbBB/hari.13

Dosis yang direkomendasikan untuk pemberian amfoterisin B lipid kompleks yaitu

5 mg/kgBB dan diberikan intravena dengan rata-rata 2,5 mg/kbBB/jam. Obat ini pernah

diberikan pada individu selama 11 bulan dengan dosis kumulatif 50 g tanpa efek samping

toksik yang signifikan.13

Dosis awal amfoterisin B dispersi koloid yaitu 1,0 mg/kgBB diberikan intravena

dengan rata-rata 1 mg/kgBB/jam dan jika dibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi

3,0-4,0 mg/kgBB. Obat ini pernah diberikan pada individu dengan dosis kumulatif 3 g

tanpa efek samping toksik yang signifikan.4,13

Pemberian formula konvensional dengan cara intravena dapat segera menimbulkan

efek samping seperti demam, menggigil dan badan menjadi kaku. Biasanya timbul setelah

1-3 jam pemberian obat. Mual dan muntah dapat juga dijumpai tetapi jarang, sedangkan

efek lokal flebitis sering juga dijumpai. Efek samping toksik yang paling serius adalah

kerusakan tubulus ginjal. Kebanyakan pasien yang mendapat formula konvensional sering

menderita kerusakan fungsi ginjal terutama pada pasien yang mendapat dosis lebih dari

0,5/kgBb/hari. Formula konvensional dapat juga menyebabkan hilangnya potasium dan

magnesium. Pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu, dapat timbul anemia

normokromik dan normositik sedang.7,13

2. Nistatin

Nistatin merupakan antibotik yang digunakan sebagai antijamur, diisolasi dari

Streptomyces nourse pada tahun 1951. Untuk pengobatan kandidiasis oral, nistatin

diberikan tablet nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari

Page 6: antijamur makalah

100.000 unit/ml yang diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru lahir 1 ml,

infant 2 ml dan dewasa 5 ml.7

GOLONGAN EKINOKANDIN

1. Kaspofungin

Kaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas. Kaspofungin efektif

terhadap Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus dan Aspergillus terreus. Kaspofungin

mempunyai aktifitas yang berubah-ubah terhadap Coccidioides immitis, Histoplasma

capsulatum dan dermatiaceous molds. Kaspofungin juga efektif terhadap sebagian besar

Candida sp., dengan efek fungisidal yang tinggi, tetapi dengan Candida parpsilosis dan

Candida krusei kurang efektif, dan resisten terhadap Cryptococcus neoformans.9

Pada pasien aspergilosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50

mg/hari untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harus diberikan intravena melalui infus dalam

periode 1 jam. Pasien dengan kerusakan hepar sedang, direkomendasikan dosis

kaspofungin diturunkan menjadi 35 mg.4

Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya ruam kulit, mual,

muntah.5,13

2. Mikafungin

Pada tahun 2005, mikafungin disetujui FDA untuk terapi esofagitis kandida pada

pasien HIV.3

Pettengell et al. melaporkan pemberian mikafungin 50-100 mg/hari menyebabkan

respon total atau parsial pada 35 dari 36 pasien kandidiasis esophagus (97,2%) dan insiden

efek simpang hanya 2,8% (1 dari 36 pasien). Mikafungin juga bermanfaat untuk terapi

aspergilosis invasif.10

Penelitian juga telah dilakukan untuk membandingkan efektifitas mikafungin

dengan flukonazol sebagai antijamur profilaksis pada 882 pasien yang menjalani

transplantasi stem sel hemopoietik. Mikafungin diberikan 50 mg/hari atau flukonazol 400

mg/hari secara acak selama enam minggu. Hasil penelitian menunjukkan respon

mikafungin sebagai antijamur profilaksis lebih baik dibanding flukonazol (80% dibanding

73.5%; p = 0.025). Hasil ini konsisten terhadap semua subgroup termasuk anak dan orang

tua, pasien dengan netropenia persisten dan resipien transplantasi alogenik dan autolog.4

3. Anindulafungin

Anindulafungin merupakan kelompok ekinokandin yang telah disetujui FDA tahun

2006 untuk penatalaksanaan kandidiasis esophagus, peritonitis dan abses intraabdomen

disebabkan kandida.3

Suatu penelitian terhadap 123 pasien kandidiasis invasif diacak untuk menerima

sediaan 50, 75, atau 100 mg anindulafungin sekali sehari.

GOLONGAN ANTIJAMUR LAIN

1. Flusitosin

Flusitosin efektif terhadap Candida sp., Cryptococcus neoformans,

Cladophialophora carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora verrucosa.7

Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin diawali

dengan dosis 100 mg/kg BB perhari, dibagi dalam 4 dosis dengan interval 6 jam namun

jika terdapat gangguan ginjal pemberian flusitosin diawali dengan dosis 25 mg/kgBB.7

Efek samping yang sering dijumpai yaitu mual,muntah dan diare. Trombositopenia

dan leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi obat di dalam darah meninggi, menetap

(>100 mg/L) dan dapat juga dijumpai jika obat dihentikan. Peninggian kadar transaminase

Page 7: antijamur makalah

dapat juga dijumpai pada beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelah obat

dihentikan.7

2. Griseofulvin

Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya untuk spesies

Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan Trichophyton sp., yang merupakan

penyebab infeksi jamur pada kulit, rambut kuku. Griseofulvin tidak efektif terhadap

kandidiasis kutaneus dan pitiriasis versikolor.7

Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu microsize (mikrochryristallin) dan

ultramicrosize (ultramicrochrystallin). Bentuk ultramicrosize penyerapannya pada saluran

pencernaan 1,5 kali dibandingkan dengan bentuk microsize.8

Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis.

Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton

tonsurans. Dosis pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari (mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari

(ultrasize) selama 6-8 minggu.8

Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500-1000 mg/ hari

(microsize) dosis tunggal atau terbagi dan 330-375 mg/hari (ultramicrosize) dosis tunggal

atau terbagi.10

Lama pengobatan untuk tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu, untuk

tinea kapitis paling sedikit selama 4-6 minggu, untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan

untuk tinea unguium selama 3-6 bulan.7,8

Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah, dan

nyeri abdomen. Timbulnya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian

pasien.8

ANTI JAMUR TOPIKAL

GOLONGAN AZOL-IMIDAZOL

1. Klotrimazol

Klotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatifitosis, kandidiasis oral,

kutaneus dan genital. Untuk pengobatan oral kandidiasis, diberikan oral troches (10 mg) 5

kali sehari selama 2 minggu atau lebih. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan

dosis 500 mg pada hari ke-1, 200 mg hari ke-2, atau 100 mg hari ke-6 yang dimasukkan ke

dalam vagina. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan krim klotrimazol 1%

dosis dan lamanya pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4

minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

2. Ekonazol

Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis oral,

kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 150 mg yang

dimasukkan ke dalam vagina selama 3 hari berurut-turut. Untuk pengobatan infeksi jamur

pada kulit digunakan ekonazol krim 1 %, dosis dan lamanya tergantung dari kondisi

pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. Ekonazol

penetrasi dengan cepat di stratum korneum. Kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah.

Sekitar 3% pasien mengalami eritema lokal, sensasi terbakar, tersengat, atau gatal. 7

3. Mikonazol

Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, serta

kandidiasis oral, kutaneus dan genital. Mikonazol cepat berpenetrasi pada stratum

korneum dan bertahan lebih dari 4 hari setelah pengolesan. Kurang dari 1% diabsorpsi

dalam darah. Absorpsi kurang dari 1,3% di vagina. Pengobatan kandidiasis vaginalis

diberikan dosis 200 selama 7 hari atau 100 mg selama 14 hari yang dimasukkan ke dalam

Page 8: antijamur makalah

vagina. Pengobatan kandidiasis oral, diberikan oral gel (25 mg) 4 kali sehari. Pengobatan

infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol krim 2%, dosis dan lamanya pengobatan

tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali

sehari.

Efek samping pemakaian topikal vagina adalah rasa terbakar, gatal atau iritasi 7%

kadang-kadang terjadi kram di daerah pelvis (0,2%), sakit kepala, urtika, atau skin rash.

Iritasi, rasa terbakar dan maserasi jarang terjadi pada pemakaian kutaneus. Mikonazol

aman digunakan pada wanita hamil, meskipun beberapa ahli menghindari pemakaian pada

kehamilan trimester pertama.7

4. Ketokonazol

Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin

dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin. Penghantaran akan menjadi lebih

lambat ketika mencapai lapisan basal epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi

ketokonazol masih tetap dijumpai, minimal 10 hari setelah obat dihentikan.14

Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor,

kutaneus kandidiasis dan dapat juga untuk pengobatan dermatitis seboroik. Pengobatan

infeksi jamur pada kulit digunakan krim ketokonazol 1%, dosis dan lamanya pengobatan

tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali

sehari sedangkan pengobatan dermatitis seboroik dioleskan 2 kali sehari. Pengobatan

pitiriasis versikolor menggunakan ketokonazol 2% dalam bentuk shampoo sebanyak 2 kali

seminggu selama 8 minggu.14

5. Sulkonazol

Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus.

Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol krim 1%. Dosis dan lamanya

pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis ,

tinea kruris ataupun pitiriasis versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu

dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.14

6. Terkonazol

Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus

dan genital. Pengobatan kandidiasis vaginalis yang disebabkan Candida albicans,

digunakan terkonazol krim vagina 0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam

vagina menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3 hari berturut-

turut dan vaginal supositoria dengan dosis 80 mg terkonazol, dimasukkan ke dalam vagina,

1 kali sehari sebelum waktu tidur selama 3 hari berturut-turut.15

7. Tiokonazol

Tiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis serta kandidiasis kutaneus

dan genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis tunggal sebanyak 300

mg dimasukkan ke dalam vagina. Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol krim 1%,

dosis dan lamanya pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea

korporis dan kandidiasis kutaneus biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2

kali sehari. Untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea kruris

dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu dan untuk pitirisis versikolor dioleskan 2 kali

sehari selama 1-4 minggu.15

Page 9: antijamur makalah

8. Sertakonazol

Sertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan candida sp,

digunakan sertakonazol krim 2%, dioleskan 1-2 kali sehari selama 4 minggu.15

GOLONGAN ALILAMIN/BENZILAMIN

1. Naftifin

Naftifin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida sp., Untuk

pengobatan digunakan krim naftifin hidroklorida krim 1% dioleskan 1 kali sehari selama 1

minggu.8

2. Terbinafin

Terbinafin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor

dan kandidiasis kutaneus. Digunakan terbinafin krim 1% yang dioleskan 1 atau 2 kali

sehari. Untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu,

untuk tinea pedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu dan

untuk pitiriasis versikolor selama 2 minggu.7

3. Butenafin

Butenafin merupakan golongan benzilamin aktifitas antijamurnya sama dengan

golongan alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadap dermatofita dan dapat digunakan

untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis, dioleskan 1 kali sehari

selama 4 minggu.4

GOLONGAN POLIEN

1. Nistatin

Pengobatan kandidiasis kutis dapat digunakan nistatin topikal pada kulit atau

membrane mukosa (rongga mulut, vagina). Nistatin biasanya tidak bersifat toksik tetapi

kadang-kadabng dapat timbul mual, muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi.

Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria

(100.000 setiap unitnya) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari.

ANTIJAMUR GOLONGAN LAIN

1. Asam Undesilenat

Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat fungisidal apabila

terpapar lama dengan konsentrasi yang tinggi pada agen jamur. Tersedia dalam bentuk

salep, krim, bedak spray powder, sabun, dan cairan. Salap asam undesilenat mengandung

5% asam undesilenat dan 20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent yang menekan

inflamasi. Preparat ini digunakan untuk mengatasi dermatomikosis, khususnya tinea pedis.

Efektifitas masih lebih rendah dari imidazol, haloprogin atau tolnaftat. Preparat ini juga

dapat digunakan pada ruam popok, dan tinea kruris.7

2. Salep Whitefield

Pada tahun 1970, Arthur Whitefield membuat preparat salep yang mengandung

12% asam benzoate dan 6% asam salisilat. Kombinasi ini dikenal dengan salep Whitefield.

Asam benzoat bekerja sebagai fungistatik, dan asam salisilat sebagai keratolitik sehingga

menyebabkan deskuamasi keratin yang mengandung jamur. Preparat nini sering

menyebabkan iritasi khususnya jika dipakai pada permukaan kulit yang luas. Selain itu

absorpsi secara sistemik dapat terjadi, dan menyebabkan toksisitas asam salisilat,

khususnya pada pasien yang mengalami gagal ginjal. Digunakan untuk mengatasi tinea

pedis, dan tinea kruris. 7

Page 10: antijamur makalah

3. Amorolfin

Amorolfin merupakan phenylpropylpiperidine. Bekerja dengan cara menghambat

biosintesis ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnya luas, dapat digunakan untuk

pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis. Untuk infeksi jamur

pada kulit amorolfin dioleskan satu kali sehari selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea

pedis selama 6 bulan. Amorolfin 5% nail lacquaer diberikan sebagai monoterapi pada

onikomikosis ringan tanpa adanya keterlibatan matriks. Diberikan satu atau dua kali

seminggu selama 6-12 bulan. Pemakaian amorolfin 5% pada pengobatan jamur memiliki

angka kesembuhan 60-76% dengan pemakaian satu atau dua kali seminggu. Kuku tangan

dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan kuku kaki harus

digunakan selama 9-12 bulan.5

4. Siklopiroks olamin

Siklopiroks olamin adalah antijamur sintetik hydroxypyridone, bersifat fungisidal,

sporisida dan memiliki penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks efektif untuk

pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, onikomikosis, kandidiasis kutaneus

dan pitiriasis versikolor.15

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4

minggu sedangkan untuk pengobatan onikomikosis digunakan siklopiroks nail lacquer

8%. Setelah dioleskan pada permukaan kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering

dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi

menembus lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku (nail bed) dalam beberapa jam

sudah mencapai kedalaman 0,4 mm dan secara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam

pemakaian. Kadar obat akan mencapai kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89

±0,25 mikrogram tiap milligram material kuku. Kadar obat akan meningkat terus hingga

30-45 hari setelah pemakaian dan selanjutnya konsentrasi akan menetap yakni sebesar 50

kali konsentrasi obat minimal yang berefek fungisidal. Konsentrasi obat yang berefek

fungisidal ditemukan di setiap lapisan kuku.7

Sebelum pemakaian cat kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagian kuku yang

terinfeksi diangkat atau dibuang, kuku yang tersisa dibuat kasar kemudian dioleskan

membentuk lapisan tipis. Dilakukan setiap 2 hari sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari

sekali pada bulan kedua dan seminggu sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam

pengobatan. Pemakaian cat kuku dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan.5,15

5. Haloprogin

Haloprogin merupakan halogenated phenolic, efektif untuk pengobatan tinea

korporis, tinea kruris, tinea pedis dan pitiriasis versikolor, dengan konsentrasi 1%

dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.7

6. Timol

Timol adalah antiseptik yang larut dalam alkohol efektif dalam bentuk tingtur

untuk mengobati onikolisis. Timol bekerja sebagai antiseptik membunuh organisme pada

saat alkohol menguap. Tidak tersedia preparat komersil; ahli farmakologi mencampur 2-

4% timol ke dalam larutan dasar seperti etanol 95% dan mengendap di dasar botol.

Pemakaiannya jari ditegakkan vertikal lalu diteteskan solusio sampai menyentuh

hiponikium, gaya gravitasi dan tekanan permukaan secara cepat mendistribusikan timol ke

bagian terdalam dari ruang subungual. Penggunaan timol beresiko iritasi, dan memiliki bau

yang tidak menyenangkan. 14

7. Castellani’s paint

Page 11: antijamur makalah

Castellani’s paint (carbol fuchsin paint) memiliki aktifitas antijamur dan

antibacterial. Digunakan sebagai terapi tinea pedis, dermatitis seboroik, tinea imbrikata.

Efek sampingnya adalah iritasi dan reaksi toksik terhadap fenol. 15

8. Alumunium Chloride

Alumunium Chloride 30% memiliki efikasi mirip dengan Castellani’s paint pada

terapi tinea pedis.15

9. Gentian Violet

Gentian violet adalah triphenylmethane (rosaniline) dye. Produk yang dipasarkan

mengandung 4% tetramethyl dan pentamethyl congeners campuran ini membentuk kristal

violet. Solusio gentian violet dengan konsentrasi 0,5-2% digunakan pada infeksi jamur

mukosa. Gentian violet memiliki efek antijamur dan antibaterial.15

10. Potassium Permanganat

Potassium permanganat tidak memiliki aktifitas antijamur. Pada pengenceran

1:5000 sering digunakan untuk meredakan inflamasi akibat kandidiasi intertriginosa.15

11. Selenium Sulphide

Losio 2,5% selenium sulphide untuk terapi pitiriasis versikolor dan dermatitis

seboroik. Pengguinaan losio selama 10 menit satu kali sehari selama pemakaian 7 hari,

tidak terjadi absorpsi perkutaneus yang signifikan. Selenium sulphide 2,5% dalam bentuk

sampo dapat menyebabkan iritasi pada kulit kepala atau perubahan warna rambut. Losio

selenium sulphide juga digunakan sebagai sampo pada tinea kapitis yang telah diberikan

terapi oral griseofulvin.15

12. Zinc Pyrithione

Zinc pyrithione adalah antijamur dan antibakteri yang digunakan mengatasi

pitiriasis sika. Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapi pitiriasis versikolor yang

dioleskan setiap hari selama 2 minggu.15

13. Sodium Thiosulfate dan Salicylic Acid

Solusio 25% sodium thiosulfate dikombinasi dengan 1% salicylic acid tersedia

preparat komersial dan digunakan pada tinea versikolor.15

14. Prophylen Glycol

Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk mengatasi pitiriasis

versikolor. Prophylen glycol 4-6% sebagai agen keratolitik, yang secara in vitro bersifat

fungistatik terhadap Malassezia furfur kompleks (bentuk dari Pityrosporum spp). Solusio

propylene glycol-urea- asam laktat juga telah digunakan untuk onikomikosis.15

Page 12: antijamur makalah

DAFTAR PUSTAKA

1. Gubbins PO, Anaissie EJ. Antifungal therapy. In: Anaissie EJ, McGinn MR, Pfaller.

Clinical Mycology. 2nd

Ed. China: Elsevier. 2009. p161-196

2. ZhaoX, Calderone RA. Antifungals currently used in the treatment of invasive fungal

disease. In: Calderone RA, Cihlar RL. Eds. Fungal pathogenesis principles and

clinical applications. USA; Mycology Vol 14. 2002; p 559-574

3. Onyewu C, Heitman J. Unique Aplications of Novel Antifungal Drug Combinations.

Anti-Infective Agents in Medicinal Chemistry 2007; 6: 3-15

4. Gupta AK. Systemic antifungal agents. In: Wolverton ES, editor. Comprehensive

dermatology drug therapy. Indianapolis, Indiana: W.B. Saunders Company;2002.

Pp75-99.

5. Ashley ES et.al. Pharmacology of systemic antifungal agents. Clinical Infectious

Disease D 2006;43 (Suppl 1):28-39.

6. Lesher J. Woody CMC. Antimicrobial drugs. In:Bolognia JL Jorrizo JL, Rapini RP, et

al. Eds. Dermatology 2th

Ed, Mosby Elsevier, 2008.

7. Bennet JE. Antimicrobial Agents: Antifungal Agents. In: Brunton LL, Lazo JS, Parker KL.

Goodman & Gilman's: The Pharmacological Basis Of Therapeutics. 11th Ed. New York: Mc

Graw-Hill. 2006

8. Bellantoni MS, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Wolff K, Goldsmith LA,

Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in

General Medicine. 7th

ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 2211-2217

9. Wu JJ, Pang KR, Huang DB, Trying SK. Therapy of Systemic Fungal Infections.

Dermatologic Therapy 2004; 17: 532–538

10. Rubin AI, Bagheri B, Scher RK. Six Novel Antimycotics. Am J Clin Dermatol 2002; 3(2): 71-

81

11. Marr KA. Empirical Antifungal Therapy – New Options, New Tradeoffs. N Engl J Med

2002; 346(4): 278-280

12. Torres HA, Hachem RY, Chemaly RF, Kontoviannis DP, Raad II. Posaconazole: A

Broad-Spectrum Triazole Antifungal. Lancet Infect Dis 2005; 5: 775–85

13. Ray A, Anand S. Recent trends in antifungal therapy:focus on systemic mycoses.

Indian J Chest Dis Allied Sci 2000;42:357-366 14. Kyle AA, Dahl MV. Topical therapy for fungal infections. Am J Clin Dermatol

2004:5(6):443-461.

15. Huang DB. Therapy Of Common Superficial Fungal Infection. Dermatologic Therapy

2004; 17: 517-522

Page 13: antijamur makalah

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Mekanisme Kerja

Kortikosteroid berdifusi melalui barrier stratum korneum dan melalui membran sel

untuk mencapai sitoplasma keratinosit dan sel-sel lain yang terdapat epidermis dan dermis.

Pada waktu memasuki jaringan, kortikosteroid berdifusi menembus sel membran dan

terikat pada kompleks reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu

bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi

transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan

perantara efek fisiologis steroid.

Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan nonspesifik yang berhubungan dengan

mekanisme kerja yang berbeda, antara lain adalah efek anti-inflamsi, imunosupresif,

antiproliferasi, dan vasokonstriksi. Efek kortikosteroid pada sel kebanyakan dimediasi oleh

ikatan kortikosteroid pada reseptor di sitosol, diikuti dengan translokasi kompleks obat-

reseptor ke daerah nukleus DNA yang dikenal dengan corticosteroid responsive element,

dimana lalu bisa menstimulasi atau menghambat transkripsi gen yang berdampingan,

dengan demikian meregulasi proses inflamasi.

Efek anti-inflamasi

Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang

dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya

dengan menghibisi pelepasan phospholipase A2, suatu enzim yang bertanggung jawab

dalam pembentukan prostaglandin, leukotrin, dan derivat asaam arachidonat yang lain.

Kortikosteroid juga menginhibisi faktor-faktor transkripsi yang terlibat dalam aktivasi

gen pro-inflamasi. Gen-gen ini diregulasi oleh kortikosteroid dan memiliki peran

dalam resolusi inflamasi. Kortikosteroid juga mengurangi pelepasan interleukin 1α (IL-

1α), sitokin proinflamasi penting, dari keratinosit. Mekanisme lain yang turut

memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis

dan menstabilisasi membran lisosom dalam memfagositosis sel.

Efek imunosupresif

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Kortikosteroid

menekan produksi dan efek faktor-faktor humoral yang terlibat dalam proses inflamasi,

menginhibisi migrasi leukosit ke tempat inflamasi, dan mengganggu fungsi sel endotel,

granulosit, sel mast dan fibroblas. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid

bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit.

Efek antiproliferasi

Efek antiprolifrasi kortikosteroid topikal dimediasi oleh inhibisi sintesis dan mitosis

DNA, yang sebagian menjelaskan terapi obat-obat ini pada dermatosis dengan scale.

Aktivitas fibroblas dan pembentukan kolagen juga diinhibisi oleh kortikosteroid

topikal.

Vasokonstriksi

Mekanisme kortikosteroid menyebabkan vasokonstriksi masih belum jelas, namun

dianggap berhubungan dengan inhibisi vasodilator alami seperti histamin, bradikinin,

Page 14: antijamur makalah

dan prostaglandin. Steroid topikal menyebabkan kapiler-kapiler di lapisan superfisial

dermis berkonstraksi, sehingga mengurangi edema.

Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan

penetrasi. Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan

vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan

struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di

dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak

menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun

1958, molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul

hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi

perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di

antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling

baik penetrasinya).

Indikasi

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan

untuk suatu penyakit kulit. Harus selalu diingat bahwa kortikosteroid bersifat paliatif dan

supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.

Kortikosteroid topikal direkomendasikan untuk aktivitas anti-inflamasinya pada

penyakit kulit inflamasi, tetapi dapat juga digunakan untuk efek antimitotik dan

kapasitasnya utnuk mengurangi sistesis molekul-molekul connective tissue. Variebel

tertentu harus dipertimbangkan saat mengobati kelainan kulit dengan kortikosteroid

topikal. Contohnya respon penyakit terhadap kortikosteroid topical yang bervariasi. Dalam

hal ini, bisa dibedakan dalam tiga kategori, yaitu sangat responsif, responsif sedang, dan

kurang responsif.

Tabel 1. Responsivitas Penyakit Kulit terhadap Kortikosteroid Topikal

Highly Responsive Moderately Responsive Least Responsive

Psoriasis (intertriginous)

Atopic dermatitis (children)

Seborrheic dermatitis

Intertrigo

Psoriasis

Atopic dermatitis (adult)

Nummular eczema

Primary irritant dermatitis

Popular urticaria

Parapsoriasis

Lichen simplex chronicus

Palmo-plantar psoriasis

Psoriasis of nails

Dyshidrotic eczema

Lupus erythematous

Pemphigus

Lichen planus

Granuloma annulare

Necrobiosis lipoidica

diabeticum

Sarcoidosis

Allergic contact dermatitis,

acute phase

Insect bites

Anak-anak, terutama bayi, memiliki peningkatan risiko dalam penyerapan

kortikosteroid untuk beberapa alasan. Karena anak-anak dan bayi memiliki rasio lebih

tinggi dalam luas permukaan kulit terhadap berat badan, aplikasi pada daerah yang

Page 15: antijamur makalah

diberikan mengakibatkan dosis steroid sistemik yang secara potensial lebih besar. Bayi

juga kurang mampu memetabolisme kortikosteroid poten dengan cepat. Bayi premature

terutama memiliki risiko karena kulitnya lebih tipis dan penetrasi obat topical yang

diberikan akan sangat meningkat. Penyerapan kortikosteroid topikal yang berlebihan bisa

menekan produksi kortisol endogen. Akibatnya, penghentian terapi steroid topikal setelah

terapi jangka panjang dapat, walaupun jarang, menyebabkan addisonian crisis. Supresi

produksi kortisol yang kronik juga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Bila

terdapat supresi kortisol, maka anak harus secara perlahan dihentikan pemberian

steroidnya untuk mencegah komplikasi ini.

Pasien usia tua juga memiliki kulit yang tipis, yang memungkinkan peningkatan

penetrasi kortikosteroid topical. Pasien usia tua juga lebih mungkin memiliki pre-existing

atrofi kulit sekunder karena penuaan.

Dosis

Sebagai aturan kerja, pemberian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari

45 g/minggu untuk kortikosteroid topikal poten atau 100 g/minggu untuk potensi sedang

dan lemah jika absorpsi sistemik dihindari.

Penyakit-penyakit yang sangat responsif biasanya akan memberikan respon pada

preparat steroid lemah, sedangkan penyakit yang kurang responsif memerlukan steroid

topical potensi menengah atau tinggi. Kortikosteroid topikal potensi lemah digunakan pada

daerah wajah dan intertriginosa. Kortikosteroid sangat poten seringkali diperlukan pada

hiperkeratosis atau dermatosis likenifikasi dan untuk penyakit pada telapak tangan dan

kaki. Kortikosteroid topikal harus dihindari pada kulit dengan ulserasi atau atrofi.

Bentuk potensi tinggi digunakan untuk jangka pendek (2 atau 3 minggu) atau

secara intermiten. Saat control terhadap penyakit sudah dicapai sebagian, penggunaan

gabungan potensi lemah harus dimulai. Pengurangan frekuensi pemakaian (misalnya

pemakaian hanya pada pagi hari, 2 hari sekali, pada akhir pekan) dilakukan ketika control

terhadap penyakit sudah tercapai sebagian. Tetapi penghentian pengobatan tiba-tiba harus

dihindari setelah penggunaan jangka panjang untuk mencegah rebound phenomena.

Efek Samping

Efek samping dapat terjadi apabila:

1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau

penggunaan sangat oklusif.

Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae

atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,

hipopigmentasi, dermatitis peroral.

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid menjadi beberapa tigkat,

yaitu:

Efek Epidermal

Efek ini antara lain:

1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,

suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari

Page 16: antijamur makalah

konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin

topikal secara konkomitan.

2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi

ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid interakutan.

Efek Dermal

Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan

menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal

yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini

nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia

kulit prematur.

Efek Vaskular

Efek ini termasuk:

1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan

vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.

2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah

yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,

inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

Page 17: antijamur makalah

KORTIKOSTEROID ORAL

Mekanisme kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan

target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan

membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi,

lalu bergerak menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi

transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan

menghasilkan efek fisiologik steroid.

Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi

dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblast

hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik

terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.

Indikasi

Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial

and error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.

Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. Penggunaan

kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak

membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.

Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga dosis melebihi

dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah. Kecuali

untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal

ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.

Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,

mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan untuk jangka

panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif. Kemudian dalam

periode singkat dosis harus diturunkan bertahap sampai tercapai dosis minimal dimana

gejala semula timbul lagi. Bila terapi bertujuan mengatasi keadaan yang mengancam

pasien, maka dosis awal haruslah cukup besar. Bila dalam beberapa hari belum terlihat

efeknya, dosis dapat dilipatgandakan.

Untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dosis besar dapat

diberikan untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik. Untuk mengurangi

efek supresi hipofisis-adrenal ini, dapat dilakukan modifikasi cara pemberian obat,

misalnya dosis tunggal selang 1 atau 2 hari, tetapi cara ini tidak dapat diterapkan untuk

semua penyakit.

Terapi substitusi. Terapi ini bertujuan memperbaiki kekurangan akibat insufisiensi sekresi

korteks adrenal akibat gangguan fungsi atau struktur adrenal sendiri (insufisiensi primer)

atau hipofisis (insufisiensi sekunder).

Terapi kortikosteroid digunakan antara lain untuk:

Page 18: antijamur makalah

Insufisiensi adrenal akut. Bila insufisiensi primer, dosisnya 20-30 mg hidrokortison

harus diberikan setiap hari. Perlu juga diberi preparat mineralokortikoid yang dapat

menahan Na dan air.

Insufisiensi adrenal kronik. Dosisnya 20-30 mg per hari dalam dosis terbagi (20 mg

pada pagi hari dan 10 mg pada sore hari). Banyak pasien memerlukan juga

mineralokortikoid fluorokortison asetat dengan dosis 0,1-0,2 mg per hari; atau

cukup dengan kortison dan diet tinggi garam.

Hyperplasia adrenal congenital.

Insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis.

Terapi non-endokrin.

Dibawah ini dibahas beberapa penyakit yang bukan merupakan kelainan adrenal

atau hipofisis, tetapi diobati dengan glukokortikoid. Dasar pemakaian disini adalah efek

anti-inflamasinya dan kemampuannya menekan reaksi imun. Berikut adalah kasus yang

menggunakan preparat kortikosteroid:

Fungsi paru pada fetus. Penyempurnaan fungsi paru fetus dipengaruhi sekresi

kortisol pada fetus. Betametason atau deksametason selama 2 hari diberikan pada

minggu ke 27-34 kehamilan. Dosis terlalu banyak akan mengganggu berat badan

dan perkembangan kelenjar adrenal fetus.

Artriris. Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien arthritis rheumatoid yang

sifatnya progresif, dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat sehingga

pasien tidak dapat bekerja, meskipun telah diberikan istirahat, terapi fisik dan obat

golongan anti-inflamasi nonsteroid.

Karditis reumatik.

Penyakit ginjal. Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik yang

disebabkan lupus eritematus sistemik atau penyakit ginjal primer, kecuali

amiloidosis.

Penyakit kolagen. Pemberian dosis besar bermanfaat untuk eksaserbasi akut,

sedangkan terapi jangka panjang hasilnya bervariasi. Untuk scleroderma umumnya

obat ini kurang bermanfaat.

Asma bronchial dan penyakit saluran napas.

Penyakit alergi.

Penyakit mata (konjungtivitis alergika, uveitis akut, neuritis optika, koroiditis).

Penyakit hepar.

Keganasan.

Gangguan hematologik lain (anemia hemolitik acquaired dan autoimun, leukemia,

purpura alergika akut dll).

Syok.

Edema serebral.

Trauma sumsum tulang belakang.

Indikasi kortikosteroid yang lain adalah pada dermatosis alergik atau penyakit yang

dianggap mempunyai dasar alergik (dermatitis atopik, pemfigus, dermatitis seboroik, dll).

Page 19: antijamur makalah

Yang harus diperhatikan adalah kadar kandungan steroidnya. Erupsi eksematosa biasanya

diatasi dengan salep hidrokortison 1%. Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada

eksaserbasi penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara sistemik.

Dosis dan mekanisme pemberian

Dosis inisial kortikosteroid sistemik sehari untuk orang dewasa pada berbagai dermatosis

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

Dermatitis

Erupsi alergi obat ringan

SJS berat dan NET

Eritrodermia

Reaksi lepra

DLE

Pemfigoid bulosa

Pemfigus vulgaris

Pemfigus foliaseus

Pemfigus eritematosa

Psoriasis pustulosa

Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 4x5 mg atau 3x10mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Deksametason 6x5 mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 40-80 mg

Prednison 60-150 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 4x10 mg

Prednison 20-40 mg

Mengurangi Dosis Steroid Sistemik

Jangan berhenti tiba-tiba penggunaan steroids sistemik; terutama penting jika Anda

telah menggunakan selama lebih dari enam bulan. Sebagai contoh:

Tidak diperlukan penurunan jika penggunaan steroids telah kurang dari satu

minggu.

Setelah mengambil dosis 30 mg atau lebih per hari untuk 3-4 minggu, mengurangi

dosis 10 mg atau kurang per hari, butuh beberapa hari hingga beberapa bulan untuk

menghentikan semuanya.

Pengurangan dosis lambat mungkin diperlukan jika obat yang telah dilakukan

selama beberapa bulan.

Efek samping

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

Tempat Macam efek samping

1. Saluran cerna

2. Otot

3. Susunan saraf

pusat

4. Tulang

5. Kulit

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus

peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis

ulseratif.

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah

tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan

bunuh diri), nafsu makan bertambah.

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur

tulang panjang.

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis,

Page 20: antijamur makalah

6. Mata

7. Darah

8. Pembuluh darah

9. Kelenjar adrenal

bagian kortek

10. Metabolisme

protein, KH dan

lemak

11. Elektrolit

12. Sistem

immunitas

purpura, telangiektasis.

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

Kenaikan tekanan darah

Atrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula

meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani,

aritmia kor)

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes

simplek, keganasan dapat timbul.

Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik

Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping

yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur

Meningkatkan nafsu makan

Meningkatkan berat badan

Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi

Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari

kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis

aseptik yang pinggul.

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama

Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid,

maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari

kelenjar di bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk

sampai dua belas bulan setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap

steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah.

Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-

orang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau

masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs

atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun pertama

dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg Prednisone per hari.

Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan

mengalami patah tulang.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan

jika steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.

Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

Page 21: antijamur makalah

Kenaikan lemak darah (trigliserida).

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan

dan gagal jantung.

Kegoyahan dan tremor.

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak

subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,

kegembiraan, delirium atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan

(misalnya tuberkulosis).

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.

Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala,

nyeri otot dan sendi dan depresi.