Makalah Sk 3 - Sunny

30
Thalasemia α Minor Sunny 102012325 / B7 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021- 5631731 Email : [email protected] PENDAHULUAN Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh gangguan produksi hemoglobin dan ertirosit. Thalasemia merupakan penyakit genetik atau keturunan. Gejala penyakit thalasemia sangat bervariasi diantaranya anemia, pembesaran limfa, bentuk tulang abnormal dan gangguan pertumbuhan. Thalasemia terjadi karena kelainan atau perubahan pada gen globin α atau β yang mengatur produksi rantai α atau β. Berkurang atau tidak terbentuk sama sekali rantai globin disebut sebagai thalasemia. Keadaan ini menyebabkan produksi hemoglobin terganggu dan umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal, umur eritrosit berkisar 120 hari. 1 Thalasemia penyakit bawaan yang diturunkan dari orang tua-nya secara autosomal resesive. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen thalasemia, maka kemungkinan anaknya akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa gen thalasemia 50% dan normal 25%. 2 Penyebaran Thalasemia Alfa terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan Tenggara. Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian besar terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian. 1

description

sk3

Transcript of Makalah Sk 3 - Sunny

Thalasemia α Minor

Sunny

102012325 / B7

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh gangguan produksi

hemoglobin dan ertirosit. Thalasemia merupakan penyakit genetik atau keturunan. Gejala

penyakit thalasemia sangat bervariasi diantaranya anemia, pembesaran limfa, bentuk tulang

abnormal dan gangguan pertumbuhan. Thalasemia terjadi karena kelainan atau perubahan

pada gen globin α atau β yang mengatur produksi rantai α atau β. Berkurang atau tidak

terbentuk sama sekali rantai globin disebut sebagai thalasemia. Keadaan ini menyebabkan

produksi hemoglobin terganggu dan umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal, umur

eritrosit berkisar 120 hari.1

Thalasemia penyakit bawaan yang diturunkan dari orang tua-nya secara autosomal

resesive. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen thalasemia, maka kemungkinan

anaknya akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa gen thalasemia 50% dan normal

25%. 2 Penyebaran Thalasemia Alfa terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah,

Asia Timur dan Tenggara. Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian besar

terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian.

1

ISI

Skenario : Pasangan suami istri yang sudah lama ingin punya anak datang untuk konseling

genetik. Mereka dirujuk oleh spesialis kandungan karena mereka berdua sama-sama

mempunyai Thalasemia-α minor.

Anamnesis

Pada awal pemeriksaan dilakukan anamnesis mengenai identitas nya secara lengkap,

dan juga keluhan yang menyebabkan si pasien datang kepada berobat, seperti pada skenario

ada sepasang suami istri yang datang untuk berkonseling karena mempunyai thalasemia α

minor. Dalam hal ini, yang paling penting untuk ditanyakan adalah mengenai usia. Karena

apabila usia ibu diatas 35 tahun akan lebih beresiko pada janin yang dikandung.

Yang selanjutnya kita tanyakan adalah mengenai riwayat kehamilan pasien. Dalam

kasus ini sang istri telah mengalami 2 kali keguguran. Yang pertama mengalami keguguran

pada usia kehamilan 12 minggu dan kehamilan kedua pasien melahirkan bayi dengan hidrops

fetalis pada usia gestasi 27 minggu.

Dalam hal ini penting ditanyakan mengenai riwayat adanya penyakit ini dalam tiga

generasi di keluarga nya, yaitu dari nenek-kakek, dan ibu-ayah dengan pasien nya, karena

seperti yang diketahui bahwa thalasemia ialah penyakit keturunan secara autosomal resesive.

Tidak lupa juga menanyakan riwayat obat-obatan atau suplemen yang pernah dikonsumsi

saat kehamilan. Karena beberapa obat dapat bersifat teratogenik bagi janin. Terakhir

tanyakan juga mengenai riwayat sosial dan pola makan pasien saat sedang hamil. Apakah

cukup asam folat atau tidak.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga

kesadaran pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-

tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Tidak lupa

juga melakukan pemeriksaan sklera dan conjungtiva. Biasanya didapatkan conjungtiva

anemis. Dapat dilihat juga bagian kuku, apabila ditemukan koilonikia (kuku seperti sendok)

maka dapat dicurigai defisiensi Fe dalam waktu lama. Lihat pula keadaan pasien apakah

wajah pasien pucat atau tidak.2

2

Pada thalasemia biasanya terlihat pucat, bentuk muka mongoloid (facies Cooley),

dapat ditemukan ikterus,gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegali yang

menyebabkan perut membesar. Tapi itu semua tergantung dari klasifikasi variasi thalasemia

itu sendiri, karena setiap klasifikasi bisa memiliki gejala yang berbeda.

Lalu, dilakukan pemeriksaan fisik pada abdomen. Dilakukan pemeriksaan dimulai

dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada palpasi abdomen, tanyakan mengenai

daerah yang nyeri tekan pada pasien, Kemudian cari apakah terdapat pembesaran seperti

massa atau tumor, hati, limpa, dan kandung empedu membesar atau teraba. Periksa apakah

ginjal, ballotement positif atau negatif. Kemudian dilakukan pemeriksaan perkusi pada

abdomen. Hal ini dilakukan salah satunya untuk menentukan ukuran hati dan limpa secara

kasar. Auskultasi dilakukan untuk memeriksa bunyi usus dan bunyi-bunyi patologis lain.3

Pemeriksaan Penunjang

Gambar 1. Skrining Thalasemia

Pada thalasemia dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan secara

langsung dan invasive kepada ibu hamil. Untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan

pemeriksaan darah lengkap hal ini bisa juga untuk membantu membedakan thalasemia

dengan anemia. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis dan

juga analisis DNA pada orang tua dan juga pada bayi masih dalam kandungan. Pada pasien

yang kita curigai thalasemia sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan fragilitas osmotik.

Karena pada penderita thalasemia fragilitas osmotiknya menurun/terjadi peningkatan

resistensi terhadap cairan hipotonik.

3

Tabel 1: Hasil Pemeriksaan Hematologi pada Thalasemia α3

Pada analisis Hb elektroforesis, hasil yang bisa didapatkan antara lain:

Tabel 2: Hasil Pemeriksaan Hb Elektroforesis pada Thalasemia α3

Selain pemeriksaan darah lengkap dan elektroforesis Hb, juga dapat dilakukan pemeriksaan

kadar besi (Fe), serum iron (SI) dan total iron binding capacity (TIBC). Setelah 6 bulan

lakukan skrining ulang, apabila masih didapatkan MCV < 60 maka pasien tersebut dapat kita

diagnosis dengan thalasemia.

4

Silent carrier Trait thal-α HbH Thal-α mayor

Hb Normal Normal 7-10 g/dL 4-10 g/dL

Retikulosit Normal Normal 5-10%

MCV 75-85 fl 65-75 fl 55-65 fl 110-120 fl

MCH ±26 pg ±22 pg ±20 pg

Mikroskopik Normal Anemia

mikrositik

hipokrom

Anemia mikrositik

hipokrom,

anisopoikilocytosis,

sel target, badan

inklusi HbH

Severe

anisopoikilocytosis,

anemia mikrositik

hipokrom parah, sel

target

Genotip Jumlah gen α Presentasi

Klinis

Hemoglobin Elektroforesis

Saat Lahir > 6 bulan

αα/αα 4 Normal N N

-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N

--/αα atau

–α/-α

2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N

--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H

--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -

Working Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan suatu tetramer yang terdiri dari dua pasang rantai globin yang

berbeda. Beberapa jenis hemoglobin yang dapat dijumpai sebagai berikut;1

Pada orang dewasa:

HbA (96%), terdiri atas dua pasang rantai globin alfa dan beta (α2β2)

HbA2 (2,5%), terdiri atas dua pasang rantai globin alfa dan delta (α2δ2)

Pada Fetus:

HbF (predominasi), terdiri atas dua pasang rantai globin alfa dan gamma (α2γ2)

Rantai α globin (kromosom 16) terdapat pada Hb fetal dan Hb dewasa, maka homozygot

talasemia α yang berat dapat menyebabkan kematian intrauterine dan kematian neonatal.

Sedangkan kelainan rantai β (kromosom 11) biasanya baru tampak secara klinis ketika sintesa

Hb berubah dari HbF menjadi HbA pada early infancy.

Hemoglobinopati

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk

kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis

hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat

menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni:1

Perubahan struktur rangkaian asam amino rantai globin tertentu, disebut

hemoglobinopati struktural (sickle cell anemia).

Perubahan kecepatan sintesis ataukemampuan produksi rantai globin tertentu, disebut

thalasemia.

Thalasemia

Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh gangguan produksi

hemoglobin dan ertirosit. Thalasemia merupakan penyakit genetik atau keturunan. Gejala

penyakit thalasemia sangat bervariasi diantaranya anemia, pembesaran limfa, bentuk tulang

abnormal dan gangguan pertumbuhan.

Thalasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orang tua

kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawa

gen thalasemia maka kemungkinan anaknya akan menderita Thalasemia sebesar 25%,

pembawa gen thalasemia 50% dan normal 50%.

5

Thalasemia terjadi karena kelainan atau perubahan pada gen globin α atau β yang

mengatur produksi rantai α atau β. Berkurang atau tidak terbentuk sama sekali rantai globin

disebut sebagai thalasemia. Keadaan ini menyebabkan produksi hemoglobin terganggu dan

umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal, umur eritrosit berkisar 120 hari.

Gambar 2. Thalassemia traits2

6

Thalasemia merupakan salah satu jenis dari gangguan pembentukan hemoglobin yang

memberikan gejala antara lain :

1. Anemia

Pada Thalasemia produksi rantai globin α berkurang atau tidak ada sama sekali

sehingga hemoglobin yang terbentuk sangat kurang dan menyebabkan anemia.

Berlebihnya rantai globin yang tidak berpasangan menyebabkan eritrosit mudah

dipecahkan oleh limpa.

2. Pembesaran limpa

Organ limpa berfungsi membersihkan eritorisit yang rusak dan berperan dalam

pembentukan eritrosit. Pembesaran limpa pada thalasemia dapat terjadi akibat kerja

limpa yang berlebihan yang membuat perut buncit dan terlihat lebih besar.

3. Fascies Cooley’s

Pada keadaan Thalasemia yang berat dapat terjadi perubahan bentuk wajah yang

discebut Fascies Cooley’s. Sumsum tulang pipih merupakan salah satu tempat untuk

memproduksi sel darah merah. Pada Thalasemia sumsum tulang pipih memproduksi

sel darah merah yang berlebihan, sehingga rongga sumsum membesar yang

menyebabkan penipisan tulang dan penonjolan pada dahi.

Gambar 3. Fascies cooley

7

Jenis Thalasemia

Ada beberapa jenis thalasemia, yaitu :

1. Thalasemia α

Terjadi jika adanya kelainan sintesis rantai globin α. Dikenal 4 macam thalasemia

berdasarkan banyaknya gen yang terganggu:

Delesi 1 gen ( silent carriers )

Kelainan hemoglobin sangat minimal dan tidak memberikan gejala

(asimptomatik). Keadaan ini hanya dapat dilihat pada pemeriksaan

laboratorium secara molekuler.

Delesi 2 gen (thalasemia α trait)

Pada penyakit ini ditemukan adanya gejala anemia ringan atau tanpa

anemia. Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari

HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan

dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.

Delesi 3 gen (penyakit HbH)

Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan pembesaran

limpa. Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang

disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan

retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak

terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian

membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH,

maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan

mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa

dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.

Delesi 4 gen ( hydrops fetalis)

Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah

dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin terbentuk. Delesi

pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat

banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α

8

sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis

dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis.

Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb

Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang

mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.

2. Thalasemia β

Paling banyak dijumpai di Indonesia berdasarkan banyaknya gen yang bermutasi

dikenal thalasemia homozigot bila terdapat mutasi pada kedua gen β dan thalasemia

heterozigot bila terdapat mutasi pada satu gen β berdasarkan gambaran klinik dikenal

3 macam thalasemia β :

Thalasemia β mayor

Pada thalasemia β mayor terjadi mutasi pada kedua gen β pasien memerlukan

tranfusi darah secara berkala, terdapat pembesaran limpa yang makin lama

makin besar sehingga memerlukan tindakan pengangkatan limpa yang disebut

splenektomi. Selain itu pasien akan mengalami penumpukan zat besi akibat

tranfusi berulang dan penyerapan besi yang berlebihan, sehingga diperlukan

pengobatan pengeluaran besi dari tubuh yang disebut kalasi.

Thalasemia β minor

Pada thalasemia β minor didapatkan mutasi pada kedua gen β, kelainan ini

disebut juga thalasemia β trait. Pada keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin

normal atau anemia ringan dan pasien tidak menunjukkan gejala klinik.

Thalasemia intermediate

Pasien dengan thalasemia intermediate menunjukan kelainan antara thalasemia

mayor dan minor. Pasien biasanya hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu

seperti infeksi berat atau kehamilan memerlukan tindakan tranfusi darah.

9

3. Varian Thalasemia

Sickle cell β-thalasemia

Sickle cell β thalasemia merupakan gabungan antara anemia sickle cell dengan

thalasemia, dimana gambaran klinisnya seperti penyakit sickle cell. Varian ini banyak

terdapat di daerah Mediteranian, dan sebagian di Afrika. Bila HbS berinteraksi

dengan δβ-thalasemia, maka akan menghasilkan sickle cell disease; namun bila

berinteraksi dengan Hereditary Persistent Fetal Hemoglobinopathy (HPFH) dimana

kadar HbF tetap tinggi sampai dewasa, pasien biasanya normal karena terjadinya

suatu mekanisme kompensasi antara HbS dengan HbF yang tinggi.

Hemoglobin C β-thalasemia

Jenis ini banyang terdapat di Afrika Barat dan beberapa daerah Afrika Utara

dan Selatan Mediteranian. Hemoglobin C β thalasemia merupakan anemia hemolitik

ringan dengan splenomegali. Pada elektroforesis Hb biasanya hanya tampak HbC.

Hemoglobin E β-thalasemia

Hemoglobin E β-thalasemia merupakan jenis thalasemia yang paling berat

yang sering dijumpai di Asia Tenggara dan India. Mayoritas alel thalasemia β yang

berada bersama dengan HbE adalah β 0 atau β+ yang berat. Gejala yang ditimbulkan

pada jenis thalasemia ini mirip dengan thalasemia mayor, dan biasanya pasien tidak

dapat bertahan lama.

Differential Diagnosis

Anemia Sel Sabit

Hemoglobin S (hemoglobin sabit) adalah jenis hemoglobinopati yang paling sering di

seluruh dunia. Anemia sel sabit adalah istilah yang lebih disukai untuk orang yang memiliki

hemoglobin S homozigot (hemoglobin SS). Hematuria mikroskopik sering kali terjadi karena

infark medula ginjal (lingkungan yang sangat hipoksia, asidosis, dan hiperosmolar di medula

ginjal dapat menyebabkan sel sabit heterozigot). Kasus yang jarang yaitu terjadi infark limpa

di daerah dataran tinggi dan kematian mendadak terkait aktivitas fisik yang berat. Tingkat

keparahan anemia sel sabit sangat bervariasi dan dapat bervariasi bahkan dalam satu

keluarga. Banyak anak mengalami gejala pada umur setelah 3-4 bulan. Orang lain memiliki

10

penyakit yang sangat ringan dan mungkin tidak terdiagnosis sampai dewasa. Alasan tidak

jelas, tingkat hemoglobin F (peningkatan hemoglobin F mengirangi keparahan penyakit sel

sabit) adalah faktor, tetapi faktor-faktor lain juga penting.6

Hemoglobin darah pada pasien dengan anemia sel sabit biasanya 5-8 g/dL. MCV

adalah normal. Apusan darah menunjukkan sel tarket dan sel sabit. Sel dengan berbagai

bentuk lainnya juga tampak. Howell-Jolly body mungkin hadir setelah infark limpa, dan

eritrosit bernukleus mungkin ada. Tes-tes umum untuk hemoglobin sabit meliputi tes

kelarutan sabit dan elektroforesis hemoglobin. Tes kelarutan sel sabit tergantung pada

penurunan kelarutan hemoglobin S deoksigenasi dalam bufer fosfat molaritas tinggi. Uji

kelarutan biasanya positif jika hemoglobin S terdiri dari 10-20% hemoglobin. Uji kelarutan

sabit mendeteksi semua varian hemoglobin sabit. Tes lain yang digunakan untuk mendeteksi

hemoglobin S adalah elektroforesis hemoglobin, biasanya dilakukan pada pH basa pada

selulosa asetas. Tes ini digunakan untuk membedakan antara sifat sabit dan anemia sel sabit.6

Kadar hemoglobin pasien tidak sesuai dengan kondisi pasien. Hasil dari tes morfologi

belum ada juga. Tingkat keparahan penyakit ini bervariasi. Hal-hal tersebut yang membuat

penyakit ini menjadi differential diagnosis.

Anemia Sferositosis Herediter

Sferositosis herediter merupakan kelompok kelainan sel darah merah dengan

gambaran eritrosit bulat seperti donat dengan fragilitas osmotik meningkat. Sferositosis

herediter merupakan kelainan autosom dominan dengan insiden 1:1000 sampai 1:4500

penduduk. Gejala klinis mayor sferositosis herediter adalah anemia, splenomegali dan

ikterus. Ikterus dapat terjadi secara berkala sehingga luput dari perhatian orang tua saat masih

kecil. Akibat peningkatan produksi pigmen empedu karena destruksi eritrosit, sering

terbentuk batu empedu berpigmen, bahkan pada masa kanak-kanak.3

Hiperplasia sel eritoid tulang sebagaikompensasi destruksi sel eritrosit terjadi melalui

perluasan sumsum merah ke bagian tengah tulang panjang. Tidak jarang terjadi eritropoiesis

ekstrameduler di paravertebral, yang secara kebetulan terlihat pada foto thoraks.

Splenomegali merupakan hal yang umum terjadi. Kecepatan hemolisis meningkat perlahan

selama terjadinya infeksi sistemik, merangsang pembesaran limpa. Pada pemeriksaan

mikroskopik, didapatkan sel eritrosit yang kecil berbentuk bulat dengan bagian sentral yang

pucat. Hitung MCV biasanya normal/sedikit menurun. MCHC meningkat sampai 350-400

11

g.dL. Untuk mengetahui secara kuantitatif sferosiditas dilakukan pengukuran fragilitas

osmotik eritrosit dengan menggunakan cairan hipoosmotik. Sferositosis herediter harus

dibedakan dengan sel sferosit pada anemia hemolitik autoimun dengan pemeriksaan uji

Coombs.3

Hasil pemeriksaan penunjang yang dapat memastikan apakah pasien mengalami

AIHA atau anemia sferositosis herediter. Namun penyakit ini terjadi pada saat masih kecil

sehingga dapat ditanyakan pada pasien saat anamnesis mengenai riwayat kondisi tubuhnya

pada saat masih kecil.

Epidemiologi

Sebaran thalasemia terentang lebar dari Eropa Selatan-Mediteranian, Timur Tengah,

dan Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia tenggara.1

Tabel 3. Sebaran Populasi Thalasemia.1

Jenis Thalasemia Sebaran Populasi Thalasemia

Thalasemia β Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia

Selatan, Cina. Jarang di; Afrika, kecuali Liberia, dan di beberapa bagian

Afrika Utara Sporadik: pada semua ras.

Thalasemia α Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan

Tenggara. Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebgian besar

terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian.

12

Patofisiologi

Gambar 4. Patofisiologi Thalasemia

Patofisiologi thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang

menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan

anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat

melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia. Tingginya kadar

rantai α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan

mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya,

dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit

mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum

dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat

menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat

singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga

tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih

keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan

kerapuhan), hati, dan limfe.1

A. Thalasemia-α

13

Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak

diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun

kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut

sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia

intrauterin. Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan

ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit

HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa

berfungsi sebagai pembawa oksigen.

B. Thalasemia-β

Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada

thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat

membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2

dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya

memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai α

tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah

tepi memiliki inclusion bodies (heinz bodies) yang menyebabkan pengrusakan di lien

dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan

penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan

oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit. Pada hapusan darah,

eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi,

polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.

Penatalaksanaan

Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Terapi diberikan secara

teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10g/dl.

a. Medika Mentosa

Iron chelating drugs (obat pengkelasi besi)

Hemosiderosis yang terjadi akibat terapi transfusi darah jangka panjang dapat

diturunkan atau bahkan dapat dicegah dengan pemberian parentral iron chelating

drugs, deferoksiramin, yang membentuk kompleks besi agar dapat diekskresikan

dalam urin. Kadar deferoksiramin darah dipertahankan tinggi untuk ekskresi besi

yang memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan

menggunakan pompan portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu.

14

Dengan pemberian obat ini kadar feritrin serum dapat dipertahankan kurang dari

1000 ng/dl.5

Iron chelating drugs per oral yang efektif, defirapon, telah dibuktikan efektif

serupa dengan deferoksiramin. Akan tetapi obat ini dapat menimbulkan

agranulositosis, artritis, dan artalgia.

Asam folat

Asam folat diberikan secara teratur jika asupan diet buruk.5

Vitamin

Vitamin yang dapat diberikan adalah vitamin yang tidak mengandung besi seperti

vitamin C. Vitamin C diberikan sebanyak 200 mg per hari untuk meningkatkan

ekskresi besi yang disebabkan desferiosiramin.

Imunisasi

Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non imun. Pada hepatitis C

yang ditularkan lewat transfusi, diobati dengan interferon dan ribavirin apabila

ditemukan genom virus dalam plasma.

Antibiotik

Diberikan sebagai profilaksis untuk infeksi bakteri yang mungkin terjadi setelah

dilakukan splenektomi.6

Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati,

endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, tulang.

b. Non Medika Mentosa

Suportif

Transfusi darah

Transfusi darah diberikan bila kadar Hb terlalu rendah (kurang dari 6g%) atau

bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.7 Tindakan ini memungkinkan

aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah

kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan-perubahan tulang muka, dan

meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.

Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kgsel darah merah terpampat (PRC)

baiasanyaq diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk

mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik digunakan

PRCyang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD). Reaksi

demam akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunakan

15

eritrosit yang direkonstruksi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan

dengan pemberian antipiretik sebelum transfusi.5

Bedah

Splenektomi

Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum

didapatkan hipersplenisme atau hemosiderosis.6 Bila kedua tanda ini telah tampak

maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi, frekuensi

transfusi darah biasanya menjadi lebih jarang.

Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi,

yang menunjukan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi yang melebihi 240

ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan indikasi untuk mempertimbangkan

splenektomi.

Cangkok sumsum tulang

Cangkok sumsum tulang adalah tindakan kuratif pada penderita ini dan telah

terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah

menerima transfusi sangat banyak. Namun prosedur ini membawa cukup resiko

morbiltas dan mortalitas dan biasanya hanya dapat digunakan untuk penderita yang

mempunyai saudara kandung yang sehat yang histokampatibel.6

Pencegahan

Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia

Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara

prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi

diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat

melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa

sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa

depannya. Suatu program pencegahan  yang baik untuk thalassemia seharusnya

mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat

dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena

pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan

antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program

16

pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada

program prospektif.7

Konsultasi genetik (genetic counseling)

Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin

tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat

tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.6

Diagnosis prenatal

Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan

mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis

DNA.6

Komplikasi

Komplikasi thalasemia biasanya bukan berasal dari penyakit itu sendiri, melainkan

disebabkan karena tranfusi darah berulang yang harus dilakukan pada penderita thalasemia.

Efek samping dari transfusi darah tersebut adalah terjadinya hemosiderosis akibat

penumpukan Fe/besi.

Prognosis

Dubia ad bonam. Bergantung pada bagaimana konsultasi yang diberikan oleh dokter

kepada pasiennya.

17

PENUTUP

Kesimpulan

Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh gangguan produksi

hemoglobin dan ertirosit. Thalasemia merupakan penyakit genetik atau keturunan.

Thalasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orang tua kepada

anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen

thalasemia maka kemungkinan anaknya akan menderita Thalasemia sebesar 25%, pembawa

gen thalasemia 50% dan normal 50%. Gejala penyakit thalasemia sangat bervariasi

diantaranya anemia, pembesaran limfa, bentuk tulang abnormal dan gangguan pertumbuhan.

Pengobatan thalasemia antara lain dapat diberikan defoksiramin sebagai iron chelating agent,

vitamin dan asam folat. Sedangkan untuk terapi non-medika mentosa dapat dilakukan

transfusi darah atau pun bedah.

Daftar Pustaka

1. Sacher RA,Mcpherson R.Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Ed 11. Jakarta:

EGC; 2002. h.93-5

2. Sullivan A, Kean L, Cryser A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta: EGC; 2008.

h.90-1

3. Behrman RE et all. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi kelima belas. Jakarta: Penerbit

EGC.2012.h.1772-5.

4. Waterbury L. Buku saku hematologi. Edisi ke-3. Jakarta; EGC; 2001. h. 19-23

5. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kelainan Genetik pada Hemoglobin Dalam Kapita

Selekta Hematologi (Essentials of Hematology). Alih bahasa, Lyana Setiawan; editor

bahasa Indonesia, Dewi Asih Mahanani. Ed.4. Jakarta: EGC; 2005.h. 431-38

6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sistem

Hematologi. Dalam: Hasan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak.

Volume 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2000.h.431-6,445-9.

7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC ; 2008.h.445-8.

18