Proposal Karya Tulis Ilmiah

59
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat serta hidayah- Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGOVENAN TERHADAP KADAR β – KAROTEN DAN MUTU ORGANOLEPTIK PADA MUFFIN LABU KUNING (Cucurbita Moschata Duch.)” yang disusun berdasarkan tugas mata kuliah Metode Penelitian. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moral maupun material hingga terselesaikannya proposal penelitian ini, yaitu kepada: 1. B. Doddy Riyadi, SKM, M.M selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Malang. 2. I Dewa Nyoman Supariasa, MPS selaku Ketua Jurusan Gizi. 3. Ibnu Fajar, SKM, M.Kes selaku dosen PJMK Metodologi Penelitian 4. Yohanes Kristianto, GradDipFoodSci, MFT selaku dosen mata kuliah metodologi penelitian di bidang pangan yang telah begitu banyak memberikan informasi-informasi guna terselesaikannya proposal ini. 5. Keluarga dan teman - teman penulis yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis. i

description

Muffin, Labu Kuning, Beta Karoten

Transcript of Proposal Karya Tulis Ilmiah

Page 1: Proposal Karya Tulis Ilmiah

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

limpahan rahmat serta hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

proposal penelitian yang berjudul “PENGARUH SUHU DAN LAMA

PENGOVENAN TERHADAP KADAR β – KAROTEN DAN MUTU

ORGANOLEPTIK PADA MUFFIN LABU KUNING (Cucurbita Moschata

Duch.)” yang disusun berdasarkan tugas mata kuliah Metode Penelitian.

Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak

yang telah membantu penulis baik dari segi moral maupun material hingga

terselesaikannya proposal penelitian ini, yaitu kepada:

1. B. Doddy Riyadi, SKM, M.M selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Malang.

2. I Dewa Nyoman Supariasa, MPS selaku Ketua Jurusan Gizi.

3. Ibnu Fajar, SKM, M.Kes selaku dosen PJMK Metodologi Penelitian

4. Yohanes Kristianto, GradDipFoodSci, MFT selaku dosen mata kuliah

metodologi penelitian di bidang pangan yang telah begitu banyak

memberikan informasi-informasi guna terselesaikannya proposal ini.

5. Keluarga dan teman - teman penulis yang selalu memberi dukungan dan

semangat kepada penulis.

6. Serta pihak – pihak lain yang bersangkutan dalam penyusunan proposal

penelitian ini dan memberi informasi sehingga dapat terselesaikan dengan

baik.

Semoga proposal penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan Ilmu

Pengetahuan dan Telknologi (IPTEK) terutama dalam perkembangan Ilmu Gizi di

masa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun dari pembaca sekalian.

Malang, Juni 2012

Penulis

i

Page 2: Proposal Karya Tulis Ilmiah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Tujuan Penelitian..........................................................................................3

C. Manfaat Penelitian........................................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KVA (Kekurangan Vitamin A).....................................................................4

B. Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)..................................................6

C. Pengolahan Muffin Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)................11

D. Beta Karoten...............................................................................................12

E. Mutu Organoleptik......................................................................................13

BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL

A. Hipotesis Penelitian....................................................................................16

B. Kerangka Konsep........................................................................................17

BAB IV. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian.........................................................................18

B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................20

C. Alat dan Bahan............................................................................................21

D. Definisi Operasional...................................................................................24

ii

Page 3: Proposal Karya Tulis Ilmiah

E. Metode Pengumpulan Data.........................................................................27

F. Analisis dan Pengolahan Data....................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32

LAMPIRAN..........................................................................................................35

iii

Page 4: Proposal Karya Tulis Ilmiah

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram bahan.............................8

Tabel 2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi - Umbian dan Buah - Buahan. .10

Tabel 3. Rancangan Acak Lengkap Faktorial........................................................19

Tabel 4. Randomisasi Taraf Perlakuan pada Unit Percobaan................................19

Tabel 5. Lay Out Percobaan...................................................................................20

Tabel 6. Alat Pengolahan Tepung Labu Kuning...................................................21

Tabel 7. Alat Pengolahan Muffin Labu Kuning....................................................21

Tabel 8. Alat Uji Mutu Organoleptik.....................................................................22

Tabel 9. Alat Uji Kadar β – Karoten......................................................................22

Tabel 10. Bahan Pembuatan Tepung Labu Kuning...............................................22

Tabel 11. Bahan Pembuatan Muffin Labu Kuning................................................23

Tabel 12. Bahan Uji Mutu Organoleptik...............................................................23

Tabel 13. Bahan Analisi Kadar β – Karoten..........................................................23

Tabel 14. Analisis Two Way Anova......................................................................29

Tabel 15. Analisis Kruskall Wallis.......................................................................30

iv

Page 5: Proposal Karya Tulis Ilmiah

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Tepung Pisang Kepok................................25

Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Muffin (Soewitomo, 2011).......................26

Gambar 3. Diagram Alir Analisis Kadar β-Karoten..............................................27

v

Page 6: Proposal Karya Tulis Ilmiah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan masyarakat dunia dewasa ini bukan dihadapkan pada

masalah defisiensi gizi makro, tetapi pada masalah defisiensi gizi mikro.

Masalah defisiensi gizi mikro yang yang utama dihadapi adalah anemia gizi

besi, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kekurangan vitamin A

(KVA) (Martianto, 2011).

KVA atau yang biasa disebut dengan kekurangan vitamin A

merupakan suatu kondisi rendahnya kadar vitamin A di dalam jaringan tubuh

untuk mempertahankan sistem imunitas tubuh yang dapat mengakibatkan

kebutaan. Gejala awal yang khas pada KVA adalah ketidakmampuan untuk

melihat, menurunya sistem inunitas, anemia, pertumbuhan dan perkembangan

yang terhambat (WHO, 2004).

WHO memperkirakan bahwa prevalensi kejadian KVA terbesar

terdapapat di benua Asia, yaitu sebesar 69% dengan kategori 1,45 juta jiwa

menderita KVA klinis dan 125 juta jiwa KVA subklinis. Sedangkan Afrika

berada di urutan kedua dengan prevalensi sebesar 49% (WHO, 2004)

Salah satu masalah sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya

status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah

gizi seperti maslah gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan

yodium, dan kurang vitamin A. Rendahnya status gizi jelas berdampak pada

kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, status gizi mempengaruhi

kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu

dan produktivitas kerja (Puspita,2008).

Meski dinyatakan bebas xerhopthalmia atau kurang vitamin A pada

tahun 1992, namun di Indonesia masih dijumpai 50% dari anak balita

mempunyai serum retinol > 20 mcg/100ml. Tingginya proporsi anak balita

dengan serum retinol > 20 mcg/100ml disertai pola makan anak balita yang

belum seimbang menyebabkan anak balita di Indonesia beresiko dan menjadi

1

Page 7: Proposal Karya Tulis Ilmiah

amat tergantung kapsul vitamin A dosis tinggi, terutama pada daerah – daerah

dengan tingkat kemiskinan tinggi. (Siswono,2004).

Kurang vitamin A akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh

terhadap penyakit yang berpengaruh pada kelangsungsungan hidup anak.

Dengan demikian penanggulangan masalah kurang vitamin A saat ini bukan

hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya memacu

pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang penurunan angka kematian

bayi (Depkes, 2000). Menurut Alamtsier (2009), KVA dapat menyebabkan

kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi,

yang sering menyebabkan kematian pada anak-anak. Penyebab masalah KVA

adalah kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi.

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menurunkan prevalensi

penyakit KVA, dan untuk memenuhi tuntutan konsumen akan pangan

fungsional dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya pangan lokal

yang tinggi akan vitamin A atau provitamin A (betakaroten) salah satunya

labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).

Menurut Murdijati - Gardjito (1988) labu kuning (Cucurbita

Moschata Duch.) merupakan salah satu sumber provitamin A (betakaroten)

yang potensial di Indonesia dengan kandungan provitamin A sebesar 180 SI

tetapi labu kuning ini belum dikembangkan dengan layak. Salah satu cara

pengolahan labu kuning adalah dengan cara membuat menjadi tepung agar

awet dan mudah distribusinya. Tepung labu mempunyai kandungan

provitamin A sebesar 115 RE.

Karena ketersediaan sayuran di Indonesia sangat tergantung pada

musim dan dan sayur-sayuran dapat diperoleh sepanjang tahun, perlu

dilakukan upaya pengawetan. Salah satu cara pengawetan tersebut adalah

dengan melakukan pengeringan atau penepungan. Pada proses pengeringan,

kandungan air akan hilang sehingga konsentrasi β-karoten dalam sayuran yang

telah dikeringkan akan lebih tinggi (Depkes, 2000).

Namun Vitamin A merupakan vitamin yang peka terhadap oksidasi,

oleh karena itu berdasarkan paparan di atas, maka diperlukan adanya suatu

2

Page 8: Proposal Karya Tulis Ilmiah

penelitian mengenai pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β-

karoten Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut , maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut : ”Bagaimana pengaruh suhu dan lama

pengovenan terhadap kadar kadar β-karoten mutu organoleptik dan Muffin

labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.) ?”

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar kadar β-

karoten dan mutu organoleptik Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata

Duch.).

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur kadar β-karoten Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata

Duch.).

b. Menganalisis pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β-

karoten Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).

c. Menganalisis pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap mutu

organoleptik Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai alternatif labu

kuning (Cucurbita Moschata Duch.). sebagai sumber β-karoten (provitamin

A) guna menurunkan prevalensi kejadian KVA (Kekurangan Vitamin A),

dimana juga dapat menunjang program diversifikasi pangan dengan

menggunakan sumber daya lokal.

3

Page 9: Proposal Karya Tulis Ilmiah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KVA (Kekurangan Vitamin A)

Kekurangan vitamin A merupakan penyakit sistemik yang merusak

sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasia keratinasi pada epitel,

saluran nafas, saluran kemih, dan saluran cerna. Penyakit kekurangan vitamin

A tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting.

Prevalensi kekurangan vitamin A terdapat pada anak – anak di bawah usia

lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an kekurangan vitamin A merupakan

penyebab utama kebutaan pada anak (Arisman, 2004).

Kekurangan vitamin A juga menggerogoti ratusan ribu anak setiap

tahun. Sekitae 2,8 juta orang anak balita (WHO, 1995) menampakkan tanda –

tanda klinis xerophthalmia, sementara 251 juta anak lainnya mengalami

kekurangan vitamin A sehingga resiko kematian akibat infeksi berat

meningkat. Seperempat anak balita dinegara sedang berkembang beresiko

lebih tinggi terjangkit penyakit infeksi umum. Sementara 2% mengalami

kebutaan atau gangguan penglihatan yang serius. WHO (2001) melaporkan

bahwa dalam setiap 1 menit 12 orang anak di dunia menjadi buta dan 4 di

antaranya bermukim di Asia Tenggara. Lebih mengenaskan lagi penyandang

tunanetra itu akan meninggal 10 tahun kemudian (Pudjiadi, 2000).

Defisiensi vitamin A telah lama dikenal sebagai penyakit terkait gizi

yang serius, tetapi sejauh mana populasi telah terkena dan implikasinya bagi

kesehatan dan kelangsumhan hidup baru disadari belakangan. Penelitian dasar

secara meyakinkan memperlihatkan efek biologis dari defisiensi vitamin A.

defisiensi vitamin A awalnya merupakan ancaman yang tidak kelihatan, yang

apabila tidak ditangani dapat merampas penglihatan seseorang (anak – anak).

Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya

yang suram dan akan menderita apa yang disebut night blindness (buta senja)

atau xerophthalmia. Apabila [penderita terus berlanjut ke conjunctiva dan

kornea mata menjadi kuning kemudian muncul bercak pada kornea dan

4

Page 10: Proposal Karya Tulis Ilmiah

selanjutnya berakibat pada kebutaan yang permanen. Kekurangan vitamin A

(KVA) juga meningkatkan resiko terkena penyakit yang lazim pada anak –

anak, misalnya campak, infeksi saluran pernafasan dan penyakit diare. Anak –

anak dengan status vitamin A yang cukup atau mereka yang mendapatkan

vitamin A memiliki sistim kekebalan yang diperlengkapi untuk menghadapi

permasalahan yang berkaitan dengan penyakit – penyakit campak (Sigian,

2003).

Penyuluhan gizi, penambahan vitamin A ke dalam margarin atau

bumbu masak, pemberian tablet vitamin A dosis tinggi kepada anak balita dan

prasekolah di pos – pos penimbangan dan posyandu, pemberian susu diantara

anak – anak sekolah secara rutin semua ini dapat dilakukan untuk mengurangi

insidensi defisiensi vitamin A. walaupun begitu, di negara – negara

berkembang seperti India, Afrika, Srilangka, dan bahkan di Indonesia sendiri

masih banyak terdapat defisiensi vitamin A yang merupakan penyebab

kebutaan pada anak – anak (Beck, 1995)

Menurut Arisman (2004) pencegahan dan penanggulangan KVA

sebaiknya dimulai dengan menganalisis keadaan setempat. Faktor yang perlu

sekali dikaji :

1) Siapa yang mengalami kekurangan vitamin A dan kebutaan akibat

malnutrisi.

2) Tempat keadaan ini berlangsung dan menjadi masalah kesehatan

masyarakat.

3) Pola pemberian ASI, diet, dan penyakit yang melatarbelakangi masalah

4) Ketersediaan dan konsumsi pangan yang mengandung vitamin A dan

Provitamin A oleh golongan rentan.

5) Keadaan demografi dan ekologi

6) Kebiasaan pangan yang sudah membudi daya.

Tiga macam intervensi utama yang dilaksanakan kini ialah peningkatan

asupan pangan yang kaya vitamin A dan provitamin A, penyebaran vitamin A

dosis tinggi secara berkala, dan fortifikasi makanan yang lazim disantap.

5

Page 11: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Salah satu intervensi gizi yang dilakukan adalah untuk mengatasi

masalah KVA adalah memberikan makanan tinggi vitamin A. makanan yang

diberikan sebagai intervensi gizi antara lain MP – ASI dan makanan formula

dengan harga yang terjangkau dan dapat dibuat sendiri oleh masyarakat

(Arisman, 2004).

B. Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)

1. Gambaran Umum Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)

Labu termasuk genus Cucurbita, kelas Dycotyledonae, division

Angiospermae, phylum spermatophyte. Labu Kuning (Cucurbita moschata

dutc) adalah sejenis sayuran dari tanaman menjalar, termasuk famili

Cucurbitaceae (Iskandar, 1995). Famili Cucurbitaceae terdiri dari lima

spesies, yaitu C. fisifolia, C. mixta, C. maxima, C. moschata, dan C. pepo

(Budiman, et al., 1984). Dari segi taksonomi tumbuhan, buah labu kuning

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantarum

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Sympetalae

Ordo : Cucurbitales

Familia : Cucurbitaceae

Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita moschata Durch

Tanaman labu kuning merupakan jenis tanaman sayuran menjalar

dari family Curcubitaceace, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim

yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman ini berbentuk semak

yang tumbuh merambat dengan bentuk batang yang khas, yaitu berbentuk

segi lima (Hendrasty, 2003). Tanaman labu dapat tumbuh didaerah tropis,

6

Page 12: Proposal Karya Tulis Ilmiah

pada ketinggian 0 – 1500 meter diatas permukaan laut, pada suhu 18º -

27ºC, diatas tanah dengan pH 5,5 – 7,0 (Iskandar, 1995).

Labu kuning yang dikenal dengan nama lain labu parang ini

buahnya mempunyai berat rata – rata berkisar 2 - 3 kg. Ukuran

pertumbuhannya sangat cepat, yaitu dapat mencapai 350 gram per hari

(Wijayakusuma, 2005). Bentukdari buah labu bermacam – macam

tergantung dari jenisnya, ada yang berbentuk bokor (bulat pipih dan

beralur), berbentuk oval, berbentuk panjang dan berbentuk piala. Buah

yang masih muda kulitnya hijau sedangkan yang sudah tua berwarna

kuning, hijau kotor, jingga dan bercak – bercak kuning kehijauan. Buah

terdiri dari lapisan kulit luar yang keras dan lapisan daging buah yang

merupakan tempat timbunan makanan. Tekstur daging tergantung

jenisnya, ada yang halus, padat, lunak, dan pulen (Sudarto, 1993).

Mutu buah labu dan daya awetnya selama penyimpanan ditentukan

oleh tingkat kematangan buah pada waktu pemetikan. Tingkat kematangan

yang tepat akan mengurangi kerusakan dan akan mempunyai umur

kesegaran yang lebih panjang. Buah labu yang dipetik muda segera

mengalami perubahan sifat fisiko-kimia dan menyebabkan kerusakan buah

(Budiman, et al., 1984).

2. Manfaat dan Kandungan Zat Gizi (Cucurbita Moschata Duch.)

Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin

A, C dan E, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung

antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Selain itu, didalam

waluh juga terkandung 34 kalori, lemak 0.8 g, 45 mg kalsium, dan mineral

0.8 mg sehingga labu kuning sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak

maupun orang tua, karena kandungan gizi yang terdapat didalamnya

sangat baik untuk kesehatan tubuh. Pada anak-anak dapat digunakan untuk

menambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan (Hidayah, 2011).

Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin

A, B dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung

7

Page 13: Proposal Karya Tulis Ilmiah

antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak

dan mudah dicerna serta mengandung karoten (pro vitamin A) cukup

tinggi, serta dapat menambah warna menarik dalam olahan pangan

lainnya. Tetapi, sejauh ini pemanfaatannya belum optimal (Jerry, 2011).

Waluh atau sering disebut labu kuning menjadi salah satu bahan

alternatif untuk substitusi tepung terigu karena dapat menggantikan

sumber karbohidrat yang ada pada tepung terigu. Buah waluh dapat diolah

menjadi bermacam – macam produk olahan makanan yang menyehatkan

tubuh (sebagai pangan fungsional). Mengingat kandungan karbohidrat

yang tinggi, kaya vitamin (A dan C) dan mineral (Ca, Fe, dan Na). Sekitar

100 gram waluh mengandung vitamin A 29.030 IU, vitamin C 23 mg,

magnesium 66 mg, kalsium 113 mg, fosfor 118 mg, zat besi 1.8 mg,

sodium 9 mg dan potasium 1.089 mg (Anam dkk, 2010). Kandungan gizi

labu kuning dan komposisinya lengkap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram bahan

Komponen Jumlah

Kalori (Kal) 29

Protein (g) 1,1

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 6,6

Kalsium (mg) 45

Fosfor (mg) 64

Besi (mg) 1,4

Vitamin A (SI) 180

Vitamin B1 (mg) 0,08

Vitamin C (mg) 52

Air (g) 91,2

BDD (%) 77

Sumber : Departemen Kesehatan RI., (1996).

8

Page 14: Proposal Karya Tulis Ilmiah

3. Pembuatan Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara

pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar

air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari

pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk

industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan

biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu

proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan

disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat

gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang

serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air

relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati

(Suaramedia, 2010)

Menurut Prof. Dr. Made Astawan, Dosen di Departemen

Teknologi Pangan dan Gizi IPB, tahapan pembuatan tepung dari buah labu

kuning sebagai berikut: labu kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu

buah sudah tua tetapi belum masak optimum. Buah dipanen kira-kira 5-10

hari Iebih awal dari umur panen semestinya. Buah yang masak optimum

tidak sesuai dibuat tepung karena kadar airnya tinggi, daging buahnya

lembek, serta kadar patinya rendah. Setelah dikupas kulitnya, labu dibelah-

belah dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan uap panas

selama 5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat

dilakukan seperti mengukus nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya

labu dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm yang hasilnya dinamakan

sawut. Sawut dikeringkan sampai diperoleh kadar air sekitar 14 persen,

selanjutnya ditepungkan agar Iebih efisien, penepungan sawut dilakukan

dalam dua tahapan, yaitu penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran

kecil (lolos 20 mesh) dan penggilingan/penepungan menggunakan

saringan Iebih halus (80 mesh).

Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos

ayakan 60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning,

9

Page 15: Proposal Karya Tulis Ilmiah

kadar air + 13%. Kondisi fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi

oleh kondisi bahan dasar dan suhu pengeringan yang digunakan. Semakin

tua labu kuning, semakin tinggi kandungan gulanya. Oleh karena

kandungan gula labu kuning yang tinggi ini, apabila suhu yang digunakan

pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang dihasilkan akan

bergumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003).

Kualitas tepung labu kuning ditentukan oleh komponen

penyusunnya yang menentukan sifat fungsional adonan maupun produk

tepung yang dihasilkan serta suspensinya dalam air. Protein tepung labu

kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup tinggi sehingga

mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Tepung

labu kuning mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai

sifat gelatinisasi yang baik, sehingga akan dapat membentuk adonan

dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas maupun elastisitas yang baik.

Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi (Hendrasty, 2003).

Tepung labu kuning mengandung 77,65 % karbohidrat, 0,08 %

lemak, 5,04 % protein, 11,14 % air, 5,89 % abu. Kandungan protein

tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang,

tepung sukun, tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar. Perbandingan

kandungan gizi tepung labu kuning dengan tepung umbi - umbian dan

tepung buah – buahan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi - Umbian dan Buah -

Buahan

KomoditasKadar (%)

Air Abu Protein Lemak KHPisang 10,11 2,66 3,05 0,28 84,01Sukun 9,09 2,83 3,64 0,41 84,03Labu Kuning 11,14 5,89 5,04 0,08 77,65Ubi Kayu 7,80 2,22 1,60 0,57 87,87Ubi Jalar 7,80 2,16 2,16 0,83 86,05

Sumber : Widowati, dkk. 2011

10

Page 16: Proposal Karya Tulis Ilmiah

C. Pengolahan Muffin Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)

1. Pengolahan Muffin Labu Kuning

Muffin merupakan kue khas negeri Inggris dan lahir pada

zaman Victoria. Pada saat itu muffin banyak dijual oleh pedagang

keliling dengan diletakkan di nampan di atas kepala. Muffin merupakan

sejenis makanan tradisional berbentuk gulungan, bundar dan tipis. Bahan

dasarnya terbuat dari adonan roti yang diberi ragi. Paling enak, kue manis

ini dinikmati saat musim dingin dan disajikan bersama minuman hangat

seperti teh atau kopi. Cara makannya pun unik, harus disobek dulu dan

diberi olesan mentega kemudian dipanggang lagi. Agar citarasanya lebih

bervariasi, permukaannya diolesi dengan selai buah buatan

sendiri.Amerika juga punya muffin, tetapi bahan pengembangnya

menggunakan baking powder dengan proses dipanggang. Bahan utama

tepung biasanya dapat diganti dengan tepung jagung. Proses pembuatan

muffin adalah dengan metode baking atau pengovenan (Wikipedia, 2011).

Baking adalah mengolah makanan dalam oven dengan panas dari

segala arah.Teknik baking ada yang menggunakan Loyang berisi air dalam

oven di manaloyang itu masuk kedalam Loyang yang satunya

(au bain marie) contoh hidangannya puding caramel, teknik baking sering

dipergunakan untuk pastry danroti. Prinsip dasar baking yaitu panaskan

oven sesuai dengan suhu yangdiperlukan sebelum bahan makanan masuk

ke dalam oven, suhu yangdipergunakan harus tetap di pantau selama

proses pembakaran. Dalam makanancontinental makanan yang dip roses

dengan baking macam, sepertipastry, roti, cake dan pudding (Wikipedia,

2011).

2. Efek Suhu dan Lama Pengovenan

Beta karoten merupakan salah satu unsur pokok dalam bahan

pangan yang mempunyai peranan sangat penting, yaitu memberikan

11

Page 17: Proposal Karya Tulis Ilmiah

kontribusi terhadap warna bahan pangan (warna orange) dan juga nilai gizi

sebagai provitamin A (Goldman et al. 1983 dalam Histifarina et al. 2004).

Degradasi karoten yang terjadi selama pengolahan diakibatkan

oleh proses oksidasi pada suhu tinggi yang mengubah senyawa karoten

menjadi senyawa ionon berupa keton. Aktivitas vitamin A dan provitamin

A akan hilang pada produk-produk yang dikeringkan akibat proses

oksidasi, sehingga makin lama pengeringan kerusakan yang terjadi akan

semakin meningkat yang dapat mengakibatkan penurunan nilai gizi

(Andarwulan & Koswara, 1992).

D. Beta Karoten

Beta karoten adalah provitamin A atau karotenoid yang paling aktif

dari bermacam – macam karotenoid yang ada dialam, dan mempunyai

aktivitas vitamin A yang paling tinggi (Kertawiguna, 1998). Beta karoten

merupakan zat gizi yang paling murah untuk memperoleh vitamin A guna

keperluan tubuh. Pada saat ini dilaporkan adanya lebih dari 500 macam

kerotenoid, akan tetapi hanya 50 – 60 diantaranya yang merupakan provitamin

A (Suwandi, 1991).

Diantara beberapa kelompok vitamin A yang dijimpai di alam, yang

dikenal lebih baik adalah α, β, γ, neo β – karoten, dan kriptosantin. Karoten

mengandung gua gugus cicin β ionone dan dapat terpecah menjadi dua

molekul vitamin A, sedangkan yang lain hanya mempunyai satu gugus

sehingga kurang kadar vitamin A (Apriyantono, et al., 1998).

Waluh merupakan salah satu jenis buah yang mengandung karotenoid

tinggi. Itulah sebabnya mendapat julukan "raja betakaroten". Betakaroten

berfungsi melindungi mata dari serangan katarak. Betakaroten dalam waluh

juga berperan untuk melindungi diri dari serangan kanker, jantung, diabetes

melitus, aneka kanker, proses penuaan dini, dan gangguan respon imun.

Betakaroten merupakan salah satu senyawa karotenoid yang mempunyai

aktivitas vitamin A sangat tinggi. Dalam saluran pencernaan, betakaroten

dikonversi oleh sistem enzim menjadi retinol, yang selanjutnya berfungsi

12

Page 18: Proposal Karya Tulis Ilmiah

sebagai vitamin A. Betakaroten dan karotenoid lain yang tidak terkonversi

menjadi vitamin A, mempunyai sifat antioksidan, sehingga dapat menjaga

integritas sel tubuh (Anam dkk, 2010).

Vitamin A relative stabil terhadap panas dan cahaya, tetapi mudah

dihancurkan oleh proses oksidasi, sedangkan pengeringan akan mengurangi

kadar beta karoten didalam wortel, labu kuning, brokoli, dan bayam. Proses

pemasakan akan menaikkan kadarnya. Vitamin A dengan lemak yang

menyertainnya diabsorpsi sempurna dan siap digunakan tubuh, sedangkan

beta karoten sebaliknya, terkurung dalam sel – sel senyawa yang tidak

berlemak sehingga harus dibebaskan selama pencernaan dan memerlukan

untuk melakukan absorpsi (Kertawiguna, 1998).

E. Mutu Organoleptik

Penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung

padabeberapa faktor di antaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya.

Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tentu tidak

akan dimakan apabila mempunyai warna yang tidak menarik untuk dilihat.

Penerimaan warna suatu bahan makanan berbeda-beda tergantung dari faktor

alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 2002).

Penilaian dengan indera yang juga disebut penilaian organoleptik atau

penilaian sensori ini merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana.

Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil

pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak desenangi karena dapat

dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang – kadang penilaian ini dapat

memberi hasil penelitian yang sangat teliti tergantung sensitivitas indera kita

(Soekarto, 1985). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Pudjirahayu (2001), yang

menyatakan bahwa mutu suatu produk pada umumnya ditentukan atau diuji

oleh beberapa sifat sensories. Dalam pengujian ini banyak sekali sifat

sensories yang dinilai dan dianalisis sebagai keseluruhan. Dalam industri

pangan terutama dalam pengembangan produk, analisis deskriptif digunakan

untuk menilai mutu produk baru terhadap produk lama, mutu produk terhadap

13

Page 19: Proposal Karya Tulis Ilmiah

saingannya, pengaruh penanganan terhadap suatu produk atau terhadap

beberapa perubahan dalam pengolahan

S. Moehyi (1992) mengatakan bahwa citarasa makanan ditimbulkan

oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indra di dalam tubuh manusia,

terutama indra penglihatan, indra penciuma, indra pengecap. Makanan yang

mempunyai cita rasa tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik,

menyebarkan bau sedap dan memberikan rasa yang sedap pula.

Menurut S. Moehyi (1992), bebrapa faktor yang mempengaruhi

penampilan makanan adalah:

1. Warna

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan

makanan karena dengan warna, makanan akan mempercantik penampilan,

dan jika penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan

selera konsumen yang akan memakannya menjadi hilang.

2. Aroma

Aroma merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu

merangsang indra penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya

aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang mudah

menguap. Terbentuknya senyawa yang sudah menguap tersebut dapat

sebagai akibat reaksi karena pekerjaan enzim, tetapi dapat juga terbentuk

tanpa adanya reaksi enzimatis.

3. Tekstur

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang

turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indra citarasa

dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi

padat atau kental akan memberikan rangsangan yang lebih lambat

terhadap indra kita.

4. Rasa

14

Page 20: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Rasa juga merupakan salah satu faktor sebagai penentu citarasa

makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan

makanan yang disajikan merangsang syaraf indra penglihatan sehingga

mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada

tahap berikutnya cita rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan

terhadap indra penciuman dan indra pengecap.

15

Page 21: Proposal Karya Tulis Ilmiah

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β-karoten

Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).

2. Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap mutu organoleptik

Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).

16

Page 22: Proposal Karya Tulis Ilmiah

B. Kerangka Konsep

Keterangan :

= variable yang di teliti

= variable yang tidak diteliti

17

Kualitas Labu Kuning

Lama Pengovenan

Suhu Pengovenan

Proses Pengolahan

Proses Pengolahan Muffin Labu Kuning

Pemanfaatan Labu Kuning sebagai OlahanMuffin Labu Kuning

Mengkonsumsi Bahan Makanan TinggiVitamin A

Prevalensi Kekurangan Vitamin A(KVA)

Rasa Warna Aroma Tekstur

Kadarβ - Karoten

Mutu Fisik Mutu Kimia MutuOrganoleptik

Mutu Muffin Labu Kuning

Page 23: Proposal Karya Tulis Ilmiah

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Experimental yakni True

Experimental dengan desain percobaan Rancangan Acak Lengkap Faktorial

(RAL Faktorial), dimana dua variable bebas sebagai perlakuan, yaitu :

Variabel A : Lama Pemanasan Variabel B : Suhu Pemanasan

A1 = 20 menit B1 = 160 0C

A2 = 25 menit B2 = 180 0C

A3 = 30 menit

Satuan percobaan/unit percobaan (P) = t x r

= 6 x 3

= 18 unit percobaan

Keterangan :

t = Taraf Perlakuan

r = Replikasi

Menurut Nazir (1983), bahwa jumlah replikasi yang digunakan adalah

sedemikian rupa, sehingga df (degree of freedom) dalam analisa variance

nantinyatidak boleh kurang dari 10-15.

df = (t – 1)(r – 1)

= (6 – 1)(3 – 1)

= 10

Hasil dari df adalah 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah replikasi

telah memenuhi syarat dalam penelitian.

Masing – masing taraf perlakuan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali,

sehingga jumlah unit percobaan adalah 18 unit percobaan, sebagaimana

disajikan pada Tabel 3 Sedangkan randomisasi dan Lay out percobaan masing

– masing disajikan pada Tabel 4 dan 5.

18

Page 24: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Tabel 3. Rancangan Acak Lengkap Faktorial

Variabel A :Lama Pemanasan

(Menit)

Variabel B :Suhu (0C)

Replikasi

1 2 3

20160 X111 X112 X113

180 X121 X122 X123

25160 X211 X212 X213

180 X221 X222 X223

30160 X311 X312 X313

180 X321 X322 X323

Tabel 4. Randomisasi Taraf Perlakuan pada Unit Percobaan

No. UrutAngka

RandomRangking Replikasi

1 852 17 X111

2 215 4 X112

3 366 8 X113

4 513 11 X121

5 260 5 X122

6 424 9 X123

7 309 6 X211

8 128 1 X212

9 701 15 X213

10 326 7 X221

11 603 13 X222

12 471 10 X223

13 139 3 X311

14 764 16 X312

15 988 18 X313

16 131 2 X321

17 689 14 X322

18 594 12 X323

19

Page 25: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Tabel 5. Lay Out Percobaan

1

X212

2

X321

3

X311

4

X112

5

X122

6

X211

7

X221

8

X113

9

X123

10

X223

11

X121

12

X323

13

X222

14

X322

15

X213

16

X312

17

X111

18

X313

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pembuatan tepung labu kuning, pembuatan muffin labu kuning, dan

pengukuran mutu organoleptik akan dilakukan di Laboratorium Ilmu Bahan

Makanan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Sedangkan

analisis kadar β – karoten dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas

Muhammadiyah Malang. Penelitian ini terdiri dari dua tahap penelitian yaitu :

1. Percobaan pendahuluan :

Percobaan pendahuluan adalah percobaan yang dilakukan sebelum

percobaan utama dilakukan. Dengan kegiatan pembuatan bahan dasar,

yakni tepung labu kuning yang akan dilaksanakan pada bulan Januari -

Maret 2013.

2. Percobaan utama :

Penelitian utama adalah penelitian yang dilakukan dengan kegiatan

pembuatan muffin labu kuning, kemudian dilanjutkan dengan uji

kesukaan (Hedonic Scale Test) oleh 15 orang panelis terlatih. Percobaan

ini dilaksanakanpada bulan Januari - Maret 2013.

20

Page 26: Proposal Karya Tulis Ilmiah

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Tabel 6. Alat Pengolahan Tepung Labu Kuning

Nama Alat Jumlah (buah)

Risopan (dandang) 1

Pisau 2

Baskom 1

Talenan 1

Loyang 6

Timbangan Triple Beam 2

Ayakan 1

Kompor gas 1

Tampah 5

Oven penepungan 2

Sendok makan 3

Tabel 7. Alat Pengolahan Muffin Labu Kuning

Nama AlatJumlah

(buah)

Oven listrik 1

Mixer 1

Baskom 6

Solet 6

Timbangan triple beam 1

Cetakan Muffin kecil - kecil 1

Pisau 2

Sendok makan 5

21

Page 27: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Tabel 8. Alat Uji Mutu Organoleptik

Nama Alat Jumlah (buah)

Baki atau nampan kecil 20

Cup kertas kecil 120

Kertas label 120

Garpu kecil 20

Tabel 9. Alat Uji Kadar β – Karoten

Nama Alat Jumlah (buah)

Timbangan digital 1

Gelas arloji 1

Gelas kimia 6

Corong pemisah 1

Erlenmeyer pengaduk 6

Kertas saring 1

Spektrofotometer 1

2. Bahan

Tabel 10. Bahan Pembuatan Tepung Labu Kuning

Nama Bahan Jumlah (kg)

Labu kuning 4

22

Page 28: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Tabel 11. Bahan Pembuatan Muffin Labu Kuning

Nama Bahan Berat (gram)

Tepung Labu Kuning 125

Tepung Terigu 125

Telur (isi utuh) 120

Gula Pasir Halus 100

Garam 2.5

Baking Powder 10

Susu Cair 240

Mentega 100

Vanili 5

Tabel 12. Bahan Uji Mutu Organoleptik

Nama Bahan Jumlah (buah)

Aqua gelas 25

Tabel 13. Bahan Analisi Kadar β – Karoten

Nama Bahan Jumlah

Petroleum eter (PE) 25 ml

Aquadest 50 ml

Na2SO4 anhidr 1 gram

23

Page 29: Proposal Karya Tulis Ilmiah

D. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat UkurHasil

Ukur

Skala

Data

1Suhu

Pemanasan

Suhu yang

diperlukan untuk

menghasilkan

muffin labu kuning

pada waktu yang

telah ditentukan.

Metode

Kovensional

Termometer

digital

1600C dan

1800CInterval

2Lama

Pemanasan

Waktu yang

diperlukan untuk

menghasilkan

muffin labu kuning

Menyalakan

stopwatch pada

waktu awal

pemanasan atau

pengovenan dan

mematikannya

saat produk

muffin matang

Stopwatch20 , 25, dan

30 menitRasio

3Kadar β –

Karoten

Banyaknya beta

karoten

(provitamin A)

pada 100 gram

muffin labu kuning

Metode

spektrofotometri

Timbangan

digital, gelas

arloji, gelas

kimia, corong

pemisah

mg/100

gram

muffin labu

kuning

Rasio

4Mutu

Organoleptik

Tingkat kesukaan

panelis atribut

warna, aroma,

tekstur dan rasa

terhadap

karakteristik

produk muffin

labu kuning

Ditentukan

dengan Hedonic

Scale Test.

Form penilaian

panelis

4 = sangat

suka

3 = suka

2 = tidak

suka

1 = sangat

tidak suka

Ordinal

24

Page 30: Proposal Karya Tulis Ilmiah

B. Prosedur Penelitian

1. Proses Pengolahan Tepung Labu Kuning

Labu kuning

Mencuci labu kuning hingga bersih

Memotong bagian ujung pisang kepok

``

Mengukus labu kuning dengan uap selama 15 menit

Mengiris labu kuning dengan ketebalan 0.1 – 0.3 cm yang hasilnya

dinamakan sawut

Mengeringkan sawut dengan cara menjemur dengan intensitas cahaya

matahari yang tinggi hingga kering

Mengeringkan dengan oven pada suhu 60 – 70 0C selama ± 1 – 2 jam

Penggilingan dan pengayakan (lolos 80 mesh)

Tepung labu kuning

Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Tepung Pisang Kepok

(Astawan, dalam Kamsiati 2010)

25

Page 31: Proposal Karya Tulis Ilmiah

2. Proses Pengolahan Muffin Labu Kuning

Menyiapkan bahan-bahan pembuatan muffin labu kuning

Mencampur tepung terigu, tepung labu kuning, baking powder, gula pasir halus dan garam. Aduk rata, ayak lalu sisihkan.

Mencampur mentega, vainili, susu cair, dan telur, lalu aduk rata. Masukkan campuran tepung. Aduk rata kembali.

Menuang adonan ke dalam cetakan muffin

Panggang hingga matang

Muffin labu kuning

Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Muffin (Soewitomo, 2011)

26

Page 32: Proposal Karya Tulis Ilmiah

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Kadar β – Karoten (Metode Spektrofotometri)

Mengambil sampel yang telah halus sebanyak 1 gram

Menambah 15 ml petroleum eter (PE) – PE (1:1), lalu mengaduknya selama 10’

Menyaring dengan kertas saring dan menampung filtrat dalam corong pemisah

Menambah 15 ml aquadest dan memisahkannya, bagian berwarna kuning dalam fase eter-karoten, pencucian aquadest dilakukan 2 kali

Memasukkan fase eter-karoten ke dalam erlenmeyer

Menambah 1 gram Na2SO4 anhidrat kemudian larutan dibuat menjadi 10 ml dengan menambah PE

Mengukur serapan maksimal pada panjang gelombang 450 nm dengan spektrofotometer

Menghitung jumlah β-karoten dalam mg/100 gram dengan rumus:

Jumlah β-karoten (mg/100 gram) = ( Absorbansi ×Volume)(0.25 × gram bahan)

× 1000

Keterangan:

Volume = 10 ml 0,25 = slope kurva standart

Gambar 3. Diagram Alir Analisis Kadar β-Karoten

(Fauzi, dkk, 1991 dalam Ireka, 2010)

27

Page 33: Proposal Karya Tulis Ilmiah

2. Mutu Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode Hedonic

Scale Test. Atribut organoleptik yang digunakan adalah rasa, aroma,

warna, dan tekstur (Soekarto, 1985). Dengan skala sebagai berikut :

4 = Sangat Suka

3 = Suka

2 = Tidak Suka

1 = Sangat Tidak Suka

Panelis yang digunakan untuk uji organoleptik adalah panelis yang

berfungsi sebagai konsumen yaitu 20 orang dari mahasiswa Jurusan Gizi

Tingkat II Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang dengan Kriteria :

a. Bersedia menjadi panelis.

b. Dalam keadaan sehat.

c. Tidak mempunyai pantangan terhadap produk yang dinilai.

d. Sebelum pelaksanaan tidak dalam keadaan lapar atau kenyang.

Panelis diharapkan untuk menilai sampel dan diminta mengisi form

penilaian mutu organoleptik yang terlampir pada Lampiran 1.

F. Analisis dan Pengolahan Data

1. Data Kadar β – Karoten Muffin Labu Kuning

Dat hasil uji laboratorium mengenai pengaruh suhu dan lama

pengovenan pada proses pembuatan muffin labu kuning terhadap kadar β

– karoten muffin labu kuning pada tingkat kepercayaan 95% akan

dianalisis dengan uji stasitik Two Way Anova. Pengolahan data statistik ini

akan diolah dengan menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Tabel uji

statistik Two Way Anova disajikan pada Tabel 14.

28

Page 34: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Tabel 14. Analisis Two Way Anova

SourceType III Sum

of Squares dfMean

Square F Sig.ModelSuhuLamaSuhu*LamaErorTotal

H0 : - Tidak ada pengaruh lama pengovenan terhadap kadar β – karoten

muffin labu kuning.

- Tidak ada pengaruh suhu pengovenan terhadap kadar β – karoten

muffin labu kuning

- Tidak ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β –

karoten muffin labu kuning

H1 : - Ada pengaruh lama pengovenan terhadap kadar β – karoten muffin

labu kuning.

- Ada pengaruh suhu pengovenan terhadap kadar β – karoten muffin

labu kuning

- Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β –

karoten muffin labu kuning

2. Mutu Organoleptik

Pengolahan data pengaruh suhu dan lama pengovenan pada proses

pembuatan muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik pada tingkat

kepercayaan 95% yaitu digunakan dengan analisis statistik Kruskal Walis.

Pengolahan data statistik ini akan diolah dengan menggunakan SPSS 16.0

for Windows. Tabel uji statistik Kruskal Walis seperti yang disajikan pada

Tabel 15.

Rumus yang digunakan :

KW = [ 12 / N (N + 1) ∑ nj R-2 j ] – 3 (N + 1)

Keterangan :

29

Page 35: Proposal Karya Tulis Ilmiah

KW = banyaknya taraf perlakuan

Nj = banyaknya replikasi pada taraf perlakuan ke -j

N = ∑ nj

Rj = rata-rata dari ranking skor taraf perlakuan ke –j

Tabel 15. Analisis Kruskall Wallis

Ranks

Taraf Perlakuan N Mean Rank

Skor kesukaan P1

P2

P3

P4

P5

P6

Test Statisticsa,b

Skor kesukaan

Chi-Square

df

Asymp sig.

Keterangan :

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: sampel

Hipotesis statistik :

Ho : Tidak ada pengaruh suhu dan lama pengovenan pada proses

pembuatan muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik

muffin labu kuning.

H1 : Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan pada proses

pembuatan muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik

muffin labu kuning..

30

Page 36: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Penarikan kesimpulan :

Tolak Ho : apabila Sig. < 0,05 berarti ada pengaruh suhu dan lama

pengovenan pada proses pembuatan muffin labu kuning

terhadap mutu organoleptik muffin labu kuning.

Terima Ho : diterima apabila Sig > 0,05 berarti tidak ada pengaruh

suhu dan lama pengovenan pada proses pembuatan

muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik muffin

labu kuning.

Jika Ho ditolak, maka dilanjutkan uji statistik perbandingan ganda

Mann Whitney untuk menentukan pasangan perlakuan mana yang berbeda

signifikan.

31

Page 37: Proposal Karya Tulis Ilmiah

DAFTAR PUSTAKA

Vitamin and Mineral Requirements in Human Nutrition. Second Edition. 2004.

World Heallth Organization. Geneva

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar ILMU GIZI. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Andarwulan, N. dan S. Koswara. 1992. Kimia vitamin. Penerbit CV. Rajawali,

Jakarta.

Apriyanto, A, D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989.

Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB-Press. Bogor

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta

Beck, Merry E. 1985. Ilmu Gizi dan diet Hubungannya dengan Penyakit –

Penyakit.Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.

Budiman, L., Soekarto, S. T., dan Apriyantono, A. 1984. Karakteristik Buah Labu

(Cucurbita moschata D.). Bul. Pen. Ilmu & Teknol Pangan Vol. III.

Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara

Karya Aksara, Jakarta

Hebdrasty, H.K. 2003. Tepung Labu Kuning Pembuatan dan Pemanfaatannya.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Hidayah, R., 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning (Waluh). (Online),

available : http://www.borneotribune.com (12 Mei 2012).

Histifarina, D., D. Musaddad, dan E. Murtiningsih. 2004. Teknik Pengeringan

dalam Oven untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. Balai Penelitian

Tanaman Sayuran. Bandung

Iskandar, W. 1995. Pembuatan Keripik Buah Labu (Cucurbita moschata D.). IPB,

Bogor.

32

Page 38: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Jerry, Dodon. 2011. Kue Talam Labu Kuning (Peringgi). (Online), available :

http://dodonjerry.blogspot.com (24 Mei 2012).

Kertawiguna, E. 1998. Vitamin yang Dapat Berfungsi sebagai Antioksodan.

Majalah Ilmu Fakultas Kedokteran USAKTI. Jakarta

Moehyi, Sjahmien B.Sc. 1992. Penyelenggaraan MAKANAN INSTITUSI dan

JASA BOGA. Bhratara. Jakarta

Murdijati-Gardjito. 1988. Potensi Vitamin A Tepung Buah Waluh. Proyek

Penelitian DPP/SPP FTP UGM. Yogyakarta.

Pemanfaatan Sayuran dan Buah-Buahan Kering Untuk Peningkatan Konsumsi

Vitamin A. 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Pudjiadi, Solihin. 2000. Ilmu Gizi klinis pada Anak. Fakultas Kedokteran UI.

Jakarta

Pudjirahayu. 2001. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. IPB. Bogor.

Puspita, Ayu Widya. 2008. Rekayasa Sosial Budaya Terhadap Perubahan Prilaku

Diet Dalam Upaya Mengatasi Permasalahan Gizi Buruk Di Indonesia.

(Online), available : http://www.paud-usia-dini.blogspot.com/2008/06 (24

April 2012).

Sediaoetama, 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jilid II.

Dian Rakyat. Jakarta

Sigien, Albiner. 2003. Pendekatan Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Masalah

Kekurangan Zat Gizi Mikro. (Online), available :

http://library.usu.ac.id/../fkm-albiner5.pdf (2 Juni 2012)

Siswono, 2008. Balita Indonesia Kekurangan Vitamin A (KVA). (Online), available

: http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/bkm-5.doc (24 April 2012).

Soekarto, Soewarno T. 1985. PENILAIAN ORGANOLEPTIK. Bhratara Karya

Aksara. Jakarta

33

Page 39: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Soewitomo, Sisca. 2011. 1000 Resep Masakan & Kue. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Sudarto, Y. 1993. Budidaya Waluh. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Suwandi, U. 1991. Manfaat Beta Karoten bagi Kesehatan. Cermin dunia

Kedokteran.

Widowati, S., N. Richana, Suarni, P. Raharto dan I.G.P. Sarasutha., 2001. Studi

Potensi dan Peningkatan Dayaguna Sumber Pangan Lokal untuk

Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian

Puslitbangtan. Bogor.

Wijayakusuma, M. Hembing 2005. Penyembuhan dengan Labu Parang

(Cucurbita Moschata Duch.). Pustaka Populer Obor. Jakarta

Wikipedia. 2011. Muffin. (Online), available : http://

http://id.wikipedia.org/wiki/Muffin. (1 Juni 2012)

Wikipedia. 2011. Teknik Memasak. (Online), available : http://

http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik-Memasak. (1 Juni 2012)

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. M Brio Press. Jakarta

34

Page 40: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 1

Form Uji Skala Kesukaan (Hedonic Scale Test )

Uji Skala Kesukaan (Hedonic Scale Test)

Panelis : ………………………………………………………………………

Tanggal : ………………………………………………………………………

Produk : Muffin Labu Kuning dengan Suhu dan Lama Pengovenan Berbeda

Kriteria Mutu yang Dinilai : Rasa, Warna, Aroma, dan Tekstur.

Instruksi :

Dihadapan Anda disediakan produk Muffin Labu Kuning dengan suhu dan lama pengovenan berbeda. Anda diminta untuk memberikan penilaian mengenai rasa, warna, aroma, dan tekstur dengan cara menentukan nilai sesuai dengan tingkat kesukaan pada kolom yang telah disediakan.

4 = Sangat Suka3 = Suka2 = Tidak Suka1 = Sangat Tidak Suka

Setelah Anda mencicipi salah satu sampel, Anda harus berkumur dengan air putih yang telah disediakan sebelum mencicipi sampel yang lain. Selain itu Anda juga diminta memberi komentar atau alasan mengenai rasa, warna, aroma, dan tekstur dari masing-masing kode sampel.

KodeSkor Penilaian Kesukaan

Rasa Warna Aroma Tekstur852260128603988131

Komentar :

Saran :

Terimakasih Atas Partisipasinya

35

Page 41: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2

Daftar Nama Panelis

Daftar Nama Panelis

No Nama Kelas

1 Ajeng R IIA

2 Amanda Nurqisthy IIA

3 Ananda Adji P IIA

4 Anisa Rahmawati IIA

5 Anisa Setia Putri IIA

6 Arfi Marta IIA

7 Aries Tika IIA

8 Dian Mustikawati IIA

9 Iga Ema Dini IIA

10 Isti Dyah P IIA

11 Leny Eka T W IIA

12 Marieta Mutiara Semeru IIA

13 Muthya Octavianty IIA

14 Reza Yuanita IIA

15 Sari Rahmawati Hasan IIA

16 Tiara Puspita IIA

17 Titis Dwi IIA

18 Vanny Mahendra IIA

19 Yulia Aldila IIA

20 Yusita Ika IIA

36

Page 42: Proposal Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 3

Anggaran Dana Percobaan

ANGGARAN DANA

Nama BahanJumlah

Harga (Rp.)Jumlah Satuan

Labu Kuning 15 Kg 100000

Tepung Terigu 2 Kg 18000

Telur (isi utuh) 2 Kg 34000

Gula Pasir 2 Kg 20000

Garam 250 Gram 3000

Mentega/Butter 1.5 Kg 40000

Susu Cair Ultra 3 Liter 39000

Vanili 100 Gram 10000

Baking Powder 200 Gram 20000

Aqua Gelas 1 Karton 30000

Total 297000

37