Kinetika _Bernadette Rahajeng _12.70.0027_C3

47
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan terhadap kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar sari apel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kinetika Fermentasi Minuman Vinegar Sari Apel Kelompo k Perlakuan Wakt u Σ MO tiap petak Rata- rata / Σ MO tiap petak Rata- rata / Σ MO tiap cc OD (nm) pH Total asam (mg/ml) 1 2 3 4 C1 Sari apel + S. cereviceae N 0 5 48 5 22 10 4 x 10 7 0,1464 3,38 7,68 N 48 48 70 77 49 61 24,4 x 10 7 0,5485 3,26 9,98 N 72 50 83 75 48 64 25,6 x 10 7 0,7451 3,23 11,52 N 96 79 93 72 88 83 33,2 x 10 7 0,9552 3,19 12,09 N 120 153 155 160 120 147 58,8 x 10 7 1,5414 3,09 12,48 C2 Sari apel + S. cereviceae N 0 21 18 28 17 21 8,4 x 10 7 0,1547 3,54 11,52 N 48 30 43 35 24 38 15,2 x 10 7 0,5801 3,37 11,52 1

description

Praktikum mengenai kinetika pertumbuhan mikroorganisme pada proses fermentasi minuman vinegar. Minuman vinegar yang digunakan dibuat dari sari buah apel. Kinetika pertumbuhan diamati dari waktu inkubasi, jumlah mikroorganisme, OD, pH, dan total asam.

Transcript of Kinetika _Bernadette Rahajeng _12.70.0027_C3

hasil pengamatan

Hasil pengamatan terhadap kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar sari apel dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kinetika Fermentasi Minuman Vinegar Sari ApelKelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata / MO tiap petakRata-rata / MO tiap ccOD (nm)pHTotal asam (mg/ml)

1234

C1Sari apel +S. cereviceaeN0548522104 x 1070,14643,387,68

N48487077496124,4 x 1070,54853,269,98

N72508375486425,6 x 1070,74513,2311,52

N96799372888333,2 x 1070,95523,1912,09

N12015315516012014758,8 x 1071,54143,0912,48

C2Sari apel +S. cereviceaeN021182817218,4 x 1070,15473,5411,52

N48304335243815,2 x 1070,58013,3711,52

N72547068566224,8 x 1070,52543,3111,90

N96596362686325,2 x 1070,62003,2711,90

N1209810488949638,4 x 1071,43913,1111,52

C3Sari apel +S. cereviseaeN022252318228,8 x 1070,18493,5211,90

N48506056625722,8 x 1070,50223,3912,48

N72706855676526 x 1070,64033,2812,67

N96248164161401779,571,8 x 1070,72863,1913,44

N12065671118481,7532,7 x 1071,59113,3313,06

C4Sari apel +S. cereviceaeN01921232020,758,3 x 1070,15163,5513,82

N48544547344518 x 1070,64813,3112,67

N727080798737730,8 x 1070,51753,2511,52

N9610596121133113,7545,5 x 1070,64633,2211,71

N120987211010796,7538,7 x 1071,02293,1910,94

C5Sari apel +S. cereviceaeN0722105114,4 x 1070,18873,487,68

N48483034323614,4 x 1070,37773,208,23

N723844362836,514,6 x 1070,73033,1812,56

N965045385246,2518,5 x 1070,76023,2711,90

N120258232182178212,585 x 1071,01513,4011,52

Pada Tabel 1, dapat dilihat pengamatan fermentasi minuman vinegar dari sari apel yang diberi inokulum Saccharomyces cereviceae (kelompok C1-C5 menggunakan sari apel dan inokulum yang sama). Pengamatan dilakukan terhadap rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak, rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc, optical density, pH, dan total asam. Pengamatan dilakukan pada periode waktu inkubasi 0 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, dan 120 jam. Nilai pH untuk kelompok C1, C2, dan C4 terus menurun dari waktu inkubasi 0 jam hingga mencapai waktu inkubasi 120 jam (semakin lama waktu inkubasi, nilai pH semakin rendah). Sedangkan pada kelompok C3 dan C5, pH menurun hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam, kemudian pH meningkat lagi pada periode waktu inkubasi 120 jam. Secara keseluruhan nilai pH untuk waktu inkubasi 0 jam adalah 3,38-3,55 dan untuk waktu inkubasi 120 jam adalah 3,09-3,40. Total asam untuk kelompok C1 terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi (semakin lama waktu inkubasi, total asam semakin besar). Pada kelompok C2, C3, dan C4, total asam meningkat hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 120 jam. Pada kelompok C5, total asam meningkat hingga mencapai periode waktu inkubasi 72 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 96 jam hingga 120 jam.

Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak sebanding dengan rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc. Hubungan antara waktu inkubasi dengan rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc dapat dilihat pada Gambar 1. Hubungan nilai optical density dengan waktu inkubasi untuk kelima kelompok dapat dilihat pada Gambar 2. Hubungan jumlah mikroorganisme dengan pH dapat dilihat pada Gambar 3. Hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam dapat dilihat pada Gambar 4. Hubungan jumlah mikroorganisme dengan optical density (OD) dapat dilihat pada Gambar 5.2

1

Gambar 1. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Waktu Inkubasi

Pada gambar 1, dapat dilihat grafik hubungan jumlah mikroorganisme dengan waktu inkubasi. Pada kelompok C1, C2, dan C5 jumlah mikroorganisme tiap cc terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi (semakin lama waktu inkubasi, rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc semakin besar). Sedangkan pada kelompok C3 dan C4, rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc terus meningkat hingga periode 96 jam, kemudian pada periode 120 jam jumlah mikroorganisme menurun.

Gambar 2. Hubungan Optical Density dan Waktu Inkubasi

Pada Gambar 2, dapat dilihat hubungan nilai optical density dengan waktu inkubasi. Nilai optical density untuk kelompok C1, C3, dan C5 terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi (semakin lama waktu inkubasi, nilai optical density semakin besar). Sedangkan pada kelompok C2 dan C4, optical density meningkat hingga periode waktu 48 jam, kemudian menurun pada periode 72 jam, dan meningkat lagi pada periode 96 jam hingga 120 jam. Secara keseluruhan nilai optical density untuk waktu inkubasi 0 jam adalah 0,1464-0,1887 dan untuk waktu inkubasi 120 jam adalah 1,0151-1,5911.

Gambar 3. Hubungan Jumlah Mikoorganisme dengan pH

Pada Gambar 3, dapat dilihat hubungan jumlah mikroorganisme dengan pH minuman vinegar yang dihasilkan. Pada kelompok C1, semakin besar jumlah mikroorganisme yang tumbuh, semakin rendah pH minuman vinegar yang dihasilkan. Pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 hubungan jumlah mikroorganisme dengan pH tidak dapat dilihat trend peningkatan atau penurunan pH jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme. Data peningkatan dan penurunan pH pada peningkatan jumlah mikroorganisme fluktuantif pada kelompok C2, C3, C4, dan C5. Secara keseluruhan nilai pH pada awal inkubasi adalah 3,38 (C1) - 3,55 (C4) dan pada akhir inkubasi adalah 3,09-3,40.

Gambar 4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Total Asam

Pada Gambar 4, dapat dilihat hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam minuman vinegar yang dihasilkan. Pada kelompok C1, semakin besar jumlah mikroorganisme yang tumbuh, semakin tinggi total asam minuman vinegar yang dihasilkan. Pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam tidak dapat dilihat trend peningkatan atau penurunan total asam jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme. Data peningkatan dan penurunan total asam pada peningkatan jumlah mikroorganisme fluktuantif pada kelompok C2, C3, C4, dan C5. Secara keseluruhan total asam pada awal inkubasi adalah 7,68 mg/ml (C1) -13,82 mg/ml (C4) dan pada akhir inkubasi adalah 10,94mg/ml (C4) -13,06 mg/ml(C3).

ODGambar 5. Hubungan Jumlah Mikroba dengan Optical Density (OD)

Pada Gambar 5, dapat dilihat hubungan jumlah mikroorganisme dengan OD vinegar yang dihasilkan. Pada kelompok C1 dan C5 semakin besar jumlah mikroorganisme yang tumbuh, semakin tinggi OD minuman vinegar yang dihasilkan. Pada kelompok C2, C3, dan C4, hubungan jumlah mikroorganisme dengan OD tidak dapat dilihat trend peningkatan atau penurunan OD jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme. Data peningkatan dan penurunan OD pada peningkatan jumlah mikroorganisme fluktuantif pada kelompok C2, C3, dan C4. Secara keseluruhan OD pada awal inkubasi adalah 0,1464 (C1) -0,1887 (C5) dan pada akhir inkubasi adalah 1,0151 (C5) -1,5911 (C3).

pembahasan

Proses fermentasi sangat erat hubungannya dengan industri pangan. Fermentasi dapat berfungsi untuk mengawetkan suatu produk, menciptakan produk baru, dan memperoleh kualitas tertentu yang diharapkan. Dalam proses fermentasi, dibutuhkan mikroorganisme fermentatif seperti yeast, bakteri, dan fungi. Substrat akan dirombak oleh mikroorganisme fermentatif menjadi bentuk yang lebih sederhana. Substrat dibutuhkan oleh mikroorganisme fermentatif akan melakukan pertumbuhan dan menghasilkan produk metabolit. Beberapa produk pangan yang merupakan hasil fermentasi antara lain roti, liquors, wine, bir, dan vinegar (El-Mansi et al, 2007).

Salah satu mikroorganisme fermentatif yang sering digunakan dalam industri pangan adalah yeast. Yeast merupakan fungi yang bersifat mikroskopik, tidak berfilamen, uniseluler, bentuknya bulat atau oval. Yeast tumbuh pada kondisi aw 0,88-0,94, suhu optimum pertumbuhan 25-30C, suhu maksimum pertumbuhan 35-47C, dan pH 4-4,5. Yeast melakukan perkembangan dengan berbagai macam cara seperti pembelahan, pembentukan tunas, menghasilkan spora aseksual, parthenogenesis, dan konjugasi (Green et al, 1988). Yeast dari genus Saccharomyces adalah yang paling mudah dijumpai dalam industri pangan, khususnya pada pembuatan wine, bir, vinegar, dan roti. Spesies Saccharomyces cereviceae adalah yang paling sering digunakan dalam industri pembuatan minuman beralkohol seperti wine, liquors, vinegar, dan bir (Frazier & Westhoff, 1988).

Vinegar adalah produk minuman tradisional yang terbuat dari bahan dengan kandungan gula tinggi yang difermentasi. Bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar pembuatan vinegar antara lain, gandum, beras, dan sari buah seperti apel dan anggur. Dalam pembuatan vinegar, dibutuhkan mikroorganisme fermentatif yaitu Saccharomyces cereviceae. Tahapan proses fermentasi vinegar meliputi tahap fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol dibutuhkan suasana anaerob, pada proses ini gula akan dikonversi menjadi alkohol. Pada fermentasi asam setat dibutuhkan suasana aerob, pada proses ini alkohol akan dikonversi menjadi asam asetat (Saha & Banerjee, 2013)

Terdapat dua sistem fermentasi yang biasa digunakan yaitu batch fermentation dan fed-batch fermentation. Pada sistem batch fermentation, akan dihasilkan sel yang sama dengan inokulum yang ditumbuhkan (baker yeast). Pada sistem batch fermentation media (substrat) dan inokulum hanya diberikan satu kali di awal proses, kemudian inokulum akan menggunakan media untuk tumbuh dan menghasilkan senyawa metabolit. Setelah diperoleh jumlah sel atau senyawa metabolit yang optimum, dapat dilakukan pemanenan dan harus dilakukan batch fermentasi yang baru. Kecepatan pertumbuhan (pembentukan biomassa sel) pada sistem batch fermentation dirumuskan dalam suatu persamaan ln xt = ln0 +tKeterangan :xt= jumlah biomassa mikroba setelah inkubasi pada waktu tx0= jumlah bimassa mikroba awal= kecepatan pertumbuhan spesifikt= waktu inkubasi(El-Mansi et al, 2007).

Spektrofotometri sebenarnya merupakan suatu metode untuk mengukur serapan suatu larutan sampel sebagai suatu fungsi panjang gelombang. Besarnya radiasi yang diserap akan sebanding dengan banyaknya molekul analit yang absorbsinya. Berdasarkan prinsip tersebut, metode spektrofotometri dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kekeruhan larutan dan jumlah molekul analit di dalamnya. Semakin keruh larutan, semakin banyak radiasi yang diserap, absorbansi pun semakin besar. Nilai absorbansi sering juga disebut sebagai nilai optical density (OD) (Satiadarma, 2004). Pengukuran OD yang dilakukan sebenarnya dapat digunakan sebagai alat pengukuran yang mudah untuk mengetahui pertumbuhan sel mikroorganisme pada suatu media cair. Ketika pertumbuhan sel mikroorganiseme pada media cair tinggi, maka media cair akan menjadi semakin keruh. Kekeruhan ini dapat terjadi akibat jumlah massa sel yang semakin banyak maupun produksi senyawa metabolit. Panjang gelombang yang digunakan 660 nm disesuaikan dengan warna medium yang digunakan Untuk hasil absorbansi (OD) yang lebih akurat, sebaiknya kisaran jumlah mikroorganisme yang ditumbuhkan adalah 106-107 mikroba/ml (Dalgaard & Koutsoumanis, 2001).

1.1. Pembuatan vinegar dari sari apel Pada percobaan, vinegar dibuat dari sari apel sebagai media pertumbuhan. Pertama-tama, apel dicuci, dipotong-potong, dan diambil sarinya. Sari apel diambil dengan juicer. Sebanyak 250 ml sari apel sebagai media pertumbuhan dimasukkan ke dalam botol kaca bening dan diberi penutup plastik dan diikat karet. Vinegar dapat dibuat dari bahan-bahan dengan kandungan gula yang tinggi, salah satuya dari sari buah apel. vinegar dari bahan sari apel biasa disebut cider apple. Penggunaan plastik yang diikat karet sebagai penutup botol bertujuan untuk memastikan botol sudah tertutup rapat. Hal ini untuk mencegah kontaminasi dari udara luar dan untuk menciptakan kondisi anaerob pada botol berisi media sebab fermentasi oleh Saccharomyces cereviceae membutuhkan kondisi anaerob (Frazier & Westhoff, 1988)

Gambar 6. Proses Pemotongan Apel

Gambar 7. Proses Pengambilan Sari Apel dengan Juicer

Gambar 8. Pengukuran Jumlah Media dan Media yang Sudah Dikemas di Botol

Setelah itu, media disterilisasi dengan autoklaf 121C tekanan 1 atm selama 15 menit. Media harus disterilisasi untuk membunuh mikroorganisme yang ada di media sehingga tidak akan mengganggu atau mengkontaminasi inokulum yeast yang akan ditambahkan ke media. Menurut Parker (2003), sterilisasi adalah proses pemberian panas pada suatu materi atau bahan secara cukup untuk memusnahkan mikroorganisme. Sterilisasi menggunakan autoklaf berarti proses setrilisasi yang dilakukan merupakan sterilisasi basah. Menurut Hadioetomo (1993), sterilisasi basah adalah suatu proses sterilisasi dimana panas dan uap air digunakan secara bersama-sama. Sterilisasi basah dilakukan di autoklaf atau sterilisator uap yang mudah diangkat (portable) dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan. Sterilisasi basah pada autoklaf dilakukan pada suhu 1210C selama 15 menit.

Gambar 9. Alat Autoklaf untuk Sterilisasi

Setelah disterilisasi dan suhunya tidak terlalu panas, sebanyak 30 ml biakan yeast dimasukkan ke dalam media pertumbuhan secara aseptis. Kemudian dilakukan inkubasi dengan perlakuan shaker atau penggoyangan. Proses inkubasi dilakukan di suhu ruang (25-30C) hingga periode waktu 120 jam (N0-N120). Proses inkubasi adalah proses memelihara kultur mikroorganisme tertentu pada suhu dan jangka waktu yang disesuaikan dengan karakteristik mikroorganisme tersebut sehingga dapat memantau pertumbuhan mikroorganisme yang ditumbuhkan. Ketika akan menambahkan kultur, suhu media tidak boleh terlalu panas karena dapat membunuh kultur yeast yang digunakan. Suhu maksimum dimana yeast masih dapat hidup adalah pada suhu 35-47C. Pada percobaan yang dilakukan, inkubasi dilakukan pada suhu ruang (25-30C) karena suhu optimum pertumbuhan yeast adalah pada suhu 25-30C. Periode waktu inkubasi 120 jam diharapkan dapat memaksimalkan pengamatan terhadap proses fermentasi yang terjadi sebab proses fermentasi vinegar membutuhkan waktu satu minggu hingga beberapa bulan, tergantung jumlah alkohol dan tingkat keasaman yang diharapkan, prosedur fermentasi yang digunakan, kondisi lingkungan, dan jenis substrat yang digunakan (Frazier & Westhoff, 1988)

Selama inkubasi, dilakukan shaker atau penggoyangan agar media selalu homogen dan media serta inokulum dapat bersentuhan dan bercampur dengan sempurna sehingga proses fermentasi lebih maksimal. Perlakuan aseptis dilakukan untuk mencegah timbulnya kontaminasi pada minuman vinegar. Kontaminasi dapat berasal dari lingkungan seperti udara, tetapi dapat juga berasal dari praktikan sendiri. Oleh sebab itu, tangan praktikan dan meja harus disemprot dengan alkohol. Praktikan harus menggunakan masker. Selain itu yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan kegiatan pemindahan, semua peralatan harus dekat dengan api (pemanas) dan kapas tidak boleh jatuh ke meja (Hadioetomo, 1993).

Kemudian dilakukan pengambilan sampel minuman vinegar sebanyak 30 ml secara aseptis(untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast). Proses pengambilan sampel dilakukan pada N0, N48, N72,N96, dan N120. Dilakukan pengujian tingkat kepadatan sel (dengan teknik haemocytometer), penentuan total asam selama fermentasi, pengukuran pH minuman vinegar, dan penentuan optical density (untuk mengetahui hubungan absorbansi dengan kepadatan sel). Perlakuan aseptis harus selalu dilakukan dalam pengambilan sampel minuman vinegar untuk mencegah timbulnya kontaminasi pada minuman vinegar. Kontaminasi dapat berasal dari lingkungan seperti udara, tetapi dapat juga berasal dari praktikan sendiri. Oleh sebab itu, tangan praktikan dan meja harus disemprot dengan alkohol. Praktikan harus menggunakan masker. Selain itu yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan kegiatan pemindahan, semua peralatan harus dekat dengan api (pemanas) dan kapas tidak boleh jatuh ke meja (Hadioetomo, 1993). Pada praktikum yang dilakukan, proses pengambilan sampel dilakukan diruang LAF dimana di dalamnya diberi sinar UV. Sinar UV dapat membunuh mikroorganisme sehingga dapat mencegah munculnya kontaminasi selama proses pengambilan sampel (Hidayat et al, 2006).

Gambar 10. Pengambilan Sampel Secara Aseptis

1.2. Pengujian tingkat kepadatan sel dengan haemocytometer Pengujian tingkat kepadatan sel dilakukan dengan haemocytometer. Metode ini sudah sesuai dengan metode jurnal Guzzon et al (2011) dimana digunakan metode haemocytometer untuk menentukan konsentrasi sel yeast yang kemudian digunakan untuk melihat pertumbuhan sel yeast. Metode haemocytometer dilakukan dengan mengambil cairan sampel dengan pipet tetes, kemudian sampel diteteskan ke kaca preparat khusus haemocytometer. Setelah itu ditutup dengan kaca penutup dan sampel dipipetkan lagi ke sela-sela kaca preparat agar tidak terbentuk gelembung, kemudian diamati menggunakan mikroskop. Pengamatan dilakukan pada jumlah mikroorganisme dalam satu petak atau kotak (dibatasi garis vertikal pada kanan kiri dan garis horizontal pada atas bawah). Pengamatan dilakukan sebanyak 4 kali ulangan dengan petak yang berbeda, kemudian dicatat, dihitung rata-rata jumlah mikroba per petak, dan rata-rata jumlah mikroba per cc.Rumus :Jumlah sel/cc

Gambar 11. Penggunaan dan Hasil Pengamatan Menggunakan Haemocytometer

1.3. Penentuan total asam selama fermentasi Pada percobaan yang dilakukan, penentuan total asam selama fermentasi dilakukan dengan metode titrasi. Sebanyak 10 ml sampel yang telah diambil, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditetesi indikator PP, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan ketika larutan sampel berubah menjadi warna merah muda (pada percobaan yang dilakukan, titik akhir titrasi tercapai ketika larutan berwana coklat gelap). Setelah itu, volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat dan digunakan untuk perhitungan kadar total asam titrasi.

Gambar 12. Proses Titrasi

Gambar 13. Sampel Sebelum Dititrasi Gambar 14. Sampel Setelah Dititrasi

Rumus perhitungan total asam :

Metode yang digunakan saat praktikum ini sesuai dengan metode yang digunakan oleh Sossou et al (2009) dalam jurnalnya dimana pada pembuatan vinegar dari kulit nanas yang dilakukan, penentuan total asam dilakukan dengan titrasi menggunakan NaOH dan indikator PP. Prinsip titrasi yang digunakan sesuai dengan prinsip titrasi asidi-alkalimetri. Pada titrasi asidi-alkalimetri, untuk mengetahui jumlah asam lemah pada suatu larutan, larutan dititrasi dengan larutan basa kuat hingga mencapai titik akhir titrasi. titik akhir titrasi akan tercapai ketika kondisi pH netral (tidak lagi asam) sehingga jumlah NaOH yang digunakan untuk titrasi akan sebanding dengan jumlah asam yang terdapat pada larutan. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna yang tidak kembali lagi pada zat yang dititrasi dengan pemberian setetes titran. Indikator yang digunakan dalam praktikum ini adalah indikator PP (phenolptalein). Dalam kondisi asam indikator PP tidak berwana, dan dalam kondisi basa akan berwarna merah muda (Mariati, 2008). Pada praktikum yang dilakukan, warna ketika mencapai titik akhir titrasi bukan merah muda karena warna awal larutan bukan bening, tetapi cenderung coklat-orange.

1.4. Pengukuran pH minuman vinegar Selain dilakukan pengukuran total asam menggunakan metode titrasi, sampel juga harus diuji pH. Pada praktikum yang digunakan, sisa larutan yang tidak digunakan untuk uji kepadatan sel, penentuan total asam, dan pengukuran optical density, selanjutnya digunakan untuk pengukuran pH dengan pH meter. Nilai pH yang terukur kemudian dicatat.Menurut Day & Underwood (1992), pH larutan yang netral adalah 7. Ketika nilai pH kurang dari 7, berarti larutan bersifat asam. Semakin rendah nilai pH yang terukur, larutan semakin asam. Sedangkan ketika nilai pH lebih dari 7, berarti larutan bersifat basa. Semakin tinggi nilai pH yang terukur, larutan semakin basa.

Gambar 15. Pengukuran pH dengan pH meter

1.5. Penentuan hubungan absorbansi dengan kepadatan selUntuk menentukan hubungan absorbansi (optical density) dengan kepadatan sel, harus dilakukan pula pengukuran absorbansi atau optical density pada vinegar. Pengukuran optical density (OD) dilakukan dengan spektrofotometer panjang gelombang 660 nm. Nilai OD yang diperoleh dari hasil pengukuran, kemudian dicatat dan dibandingkan tingkat kepadatan sel (dibuat dalam bentuk kurva). Spektrofotometri sebenarnya merupakan suatu metode untuk mengukur serapan suatu larutan sampel sebagai suatu fungsi panjang gelombang. Besarnya radiasi yang diserap akan sebanding dengan banyaknya molekul analit yang absorbsinya. Berdasarkan prinsip tersebut, metode spektrofotometri dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kekeruhan larutan dan jumlah molekul analit di dalamnya (Satiadarma, 2004).

Pengukuran OD yang dilakukan sebenarnya dapat digunakan sebagai alat pengukuran yang mudah untuk mengetahui pertumbuhan sel mikroorganisme pada suatu media cair. Ketika pertumbuhan sel mikroorganiseme pada media cair tinggi, maka media cair akan menjadi semakin keruh. Kekeruhan ini dapat terjadi akibat jumlah massa sel yang semakin banyak maupun produksi senyawa metabolit. Panjang gelombang yang digunakan 660 nm disesuaikan dengan warna medium yang digunakan dimana sebaiknya warna medium yang digunakan untuk spektrofotometer panjang gelombang 660 nm adalah mendekati warna air. Untuk hasil absorbansi (OD) yang lebih akurat, sebaiknya kisaran jumlah mikroorganisme yang ditumbuhkan adalah 106-107 mikroba/ml (Dalgaard & Koutsoumanis, 2001).

1.6. Jumlah Mikroorganisme, Optical Density, dan Waktu InkubasiBerdasarkan hasil pengamatan, pada kelompok C1, C2, dan C5 jumlah mikroorganisme tiap cc terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi (semakin lama waktu inkubasi, rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc semakin besar). Semakin lama waktu inkubasi seharusnya jumlah mikroorganisme semakin tinggi. Sebab proses inkubasi adalah proses memelihara kultur mikroorganisme tertentu pada suhu dan jangka waktu yang untuk menumbuhkan mikroorganisme. Hasil yang diperoleh kelompok C1, C2, dan C5 sesuai dengan jurnal Saha & Banerjee (201) yaitu tentang pembuatan vinegar dengan kulit nanas, jumlah mikroorganisme meningkat sebanding dengan lamanya waktu inkubasi. Menurut jurnal Sossou et al (2009), pada proses pertumbuhannya, mikroorganisme yang diinokulasi ke dalam media untuk fermentasi akan melewati fase percepatan pertumbuhan, fase stasioner, dan fase penurunan pertumbuhan.

Sedangkan pada kelompok C3 dan C4, rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc terus meningkat hingga periode 96 jam, kemudian pada periode 120 jam jumlah mikroorganisme menurun. Hasil ini sudah sesuai dengan jurnal Sossou et al (2014), untuk mikroorganisme fermentatif seperti yeast, fase percepatan pertumbuhan pada hari 1-3, fase stasioner pada hari 3-4, dan fase penurunan pertumbuhan setelah hari ke-4. Berdasarkan teori tersebut, dapat dimungkinkan untuk kelompok C1, C2, dan C5 juga akan mengalami penurunan jumlah mikroorganisme karena sudah melewati 5 hari. Lamanya proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh jenis substrat (bahan pangan), jenis mikroba, faktor dari lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban, ketersediaan oksigen, dan kadar gula (Frazier & Westhoff, 1988)

Pengukuran OD digunakan sebagai alat pengukuran untuk mengetahui pertumbuhan sel mikroorganisme pada suatu media cair. Ketika pertumbuhan sel mikroorganiseme pada media cair tinggi, maka media cair akan menjadi semakin keruh. Kekeruhan ini dapat terjadi akibat jumlah massa sel yang semakin banyak maupun produksi senyawa metabolit. Untuk hasil absorbansi (OD) yang lebih akurat, sebaiknya kisaran jumlah mikroorganisme yang ditumbuhkan adalah 106-107 mikroba/ml (Dalgaard & Koutsoumanis, 2001).

Berdasarkan hasil pengamatan, nilai optical density untuk kelompok C1, C3, dan C5 terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi (semakin lama waktu inkubasi, nilai optical density semakin besar). Hasil yang diperoleh ini sudah sesuai dengan jurnal de Oliveira et al (2011) dimana pada jurnalnya, nilai optical density meningkat seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi (kurva linear). Hal ini akibat pertumbuhan yeast pada media. Pada jurnalnya, pertumbuhan mikroba pendegradasi gula seharusnya membentuk kurva linear atau hiperbolik. Menurut Ho dan Powel (2014), hubungan nilai OD pada larutan media yang ditumbuhi yeast dengan waktu inkubasi akan berbentuk grafik hiperbolik. Pada grafik hiperbolik, nilai optical density akan meningkat seiring dengan lama waktu inkubasi, tetapi peningkatan nilai optical density semakin lama semakin kecil hingga mencapai waktu inkubasi tertentu, dimana tidak ada lagi peningkatan optical density.

Sedangkan pada kelompok C2 dan C4, optical density meningkat hingga periode waktu 48 jam, kemudian menurun pada periode 72 jam, dan meningkat lagi pada periode 96 jam hingga 120 jam. Nilai optical density untuk kelompok C2 dan C4 tidak sesuai dengan teori de Oliveira et al (2011) di atas. Hal ini akibat kesalahan dalam penggunaan cuvet. Cuvet merupakan bagian dari alat spektrofotometer yang berfungsi untuk menempatkan larutan yang akan ditembakkan dengan cahaya. Permukaan cuvet didesain berwarna bening agar cahaya dapat diteruskan dengan baik hingga mencapai larutan (cahaya tidak terhadang cuvet) (Day & Underwood, 1992). Ketika cahaya ditempatkan dalam cuvet yang kotor atau terkena bekas tangan, tentunya penyerapan cahaya oleh larutan tidak akan maksimal, sehingga pengukuran absorbansi atau optical density tidak akurat.

Secara keseluruhan nilai optical density untuk waktu inkubasi 0 jam adalah 0,1464-0,1887 dan untuk waktu inkubasi 120 jam adalah 1,0151-1,5911. Hasil optical density yang melebihi 1 untuk seluruh kelompok pada waktu inkubasi 120 jam dapat disebabkan karena larutan yang digunakan terlalu keruh. Dapat dilihat warna awal larutan media yang digunakan tidak bening jernih, tetapi warnanya coklat-orange. Menurut de Oliveira et al (2011), pengukuran jumlah mikroorganisme dengan menggunakan optical density, sebaiknya digunakan untuk subsrat murni bening bersih yang terlarut. Jika digunakan larutan media yang bening, akan lebih mudahmelihat perubahan OD akibat pertumbuhan mikroorganisme, bukan akibat warna media asli yang keruh.

Pada kelompok C1 dan C5, semakin besar jumlah mikroorganisme yang tumbuh, semakin tinggi OD minuman vinegar yang dihasilkan. Hal ini sudah sesuai dengan teori Dalgaard & Koutsoumanis (2011) yaitu pengukuran OD dapat digunakan sebagai alat pengukuran untuk mengetahui pertumbuhan sel mikroorganisme pada suatu media cair. Ketika pertumbuhan sel mikroorganiseme pada media cair tinggi, maka media cair akan menjadi semakin keruh (OD semakin tinggi). Kekeruhan ini dapat terjadi akibat jumlah massa sel yang semakin banyak maupun produksi senyawa metabolit.

Pada kelompok C2, C3, dan C4 hubungan jumlah mikroorganisme dengan OD tidak dapat dilihat trend peningkatan atau penurunan OD jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme. Hal ini diakibatkan oleh ketidaksesuaian pada data ketiganya. Pada kelompok C3 dan C4, ketika terjadi penurunan jumlah mikroorganisme, justru terjadi peningkatan OD. Untuk kelompok C3 dan C4 ketidaksesuaian terjadi pada parameter jumlah mikroorganisme untuk waktu inkubasi 120 jam sebab jika dilihat dari parameter OD, nilainya terus meningkat seiring dengan waktu inkubasi. Kesalahan dapat terjadi akibat pengambilan sampel yang tidak merata, sebaiknya pengulangan tidak dilakukan 4 kali untuk satu kali pengambilan sampel preparat. Pengulangan sebaiknya dilakukan 4 kali dengan masing-masing satu kali pengambilan sampel untuk satu preparat.

Pada kelompok D2, ketika terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme, justru terjadi penurunan OD. Penurunan OD pada periode 72 jam ini akibat kesalahan dalam penggunaan cuvet. Cuvet merupakan bagian dari alat spektrofotometer yang berfungsi untuk menempatkan larutan yang akan ditembakkan dengan cahaya. Permukaan cuvet didesain berwarna bening agar cahaya dapat diteruskan dengan baik hingga mencapai larutan (cahaya tidak terhadang cuvet) (Day & Underwood, 1992).

1.7. Jumlah Mikroorganisme, Total Asam, pH, dan Waktu InkubasiBerdasarkan jurnal Saha & Banerjee (2013), tahapan proses fermentasi vinegar meliputi tahap fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol dibutuhkan suasana anaerob, pada proses ini gula akan dikonversi menjadi alkohol. Pada fermentasi asam setat dibutuhkan suasana aerob, pada proses ini alkohol akan dikonversi menjadi asam asetat. Berdasarkan teori tersebut, seharusnya pada akhir proses fermentasi terjadi peningkatan kadar alkohol, kadar asam total dan penurunan pH sebab semakin asam suatu larutan, pH juga semakin menurun. Teori ini juga didukung oleh jurnal Nogueira et al (2008), dimana selama proses fermentasi akan terjadi peningkatan kadar etanol dan kadar asam hidrosinamat. Nilai pH untuk kelompok C1, C2, dan C4 terus menurun dari waktu inkubasi 0 jam hingga mencapai waktu inkubasi 120 jam (semakin lama waktu inkubasi, nilai pH semakin rendah). Hal ini sudah sesuai dengan kedua dasar teori tersebut,

Pada kelompok C3 dan C5, pH menurun hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam, kemudian pH meningkat lagi pada periode waktu inkubasi 120 jam. Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan teori Saha & Banerjee (2013) dan Nogueira et al (2008), apalagi jika dilihat dari keseluruhan nilai pH untuk waktu inkubasi 0 jam adalah 3,38-3,55 dan untuk waktu inkubasi 120 jam adalah 3,09 (C1) -3,40 (C5). Jika dilihat dari range pH pada waktu 120 jam, untuk kelompok C5, justru semakin mendekati pH awal substrat. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh ini diakibatkan kesalahan dalam penggunaan alat pH meter. Dalam penggunaan pH meter seharusnya ditunggu hingga beberapa lama agar pH stabil. Terlalu cepat mencabut pH meter dari larutan dapat menyebabkan ketidakakuratan penghitungan pH.

Berdasarkan jurnal Saha & Banerjee (2013), tahapan proses fermentasi vinegar meliputi tahap fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol, gula akan dikonversi menjadi alkohol. Pada fermentasi asam setat, alkohol akan dikonversi menjadi asam asetat. Berdasarkan teori tersebut, seharusnya pada akhir proses fermentasi terjadi peningkatan kadar alkohol, kadar asam total dan penurunan pH. Total asam untuk kelompok C1 sudah sesuai dengan dasar teori Saha & Banerjee (2013), dimana total asam terus meningkat sebanding dengan waktu inkubasi (semakin lama waktu inkubasi, total asam semakin besar).

Hasil yang diperoleh kelompok C2, C3, C4, dan C5 tidak sesuai dengan teori Saha & Banerjee (2013) tersebut. Pada kelompok C2, C3, dan C4, total asam meningkat hingga mencapai periode waktu inkubasi 96 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 120 jam. Pada kelompok C5, total asam meningkat hingga mencapai periode waktu inkubasi 72 jam, kemudian menurun pada periode waktu inkubasi 96 jam hingga 120 jam. Pada keempat kelompok tersebut, terjadinya ketidaksesuaian dapat diakibatkan oleh kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi. Proses penentuan titik akhir titrasi dilakukan dengan melihat perubahan warna (Day & Underwood, 1992). Perubahan warna bersifat kualitatif sehingga berbeda-beda untuk setiap orang. Hal ini memungkinkan terjadinya ketidakseragaman dalam menentuan warna akhir titik akhir titrasi.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok C1, semakin besar jumlah mikroorganisme yang tumbuh, semakin rendah pH minuman vinegar yang dihasilkan. Hal ini sudah sesuai dengan jurnal Saha & Banerjee (2013) yang menyatakan bahwa tahapan proses fermentasi vinegar akan menghasilkan alkohol dan asam asetat. Dalam pembuatan vinegar, dibutuhkan mikroorganisme fermentatif yaitu Saccharomyces cereviceae. Berdasarkan teori tersebut, semakin terpenuhinya jumlah mikroorganisme fermentatif, proses fermentasi semakin maksimal, sehingga terjadi peningkatan kadar alkohol, kadar asam total dan penurunan pH. Teori ini juga didukung oleh jurnal Nogueira et al (2008), dimana semakin tinggi jumlah yeast, terjadi peningkatan kadar etanol. Semakin banyak etanol yang dihasilkan, semakin banyak pula etanol yang tersedia untuk diubah jadi asam asetat sehingga memungkinkan terbentuknya asam asetat yang lebih banyak (semakin asam, pH semkain menurun)

Pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 hubungan jumlah mikroorganisme dengan pH tidak dapat dilihat trend peningkatan atau penurunan pH jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme. Data peningkatan dan penurunan pH pada peningkatan jumlah mikroorganisme fluktuantif pada kelompok C2, C3, C4, dan C5. Secara keseluruhan nilai pH pada awal inkubasi adalah 3,38 (C1) - 3,55 (C4) dan pada akhir inkubasi adalah 3,09-3,40. Data yang fluktuantif ini disebabkan karena kondisi pH yang fluktuantif paada kelompok C3 dan C5. Hal ini akibat kesalahan dalam penggunaan alat pH meter. Dalam penggunaan pH meter seharusnya ditunggu hingga beberapa lama agar pH stabil. Terlalu cepat mencabut pH meter dari larutan dapat menyebabkan ketidakakuratan penghitungan pH. Selain itu, ditambah dengan kesalahan dalam penentuan jumlah mikroba pada kelompok C2, C3, dan C4. Kesalahan dalam penentuan jumlah mikroba dapat terjadi akibat pengambilan sampel yang tidak merata, sebaiknya pengulangan tidak dilakukan 4 kali untuk satu kali pengambilan sampel untuk preparat. Pengulangan sebaiknya dilakukan 4 kali dengan masing-masing satu kali pengambilan sampel untuk satu preparat.

Ketika terjadi penurunan pH, seharusnya terjadi peningkatan total asam. Semakin asam suatu larutan, pH semakin rendah (Day & Underwood, 1992). Pada kelompok C1, semakin besar jumlah mikroorganisme yang tumbuh, semakin tinggi total asam minuman vinegar yang dihasilkan. Hal ini sudah sesuai dengan jurnal Saha & Banerjee (2013) yang menyatakan bahwa tahapan proses fermentasi vinegar akan menghasilkan alkohol dan asam asetat. Dalam pembuatan vinegar, dibutuhkan mikroorganisme fermentatif yaitu Saccharomyces cereviceae. Berdasarkan teori tersebut, semakin terpenuhinya jumlah mikroorganisme fermentatif, proses fermentasi semakin maksimal, sehingga terjadi peningkatan kadar alkohol, kadar asam total dan penurunan pH. Teori ini juga didukung oleh jurnal Nogueira et al (2008), dimana semakin tinggi jumlah yeast, terjadi peningkatan kadar etanol. Semakin banyak etanol yang dihasilkan, semakin banyak pula etanol yang tersedia untuk diubah jadi asam asetat sehingga memungkinkan terbentuknya asam asetat yang lebih banyak (total asam tinggi).

Pada kelompok C2, C3, C4, dan C5 hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam tidak dapat dilihat trend peningkatan atau penurunan total asam jika dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme. Data peningkatan dan penurunan total asam pada peningkatan jumlah mikroorganisme fluktuantif pada kelompok C2, C3, C4, dan C5. Secara keseluruhan total asam pada awal inkubasi adalah 7,68 mg/ml (C1) -13,82 mg/ml (C4) dan pada akhir inkubasi adalah 10,94 mg/ml (C4) -13,06 mg/ml (C3). Selain itu, ditambah dengan kesalahan dalam penentuan jumlah mikroba pada kelompok C2, C3, dan C4. Pada keempat kelompok tersebut, terjadinya ketidaksesuaian dapat diakibatkan oleh kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi. Proses penentuan titik akhir titrasi dilakukan dengan melihat perubahan warna (Day & Underwood, 1992). Perubahan warna bersifat kualitatif sehingga berbeda-beda untuk setiap orang. Hal ini memungkinkan terjadinya ketidakseragaman dalam menentuan warna akhir titik akhir titrasi. Kesalahan dalam penentuan jumlah mikroba dapat terjadi akibat pengambilan sampel yang tidak merata, sebaiknya pengulangan tidak dilakukan 4 kali untuk satu kali pengambilan sampel untuk preparat. Pengulangan sebaiknya dilakukan 4 kali dengan masing-masing satu kali pengambilan sampel untuk satu preparat.

kesimpulan

Vinegar dapat dibuat dari fermentasi sari apel sebagai substrat dan Saccharomyces cereviceae sebagai inokulum. Fermentasi dalam pembuatan vinegar akan menghasilkan alkohol (etanol) dan asam asetat. Saccharomyces cereviceae adalah jenis yeast yang berperan dalam fermentasi vinegar untuk degradasi gula. Segala proses dalam proses fermentasi dilakukan secara aseptis untuk menghindari kontaminasi. Pengukuran kepadatan sel dapat dilakukan dengan metode haemocytometer (menggunakan kaca preparat khusus haemocytometer). Pengukuran total asam dilakukan dengan titrasi asidi-alkimetri menggunakan NaOH 0,1N. Inkubasi yang sesuai untuk Saccharomyces cereviceae pada suhu ruang (25C-30C) Dalam proses fermentasi untuk menghasilkan vinegar, diperlukan proses shaker untuk menghomogenkan substrat dan memastikan seluruh mikroorganisme dapat bersentuhan dengan substrat. Semakin lama waktu inkubasi pada proses fermentasi akan terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme, peningkatan OD, peningkatan total asam, dan penurunan pH. Optical density (OD) atau absorbansi suatu larutan dapat digunakan untuk menentukan jumlah mikroorganisme pada media cair. Semakin banyak jumlah mikroorganisme, semakin keruh larutan, semakin tinggi nilai OD. Selama terjadi pertumbuhan mikroorganisme, terjadi pertambahan jumlah mikroorganisme dan pembentukan produk metabolit yang menyebabkan kekeruhan pada larutan. Semakin rendah pH semakin tinggi total asam pada vinegar. Semakin banyak jumlah mikroorganisme, total asam pada vinegar semakin tinggi karena semakin banyak mikroorganisme yang melakukan fermentasi menghasilkan asam. Semakin banyak jumlah mikroorganisme, pH pada vinegar semakin rendah karena semakin banyak mikroorganisme yang melakukan fermentasi menghasilkan asam.

Semarang, 15 Juni 201Asisten dosen, Bernardus Daniel Metta Meliani Chaterine Meilani

Bernadette Rahajeng P.T. 12.70.0027daftar pustaka

Dalgaard, P. and K. Koutsoumanis. (2001). Comparison of maximum specic growth rates and lag times estimated from absorbance and viable count data by different mathematical models. Journal of Microbiological Methods; 43: 183196.

Day, R.A. Jr & A. L. Underwood. (1998). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Revisi. Erlangga. Jakarta.

De Oliveira, T.S., R.P. Lana, J.C. Pereira, G. Guimares, J.A.F. Neto. (2011). Growth Rate Of Mixed Ruminal Bacteria As A Function Of Energetic Substrate Concentration In Bath Culture. Pesquisa Agropecuaria Tropical Journal; 4(1): 39-43.

El-Mansi, E.M.T., C.F.A. Bryce, A.L. Demain, and A.R. Allman. (2007). Fermentation and Biotechnology. 2nd Ed. CRC Press. Boca Raton Florida.

Frazier, W.C. & D.C. Westhoff. (1988). Food Microbiology. 4th Ed. McGraw-Hill Book Co. Singapura

Green, N.P.D., G.W. Stout, dan D.J. Taylor. (1988). Biological Science 1. Cambridge University Press. New York.

Guzzon, R., G. Widmann, L. Settanni, M. Malacarne, N. Francesca, and R. Larcher. (2011). Evolution of Yeast Populations during Different Biodynamic Winemaking Processes. South African Society Journal of Enology and Viticulture; 32(2): 242-250.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik, dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hidayat, N., C.P. Masdiana, and S. Sri. (2006). Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta

Ho, D.H.N. and Powel, C. (2014). The Effect Temperature on the Growth Characteristics of Ethanol Producing Yeast Strains. International Journal of Renewable Energy and Environmental Engineering; 2(1): 1-6.

Mariati, M. R. (2008). Pembuatan Larutan dan Standarisasinya. Dinamika. Aceh.

Nogueira, A. S. Guyot, N. Marnet, J.M. Lequr, J.F. Drilleau, and G. Wosiacki. (2008). Effect of Alcoholic Fermentation in the Content of Phenolic Compounds in Cider Processing. International Journal Brazilian Archives Of Biology and Technology; 51(5): 1025-1032.

Parker, R. (2003). Introduction to Food Science. Thomson Learning Inc. New York.

Saha, P. and S. Banerjee. (2013). Optimization Of Process Parameters For Vinegar Production Using Banana Fermentation. International Journal of Research in Engineering and Technology; 2(9): 501-514.

Satiadarma, K. (2004). Azas Pengembangan Prosedur Analisis. Airlangga Press. Surabaya.

Sossou, S.K., Y. Ameyapoh, S.D. Karou, and C. de Souza. (2009). Study of Pineapple Peelings Processing into Vinegar by Biotechnology. Pakistan Journal of Biological Sciences; 12(1): 859-865.

lampiran

1.8. Foto

Gambar 16. Hasil Pengamatan Haemocytometer pada N0

Gambar 17. Hasil Pengamatan Haemocytometer pada N48

Gambar 18. Hasil Pengamatan Haemocytometer pada N72

Gambar 19. Hasil Pengamatan Haemocytometer pada N96

Gambar 20. Hasil Pengamatan Haemocytometer pada N120

1.9. Perhitungan

Kelompok C1

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakRumus : Jumlah sel/cc Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3 = 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7

N0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamRumus :

N0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C2

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C3

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C4

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

Kelompok C5

Rata-rata / MO tiap petakN0Rata-rata / MO tiap petak N48Rata-rata / MO tiap petak N72Rata-rata / MO tiap petak N96Rata-rata / MO tiap petak N120Rata-rata / MO tiap petak

Rata-rata / MO tiap petakN0jumlah sel/cc N48jumlah sel/cc N72jumlah sel/cc N96jumlah sel/cc N120jumlah sel/cc

Total AsamN0Total asam N48Total asam N72Total asam N96Total asam N120Total asam

1.10. Laporan Sementara

1.11. Jurnal