Demam rematik

25
A. Pengertian Demam rematik adalah suatu penyakit akut yang datang terutama dengan gejala-gejala nyeri dan bengkak sendi dan gejala-gejala yang lain sesuai dengan kriteria Jones. Demam rematik masih merupakan problem dinegara berkembang karena sekuele yang ditimbulkannya berupa cacat katup jantung pada anak. Infeksi streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan diketahui sebagai pencetus penyakit ini. (1) B. Etiologi Infeksi streptokokus β hemolitik grup A telah lama diketahui mempunyai hubungan dengan terjadinya penyakit demam rematik. Meskipun mekanisme patogenesis yang pasti tidak diketahui. Berbagai teori telah dikemukakan dalam mekanisme pathogenesis demam rematik. Hipotesis yang paling popular menyatakan adanya respon imun yang abnormal pada host yang akan menghasilkan antibody terhadap komponen Streptokokusgrup A dan menyababkan kerusakan imunologik dan menimbulkan manifestasi klinik. Tidak semua serotype Streptokokus β hemolitik grup A dapat menyebabkan penyakit ini. Diketahui streptokokus grup A serotype tertentu (tipe M1, 3, 5, 6, 18, 24) lebih sering diisolasi daripada serotype lain pada

description

pembahasan tentang DRA

Transcript of Demam rematik

A. Pengertian

Demam rematik adalah suatu penyakit akut yang datang terutama dengan gejala-gejala nyeri dan bengkak sendi dan gejala-gejala yang lain sesuai dengan kriteria Jones. Demam rematik masih merupakan problem dinegara berkembang karena sekuele yang ditimbulkannya berupa cacat katup jantung pada anak. Infeksi streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan diketahui sebagai pencetus penyakit ini. (1)B. Etiologi

Infeksi streptokokus hemolitik grup A telah lama diketahui mempunyai hubungan dengan terjadinya penyakit demam rematik. Meskipun mekanisme patogenesis yang pasti tidak diketahui. Berbagai teori telah dikemukakan dalam mekanisme pathogenesis demam rematik. Hipotesis yang paling popular menyatakan adanya respon imun yang abnormal pada host yang akan menghasilkan antibody terhadap komponen Streptokokusgrup A dan menyababkan kerusakan imunologik dan menimbulkan manifestasi klinik. Tidak semua serotype Streptokokus hemolitik grup A dapat menyebabkan penyakit ini. Diketahui streptokokus grup A serotype tertentu (tipe M1, 3, 5, 6, 18, 24) lebih sering diisolasi daripada serotype lain pada penderita demam rematik, tetapi kerena serotype ini tidak dapat diketahui pada saat diagnosis klinis demam rematik ditegakkan, maka para klinis harus mengangap bahwa semua Streptokokus hemolitik grup A dapat menyebabkan demam rematik. Oleh karena itu seluruh episode faringitis streptokokal mesti diobati secara adekuat.(1)(2)C. Epidemiologi

Insidensi penyakit ini dinegara maju telah jauh berkurang bila disbanding sebelumnya dan di Amerika Serikat dilaporkan adanya kecenderungan peningkatan penyakit ini pada pertengahan tahun1980-an dan menimbulkan kematian 5014 orang pada tahun 1997. Dinegara sedang berkembang penyakit ini masih merupakan problem public health dan data yang akurat tidak diperoleh karena belum baiknya system pencatatan dan pelaporan mengeni penyakit ini. Dirasakan Insidennya di Negara sedang berkembang tidak berkurang. Di Indonesia data yang pasti mengenai insiden penyakit ini belum ada dan yang sering dilaporkan adalah insiden di beberapa rumah sakit pendidikan.

Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik dan penyakit jantung rematik di Indonesia untuk tahun 1981-1990 didapati 0,7 diantara 1000 anak sekolah yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan negra berkembang lainnya. Padahal prevalensi penyakit ini biasanya tinggi pada populasi yang pendapatannya rendah.(1)D. Patogenesis

Meski pengetahuan mengenai penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Streptococcus hemolyticus grup A sudah berkembang pesat namun sampai saat ini patogenesis secara pasti masih belum dapat diketahui. Pada umumnya para ahli mengatakan bahwa demam rematik adalah penyakit autoimun.

Streptokokus menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel, produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam rematik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ekstrasel dari streptokokus, Karena merupakan antigen, tubuh akan membentuk antibody untuk menetralisirnya. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody terhadap streptokokus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip dengan streptokokus. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

Demam rematik biasanya menyerang jaringan otot miokardium, endokardium dan pericardium, terutama pada katup mitral dan katup aorta. Secara histopatologis, infeksi demam rematik ditandai dengan adanya proses aschoff bodies yang khas. Daun katup dan korda tendinea akan mengalami edema, proses fibrosis, penebalan, vegetasi dan mungkin kalsifikasi.

Proses-proses tersebut menunjukan bahwa demam rematik memang merupakan suatu penyakit autoimun, dimana reaksi silang yang terjadi antara streptokokus dengan jaringan tubuh tertentu dapat menyebabkan kerusakan jaringan secara imunologik.(1)Perjalanan penyakitnya dibagi menjadi 4 stadium :

1. Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta streptococcus hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, gejala yang terjadi termasuk demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan eksudat ditonsil yang menyertai tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar. Infeksi ini biasanya berlang 2-4 hari, dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2. Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara infeksi streptokok dengan permulaan gejala demam rematik. Biasanya periode ini berlangsung antara 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

3. Stadium III

Ini merupakan stadium fase akut demam rematik,saat timbulnya berbagai manifestasi klinis demam rematik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umumdan manifestasi spesifik demam rematik. Gejala peradangan umum :biasanya pasien mengalami demam yang tidak tinggi, tanpa pola demam tertentu. Anak menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan menurun. Anak tampak pucat karena anemia akibat tertekannya eritropoesis, bertambahnya volume plasma serta memendeknya umur eritrosit. Dapat pula terjadi epistaksis, yang bila banyak dapat menambah derajat anemia. Atralgia, rasa sakit disekitar sendi selama beberapa hari atau beberapa minggu juga sering didapatkan, rasa sakit akan bertambah dengan latihan fisik.pada pemeriksaan lab terdapat tanda peradangan akut berupa C- reactive protein dan leukositosis serta meningginya LED. Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada EKG terjadi pemanjangan interval P-R.

4. Stadium IVStadium ini disebut stadium inaktif. Pada stadium ini pasien demam rematik tanpa kelainan jantung, atau pasien penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup, tidak menunjukkan gejala. Pada pasien penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa selain katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya penyakit.(3)E. Manifestasi klinis dan diagnosis

Tidak ada satu manifestasi klinis atau uji laboratorium spesifik yang dengan tegas menegakkan diagnosis demam reumatik. Agaknya, ada sejumlah tanda klinis tertentu, yang disebut dengan kriteria Jones, yang membuat diagnosis demam reumatik akut sangat mungkin dan memerlukan pembahasan manifestasi klinis dan diagnosis bersama. Walaupun kriteria Jones telah diubah beberapa kali sejak publikasi aslinya, kriteria ini tetap pada dasarnya stabil dan merupakan metode yang diterima, yang dengan metode ini diagnosis penyakit diperkuat. Biasanya manifestasi klinik dari demam reumatik akut, yang pertama yaitu terjadi infeksi akut Streptokokus beta hemolitikus grup A, kemudian setelah melewati masa laten yang lamanya 2-4 minggu, akhirnya timbul tanda-tanda dari demam reumatik akut yang sesuai rekomendasi American Heart Association untuk mendiagnosis serangan awal demam reumatik yang dapat di golongkan sebagai kriteria mayor dan kriteria minor.(2)(4)Kriteria MayorKriteria Minor

KarditisDemam

PoliarthritisArtralgia

Eritema MarginatumKenaikan reaktan fase akut ( LED, PCR)

KhoreaInterval P-R memanjang pada elektrokardiogram

Nodulus Sub Kutan

Plus

Bukti adanya infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A sebelumnya (biakan, antigen cepat, antibodi muncul/kenaikan)

Tabel 1. Kriteria Jones Untuk Diagnosis Serangan Demam Rematik(2) Dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor plus bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya menunjukkan sangat mungkin demam reumatik. Pada kategori spesial yang didaftar bawah, diagnosis demam reumatik dapat diterima tanpa dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor. Namun, hanya untuk a dan b syarat-syarat untuk bukti adanya streptokokus sebelumnya dapat diabaikan(2)a. Khorea, jika penyebab lain telah dikesampingkan

b. Karditis yang berjalan secara tidak kentara atau mulainya lambat tanpa penjelasan yang lain jantung reumatik atau demam reumatik sebelumnya ada satu kriteria mayor, atau demam, atau artralgia atau kenaikan reaktan fase akut memberi kesan dugaan diagnosis kumat. Bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya diperlukan disini.

c. Reumatik kumat: pada penderita dengan catatan penyakit

1. Karditis

Penemuan penting pada demam reumatik akut adalah pankarditis yang melibatkan perikardium, epikardium, miokardium, dan endokardium. Karditis adalah satu-satunya sisa demam reumatik akut yang mengakibatkan perubahan kronis. Manifestasi yang lazim adalah bukti adanya insufisiensi valvula, paling sering mengenai katup mitral, tetapi katup mitral dan aorta mungkin terkena. Keterlibatan katup aorta murni jarang. Katup trikuspidal atau keterlibatan katup pulmonal tidak biasa.(2)Pada fase akut biasanya terjadi insufisiensi, dan bila terjadi stenosis menandakan bahwa prosesnya telah berlangsung bertahun/berpuluh tahun setelah fase akut. Tanda-tanda klinik dari karditis akut ialah takikardia dan murmur, dan pada derajat sedang/berat dapat dijumpai kardiomegali, gagal jantung kongestif (ditandai oleh hepatomegali, edema tepi dan paru). Regurgitasi mitral ditandai adanya murmur holosistolik bernada tinggi di apeks jantung dan menjalar ke aksila kanan. Regurgitasi mitral yang hebat dapat disertai oleh murmur mid-diastolik di apeks disebabkan oleh stenosis relatif dari katub mitral. Insufisiensi aorta ditandai oleh adanya murmur diastolik bernada tinggi, dekresendo terdengar di garis sternum kiri bagian atas. Konsekuensi utama dari demam reumatik akut ialah kelainan katub yang bersifat progresif dan kronik terutama berupa stenosis katub yang mungkin memerlukan penggantian katub dan konsekuensi terjadinya endokarditis infektif.(2)2. Khorea

Khorea Sydenham, suatu bagian unik sindrom demam reumatik, terjadi jauh lebih lambat daripada manifestasi lain. Gerakan khorea athetoid ini dapat mulai dengan sangat tidak kentara. Periode laten pasca faringitis streptokokus dapat selamam beberapa bulan, dan gerakan sering amat sukar untuk dideteksi pada permulaannya. Namun, pada anamnesis orang tua dan guru yang teliti biasanya menunjukkan bukti bertambah nya kecanggungan. Khorea Sydenham terjadi pada kurang lebih 10-15% kasus demam reumatik akut, biasanya neurobehaviour bersifat tunggal dan berlangsung secara samar dengan ditandai oleh emosi labil, inkoordinasi, prestasi sekolah buruk, gerakan tidak terkendali, dan ekspresi wajah grimace yang timbul bila stres dan hilang waktu tidur. Beberapa manuver untuk mengetahui adanya korea ialah gerakan memerah susu, bila lengan ekstensi terjadi gerakan menyendok, bila lidah dijulurkan akan terlihat seperti gerakan cacing, dan gangguan motorik waktu menulis. Khorea jarang menimbulkan sekuele bersifat menetap. (2)3. Eritema marginatum

Ruam unik yang ditemukan pada penderita demam reumatik merupakan manifestasi mayor lain yang sukar didiagnosis. Eritema ini sangat jarang terjadi, karenanya sedikit klinisi yang telah mempunyai pengalaman yang luas dalam mengenalinya. Pada awal penyakit eritema ini nampak sebagai makula merah muda non spesifik, ditengahnya terlihat pucat, menjadi lebih nyata bila terkena panas, tidak disertai rasa gatal, terdapat ditubuh dan ekstremitas, dan tidak terdapat di wajah. (2)4. Nodulus subkutan

Lesi ini jarang terjadi dengan insiden 1%, nodulus ukuran kacang polong 1 cm adalah keras dan tidak sakit, serta tidak ada radang. Nodulus ini khas ditemukan pada permukaan ekstensi sendi, seperti lutut dan siku. (2) Manifestasi minor jauh kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis demam reumatik. Kriteria minor ini meliputi tanda-tanda klinis demam dan artralgia. Artralgia ada jika penderita merasa tidak enak pada sendi ketika tidak ada tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah, hangat)pada pemeriksaan fisik. (Artralgia tidak dapat dimasukkan dalam memperkuat kriteria Jones jika ada arthtritis). Demam mungkin ada, biasanya tidak lebih tinggi daro 101F atau 102F. Demam yang tinggi 103 atau 104F memerlukan re-evaluasi yang teliti dan pertimbangan diagnosis lain. (2) Termasuk kriteria minor adalah beberapa uji laboratorium. Reaktan fase akut seperti LED atau protein C-reaktif, yang mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan) dan digunakan oleh beberapa klinisi sebagai pedoman untuk mengubah dosis obat-obat anti radang. Pemanjangan interval P-R pada EKG juga termasuk pada kriteria minor. Ini juga merupakan tanda non spesifik dan harus digunakan hanya sesudah pertimbangan yang cermat. (2) Bukti adanya infeksi Streptokokus Grup A, merupakan salah satu dari segi-segi kriteria Jones yang paling penting. Harus ada bukti infeksi streptokokus grup A yang mendahului yang tercatat dengan biakan tenggorok yang positif, riwayat demam skarlet, atau kenaikan antibodi streptokokus seperti streptolisin O (ASO), antideoksiribonuklease B (anti-DNAse B), atau antihialuronidase (AH). Diagnosis demam reumatik tidak harus dipandang secara serius pada penderita tanpa adanya bukti infeksi stretokokus grup A baru (kecuali untuk khorea dan karditis). Sekitar 80% individu dengan demam reumatik mengalami kenaikan titer ASO, tetapi jika dua titer antibodi stretokokus tambahan juga naik atau meningkat, kenaikan setidak-tidaknya satu antibodi terdapat lebih daripada 95% penderita demam reumatik.(2) Ada tiga golongan penderita yang dapa didiagnosis sebagai menderita demam reumatik akut walaupun tidak ada dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor, seperti yang telah disesuaikan dengan kriteria Jones. Tiga golongan ini dengan kuat mempertimbangkan demam reumatik jika ada khorea dan karditis yang berjalan lamban tanpa penyebab yang lain yang mungkin. Lagipula, kumat demam reumatik harus dipikirkan pada penderita dengan demam reumatik atau penyakit jantung reumatik sebelumnya yang mempunyai bukti infeksi streptokokus baru dengan satu kriteria mayor atau dua kriteria minor. (2)F. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada satu uji laboratorium spesifik yang dapat memperkuat diagnosis demam reumatik akut. Bukti laboratorium adanya infeksi streptokokus sebelumnya diperkuat oleh organisme itu sendiri (biakan) atau bukti adanya respon imun terhadap antigen streptokokus grup A, walaupun uji deteksi antigen cepat tersedia. Semua penderita yang dicurigai menderita demam reumatik harus sekurang-kurangnya dilakukan satu kali biakan tenggorok sebelum mulai terapi antibiotik. (2) Uji antibodi streptokokus merupakan metode lain yang mendokumentasikan adanya infeksi streptokokus grup A sebelumnya. Uji yang paling sering digunakan adalah uji ASO. Uji lain yang mungkin diguanakan adala anti-DNAse B dan uji AH. Uji skrining aglutinasi yang tersedia di pasaran kurang memuaskan karena kesukaran tekniknya. Kenaikan titer antibodi jelas merupakan bukti adanya infeksi streptokokus grup A sebelumnya, tetapi cara memperagakan infeksi sebelumnya yang lebih dapat dipercaya adalah dengan menunjukkan kenaikan titer antara serum akut dan konvalesen. Ujia ASO mencapai puncaknya 3-6 minggu sesudah infeksi, sedang uji anti-DNAse B mencapai puncaknya sedikit lebih lambat (6-8 minggu). Jika serum akut dan konvalesen diuji, mereka harus diuji bersamaan. Penentuan harga kenaikan titer dapat bervariasi menurut umur penderita, interval sejak infeksi streptokokus, dan populasi. (2) Reaktan fase akut seperti LED atau PCR biasanya naik pada permulaan demam reumatik akut. Namun, uji ini tidak spesifik. Penentuan faktor reumatoid, uji untuk adanya antibodi nuklear, dan penentuan kadar kompelemen jarang membantu dalam membuat diagnosis demam reumatik akut. Kadang-kadang, kenaikan nonspesifik gamma globulin serum dapat ditemukan. (2) Elektrokardiogram dapat menunjukkan blokade jantung pertama (pemanjangan interval PR), dan pada keadaan yang jarang, blokade dearajat 2 atau 3 dapat juga ada. Pada serangan pertama elektrokardiogram biasanya tidak luar biasa. Pada penderita penyakit jantung reumatik kronis manifestasi elektrokardiografi akibat penyakit jantung, seperti pembesaran atrium kiri, mungkin jelas. (2)G. Penatalaksanaan demam rematik

Manajemen demam rematik akut dapat dibagi dalam 3 pendekatan. 1. Pengobatan infeksi Streptococcus Grup A yang menyebabkan penyakit,

Semua penderita yang datang dengan demam rematik akut harus diobati untuk infeksi Streptococcus grup A pada saat diagnosis dibuat, apakah organisme pada mulanya diisolasi dari organisme atau tidak. Sepuluh hari penuh dengan antibiotik oral yang tepat atau satu injeksi intramuscular benzatin penisilin G 1.200.000 unit dianjurkan. Karena pengobatan secara intramuscular dengan benzatin penisilin G dapat mengalami kenaikan LED non spesifik, beberapa klinisi memilih mengobati penderita pada mulanya dengan penisilin oral. Sulfadiazin merupakan agen yang tidak tepat untuk pengobatan faringitis Streptococcus akut. (1)(5)

Tabel 2. Pencegahan primer dan sekunder demam rematik(2)bingllah (G 501 09 059).

2. Penggunaan agen anti radang untuk mengendalikan manifestasi penyakit

Ada tiga manifestasi sistemik demam rematik akut yang padanya diberikan terapi segera. Manifestasi ini adalah artritis, karditis, dan korea Sydenham. Salisilat memberikan penyembuhan segera dan dramatis pada penderita dengan artritis demam rematik akut. Poliartritis migrans yang sangat nyeri dapat disembuhkan dalam 12-24 jam dengan penggunaan salisilat. Pemberian salisilat awal pada penderita yang dicurigai menderita demam rematik sebelum diagnosis ditegakkan dengan pasti dapat mengaburkan diagnosis dengan mengganggu perkembangan penyakit artritis migrans. Karenanya, salisilat atau agen antiradang lain harus dihentikan sampai perjalanan penyakit klinisnya jelas dengan sendirinya. Untuk penderita dengan artritis yang sangat sakit, dapat diberikan pereda dengan menggunakan dosis kecil kodein atau obat yang serupa, karena obat-obat tersebut tidak mengganggu perjalanan maju dan diagnosis penyakit selanjutnya.kortikosteroid jarang terindikasi untuk pengobatan artritis demam rematik. Tidak ada penelitian yang tersedia yang mencatat kemanjuran agen anti radang non steroid lain pengobatan demam rematik. Untuk penderita dengan karditis ringan tanpa bukti adanya gagal jantung kongestif, terindikasi salisilat saja. Namun pada penderita dengan gagal jantung kongestif atau manifestasi karditis lain yang berarti, diperlukan kortikosteroid. Tidak ada bukti yang memastikan bahwa penggunaan salisilat atau kortikosteroid bermanfaat dalam mencegah penyakit jantung rematik. Hal ini berbeda dengan kesan klinis bahwa kortikosteroid mungkin mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada penderita dengan karditis sedang sampai berat, terutama mereka yang terbukti ada gagal jantung. (2) Pemberian steroid harus dibatasi baik jumlahnya ataupun lamanya untuk mengurangi efek sampingnya yang tidak baik. Pada kebanyakan anak, dosis total 2,5 mg/kg/24 jam prednisone dibagi dalam dua dosis adalah tepat. Pemberian steroid singkat sekitar 2-3 minggu biasanya cukup, tergantung pada respons penderita secara klinis dan pada uji laboratorium (LED, PCR). Walaupun pemberian steroid singkat dalam dosis ini, efek samping mungkin terjadi, termasuk beberapa perubahan cushingoid dan hipertensi. Pemberian steroid selang sehari dapat mengurangi efek sampingtersebut, tetapi penelitian terkendali belum dilakukan. Dosis harus dikurangi sedikit demi sedikit, bukannya dihentikan secara mendadak. (2) Salisilat harus diberikan dalam dosis yang menimbulkan kadar darah 20-25 mg/dL. Biasanya 90-120 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi 4 adalah cukup uuntuk mencapai kadar ini dalam darah. Namun, kadar salisilat serum harus dengan hati-hati dipantau. Fungsi hati harus dipantau. Pada penderita yang mendapat kortikosteroid untuk terapi karrditis, dianjurkan untuk menambah salisilat pada steroid, terutama bila dosis mulai diturunkan untuk mencegah kemungkinan rebound rematik. (2) Pada pasien dengan karditis, prednisone (dosis 2 mg/kg/hari diberikan selama 2-6 minggu, dosis jangan melebihi 60-80 mg/hari) diindikasikan pada kasus dengan karditis. Pada karditis ringan dan sedang dianjurkan pemberian aspirin dengan dosis 90-100 mg/kg/hari dibagi dalam 4-6 kali pemberian. Dosis diteruskan untuk 4-8 minggu bergantung pada respons klinik. Bila didapati perbaikan, dosis tapering selama 4-6 minggu disertai pemantauan reaksi fase akut. (2) Pada pasien dengan artritis, aspirin (dosis 100 mg/kg/hari) diberikan untuk 2 minggu dan dosis perlahan-lahan diturunkan setelah 2-3 minggu. Gejala artritis yang segera menghilang setelah pemberian aspirin dalam 24-36 jam, sangat menyokong artritis yang disebabkan demam rematik. (1)Hanya artritisKarditis minimalKarditis sedangKarditis berat

Prednison002-4 minggu2-6 minggu

Aspirin1-2 minggu2-4 minggu6-8 minggu2-4 bulan

Tabel 3. Rekomendasi penggunaan anti inflamasi pada demam rematik(1)Ket: Dosis Prednison 2 mg/kg/hari dibagi 4 dosis

Aspirin 100 mg/kg/hari dibagi 6 dosis

Dosis prednison ditappering

Dosis aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kg/hari setelah 2 minggu pengobatan

3. Terapi pendukung yang lain, termasuk manajemen gagal jantung kongestif, jika gagal jantung ini terjadi

Gagal jantung kongestif harus diobati dengan teknik konvensional. Diuretik terindikasi pada pasien dengan gagal jantung kongestif berat. Glikosida jantung seperti digitalis juga dapat digunakan, walaupun biasanya dengan dosis yang relatif kecil. Dahulu, Tirah baring digunakan terutama pada dua kelompok penderita. Kelompok pertama adalah kelompok yang menderita artritis, tetapi ini biasanya bukan merupakan faktor sesudah terapi salisilat 24 jam. Tirah baring yang ketat tidak diperlukan. Kelompok kedua adalah penderita dengan karditis, terutama dengan gagal jantung. Kadang-kadang steroid, tirah baring dan antikongestif tidak efektif dalam mengobati karditis demam rematik. Pada kasus yang jarang ini, pembedahan kardiovaskular dengan penggantian katup atau valvuloplasti mungkin diperlukan. (2) Lamanya tirah baring tergantung kondisi penderita. Digoksin dapat digunakan, walaupun penggunaan digoksin pada penderita demam rematik masih kontroversi karena resiko intoksikasi dan aritmia. (1) Pengobatan khorea Sydenham adalah kontroversial. Pada mulanya, fenobarbital atau sedative lain digunakan, kemudian klorpromazin menjadi popular, diresepkan pada penderita dengan khorea ringan. Pada penderita dengan khorea berat, haloperidol telah digunakan dengan berhasil. Tidak ada terapi spesifik untuk eritema marginatum atau nodulus subkutan demam rematik. Penderita khorea dianjurkan mengurangi stress fisik dan emosi. Penggunaan antiinflamasi masih kontroversi dan tidak diperlukan pada penderita dengan khorea murni. Untuk khorea yang berat dapat digunakan fenobarbital (dosis 15-30 mg tiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan sampai 2 mg setiap 8 jam). Selain itu dapat juga digunakan asam valproate, klorpromazine dan diazepam.(2)G. Komplikasi demam rematik

Komplikasi demam rematik adalah perkembangan penyakit katup jantung rematik. Tidak ada manifestasi lain yang mengakibatkan penyakit kronis. Katup mitral paling sering terlibat, tetapi katup aorta dan tricuspid dapat terkena. Biasanya, katup tricuspid menjadi terlibat hanya pada penderita yang menderita penyakit katup mitral dan aorta yang berarti yang menyebabkan hipertensi pulmonal. (2) Insufisiensi mitral berat dapat mengakibatkan gagal jantung yang dapat dipercepat oleh penjelekan proses rematik, mulainya fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat atau endocarditis infektif. Sesudah bertahun-tahun, pengaruh insufisiensi mitral kronis dapat menjadi nyata secara klinis tanpa kejadian rematik baru. Gagal jantung sisi kanan dapat disertai dengan insufisiensi katup trikuspidal atau pulmonal. Kadang-kadang tampak ekstrasistol atrium atau ventrikel. Fibrilasi atrium lebih sering bila insufisiensi mitral disertai dengan atrium kiri yang besar. Penderita dengan fibrilasi atrium biasanya memerlukan antikoagulasi untuk pencegahan tromboemboli dan stroke. (2) Lesi katup mitral paling banyak dikenai (52,9%) diikuti lesi katup multiple (39,7%) dan lesi katup aorta (7,3%).(2)H. Prognosis demam rematik

Pada demam rematik hanya kelainan jantung yang dapat menetap, meninggalkan sekuele. Kelainan sendi bagaimanapun juga beratnya, selalu akan sembuh sempurna tanpa gejala sisa. Juga tidak akan ada kelainan syaraf yang menetap, kecuali episode serangan korea berulang. Jadi prognosis pasien terutama ditentukan oleh kelainan jantung pada fase akut dan gejala sisi kelainan jantungnya. Prognosis lebih buruk pada pasien yang berumur dibawah 6 tahun, atau bila pemberian profilaksis sekunder tidak adekuat sehingga terdapat kemungkinan terjadinya reaktivasi penyakit. (3) Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah jarang terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara berkembang (1-10%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga mempengaruhi kemungkinan berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah serangan demam reumatik aku. Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 60-70% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya sebesar 9-39%. (3) Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan yang tinggi penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus disampaikan kepada pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada pasien dengan penyakit jantung yang berat. (3)Sheet1

Rute pemberianAntibiotikDosisFrekuensi

Pencegahan primer: pengobatan faringitis Streptococcus untuk mencegah serangan demam rematik primer

IntramuskularBenzatin penisilin G1.200.000 unit (600.000 unit jika BB