BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

24
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Trombosit Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang berukuran 2-4 μm, berbentuk cakram bikonveks dengan volume 5-8 fl. Trombosit setelah keluar dari sumsum tulang, sekitar 20-30% trombosit mengalami sekuestrasi di limpa. Gambar 2.1. Bentuk trombosit pada sediaan hapus darah tepi Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Trombosit tidak dapat dipandang sebagai sel utuh karena berasal dari sel raksasa yang berada di sumsum tulang, yang dinamakan megakariosit. Megakariosit di dalam pematangannya dipecah menjadi 3.000-40.000 serpihan sel, yang dinamai sebagai trombosit atau kepingan sel (platelet) tersebut. Trombosit mempunyai bentuk bulat dengan garis tengah 0,75-2,25 mm, tidak mempunyai inti. Kepingan sel ini masih dapat melakukan sintesis protein,

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Trombosit

Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak

berinti dan terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang berukuran 2-4

μm, berbentuk cakram bikonveks dengan volume 5-8 fl. Trombosit setelah

keluar dari sumsum tulang, sekitar 20-30% trombosit mengalami

sekuestrasi di limpa.

Gambar 2.1. Bentuk trombosit pada sediaan hapus darah tepi

Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Trombosit tidak dapat

dipandang sebagai sel utuh karena berasal dari sel raksasa yang berada di

sumsum tulang, yang dinamakan megakariosit. Megakariosit di dalam

pematangannya dipecah menjadi 3.000-40.000 serpihan sel, yang dinamai

sebagai trombosit atau kepingan sel (platelet) tersebut. Trombosit

mempunyai bentuk bulat dengan garis tengah 0,75-2,25 mm, tidak

mempunyai inti. Kepingan sel ini masih dapat melakukan sintesis protein,

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

8

walaupun sangat terbatas, karena di dalam sitoplasma masih terdapat

sejumlah RNA. Trombosit masih mempunyai mitokondria, butir glikogen

yang mungkin berfungsi sebagai cadangan energi dan 2 jenis granula yaitu

granula-α dan granula yang lebih padat. (Kosasih, 2008;Sadikin, 2013).

2.1.1.1 Produksi Trombosit

Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui fragmentasi

sitoplasma megakariosit. Prekursor megakariosit-megakarioblast- muncul

melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoietik. Megakariosit

mengalami pematangan dengan replikasi inti endomitotik, memperbesar

volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi

kelipatan keduanya. Pada berbagai stadium dalam perkembangannya,

sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit

mengikuti pembentukan mikrovesikal dalam sitoplasma sel yang menyatu

membentuk membran pembatas trombosit. (Hoffbrand, Pettit, & Moss,

2002). Trombosit beredar di pembuluh darah kurang lebih 10 hari (Fritsma,

2015). Jumlah trombosit yang dihasilkan pada manusia berkisar 150 × 109

/ L hingga 400 × 109 / L (Daly, 2011).

2.1.1.2 Morfologi Trombosit dan Ultrastruktur

Trombosit merupakan sel darah yang berukuran kecil ( 2-3 µm ) ,

tidak berinti (anucleate) dan berbentuk cakram dimana dua pertiga

bagiannya beredar dalam sirkulasi darah dengan sepertiga sisanya beredar

di limpa (Thon & Italiano, 2012).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

9

Sumber : (Gawaz, 2001)

Ultrastruktur trombosit dapat dibagi dalam empat bagian morfologi:

zona perifer, zona struktural, zona organel dan sistem membran. Masing-

masing zona morfologi ini memiliki fungsi spesifik. Zona periperal terdiri

dari membran sitoplasma yang tertutup pada sisi ekstraseluler oleh lapisan

tipis yang terdiri dari berbagai glikoprotein, protein, dan mukopolisakarida.

Zona struktural terdiri dari mikrotubuli yang terletak di submukosa yang

mewakili benang tubulin dan dikelilingi oleh jaringan protein struktural

lain yang sangat berbeda. Komponen-komponen dari zona struktural

berfungsi untuk mempertahankan bentuk discoid khas dari trombosit yang

beristirahat dan secara aktif berpartisipasi dalam perubahan bentuk

trombosit yang diaktifkan. Zona organel terdapat di sitoplasma, terdiri dari

Gambar 2.2 : Skema ultrastruktur trombosit yang sedang istirahat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

10

mitokondria, penyimpanan glikogen, dan tiga granula penyimpanan yang

berbeda: granula padat, granula alfa dan lisosom. Granula merupakan

karakteristik untuk trombosit dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan

untuk protein dan zat lain yang penting untuk fungsi trombosit. Zona

morfologi keempat adalah sistem membran. Terdiri dari sistem kanalikuli

terbuka (SCS) yang terhubung ke permukaan dan sistem tubular padat

(DTS). Sistem kanalikuli terbuka ditandai oleh kanal-kanal berliku yang

mencapai dari hubungan mereka dengan membran plasma jauh di dalam

trombosit dan membentuk ruang ekstraseluler oleh pori-pori. Sistem

tubular padat berasal dari retikulum endoplasma kasar megakariosit. Ini

adalah salah satu tempat penyimpanan utama untuk ion kalsium bebas

(Ca2+) yang memainkan peran utama dalam regulasi dan aktivasi

metabolisme trombosit (Gawaz, 2001).

2.1.2. Fungsi Trombosit

Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah.

Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui

aliran darah. Namun dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu

pembuluh, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respons terhadap

kolagen yang terpajan dilapisan sub endotel pembuluh. Trombosit melekat

ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan beberapa zat (serotonin dan

histamin) yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh. Fungsi

lain dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah

berikatan dengan pembuluh yang cidera trombosit akan menjadi lengket dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

11

menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang secara efektif

menambal daerah yang luka (Handayani & haribowo, 2008) .

2.1.3. Mekanisme Adhesi Trombosit

Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan

ikat subendotel yang terbuka. Trombosit menjadi aktif apabila terpajan ke

kolagen subendotel dan bagian jaringan yang cedera. Adhesi trombosit

melibatkan suatu interaksi antara glikoprotein membrane trombosit dan

jaringan yang terpajan atau cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor

protein plasma yang disebut faktor von Willebrand, yang memiliki hubungan

yang integral dan kompleks dengan faktor koagulasi antihemofilia VIII

plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein Ib membrane

trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya lekat

trombosit sehingga trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotel

atau jaringan yang cedera. Dengan demikian, terbentuk sumbat hemostatik

primer atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan rekrutmen

trombosit lain menghasilkan suatu massa trombosit lengket dan dipermudah

oleh proses agregasi trombosit ( (Calverley & Maness, 2004) (Brass &

Stalker, 2008) (Watson SP & Harrison, 2005) (Michelson AD & Furman,

2005).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

12

Gambar 2.3 : Mekanisme Adhesi Trombosit

Sumber : (Michelson AD & Furman, 2005)

2.1.4. Mekanisme Agregasi Trombosit

Setelah adhesi, trombosit diaktifkan oleh sejumlah agonis seperti

adenosine difosfat (ADP) dan kolagen yang muncul di lokasi cedera vaskular.

Agonis ini mengaktifkan trombosit dengan mengikat reseptor spesifik pada

permukaan trombosit. Tempat berkumpulnya reseptor-reseptor ini mengarah

ke serangkaian peristiwa hilir yang pada akhirnya meningkatkan konsentrasi

intrasitoplasmik ion kalsium. Peningkatan kalsium intraseluler dalam

trombosit terjadi melalui pelepasan dari tempat penyimpanan intraseluler dan

masuknya kalsium melalui membran plasma. Reseptor yang digabungkan

dengan G-protein seperti ADP, thromboxane A2 (TXA2) dan trombin,

mengaktifkan fosfolipase Cβ (PLCβ), sedangkan reseptor yang bekerja

melalui jalur tirosin kinase non-reseptor seperti reseptor kolagen GpVI

mengaktifkan fosfolipase Cγ (PLCγ) . Aktivasi PLCβ atau PLCγ

menghasilkan dua produk yaitu diacylglycerol (DAG) dan inositol

trisphosphate (IP3). DAG memediasi masuknya kalsium sementara IP3

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

13

membebaskan kalsium dari penyimpanan intraseluler. Selain itu, masuknya

kalsium dapat diinduksi langsung oleh agonis tertentu, seperti ATP yang

mengikat reseptor ion saluran ligand-gated, P2X1.

Peningkatan konsentrasi kalsium bebas trombosit mengakibatkan

sejumlah perubahan struktural dan fungsional dari trombosit. Secara

morfologis, trombosit berubah dari cakram menjadi bola berduri (suatu proses

yang disebut perubahan bentuk). Granula dalam trombosit dipusatkan dan

isinya dibuang ke dalam lumen sistem kanalikuli terbuka, kemudian

dilepaskan ke luar (reaksi pelepasan). Peningkatan kalsium trombosit

menstimulasi aktivitas membran fosfolipase A2, yang membebaskan asam

arakidonat dari membran fosfolipid. Asam arakidonat diubah menjadi produk

intermediate prostaglandin H2 (PGH2) oleh enzim cyclooxygenase 1 (COX-

1). PGH2 selanjutnya dimetabolisme menjadi TXA2 oleh enzim

thromboxane synthase. TXA2 adalah aktivator trombosit yang poten.

Proyeksi membran panjang yang dibawa oleh reaksi perubahan bentuk

memungkinkan trombosit untuk berinteraksi satu sama lain untuk

membentuk agregat. Perubahan bentuk dimediasi oleh sitoskeleton platelet,

yang disusun oleh jaringan mikrotubulus dan filamen aktin yang terorganisasi

dan sejumlah protein yang terkait, terkait dengan berbagai molekul sinyal

trombosit. Perubahan bentuk trombosit menghasilkan reorganisasi jaringan

cytoskeleton, polimerisasi aktin, dan rantai fosforilasi myosin, respon ini

bervariasi tergantung waktu dan rangsangan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

14

Molekul adhesi utama yang terlibat dalam agregasi trombosit adalah

protein membran, kompleks GPIIb / IIIa. GPIIb / IIIa adalah reseptor integrin

yang muncul pada kepadatan tinggi pada trombosit, baik pada membran

plasma dan pada granula alpha. Hal tersebut ada sebagai bentuk tidak aktif

dalam trombosit yang beristirahat. Aktivasi trombosit oleh hampir semua

agonis menginduksi perubahan konformasi (‘sinyal keluar-dalam’) dari

GPIIb / IIIa, yang menjadi kompeten untuk mengikat fibrinogen plasma yang

larut. Pada gilirannya, ligan mengikat hasil GPIIb / IIIa dalam perubahan

konformasi yang diarahkan ke sitoplasma (outside-in signaling). Peran

pengelompokan reseptor, fosforilasi dan asosiasi dengan sitoskeletal dan

molekul sitoplasma lainnya dalam menginduksi perubahan konformasi GPIIb

/ IIIa tidak sepenuhnya digambarkan. Namun demikian, fibrinogen yang

terikat reseptor bertindak sebagai jembatan antara dua molekul GPIIb / IIIa

pada trombosit yang berdekatan yang merupakan jalur umum agregasi

trombosit yang diinduksi oleh agonis kimia trombosit. Bagaimanapun, vWF

merupakan pengganti fibrinogen sebagai molekul jembatan antara GPIIb /

IIIa untuk agregasi trombosit yang diinduksi oleh kondisi geser tinggi,

meskipun agregasi trombosit di bawah geser bawah dimediasi oleh ikatan

antara fibrinogen dengan GPIIb / IIIa.

Trombosit yang diaktifkan mengambil trombosit tambahan ke

sumbat hemostatik yang berkembang dengan beberapa loop amplifikasi

umpan balik dengan melepaskan agonis trombosit (seperti ADP dan serotonin

yang disimpan dalam granula alpha) dan mereka mensintesis de novo

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

15

proaggregatory TXA2. Pelepasan sintesis ADP dan TXA2 menggabungkan

sumbat hemostatik awal dengan menunjukan keterlibatan trombosit lain pada

sumbat hemostatik yang terbentuk di tempat cedera vaskular. Akhirnya,

trombosit juga memainkan peran dominan dalam hemostasis sekunder

dengan menyediakan permukaan katalitik yang sangat efektif untuk aktivasi

kaskade koagulasi.

Ketika trombosit diaktifkan, fosfolipid bermuatan negatif bergerak

dari selebaran bagian dalam membran bilayer ke selebaran luar. Gerakan

transbilayer dari fosfolipid anionik dikaitkan dengan pendarahan dan

pelepasan vesikula prokoagulan yang kaya fosfolipid anionik. Kedua

trombosit yang teraktivasi dan vesikel mikro menyediakan tempat

pengikatan untuk enzim dan kofaktor sistem koagulasi, yang kemudian

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

16

secara efisien menghasilkan trombin, yang merupakan agonis platelet yang

poten (Rumbaut & Thiagarajan, 2010).

2.1.5. Induktor dalam agregrasi trombosit

Agregasi trombosit dapat diukur dengan menimbulkan kontak antara

plasma kaya trombosit dengan suatu zat penginduksi agregasi. Sebagian besar zat

penginduksi ini seperti kolagen, epinefrin dan thrombin bekerja melalui efek ADP

yang dibebaskan sendiri oleh trombosit. Respons trombosit tergantung kekuatan

induktor/agregatornya. Induktor lemah adalah adenosine diphosphate (ADP) dan

adrenalin,induktor sedang adalah thromboxone A2 (TxA2). sedangkan trombin dan

kolagen adalah induktor kuat

Gambar 2.4 : Mekanisme Agregasi Trombosit

Sumber : (Durachim & Astuti, 2018)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

17

2.1.5.1 ADP

Kadar 1-10 µM ADP sering dipakai pada pemeriksaan agregasi trombosit.

Kadar ADP yang rendah (1-3 µM) menghasilkan kurva tunggal (monofasik) atau

kurva bifasik. Pada kadar yang rendah, ikatan fibrinogen biasanya reversible dan

trombosit disagregasi. Kadar ADP yang lebih tinggi (10 atau 20 µM) dapat

menutupi respon bifasik oleh pelepasan ADP endogen. Ini masih dianggap respon

bifasik karena terjadi pelepasan ADP tetapi tidak tampak pada kurva. Aspirin akan

menghambat respon agregasi ADP kadar rendah, karena hambatan jalur

sikooksigenase dan pelepasan isi granul. (Helena, 1998, pp. 231-233) (Velaskar &

Chitre, 1982)

2.1.5.2. Epinefrin

Biasanya dipakai epinefrin 5-10 µM untuk pemeriksaan agregasi. Dijumpai

gelombang pertama yang kecil, kadang diikuti respon sekunder yang lebih besar.

Gelombang kedua ini dihambat oleh aspirin, obat anti inflamasi non steroid,

antihistamin, beberapa antibiotik. (Velaskar & Chitre, 1982) (Platelet Agregation

Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994)

2.1.5.3. Kolagen

Biasanya dipakai kadar 1-5 µg/ml. Kolagen adalah agonist yang paling kuat.

Agregasi trombosit yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase sekitar 1 menit,

dimana pada saat itu trombosit berikatan pada fibril kolagen, mengalami perubahan

bentuk dan reaksi pelepasan. Respon agregasi yang diukur adalah gelombang kedua

setelah aktivasi dan pelepasan trombosit. Pada kadar kolagen yang rendah, respon

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

18

agregasi trombosit dapat dihambat aspirin dan obat anti trombosit lain. (Platelet

Agregation Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994)

2.1.5.4. Asam Arakidonat

Dengan siklooksigenase, asam arakidonat diubah menjadi tromboksan A2.

Aspirin menghambat jalur siklooksigenase dan respon agregasi terhadap asam

arakidonat. Pasien yang mengkonsumsi aspirin atau anti trombosit lain, penderita

gangguan pelepasan atau Glanzman tromboastenia akan memberikan hasil

abnormal agregasi trombosit yang diinduksi asam arakidonat. Pasien dengan SPD

menunjukkan respon agregasi asam arakidonat yang normal (Lindkvista, et al.,

2018)

2.1.5.5. Ristocetin

Pada trombosit normal, antibiotic ristocetin dengan kadar 1,5 mg/ml,

menyebabkan agregasi trombosit yang trgantung GpIb/VWF. Bila responnya

abnormal, dicurigai penyakit von Willebrand atau sindroma Bernard Soulier (tidak

ada kompleks GpIb-IX-V)

2.1.5.6. Trombin

Trombin adalah agonist trombosit yang sangat poten. Peptida sintetik Gly

Pro-Arg-Pro (GPRP) menghambat polimerisasi fibrin yang diinduksi thrombin,

sehingga dapat terjadi agregasi trombosit yang diinduksi thrombin. α-trombin

dengan kadar 0,1-0,5 U/ml dapat dipakai untuk mengakivasi trombosit, baik yang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

19

washed atau gel-filtered. (Platelet Agregation Reagen : collagen, ADP, epinephrine,

1994)

2.1.5.7. TRAP

Thrombin receptor activating peptide (TRAP) adalah peptide sintetik yang

berikatan dengan sekuens asam amino N-terminal dari “tethered ligand” yand

dibentuk setelah hidrolisis thrombin protease activatedreceptor (PAR1).

Penambahan TRAP 10 µM menyebabkan aktivasi respon trombin yang sangat kuat

tanpa pemecahan fibrinogen dan pembentukan clot. Pada umumnya trombosit

menunjukkan respon agregasi normal terhadap TRAP kecuali pada Glanzmann

thromboasthenia. Sekarang ini TRAP dipakai untuk memonitor efek

farmakodinamik anti trombosit baru yang menghambat ikatan fibrinogen dengan

trombosit atau yang mengganggu reseptor PAR di trombosit. (Platelet Agregation

Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994)

2.1.6. Metode Pemeriksaan Agregasi Trombosit

Agregasi trombosit dapat diperiksa dengan beberapa metoda.

2.1.6.1 Metoda Nefelometrik

Metoda nefelometrik berdasarkan perubahan transmisi cahaya. Cara ini

merupakan metode pemeriksaan agregasi trombosit yang paling sering dipakai.

Bahan yang digunakan adalah Platelet Rich Plasma (PRP). PRP diinkubasi pada

suhu 37oC dan diaduk dengan stirrer. Apabila ditambahkan induktor, maka

trombosit akan beragregasi sehingga transmisi melalui cahaya meningkat.

Perubahan transmisi cahaya ini dapat direkam dan dicetak, dan dinilai berdasarkan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

20

bentuk kurva yang terbentuk (Michelson, Frelinger III, & I, 2006) (Pakala &

Waksman, 2011) (Braunwald, et al., 2008). Antikoagulan yang digunakan adalah

Natrium Sitrat 3.8% dengan perbandingan darah : antikoagulan 9 : 1. Antikoagulan

ini merupakan antikoagulan terpilih untuk pemeriksaan hemostasis karena di

samping mengikat ion Ca, juga sebagai pengawet untuk faktor II dan VIII.

Dibandingkan dengan oksalat faktor V lebih stabil dalam natrium sitrat. Kalsium

dan natrium membentuk kompleks terlarut dengan cepat, sebaliknya kalsium dan

oksalat membentuk kompleks yang tidak larut secara lambat. Dengan alasan di atas

pemeriksaan hemostasis digunakan antikoagulan natrium sitrat dengan

perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian Natrium sitrat (Platelet Agregation

Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994) (JS, 1987) (Helena, 1998) (Dickinson,

1997) (Narayanan, 1995) (Rahajuningsih, 1989)).

2.1.6.2 Perhitungan Sisa Trombosit Bebas

Metoda ini memakai darah lengkap maupun Platelet Rich Plasma (PRP)

sebagai bahan pemeriksaan. Platelet Rich Plasma diperoleh dengan

mensentrifugasi, sentrifugasi dilakukan dua kali. Sentrifugasi pertama dilakukan

untuk memisahkan trombosit dengan sel darah merah. Sentrifugasi kedua dilakukan

untuk memekatkan trombosit. Prinsipnya jika ke dalam darah atau PRP yang

diinkubasi pada 37oC dan diaduk dengan stirrer ditambahkan induktor, maka

trombosit akan beragregasi sehingga trombosit bebas berkurang. Setiap interval

waktu tertentu, dihitung sisa trombosit bebas dan dihitung presentasinya terhadap

jumlah trombosit sebelum penambahan induktor. Semakin banyak sisa trombosit

bebas berarti trombosit yang beragregasi semakin sedikit.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

21

2.1.6.3 Cara Wu & Hoak

Cara Wu & Hoak menilai ada tidaknya agregasi trombosit in vivo.

Metode ini didasarkan pada gagasan bahwa dalam syringe mengandung campuran

formalin / EDTA. Agregat trombosit yang muncul akan diperbaiki dan

disentrifugasi ke bawah oleh karena itu, jumlah trombosit dari PRP sampel akan

dikurangi. Namun, agregat trombosit mungkin terpisah dalam syringe yang

mengandung larutan EDTA (Wu & Hoak, 1974).

Pada cara ini darah pasien dimasukan ke dalam dua botol, botol 1 berisi

EDTA dan botol II berisi EDTA dan formalin. EDTA bersifat mencegah terjadinya

agregasi trombosit, sedangkan formalin mencegah terlepasnya trombosit yang telah

beragregasi. Dihitung jumlah trombosit dari kedua botol tersebut. Jika sudah terjadi

agregasi trombosit in vivo, jumlah trombosit bebas dalam botol II akan lebih rendah

dari botol I (Wu & Hoak, 1974).

2.1.6.4 Pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi

Pemeriksaan sediaan apus darah tepi untuk menilai fungsi agregasi

trombosit diperkenalkan oleh Velaskar DS dan Chitre pada tahun 1982 (Velaskar

& Chitre, 1982). Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah whole blood

dengan antikoagulan natrium sitrat 3.8%.

Pada pemeriksaan fungsi agregasi trombosit dengan metode sediaan apus

darah tepi menggunakan induktor epinefrin 1 mg / mL dan ADP 1 mg / mL.

Induktor adalah zat yang digunakan untuk mempercepat terjadinya agregasi

trombosit. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan agregasi

trombosit dengan dan tanpa memperhitungkan agregasi trombosit awal (atau yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

22

disebut agregasi trombosit yang beredar). Velaskar membaca seluruh zona dari tepi

sediaan apus ke tepi berikutnya, dan dihitung persentase trombosit yang beragregasi

dibandingan dengan total trombosit (Velaskar & Chitre, 1982).

Agregasi awal dihitung pada apusan yang disiapkan langsung dari spuit

segera setelah pengumpulan sampel dan agregasi total dihitung pada apusan yang

disiapkan setelah penambahan induktor. Karena trombosit yang teragregasi

sebelum penambahan induktor mewakili populasi yang : (1) Tidak muncul dalam

PRP, (2) tidak mengalami gaya seperti sentrifugasi dan pengadukan, (3) tidak

terkena agen agregasi. Agregasi awal dikurangi dari total agregasi untuk

memberikan hasil yang dikoreksi. Koreksi yang diterapkan adalah sebagai berikut

(Velaskar & Chitre, 1982)

Penilaian agregasi trombosit pada menit tertentu dihitung berdasarkan

rumus di bawah ini (rumus Velaskar)

Keterangan :

% Agregasi trombosit = % Agregasi trombosit ialah agregasi

trombosit yang dihitung pada masing-masing preparat apus darah

tepi (yang menggunakan induktor epinefrin maupun yang tanpa

menggunakan induktor)

Agregasi dengan koreksi = (% 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙−% 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙) × 100

100−% 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙

% Agregasi Trombosit = 𝑡𝑟𝑜𝑚𝑏𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 ×100 %

𝑇𝑟𝑜𝑚𝑏𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

23

% Agregasi trombosit dengan koreksi = % Agregasi trombosit

dengan koreksi ialah hasil perhitungan agregasi trombosit dengan

memasukan hasil % agregasi trombosit pada preparat dengan

epinefrin dan preparat tanpa epinefrin ke dalam rumus untuk

mendapatkan hasil agregasi trombosit yang terkoreksi.

Velaskar menggunakan prosedur ini dengan mengikuti dari sebelum

diberi induktor, dan menit ke menit setelah diberi induktor. Agregasi

trombosit maksimal tercapai mulai menit ke-3. Hal ini terlihat pada grafik

di bawah ini.

Sumber : (Velaskar & Chitre, 1982)

Gambar 2.5 : Grafik agregasi trombosit dalam % pada berbagai interval waktu

setelah pemberian Induktor Adrenalin (epinefrin) 1 mg/mL.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

24

Dari grafik diatas bisa dilihat bahwa agregasi trombosit maksimal tercapai

pada menit ke -3

2.1.7 Sediaan Apus Darah Tepi

Pemeriksaan SADT diperlukan untuk menunjang diagnosis penyakit

hematologis, penyakit non-hematologis, memantau efek terapi, dan untuk

mengetahui ada tidaknya efek samping dari terapi. Informasi yang didapat dari

pemeriksaan SADT tergantung pada kualitas pembuatan apusan, pewarnaan, dan

pembacaan yang sistematis (Dalimoenthe, 2002). Bahan pemeriksaan yang

digunakan berasal dari vena atau kapiler, lalu dihapuskan pada objeck glass (Wahid

& Purwaganda, 2015).

2.1.7.1 Ciri-ciri Sediaan Apus Darah Tepi yang Baik

Pemeriksaan SADT yang digunakan untuk menghitung agregasi trombosit harus

dibuat dan dipulas dengan baik agar hasil pemeriksaan yang didapat baik.

Kriteria sediaan apus yang baik menurut Arif M, 2015 adalah sebagai berikut :

1. Lebar dan panjang apusan tidak memenuhi seluruh objeck glass (2/3 dari

panjang objeck glass).

2. Ada bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, letak eritrosit berdekatan

tetapi tidak bertumpukkan.

3. Rata, tidak bergaris-garis dan tidak berlubang-lubang.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

25

4. Mempunyai bagian kepala dengan keadaan eritrosit saling bertumpukan,

bagian badan eritrosit terdistirbusi secara merata dan struktur tiga dimensi

mudah untuk diamati, sedangkan bagian ekor eritrosit tersebar tetapi

struktur tiga dimensi sulit untuk diamati.

2.1.7.2 Morfologi SADT

Morfologi sediaan apus darah tepi dibagi menjadi kepala, badan, dan ekor. Bagian

badan terdapat enam zona (daerah baca), yaitu zona I ada di dekat kepala sampai zona

VI di dekat ekor (Santosa, 2010).

Pembagian zona pada sediaan apus darah tepi berdasarkan susunan populasi sel

darah merah (Afida, 2005) :

1. Zona I disebut zona ireguler, menempati 3% dari seluruh badan SADT,

distribusi sel darah merah tidak teratur dan kadang padat bergerombol.

Gambar 2.6 : Ciri-ciri Sediaan Apus Yang baik

Sumber : (Arif, 2015)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

26

2. Zona II disebut zona tipis, menempati 14% dari seluruh badan SADT,

distribusi sel darah merah tidak teratur, saling berdesakan dan bertumpuk.

3. Zona III disebut zona tebal, menempati 45% dari seluruh badan SADT,

distribusi sel darah merah bergerombol rapat dan padat.

4. Zona IV disebut zona tipis, menempati 18% dari seluruh badan SADT,

kondisi sama dengan zona II tetapi lebih tipis.

5. Zona V atau zona regular, menempati 11% dari seluruh badan SADT, sel-

sel tersebar merata, bentuk masih asli, dan tidak saling bertumpuk.

6. Zona VI atau zona tipis, menempati 9% dari seluruh badan SADT, sel-sel

tersusun lebih longgar dan berderet.

2.1.8 Penggunaan Epinefrin sebagai Induktor Pada Pemeriksaan Agregasi

Trombosit

Pemeriksaan fungsi agregasi trombosit dengan sediaan apus darah

tepi ini dapat menggunakan induktor Kolagen dan adrenalin (Epinefrin

1mg/mL). Adrenalin mempunyai sifat sebagai induktor lemah seperti ADP

(Kaplan, Dauzier, & Rose, 1981), mudah didapatkan dan tersedia di semua

pelayanan pengobatan sampai tingkat puskesmas dan murah.

Gambar 2.7 : Zona-zona pada Sediaan Apus Darah Tepi

Sumber : (Budiwiyono, 1995)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

27

Epinefrin telah dilaporkan mampu mempotensiasi respon agregasi

trombosit agonis lainnya. Kemampuan epinefrin sendiri untuk

menyebabkan agregasi trombosit in vitro, sangat tergantung pada

metabolisme asam arakidonat oleh jalur siklooksigenase (Best, Holland,

Jones, & Russell, 1980). Epinefrin mendorong jalur agregasi tromboksan-

independen yang diinduksi ADP tanpa menyebabkan pelepasan nukleotida

(Cameron & Ardlie, 1982).

Epinefrin memiliki tiga efek berbeda pada trombosit tergantung

pada konsentrasinya. Pertama, pada konsentrasi tinggi Epinefrin

menghasilkan agregasi maksimal dalam dua fase. Agregasi ini tidak

menunjukkan pembalikan setidaknya selama 5 menit. Konsentrasi

menengah Epinefrin menghasilkan fase tunggal yang juga tidak dapat

diubah. Pada konsentrasi yang lebih rendah daripada yang menghasilkan

agregasi yang dapat diamati, potensiasi masih terlihat namun belum

maksimal. Ini menunjukkan bahwa efek epinefrin melibatkan α-receptor.

(Mills & Roberts, 1967)

2.1.8 Penggunaan kolagen sebagai induktor pada peeriksaan agregasi

trombosit

Kolagen adalah aktivator trombosit yang kuat dan memainkan peran

penting untuk menghentikan perdarahan selama cedera pembuluh darah

ketika kolagen terpapar dalam matriks subendotelial. Aktivasi trombosit

yang diinduksi kolagen dimediasi melalui glikoprotein reseptor kolagen

trombosit utama (GP) VI. kolagen digunakan dalam 0.3, 1 dan 3μg / mL.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

28

Trombosit yang terpapar dengan kolagen dosis rendah, 0,3 μg / mL, tidak

menunjukkan agregasi, atau sangat sedikit, dan tidak ada sekresi granula

padat. Dengan kolagen 1μg / mL, agregasi dan sekresi granula padat

berkisar dari respons rendah hingga tinggi. Pada kolagen dosis tinggi, 3μg /

mL, respons agregasi tinggi dan sekresi granula padat terdeteksi pada semua

individu. Jejak asli representatif dari agregasi platelet dan sekresi granula

padat sebagai respons terhadap 0,3-3 μg / mL kolagen ditunjukkan pada

Gambar. 1A. (Lindkvista, et al., 2018).

2.1.9.1. Kolagen dari air rebusan ceker ayam

Kolagen merupakan jaringan ikat matriks ekstraseluler yang keberadaannya

berlimpah yaitu sekitar 30% dari total protein. Kolagen terdiri atas 26 tipe yang

salah satunya adalah kolagen tipe I yang merupakan komponen penyusun utama

pada jaringan tendon, tulang, dan kulit (Gelse, et al., 2003). Kolagen tipe II terdapat

pada kartilago dan bagian virous mata. Kolagen tipe III terdapat pada pembuluh

darah. Sekitar 80-90% tipe kolagen yang berada dalam tubuh manusia adalah tipe

I, II, dan III. Komposisi asam amino kolagen yang terdapat pada ceker ayam

didominasi oleh asam amino glisin, asam glutamat, prolin, dan hidroksiprolin

(Hashim et al. 2014).

Kolagen yang terdapat di pasaran saat ini umumnya berasal dari kulit sapi

dan kulit babi. Penggunaan kolagen dari bahan-bahan tersebut memiliki kendala

dari aspek agama (Hashim et al. 2014). Sumber alternatif kolagen yang potensial

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kolagen. Hal ini menyebabkan tingginya

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

29

potensi ceker ayam sebagai salah satu alternatif dalam pemilihan bahan baku

pembuatan kolagen. Penelitian ini menggunakan ceker ayam sebagai bahan baku

pembuatan kolagen. Penggunaan ceker ayam dikarenakan jumlahnya yang cukup

besar di Indonesia, sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk

dimanfaatkan. Selain itu, kandungan protein yang tinggi juga dapat berpotensi

sebagai sumber kolagen.

Ceker ayam merupakan limbah dari rumah potong ayam dengan volume

limbah yang cukup besar. Berdasarkan data statistik peternakan dan kesehatan

hewan tahun 2017 menunjukkan bahwa jumlah ayam ras pedaging atau boiler

sebanyak1.698.369.000 ekor (Kementan 2017). Dengan demikian potensi jumlah

ceker ayam yang dihasilkan dapat mencapai dua kali lipat dari jumlah ayam

tersebut. Selama ini potensi ceker ayam belum termanfaatkan secara maksimal,

sehingga ceker ayam hanya menjadi limbah dari rumah potong ayam. Salah satu

cara untuk meningkatkan nilai tambah ceker ayam adalah dengan memanfaatkan

kolagen yang terkandung di dalamnya.

Kolagen didapatkan dengan meresbus ceker ayam yang sudah dibersihkan

dan dipotong kukunya lalu direbus pada air bersih dan dibiarkan hingga mendidih

selama 10 menit setelah mendidih, air hasil rebusan dipisahkan dan di saring untuk

menghindari dari kotoran.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Trombosit

30

2.2 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas atau yang mempengaruhi

(Independent) adalah penggunaan induktor epinefrin dan induktor kolagen yang

didapatkan dari air rebusan ceker ayam. Sedangkan untuk variabel terikat atau yang

dipengaruhi (dependent) adalah nilai agregasi trombosit metode Velaskar.

2.3 Hipotesis

Ada perbedaan nilai agregasi trombosit metode Velaskar dengan

menggunakan induktor epinefrin dan induktor kolagen dari air rebusan

ceker ayam.

Nilai agregasi

trombosit dengan

induktor Epinefrin

Pemeriksaan

Agregasi Trombosit

metode Velaskar

Nilai agregasi

trombosit dengan

induktor kolagen

dari ceker ayam

dengan konsentrasi

40%, 30%, dan 20%

Gambar 2.8 : Kerangka Konsep