BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deterjen
Deterjen adalah campuran berbagai bahan yang digunakan untuk
membantu pembersihan. Deterjen terdiri dari 20-30 persen surfaktan, 70-80
persen builder, dan 2-3 persen bahan aditif seperti parfum, softener dan anti
corrosion.
2.1.1 Surfaktan
Surfaktan atau surface active agent merupakan senyawa organik terlarut
(dissolved organics ) dengan berat molekul 342, 4 dalton. Berdasarkan spektrum
membran filtasi, surfaktan memiliki diameter partikel ± 0, 001 μm (1 nm ) .
Gambar 2.1 Spektrum Membran Filtasi
Sumber : PT DOW Water and Process Solution
342 da
Bab II Tinjauan Pustaka 8
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
Surfaktan memiliki dua gugus aktif yang berbeda yaitu gugus hidrofob
dan gugus hidrofil. Gugus hidrofob merupakan gugus non polar yang tidak larut
didalam air dan berperan untuk menarik kotoran dan lemak sedangkan gugus
hidrofil merupakan gugus polar yang dapat larut dalam air.
Surfaktan membersihkan kotoran pada pakaian melalui beberapa tahapan
yaitu penurunan tegangan permukaan air dan pembentukan misel yang tersuspensi
di dalam air. Penurunan tegangan permukaan air terjadi karena adanya akumulasi
surfaktan pada permukaan air yang menyebabkan gangguan pada ikatan-ikatan
molekul air. Kemudian ekor surfaktan yang bersifat hidrofob berinteraksi dengan
lemak dan kotoran pada pakaian sedangkan gugus polar pada surfaktan
berinteraksi dengan air sehingga surfaktan tetap berada di dalam air. Surfaktan
yang telah mengikat lemak dan kotoran berkumpul menjadi satu kesatuan yang
disebut sebagai misel. Misel yang terbentuk mengapung di dalam air menjadi
padatan tersuspensi yang menyebabkan warna air menjadi lebih keruh. Ilustrasi
penurunan tegangan permukaan air dan pembentukan misel oleh surfaktan dapat
dilihat pada Gambar 2. 2 dan Gambar 2. 3.
Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan air dan
mengikat kotoran menyebabkan surfaktan digunakan dalam proses pencucian.
Surfaktan sintetik yang digunakan oleh produsen deterjen terdiri dari beberapa
jenis yaitu surfaktan anionik, kationik dan non-ionik. Namun surfaktan yang
sering digunakan di pasaran adalah surfaktan anionik. Surfaktan anionik adalah
surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion dan menghasilkan ion
aktif permukaan yang bermuatan negatif ketika terionisasi di dalam air. Surfaktan
anionik lebih banyak digunakan di pasaran karena sifatnya yang lebih stabil di
dalam air, memiliki daya bersih yang kuat dan ekonomis. Contoh surfaktan yang
termasuk ke dalam kelompok ini adalah alkil benzene sulfonat dan linear alkil
sulfonat.
Bab II Tinjauan Pustaka 9
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
Gambar 2. 2 Penurunan Tegangan Permukaan Air oleh Surfaktan
Gambar 2.3 Pembentukan Misel oleh Surfaktan Sumber :Detergent Data Sheet from Advocate for the Consumer, Cosmetic, Hygiene and Specially Products
Industry
Alkil benzena sulfonat atau ABS merupakan jenis surfaktan dengan rantai
bercabang yang berasal dari persenyawaan sulfonat dan memiliki struktur bangun
seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.
SO3Na
Gambar 2.4 Struktur Bangun Alkil Benzene Sulfonat
Alkil benzene sulfonat merupakan jenis surfaktan yang dapat
menghasilkan banyak busa. Namun penggunaan ABS sudah dilarang di beberapa
negara di dunia karena sifatnya yang sulit terdegradasi ketika dibuang ke
Bab II Tinjauan Pustaka 10
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
lingkungan sehingga dilakukan pengembangan jenis surfaktan lainnya yang lebih
mudah terdegradasi di lingkungan yaitu linear alkil benzene sulfonat atau LAS.
Gambar 2.5 Struktur Bangun Linear Alkil Benzene Sulfonat
LAS merupakan senyawa alkil sulfonat dengan rantai lurus sehingga lebih
mudah didegradasi ketika berada di lingkungan. Sifat LAS yang biodegradable
membuat para produsen deterjen lebih sering menggunakan LAS sebagai
surfaktan.
Kandungan surfaktan di dalam suatu larutan dinyatakan sebagai angka
MBAS (methylene blue active substance) yang menunjukkan jumlah surfaktan
aktif yang terdapat di dalam air. Surfaktan bersifat sulit didegradasi dan dapat
menyebabkan pencemaran pada air sungai yang menyebabkan kematian pada
ikan. Bila kondisi badan air sudah menghitam atau terbentuk busa yang melimpah
dapat mempengaruhi kontak udara dengan deterjen di perairan terganggu
sehingga proses penguraian secara aerobik terhambat.
2.1.2 Builder
Secara alamiah, air mengandung sejumlah ion-ion terlarut seperti ion Ca2+
dan ion Mg2+ yang merupakan ion-ion penyebab kesadahan. Ion Ca2+ dan ion
Mg2+ di dalam air dapat bereaksi dengan sejumlah ion bemuatan negatif yang
dihasilkan dari ionisasi surfaktan anionik sehingga surfaktan mengalami
deaktivasi. Deaktivasi surfaktan menyebabkan penurunan kinerja surfaktan yang
secara fisik terlihat dari kegagalan pembentukan busa dan proses pencucian yang
berlangsung tidak efisien.
Kinerja deterjen dalam membersihkan pakaian ditingkatkan dengan
melakukan penambahan builder ke dalam komposisi deterjen. Builder merupakan
Bab II Tinjauan Pustaka 11
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
senyawa penguat yang dapat melunakkan air sadah dengan cara mengikat ion Ca2+
dan ion Mg2+. Selain mengikat ion Ca2+dan ion Mg2+, builder dapat menciptakan
kondisi keasaman yang tepat sehingga proses pembersihan berlangsung dengan
baik dan membantu surfaktan untuk mendispersikan kotoran dan lemak. Ilustrasi
pengikatan ion-ion penyebab kesadahan di dalam air oleh builder dapat dilihat
pada Gambar 2.6 .
Gambar 2.6 Mekanisme Pengikatan Ion-Ion Kesadahan di dalam Air oleh Builder.
Sumber : Detergent Data Sheet from Advocate for the Consumer, Cosmetic, Hygiene and Specially
Products Industry
Menurut cara kerjanya di dalam air, builder dibagi menjadi beberapa jenis
yaitu sequestrating builder, precipitating builder, dan ion exchange builder
(Anonim, __ ). Sequestrating builder merupakan jenis builder yang terlarut di
dalam air dan membentuk kompleks ion Ca2+ dan ion Mg2+ yang dapat larut di
dalam air. Senyawa yang termasuk ke dalam builder jenis ini adalah senyawa-
senyawa fosfat seperti tripolyphosphate (STPP), tetrasodium pyrophosphate,
hexametaphosphate dan senyawa-senyawa non fosafat seperti ethylenediamine
tetraacetic acid (EDTA) dan diethylene triamine pentaacetic acid (DTPA).
Builder jenis fosfat sering digunakan oleh para produsen deterjen karena
kinerjanya yang baik dalam melakukan pencucian. Namun dewasa ini, beberapa
negara di dunia melakukan pelarangan terhadap penggunaan builder fosfat karena
senyawa fosfat dapat menyebabkan proses eutrofikasi pada badan air. Eutrofikasi
merupakan proses pengkayaan unsur hara pada badan air yang menyebabkan
pertumbuhan tanaman air seperti eceng gondok yang berlebih. Hal ini
menyebabkan konsumsi oksigen oleh eceng gondok meningkat sehingga kadar
Bab II Tinjauan Pustaka 12
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
oksigen di dalam air menjadi berkurang yang mengakibatkan perubahan warna
pada air sungai dan kematian ikan.
Sifat builder fosfat yang tidak ramah lingkungan membuat para produsen
deterjen mulai menggunakan builder lain yang berasal dari senyawa non fosfat.
Contoh builder yang berasal dari senyawa non fosfat adalah zeolit dan garam-
garam netral seperti natrium klorida, natrium karbonat dan natrium sulfat. Selain
sebagai builder, garam-garam netral pada deterjen dapat mengatur berat jenis
deterjen. Natrium sulfat juga dapat menurunkan Critical Micelle Concentration
(CMC) dari surfaktan organik sehingga konsentrasi pencucian efektif dapat
tercapai (Putranto,___).
2.1.3 Bahan-Bahan Aditif
Bahan-bahan aditif merupakan sejumlah komponen deterjen dengan
komposisi yang kecil yaitu 2-3 persen. Komponen-komponen deterjen yang
termasuk ke dalam bahan aditif adalah alkali, parfum, antimicrobial agent,
softener, anti corrotion agent, dll. Alkali berperan untuk meningkatkan pH
laundry sehingga proses emulsi lemak dan pengikatan kotoran berlangsung lebih
baik. Namun peningkatan pH pada air dapat merusak struktur deterjen sehingga
perlu dilakukan pengaturan konsentrasi alkali di dalam deterjen. Contoh alkali
yang sering digunakan oleh produsen deterjen adalah natruim karbonat, natrium
bikarbonat, dan natrium sitrat.
2.2 Limbah Laundry
Laundry adalah jasa yang menawarkan fasilitas kegiatan pencucian
pakaian, karpet, boneka, sepatu, tas, dll (Tri, 2008). Laundry sebagai usaha yang
berkembang pesat menjadi salah satu konsumen deterjen yang cukup besar.
Disamping kelebihannya yang memudahkan penduduk dalam memperoleh
pakaian bersih, laundry memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Deterjen
mengandung sejumlah komponen berbahaya bagi lingkungan sehinggga
Bab II Tinjauan Pustaka 13
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
pembuangan air limbah laundry ke badan sungai dapat menyebabkan kerusakan
pada lingkungan. Karakteristik air limbah laundry dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Laundry
No Parameter analisis Satuan Hasil analisis 1 2
TSS pH
ppm 298 7,39
3 BOD ppm 395 4 COD ppm 627,3 5 MBAS ppm 36,3
Sumber : Penyisihan Fosfat dan Surfaktan Menggunakan Koagulan Biji Kelor (Moringa oleifera) pada Limbah Pencucian Pakaian (Halomoan, tanpa tahun)
2.2.1 pH
Air limbah laundry memiliki pH basa akibat padatan dari pakaian yang
diikat oleh deterjen. Kondisi pH yang basa dapat menyebabkan iritasi pada kulit
sehingga diperlukan suatu pengolahan limbah laundry untuk menghindari bahaya
bagi lingkungan dan makhluk hidup sekitar.
2.2.2 Kekeruhan
Besarnya nilai kekeruhan air dapat menjadi ukuran tidak langsung jumlah
padatan tersuspensi yang berada di dalam air. Padatan tersuspensi adalah bahan-
bahan tersuspensi dengan diameter partikel lebih besar dari 1μm yang tertahan
pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 μm dan menyebabkan warna
keruh pada air. Air limbah laundry memiliki angka kekeruhan yang cukup tinggi
karena adanya pembentukan misel pada saat proses pencucian berlangsung. Misel
yang terbentuk merupakan padatan organik yang tersuspensi di dalam air.
2.2.3 Bahan organik
Zat organik di dalam air umumnya merupakan senyawa yang dapat
didegradasi dengan mudah. Namun beberapa senyawa organik seperti ABS,
tannin dan lignin sulit didegradasi oleh mikroorganisme ketika berada di
lingkungan.
Bab II Tinjauan Pustaka 14
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
Deterjen mengandung surfaktan yang merupakan senyawa organik yang
sulit didegradasi. Gugus alkil pada surfaktan merupakan rantai hidro karbon yang
menyebabkan kandungan organik pada air hasil pencucian laundry menjadi tinggi.
Kandungan organik di dalam air limbah dapat dinyatakan sebagai angka
permanganat. Angka permanganat menunjukkan sejumlah kandungan organik
yang dioksidasi oleh kalium permanganat.
2.3 Teknologi Pengolahan
Antisipasi pencemaran lingkungan akibat limbah laundry dapat
diantisipasi dengan melakukan pengolahan limbah laundry menjadi air bersih
yang dapat digunakan kembali untuk kehidupan sehari-hari mengacu pada
persyaratan air bersih Permenkes 416/1990. Beberapa parameter penting pada
limbah laundry yang harus diperhatikan untuk memperoleh air bersih adalah
kekeruhan, pH, kandungan organik dan kandungan deterjen.
Seperti yang terlihat pada Tabel 1.1 limbah laundry memiliki kandungan
padatan tersuspensi dan nilai COD yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
padatan tersuspensi di dalam air limbah laundry merupakan padatan tersuspensi
organik. Padatan tersuspensi organik yang menyebabkan kekeruhan pada air
limbah laundry dapat dipisahkan dari air dengan menggunakan metode koagulasi
dan flokulasi sehingga diperoleh air bersih yang sesuai dengan Permenkes
416/1990.
Selain metode koagulasi dan flokulasi, metode lain yang dapat digunakan
dalam mengolah air limbah laundry menjadi air bersih adalah adsorpsi karbon
aktif, filtrasi pasir aktif dan kombinasi antara adsorpsi karbon aktif dan filtrasi
pasir aktif. Surfaktan aktif dalam bentuk ion terlarut di dalam air diharapkan dapat
diserap menggunakan proses adsorpsi oleh karbon aktif sehingga kandungan
surfaktan dapat menurun sedangkan misel yang merupakan padatan tersuspensi
dapat disaring menggunakan pasir aktif.
Bab II Tinjauan Pustaka 15
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
2.3.1 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses pemisahan padatan tersuspensi
dari air dengan cara melakukan penambahan koagulan dan flokulan ke dalam air
sehingga partikel padatan tersuspensi menjadi lebih besar untuk dapat diendapkan
secara gravitasi. Secara alamiah, padatan tersuspensi merupakan padatan yang
sulit diendapkan karena memiliki permukaan yang bermuatan negatif. Muatan ini
menyebabkan gaya tolak menolak antara partikel sehingga partikel-partikel tidak
dapat berkumpul untuk membentuk padatan yang lebih besar.
Pembentukan padatan yang lebih besar dilakukan dengan menambahkan
senyawa koagulan ke dalam air. Koagulan merupakan senyawa dengan ion positif
yang dapat menarik padatan-padatan tersuspensi sehingga terbentuk endapan
besar yang disebut sebagai flok. Flok yang terbentuk pada proses koagulasi
diperbesar dengan melakukan penambahan flokulan. Flokulan merupakan
senyawa tidak bermuatan yang membuat flok-flok yang terbentuk pada proses
koagulasi bergabung membentuk flok yang lebih besar melalui proses
pengadukan lambat. Flok yang dihasilkan pada proses flokulasi dipisahkan dari
air melalui proses pengendapan yang disebut sebagai proses sedimentasi.
Efisiensi koagulasi dan flokulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
pH, jenis koagulan, kecepatan pengadukan, dan kekeruhan larutan.
1. pH larutan
Efisiensi koagulasi terbaik terjadi pada kondisi pH larutan yang optimum.
Kegagalan pelaksanaan pada daerah pH optimum akan memboroskan bahan kimia
dan mengGambarkan kualitas yang rendah dari efluen( Anonim, _ ). Nilai pH suatu
larutan berpengaruh pada kelarutan koagulan, muatan permukaan kandungan organik,
muatan permukaan flok. Besarnya pH optimum sangat tergantung pada jenis
koagulan yang digunakan.
2. Kecepatan pengadukan
Pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan dua
tahapan yaitu pengadukan cepat pada proses koagulasi dan pengadukan lambat pada
proses flokulasi. Pengadukan cepat pada proses koagulasi penting untuk
menyeragamkan penyebaran koagulan dan meningkatkan tumbukan partikel koagulan
Bab II Tinjauan Pustaka 16
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
dengan partikel kekeruhan sehingga koagulan dapat terhidrolisis di dalam air dan
diserap oleh padatan teruspensi untuk membentuk flok.
Pengadukan lambat dilakukan pada proses flokulasi. Pengadukan lambat
menyebabkanpertumbuhan flok yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
meningkatkan jumlah dan kesempatan partikel untuk bertumbukan. Proses ini
menghasilkan flok yang akan mengendap dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Ketidaksesuaian antara waktu dan kecepatan pengadukan baik pada proses koagulasi
maupun flokulasi dapat menyebabkan rendahnya kontak koagulan dengan padatan
tersuspensi yang berakibat pada gagalnya pembentukan flok.
2.3.1.1 Koagulan
Koagulan merupakan senyawa yang ditambahkan pada proses koagulasi
untuk memperbesar ukuran padatan tersuspensi yang berada di dalam air.
Koagulan yang sering digunakan terdiri dari beberapa jenis yaitu tawas, Poly
Alumunium Chloride (PAC) dan FeCl3.
a. Tawas
Tawas merupakan koagulan non-organik dengan rumus kimia Al2(SO4)3.
18 H2O. Tawas banyak digunakan sebagai koagulan karena keefekitfannya dalam
proses koagulasi dan harganya yang murah. Reaksi tawas di dalam air adalah
sebagai berikut :
Al2(SO4)3 → 2Al+3 + SO4−3
H2O → H+ + OH−
2 Al+3 + 6H2O → 2Al (OH)3 + 6H+
Al(OH)3 merupakan presipitat yang akan mengendap menjadi lumpur
ketika proses sedimentasi berlangsung. Koagulasi menggunakan tawas
berlangsung baik pada pH 5,8-7,4 (Pertnyski, __). Rentang pH optimum
berpengaruh pada pembentukan presipitat Al(OH)3 dan jumlah alumunium yang
Bab II Tinjauan Pustaka 17
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
terlarut di dalam air. Pembentukan presipitat Al(OH)3
mulai terjadi pada pH
sekitar 4,5 yang akan meningkat pesat sejalan kenaikan pH. Pada pH kurang 4,5 dan
pH lebih dari 8,0 sebagian besar aluminum hadir sebagai spesies terlarut sehingga
kekeruhan air justru meningkat. Kondisi optimum adalah kondisi pH yang
menghasilkan presipitat Al(OH)3 yang banyak dan menghasilkan alumunium
terlarut dalam jumlah yang sedikit. Penggunaan tawas pada proses koagulasi
menyebabkan terjadinya penurunan pH pada air hasil pengolahan akibat
terbentuknya 6 ion H+ seperti yang terlihat pada reaksi tawas dengan air. Oleh
karena itu perlu dilakukan penambahan alkali untuk menjaga pH air. Salah satu
jenis alkali yang dapat digunakan adalah soda abu atau kapur.
b. Poly Aluminium Chloride (PAC)
PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta
ion aluminium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polinuklear
dengan rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n) (Anonim, __). Penggunaan PAC
sebagai koagulan menghasilkan beberapa keuntungan diantaranya penurunan pH
larutan yang tidak signifikan dan efisiensi pengambilan padatan tersuspensi yang
lebih besar dibandingkan dengan tawas. PAC sebagai koagulan organik bereaksi
dengan air dan menghasilkan sejumlah presipitat dengan reaksi sebagai berikut :
[Al2(OH)5]+ + H2O → 2Al (OH)3 + H+
Al(OH)3 merupakan presipitat yang menjadi endapan ketika proses
sedimentasi berlangsung. Jumlah endapan yang dihasilkan oleh penggunaan PAC
pada proses koagulasi lebih besar dibandingkan daripada penggunaan tawas
sehingga hasil air pengolahan menggunakan PAC menjadi lebih jernih. Karena
pada alum hanya spesies monomer saja yang terbentuk yaitu Al3+, Al(OH)2+,
Al(OH)2+, dan Al(OH)4
- sementara pada PAC, selain monomer juga terbentuk
kation polimer yang didominasi oleh Al13O4(OH)247+ (Sutapa, 2010).
Bab II Tinjauan Pustaka 18
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
c. Ferri Klorida (FeCl3)
FeCl3 merupakan koagulan organik yang tidak menggunakan alumunium
sebagai unsure basis koagulan. Koagulan FeCl3 menghasilkan efisiensi koagulasi
yang besar ketika bekerja pada pH optimumnya yaitu 5,5 (Pertnyski, __). Reaksi
FeCl3dan kapur di dalam air adalah sebagai berikut :
2 Fe Cl3 + 3 Ca(HCO3)2 2 Fe(OH)3 + 3CaCl2 + 6CO2
Fe(OH)3 merupakan presipitat yang mengendap menjadi lumpur ketika
proses sedimentasi dilakukan. Pembentukan presipitat terbaik adalah pada pH 5,5
karena pada pH ini spesies Fe(OH)3 memiliki muatan permukaan yang lebih
positif sedangkan padatan tersuspensi memiliki muatan permukaan yang lebih
negatif sehingga proses pembentukan flok menjadi lebih mudah (Pertynski, ___) .
2.3.1.2 Flokulan
Flokulasi merupakan satuan proses penting dalam pengolahan air, limbah
cair domestik, industri dan pemanfaatan mineral. Flokulasi bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi, kekeruhan, warna, dan mikroorganisme.
Penambahan flokulan menyebabkan terjadinya penetralan muatan dengan
mengikuti mekanisme bridging yang kemudian bergabung bersama membentuk
flok sehingga akhirnya dapat diendapkan. Flokulan berfungsi sebagai pembentuk
partikel yang lebih besar / flok.
Flokulan komersial dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu
organik dan anorganik. Dari kedua flokulan ini flokulan organik lebih efektif.
Flokulan organik dapat berupa polimer alami dan sintetik. Sebagai flokulan,
polimer sintetik lebih efektif daripada yang alami. Flokulan ini lebih disukai
karena tidak diperlukan pengaturan pH media, dapat digunakan dalam konsentrasi
1-5 ppm, flok yang terbentuk lebih besar, lebih kuat dan pengendapannya lebih
baik.
Flokulan anorganik sering menimbulkan masalah baru karena
menghasilkan banyak sludge dalam proses flokulasi. Efisiensi flokulasi polimer
Bab II Tinjauan Pustaka 19
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
meningkat seiring dengan peningkatan berat molekul. Diantara flokulan polimer,
polimer sintetik bisa dibuat dengan mengontrol berat molekul, distribusi berat
molekul, struktur kimia polimer, dan perbandingan gugus fungsi dari polimer
backbone.
Poliakrilamida merupakan salah satu polimer sintetik yang sangat efektif
sebagai flokulan karena mempunyai daya ikat kuat terhadap partikel yang
tersuspensi dalam air, akan tetapi tidak tahan terhadap gesekan mekanis (unshear
stable) dan unbiodegradable.
Poliakrilamida dalam bentuk homopolimer ataupun komonomernya
merupakan flokulan yang baik untuk penanganan hasil buangan pabrik yang
berupa limbah cair. Poliakrilamida dengan massa molekul 1 x 106 - 2 x 106 biasa
digunakan sebagai retention aid dalam pembuatan kertas. Sedangkan,
poliakrilamida dengan berat molekul (2 x 106 - 20 x 106) digunakan dalam
flokulasi. Flokulan ini banyak diaplikasikan dalam proses penjernihan air yang
digunakan pada berbagai proses industri seperti pretreatment atau pengolahan
awal air boiler, pengolahan buangan dari pabrik kertas, dan pengolahan sampah.
Struktur kimia poliakrilamida ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.7 Struktur Kimia Poliakrilamida
Sumber : Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN dengan judul Studi Pengolahan Limbah
Cair Bahan Berbahaya dan Beracun
Poliakrilamida berbentuk granular, berwarna putih, memiliki densitas
1,302 g/mL dan larut dalam air dan morpolin, tidak larut dalam alkohol,
hidrokarbon, glikol, eter, ester, dan tetrahidrofuran (Astuti, ___).
Bab II Tinjauan Pustaka 20
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
2.3.2 Filtrasi Pengolahan limbah secara fisik dapat dilakukan dengan metode filtrasi
yaitu cara penjernihan air dengan cara penyaringan. Adapun faktor yang
mempengaruhi proses filtrasi adalah waktu kontak (Saifudin, __). Waktu kontak
dipengaruhi oleh volume unggun dan laju alir limbah. Hubungan antara waktu dan
kontak (t), volume (V) dan laju alir (Q) ditunjukkan oleh persamaan :
t = VQ
Waktu kontak ini merupakan waktu dimana air yang disaring berhubungan atau
berikatan dengan media penyaring yang dipakai.
2.3.2.1 Media Penyaring
Media penyaring yang dapat digunakan dalam proses filtrasi antara lain
antara lain pasir, kerikil, dan pasir aktif.
1. Pasir
Pasir merupakan media penyaring yang baik dan biasa digunakan dalam
peroses penjernihan air. Ini dikarenakan sifatnya yang berupa butiran bebas yang
porus dan seragam. Butiran pasir memiliki pori-pori dan celah yang mampu
menyerap dan menahan pertikel dalam air. Pasir berfungsi menyaring kotoran dan
air, pemisah sisa-sisa flok serta pemisah partikel besi yang terbentuk setelah
kontak dengan udara. Selama penyaringan koloid suspensi dalam air akan ditahan
dalam media porous tersebut sehingga kualitas air akan meningkat.
2. Kerikil
Kerikil berfungsi sebagai media penyangga dalam proses filtrasi, agar
media pasir tidak terbawa aliran hasil penyaringan, sehingga penyumbatan dapat
dihindari.
3. Pasir Aktif
Pasir aktif digunakan untuk menghilangkan logam-logam terlarut seperti
besi dan mangan. Pasir aktif yang sudah mempunyai lapisan yang mengandung
senyawa yang berfungsi sebagai oksidator di permukaan butirannya dapat
Bab II Tinjauan Pustaka 21
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
mempercepat proses penghilangan besi (Fe) dan mangan (Mn). Oksidator yang
melapisi media pasir aktif yaitu KMnO4.
KMnO4 mengoksidasi besi dan mangan terlarut saat air mengalir melewati
media penyaring, menghasilkan endapan besi dan mangan, dimana endapan ini
akan tertahan pada saringan, sehingga air yang keluar dari filter bebas dari besi
dan mangan. Mn2+ tereduksi menjadi Mn2O3 dan Fe tereduksi menjadi Fe(OH)3
seperti terlihat pada reaksi sebagai berikut (Said, 1999) :
3Fe2+ + KMnO4 + 7H2O 3Fe(OH)3) + MnO2+ K+ + 5H+
3Mn2+ + 2KMnO4 + 2 H2O 5MnO2 + 2K+ + 4 H+
2.3.3 Adsorpsi
Salah satu metode yang digunakan untuk menyisihkan zat pencemar dari
air limbah adalah adsorpsi. Adsorpsi (penyerapan) adalah proses pemisahan
komponen dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang
menyerap (adsorben) (Saputra, 2008).
Pada pengolahan limbah, adsorpsi dapat menurunkan beberapa parameter
kualitas air antara lain kekeruhan, warna, dan polutan mikro yaitu zat organik,
deterjen (Mifbakhuddin, 2010).
Proses terjadinya adsorpsi pada suatu adsorben terletak di pori-pori
adsorben. Menurut Ryan (2008), tempat-tempat terjadinya adsorpsi pada adsorben
adalah :
a. Pori-pori berdiameter kecil (Micropores d < 2nm)
b. Pori-pori berdiameter sedang (Mesopores 2 < d < 50nm)
c. Pori-pori berdiameter besar (Macropores d > 50nm)
d. Permukaan adsorben
Fe3+
Mn4+
Bab II Tinjauan Pustaka 22
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
Gambar 2.8 Ilustrasi Tempat Terjadinya Adsorpsi (Hendra, 2008)
2.3.3.1 Mekanisme Adsorpsi
Mekanisme terjadinya peristiwa adsorpsi adalah sebagai berikut :
(i) Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar
adsorben, disebut difusi eksternal
(ii) Sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar
berdifusi lebih lanjut ke dalam pori-pori adsorben, disebut sebagai difusi
internal.
(iii) Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar adsorbat akan teradsorpsi pada
dinding pori atau permukaan adsorben.
Namun, bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh oleh adsorbat dapat
terjadi 2 hal yaitu :
a. Terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah
terikat di permukaan. Gejala ini disebut adsorpsi multi lapisan
b. Tidak terbentuk lapisan kedua sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi
berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida (Sihombing, 2007)
Bab II Tinjauan Pustaka 23
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
Gambar 2. 9. Mekanisme Adsorpsi
Sumber : Desain Sistem Adsorpsi dengan Dua Adsorber (Saputra, 2008)
2.3.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah :
1. Karakteristik adsorben.
Karakteristik adsorben seperti luas permukaan dan volume pori
adsorben. Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan
bertambah luasnya permukaan dan volume adsorben (Taufan, 2008).
2. Jenis adsorbat.
Jenis adsorbat seperti ukuran molekul adsorbat. Ukuran molekul yang
sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi dapat terjadi karena
molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang
diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben
(Taufan, 2008).
3. Konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi.
4. Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan hal yang sangat menentukan dalam proses
adsorpsi. Gaya adsorpsi molekul dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila
waktu kontak dengan karbon aktif makin lama. Waktu kontak yang lama
Bab II Tinjauan Pustaka 24
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang
teradsorpsi berlangsung lebih baik (Anonim, 2009).
5. Daya larut adsorben terhadap adsorbat
Jika daya larut adsorben terhadap adsorbat tinggi, maka proses adsorpsi
akan terhambat, sebab gaya untuk melarutkan adsorbat berlawanan dengan gaya
tarik adsorben terhadap adsorbat.
2.3.3.3 Adsorben
Luas permukaan spesifik sangat mempengaruhi besarnya kapasitas
penyerapan dari adsorben. Semakin luas permukaan spesifik adsorben, maka
semakin besar pula kemampuan penyerapannya. Volume adsorben membatasi
jumlah dan ukuran pori-pori pembentuk permukaan dalam (internal surface) yang
menentukan besar atau kecilnya permukaan penyerapan spesifik. Karakteristik
adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi :
1. mempunyai daya serap yang tinggi
2. berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar
3. tidak larut dalam zat yang akan diadsorpsi
4. tidak mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan dimurnikan
5. dapat diregenerasi kembali dengan mudah
6. tidak beracun
7. tidak meninggalkan residu berupa gas yang berbau
8. mudah didapat dan harganya murah
2.3.3.4 Karbon Aktif
Karbon aktif dapat dibuat dari batu bara, kayu, gambut, tulang, kulit
kacang dan tempurung kelapa melalui proses pyrolizing dan carburizing pada
temperatur 700 sampai 800 °C. Karbon aktif diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yakni :
a. powder : jika ukuran diameter karbon aktif lebih kecil dari 325 mesh dan
b. granular : jika diameter karbon aktif berukuran lebih besar dari 325 mesh.
Bab II Tinjauan Pustaka 25
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
Dalam pengolahan air minum atau air limbah karbon aktif bubuk dan
karbon aktif granular mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan hal yang penting dalam karbon
aktif. Ukuran partikel karbon aktif mempengaruhi kecepatan adsorpsi, tetapi tidak
mempengaruhi kapasitas adsorpsi. Jadi kecepatan adsorpsi karbon aktif serbuk
( powder ) lebih besar daripada karbon aktif butiran (granular). Luas permukaan
total mempengaruhi kapasitas adsorpsi total sehingga meningkatkan
efektifitas karbon aktif dalam penyisihan senyawa organik dalam air buangan.
Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 500-1400 m2/gr.
Penggunaan bubuk karbon aktif mempunyai kelebihan sebagai berikut :
1. Sangat ekonomis karena ukuran butir yang kecil dan luas permukaan kontak
per satuan berat sangat besar.
2. Kontak menjadi sangat baik dengan mengadakan pengadukan cepat dan
merata.
3. Kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme sangat kecil.
Adapun kerugiannya ialah :
1. Penanganan karbon aktif, karena berbentuk bubuk yang sangat halus.
Kemungkinan mudah terbang terbawa bersama effluent. Karena tercampur
dengan lumpur, maka sulit diregenerasi dan biaya operasinya mahal.
2. Kemungkinan terjadi penyumbatan lebih besar, karena karbon
aktif bercampur dengan lumpur.
Kelebihan dari pemakaian karbon aktif granular :
1. Memiliki berat jenis yang lebih tinggi dari air sehingga jarang sekali ikut
keluar bersama efluen.
2. Memiliki daya ikat flok yang lebih kuat daripada bentuk bubuk.
3. Tidak menimbulkan banyak endapan.
Bab II Tinjauan Pustaka 26
Laporan Tugas Akhir Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Metode Koagulasi –Flokulasi, Filtrasi dan Adsorpsi
Kerugiannya:
Luas permukaan kontak per satuan berat lebih kecil karena ukuran butiran
karbon besar.
Pada pengolahan limbah laundry, kelebihan karbon aktif yang memiliki
luas permukaan yang besar dan memiliki diameter pori hingga ± 2nm diharapkan
dapat mengadsorpsi kandungan surfaktan yang dalam limbah laundry yang
memiliki diameter partikel ± 1 nm.