Post on 02-Feb-2018
Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka
Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan
dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan
frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat
mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan
alam.
Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan
(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori
penelitian meliputi:
a. Analisis Farmasi
b. Kimia Bahan Alam
c. Farmakologi dan Toksikologi
d. Etnofarmakologi
e. Kimia Medisinal
f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi
g. Farmakoterapi
h. Farmasi Klinik
i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi
j. Biologi Farmasi
Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan
bidangnya.
JURNAL FITOFARMAKA
Dewan Redaksi
Ketua Dewan Redaksi
drh. Min Rahminiwati, M.S., PhD.
(Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)
Anggota Dewan Redaksi
Dr Tri Panji, M.S.
(Puslit Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia)
Dr. Eli Halimah, M.Si. Apt.
(Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran)
Dr. Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si.
(Biokimia FMIPA Institut Pertanian Bogor)
Dr. Ietje Wientarsih, M.Sc., Apt.,
(Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor)
Dr. Sata Yoshita Srie Rahayu, M.Si.
(Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan)
Siti Sa’diah M.Si, Apt.
(Fakultas Kedokteran Hewan / Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)
Drs. Almasyhuri , M.Si. , Apt.
(Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes)
Bustanussalam, M.Si.
(Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
JURNAL FITOFARMAKA
ISSN:2087-9164, Vol.4,No.1, Juni 2014
DAFTAR ISI
KONDISI HATI TIKUS BETINA AKIBAT INDUKSI 7,12-DIMETHYL
BENZ(α)ANTHRASEN (DMBA) DAN PENYEMBUHANNYA DENGAN PROPOLIS
DAN NANOPROPOLIS INDONESIA
Akhmad Endang Zainal Hasan, E. Mulyati Effendi, Agus Setiyono, dan Bayu Sandi
EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN MANGKOKAN
(Northopanax scutellarius (Burm.f) Merr) SEBAGAI PERANGSANG PERTUMBUHAN
RAMBUT
Siti Sa’diah, Nina Herlina, Dwi Indriati
TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR
KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy (Lauraceae))
Bina Lohita Sari, Wandesta Rurianti, Partomuan Simanjuntak
EFEKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L)
Urb) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus
albinus)
Moerfiah, Muztabadihardja, Santi Puspita Dewi
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
1
KONDISI HATI TIKUS BETINA AKIBAT INDUKSI 7,12-DIMETHYL
BENZ(α)ANTHRASEN (DMBA) DAN PENYEMBUHANNYA DENGAN PROPOLIS
DAN NANOPROPOLIS INDONESIA
Akhmad Endang Zainal Hasan1,2
, E. Mulyati Effendi2, Agus Setiyono
3, dan Bayu Sandi
2
1)Departemen Biokimia, FMIPA IPB
2)Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK, BOGOR
3)Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH, IPB
Email : zainalhasan@ipb.ac.id; pakzainalhasan@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan efek farmakologis propolis dan
nanopropolis untuk pengobatan penyakit hati pada tikus betina yang diinduksi senyawa
karsinogenik 7,12 - dimetilbenz(α)antasena (DMBA). Penelitian dilakukan dengan mengamati
histopatologi dan makroskopik hati pada 28 ekor tikus betina galur Sprague - Dawley. Tikus
percobaan dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan dengan 6 kelompok yang diinduksi DMBA
(Kelompok I- VI ) dan 1 kelompok sebagai kontrol normal. Kelompok I sebagai kontrol
negatif diberi 1 ml NaCl secara injeksi intraperitoneal (ip). Kelompok II - IV diberi
nanopropolis 8; 32 dan 56 ppm ip. Kelompok V diberi ekstrak ethanol propolis 233 ppm ip,
kelompok VI sebagai kontrol positif diberikan doxorubixin ip dan kelompok VII sebagai
kontrol normal diberi penyediaan akuades. DMBA diinduksi selama 11 minggu dan
pengobatan dilakukan 15 minggu. Setiap minggu tikus ditimbang bobotnya dan diperiksa
terhadap inisiasi tumor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol propolis 233 ppm
dan nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm dapat mempertahankan kondisi optimal hati
tikus. Efeknya adalah setara dengan kontrol normal.
Kata kunci: penyakit hati, DMBA, histopatologi, propolis, nanopropolis
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the pharmacological effects of propolis and
nanopropolis as treatment of liver disease on carcinogenic substances 7,12-
dimethylbenz(α)antacene (DMBA) induced female rat. The research conducted by observing
liver histopathology and macroscopic on 28 female rat strain Sprague-Dawley. The rats
divided into 7 treatment groups with 6 groups of DMBA-induced rats (Group I-VI) and 1
group of as control normal rats. Group I as negative control was given 1 ml NaCl
intraperitoneal (ip) injection. Group II-IV was given nanopropolis 8; 32 and 56 ppm ip,
respectively. Group V was given ethanol extract of propolis 233 ppm ip, group VI as positive
control was given doxorubixin ip and group VII as normal control was given distilled water
provision. DMBA was induced during 11 weeks period and treatment was performed 15
weeks. The rat was weighted and examined the initiation of tumors every week. The results
showed that the ethanol extract of propolis 233 ppm and nanopropolis concentration of 32
and 56 ppm could maintain optimal conditions of rat’s liver. The effect was equivalent with
normal control.
Key Words : liver disease, DMBA, liver histopathology, propolis, nanopropolis
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
2
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya zaman,
masyarakat dihadapkan dengan perilaku
seksual, infeksi obat-obatan medis, merokok,
radiasi sinar Ultra Violet dan diet yang dapat
memicu penyakit kanker (Doll & Peto,
1981). Pengobatan yang ada saat ini dengan
menggunakan obat-obatan kimia mulai dirasa
oleh sebagian masyarakat kurang tepat
karena dapat menyebabkan efek negatif bagi
tubuh, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Implikasi dari hal tersebut maka
masyarakat mencari pengobatan alternatif
yang aman dan berkhasiat sehingga
menguatlah konsep back to nature atau
kembali ke alam.
Hati merupakan organ yang sangat
penting dan sebagi pusat metabolisme tubuh
yang mempunyai banyak fungsi untuk
mempertahankan tubuh yaitu dengan cara
detoksifikasi. Detoksifikasi merupakan
sistem pertahanan tubuh terhadap masuknya
senyawa kimia asing (xenobiotik). Jika
xenobiotik tersebut berhasil lolos pada proses
detoksifikasi, maka kemungkinan menjadi
toksik dan jika berlebihan akan bereaksi
dengan sel reseptor atau sel sasaran yang
bersifat reversibel maupun irreversibel.
Akibatnya akan timbul efek toksik yang tidak
diinginkan (Donatus, 2001).
Senyawa 7,12-dimetilbenz (α) antrasen
(DMBA) adalah zat kimia yang termasuk
dalam Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
(PAH) yang dikenal bersifat mutagenik,
teratogenik, karsinogenik, sitotoksik dan
immunosupresif (Clement, et al. 1980). Hati
yang terpapar DMBA akan menunjukkan
perubahan sel hati, gambaran histologi hati
dengan pemberian DMBA 25 mg/kg BB
selama 90 hari menunjukkan perubahan
bentuk normal menjadi tidak normal (Budi,
2010; Vijayabaskaran, et al., 2010).
Bahan alam yang dipercaya dapat
bersifat hepatoprotektif salah satunya adalah
propolis, yaitu bahan perekat dari resin yang
dikumpulkan lebah pekerja dari kuncup, kulit
kayu dan bagian tumbuhan lainnya
(Gojmerac, 1983). Propolis berwarna kuning
sampai coklat tua, bahkan ada yang
transparan. Komponen penting dalam
propolis berupa resin (turunan asam benzoat
dan flavonoid), lilin dan asam lemak, minyak
esensial, polen dan mineral-mineral.
Flavonoid yang dikandung dalam propolis
memberikan respon terhadap aktivitas
antibakteri, serta antikanker dan berperan
dalam imunodulisasi tubuh (Bankova, et al.,
2000; Bankova, et al., 2002; Burdock, 1998;
Sforcin, 2007). Kandungan senyawa aktif
pada propolis memperlihatkan efek
hepatoprotektif karena memiliki aktifitas
antiradikal bebas yang dapat mengurangi
wilayah induksi kerusakan hati dan jumlah
GGT + AHF (Perez, et al., 2012). Propolis
juga memiliki aktivitas imunodulator dan
aktivitas antiinfeksi non spesifik melalui
aktivasi makrofag (Dimov, et al., 1991).
Propolis sebagai pengobatan kerusakan
hati belum banyak diteliti. Organ hati
mempunyai potensi sebagai indikator
perbaikan maupun kerusakan akibat senyawa
sitotoksik karena secara aktif berperan dalam
mekanisme aktivasi DMBA yang melibatkan
enzim sitokrom P450 isoform CYP1A1
(Colon, et al., 1999). Efek kerusakan
jaringan hati akibat induksi DMBA dapat
terlihat jelas pada gambaran histologinya
(Vijayabaskaran, et al., 2010)
Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui efek farmakologis propolis dan
nanopropolis Indonesia sebagai
penyembuhan organ hati yang terinisiasi zat
karsinogenik (DMBA).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juni - Oktober 2012 bertempat di
Laboratorium Farmasi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pakuan di Bogor, juga di Laboratorium
Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi
dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Propolis kasar Trigona spp. yang
berasal dari Pandeglang (Banten), etanol
70%, β-siklodekstrin, buffer fosfat 50 mM
pH dan buffer fosfat 300 mM pH 5, eter,
aquadest, tikus percobaan yaitu tikus putih
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
3
betina (Rattus norvegicus) galur Sprague -
Dawley, 7,12-dimetilbenz(α)antrasen atau
DMBA, minyak zaitun (Olive Oil), buffer
formalin 10%, paraffin, minyak imersi,
pewarnaan sediaan histologik (hematoksilin
dan eosin).
Cara Kerja
Pembuatan Ekstrak Etanol Propolis
Trigona spp.
Sarang lebah Trigona spp. dari
Pandeglang, Banten, Indonesia. Sampel
disimpan dalam toples vakum. Sarang lebah
dibersihkan dari pengotor, setelah itu
diekstraksi menggunakan etanol 70% selama
24 jam. Ekstraksi dan pengujian pendukung
dilakukan sesuai dengan modifikasi dari
Pietta, et al., 2002 yaitu pembuatan
nanopropolis, penentuan aktivitas
hepatoprotektif, penentuan aktivitas
hepatoprotektor, pengamatan patologi dan
anatomi hati secara makroskopik.
Pembuatan Nanopropolis
Pembuatan nanopropolis sesuai dengan
tata cara penelitian yang dilakukan oleh
Hasan, et al., 2011 dan modifikasi dari
Mohanraj dan Chen, 2006. Metode yang
digunakan yaitu mendispersikan ke bentuk
polimer, kemudian polimerisasi dari
monomer dan pembentukan atau koaservasi
polimer hidrofilik.
Hewan Coba
Hewan percobaan yang digunakan
adalah 28 ekor tikus putih betina dengan
bobot badan rata-rata 120-130 g. Tikus
percobaan dilakukan pengelompokan secara
random menjadi 7 kelompok perlakuan,
masing-masing 4 ekor dalam tiap kandang.
Tikus tersebut dikandangkan secara terpisah
di dalam kandang berbentuk kotak plastik,
dengan tutup kawat yang mudah dibuka. Alas
kandang dialasi dengan sekam bekas gerabah
padi yang harus diganti setiap hari agar
kondisi kandang tetap kering dan sehat.
Tikus diadaptasikan di kandang hewan
Laboratorium Patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi FKH selama 7 hari.
Selama penelitian semua kelompok tikus
diberi pakan standar dan air secara ad
libitum.
Penentuan Aktivitas Hepatoprotektif
Induksi DMBA
Hewan coba diadaptasikan di kandang
percobaan selama 1 minggu sebelum
diberikan perlakuan. Tikus dibagi menjadi 2
kelompok, kelompok perlakuan DMBA
sebanyak 24 ekor dan kelompok perlakuan
kontrol normal sebanyak 4 ekor. Kelompok
pertama yaitu kelompok perlakuan kontrol
dengan menyuntikkan 1 mL garam fisiologis
secara intraperitonial. Kelompok kedua
diberi perlakuan DMBA dengan
menyuntikkan DMBA dosis 25 mg/kg BB
menggunakan pelarut minyak zaitun secara
intraperitonial. Induksi dilakukan selama 11
minggu, tiap minggu hewan coba ditimbang
dan dipalpasi untuk mengecek adanya inisiasi
kanker.
Aktivitas Hepatoprotektor
Sebanyak 24 ekor tikus yang telah
disuntik DMBA dan diketahui terinisiasi sel
kanker lewat palpasi dikelompokkan menjadi
6 kelompok, sedangkan tikus yang tidak
disuntik DMBA dikelompokkan dalam
Kelompok Kontrol Normal (disuntik 1 mL
garam fisiologis), pengelompokan sebagai
berikut :
Kelompok 1 : Kelompok Kontrol Negatif,
disuntik dengan 1 mL garam fisiologis.
Kelompok 2 : Kelompok Perlakuan 1,
disuntik nanopropolis 8 ppm.
Kelompok 3 : Kelompok Perlakuan 2,
disuntik nanopropolis 32 ppm.
Kelompok 4 : Kelompok Perlakuan 3,
disuntik nanopropolis 56 ppm.
Kelompok 5 : Kelompok Perlakuan 4,
disuntik Propolis 233 ppm.
Kelompok 6 : Kelompok Kontrol Positif,
disuntik dengan doksorubisin.
Kelompok 7 : Kelompok Kontrol Normal,
disuntik 1 mL garam fisiologis.
Inhibition Concentration (IC50)
didapatkan dari penelitian yang dilakukan
oleh Hasan, et al., 2011 yang menunjukkan
bahwa nanopropolis Pandeglang mempunyai
niai IC50 pada sel kanker MCF-7, pada
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
4
konsentrasi dibatas 8 ppm sedangkan EEP
(Ekstrak Etanol Propolis) mempunyai nilai
IC50 pada konsentrasi lebih dari 100 ppm.
Pada hari ke 60 dari penyuntikkan
(nanopropolis, EEP, garam fisiologis dan
doksorubisin), maka penelitian dihentikan.
Semua tikus diambil untuk dilakukan analisis
histopatologi.
Pengamatan Patologi dan Anatomi Hati
Secara Makroskopik
Pengamatan makroskopik hati pada
tikus meliputi warna, permukaan dan
konsistensi. Hati yang normal berwarna
merah kecoklatan, permukaannya licin dan
konsistensinya kenyal (Anggraini, 2008).
Kriteria normal bila tidak ditemukan:
a. Perubahan warna
b. Perubahan struktur permukaan
c. Perubahan konsistensi
Derajat kerusakan hati:
0 = tidak terjadi perubahan
+ = bila ditemukan 1 kriteria diatas
++ = bila ditemukan 2 kriteria diatas
+++ = bila ditemukan 3 kriteria diatas
Pembuatan dan Pemeriksaan Jaringan
Hati Secara Mikroskopik
Sampel jaringan hati dibuat sediaan
histologi. Hati yang telah dicuci dengan
larutan NaCl fisiologis 0,9 %, lalu difiksasi
dengan larutan Bouin selama 12 sampai 24
jam kemudian diblok dengan paraffin,
setelah didehidrasi dengan serial alkohol (70,
80, 90, 100 %) dan clearing dengan xylol (I,
II, III). Blok paraffin disayat dengan
mikrotom setebal 5 mikron. Sayatan yang
baik diletakkan pada gelas objek, kemudian
dilakukan pewarnaan Hematoksilin Eosin
(HE). Pengamatan histologi hati meliputi,
granula sitoplasma, degenerasi dan sel
neoplastik (Vijayabaskaran, et al., 2010).
Setiap preparat organ diamati di bawah
mikroskop dalam 5 lapangan pandang, yaitu
pada ke empat sudut dan bagian tengah
preparat, dengan perbesaran sebesar 400x.
Data yang dikumpulkan berupa data primer
(granula sitoplasma, degenerasi dan sel
neoplastik) dari hasil penilaian gambaran
histopatologi hepar tikus betina Sprague-
Dawley, kemudian dinilai indeks
histopatologinya. Indeks histopatologi hepar
dinilai dengan modifikasi sistem Knodell
Score.
Hasil analisis diuji dengan uji statistik
non parametrik Kruskal Wallis. Nilai p
bermakna jika p>0,05. Data yang diperoleh
diolah dengan menggunakan program SPSS
15.0 for Windows (Sariningrum, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan melihat Organ Hati
(Gambar 1) secara makroskopis sebagai
indikator faal tubuh dalam fungsi pertahanan
tubuh (Dalimartha & Setiawan, 2005).
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
5
Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Hati Tikus
Keterangan: Organ Hati (a) Kelompok Normal, (b) Kelompok 56 ppm Nanopropolis, (c) Kelompok 32
ppm Nanopropolis, (d) Kelompok 8 ppm Nanopropolis, (e) Kelompok Propolis, (f)
Kelompok DMBA,(g) Kelompok Doksorubisin
Pada pengamatan organ hati secara
makroskopis, terlihat bahwa organ tikus
kelompok yang sudah di induksi DMBA
berbeda warnanya jika dibandingkan dengan
kontrol normal, namun untuk permukaan dan
konsistensinya relatif sama. Hal ini
menunjukkan bahwa DMBA bersifat
sitotoksik sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Scott, et al. 1993.
Pengamatan dilanjutkan dengan
histopatologi hati sebagai indikator penilaian
yaitu tingkat kerusakan sel hati pada
umumnya. Hasil pengamatan terlihat pada
Gambar 2.
Gambaran dari histopatologi
memperlihatkan kondisi jaringan hati yang
sehat (a) ditandai dengan hepatosit yang
mengarah ke arah vena sentralis tersusun
secara radial, bentuk dari membran sel masih
utuh dengan sitoplasma didalamnya dan sel
hepatosit tersusun dengan jelas kondisi yang
kurang lebih sama terlihat pada propolis (b)
dan kelompok doksorubisin (g) kondisi yang
cukup baik terlihat pula pada kelompok 56
ppm (c) dan kelompok 32 ppm (d). Hasil
yang menunjukkan perbaikkan ini sesuai
dengan penelitian Carrasco et al., 2006.
Terlihat pada kelompok Doxorubisin
(g), Propolis (b) dan 56 ppm (c) serta 32 ppm
(d) kondisi histopatologi hatinya baik,
hepatosit terlihat jelas dan tersusun secara
radial, walaupun masih ditemukannya butir-
butir lemak, kondisi hepatosit yang baik
karena pengaruh pemberian propolis,
senyawa antioksidan dan flavonoid dalam
propolis dan nanopropolis memberikan efek
perbaikan sel-sel hati dengan relatif cepat.
Kerusakan sel hati kelompok DMBA
pada kontrol negatif yang terjadi meliputi
nekrosis, dan degenerasi butir-butir lemak.
Nekrosis merupakan pecahnya sel hepatosit
sehingga seluruh isi sel keluar dari sel akibat
rusaknya lapisan semipermiabel yang
melindungi sel serta degradasi butir-butir
lemak disebabkan adanya senyawa toksik
yang menurunkan fungsi lipolitik hati, hal ini
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
6
Gambar 2. Histopatologi Hati
Keterangan: Kelompok Normal (a), Kelompok EEP (b), Kelompok nanopropolis 56 ppm, 32 ppm, 8
ppm (c), (d), (e), Kelompok DMBA (f), Kelompok Doxorubisin (g) (VS: vena sentral,
anak panah : hepatosit, anak panah putus-putus: nekrosis, panah bulat : butir lemak)
(Pewarnaan HE, perbesaran objektif 10x)
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Scott et al., 1993 yang menyatakan
bahwa DMBA merupakan senyawa yang
bersifat sitotoksik
Kondisi histopatologi untuk kelompok
propolis, menunjukkan adanya perbedaan
bila dibandingkan dengan nanopropolis,
seperti terlihat pada Gambar 3. Hal ini
disebabkan karena konsentrasi nanopropolis
yang relatif kecil dibandingkan dengan
konsentrasi propolis tanpa nanopartikel.
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
7
Gambar 3. Grafik Penilaian Persentase Kerusakan Histopat Hati Tikus Akibat
Pemberian Nanopropolis Dan Propolis
Hasil skoring dari grafik
memperlihatkan perbedaan kerusakan tiap
kelompok dibandingkan dengan kontrol
normal terlihat bahwa kerusakan kelompok
Propolis tidak memiliki nilai yang jauh
berbeda dengan kontrol positif dalam
kerusakan jaringan hati, dilanjutkan dengan
kontrol 56 ppm, 32 ppm dan 8 ppm, dan
kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
propolis dengan konsentrasi 233 ppm dan
nanopropolis dengan konsentrasi 56 ppm
menunjukkan hasil yang hampir sama dalam
mengurangi pengaruh negatif dari induksi
DMBA dan memperbaiki kondisi hati.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
propolis dan nanopropolis dapat digunakan
dalam menghilangkan pengaruh buruk dari
bahan karsinogen yang masuk ke dalam
tubuh.
Berdasarkan hasil uji statistik
kelompok 32 ppm, 56 ppm, dan propolis
tidak bebeda secara signifikan dengan control
positif, sedangkan kelompok 8 ppm dan
kontrol negatif berbeda secara signifikan
dengan kontrol positif. Kelompok kontrol
positif, 32 ppm, 56 ppm, dan propolis
berbeda secara singifikan dengan kelompok
kontrol negatif, sedangkan kelompok 8 ppm
tidak berbeda secara signifikan dengan
kontrol negatif.
SIMPULAN
Pemberian Propolis dan nanopropolis
selama 60 hari memberikan efek farmakologi
pada hati hewan coba yang diinduksi DMBA.
Pada pengamatan organ hati secara
makroskopis, organ hati tikus yang terinduksi
DMBA terlihat berbeda warna dibandingkan
kontrol normal, namun untuk permukaan dan
konsistensi relatif sama.
Berdasarkan pengamatan histopatologi
hati hasil uji analisis statistik non-parametrik
Kruskal Wallis terlihat kelompok
doksorubisin (control positif), kelompok
propolis, kelompok nanopropolis konsentrasi
32 dan 56 ppm, memiliki kondisi hepatosit
yang relatif baik, hepatosit terlihat jelas dan
tersusun radial, walaupun masih
ditemukannya butir-butir lemak.
Kandungan propolis baik dalam bentuk
bukan nanopropolis maupun nanopropolis
yaitu flavonoid memberikan efek perbaikan
sel-sel hati.
Kelompok yang berpotensi secara
farmakologis yang baik untuk penyembuhan
hati yang terinduksi DMBA adalah kelompok
propolis konsentrasi 233 ppm dan
nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm.
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D.R. 2008. Gambaran
Makroskopik dan Mikroskopik Hati
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
8
dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian
Plumbun Asetat. Tesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatra
Utara. Medan.
Bankova, V.S., S.L.. Casro and M.C.
Marcucci. 2000. Propolis: Recent
Advances in Chemisty And Plant
Origin. Apidologie.
Bankova, V.S., Milena P., Stefan, B. and
Anna C. S. 2002. Chemical
Composition of Europan Propolis :
Expected and Unexpected Results
Institute of Organic Chemistry with
Centre of Phytochemistry, Bulgarian
Academy of Sciences, 1113 Sofia,
Bulgaria.
Budi, T. R. M. 2010. Dampak Induksi
Karsinogenesis Glandula Mammae
dengan 7, 12-dimetilbenz(α)antrasen
terhadap Gambaran Histopatologis
Lambung Tikus Sprague Dawley.
Jurnal Veteriner Maret. 11 (1): 17-23.
Burdock, G.A. 1998. Review of the
biological properties and toxicity of
bee propolis (propolis). Food and
Chemical Toxicology. 36 : 347-363.
Carrasco, L.C.E., Yesennia Sánchez-Pérez,
Lucrecia Márquez Rosado, Samia
Fattel-Fazenda, Evelia Arce-Popoca,
Sergio Hernández-García, Saúl Villa-
Treviño. 2006. A single dose of caffeic
acid phenethyl ester prevents initiation
in a medium-term rat
hepatocarcinogenesis model. World J
Gastroenterol. 12(42): 6779-6785.
Colon, M.V., L. Luch., A Seidel and A.
Baird. 1999. Cancer Inititation by
Polycyclic Aromatic Hydrocarbon.
Result from Formation of Stable DNA
Adducts rather than Apurinic Sites,
Carcinogenesis. 20 (10): 1885-1891.
Clement, I.P., Philip, YI.P. and Lee L.
Bernardis. 1980. Role of Prolactin in
the Promotion of
Dimethylbenz[α]anthracene-induced
Mammary Tumors by Dietary Fat.
Cancer Res 1980. 40:374-378.
Dimov V., Ivanovska N., Manolova N.,
Bankova V., Nikolov N., Popov S.
1991. Immunomodulatory action of
propolis Influence on anti-infectious
protection and macrophage function,
Bulgarian Academy of Scineces,
Institue of Microbiolgy, Departement
of Immunology.
Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar.
Laboratorium Farmakologi Dan
Toksikologi. UGM. Jogyakarta.
Doll. R dan Peto, R. 1981. The causes of
cancer: quantitativeestimate of
avoidable risks of cancer in the United
Statestoday. J. Natl. Cancer Inst.
66:1195-1308.
Gojmerac, W.L. 1983. Bee,
Beekeeping,Honey, and Pollination.
Westport: Avi.
Hasan, A.E.Z., D.J. Mangunwidjaja, T.C.
Sunarti, O. Suparno, A. Setiyono.
2011. Nanopropolis Trigona spp as
Anti Cancer Material. Laporan Hasil
Penelitian SEAMEO-Biotrop. Bogor.
Mohanraj V.J., Chen, Y. 2006.
Nanoparticles-Areview. Tropical
Journal of Pharmaceutical Research.
5: 561-573.
Perez, J.R.M., Olga Beltran-Ramirez, Saul
Villa-Trevino. 2012. Searching for
analogues of natural Compound,
Caffeic Acid Phenethyl Ester, with
Chemprotective Activity, Departement
of Cell Biology, Cinvestav-IPN
Mexico, D.F.
Pietta P.G. Gardana C. and Pietta AM. 2002.
Analytical methods for quality control
of propolis. Fitoterapia 73 Suppl. I:S7-
20.
Sariningrum. A. 2008. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Sponge Haliclona sp.
Terhadap Gambaran Histopatologi
Hepar Mencit Swiss. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
Scott W., Burchiel, Davis D.A., Sidhartha
D.R., Sandra L.B. 1993. DMBA
induces cell death (apoptosis) in the
A20.1 murine β-cell lymphoma.
[abstrak] Oxford J 21:120. [terhubung
berkala]http://toxsci.oxfordjournals.org
/cgi/content/abstract/21/1/1 20 [25
April 2007].
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
9
Sforcin J.M. 2007. Propolis and the immune
system; A review. Journal of
Ethnopharmacology 113: 1-14.
Vijayabaskaran, K.R. Yuvaraja, G. Babu, P.
Sivakumar, P. Perumal, B. Jayakar.
2010. Hepatoprotective And
Antioxidant Activity Of Symplocos
Racemosa Bark Extract On DMBA
Induced Hepatocellular Carcinoma In
Rats. Inter J Curr Trends Sci Tech.
1(3): 147–158; 1033-1046
.
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
10
EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN
MANGKOKAN (Northopanax scutellarius(Burm.f)Merr) SEBAGAI PERANGSANG
PERTUMBUHAN RAMBUT
Siti Sa’diah1,2
, Nina Herlina3, Dwi Indriati
3
1Bagian Farmakologi, Departemen AFF-FKH IPB
2Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB
3Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan
Email : diah.ss@gmail.com
ABSTRAK
Daun mangkokan dalam pengobatan tradisional (jamu) dikenal sebagai tanaman obat
yang berkhasiat sebagai penumbuh rambut atau mencegah kerontokan. Kerontokan rambut
hingga kebotakan (Alopecia) dapat diobati dengan penyubur rambut. Pada penelitian ini
dilakukan pembuatan formula sediaan emulsi yang mengandung ektrak etanol 70 % daun
mangkokan pada beberapa konsentrasi dan dievaluasi efektivitasnya sebagai penumbuh
rambut secara in vivo. Formula dibandingkan dengan Aminexil 2% sebagai kontrol positif dan
diaplikasikan pada kulit kelinci yang telah dibersihkan bulunya, kemudian panjang bulu
rambut yang tumbuh diukur selama 6 minggu dan ditentukan rata-rata pertumbuhan rambut
perminggu. Hasil menunjukkan formulasi dengan konsentrasi ekstrak daun mangkokan 7,5%
sama efektifnya dengan kontrol positif dan berbeda signifikan dengan kontrol formula basis
tanpa ekstrak. Rata-rata panjang rambut pada minggu pertama bertambah 50% dan setelah
minggu keenam pertumbuhannya rata-rata diatas 65% - 85% jika dibandingkan terhadap
kontrol positif Aminexil (100%).
Kata kunci : Jamu, daun mangkokan, penumbuh rambut, alopecia, Aminexil
EFFECTIVENESS OF ETHANOL 70% EXTRACT EMULSION OF Northopanax
scutellarius ( Burm.f ) Merr LEAVES AS HAIR GROWTH STIMULUS
ABSTRACT
Northopanax scutellarius (Burm.f)Merr) or its Indonesia names “Mangkokan” is a
well known Indonesia Tradisional Medicine (JAMU) for hair growth promotor or prevent hair
loss. The hair loss to baldness (alopecia) can be treated with fertilizer hair. Aim in the present
study, it was to prepare emulsion formulations containing ethanolic extract in variation
consentration and evaluating of formulations for the hair growth-promoting activity. The
formulations as well as Aminexil 2% solution (standard) were applied topically on shaved
skin of white rabbit, and its long hair growth for 6 weeks and rate of hair-growth every weeks
were recorded. The result, formulation with consentration extract 7,5% the same effectiveness
with standard and were significantly different from the control. Long of hair in the first weeks
on a formulation extract is 50% longer than control and after 6th
weeks increased more than
85%. The rate of hair growth (mm/week) is greatest at first week until the second weeks and
decreased further after 3th
week to 6th
week. Thus collaborate with the traditional acclaimed
hair growth-promoting capabilities of the plants. The prepared formulation also holds
potential for treatment of alopecia. It hold the promise of potent herbal alternative for
Aminexil
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
11
Key words : Jamu, Nothopanax scutellarius (Burm.f)Merr) leaves, hair growth, alopecia,
Aminexil
PENDAHULUAN
Rambut merupakan mahkota
keindahan tidak hanya pada wanita tapi juga
pada pria sehingga setiap orang berupaya
untuk mencegah kerontokan pada rambutnya.
Adapun faktor yang dapat menyebabkan
kerontokan hingga kebotakan (alopecia)
diantaranya stress, faktor genetik, kehamilan,
perawatan rambut yang kurang tepat dan
nutrisi yang kurang seimbang. Sulitnya
menghindari stress dan pola makan yang
tidak seimbang menyebabkan kerontokan
rambut sulit untuk dihindari. Oleh karena itu
diperlukan nutrisi tambahan yang secara rutin
diberikan langsung pada rambutnya. Salah
satu jenis tanaman Indonesia yang secara
tradisional digunakan sebagai penyubur
rambut adalah daun mangkokan (Nothopanax
scutellarius (Burm.f.).
Daun mangkokan secara empiris dapat
digunakan untuk merangsang pertumbuhan
rambut (Dalimartha, 1999). Komponen daun
mangkokan mampu menstimulasi
pertumbuhan rambut (Pitman, 2007).
Saponin mempunyai kemampuan untuk
membentuk busa yang berarti mampu
membersihkan kulit dari kotoran serta
sifatnya sebagai counter iritan, yang dapat
meningkatkan sirkulasi darah perifer
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
rambut. Menurut Sigit (2005) alkaloid
merupakan bahan kimia yang dapat
mempunyai efek dapat pertumbuhan rambut
dengan berperan sebagai iritan yang dapat
memperbesar tangkai rambut sehingga
suplay zat makanan bertambah untuk
menutrisi rambut.
Sediaan penumbuh rambut umumnya
sediaan yang diberikan langsung pada kulit
kepala. Untuk pengobatan pada rambut yang
sudah mengalami kebotakan biasanya akan
digunakan setiap hari selama lebih dari 30
hari. Salah satu zat kimia sintetik yang dapat
menumbuhkan rambut adalah Aminexil yang
mengandung 2,3-dydro-3-hydroxy-2-imino-4
diaminopyri mide 3-N-oxide atau
diaminopyrimidine oxide. Aktivitasnya sama
dengan minoxidil yang kegunaan utamanya
adalah untuk mengatasi tekanan darah tinggi
tapi memiliki efek samping meningkatkan
pertumbuhan rambut sehingga sering
digunakan untuk terapi kebotakan (alopecia).
Efektivitas suatu sediaan emulsi daun
mangkokan untuk penumbuh rambut perlu
dibuktikan secara ilmiah. Selain senyawa
aktif, bahan pembawa (basis) sediaan emulsi
juga akan berpengaruh terhadap proses
absorpsi sediaan dalam menembus membran
kulit. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui efektivitas ekstrak etanol 70%
daun mangkokan dalam bentuk emulsi
dengan Croduret 50SS® dan Crodamol
GTCC® sebagai emulgator yang dapat
meningkatkan pertumbuhan rambut secara in
vivo.
METODE PENELITIAN
Bahan :
Daun Mangkokan segar, akuades,
Croduret 50 SS
, Crodamol GTCC
,
Gliserin, metil paraben dan propil paraben,
serbuk magnesium, NaOH, HCl, kloroform,
amoniak, pereaksi Dragendorff, Wagner,
Bouchardat, FeCl3 1%, dan Aminexil 2%.
Alat :
Oven, grinder, ayakan mesh 40,
moisture balance, homogenizer (IKA RW 20
digital), lemari pendingin, penangas air,
Rotary evaporator, alat-alat gelas
Cara Kerja :
Pembuatan Simplisia
Daun mangkokan segar dicuci bersih
dan ditiriskan, kemudian dikeringkan dengan
oven suhu 50°C hingga kering. Daun
mangkokan kering kemudian dihaluskan
dengan mesin grinder dan diayak dengan
mesh 40 (serbuk agak kasar).
Pembuatan Ekstrak Mangkokan
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
12
Pembuatan ekstrak daun mangkokan
dilakukan menggunakan pelarut etanol 70%.
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi
pada perbandingan 1 g sampel : 10 ml pelarut
selama 24 jam kemudian disaring dan ampas
sampel dimaserasi kembali dengan 10 ml
pelarut selama 24 jam. Total perbandingan
akhirnya adalah 1 g sampel : 20 ml pelarut
(selama 2 x 24 jam). Ekstrak kemudian
dipekatkan pada suhu 40oC menggunakan
rotary evaporator tanpa bahan pengisi
hingga menjadi ekstrak kental yang berwarna
hijau tua.
Penetapan Mutu Simplisia dan Ekstrak
Parameter yang diukur adalah kadar air
dengan alat moisture balance, kadar abu
dengan metoda gravimetri, uji fitokimia
kualitatif yaitu flavonoid, alkaloid, saponin
mengacu pada Harbone (1987) dan tanin
mengacu pada Rajendra (2011).
Pembuatan Sediaan Emulsi
Basis emulsi yang digunakan dalam
pembuatan formula emulsi ekstrak
mangkokan terdiri atas Croduret 50 SS
dan
Crodamol GTCC
sebagai fase minyak,
sedangkan sebagai fase airnya terdiri atas
gliserin dan akuades. Bahan pembantu
lainnya adalah metil paraben dan propil
paraben.
Proses pembuatan sediaan emulsi
dilakukan dengan memanaskan fase minyak
dan fase air masing-masing di penangas air
suhu 70○C hingga seluruh bahan melarut,
kemudian fase minyak dan fase air segera
dicampurkan dan diaduk menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 500 rpm
selama 45 menit. Selanjutnya ektrak
mangkokan dengan konsentrasi 2,5% - 7,5%,
metil paraben dan propilparaben
dicampurkan sedikit-demi sedikit ke dalam
basis sambil diaduk hingga menjadi emulsi
yang homogen. Sediaan emulsi yang
dihasilkan selanjutnya ditempatkan dalam
wadah yang terlindung dari cahaya dan
simpan di suhu ruang.
Uji Efektivitas Sediaan
Selanjutnya sediaan emulsi dengan
konsentrasi ekstrak 2,5% -7,5% diuji
efektivitasnya secara in vivo menggunakan
kelinci sebagai hewan percobaan. Kelinci
dengan bobot 3000-3300 g yang
diaktimatisasi kemudian dicukur bulu pada
bagian punduknya lalu diolesi alkohol 70%
sebagai antiseptik. Perlakuan dibagi atas 6
kelompok. Kelompok I : tanpa perlakuan
sebagai kontrol normal, Kelompok II :
sediaan basis tanpa ekstrak, Kelompok III-V
Sediaan emulsi dengan 3 konsentrasi ekstrak
(2,5%-7,5%), sedangkan untuk kelompok VI
sebagai kontrol positif (Aminexil®).
Selanjutnya pengolesan emulsi dilakukan
terhadap semua kelompok emulsi setiap hari
enam minggu sebanyak dua tetes sehari
kecuali pada kelompok I. Kemudian pada
semua kelompok, mulai pada hari ke tujuh
masing-masing daerah perlakuan dicukur
bulunya sebanyak enam helai lalu direkatkan
pada alas berwarna hitam menggunakan
selotip dan diukur panjang rambut masing-
masing perlakuan menggunakan alat jangka
sorong. Pengukuran selanjutnya dilakukan
pada hari ke-14, ke-21, ke-28, ke-35 dan ke-
42.
Data diuji secara statistik menggunakan
Analisis Ragam untuk Rancangan Acak
Kelompok. Parameter pengujian efektivitas
persentase panjang rambut dibandingkan
kontrol normal dan laju pertumbuhan rambut
per minggu (mm/minggu).
Gambar 1. Denah perlakuan uji
efektivitas pada punggung kelinci
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
13
Keterangan : (P1) Daerah I tidak diolesi
sediaan (kontrol normal), (P2) daerah II
diolesi basis sediaan (kontrol perlakuan),
(P3) daerah III diolesi dengan formula A,
(P4) Daerah IV diolesi dengan formula B,
(P5) daerah V diolesi dengan formula C (P6)
daerah VI diolesi dengan Aminexil
sebagai
kontrol positif. Percobaan dilakukan
sebanyak 5 kali ulangan dengan 5 ekor
kelinci (White Rabbit).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Serbuk dan Ekstrak
Serbuk simplisia daun mangkokan
memiliki bentuk serbuk agak kasar, berwarna
hijau kecoklatan dan berbau khas daun
mangkokan sedangkan ekstrak etanol daun
mangkokan diperoleh ekstrak. Serbuk
simplisia yang dihasilkan memiliki rendemen
25,54% dengan kadar air 4,72% dan kadar
abu 3,55% sedangkan ekstrak memiliki
rendemen 8,87% dengan kadar air 9,91% dan
kadar abu 5,49%. Kadar air serbuk simplisia
tidak lebih dari 10% sesuai dengan
KepMenKes RI no.
661/Menkes/SK/VII/1994 dan kadar abu ≤
16% memenuhi persyaratn MMI. Hal ini
menunjukkan kadar air serbuk simplisia dan
daun mangkokan memenuhi persyaratan
KEPMENKES RI nomor 661/
MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan
obat herbal. Jika mengacu pada penelitian
sebelumnya (Rahayu, 2007) rendemen
serbuk daun mangkokan dengan pengayakan
berbeda menggunakan mesh 20 memiliki
rendemen 27,5%, kadar air 10,38 % dan
kadar abu 6,69%.
Sedangkan ekstrak yang dibuat dengan
cara yang sama memiliki rendemen 10,15%
namun kadar air 14,7%. Apabila
dibandingkan dengan kadar air yang sama,
maka rendemen simplisia dan serbuk yang
diperoleh masih lebih tinggi dari Rahayu
2007. Selain itu dengan kadar air yang
rendah juga akan meningkatkan stabilitas
serbuk dari cemaran mikroorganisme.
Hasil Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia simplisia dan ekstrak
daun mangkokan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Fitokimia Serbuk Dan Ekstrak Daun Mangkokan Senyawa Serbuk Ekstrak Keterangan
Alkaloid
Dragendrof
Wagner
Bouchardat
+
+
+
+
+
+
Endapan:
coklat kemerahan
coklat
coklat
Flavonoid + ++ Timbul jingga kekuningan pada
lapisan amil alcohol
Tanin + ++ hijau kehitaman
Saponin + + berbuih
Keterangan : tanda +, ++ menandakan intensitas semakin meningkat
Serbuk simplisia dan ekstrak etanol
daun mangkokan memiliki kandungan
alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin.
Senyawa alkaloid diduga berperan dalam
aktivitas pertumbuhan rambut meskipun
mekanisme aktivitasnya tidak diketahui
(Benerjee, Sharma and Nema, 2009). Jenis
flavonoid yang terkandung dalam daun
mangkokan adalah flavonol (kuersetin,
kaemferol, dan mirisetin) dan favon (luteolin
dan apigenin). Namun demikian tampak pada
ekstrak konsentrasi flavonoid diperkirakan
kandunganya lebih tinggi dibandingkan
dengan serbuk simplisia daun mangkokan.
Hal ini ditunjukkan dari intensitas warna
yang lebih pekat. Hal ini menunjukkan
bahwa pelarut etanol 70% mampu
mengekstraksi daun mangkokan dengan
sempurna karena flavonoid memiliki gugus
hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga
bersifat polar dan tanin termasuk golongan
polifenol yang bersifat polar. Oleh sebab itu,
pelarut polar seperti air dan etanol dapat
menarik senyawa yang bersifat polar
(Fattorusso et al.,2002).
Sediaan Emulsi Ekstrak Daun
Mangkokan
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
14
Basis emulsi yang dihasilkan tidak
berwarna sedangkan emulsi ekstrak daun
mangkokan memiliki warna hijau kecoklatan
dengan konsistensi kental dan bau khas daun
mangkokan dengan intensitas yang
meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi ekstrak. Seluruh sediaan emulsi
memiliki tipe minyak dalam air ditunjukkan
dengan mudah bercampurnya sediaan dengan
air.
Hasil Uji Efektivitas Sediaan Emulsi
Ekstrak Daun Mangkokan Sebagai
Perangsang Pertumbuhan Rambut
Panjang rambut kelinci setiap minggu
diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata
panjang rambut dari lima ekor kelinci selama
enam minggu pengamatan. Kelinci
mengalami pertumbuhan panjang rambut
setiap minggu setelah perlakuan seperti
tampak pada Tabel 2.
Tabel 2. Panjang Rambut Setelah Perlakuan
Perlakuan Panjang rambut setelah perlakuan (mm) x±sd
M1 M2 M3 M4 M5 M6
Kontrol
Normal 3,48±1.03 5.12±0.48 6.48±0.38 6.68±0.51 7±0.93 8.34±0.92
Kontrol
Perlakuan 4,68±1.04 6.68±0.53 7.32±0.53 7.92±1.63 8.16±2.39 8.92±2.08
Formula A 5,06±1.16 7.36±1.15 7.56±0.87 8.56±1.93 9.36±2.34 10.68±2.14
Formula B 5,72±1.09 8.3±0.9 8.58±1.51 9.14±2.29 10.9±2.24 12.12±1.86
Formula C 6,32±1.04 9.70±1.6 9.94±2.28 11.88±2.54 12.9±2.93 13.72±2.38
Kontrol Positif 6,54±1.05 10.84±2.33 11.46±2.3 12.7±0.64 13.7±3.57 16.02±4.44
Keterangan : Formula A (Emulsi 2,5% ekstrak daun mangkokan), Formula B (Emulsi 5% ekstrak
daun mangkokan), Formula C (Emulsi 7,5% ekstrak daun mangkokan), Kontrol positif Aminexil 2%,
Kontrol perlakuan formula basis tanpa esktrak, kontrol normal tanpa perlakuan.
Tinggi rendahnya pertumbuhan rambut
dapat dilihat dari total panjang rambut pada
minggu ke-6. Total perolehan panjang
rambut pada minggu keenam digunakan
untuk melihat persentase pertambahan
panjang rambut tiap perlakuan dibandingkan
dengan kontrol positif dimana kontrol positif
dianggap 100%. Persentase pertambahan
panjang rambut terhadap kontrol normal
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Persentase rata-rata pertambahan panjang rambut kelinci
Berdasarkan Gambar 2 formula C
mengalami kenaikan pertumbuhan rambut
lebih tinggi 19,35% dibandingkan formula A
dan 16,255% terhadap formula B. Formula C
memiliki pertambahan panjang rambut
14,375% lebih kecil dibandingkan kontrol
0
50
100
Kontrol normal
Kontrol Perlakuan
Formula A Formula B Formula C Kontrol Positif
51.57556.625
66.275 69.37
85.625
100
Pertumbuhan Panjang Rambut
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
15
positif. Berdasarkan analisis statistik kontrol
positif memiliki pengaruh sama dengan
formula C (P≥0,01) ini artinya formula C
potensinya sama dengan kontrol positif.
Hasil uji statistik menyatakan bahwa
sediaan emulsi ekstrak etanol daun
mangkokan berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan panjang rambut
kelinci (P≤0,01), setelah diuji lanjut dengan
Turkey dinyatakan bahwa kontrol normal
dengan basis, sama pengaruhnya terhadap
pertumbuhan rambut dan berbeda nyata
dengan formula A dan B sehingga
dinyatakan bahwa formula A sudah
memberikan pengaruh pertumbuhan rambut
pada kelinci dan pengaruhnya sama dengan
formula B. Formula C memperlihatkan
pertumbuhan panjang rambut yang lebih baik
dari perlakuan lainnya dan sama
pengaruhnya dengan kontrol positif.
Menurut Dawber (1991) laju
pertumbuhan dan lamanya fase anagen
menentukan panjang maksimum rambut.
Pertumbuhan panjang rambut dari minggu
ke-1 hingga minggu ke-6 tampak pada Tabel
3.Hasil uji statistik menyatakan bahwa
sediaan emulsi ekstrak etanol daun
mangkokan berpengaruh sangat nyata
terhadap pertumbuhan panjang rambut
kelinci (P≤0,01), setelah diuji lanjut dengan
Turkey dinyatakan bahwa kontrol normal
dengan basis, sama pengaruhnya terhadap
pertumbuhan rambut dan berbeda nyata
dengan formula A dan B sehingga
dinyatakan bahwa formula A sudah
memberikan pengaruh pertumbuhan rambut
pada kelinci dan pengaruhnya sama dengan
formula B. Formula C memperlihatkan
pertumbuhan panjang rambut yang lebih baik
dari perlakuan lainnya dan sama
pengaruhnya dengan kontrol positif.
Pertumbuhan panjang rambut dari
minggu ke-1 hingga minggu ke-6 tampak
pada Tabel 3.
Tabel 3. Panjang rambut kelinci setiap minggu setelah perlakuan
Perlakuan Laju pertumbuhan rambut (mm/minggu)
M1c M2
c M3
a M4
ab M5
ab M6
b
Kontrol Normal 3,50 2,99 0,14 0,20 0,30 1,30
Kontrol Perlakuan 4,70 4,03 0, 6 0,60 0,30 0,70
Formula A 5,10 4,36 0,2 1,00 0,80 1,30
Formula B 5,70 4,87 0,3 1,30 1,00 0,20
Formula C 6,30 5,33 0,2 2,00 1,00 0,80
Kontrol Positif 6,50 5,42 0,7 1,20 1,00 2,30
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa
laju pertumbuhan rambut pada minggu ke-1
dan minggu ke-2 paling tinggi untuk semua
perlakuan dan mengalami penurunan
signifikan pada minggu ke-3, ke-4, ke-5 dan
ke-6 pada kisaran 0,02-2,3 mm/minggu. Hal
ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
panjang rambut dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan pada 2 minggu pertama
sehingga dapat dikatakan bahwa pada
penggunaan obat perangsang pertumbuhan
rambut dapat digunakan selama 2 minggu.
Menurut beberapa penelitian senyawa
dalam daun mangkokan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan rambut adalah
alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Sigit
(2005) alkaloid merupakan salah satu zat
yang terkandung dalam daun mangkokan
dapat mempunyai efek dalam memicu
pertumbuhan rambut sebagai iritan yang
dapat memperbesar tangkai rambut sehingga
suplai zat makanan bertambah untuk
menutrisi rambut, sedangkan Pitman (2007)
melaporkan bahwa senyawa saponin, salah
satu komponen dalam ekstrak daun
mangkokan, merupakan senyawa yang dapat
menstimulasi pertumbuhan rambut pada
kasus allopecia (kebotakan) yang disebabkan
oleh pengaruh hormonal maupun keturunan.
Saponin mempunyai kemampuan untuk
membentuk busa yang berarti mampu
membersihkan kulit dari kotoran serta
sifatnya sebagai counter irritant, akibatnya
terjadi peningkatan sirkulasi darah perifer
sehingga meningkatkan pertumbuhan
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
16
rambut. Menurut Jellinek (1970) penggunaan
counter irritant dalam sediaan perangsang
pertumbuhan rambut didasarkan atas azas
bahwa tubuh akan selalu berupaya dalam
perlindungan dirinya untuk menghilangkan
iritasi yang ditimbulkan oleh keaktifan efek
counter irritant dengan meningkatkan efek
faalnya pada jaringan yang teriritasi sehingga
sirkulasi darah pada daerah tersebut lancar,
metabolisme menjadi aktif dan pembelahan
sel dipercepat. Keaktifan counter irritan yang
diharapkan pada sediaan perangsang
pertumbuhan rambut adalah keaktifan yang
ringan terutama dibatasi hingga efek
hipertermia dan hiperpalpasia, atau hanya
mengiritasi sel epidermis.
Flavonoid menurut Jellinek (1970)
merupakan derivat fenol yang mempunyai
aktivitas keratolitik, desinfektan, demikian
pula Achmad dkk., (1990) melaporkan
bahwa flavonoid mempunyai aktivitas
sebagai bakterisid dan anti virus yang dapat
menekan pertumbuhan bakteri dan virus,
quersetin dan kaempferol dapat melancarkan
sirkulasi darah sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan rambut dan mencegah
kerontokan. Adapun senyawa tanin diduga
berperan pula sebagai penutrisi rambut
dalam melakukan berbagai aktivitas biologis.
Tanin mempunyai berbagai efek dalam
sistem biologis karena merupakan pengkhelat
ion logam potensial, agen pengendap protein,
dan antioksidan biologis, Perez (2000).
Penelitian terhadap kombinasi ekstrak
daun mangkokan dengan daun teh lebih baik
dibandingkan ekstrak tunggalnya. Kombinasi
tersebut juga memberikan efek yang lebih
baik dibandingkan kontrol positif yang
digunakan yaitu hair tonic kina yang beredar
dipasaran. Dengan kombinasi ekstrak daun
mangkokan : daun teh 1:2 menunjukkan efek
yang paling baik dibandingkan dengan
kombinasi lainnya yaitu 1:1 dan 2:1.
(Purwantini,I. et al., 2012)
SIMPULAN DAN SARAN
Formula dengan konsentrasi ekstrak
daun mangkokan 7,5% merupakan formula
paling efektif dan sama pengaruhnya dengan
kontrol positif terhadap pertumbuhan rambut
(Aminexil 2%) dengan persentase
pertumbuhan 85,625% dibandingkan
Aminexil dan berbeda signifikan dengan
kontrol normal. Laju pertumbuhan paling
tinggi diperoleh pada minggu ke-1 dan
minggu ke-2 perlakuan.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk kombinasi ekstrak daun mangkokan
7,5% dan daun teh dimana kombinasi ini
memberikan kemampuan menumbuhkan
rambut lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad A S., Hakim, E.H., dan Makmur, L.
1990. Flavonoid dan Fitomedika,
Kegunaan dan Prospek. Jakarta: Phyto-
Medika. Hal 120-127.
Benerjee,P.S.,Sharma,M.,Nema,R.K(2009).P
reparation,evaluation and hair growth
stimulating activity of herbal hair oil.
Journal of chemical and
Pharmaceutical Research,1,261-267.
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan obat
Indonesia. Jilid I. Trubus Agriwijaya,
Jakarta. hal 86-89,150-153
Depkes RI. 1994. Keputusan Menteri
kesehatan Nomor
661/MENKES/SK/VI /1994 tentang
Persyaratan Obat Tradisional.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Depkes RI. 1985. Materia Medika Indonesia
Edisi VI. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan.
Handjojo, Y. 2011. Uji Stabilitas Fisik Dan
Aktivitas Pertumbuhan Rambut Tikus
Putih Dari Sediaan Gel Ekstrak Daun
Mangkokan (Nothopanax scutellarium
Merr.). Skripsi Sarjana Farmasi.
Jakarta: Farmasi UI
Harbone, JB.1987. Metode Fitokimia:
Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. Cetakan II. Diterjemahkan
oleh K, Padinawita dan I, Soediro.
Bandung: Penerbit ITB
Jellinek, J S. 1970. Formulation and Function
of Cosmetics. . New York: Wiley
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
17
Interscience a Divisionof John Wiley
and Son Inc. 365-407
Perez, V. 2000. Tetraoxygenated Naturally
Occuring Tannin Phytochemistry. Vol
44. No. 2. p 191
Purwantini Indah, Munawaroh Rima,
Darwati Naniek. 2012. Kombinasi daun
teh dan mangkokan sebagai penumbuh
rambut. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Rajendra CE, Gopal S Magadum, Mahaboob
Ali Nadaf, Yashoda S.V, Manjula M.
2011. Phytochemical Screening of The
Rhizome of Kaempferia galangal.
Internasional Journal of
Pharmacolognosy and Phytochemical
Reseach.
Roy R.K, M.Takur,MPharm & VK Dixit,
2007,Development and evaluation of
polyherbal formulation groeth-
promoting activity,Journal of cosmetic
dermatology,6,108-112
Semalty M.,A,Semalty, Greeta
P.Joshi,M.S.M Rawat, 2010, In vivo
Hair Growth Activity of Herbal
Formulation, International Journal of
Pharmacology, vol 6,Issue 1, p53-57.
Sigit, H. 2005. Pengaruh Ekstrak Etanol
Daun Mangkokan (Nothopanx
scutellarium L.) terhadap kecepatan
Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan
dan Profil Kromatogram Lapis
Tipisnya. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
18
TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR
KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy (Lauraceae))
Bina Lohita Sari1, Wandesta Rurianti
2, Partomuan Simanjuntak
3
1,2) Program Studi Farmasi, FMIPA-UNPAK
3) Puslit Bioteknologi-LIPI
Email : binalohitasari@yahoo.co.id
ABSTRAK
Massoi (Cryptocarya massoy) merupakan tanaman yang digunakan masyarakat Papua
sebagai obat tradisional. Kulit batang tanaman ini memperlihatkan beberapa aktivitas
biologis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan toksisitas, aktivitas antioksidan dan
antibakteri ekstrak air kulit batang Massoi (EAKM). Uji toksisitas menggunakan metode
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), aktivitas antioksidan diuji dengan metode Peredaman
Radikal Bebas menggunakan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), dan uji antibakteri
menggunakan metode cakram difus terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Penapisan fitokimia menunjukkan adanya steroid, flavonoid, saponin, tannin, kumarin dan
minyak atsiri. Hasil LC50 sebesar 493,00 µg/mL menunjukkan bahwa EAKM adalah toksik.
Nilai IC50 sebesar 14,06 µg/mL (vitamin C sebagai control positif 7,78 µg/mL) menunjukkan
potensi EAKM sebagai antioksidan. Sementara EAKM tidak menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap S. aureusdan E. coli. Kromatografi kolom menggunakan silika gel
dengan fasa gerak kloroform:metanol (1:1) dan kloroform:metanol:air (5:5:1) pada EAKM
menghasilkan empat fraksi. Semua fraksi diidentifikasi dengan KCKT menggunakan fasa
gerak metanol : air (1:1). Profil KCKT keempat fraksi menunjukkan profil kromatogram yang
hampir sama, yaitu pada waktu menit ke 10,0.
Kata kunci :Toksisitas, antioksidan, antibakteri, Cryptocarya massoy
ABSTRACT
TOXICITY, ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES OF WATER
EXTRACT OF CRYPTOCARYA MASSOY (LAURACEAE) BARK
Cryptocaryamassoy (CM) is a well-known plant in Papua as traditional medicine. The
bark of this plant has indicated that exhibit biological activity. The aims of this study were to
examine toxicity, antioxidant and antibacterial activities of water extract of C.massoy
(WECM) bark. Toxicity assay was done by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method
using brine shrimp, antioxidant activity was tested by Free Radical Scavenging method using
DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), and the antibacterial activity was tested by diffuse
disc method against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Phytochemical screening of
WECM showed the presence of steroid, flavonoid, saponin, tannin, coumarine and essential
oil. The results with LC50 value 493.00 µg/mL showed that WECM is considered to be toxic.
The IC50 value obtained from the test as 14.06 µg/mL (vitamin C as positive control was 7.78
µ/mL) showed its potency as antioxidant, while WECM showed no antibacterial activity
against S. aureusand E. coli. Column chromatography for WECM using silica gel as
stationary phase and chloroform:methanol (1:1) and chloroform:methanol:water (5:5:1) as
mobile phase resulting four fractions. The fractions were then characterized by HPLC with
methanol:water (1:1) as mobile phase. The HPLC profiles of all fractions showed almost the
same characteristic peaks at retention times 10.0 min.
Key words :Toxicity, antioxidant, antibacterial, Cryptocarya massoi
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
19
PENDAHULUAN
Indonesia kaya akan tumbuhan yang
mengandung metabolit sekunder yang sangat
berguna dalam dunia kesehatan dan salah
satunya adalah Massoi (Cryptocarpa massoy)
familia Lauraceae. Massoi merupakan jenis
tumbuhan yang selama ini sudah digunakan
oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat
tradisional (Lemmens et al., 1995).
Umumnya tumbuh pada ketinggian + 1000 m
diatas permukaan laut (dpl), dengan jenis
tanah lempung berliat (Tangguni dkk, 2000).
Bagian yang dimanfaatkan dari tumbuhan
ini adalah kulit yang diekstraksi untuk
menghasilkan minyak. Kulit Masoi sendiri
diambil minyaknya dan digunakan sebagai
bahan jamu, obat cacing dan kejang perut
namun sejauh ini informasi kandungan bahan
aktif berpotensi obat yang terkandung di
dalam Massoi sangat kurang (Triamtoro dan
Susanti, 2007).
Kulit kayu Massoi diduga mempunyai
senyawa sitotoksik terhadap larva udang
Artemia salina Leach, dan juga mengandung
senyawa antioksidan dan antimikroba karena
memiliki kesamaan genus dengan kayu
manis (Cinnamomum burmanni). Dari
literatur diketahui bahwa kayu manis dapat
berfungsi sebagai antioksidan, pengawet
makanan, antibakteri, antifungi dan
antiparasit (Kunarto, 2006).
Berdasarkan pada permasalahan di atas
maka dalam penelitian ini telah dilakukan uji
toksisitas dengan metode BSLT (Brine
Shirmp Lethality Test) terhadap larva udang
Artemia salina Leach, uji antioksidan dengan
metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil),
dan juga uji antibakteri terhadap bakteri gram
negatif Echerichia coli dan juga bakteri gram
positif Staphylococcus aureus untuk ekstrak
air kulit kayu Massoi (Cryptocarpa massoy).
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan penelitian yang digunakan
antara lain: kulit kayu Massoi, bakteri
Escherichia coli, bakteri Staphylococcus
aureus, telur Artemia salina Leach, DPPH
(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), vitamin C,
kloramfenikol, Nutrient Agar (NA), Nutrient
Broth (NB), kertas cakram, kapas, Serium
Sulfat, berbagai pereaksi (Dragendroff,
Mayer dan Lieberman-Buchardat) air laut,
metanol, aquades dan etil asetat.
Alat
Alat penelitian yang digunakan antara
lain: vakum rotapavor, timbangan analitik,
corong pisah, cawan Petri, ose bulat, kertas
cakram, kulkas, grinder, corong pisah,
mikropipet, Spektrofotometer UV-VIS,
Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, pengocok
(shaker), lempeng KLT alumunium silika gel
60 F254, bejana kromatografi, lampu
ultraviolet, KCKT, alat-alat umum dan alat-
alat gelas yang lazim digunakan di
laboratorium kimia.
Cara Kerja
Pembuatan Ekstrak
Kulit kayu massoi diekstrak dengan
menggunakan metode maserasi, dengan
metanol sehingga didapat ekstrak metanol.
Ekstrak kental metanol dipartisi sebanyak 3
sampai 4 kali dengan menggunakan pelarut
etil asetat: air (1:1). Fase air yang didapat
dikeringkan di penangas air sampai didapat
ekstrak kental.
Rendemen = %100xsampelBerat
ekstrakBerat
Analisis Fitokimia Senyawa metabolit sekunder alkaloid,
steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin,
tanin, kuinon, dan kumarin dianalisis
menggunakan metode dari Harborne (1998).
1. Identifikasi Alkaloid
Serbuk simplisia dan ekstrak air
dilembabkan dengan ammonia 30%,
kemudian ditambah 20 ml kloroform,
campuran tersebut disaring dengan kertas
saring, filtrat berupa larutan organik
diambil kemudian ditambahkan masing-
masing pereaksi Dragendorff dan Mayer,
terbentuk endapan merah bata dengan
pereaksi Dragendroff dan endapan putih
dengan pereaksi Mayer menunjukkan
adanya golongan alkaloid.
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
20
2. Analisis steroid dan triterpenoid
Serbuk simplisia dan ekstark air
dimaserasi dengan eter. Disaring dan
diambil filtratnya, diuapkan dalam cawan
penguap hingga diperoleh residu, kedalam
residu ditambahkan pereaksi Lieberman-
Burchard, terbentuknya warna hijau atau
merah menunjukkan adanya senyawa
golongan steroid dan triterpenoid.
3. Analisis flavonoid
Serbuk simplisia dan ekstrak air
ditambahkan air panas, dididihkan,
disaring dengan kertas saring, diperoleh
filtrat yang digunakan sebagai larutan
percobaan. Kemudian ditambahkan serbuk
magnesium secukupnya dan ditambah
asam klorida pekat dan amil alkohol,
dikocok kuat dan dibiarkan memisah.
Terbentuk warna merah pada lapisan amil
alkohol menunjukkan adanya senyawa
flavonoid.
4. Analisis saponin
Larutan percobaan yang diperoleh dari
percobaan 3, dimasukkan kedalam
masing-masing tabung reaksi dan dikocok
secara vertikal selama 10 detik, kemudian
dibiarkan selama 10 menit. Terbentuk
busa yang stabil dalam tabung reaksi
menunjukkan adanya senyawa golongan
saponin, yang bila ditambahkan 1 tetes
asam klorida 1% (encer) busa tetap stabil.
5. Analisis tanin
Serbuk simplisia dan ekstrak air didihkan,
didinginkan dan disaring dengan kertas
saring sehingga didapat filtrat. Kedalam
filtrat ditambahkan larutan Ferri (III)
klorida 1%. Terbentuk warna biru tua atau
hijau kehitaman menunjukkan adanya
senyawa golongan tanin.
6. Analisis kuinon
Larutan percobaan yang diperoleh dari
percobaan 3, dimasukkan kedalam tabung
reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan
NaOH 1N, terbentuk warna merah
menunjukkan adanya senyawa golongan
kuinon.
7. Analisis kumarin
Serbuk simplisia dan ekstrak air
dimasukkan kedalam masing-masing
tabung reaksi , ditambahkan kloroform
dipanaskan diatas penangas air dan
didinginkan, disaring dengan kertas
saring, filtrat diuapkan dengan cawan
penguap sampai kering, sisa ditambahkan
air panas dan didinginkan kemudian
dimasukkan kedalam tabung reaksi,
tambahkan larutan ammonia 10%, diamati
dibawah sinar ultra violet pada panjang
gelombang 365 nm. Terjadi fluoresensi
hijau atau biru menunjukkan adanya
golongan kumarin.
8. Analisis Minyak Atsiri
Serbuk simplisia dilarutkan dalam
metanol dan ekstrak air, masing-masing
diteteskan pada kertas saring lalu
didiamkan. Pengamatan dilakukan
terhadap ada atau tidaknya noda yang
transparan pada kertas saring. Hasil positif
minyak atsiri ditunjukkan dengan tidak
adanya noda yang transparan pada kertas
saring (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Uji Bioaktifitas Larva Udang Artemia
salina Leach
1. Penetasan telur udang
Larva udang disiapkan dengan cara
menetaskan telur Artemia salina Leach
dua hari sebelum pengujian.
2. Persiapan sampel ekstrak air
Larutan ekstrak air kulit kayu massoi
ditimbang sebanyak 100 mg dan
dilarutkan dengan 50 ml air laut untuk
dijadikan sebagai larutan induk dengan
konsentrasi 2000 ppm, kemudian dari
larutan induk 2000 ppm tersebut dibuat
lagi larutan induk dengan konsentrasi
1000 ppm dalam 20 ml air laut.
Selanjutnya dibuat variasi konsentrasi dari
larutan induk tersebut masing-masing
sebesar 100 ppm dan 10 ppm.
3. Uji bioassay BSLT (Brine Shirmp Lethlity
Test)
Sebanyak 10 ekor larva udang Artemia
salina Leach dimasukkan untuk tiap-tiap
perlakuan ke dalam botol vial yang telah
berisi air laut salinitas 12% dan larutan
uji. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan
dengan menghitung jumlah larva udang
yang mati. Data yang diperoleh, dihitung
LC50 nya dengan analisis probit. Nilai
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
21
LC50 < 1000 ppm menunjukkan adanya
senyawa yang memiliki bioaktifitas yang
aktif (Meyer, 1982).
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode
Peredaman Radikal Bebas
Uji aktivitas antioksidan menggunakan
metode perendaman terhadap radikal bebas
1,1 difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dengan
vitamin C sebagai kontrol positif.
1. Pembuatan larutan 1 mM DPPH
Lebih kurang 19,716 mg DPPH (BM =
394,32) ditimbang seksama, kemudian
dilarutkan dalam 50,0 ml metanol
proanalisis.
2. Pembuatan larutan blangko
Sejumlah 1 ml larutan DPPH 1 mM
dipipet ke dalam labu ukur 5 ml,
dilarutkan dalam metanol proanalisis
hingga tanda, kocok homogen.
3. Pembuatan larutan uji
Lebih kurang 10 mg ekstrak air kulit kayu
massoi ditimbang seksama, lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml,
dilarutkan dalam metanol hingga tanda
(larutan induk 1000 µg/ml). Dibuat
berbagai konsentrasi yaitu 5, 10, 25, 50,
100 µg/ml dalam masing-masing tabung
reaksi dan ditambahkan 1,0 ml larutan
DPPH 1 mM dan dilarutkan dalam
metanol p.a hingga tanda.
4. Lebih kurang 10 mg vitamin C ditimbang
seksama, kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam
metanol proanalisis hingga tanda (larutan
induk 1000 µg/ml). Dibuat berbagai
konsentrasi yaitu 3, 6, 9, 12, 15 µg/ml
dalam masing-masing tabung reaksi dan
ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 1 mM
dan dilarutkan dalam metanol p.a hingga
tanda.
5. Uji aktivitas antioksidan
Didalam setiap tabung larutan uji dan
kontrol positif ditambahkan 1,0 ml larutan
DPPH 1 mmol, kemudian ditambahkan
metanol proanalisis hingga 5 ml dan
dihomogenkan. Larutan blangko, larutan
uji dan larutan kontrol positif segera
diinkubasi selama 30 menit pada suhu
370C, kemudian ke-3 larutan diukur
serapannya pada panjang gelombang
serapan maksimum 515 nm.
Persen inhibisi atau hambatan dihitung
dengan rumus berikut:
Hambatan (inhibisi) =
Dihitung nilai IC50 dengan memasukkan
nilai dari konsentrasi larutan uji sebagai
sumbu x dan persen hambatan terhadap
DPPH sebagai sumbu y kedalam
persamaan garis regresi.
Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dengan metode
difusi agar dengan kertas cakram. Mikroba
uji yang digunakan adalah Staphlococcus
aureus dan Escherichia coli. Sebagai kontrol
positif digunakan antibiotik kloramfenikol.
Sedangkan sebagai kontrol negatif digunakan
air.
1. Sterilisasi alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
percobaan disterilkan menurut cara yang
sesuai.
2. Pembuatan media
a. Media NA (Nutrient Agar)
Bahan sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1
liter air suling lalu dipanaskan sambil
diaduk selama 1 menit hingga larut
sempurna, kemudian disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit. Pembuatan agar miring dilakukan
dengan cara menuangkan 5 ml media
yang masih cair ke dalam tabung reaksi
steril secara aseptis, tabung di letakkan
pada posisi miring dengan sudut
kemiringan 150 (Nutrien agar miring
untuk stok kultur) dan dituangkan ke
dalam cawan petri sebanyak 15 ml lalu
dibiarkan sampai padat (Nutrien agar plat
untuk pengujian).
b. Media NB (Nutrien Broth)
Bahan sebanyak 8 g dilarutkan dalam 1
liter air suling lalu dipanaskan sambil
diaduk selama 1 menit hingga larut
sempurna, kemudian disterilkan dengan
autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit.
3. Pengujian
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
22
a. Kurang lebih 15 mg ekstrak kental air
ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam
aquadest steril hingga tanda (Larutan
induk 1500 ppm). dibuat berbagai
konsentrasi sampel 500, 1000 ppm.
b. Kloramfenikol (antibakteri) sebagai
kontrol positif dibuat 3 konsentrasi, yaitu
500 ppm, 1000 ppm dan 1500 ppm
c. Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli diremajakan dalam media Nutrient
Agar (NA) dan diinkubasi selama 1 hari
pada suhu 250C.
d. Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli masing-masing diinokulasikan dalam
media Nutrient Broth (NB) dan
diinkubasi selama 1 hari pada suhu 250C.
e. Setelah bakteri uji tumbuh, kemudian
diambil 1 ml untuk ditanamkan ke dalam
300 ml media NA yang masih dalam
keadaan cair, dikocok homogen,
kemudian dipindahkan sebanyak 15-20
ml ke dalam setiap cawan petri dan
didiamkan hingga memadat.
f. Kertas cakram dicelupkan kedalam
kontrol negatif dan kontrol positif serta
kedalam ekstrak air yang masing-masing
terdiri dari 3 konsentrasi (500, 1000,
1500 ppm)
g. Kertas cakram diletakkan diatas media
inokulum.
h. Pengamatan dilakukan selama 2 hari
dengan menghitung diameter daerah
hambat (mm).
Analisis Kromatografi
1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ditotolkan ekstrak yang berpotensi di atas
plat tersebut dengan menggunakan pipa
kapiler 3-5 kali, lalu dikeringkan.
Dimasukkan ke dalam bejana dengan
eluen tertentu. Eluen yang digunakan
adalah kombinasi (kloroform : metanol,
kloroform : metanol : air) dengan
perbandingan tertentu. Setelah itu plat
dikeringkan dan diamati di bawah sinar
UV 254 nm dan 366 nm dan ditandai,
kemudian plat disemprot dengan
penampak bercak serium sulfat dan
dipanaskan diatas hot plate. Eluen yang
menghasilkan pemisahan terbaik,
digunakan untuk eluen pada kromatografi
kolom.
2. Pemisahan ekstrak
Pemisahan ekstrak air kulit kayu Massoi
difraksinasi dengan kromatografi kolom.
Dilakukan dengan cara ekstrak air lebih
kurang 2 g dicampurkan dengan celite,
kemudian dimasukkan ke dalam kolom
kaca yang telah berisi silika gel. Cairan
eluasi digunakan 2 campuran yaitu
kloroform : metanol dan kloroform :
metanol : air.Cairan ini ditambahkan
hingga dibiarkan mengalir melalui kolom.
Setelah itu digabungkan menjadi satu
sehingga diperoleh fraksi yang lebih
sederhana dan dianalisis dengan KLT
dengan eluen yang sesuai. Noda pada
KLT divisualisasi dengan lampu UV 254
nm dan 366 nm, serta disemprot dengan
pereaksi warna serium sulfat.
3. Analisis fraksi dengan KCKT
Bahan hasil pemisahan kromatografi
kolom dilarutkan dengan eluen metanol :
air (1:1). Eluen gas N2 terlebih dahulu.
Fase gerak dipompa dengan kecepatan
dan tekanan tetap sehingga antara fase
gerak dan kolom keadaanya seimbang.
Pada fraksi air, kolom yang digunakan
C18 (Lichorcart®250-4 HPLC-cartride,
Cat.1.50983 Lichrospher ® 100 RP-18
(5µM) Lot.L.448017). Masing-masing
sampel melalui syringe diinjeksikan
sebanyak 10µl ke dalam kolom dan
terjadi pemanasan, biasanya pada
temperatur kamar. Kromatografi
dilakukan dengan kecepatan eluen 1
ml/menit dan pemantauan dilakukan
pada panjang gelombang 230 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
RendemenEkstrak
Rendemen hasil ekstraksi cair-cair
(partisi) kulit kayu Massoi sebesar 4,11%.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia terhadap ekstrak
air dan juga serbuk simplisia dilakukan untuk
mengetahui golongan senyawa yang
terkandung dalam kulit kayu Massoi sebagai
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
23
parameter mutu ekstrak. Hasil uji fitokimia
untuk ekstrak air dan serbuk simplisia dapat
dilihat pada Tabel 1.
Hasil toksisitas yang tinggi ditunjukkan
dengan nilai konsentrasi yang menyebabkan
kematian 50 % larva udang, semakin kecil
nilai LC50yang dimiliki ekstrak tanaman
maka akan semakin toksik, tingkat toksisitas
suatu ekstrak yang telah dikategorikan oleh
Meyer, et al. (1982), yaitu: LC50 30 ppm
sangat toksik, 31 ppm LC50 1000 ppm
toksik dan LC50 > 1000 ppm tidak toksik..
Nilai LC50 dari ekstrak kulit kayu
Massoi adalah sebesar 493,00217
ppmdengan nilai LC50 yang kecil ini dapat
disimpulkan bahwa ekstrak air kulit kayu
Massoi masuk kedalam kategori toksik dan
berpotensi sebagai senyawa sitotoksik.
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Air dan
Serbuk Simplisia Kulit Kayu Massoi No Uji
Fitokimia
Serbuk
simplisia
Ekstrak air
1 Alkaloid - -
2 Steroid/
3 Triterpenoid
++
-
++
-
4 Flavonoid ++ +++
5 Saponin ++ +
6 Taninn - ++
7 Kuinon - -
8 Kumarin + +
9 Minyak atsiri ++ +
Berdasarkan uji fitokimia ekstrak air kulit
Massoi berpotensi mengandung senyawa
bioaktif antikanker yakni senyawa flavonoid
dan steroid.
Tabel 2. Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Air Kulit Kayu Massoi No Ekstrak Kadar larutan
uji
Rata-rata
% kematian
LC50
ppm
1.
2. Ekstrak air
3.
Larutan A (1000
ppm)
866,67 %
493,00
ppm
Larutan B (100
ppm)
300 %
Larutan C
(10 ppm)
133,33 %
Pembanding (air
laut)
33,33 %
Uji Aktivitas Antioksidan
Pada penetapan kurva larutan vitamin C
sebagai kontrol positif didapatkan persamaan
y = 6,6263x - 1,5634 dari persamaan tersebut
diperoleh harga IC50 = 7,78 µg/ml.
Sedangkan Nilai IC50 ekstrak air kulit kayu
Massoi sebesar 14,06 µg/ml, sehingga dapat
dinyatakan bahwa ekstrak air kulit kayu
Massoi memiliki nilai IC50 yang mampu
menghambat radikal bebas DPPH sebagai
senyawa yang mampu menghambat aktivitas
antioksidan yakni senyawa flavonoid dan
kumarin.
Uji Aktivitas Antibakteri
Diameter daerah hambat pada
Staphylococcus aureus dan Escherichia
colipada Tabel 5.
Ekstrak air kulit kayu Massoi diuji
aktivitas antioksidannya untuk menentukan
nilai IC50 (Inhibitor Concentration)
menggunakan DPPH sebagai pereaksi kimia
dan vitamin C sebagai kontrol positif. Tabel
5. menunjukkan bahwa ekstrak air tidak
memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan juga dengan
baik.Berdasarkan uji fitokimia ekstrak air
kulit kayu Massoi yang berpotensi
terhadap Escherichia coli dengan konsentrasi
500 ppm, 1000 ppm dan1500 ppm. Menurut
Siswandono dan Soekarjo (1995)
menyatakan bahwa senyawa yang mampu
menghambat antibakteri adalah saponin,
tannin, flavonoid dan juga triterpenoid, akan
tetapi hasil uji fitokimia dari ekstrak air kulit
kayu Massoi positif mengandung senyawa
saponin, tannin dan flavonoidSedangkan
hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan juga Escherichia
coli memiliki hasil yang sama yaitu negatif,
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
24
sehingga untukmenghasilkan uji aktivitas
antibakteri yang positif perlu dilakukan
pemurnian senyawa untuk mengetahui
senyawa yang dapat berperan sebagai
penghambat antibakteri dalam ekstrak air
kulit kayu Massoi.
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan DPPH padaVitamin C
Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH pada Ekstrak Air Kulit Kayu
Massoi Konsentrasi
(µg/ml)
Serapan blangko Serapan sampel Hambatan (%) IC50 (µg/ml)
0 2,3377 2,3377 0 7,7816
3 1,9215 17,8038
6 1,5135 35,2569
9 0,9770 58,2068
12 0,4506 80,7246
15 0,0746 96,8088
Tabel 5. Diameter Daerah Hambat pada Staphylococcus aureus dan E.coli. Mikroba uji Larutan uji Diameter Daerah Hambat
500 ppm 1000 ppm 1500 ppm
Staphylococcus aureus Kloramfenikol 14 mm 19 mm 24 mm
Ekstrak air - - -
Escherichia coli Kloramfenikol 16 mm 18 mm 20 mm
Ekstrak air - - -
Keterangan : - = Tidak mempunyai daya hambat
Diameter kertas cakram = 6 mm
Analisis Kromatografi
Ekstrak air kulit kayu Massoi
(Cryptocarpa massoy) di KLT dengan eluen
kloroform-metanol (1:1) dan kloroform-
metanol-air (5:5:1). Pada eluen kloroform-
metanol (1:1) memberikan pola pemisahan
yang jelas dengan jarak bercak satu sama lain
cukup terpisah (gambar A). Sedangkan
dengan eluen kloroform-metanol-air (5:5:1)
memiliki pola pemisahan yang kurang baik
jika dibandingkan dengan eluen kloroform-
metanol (1:1) dikarenakan jarak bercak satu
dengan yang lainnya masih menumpuk di
satu tempat dan menghasilkan 5 pola bercak
(gambar B). Hasil kromatogram KLT dapat
dilihat pada Gambar 1.
A B
Gambar 1. Hasil Kromatogram KLT
Keterangan: Fase diam : silika gel GF254
Fase gerak :
A: kloroform:metanol (1:1)
B: kloroform-metanol-air (5:5:1)
Kromatografi Kolom
Hasil fraksinasi dari ekstrak air diperoleh
7 fraksi dengan volume masing-masing 25
Konsentrasi
(µg/ml)
Serapan blangko Serapan sampel Hambatan (%) IC50 (µg/ml)
0 2,3377 2,3377 0 14,06
5 1,2553 46,3019
10 1,0521 54,9942
25 0,3165 86,4610
50 0,1625 93,0487
100 0,1392 94,0454
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
25
ml , masing-masing fraksi dianalisis dengan
KLT,fraksi- fraksi dengan polabercak yang
sama atau memiliki Rf yang sama
digabungkan. Setelah digabungkan maka
diperoleh empat fraksi yang lebih sederhana.
Profil kromatografi KLT dari keempat fraksi
dengan menggunakan eluen klorofom-
metanol air (5:5:1) dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 2. Hasil Fraksinasi Ekstrak Air
Kulit Kayu Massoi Menggunakan
Kromatografi Kolom Keterangan :
No.1=Fraksi F1,vial 1;
No.2=Fraksi F2,vial 2;
No.3=Fraksi F3,vial 3;
No.4=Fraksi F4,vial 4-7
Analisis KCKT Pola kromatogram KCKT pada ke-empat
fraksi memiliki bentuk yang hampir sama hal
ini dapat dilihat pada pola kromatogram KLT
yang pola ke-empat fraksinya sama. Hasil
analisis KCKT dari ke-empat fraksi
menunjukkan bahwa rata-rata pemunculan
akhir senyawa terdapat pada waktu retensi
yang sama yaitu pada menit ke 10,
dikarenakan bentuk peak yang muncul dari
ke-empat fraksi mempunyai bentuk yang
sama (Gambar 1, 2, 3 dan 4). Dari hasil
analisis KCKT masih banyak senyawa yang
menumpuk dalam satu peak hal ini dapat
disebabkan sistem serta kondisi yang
digunakan dalam percobaan tidak cocok
sehingga senyawa kimia tidak terpisah
sempurna dengan eluen metanol-air (1:1)
melainkan dengan perbandingan campuran
eluen yang lebih bersifat non polar ataupun
dengan campuran pelarut-pelarut yang
lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Ekstrak air kulit kayu Massoi
(Cryptocarpa massoi) mengandung
senyawa steroid, flavonoid, saponin,
tanin dan kumarin.
2. Senyawa pada ekstrak air kulit kayu
Massoi termasuk kedalam senyawa
toksik dengan LC50 493,00217 ppm.
3. Ekstrak air kulit kayu Massoi memiliki
nilai IC50 yang mampu menghambat
radikal bebas DPPH dengan baik yaitu
sebesar 14,075 µg/ml.
4. Ekstrak air kulit kayu Massoi tidak
mempunyai daya aktivitas sebagai
antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan juga
Escherichia coli.
5. Hasil uji KLT dan KCKT Ekstrak air
memberikan pola kromatogram yang
hampir sama pada keempat fraksinya
yaitu pemunculan akhir senyawa pada
waktu retensi menit ke 10 dengan bentuk
peak dari keempat fraksi yang hampir
sama.
Saran
1. Perlu dilakukan isolasi dan elusidasi
senyawa yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan juga antibakteri serta
senyawa sitotoksiknya dari ekstrak air
kulit kayu Massoi untuk mengetahui
struktur kimianya.
2. Perlu dilakukan pengujian toksisitas serta
aktivitas antioksidan dan antibakteri dari
hasil kromatografi kolom.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, D., dan S. Mulyani. 2004. Ilmu
Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I.
Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Harborne, J.B. 1998. Phytochemical
methods: A guide to modern techniques
of plant analysis. Champman and Hall,
London. 40-137.
Kunarto, B. 2006. Evaluasi Sifat
Antioksidatif Mikrokapsul Minyak Atsiri
Kulit Kayu Manis (Cinnamomum
burmanii) yang diaplikasikan pada
Cookies. Jurnal Pertanian dan Kimia
Makanan. Jakarta.14(2). 85-94.
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
26
Lemmens, R. H. M. J., I, Soerianegara. & W,
Wong. 1995. Plant Resources of South-
East Asia No 5(2).Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biologi- LIPI.Bogor.
158-159.
Meyer, B.N. N.R. Ferrigni, J.E. Putnam ,
L.B. Jacobson , D.E. Nichols & J.L. Mc
Laughin JL. 1982. Brine Shirmp: A
CovenentGerieral Bioassay for Active
Plant Constituent. PlantaMedica.
Medicinal Plant Research. 45. 31-34.
Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia
Medisinal. Airlangga Press, Surabaya.
Tangguni N., P, Lalenoh., Y. H. Hematang,
A. YJS. Arobaya.
EksplorasiBeberapaJenisMassoiCryptoc
aryaspp. Pada Areal HPH PT
DharmaMuktiPemsada di
KecamatanWasiorKabupaten
Manokwari. 2007. [6 Tayangan].
Diambildari: http// papuaweb:
Beccarina.Diakses 19 Januari, 2009.
Triamtoro, R.G.N., Cisilia, M.E.S. 2007.
Kandungan Bahan Aktif Kayu
Kulilawang (Cinnamomum culilawan)
dan Masoi (Criptocarya massoia). Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 5(2)
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
27
EFEKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK HERBA PEGAGAN
(Centella asiatica (L) Urb) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA
MENCIT JANTAN (Mus musculus albinus)
Moerfiah, Muztabadihardja, Santi Puspita Dewi
Program Studi Farmasi FMIPA-UNPAK Bogor
Email : moerfi_ah@yahoo.com
ABSTRAK
Formula salep herba ekstrak pegagan (Centella asiatica (L) Urb) dalam penelitian ini
dibuat dari 5 gram ekstrak pegagan sebagai zat aktif yang dicampur dengan berbagai basis,
yaitu basis berminyak,emulsi dan larut air. Mencit jantan (20 ekor) yang sudah dilukai dengan
scalpel steril sepanjang 1,5 cm dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing 4 ekor dan
mendapat perlakuan salep ekstrak pegagan sebagai berikut : Kelompok I diolesi dengan
formula basis minyak, kelompok II formula basis emulsi, kelompok III formula basis larut air,
kelompok IV ekstrak murni serta kelompok V diolesi betadin® sebagai kontrol positif. Bahan
uji diberikan dua kali sehari selama 21 hari dan diamati pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21. Hasil
yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada hari ke 14, bila dibandingkan dengan kontrol
positif, maka kelompok I dan IV lebih efektif menyembuhkan luka dibandingkan kelompok II
dan III. Pada hari ke 21 semua kelompok efektif menyembukan luka sama seperti kontrol
positif.
Kata kunci: Pegagan, Salep, Kulit
EFFECTIVENESS OF GOTU KOLA (Centella asiatica (L) Urb) HERBS EXTRACT
OINTMENT FOR WOUND HEALING IN MALE MICE (Mus musculus Albinus)
ABSTRACT
Ointment formula of gotu kola extract (Centella asiatica (L) Urb) in this study was made
of 5 grams of Centella asiatica extract as an active substance that is mixed with a variety of
bases, namely oily, emulsion and water-soluble bases. Male mice (20 animals) were already
wounded with a sterile scalpel length of 1.5 cm were divided into five groups each of 4 mice
and gotu kola extract ointment treated as follows: Group I smeared with oily base formula, the
group II emulsion base formula, Group III water-soluble base formula, pure extract of Group
IV and Group V smeared betadin® as a positive control. The test material was given twice
daily for 21 days and observed on days 1, 3, 7, 14, 21. The results obtained showed that at day
14, compared with the positive control, the group I and IV are more effective cure injuries
than the group II and III. On day 21 all dose heal wounds effectively the same as a positive
control.
Key words: Gotu kola (Centella asiatica (L) Urb), ointment, skin
PENDAHULUAN
Salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris
di dunia yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai tanaman obat adalah
pegagan (Centella asiatica(L) Urb) yang
dapat digunakan sebagai obat luka (Endah
dkk, 2003).
Luka adalah keadaan dimana
kontinuitas jaringan rusak, yang disebabkan
oleh pengaruh kimiawi, listrik atau radiasi
(Direen, 1981). Untuk mencegah terjadinya
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
28
infeksi bakteri diperlukan suatu antibakteri. .
Tumbuhan pegagan khusus mengandung
asiatikosida, berfungsi untuk memproduksi
kolagen juga dapat mempercepat proses
penyembuhan luka pada bagian permukaan
kulit manusia. Proses ini terjadi karena
aktivitas epidermis lapisan sel malpigi pada
kulit tadi meningkat dan secara topikal
dapat menyembuhkan. Selain itu dapat juga
meningkatkan serta menguatkan jaringan
kulit yang baru terbentuk, sehingga tidak
mudah lagi rusak. Asiatikosida juga
mempunyai daya antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia colli.
Adanya asiatikosida, riboflavin dan niasin
membuat pegagan berfungsi sebagai anti
inflamasi (Saktono, 2002).
Salep merupakan salah satu bentuk
sediaan semi padat yang banyak digunakan
dalam pengobatan kulit. Sebelum
memberikan efek, zat aktif sediaan salep
harus dapat dilepaskan dari basisnya, baru
diabsorpsi melalui kulit. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik faktor fisiologis
maupun kimia fisika. Faktor kimia fisika
tersebut meliputi koefisien difusi, konsentrasi
dan kelarutan obat dalam basis. Sedangkan
faktor fisiologi meliputi keadaan kulit, luas
daerah permukaan dan banyaknya pemakaian
(Anief, 2003).
Hingga saat ini belum ada penelitian
untuk menguji khasiat ekstrak pegagan
sebagai antiluka dalam bentuk formulasi
salep. Bahan pembantu dalam formulasi yang
baik seharusnya bersifat inert dan tidak
mengurangi khasiat bahan aktif. Pemilihan
basis yang baik harus melalui pertimbangan -
pertimbangan lebih dulu dengan melihat sifat
dan masing- masing basis salep (Block, 1990
; Ansel, 1989). Karena pada umumnya sifat
polaritas senyawa bahan alam sukar
diketahui dengan pasti maka perlu di teliti
lebih lanjut pengaruh basis salep terhadap
khasiat ekstrak pegagan.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan adalah herba
Pegagan (Centella asiatica (L).Urban) dari
seluruh bagian tanaman koleksi BALITTRO
(Balai Tanaman Obat dan Rempah). Mencit
serta pellet, betadin® dan air suling. Bahan
untuk pembuatan salep ekstrak pegagan
seperti, cera alba, vaselin putih, setil alkohol,
propilen glikol, natrium lauril sulfat, air
suling, PEG 4000, stearil alkohol, gliserin.
Alat
Alat-alat penelitian yang digunakan
antara lain: Alat-alat gelas, neraca analitik,
rotavapor, termometer, mortir, cawan
penguap, kertas perkamen, penangas air, pot
plastik, bejana, pisau, batang pengaduk,
corong, sudip dan scalpel.
Cara Kerja
1. Pembuatan Ekstrak Herba Pegagan Ekstrak herba pegagan dibuat dengan
cara maserasi, yaitu 250 g serbuk herba
pegagan dengan 1.875 ml etanol 70% ,
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari dan
terlindung dari cahaya, sambil berulang-
ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai,
ampas diperas. Ampas ditambah etanol 70%
secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga
diperoleh seluruh sari sebanyak 2500 ml.
Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk,
terlindung dari cahaya, selama 2 hari.
Kemudian endapan dipisahkan. Kemudian
dilakukan penguapan pada suhu 50°C dengan
rotavapor sehingga sebagian besar alkohol
menguap hingga diperoleh ekstrak kental.
2. Pembuatan Sediaan Salep Sediaan salep dibuat sesuai dengan
formula masing-masing tipe basis.
Tabel 1. Formula Sedian Salep Basis
Berminyak Bahan Jumlah (g)
R/Cera alba 4.75
Vaselin putih 90.07
Butilhidroksianisol
(BHA)
0.01
Metil paraben 0.15
Propil paraben 0.02
Ekstrak kental 5
Sumber : (Rosanti 2003).
a. Cara pembuatan Sedian Salep Basis
Berminyak:
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
29
Cera alba dilelehkan diatas penangas
air, vaselin putih ditambahkan, diaduk
sampai homogen dan dingin. BHA yang telah
dilarutkan dengan etanol dimasukkan
kedalam basis salep digerus homogen. Metil
paraben dan propil paraben yang telah
dilarutkan dengan etanol dicampurkan
dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan
dicampurkan ke dalam basis sedikit demi
sedikit sambil diaduk sampai homogen.
Salep dikemas dalam wadah.
b.Cara pembuatan Sedian Salep Basis
Emulsi:
Setil alkohol, cera alba, propilen glikol
dilelehkan diatas penangas air pada suhu
65°C(fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan
dalam air suling, dipanaskan diatas penangas
air pada suhu 65°C (Fase II). Fase I dan fase
II dicampurkan perlahan-lahan sambil diaduk
di atas penangas air selama 10 menit.
Campuran dituang dalam mortir sambil
diaduk hingga dingin. BHA yang telah
dilarutkan dengan etanol dimasukkan
kedalam basis salep digerus homogen. Metil
paraben dan propil paraben yang telah
dilarutkan dengan etanol dicampurkan
dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan
dicampurkan ke dalam basis sedikit demi
sedikit sambil diaduk sampai homogen.
Salep dikemas dalam wadah.
Tabel 2. Formula Sedian Salep Basis
Emulsi Bahan Jumlah (g)
R/Cera alba 0.95
Setil alkohol 14.22
Propilen glikol 9.48
Na lauril sulfat 1.90
Air suling 68.27
Vaselin putih 90.07
Butilhidroksianisol
(BHA)
0.01
Metil paraben 0.15
Propil paraben 0.02
Ekstrak kental 5
Sumber : Rosanti, 2003
c.Cara pembuatan Sedian Salep Basis
Larut Air
Stearil alkohol, PEG 4000 dan gliserin
dipanaskan diatas penangas air pada suhu
75°C (fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan
dalam air suling dan dipanaskan diatas
penangas air pada suhu 75°C (fase II). Fase I
ditambahkan sedikit demi sedikit dalam
mortir yang berisi fase II sambil diaduk
hingga dingin. BHA yang telah dilarutkan
dengan etanol dimasukkan ke dalam basis
salep digerus homogen. Metil paraben dan
propil paraben yang telah dilarutkan dengan
etanol dicampurkan dengan ekstrak. Ekstrak
kental pegagan dicam-purkan ke dalam basis
sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
homogen. Salep dikemas dalam wadah
Tabel 3. Formula Sedian Salep Basis
Larut Air Bahan Jumlah (g)
R/Na lauril sulfat 0.95
Na lauril sulfat 1.90
PEG 4000 18.97
Stearil alcohol 32.24
Air suling 14.22
Gliserin 28.44
Butilhidroksianisol 0.01
Metil paraben 0.15
Propil paraben 0.02
Ekstrak kental 5
Sumber : Rosanti, 2003
3.Evaluasi sediaan salep ekstrak
herba Pegagan
Evaluasi yang dilakukan adalah
pemeriksaan kestabilan bentuk sediaan salep,
pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan
warna, dan pemeriksaan bau. Pengamatan
dilakukan pada minggu ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8.
4. Perlakuan Sediaan Salep Ekstrak
Pegagan Pada Mencit
Sebelum perlukaan, bulu di sekitar
punggung dicukur dan kulit diolesi alkohol,
lalu mencit diadaptasi selama 2 hari. Mencit
dianastesi lokal dengan eter, lalu Perlukaan
dilakukan pada punggung mencit dengan
sayatan 1.5 cm menggunakan scalpel steril.
Mencit yang digunakan sebanyak 20 ekor
yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan,
yaitu kelompok I diolesi dengan formula
basis minyak, kelompok II formula basis
emulsi, kelompok III formula basis larut air,
kelompok IV ekstrak murni serta kelompok
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
30
V diolesi betadin® sebagai kontrol positif.
Bahan uji diberikan 2 kali sehari selama 21
hari dan diamati pada hari ke-1,3,7,14, 21.
Pengamatan dilakukan secara deskriptif
terhadap mencit perlakuan dengan
membandingkan proses penyembuhan yang
terjadi. Parameter yang diamati antara lain
merapatnya kulit, keringnya luka dan
keberadaan keropeng luka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sediaan salep ekstrak pegagan dapat
bercampur (homogen). Hasil pengamatan
kestabilan bentuk sediaan salep ekstrak herba
pegagan formula I, II, III dari minggu ke I
sampai minggu ke- 8 tetap stabil dan tidak
mengalami perubahan bau, warna dan tetap
homogen pada penyimpanan dan tipe basis
salep yang di hasilkan tidak mengalami
perubahan.
Pemeriksaan salep ekstrak herba
pegagan diamati secara organoleptik. Hasil
pengamatan menunjukkan warna salep basis
berminyak berwarna hijau, formula II basis
salep emulsi berwarna hijau keputihan dan
formula III basis salep larut air berwarna
hijau kekuningan, dengan demikian basis
salep mempengaruhi warna dari sediaan
salep ekstrak herba pegagan. Warna sediaan
tidak mengalami perubahan selama 8 minggu
(stabil) dengan penyimpanan pada suhu
kamar. Hasil pengamatan penyembuhan luka
pada setiap mencit ditunjukkan pada Tabel 4
dan rata-rata penyembuhan luka pada Tabel
5. Berdasarkan hasil pengamatan bau
(aroma), formula I dengan basis minyak
cukup kuat, formula II dengan basis emulsi
memiliki bau ekstrak pegagan (zat aktif)
yang kuat, dan formula III merupakan
sediaan salep ekstrak pegagan yang berbasis
larut air memiliki aroma yang lemah. Hal ini
disebabkan asiatikosida dalam ekstrak
pegagan merupakan glikosida triterpenoid
yang bersifat non polar sehingga larut dalam
basis minyak dan emulsi. Pengamatan bau
(aroma) sediaan salep ekstrak pegagan
memiliki aroma yang stabil selama 8 minggu
dengan penyimpanan pada suhu kamar dan
basis salep mempengaruhi bau dari sediaan
tersebut. Hal ini dengan penyimpanan pada
suhu kamar dan basis salep mempengaruhi
bau dari sediaan tersebut. Hal ini dikarenakan
sifat kepolaran zat aktif sehingga
mempengaruhi kelarutan zat aktif basis yang
ditambahkan. Pada perlakuan sediaan salep
ekstrak herba pegagagan dilakukan terhadap
mencit jantan (Mus musculus albinus). Hasil
pengamatan penyembuhan luka antara
komponen yang diuji (formula dan hari).
Berdasarkan pengamatan secara
makroskopis terlihat bahwa proses
penyembuhan luka kelompok III lebih lambat
dibandingkan dengan kelompok II, I, IV dan
V. Salep formula I (kelompok I) dan
betadin® (kelompok V) memperlihatkan
perbedaan nyata bila dibandingkan dengan
kelompok II dan III. Hal ini terlihat dengan
terlepasnya keropeng dan luka menyempit.
Pada kelompok I penyembuhan hampir sama
dengan kelompok IV sedangkan kelompok
(Betadin®) berlangsung lebih cepat. Luka
akan mengakibatkan peradangan sehingga
mengakibatkan panas di daerah luka tersebut.
Pemberian salep ekstrak pegagan akan
menimbulkan rasa
dingin pada daerah yang dioleskan
(Anonimous, 2007). Diduga salah satu faktor
yang menyebabkan percepatan proses
persembuhan luka akibat pemberian salep
ekstrak herba pegagan adalah daya kompres
dingin dari herba pegagan.
Pengobatan dengan meng-gunakan
salep akan lebih efektif apabila obat dapat
lepas dari basisnya, tipe basis berminyak
yang bersifat lipofilik mempunyai afinitas
lebih lemah. Afinitas lemah memudahkan zat
aktif terlepas dari basisnya, sehingga mudah
untuk berdifusi kedalam media (Rosanti,
2003). Berdasarkan pengamatan, proses
penyembuhan luka formula I yang berbasis
minyak lebih cepat dibandingkan dengan
sediaan salep formula II dan III.
Basis berminyak lebih mudah
melepaskan ekstrak herba pegagan. Ini
disebabkan karena zat aktif dari herba
pegagan adalah asiatikosid, yang merupakan
senyawa yang bersifat hidrofil sedangkan
basis salep bersifat lipofil. Penyembuhan
kelompok V lebih cepat (Betadin®) hal ini
disebabkan karena Betadin® mengandung
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
31
providone iodine bekerja sebagai antiseptik
bersprektrum luas dan iodine sendiri
memberi efek panas pada jaringan sehingga
daerah luka cepat menjadi kering (Saratman,
dkk, 2004).
Tabel 4. Hasil Pengamatan Penyembuhan Luka Pada Setiap Mencit
Formula
Ulangan
Penyembuhan Keterangan :
1. Luka berwarna merah, basah,
masih terbuka, tepi luka masih
terpisah.
2. Luka berwarna merah pucat, agak
kering, luka terbuka & tepi masih
terpisah.
3. Luka kering & pucat, tepi kering
luka menyempit, kulit tepi keras.
4. Luka menyempit dan dangkal,
tepi luka keras, terbentuk
keropang.
5. Tampak sisa-sisa keropang, bekas
luka menjadi lunak, luka
menyempit.
6. Luka mulai menutup bekas
keropeng tidak ada lagi.
7. Luka sudah menutup, bekas luka
tidak tampak lagi dan ditumbuhi
bulu seperti semula.
1 3 7 14 21
I
1 1 3 5 7 7
2 1 3 5 6 7
3 1 2 4 6 7
4 1 3 5 6 7
II
1 1 2 3 6 7
2 1 2 3 6 7
3 1 2 3 6 7
4 1 3 4 6 7
III
1 1 2 3 6 7
2 1 2 3 6 7
3 1 2 3 6 7
4 1 2 3 6 7
IV
1 1 3 4 6 7
2 1 3 5 6 7
3 1 3 5 7 7
4 1 3 5 7 7
V
1 1 3 5 7 7
2 1 4 5 7 7
3 1 3 5 6 7
4 1 3 5 7 7
Tabel 5. Rata-rata Penyembuhan Luka Antara Komponen yang Diuji (Formula dan
Hari) Selama 21 Hari.
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan lajur yang sama berbeda nyata
Formula Rata-rata penyembuhan pada hari ke-
Rata-rata 1 3 7 14 21
I 1 2.75 4.75 6.25 7 4.35 a
II 1 2.25 3.25 6 7 3.9 b
III 1 2 3 6 7 3.8 b
IV 1 3 4.75 6.5 7 4.45 a
V 1 3.25 5 6.75 7 4.6 a
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
32
Gambar 1. Grafik Rata-rata Penyembuhan Luka Antara Komponen yang Diuji
(Formula dan Hari) Selama 21 Hari.
Berdasarkan grafik, terlihat bahwa tipe
basis salep mempunyai perbedaan yang
bermakna terhadap aktivitas penyembuhan
luka pada mencit. Hal ini dapat dilihat pada
tabel ANOVA atau uji F tabel dan R² yang
cukup signifikan dilihat dari F hitung 364,34
yang lebih besar dibandingkan dengan F
tabel dan R² yang cukup besar yaitu
0,978514 (97,85%). Berdasarkan program
software SAS (Statistical Analyze System)
metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dan uji dilanjutkan dengan uji Duncan,
menunjukkan bahwa formula 5, 4, 1 lebih
efektif dibandingkan dengan formula 3 dan
2. Hasil uji disajikan pada Tabel 5.
Adanya perbedaan yang bermakna,
maka hal ini membuktikan bahwa tipe basis
berminyak merupakan tipe basis yang paling
baik untuk ekstrak herba pegagan dan
adanya perbedaan antara komponen yang
diuji (signifikan) antara formula dan hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Salep ekstrak herba pegagan efektif
menyembuhkan luka terhadap mencit
jantan.
2. Basis salep berminyak lebih efektif
menyembuhkan luka terhadap mencit
jantan dibandingkan dengan
basis emulsi dan basis larut air.
3. Proses penyembuhan luka mencit jantan
yang mendapat perlakuan pengobatan:
kelompok V (obat luka komersil
(betadin®)), kelompok IV (ekstrak
kental pegagan), kelompok I (salep
ekstrak pegagan dengan basis
berminyak), lebih efektif dibandingkan
dengan kelompok II (salep ekstrak
pegagan basis emulsi) dan kelompok III
( salep ekstrak pegagan basis larut)
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai :
1. Kesetabilan kesediaan salep ekstrakherba
pegagan basis berminyak dengan suhu
yang berbeda.
2. Khasiat herba pegagan terhadap
penyembuhan luka setelah operasi
(keloid) dengan konsentrasi zat aktif
yang sama dalam sedian salep ekstrak
herba pegagan basis berminyak
3. Memberikan informasi kepada
masyarakat luas bahwa ekstrak herba
pegagan dapat ditambahkan
ke dalam formula salep dan dapat
digunakan sebagai alternatif obat luka.
Ucapan terima kasih
Terima kasih diucapkan kepada Prof.
Dr. Anas Subarnas, Apt. sebagai mitra
bestari dalam penulisan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. Formulasi Obat Topikal Dengan
Dasar penyakit Kulit. Yogyakarta;Gajah
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
33
Mada Press: 1997. 3-32.
Anonimous.1983.Pemanfaatan tanaman
Obat Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel, H. C, L. V. Allen and N. G. Popovich.
2002.Pharmaceutical Dosage Form and
Drug Delivery System. Lippincott
William and Wilkins, Georgia, Jakarta:
Hal 250, 375, 377.
Block, L. H. 1990. Medicated Application, in
Gennaro, AR.(Ed.), Remington's
Pharmaceutical Science, 18th
ed. Mack
Publishing Company, Easton
Pensylvania, 1596-1614.
Davis and Christopher. 1981. Texbook of
Surgery, The Biological Basis of
Modern Surgical Practice. WB Saunders
Company, Philadelphia, 265-283.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi III. Depkes RI, Jakarta.
Endah, L., M. M. Herminawati dan Y. I.
Hety. 2003. Pegagan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Ernie, H. 2005. Pembuatan Salep Vaselin
Hidrofilik Dengan Ekstrak Herba
Pegagan (Centella asiatica(L) Urb)
untuk Luka. Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Pancasila.
Lachman, L., H. A. Lieberman and J. L.
Konig. 1994. Teori dan praktek farmasi
industri.Edisi III, jilid II.
Diterjemahkan oleh Suyatmi S. Jakarta:
UI Pres : Hal 1091-1145.
Rosanti, A. S.,N. Sugihartini, dan Oetari.
2003. Pengaruh Tipe basis Salep
Terhadap Aktivitas minyak Atsiri
Daun Sirih (Piper betle Linn.)
Saratman., S. A. Sumiwi dan D. Gozali.
2004. Pengaruh Ekstrak Antanan dalam
Bentuk Salep, Krim dan Jelly Terhadap
Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas
Padjadjaran, Bandung.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada mitra bestari:
Prof. Dr. Karsono, Apt.(Universitas Sumatera Utara)
Prof. Dr. Ibnu Ghalib Gandjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada)
Prof. Dr. Anas Subarnas (Universitas Padjadjaran)
Dr. Aprilita Rina Yanti Eff., M.Biomed, Apt. (Universitas Esa Unggul)
Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu
kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 4 nomor 1 Juni 2014.
Bogor, Juni 2014
Dewan Redaksi
PANDUAN PENULISAN JURNAL
Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal,
laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah
diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika
sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang
jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah
berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris.
Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4
cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto
atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font
12.
1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis
(tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan
alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author).
2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata
maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup
pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan
2-5 kata kunci.
3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan
tujuan penelitian.
4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan.
5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam
bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format
tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor
sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus
diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel
penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain
yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian
dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai
keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi.
6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan
untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian.
7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan.
8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak
80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir.
Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut:
a. Buku
[1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi.
Contoh:
O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems.
Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA.
b. Artikel Jurnal
[2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang
Halaman.
Contoh:
Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning.
The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111.
c. Prosiding Seminar/Konferensi
[3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun,
Kota, Negara. Halaman.
Contoh:
Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture
management. Proceeding on Tenth International Conference on Wirt-
schaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786.
d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in Neo-
Normal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia
[4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi,
Tesis, atau Disertasi. Universitas.
Contoh:
Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa
Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.
e. Sumber Rujukan dari Website
[5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal
Diakses.
Contoh:
Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave
new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf.
Diakses tanggal 18 Juni 2011.
FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN JURNAL FITOFARMAKA
Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : .................................................................................................................
Institusi : .................................................................................................................
Alamat : .................................................................................................................
.................................................................................................................
Telepon/Fax : .................................................................................................................
Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun,
dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun ……..
Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami editorial_jf@unpak.ac.id.
………………., …………………………. Pelanggan, ………………………………………….... (Tanda tangan dan nama terang)
CATATAN:
1. Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah ongkos kirim 20%.
2. Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.