Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal...

41
Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan alam. Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan (review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia Bahan Alam c. Farmakologi dan Toksikologi d. Etnofarmakologi e. Kimia Medisinal f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi g. Farmakoterapi h. Farmasi Klinik i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi j. Biologi Farmasi Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan bidangnya.

Transcript of Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal...

Page 1: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka

Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan

dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan

frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat

mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan

alam.

Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan

(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori

penelitian meliputi:

a. Analisis Farmasi

b. Kimia Bahan Alam

c. Farmakologi dan Toksikologi

d. Etnofarmakologi

e. Kimia Medisinal

f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi

g. Farmakoterapi

h. Farmasi Klinik

i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi

j. Biologi Farmasi

Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan

bidangnya.

Page 2: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

JURNAL FITOFARMAKA

Dewan Redaksi

Ketua Dewan Redaksi

drh. Min Rahminiwati, M.S., PhD.

(Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)

Anggota Dewan Redaksi

Dr Tri Panji, M.S.

(Puslit Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia)

Dr. Eli Halimah, M.Si. Apt.

(Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran)

Dr. Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si.

(Biokimia FMIPA Institut Pertanian Bogor)

Dr. Ietje Wientarsih, M.Sc., Apt.,

(Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor)

Dr. Sata Yoshita Srie Rahayu, M.Si.

(Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan)

Siti Sa’diah M.Si, Apt.

(Fakultas Kedokteran Hewan / Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)

Drs. Almasyhuri , M.Si. , Apt.

(Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes)

Bustanussalam, M.Si.

(Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Page 3: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

JURNAL FITOFARMAKA

ISSN:2087-9164, Vol.4,No.1, Juni 2014

DAFTAR ISI

KONDISI HATI TIKUS BETINA AKIBAT INDUKSI 7,12-DIMETHYL

BENZ(α)ANTHRASEN (DMBA) DAN PENYEMBUHANNYA DENGAN PROPOLIS

DAN NANOPROPOLIS INDONESIA

Akhmad Endang Zainal Hasan, E. Mulyati Effendi, Agus Setiyono, dan Bayu Sandi

EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN MANGKOKAN

(Northopanax scutellarius (Burm.f) Merr) SEBAGAI PERANGSANG PERTUMBUHAN

RAMBUT

Siti Sa’diah, Nina Herlina, Dwi Indriati

TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR

KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy (Lauraceae))

Bina Lohita Sari, Wandesta Rurianti, Partomuan Simanjuntak

EFEKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L)

Urb) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus

albinus)

Moerfiah, Muztabadihardja, Santi Puspita Dewi

Page 4: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

1

KONDISI HATI TIKUS BETINA AKIBAT INDUKSI 7,12-DIMETHYL

BENZ(α)ANTHRASEN (DMBA) DAN PENYEMBUHANNYA DENGAN PROPOLIS

DAN NANOPROPOLIS INDONESIA

Akhmad Endang Zainal Hasan1,2

, E. Mulyati Effendi2, Agus Setiyono

3, dan Bayu Sandi

2

1)Departemen Biokimia, FMIPA IPB

2)Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK, BOGOR

3)Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH, IPB

Email : [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan efek farmakologis propolis dan

nanopropolis untuk pengobatan penyakit hati pada tikus betina yang diinduksi senyawa

karsinogenik 7,12 - dimetilbenz(α)antasena (DMBA). Penelitian dilakukan dengan mengamati

histopatologi dan makroskopik hati pada 28 ekor tikus betina galur Sprague - Dawley. Tikus

percobaan dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan dengan 6 kelompok yang diinduksi DMBA

(Kelompok I- VI ) dan 1 kelompok sebagai kontrol normal. Kelompok I sebagai kontrol

negatif diberi 1 ml NaCl secara injeksi intraperitoneal (ip). Kelompok II - IV diberi

nanopropolis 8; 32 dan 56 ppm ip. Kelompok V diberi ekstrak ethanol propolis 233 ppm ip,

kelompok VI sebagai kontrol positif diberikan doxorubixin ip dan kelompok VII sebagai

kontrol normal diberi penyediaan akuades. DMBA diinduksi selama 11 minggu dan

pengobatan dilakukan 15 minggu. Setiap minggu tikus ditimbang bobotnya dan diperiksa

terhadap inisiasi tumor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol propolis 233 ppm

dan nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm dapat mempertahankan kondisi optimal hati

tikus. Efeknya adalah setara dengan kontrol normal.

Kata kunci: penyakit hati, DMBA, histopatologi, propolis, nanopropolis

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the pharmacological effects of propolis and

nanopropolis as treatment of liver disease on carcinogenic substances 7,12-

dimethylbenz(α)antacene (DMBA) induced female rat. The research conducted by observing

liver histopathology and macroscopic on 28 female rat strain Sprague-Dawley. The rats

divided into 7 treatment groups with 6 groups of DMBA-induced rats (Group I-VI) and 1

group of as control normal rats. Group I as negative control was given 1 ml NaCl

intraperitoneal (ip) injection. Group II-IV was given nanopropolis 8; 32 and 56 ppm ip,

respectively. Group V was given ethanol extract of propolis 233 ppm ip, group VI as positive

control was given doxorubixin ip and group VII as normal control was given distilled water

provision. DMBA was induced during 11 weeks period and treatment was performed 15

weeks. The rat was weighted and examined the initiation of tumors every week. The results

showed that the ethanol extract of propolis 233 ppm and nanopropolis concentration of 32

and 56 ppm could maintain optimal conditions of rat’s liver. The effect was equivalent with

normal control.

Key Words : liver disease, DMBA, liver histopathology, propolis, nanopropolis

Page 5: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

2

PENDAHULUAN

Seiring berkembangnya zaman,

masyarakat dihadapkan dengan perilaku

seksual, infeksi obat-obatan medis, merokok,

radiasi sinar Ultra Violet dan diet yang dapat

memicu penyakit kanker (Doll & Peto,

1981). Pengobatan yang ada saat ini dengan

menggunakan obat-obatan kimia mulai dirasa

oleh sebagian masyarakat kurang tepat

karena dapat menyebabkan efek negatif bagi

tubuh, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Implikasi dari hal tersebut maka

masyarakat mencari pengobatan alternatif

yang aman dan berkhasiat sehingga

menguatlah konsep back to nature atau

kembali ke alam.

Hati merupakan organ yang sangat

penting dan sebagi pusat metabolisme tubuh

yang mempunyai banyak fungsi untuk

mempertahankan tubuh yaitu dengan cara

detoksifikasi. Detoksifikasi merupakan

sistem pertahanan tubuh terhadap masuknya

senyawa kimia asing (xenobiotik). Jika

xenobiotik tersebut berhasil lolos pada proses

detoksifikasi, maka kemungkinan menjadi

toksik dan jika berlebihan akan bereaksi

dengan sel reseptor atau sel sasaran yang

bersifat reversibel maupun irreversibel.

Akibatnya akan timbul efek toksik yang tidak

diinginkan (Donatus, 2001).

Senyawa 7,12-dimetilbenz (α) antrasen

(DMBA) adalah zat kimia yang termasuk

dalam Polycyclic Aromatic Hydrocarbon

(PAH) yang dikenal bersifat mutagenik,

teratogenik, karsinogenik, sitotoksik dan

immunosupresif (Clement, et al. 1980). Hati

yang terpapar DMBA akan menunjukkan

perubahan sel hati, gambaran histologi hati

dengan pemberian DMBA 25 mg/kg BB

selama 90 hari menunjukkan perubahan

bentuk normal menjadi tidak normal (Budi,

2010; Vijayabaskaran, et al., 2010).

Bahan alam yang dipercaya dapat

bersifat hepatoprotektif salah satunya adalah

propolis, yaitu bahan perekat dari resin yang

dikumpulkan lebah pekerja dari kuncup, kulit

kayu dan bagian tumbuhan lainnya

(Gojmerac, 1983). Propolis berwarna kuning

sampai coklat tua, bahkan ada yang

transparan. Komponen penting dalam

propolis berupa resin (turunan asam benzoat

dan flavonoid), lilin dan asam lemak, minyak

esensial, polen dan mineral-mineral.

Flavonoid yang dikandung dalam propolis

memberikan respon terhadap aktivitas

antibakteri, serta antikanker dan berperan

dalam imunodulisasi tubuh (Bankova, et al.,

2000; Bankova, et al., 2002; Burdock, 1998;

Sforcin, 2007). Kandungan senyawa aktif

pada propolis memperlihatkan efek

hepatoprotektif karena memiliki aktifitas

antiradikal bebas yang dapat mengurangi

wilayah induksi kerusakan hati dan jumlah

GGT + AHF (Perez, et al., 2012). Propolis

juga memiliki aktivitas imunodulator dan

aktivitas antiinfeksi non spesifik melalui

aktivasi makrofag (Dimov, et al., 1991).

Propolis sebagai pengobatan kerusakan

hati belum banyak diteliti. Organ hati

mempunyai potensi sebagai indikator

perbaikan maupun kerusakan akibat senyawa

sitotoksik karena secara aktif berperan dalam

mekanisme aktivasi DMBA yang melibatkan

enzim sitokrom P450 isoform CYP1A1

(Colon, et al., 1999). Efek kerusakan

jaringan hati akibat induksi DMBA dapat

terlihat jelas pada gambaran histologinya

(Vijayabaskaran, et al., 2010)

Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui efek farmakologis propolis dan

nanopropolis Indonesia sebagai

penyembuhan organ hati yang terinisiasi zat

karsinogenik (DMBA).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Juni - Oktober 2012 bertempat di

Laboratorium Farmasi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Pakuan di Bogor, juga di Laboratorium

Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Propolis kasar Trigona spp. yang

berasal dari Pandeglang (Banten), etanol

70%, β-siklodekstrin, buffer fosfat 50 mM

pH dan buffer fosfat 300 mM pH 5, eter,

aquadest, tikus percobaan yaitu tikus putih

Page 6: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

3

betina (Rattus norvegicus) galur Sprague -

Dawley, 7,12-dimetilbenz(α)antrasen atau

DMBA, minyak zaitun (Olive Oil), buffer

formalin 10%, paraffin, minyak imersi,

pewarnaan sediaan histologik (hematoksilin

dan eosin).

Cara Kerja

Pembuatan Ekstrak Etanol Propolis

Trigona spp.

Sarang lebah Trigona spp. dari

Pandeglang, Banten, Indonesia. Sampel

disimpan dalam toples vakum. Sarang lebah

dibersihkan dari pengotor, setelah itu

diekstraksi menggunakan etanol 70% selama

24 jam. Ekstraksi dan pengujian pendukung

dilakukan sesuai dengan modifikasi dari

Pietta, et al., 2002 yaitu pembuatan

nanopropolis, penentuan aktivitas

hepatoprotektif, penentuan aktivitas

hepatoprotektor, pengamatan patologi dan

anatomi hati secara makroskopik.

Pembuatan Nanopropolis

Pembuatan nanopropolis sesuai dengan

tata cara penelitian yang dilakukan oleh

Hasan, et al., 2011 dan modifikasi dari

Mohanraj dan Chen, 2006. Metode yang

digunakan yaitu mendispersikan ke bentuk

polimer, kemudian polimerisasi dari

monomer dan pembentukan atau koaservasi

polimer hidrofilik.

Hewan Coba

Hewan percobaan yang digunakan

adalah 28 ekor tikus putih betina dengan

bobot badan rata-rata 120-130 g. Tikus

percobaan dilakukan pengelompokan secara

random menjadi 7 kelompok perlakuan,

masing-masing 4 ekor dalam tiap kandang.

Tikus tersebut dikandangkan secara terpisah

di dalam kandang berbentuk kotak plastik,

dengan tutup kawat yang mudah dibuka. Alas

kandang dialasi dengan sekam bekas gerabah

padi yang harus diganti setiap hari agar

kondisi kandang tetap kering dan sehat.

Tikus diadaptasikan di kandang hewan

Laboratorium Patologi, Departemen Klinik,

Reproduksi dan Patologi FKH selama 7 hari.

Selama penelitian semua kelompok tikus

diberi pakan standar dan air secara ad

libitum.

Penentuan Aktivitas Hepatoprotektif

Induksi DMBA

Hewan coba diadaptasikan di kandang

percobaan selama 1 minggu sebelum

diberikan perlakuan. Tikus dibagi menjadi 2

kelompok, kelompok perlakuan DMBA

sebanyak 24 ekor dan kelompok perlakuan

kontrol normal sebanyak 4 ekor. Kelompok

pertama yaitu kelompok perlakuan kontrol

dengan menyuntikkan 1 mL garam fisiologis

secara intraperitonial. Kelompok kedua

diberi perlakuan DMBA dengan

menyuntikkan DMBA dosis 25 mg/kg BB

menggunakan pelarut minyak zaitun secara

intraperitonial. Induksi dilakukan selama 11

minggu, tiap minggu hewan coba ditimbang

dan dipalpasi untuk mengecek adanya inisiasi

kanker.

Aktivitas Hepatoprotektor

Sebanyak 24 ekor tikus yang telah

disuntik DMBA dan diketahui terinisiasi sel

kanker lewat palpasi dikelompokkan menjadi

6 kelompok, sedangkan tikus yang tidak

disuntik DMBA dikelompokkan dalam

Kelompok Kontrol Normal (disuntik 1 mL

garam fisiologis), pengelompokan sebagai

berikut :

Kelompok 1 : Kelompok Kontrol Negatif,

disuntik dengan 1 mL garam fisiologis.

Kelompok 2 : Kelompok Perlakuan 1,

disuntik nanopropolis 8 ppm.

Kelompok 3 : Kelompok Perlakuan 2,

disuntik nanopropolis 32 ppm.

Kelompok 4 : Kelompok Perlakuan 3,

disuntik nanopropolis 56 ppm.

Kelompok 5 : Kelompok Perlakuan 4,

disuntik Propolis 233 ppm.

Kelompok 6 : Kelompok Kontrol Positif,

disuntik dengan doksorubisin.

Kelompok 7 : Kelompok Kontrol Normal,

disuntik 1 mL garam fisiologis.

Inhibition Concentration (IC50)

didapatkan dari penelitian yang dilakukan

oleh Hasan, et al., 2011 yang menunjukkan

bahwa nanopropolis Pandeglang mempunyai

niai IC50 pada sel kanker MCF-7, pada

Page 7: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

4

konsentrasi dibatas 8 ppm sedangkan EEP

(Ekstrak Etanol Propolis) mempunyai nilai

IC50 pada konsentrasi lebih dari 100 ppm.

Pada hari ke 60 dari penyuntikkan

(nanopropolis, EEP, garam fisiologis dan

doksorubisin), maka penelitian dihentikan.

Semua tikus diambil untuk dilakukan analisis

histopatologi.

Pengamatan Patologi dan Anatomi Hati

Secara Makroskopik

Pengamatan makroskopik hati pada

tikus meliputi warna, permukaan dan

konsistensi. Hati yang normal berwarna

merah kecoklatan, permukaannya licin dan

konsistensinya kenyal (Anggraini, 2008).

Kriteria normal bila tidak ditemukan:

a. Perubahan warna

b. Perubahan struktur permukaan

c. Perubahan konsistensi

Derajat kerusakan hati:

0 = tidak terjadi perubahan

+ = bila ditemukan 1 kriteria diatas

++ = bila ditemukan 2 kriteria diatas

+++ = bila ditemukan 3 kriteria diatas

Pembuatan dan Pemeriksaan Jaringan

Hati Secara Mikroskopik

Sampel jaringan hati dibuat sediaan

histologi. Hati yang telah dicuci dengan

larutan NaCl fisiologis 0,9 %, lalu difiksasi

dengan larutan Bouin selama 12 sampai 24

jam kemudian diblok dengan paraffin,

setelah didehidrasi dengan serial alkohol (70,

80, 90, 100 %) dan clearing dengan xylol (I,

II, III). Blok paraffin disayat dengan

mikrotom setebal 5 mikron. Sayatan yang

baik diletakkan pada gelas objek, kemudian

dilakukan pewarnaan Hematoksilin Eosin

(HE). Pengamatan histologi hati meliputi,

granula sitoplasma, degenerasi dan sel

neoplastik (Vijayabaskaran, et al., 2010).

Setiap preparat organ diamati di bawah

mikroskop dalam 5 lapangan pandang, yaitu

pada ke empat sudut dan bagian tengah

preparat, dengan perbesaran sebesar 400x.

Data yang dikumpulkan berupa data primer

(granula sitoplasma, degenerasi dan sel

neoplastik) dari hasil penilaian gambaran

histopatologi hepar tikus betina Sprague-

Dawley, kemudian dinilai indeks

histopatologinya. Indeks histopatologi hepar

dinilai dengan modifikasi sistem Knodell

Score.

Hasil analisis diuji dengan uji statistik

non parametrik Kruskal Wallis. Nilai p

bermakna jika p>0,05. Data yang diperoleh

diolah dengan menggunakan program SPSS

15.0 for Windows (Sariningrum, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan melihat Organ Hati

(Gambar 1) secara makroskopis sebagai

indikator faal tubuh dalam fungsi pertahanan

tubuh (Dalimartha & Setiawan, 2005).

Page 8: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

5

Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Hati Tikus

Keterangan: Organ Hati (a) Kelompok Normal, (b) Kelompok 56 ppm Nanopropolis, (c) Kelompok 32

ppm Nanopropolis, (d) Kelompok 8 ppm Nanopropolis, (e) Kelompok Propolis, (f)

Kelompok DMBA,(g) Kelompok Doksorubisin

Pada pengamatan organ hati secara

makroskopis, terlihat bahwa organ tikus

kelompok yang sudah di induksi DMBA

berbeda warnanya jika dibandingkan dengan

kontrol normal, namun untuk permukaan dan

konsistensinya relatif sama. Hal ini

menunjukkan bahwa DMBA bersifat

sitotoksik sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Scott, et al. 1993.

Pengamatan dilanjutkan dengan

histopatologi hati sebagai indikator penilaian

yaitu tingkat kerusakan sel hati pada

umumnya. Hasil pengamatan terlihat pada

Gambar 2.

Gambaran dari histopatologi

memperlihatkan kondisi jaringan hati yang

sehat (a) ditandai dengan hepatosit yang

mengarah ke arah vena sentralis tersusun

secara radial, bentuk dari membran sel masih

utuh dengan sitoplasma didalamnya dan sel

hepatosit tersusun dengan jelas kondisi yang

kurang lebih sama terlihat pada propolis (b)

dan kelompok doksorubisin (g) kondisi yang

cukup baik terlihat pula pada kelompok 56

ppm (c) dan kelompok 32 ppm (d). Hasil

yang menunjukkan perbaikkan ini sesuai

dengan penelitian Carrasco et al., 2006.

Terlihat pada kelompok Doxorubisin

(g), Propolis (b) dan 56 ppm (c) serta 32 ppm

(d) kondisi histopatologi hatinya baik,

hepatosit terlihat jelas dan tersusun secara

radial, walaupun masih ditemukannya butir-

butir lemak, kondisi hepatosit yang baik

karena pengaruh pemberian propolis,

senyawa antioksidan dan flavonoid dalam

propolis dan nanopropolis memberikan efek

perbaikan sel-sel hati dengan relatif cepat.

Kerusakan sel hati kelompok DMBA

pada kontrol negatif yang terjadi meliputi

nekrosis, dan degenerasi butir-butir lemak.

Nekrosis merupakan pecahnya sel hepatosit

sehingga seluruh isi sel keluar dari sel akibat

rusaknya lapisan semipermiabel yang

melindungi sel serta degradasi butir-butir

lemak disebabkan adanya senyawa toksik

yang menurunkan fungsi lipolitik hati, hal ini

Page 9: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

6

Gambar 2. Histopatologi Hati

Keterangan: Kelompok Normal (a), Kelompok EEP (b), Kelompok nanopropolis 56 ppm, 32 ppm, 8

ppm (c), (d), (e), Kelompok DMBA (f), Kelompok Doxorubisin (g) (VS: vena sentral,

anak panah : hepatosit, anak panah putus-putus: nekrosis, panah bulat : butir lemak)

(Pewarnaan HE, perbesaran objektif 10x)

sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Scott et al., 1993 yang menyatakan

bahwa DMBA merupakan senyawa yang

bersifat sitotoksik

Kondisi histopatologi untuk kelompok

propolis, menunjukkan adanya perbedaan

bila dibandingkan dengan nanopropolis,

seperti terlihat pada Gambar 3. Hal ini

disebabkan karena konsentrasi nanopropolis

yang relatif kecil dibandingkan dengan

konsentrasi propolis tanpa nanopartikel.

Page 10: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

7

Gambar 3. Grafik Penilaian Persentase Kerusakan Histopat Hati Tikus Akibat

Pemberian Nanopropolis Dan Propolis

Hasil skoring dari grafik

memperlihatkan perbedaan kerusakan tiap

kelompok dibandingkan dengan kontrol

normal terlihat bahwa kerusakan kelompok

Propolis tidak memiliki nilai yang jauh

berbeda dengan kontrol positif dalam

kerusakan jaringan hati, dilanjutkan dengan

kontrol 56 ppm, 32 ppm dan 8 ppm, dan

kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa

propolis dengan konsentrasi 233 ppm dan

nanopropolis dengan konsentrasi 56 ppm

menunjukkan hasil yang hampir sama dalam

mengurangi pengaruh negatif dari induksi

DMBA dan memperbaiki kondisi hati.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

propolis dan nanopropolis dapat digunakan

dalam menghilangkan pengaruh buruk dari

bahan karsinogen yang masuk ke dalam

tubuh.

Berdasarkan hasil uji statistik

kelompok 32 ppm, 56 ppm, dan propolis

tidak bebeda secara signifikan dengan control

positif, sedangkan kelompok 8 ppm dan

kontrol negatif berbeda secara signifikan

dengan kontrol positif. Kelompok kontrol

positif, 32 ppm, 56 ppm, dan propolis

berbeda secara singifikan dengan kelompok

kontrol negatif, sedangkan kelompok 8 ppm

tidak berbeda secara signifikan dengan

kontrol negatif.

SIMPULAN

Pemberian Propolis dan nanopropolis

selama 60 hari memberikan efek farmakologi

pada hati hewan coba yang diinduksi DMBA.

Pada pengamatan organ hati secara

makroskopis, organ hati tikus yang terinduksi

DMBA terlihat berbeda warna dibandingkan

kontrol normal, namun untuk permukaan dan

konsistensi relatif sama.

Berdasarkan pengamatan histopatologi

hati hasil uji analisis statistik non-parametrik

Kruskal Wallis terlihat kelompok

doksorubisin (control positif), kelompok

propolis, kelompok nanopropolis konsentrasi

32 dan 56 ppm, memiliki kondisi hepatosit

yang relatif baik, hepatosit terlihat jelas dan

tersusun radial, walaupun masih

ditemukannya butir-butir lemak.

Kandungan propolis baik dalam bentuk

bukan nanopropolis maupun nanopropolis

yaitu flavonoid memberikan efek perbaikan

sel-sel hati.

Kelompok yang berpotensi secara

farmakologis yang baik untuk penyembuhan

hati yang terinduksi DMBA adalah kelompok

propolis konsentrasi 233 ppm dan

nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm.

DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D.R. 2008. Gambaran

Makroskopik dan Mikroskopik Hati

Page 11: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

8

dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian

Plumbun Asetat. Tesis Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatra

Utara. Medan.

Bankova, V.S., S.L.. Casro and M.C.

Marcucci. 2000. Propolis: Recent

Advances in Chemisty And Plant

Origin. Apidologie.

Bankova, V.S., Milena P., Stefan, B. and

Anna C. S. 2002. Chemical

Composition of Europan Propolis :

Expected and Unexpected Results

Institute of Organic Chemistry with

Centre of Phytochemistry, Bulgarian

Academy of Sciences, 1113 Sofia,

Bulgaria.

Budi, T. R. M. 2010. Dampak Induksi

Karsinogenesis Glandula Mammae

dengan 7, 12-dimetilbenz(α)antrasen

terhadap Gambaran Histopatologis

Lambung Tikus Sprague Dawley.

Jurnal Veteriner Maret. 11 (1): 17-23.

Burdock, G.A. 1998. Review of the

biological properties and toxicity of

bee propolis (propolis). Food and

Chemical Toxicology. 36 : 347-363.

Carrasco, L.C.E., Yesennia Sánchez-Pérez,

Lucrecia Márquez Rosado, Samia

Fattel-Fazenda, Evelia Arce-Popoca,

Sergio Hernández-García, Saúl Villa-

Treviño. 2006. A single dose of caffeic

acid phenethyl ester prevents initiation

in a medium-term rat

hepatocarcinogenesis model. World J

Gastroenterol. 12(42): 6779-6785.

Colon, M.V., L. Luch., A Seidel and A.

Baird. 1999. Cancer Inititation by

Polycyclic Aromatic Hydrocarbon.

Result from Formation of Stable DNA

Adducts rather than Apurinic Sites,

Carcinogenesis. 20 (10): 1885-1891.

Clement, I.P., Philip, YI.P. and Lee L.

Bernardis. 1980. Role of Prolactin in

the Promotion of

Dimethylbenz[α]anthracene-induced

Mammary Tumors by Dietary Fat.

Cancer Res 1980. 40:374-378.

Dimov V., Ivanovska N., Manolova N.,

Bankova V., Nikolov N., Popov S.

1991. Immunomodulatory action of

propolis Influence on anti-infectious

protection and macrophage function,

Bulgarian Academy of Scineces,

Institue of Microbiolgy, Departement

of Immunology.

Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar.

Laboratorium Farmakologi Dan

Toksikologi. UGM. Jogyakarta.

Doll. R dan Peto, R. 1981. The causes of

cancer: quantitativeestimate of

avoidable risks of cancer in the United

Statestoday. J. Natl. Cancer Inst.

66:1195-1308.

Gojmerac, W.L. 1983. Bee,

Beekeeping,Honey, and Pollination.

Westport: Avi.

Hasan, A.E.Z., D.J. Mangunwidjaja, T.C.

Sunarti, O. Suparno, A. Setiyono.

2011. Nanopropolis Trigona spp as

Anti Cancer Material. Laporan Hasil

Penelitian SEAMEO-Biotrop. Bogor.

Mohanraj V.J., Chen, Y. 2006.

Nanoparticles-Areview. Tropical

Journal of Pharmaceutical Research.

5: 561-573.

Perez, J.R.M., Olga Beltran-Ramirez, Saul

Villa-Trevino. 2012. Searching for

analogues of natural Compound,

Caffeic Acid Phenethyl Ester, with

Chemprotective Activity, Departement

of Cell Biology, Cinvestav-IPN

Mexico, D.F.

Pietta P.G. Gardana C. and Pietta AM. 2002.

Analytical methods for quality control

of propolis. Fitoterapia 73 Suppl. I:S7-

20.

Sariningrum. A. 2008. Pengaruh Pemberian

Ekstrak Sponge Haliclona sp.

Terhadap Gambaran Histopatologi

Hepar Mencit Swiss. Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang.

Scott W., Burchiel, Davis D.A., Sidhartha

D.R., Sandra L.B. 1993. DMBA

induces cell death (apoptosis) in the

A20.1 murine β-cell lymphoma.

[abstrak] Oxford J 21:120. [terhubung

berkala]http://toxsci.oxfordjournals.org

/cgi/content/abstract/21/1/1 20 [25

April 2007].

Page 12: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

9

Sforcin J.M. 2007. Propolis and the immune

system; A review. Journal of

Ethnopharmacology 113: 1-14.

Vijayabaskaran, K.R. Yuvaraja, G. Babu, P.

Sivakumar, P. Perumal, B. Jayakar.

2010. Hepatoprotective And

Antioxidant Activity Of Symplocos

Racemosa Bark Extract On DMBA

Induced Hepatocellular Carcinoma In

Rats. Inter J Curr Trends Sci Tech.

1(3): 147–158; 1033-1046

.

Page 13: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

10

EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN

MANGKOKAN (Northopanax scutellarius(Burm.f)Merr) SEBAGAI PERANGSANG

PERTUMBUHAN RAMBUT

Siti Sa’diah1,2

, Nina Herlina3, Dwi Indriati

3

1Bagian Farmakologi, Departemen AFF-FKH IPB

2Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB

3Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan

Email : [email protected]

ABSTRAK

Daun mangkokan dalam pengobatan tradisional (jamu) dikenal sebagai tanaman obat

yang berkhasiat sebagai penumbuh rambut atau mencegah kerontokan. Kerontokan rambut

hingga kebotakan (Alopecia) dapat diobati dengan penyubur rambut. Pada penelitian ini

dilakukan pembuatan formula sediaan emulsi yang mengandung ektrak etanol 70 % daun

mangkokan pada beberapa konsentrasi dan dievaluasi efektivitasnya sebagai penumbuh

rambut secara in vivo. Formula dibandingkan dengan Aminexil 2% sebagai kontrol positif dan

diaplikasikan pada kulit kelinci yang telah dibersihkan bulunya, kemudian panjang bulu

rambut yang tumbuh diukur selama 6 minggu dan ditentukan rata-rata pertumbuhan rambut

perminggu. Hasil menunjukkan formulasi dengan konsentrasi ekstrak daun mangkokan 7,5%

sama efektifnya dengan kontrol positif dan berbeda signifikan dengan kontrol formula basis

tanpa ekstrak. Rata-rata panjang rambut pada minggu pertama bertambah 50% dan setelah

minggu keenam pertumbuhannya rata-rata diatas 65% - 85% jika dibandingkan terhadap

kontrol positif Aminexil (100%).

Kata kunci : Jamu, daun mangkokan, penumbuh rambut, alopecia, Aminexil

EFFECTIVENESS OF ETHANOL 70% EXTRACT EMULSION OF Northopanax

scutellarius ( Burm.f ) Merr LEAVES AS HAIR GROWTH STIMULUS

ABSTRACT

Northopanax scutellarius (Burm.f)Merr) or its Indonesia names “Mangkokan” is a

well known Indonesia Tradisional Medicine (JAMU) for hair growth promotor or prevent hair

loss. The hair loss to baldness (alopecia) can be treated with fertilizer hair. Aim in the present

study, it was to prepare emulsion formulations containing ethanolic extract in variation

consentration and evaluating of formulations for the hair growth-promoting activity. The

formulations as well as Aminexil 2% solution (standard) were applied topically on shaved

skin of white rabbit, and its long hair growth for 6 weeks and rate of hair-growth every weeks

were recorded. The result, formulation with consentration extract 7,5% the same effectiveness

with standard and were significantly different from the control. Long of hair in the first weeks

on a formulation extract is 50% longer than control and after 6th

weeks increased more than

85%. The rate of hair growth (mm/week) is greatest at first week until the second weeks and

decreased further after 3th

week to 6th

week. Thus collaborate with the traditional acclaimed

hair growth-promoting capabilities of the plants. The prepared formulation also holds

potential for treatment of alopecia. It hold the promise of potent herbal alternative for

Aminexil

Page 14: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

11

Key words : Jamu, Nothopanax scutellarius (Burm.f)Merr) leaves, hair growth, alopecia,

Aminexil

PENDAHULUAN

Rambut merupakan mahkota

keindahan tidak hanya pada wanita tapi juga

pada pria sehingga setiap orang berupaya

untuk mencegah kerontokan pada rambutnya.

Adapun faktor yang dapat menyebabkan

kerontokan hingga kebotakan (alopecia)

diantaranya stress, faktor genetik, kehamilan,

perawatan rambut yang kurang tepat dan

nutrisi yang kurang seimbang. Sulitnya

menghindari stress dan pola makan yang

tidak seimbang menyebabkan kerontokan

rambut sulit untuk dihindari. Oleh karena itu

diperlukan nutrisi tambahan yang secara rutin

diberikan langsung pada rambutnya. Salah

satu jenis tanaman Indonesia yang secara

tradisional digunakan sebagai penyubur

rambut adalah daun mangkokan (Nothopanax

scutellarius (Burm.f.).

Daun mangkokan secara empiris dapat

digunakan untuk merangsang pertumbuhan

rambut (Dalimartha, 1999). Komponen daun

mangkokan mampu menstimulasi

pertumbuhan rambut (Pitman, 2007).

Saponin mempunyai kemampuan untuk

membentuk busa yang berarti mampu

membersihkan kulit dari kotoran serta

sifatnya sebagai counter iritan, yang dapat

meningkatkan sirkulasi darah perifer

sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

rambut. Menurut Sigit (2005) alkaloid

merupakan bahan kimia yang dapat

mempunyai efek dapat pertumbuhan rambut

dengan berperan sebagai iritan yang dapat

memperbesar tangkai rambut sehingga

suplay zat makanan bertambah untuk

menutrisi rambut.

Sediaan penumbuh rambut umumnya

sediaan yang diberikan langsung pada kulit

kepala. Untuk pengobatan pada rambut yang

sudah mengalami kebotakan biasanya akan

digunakan setiap hari selama lebih dari 30

hari. Salah satu zat kimia sintetik yang dapat

menumbuhkan rambut adalah Aminexil yang

mengandung 2,3-dydro-3-hydroxy-2-imino-4

diaminopyri mide 3-N-oxide atau

diaminopyrimidine oxide. Aktivitasnya sama

dengan minoxidil yang kegunaan utamanya

adalah untuk mengatasi tekanan darah tinggi

tapi memiliki efek samping meningkatkan

pertumbuhan rambut sehingga sering

digunakan untuk terapi kebotakan (alopecia).

Efektivitas suatu sediaan emulsi daun

mangkokan untuk penumbuh rambut perlu

dibuktikan secara ilmiah. Selain senyawa

aktif, bahan pembawa (basis) sediaan emulsi

juga akan berpengaruh terhadap proses

absorpsi sediaan dalam menembus membran

kulit. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui efektivitas ekstrak etanol 70%

daun mangkokan dalam bentuk emulsi

dengan Croduret 50SS® dan Crodamol

GTCC® sebagai emulgator yang dapat

meningkatkan pertumbuhan rambut secara in

vivo.

METODE PENELITIAN

Bahan :

Daun Mangkokan segar, akuades,

Croduret 50 SS

, Crodamol GTCC

,

Gliserin, metil paraben dan propil paraben,

serbuk magnesium, NaOH, HCl, kloroform,

amoniak, pereaksi Dragendorff, Wagner,

Bouchardat, FeCl3 1%, dan Aminexil 2%.

Alat :

Oven, grinder, ayakan mesh 40,

moisture balance, homogenizer (IKA RW 20

digital), lemari pendingin, penangas air,

Rotary evaporator, alat-alat gelas

Cara Kerja :

Pembuatan Simplisia

Daun mangkokan segar dicuci bersih

dan ditiriskan, kemudian dikeringkan dengan

oven suhu 50°C hingga kering. Daun

mangkokan kering kemudian dihaluskan

dengan mesin grinder dan diayak dengan

mesh 40 (serbuk agak kasar).

Pembuatan Ekstrak Mangkokan

Page 15: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

12

Pembuatan ekstrak daun mangkokan

dilakukan menggunakan pelarut etanol 70%.

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi

pada perbandingan 1 g sampel : 10 ml pelarut

selama 24 jam kemudian disaring dan ampas

sampel dimaserasi kembali dengan 10 ml

pelarut selama 24 jam. Total perbandingan

akhirnya adalah 1 g sampel : 20 ml pelarut

(selama 2 x 24 jam). Ekstrak kemudian

dipekatkan pada suhu 40oC menggunakan

rotary evaporator tanpa bahan pengisi

hingga menjadi ekstrak kental yang berwarna

hijau tua.

Penetapan Mutu Simplisia dan Ekstrak

Parameter yang diukur adalah kadar air

dengan alat moisture balance, kadar abu

dengan metoda gravimetri, uji fitokimia

kualitatif yaitu flavonoid, alkaloid, saponin

mengacu pada Harbone (1987) dan tanin

mengacu pada Rajendra (2011).

Pembuatan Sediaan Emulsi

Basis emulsi yang digunakan dalam

pembuatan formula emulsi ekstrak

mangkokan terdiri atas Croduret 50 SS

dan

Crodamol GTCC

sebagai fase minyak,

sedangkan sebagai fase airnya terdiri atas

gliserin dan akuades. Bahan pembantu

lainnya adalah metil paraben dan propil

paraben.

Proses pembuatan sediaan emulsi

dilakukan dengan memanaskan fase minyak

dan fase air masing-masing di penangas air

suhu 70○C hingga seluruh bahan melarut,

kemudian fase minyak dan fase air segera

dicampurkan dan diaduk menggunakan

homogenizer dengan kecepatan 500 rpm

selama 45 menit. Selanjutnya ektrak

mangkokan dengan konsentrasi 2,5% - 7,5%,

metil paraben dan propilparaben

dicampurkan sedikit-demi sedikit ke dalam

basis sambil diaduk hingga menjadi emulsi

yang homogen. Sediaan emulsi yang

dihasilkan selanjutnya ditempatkan dalam

wadah yang terlindung dari cahaya dan

simpan di suhu ruang.

Uji Efektivitas Sediaan

Selanjutnya sediaan emulsi dengan

konsentrasi ekstrak 2,5% -7,5% diuji

efektivitasnya secara in vivo menggunakan

kelinci sebagai hewan percobaan. Kelinci

dengan bobot 3000-3300 g yang

diaktimatisasi kemudian dicukur bulu pada

bagian punduknya lalu diolesi alkohol 70%

sebagai antiseptik. Perlakuan dibagi atas 6

kelompok. Kelompok I : tanpa perlakuan

sebagai kontrol normal, Kelompok II :

sediaan basis tanpa ekstrak, Kelompok III-V

Sediaan emulsi dengan 3 konsentrasi ekstrak

(2,5%-7,5%), sedangkan untuk kelompok VI

sebagai kontrol positif (Aminexil®).

Selanjutnya pengolesan emulsi dilakukan

terhadap semua kelompok emulsi setiap hari

enam minggu sebanyak dua tetes sehari

kecuali pada kelompok I. Kemudian pada

semua kelompok, mulai pada hari ke tujuh

masing-masing daerah perlakuan dicukur

bulunya sebanyak enam helai lalu direkatkan

pada alas berwarna hitam menggunakan

selotip dan diukur panjang rambut masing-

masing perlakuan menggunakan alat jangka

sorong. Pengukuran selanjutnya dilakukan

pada hari ke-14, ke-21, ke-28, ke-35 dan ke-

42.

Data diuji secara statistik menggunakan

Analisis Ragam untuk Rancangan Acak

Kelompok. Parameter pengujian efektivitas

persentase panjang rambut dibandingkan

kontrol normal dan laju pertumbuhan rambut

per minggu (mm/minggu).

Gambar 1. Denah perlakuan uji

efektivitas pada punggung kelinci

Page 16: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

13

Keterangan : (P1) Daerah I tidak diolesi

sediaan (kontrol normal), (P2) daerah II

diolesi basis sediaan (kontrol perlakuan),

(P3) daerah III diolesi dengan formula A,

(P4) Daerah IV diolesi dengan formula B,

(P5) daerah V diolesi dengan formula C (P6)

daerah VI diolesi dengan Aminexil

sebagai

kontrol positif. Percobaan dilakukan

sebanyak 5 kali ulangan dengan 5 ekor

kelinci (White Rabbit).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Serbuk dan Ekstrak

Serbuk simplisia daun mangkokan

memiliki bentuk serbuk agak kasar, berwarna

hijau kecoklatan dan berbau khas daun

mangkokan sedangkan ekstrak etanol daun

mangkokan diperoleh ekstrak. Serbuk

simplisia yang dihasilkan memiliki rendemen

25,54% dengan kadar air 4,72% dan kadar

abu 3,55% sedangkan ekstrak memiliki

rendemen 8,87% dengan kadar air 9,91% dan

kadar abu 5,49%. Kadar air serbuk simplisia

tidak lebih dari 10% sesuai dengan

KepMenKes RI no.

661/Menkes/SK/VII/1994 dan kadar abu ≤

16% memenuhi persyaratn MMI. Hal ini

menunjukkan kadar air serbuk simplisia dan

daun mangkokan memenuhi persyaratan

KEPMENKES RI nomor 661/

MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan

obat herbal. Jika mengacu pada penelitian

sebelumnya (Rahayu, 2007) rendemen

serbuk daun mangkokan dengan pengayakan

berbeda menggunakan mesh 20 memiliki

rendemen 27,5%, kadar air 10,38 % dan

kadar abu 6,69%.

Sedangkan ekstrak yang dibuat dengan

cara yang sama memiliki rendemen 10,15%

namun kadar air 14,7%. Apabila

dibandingkan dengan kadar air yang sama,

maka rendemen simplisia dan serbuk yang

diperoleh masih lebih tinggi dari Rahayu

2007. Selain itu dengan kadar air yang

rendah juga akan meningkatkan stabilitas

serbuk dari cemaran mikroorganisme.

Hasil Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia simplisia dan ekstrak

daun mangkokan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Fitokimia Serbuk Dan Ekstrak Daun Mangkokan Senyawa Serbuk Ekstrak Keterangan

Alkaloid

Dragendrof

Wagner

Bouchardat

+

+

+

+

+

+

Endapan:

coklat kemerahan

coklat

coklat

Flavonoid + ++ Timbul jingga kekuningan pada

lapisan amil alcohol

Tanin + ++ hijau kehitaman

Saponin + + berbuih

Keterangan : tanda +, ++ menandakan intensitas semakin meningkat

Serbuk simplisia dan ekstrak etanol

daun mangkokan memiliki kandungan

alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin.

Senyawa alkaloid diduga berperan dalam

aktivitas pertumbuhan rambut meskipun

mekanisme aktivitasnya tidak diketahui

(Benerjee, Sharma and Nema, 2009). Jenis

flavonoid yang terkandung dalam daun

mangkokan adalah flavonol (kuersetin,

kaemferol, dan mirisetin) dan favon (luteolin

dan apigenin). Namun demikian tampak pada

ekstrak konsentrasi flavonoid diperkirakan

kandunganya lebih tinggi dibandingkan

dengan serbuk simplisia daun mangkokan.

Hal ini ditunjukkan dari intensitas warna

yang lebih pekat. Hal ini menunjukkan

bahwa pelarut etanol 70% mampu

mengekstraksi daun mangkokan dengan

sempurna karena flavonoid memiliki gugus

hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga

bersifat polar dan tanin termasuk golongan

polifenol yang bersifat polar. Oleh sebab itu,

pelarut polar seperti air dan etanol dapat

menarik senyawa yang bersifat polar

(Fattorusso et al.,2002).

Sediaan Emulsi Ekstrak Daun

Mangkokan

Page 17: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

14

Basis emulsi yang dihasilkan tidak

berwarna sedangkan emulsi ekstrak daun

mangkokan memiliki warna hijau kecoklatan

dengan konsistensi kental dan bau khas daun

mangkokan dengan intensitas yang

meningkat seiring dengan meningkatnya

konsentrasi ekstrak. Seluruh sediaan emulsi

memiliki tipe minyak dalam air ditunjukkan

dengan mudah bercampurnya sediaan dengan

air.

Hasil Uji Efektivitas Sediaan Emulsi

Ekstrak Daun Mangkokan Sebagai

Perangsang Pertumbuhan Rambut

Panjang rambut kelinci setiap minggu

diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata

panjang rambut dari lima ekor kelinci selama

enam minggu pengamatan. Kelinci

mengalami pertumbuhan panjang rambut

setiap minggu setelah perlakuan seperti

tampak pada Tabel 2.

Tabel 2. Panjang Rambut Setelah Perlakuan

Perlakuan Panjang rambut setelah perlakuan (mm) x±sd

M1 M2 M3 M4 M5 M6

Kontrol

Normal 3,48±1.03 5.12±0.48 6.48±0.38 6.68±0.51 7±0.93 8.34±0.92

Kontrol

Perlakuan 4,68±1.04 6.68±0.53 7.32±0.53 7.92±1.63 8.16±2.39 8.92±2.08

Formula A 5,06±1.16 7.36±1.15 7.56±0.87 8.56±1.93 9.36±2.34 10.68±2.14

Formula B 5,72±1.09 8.3±0.9 8.58±1.51 9.14±2.29 10.9±2.24 12.12±1.86

Formula C 6,32±1.04 9.70±1.6 9.94±2.28 11.88±2.54 12.9±2.93 13.72±2.38

Kontrol Positif 6,54±1.05 10.84±2.33 11.46±2.3 12.7±0.64 13.7±3.57 16.02±4.44

Keterangan : Formula A (Emulsi 2,5% ekstrak daun mangkokan), Formula B (Emulsi 5% ekstrak

daun mangkokan), Formula C (Emulsi 7,5% ekstrak daun mangkokan), Kontrol positif Aminexil 2%,

Kontrol perlakuan formula basis tanpa esktrak, kontrol normal tanpa perlakuan.

Tinggi rendahnya pertumbuhan rambut

dapat dilihat dari total panjang rambut pada

minggu ke-6. Total perolehan panjang

rambut pada minggu keenam digunakan

untuk melihat persentase pertambahan

panjang rambut tiap perlakuan dibandingkan

dengan kontrol positif dimana kontrol positif

dianggap 100%. Persentase pertambahan

panjang rambut terhadap kontrol normal

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Persentase rata-rata pertambahan panjang rambut kelinci

Berdasarkan Gambar 2 formula C

mengalami kenaikan pertumbuhan rambut

lebih tinggi 19,35% dibandingkan formula A

dan 16,255% terhadap formula B. Formula C

memiliki pertambahan panjang rambut

14,375% lebih kecil dibandingkan kontrol

0

50

100

Kontrol normal

Kontrol Perlakuan

Formula A Formula B Formula C Kontrol Positif

51.57556.625

66.275 69.37

85.625

100

Pertumbuhan Panjang Rambut

Page 18: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

15

positif. Berdasarkan analisis statistik kontrol

positif memiliki pengaruh sama dengan

formula C (P≥0,01) ini artinya formula C

potensinya sama dengan kontrol positif.

Hasil uji statistik menyatakan bahwa

sediaan emulsi ekstrak etanol daun

mangkokan berpengaruh sangat nyata

terhadap pertumbuhan panjang rambut

kelinci (P≤0,01), setelah diuji lanjut dengan

Turkey dinyatakan bahwa kontrol normal

dengan basis, sama pengaruhnya terhadap

pertumbuhan rambut dan berbeda nyata

dengan formula A dan B sehingga

dinyatakan bahwa formula A sudah

memberikan pengaruh pertumbuhan rambut

pada kelinci dan pengaruhnya sama dengan

formula B. Formula C memperlihatkan

pertumbuhan panjang rambut yang lebih baik

dari perlakuan lainnya dan sama

pengaruhnya dengan kontrol positif.

Menurut Dawber (1991) laju

pertumbuhan dan lamanya fase anagen

menentukan panjang maksimum rambut.

Pertumbuhan panjang rambut dari minggu

ke-1 hingga minggu ke-6 tampak pada Tabel

3.Hasil uji statistik menyatakan bahwa

sediaan emulsi ekstrak etanol daun

mangkokan berpengaruh sangat nyata

terhadap pertumbuhan panjang rambut

kelinci (P≤0,01), setelah diuji lanjut dengan

Turkey dinyatakan bahwa kontrol normal

dengan basis, sama pengaruhnya terhadap

pertumbuhan rambut dan berbeda nyata

dengan formula A dan B sehingga

dinyatakan bahwa formula A sudah

memberikan pengaruh pertumbuhan rambut

pada kelinci dan pengaruhnya sama dengan

formula B. Formula C memperlihatkan

pertumbuhan panjang rambut yang lebih baik

dari perlakuan lainnya dan sama

pengaruhnya dengan kontrol positif.

Pertumbuhan panjang rambut dari

minggu ke-1 hingga minggu ke-6 tampak

pada Tabel 3.

Tabel 3. Panjang rambut kelinci setiap minggu setelah perlakuan

Perlakuan Laju pertumbuhan rambut (mm/minggu)

M1c M2

c M3

a M4

ab M5

ab M6

b

Kontrol Normal 3,50 2,99 0,14 0,20 0,30 1,30

Kontrol Perlakuan 4,70 4,03 0, 6 0,60 0,30 0,70

Formula A 5,10 4,36 0,2 1,00 0,80 1,30

Formula B 5,70 4,87 0,3 1,30 1,00 0,20

Formula C 6,30 5,33 0,2 2,00 1,00 0,80

Kontrol Positif 6,50 5,42 0,7 1,20 1,00 2,30

Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa

laju pertumbuhan rambut pada minggu ke-1

dan minggu ke-2 paling tinggi untuk semua

perlakuan dan mengalami penurunan

signifikan pada minggu ke-3, ke-4, ke-5 dan

ke-6 pada kisaran 0,02-2,3 mm/minggu. Hal

ini menunjukkan bahwa pertumbuhan

panjang rambut dipengaruhi oleh laju

pertumbuhan pada 2 minggu pertama

sehingga dapat dikatakan bahwa pada

penggunaan obat perangsang pertumbuhan

rambut dapat digunakan selama 2 minggu.

Menurut beberapa penelitian senyawa

dalam daun mangkokan yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan rambut adalah

alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sigit

(2005) alkaloid merupakan salah satu zat

yang terkandung dalam daun mangkokan

dapat mempunyai efek dalam memicu

pertumbuhan rambut sebagai iritan yang

dapat memperbesar tangkai rambut sehingga

suplai zat makanan bertambah untuk

menutrisi rambut, sedangkan Pitman (2007)

melaporkan bahwa senyawa saponin, salah

satu komponen dalam ekstrak daun

mangkokan, merupakan senyawa yang dapat

menstimulasi pertumbuhan rambut pada

kasus allopecia (kebotakan) yang disebabkan

oleh pengaruh hormonal maupun keturunan.

Saponin mempunyai kemampuan untuk

membentuk busa yang berarti mampu

membersihkan kulit dari kotoran serta

sifatnya sebagai counter irritant, akibatnya

terjadi peningkatan sirkulasi darah perifer

sehingga meningkatkan pertumbuhan

Page 19: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

16

rambut. Menurut Jellinek (1970) penggunaan

counter irritant dalam sediaan perangsang

pertumbuhan rambut didasarkan atas azas

bahwa tubuh akan selalu berupaya dalam

perlindungan dirinya untuk menghilangkan

iritasi yang ditimbulkan oleh keaktifan efek

counter irritant dengan meningkatkan efek

faalnya pada jaringan yang teriritasi sehingga

sirkulasi darah pada daerah tersebut lancar,

metabolisme menjadi aktif dan pembelahan

sel dipercepat. Keaktifan counter irritan yang

diharapkan pada sediaan perangsang

pertumbuhan rambut adalah keaktifan yang

ringan terutama dibatasi hingga efek

hipertermia dan hiperpalpasia, atau hanya

mengiritasi sel epidermis.

Flavonoid menurut Jellinek (1970)

merupakan derivat fenol yang mempunyai

aktivitas keratolitik, desinfektan, demikian

pula Achmad dkk., (1990) melaporkan

bahwa flavonoid mempunyai aktivitas

sebagai bakterisid dan anti virus yang dapat

menekan pertumbuhan bakteri dan virus,

quersetin dan kaempferol dapat melancarkan

sirkulasi darah sehingga dapat meningkatkan

pertumbuhan rambut dan mencegah

kerontokan. Adapun senyawa tanin diduga

berperan pula sebagai penutrisi rambut

dalam melakukan berbagai aktivitas biologis.

Tanin mempunyai berbagai efek dalam

sistem biologis karena merupakan pengkhelat

ion logam potensial, agen pengendap protein,

dan antioksidan biologis, Perez (2000).

Penelitian terhadap kombinasi ekstrak

daun mangkokan dengan daun teh lebih baik

dibandingkan ekstrak tunggalnya. Kombinasi

tersebut juga memberikan efek yang lebih

baik dibandingkan kontrol positif yang

digunakan yaitu hair tonic kina yang beredar

dipasaran. Dengan kombinasi ekstrak daun

mangkokan : daun teh 1:2 menunjukkan efek

yang paling baik dibandingkan dengan

kombinasi lainnya yaitu 1:1 dan 2:1.

(Purwantini,I. et al., 2012)

SIMPULAN DAN SARAN

Formula dengan konsentrasi ekstrak

daun mangkokan 7,5% merupakan formula

paling efektif dan sama pengaruhnya dengan

kontrol positif terhadap pertumbuhan rambut

(Aminexil 2%) dengan persentase

pertumbuhan 85,625% dibandingkan

Aminexil dan berbeda signifikan dengan

kontrol normal. Laju pertumbuhan paling

tinggi diperoleh pada minggu ke-1 dan

minggu ke-2 perlakuan.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan

untuk kombinasi ekstrak daun mangkokan

7,5% dan daun teh dimana kombinasi ini

memberikan kemampuan menumbuhkan

rambut lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad A S., Hakim, E.H., dan Makmur, L.

1990. Flavonoid dan Fitomedika,

Kegunaan dan Prospek. Jakarta: Phyto-

Medika. Hal 120-127.

Benerjee,P.S.,Sharma,M.,Nema,R.K(2009).P

reparation,evaluation and hair growth

stimulating activity of herbal hair oil.

Journal of chemical and

Pharmaceutical Research,1,261-267.

Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan obat

Indonesia. Jilid I. Trubus Agriwijaya,

Jakarta. hal 86-89,150-153

Depkes RI. 1994. Keputusan Menteri

kesehatan Nomor

661/MENKES/SK/VI /1994 tentang

Persyaratan Obat Tradisional.

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Depkes RI. 1985. Materia Medika Indonesia

Edisi VI. Jakarta: Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi

IV. Jakarta: Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan.

Handjojo, Y. 2011. Uji Stabilitas Fisik Dan

Aktivitas Pertumbuhan Rambut Tikus

Putih Dari Sediaan Gel Ekstrak Daun

Mangkokan (Nothopanax scutellarium

Merr.). Skripsi Sarjana Farmasi.

Jakarta: Farmasi UI

Harbone, JB.1987. Metode Fitokimia:

Penuntun cara modern menganalisis

tumbuhan. Cetakan II. Diterjemahkan

oleh K, Padinawita dan I, Soediro.

Bandung: Penerbit ITB

Jellinek, J S. 1970. Formulation and Function

of Cosmetics. . New York: Wiley

Page 20: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

17

Interscience a Divisionof John Wiley

and Son Inc. 365-407

Perez, V. 2000. Tetraoxygenated Naturally

Occuring Tannin Phytochemistry. Vol

44. No. 2. p 191

Purwantini Indah, Munawaroh Rima,

Darwati Naniek. 2012. Kombinasi daun

teh dan mangkokan sebagai penumbuh

rambut. Skripsi. Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Rajendra CE, Gopal S Magadum, Mahaboob

Ali Nadaf, Yashoda S.V, Manjula M.

2011. Phytochemical Screening of The

Rhizome of Kaempferia galangal.

Internasional Journal of

Pharmacolognosy and Phytochemical

Reseach.

Roy R.K, M.Takur,MPharm & VK Dixit,

2007,Development and evaluation of

polyherbal formulation groeth-

promoting activity,Journal of cosmetic

dermatology,6,108-112

Semalty M.,A,Semalty, Greeta

P.Joshi,M.S.M Rawat, 2010, In vivo

Hair Growth Activity of Herbal

Formulation, International Journal of

Pharmacology, vol 6,Issue 1, p53-57.

Sigit, H. 2005. Pengaruh Ekstrak Etanol

Daun Mangkokan (Nothopanx

scutellarium L.) terhadap kecepatan

Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan

dan Profil Kromatogram Lapis

Tipisnya. Skripsi. Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Page 21: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

18

TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR

KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy (Lauraceae))

Bina Lohita Sari1, Wandesta Rurianti

2, Partomuan Simanjuntak

3

1,2) Program Studi Farmasi, FMIPA-UNPAK

3) Puslit Bioteknologi-LIPI

Email : [email protected]

ABSTRAK

Massoi (Cryptocarya massoy) merupakan tanaman yang digunakan masyarakat Papua

sebagai obat tradisional. Kulit batang tanaman ini memperlihatkan beberapa aktivitas

biologis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan toksisitas, aktivitas antioksidan dan

antibakteri ekstrak air kulit batang Massoi (EAKM). Uji toksisitas menggunakan metode

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), aktivitas antioksidan diuji dengan metode Peredaman

Radikal Bebas menggunakan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), dan uji antibakteri

menggunakan metode cakram difus terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Penapisan fitokimia menunjukkan adanya steroid, flavonoid, saponin, tannin, kumarin dan

minyak atsiri. Hasil LC50 sebesar 493,00 µg/mL menunjukkan bahwa EAKM adalah toksik.

Nilai IC50 sebesar 14,06 µg/mL (vitamin C sebagai control positif 7,78 µg/mL) menunjukkan

potensi EAKM sebagai antioksidan. Sementara EAKM tidak menunjukkan aktivitas

antibakteri terhadap S. aureusdan E. coli. Kromatografi kolom menggunakan silika gel

dengan fasa gerak kloroform:metanol (1:1) dan kloroform:metanol:air (5:5:1) pada EAKM

menghasilkan empat fraksi. Semua fraksi diidentifikasi dengan KCKT menggunakan fasa

gerak metanol : air (1:1). Profil KCKT keempat fraksi menunjukkan profil kromatogram yang

hampir sama, yaitu pada waktu menit ke 10,0.

Kata kunci :Toksisitas, antioksidan, antibakteri, Cryptocarya massoy

ABSTRACT

TOXICITY, ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES OF WATER

EXTRACT OF CRYPTOCARYA MASSOY (LAURACEAE) BARK

Cryptocaryamassoy (CM) is a well-known plant in Papua as traditional medicine. The

bark of this plant has indicated that exhibit biological activity. The aims of this study were to

examine toxicity, antioxidant and antibacterial activities of water extract of C.massoy

(WECM) bark. Toxicity assay was done by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method

using brine shrimp, antioxidant activity was tested by Free Radical Scavenging method using

DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), and the antibacterial activity was tested by diffuse

disc method against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Phytochemical screening of

WECM showed the presence of steroid, flavonoid, saponin, tannin, coumarine and essential

oil. The results with LC50 value 493.00 µg/mL showed that WECM is considered to be toxic.

The IC50 value obtained from the test as 14.06 µg/mL (vitamin C as positive control was 7.78

µ/mL) showed its potency as antioxidant, while WECM showed no antibacterial activity

against S. aureusand E. coli. Column chromatography for WECM using silica gel as

stationary phase and chloroform:methanol (1:1) and chloroform:methanol:water (5:5:1) as

mobile phase resulting four fractions. The fractions were then characterized by HPLC with

methanol:water (1:1) as mobile phase. The HPLC profiles of all fractions showed almost the

same characteristic peaks at retention times 10.0 min.

Key words :Toxicity, antioxidant, antibacterial, Cryptocarya massoi

Page 22: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

19

PENDAHULUAN

Indonesia kaya akan tumbuhan yang

mengandung metabolit sekunder yang sangat

berguna dalam dunia kesehatan dan salah

satunya adalah Massoi (Cryptocarpa massoy)

familia Lauraceae. Massoi merupakan jenis

tumbuhan yang selama ini sudah digunakan

oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat

tradisional (Lemmens et al., 1995).

Umumnya tumbuh pada ketinggian + 1000 m

diatas permukaan laut (dpl), dengan jenis

tanah lempung berliat (Tangguni dkk, 2000).

Bagian yang dimanfaatkan dari tumbuhan

ini adalah kulit yang diekstraksi untuk

menghasilkan minyak. Kulit Masoi sendiri

diambil minyaknya dan digunakan sebagai

bahan jamu, obat cacing dan kejang perut

namun sejauh ini informasi kandungan bahan

aktif berpotensi obat yang terkandung di

dalam Massoi sangat kurang (Triamtoro dan

Susanti, 2007).

Kulit kayu Massoi diduga mempunyai

senyawa sitotoksik terhadap larva udang

Artemia salina Leach, dan juga mengandung

senyawa antioksidan dan antimikroba karena

memiliki kesamaan genus dengan kayu

manis (Cinnamomum burmanni). Dari

literatur diketahui bahwa kayu manis dapat

berfungsi sebagai antioksidan, pengawet

makanan, antibakteri, antifungi dan

antiparasit (Kunarto, 2006).

Berdasarkan pada permasalahan di atas

maka dalam penelitian ini telah dilakukan uji

toksisitas dengan metode BSLT (Brine

Shirmp Lethality Test) terhadap larva udang

Artemia salina Leach, uji antioksidan dengan

metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil),

dan juga uji antibakteri terhadap bakteri gram

negatif Echerichia coli dan juga bakteri gram

positif Staphylococcus aureus untuk ekstrak

air kulit kayu Massoi (Cryptocarpa massoy).

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan penelitian yang digunakan

antara lain: kulit kayu Massoi, bakteri

Escherichia coli, bakteri Staphylococcus

aureus, telur Artemia salina Leach, DPPH

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), vitamin C,

kloramfenikol, Nutrient Agar (NA), Nutrient

Broth (NB), kertas cakram, kapas, Serium

Sulfat, berbagai pereaksi (Dragendroff,

Mayer dan Lieberman-Buchardat) air laut,

metanol, aquades dan etil asetat.

Alat

Alat penelitian yang digunakan antara

lain: vakum rotapavor, timbangan analitik,

corong pisah, cawan Petri, ose bulat, kertas

cakram, kulkas, grinder, corong pisah,

mikropipet, Spektrofotometer UV-VIS,

Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, pengocok

(shaker), lempeng KLT alumunium silika gel

60 F254, bejana kromatografi, lampu

ultraviolet, KCKT, alat-alat umum dan alat-

alat gelas yang lazim digunakan di

laboratorium kimia.

Cara Kerja

Pembuatan Ekstrak

Kulit kayu massoi diekstrak dengan

menggunakan metode maserasi, dengan

metanol sehingga didapat ekstrak metanol.

Ekstrak kental metanol dipartisi sebanyak 3

sampai 4 kali dengan menggunakan pelarut

etil asetat: air (1:1). Fase air yang didapat

dikeringkan di penangas air sampai didapat

ekstrak kental.

Rendemen = %100xsampelBerat

ekstrakBerat

Analisis Fitokimia Senyawa metabolit sekunder alkaloid,

steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin,

tanin, kuinon, dan kumarin dianalisis

menggunakan metode dari Harborne (1998).

1. Identifikasi Alkaloid

Serbuk simplisia dan ekstrak air

dilembabkan dengan ammonia 30%,

kemudian ditambah 20 ml kloroform,

campuran tersebut disaring dengan kertas

saring, filtrat berupa larutan organik

diambil kemudian ditambahkan masing-

masing pereaksi Dragendorff dan Mayer,

terbentuk endapan merah bata dengan

pereaksi Dragendroff dan endapan putih

dengan pereaksi Mayer menunjukkan

adanya golongan alkaloid.

Page 23: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

20

2. Analisis steroid dan triterpenoid

Serbuk simplisia dan ekstark air

dimaserasi dengan eter. Disaring dan

diambil filtratnya, diuapkan dalam cawan

penguap hingga diperoleh residu, kedalam

residu ditambahkan pereaksi Lieberman-

Burchard, terbentuknya warna hijau atau

merah menunjukkan adanya senyawa

golongan steroid dan triterpenoid.

3. Analisis flavonoid

Serbuk simplisia dan ekstrak air

ditambahkan air panas, dididihkan,

disaring dengan kertas saring, diperoleh

filtrat yang digunakan sebagai larutan

percobaan. Kemudian ditambahkan serbuk

magnesium secukupnya dan ditambah

asam klorida pekat dan amil alkohol,

dikocok kuat dan dibiarkan memisah.

Terbentuk warna merah pada lapisan amil

alkohol menunjukkan adanya senyawa

flavonoid.

4. Analisis saponin

Larutan percobaan yang diperoleh dari

percobaan 3, dimasukkan kedalam

masing-masing tabung reaksi dan dikocok

secara vertikal selama 10 detik, kemudian

dibiarkan selama 10 menit. Terbentuk

busa yang stabil dalam tabung reaksi

menunjukkan adanya senyawa golongan

saponin, yang bila ditambahkan 1 tetes

asam klorida 1% (encer) busa tetap stabil.

5. Analisis tanin

Serbuk simplisia dan ekstrak air didihkan,

didinginkan dan disaring dengan kertas

saring sehingga didapat filtrat. Kedalam

filtrat ditambahkan larutan Ferri (III)

klorida 1%. Terbentuk warna biru tua atau

hijau kehitaman menunjukkan adanya

senyawa golongan tanin.

6. Analisis kuinon

Larutan percobaan yang diperoleh dari

percobaan 3, dimasukkan kedalam tabung

reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan

NaOH 1N, terbentuk warna merah

menunjukkan adanya senyawa golongan

kuinon.

7. Analisis kumarin

Serbuk simplisia dan ekstrak air

dimasukkan kedalam masing-masing

tabung reaksi , ditambahkan kloroform

dipanaskan diatas penangas air dan

didinginkan, disaring dengan kertas

saring, filtrat diuapkan dengan cawan

penguap sampai kering, sisa ditambahkan

air panas dan didinginkan kemudian

dimasukkan kedalam tabung reaksi,

tambahkan larutan ammonia 10%, diamati

dibawah sinar ultra violet pada panjang

gelombang 365 nm. Terjadi fluoresensi

hijau atau biru menunjukkan adanya

golongan kumarin.

8. Analisis Minyak Atsiri

Serbuk simplisia dilarutkan dalam

metanol dan ekstrak air, masing-masing

diteteskan pada kertas saring lalu

didiamkan. Pengamatan dilakukan

terhadap ada atau tidaknya noda yang

transparan pada kertas saring. Hasil positif

minyak atsiri ditunjukkan dengan tidak

adanya noda yang transparan pada kertas

saring (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Uji Bioaktifitas Larva Udang Artemia

salina Leach

1. Penetasan telur udang

Larva udang disiapkan dengan cara

menetaskan telur Artemia salina Leach

dua hari sebelum pengujian.

2. Persiapan sampel ekstrak air

Larutan ekstrak air kulit kayu massoi

ditimbang sebanyak 100 mg dan

dilarutkan dengan 50 ml air laut untuk

dijadikan sebagai larutan induk dengan

konsentrasi 2000 ppm, kemudian dari

larutan induk 2000 ppm tersebut dibuat

lagi larutan induk dengan konsentrasi

1000 ppm dalam 20 ml air laut.

Selanjutnya dibuat variasi konsentrasi dari

larutan induk tersebut masing-masing

sebesar 100 ppm dan 10 ppm.

3. Uji bioassay BSLT (Brine Shirmp Lethlity

Test)

Sebanyak 10 ekor larva udang Artemia

salina Leach dimasukkan untuk tiap-tiap

perlakuan ke dalam botol vial yang telah

berisi air laut salinitas 12% dan larutan

uji. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan

dengan menghitung jumlah larva udang

yang mati. Data yang diperoleh, dihitung

LC50 nya dengan analisis probit. Nilai

Page 24: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

21

LC50 < 1000 ppm menunjukkan adanya

senyawa yang memiliki bioaktifitas yang

aktif (Meyer, 1982).

Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode

Peredaman Radikal Bebas

Uji aktivitas antioksidan menggunakan

metode perendaman terhadap radikal bebas

1,1 difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dengan

vitamin C sebagai kontrol positif.

1. Pembuatan larutan 1 mM DPPH

Lebih kurang 19,716 mg DPPH (BM =

394,32) ditimbang seksama, kemudian

dilarutkan dalam 50,0 ml metanol

proanalisis.

2. Pembuatan larutan blangko

Sejumlah 1 ml larutan DPPH 1 mM

dipipet ke dalam labu ukur 5 ml,

dilarutkan dalam metanol proanalisis

hingga tanda, kocok homogen.

3. Pembuatan larutan uji

Lebih kurang 10 mg ekstrak air kulit kayu

massoi ditimbang seksama, lalu

dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml,

dilarutkan dalam metanol hingga tanda

(larutan induk 1000 µg/ml). Dibuat

berbagai konsentrasi yaitu 5, 10, 25, 50,

100 µg/ml dalam masing-masing tabung

reaksi dan ditambahkan 1,0 ml larutan

DPPH 1 mM dan dilarutkan dalam

metanol p.a hingga tanda.

4. Lebih kurang 10 mg vitamin C ditimbang

seksama, kemudian dimasukkan ke dalam

labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam

metanol proanalisis hingga tanda (larutan

induk 1000 µg/ml). Dibuat berbagai

konsentrasi yaitu 3, 6, 9, 12, 15 µg/ml

dalam masing-masing tabung reaksi dan

ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 1 mM

dan dilarutkan dalam metanol p.a hingga

tanda.

5. Uji aktivitas antioksidan

Didalam setiap tabung larutan uji dan

kontrol positif ditambahkan 1,0 ml larutan

DPPH 1 mmol, kemudian ditambahkan

metanol proanalisis hingga 5 ml dan

dihomogenkan. Larutan blangko, larutan

uji dan larutan kontrol positif segera

diinkubasi selama 30 menit pada suhu

370C, kemudian ke-3 larutan diukur

serapannya pada panjang gelombang

serapan maksimum 515 nm.

Persen inhibisi atau hambatan dihitung

dengan rumus berikut:

Hambatan (inhibisi) =

Dihitung nilai IC50 dengan memasukkan

nilai dari konsentrasi larutan uji sebagai

sumbu x dan persen hambatan terhadap

DPPH sebagai sumbu y kedalam

persamaan garis regresi.

Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dengan metode

difusi agar dengan kertas cakram. Mikroba

uji yang digunakan adalah Staphlococcus

aureus dan Escherichia coli. Sebagai kontrol

positif digunakan antibiotik kloramfenikol.

Sedangkan sebagai kontrol negatif digunakan

air.

1. Sterilisasi alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam

percobaan disterilkan menurut cara yang

sesuai.

2. Pembuatan media

a. Media NA (Nutrient Agar)

Bahan sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1

liter air suling lalu dipanaskan sambil

diaduk selama 1 menit hingga larut

sempurna, kemudian disterilkan dalam

autoklaf pada suhu 1210C selama 15

menit. Pembuatan agar miring dilakukan

dengan cara menuangkan 5 ml media

yang masih cair ke dalam tabung reaksi

steril secara aseptis, tabung di letakkan

pada posisi miring dengan sudut

kemiringan 150 (Nutrien agar miring

untuk stok kultur) dan dituangkan ke

dalam cawan petri sebanyak 15 ml lalu

dibiarkan sampai padat (Nutrien agar plat

untuk pengujian).

b. Media NB (Nutrien Broth)

Bahan sebanyak 8 g dilarutkan dalam 1

liter air suling lalu dipanaskan sambil

diaduk selama 1 menit hingga larut

sempurna, kemudian disterilkan dengan

autoklaf pada suhu 1210C selama 15

menit.

3. Pengujian

Page 25: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

22

a. Kurang lebih 15 mg ekstrak kental air

ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam

labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam

aquadest steril hingga tanda (Larutan

induk 1500 ppm). dibuat berbagai

konsentrasi sampel 500, 1000 ppm.

b. Kloramfenikol (antibakteri) sebagai

kontrol positif dibuat 3 konsentrasi, yaitu

500 ppm, 1000 ppm dan 1500 ppm

c. Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli diremajakan dalam media Nutrient

Agar (NA) dan diinkubasi selama 1 hari

pada suhu 250C.

d. Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli masing-masing diinokulasikan dalam

media Nutrient Broth (NB) dan

diinkubasi selama 1 hari pada suhu 250C.

e. Setelah bakteri uji tumbuh, kemudian

diambil 1 ml untuk ditanamkan ke dalam

300 ml media NA yang masih dalam

keadaan cair, dikocok homogen,

kemudian dipindahkan sebanyak 15-20

ml ke dalam setiap cawan petri dan

didiamkan hingga memadat.

f. Kertas cakram dicelupkan kedalam

kontrol negatif dan kontrol positif serta

kedalam ekstrak air yang masing-masing

terdiri dari 3 konsentrasi (500, 1000,

1500 ppm)

g. Kertas cakram diletakkan diatas media

inokulum.

h. Pengamatan dilakukan selama 2 hari

dengan menghitung diameter daerah

hambat (mm).

Analisis Kromatografi

1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ditotolkan ekstrak yang berpotensi di atas

plat tersebut dengan menggunakan pipa

kapiler 3-5 kali, lalu dikeringkan.

Dimasukkan ke dalam bejana dengan

eluen tertentu. Eluen yang digunakan

adalah kombinasi (kloroform : metanol,

kloroform : metanol : air) dengan

perbandingan tertentu. Setelah itu plat

dikeringkan dan diamati di bawah sinar

UV 254 nm dan 366 nm dan ditandai,

kemudian plat disemprot dengan

penampak bercak serium sulfat dan

dipanaskan diatas hot plate. Eluen yang

menghasilkan pemisahan terbaik,

digunakan untuk eluen pada kromatografi

kolom.

2. Pemisahan ekstrak

Pemisahan ekstrak air kulit kayu Massoi

difraksinasi dengan kromatografi kolom.

Dilakukan dengan cara ekstrak air lebih

kurang 2 g dicampurkan dengan celite,

kemudian dimasukkan ke dalam kolom

kaca yang telah berisi silika gel. Cairan

eluasi digunakan 2 campuran yaitu

kloroform : metanol dan kloroform :

metanol : air.Cairan ini ditambahkan

hingga dibiarkan mengalir melalui kolom.

Setelah itu digabungkan menjadi satu

sehingga diperoleh fraksi yang lebih

sederhana dan dianalisis dengan KLT

dengan eluen yang sesuai. Noda pada

KLT divisualisasi dengan lampu UV 254

nm dan 366 nm, serta disemprot dengan

pereaksi warna serium sulfat.

3. Analisis fraksi dengan KCKT

Bahan hasil pemisahan kromatografi

kolom dilarutkan dengan eluen metanol :

air (1:1). Eluen gas N2 terlebih dahulu.

Fase gerak dipompa dengan kecepatan

dan tekanan tetap sehingga antara fase

gerak dan kolom keadaanya seimbang.

Pada fraksi air, kolom yang digunakan

C18 (Lichorcart®250-4 HPLC-cartride,

Cat.1.50983 Lichrospher ® 100 RP-18

(5µM) Lot.L.448017). Masing-masing

sampel melalui syringe diinjeksikan

sebanyak 10µl ke dalam kolom dan

terjadi pemanasan, biasanya pada

temperatur kamar. Kromatografi

dilakukan dengan kecepatan eluen 1

ml/menit dan pemantauan dilakukan

pada panjang gelombang 230 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

RendemenEkstrak

Rendemen hasil ekstraksi cair-cair

(partisi) kulit kayu Massoi sebesar 4,11%.

Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia terhadap ekstrak

air dan juga serbuk simplisia dilakukan untuk

mengetahui golongan senyawa yang

terkandung dalam kulit kayu Massoi sebagai

Page 26: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

23

parameter mutu ekstrak. Hasil uji fitokimia

untuk ekstrak air dan serbuk simplisia dapat

dilihat pada Tabel 1.

Hasil toksisitas yang tinggi ditunjukkan

dengan nilai konsentrasi yang menyebabkan

kematian 50 % larva udang, semakin kecil

nilai LC50yang dimiliki ekstrak tanaman

maka akan semakin toksik, tingkat toksisitas

suatu ekstrak yang telah dikategorikan oleh

Meyer, et al. (1982), yaitu: LC50 30 ppm

sangat toksik, 31 ppm LC50 1000 ppm

toksik dan LC50 > 1000 ppm tidak toksik..

Nilai LC50 dari ekstrak kulit kayu

Massoi adalah sebesar 493,00217

ppmdengan nilai LC50 yang kecil ini dapat

disimpulkan bahwa ekstrak air kulit kayu

Massoi masuk kedalam kategori toksik dan

berpotensi sebagai senyawa sitotoksik.

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Air dan

Serbuk Simplisia Kulit Kayu Massoi No Uji

Fitokimia

Serbuk

simplisia

Ekstrak air

1 Alkaloid - -

2 Steroid/

3 Triterpenoid

++

-

++

-

4 Flavonoid ++ +++

5 Saponin ++ +

6 Taninn - ++

7 Kuinon - -

8 Kumarin + +

9 Minyak atsiri ++ +

Berdasarkan uji fitokimia ekstrak air kulit

Massoi berpotensi mengandung senyawa

bioaktif antikanker yakni senyawa flavonoid

dan steroid.

Tabel 2. Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Air Kulit Kayu Massoi No Ekstrak Kadar larutan

uji

Rata-rata

% kematian

LC50

ppm

1.

2. Ekstrak air

3.

Larutan A (1000

ppm)

866,67 %

493,00

ppm

Larutan B (100

ppm)

300 %

Larutan C

(10 ppm)

133,33 %

Pembanding (air

laut)

33,33 %

Uji Aktivitas Antioksidan

Pada penetapan kurva larutan vitamin C

sebagai kontrol positif didapatkan persamaan

y = 6,6263x - 1,5634 dari persamaan tersebut

diperoleh harga IC50 = 7,78 µg/ml.

Sedangkan Nilai IC50 ekstrak air kulit kayu

Massoi sebesar 14,06 µg/ml, sehingga dapat

dinyatakan bahwa ekstrak air kulit kayu

Massoi memiliki nilai IC50 yang mampu

menghambat radikal bebas DPPH sebagai

senyawa yang mampu menghambat aktivitas

antioksidan yakni senyawa flavonoid dan

kumarin.

Uji Aktivitas Antibakteri

Diameter daerah hambat pada

Staphylococcus aureus dan Escherichia

colipada Tabel 5.

Ekstrak air kulit kayu Massoi diuji

aktivitas antioksidannya untuk menentukan

nilai IC50 (Inhibitor Concentration)

menggunakan DPPH sebagai pereaksi kimia

dan vitamin C sebagai kontrol positif. Tabel

5. menunjukkan bahwa ekstrak air tidak

memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus dan juga dengan

baik.Berdasarkan uji fitokimia ekstrak air

kulit kayu Massoi yang berpotensi

terhadap Escherichia coli dengan konsentrasi

500 ppm, 1000 ppm dan1500 ppm. Menurut

Siswandono dan Soekarjo (1995)

menyatakan bahwa senyawa yang mampu

menghambat antibakteri adalah saponin,

tannin, flavonoid dan juga triterpenoid, akan

tetapi hasil uji fitokimia dari ekstrak air kulit

kayu Massoi positif mengandung senyawa

saponin, tannin dan flavonoidSedangkan

hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan juga Escherichia

coli memiliki hasil yang sama yaitu negatif,

Page 27: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

24

sehingga untukmenghasilkan uji aktivitas

antibakteri yang positif perlu dilakukan

pemurnian senyawa untuk mengetahui

senyawa yang dapat berperan sebagai

penghambat antibakteri dalam ekstrak air

kulit kayu Massoi.

Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan DPPH padaVitamin C

Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH pada Ekstrak Air Kulit Kayu

Massoi Konsentrasi

(µg/ml)

Serapan blangko Serapan sampel Hambatan (%) IC50 (µg/ml)

0 2,3377 2,3377 0 7,7816

3 1,9215 17,8038

6 1,5135 35,2569

9 0,9770 58,2068

12 0,4506 80,7246

15 0,0746 96,8088

Tabel 5. Diameter Daerah Hambat pada Staphylococcus aureus dan E.coli. Mikroba uji Larutan uji Diameter Daerah Hambat

500 ppm 1000 ppm 1500 ppm

Staphylococcus aureus Kloramfenikol 14 mm 19 mm 24 mm

Ekstrak air - - -

Escherichia coli Kloramfenikol 16 mm 18 mm 20 mm

Ekstrak air - - -

Keterangan : - = Tidak mempunyai daya hambat

Diameter kertas cakram = 6 mm

Analisis Kromatografi

Ekstrak air kulit kayu Massoi

(Cryptocarpa massoy) di KLT dengan eluen

kloroform-metanol (1:1) dan kloroform-

metanol-air (5:5:1). Pada eluen kloroform-

metanol (1:1) memberikan pola pemisahan

yang jelas dengan jarak bercak satu sama lain

cukup terpisah (gambar A). Sedangkan

dengan eluen kloroform-metanol-air (5:5:1)

memiliki pola pemisahan yang kurang baik

jika dibandingkan dengan eluen kloroform-

metanol (1:1) dikarenakan jarak bercak satu

dengan yang lainnya masih menumpuk di

satu tempat dan menghasilkan 5 pola bercak

(gambar B). Hasil kromatogram KLT dapat

dilihat pada Gambar 1.

A B

Gambar 1. Hasil Kromatogram KLT

Keterangan: Fase diam : silika gel GF254

Fase gerak :

A: kloroform:metanol (1:1)

B: kloroform-metanol-air (5:5:1)

Kromatografi Kolom

Hasil fraksinasi dari ekstrak air diperoleh

7 fraksi dengan volume masing-masing 25

Konsentrasi

(µg/ml)

Serapan blangko Serapan sampel Hambatan (%) IC50 (µg/ml)

0 2,3377 2,3377 0 14,06

5 1,2553 46,3019

10 1,0521 54,9942

25 0,3165 86,4610

50 0,1625 93,0487

100 0,1392 94,0454

Page 28: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

25

ml , masing-masing fraksi dianalisis dengan

KLT,fraksi- fraksi dengan polabercak yang

sama atau memiliki Rf yang sama

digabungkan. Setelah digabungkan maka

diperoleh empat fraksi yang lebih sederhana.

Profil kromatografi KLT dari keempat fraksi

dengan menggunakan eluen klorofom-

metanol air (5:5:1) dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gambar 2. Hasil Fraksinasi Ekstrak Air

Kulit Kayu Massoi Menggunakan

Kromatografi Kolom Keterangan :

No.1=Fraksi F1,vial 1;

No.2=Fraksi F2,vial 2;

No.3=Fraksi F3,vial 3;

No.4=Fraksi F4,vial 4-7

Analisis KCKT Pola kromatogram KCKT pada ke-empat

fraksi memiliki bentuk yang hampir sama hal

ini dapat dilihat pada pola kromatogram KLT

yang pola ke-empat fraksinya sama. Hasil

analisis KCKT dari ke-empat fraksi

menunjukkan bahwa rata-rata pemunculan

akhir senyawa terdapat pada waktu retensi

yang sama yaitu pada menit ke 10,

dikarenakan bentuk peak yang muncul dari

ke-empat fraksi mempunyai bentuk yang

sama (Gambar 1, 2, 3 dan 4). Dari hasil

analisis KCKT masih banyak senyawa yang

menumpuk dalam satu peak hal ini dapat

disebabkan sistem serta kondisi yang

digunakan dalam percobaan tidak cocok

sehingga senyawa kimia tidak terpisah

sempurna dengan eluen metanol-air (1:1)

melainkan dengan perbandingan campuran

eluen yang lebih bersifat non polar ataupun

dengan campuran pelarut-pelarut yang

lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Ekstrak air kulit kayu Massoi

(Cryptocarpa massoi) mengandung

senyawa steroid, flavonoid, saponin,

tanin dan kumarin.

2. Senyawa pada ekstrak air kulit kayu

Massoi termasuk kedalam senyawa

toksik dengan LC50 493,00217 ppm.

3. Ekstrak air kulit kayu Massoi memiliki

nilai IC50 yang mampu menghambat

radikal bebas DPPH dengan baik yaitu

sebesar 14,075 µg/ml.

4. Ekstrak air kulit kayu Massoi tidak

mempunyai daya aktivitas sebagai

antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan juga

Escherichia coli.

5. Hasil uji KLT dan KCKT Ekstrak air

memberikan pola kromatogram yang

hampir sama pada keempat fraksinya

yaitu pemunculan akhir senyawa pada

waktu retensi menit ke 10 dengan bentuk

peak dari keempat fraksi yang hampir

sama.

Saran

1. Perlu dilakukan isolasi dan elusidasi

senyawa yang berkhasiat sebagai

antioksidan dan juga antibakteri serta

senyawa sitotoksiknya dari ekstrak air

kulit kayu Massoi untuk mengetahui

struktur kimianya.

2. Perlu dilakukan pengujian toksisitas serta

aktivitas antioksidan dan antibakteri dari

hasil kromatografi kolom.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, D., dan S. Mulyani. 2004. Ilmu

Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I.

Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Harborne, J.B. 1998. Phytochemical

methods: A guide to modern techniques

of plant analysis. Champman and Hall,

London. 40-137.

Kunarto, B. 2006. Evaluasi Sifat

Antioksidatif Mikrokapsul Minyak Atsiri

Kulit Kayu Manis (Cinnamomum

burmanii) yang diaplikasikan pada

Cookies. Jurnal Pertanian dan Kimia

Makanan. Jakarta.14(2). 85-94.

Page 29: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

26

Lemmens, R. H. M. J., I, Soerianegara. & W,

Wong. 1995. Plant Resources of South-

East Asia No 5(2).Pusat Penelitian dan

Pengembangan Biologi- LIPI.Bogor.

158-159.

Meyer, B.N. N.R. Ferrigni, J.E. Putnam ,

L.B. Jacobson , D.E. Nichols & J.L. Mc

Laughin JL. 1982. Brine Shirmp: A

CovenentGerieral Bioassay for Active

Plant Constituent. PlantaMedica.

Medicinal Plant Research. 45. 31-34.

Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia

Medisinal. Airlangga Press, Surabaya.

Tangguni N., P, Lalenoh., Y. H. Hematang,

A. YJS. Arobaya.

EksplorasiBeberapaJenisMassoiCryptoc

aryaspp. Pada Areal HPH PT

DharmaMuktiPemsada di

KecamatanWasiorKabupaten

Manokwari. 2007. [6 Tayangan].

Diambildari: http// papuaweb:

Beccarina.Diakses 19 Januari, 2009.

Triamtoro, R.G.N., Cisilia, M.E.S. 2007.

Kandungan Bahan Aktif Kayu

Kulilawang (Cinnamomum culilawan)

dan Masoi (Criptocarya massoia). Jurnal

Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 5(2)

Page 30: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

27

EFEKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK HERBA PEGAGAN

(Centella asiatica (L) Urb) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA

MENCIT JANTAN (Mus musculus albinus)

Moerfiah, Muztabadihardja, Santi Puspita Dewi

Program Studi Farmasi FMIPA-UNPAK Bogor

Email : [email protected]

ABSTRAK

Formula salep herba ekstrak pegagan (Centella asiatica (L) Urb) dalam penelitian ini

dibuat dari 5 gram ekstrak pegagan sebagai zat aktif yang dicampur dengan berbagai basis,

yaitu basis berminyak,emulsi dan larut air. Mencit jantan (20 ekor) yang sudah dilukai dengan

scalpel steril sepanjang 1,5 cm dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing 4 ekor dan

mendapat perlakuan salep ekstrak pegagan sebagai berikut : Kelompok I diolesi dengan

formula basis minyak, kelompok II formula basis emulsi, kelompok III formula basis larut air,

kelompok IV ekstrak murni serta kelompok V diolesi betadin® sebagai kontrol positif. Bahan

uji diberikan dua kali sehari selama 21 hari dan diamati pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21. Hasil

yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada hari ke 14, bila dibandingkan dengan kontrol

positif, maka kelompok I dan IV lebih efektif menyembuhkan luka dibandingkan kelompok II

dan III. Pada hari ke 21 semua kelompok efektif menyembukan luka sama seperti kontrol

positif.

Kata kunci: Pegagan, Salep, Kulit

EFFECTIVENESS OF GOTU KOLA (Centella asiatica (L) Urb) HERBS EXTRACT

OINTMENT FOR WOUND HEALING IN MALE MICE (Mus musculus Albinus)

ABSTRACT

Ointment formula of gotu kola extract (Centella asiatica (L) Urb) in this study was made

of 5 grams of Centella asiatica extract as an active substance that is mixed with a variety of

bases, namely oily, emulsion and water-soluble bases. Male mice (20 animals) were already

wounded with a sterile scalpel length of 1.5 cm were divided into five groups each of 4 mice

and gotu kola extract ointment treated as follows: Group I smeared with oily base formula, the

group II emulsion base formula, Group III water-soluble base formula, pure extract of Group

IV and Group V smeared betadin® as a positive control. The test material was given twice

daily for 21 days and observed on days 1, 3, 7, 14, 21. The results obtained showed that at day

14, compared with the positive control, the group I and IV are more effective cure injuries

than the group II and III. On day 21 all dose heal wounds effectively the same as a positive

control.

Key words: Gotu kola (Centella asiatica (L) Urb), ointment, skin

PENDAHULUAN

Salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris

di dunia yang mempunyai potensi untuk

dikembangkan sebagai tanaman obat adalah

pegagan (Centella asiatica(L) Urb) yang

dapat digunakan sebagai obat luka (Endah

dkk, 2003).

Luka adalah keadaan dimana

kontinuitas jaringan rusak, yang disebabkan

oleh pengaruh kimiawi, listrik atau radiasi

(Direen, 1981). Untuk mencegah terjadinya

Page 31: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

28

infeksi bakteri diperlukan suatu antibakteri. .

Tumbuhan pegagan khusus mengandung

asiatikosida, berfungsi untuk memproduksi

kolagen juga dapat mempercepat proses

penyembuhan luka pada bagian permukaan

kulit manusia. Proses ini terjadi karena

aktivitas epidermis lapisan sel malpigi pada

kulit tadi meningkat dan secara topikal

dapat menyembuhkan. Selain itu dapat juga

meningkatkan serta menguatkan jaringan

kulit yang baru terbentuk, sehingga tidak

mudah lagi rusak. Asiatikosida juga

mempunyai daya antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia colli.

Adanya asiatikosida, riboflavin dan niasin

membuat pegagan berfungsi sebagai anti

inflamasi (Saktono, 2002).

Salep merupakan salah satu bentuk

sediaan semi padat yang banyak digunakan

dalam pengobatan kulit. Sebelum

memberikan efek, zat aktif sediaan salep

harus dapat dilepaskan dari basisnya, baru

diabsorpsi melalui kulit. Hal ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor, baik faktor fisiologis

maupun kimia fisika. Faktor kimia fisika

tersebut meliputi koefisien difusi, konsentrasi

dan kelarutan obat dalam basis. Sedangkan

faktor fisiologi meliputi keadaan kulit, luas

daerah permukaan dan banyaknya pemakaian

(Anief, 2003).

Hingga saat ini belum ada penelitian

untuk menguji khasiat ekstrak pegagan

sebagai antiluka dalam bentuk formulasi

salep. Bahan pembantu dalam formulasi yang

baik seharusnya bersifat inert dan tidak

mengurangi khasiat bahan aktif. Pemilihan

basis yang baik harus melalui pertimbangan -

pertimbangan lebih dulu dengan melihat sifat

dan masing- masing basis salep (Block, 1990

; Ansel, 1989). Karena pada umumnya sifat

polaritas senyawa bahan alam sukar

diketahui dengan pasti maka perlu di teliti

lebih lanjut pengaruh basis salep terhadap

khasiat ekstrak pegagan.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan adalah herba

Pegagan (Centella asiatica (L).Urban) dari

seluruh bagian tanaman koleksi BALITTRO

(Balai Tanaman Obat dan Rempah). Mencit

serta pellet, betadin® dan air suling. Bahan

untuk pembuatan salep ekstrak pegagan

seperti, cera alba, vaselin putih, setil alkohol,

propilen glikol, natrium lauril sulfat, air

suling, PEG 4000, stearil alkohol, gliserin.

Alat

Alat-alat penelitian yang digunakan

antara lain: Alat-alat gelas, neraca analitik,

rotavapor, termometer, mortir, cawan

penguap, kertas perkamen, penangas air, pot

plastik, bejana, pisau, batang pengaduk,

corong, sudip dan scalpel.

Cara Kerja

1. Pembuatan Ekstrak Herba Pegagan Ekstrak herba pegagan dibuat dengan

cara maserasi, yaitu 250 g serbuk herba

pegagan dengan 1.875 ml etanol 70% ,

ditutup dan dibiarkan selama 5 hari dan

terlindung dari cahaya, sambil berulang-

ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai,

ampas diperas. Ampas ditambah etanol 70%

secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga

diperoleh seluruh sari sebanyak 2500 ml.

Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk,

terlindung dari cahaya, selama 2 hari.

Kemudian endapan dipisahkan. Kemudian

dilakukan penguapan pada suhu 50°C dengan

rotavapor sehingga sebagian besar alkohol

menguap hingga diperoleh ekstrak kental.

2. Pembuatan Sediaan Salep Sediaan salep dibuat sesuai dengan

formula masing-masing tipe basis.

Tabel 1. Formula Sedian Salep Basis

Berminyak Bahan Jumlah (g)

R/Cera alba 4.75

Vaselin putih 90.07

Butilhidroksianisol

(BHA)

0.01

Metil paraben 0.15

Propil paraben 0.02

Ekstrak kental 5

Sumber : (Rosanti 2003).

a. Cara pembuatan Sedian Salep Basis

Berminyak:

Page 32: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

29

Cera alba dilelehkan diatas penangas

air, vaselin putih ditambahkan, diaduk

sampai homogen dan dingin. BHA yang telah

dilarutkan dengan etanol dimasukkan

kedalam basis salep digerus homogen. Metil

paraben dan propil paraben yang telah

dilarutkan dengan etanol dicampurkan

dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan

dicampurkan ke dalam basis sedikit demi

sedikit sambil diaduk sampai homogen.

Salep dikemas dalam wadah.

b.Cara pembuatan Sedian Salep Basis

Emulsi:

Setil alkohol, cera alba, propilen glikol

dilelehkan diatas penangas air pada suhu

65°C(fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan

dalam air suling, dipanaskan diatas penangas

air pada suhu 65°C (Fase II). Fase I dan fase

II dicampurkan perlahan-lahan sambil diaduk

di atas penangas air selama 10 menit.

Campuran dituang dalam mortir sambil

diaduk hingga dingin. BHA yang telah

dilarutkan dengan etanol dimasukkan

kedalam basis salep digerus homogen. Metil

paraben dan propil paraben yang telah

dilarutkan dengan etanol dicampurkan

dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan

dicampurkan ke dalam basis sedikit demi

sedikit sambil diaduk sampai homogen.

Salep dikemas dalam wadah.

Tabel 2. Formula Sedian Salep Basis

Emulsi Bahan Jumlah (g)

R/Cera alba 0.95

Setil alkohol 14.22

Propilen glikol 9.48

Na lauril sulfat 1.90

Air suling 68.27

Vaselin putih 90.07

Butilhidroksianisol

(BHA)

0.01

Metil paraben 0.15

Propil paraben 0.02

Ekstrak kental 5

Sumber : Rosanti, 2003

c.Cara pembuatan Sedian Salep Basis

Larut Air

Stearil alkohol, PEG 4000 dan gliserin

dipanaskan diatas penangas air pada suhu

75°C (fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan

dalam air suling dan dipanaskan diatas

penangas air pada suhu 75°C (fase II). Fase I

ditambahkan sedikit demi sedikit dalam

mortir yang berisi fase II sambil diaduk

hingga dingin. BHA yang telah dilarutkan

dengan etanol dimasukkan ke dalam basis

salep digerus homogen. Metil paraben dan

propil paraben yang telah dilarutkan dengan

etanol dicampurkan dengan ekstrak. Ekstrak

kental pegagan dicam-purkan ke dalam basis

sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai

homogen. Salep dikemas dalam wadah

Tabel 3. Formula Sedian Salep Basis

Larut Air Bahan Jumlah (g)

R/Na lauril sulfat 0.95

Na lauril sulfat 1.90

PEG 4000 18.97

Stearil alcohol 32.24

Air suling 14.22

Gliserin 28.44

Butilhidroksianisol 0.01

Metil paraben 0.15

Propil paraben 0.02

Ekstrak kental 5

Sumber : Rosanti, 2003

3.Evaluasi sediaan salep ekstrak

herba Pegagan

Evaluasi yang dilakukan adalah

pemeriksaan kestabilan bentuk sediaan salep,

pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan

warna, dan pemeriksaan bau. Pengamatan

dilakukan pada minggu ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,

8.

4. Perlakuan Sediaan Salep Ekstrak

Pegagan Pada Mencit

Sebelum perlukaan, bulu di sekitar

punggung dicukur dan kulit diolesi alkohol,

lalu mencit diadaptasi selama 2 hari. Mencit

dianastesi lokal dengan eter, lalu Perlukaan

dilakukan pada punggung mencit dengan

sayatan 1.5 cm menggunakan scalpel steril.

Mencit yang digunakan sebanyak 20 ekor

yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan,

yaitu kelompok I diolesi dengan formula

basis minyak, kelompok II formula basis

emulsi, kelompok III formula basis larut air,

kelompok IV ekstrak murni serta kelompok

Page 33: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

30

V diolesi betadin® sebagai kontrol positif.

Bahan uji diberikan 2 kali sehari selama 21

hari dan diamati pada hari ke-1,3,7,14, 21.

Pengamatan dilakukan secara deskriptif

terhadap mencit perlakuan dengan

membandingkan proses penyembuhan yang

terjadi. Parameter yang diamati antara lain

merapatnya kulit, keringnya luka dan

keberadaan keropeng luka.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sediaan salep ekstrak pegagan dapat

bercampur (homogen). Hasil pengamatan

kestabilan bentuk sediaan salep ekstrak herba

pegagan formula I, II, III dari minggu ke I

sampai minggu ke- 8 tetap stabil dan tidak

mengalami perubahan bau, warna dan tetap

homogen pada penyimpanan dan tipe basis

salep yang di hasilkan tidak mengalami

perubahan.

Pemeriksaan salep ekstrak herba

pegagan diamati secara organoleptik. Hasil

pengamatan menunjukkan warna salep basis

berminyak berwarna hijau, formula II basis

salep emulsi berwarna hijau keputihan dan

formula III basis salep larut air berwarna

hijau kekuningan, dengan demikian basis

salep mempengaruhi warna dari sediaan

salep ekstrak herba pegagan. Warna sediaan

tidak mengalami perubahan selama 8 minggu

(stabil) dengan penyimpanan pada suhu

kamar. Hasil pengamatan penyembuhan luka

pada setiap mencit ditunjukkan pada Tabel 4

dan rata-rata penyembuhan luka pada Tabel

5. Berdasarkan hasil pengamatan bau

(aroma), formula I dengan basis minyak

cukup kuat, formula II dengan basis emulsi

memiliki bau ekstrak pegagan (zat aktif)

yang kuat, dan formula III merupakan

sediaan salep ekstrak pegagan yang berbasis

larut air memiliki aroma yang lemah. Hal ini

disebabkan asiatikosida dalam ekstrak

pegagan merupakan glikosida triterpenoid

yang bersifat non polar sehingga larut dalam

basis minyak dan emulsi. Pengamatan bau

(aroma) sediaan salep ekstrak pegagan

memiliki aroma yang stabil selama 8 minggu

dengan penyimpanan pada suhu kamar dan

basis salep mempengaruhi bau dari sediaan

tersebut. Hal ini dengan penyimpanan pada

suhu kamar dan basis salep mempengaruhi

bau dari sediaan tersebut. Hal ini dikarenakan

sifat kepolaran zat aktif sehingga

mempengaruhi kelarutan zat aktif basis yang

ditambahkan. Pada perlakuan sediaan salep

ekstrak herba pegagagan dilakukan terhadap

mencit jantan (Mus musculus albinus). Hasil

pengamatan penyembuhan luka antara

komponen yang diuji (formula dan hari).

Berdasarkan pengamatan secara

makroskopis terlihat bahwa proses

penyembuhan luka kelompok III lebih lambat

dibandingkan dengan kelompok II, I, IV dan

V. Salep formula I (kelompok I) dan

betadin® (kelompok V) memperlihatkan

perbedaan nyata bila dibandingkan dengan

kelompok II dan III. Hal ini terlihat dengan

terlepasnya keropeng dan luka menyempit.

Pada kelompok I penyembuhan hampir sama

dengan kelompok IV sedangkan kelompok

(Betadin®) berlangsung lebih cepat. Luka

akan mengakibatkan peradangan sehingga

mengakibatkan panas di daerah luka tersebut.

Pemberian salep ekstrak pegagan akan

menimbulkan rasa

dingin pada daerah yang dioleskan

(Anonimous, 2007). Diduga salah satu faktor

yang menyebabkan percepatan proses

persembuhan luka akibat pemberian salep

ekstrak herba pegagan adalah daya kompres

dingin dari herba pegagan.

Pengobatan dengan meng-gunakan

salep akan lebih efektif apabila obat dapat

lepas dari basisnya, tipe basis berminyak

yang bersifat lipofilik mempunyai afinitas

lebih lemah. Afinitas lemah memudahkan zat

aktif terlepas dari basisnya, sehingga mudah

untuk berdifusi kedalam media (Rosanti,

2003). Berdasarkan pengamatan, proses

penyembuhan luka formula I yang berbasis

minyak lebih cepat dibandingkan dengan

sediaan salep formula II dan III.

Basis berminyak lebih mudah

melepaskan ekstrak herba pegagan. Ini

disebabkan karena zat aktif dari herba

pegagan adalah asiatikosid, yang merupakan

senyawa yang bersifat hidrofil sedangkan

basis salep bersifat lipofil. Penyembuhan

kelompok V lebih cepat (Betadin®) hal ini

disebabkan karena Betadin® mengandung

Page 34: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

31

providone iodine bekerja sebagai antiseptik

bersprektrum luas dan iodine sendiri

memberi efek panas pada jaringan sehingga

daerah luka cepat menjadi kering (Saratman,

dkk, 2004).

Tabel 4. Hasil Pengamatan Penyembuhan Luka Pada Setiap Mencit

Formula

Ulangan

Penyembuhan Keterangan :

1. Luka berwarna merah, basah,

masih terbuka, tepi luka masih

terpisah.

2. Luka berwarna merah pucat, agak

kering, luka terbuka & tepi masih

terpisah.

3. Luka kering & pucat, tepi kering

luka menyempit, kulit tepi keras.

4. Luka menyempit dan dangkal,

tepi luka keras, terbentuk

keropang.

5. Tampak sisa-sisa keropang, bekas

luka menjadi lunak, luka

menyempit.

6. Luka mulai menutup bekas

keropeng tidak ada lagi.

7. Luka sudah menutup, bekas luka

tidak tampak lagi dan ditumbuhi

bulu seperti semula.

1 3 7 14 21

I

1 1 3 5 7 7

2 1 3 5 6 7

3 1 2 4 6 7

4 1 3 5 6 7

II

1 1 2 3 6 7

2 1 2 3 6 7

3 1 2 3 6 7

4 1 3 4 6 7

III

1 1 2 3 6 7

2 1 2 3 6 7

3 1 2 3 6 7

4 1 2 3 6 7

IV

1 1 3 4 6 7

2 1 3 5 6 7

3 1 3 5 7 7

4 1 3 5 7 7

V

1 1 3 5 7 7

2 1 4 5 7 7

3 1 3 5 6 7

4 1 3 5 7 7

Tabel 5. Rata-rata Penyembuhan Luka Antara Komponen yang Diuji (Formula dan

Hari) Selama 21 Hari.

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan lajur yang sama berbeda nyata

Formula Rata-rata penyembuhan pada hari ke-

Rata-rata 1 3 7 14 21

I 1 2.75 4.75 6.25 7 4.35 a

II 1 2.25 3.25 6 7 3.9 b

III 1 2 3 6 7 3.8 b

IV 1 3 4.75 6.5 7 4.45 a

V 1 3.25 5 6.75 7 4.6 a

Page 35: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164

32

Gambar 1. Grafik Rata-rata Penyembuhan Luka Antara Komponen yang Diuji

(Formula dan Hari) Selama 21 Hari.

Berdasarkan grafik, terlihat bahwa tipe

basis salep mempunyai perbedaan yang

bermakna terhadap aktivitas penyembuhan

luka pada mencit. Hal ini dapat dilihat pada

tabel ANOVA atau uji F tabel dan R² yang

cukup signifikan dilihat dari F hitung 364,34

yang lebih besar dibandingkan dengan F

tabel dan R² yang cukup besar yaitu

0,978514 (97,85%). Berdasarkan program

software SAS (Statistical Analyze System)

metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dan uji dilanjutkan dengan uji Duncan,

menunjukkan bahwa formula 5, 4, 1 lebih

efektif dibandingkan dengan formula 3 dan

2. Hasil uji disajikan pada Tabel 5.

Adanya perbedaan yang bermakna,

maka hal ini membuktikan bahwa tipe basis

berminyak merupakan tipe basis yang paling

baik untuk ekstrak herba pegagan dan

adanya perbedaan antara komponen yang

diuji (signifikan) antara formula dan hari.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Salep ekstrak herba pegagan efektif

menyembuhkan luka terhadap mencit

jantan.

2. Basis salep berminyak lebih efektif

menyembuhkan luka terhadap mencit

jantan dibandingkan dengan

basis emulsi dan basis larut air.

3. Proses penyembuhan luka mencit jantan

yang mendapat perlakuan pengobatan:

kelompok V (obat luka komersil

(betadin®)), kelompok IV (ekstrak

kental pegagan), kelompok I (salep

ekstrak pegagan dengan basis

berminyak), lebih efektif dibandingkan

dengan kelompok II (salep ekstrak

pegagan basis emulsi) dan kelompok III

( salep ekstrak pegagan basis larut)

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai :

1. Kesetabilan kesediaan salep ekstrakherba

pegagan basis berminyak dengan suhu

yang berbeda.

2. Khasiat herba pegagan terhadap

penyembuhan luka setelah operasi

(keloid) dengan konsentrasi zat aktif

yang sama dalam sedian salep ekstrak

herba pegagan basis berminyak

3. Memberikan informasi kepada

masyarakat luas bahwa ekstrak herba

pegagan dapat ditambahkan

ke dalam formula salep dan dapat

digunakan sebagai alternatif obat luka.

Ucapan terima kasih

Terima kasih diucapkan kepada Prof.

Dr. Anas Subarnas, Apt. sebagai mitra

bestari dalam penulisan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. Formulasi Obat Topikal Dengan

Dasar penyakit Kulit. Yogyakarta;Gajah

Page 36: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164

33

Mada Press: 1997. 3-32.

Anonimous.1983.Pemanfaatan tanaman

Obat Edisi III. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Ansel, H. C, L. V. Allen and N. G. Popovich.

2002.Pharmaceutical Dosage Form and

Drug Delivery System. Lippincott

William and Wilkins, Georgia, Jakarta:

Hal 250, 375, 377.

Block, L. H. 1990. Medicated Application, in

Gennaro, AR.(Ed.), Remington's

Pharmaceutical Science, 18th

ed. Mack

Publishing Company, Easton

Pensylvania, 1596-1614.

Davis and Christopher. 1981. Texbook of

Surgery, The Biological Basis of

Modern Surgical Practice. WB Saunders

Company, Philadelphia, 265-283.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope

Indonesia Edisi III. Depkes RI, Jakarta.

Endah, L., M. M. Herminawati dan Y. I.

Hety. 2003. Pegagan. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Ernie, H. 2005. Pembuatan Salep Vaselin

Hidrofilik Dengan Ekstrak Herba

Pegagan (Centella asiatica(L) Urb)

untuk Luka. Skripsi, Fakultas Farmasi,

Universitas Pancasila.

Lachman, L., H. A. Lieberman and J. L.

Konig. 1994. Teori dan praktek farmasi

industri.Edisi III, jilid II.

Diterjemahkan oleh Suyatmi S. Jakarta:

UI Pres : Hal 1091-1145.

Rosanti, A. S.,N. Sugihartini, dan Oetari.

2003. Pengaruh Tipe basis Salep

Terhadap Aktivitas minyak Atsiri

Daun Sirih (Piper betle Linn.)

Saratman., S. A. Sumiwi dan D. Gozali.

2004. Pengaruh Ekstrak Antanan dalam

Bentuk Salep, Krim dan Jelly Terhadap

Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi

Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas

Padjadjaran, Bandung.

Page 37: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada mitra bestari:

Prof. Dr. Karsono, Apt.(Universitas Sumatera Utara)

Prof. Dr. Ibnu Ghalib Gandjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada)

Prof. Dr. Anas Subarnas (Universitas Padjadjaran)

Dr. Aprilita Rina Yanti Eff., M.Biomed, Apt. (Universitas Esa Unggul)

Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu

kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 4 nomor 1 Juni 2014.

Bogor, Juni 2014

Dewan Redaksi

Page 38: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

PANDUAN PENULISAN JURNAL

Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal,

laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah

diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika

sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang

jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah

berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris.

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :

Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4

cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto

atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font

12.

1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis

(tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan

alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author).

2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata

maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup

pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan

2-5 kata kunci.

3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan

tujuan penelitian.

4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan.

5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam

bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format

tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor

sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus

diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel

penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain

yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian

dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai

keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi.

Page 39: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan

untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian.

7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan.

8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak

80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir.

Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut:

a. Buku

[1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).

Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi.

Contoh:

O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems.

Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA.

b. Artikel Jurnal

[2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).

Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang

Halaman.

Contoh:

Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning.

The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111.

c. Prosiding Seminar/Konferensi

[3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).

Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun,

Kota, Negara. Halaman.

Contoh:

Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture

management. Proceeding on Tenth International Conference on Wirt-

schaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786.

d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in Neo-

Normal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia

[4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi,

Tesis, atau Disertasi. Universitas.

Contoh:

Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa

Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.

Page 40: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

e. Sumber Rujukan dari Website

[5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal

Diakses.

Contoh:

Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave

new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf.

Diakses tanggal 18 Juni 2011.

Page 41: Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmakafitofarmaka.unpak.ac.id/pdf/fitofarmak.jurnal 4-1 .pdf · jurnal fitofarmaka issn:2087-9164, vol.4,no.1, juni 2014 daftar isi kondisi hati tikus

FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN JURNAL FITOFARMAKA

Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : .................................................................................................................

Institusi : .................................................................................................................

Alamat : .................................................................................................................

.................................................................................................................

Telepon/Fax : .................................................................................................................

Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun,

dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun ……..

Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami [email protected].

………………., …………………………. Pelanggan, ………………………………………….... (Tanda tangan dan nama terang)

CATATAN:

1. Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah ongkos kirim 20%.

2. Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.