PERFORMA PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI FH PADA
LAKTASI, WAKTU PEMERAHAN DAN GENOTIPE KAPPA
KASEIN (κ-Kasein) BERBEDA DI LEMBANG BANDUNG
SKRIPSI
FAUZI FIRMANSYAH
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
Fauzi Firmansyah D14050725. 2010. Performa Produksi dan Kualitas Susu Sapi
FH pada Laktasi, Waktu Pemerahan dan Genotipe Kappa Kasein (κ–kasein)
Berbeda Di Lembang Bandung. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R.A.Maheswari.,DEA
Pembimbing Anggota : Prof. Dr.Ir. Cece Sumantri M. Agr.Sc
Susu merupakan sumber makanan alami yang merupakan komoditas
peternakan yang dihasilkan ternak perah dengan kandungan nutrisi tinggi serta
mudah dicerna. Produksi susu dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan
konsumsi dalam negeri. Perlunya suatu usaha untuk meningkatkan produksi dan
kualitas susu guna mengurangi ketergantungan akan susu dari produk luar negeri.
Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu hewan penghasil susu. Sapi
FH telah lama dipelihara dan beradaptasi dengan iklim tropis di Indonesia. Kualitas
susu yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan salah satunya adalah kualitas
nutrisi susu terutama kandungan protein dan lemak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi komposisi susu adalah genetik, tahap laktasi, umur, nutrisi,
lingkungan dan prosedur pemerahan. Kualitas susu merupakan sifat kuantitatif yang
dikendalikan oleh gen dan ekspresinya yang merupakan akumulasi dari pengaruh
genetik, lingkungan dan interaksi keduanya. Pengaruh lingkungan terdiri dari
pengaruh internal (fisiologis sapi) antara lain masa laktasi dan pengaruh eksternal
berupa pengaruh manajemen pemeliharaan seperti perbedaan waktu pemerahan.
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh masa laktasi, waktu
pemerahan dan genotipe κ–Kasein terhadap performa produksi dan kualitas susu sapi
FH di Desa Cilumber dan Pasar Kemis KPSBU Lembang Bandung. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi bagi peternak guna meningkatkan produksi
dan kualitas susu yang diingikan.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai bulan Agustus
sampai dengan November 2009. Penelitian ini dilaksanakan dua tahap yaitu
pengambilan sampel susu di Desa Cilumber dan Pasar Kemis KPSBU Lembang
Bandung dan analisis nutrisi susu di laboratorium Ternak Perah Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampel susu segar. Sampel susu yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 117 ekor sapi dengan jarak bulan
laktasi yang berdekatan. Masing-masing individu sapi dilakukan pemerahan
sebanyak dua kali yaitu pagi dan sore. Sampel susu diperoleh dari dua lokasi yaitu
desa Cilumber terdiri atas 57 ekor dan Pasar Kemis 60 ekor. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan statistika sebaran dan analisis deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan indeks produktivitas masing-masing individu sapi FH dan produksi
serta kualitas susu berdasarkan perbedaan genotipe κ–Kasein dan kualitas susu
dibedakan berdasarkan SNI susu segar. Indeks produktivitas yang digunakan adalah
masa laktasi, sedangkan kualitas nutrisi susu terdiri dari Protein, Berat Jenis, Bahan
Kering Tanpa Lemak, dan Lemak. Kualitas susu disesuaikan dengan Standar
Nasional Indonesia 01-2782-1998.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial
2x4 untuk Desa Cilumber dan 2x5 untuk desa Pasar Kemis. Faktor pertama adalah
waktu pemerahan yang dibedakan atas dari pagi dan sore, faktor kedua adalah masa
laktasi yang berbeda untuk desa Cilumber mulai laktasi kedua hingga lima dan Pasar
Kemis laktasi pertama hingga kelima. Hubungan antara persentase bahan kering dan
lemak dengan produksi susu dianalisis dengan regresi linear ganda. Pengaruh
genotipe kappa kasein terhadap produksi dan kualitas susu dianalisis dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 1x3. Faktor pertama adalah
produksi dan kualitas susu (protein, BJ, BK, lemak, BKTL) dan faktor kedua adalah
perbedaan genotipe (AA, AB, BB).
Perbedaan masa laktasi dan waktu pemerahan sangat mempengaruhi (P<0,01)
produksi susu di desa Cilumber, namun hasil penelitian diperoleh bahwa produksi
susu di desa Pasar Kemis tidak dipengaruhi perbedaan laktasi. Produksi susu di pagi
hari lebih tinggi dari pada sore hari, sedangkan kualitas susu di sore hari lebih baik
dibandingkan kualitas di pagi hari hal tersebut dikarenakan terdapat korelasi antara
produksi susu terhadap kandungan bahan kering dan kadar lemak, bertambahnya
produksi susu mengakibatkan berkurangnya bahan kering dan kadar lemak susu.
Lebih dari 50% contoh susu dari desa Cilumber dan Pasar Kemis telah memenuhi
persyaratan kualitas susu berdasarkan SNI Susu Segar 01-3141-1998. Perbedaan
genotipe Kappa Kasein tidak mempengaruhi kadar protein susu yang dihasilkan.
Kata-kata kunci: produksi susu, kualitas susu, laktasi, waktu pemerahan, κ–Kasein
ABSTRACT
Production and Milk Quality Performance of FH Cattle on Lactation, Milking
Time and Different Genotype of Kappa Casein (κ-casein)
in Lembang Bandung.
Firmansyah, F., R. R.A. Maheswari and C. Sumantri
Milk is a natural food, produced by dairy cattle. Holstein Friesian (HF) cow is
one of the milk-producing animals. HF cows has been long maintained and adapted
to the tropical climate in Indonesia. This research aims to study the effects of
differences in lactation and milking time on the production performance and quality
of HF cow's milk in the Cilumber village and Pasar Kemis Lembang Bandung. Milk
samples used in this study obtained from 117 cows with a distance of adjacent
months of lactation. Each individual is milking as much as two times morning and
afternoon. Milk samples obtained from two locations namely Cilumber village (57
cows) and Pasar Kemis (60 cows). The data consists κ-casein genotype.It obtained
from blood sampling data and the data of individual cows. Individual data include
identification numbers of cows and cow lactation data. Other data obtained were
compositional data content of the nutritional value of feed concentrate given as. The
design of this study using Balance-Completely Factorial Randomized Design. The
first factor was the time of milking morning and evening milking, the second factor
was the different lactation. Differences of lactation and milking time was affecting
milk production in the Cilumber village but analysis showed milk production in the
Pasar Kemis not influenced lactation differences. Production of milk in the morning
tends to be higher than in the afternoon, while the quality of milk in the afternoon is
better than quality in the morning because there is a correlation between the
production of milk with dry ingredients and fat ingredients. The increase in milk
production resulted in a decrease dry ingredients and milk fat levels. Cows with
genotype BB κ–kasein produce milk protein level tended to be higher than genotyipe
AA and AB.
Keywords: milk production, milk quality, lactation, κ–Kasein
PERFORMA PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI FH PADA
LAKTASI, WAKTU PEMERAHAN DAN GENOTIPE KAPPA
KASEIN (κ-Kasein) BERBEDA DI LEMBANG BANDUNG
FAUZI FIRMANSYAH
D14050725
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul : Performa Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH pada Laktasi, Waktu
Pemerahan dan Genotipe Kappa Kasein (κ -Kasein) Berbeda Di Lembang
Bandung
Nama : Fauzi Firmansyah
NIM : D14050725
Menyetujui:
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir.Rarah R.A.Maheswari. DEA) (Prof. Dr.Ir. Cece Sumantri M. Agr.Sc)
NIP : 19620504 198703 2 002 NIP : 19591212 198603 1 004
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr.Ir. Cece Sumantri M. Agr.Sc)
NIP : 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 20 Mei 2010 Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 November 1986 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis anak Pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Endang Sumarna dan
Ibu Fajar Sekarwati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD Negeri
Pengadilan II, Bogor. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselasaikan pada
tahun 2002 di SLTP Negeri V Bogor dan pendidikan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2005 di SMU Negeri II Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005.
Penulis aktif di berbagai organisasi meliputi Staff Animal Breeding Club,
Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER),
Fakultas Peternakan (2006-2007), wakil ketua III Kabinet Reborn Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan IPB (2007-2008), dan aktif pada berbagai
kegiatan kampus (2005-2008).
Bogor, Mei 2010
Penulis
Penulis
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaniirahim,
Alhamdulillahirabil’alamin. Puji dan syukur tak henti-hentinya penulis
panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, rizki,
nikmat iman dan islam yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Performa Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH pada
Laktasi, Waktu Pemerahan dan Genotipe Kappa Kasein (κ–kasein) Berbeda Di
Lembang Bandung.” Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
“Orang yang sukses bukanlah orang yang tidak pernah gagal, tetapi orang
sukses adalah orang yang paling banyak gagal namun bangkit dari kegagalan
sehingga menjadi ahli dibidangnya, hadapi dan hayati perjuangan karena sesudah
kesulitan ada banyak kemudahan”. Kalimat tersebut merupakan salah satu pedoman
penulis dalam menjalani hidup, karena penulis sempat kehilangan arah dalam meraih
cita-cita, namun berkat Lindungan Allah SWT dan kasih sayang orang tua tercinta
serta dorongan teman-teman seperjuangan penulis dapat melanjutkan merangkai
mimpi yang hendak dicapai.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Disamping itu penulisan
Skripsi ini bertujuan mengetahui performa produksi dan kualitas susu serta
hubungannya antara genotipe Kappa Kasein (κ-Kasein) dan masa laktasi sapi FH di
Desa Cilumbar dan Pasar Kemis KPSBU Lembang Bandung.
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, yaitu bulan Agustus sampai
dengan bulan November. Sampel darah dan susu diambil dari 117 ekor sapi FH yang
berasal dari desaCilumber dan Pasar Kemis yang merupakan wilayah dari KPSBU
Lembang. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cilumbar dan Pasar Kemis KPSBU
Lembang Bandung, dan Laboratorium Ternak Perah Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari masih jauhnya karya tulis ini dari kesempurnaan namun
penulis berharap, karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
Sapi Perah Friesian Holstein ....................................................... 3
Masa Laktasi ............................................................................... 3
Waktu Pemerahan ....................................................................... 5
Produksi Susu Sapi Perah ........................................................... 5
Komponen Susu dan Kualitas ..................................................... 6
Genotipe Kappa Kasein (κ–kasein) ............................................. 8
METODE .......................................................................................... 9
Lokasi dan Waktu ....................................................................... 9
Materi .......................................................................................... 9
Prosedur ...................................................................................... 9
Pengambilan Sampel Susu .......................................................... 9
Analisa Kualitas Susu .................................................................. 11
Rancangan Percobaan ................................................................. 13
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 15
Keadaan Umum Lokasi .............................................................. 15
Pemberian Pakan ......................................................................... 15
Hubungan Laktasi dan Waktu Pemerahan terhadap Produksi Susu 18
Produksi Susu desa Cilumber ......................................... 18
Produksi Susu desa Pasar Kemis .................................... 20
Kualitas Susu ............................................................................... 23
Protein ............................................................................. 23
Berat Jenis ......................................................................... 25
Lemak, Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak .. 26
Persentase Komposisi Susu yang Memenuhi Standar Nasional
Indonesia (1998) ........................................................................ 31
Frekuensi Genotipe κ–Kasein Kasein ......................................... 32
Pengaruh Genotipe κ–Kasein Kaesin Terhadap Kualitas Susu .. 32
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 35
Kesimpulan ................................................................................. 35
Saran ........................................................................................... 35
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 37
LAMPIRAN .......................................................................................... 41
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi ............................................. 6
2. Rataan Susunan Zat Makanan dalam Susu dari Berbagi
Bangsa Sapi Perah .......................................................................... 7
3. Kandungan dalam Pakan desa Cilumber dan Pasar Kemis ........... 16
4. Rata-rata dan Simpangan Baku Produksi Susu (liter) Desa
Cilumber ......................................................................................... 18
5. Rata-rata dan Simpangan Baku Produksi Susu (liter) Desa Pasar
Kemis .............................................................................................. 20
6. Rata-rata dan Simpangan Baku Protein Susu (%) Desa Cilumber
dan Pasar Kemis…………………………………………………… 24
7. Rata-rata dan Simpangan Baku Berat Jenis Susu Desa Cilumber
dan Pasar Kemis ............................................................................... 25
8. Rata-rata dan Simpangan Baku Lemak (%) Desa Cilumber dan
Pasar Kemis .................................................................................... 27
9. Rata-rata dan Simpangan Baku Bahan Kering (%) Desa Cilumber
dan Pasar Kemis ............................................................................... 28
10. Rata-rata dan Simpangan Baku Bahan Kering Tanpa Lemak (%)
Desa Cilumber dan Pasar Kemis ..................................................... 30
11. Rataan Kualitas Susu berdasarkan Genotipe κ–kasein di desa
Cilumber dan Psir Kemis................................................................. 33
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Hubungan Laktasi Produksi Susu dengan Komposisi
Lemak dan Protein ........................................................................ 4
2. Skema Prosedur Penelitian ............................................................ 10
3. Rataan jumlah Produksi Susu Desa Cilumber pada Laktasi yang
Berbeda ......................................................................................... 19
4. Rataan Jumlah Produksi Susu Desa Pasar Kemis pada Laktasi
yang Berbeda ................................................................................. 21
5. Rataan Jumlah Produksi Susu, Bahan Kering dan Lemak Desa
Cilumber dan Pasar Kemis ............................................................ 29
6. Presentase Komposisi Susu yang Memenuhi Standar Nasional
Indonesia (1998) pada Masing-masing Desa .................................. 31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Analisisn Faktorial RALantara Ptoduksi Susu Terhadap Waktu
Pemerahan dan Masa Laktasi yang berbeda.................................... 42
1.1Desa Cilumber ....................................................................... 42
1.2Desa Pasar Kemis .................................................................. 42
2. Analisis Faktorial Ral antara Kualitas Susu Terhadap Waktu
Pemerahan dan Masa Laktasi Berbeda ........................................... 42
2.1Kualitas Protein Desa Cilumber ............................................ 42
2.2Kualitas Protein Desa Pasar Kemis ....................................... 43
2.3Berat Jenis Desa Cilumber .................................................... 43
2.4Berat Jenis Desa Pasar Kemis................................................ 43
2.5Bahan Kering Desa Cilumber ................................................ 44
2.6Bahan Kering Desa Pasar Kemis ........................................... 44
2.7Bahan Kering Tanpa Lemak Desa Cilumber ......................... 44
2.8Bahan Kering Tanpa Lemak Desa Pasar Kemis .................... 45
2.9Lemak Desa Cilumber ........................................................... 45
2.10 Lemak Desa Pasar Kemis ................................................... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu adalah sumber makanan alami dan merupakan komoditas peternakan
yang dihasilkan ternak perah dengan kandungan nutrisi tinggi serta mudah dicerna.
Produksi susu dalam negeri masih tergolong rendah dibandingkan dengan besarnya
permintaan. Rataan konsumsi susu penduduk Indonesia saat ini kurang dari 10 liter
yaitu sebesar 9 liter/kapita/tahun. Ratan konsumsi tersebut masih relatif rendah
dibandingkan Vietnam yang tingkat konsumsi susunya sebanyak 10,7
liter/kapita/tahun (FAO, 2008). Konsumsi susu masyarakat Indonesia mempunyai
rataan yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia,
sebagai contoh Singapura sebanyak 32 liter, Malaysia 25,4 liter, dan Filipina 11,3
liter/kapita/tahun. Data dari Dirjen Peternakan (2008) menunjukkan bahwa tingkat
konsumsi susu di Indonesia masih belum dapat diimbangi oleh produksi susu
nasional, yaitu produksi susu nasional pada tahun 2008 hanya mencapai 574.406 ton,
sedangkan permintaan untuk konsumsi sudah mencapai 1.511.228 ton/tahun
(Rusdiana, 2009), sehingga menyebabkan pemerintah harus melakukan impor untuk
memenuhinya. Pemerintah perlu melakukan upaya peningkatan produksi susu dalam
negeri guna menekan angka impor susu dari luar negeri, sehingga secara bertahap
akan menghapuskan ketergantungan dari susu impor untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri. Peningkatan produksi susu dapat dilakukan dengan peningkatan
populasi dan produktivitas sapi perah, atau melakukan seleksi terhadap sapi-sapi
dengan produksi dan kualitas yang tinggi.
Kualitas susu, salah satunya adalah kualitas nutrisi susu tidak kalah
pentingnya untuk diperhatikan. Kualitas nutrisi susu ditentukan oleh persentase dari
masing-masing komponennya yang terdiri dari air, protein, lemak, laktosa, vitamin
dan konstituen susu lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu
adalah genetik, tahap laktasi, umur, nutrisi, lingkungan dan prosedur pemerahan.
Kualitas susu merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh gen dan
ekspresinya yang merupakan akumulasi dari pengaruh genetik, lingkungan dan
interaksi keduanya. Seleksi keunggulan genetik melalui identifikasi gen yang
diprediksi berasosiasi kuat dengan sifat produksi dan kualitas susu akan sangat
mendukung bagi program perbaikan sapi Friesian Holstein (FH) domestik
(Bovenhuis et al., 1992). Salah satu gen yang mempengaruhi kualitas susu adalah
gen kappa kasein. Gen kappa kasein memilki tiga bentuk genotipe yaitu AA, AB,
dan BB. Menurut Van den Berg et al. (1992) yang dikutip Welch et al. (1997) susu
dengan genotipe BB memiliki kandungan protein terutama protein kasein lebih tinggi
dibandingkan susu dari sapi dengan genotipe κ-Kasein AA atau BB. Faktor
lingkungan memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi produktivitas
dan kualitas susu. Faktor lingkungan terdiri atas faktor lingkungan eksternal dan
internal. Faktor lingkungan eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar tubuh sapi
antara lain iklim, pakan dan manajemen pemeliharaan, faktor internal yaitu faktor
yang berasal dari dalam tubuh sapi atau termasuk dalam aspek biologis dari sapi
tersebut diantaranya masa laktasi, masa kering, masa kosong, dan selang beranak.
Lembang merupakan lokasi yang ideal bagi usaha peternakan sapi perah
karena berada pada ketinggian 1.200-1275 m di atas permukaan laut. Curah hujan
sekitar 1.800-2500 mm/tahun dengan temperatur antara 8-24oC, sehingga sapi yang
dipelihara di daerah ini akan berproduksi secara optimal. Desa Cilumber dan Pasar
Kemis termasuk dalam wilayah peternakan sapi perah yang merupakan wilayah kerja
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU).
Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh masa laktasi, waktu
pemerahan dan genotipe κ –Kasein terhadap performa produksi dan kualitas susu
sapi FH di Desa Cilumber dan Pasar Kemis KPSBU Lembang Bandung.
TINJAUAN PUSATAKA
Sapi Perah Friesian-Holstein
Sapi Friesian Holstein (FH) murni memilki warna bulu hitam dan putih atau
merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas (Sudono, 2003). Populasi sapi
FH saat ini di Amerika Serikat (AS) sekitar 3,9 juta yang merupakan 90% dari total
populasi sapi perah. Jumlah sapi FH di AS mengalami penurunan tiap tahun sebesar
1%. Sapi FH memiliki kemampuan berkembang biak yang baik, rata-rata bobot
badan sapi FH adalah 750 kg dengan tinggi bahu 139,65 cm. Kemampuan produksi
susu sapi FH lebih tinggi dibandingkan ras sapi perah lainnya (Ensminger dan
Howard, 2006).
Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang, sehingga memerlukan
suhu yang optimum sekitar 18oC dan kelembaban 55% untuk mencapai produksi
maksimalnya. Apabila berada pada suhu yang lebih tinggi, ternak akan melakukan
penyesuaian secara fisiologis maupun tingkah laku. Wilayah di Indonesia yang cocok
untuk sapi FH adalah daerah pegunungan dengan ketinggian sekurang-kurangnya
800 meter di atas permukaan laut. Pada suhu lingkungan sekitar 18,3oC dan RH 55%,
sapi FH di kawasan tropika tidak menunjukkan penampilan yang berbeda dengan di
negeri asalnya (Sutardi, 1981). Suhu lingkungan yang optimum untuk sapi perah
dewasa berkisar antara suhu 5-21oC, sedangkan kelembaban udara yang baik untuk
untuk pemeliharaan sapi perah adalah sebesar 60% dengan kisaran 50-75%
(Ensminger dan Howard, 2006).
Lokasi yang baik untuk beternak sapi perah adalah daerah yang mempunyai
ketinggian wilayah sekurang-kurangnya 800 m di atas permukaan laut dengan suhu
rataan 18,3oC dan kelembaban 55% (Sutardi, 1981). Sapi FH adalah sapi perah yang
produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya.
Produksi susu sapi FH di Amerika Serikat rata-rata sekitar 7,245 kg per laktasi
dengan kadar lemak 3,65%. Sementara itu rataan produksi di Indonesia 10 liter per
ekor per hari atau lebih kurang 3,050 kg perlaktasi (Sudono, 2003).
Masa Laktasi
Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu setelah melahirkan,
yakni selama ± 10 bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu per hari
mulai menurun setelah laktasi dua bulan. Penurunan ini diikuti pula perubahan
komposisi susu, diantaranya kadar lemak susu mulai menurun setelah 1-2 bulan masa
laktasi, kemudian pada 2-3 bulan masa laktasi, kadar lemak susu mulai konstan,
selanjutnya sedikit meningkat (Sudono, 2003). Sapi mencapai puncak produksi rata-
rata tiga sampai enam minggu setelah melahirkan, kemudian berangsur-angsur
menurun (Gambar 1). Puncak produksi susu sapi bergantung dari kondisi tubuh sapi
ketika melahirkan, kemampuan metabolisme, adanya infeksi penyakit serta
pemberian pakan setelah melahirkan. Kondisi tubuh yang baik setelah melahirkan
serta kecukupan pakan setelah melahirkan cenderung meningkatkan produksi susu
hingga puncak (Schmidt et al., 1988).
Sumber : Schmidt et al., 1988
Gambar 1. Kurva Hubungan Laktasi Produksi Susu dengan Komposisi Lemak dan
Protein
Penurunan produksi pada bulan ketujuh hingga delapan disebabkan sapi
sudah kembali bunting. Produksi susu berbanding terbalik dengan persentase protein
dan lemak yang dihasilkan. Ketika susu yang dihasilkan meningkat persentase
komposisi protein dan lemak cenderung menurun. Presentase protein dan lemak
berada di titik terendah ketika produksi berada di puncak laktasi dan berangsur-
angsur meningkat menjelang akhir laktasi (Schmidt et al., 1988). Menurut
Ensminger dan Howard (2006), total produksi susu secara umum meningkat pada
bulan pertama setelah melahirkan dan menurun secara berangsur-angsur, sebaliknya
kandungan lemak meningkat menjelang akhir laktasi.
Waktu Pemerahan
Sapi perah pada umumnya diperah dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore
hari. Pemerahan yang dilakukan lebih dari dua kali sehari, biasanya dilakukan
terhadap sapi-sapi yang berproduksi tinggi, misalnya sapi yang berproduksi 20 liter
susu per hari dapat diperah 3 kali sehari, sedangkan sapi-sapi yang berproduksi 25
liter susu atau lebih dapat diperah 4 kali sehari. Peningkatan produksi susu tersebut
akibat pengaruh hormon prolaktin yang lebih banyak dihasilkan dibandingkan sapi
yang diperah 2 kali sehari (Sudono, 2003). Selang waktu pemerahan yang tidak
seimbang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu. Selang waktu pemerahan yang
pendek menghasilkan produksi susu yang tinggi namun mempunyai presentase
lemak yang kecil (Ensminger dan Howard, 2006).
Produksi Susu Sapi Perah
Sapi perah dipelihara untuk menghasilkan susu, ini berarti bahwa
produktivitas sapi perah ditentukan oleh jumlah susu yang dihasilkan. Susu
merupakan suatu bahan makanan alami yang mendekati sempurna dengan
kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, sehingga menjadikan susu
sebagai sumber bahan makanan yang essensial (Blakely dan Bade, 1994).
Kemampuan produksi sapi perah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu warisan dari
tetua (genetik) dan faktor lingkungan (Ensminger dan Howard, 2006). Menurut
Sudono (2003), faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi
perah adalah bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi,
umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana
pemberian pakan.
Kebutuhan nutrien untuk laktasi jauh lebih besar dibandingkan untuk
kebutuhan hidup pokok ataupun pada saat kebuntingan. Sapi perah memilki
kemampuan menyimpan cadangan nutrisi tubuh tertentu sebelum melahirkan untuk
digunakan pada masa laktasi berikutnya. Jika kebutuhan laktasi jauh lebih besar dan
asupan mineral dalam pakan kurang mencukupi maka sapi perah akan menggunakan
cadangan mineral seperti kalsium dan fosfor yang disimpan dalam tulang. Kebutuhan
gizi yang digunakan pada saat laktasi tergantung pada jumlah dan komposisi susu
yang dikeluarkan (Ensminger dan Howard, 2006).
Tabel 1. Produksi Susu Berbagai Bangsa Sapi Perah pada Tahun yang Berbeda
Bangsa
Tahun Beranak
1980 1990 1995 1999 2002
----------------------- (kg) -----------------------
Ayrshire 6,557 7,399.5 7,842 8,712 8,940
Brown Swiss 7,086 8,125 8,746.5 10,074 10,434.5
Guernsey 5,833 6,948.5 7,025.5 7,981.5 8,199
Holstein 8,783 10,089 10,809 12,190 12,498
Jersey 5,718.5 6,703.5 7,406 8,470 8,831.5
Milking Shorthorn 5,780 7,005.5 7,670.5 8,352 8,572 Sumber : Ensminger dan Howard (2006)
Produksi susu biasanya cukup tinggi setelah enam minggu masa laktasi
sampai mencapi produksi maksimum (Gambar 1), setelah itu terjadi penurunan
produksi secara bertahap sampai akhir masa laktasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
penurunan produksi susu setelah mencapai puncak laktasi kira-kira 6% setiap
bulannya (Blakely dan Bade, 1994). Produksi puncak tergantung pada kondisi tubuh
induk pada saat melahirkan, keturunan/genetik, terbebasnya induk dari pengaruh
metabolik dan infeksi penyakit serta pakan setelah melahirkan (Schmidt et al., 1988).
Produksi susu total untuk setiap periode laktasi bervariasi, namun umumnya
puncak produksi dicapai pada umur 6-7 tahun atau pada laktasi ketiga dan keempat.
Mulai dari laktasi pertama produksi susu akan meningkat sampai umur dewasa.
Semakin bertambah umur sapi, menyebabkan penurunan produksi secara bertahap.
Produksi susu pada laktasi pertama adalah 70%, laktasi kedua 80%, laktasi ketiga
90%, laktasi keempat 95% dari total produksi susu pada umur dewasa dengan selang
beranak 12 bulan dan beranak pertama pada umur 2 tahun (Ensminger, 1971).
Komponen dan Kualitas Susu
Komposisi susu bervariasi tergantung spesies dan keturunan, selain itu
komposisi dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan lingkungan. Susu terdiri dari 87,2%
air, 3,7% lemak, 9,1% bahan kering tanpa lemak (protein 3,5%, laktosa 4,9% dan
mineral 0,7%) (Ensminger dan Howard, 2006). Penurunan produksi susu dari hari ke
hari biasanya diiringi dengan meningkatnya kadar lemak susu, hal ini disebabkan
adanya hubungan atau korelasi negatif antara produksi dan kadar lemak susu. Selain
lemak, protein juga merupakan salah satu komponen susu yang penting. Sama halnya
juga dengan lemak susu, protein susu berkorelasi negatif dengan produksi susu
(Schmidt et al., 1988).
Tabel 2. Rataan Susunan Zat Makanan dalam Susu dari Berbagai Bangsa Sapi Perah
Bangsa Air BK BKTL Lemak Protein Laktosa Abu
-------------------------------------------- (%) ---------------------------------------
Ayshire 87,10 12,90 8,52 3,85 3,34 5,02 0,69
Friesian
Holstein
88,01 11,93 8,45 3,45 3,15 4,65 0,68
Guernsey 85,45 14,55 9,01 4,98 3,84 4,98 0,75
Jersey 85,27 14,73 9,21 5,04 3,80 5,04 0,75
Shorthorn 87,43 12,57 - 3,36 3,32 4,89 0,73
Sumber : BKTL=Bahan Kering Tanpa Lemak; BK=Bahan Kering;Sudono (1999)
Kualitas susu ditentukan oleh warna, bau, rasa, kebersihan, berat jenis, kadar
lemak, bahan kering tanpa lemak dan kadar protein (Sudono, 1999). Berat jenis susu
menunjuklan imbangan komponen zat-zat pembentuk di dalamnya. Nilai berat jenis
susu dipengaruhi oleh kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak, yang tidak lepas
dari pengaruh makanan dan kadar air dalam susu (Eckles et al., 1984). Makin tinggi
kandungan bahan kering (BK) susu, maka makin tinggi berat jenis susu (Girisonta,
1995). Berat jenis susu erat kaitannya dengan komponen padatan susu dan BK
konsentrat dalam ransum. Semakin tinggi persentase BK ransum menghasilkan berat
jenis susu yang semakin besar. Berat jenis susu dipengaruhi oleh komponen susu
terutama lemak, karena BJ lemak lebih rendah dari pada air. Semakin tinggi kadar
lemak dalam susu menyebabkan berat jenis susu yang rendah. Menurut SNI susu
segar syarat minimum BJ susu pada sapi perah adalah 1,0280 (Badan Standarisasi
Nasional, 1998).
Umumnya semakin tinggi kemampuan produksi seekor sapi, maka semakin
rendah kadar lemak di dalam susu yang dihasilkan. Sapi perah FH mempunyai
produksi yang tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah. Kadar lemak juga dipengaruhi
oleh frekuensi dan waktu pemerahan, pada pemerahan dua kali kadar lemak susu
pemerahan pagi hari sebesar 5,23% dibandingkan dengan pemerahan sore hari yaitu
sebesar 5,5% (Eckles, 1956). Kadar lemak susu dipengaruhi oleh kandungan serat
kasar di dalam ransum. Apabila kadar serat kasar rendah maka dapat menurunkan
kadar lemak susu yang dihasilkan (Sudono, 1999). Menurut SNI syarat minimum
kadar lemak susu segar adalah 3,0% (Badan Standarisasi Nasional, 1998).
Protein susu dibentuk dari tiga sumber utama yang berasal dari darah yaitu
peptida, plasma protein dan asam amino bebas. Peningkatan kadar protein susu
disebabkan terjadinya penurunan rasio hijauan dalam pakan yang menyebabkan rasio
konsentrat meningkat. Peningkatan rasio konsentrat mengakibatkan terjadinya
peningkatan energi termetabolisme (ME) dan protein kasar pada ternak yang diberi
pakan rumput lapang dan ampas bir (Sanh et al., 2002). Kadar protein susu relatif
tetap selama laktasi, karena protein ini disintesis dalam sel epitel kelenjar ambing
yang dikontrol oleh gen yaitu DNA. Standar kadar protein susu sapi perah sesuai SNI
susu segar adalah 2,7% (Badan Standarisasi Nasional, 1998).
Genotipe Kappa Kasein (κ –Kasein)
Bovenhuis et al. (1992) menyatakan bahwa seleksi keunggulan genetik
melalui identifikasi gen yang diprediksi berasosiasi kuat dengan sifat produksi dan
kualitas susu akan sangat mendukung bagi program perbaikan sapi FH domestik,
salah satu gen yang mempengaruhi kualitas susu adalah gen kappa kasein. Gen kappa
kasein memilki tiga bentuk genotipe yaitu AA, AB, dan BB.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap pertama berupa
pengambilan sampel susu di Desa Cilumber dan Pasar Kemis KPSBU Lembang
Bandung dan tahap kedua adalah analisis kimia susu di Bagian Teknologi Hasil
Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai bulan Agustus
sampai dengan November 2009.
Materi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel susu segar
yang berasal dari 117 ekor sapi yang terbagi menjadi 57 ekor dari Desa Cilumber dan
60 ekor dari Desa Pasar Kemis. Masing-masing contoh susu dari sapi sebanyak 1000
ml untuk pemerahan pagi dan sore hari. Bahan-bahan kimia untuk menguji kualitas
kimia susu meliputi asam belerang 91%-92%, amilalkohol, aquadest, kalium oksalat
jenuh, larutan NaOH 0,1 N, formalin 90% dan fenolftalein 1%, selain itu penelitian
ini menggunakan data primer yang terdiri data genotipe κ-kasein yang diperoleh dari
data pengambilan darah dan data individu sapi yang terdiri dari 117 ekor sapi di Desa
Cilumbar dan Pasir Kemis KPSBU Lembang. Data individu meliputi nomor identitas
sapi dan data laktasi sapi. Data lain yang diperoleh adalah data komposisi kandungan
nilai gizi konsentrat yang diberikan sebagai pakan.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ice box, kantong plastik
polietilen berkapasitas 2 kg, alat tulis, laktodensimeter, gelas ukur, tabung
butirometer, pipet volumetrik 1 ml, 10 ml, dan 10,75 ml, pipet, penangas air,
penyumbat karet, sentrifugasi, labu Erlemeyer, pipet, titrasi Biuret, dan corong.
Prosedur
Pengambilan Sampel Susu
Sampel susu diperoleh dari peternak yang terlebih dahulu diberikan
penyuluhan cara pengambilan sampel dan pemerahan susu yang benar. Sampel
diperoleh setelah peternak melakukan pemerahan pada setiap individu sapi, masing-
masing sampel diperoleh sebanyak 1000 ml. Sampel dikemas dalam plastik polietilen
dan kemudian dikumpulkan pada setiap Tempat Penampungan Susu (TPS). Berikut
skema pengambilan sampel susu (Gambar 2).
Keterangan : segitiga menunjukan penyimpanan, kotak menunjukan suatu proses
Gambar 2. Skema Prosedur Penelitian
Sampel susu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 117 ekor
sapi dengan jarak bulan laktasi yang berdekatan (bulan kesatu-ketiga). Masing-
Pengambilan dan pengukuran
jumlah sampel susu / individu
Sampel susu ditransportasikan
Uji kualitas nutrisi susu meliputi
uji protein, BJ, BKTL dan lemak
Penyimpanan sampel susu
/ individu pada Box
sterofoam berisi es batu
(4-7oC)
Pengolahan data
masing individu sapi sebanyak dua kali yaitu pada pagi dan sore hari. Sampel susu
diperoleh dari dua lokasi yaitu Desa Cilumber sebanyak 57 ekor dan Pasar Kemis
sebanyak 60 ekor. Sampel susu individu yang diambil setiap pemerahan sebanyak
1000 ml dan ditransportasikan dalam kondisi dingin dalam ice box berisi es batu
pada suhu 4-7oC guna mengurangi kerusakan pada susu.
Analisis Kualitas Susu
Analisis kualitas susu yang dilakukan meliputi kadar protein, Berat Jenis
(BJ), Kadar Lemak, Bahan Kering (BK), dan Bahan Kering Tanpa Lemak/solid non
fat (BKTL).
1. Berat Jenis, diukur berdasarkan Standar Nasional Indonesia 01-2782-
1998 yaitu dilakukan dengan alat Laktodensimeter. Sebanyak 250 ml susu
pada suhu antara 21-30oC dimasukan ke dalam gelas ukur.
Laktodensimeter dicelupkan perlahan-lahan. Nilai berat jenis dapat dibaca
pada skala yang tertera pada Laktodensimeter, kemudian dilakukan
penyetaraan pada suhu 27,5oC maka nilai berat jenisnya ditambah atau
dikurangi 0,0002.
2. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 1995), menggunakan metode Gerber.
Sebanyak 10 ml H2SO4 dipipet ke dalam Butyrometer, kemudian
ditambahkan 10,75 ml susu secara hati-hati melalui dinding mulut
butyrometer dan ditambahkan 1 ml amylalkohol. Setelah butyrometer
ditutup dengan sumbat karet dan dihomogenkan, butyrometer dimasukan
ke dalam penangas air pada suhu 70oC selama ± 10 menit. Tahap
selanjutnya adalah dilakukan pemusingan menggunakan sentrifuge
Gerber pada kecepatan 1200 rpm (putaran/menit) selama 5 menit,
kemudian butyrometer dimasukan kembali ke dalam penangas air
minimal 2 menit. Butyrometer dipegang vertikal dan karet penutup diatur
sehingga tepat pada suatu garis pada skala butirometer dan dibaca persen
kadar lemaknya.
3. Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak, diukur berdasarkan
Standar Nasional Indonesia 01-2782-1998 Bahan Kering dan Bahan
Kering Tanpa Lemak dapat dihitung setelah kadar lemak dan berat jenis
diperoleh dengan rumus Fleischmann:
BK = 1,311 L + 2,738
BKTL = BK – L
Keterangan : BK=Bahan Kering; BKTL=Bahan Kering Tanpa Lemak; L=Kadar Lemak;
BJ= Berat Jenis
4. Kadar Protein (AOAC, 1995), dengan menggunakan metode titrasi
formol. Sebanyak 10 ml susu dimasukan ke dalam Erlemeyer, kemudian
ditambahkan 2 sampai 3 tetes phenolphthalein 1% dan 0,4 ml kalium
oksalat jenuh. Setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul
warna merah muda, angka hasil titrasi ini tidak perlu dicatat. Selanjutnya
ditambahkan 2 ml formalin 40% sehingga warna merah muda hilang dan
larutan jernih kembali. Titrasi dilanjutkan hingga terbentuk kembali
warna merah muda untuk kedua kalinya. Angka hasil titrasi kali ini
dicatat, yaitu banyaknya NaOH (dalam ml) yang terpakai dimisalkan
sebagai p.
Titrasi blanko dibuat dengan cara 10 ml air destilata dimasukan ke
dalam elemeyer, kemudian ditambahkan 0,4 ml kalium oksalat jenuh dan
ditambahkan 2 ml formalin 40% serta 2 sampai 3 tetes phenolpthalein
1%. Setelah itu dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk
warna merah muda, kemudian dicatat banyaknya NaOH 0,1 N (dalam ml)
yang terpakai dan dimisalkan dengan q. Kadar protein dihitung dengan
rumus berikut :
% Protein = (p – q )ml x 1,7 (faktor formol)
100 (Bj – 1)
Bj
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial
2x4 untuk Desa Cilumber dan 2x5 untuk desa Pasar Kemis. Faktor pertama adalah
waktu pemerahan yang terdiri dari pagi dan sore, faktor kedua adalah masa laktasi
yang berbeda untuk desa Cilumber mulai laktasi kedua hingga lima dan Pasar Kemis
laktasi pertama hingga kelima.
Model matematika yang digunakan berdasarkan Steel and Torrie (1995)
Yijk = + i + j+ ()ij + ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada ulangan ke-k dari laktasi ke-i dan waktu
pemerahan ke-j
= Nilai tengah umum
i = Pengaruh laktasi taraf ke-i (laktasi ke1-5)
j = Pengaruh waktu pemerahan taraf ke-j (pagi dan sore)
()ij = Pengaruh interaksi antara laktasi ke-i dan waktu pemerahan ke-j
ijk = Galat percobaan pada ulangan ke-k dari laktasi ke-i dan waktu pemerahan ke j.
Apabila analisis sidik ragam menunjukan respon yang nyata, maka dilakukan uji
lanjut menggunakan uji Tukey. Model matematika rancangan percobaan yang
digunakan mengacu pada Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + εij
Keterangan :
Yijk = Respon yang didapat dari pengaruh perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan taraf ke-i
εij = Galat percobaan untuk perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j
Hubungan antara persentase bahan kering dan lemak dengan produksi susu
dianalisis dengan regresi linear ganda (Steel and Torrie, 1995) dengan beberapa
persamaan sebagai berikut:
Y1 = β0 + β1X1 - β2X2
Keterangan :
Y1 = produksi susu (liter/hari)
X1 = persentase bahan kering susu
X2 = persentase lemak susu
β0 = konstanta
β1- β2 = koefisien regresi
Pengaruh genotipe kappa kasein terhadap produksi dan kualitas susu
dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 1x3. Faktor
pertama adalah produksi dan kualitas susu (protein, BJ, BK, lemak, BKTL) dan
faktor kedua adalah perbedaan genotipe (AA, AB, BB). Model matematika yang
digunakan berdasarkan Gaspersz, (1991):
Yij = + i + j+ ij
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan dari produksi dan kualitas susu (protein, BJ,BK,lemak,
BKTL) ke-i dan perbedaan genotipe (AA, AB, BB) ke-j
= Nilai tengah umum
i = Pengaruh laktasi taraf ke-i
j = Pengaruh perbedaan genotipe taraf ke-j
ij = Galat percobaan pada ulangan ke-k dari laktasi ke-i dan waktu pemerahan ke j.
Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistika sebaran dan analisis
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan indeks produktivitas masing-masing
individu sapi FH dan produksi serta kualitas susu berdasarkan SNI susu segar. Indeks
produktivitas yang digunakan adalah masa laktasi, sedangkan kualitas kimia susu
terdiri dari Protein, Berat Jenis, Bahan Kering Tanpa Lemak, dan Lemak. Kualitas
susu disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia 01-2782-1998.
Peubah yang diamati pada produktivitas dan kualitas susu antara lain:
1. Produksi Susu
Produksi susu adalah jumlah susu yang dihasilkan sapi FH pada pemerahan
pagi dan sore.
2. Kualitas Protein
Kualitas protein adalah kadar protein sampel susu sapi FH pada pemerahan
pagi dan sore.
3. Berat Jenis
Berat jenis adalah persentase berat jenis sampel susu FH pada pemerahan
pagi dan sore.
4. Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)
Bahan kering tanpa lemak adalah persentase bahan kering tanpa lemak
sampel susu FH pada pemerahan pagi dan sore.
5. Kualitas Lemak
Kualitas lemak adalah persentase lemak sampel susu FH pada pemerahan
pagi dan sore.
\
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Desa Cilumber dan Pasar Kemis termasuk dalam wilayah kerja Koperasi
Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang berada di Kecamatan Lembang.
Lembang merupakan kecamatan di wilayah Utara Bandung. Lembang merupakan
daerah yang cocok untuk pengembangan usaha peternakan sapi perah. Lembang
berbatasan dengan beberapa wilayah antara lain di sebelah Utara berbatasan dengan
kabupaten Subang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kotamadya Bandung, sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Parompong Kabupaten Bandung dan sebelah
Timur berbatasan dengan kecamatan Cimenyan kabupaten Bandung dan Sumedang.
Menurut Sutardi (1981) lokasi yang baik untuk beternak sapi perah adalah
yang mempunyai ketinggian sekurang-kurangnya 800 m di atas permukaan laut
dengan temperatur rataan 18,3oC dan kelembaban 55%. Lembang merupakan lokasi
yang ideal bagi usaha peternakan sapi perah karena berada pada ketinggian 1.200-
1275 m di atas permukaan laut. Curah hujan sekitar 1.800-2500 mm/tahun dengan
temperatur antara 8-24oC, sehingga sapi yang dipelihara di daerah ini akan
berproduksi secara optimal. Salah satu wilayah peternakan sapi perah di Lembang
adalah wilayah kerja Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang
berada di Kecamatan Lembang. KPSBU dibentuk berdasarkan kekuasaan hukum
NO.4891/BH/DK-10/20 pada tanggal 8 Agustus 1971. KPSBU didirikan untuk
meningkatkan kesejahteraan peternak melalui pembinaan peternak, penampungan
produksi susu dan memasarkannya, memberikan penyuluhan untuk meningkatkan
produksi dan meyediakan tenaga ahli untuk pelayanan kesehatan hewan.
Pemberian Pakan
Pemberian pakan yang dilakukan di Desa Cilumber dan Pasar Kemis tidak
berbeda dengan peternakan sapi perah lainnya. Pakan yang diberikan untuk hijauan
antara lain rumput lapang, rumput gajah, jerami, limbah pertanian serta diberikan
konsentrat. Pakan hijauan dan konsentrat di suplai oleh Koperasi Peternakan Sapi
Bandung Utara (KPSBU). Waktu pemberian pakan dilakukan dua kali dalam satu
hari yaitu pagi dan sore. Sapi diberikan pakan konsentrat terlebih dahulu sebelum
diberikan hijauan. Pakan yang diberikan pada setiap individu sapi tidak merata dan
tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu hal ini disesuaikan dengan
suplai pakan dari koperasi, dalam pemberian jatah pakan kepada peternak
disesuaikan dengan jumlah sapi pada setiap peternak. Menurut Resti (2009)
Pemberian pakan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan frekuensi pemberian
pakan, waktu pemberian pakan pada ternak dilakukan dua kali dalam sehari.
Tabel 3. Kandungan Pakan Konsentrat Desa Cilumber dan Pasar Kemis
BK Abu PK SK LK Beta-N EB
86,20 16,20 8,53 30,34 3,79 27,34 3770.00
Keterangan : BK= bahan kering; PK= protein kasar; SK= serat kasar; LK= lemak kasar; EB= energi
bruto. Data hasil uji laboratorium Ilmu Nutrisi dan Bahan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan, IPB
Ternak memerlukan pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok,
pertumbuhan dan produksi susu. Pakan hijauan yang berserat kasar merupakan
makanan utama sapi perah akan tetapi serat kasar dapat menyebabkan ransum sulit
dicerna. Bila ransum mengandung serat kasar terlalu rendah, maka terjadi gangguan
pencernaan pada sapi. Kebutuhan minimum serat kasar untuk sapi laktasi adalah
17% dari bahan kering. Hijauan berperan sebagai sumber serat bagi ternak. Pada sapi
laktasi, hijauan yang diberikan minimal sebanyak 40% dari total bahan kering
ransum atau diperkirakan 1,5% dari bobot ternak. Pemberian konsentrat dapat
ditekan, apabila kualitas hijauan dapat ditingkatkan (Suryahadi et al., 1997). Pakan
penguat yang diberikan di Desa Cilumber dan Pasar Kemis mengandung serat kasar
yang cukup tinggi. Manajemen pemberiaan pakan yang baik akan tercapai dengan
memahami anatomi dan fisiologi pencernaan, pengetahuan tentang gizi dan
komposisi pakan, kebutuhan gizi dan pengaruh lingkungan terhadap pemberian
pakan (Ensminger dan Tyler, 2006).
Pemberian ransum hendaknya tersusun dari berbagai jenis pakan yang
berkualitas tinggi dengan perbandingan tertentu agar saling melengkapi, karena tidak
satupun bahan pakan yang mengandung zat makanan secara lengkap dalam jumlah
cukup. Menurut Resti (2009) pemberian pakan harus diperhatikan terutama hijauan
apabila pemberian hijauan tidak dicacah/utuh kurang baik karena berakibat pada
kerja mikroba yang terlalu berat, konsumsi hijauan tidak dicacah/utuh
mengakibatkan sapi cepat kenyang sehingga konsumsi hijauan menjadi lebih sedikit.
Ransum yang disusun dengan memperhatikan kandungan bahan makanan dan
imbangan rasio hijauan dan konsentrat yang tepat akan mempertahankan produksi
susu yang tinggi dan mempertahankan kadar lemak susu dalam batas-batas yang
normal. Imbangan hijauan dan konsentrat dalam sapi perah yang sedang laktasi
adalah 60:40 atau 50:50, kadar protein dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan
konsentrat (Sanh et al., 2002). Waktu pemberian konsentrat dan hijauan
mempengaruhi kecernaan ransum dan produksi susu. Kekurangan konsumsi energi
mempengaruhi kecernaan ransum dan produksi susu dan bobot badan atau bahkan
mengganggu reproduksi (Sutardi, 1981). Nutirsi merupakan pengaruh terpenting
dalam pemeliharaan sapi perah. Nutrisi dalam pakan digunakan untuk pertumbuhan
reproduksi dan laktasi. Sapi perah memilki daya produksi yang tinggi asupan nutrisi
mempengaruhi komposisi sekresi susu (Ensminger dan Tyler, 2006).
Hubungan Laktasi dan Waktu Pemerahan terhadap Produksi Susu
Produksi Susu Desa Cilumber
Pencatatan produksi susu pada masing-masing laktasi dibedakan berdasarkan
waktu pemerahan yaitu pagi hari dan sore hari. Hasil pencatatan produksi susu pada
laktasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata dan Simpangan Baku Produksi (liter) Susu desa Cilumber
Pemerahan
Produksi susu
Rataan laktasi ke-
2 3 4 5
Pagi 6,367
±1,172
(n 15)
7,667
±2,502
(n 21)
5,786
±1,826
(n 14)
6,571
±2,244
(n 7)
6,781a
±2,161
(n 57)
Sore 7,450
±2,303
(n 15)
5,643
±1,963
(n 21)
4,643
±1,216
(n 14)
4,714
±1,776
(n 7)
5,105b
±1,600
(n 57)
Rata-rata
pemerahan
5,567 ±1,265 (n 30)
6,869 ±2,452 (n 42)
5,107 ±1,606 (n 28)
5,643 ±2,170 (n 14)
Total pagi
dan sore
11,133AB
±1,846
(n 15)
13,738A
±4,364
(n 21)
10,214B
±2,972
(n 14)
11,29AB
±3,96
(n 7)
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01), sedangkan huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) ; n total 57 ekor
Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara laktasi dan
waktu pemerahan. Hal ini mempunyai arti bahwa produksi susu tidak dipengaruhi
adanya interaksi antara faktor laktasi dan waktu pemerahan. Produksi susu di desa
Cilumbar nyata dipengaruhi (P<0,01) oleh perbedaan waktu laktasi atau waktu
pemerahan (P<0,05). Pengamatan berdasarkan perbedaan laktasi menunjukkan
terjadi peningkatan produksi dengan bertambahnya periode laktasi. Hasil uji banding
Tukey terhadap produksi susu berdasarkan periode laktasi di Desa Cilumber pada
laktasi 3 dan 4 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Terjadi penurunan produksi
dari laktasi 3 ke laktasi 4 sebesar 3,524 liter. Produksi susu pada laktasi 2 dan 3, 2
dan 4, 2 dan 5, 3 dan 5, 4 dan 5 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata atau
dapat dikatakan sama.
Gambar 3. Rataan Produksi Susu Desa Cilumber pada Laktasi yang Berbeda
Hasil (Tabel 4) menunjukkan peningkatan produksi susu mulai dari awal
laktasi dan menurun setelah laktasi ketiga. Penelitian yang dilakukan Fitriyani (2008)
menunjukan hal yang sama produksi susu mengalami peningkatan pada laktasi tiga
dan mulai menurun pada laktasi empat yang disebabkan rataan umur beranak
pertama terlalu tua sehingga puncak produksi susu dicapai saat laktasi tiga. Gambar 3
menunjukkan produksi tertinggi pada periode laktasi ketiga dan mulai menurun pada
periode laktasi keempat dan meningkat kembali pada periode laktasi kelima. Hal Ini
sesuai dengan pernyataan Rachman (2004) secara umum produksi susu tertinggi
dicapai pada periode laktasi ketiga kemudian menurun pada periode laktasi keempat.
Produksi susu cenderung akan mengalami peningkatan hingga mencapai puncak
laktasi yakni laktasi ketiga, pada laktasi keempat produksi susu akan mengalami
0
5
10
15
2 3 4 5
Produksi
Susu
(liter)
Laktasi
max 14,000
11,133
min 7,000
max 20,000
13,738
min 5,000
max 17,500
10,214
min 7,000
max 18,000
11,29
min 5,000
keterangan: max= produksi tertinggi; min = produksi terendah
menurunan disebabkan semakin bertambahnya umur sapi produksi susu akan
semakin menurun (Prabowo, 2002).
Waktu pemerahan yang berbeda sangat mempengaruhi produksi susu yang
dihasilkan (P<0,01). Produksi susu Cilumber di pagi hari lebih tinggi dibandingkan
produksi susu di sore hari (Tabel 4). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Resti
(2009) menunjukan produksi susu pagi hari lebih tinggi dibandingkan sore hari. Hal
ini dipengaruhi oleh kemampuan alveolus dalam memproduksi susu. Produksi tinggi
di pagi hari juga disebabkan oleh kondisi fisiologi sapi yang pada malam hari
cenderung istirahat. Jumlah produksi di sore hari diakibatkan meningkatnya suhu
disiang hari sehingga mempengaruhi kondisi fisiologis sapi. Produksi susu
dipengaruhi oleh masa laktasi, semakin bertambah masa laktsai jumlah susu yang
dihasilkan menjadi meningkat.
Produksi Susu Desa Pasar Kemis
Pencatatan produksi susu pada masing-masing laktasi dibedakan berdasarkan
waktu pemerahan yaitu pagi hari dan sore hari. Hasil pencatatan produksi susu pada
laktasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata dan Simpangan Baku Produksi Susu (liter) desa Pasar Kemis
Pemerahan
Produksi Susu
Rataan Laktasi ke-
1 2 3 4 5
Pagi 7,545
±1,929
(n 11)
4,767
±0,753
(n 10)
9,267
±2,106
(n 12)
8,095
±2,910
(n 21)
9,08
±3,15
(n 6)
8,220A
±2,543
(n 60)
Sore 6,409
±1,546
(n 11)
5,950
±2,061
(n 10)
7,483
±1,730
(n 12)
6,571
±2,481
(n 21)
7,083
±2,333
(n 6)
6,672B
±2,101
(n 60)
Rata-rata
pemerahan
6,977 ±1,803 (n 22)
6,7 ±2,262 (n 20)
8,375 ±2,094 (n 24)
7,333 ±2,780 (n 42)
8,083 ±2,843 (n 12)
Total pagi
dan sore
13,95
±3,41
(n 11)
13,40
±4,23
(n 10)
16,75
±3,73
(n 12)
14,67
±5,35
(n 21)
16,17
±5,43
(n 6)
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01), n total 60 ekor
Hasil analisis desa Pasar Kemis menunjukan hal yang sama dengan
Cilumber, yaitu tidak terdapat hubungan antara perbedaan laktasi dengan waktu
pemerahan dan masing-masing faktor saling bebas. Perbedaan laktasi di desa
Cilumber mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan, namun berbeda dengan
analisis di Pasar Kemis menunjukan tidak terdapat pengaruh antara laktasi dengan
produksi susu yang dihasilkan (P>0,05). Akan tetapi waktu pemerahan sangat
berpengaruh (P<0,01) terhadap produksi susu yang dihasilkan. Produksi susu di Desa
Pasar Kemis memiliki kecenderungan yang sama dengan produksi susu di Desa
Cilumber yaitu kenaikan produksi mulai dari laktasi pertama dan mulai menurun
setelah laktasi ketiga (Gambar 4).
Gambar 4. Rataan jumlah produksi Susu Desa Pasar Kemis pada laktasi yang
berbeda
Waktu pemerahan sangat berpengaruh terhadap produksi susu yang
dihasilkan serupa dengan Cilumber produksi susu di Pasar Kemis pada pagi hari
lebih tinggi dengan rataan 8,22 liter sedangkan di sore hari lebih rendah yaitu 6,672
liter. Jumlah produksi susu yang lebih rendah di sore hari disebabkan karena semakin
meningkatnya suhu lingkungan disekitar kandang yang mengakibatkan
bertambahnya cekaman terhadap sapi yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis
sapi sehingga mempengaruhi produktivitas air susu yang menurun. Produksi susu
akan terus meningkat mulai dari laktasi pertama seiring meningkatnya fungsi
perkembangan kelenjar susu sampai sapi berumur enam tahun hingga produksinya
menurun (Ensminger dan Tyler, 2006).
Produksi susu di pagi hari lebih tinggi dibandingkan produksi di sore hari.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan interval pemerahan antara pagi dan sore.
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5
Produksi
Susu
(liter)
Laktasi
max 18,000
13,95
min 9,000
max 20,000
13,4
min 6,500
max 24,000
16,75
min 12,000
max 24,000
14,67
min 5,500
max 23,000
16,17
min 6,500
keterangan: max= produksi tertinggi; min = produksi terendah
Umumnya sapi-sapi di desa Cilumber dan Pasar Kemis diperah pagi hari pada pukul
05.00 WIB dan pemerahan sore hari dilakukan pada pukul 14.00 WIB. Jarak
perbedaan waktu pemerahan dari pagi ke sore adalah sembilan jam sedangkan jarak
pemerahan sore ke pagi adalah 15 jam. Hal ini dikarenakan peternak menyesuaikan
dengan waktu pengambilan susu oleh koperasi. Penelitian yang dilakukan Kadarini
(2005) di Cipanas, Cianjur menunjukan hal yang sama. Peternak mayoritas
melakukan interval pemerahan 9:15 jam sebanyak 63,33% dan sisanya melakukan
dengan interval pemerahan 12 : 12 jam. Interval pemerahan yang tidak seimbang
menyebabkan kemampuan produksi susu sapi perah tidak optimal.
Interval pemerahan yang tidak seimbang berpengaruh terhadap produksi susu
yang dihasilkan. Pemerahan dengan interval 12 : 12 jam menghasilkan produksi susu
lebih tinggi dibandingkan dengan interval 14 : 10, 16 : 8, 12.5 : 11.5, dan 14.5 : 9,5
jam (Schmidt et al., 1988). Hasil penelitian yang dilakukan Resti (2009) menunjukan
produksi dengan interval 10 : 14 lebih rendah dibandingkan perlakuan 12 : 12 jam.
Produksi susu rata-rata di desa Cilumber dan Pasar Kemis adalah 11.886 dan
14.892 liter sedangkan produksi susu di daerah lain berdasarkan hasil penelitian
Tristy (2009) di Pangadegan, Jakarta adalah 4,38 kg dan hasil penelitian Putra (2004)
di Pondok Rangon Jakarta sebesar 8,43 kg. Produksi susu di Desa Cilumber dan
Pasar Kemis lebih tinggi dibandingkan dengan kedua lokasi di tersebut. Hal ini di
sebabkan perbedaan lingkungan kondisi daerah Jakarta lebih panas dengan
ketinggian antara 15-17 meter diatas permukaan laut (mdpl). Cekaman panas
mengakibatkan terganggunya fisiologis sapi perah sehingga produksi susu terganggu.
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan.
Lingkungan yang baik dan nyaman akan membuat sapi lebih tenang dan baik
berproduksi. Produksi susu tinggi juga diperlihatkan pada penelitian Prabowo (2002)
yang dilakukan di dua lokasi yaitu Kebon Pedes (200 mdpl) dan Cibereum Bogor
(1100-1180 mdpl) dengan produksi masing-masing 11,54 dan 13,37 liter dan
penelitian Aisyah (2004) dilakukan di desa Mekar Maju Ciwidey Bandung (1050
mdpl) dan Rizki (2005) di desa Sebaluh Pujon (1100 mdpl) dengan produksi masing-
masing 13,12 liter dan 13 Kg.
Perbedaan topografi daerah peternakan mengakibatkan perbedaan produksi
susu yang dihasilkan terlihat pada tabel produksi susu terendah pada lokasi
Pangadegan, Jakarta. Hal yang berbeda ditunjukan pada produksi susu di daerah
Bandung dan Pujon yang relatif lebih tinggi dibanding produksi susu di lokasi lain.
Dataran tinggi ternak akan merasa nyaman karena sedikitnya cekaman akan panas
yang dapat menyebabkan sapi stres sehingga menurunkan produksi susu. Sapi FH
akan berproduksi dengan baik pada suhu 5-21oC karena merupakan suhu nyaman
bagi ternak. Menurut Yani dan Purwanto (2006), sapi FH merupakan ternak yang
berasal dari iklim sedang, memerlukan suhu optimum (sekitar 18oC) dan kelembaban
55% untuk mencapai produksi yang maksimal. Pada suhu yang lebih tinggi, ternak
akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behaviour).
Usaha peternakan sapi FH di Indonesia pada umumnya terdapat pada daerah dengan
ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan laut untuk penyesuaian
lingkungan yang dibutuhkan ternak.
Kualitas Susu
Perbedaan laktasi dan waktu pemerahan pada setiap individu mempengaruhi
kualitas kimia susu selain itu kualitas kimia susu (protein, BJ, BK, BKTL dan lemak)
dipengaruhi pakan yang dikonsumsi sapi, mekanisme pembentukan susu berasal dari
konsumsi pakan yang kemudian mengalir dalam darah dan mengalami proses filtrasi
menjadi bahan-bahan penyusun susu. Pemberian konsentrat 8 kg dan silase secara ad
libitum menghasilkan produksi susu, lemak, protein dan laktosa susu lebih tinggi
dibandingkan sapi yang diberi konsentrat 4 kg dan silase adlibitum (Mcnamara et al.,
2003).
Protein
Hasil pencatatan kualitas protein pada laktasi dan waktu pemerhan berbeda
dapat dilihat pada Tabel 6. Rataan protein dari kedua desa telah memenuhi
persyaratan SNI 01-3141-1998 yaitu 2,7%. Menurut Mathius (2005), protein
merupakan zat gizi utama dalam susu karena mengandung asam-asam amino esensial
yang diperlukan oleh tubuh. Protein memilki peranan penting dalam proses
pembuatan produk olahan susu yang menekan proses koagulasi khususnya keju. Susu
dengan kadar protein tinggi akan sangat dibutuhkan sebagai bahan baku bagi industri
pengolahan keju. Hasil analisis menunjukan adanya pengaruh perbedaan laktasi
terhadap kualitas protein susu di Desa Cilumber (P<0,05). Namun, hal berbeda
ditunjukan oleh hasil analisis di Desa Pasar Kemis bahwa perbedaan laktasi tidak
mempengaruhi kualitas protein. Hal ini dimungkinkan adanya perbedaan manajemen
dalam pemeliharaan sapi di Desa Cilumber dan Pasar Kemis. Perbedaan waktu
pemerahan tidak mempengaruhi kualitas protein baik di Desa Cilumber maupun
Pasar Kemis (P>0,05). Kualitas protein di Desa Cilumber menunjukan terdapat
peningkatan mulai dari laktasi kedua dan mengalami penurunan setelah laktasi
keempat. Rataan protein tertinggi terdapat pada laktasi ke-3 yaitu 3,0242 %. Berbeda
dengan Desa Cilumber kualitas protein di desa Pasar Kemis tidak jauh berbeda
antara laktasi 1,2,3,4 dan laktasi kelima. Kualitas protein di pagi dan sore hari baik di
Desa Cilumber dan Pasar Kemis tidak jauh berbeda. Persentase rataan kualitas
protein pagi hari di Desa Cilumber dan Pasar Kemis lebih tinggi dibandingkan rataan
presentase protein di sore hari.
Tabel 6. Rata-rata dan Simpangan Baku Protein Susu (%) desa Cilumber dan Pasir
Kemis
Cilumber
Pemerahan Laktasi ke- Rata-rata
pemerahan 1 2 3 4 5
Pagi - 2,8367
±0,3384
(n 15)
2,982
±0,515
(n 21)
2,7686
±0,2764
(n 14)
2,926
±0,392
(n 7)
2,8846
±0,4067
(n 57)
Sore - 2,777
±0,3322
(n 15)
3,066
±0,537
(n 21)
2,7625
±0,3228
(n 14)
2,854
±0,277
(n 7)
2,8893
±0,4269
(n 57)
Total pagi
dan sore -
2,8068
±0,3309
(n 15)
3,0242
±0,5215
(n 21)
2,7655
±0,2949
(n 14)
2,8900
±0,3284
(n 7)
2,8870
±0,3913
(n 57)
Pasar Kemis
Pagi 2,720
±0,444
(n 11)
2,695
±0,472
(n 10)
2,7271
±0,2650
(n 12)
2,7486
±0,2781
(n 21)
2,876
±0,632
(n 6)
2,7428
±0,3783
(n 60)
Sore 2,6968
±0,2581
(n 11)
2,9155
±0,2472
(n 10)
2,7842
±0,1785
(n 12)
2,8052
±0,3013
(n 21)
2,805
±0,490
(n 6)
2,7995
±0,2863
(n 60)
Total pagi
dan sore
2,7086
±0,3549
(n 11)
2,8050
±0,3841
(n 10)
2,7556
±0,2229
(n 12)
2,7769
±0,2878
(n 21)
2,840
±0,541
(n 6)
2,7712
0,2936
(n 60)
Keterangan : n total Cilumber 57 ekor, Pasar Kemis n total 60 ekor
Susu sapi yang baik memiliki kualitas protein yang tinggi. Susu sapi
mengandung 3,5% protein, yang mana 38% penyusun bahan kering tanpa lemak dan
menjadi penyumbang energi sebesar 21% dari keseluruhan. Protein susu merupakan
campuran dari berbagai macam protein, protein total 80% terdiri dari kasein dan 20%
adalah whey protein. Kasein merupakan bagian dominan dari protein yang terdiri
dari fraksi kecil antara lain alpa, beta, gamma, dan kappa-casein (Miller et al.,
2007).
Berat Jenis
Pencatatan berat jenis berdasarkan perbedaan laktasi dan waktu pemerahan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata dan Simpangan Baku Berat Jenis Susu Desa Cilumber dan Pasar
Kemis
Cilumber
Pemerahan Laktasi ke- Rata-rata
pemerahan 1 2 3 4 5
Pagi - 1,0275
±0,00199
(n 15)
1,0289
±0,00198
(n 21)
1,0283
±0,00166
(n 14)
1,0286
±0,00312
(n 7)
1,0284
±0,00209
(n 57)
Sore - 1,0274
±0,00141
(n 15)
1,0289
±0,00219
(n 21)
1,0281
±0,00161
(n 14)
1,0278
±0,00134
(n 7)
1,0282
±0,00183
(n 57)
Total pagi
dan sore -
1,0275a
±0,00169
(n 15)
1,0289b
±0,00206
(n 21)
1,0282ab
±0,00160
(n 14)
1,0282ab
±0,00234
(n 7)
1,0283
±0,00172
(n 57)
Berat Jenis Pasar Kemis
Pagi 1,0282
±0,00181
(n 11)
1,0287
±0,00128
(n 10)
1,0278
±0,00210
(n 12)
1,0285
±0,00191
(n 21)
1,0284
±0,000572
(n 6)
1,0283
±0,00173
(n 60)
Sore 1,0275
±0,00186
(n 11)
1,0277
±0,00295
(n 10)
1,0282
±0,00120
(n 12)
1,0285
±0,00184
(n 21)
1,0279
±0,00114
(n 6)
1,0281
±0,00190
(n 60)
Total pagi
dan sore
1,0279
±0,00183
(n 11)
1,0282
±0,00228
(n 10)
1,0280
±0,00168
(n 12)
1,0285
±0,00185
(n 21)
1,0281
±0,000897
(n 6)
1,0282
±0,00151
(n 60)
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
(P<0,05), n total Cilumber 57 ekor, Pasar Kemis n total 60 ekor
Menurut Pulina (2004) rataan berat jenis susu sapi adalah 1,032 sedangkan
menurut Badan Standar Nasional (1998), berat jenis susu menjadi syarat mutu susu
segar dalam SNI 01-3141-1998 adalah minimum 1,0280 pada suhu 27,5oC. Hasil
analisis menunjukan terdapat pengaruh perbedaan laktasi terhadap nilai berat jenis di
desa Cilumber, hal yang berbeda di desa Pasar Kemis nilai berat jenis tidak
dipengaruhi oleh perbedaan laktasi. Hasil uji banding nilai berat jenis susu
berdasarkan periode laktasi di desa Cilumber pada laktasi dua dan tiga menunjukan
hasil yang berbeda nyata, peningkatan nilai berat jenis dari laktasi dua ke laktasi tiga
sebesar 0,001434. Sedangkan pada laktasi 2 dan 4, 2 dan 5, 3 dan 4, 3 dan 5, 4 dan 5
menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata.
Nilai Berat jenis (BJ) di desa Pasar Kemis menunjukan tidak adanya
perbedaan yang nyata baik pada laktasi ke-1, 2, 3, 4 dan laktasi ke 5. Kecenderungan
nilai BJ di pagi hari baik di Desa Cilumber dan Pasar Kemis lebih tinggi dari pada
nilai berat jenis di sore hari. BJ susu erat kaitannya dengan komponen padatan susu
dan BK konsentrat dalam ransum. Semakin tinggi prosentase BK ransum
menghasilkan berat jenis susu yang semakin besar. Berat jenis susu dipengaruhi oleh
komponen susu terutama lemak karena lemak lebih rendah dari pada air. Semakin
tinggi kadar lemak dalam air susu menyebabkan berat jenis air susu rendah. Bahan
kering tanpa lemak dalam susu terdiri atas protein, laktosa, vitamin, zat-zat nitrogen
non protein dan garam-garam (Eckles et al., 1984).
Lemak, Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak
Lemak merupakan komponen terpenting dalam susu. Lemak menimbulkan
citarasa pada susu dan produk olahan susu hal ini dikarenakan kandungan terdiri dari
berbagai jenis asam lemak. Syarat mutu lemak berdasarkan SNI-3141-1998 adalah
minimal 3,0%. Hasil (Tabel 8) menunjukan kadar lemak susu Desa Cilumber dan
Pasar Kemis telah memenuhi persyaratan.
Presentase lemak di Desa Cilumber dan Pasar Kemis tidak dipengaruhi
perbedaan laktasi dan waktu pemerahan namun terdapat kecenderungan yang sama
di kedua desa yaitu rataan presentase lemak sore hari lebih tinggi dibandingkan pagi
hari. Hasil penelitian Rizki (2005) yang dilakukan di Desa Sebaluh menunjukan hal
serupa yaitu kadar lemak susu pada pemerahan sore hari lebih tinggi dibandingkan
pagi hari diduga disebabkan interval pemerahan yang lebih singkat.
Komponen terbesar dari susu adalah air, bahan kering merupakan komponen
susu selain air yang terdiri dari protein, lemak, laktosa dan abu. Bahan kering tanpa
lemak terdiri dari semua komponen selain lemak. Kadar bahan kering yang menjadi
syarat mutu dalam SNI 01-3141-1998 mengenai susu segar adalah sebesar 11,0%
dan kadar bahan kering tanpa lemak sebesar 8,0 % (Badan Standarisasi Nasional,
1998). Presentase bahan kering tidak dipengaruhi oleh perbedaan laktasi dan waktu
waktu pemerahan.
Tabel 8. Rata-rata dan Simpangan Baku Lemak (%) Susu Desa Cilumber dan
Pasar Kemis
Cilumber
Pemerahan Laktasi ke- Rata-rata
pemerahan 1 2 3 4 5
Pagi - 3,677
±1,442
(n 15)
3,110
±1,061
(n 21)
3,432
±0,825
(n 14)
3,814
±0,884
(n 7)
3,425
±1,112
(n 57)
Sore - 3,700
±0,793
(n 15)
3,676
±0,975
(n 21)
3,696
±0,741
(n 14)
3,879
±0,775
(n 7)
3,712
±0,832
(n 57)
Total pagi
dan sore -
3,688
±1,144
(n 15)
3,393
±1,047
(n 21)
3,564
±0,781
(n 14)
3,846
±0,799
(n 7)
3,568
±0,817
(n 57)
Pasar Kemis
Pagi 3,391
±0,753
(n 11)
3,370
±0,710
(n 10)
3,183
±0,424
(n 12)
3,200
±0,801
(n 21)
3,267
±0,766
(n 6)
3,2667
±0,6940
(n 60)
Sore 3,845
±0,835
(n 11)
3,340
±0,817
(n 10)
3,350
±0,602
(n 12)
3,581
±0,945
(n 21)
3,517
±0,788
(n 6)
3,537
±0,822
(n 60)
Total pagi
dan sore
3,618
±0,810
(n 11)
3,355
±0,745
(n 10)
3,267
±0,516
(n 12)
3,390
±0,886
(n 21)
3,392
±0,753
(n 6)
3,4017
±0,6979
(n 60)
Keterangan : n total Cilumber 57 ekor, n total Pasar Kemis 60 ekor
Besar rataan bahan kering di Desa Cilumber dan Pasar Kemis mulai dari
laktasi pertama hingga laktasi kelima tidak jauh berbeda namun memilki
kecenderungan yang sama yaitu pada pemerahan sore hari besar rataan bahan kering
lebih tinggi dibandingkan pagi hari (Tabel 9).
Terdapat korelasi antara produksi susu dan kadar lemak susu pada kedua desa
(P<0,05). Berdasarkan hasil uji regresi berganda didapatkan persamaan untuk
masing-masing desa :
Y = 9,38 - 0,197 X1 - 0,325 X2 (Cilumber)
Y = 11,1 - 0,046 X1 - 0,931 X2 (Pasar Kemis)
Dengan X1 dan X2 adalah persentase bahan kering dan lemak pada masing-
masing desa, sedangkan Y adalah produksi susu (liter). Persamaan dapat diartikan
pada Desa Cilumber setiap kenaikan satu liter produksi susu akan mengurangi
persentase kadar bahan kering sebesar 0,197 dan lemak 0,325. Sedangkan di Desa
Pasar Kemis menunjukan setiap kenaikan satu liter produksi akan mengurangi
persentase bahan kering sebesar 0,046 dan lemak sebesar 0,931.
Tabel 9. Rata-rata dan Simpangan baku Bahan Kering (%) Susu Desa Cilumber dan
Pasar Kemis
Cilumber
Pemerahan Laktasi ke- Rata-rata
pemerahan 1 2 3 4 5
Pagi -
11,545
±1,120
(n 15)
11,441
±1,390
(n 21)
11,683
±0,833
(n 14)
12,137
±1,712
(n 7)
11,613
±1,235
(n 57)
Sore -
11,651
±1,019
(n 15)
12,120
±1,280
(n 21)
11,978
±0,737
(n 14)
12,441
±1,763
(n 7)
12,001
±1,169
(n 57)
Total pagi
dan sore -
11,598
±1,054
(n 15)
11,780
±1,363
(n 21)
11,830
±0,787
(n 14)
12,289
±1,677
(n 7)
11,807
±1,097
(n 57)
Pasar Kemis
Pagi
11,602
±1,105
(n 11)
11,727
±0,878
(n 10)
11,265
±0,719
(n 12)
11,471
±0,922
(n 21)
11,315
±1,170
(n 6)
11,481
±0,922
(n 60)
Sore
11,991
±1,144
(n 11)
11,402
±1,206
(n 10)
10,729
±3,009
(n 12)
11,869
±1,126
(n 21)
11,648
±0,991
(n 6)
11,563
±1,691
(n 60)
Total pagi
dan sore
11,796
±1,115
(n 11)
11,565
±1,040
(n 10)
10,997
±2,157
(n 12)
11,670
±1,036
(n 21)
11,482
±1,048
(n 6)
11,522
±1,114
(n 60) Keterangan : n total Cilumber 57 ekor, n total Pasar Kemis 60 ekor
Pro
duksi
(li
ter)
Kadar lemak susu memilki kecenderungan tinggi disaat produksi menurun
(Gambar 3). Menurut Schimit et al (1988) bahwa kadar lemak susu meningkat
seiring turunya produksi susu. Gambar 5 menunjukan Produksi susu berbanding
terbalik dengan bahan kering dan kadar lemak susu pada waktu pemerahan berbeda.
Kadar lemak susu dipengaruhi oleh kandungan serat kasar di dalam ransum, bila
kadar serat kasar rendah dapat menurunkan kadar lemak susu yang dihasilkan
(Sudono, 1999).
Gambar 5. Rataan jumlah produksi susu (a), Bahan kering (b) dan Lemak (c) desa
Cilumber dan Pasar Kemis pada waktu pemerahan yang berbeda
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Cilumber Pasir Kemis
ProduksiPagi
ProduksiSore
11,2
11,3
11,4
11,5
11,6
11,7
11,8
11,9
12
12,1
Cilumber Pasir Kemis
BK Pagi
BK Sore
3
3,1
3,2
3,3
3,4
3,5
3,6
3,7
3,8
Cilumber Pasir Kemis
Lemak Pagi
lemak Sore
Lem
ak (
%)
Bah
an K
erin
g (
%)
a
c
b
Cilumber Pasar Kemis
Cilumber Pasar Kemis
Cilumber Pasar Kemis
Hasil analisis menunjukan adanya pengaruh perbedaan laktasi (P<0,05) pada
rataan persentase bahan kering tanpa lemak di Desa Cilumber akan tetapi perbedaan
laktasi tidak mempengaruhi rataan presentase bahan kering tanpa lemak di Desa
Pasar Kemis.
Tabel 10. Rata-rata dan Simpangan baku Bahan Kering Tanpa Lemak (%) Desa
Cilumber dan Pasar Kemis
Cilumber
Pemerahan Laktasi ke- Rata-rata
pemerahan 1 2 3 4 5
Pagi - 7,735
±1,468
(n 15)
8,388
±0,558
(n 21)
8,323
±0,426
(n 14)
8,090
±0,605
(n 7)
8,164
±0,898
(n 57)
Sore - 7,699
±1,451
(n 15)
8,425
±0,583
(n 21)
8,2607
±0,3395
(n 14)
8,291
±0,477
(n 7)
8,2800
±0,4791
(n 57)
Total pagi
dan sore -
7,717a
±1,434
(n 15)
8,4064b
±0,5636
(n 21)
8,2918ab
±0,3792
(n 14)
8,191ab
±0,534
(n 7)
8,2218
±0,5715
(n 57)
Pasar Kemis
Pagi 8,205
±0,527
(n 11)
8,357
±0,340
(n 10)
8,082
±0,528
(n 12)
8,2714
±0,4077
(n 21)
8,048
±0,544
(n 6)
8,2133
±0,4573
(n 60)
Sore 8,145
±0,519
(n 11)
8,062
±0,768
(n 10)
8,2125
±0,3012
(n 12)
8,2924
±0,4139
(n 21)
8,132
±0,341
(n 6)
8,2025
±0,4852
(n 60)
Total pagi
dan sore
8,175
±0,511
(n 11)
8,210
±0,597
(n 10)
8,1471
±0,4258
(n 12)
8,2819
±0,4059
(n 21)
8,090
±0,435
(n 6)
8,2079
±0,3824
(n 60)
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
(P<0,05), n total Cilumber 57 ekor, n total Pasar Kemis 60 ekor
Hasil uji banding persentase bahan kering tanpa lemak susu berdasarkan
periode laktasi di Desa Cilumber pada laktasi 2 dan 3 menunjukan hasil yang
berbeda nyata. Peningkatan nilai berat jenis dari laktasi 2 ke laktasi 3 sebesar 0,6898.
Sedangkan pada laktasi 2 dan 4, 2 dan 5, 3 dan 4, 3 dan 5, 4 dan 5 menunjukan hasil
yang tidak berbeda nyata. Nilai bahan kering tanpa lemak di desa Pasar Kemis
menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata baik pada laktasi ke-1, 2, 3, 4 dan
laktasi ke 5.
Persentase Komposisi Susu yang Memenuhi Standar Nasional Indonesia (1998)
pada Masing-masing Desa
Menurut Badan Standar Nasional Indonesia (1998) syarat mutu susu segar
adalah sebagai berikut berat jenis (pada suhu 27,5 oC) minimum 1,0280, kadar lemak
minimum 3,0%, kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0% dan kadar protein
minimum 2,7%.
Gambar 6. Persentase Komposisi Susu yang Memenuhi Standar Nasional Indonesi
(1998) pada Masing-masing Desa.
Persentase syarat mutu susu segar berdasarkan Badan Standar Nasional yang
telah terpenuhi di Desa Cilumber dan Pasar Kemis disajikan pada Gambar 5. Kadar
protein susu di Desa Cilumber yang telah memenuhi syarat mutu susu segar adalah
71,42% dan Pasar Kemis adalah 66,07%. Berat Jenis jenis susu yang telah terpenuhi
untuk desa Cilumber adalah 50% dan Pasar Kemis adalah 62,5%. Bahan Kering
Tanpa Lemak yang yang telah terpenuhi di Desa Cilumbar 76,79% dan Pasar Kemis
69,64%. Kadar lemak yang telah terpenuhi oleh Desa Cilumber adalah 75% dan
Pasar Kemis adalah 76,79%.
Hasil menunjukan lebih dari 50% susu yang terdiri dari 117 sapi yang terdiri dari
57 ekor di desa Cilumber dan 60 ekor di Desa Pasar Kemis telah memenuhi kulitas
susu berdasarkan SNI 01-3141-1998. Manajemen yang baik akan menghasilkan
kulitas yang baik pula. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait peningkatan kulitas
susu antara lain manajemen pemberian pakan. Pakan sangat berpengaruh terhadap
71,42%
50%
76,79% 75%
66,07% 62,50% 69,64%
76,79%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
Protein BJ BKTL Lemak
Pasar Kemis
Cilumber
kualias susu yang dihasilkan. Bakan kering pada susu dihasilkan hasil dari
penyerapan nutrisi pakan yang mengalir dalam darah.
Frekuensi Genotipe κ–Kasein
Hasil identifikasi genotipe kappa kasein (κ–Kasein) yang dilakukan di Desa
Cilumber dan Pasar Kemis menunjukan adanya keragaman. Frekuensi genotipe AA
untuk Desa Cilumber adalah 0,26 dan Pasar Kemis adalah 0,32. Frekuensi genotipe
AB baik di Desa Cilumber dan Pasar Kemis adalah 0,65. Frekuensi genotipe BB di
Desa Cilumbar adalah 0,09 dan Pasar Kemis adalah 0,03. Frekuensi BB di Desa
Cilumber lebih besar dibandingkan di Pasar Kemis. Hasil data frekuensi AA, AB dan
BB dari kedua desa menunjukan frekuensi AB lebih dominan dibandingkan dengan
frekuensi genotipe AA dan BB.
Beberapa penelitian menunjukan frekuensi genotipe yang hampir sama.
Frekuensi genotipe di BPTU Batu Raden menunjukan AA, AB, dan BB sebagai
berikut 0,21 : 0,53 : 0,26 (Sumantri et al., 2004). Selain itu sejumlah populasi sapi
perah di beberapa negara bagian Amerika Serikat dan Kanada yang umumnya
mempunyai frekuensi genotipe AA, AB dan BB sapi Holstein adalah 0,53 : 0,43 :
0,04 (Ng-Kwaihang et al., 1987); 0,68 :0,29 : 0,03 (Ojala et al., 1997). 0,68 : 0,28 :
0,04 (Bobe et al., 1999). Sebaliknya pengamatan pada sapi Jersey umumnya
memberikan frekuensi genotipe BB yang tinggi, seperti dilaporkan Ojala et al.
(1997) dengan frekuensi genotipe AA, AB dan BB berurutan 0,02 : 0,20 : 0,78.
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2005) menunjukan frekuensi genotipe κ–
Kasein AA 0,34; AB 0,64 ;BB 0,02. Hal ini diduga disebabkan jumlah pejantan yang
terbatas dan semen yang digunkan untuk inseminasi buatan (IB) kemungkinan dari
pejantan yang sama, sehingga genotipe κ–Kasein sapi perah yang didapat sebagian
besar sama, yaitu κ–Kasein AB.
Pengaruh Genotipe κ–Kasein Terhadap Kualitas Susu
Hasil identifikasi menunjukan tidak terdapat pengaruh perbedaan genotipe
Kappa Kasein (AA, AB dan BB) di Desa Cilumber dan Pasir Kemis terhadap kadar
protein susu hal ini dimungkinkan jumlah sapi dengan Genotipe BB sangat
sedikit.Persentase protein BB yang relatif lebih tinggi dibandingkan genotipe AA dan
AB hal ini sesuai dengan pernyataan FOX (1992) varian B κ–kasein cenderung
mengahasilkan kadar protein lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Kappa kasein
alel B berhubungan positif dengan kadar protein susu (Ron et al., 1995). Hasil
berbeda ditunjukan pada penelitian yang dilakukan Mathius (2005) kadar protein
pada susu dengan genotipe AB cenderung lebih tinggi dibandingkan genotipe BB.
Tabel 11. Rataan Kualitas Susu berdasarkan Genotipe κ–kasein di Desa Cilumber
dan Pasar Kemis
Parameter
kualitas
susu
Genotipe κ–kasein
Cilumber Pasir Kemis
AA AB BB AA AB BB
(n 15) (n 37) (n 5) (n 20) (n 38) (n 2)
Produksi
(liter) 12,5 11,53 12,4 15,84 14,43 14,25
Protein
(%) 2,7615 2,9312 2,936 2,7371 2,7873 2,805
BJ (g/L) 1,0287 1,0281 1,028 1,0285 1,028 1,0281
BK (%) 11,4923 11,9331 11,818 11,273 11,6538 11,5125
BKTL
(%) 8,2143 8,2145 8,2982 8,2492 8,1886 8,1625
Lemak
(%) 3,2783 3,6926 3,52 3,2875 3,4645 3,35 Keterangan : n total Cilumber 57 ekor, n total Pasar Kemis 60 ekor
Menurut Sumantri et al. (2005), sapi bergenotipe κ-kasein BB sangat baik untuk
dikembangkan pada industri keju karena mempunyai protein lebih tinggi bila
dibandingkan dengan genotipe AB dan AA. Kadar protein ketiga genotipe κ-kasein
telah memenuhi syarat berdasarkan SNI, yaitu minimal sebesar 2,7% (Badan
Standarisai Nasional, 1998). Hasil analisis ragam kualitas susu (protein, berat jenis,
bahan kering, BKTL, dan lemak) dengan genotipe κ-kasein AA, AB dan BB
menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Kadar berat jenis pada genotipe AA, AB dan BB pada masing-masing desa telah
memenuhi syarat berdasarkan SNI yaitu minimum 1,0280 pada suhu 27,5oC (Badan
Standar Nasional, 1998). Rataan berat jenis dari kedua desa menunjukkan
kecenderungan genotipe AA lebih tinggi dibandingkan genotipe AB dan BB,
sedangkan pada kadar lemak susu genotipe AA lebih rendah bila dibandingkan
genotipe AB dan BB. Berat jenis seringkali memiliki hubungan yang berbanding
terbalik dengan lemak susu.
Susu dari sapi-sapi dengan genotipe κ–kasein AA memiliki kecenderungan
rataan kadar baha kering terendah tetapi memiliki rataan bahan kering tanpa lemak
tertinggi. Kadar bahan kering pada masing-masing genotipe κ–kasein telah
memenuhi persyaratan berdasarkan SNI yaitu minimal 8,0% (Badan Standarisasi
Nasional, 1998).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perbedaan laktasi dan waktu pemerahan sangat mempengaruhi produksi susu
di Desa Cilumber, namun hasil analisis menunjukan produksi susu di Pasar Kemis
tidak dipengaruhi perbedaan laktasi. Produksi susu di pagi hari lebih tinggi dari pada
sore hari, sedangkan kualitas susu di sore hari lebih baik dibandingkan kualitas di
pagi hari hal tesebut dikarenakan terdapat korelasi antara produksi susu terhadap
kandungan bahan kering dan kadar lemak, bertambahnya produksi susu
mengakibatkan berkurangnya bahan kering dan kadar lemak susu. Lebih dai 50%
kualitas susu Desa Cilumber dan Pasar Kemis telah memenuhi persyaratan
berdasarkan SNI 01-3141-1998. Perbedaan genotipe Kappa Kasein tidak
mempengaruhi kadar protein susu yang dihasilkan.
Saran
1. Perlu dilakukan pemisahan produksi susu pada periode laktasi yang berbeda
dikarenakan produksi dan kualitas susu cenderung berbeda setiap periode laktasi.
2. Perlu dilakukan pemisahan antara produksi susu pagi dan sore dikarenakan
kualitas sore hari lebih baik dibandingkan pagi hari sehingga dapat meningkatkan
nilai jual susu yang dibutuhkan untuk bahan baku industri makanan.
3. Perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan lebih lanjut mengenai manajemen
pemeliharaan dan penanganan hasil panen susu untuk meningkatkan mutu sesuai
Standar Nasional Indonesia
4. Perlu dilakukan identifikasi genotipe kappa kaein (κ–kasein) pada populasi sapi
FH dengan manajemen peternakan rakyat di desa Cilumber dan Pasir Kemis
untuk membibitkan sapi-sapi dengan genotipe κ–kasein BB yang menghasilkan
susu dengan kadar protein lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai jual dan
kegunaanya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapkan syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT yang
menguasai semua benda langit dan di bumi, baik yang terlihat (visible) maupun yang
gaib (invisible), serta telah melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan skripsi ini. Shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, suri tauladan alam semesta dan
seisinya Nabi Muhammad SAW. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada
ayahanda Endang Sumarna dan ibunda Fajar Sekarwati. Skripsi ini dipersembahkan
sebagai wujud rasa cinta dan terimakasih atas segala kasih sayang, kesabaran,
kebijaksanaan, do’a, motivasi, serta energi yang telah diberikan dengan tulus kepada
penulis dalam menjalani hidup agar menjadi pribadi yang baik dan berguna. Hanya
Allah-lah yang mampu membalas semua kebaikan yang telah mereka berikan.
Terimakasih tak lupa penulis ucapkan kepada adik tercinta Febby Fauziah berkat
keceriaan dan semangat yang telah diberikan menambah bahan bakar dalam
menjalani hidup.
Penghargaan dan ucapan terimaksaih yang sebesar-besarnya penulis berikan
kepada Ibu Dr. Ir.Rarah R.A.Maheswari.DEA selaku dosen pembimbing atas semua
bimbingan, masukan dan arahannya selama penulis melakukan penelitian dan
penyusunan skripsi ini hingga tahap akhir dan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Cece
Sumantri M. Agr.Sc selaku dosen pembimbing penelitian dan penyusunan skripsi,
serta dosen pembimbing akademik, atas segala masukan dan saran selama penelitian
dan penyusunan skripsi serta pemberian bimbingan dan semangat hidup selama
menuntut ilmu di Fakultas Peternakan IPB dan penulis haturkan terima kasih telah
membantu kelancaran terselesaikannya skripsi ini. Terimakasih tak lupa penulis
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan Fakultas Peternakan khususnya IPTP ’42
dan IPTP ’43 yang telah memberikan motivasi, semangat, rasa kebersamaan dan
kekeluargaan dalam menuntut ilmu di Fakultas Peternakan IPB dan Ka Ifid atas
saran yang telah diberikan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh
civitas akademik Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Mei 2010
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. 2004. Evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah rakyat pada musim
kemarau di Desa Mekar Maju, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
AOAC. 1995. Official Method of Analysis of the AOAC. 14th
Ed. AOAC, inc.
Arington, Virginia.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia 01-3141-1998: Susu
Segar. Departemen Perindustrian Indonesia, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia 01-2782-1998:
Metoda Pengujian Susu Segar. Departemen Perindustrian Indonesia, Jakarta.
Blakely, J. & H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Ed 4. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Bobe, G., D.C. Beitz, A.E. Freeman, & G.L.Linderberg. 1999. Effect of milk protein
genotypes on milk protein composition and its genetic parameter estimates. J.
Dairy Sci. 82: 2797−2804.
Bovenhuis, H., J.A.M. Van Arendonk, & S.Kerver. 1992. Associations between milk
protein polymorphism and milk production traits. J. Dairy Sci. 75: 2549–2559.
Direktur Jendral Peternakan. 2008. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jendral
Bina Produksi Peternakan, Jakarta.
Eckles, C. H., W. R. Combs & H. Macy. 1984. Milk and milki product. 4th
Ed. Tata
Mcgraw Hill Publisher Company. Ltd. Bombay, New Delhi.
Ekcles, C. H. 1956. Dairy Cattle and Milk Production. 5th
Ed. The McMillan Coy.
New York.
Ensminger, M. E &, D. T. Howard. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Ed. The Interstate
Printers and Publisher, Inc. Danville.
Ensminger, M. E. 1971. Dairy Cattle Science. The Interstate Printers and Publisher
Inc. Danville, Illionois.
FAO. 2008. Konsumsi Susu Tahun 2007. http://www.translator-xp.blogspot. Com
[2010/01/02].
Fitriyani, Y. 2008. Performa produksi susu dan reproduksi sapi Friesian-Holstein di
BPPT-SP Cikole Lembang. Skripsi. Program Studi teknologi Produksi Ternak.
Fakultas Peternakam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fox, P. F. 1992. Advanced Dairy Chemistry-1:Protein. Elsevier Science, London and
New York.
Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Penertbit Kanisius,
Yoyakarta.
Kadarini, S. 2005. Produksi dan kadar lemak susu sapi perah peternakan rakyat
anggota KUD Cipanas Cianjur. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi
Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mathius, S. 2005. Karakteristik keju lunak dari susu sapi dengan genotipe Kappa
Kasein (-Kasein) yang berbeda di peternakan rakyat Pondok Rangon. Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
McNamara, S. Omara, S. P. M. Rath. & J. J. Murphy. 2003. Effects of different
transition diets on dry matter intake, milk production, and milk composition in
dairy cows. J. Dairy Sci. 86:2397–2408
Miller, G. D., J. K., Jarvis, & McBean, L.D. 2007. Dairy Foods and Nutrition 3th
Ed.CRC Press London, New York.
Ng-Kwai-Hang, K.F., J.F. Hayes, J.E. Moxley & H.G. Monardes. 1986.
Relationships between milk protein polymorphisms and major milk
constituents in Holstein-Friesian cows. J. Dairy Sci. 69: 22−26.
Ojala, M., T.R. Famula & J.F. Medrano. 1997. Effects of milk protein genotypes on
the variation for milk production traits of Holstein and Jersey cows in California.
J. Dairy Sci. 80: 1776−1785
Prabowo, B. B. 2002. Studi produksi susu di tiga desa yang berbeda bioklimatik di
Kabupaten dan Kodya Bogor. Jurusan Ilmu produksi Ternak. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prasetyo, A.2005.Metode ekstraksi DNA dan Identifikasi gen kappa-kasein pada sapi
FH di Peternakan rakyat. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.
Pulina, G and Bemcini, R. 2004. Dairy Sheep Nutrition. CABI Publishing,
Cambridge USA.
Putra, A. R. 2004. Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok
Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Skripsi. Program Studi
Teknologi Produksi Ternak. Fakultan Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Rachman, P. A. 2004. Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan
Pondok Rangon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Skripsi. Program Studi
Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Resti, Y. 2009. Pengaruh selang pemerahan terhadap produksi susu sapi Fries
Holland (FH). Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rizki, A. N. 2005. Evaluasi produksi susu dan kadar lemak susu sapi perah pada
peternakan rakyat di Desa Sebaluh, Kecamatan Pujon, Jawa Timur. Skripsi.
Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultan Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ron, O. Yoffe, E. Ezra, J. F. Medrano & J. I. Wller.1994. Determination Effects of
milk protein d=genotype on production traits of Israeli Holstein. J. Dairy
Sci.77:1106-1113.
Rusdiana, S & S. K. Wahyuning. 2009.Upaya pengembangan agrobisnis sapi perah
dan peningkatan produksi susu melalui pemberdayaan koperasi susu. Forum
Penelitian Agro Ekonomi (27): 43-51
Sanh, M. V., H. Wiktorsson & V. Lyl. 2002. Effect of natural grass forage to
concretate ratios and feeding principles on milk production and performance of
crossbred lactating cows. Asian Aus. J. Anim. Sci. 15 : 650-657.
Schimdt, G. H., L. D. Van Vleck & M. F. Hutjens. 1988. Principle of Dairy Science.
2nd
Ed. Prentice Hall Inc. Engewood Cliffs, New Jersey.
Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia.
Terjemahan B. Sumantri, Jakarta.
Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sudono, A., R. F. Rosdiana, & B. S. Setiawan. 2003. BeternakSapi Perah Secara
Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sumantri, C., A. Anggraeni, R.R.A. Maheswari, K. Dwiyanto, A. Farajalah dan B.
Bramantyo. 2004. Frekuensi gen kappa kasein (κ-kasein) pada sapi perah FH
berdasarkan produksi susu di BPTU Baturraden. Pros. Seminar Nasional.
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4−5 agustus 2004. Puslitbang
Peternakan, Bogor. hlm. 175–182.
Sumantri, C., R.R.A Maheswari, A. Anggraeni, K. Dwiyanto & A. Farajallah. 2005.
Pengaruh genotipe Kappa Ksein (κ–Kasein) terhadap kualitas susu pada sapi
perah FH di BPTU Baturraden. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner.
Suryahadi, Nahrowi, I.G. Permana, L. Abdullah & Hadiyanto. 1997. Manajemen
Pakan Sapi Perah. Kerjasama Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
dengan GKSI-CCA Kanada, Bogor.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu
Makanan Ternak, Fak. Peternakan IPB.
Tristy, N. H. 2009. Hubungan antara kecepatan pemerahan dengan produksi susu
sapi perah di peternakan sapi perah Rakyat Rahmawati Jaya Pangadegan
Jakarta Selatan. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan teknologi
Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yani, A & B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis
sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan
produktivitasnya. Media Peternakan 2 (1): 35-46.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Faktorial RAL antara Produksi Susu Terhadap Waktu
Pemerahan dan Masa Laktasi yang Berbeda.
1.1.Desa Cilumber
Sumber db JK KT F hit P
Waktu Pemerahan 1 66,766 66,766 20,75 0,000
Massa laktasi 3 41,34 13,78 4,28 0,007
Waktu pemerahan
* Massa laktsi 3 3,418 1,139 0,35 0,786
Galat 106 341,119 3,218
Total 113
1.2.Desa Pasir Kemis
Sumber db JK KT F hit P
Waktu Pemerahan 1 64,581 64,581 11,88 0,001
Massa laktasi 4 42,084 10,521 1,93 0,11
Waktu pemerahan
* Massa laktsi 4 1,895 0,474 0,09 0,986
Galat 110 598,179 5,438
Total 119
Lampiran 2. Analisis Faktorial RAL antara Kualitas Susu Terhadap Waktu
Pemerahan dan Masa Laktasi yang Berbeda.
2.1. Kualitas Protein Desa Cilumber
Sumber db JK KT F hit P
Waktu Pemerahan 1 0,0046 0,0046 0,03 0,869
Massa laktasi 3 1,3962 0,4654 2,75 0,047
Waktu pemerahan
* Massa laktsi 3 0,1183 0,0394 0,23 0,873
Galat 106 17,9538 0,1694
Total 113
2.2. Kualitas Protein Desa Pasir Kemis
Sumber db JK KT F hit P
Waktu Pemerahan 1 0,0591 0,0591 0,5 0,479
Massa laktasi 4 0,1736 0,0434 0,37 0,829
Waktu pemerahan
* Massa laktsi 4 0,2193 0,0548 0,47 0,759
Galat 110 12,8851 0,1171
Total 119
2.3. Berat Jenis Desa Cilumber
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 0,0000019 0,0000019 0,52 0,474
Massa laktasi 3 0,0000362 0,0000121 3,23 0,025
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
3 0,0000014 0,0000005 0,12 0,945
Galat 106 0,0003963 0,0000037
Total 113
2.4. Berat Jenis Desa Pasir Kemis
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 0,0000033 0,0000033 0,97 0,328
Massa laktasi 4 0,0000075 0,0000019 0,55 0,698
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
4 0,0000076 0,0000019 0,56 0,691
Galat 110 0,0003739 0,0000034
Total 119
2.5.Bahan Kering Desa Cilumber
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 2,914 2,914 1,98 0,162
Massa laktasi 3 4,616 1,539 1,05 0,375
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
3 1,568 0,523 0,36 0,785
Galat 106 155,805 1,47
Total 113
2.6. Bahan Kering Desa Pasir Kemis
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 0,069 0,069 0,04 0,848
Massa laktasi 4 9,245 2,311 1,24 0,297
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
4 4,87 1,217 0,65 0,625
Galat 110 204,697 1,861
Total 119
2.7. Bahan Kering Tanpa Lemak Desa Cilumber
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 0,0298 0,0298 0,7553 0,843
Massa laktasi 3 8,9344 2,9781 3,94 0,01
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
3 0,1877 0,0626 0,08 0,969
Galat 106 80,0639 0,7553
Total 113
2.8 .Bahan Kering Tanpa Lemak Desa Pasir Kemis
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 0,0147 0,0147 0,07 0,798
Massa laktasi 4 0,5071 0,1268 0,56 0,689
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
4 0,573 0,1432 0,64 0,636
Galat 110 24,6919 0,2245
Total 119
2.9. Lemak Desa Cilumber
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 1,284 1,284 1,31 0,255
Massa laktasi 3 2,8084 0,9361 0,96 0,416
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
3 1,5198 0,5066 0,52 0,671
Galat 106 103,7487 0,9788
Total 113
2.10. Lemak Desa Pasir Kemis
Sumber db JK KT F hit P
Waktu
Pemerahan 1 1,5288 1,5288 12,55 0,113
Massa laktasi 4 1,5187 0,3797 0,63 0,639
Waktu
pemerahan *
Massa laktsi
4 0,8318 0,208 0,35 0,845
Galat 110 65,8821 0,5989
Total 119
Top Related