Eigenvector dan eigenvalues
• Pengertian
Sebuah matriks bujur sangkar dengan orde n x n misalkan A, dan sebuah vektor
kolom X. Vektor X adalah vektor dalam ruang Euklidian nR yang dihubungkan
dengan sebuah persamaan:
XAX λ= (7.1)
Dimana λ adalah suatu skalar dan X adalah vektor yang tidak nol Skalar λ
dinamakan nilai Eigen dari matriks A. Nilai eigen adalah nilai karakteristik dari suatu
matriks bujur sangkar. Vektor X dalam persamaan (7.1) adalah suatu vektor yang
tidak nol yang memenuhi persamaan (7.1) untuk nilai eigen yang sesuai dan disebut
dengan vektor eigen. Jadi vektor X mempunyai nilai tertentu untuk nilai eigen
tertentu.
• Perhitungan eigenvalues
Kita tinjau perkalian matriks A dan X dalam persamaan (7.1) apabila kedua sisi
dalam persamaan tersebut dikalikan dengan matriks identitas didapatkan:
IAX = XIλ
AX = IXλ
[ ] 0=− XAIλ (7.2)
Persamaan (7.2) terpenuhi jika dan hanya jika:
det [ ]AI −λ (7.3)
Dengan menyelesaikan persamaan (7.3) dapat ditentukan nilai eigen ( )λ dari sebuah
matriks bujur sangkar A tersebut.
• Perhitungan eigenvector
Kita tinjau kembali persamaan XAX λ= dimana A adalah matriks bujur
sangkar dan X adalah vektor bukan nol yang memenuhi persamaan tersebut. Dalam
subbab 7.1 telah dibahas tentang perhitungan nilai eigen dari matriks A(λ ), pada
subbab ini kita bahas vektor yang memenuhi persamaan tersebut yang disebut vektor
eigen(vektor karakteristik) yang sesuai untuk nilai eigennya.
Kita tinjau sebuah matriks bujur sangkar orde 2 x 2 berikut:
A =
2221
1211
aaaa
Persamaan XAX λ= dapat dituliskan:
2221
1211
aaaa
=
2
1
2
1
xx
xx
λ (7.4)
Persamaan (7.4) dikalikan dengan identitas didapatkan:
1001
2221
1211
aaaa
2
1
xx
=
1001
λ
2
1
xx
2221
1211
aaaa
2
1
xx
=
λ
λ0
0
2
1
xx
−
−λ
λ
2221
1211
aaaa
2
1
xx
= 0 (7.5)
Persamaan (7.5) dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:
0)(0)(
222121
212111
=−+=+−
xaxaxaxa
λλ
(7.6)
Persamaan (7.6) adalah sistem persamaan linier homogen, vektor dalam ruang Rn
yang tidak nol didapatkan jika dan hanya jika persamaan tersebut mempunyai solusi
non trivial untuk nilai eigen yang sesuai.
Contoh soal:
1. Misalkan Sebuah vektor
=
21
X dan sebuah matriks bujur sangkar orde 2 x 2
=
2404
A , Apabila matriks A dikalikan dengan X maka:
AX =
2404
21
=
++
4404
=
84
Dimana:
84
=
21
4 = Xλ
Dengan konstanta 4=λ dan
2404
21
=
21
4
Memenuhi persamaan (7.1). Konstanta 4=λ dikatakan nilai eigen dari matriks
bujur sangkar
=
2404
A
2. Dapatkan nilai eigen dari matriks A =
2312
Jawab:
Dari persamaan (7.3) maka:
det
−
−23
12λ
λ = 0
03)2)(2( =−−− λλ
03442 =−+− λλ
0142 =+− λλ
Dengan menggunakan rumus abc didapatkan:
2,1λ = 2
1.1.4)4(4 2 −−±
= 2
4164 −±
= 2
124 ±
=
= 2 3±
Maka penyelesaian adalah: 321 +=λ dan 322 −=λ .
Nilai eigen matriks A =
2312
adalah:
321 +=λ dan 323 −=λ
3. Dapatkan nilai eigen dari matriks A =
5114
Jawab:
Nilai eigen ditentukan dengan persamaan:
det
−
−51
14λ
λ = 0
maka:
01)5)(4( =−−− λλ
012092 =−+− λλ
01992 =+− λλ
2324 ±
Dengan rumus abc didapatkan:
2
19.1.4)9(9 2
2,1
−−±=λ
2
768192,1
−±=λ
2
592,1
±=λ
Didapatkan 5215,41 +=λ dan 5
215,42 −=λ , jadi nilai eigen matriks
A =
5114
adalah 5215,4 ±=λ
4. Tentukan vector eigen dari matriks berikut:
𝐴 = � 3 2−1 0�
Jawab:
• Nilai eigen dari matriks A adalah
A x = λ x
� 3 2−1 0� x = λ x
� 3 2−1 0� x = �λ 0
0 λ� x
�λ 00 λ� x - � 3 2
−1 0� x = 0
�λ − 3 −21 λ � x = 0
Maka polynomial karakteristik A adalah :
Det (λI – A) = 0
{( λ-3) . λ} – (- 2.1) = 0
λ 2 - 3 λ + 2 = 0
(λ – 1) (λ – 2) = 0
λ = 1 dan λ = 2 (nilai eigen valuenya)
• Sekarang tentukan nilai vektornya yaitu : sebuah vector tak 0 yang memenuhi persamaan Ax = λx. - Untuk nilai eigen λ = 1
Ax = λx
� 3 2−1 0� x = λ x
� 3 2−1 0� �
𝑥1𝑥2� = 1. �
𝑥1𝑥2�
�3𝑥1 + 2𝑥2−𝑥1
� = �𝑥1𝑥2�
�3𝑥1 + 2𝑥2 − 𝑥1−𝑥1 − 𝑥2
� = 0
Maka di dapat persamaan :
3x1 + 2x2 – x1 = 0
-x1 – x2 = 0
Dan jika diselesaikan maka :
2x1 + 2x2 = 0 artinya x1 = - x2
-x1 – x2 = 0 artinya x1 = - x2
Jika x2 = k (merupakan konstanta sembarang)
Maka di dapat
X = �𝑥1𝑥2� = �−𝑘𝑘 �
- Untuk nilai eigen λ = 2
Ax = λx
� 3 2−1 0� x = λ x
� 3 2−1 0� �
𝑥1𝑥2� = 2. �
𝑥1𝑥2�
�3𝑥1 + 2𝑥2−𝑥1
� = �2𝑥12𝑥2
�
�3𝑥1 + 2𝑥2 − 2𝑥1−𝑥1 − 2𝑥2
� = 0
Maka di dapat persamaan :
3x1 + 2x2 – 2x1 = 0
-x1 – 2x2 = 0
Dan jika diselesaikan maka :
x1 + 2x2 = 0 artinya x1 = - 2x2
-x1 – 2x2 = 0 artinya x1 = - 2x2
Jika x2 = k (merupakan konstanta sembarang)
Maka di dapat
X = �𝑥1𝑥2� = �−2𝑘
𝑘 �
Linear Algebra
Generalized Inverses
Misalkan matriks A = (aij) � Cnxm . Sebuah matriks X = (xij) � Cnxm dikatakan sebagai
generalized atau pseudo invers dari matriks A jika X memenuhi satu atau lebih dari
sifat-sifat berikut:
(i) AXA = A
(ii) XAX = X
(iii) (AX)H =AX (6.10)
(iv) (XA)H = XA
Disini AH = (A)T ! conjugate transpose dari matriks A. Jika elemen-elemen dari
matriks A � � maka AH = AT (AH dibaca A- Hermitian)
Jika X memenuhi persamaan (6.10) maka X disebut sebagai satu-invers (one invers )
yang secara umum tidak tunggal.
Jika X adalah satu-invers , maka seluruh satu-invers yang lain dari matriks A adalah :
Satu-invers X adalah tunggal jika dan hanya jika matriks A adalah matriks bujur
sangkar
nonsingular.
Matriks X dikatakan sebagi Moore-Penrose Generalized Invers dari matriks A jika
dan
hanya jika matriks X memenuhi keempat sifat yang diberikan pada persamaan (6.10)
dan
dinotasikan dengan A+
Contoh matriks A* (AH)
If
then
Teorema 1 pada generalized inverse pada matriks mempunyai 4 persamaan:
1. BAB = B
2. ABA = A
3. (BA)H = BA
4. (AB)H = AB
Matriks B disebut pseudo-invers atau invers matriks tergeneralisasi dari A.
Contoh:
Teorema 1
Diberikan A sembarang matriks berukuran mxn, maka terdapat invers matriks tunggal
tergeneralisasi dari A berukuran nxm.
Bukti:
Jika X,Y adalah invers matrik tergenerasliasi dari A, maka X, Y memenuhi keempat
sifat pada teorema 1. Sehingga berlaku:
AY = (AXA)Y= (AX)(AY)
Karena AX dan AY matriks Hermitian dengan sifar nomer 4, di peroleh:
AY = ((AX(AY))H
= (AY)H(AX)H
= (AY)(AX)
= (AYA)X
= AX
Dengan cara yang sama didapatkan YA= XA. Berikutnya AY= AX dikalikan dengan
Y dari kiri, didapatkan Y = YAY = YAX
Selanjutnya YA =XA dikalikan matriks X dari kanan, didapatkan :
YAX = XAX = X
Jadi Y = YAX = X
Terbukti vahwa X= Y, artinya invers A tunggal.
TEORI
SUBSPACE
Di dalam matematika, sebuah subspace merupakan vector space yang berada di dalam
vector space lain. Jadi, setiap subspace adalah vector space yang berada dalam subspace
itu sendiri atau bisa juga merupakan vector space yang ada di dalam vector space lain
(yang lebih besar).
Dimisalkan ada dua buah vector space, yaitu V dan W yang keduanya memiliki bagian
vector dan bagian skalar. Dimisalkan bahwa W merupakan subspace dari V, dengan W ⊆
V. Apabila V adalah vector space yang didefinisikan C4, melalui sebuah matriks
berbentuk 4x4, maka sudah jelas bahwa W ⊆ V apabila objek dari W adalah vektor
kolom yang berjumlah 4.
INVARIANT SUBSPACE
Invariant subspace merupakan suatu istilah yang ditujukan pada sebuah subspace, yang
apabila ada transformasi linier
T : V → V
Kemudian W ≤ V, λ adalah eigenvalue dari sebuah transformasi T, v adalah eigenvector
yang koresponden / sesuai dengan λ tsb, kemudian Tv=λv, sehingga T(w) terletak di
dalam subspace W. Atau dengan kata lain, W merupakan sebuah subspace yang
memiliki sifat invariant terhadap transformasi T. Atau bisa disebut juga bahwa W adalah
T-invariant subspace.
Perhatian :
T : transformasi linier, contoh T(x)=Ax.
V : vektor space yang mengalami transformasi T, bisa berbentuk himpunan
ataupun matriks
W : subspace dari V, bisa berbentuk himpunan atau matriks
X : eigenvector dari sebuah matriks persegi, biasanya berbentuk matriks
λ : eigenvalue dari sebuah matriks persegi, biasanya berbentuk konstanta
Contoh soal:
1. Transformasi linear dari T: C4―> C4 didefinisikan sebagai T(x)=Ax.
Dimana A=
Dan w1 dan w2:
Dan himpunan W={w1,w2}. Kita akan periksa apakah W merupakan invariant subspace
dari C4 dengan T. Dari definisi W, setiap vector yang dipilih dari W dapat ditulis sebagai
kombinasi linear dari w1 dan w2. Anggap w 𝜖 W, berikut penjelasan untuk
pemeriksaannya.
T(w) = T(a1*w1+a2*w2)
= a1* T(w1)+ a2*T(w2)
=a1* + a2*
=a1*w2+a2*((-1)w1++2w2)
=(-a2)*w1+(a1+2a2)*w2 𝜖 W
Oleh karena itu berdasarkan definisi dari invariant subspace maka W merupakan
invariant subspace dari C4 dengan T.
2. Dan x1 dan x2:
Dan himpunan X={x1,x2}. Kita akan periksa apakah X merupakan invariant subspace dari
C4 dengan T. Dari definisi X, setiap vector yang dipilih dari X dapat ditulis sebagai
kombinasi linear dari x1 dan x2. Berikut penjelasan untuk pemeriksaan apakah X
merupakan invariant subspace dari C4 atau tidak.
T(w) = T(b1*x1+b2*x2)
= b1* T(x1)+ b2*T(x2)
=b1* + b2*
=a1*(-11,7*x1+8,1*x2)+a2*(-28,57*x1+22,98*x2)
=-(11,7*a1+28,57*a2)*x1+(8,1*a1+22,98*a2)*x2 𝜖 X
*
Oleh karena itu berdasarkan definisi dari invariant subspace maka X merupakan
invariant subspace dari C4 dengan T.
Linear Subspaces (Sub Ruang Linier)
1. Pembuka
Dalam tulisan ini sedikit menyinggung tentang beberapa istilah dalam aljabar linier yang perlu dimengerti sebelum belajar kontrol robust. Beberapa istilah lain ada di tulisan lain untuk melengkapi tulisan ini. Selain belajar dari tulisan ini, diharapkan peserta kuliah juga aktif menelusuri lebih dalam tentang aljabar linier di beberapa referensi buku yang disodorkan agar peserta bisa lebih memahami tentang istilah-istilah yang di tulis disini yang nantinya akan mempengaruhi pemahaman kita saat belajar kontrol robust.
Dalam tulisan ini akan di jelaskan seperti apa sub ruang vektor (Subspace), kombinasi linier suatu vektor, span, kebebasan linier, basis dan dimensi yang mana seluruhnya saling berhubungan. Selain itu juga akan disinggung mengenai vektor yang ortogonal, ortonormal, kernel, image, dan trace.
2. Subruang
Jika diketahui V adalah ruang vektor dan U adalah sub himpunan V, maka U dikatakan sub ruang dari V jika memenuhi dua syarat:
• Jika �̅�, 𝑞� ϵ U maka �̅� + 𝑞� ϵ U (syarat penjumlahan)
• Jika �̅� ϵ U maka untuk skalar k berlaku k�̅� ϵ U (syarat perkalian)
Untuk lebih memahami pernyataan di atas kita bisa perhatikan contoh di bawah ini:
2.1. jika U= �𝑥0� adalah sub himpunan R2 maka tunjukanlah apakah U subruang R2 ?
Kita uji U dengan 2 syarat diatas:
#Syarat penjumlahan
misal �̅� = �20� dan 𝑞� = �30� dimana kita tahu bahwa �̅�, 𝑞� ϵ U maka
�̅� + 𝑞� = �20� + �30�= �50�
�̅� + 𝑞�= �50� ϵ U, berapapun nilai x pada �̅�, 𝑞� ϵ U akan tetap mengakibatkan �̅� + 𝑞� sebagai anggota
U (Syarat penjumlahan terpenuhi)
#Syarat perkalian
misal �̅� = �20�, maka k�̅� ϵ U dengan k skalar. Berapapun nilai k dan berapapun nilai x yang ada
pada �̅�, k�̅� tetap akan berada dalam himpunan U (syarat perkalian terpenuhi)
karena dua syarat di atas terpenuhi maka U adalah subruang dari R2
2.2. jika U= �𝑥𝑦� dan x ≥0 , dan U adalah sub himpunan R2 maka tunjukanlah apakah U subruang
R2 ?
Kembali kita uji U dengan 2 syarat diatas:
#Syarat penjumlahan
misal �̅� = �24� dan 𝑞� = �36� dimana kita tahu bahwa �̅�, 𝑞� ϵ U maka
�̅� + 𝑞� = �24� + �36�= � 510�
�̅� + 𝑞�= � 510� ϵ U, berapapun nilai x asalkan x≥0 dan berapapun nilai y pada �̅�, 𝑞� ϵ U akan tetap
mengakibatkan �̅� + 𝑞� sebagai anggota U (Syarat penjumlahan terpenuhi)
#Syarat perkalian
misal �̅� = �24�, maka ada nilai k yang tidak dapat memenuhi syarat k�̅� ϵ U yaitu ketika k ≤ 0 .
misalkan k = -1 maka k�̅� = �−2−4� , padahal nilai x harus ≥0 agar tetap berada di dalam anggota U.
(syarat perkalian tidak terpenuhi)
karena ada syarat yang tidak terpenuhi maka U bukanlah subruang dari R2
3. Kombinasi Linier dan Span
• Jika U= { 𝑥1���, 𝑥2���, . . . . . . 𝑥𝑛��� } maka 𝑢� = k1.𝑥1��� + k2. 𝑥2���+. . . kn.𝑥𝑛��� bisa disebut kombinasi linier dari U
• Jika U= { 𝑥1���, 𝑥2���, . . . . . . 𝑥𝑛��� }, maka Span{U} adalah semua kombinasi linier yang mungkin terjadi dari U
• jika V adalah ruang Vektor dan U adalah Sub himpunan dari V maka Span{U} bisa dikatakan sebagai subruang dari V, atau secara matematis Span{U}= Subruang V jika U adalah subruang V
berikut ini adalah contoh soal untuk memperjelas pernyataan di atas:
3.1. jika U={�̅�, 𝑞�} = {�𝑥1𝑦1� , �
𝑥2𝑦2�} dan U adalah sub himpunan R2 maka tunjukanlah , tunjukanlah
bahwa span{U} adalah subruang R2 ?
misal �̅�=�12� 𝑞�=�43�, maka span{�̅�, 𝑞�} adalah:
span{�̅�, 𝑞�} adalah kombinasi linier yang mungkin terjadi dari {�̅�, 𝑞�} , maka katakanlah
𝑢� = span{�̅�, 𝑞�}
𝑢� = k1.�̅� + k2.𝑞�=k1.�12� + k2. �43� = � 𝑘1 + 4𝑘2
2𝑘1 + 3𝑘2�
Untuk mengujinya dengan 2 syarat sub ruang, maka kita definisikan lagi �̅� sebagai kombinasi linier yang lain dari U, maka
�̅� = span{�̅�, 𝑞�}
�̅� = m1.�̅� + m2.𝑞�=m1.�12� + m2. �43� = � 𝑚1 + 4𝑚2
2𝑚1 + 3𝑚2�
Jika kita masukan nilai k1, k2, m1, dan m2 ke dalam 𝑢� dan �̅� maka 𝑢� dan �̅� akan tetap menjadi anggota himpunan U, selanjutnya adalah pengujian terhadap syarat subruang :
#syarat penjumlahan
𝑢� + �̅�= � 𝑘1 + 4𝑘22𝑘1 + 3𝑘2
�+ � 𝑚1 + 4𝑚22𝑚1 + 3𝑚2
� = � 𝑘1 + 4𝑘2 + 𝑚1 + 4𝑚22𝑘1 + 3𝑘2 + 2𝑚1 + 3𝑚2
�
Berapapun nilai k1, k2, m1, dan m2, 𝑢� + �̅� tetap anggota himpunan U (syarat penjumlahan)
#Syarat perkalian
𝑢� = � 𝑘1 + 4𝑘22𝑘1 + 3𝑘2
�, maka c𝑢� ϵ U dengan C skalar. Berapapun nilai c serta berapapun nilai k1 dan k2
yang ada pada 𝑢�, c𝑢� tetap akan berada dalam himpunan U (syarat perkalian terpenuhi)
karena dua syarat di atas terpenuhi maka span{U}=span{�̅�, 𝑞�} adalah subruang dari R2
4. Kebebasan Linier, Basis, dan Dimensi
U = { 𝑥1���, 𝑥2���, . . . . . . 𝑥𝑛��� } dikatakan bebas linier (Linearly independent) jika :
• 𝑠𝑝𝑎𝑛{U} = k1.𝑥1��� + k2. 𝑥2���+. . . kn.𝑥𝑛��� =0 dan hanya memiliki penyelesaian k1= k2 = kn =0 ,
• Jika ada penyelesaian lain maka dikatakan bergantung linier (Linearly Dependent) • Misalkan V ruang vektor dan U= { 𝑥1���,𝑥2���, . . . . . . 𝑥𝑛��� }. U disebut basis dari V bila U bebas
linier • Dimensi Ruang Vektor didefinisikan sebagai banyaknya unsur basis ruang vektor, misal
dim (R3)=3 berikut ini adalah contoh soal untuk memperjelas pernyataan di atas:
4.1. misal U={�̅�, 𝑞�},𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 �̅�=�12� 𝑞�=�43�, apakah U basis dari R2 ?
Cek kebebasan liniernya, maka
Span{U} = span{�̅�,𝑞�}= k1.�̅� + k2.𝑞� = �00�
Span{U} =k1.�12� + k2. �43� = � 𝑘1 + 4𝑘2
2𝑘1 + 3𝑘2� = �00�
Atau bisa kita tulis dalam bentuk
�1 42 3� �
k1k2� = �00�
�k1k2� = �1 4
2 3�−1�00�
�k1k2� = �00�
karena k1=k2=0, maka U bebas linier, karena U bebas linier maka U adalah basis dari R2. Dapat diliat secara langsung juga bahwa U memiliki 2 vektor dan dim (R2) adalah 2 maka U adalah basis dari R2.
4.2. misal U={�̅�, 𝑞�, �̅� },𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 �̅�=�12� 𝑞�=�43� �̅�=�51�, apakah U basis dari R2 :
Cek kebebasan liniernya, maka
Span{U} = span{�̅�,𝑞�, �̅� }= k1.�̅� + k2.𝑞� + k3. �̅� = �00�
Span{U} =k1.�12� + k2. �43� + k3. �51� = �𝑘1 + 4𝑘2 + 5𝑘3
2𝑘1 + 3𝑘2 + 𝑘3� = �00�
�1 4 52 3 1� �
k1k2� = �00�
Invers dari suatu matriks A adalah A-1 = 𝑎𝑑𝑗 𝐴det𝐴
Matriks �1 4 52 3 1� tidak memiliki determinan, maka matriks tersebut tidak bisa di inverskan, oleh
karena itu
�k1k2� ≠ �00�
karena k1≠ k2 ≠ 0, maka U bergantung linier, karena U bergantung linier maka U bukanlah basis dari R2. Dapat diliat secara langsung juga bahwa U memiliki 3 vektor dan dim (R2) adalah 2 maka U bukanlah basis dari R2.
5.1 Kernell atau Null space
Didefinisikan dengan
Ker A = N(A) := {�⃑� ∈ Rn | A �⃑� = 0�⃑ },
Adalah semua nilai vektor x (�⃑�) yang memenuhi persamaan, dimana �⃑� adalah anggota Rn
dan matriks A jika dikali �⃑� akan menghasilkan vektor 0 (0�⃑ ).
5.2 misal A=�1 1 1 11 2 3 44 3 2 1
�, maka berapakah Null A (N(A))?
A=�1 1 1 11 2 3 44 3 2 1
� �
𝑥1𝑥2𝑥3𝑥4
�=�
0000
� N(A) := {�⃑� ∈ Rn | A �⃑� = 0�⃑ }
Matriks di atas bisa diwaki denagn persamaan linear sebagai berikut
X1 + X2 + X3 +X4 =0 X1 +2X2+3X3+4X4 =0 4X1+3X2+2X3+X4 =0 Persamaan diatas bisa diwakili dengan sebuah matriks buatan yaitu
�1 1 1 11 2 3 44 3 2 1
�000�
kemudian : baris ke 2 diganti dengan : baris ke 2 dikurangi baris ke 1 dan
baris ke 4 diganti dengan : 4 x baris ke 1 dikurangi baris ke 4
sehingga matriks tersebut menjadi :
�1 1 1 10 1 2 30 1 2 3
�000�
kemudian : baris ke 1 diganti dengan : baris ke 1 dikurangi baris ke 2 dan
baris ke 4 diganti dengan : baris ke 4 dikurangi baris ke 3
sehingga matriks tersebut menjadi :
�1 0 −1 −20 1 2 30 0 0 0
�000�
Matriks di atas bisa dituliskan menjadi persamaan :
X1 – X3 – 2X4 =0 maka X1= X3 + 2X4 X2+2X3+3X4 =0 maka X2= –2X3 – 3X4
Sehingga
�
𝑥1𝑥2𝑥3𝑥4
�= X3�
1−210
�+ X4 �
2−301
�
Jadi N(A) = Span��
1−210
�+ �
2−301
��
Sebagai catatan tambahan jika kolom – kolom pada Matriks A merupakan bebas linear(linieary independent) maka �⃑� yang memungkinkan �⃑� = 0�⃑
Dan gambaran atau range dari A adalah
ImA = R(A) := {y ∈ Fm : y = Ax, x ∈ Fn}.
Biarkan ai, i = 1 , 2,...,n menyatakan colom dari matriks A ∈ Fm x n ; maka
Im A = span{a1,a2,...,an}.
Sebuah pesegi matriks U ∈ Fn x n yang kolomnya membentuk basis orthonormal untuk Fn disebut
kesatuan matriks ( atau matriks orthogonal jika F = R), dan itu membuktikan U*U = I = UU*.
6.1 Trace Trace dari matriks persegi ordo n x n didefinisikan sebagai jumlah elemen pada diagonal utama, yaitu diagonal dari kiri atas ke kanan bawah dinotasikan dengan Tr(A), yaitu
a11+a22+a33+...ann=∑ aiini=1
atau bisa juga dituliskan :
Trace(A): = � aii
n
i=1
Sebagai contoh :
matriks A=�−1 2 01 2 −2−1 1 3
� hitung trace dari A?
Dapat dituliskan tr(A)= a11+a22+a33
= (-1) + 2 +3 = 4
6. Referensi
1. Anton, Howard dan Rorres, Chris. Elementary Linear Algebra-Ninth Edition. John Wiley and Sons, Inc. 2005
2. Sibaroni, Yuliant. Buku Ajar Aljabar Linier. STT Telkom Bandung. 2002 3. www.Youtube.com (channel: khan academy, bagian Lenear Algebra)
Definisi inverse
JIka A dan B matriks bujur sangkar sedemikian rupa sehingga A B = B A = I , maka B disebut balikan atau invers dari A dan dapat dituliskan ( B sama dengan invers A). Matriks B juga mempunyai invers yaitu A maka dapat dituliskan .
Metode penentuan inverse : Ada beberapa metode untuk menetukan invers dari suatu matriks ,antara lain :
1. subtitusi
2. matriks adjoint
3. eliminasi guass-jordan
4. dekomposisi
5. perkalian matriks inverse elementer
6. dan lain lain
Pada pembahasan kali ini kami hanya kan membahas 2 metode saja yaitu menggunakan
matriks adjoint dan partisi matriks-dekomposisi, karena erat kaitannya dengan mata kuliah yang
sedang kami ambil yaitu teknik control robust terutama metode dekomposisi.
Penjelasan matriks adjoint
Misalkan A suatu matriks kuadrat dengan baris dan kolomnya masing masing sebesar n.
Jadi A = (ai j) ; i,j = 1,2,….n. Dan setiap element dari matriks mempunyai kofaktor, yaitu elemen
ai j mempunyai kofaktor k i j .Apabila semua kofaktor itu dihitung untuk semua elemen matriks
A, kemudian dibentuk suatu matriks K dengan kofaktor dari semua elemen matriks A
sebagai elemennya, maka:
Yang disebut adjoint matriks A ialah suatu matriks yang elemen elemennya terdiri dari
transpose semua kofaktor dari elemen-elemen matriks A, yaitu apabila: k=( k i j ), dimana k i j
ialah kofaktor dari elemen ai j , maka adjoint matriks A yaitu :
Jadi, jelasnya Adj (A) ialah transpose dari matriks kofaktor K, yaitu:
Matriks orde 2 x 2 :
=
= Invers Matriks A Adj (A) = Matriks adjoint dari matriks A Det (A) = Determinan matriks A
Untuk matriks berordo 2X2 dimana matriks A =
A =
Untuk nilai invers dari matriks :
=
=
=
=
=
Matriks orde 3 x 3 :
Contoh soal :
Carilah invers matriks dibawah ini :
Penyelesaian :
• Mencari determinan matriks A = Untuk matriks berukuran 3x3, maka determinan matriks dapat dicari dengan aturan Sarrus
Det (A) = a11a22a33 + a12 a23 a31 + a13 a21 a32 – a31 a22 a13 – a32 a23 a11 – a33 a21 a12
Jadi untuk mencari determinan dari soal matriks A adalah, Det (A) = 3(1)(1) + (-1)(4)(2) + 2(0)(-2) – 2(1)(2) – (-2)(4)(3) – 1(0)(-1) 3 – 7 – 0 – 4 + 24 + 0 =16
• Mencari Adjoint A
A11 =
Det (A11) =(1)(1) – (-2)(4) = 1 + 8 = 9
A21 =
Det (A11) =(-1)(1) – (-2)(2) = -1 + 4 = 3
A31 =
Det (A31) =(-1)(4) – (1)(2) = -4 - 2 = -6
A12 =
Det (A12) =(0)(1) – (2)(4) = 0 - 8 = -8
A22 =
Det (A22) =(3)(1) – (2)(2) = 3 - 4 = -1
A32 =
Det (A22) =(3)(4) – (0)(2) = 12 - 0 =12
A13 =
Det (A13) =(0)(-2) – (2)(1) = 0 - 2 =-2
A23 =
Det (A23) =(3)(-2) – (2)(-1) = -6 + 2 =-4
A33 =
Det (A33) =(3)(1) – (-1)(0) = 3 + 0 = 3
A =
Matriks kofaktor yang terbentuk adalah :
Adjoint matriks didapat dari transpose matriks kofaktor, didapat:
Penyelesaian inverse dengan metode dekomposisi
Dekomposisi adalah menuliskan suatu matriks sebagai jumlah atau perkalian dua
matriks , yang masing-masing bentuknya tertentu. Cara menentukan invers dari
matriks A berukuran nxn dengan metode dekomposisi dimulai dengan teknik partisi.
Partisi matriks adalah membagi matriks menjadi submatriks-submatriks. Ada 2
macam teknik partisi , yaitu partisi simetri dan partisi tak simetri. Partisi simetri
adalah apabila matriks asal dibagi menjadi empat buah submatriks yang ukurannya
sama. Partisi tak simetri adalah apabila matriks asal dibagi menjadi empat buah
submatriks yang ukurannya berbeda, dalam hal ini blok diagonal harus merupakan
matriks bujur sangkar dan dua blok lainnya adalah matriks garis dan matris kolom.
Penggunaan matriks dekomposisi bertujuan untuk menyelesaikan suatu invers
dari matriks yang berukuran besar, karena apabila kita menggunakan metode yang
biasa digunakan seperti matriks adjoint atau operasi baris elementer (OBE) rentan
terjadi kesalahan dalam proses perhitungannya dan relative lebih sulit, namun apabila
kita menggunakan metode dekomposisi maka matriks yang besar tersebut kemudian
akan dibagi menjadi submatriks –submatriks yang berukuran lebih kecil sehingga
akan lebih teliti dalam perhitungan menentukan invers dari suatu matriks.
Untuk lebih memahami bagaimana penyelesaian inverse dengan metode
dekomposisi, kita bisa membuat formula atau rumus umumnya .
Dimisalkan matriks Z adalah matriks bujur sangkar hasil partisi dari suatu matriks
besar ,dimana A11 dan A22 adalah juga merupakan sebuah matriks bujur sangkar.
Z = A11 A12
A21 A22
Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D
Maka ;
Z = A B
C D
Anggapan A adalah matriks nonsingular (formula 1)
Kemudian pada matriks Z dilakukan dekompoisi, sehingga didapat :
Z = A B = Im 0 A 0 Im A’B
C D CA’ In 0 ∆ 0 Iq
A 0 = Im 0 A B Im A’B
0 ∆ CA’ In C D 0 Iq
Dengan ∆ disebut schur complement dari A;
∆ = D – CA’B
Kronologi didapatkannya formula umum diatas adalah sebagai berikut :
Persamaan 1 :
Untuk membuat diagonal blok menjadi 0 , maka C + RA = 0. Sehingga
R= - CA’ dan menyebabkan nilai D + RB = D – CA’B .
Sehingga persamaan 1 menjadi
<=>
Persamaan 2 :
Kemudian untuk membuat diagonal blok menjadi 0, maka B +AQ = 0 ,
sehingga nilai Q = - A’ B dan menyebabkan nilai D+CQ = D – CA’B.
Sehingga persamaan 2 menjadi
<=>
persamaan 3 :
=
Dengan melakukan subtitusi nilai R dan Q dari persamaan 1 dan 2 didapat
Tujuan dari penjabaran ketiga persamaan diatas adalah untuk pembuktian
penjabaran dari formula umum dekomposisi matriks .
Yaitu (dari persmaan 3) ,kita dapat melakukan dekomposisi dari matriks Z.
-1
Berdasarkan teori ,bahwa :
Im C -1 = Im 0 Im B -1 = Im -B
0 In -C In dan 0 In 0 In
Sehingga untuk persamaan 3 menjadi :
Z = =
Kemudian dikembalikan lagi kedalam permisalan: A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ;
A22 = D, sehingga didapat kembali formula umum dari dekomposisi matriks dengan
Anggapan A11 adalah matriks nonsingular dan ∆ = A22 – A21 A11’ A12 (∆ adalah schur
complement dari A11 ).
Z = A11 A12 = I 0 A11 0 I A11-1A12
A21 A22 A21A11-1 I 0 ∆ 0 I
Anggapan permisalan D = A22 adalah matriks nonsingular (formula 2)
Z = A11 A12
A21 A22
Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D
Maka ;
Z = A B
C D
Maka berlaku juga pada permisalan A= A22 adalah matriks nonsingular, sehingga
didapat
Z = A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0
C D 0 In 0 D D’C Iq
Dengan ∆ disebut schur complement dari D;
∆ = A – BD’C atau ∆ = A11 –A12 A22 ‘ A21
Kronologi didapatkannya formula umum diatas adalah sebagai berikut :
persamaan 1
persamaan 2
dari persamaan 1 dan 2 didapat persamaan 3
dari persamaan 3 didapat bahwa
A B = Im -BD’ - 1 ∆ 0 Im 0 -1
C D 0 In 0 D -D’C Iq
Berdasarkan teori ,bahwa :
Im C -1 = Im 0 Im B -1 = Im -B
0 In -C In dan 0 In 0 In
Sehingga untuk persamaan 3 menjadi
A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0
C D 0 In 0 D D’C Iq
Selanjutnya perhitungan matriks dari formula 1 dan 2 :
Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D dan A11 adalah matriks
nonsingular
Formula 1 ;
Z = A B = I 0 A 0 I A’B
C D CA’ I 0 ∆ 0 I
Dari Persamaan 1 :
x y V
Dari matriks diatas
Dan = ∆
Y = V X-1
Y -1 = V -1 X , sehingga :
Dari teori
Maka dapat dipersamakan dengan persamaan 1
Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D dan A22 adalah matriks
nonsingular
Formula 2 ;
A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0
C D 0 In 0 D D’C Iq
Kronologi mendapatkan rumusnya adalah sebagai berikut ;
Dengan F adalah ∆ (schum complement dari D) =
Dianalogikan bahwa
Lalu didapat
persamaan 1
persamaan 2
Dari persamaan 1 didapat
lalu
Berarti : dan
Dari persamaan 2 didapat
S = D-1- D-1CQ
Dan f = sehingga
Lalu didapat
Dan
Jadi sudah didapat semua komponen (P Q R S)
=
Contoh soal penyelesaian matriks dengan metode dekomposisi :
• Langkah yang pertama mempartisi matriks diatas menjadi 2 x 2 sesuai dengan bentuk umum dibawah ini :
A =
A11 =
A12 =
A21 =
A22 = [2]
Maka kita dapat menggunakan rumus karena A11 merpakan matriks Non singular sehingga kita menggunakan rumus :
A11 A12 = A11 -1 + A11 -1 A12 ∆-1 A21 A11 -1 - A11 -1 A12 ∆-1
A21 A22 -∆-1 A21 A11 -1 ∆-1
Berdasarkan rumus diatas kita cari nilai – nilai dari setiap matriks diatas :
A11 -1 =
∆ = A22 – A21 A11 -1 A12
∆ = [2] – *
∆ = -2 ∆-1 = - 0.5
A11 -1 + A11 -1 A12 ∆-1 A21 A11 -1 =
- A11 -1 A12 ∆-1 = =
-∆-1 A21 A11 -1 = -0.5 * =
Sehingga invers matriks B dengan metode dekomposisi adalah ,
B-1 = A11 A12 = 0 -0.5 0.5
A21 A22 -0.5 0 0.5
0.5 0.5 -0.5
Mencari invers matriks dengan menggunakan matlab :
>> A = [2 5; 1 3]
A =
2 5
1 3
>> inv(A)
ans =
3 -5
-1 2
SEMIDEFINIT MATRICES
Suatu matriks Hermitian A∈Mn dikatakan definit positif jika x*Ax > 0, untuk semua x ∈Cn. Jika ketaksamaan di atas diperlemah menjadi x * Ax ≥ 0 maka A dikatakan semidefinit positif. Secara implicit, ruas kiri pada ketaksamaan di atas menyatakan suatu bilangan real.
• Matrik Hessian
Beberapa konsep dalam matriks dan aljabar seperti matriks Hessian dapat kita gunakan sebagai salah satu metode untuk menentukan jenis matriks seperti matriks definite positive, semidefinite positif, definite negative atau indefinite dan definit negative.
Diberikan f(x1, x2, …, xn) adalah sebuah fungsi dengan n variable, (x1, x2, …, xn). Matriks Hessian adalah matriks yang merupakan turunan parsial dari fungsi tersebut dengan susunan seperti berikut :
(H) =
⎣⎢⎢⎡𝑓11 𝑓12 𝑓1𝑛𝑓21 𝑓22 𝑓2𝑛
. . .. . .𝑓𝑛1 𝑓𝑛2 𝑓𝑛𝑛⎦
⎥⎥⎤
𝑓11 = 𝜕2𝑓(𝜕𝑥2)2 𝑓1𝑛 = 𝜕2𝑓
𝜕𝑥1𝜕𝑥𝑛
𝑓2𝑛 = 𝜕2𝑓𝜕𝑥2𝜕𝑥𝑛
𝑓𝑛𝑛 = 𝜕2𝑓(𝜕𝑥𝑛)2
Contoh :
Tentukan matriks hessian dari suatu fungsi dengan tiga variabel berikut :
f(x) = x12 + 2x2
2 - 3x32 + 4x1x2 - 5x1x3 + 6x2x3
turunan parsial I :
𝜕𝑓𝜕𝑥1
= 2x1 + 4x2 - 5x3 𝜕𝑓𝜕𝑥2
= 4x2 + 4x1 + 6x3 𝜕𝑓𝜕𝑥3
= - 6x3 - 5x1 + 6x2
turunan parsial II :
𝑓11 = 𝜕2𝑓(𝜕𝑥1)2 = 2 𝑓12 = 𝜕2𝑓
𝜕𝑥1𝜕𝑥2 = 4 𝑓13 = 𝜕2𝑓
𝜕𝑥1𝜕𝑥3 = -5
𝑓21 = 𝜕2𝑓𝜕𝑥2𝜕𝑥1
= 4 𝑓22 = 𝜕2𝑓(𝜕𝑥2)2 = 4 𝑓23 = 𝜕2𝑓
𝜕𝑥2𝜕𝑥3 = 6
𝑓31 = 𝜕2𝑓𝜕𝑥3𝜕𝑥1
= -5 𝑓32 = 𝜕2𝑓𝜕𝑥3𝜕𝑥2
= 6 𝑓33 = 𝜕2𝑓(𝜕𝑥3)2 = -6
Maka akan diperoleh matriks hessian :
(𝐻) = �2 4 −54 4 6−5 6 −6
�
• Bagian-bagian matriks hessian
Jika terdapat suatu matriks berukuran (n x n), maka principal minor ke k (k≤n) adalah suatu sub matriks dengan ukuran (k x k) yang diperoleh dengan menghapus (n-k) baris dan kolom yang bersesuaian dari matriks tersebut.
Contoh :
(𝑄) = �1 2 34 5 67 8 9
�
Principal minor ke-1 adalah elemen-elemen yang diagonal yaitu 1,5,9.
Principal minor ke-2 adlah matriks-matriks (2 x 2) berikut :
�1 24 5� �1 3
7 9� �5 68 9�
Principal minor ke-3 adalah matriks Q itu sendiri.
Determinan dari suatu principal minor dinamakan principal determinan.
Leading principal minor ke k dari suatu matriks n x n diperoleh dengan menghapus (n - k) baris terakhir dan kolom yang bersesuaian. Dengan matriks Q diatas leading minor ke-1 adalah 1 (hapus dua baris terakhir dan dua kolom terakhir). Leading principal minor ke-2 adalah :
�1 24 5�
Sementara yang ke-3 adalah matriks Q itu sendiri.
Banyaknya leading Principle determinan dari suatu matriks (n x n) adalah n. Determinan dari leading principal minor dinamakan leading principal determinan.
• Menentukan jenis matriks hessian
Cara pengujian sederhana untuk menentukan apakah suatu matriks adalah definit positif, semidefinit positif, definit negative, semidefinit negative atau indefinite. Semua pengujian ini berlaku hanya jika matriksnya simetris.
Ketentuan uji bagi matriks definit positif adlah :
1. Semua elemen diagonal harus positif 2. Semua leading principal determinan harus positif ( > 0 )
Ketentuan uji untuk matriks semidefinit positif adalah :
1. Semua elemen diagonal positif 2. Semua leading principal determinan non negative ( ≥ 0)
Untuk membuktikan bahwa suatu matriks definit negative (semidefinit negatif), uji negative dari
matriks itu untuk definit positif (semidefinit positif). Suatu uji cukup bagi suatu matriks menjadi indefinite adalah bahwa sekurang-kurangnya dua elemen diagonalnya memiliki tanda berlawanan.
• Sifat-sifat penting berkaitan dengan matriks definit positif
Beberapa sifat penting berkaitan dengan matriks definit positif adalah: a. Penjumlahan sebarang dua buah matriks definit positif menghasilkan matriks definit positif juga.
Secara umum berlaku sebarang kombinasi linear nonnegative dari matriks-matriks semidefinit positif menghasilkan matriks semidefinit positif Bukti: Misalkan A dan B keduanya semidefinit positif, dan a,b ≥ Ο . Perhatikan bahwa x∗(aA + bB)x = a(x∗ Ax)+ b(x∗Bx)≥ Ο untuk semua x ∈Cn.
b. Setiap nilai eigen dari matriks definit positif adalah bilangan real positif Bukti: Misalkan A definit positif dan λ ∈σ (A), yaitu suatu nilai eigen dari A dan x adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan λ . Perhatikan,
x∗ Ax = x∗λx = λx∗x
Oleh karena itu kita peroleh λ = (𝑥∗𝐴𝑥)𝑥∗𝑥
dimana pembilang dan penyebut keduanya positif.
c. Sebagai akibat dari bagian (b), trace dan determinan dari matriks definit positif adalah positif • Karakterisasi Matriks Definit Positif
Pada bagian ini kita akan melihat syarat cukup yang harus dipenuhi oleh matriks definit dan semidefinit positif yang dinyatakan dalam teorema berikut. Teorema 2
1. Suatu matriks Hermitian A∈Mn adalah semidefinit positif jika dan hanya jika semua nilai eigennya nonnegative.
2. Suatu matriks Hermitian n A∈M adalah definit positif jika dan hanya jika semua nilai eigennya positif.
Bukti: Jika setiap nilai eigen dari A adalah positif maka untuk sebarang vektor tak nol x ∈Cn Berlaku
x* Ax = x* U* DUx = y* Dy =∑ 𝑑𝑖 𝑦𝑖′ 𝑦𝑖 >𝑛𝑖= ∑ 𝑑𝑖 |𝑦𝑖 ||𝑦𝑖 | >𝑛
𝑖= 0 Dimana D adalah matriks diagonal dengan entri-entri diagonal adalah nilai-nilai eigen dari A, y = Ux dan U uniter. Dengan menggunakan teorema di atas kita dapat memperoleh akibat berikut Akibat 3 Jika n A∈M suatu matriks semidefinit positif maka demikian juga matriks Ak, k = 1,2,… Bukti: Jika λ adalah suatu nilai eigen dari A maka λk adalah nilai eigen untuk Ak. Berdasarkan Teorema di atas maka Ak semidefinit positif.
Contoh Soal :
Contoh 1 :
f(x) = 7x12 + 10x2
2 + 7x32 – 4x1x2 + 2x1x3 – 4x2x3
maka
(𝐻) = �14 −4 2−4 20 −42 −4 −14
�
dengan leading principal determinan H1 = 14, H2 = 264, H3 = 3456
sehingga (H) definit positif.
Contoh 2 :
f(x) = – x12 – x2
2 – x32 + 3x1x2 – 3x1x3 + 4x2x3
maka
(𝐻) = �−2 3 −33 −2 4−3 4 −2
�
dengan leading principal determinant H1 = -2, H2 = -5, H3 = -12
sehingga (H) definit negatif.
Contoh 3 :
f(x) = 2x12 + 2x2
2 + 2x32 + 4x1x2 + 1x1x3 + 4x2x3
maka
(𝐻) = �2 4 14 8 41 4 2
�
dengan leading principal determinan H1 = 2, H2 =0 , H3 = 24
sehingga (H) semidefinit positif
Ulinnuha L (L2F009030)
Susdarminasari T (L2F009034)
Achmad ulul Azmy (L2F009091)
Singular Value Decomposition
A. Pengertian
Singular Value Decomposition ( SVD ) adalah suatu cara memfaktorkan matrik A dengan cara
menguraikan matrik kedalam dua matrik P dan Q. Jika terdapat matrik berukuran m x n dengan rank
r > 0, maka penguraian matrik dapa dinyatakan sebagai
A = P Δ QT
Rank ( r ) menyatakan banyaknya jumlah baris atau kolom yang saling independent antara baris atau
kolom lainnya dalam suatu matrik. Matrik P merupakan matrik orthogonal berukuran m x r
sedangkan matrik Q merupakan matrik orthogonal berukuran n x r. Matrik Δ adalah matrik diagonal
berukuran r x r yang elemen diagonalnya merupakan akar positif dari eigenvalue matrik A.
Terbentuknya matrik Δ tergantung kondisi matrik A, yaitu :
a. Δ, bila r = m = n
b. � Δ(0)� bila r = n dan r < m
c. [Δ (0)] bila r = m dan r < n
d. �Δ (0)
(0) (0)� bila r < m dan r < n
Matrik P dapat diperoleh melalui perkalian antara A, Q, dan Δ-1 sehingga dapat dinyatakan P = AQΔ-1
CONTOH
Contoh 1 :
Menghitung SVD matrik non singular
X = �2 12 3� Hitung SVD dari matrik X
Jawab :
Pertama mencari nilai eigenvalue dari X XT
A = X XT = �2 12 3� �
2 21 3� = �5 7
7 13�
�XXT − λI� = 0,, ��5 77 13� − �λ 0
0 𝜆� � = 0
�5 − λ 77 13 − λ� = 0
( 5-λ)(13-λ) – (7)(7) = 0
65 - 5λ - 13λ + λ2 – 49 = 0
λ2 - 18λ + 16 = 0
λ1,2 = −𝑏 ± √𝑏2− 4𝑎𝑐2𝑎
= − (−18)± �(−18)2−4(1)(16)2(1)
= 9 ±√65
• eigenvalue yang didapat adalah λ1 = 9 - √65 = 0.9377 dan λ2 = 9 + √65 = 17.0623
kedua mencari eigenvektor dari masing masing λ
• λ1 = 0.9377
( XXT – λI)x = 0
( �5 77 13� - �
0.9377 00 0.9377� ) �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
�4.0623 77 12.0623� �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
4.0623x1 + 7 x2 = 0 ; 7 x1 + 12.0623 x2 = 0
x1 =- 74.0623
x2 = - 1.7232 x2
Proses normalisai
𝑥1∗ = 𝑥1�𝑥1𝑇 𝑥1�
1/2 = �𝑥1𝑥2�
�(𝑥1 𝑥2) �𝑥1𝑥2��
1/2 = �−1.7232𝑥2
𝑥2�
�(−1.7232𝑥2 𝑥2) �−1.7232𝑥2𝑥2
��1/2
= �−1.7232
1 �𝑥2
�2.9693𝑋22+ 𝑥22�1/2 =
�−1.72321 �𝑥2
𝑥2√3.9693 = �−0.8649
0.5019 �
• λ2 = 17.0623
( XXT – λI)x = 0
( �5 77 13� - �
17.0623 00 17.0623� ) �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
�−12.0623 77 −4.0623� �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
-12,0623x1 + 7 x2 = 0 ; 7 x1 – 4.0623 x2 = 0
x1 = 712.0623
x2 = 0.5803 X2
Proses normalisai
𝑥2∗ = 𝑥1�𝑥1𝑇 𝑥1�
1/2 = �𝑥1𝑥2�
�(𝑥1 𝑥2) �𝑥1𝑥2��
1/2 = �
0.5803 X2𝑥2
�
�(0.5803 X2 𝑥2) �0.5803𝑥2𝑥2
��1/2
= �0.5803
1 �𝑥2
�0.3367 𝑥22+ 𝑥22�1/2 =
�0.5803 1 �𝑥2
𝑥2√1.3367 = �0.5019
0.8649�
Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah P = �−0,8649 0,50190,5019 0,8649�
Ketiga mencari nilai eigenvalue dari XTX
B = XT X = �2 21 3� �
2 12 3� = �8 8
8 10�
�XTX − λI� = 0,, ��8 88 10� − �λ 0
0 𝜆� � = 0
�8 − λ 88 10 − λ� = 0
( 8-λ)(10-λ) – (8)(8) = 0
80 - 8λ - 10λ + λ2 – 64 = 0
λ2 - 18λ + 16 = 0
λ1,2 = −𝑏 ± √𝑏2− 4𝑎𝑐2𝑎
= − (−18)± �(−18)2−4(1)(16)2(1)
= 9 ±√65
• eigenvalue yang didapat adalah λ1 = 9 - √65 = 0.9377 dan λ2 = 9 + √65 = 17.0623
Keempat mencari nilai eigenvektor dari masing masing λ pada XTX
• λ1 = 0.9377
( XTX – λI)x = 0
( �8 88 10� - �
0.9377 00 0.9377� ) �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
�7.0623 88 9.0623� �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
7.0623x1 + 8 x2 = 0 ; 8 x1 + 9.0623 x2 = 0
x1 =- 87.0623
x2 = - 1.1328 x2
Proses normalisai
𝑥1∗ = 𝑥1�𝑥1𝑇 𝑥1�
1/2 = �𝑥1𝑥2�
�(𝑥1 𝑥2) �𝑥1𝑥2��
1/2 = �−1.1328𝑥2
𝑥2�
�(−1.1328𝑥2 𝑥2) �−1.1328𝑥2𝑥2
��1/2
= �−1.1328
1 �𝑥2
�1,2832𝑥22+ 𝑥22�1/2 =
�−1.13281 �𝑥2
𝑥2√2.2832 = �−0.7497
0.6618 �
• λ2 = 17.0623
( XT X– λI)x = 0
( �8 88 10� - �
17.0623 00 17.0623� ) �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
�−9.0623 88 −7.0623� �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
-9,0623x1 + 8 x2 = 0 ; 8 x1 – 7.0623 x2 = 0
x1 = 89.0623
x2 = 0.8828 X2
Proses normalisai
𝑥2∗ = 𝑥1�𝑥1𝑇 𝑥1�
1/2 = �𝑥1𝑥2�
�(𝑥1 𝑥2) �𝑥1𝑥2��
1/2 = �
0.8828 X2𝑥2
�
�(0.8828 X2 𝑥2) �0.8828𝑥2𝑥2
��1/2
= �0.8828
1 �𝑥2
�0.7793 𝑥22+ 𝑥22�1/2 =
�0.8828 1 �𝑥2
𝑥2√1.7793 = �0.6618
0.7497�
Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah Q = �−0,7497 0,66180,6618 0,7497�
Sedangkan matrik Δ adalah Δ = ��𝜆1 0
0 �𝜆2� diambil dari eigenvalue matrik A atau B, pilih salah satu.
Δ = �√0,9377 00 √17,0623
� = �0,9684 00 4,1307�
Matrik SVD adalah bila P Δ Q = X
P Δ Q =�−0,8649 0,50190,5019 0,8649� �
0,9684 00 4,1307� �−0,7497 0,6618
0,6618 0,7497�
=�−0,8376 2,07330,4861 3,5727� �
−0,7497 0,66180,6618 0,7497�
= �2 12 3�
Terbukti bahwa P Δ Q = X = �2 12 3�
Contoh 2 :
Menghitung SVD matrik simetri non singular, bedanya ini langsung mencari eigenvalue tanpa
harus mengalikannya dengan transposenya.
1. Diketahui A = �5 22 2�
2. Mencari nilai eigenvalue matrik A
|A − λI| = 0,, ��5 22 2� − �λ 0
0 𝜆� � = 0
�5 − λ 22 2 − λ� = 0
( 5-λ)(2-λ) – 4 = 0
10 - 5λ - 2λ + λ2 – 4 = 0
λ2 - 7λ + 6 = 0
• eigenvalue yang didapat adalah λ1 = 1 dan λ2 =6
3. Mencari eigenvektor matrik A
λ1 = 1
( A – λI)x = 0
( �5 25 2� - �
1 00 1� ) �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
�4 22 1� �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
2x1 + x2 = 0
x1 =- 12 x2 = - 0,5 x2
Proses normalisasi
𝑥1∗ = 𝑥1�𝑥1𝑇 𝑥1�
1/2 = �𝑥1𝑥2�
�(𝑥1 𝑥2) �𝑥1𝑥2��
1/2 = �−0,5𝑥2
𝑥2�
�(−0,5𝑥2 𝑥2) �−0,5𝑥2𝑥2
��1/2
= �−0,5
1 �𝑥2
�0,25𝑥22+ 𝑥22�1/2 =
�−0,251 �𝑥2
𝑥2√1,25 = �−0.4472
0.8944 �
λ2 = 6
( A – λI)x = 0
( �5 22 2� - �
6 00 6� ) �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
�−1 22 −4� �
𝑥1𝑥2� = �0
0�
-x1 + 2 x2 = 0
x1 = 2 X2
Proses normalisai
𝑥2∗ = 𝑥1�𝑥1𝑇 𝑥1�
1/2 = �𝑥1𝑥2�
�(𝑥1 𝑥2) �𝑥1𝑥2��
1/2 = �
2 X2𝑥2
�
�(2 X2 𝑥2) �2𝑥2𝑥2��1/2
= �2 1�𝑥2
�4 𝑥22+ 𝑥22�1/2 =
�2 1�𝑥2𝑥2√5
= �0.89440.4472�
Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah X = �−0,4472 0,89440,8944 0,4472�
4. Menentukan Δ
Δ = �𝜆1 00 𝜆2
� = �1 00 6�
5. Mencari SVD dengan rumus A = X Δ XT
A = �−0,4472 0,89440,8944 0,4472� �
1 00 6� �−0,4472 0,8944
0,8944 0,4472�
= �−0,4472 5,36640,8944 2,6832� �−0,4472 0,8944
0,8944 0,4472�
= �5 22 2� maka terbukti nilai X Δ XT = A = �5 2
2 2�
Contoh 3:
Menghitung SVD matriks A(mxn) = A(3x2)
A=
011011
Jawab:
AT =
011101
ATA =
011101
011011
=
2112
Eigenvalue ATA
00
02112
=
−
λ
λ 0
2112
=−
−λ
λ
(2- λ )2-1=0
4-4 λ + λ 2-1=0
λ 2-4 λ +3=0
( λ -3)( λ -1)=0
λ 1=1 λ 2=3
Eigenvektor ATA
• Untuk λ 1=1
0)( 1 =− xIA λ
=
−
−00
2112
2
1
xx
λλ
=
−
−00
121112
2
1
xx
=
00
1111
2
1
xx
x1 + x2 = 0 x1 = - x2
Proses Normalisasi
( ) ( )2
1
2
222
2
2
21
2
121
2
1
*1
−−
−
=
=
xx
xx
xx
xx
xx
xx
x
[ ]
−=
−
=+
−
=
21
21
22
2
2
212
222
2
2
xx
x
xx
xx
• Untuk λ 1=3
0)( 2 =− xIA λ
=
−
−00
2112
2
1
xx
λλ
=
−
−00
321132
2
1
xx
=
−
−00
1111
2
1
xx
-x1 + x2 = 0 x1 = x2
Proses Normalisasi
( ) ( )2
1
2
222
2
2
21
2
121
2
1
*2
−
=
=
xx
xx
xx
xx
xx
xx
x [ ]
=
=+
=
212
1
22
2
2
212
222
2
2
xxx
xx
xx
Sehingga eigenvektor ATA
−=
21
21
X
212
1
AAT =
011011
011101
=
101011112
Eigenvalue AAT
000
0000
101011112
=
−
λλ
λ 0
101011112
=−
−−
λλ
λ
( λ−2 )( )1 λ− ( )1 λ− +0+0-( )1 λ− -( )1 λ− =0
( λ 2-2 λ +1)(2- λ )-(2-2 λ )=0
2 λ 2-4 λ +2- λ 3-2 λ - λ -2+2 λ =0
- λ 3-3 λ =0
- λ ( λ 2-3)=0 λ =0 ; λ =1 ; λ =3
Eigenvektor AAT
• Untuk λ 1 = 0
0)( 1 =− xIA λ
=
−−
−
000
101011112
3
2
1
xxx
λλ
λ
=
000
101011112
3
2
1
xxx
2x1 + x2 + x3 =0 ; x1 + x2 = 0 ; x1 + x3 = 0
x2 = - x1 ; x3 = - x1
Proses Normalisasi
𝑥1∗ =
�𝑥1𝑥2𝑥3�
�[𝑥1 𝑥2 𝑥3] �𝑥1𝑥2𝑥3��
12�
𝑥1∗ =
�𝑥1−𝑥1−𝑥1
�
�[𝑥1 −𝑥1 −𝑥1] �𝑥1−𝑥1−𝑥1
��
12�
𝑥1∗ =
�𝑥1−𝑥1−𝑥1
�
(3𝑥12)1 2�=
�𝑥1−𝑥1−𝑥1
�
√3𝑥1 =
⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎡
1√3
−1√3
−1√3⎦⎥⎥⎥⎥⎥⎤
• Untuk λ 2 = 1
=
−−
−
000
101011112
3
2
1
xxx
λλ
λ
=
000
001001111
3
2
1
xxx
x1 + x2 + x3 =0 ; x1 = 0 ; x1 = 0
x3 = - x2
Proses Normalisasi
𝑥2∗ =
�𝑥1𝑥2𝑥3�
�[𝑥1 𝑥2 𝑥3] �𝑥1𝑥2𝑥3��
12�
𝑥2∗ =
�0−𝑥3𝑥3
�
�[0 −𝑥3 𝑥3] �0−𝑥3𝑥3
��
12�
𝑥2∗ =
�0−𝑥3𝑥3
�
(2𝑥32)1 2�=
⎣⎢⎢⎢⎡
0
−12√
212√
2 ⎦⎥⎥⎥⎤
• Untuk λ 3 = 3
=
−−
−
000
101011112
3
2
1
xxx
λλ
λ
=
−−
−
000
201021111
3
2
1
xxx
-x1 + x2 + x3 =0 ; x1 – 2x2 = 0 ; x1 – 2x3 = 0
x2 = 12 x1; x3 = 1
2 x1
Proses Normalisasi
𝑥3∗ =
�𝑥1𝑥2𝑥3�
�[𝑥1 𝑥2 𝑥3] �𝑥1𝑥2𝑥3��
12�
𝑥3∗ =
�
𝑥112𝑥1
12𝑥1�
��𝑥112𝑥1
12𝑥1� �
𝑥112𝑥1
12𝑥1��
12�
𝑥3∗ =
�
𝑥112𝑥1
12𝑥1�
�1 12𝑥12�
12�
=
�
𝑥112𝑥1
12𝑥1�
1,2247𝑥1= �
0,81650,40820,4082
�
Mencari Nilai P:
P = AQ∆-1
= �1 10 11 0
� �− 1
√21√2
1√2
1√2
� �1√1
0
0 1√3
�
=
⎣⎢⎢⎡ 0 √2
1√2
1√2
− 1√2
1√2 ⎦⎥⎥⎤�1√1
0
0 1√3
�
=
⎣⎢⎢⎢⎡ 0 √6
3√22
√66
− √22
√66 ⎦⎥⎥⎥⎤
A = P∆Q
=
⎣⎢⎢⎢⎡ 0 √6
3√22
√66
− √22
√66 ⎦⎥⎥⎥⎤
�1 00 √3� �
− √22
√22
√22
√22
�
=
⎣⎢⎢⎢⎡ 0 √2√22
√22
− √22
√22 ⎦⎥⎥⎥⎤ �− √2
2√22
√22
√22
�
= �1 10 11 0
�
Contoh 4
Menghitung SVD matriks A(mxn) = A(2x3)
Dapatkan Singular Value Decomposition (SVD) dari matrik yang berukuran mxn berikut ini :
B(2×3) =
−224422
Jawab:
1. Menghitung Matrik BTB dan BBT
BTB = C =
−
−
224422
242242
=
−−20416
48416420
BBT = D =
−
−
242242
224422
=
24121224
2. Mencari Eigenvalue (λ) dari Matrik BTB dan BBT
Eigenvalue Matrik BTB: C-λI= 0
000
0000
20416484
16420=
−
−−
λλ
λ
020416
48416420
=−−
−−−
λλ
λ
⇒ [(20−λ)(8−λ)(20−λ) + 4(−4)16 + 16(4)(−4)] − [16(8−λ)16 + (−4)2(20−λ) + 42(20−λ)] =
0
⇒ [−λ3 + 48λ2 −720λ + 3200 −256 −256] − [256(8−λ) + 16(20−λ) + 16 (20−λ)] = 0
⇒ (−λ3 + 48λ2 −720λ + 2688) − (2048 − 256λ + 320 − 16λ + 320 −16λ) = 0
⇒ (−λ3 + 48λ2 −720λ + 2688) − (2688 − 288λ) = 0
⇒ −λ3 + 48λ2 − 432λ = 0
⇒ −λ(λ2 − 48λ − 432) = 0
⇒ −λ (λ − 12)(λ − 36) = 0
λ1 = 0, λ2 = 12, dan λ3 = 36
Jika dinyatakan dalam bentuk matrik diagonal ∆12 =
36000120000
Eigenvalue Matrik BBT: D-λI= 0
00
024121224
=
−
λ
λ
02412
1224=
−−
λλ
⇒ [(24−λ)(24−λ) − 122] = 0
⇒ (λ2− 48λ + 576 − 144) = 0
⇒ λ2− 48λ + 432 = 0
⇒ (λ − 12) (λ − 36) = 0
λ1 = 12 dan λ2 = 36
Jika dinyatakan dalam bentuk matrik diagonal ∆22 =
360012
Pada proses mencari eigenvalue matrik BTB (matrik C) didapatkan λ1 = 0, mengacu pada
prosedur penyelesaian SVD matrik m×n terdapat catatan bahwa: jika dalam perhitungan
eigenvalue didapatkan λ = 0 maka untuk prosedur perhitungan eigenvalue λ = 0 diabaikan
yang berakibat eigenvektor untuk kolom λ = 0 pada prosedur selanjutnya akan dihilangkan
dari matrik eigenvektornya.. Sehingga, matrik diagonal ∆12 = ∆2
2 = ∆2.
∆2 =
360012
3. Mencari Eigenvektor Matrik BTB dan BBT
Untuk λ1 = 0
Eigenvektor Matrik BTB:
• Untuk λ1 = 0 (C – 1x = 0
020416
48416420
1 =
−−−−
−x
λλ
λ
0020416
4084164020
3
12
11
=
−−−−
−
xxx
020416
48416420
3
12
11
=
−−
xxx
=
+−−+++
000
2041648416420
131211
131211
131211
xxxxxxxxx
=+−=−+=++
0204160484016420
131211
131211
131211
xxxxxxxxx
Eliminasi Pers.1 dan Pers.3:
20x11 + 4x12 + 16x13 = 0
16x11 – 4x12 + 20x13 = 0
+
36x11 + 36x13 = 0
x11 + x13 = 0
x11 = – x13 Pers.4
Subsitusikan Pers.4 ke Pers.2
4(−x13) + 8x12 − 4x13 = 0
8x12 − 8x13 = 0
x12 = x13 Pers.5
Pers.1
Pers.2
Pers.3
Proses normalisasi untuk 1x :
*1x = ( ) 2/1
11
1
xx
xT
= 2/1
13
12
11
131211
13
12
11
)(
xxx
xxx
xxx
= 2/1
13
13
13
131313
13
13
13
)(
−−
−
xx
xxxx
xx
x
=
−
=
−
=++
−
3/1
3/1
3/1
)3()( 2/1213
13
13
13
2/1213
213
213
13
13
13
xxx
x
xxxxx
x
=
−
5774,05774,05774,0
• Untuk λ2 = 12 (C – λ2Ι) 2x = 0
020416
48416420
2 =
−−−−
−x
λλ
λ
01220416
412841641220
23
22
21
=
−−−−
−
xxx
08416444
1648
23
22
21
=
−−−
xxx
=
+−−−++
000
8416444
1648
232221
232221
232221
xxxxxxxxx
=+−=−−=++
08416044401648
232221
232221
232221
xxxxxxxxx
Eliminasi Pers.1 dan Pers.3:
8x21 + 4x22 + 16x23 = 0
16x21 – 4x22 + 8x23 = 0
+
24x21 + 24x23 = 0
x21 + x23 = 0
x21 = – x23 Pers.4
Subsitusikan Pers.4 ke Pers.2
4(−x23) − 4x22 − 4x23 = 0
−4x22 − 8x23 = 0
x22 = −2x23 Pers.5
Proses normalisasi untuk 2x :
*2x =
( ) 2/1
22
2
xx
xT
= 2/1
23
22
21
232221
23
22
21
)(
xxx
xxx
xxx
= 2/1
23
23
23
232323
13
23
23
2)2(
2
−−
−−
−−
xx
xxxx
xx
x
Pers.3
Pers.2
Pers.1
=
−
−
=
−−
=++
−−
6/1
6/2
6/1
)6(
2
)4(
2
2/1223
23
23
23
2/1223
223
223
23
23
23
xx
xx
xxxx
xx
=
−−
4082,08165.04082,0
• Untuk λ3 = 36 (C – λ3Ι) 3x = 0
020416
48416420
3 =
−−−−
−x
λλ
λ
03620416
436841643620
33
32
31
=
−−−−
−
xxx
0164164284
16416
33
32
31
=
−−−−
−
xxx
=
−−−−++−
000
16416428416416
333231
333231
333231
xxxxxx
xxx
=−−=−−
=++−
01641604284
016416
333231
333231
333231
xxxxxx
xxx
Pers.1
Pers.3
Pers.2
Eliminasi Pers.1 dan 4 × Pers.2:
−16x31 + 4x32 + 16x33 = 0
16x31 – 112x32 + 16x33 = 0
+
108x32 = 0
x32 = 0 Pers.4
Subsitusikan Pers.4 ke Pers.3
16x31 − 4(0) − 16x33 = 0
16x31 − 16x33 = 0
x31 = x33 Pers.5
Proses normalisasi untuk 3x :
3x =( ) 2/1
33
3
xx
xT
= 2/1
33
32
31
333231
32
32
31
)(
xxx
xxx
xxx
= 2/1
33
33
3333
13
33
0)0(
0
x
xxx
x
x
=
=
=+
2/1
02/1
)2(
0
)(
0
2/1233
33
33
2/1233
233
33
33
xx
x
xxx
x
=
7071,00
7071,0
Sehingga, eigenvektor yang didapatkan adalah:
X =
−−−
7071,04082,05774,008165,05774,0
7071,04082,05774,0
Akan tetapi, untuk prosedur selanjutnya eigenvektor yang digunakan adalah eigenvektor dari
kolom yang nilai eigenvalue (λ) lebih dari nol (positif).
Q =
−−
7071,04082,008165,0
7071,04082,0
Eigenvektor Matrik BBT:
• Untuk λ1 = 12 (D – λ1I) 1x = 0
02412
12241 =
−
−x
λλ
0122412
121224
12
11 =
−
−xx
012121212
12
11 =
xx
=
++
00
12121212
1211
1211
xxxx
=+=+
0121201212
1211
1211
xxxx
12x11 + 12x12 = 0
x11 + x12 = 0
x11 = – x12 Pers.3
Pers.1
Pers.2
Proses normalisasi untuk 1x :
*1x = ( ) 2/1
11
1
xx
xT
= 2/1
12
111211
12
11
)(
xx
xx
xx
= 2/1
12
121212
12
12
)(
−−
−
xx
xx
xx
=
−=
−
=+
−
2/12/1
)2()( 2/1212
12
12
2/1212
212
12
12
xxx
xxxx
=
−7071,07071,0
• Untuk λ2 = 36 (D – λ2I) 2x = 0
02412
12242 =
−
−x
λλ
0362412
123624
22
21 =
−
−xx
01212
1212
22
21 =
−
−xx
=
−+−
00
12121212
2221
2221
xxxx
=−
=+−01212
01212
2221
2221
xxxx
−12x21 + 12x22 = 0
−x21 + x22 = 0
x21 = x22 Pers.3
Pers.1
Pers.2
Proses normalisasi untuk 2x :
*2x =
( ) 2/1
22
2
xx
xT
= 2/1
22
212221
22
21
)(
xx
xx
xx
= 2/1
22
212221
22
21
)(
xx
xx
xx
=
=
=+
2/12/1
)2()( 2/1222
22
21
2/1212
221
22
21
xxx
xxxx
=
7071,07071,0
Sehingga, eigenvektor yang didapatkan adalah:
Y =
−7071,07071,07071,07071,0
4. Dekompisisi Nilai Singular (SVD) Matrik B
Diketahui: ∆2 =
360012
⇒ ∆ =
=
600464,3
360012
∆-1 =
12/10012/1 =
1667,0002887,0
Didapatkan:
P1 = B Q1 ∆-1
P1 =
−−
−1667,0002887,0
7071,04082,008165,0
7071,04082,0
224422
P1 =
− 1667,00
02887,02426,44494,22426,44494,2
P1 =
− 7071,07071,0
7071,07071,0
Dekomposisi matrik B = P1 ∆ Q1T
B =
−−
− 7071,007071,0
4082,08165,04082,0600464,3
7071,07071,07071,07071,0
B =
−−
− 7071,007071,0
4082,08165,04082,02426,44494,22426,44494,2
B =
−0001,20000,29999,39999,30000,20001,2
B =
−224422
Vector Norms and Matrix Norms VECTOR NORM
Norm merupakan konsep yang dimaksudkan untuk memperluas pengertian
magnitude atau “besar” sebuah besaran scalar dan vector atau bisa juga norm
mendefinisikan panjang suatu vector di ruang Euclidean (system koordinat yang
lazim digunakan. Untuk lebih mudahnya, pada konsep panjang kita dapat
membandingkan mana yang lebih besar antara dua buah vector yaitu dengan
membandingkan panjang keduanya.
Norm didefinisikan dengan symbol ||•||
Besaran vektorx =(xi) ∈Rn dinyatakan "panjang" atau "besar"-nya dengan norm dari
x, dilambangkan oleh ||x||. Dalam literature dikenal ada 3 buah definisi tentang ||x||:
1. norm-1 : ||x||1 ≡ ∑=
n
iix
1
;
2. norm-2 : ||x||2 ≡ ||x|| ≡ ∑=
n
iix
1
2 = (xTx)1/2;
3. norm-∞ : ||x|| ∞ ≡ max( ix ; i = 1,2,..,n ).
Ketiga definisi ini masing-masing memenuhi 3 sifat-dasar, yaitu definit positif,
homogeny dan memiliki sifat ketidaksamaan segitiga. Antara lain :
(i) Positif ||x|| ≥0
Pembuktian : Vector x = 3i + 4j. Maka||x|| = 22 43 + = 25 = 5
Vector x = -3i -4j. Maka||x|| = 22 )4()3( −+− = 25 = 5
Jadi norm dari suatu vector akan selalu bernilai positif untuk semua nilai vector (baik
itu positif maupun negative)
(ii) Definit positif ||x|| = 0 jika dan hanya jika x = 0
(iii) Homogen ||αx|| = |α|.||x|| ,dimana α merupakan nilai skalar
Pembuktian :
Misalkan α = 5 dan x = 3i+4j.
Maka ||αx|| = |α|.||x||
||5(3i+4j)|| = |5|.||3i+4j||
||15i + 20j|| = |5|.5
22 2015 + = 25
625 = 25
25 = 25 (Terbukti)
(iv) Sifat segitiga ||x+y|| ≤ ||x||+||y||
Pembuktian :
Misalkan x = 3i+4j , y = 2i+3j
Maka ||x+y|| ≤ ||x||+||y||
||(3i+2i) + (4j+3j)|| ≤ ||3i+4j|| + ||2i+3j||
||5i + 7j|| ≤ 5 + 3,605
22 75 + ≤ 5 + 3,605
8,602 ≤ 8,605 (Terbukti)
MATRIX NORM
Norm juga digunakan pada matriks. Ruang matriks Mn adalah suatu ruang
vector berdimensi n2. Dengan demikian sifat-sifat norm vektor di ruang berdimensi-
hingga tetap berlaku di sana. Perbedaannya, untuk sembarang A dan B di Mn kita
dapat mengalikan keduanya yang menghasilkan matriks baru AB di Mn juga.
Sangatlah wajar jika kita menginginkan suatu ukuran matriks yang memberikan
hubungan antara ukuran ketiganya
Suatu fungsi||.||: Mn→ R disebut norm matriks jika untuk sembarang A,
B∈Mn berlaku lima sifat berikut:
(1). ||A||≥ 0 untuk norm matrix akan selalu bernilai positif
(1a).||A||= 0 jika dan hanya jika A = 0
(2). ||cA||= |c|.||A|| untuk semua scalar kompleks c.
(3). ||A + B||≤ ||A||+ ||B||
(4). ||AB||≤ |A|.||B||(sub-multiplikatif)
Pada definisi di atas keempat sifat pertama tidak lain merupakan sifat-sifat norm
vektor. Adapun sifat terakhir ditambahkan untuk menghubungkan “ukuran” matriks –
matriks A, B dan hasil perkalian keduanya yaitu matriks AB. Inilah yang membedakan
Norm matriks dengan norm vektor.
Dengan melihat keterkaitan antara ruang Mn dan Cn maka kita dapat mendefinisikan
suatu norm di Mn dengan melibatkan norm di Cn seperti pada definisi berikut.
Norm matriks yang dibangunoleh norm vector. (Induced Norm)
Misalkan ||.|| adalah norm vector di Cn(n merupakan kolom matriks) dan Cm(m
merupakan baris matriks) ,yaitu ||.|| :Cm x n→R, didefinisikan matrix p-norm :
||A||p = max{||Ax||p : x ∈Cn dengan ||x|| = 1
= max {||𝐴𝑥||𝑝||𝑥||
: x ∈ Cn dengan ||x|| ≠ 0}
Untuk p = 1, 2, dan ∞
Untuk p =1
||A||1 = max1≤𝑗≤𝑛 ∑ |𝑎𝑖𝑗𝑚𝑖=1 | ,nilai maksimum dari masing-masing
penjumlahan kolom matriks.
Contoh :
A = �3 5 72 6 40 2 8
�
||A||1= max (3+2+0, 5+6+2, 7+4+8) = max (5,13,19) = 19
Jadi ||A||1 = 19
Untuk p = ∞
||A||∞= max1≤𝑖≤𝑚 ∑ |𝑎𝑖𝑗𝑛𝑗=1 | ,nilai maksimum dari masing-masing
penjumlahan baris matriks.
Contoh :
A = �3 5 72 6 40 2 8
�
||A||∞= max (3+5+7, 2+6+4, 0+2+8) = ma x(15,12,10) = 15
Jadi ||A||∞ = 15
Untuk p= 2 atau sering disebut dengan Euclidian norm / spectral norm.
||A||2= ||A|| = �λmax(𝐴 ∗ 𝐴) = (akar dari nilai eigen maksimal dari (A transpose x A)
Contoh :
A = �2 14 3�
A* = �2 41 3�
A*A =�2 41 3� �2 1
4 3�= �20 1414 10�
λmax(𝐴 ∗ 𝐴) = |SI – (A*A)|
= |�𝑆 00 𝑆� - �20 14
14 10�|
=|�𝑆 − 20 −14−14 𝑆 − 10�|
= (S-20)(S-10) - 196
= S2- 30S + 200 -196
= S2-30S + 4
S1,2 = −𝑏 ± √𝑏2−4𝑎𝑐2𝑎
= 30 ± �(−30)2−4(4)2
= 30 ± √900−162
= 15 ±14,86
S1 = 15 + 14,86 = 29,86 (nilai eigen maksimal)
S2 = 15 –14,86 = 0,14
Jadi ||A||2 = ||A|| = √29,86 = 5,4644
FROBENIOUS NORM
Matriks norm yang lain yang sering digunakan adalah frobenius form. Frobenius
form dituliskan:
||A||f := �𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝐴 ∗ 𝐴) = �∑ ∑ |𝑎𝑖𝑗|2𝑛𝑗=1
𝑚𝑖=1 = �∑ 𝜕𝑖
2𝑖
Lebih mudahnya, perhitungan frobenius form adalah akar dari jumlah kuadrat nilai
eigen dari (A transpose x A).
Contoh:
A = �2 14 3�
A* = �2 41 3�
A*A =�2 41 3� �2 1
4 3�= �20 1414 10�
λmax(𝐴 ∗ 𝐴) = |SI – (A*A)|
= |�𝑆 00 𝑆� - �20 14
14 10�|
=|�𝑆 − 20 −14−14 𝑆 − 10�|
= (S-20)(S-10) - 196
= S2- 30S + 200 -196
= S2-30S + 4
S1,2 = −𝑏 ± √𝑏2−4𝑎𝑐2𝑎
= 30 ± �(−30)2−4(4)2
= 30 ± √900−162
= 15 ±14,86
S1 = 15 + 14,86 = 29,86
S2 = 15 –14,86 = 0,14
Maka ||A||f = �𝑆12 + 𝑆2
2 = �29,862 + 0,142 = 29.86
Top Related