13
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Teori Portofolio
Teori Portofolio diperkenalkan pertama kali oleh Markowitz (1952) dengan
Portfolio Theory yang terdiri dari Mean-Variance Model dan Efficient Frontier. Teori
ini menceritakan strategi investasi dimana dengan berinvestasi dapat menghasilkan
return yang maksimal dengan risk yang minimal.
Makin berkembangnya zaman, Sharpe (1964), Lintner (1965), Mossin (1966)
mengembangkan model dari teori Markowitz yaitu Capital Asset Pricing Model
(CAPM). Model ini menceritakan bahwa return dari aset dipengaruhi oleh risiko aset
itu sendiri yang dikenal dengan Beta (systematic risk measurement). Beta
menggambarkan hubungan volatilitas harga suatu aset dibanding dengan pasarnya.
Tapi model ini memiliki batasan suatu asumsi yaitu pasarnya efisien.
Fama pada tahun 1970, mengemukakan Efficient Market Hypothesis Theory
(EMH). Teori ini menyatakan bahwa ada 3 bentuk pasar efisien:Weak Form, Semi-
Strong Form and Strong Form.
Tidak dipungkiri juga bahwa tindakan investor dalam berinvestasi dipengaruhi
juga oleh factor psikologis yang mana timbul teori Behaviour of Finance yang
14
diperkenalkan oleh Kahneman dan Tversky (1976). Teori ini menceritakan bagaimana
membuat suatu pertimbangan investasi selain menganalisa secara matematis.
Menurut Markowitz (1991) dalam jurnal yang berjudul Foundations of
Portfolio Theory menjelaskan tiga dasar perbedaan yang utama dari teori portofolio
dengan microeconomics theory lain adalah (1) pertimbangan yang utama adalah
investor (bukan manufaktur ataupun konsumen), (2) adanya tindakan dalam kondisi
uncertainty dan (3) merupakan teori yang dapat digunakan secara langsung, terutama
untuk pihak yang memiliki ketersediaan data.
Dasar pembuatan portofolio pada awalnya dilakukan dengan Markowitz model,
yang menyarankan untuk menlakukan diversifikasi risiko dengan pertimbangan risk
dan expected return, dibangun dengan beberapa asumsi, (Markowitz, 1952 dan 1959)
yaitu:
1. Bentuk distribusi dari return dan parameter yang ada mengikuti
distribusi normal dan dapat diestimasi secara rata - rata oleh pengguna
model.
2. Korelasi dari return bersifat constant dan dapat diestimasi secara rata -
rata oleh pengguna model.
3. Investor adalah risk aversion dan rasional, serta pasar bersifat efisien.
4. Investor adalah price taker, sehingga tidak dapat mempengaruhi
ataupun menentukan harga pasar.
5. Intrumen finansial yang digunakan dalam portofolio bersifat
homogeneous.
15
6. Investor yang melakukan investasi hanya dapat dalam posisi long
investment, tidak dalam short position (posisi menjual kemudian
membeli kembali).
7. Dengan berpatokan pada market risk, standar deviasi dapat bersifat
positif dan negatif dari actual return dengan expected return.
Istilah portofolio diperkenalkan pertama kali oleh Markowitz (1952), adalah
meminimalisir risiko dengan melihat variance dari aset dan dicari minimum variance
portofolio setelah aset digabung membentuk sebuah portofolio. Hal yang terpenting
dalam berinvestasi adalah melihat risiko terlebih dahulu untuk memaksimalkan
return.
Di dalam membentuk sebuah portofolio, sangat penting melihat hubungan atau
korelasi antar aset. Korelasi berkisar dari -1 sampai +1. Nilai +1 artinya korelasi antar
aset perfect positive linear, pergerakannya sangat sama. Nilai -1 artinya ada korelasi
antar aset tetapi berlawanan dan jika nilainya 0 maka tidak ada korelasi antar aset.
Formula dari korelasi adalah:
dimana:
= korelasi antar aset i dan j
= kovarian antar aset i dan j
= standar deviasi aset i
= standar deviasi aset j
16
Dalam model yang dibentuk oleh Markowitz dapat terjadi tiga bentuk yaitu: (1)
Maximizing portfolio return terhadap nilai risiko pasar dari portofolio yang
ditentukan, (2) Minimizing risiko pasar dari portofolio terhadap minimum return yang
diharapkan dan (3) Multi-criteria optimization yang merupakan kombinasi dari
maksimal return dan minimal risiko dengan pertimbangan porsi dari komponen yang
ada, yang ditentukan oleh koefisien dari investor aversion.
Namun pada kenyataannya teori portofolio Markowitz memiliki beberapa
kendala dalam asumsinya (Vaclavik, 2012) yaitu:
1. Kendala di asumsi pertama, yaitu bahwa kenyataan return mengikuti
log normal distribution, sehingga menyebabkan systematic bias dari
model karena distribusi return berhubungan erat dengan covariance dan
standar deviasi dari model
2. Kendala di asumsi kedua, stabilitas dari korelasi return sangat
berhubungan dengan stabilitas dari sentimen pasar, sehingga dalam
kondisi pasar yang turbulence dan crisis, model tidak dapat memberikan
diversifikasi yang optimal untuk investor
3. Kendala terhadap asumsi kelima, pada awalnya portofolio dibentuk
untuk pasar saham saja, namun pada kenyataannya, sekarang ini
instrumen investasi berkembang hingga bonds, exchange rate, komoditi
dan kredit serta produk derivatif lainnya, sehingga penggunaan model
untuk instrumen yang berbeda - beda akan menyebabkan bias pada
model karena terjadinya heterogeneous character
17
4. Kendala pada asumsi keenam, bahwa kondisi pasar keuangan yang
modern memungkinkan untuk melakukan spekulasi baik disaat bullish
ataupun bearish di pasar, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk
short position.
Walaupun Markowitz Model memiliki beberapa kendala dalam asumsi,
Markowitz memberikan pemikiran untuk diversifikasi yang kemudian diperkuat
dengan banyak teori lainnya seperti Euler Risk Decomposition Method.
2.2 Teori Euler Risk Decomposition
Euler Risk Decomposition Method adalah salah satu metode yang digunakan
untuk menguraikan risiko setiap aset yang ada dalam portofolio. Persamaan yang
akan digunakan dalam menguraikan risiko aset adalah:
dimana:
= porsi aset i
/ = turunan ρ terhadap wi (marginal risk)
ρ yang berada dalam rumus Euler merupakan total kontribusi risiko setiap aset.
Perhitungan risiko setiap saham berdasarkan pada standar deviasi setiap saham yang
terbentuk dalam portofolio. Metode ini bertujuan mengatur porsi saham agar
diperoleh portofolio optimal setelah melihat kontribusi risiko dari masing – masing
aset.
18
Martin and Tasche (2007) menyarankan pengunaan Euler Risk Decomposition
method untuk mengukur pengaruh dari faktor sistematik terhadap risiko portofolio
dengan mengunakan formula standar deviasi. Alternatif pengukuran risiko jugabisa
memakai Value-at-Risk (VaR) dan Expected Shortfall (ES). Euler Risk
Decomposition method dapat diaplikasikan untuk semua risiko yang bersifat
homogeneous dengan derajat 1 dan mampu memberikan perbedaan yang lebih kuat
untuk masalah risiko yang bersifat sub-addictive (yang tidak dapat dipecahkan oleh
VaR) karena kemampuan untuk mendeteksi konsentrasi dari risiko yang ada.
Berikut beberapa penggunaan Euler Method oleh penelitian yang terdahulu
yang menjadi alasan peneliti memilih Euler Method sebagai dasar pembuatan
portofolio:
Patrick et al (1999) berpendapat dari pandangan praktis pendekatan
bahwa risk contribution dengan Euler principle digunakan dalam
portfolio wide economic capital.
Litterman (1996) dan Tasche (1999) menunjukan bahwa Euler secara
sempurna cocok dalam mendiagnosa dan optimalisasi sensible portfolio
secara ekonomi.
Dalam hal capital allocation di perusahaan asuransi. Myers and Read
(2001) berpendapat bahwa pengunaan Euler dalam menentukan
expected default value (E[Max(X,0)]) di portofolio asuransi merupakan
cara yang paling tepat untuk membedakan berdasarkan kebutuhan
surplus yang ada.
19
Kalkbrener (2005) menunjukan axiomatic approach terhadap capital
allocation dan risk contribution dimana dalam axioms membutuhkan
kontribusi risiko yang tidak melebihi risiko individual.Dalam hal ini
berhubungan dengan sub-additive dan positively homogeneous risk,
dimana Euler merupakan satu-satunya model yang cocok terhadap
"diversifikasi - axiom"
2.2.1 Marginal Risk Contributions (MRC)
Marginal Risk Contributions (MRC) merupakan total perhitungan risiko yang
terdapat dalam satu aset jika aset tersebut digabungkan dengan aset lain dalam
portofolio. Di dalam perhitungan ini, sudah memasukkan unsur risiko aset itu sendiri,
risiko aset yang akan digabungkan, beserta hubungan antara aset satu dengan yang
lainnya. Berikut rumus MRC:
dimana:
MRCi = Marginal Risk Contributions aset i
= standar deviasi aset i
= standar deviasi aset j
= koefisien korelasi antar aset i dan j
= standar deviasi portofolio
20
2.2.2 Total Risk Contributions (TRC)
Total Risk Contributions (TRC) merupakan kontribusi risiko total dari satu
aset dilihat dari porsi aset tersebut di dalam portofolio. Untuk membentuk portofolio
yang optimal, TRC harus bernilai minimum. Berikut rumus TRC:
dimana:
TRCi = Total Risk Contribution aset i
= standar deviasi aset i
= Marginal Risk Contribution aset i
2.3 Kinerja Portofolio
Salah satu metode yang sering dilakukan dalam mengukur kinerja portofolio
adalah membandingkan return dari sebuah investasi dengan risiko yang dikandung
didalamnya. Secara umum investor akan memilih portofolio yang memberikan return
yang lebih tinggi jika tingkat risiko yang ditawarkan sama dan sebaliknya akan
memilih portofolio yang memberikan tingkat risiko yang lebih rendah jika return
yang ditawarkan sama.
Perbedaan risiko dapat memberikan implikasi terhadap performance sebuah
portofolio sehingga pengukuran terhadap portofolio akan meliputi beberapa metode
pengukuran. Sharpe measure merupakan salah satu dari beberapa perhitungan risiko
yang terbaik untuk jenis portofolio yang terdiri dari beberapa aset (Bodie et al, 2007).
21
2.3.1 Sharpe Ratio
Ada banyak cara untuk mengukur kinerja dari sebuah portofolio, seperti yang
dikemukakan oleh Treynor, Sharpe, Jensen. Tetapi diantara 3 model yang ada,
Sharpe memiliki model yang sederhana, tetapi perhitungan risiko yang digunakan
sudah mengandung 2 jenis risiko (unsystematic and systematic risk). Maka dalam
penelitian ini digunakan Sharpe’s measure, dimana persamaan ini menunjukkan
hubungan antara risk dan return dengan efisiensi yang maksimal atau tidak (Sharpe,
1966).
Semakin tinggi nilai Sharpe’s measure menunjukkan portofolio menghasilkan
return yang cukup maksimal dengan risiko yang minimal.
dimana (Tandelilin, 2010):
Sp = Sharpe’s measure
Rp = besar return yang dihasilkan sebuah portofolio
Rf = besar return yang dihasilkan risk free aset
σp = besar risk yang harus dihadapi
Sharpe ratio dihitung dengan membagi risiko premium portofolio dengan
standard deviasi dari portofolio, dimana Sp ≥ 1 dikatakan sebagai portofolio yang
baik, Sp ≥ 2 merupakan portofolio yang lebih baik, dan Sp ≥ 3 merupakan portofolio
yang terbaik.
22
2.3.2 Maximum Drawdown (MDD)
Maximum drawdown merupakan metode pengukuran portofolio berdasarkan
historical data untuk menentukan seberapa besar rasio yang dicapai dari tingkat
tertinggi hingga tingkat terendah dari suatu investasi dalam periode tertentu. Dengan
model peak to trough decline, MDD dapat memberikan gambaran persentasi kerugian
yang dapat terjadi dalam suatu periode waktu tertentu.
MDD merupakan metode yang sederhana bagi investor dalam menentukan
kinerja sebuah portofolio namun memiliki variasi yang berbeda. Hal ini dikarenakan
semakin besar durasi pengamatan cenderung memberikan persentasi terbaik dan
terburuk yang lebih besar dibandingkan periode yang lebih pendek.
dimana:
peak = nilai tertinggi dari rentang periode t.
trough = nilai terendah dari rentang periode t sebelum peak baru muncul.
Gambar 2.1
Maximum Drawdown
Sumber: Roux, Alex. 2012. “Profit Factor and Drawdown”. http://uxxar.fr
23
Penilaian drawdown dihitung dari waktu dimana nilai tertinggi dicapai dan
dihitung sampai penurunan hingga nilai terendah sampai muncul peak yang baru.
2.3.3 Value at Risk (VaR)
Value at Risk (VaR) merupakan metode pengukuran risiko dengan
mengunakan data historical untuk mengetahui kemungkinan terburuk dari sebuah
investasi pada tingkat kepercayaan tertentu dalam periode tertentu dinyatakan secara
sederhana sebagai negative dari qp, dimana qp dinyatakan sebagai quantile dari P/L
distribusi (Profit and Loss). Parameter terutama dari VaR adalah: (1) tingkat
kepercayaan (α) dimana adanyakemungkinan hasil terburuk tidak lebih parah dari
nilai VaR dengan nilai antara 0 - 1 dan (2) periode memegang suatu risiko kita
menilai risiko dari sebuah portofolio.
Secara umum ada 3 metode untuk menghitung VaR yaitu: historical method,
variance-covariance method, Monte-Carlo simulation. Historical VaR diukur
berdasarkan data historis dengan mengurutkan actual return dari yang paling rendah
hingga paling tinggi dengan asumsi bahwa historical trend dapat berulang
memandang dari sisi risiko dan memandang data terendah sebagai kondisi terburuk
dalam suatu periode. Variance-covariance VaR mengambil asumsi bahwa return dari
saham terdistribusi secara normal (normal distribution), sehingga dengan
mengestimasi dua faktor yaitu: (1) expected average return dan (2) standar deviasi
dapat digunakan untuk membuat kurva distribusi normal. Dengan menggunakan
perhitungan sederhana yaitu # obs (jumlah data observasi) dikalikan dengan α (nilai
tingkat kepercayaan), maka dapat diketahui data observasi keberapa memiliki nilai
24
tingkat VaR sesuai dengan derajat kepercayaannya. Sementara Monte-Carlo
simulation VaR meliputi pembentukan model dari expected return dan melakukan
beberapa trial terhadap model tersebut, dimana pengunaannya untuk menemukan
kemungkinan terburuk dari skenario yang ada di masa yang akan datang. Rumus
dasar dari VaR adalah:
dimana:
α = derajat tingkat kepercayaan
= standar deviasi
= return
= persentase tingkat kepercayaan
= distribusi normal kumulatif
2.3.4 Conditional VAR (CVAR)
Conditional VAR (CVAR) merupakanmetodepengukuranrisiko yang
koherenkarenamemenuhikriteriaberikut:
1. Subadditivity: ρ(X + Y) ≤ ρ(x) + ρ(Y)
2. Monotonicity: if X ≥a.e
Y makaρ(X) ≤ ρ(y)
3. Positive homogeneity: untuksemua λ ≥ 0, λ € R maka p(λX) = λp(X)
4. Translation invariance: untuksemua λ € R maka p(X + α) = p(X) – α
25
Cara perhitungan CVAR adalah mengurutkan return dari daily stock price,
mengambilnilai return yang paling terkecil sampai menyentuh level tingkat
kepercayaan. Misal: ada observasi data 100 buah dengan nilai return tertentu, return
diurutkan dari bernilai besar ke kecil, lalu rata – ratakan data ke- n sampai data
selesai. N bias didapat dari jumlah observasi dikali dengan level tingkat kepercayaan
terhadap data.
CVAR sangat berguna untuk mengantisipasi return terendah yang akan terjadi
dan berguna bagi investor untuk membuat strategi baru. Formula CVAR adalah:
2.3.5 Tracking Error (TE)
Salah satu pengujian performa portofolio terhadap benchmark adalah
Tracking Error (TE). TE didefinisikan sebagai perbedaan return dari portofolio
dengan return dari benchmark, dan merupakan metode pengukuran yang sederhana
dan mudah dihitung terutama terhadap indeks portofolio. TE yang bernilai positif
menunjukan bahwa portofolio yang ada menghasilkan return melebihi benchmark.
Baierl dan Cheng (2000) menunjukan bagaimana TE expected relative return
mendominasi Markowitz efficient frontier portfolio. Berikut rumus dari TE:
dimana:
TE = Tracking Error
= Return portofolio
= Return benchmark
26
2.4 Risiko
Risiko menjadi pertimbangan utama dalam melakukan sebuah investasi.
Menurut Markowitz (1952) dalam penjelasan tentang Capital Allocation Line (CAL)
dan Efficient Frontier, menjelaskan hubungan yang kuat dari return dan risk secara
efisien akan membentuk prinsip High risk equal to High Return. Pada awal 1921,
Frank Knights memberikan perbedaan mendasar antara risiko (sebagai sebuah aksi
yang dapat mengarah kebeberapa kemungkinan hasil) dan uncertainty (yang
merupakan hasil-hasil yang tidak dapat diprediksi).
Dalam jurnal berjudul Behaviour of Finance, dijelaskan bahwa preference
individu terhadap risiko yang sama cenderung berbeda, dan hal ini menyebabkan
perbedaan pengambilan tindakan investasi dalam sebuah kelompok masyarakat.
2.4.1 Diversifikasi Risiko
Dalam memutuskan untuk investasi, faktor yang paling utama diperhatikan
adalah risiko yang terkandung di dalam investasi yang dilakukan. Secara rasional,
investor akan memaksimalkan profit dengan meminimalkan risiko atau dengan kata
lain diversifikasi risiko.
Diversifikasi dilakukan dengan menanamkan modal yang dimiliki pada
bermacam - macam jenis aset investasi atau pada aset yang berjenissama namun
berbeda entitas. Diversifikasi yang dilakukan di pasar modal adalah diversifikasi
portofolio dengan melakukan investasi di berbagai sektor saham dengan tujuan
memaksimalkan keuntungan yang didapat saat bullish dengan meminimalkan
27
kerugian yang terjadi jika ekonomi sedang bearish. Contoh: melakukan investasi di
saham - saham yang cenderung stabil dan bertahan disaat ekonomi sedang mengalami
perlambatan.
Diversifikasi protfolio akan memiliki unsystematic risk yang lebih kecil
daripada melakukan investasi di satu jenis aset, dimana dinyatakan dalam Law of
Large Number, bahwa semakin besar jumlah aset yang didiversifikasi risiko
individual, maka semakin kecil risiko yang dimilikinya. Hal ini dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
dimana:
= standar deviasi portofolio
= standar deviasi aset
n = jumlah aset yang dipakai dalam portofolio
Diversifikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain (Jones,
2002):
1. Simple diversification yaitu dengan melakukan pemilihan aset secara
random tanpa mempertimbangkan kriteria tertentu
2. Diversifying across industries dengan memilih emiten dari sektor
industri yang berbeda untuk mendapatkan diversifikasi yang lebih
optimal daripada random diversifikasi.
3. Superflous diversification dilakukan dengan diversifikasi terhadap
beberapa aset pemilihan saja dengan kriteria yang telah ditentukan
28
sebelumnya. Hal ini dilakukan karena diversifikasi dengan lebih dari 15
aset justru akan meningkatkan biaya untuk analisa, waktu dan tenaga
dan transaction cost yang pada akhirnya justru menurunkan return.
4. Markowitz diversification dilakukan dengan pendekatan statistik dan
matematik, dimana unsur hubungan antara aset-aset untuk memberikan
hasil yang efisien terhadap return dan risk.
5. Single index model diversification melakukan diversifikasi dengan
melihat korelasi kecenderungan aset yang ada bergerak merespon
terhadap pasar yang diwakili dengan simbol β.
2.5 Hipotesis Dasar
Portofolio yang dibentuk dengan pendekatan risk decomposition model,
mengikuti model matematika dari Euler Theorem, memberikan pendekatan lebih baik
dengan permodelan mengunakan Markowitz minimum variance. Pengambilan acuan
berdasar indeks IDX30, sebagai indeks baru di BEI yang diharapkan memberikan
nilai lebih optimum daripada LQ45, digunakan untuk memperlihatkan risk by factor
dan holding dari portofolio yang dibentuk dengan metode Euler. Mengacu pada nilai
Beta (yang mewakili risiko) dan Tracking Error (yang mewakili return) digunakan
untuk melihat apakah kelompok saham yang berkorelasi kecil mampu meng-
outperform benchmark IDX30. Penelitian mengambil acuan pembentukan portofolio
dengan memandang sisi risiko dan tren dari IDX30, dengan tujuan memberikan
portofolio - portofolio yang lebih optimal, yang sesuai dengan keadaan tren pasar.
29
Pengujian lanjutan untuk memastikan sisi risiko portofolio dilakukan dengan
melihat Sharpe's Ratio, Maximum Drawdown (MDD) dan Value at Risk (VaR)
dilakukan untuk memastikan bahwa portofolio yang terbentuk memberikan nilai
risiko lebih rendah dibandingkan IDX30 dengan return yang paling optimal. Maka
dari itu hipotesi dasar penelitian ini adalah:
Pembentukan portofolio mengunakan metode Euler Risk Decomposition akan
memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan IDX30, terutama
memandang sisi risiko yang terkandungnya.
2.6 Pasar Modal
Pasar modal merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki modal dengan
pihak yang membutuhkan modal, dimana kedua belah pihak akan melakukan
pertukaran modal mengunakan instrumen sekuritas (Tandelilin, 2010). Sehingga,
pasar modal dapat didefinisikan sebagai tempat untuk memperjualbelikan sekuritas
yang sering disebut sebagai Bursa Efek.
Pasar modal memiliki peranan penting sebagai lembaga perantara, dimana
fungsi yang memastikan bahwa aliran dana yang keluar dan dikembalikan ditujukan
pada pihak yang tepat, sehingga mendorong alokasi dana yang efisien karena
kelebihan dana yang ada dapat dimanfaatkan langsung oleh pihak yang membutuhkan
dana, dengan imbalan pengembalian return yang sesuai.
30
Bursa Efek Jakarta (BEJ) merupakan lembaga pasar modal di Indonesia. Pasar
modal merupakan media untuk memperjual-belikan sekuritas, dengan kepentingan
butuh dana dan kelebihan dana (Tandelilin, 2010).
Mekanisme yang ada dilakukan perusahaan yang akan masuk ke dalam pasar
modal adalah Initial Public Offering (IPO). Hal ini dilakukan oleh perusahaan yang
membutuhkan dana dari masyarakat, biasanya untuk tujuan ekspansi. Salah satu cara
untuk mendapatkan dana yaitu dengan mekanisme IPO.
Awalnya perusahaan menjual sekuritas pada pasar perdana barulah setelah itu
menjual sekuritas di pasar sekunder/pasar regular. Jadi, ketika di pasar perdana
ditawarkan sekuritas kepada investor baru, sedangkan di pasar regular, perusahaan
tidak menambah jumlah lembar dari sekuritas, tetapi investor yang telah membeli
sekuritas pada pasar perdana akan menjual sekuritas itu di pasar sekunder pada
investor lainnya.
Instrumen yang ada di pasar modal saat ini adalah saham, reksa dana, obligasi,
dan produk turunan (derivative). Sekuritas yang ada di pasar modal memiliki jatuh
tempo lebih dari 1 tahun, berbeda dengan jatuh tempo pada pasar uang yang kurang
dari 1 tahun.
2.7 Saham
Saham merupakan bukti kepemilikan masyarakat atas bagian dari perusahaan,
dimana perusahaan penerbit saham ini membutuhkan dana guna membantu
operasional perusahaan dan menjanjikan si pemberi dana (investor) hak untuk
31
memiliki bagian dari perusahaan. Perbedaaan saham dengan sekuritas pendapatan
tetap adalah tidak adanya kontrak maturitas/jangka waktu dengan return yang
variatif, besar return bisa diatas/dibawah sekuritas pendapatan tetap.
Dengan adanya saham, investor berhak meminta laporan keuangan dari suatu
perusahaan dan ikut memutuskan hal apapun yang terjadi dalam perusahaan yang
biasanya didiskusikan dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
2.7.1 Return and Risk
Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan investasi dengan intrumen
saham (http://www.idx.co.id):
1. Dividend : pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan
berasal dari sebagian net income perusahaan. Dividen yang diberikan
merupakan persetujuan mayoritas pemegang saham dalam RUPS.
Dividen biasanya dibagikan setahun sekali, para pemegang saham yang
ingin mendapat dividen harus memegang saham sampai tanggal cum
date.
2. Capital Gain: selisih antara harga beli dan jual yang terjadi karena
aktivitas perdagangan di pasar sekunder. Capital Gain didapat dengan
menjual saham saat harga jual lebih tinggi dari harga beli.
Kerugian ataupun risiko yang dihadapi oleh pemegang saham
(http://www.idx.co.id):
1. Capital Loss: kebalikan dari capital gain, dimana harga jual saham lebih
rendah daripada harga beli, sebagai bentuk dari cut-loss action.
32
2. Risiko likuidasi: risiko dimana perusahaan penerbit saham dinyatakan
bangkrut oleh pengadilan. Para pemegang saham akan mendapat
prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan telah dilunasi.
Kalau tidak ada yang tersisa setelah pelunasan kewajiban, maka
pemegang saham tidak mendapat apapun. Untuk menghindari risiko ini,
investor akan memperhatikan fundamental/kesehatan perusahaan
penerbit saham.
Berinvestasi pada instrumen saham terdapat risiko seperti risiko investasi
pada umumnya. Fluktuasi harga di pasar terjadi karena faktor makro dan mikro
ekonomi.
2.7.2 Indeks IHSG
IHSG adalah Indeks Harga Saham Gabungan dari semua emiten yang listing di
BEI. IHSG memiliki meliputi emiten perusahaan yang aktif diperdagangkan hingga
emiten perusahaan yang tidak aktif diperdagangkan dalam perhitungan indeksnya.
Daftar saham yang ada di bursa efek sebanyak 451 saham sampai akhir tahun
2012. Dengan semakin banyaknya saham yang listing, maka investor sulit melihat
pergerakan detail dari masing – masing saham. Solusinya adalah membuat satu
indikator untuk memperjelas pergerakan harga saham dengan indeks saham.
33
2.7.3 Indeks IDX30
IDX30 merupakan indeks yang terdiri dari 30 emiten yang anggotanya
konstituen dari LQ45. LQ45 merupakan indekss aham yang terdiri dari saham –
saham yang mempunyai tingkat likuiditas tinggi. Perhitungan indeks menggunakan
metode rata-rata tertimbang kapitalisasi pasar (Market Capitalization Weight
Average) yang dikaji ulang setiap awal bulan Februari dan Agustus. Kriteria
pemilihan IDX30 adalah analisa kuantitatif yaitu aktivitas transaksi seperti nilai
transaksi, frekuensi transaksi, hari transaksi, dan kapitalisasi pasar. Selain itu, IDX30
juga memperhatikan factor fundamental/kualitatif dari setiap emiten yang menjadi
anggotanya.
IDX30 diharapkan bisa menjadi indeks acuan bagi para investor untuk
membuat portofolio secara individual. Secara optimalisasi indeks dilihat dari risk-
return trade off, IDX30 merupakan indeks yang optimum saat ini dibandingkan
indeks lainnya. Hal ini dikarenakan banyaknya saham blue chip yang tergabung
didalamnya.
Top Related