BAB II LANDASAN TEORI - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/3602/3/NURUL ’ISHMAH BAB...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/3602/3/NURUL ’ISHMAH BAB...
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sistem Koordinat Kutub
Pada sistem koordinat kutub, menurut Leithold (1991) bahwa sebuah titik
ditentukan oleh sebuah jarak dan sebuah sudut. Sistem koordinat kutub dapat
dilihat pada gambar berikut:
Keterangan :
r : panjang ruas garis OA (|r| ≥ 0)
θ : sudut yang dibentuk oleh garis OA terhadap sumbu x
O : titik kutub atau titik asal
Ox : poros atau sumbu kutub
1. Fungsi Melingkar
Menurut Martono (1999), 𝑓 disebut sebagai suatu fungsi apabila
terdapat 𝐴,𝐵 ⊂ 𝑅 dengan 𝑓:𝐴 → 𝐵 adalah suatu aturan yang
menetapkan setiap 𝑡 ∈ 𝐴 dengan tepat satu 𝑦 ∈ 𝐵 dilambangkan dengan
𝑦 = 𝑓(𝑡). Fungsi melingkar (the circular function) atau fungsi
trigonometri merupakan pengembangan dari sistem koordinat kutub,
A(r, θ)
θ
r
O
Gambar 1: Sistem koordinat kutub
x
7
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
8
dimana jika titik A digeser dan kembali ke titik A dengan jarak OA
tetap, maka akan membentuk lingkaran. Lingkaran adalah tempat
kedudukan titik-titik yang berjarak sama dari suatu titik tetap. Titik tetap
tersebut dinamakan titik pusat lingkaran.
Lingkaran dengan persamaan x2 + y2 = r2 berarti, lingkaran tersebut
berpusat di titik (0,0) dan berjari-jari r.
Jika terdapat sebuah lingkaran dengan persamaan x2 + y2 = 1,
maka titik pusat lingkaran berkoordinat di (0,0) dan berjari-jari 1.
Apabila titik A berkoordinat di (1,0) bergerak ke titik P sebesar θ
satuan mengelilingi lingkaran (berlawanan arah dengan jarum jam jika
Gambar 3: Lingkaran dengan titik pusat di (0,0)
dan berjari – jari r
(0,0)
r
y
x
θ
Gambar 2: Lingkaran
O x
A
r
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
9
θ > 0, bergerak searah dengan jarum jam jika θ < 0) maka dapat dicari
posisi titik P untuk setiap θ. Pergerakan titik A sebesar θ akan
mendapatkan sebuah titik, titik ini disebut terminal point. Oleh sebab itu,
titik P disebut terminal point (Vance, 1962).
Keterangan:
θ : besar pergerakan titik A ke titik P
Berdasarkan gambar 4a, sudut θ pada radian diukur dengan t. Oleh
sebab itu, pada titik P(x,y) terdapat beberapa fungsi trigonometri yakni
fungsi sinus, cosinus, dan tangen (lihat gambar 4b). Fungsi trigonometri
didefinisikan sebagai berikut:
Apabila P(x,y) adalah terminal point yang ditentukan oleh t dengan t ∈ R
maka sin 𝑡 = y
cos 𝑡 = x
tan 𝑡 =sin 𝑡
cos 𝑡=
y
x, x ≠ 0
Oleh karena itu, berdasarkan gambar 4a dan 4b diperoleh definisi yakni
(b)
t
P(sin 𝑡, cos 𝑡) P(x,y)
(a)
(0,0) A(1,0)
y
x θ
(0,0)
Gambar 4: Fungsi melingkar
A(1,0)
y
x θ
t
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
10
apabila sudut θ pada radian diukur dengan t, maka sinθ = sin 𝑡 ;
cosθ = cos 𝑡 ; tanθ = tan 𝑡
Cos 𝑡 dan sin 𝑡 mempunyai periode 2π, sedangkan tan t
mempunyai periode π. Domain dari fungsi sinus dan cosinus adalah
semua nilai t dengan t ∈ R, sedangkan domain fungsi tangen adalah
semua nilai t dengan t ∈ R kecuali 𝑡 =π
2+ π𝑚, dengan m adalah
bilangan bulat (Kolman dan Shapiro, 1986). Range untuk fungsi sinus
dan cosinus yakni:
−1 ≤ sin 𝑡 ≤1 ; −1 ≤ cos 𝑡 ≤ 1
sehingga dapat ditentukan letak fungsi bernilai positif atau negatif pada
kuadran I-IV. Nilai fungsi sinus, cosinus, dan tangen dapat dilihat pada
tabel 1 berikut:
Tabel 1: Nilai fungsi sinus, cosinus, dan tangen
Kuadran sin 𝑡 = y cos 𝑡 = x tan 𝑡 = yx
I + + +
II + - -
III - - +
IV - + -
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui variasi nilai 𝑡 pada kuadran I-IV
(0 ≤ 𝑡 ≤ 2π). Variasi nilai t dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2: Variasi nilai fungsi sin 𝑡 dan cos 𝑡 pada 0 ≤ 𝑡 ≤ 2π
kuadran Variasi 𝑡 dari Variasi nilai
sin 𝑡 dari
Variasi nilai
cos 𝑡 dari
I 0 ke π 2 0 ke 1 1 ke 0
II π2 ke π 1 ke 0 0 ke -1
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
11
III π ke 3π 2 0 ke -1 -1 ke 0
IV 3π2 ke 2π -1 ke 0 0 ke 1
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui variasi nilai fungsi sinus dan cosinus
pada kuadran I-IV.
Grafik fungsi sin t dan cos t dapat digambar dengan y = sin 𝑡
dan x = cos 𝑡. Grafik y = sin 𝑡 dengan t ∈ R dapat digambar dengan
nilai 𝑡 terletak di sepanjang sumbu horizontal dan y terletak di sepanjang
di sumbu vertikal. Lingkaran digambar dengan titik pusat berada di
sumbu 𝑡.
Grafik x = cos 𝑡 dengan t ∈ R dapat digambar dengan nilai 𝑡 berada
disumbu horizontal dan nilai x di sumbu vertikal. Lingkaran digambar
dengan titik pusat berada di sumbu 𝑡 (Kolman dan Shapiro, 1986).
(2π, 1)
(𝜋 2 , 0)
(𝜋,−1)
(2𝜋, 0) (3𝜋
2 , 0) (π, 0)
𝑡
x
Gambar 6: Grafik cos 𝑡
y
𝑡 A
(𝜋 2 , 0) (0,0)
(3𝜋2 ,−1)
(2𝜋, 0) (3𝜋2 , 0) (π, 0)
P
𝑡
(𝜋 2 , 1)
Gambar 5: Grafik sin 𝑡
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
12
a. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil
Definisi 1a
Fungsi dikatakan fungsi genap jika 𝑓(−𝑥) = 𝑓(𝑥) untuk setiap 𝑥 ∈
Df (domain fungsi), dan dikatakan fungsi ganjil jika 𝑓(−𝑥) = −𝑓(𝑥)
untuk setiap 𝑥 ∈ Df (Martono, 1999).
b. Fungsi Periodik
Definisi 1b
Sebuah fungsi dikatakan periodik jika terdapat konstan 2𝑝 dimana
𝑓(𝑡 + 2𝑝) = 𝑓(𝑡) untuk setiap t. Jika 2𝑝 merupakan angka positif
terkecil maka 2p merupakan periode fungsi (Wylie,1975).
2. Limit
Diberikan fungsi 𝑓: [𝑎, 𝑏] → R dan 𝑐 ∈ 𝑎, 𝑏 . Limit 𝑓(𝑥) untuk 𝑥
mendekati c adalah L, ditulis lim𝑥→𝑐 𝑓(𝑥) = 𝐿 berarti bahwa untuk tiap
bilangan 휀 > 0 yang diberikan (betapapun kecilnya), terdapat 𝛽 > 0
yang berpadanan sedemikian sehingga 𝑓 𝑥 − 𝐿 < 휀 asalkan bahwa
0 < 𝑥 − 𝑐 < 𝛽 berlaku 𝑓 𝑥 − 𝐿 < 휀 (Purcell dan Varberg, 1984).
3. Kontinuitas
Diberikan fungsi 𝑓: [𝑎, 𝑏] → R dan 𝑐 ∈ 𝑎,𝑏 . Fungsi 𝑓 dikatakan
kontinu di 𝑐 jika lim𝑥→𝑐 𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑐). Pernyataan tersebut menyatakan 3
syarat yang harus dipenuhi supaya fungsi f kontinu di c yaitu:
a. lim𝑥→𝑐 𝑓(𝑥) ada
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
13
b. 𝑓(𝑐) ada
c. lim𝑥→𝑐 𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑐)
Jika salah satu atau lebih dari ketiga syarat kekontinuan tidak terpenuhi
maka 𝑓 tak kontinu (diskontinu) di c (Purcell dan Varberg, 1984).
4. Turunan
Diberikan 𝑓(𝑥) suatu fungsi yang didefinisikan di sebarang titik
𝑐 ∈ 𝑎,𝑏 , turunan 𝑓(𝑥) di 𝑥 = 𝑐 didefinisikan sebagai:
𝑓′ 𝑐 = lim→0
𝑓 𝑐 + − 𝑓(𝑐)
Apabila suatu fungsi 𝑓 dapat dideferensialkan, maka fungsi tersebut
merupakan fungsi yang kontinu. Fungsi sinus dan cosinus diketahui
merupakan fungsi yang kontinu dan periodik, sehingga kedua fungsi
tersebut dapat didiferensialkan (Purcell dan Varberg, 1984). Apabila
𝑓 𝑡 = sin 𝑡 dan 𝑔 𝑡 = cos 𝑡 maka berlaku
𝐷𝑡 sin 𝑡 = cos 𝑡 ; 𝐷𝑡 cos 𝑡 = − sin 𝑡
5. Integral
a. Integral Tak Tentu (Anti Turunan)
Menurut Purcell dan Varberg (1984) suatu fungsi 𝐹 disebut anti
turunan fungsi 𝑓 pada selang I jika untuk ∀𝑥 ∈ I berlaku
𝐹′ 𝑥 = 𝑓(𝑥) sehingga 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 =𝐹 𝑥 + 𝑐 dengan c: konstanta.
Oleh karena itu, integral tak tentu dari fungsi 𝑓(𝑡) terhadap t pada
selang 𝑑 jika untuk ∀𝑡 ∈ 𝑝 berlaku 𝑓 𝑡 𝑑𝑡 =𝐹 𝑡 + 𝑐
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
14
Berdasarkan definisi tersebut, integral tak tentu pada fungsi sinus
dan cosinus terhadap 𝑡 berlaku
sin 𝑡 𝑑𝑡 = − cos 𝑡 + 𝑐 ; cos 𝑡 𝑑𝑡 = sin 𝑡 + 𝑐
b. Integral Tentu
Menurut Martono (1999), integral tentu dari fungsi f pada selang
tertutup [a,b], ditulis dengan lambang 𝑓(𝑡)𝑑𝑡𝑏
𝑎, didefinisikan
sebagai 𝑓(𝑡)𝑑𝑡𝑏
𝑎= lim 𝑃 →0 𝑓(𝑐𝑖)
𝑛𝑖=1 ∆𝑥𝑖 bila limit ini ada. Pada
bentuk penulisan 휀 − 𝛽, limit fungsi f pada selang [a,b] untuk
𝑃 → 0 adalah L, ditulis lim 𝑃 →0 𝑓(𝑐𝑖)𝑛𝑖=1 ∆𝑥𝑖 , jika:
∀휀 > 0 ∃ 𝛽 > 0 ∋ 𝑃 < 𝛽 ⇒ 𝑓 𝑐𝑖 ∆𝑥𝑖 − 𝐿𝑛𝑖=1 < 휀 ∀𝑐𝑖 ∈
𝑥𝑖−1, 𝑥𝑖
Pada fungsi periodik, khususnya fungsi sinus dan cosinus, integral
tentu berlaku teorema sebagai berikut:
Teorema A
Andaikan 𝑓 kontinu (karenanya terintegralkan) pada 𝑎, 𝑏 maka
terdapat suatu bilangan 𝑐 ∈ 𝑎,𝑏 sedemikian sehingga
𝑓(𝑡)𝑑𝑡𝑏
𝑎= 𝑓 𝑐 (𝑏 − 𝑎)
Jadi, apabila terdapat 𝑓 kontinu pada [𝑑, 𝑑 + 2𝑝] maka terdapat
suatu bilangan c antara 𝑑 dan 𝑑 + 2𝑝 sedemikian sehingga
𝑓(𝑡)𝑑𝑡𝑑+2𝑝
𝑑= 𝑓 𝑐 (𝑑 + 2𝑝 − 𝑑)
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
15
6. Deret Fourier
Deret Fourier menurut Wylie (1975) yakni fungsi periodik yang
dapat dinyatakan sebagai penjumlahan tak hingga dari suku-suku sinus
dan cosinus. Fungsi 𝑓(𝑡) dengan 2𝑝 sebagai periode dan integral valid
untuk setiap nilai 𝑑 dengan 𝑑 ∈ R, fungsi dapat direpresentasikan
menjadi bentuk persamaan sebagai berikut:
𝑓 𝑡 =𝑎0
2+ 𝑎1 cos
𝜋𝑡
𝑝+𝑏1 sin
𝜋𝑡
𝑝+…+ 𝑎𝑛 cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝+𝑏𝑛 sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝 1.1
Atau dapat disederhanakan menjadi:
𝑓 𝑡 =𝑎0
2+ [𝑎𝑛 cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝+ 𝑏𝑛 sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝]
∞
𝑛=1
(1.2)
dengan koefisien 𝑎0 ,𝑎𝑛 ,𝑏𝑛 sebagai berikut:
𝑎0 =1
𝑝 𝑓 𝑡 𝑑𝑡𝑑+2𝑝
𝑑
(1.3)
𝑎𝑛 =1
𝑝 𝑓(𝑡) cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
𝑑+2𝑝
𝑑
(1.4)
𝑏𝑛 =1
𝑝 𝑓 𝑡 sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
𝑑+2𝑝
𝑑
(1.5)
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat ditentukan integral dimana
integral valid untuk setiap nilai d dengan 𝑑 ∈ R, serta m dan n
merupakan bilangan bulat positif dengan persamaan sebagai berikut:
cos𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑𝑡 = 0 𝑛 ≠ 0
𝑑+2𝑝
𝑑
(2)
sin𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑𝑡 = 0
𝑑+2𝑝
𝑑
(3)
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
16
cos𝑚𝜋𝑡
𝑝cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑𝑡 = 0 𝑚 ≠ 𝑛
𝑑+2𝑝
𝑑
(4)
cos2𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑𝑡 = 𝑝 𝑛 ≠ 0
𝑑+2𝑝
𝑑
(5)
cos𝑚𝜋𝑡
𝑝sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑𝑡 = 0
𝑑+2𝑝
𝑑
(6)
sin𝑚𝜋𝑡
𝑝sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑𝑡 = 0 𝑚 ≠ 𝑛
𝑑+2𝑝
𝑑
(7)
sin2𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑𝑡 = 𝑝 𝑛 ≠ 0
𝑑+2𝑝
𝑑
(8)
Koefisien 𝑎0, 𝑎𝑛 , dan 𝑏𝑛 dapat diperoleh melalui:
Koefisien 𝑎0 pada persamaan (1.2) dapat diperoleh dengan cara
mengintegralkan persamaan (1.2) dari 𝑡 = 𝑑 ke 𝑡 = 𝑑 + 2𝑝
diperoleh:
𝑓 𝑡 𝑑+2𝑝
𝑑
𝑑𝑡 =𝑎0
2+ [𝑎𝑛 cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 + 𝑏𝑛 sin
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑛𝜋𝑡
𝑝
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑑𝑡]
∞
𝑛=1
Gunakan persamaan (2) dan (3) yakni:
cos𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 =
𝑝
𝑛𝜋sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑 + 2𝑝𝑑
𝑑+2𝑝
𝑑
=𝑝
𝑛𝜋 sin𝑛𝜋 − sin −𝑛𝜋 = 0 (2)
sin𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 =
𝑝
𝑛𝜋cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝 𝑑 + 2𝑝𝑑
𝑑+2𝑝
𝑑
=𝑝
𝑛𝜋 cos𝑛𝜋 − cos −𝑛𝜋 = 0 (3)
diperoleh:
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
17
𝑓 𝑡 𝑑𝑡 =𝑎0
2 2𝑝 + 0 = 𝑎0𝑝
𝑑+2𝑝
𝑑
Jadi,
𝑎0 =1
𝑝 𝑓 𝑡 𝑑+2𝑝
𝑑
Koefisien 𝑎𝑛 dapat dibuktikan dengan cara mengalikan persamaan
(1.2) dengan cos𝑚𝜋𝑡
𝑝, lalu mengintegralkan persamaan pada
𝑑 ke 𝑑 + 2𝑝, diperoreh:
𝑓 𝑡 cos𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 =
𝑎0
2 cos
𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 +
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑎𝑛
∞
𝑛=1
cos𝑚𝜋𝑡
𝑝cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 + 𝑏𝑛
∞
𝑛=1
cos𝑚𝜋𝑡
𝑝sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
untuk 𝑚 = 𝑛
Gunakan persamaan (2) dan (6) diperoleh:
𝑓 𝑡 cos𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 = 0 + 𝑎𝑚 cos2
𝑚𝜋𝑡
𝑝
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑑𝑡 + 0
Gunakan persamaan (5) diperoleh:
𝑓 𝑡 cos𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 = 𝑎𝑚𝑝
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑎𝑚 =1
𝑝 𝑓(𝑡) cos
𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
𝑑+2𝑝
𝑑
Jika 𝑚 = 𝑛 maka
𝑎𝑛 =1
𝑝 𝑓(𝑡) cos
𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
𝑑+2𝑝
𝑑
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
18
Koefisien 𝑏𝑛 dapat dibuktikan dengan cara mengalikan persamaan
(1.2) dengan sin𝑚𝜋𝑡
𝑝, lalu mengintegralkan persamaan pada
𝑑 ke 𝑑 + 2𝑝, diperoreh:
𝑓 𝑡 sin𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 =
𝑎0
2 sin
𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 +
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑎𝑛
∞
𝑛=1
cos𝑛𝜋𝑡
𝑝sin
𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 + 𝑏𝑛
∞
𝑛=1
sin𝑛𝜋𝑡
𝑝sin
𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
untuk 𝑚 = 𝑛
Gunakan persamaan (3) dan (6) diperoreh:
𝑓 𝑡 sin𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 = 0 + 0 + 𝑏𝑚 sin2
𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑑+2𝑝
𝑑
Gunakan persamaan (8) diperoreh:
𝑓 𝑡 sin𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡 = 𝑏𝑚𝑝
𝑑+2𝑝
𝑑
𝑏𝑚 =1
𝑝 𝑓 𝑡 sin
𝑚𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
𝑑+2𝑝
𝑑
Jika 𝑚 = 𝑛 maka
𝑏𝑛 =1
𝑝 𝑓 𝑡 sin
𝑛𝜋𝑡
𝑝𝑑𝑡
𝑑+2𝑝
𝑑
7. Konvergensi Deret
Deret 𝑎𝑛∞𝑛=1 dinyatakan konvergen jika terdapat sebuah bilangan 𝑇
sehingga lim𝑛=∞ 𝑇𝑛 =𝑇, dengan 𝑇 adalah jumlah deret tersebut.
Selanjutnya, deret 𝑎𝑛∞𝑛=1 dikatakan divergen jika lim𝑛=∞ 𝑇𝑛 tidak ada
(Wylie, 1975).
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
19
8. Ketetapan Dirichlet
Definisi 8
Apabila 𝑓(𝑡) adalah suatu fungsi periodik yang terbatas dimana
dalam sebarang satu periode memiliki sejumlah berhingga maksimum
lokal dan minimum lokal serta sejumlah berhingga titik diskontinu,
maka deret Fourier yang didefinisikan dengan fungsi 𝑓 akan konvergen
ke 𝑓(𝑡) di semua titik jika 𝑓 kontinu dan akan konvergen pada rata-rata
pada limit kanan dan limit kiri 𝑓(𝑡) di setiap titik jika 𝑓 tidak kontinu
(diskontinu) (Wylie, 1975).
Oleh karena itu, dapat didefinisikan bahwa suatu deret Fourier dengan
koefisien 𝑎𝑛 dan 𝑏𝑛 akan konvergen ke:
a. 𝑓(𝑡), jika 𝑓 kontinu
b. 𝑓+ 𝑡 +𝑓−(𝑡)
2, jika 𝑓 diskontinu
dalam hal ini 𝑓+ 𝑡 adalah limit kanan 𝑓 dan 𝑓−(𝑡) adalah limit kiri 𝑓.
B. Sistem Koordinat Bola
Sistem Koordinat bola merupakan perumusan sistem koordinat kutub
ke ruang berdimensi tiga (Leithold, 1991). Sistem koordinat bola berguna
untuk menyelesaikan masalah-masalah geometri dan fisika tertentu yang
melibatkan suatu pusat simetri.
Pada sistem koordinat bola terdapat suatu bidang kutub dan suatu
sumbu z yang tegak lurus dengan bidang kutub tersebut. Titik asal sumbu z
berhimpit dengan titik kutub dari bidang kutub tersebut. Suatu titik tertentu
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
20
dalam koordinat bola dinyatakan oleh tiga bilangan, dan representasi
koordinat bola dari suatu titik P adalah (ρ,θ,∅), dimana ρ = OP adalah
jarak dari titik kutub (O) ke P, θ adalah ukuran sudut kutub dari proyeksi P
pada bidang kutub dan ∅ adalah sudut antara sumbu z positif dan ruas garis
OP. Titik asal mempunyai representasi koordinat bola (0,θ,∅), dimana
θ dan ∅ dapat mengambil sebarang nilai. Jika titik P (ρ, θ,∅) bukan titik asal,
maka 𝜌 > 0 dan 0 ≤ ∅ ≤ 𝜋 ; ∅ = 0 jika P pada bagian positif sumbu z dan
∅ = 𝜋 jika P pada bagian negatif sumbu z (Leithold, 1991). Sistem koordinat
bola dapat dilihat pada gambar berikut:
1. Bola Langit
Bola langit adalah bola khayal dengan radius tak hingga dimana
semua obyek langit dibayangkan berada pada di dalam bola langit.
Hukum Kepler I menyebutkan bahwa bumi (dan planet-planet lain)
bergerak dalam suatu lintasan elips dengan matahari pada satu fokusnya.
Oleh sebab itu, lintasan elips juga berada di dalam bola langit. Lintasan
penuh elips ini ditempuh bumi dalam waktu satu tahun (365,25 hari)
∅
P(ρ, θ,∅)
θ
ρ
Gambar 7: Sistem koordinat bola
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
21
atau dengan kata lain bumi berevolusi sempurna dalam waktu satu tahun.
Bumi beredar mengelilingi matahari dalam lintasan elips dan matahari
berada pada salah satu titik fokusnya, sehingga pada suatu saat bumi
berada pada jarak yang dekat dengan matahari dan pada saat lain berada
jauh dari matahari (Endarto,2009). Berikut adalah gambar lintasan elips:
Pada gambar 8 diketahui bahwa A-B-C-D-E-A merupakan
revolusi bumi membentuk lintasan elips yang disebut bidang ekliptika.
Pada bola langit, apabila bidang ekliptika di perluas memotong bola
langit maka akan menjadi lingkaran ekliptika. Lingkaran ekliptika inilah
yang menjadi dasar penyusunan Sistem Koordinat Ekliptika dan Sistem
Koordinat Ekuator (Azhari, 2007).
Gambar 8: Lintasan bumi mengelilingi matahari
A D
E
B C
KSL
KUL
Gambar 9: Bola langit
Lingkaran ekuator
Lingkaran ekliptika
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
22
2. Sistem Koordinat Ekliptika dan Sistem Koordinat Ekuator
Sistem koordinat ekliptika dan sistem koordinat ekuator
terbentuk dari perpotongan antara lingkaran ekliptika, lingkaran ekuator,
dan bujur standar di titik O (vernal equinox) atau titik Aries. Menurut
Ali (1997), lingkaran ekliptika yaitu lintasan yang secara nisbi terlihat
ditempuh matahari dalam perjalanan tahunannya. Menurut Simamora
(1984), lingkaran ekuator atau ekuator langit (khatulistiwa langit) adalah
lingkaran besar yang merupakan perluasan dari bidang ekuator bumi,
sedangkan bujur standar yakni garis yang menghubungkan titik O
(vernal Equinox) dengan titik puncak garis normal atau garis tegak lurus
dengan bidang.
a. Sistem Koordinat Ekliptika
Dasar dari sistem koordinat ekliptika adalah lingkaran
ekliptika. Sistem koordinat ekliptika diperoleh dari perpotongan
lingkaran ekliptika, lingkaran ekuator, dan bujur standar OP. Berikut
adalah gambar sistem koordinat ekliptika:
O
Gambar 10: Sistem koordinat ekliptika
Pole ecliptica (P)
Lingkaran ekliptika
Lingkaran ekuator 23,50
KUL
KSL
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
23
Lingkaran ekuator dan lingkaran ekliptika berpotongan
membentuk sudut 23,5° (lebih teliti membentuk sudut 23° 27′) di
titik O (titik Aries). Matahari melewati titik Aries pada tanggal 20-21
Maret (Ali, 1997).
Garis normal bidang ekliptika menembus bola langit di titik P
(pole ecliptica). Apabila dari titik P dihubungkan ke titik O maka
akan diperoleh sistem koordinat ekliptika dengan lingkaran ekliptika
sebagai lingkaran dasar utama dan bujur OP sebagai bujur standar
(Azhari, 2007).
b. Sistem Koordinat Ekuator
Dasar dari sistem koordinat ekuator adalah lingkaran ekuator.
Sistem koordinat ekuator diperoleh dari perpotongan lingkaran
ekliptika, lingkaran ekuator, dan bujur standar OKUL. Sistem
koordinat ekuator dibuat dengan cara membayangkan sebuah bola
langit yang memiliki lingkaran ekuator dan kutub yang tegak lurus
dengan lingkaran ekuator yakni KUL (Kutub Utara Langit) dan KSL
(Kutub Selatan Langit). Lingkaran ekliptika dan lingkaran ekuator
berpotongan di titik O membentuk sudut 23°27’. Apabila titik KUL
dihubungkan ke titik O, maka akan diperoleh sistem koordinat
ekuator dengan lingkaran ekuator sebagai lingkaran dasar utama dan
bujur OKUL sebagai bujur standar. Pada sistem koordinat ekuator
dapat diperoleh deklinasi matahari (δ) yang dihitung dari ekuator
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
24
langit dan asensiorekta (α) yang dihitung dari titik O (Azhari, 2007).
Gambar berikut merupakan gambar sistem koordinat ekuator:
Keterangan:
O : vernal equinox (titik Aries)
δ : deklinasi matahari
α : asensiorekta matahari
3. Deklinasi Matahari
Deklinasi matahari (δ) adalah jarak matahari dengan ekuator
langit diukur sepanjang lingkaran deklinasi. Menurut Simamora (1984),
lingkaran deklinasi adalah lingkaran-lingkaran pada bola langit yang
ditarik dari kedua kutub langit yakni kutub utara langit (KUL) dan kutub
selatan langit (KSL). Pada sistem koordinat ekuator, deklinasi matahari
dihitung 0° jika tepat di ekuator, sebelah utara ekuator bernilai positif (+)
dan sebelah selatan ekuator bernilai negatif (-). Nilai deklinasi di titik
kutub selatan langit adalah -90° dan di titik kutub utara langit adalah
Gambar 11: Sistem koordinat ekuator
23,50
α
δ
Type equation here. O
Garis bujur OKUL
KUL
KSL
Lingkaran ekuator
Lingkaran ekliptika
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
25
+90°. Deklinasi matahari berubah-ubah setiap waktu selama satu tahun,
tetapi pada tanggal-tanggal yang sama, deklinasi matahari akan sama
pula (Ali, 1997).
Pada tanggal 20-21 Maret matahari melewati ekuator, sehingga
deklinasinya 0°, lalu ia bergerak ke utara menjauhi ekuator hingga pada
tanggal 20-21 Juni ia melewati titik yang paling jauh dari ekuator yaitu
23° 27’. Setelah itu, matahari bergerak bergerak ke selatan hingga pada
tanggal 22-23 September ia melewati ekuator kembali. Pada tanggal 21-
22 Desember matahari melewati titik terjauh dari ekuator yaitu 23° 27’
di selatan ekuator. Setelah itu, matahari bergerak kembali ke utara
mendekati ekuator hingga pada tanggal 20-21 Maret ia kembali
melewati ekuator. Perjalanan matahari selalu sama setiap tahun,
sehingga deklinasi matahari juga sama setiap tahun (Ali, 1997).
Gambar 12: Perjalanan semu tahunan matahari
(deklinasi matahari)
KSL KUL
Deklinasi 231
2°
Deklinasi 0o
Deklinasi −231
2°
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
26
C. Sistem Koordinat Horizon
Sistem koordinat horizon menggunakan lingkaran horizon sebagai
dasar untuk menentukan kedudukan benda angkasa. Menurut Simamora
(1984), lingkaran horizon adalah lingkaran pada bola langit yang tegak lurus
pada garis vertikal dan melalui titik pusat bumi (timur dan barat terletak pada
lingkaran horizon). Sistem koordinat horizon hanya dapat menyatakan posisi
benda langit pada satu saat tertentu, untuk saat yang berbeda sistem koordinat
ini tidak dapat memberikan hubungan yang mudah dengan posisi benda
langit sebelumnya.
Bentuk bumi yang bulat menyebabkan setiap tempat di muka bumi
memiliki horizon yang berbeda-beda. Apabila kita berdiri tegak lurus lalu
dari tempat kita berdiri dihubungkan dengan satu garis lurus yang melewati
titik pusat bumi ke arah atas dan bawah (tegak lurus atau membentuk sudut
90° dengan horizon), maka akan memotong titik puncak bola langit bagian
atas disebut dengan zenith dan bagian bawah disebut nadir (Ali, 1997).
Berikut adalah gambar sistem koordinat horizon:
Lingkaran meridian
KUL KSL
Gambar 13: Sistem koordinat horizon
Zenith
Nadir
Lingkaran vertikal
Lingkaran horizon
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
27
Berdasarkan gambar 13 diketahui bahwa melalui titik zenith dan nadir
dapat dibuat lingkaran pada permukaan bola langit yang disebut dengan
lingkaran vertikal. Lingkaran vertikal yang melalui titik KUL dan KSL
disebut lingkaran Meridian (Azhari, 2007).
1. Bumi
Secara fisik, permukaan bumi merupakan bidang geoid. Geoid
adalah bidang nivo (level surface) atau bidang ekuipotensial gaya berat
yang terletak pada ketinggian muka air rata-rata. Arah gaya berat di
setiap titik pada bidang geoid selalu tegak lurus menuju pusat bumi,
sehingga bidang geoid merupakan permukaan tertutup yang melingkupi
bumi dan bentuknya tidak teratur. Bidang geoid memiliki bentuk yang
tidak teratur sehingga tidak dapat digunakan dalam perhitungan terkait
dengan bentuk bumi. Oleh karena itu, agar dapat digunakan dalam
perhitungan, maka bumi diibaratkan sebagai bidang yang bulat
(speroid).
Bentuk planet Bumi sangat mirip dengan bulat pepat (oblate
spheroid) yakni sebuah bulatan yang tertekan ceper pada orientasi kutub-
kutub yang menyebabkan buncitan pada bagian khatulistiwa. Buncitan
ini terjadi karena rotasi bumi. Pengukuran yang seksama menunjukkan
bahwa 1° di dekat kutub lebih panjang apabila dibandingkan dengan di
khatulistiwa. Hal ini membuktikan bahwa permukaan bumi di ekuator
lebih melengkung dari pada di kutub sehingga mengakibatkan sumbu
bumi (jarak dari kutub utara ke kutub selatan) lebih pendek dari pada
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
28
garis ekuator (Simamora, 1984). Berikut adalah gambar bumi dalam
bentuk bulat pepat (oblate spheroid):
2. Posisi Tempat (Lintang dan Bujur Tempat)
Posisi tempat di muka bumi selalu erat kaitannya dengan garis
lintang dan garis bujur. Apabila posisi tempat di muka bumi berbeda,
maka lintang dan bujurnya berbeda pula.
Garis lintang (latitude) yaitu garis vertikal yang mengukur sudut
antara suatu titik di Bumi dengan garis khatulistiwa. Apabila posisi
tempat berada di sebelah utara garis katulistiwa maka didefinisikan
sebagai Lintang Utara (LU). Apabila posisi tempat berada di sebelah
selatan katulistiwa maka didefinisikan sebagai Lintang Selatan (LS).
Garis bujur (longitude) yaitu garis horizontal yang mengukur sudut
antara suatu titik tempat di Bumi dengan titik nol (0°) di Greenwich,
London, Inggris yang menjadi dasar meridian. Meridian Greenwich
ditetapkan menjadi meridian utama universal atau dasar meridian pada
Konferensi Meridian Internasional tahun 1884. Apabila posisi titik di
Gambar 14: Bumi
KUL
Garis khatulistiwa
KSL
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
29
sebelah barat bujur 0° maka dinamakan Bujur Barat (BB). Apabila posisi
titik di sebelah timur 0° maka dinamakan Bujur Timur (BT). Posisi titik
di Bumi dapat dideskripsikan dengan menggabungkan kedua
pengukuran tersebut (Tanudidjaja, 1996).
Posisi lintang suatu tempat merupakan penghitungan sudut dari
0° di garis khatulistiwa sampai ke +90° di kutub utara dan -90° di kutub
selatan. Posisi lintang biasanya dinotasikan dengan simbol huruf Yunani
φ (phi). Posisi bujur suatu tempat merupakan pengukuran sudut dari 0° di
Greenwich ke +180° arah timur dan -180° arah barat. Posisi bujur
biasanya dinotasikan dengan abjad Yunani λ (lamda) (Tanudidjaja,
1996).
3. Edaran Harian Matahari
Edaran harian matahari diperoleh dari sistem koordinat horizon.
Edaran harian matahari yakni perjalanan matahari setiap hari dari terbit
sampai terbenam. Setiap hari kita melihat matahari terbit dari sebelah
timur, lalu bergerak semakin lama semakin tinggi, hingga mencapai
kedudukannya yang tertinggi pada hari itu. Setelah itu, ia meneruskan
perjalanannya di langit semakin lama semakin rendah hingga pada senja
hari ia terbenam di sebelah barat. Titik tertinggi yang dicapai matahari
dalam perjalanannya selama 1 hari dinamakan titik kulminasi. Panjang
lintasan edaran harian matahari di masing-masing tempat berbeda-beda.
Oleh karena itu, rentang waktu edaran harian matahari di masing-masing
tempat juga berbeda, sehingga waktu matahari terbit, waktu matahri
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
30
berkulminasi, dan waktu matahari terbenam berbeda-beda pula (Ali,
1997). Berikut adalah gambar edaran harian matahari di khatulistiwa saat
deklinasi matahari 0°:
Keterangan:
A : Posisi matahari terbit (berada di horizon)
B : Posisi matahari berkulminasi (berada di titik zenith)
C : Posisi matahari terbenam (berada di horizon)
Hal-hal pada lintasan edaran harian matahari yakni:
a. Tinggi matahari
Tinggi matahari adalah ketinggian posisi matahari (matahari
yang terlihat) diukur dari horizon. Tinggi matahari biasanya diberi
tanda h⨀ atau h yang merupakan singkatan dari high (ketinggian)
sedangkan ⨀ merupakan simbol untuk matahari. Pada grafik deret
Fourier, kuncinya yakni tinggi matahari saat terbit, berkulminasi,
dan terbenam. Tinggi matahari saat terbit dan terbenam adalah 0
Lingkaran ekuator
Gambar 15: Perjalanan matahari dari terbit hingga
terbenam tepat di equator langit ( = 0)
Nadir
Lingkaran horizon
Lingkaran meridian
KSL
B
timur
KUL
C
A
Matahari berkulminasi
barat
Zenith
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
31
(h⨀ = h = 0). Tinggi matahari dapat diketahui melalui perhitungan
ataupun menggunakan alat yang memang dibuat untuk mengukur
tinggi matahari. Beberapa alat yang berfungsi untuk mengukur
tinggi matahari antara lain, sextant dan theodolite (Ali, 1997).
b. Sudut Waktu Matahari
Sudut waktu matahari adalah sudut yang terbentuk dari
lingkaran waktu dengan lingkaran meridian pada kutub utara atau
kutub selatan langit yang biasa diberi tanda “t”. Besarnya sudut
waktu menunjukkan jarak matahari dari kedudukannya saat
berkulminasi.
Sudut waktu bernilai positif (+) jika matahari berkedudukan
dibelahan langit sebelah barat (setelah matahari berkulminasi) dan
bernilai negatif (-) jika matahari berkedudukan di belahan langit
timur (sebelum matahari berkulminasi) (Ali, 1997). Rumus yang
digunakan untuk menentukan sudut waktu matahari yakni:
cos t = −tanφ tan δ +sin h
cosφ cos δ
Jika matahari sedang berkulminasi, maka besar sudut waktu
yakni 0°. Sudut waktu senantiasa berubah-ubah setiap jamnya. Hal
itu disebabkan karena rotasi bumi atau perputaran bumi pada
porosnya yang berlaku satu kali dalam 24 jam. Oleh karena itu, di
bumi diadakan pembagian daerah waktu.
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
32
Secara umum di seluruh permukaan bumi terdapat 24 daerah
waktu dimana setiap dua daerah waktu yang berdampingan
selisihnya adalah 1 jam. Daerah-daerah waktu di seluruh dunia
berpangkal pada daerah waktu meridian 0° yang dikenal dengan
nama Greenwich Mean Time (GMT) (Ali,1997).
Di indonesia terdapat 3 daerah waktu yakni:
1) Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan tolak ukur GMT + 07j . 00
berada di bujur standar 105° BT
2) Waktu Indonesia Tengah (WITA) dengan tolak ukur GMT +
08j . 00 berada di bujur standar 120° BT
3) Waktu Indonesia Timur (WIT) dengan tolak ukur GMT +
09j . 00 berada di bujur standar 135° BT
c. Perata Waktu (Equation of Time)
Perata Waktu (Equation of Time) adalah selisih antara waktu
kulminasi matahari dengan waktu kulminasi matahari rata-rata.
Perata waktu biasanya dinyatakan dengan huruf “e” (Ali,1997).
d. Koreksi Waktu Daerah
Menurut Azhari (2007), koreksi waktu daerah yakni selisih
antara bujur standar dengan bujur tempat pengamat. Bumi berotasi
penuh sebesar 360° selama 24 jam, sehingga dalam 1 jam bumi
menempuh 15°. Setiap satu daerah waktu terdiri dari berbagai
kabupaten dan wilayah yang luas, sehingga meskipun berada dalam
satu daerah waktu tetap saja terdapat perbedaan waktu matahari
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
33
terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu matahari terbenam
di masing-masing tempat. Oleh sebab itu, perlu dicari koreksi waktu
secara akurat menggunakan rumus sebagai berikut:
KWD =𝜆𝑠 − 𝜆𝑡
15
Keterangan :
KWD : Koreksi Waktu Daerah
𝜆𝑠 : Bujur standar
𝜆𝑡 : Bujur tempat pengamat
4. Waktu Matahari Terbit, Berkulminasi dan Terbenam
Waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu
matahari terbenam dapat diketahui dengan menggunakan rumus sudut
waktu. Sebagaimana telah diketahui bahwa pada waktu matahari terbit
dan terbenam, tinggi matahari berada di 0°, sehingga besar sudut waktu
pada saat h = 0 yakni:
cos t = −tanφ tan δ +sin
cosφ cosδ
= 0° ⟹ cos t = −tanφ tan δ + 0
= −tanφ tan δ
t = arc cos (−tanφ tan δ)
Waktu matahari terbit sampai terbenam di masing-masing tempat
berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh lintang dan bujur tempat. Selain itu,
waktu matahari terbit sampai terbenam juga dipengaruhi oleh equation
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
34
of time, KWD, dan sudut waktu, sehingga dapat diperoleh waktu
matahari dari terbit sampai terbenam dengan menggunakan rumus:
w⨀ = 12j – e + 1
15 (λs − λp + t)
Keterangan:
w⨀ : Waktu matahari berada di ketinggian tertentu
12j : Waktu matahari saat berkulminasi standar internasional (GMT)
e : Equation of Time
λs : Bujur standar
λp : Bujur tempat pengamat
t : Sudut waktu
12j – e dipengaruhi oleh posisi lintang tempat, KWD =1
15 (λs − λp )
disebabkan oleh posisi bujur tempat, sedangkan 1
15t merupakan sudut
waktu berdasarkan jam. Sudut waktu senantiasa berubah sebesar 15°
setiap jam , sehingga besar sudut waktu dibagi dengan 15 (Azhari,
2007).
Berdasarkan rumus tersebut dapat diketahui:
1) Waktu matahari terbit (t bernilai negatif)
w⨀ terbit = 12j – e + 1
15 (λs − λp − t)
2) Waktu matahari berkulminasi (t = 0)
w⨀ terbenam = 12j – e + 1
15 (λs − λp)
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
35
3) Waktu matahari terbenam (t bernilai positif)
w⨀ terbenam = 12j – e + 1
15 (λs − λp + t)
D. Aplikasi Deret Fourier pada Perhitungan Waktu Terbit, Kulminasi, dan
Terbenam Matahari
Deret Fourier dengan definisi (1.1) atau (1.2) dapat ditranformasikan
pada lintasan edaran harian matahari. Rumus lintasan edaran harian matahari
dapat diperoleh dari rumus sudut waktu, sehingga rumus lintasan edaran
harian matahari sebagai berikut:
sin = cos 𝑡 cosφ cos δ + sinφ sin δ
Berdasarkan rumus tersebut dapat diperoleh tinggi matahari () yang menjadi
dasar perhitungan waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi dan
waktu matahari terbenam. Tinggi matahari pada saat terbit dan terbenam
adalah 0°. Pada waktu matahari berkulminasi tinggi matahari mencapai
maksimum (𝑚𝑎𝑥 ) didefinisikan sebagai berikut:
𝑚𝑎𝑥 = 90° − (𝜑 − 𝛿)
φ
Gambar 16: Aplikasi deret Fourier
δ
Lingkaran Horizon
𝑚𝑎𝑥 = 90° − (𝜑 − 𝛿)
KUL
KSL
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012
36
Keterangan:
𝑚𝑎𝑥 : tinggi matahari maksimum (°)
δ : deklinasi matahari
φ : lintang tempat
: edaran harian matahari
Pada gambar 16 diketahui bahwa tinggi matahari saat berkulminasi (𝑚𝑎𝑥 )
dipengaruhi oleh lintang tempat pengamat (φ) dan deklinasi matahari (δ).
Apabila tinggi matahari diketahui maka dapat diketahui pula besar sudut
waktunya (t). Jika sudut waktu (t) sudah diketahui, bujur standar dan bujur
tempat pengamat juga sudah diketahui maka dapat dihitung waktu matahari
terbit sampai terbenam. Pada penelitian ini penelitian mencakup perhitungan
waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu matahari
terbenam. Perhitungan waktu matahari terbit sampai terbenam didefinisikan
sebagai berikut:
w⨀ = 12j – e + 1
15 (λs − λp + 𝑡)
Jika waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu
matahari terbenam diperoleh, maka dapat dicari rentang waktu edaran harian
matahari. Rentang waktu edaran harian matahari atau bisa juga disebut
rentang waktu matahari yakni waktu yang diperlukan matahari untuk
melakukan perjalanan dari terbit sampai terbenam setiap hari. Rentang waktu
edaran harian matahari didefinisikan sebagai berikut:
Rentang Waktu Matahari = w⨀terbenam − w⨀ terbit
Aplikasi Deret Fourier..., Nurul ’Ishmah, FKIP UMP, 2012