Penda Hulu An
-
Upload
oktaviana-linda-angela-merichi -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of Penda Hulu An
Thalassemia pada Anak
Maria Mustika Dewanti*
102011072
Pendahuluan
Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke
dalam kelainan hemoglobinopati, yakni kelainan yang di sebabkan oleh penurunan sintesis atau
kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α atau β, ataupun rantai globin lainnya. Pada
saat transkripsi dan translasi dalam pembentukan asam amino dalam tubuh yang merupakan
bahan pembentukan protein terjadi kesalahan pada pengekspresian gen khususnya pada gen
globin. Maka, protein globin yang dihasilkan tidak dapat berikatan dengan heme membentuk
hemoglobin. Sehingga, kadar haemoglobin pada penderita itu menurun. Akibatnya, terjadi
thalassemia yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya.1
Hemoglobin merupakan cairan berwarna merah yang berada dalam eritrosit. Apabila
eritrosit dilisiskan, cairan ini ke luar dan disebut hemolisat. Hemoglobin berfungsi untuk
menangkap dan mengikat oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan. Di jaringan
hemoglobin berfungsi untuk menagkap dan mengikat karbondioksida dan melepaskannya di
paru-paru. Struktur hemoglobin terdiri dari molekul Hb dan gugus globin. Tiap molekul Hb
terdiri dari empat (4) gugus Heme dan satu(1) gugus globin. Satu gugus globin terdiri dari dua
pasang rantai polipeptida. Rantai polipeptida ini merupakan rangkaian dari asam amino. Rantai
polipeptida terdiri dari rantai α, rantai β, rantai γ, rantai δ, rantai ε, dan rantai ζ.
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510
email: [email protected]
Skenario 9
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan utama pucat
sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan disertai mudah lelah dan lesu. Riwayat demam dan perdarahan
1
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan denyut nadi 130X/menit, TD 80/50mmHg, sclera
dan kulit ikterik (+), konjungtiva anemis (+), splenomegaly (+).
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien anak biasanya adalah alloanamnesis, dimana
setiap pertanyaan yang dibutuhkan untuk diagnosis kasus tersebut ditanyakan kepada orangtua
atau yang mengantar anak tersebut. Namun bisa juga pada anaknya sendiri jika anak tersebut
sudah bisa berbicara tentang bagaimana penyakitnya. Ditanyakan identitas anak tersebut serta
identitas kedua orangtuanya. Kemudian setelah itu ditanyakan keluhan utamanya. Pada kasus ini
keluhan utamanya adalah pucat sejak 3 bulan lalu, sehingga perlu ditanyakan riwayat penyakit
sekarangnya yaitu kronologi yang jelas dan singkat mengenai peristiwa seputar masalah. Kapan
penyakit dimulai ? bagaimana perubahannya sepanjang waktu, semakin membaik atau semakin
memburuk ? pemeriksaan apa dan pengobatan apa yang sudah dilakukan ? kemudian setelah itu
dilakukan anamnesis medis. 2,3
Riwayat prenatal, yaitu kenaikan berat badan ibu, jumlah kehamilan, lama kehamilan,
komplikasi, perdarahan abnormal, penyakit, pajanan terhadap penyakit, dan obat yang
digunakan. Riwayat kelahiran yaitu paritas ibu, berat lahir, lama persalinan, induksi, anestesi,
dan penggunaan forceps. Riwayat Neonatal yaitu ikterus, sianosis, masalah respirasi, kondisi saat
lahir, adanya temuan fisik yang berhubungan dengan masalah sekarang, metode pemberian
makanan, lamanya di rumah sakit, dan saat keluar rumah sakit bersama ibu. Riwayat
perkembangan yaitu tahap perkembangan tersenyum, tengkurap, duduk, berdiri, berbicara, dan
latihan buang air. Pertambahan berat badan dan tinggi badan. Riwayat perilaku yaitu
kepribadian, teman, aktivitas bermain, minat, program televise favorit, tidur, dan makan.
Riwayat imunisasi yaitu ringkasan jenis dan waktu pemberian imunisasi, waktu pemberian
booster terakhir, dan hasil tes TB terakhir. Riwayat penyakit dahulu yaitu riwayat penyakit masa
kanak-kanak dan perkiraan frekuensi terkena infeksi. Riwayat bedah yaitu operasi, komplikasi,
dan waktu setiap pembedahan. Kemudian ditanyakan juga riwayat keluarganya yaitu usia
orangtua dan saudara kandung, dan riwayat penyakit keluarga, yaitu kejang, asma, kanker,
masalah perilaku, alergi, penyakit jantung, serangan jantung, kelainan darah seperti anemia,
leukemia, kematian yang tidak diketahui sebabnya, dan kelainan lemak. Dan juga ditanyakan
kematian di dalam keluarga yaitu penyebab dan usia kematian. Yang terakhir ditanyakan adalah
2
riwayat social yang meliputi orang yang tinggal serumah, jadwal tidur, status perkawinan
orangtua, pekerjaan orangtua, dan status asuransi kesehatan.2,3
Hasil anamnesis
Anak laki-laki yang berusia 6 tahun dengan keluhan utama pucat sejak 3 bulan yang lalu
disertai mudah lelah dan lesu. Tida ada riwayat demam dan perdarahan.
Pemeriksaan Fisik
Yang dinilai pertama kali adalah gambaran umum pasien yaitu usia, kooperatif, bukti
penyakit yang akut atau kronis, dan deformitas. Kemudian pengukuran dan tanda vital yaitu
tinggi badan atau panjang badan dan berat badan yang dibandingkan dengan persentil rata-rata
menurut usia.3,4
Nilai normal menurut WHO untuk tanda-tanda vital adalah :4
Nadi
Bayi : 120-130 x/mntAnak : 80-90 x/mntDewasa : 70-80 x/mntLansia : 60-70 x/mnt
Catatan :Takikardia (Nadi di atas normal) : Lebih dari 100 x/mntBradikardia (Nadi dibawah normal) : Kurang dari 60x/mnt
Tekanan darah
Bayi : 70-90/50 mmHgAnak : 80-100/60 mmHgRemaja : 90-110/66 mmHgDewasa muda : 110-125/60-70 mmHgDewasa tua : 130-150/80-90 mmHg
Catatan :Hipotensi : Kurang dari 90/60 mmHgNormal : 90-110/60-80 mmHgPre Hipertensi : 120-140/80-90 mmHg
3
Hipertensi Stadium 1 : 140-160/90-100 mmHgHipertensi Stadium 2 : Lebih dari 160/100 mmHg
Suhu Tubuh
Normal : 36,6oC - 37,2 oCSub Febris : 37 oC - 38 oCFebris : 38 oC - 40 oCHiperpireksis : 40 oC - 42 oCHipotermi : Kurang dari 36 oCHipertermi : Lebih dari 40 oC
Catatan :Oral : 0,2 oC – 0,5 oC lebih rendah dari suhu rektalAxilla : 0,5 oC lebih rendah dari suhu oral
Pernapasan / Respirasi
Bayi : 30-40 x/mntAnak : 20-30 x/mntDewasa : 16-20 x/mntLansia : 14-16 x/mnt
Catatan :Dispnea : Pernapasan yang sulitTadipnea : Pernapasan lebih dari normal ( lebih dari 20 x/menit)Bradipnea : Pernapasan kurang dari normal ( kurang dari 20 x/menit)Apnea : Pernapasan terhentiIpnea : Pernapasan normal
Kemudian setelah itu periksa kulit yaitu lihat ada ruam, ikterik, dan tanda yang
membedakan seperti nevi atau hemangioma. Mata dilihat warna sclera, warna konjungtiva dan
kejernihan mata. Dada, dilihat bentuk, pergerakan yang seimbang secara keseluruhan saat
respirasi. Paru, dilihat ada retraksi atau tidak pada thorax, kesimetrisan saat perkusi, udara yang
masuk, suara napas yang terdengar jelas di semua segmen, terdengar rales, mengi, ronki (suara
yang di transmisikan dari saluran napas bagian atas). Jantung, dilihat ada pulsasi atau tidak,
thrill, kemudahan mendengar suara jantung, kualitas suara jantung, deskriosi suara jantung kedua
di basis jantung, frekuensi denyut jantung, irama jantung, lokasi murmur. Abdomen dilihat
bentuknya (distensi atau datar ), vena yang terlihat, peristaltic, kualitas bising usus, nyeri atau
4
tidak, organ teraba (jika ada pembesaran hepar atau lien/limpa). Kemudian ekstremitas, di
perhatikan jangkauan pergerakannya, deformitas, pincang, dislokasi panggul. Otot juga perlu di
tes untuk mengetahui bagaimana tonus dan kekuatan ototnya.3
Hasil Pemeriksaan Fisik
Denyut nadi: 130x/menit, TD: 80/50 mmHg, sclera dan kulit ikterik, konjungtiva anemis,
dan pada palpasi abdomen teraba adanya pembesaran limpa (splenomegaly).
Pemeriksaan Penunjang
Anemia biasanya berat, dengan kadar Hb berkisar 3-9 g/dL. Eritrosit memperlihatkan
anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemuakn sel target dan tear drop cell.
Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai pasca splenoktomid. Gambaran sumsum tulang
memperlihatkan eritropoiesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitif
ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb. Pada talasemia beta kadar HbF bervariasi 10-
90%,sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%Pada pemeriksaan
laboratorium, penderita thalassemia berat memiliki penurunan Hemoglobin (2-5 g/dl),
hematokrit, eritrosit, MCV, MCHC, MCH, namun terjadi kenaikan retikulosit. Pada anak-anak,
jumlah hemoglobin normal adalah 10 – 16 gr/dl, jumlah AL adalah 9000-12.000/ μl, AL pada
anak-anak adalah 200.000-400.000 / μl darah, dan Hematokrit pada anak-anak adalah 33-38
volume %. CBC (Complete Blood Count) pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai
berapa jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah
merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah.4,5
Diketemukan Hb F meningkat : 20%-90% Hb total, elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan
mengukur kadar Hb F, pemeriksaan pedigree : kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total) pada penderita
talasemia.4
Sediaan Darah Apus. Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk
melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu dapat
juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah. Pada penderita talasemia
didapatkan gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
5
dengan makro ovalositosis, mikrosferosit, polikromasi,basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.4
Gambar 1 Morfologi sel darah pada thalasemia 4
Indeks sel darah merah (MCV,MCH,MCHC,RDW)
Anak : SDM = 3,8-5,5 (juta/mikroliter x 10^12/liter)
MCV : 82-92 fl.
MCH : 27-31 pg.
MCHC : 32-36%
RDW : 11,5-14,5
Indeks sel darah merah meliputi hitung SDM, ukuran SDM (MCV=corpuscular volume,
MCH=corpuscular hemoglobin, MCHC=mean corpuscular hemoglobin concentration) dan
perbedaan ukuran (RDW=RBC distribution width).
MCV mengindikasikan ukuran SDM : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal),
dan makrositik (ukuran besar). Penurunan MCV atau mikrosit, dapat menjadi indikasi terjadinya
anemia defisiensi zat besi, malignansi, RA, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit,
hemoglobin C), keracunan timbal, radiasi. Peningkatannya dapat menjadi anemia makrositik
(aplastik, hemolitik, pernisiosa), penyakit hati kronis, hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12.
6
MCH : mengindikasikan berat hemoglobin di dalam SDM, tanpa memerhatikan ukurannya. Pada
anemia makrositik nilai MCH meningkat, sedangkan pada anemia mikrositik hipokrom nilainya
menurun.4
MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume SDM. Penurunan nilai
MCHC dapat mengindikasikan anemia hipokromik, anemia defisiensi zat besi, talasemia.4
RDW perbedaan ukuran dari SDM (pengukuran luas distribusi ukuran kurva pada
histogram). Nilai RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai
MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala. Peningkatan nilai RDW mengindikasikan
anemia defisiensi zat besi, anemia defisiensi asam folat, anemia pernisiosa, homozigos
(hemoglobinopati S,C,H). Nilai RDW dan MCV digunakan untuk membedakan berbagai
gangguan SDM.4
Working Diagnosis
Working diagnosis pada kasus ini adalah thalassemia. Thalassemia merupakan suatu
sindrom yang mencerminkan sekelompok gangguan diwariskan yang disebabkan oleh kelainan
sintesis rantai polipeptida alfa atau beta hemoglobin manusia. ketidakseimbangan sintesis rantai
globin menyebabkan dihasilkannya kompleks hemoglobin yang tidak stabil. Hal ini
menyebabkan presipitasi lisis rantai globin yang tidak berpasangan dengan eritrosit. Misalnya
pada thalasemia β terjadi kelebihan rantai globin α. Rantai α yang bebas ini tidak stabil,
mengalami presipitasi dalam eritrosit dan membentuk inclusion bodies sejak eritrosit masih
muda, sehingga eritrosit ini harus dihancurkan (eritropoiesis inefektif). Eritrosit yang lolos ke
sirkulasi darah akan dihancurkan di limpa, dengan akibat terjadi splenomegali sampai
hipersplenisme. Ketidakseimbangan rantai globin α dan β ini berkurang bila thalasemia α dan β
terjadi bersamaan dan dengan demikian gambaran klinisnya lebih ringan. Komplikasi
thalassemia disebabkan oleh anemia, hemolisis, dan peningkatan kompensasi produksi eritrosit.5,6
Klasifikasi Thalassemia
Thalassemia di klasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut kelainan pada rantai
globinnya. Thalassemia α yang terjadi akibat berkurangnya (defisiensi parsial atau defisiensi
total) produksi rantai globin α. Thalassemia β terjadi akibat berkurangnya rantai globin β atau
tidak di produksi sama sekali rantai globin β. Thalassemia δβ terjadi akibat berkurangnya atau
tidak diproduksinya kedua rantai δ dan rantai β. Hal yang sama pun terjadi pada thalassemia γδβ,
7
dan thalas semia αβ, yang terakhir adalah heterozigot ganda thalassemia α atau β dengan varian
hemoglobin thalassemik: contohnya pada thalassemia β atau HbE yaitu yang diwarisi oleh salah
satu orangtuanya yang sebagai pembawa sifat thalassemia β, dan yang lainnya adalah pembawa
sifat HbE. 1
Thalassemia β
a) Syndrome thalassemia β dikategorikan atas 3 derajat beratnya keadaan klinis. Pasien
thalassemia mayor atau anemia cooleys mengalami anemia hipokromik sedang sampai
berat dan bergantung pada tranfusi darah. Thalasemia Mayor terjadi bila kedua orang tuanya
membawa gen pembawa sifat thalassemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-
kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.5
Pasien talassemia intermedia mengalami anemia hipokromik ringan sampai sedang dan
tidak tergantung pada tranfusi darah. Pasien thalassemia minor atau talasemia β bersifat
asimptomatikg gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya
hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun
dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya.5
Jika dua orang tua dengan beta thalassemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah
satu dari tiga hal dapat terjadi:
Bayi bisa menerima dua gen normal (satu dari masing-masing orang tua) dan
mempunyaidarah normal (25 %).
Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang thalassemia trait
(50 persen).
Bayi bisa menerima dua gen thalassemia (satu dari masing-masing orangtua) dan menderita
penyakit bentuk sedang sampai berat (25 persen). Dan mengalami anemia hipokromik
ringan. Thalassemia β harus dibedakan dengan anemia defisiensi besi. Pasien yang menderita
thalassemia β, dapat memiliki MCV yang kurang dari 75 fentoliter disertai peningkatan
jumlah (massa) eritrosit. Juga, pada pasien-pasien yang memiliki sifat talasemia β, MCV
terlalu rendah untuk anemia ringan jika anemia tersebut akibat defisiensi besi. Elektroforesis
hemoglobin akan menunjukkan peningkatan jumlah HbA2 atau peningkatan jumlah HbF,
atau keduanya. Hasil pemeriksaan besi pada pasien talasemiaβ dapat tidak memberi kesan
8
adanya defisiensi besi. Akan tetapi defisiensi besi dan sifat talasemia β dapat muncul
bersamaan. 5
Penderita talasemia β mayor biasanya datang untuk dievaluasi dalam usia 2 tahun
pertama kehidupan dengan keluhan pucat. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda-tanda
hematopoiesis ekstramedular. Anemia hipokromik mikrositik dapat berat, dengan kadar
hemoglobin berkisar 3-4. Pada pemeriksaan elektoforesis, kadar hemoglobin A dapat rendah atau
tidak dijumpai sama sekali. Pemeriksaan besi pada pasien-pasien ini dapat memperlihatkan
peningkatan kadar feritin yang sesuai dengan peningkatan absorpsi besi. Pada kedua orangtua
pasien sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Jika terdapat anemia mikrositik pada
salah satu atau kedua orang tua pasien maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan elektroforesis
hemoglobin. Terapi tranfusi ditujukan untuk mengobati anemia dan menurunkan produksi
eritrosit endogen. Splenektomi diindikasikan pada paisen yang mengalami peningkatan
kebutuhan tranfusi eritrosit atau pasien-pasien yang mengalami retardasi pertumbuhan yang
signifikan.5,6
Thalassemia α
Thalassemia α terjadi dimana satu atau lebih varian gen ini hilang. Delesi gen globin-α
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Talasemia α dapat dibagi 4 klasifikasi klinis. Karier
laten (silent carrier) talasemia α terjadi delesi satu gen globin-α menghasilkan pengidap tenang
fenotip talasemia α, ditandai dengan tidak di temukannya penyakit klinis dan kadar hemoglobin
serta MCV yang normal. Pasien yang memiliki sifat talasemia α atau talasemia trait
mengalami anemia mikrositik ringan karena terjadi kekurangan dua gen globin-α. Lagipula
derajat mikrositosis tidak sesuai dengan derajat anemia, sehingga menyingkirkan diagnosis
anemia defisiensi besi. Penyakit hemoglobin H ditandai dengan anemia hipokromik mikrositik
sedang-berat. Karena terjadi delesi tiga gen globin-α menyebabkan kelebihan rantai beta
sehingga akan membentuk tetramer yang terlihat sebagai migrasi hemoglobin yang cepat disebut
sebagai “hemoglobin H”. Hemoglobin Bart’s atau tetramer rantai gamma globin dapat juga
terjadi pada neonatus yang menderita penyakit hemoglobin H atau sifat thalasemiaα. Dapat
terjadi anemia berat, dengan kadar hemoglobin berkisar 3-4. Episode hemolitik dapat di
eksaserbasi oleh demam atau infeksi. Splenektomi dapat bermanfaat pada hipersplenisme yang
berkaitan dengan memburuknya anemia. Bentuk thalasemia α yang paling berat hidrops fetalis,
9
yang disebabkan oleh mutasi keempat gen alfa. Bayi-bayi ini gagal memproduksi alfa globin
sewaktu masih berada di dalam rahim, sehingga bayi ini lahir mati.5,6
Differential Diagnosis
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh
anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di Negara-
negara tropic atau Negara dunia ketiga, oleh karena sangan berkaitan erat dengan taraf social-
ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak
kesehatan yang sangat merugikan serta dampak social yang cukup serius.6
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorbs, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun, yaitu dapat berasal dari saluran cerna,
akibat tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon, dan hemoroid. Factor nutrisi juga dapat
mempengaruhi kadar besi dalam tubuh, sehingga menyebabkan anemia yaitu jika jumlah besi
total dalam makanan berkurang, atau kualitas besi (biovailabilitas) besi yang tidak baik
(makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). Anemia defisiensi besi juga dapat
terjadi pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan karena kebutuhan besi
yang meningkat. Serta dapat terjadi juga karena adanya gangguan absorbs besi seperti pada
gastrektomi dan colitis kronik.6
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron
balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi
dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi
berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk erotrosit tetapi anemia
secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase
ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc
10
protophorpyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity
(TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesufik ialah peningkatan reseptor
transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer,
disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel
serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring
serta berbagai gejala lainnya.6,7
Secara laboratories untuk menegakkan defisiensi besi dapat dipakai criteria diagnosis
anemia defisiensi besi yaitu, ditemukan adanya gambaran anemia hipokromik mikrositer pada
hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31%. Kemudian jika ditemuakan dua dari tiga
parameter dibawah ini yaitu, besi serum <50mg/dl; TIBC>350mg/dl; Saturasi transferin <15%,
atau feritin serum <20mg/l. dapat juga dilakukan pengecatan pada sumsum tulang dengan biru
prusia (perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negative atau bisa juga
dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari (atau preparat besi yang lain yang setara) selama
4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.6
Anemia pada Penyakit Kronis
Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan
berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis. Penyakit infeksi seperti pneumonia, sifilis,
HIV-AIDS dan juga pada penyakit lain seperti arthritis rheumatoid, limfoma hodgin dan kanker
sering disertai anemia dan disebut sebagai anemia pada penyakit kronis. Pada umumnya anemia
pada penyakit kronis ditandai oleh kadar Hb berkisar 7-11g/dL, kadar Fe serum menurun,
disertai TIBC yang rendah, cadangan Fe yang tinggi di jaringan serta produksi sel darah merah
berkurang. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan
berat badan, dan debilitas umum. 6,7
Pathogenesis anemia pada penyakit kronis dibagi menjadi tiga bagian penting yaitu
karena pemendekan masa hidup eritrosit, dimana anemia pada kedaan ini terjadi karena adanya
sindrom stress hematologic, dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan
jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan sekuestrasi
11
makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa,
menekan produksi eritropoietin oleh ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang inadekuat
pada eritropoiesis di sumsum tulang. Penghancuran eritrosit pada anemia penyakit kronis terjadi
pada 20-30%. Defek ini terjadi di ekstrakorpuskular. Dan aktivasi makrofag oleh sitokin
menyebabkan peningkatan daya fagositosis makrofag tersebut dan sebagai bagian dari filter
limpa (convulsife screening) menjadi kurang toleran terhadap perubahan/ kerusakan minor dari
eritrosit. Selain itu juga terjadi gangguan metabolisme zat besi yang menyebabkan berkurangnya
produksi eritrosit. Sehingga terjadi anemia. Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi
cukup menunjukkan adanya gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronis. Hal ini
memberikan konsep bahwa anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis
Hb .6,7
Gambaran klinis anemia pada penyakit kronik ini derajatnya ringan sampai sedang
sehingga gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb 7-11 gr/dL
umumnya asimptomatik. Dan pada pemeriksaan fisik umumnya ditemukan konjungtiva yang
pucat tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini. Pada pemeriksaan laboratorium umunya
ditemukan adanya anemia normokrom-normositer, meskipun banyak pasien mempunyai
gambaran hipokrom dengan MCHC <31 gr/dL dan beberapa mempunyai sel mikrositer dengan
MCHC <80 fL. Nilai retikulosit absolute dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan
pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya.6
Epidemiologi Thalassemia
Sebaran thalassemia terentang lebar dari Eropa selatan sampai Mediteranian, Timur
tengah, dan Afrika sampai dengan Asia Tenggara. Thalassemia ini mengenai 3% sampai 10%
orang di Asia, Afrika dan Mediterania.7
Etiologi Thalassemia
1. Gangguan genetik
Orangtua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki
gen resesif homozygote.7
12
Gambar 1. Penurunan genetic pada thalasemia. 7
2. Kelainan struktur hemoglobin
Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang
normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A
digantikan oeh asam glutamate di Hb S. Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia
dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan
beta (penurunan sintesis rantai beta).7
3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.7
4. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang
dari 100 hari).
Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila dibandingkan
sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang
kemudian kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.7
13
Patogenesis Thalassemia
Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Pada thalassemia mutasi gen globin
ini dapat menimbulkan perubahan rantai globin α atau β, berupa perubahan kecepatan sintesis
(rate of cynthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya
atau tidak di produksinya rantai globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi
gen globin pada clusters gen α dan β berupa bentuk delesi atau non-delesi. Cluster gen-α terletak
pada kromosom 16 dan cluster gen-β terletak pada kromosom 11. Penurunan secara bermakna
kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan sintesis
rantai globin tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis
seimbangantara rantai α dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada thalassemia-β°, dimana tidak
disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang di produksi berupa rantai α yang
berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia α°, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α,
maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4). Walaupun telah lebih
dari dua ratus mutasi gen thalassemia yang telah diidentifikasi, tidak jarang pada analisis DNA
thalassemia belum dapat di tentukan jenis mutasi gennya. Hal inilah yang merupakan kendala
terapi gen pada thalassemia.6-8
Teori genetik setiap sifat dan fungsi fisik pada tubuh kita dikontrol oleh gen, yang
bekerja sejak masa embrio. Gen terdapat di dalam setiap sel tubuh kita. Setiap gen selalu
berpasangan. Satu belah gen berasal dari ibu, dan yang lainnya dari ayah. Diantara banyak gen
dalam tubuh kita, terdapat sepasang gen yang mengontrol pembentukan hemoglobin pada setiap
sel darah merah. Gen tersebut dinamakan gen globin. Gen-gen tersebut terdapat di dalam
kromosom. Timbulnya gangguan pada proses produksi protein globin adalah penyebab yang
paling sering dari beta talasemia. Kedua gen beta globin dijumpai pada sel, namun gagal
memproduksi protein dalam jumlah yang cukup (pada alfa talasemia, satu atau lebih gen alfa
tidak dijumpai). Jika satu gen beta globin gagal maka jumlah beta globin dalam sel berkurang
setengahnya. Kondisi ini disebut talasemia trait atau thalassemia minor. Jika kedua gen gagal,
maka tidak ada protein beta globin yang diproduksi. Keadaan ini disebut talasemia mayor.8
Pada beberapa kasus, kegagalan yang dijumpai tidak bersifat total. Gen beta globin masih
memproduksi sejumlah kecil protein beta yang normal. Kadangkala seseorang mewarisi dua gen
14
thalassemia, produksi protein dari dua gen beta berkurang namun tidak mencapai nol. Keadaan
klinis yang ditimbulkan lebih berat dari thalassemia minor, dimana satu gen gagal namun yang
lainnya bekerja normal. Di sisi lain, kondisi klinisnya lebih ringan dari thalassemia mayor,
dimana kedua gen gagal secara total. Keadaan ini disebut thalassemia intermedia. Thalassemia
intermedia adalah kondisi klinis yang sangat bervariasi dan harus dievaluasi secara konstan oleh
hematologis. Dua orang penderita thalassemia intermedia dapat sangat berbeda manifestasi
klinisnya. Thalassemia minor (trait) biasanya hanya ditandai dengan anemia ringan. Keadaan
yang lebih berat dijumpai pada orang yang mewarisi dua gen thalassemia. Probabilitas yang
muncul pada kedua orang tua dengan thalassemia minor. Satu dari empat anak akan mewarisi
gen yang normal. Satu dari empat anak akan mewarisi gen thalassemia (thalassemia mayor atau
thalassemia intermedia). Dua dari empat anak akan mewarisi gen normal dari salah satu pihak
Tingkat keparahan secara klinis pada penderita thalassemia yang mewarisi dua gen thalassemia
sangat dipengaruhi oleh jumlah protein beta globin yang diproduksi oleh gen yang mengalami
defek. Gen talasemia yang sama sekali tidak memproduksi protein beta globin disebut gen betao
talasemia. Seseorang yang memiliki dua gen ini akan sangat bergantung pada transfusi darah dan
disebut talasemia mayor. Sering kali gen talasemia memproduksi sejumlah protein beta globin,
namun dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang). Gen talasemia ini disebut beta+. Seseorang
dengan satu gen beta+ dan gen betao talasemia akan mengidap talasemia mayor. Biasanya
seseorang dengan dua gen beta+ akan membutuhkan terapi transfusi kronik dan juga disebut
talasemia mayor. Terkadang kedua gen beta+ thalassemia dapat memproduksi protein beta globin
dalam jumlah yang cukup sehingga pasien tidak memerlukan transfusi. Keadaan ini disebut
thalassemia intermedia. Seseorang secara klinis dapat berubah dari talasemia intermedia menjadi
talasemia mayor, meskipun secara genetika kemungkinan itu tidak terlihat.7,8
Pada thalassemia α dapat terjadi mutasi gen yang berbentuk delesi dan non- delesi gen-α.
Sedangkan pada thalassemia β yang merupakan kelainan hemoglobin terdapat banyak bentuk
mutasi gen. hampir dari dua ratus bentuk mutasi gen yang terjadi pada thalassemia β. Secara
garis besar mutasi gen pada thalassemia β dibagi menjadi dua kelompok bentuk mutasi gen, yaitu
bentuk delesi dan non-delesi.7
15
Delesi Gen-α
Delesi pada thalassemia-α yang mencakup satu atau kedua gen α dapat di klasifikasikan
berdasarkan ukurannya. Contohnya (-α37) menunjukkan delesi 3,7 kb pada satu gen-α. Bila
ukuran delesi belum dapat ditentukan, maka ditulis sebagai (- -MED) yang artinya delesi kedua
gen-α yang pertama kali diidentifikasi pada individu yang berasal dari Mediteranian. Pada
thalassemia-α°, terdapat 14 delesi yang mengenai kedua gen-α, sehingga produksi rantai-α
hilang sama sekali dari kromosom yang abnormal. Bentuk thalassemia-α yang paling umum (-
α3,7 dan –α4,2) mencakup delesi satu atau duplikasi lainnya gen globin-α.7
Non-delesi Gen-α
Pada lesi non-delesi kedua haplotip gen-α utuh (αα), sehingga diberikan nomenklatur
(αTα), dimana superscript T menunjukkan bahwa gen tersebut thalassemik. Namun, bila defek
molekularnya diketahui, seperti pada hemoglobin constant spring, nomenklatur (αTα) dapat
diubah menjadi (αCTα). Ekspresi gen-α2 lebih kuat dua sampai tiga kali dari ekspresi gen-α1,
sehingga sebagian besar mutasi non-delesi ditemukan predominasi pada ekspresi gen-α2. 7
Delesi gen globin-β
Paling sedikit 17 delesi yang berbeda yang hanya dijumpai pada thalassemia-β, namun
jarang dan tampaknya terisolasi, berupa kejadian tunggal, kecuali delesi619-bp pada ujung akhir
3’ gen-β lebih sering ditemukan, walaupun terbatas pada populasi Sind dan Gujarat di Pakistan
dan India. Delesi ini mencakup lebih kurang 50% allel thalassemia-β. Bentuk homozigot delesi
ini menghasilkan thalassemia-β, bentuk homozigot delesi ini menghasilkan thalassemia-β°.
Heterozigot delesi ini menghasilkan peningkatan HbA2 dan HbF sama yang dijumpai pada
bentuk mutasi lainnya thalassemia-β.7
Mutasi Non-delesi Gen Globin-β
Mutasi non-delesi globin-β mencakup proses transkripsi, prosesing dan translasi, berupa
mutasi titik (point mutations): region promotor, mutasi transkripsional pada lokasi CAP (CAP
sites, 5’-untranslated region), mutasi prosesing RNA: intron-exon boundaries, polyadenilation
signal (Poly A signal), splice site consensus sequences, cryptic sites in exons, cryptic sites in
16
introns. Mutasi yang menyebabkan translasi abnormal m-RNA: inisiasi, nonsense, dan mutasi
frameshift.7
Selain delesi dan non-delesi pada thalassemia-β juga ada bentuk mutasi lainnya, yaitu
yang khas pada thalassemia-β diwariskan secara dominan, varian globin β tidak stabil,
thalassemia β tersembunyi, mutasi thalassemia β yang tidak terkait cluster gen globin β.7
Manifestasi Klinis
Gejala yang Nampak adalah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan
umur, berat badan kurang. Pada anak yang lebih besar lagi sering di jumpai adanya gizi buruk,
perut membuncit, karena adanya pembesaran hati dan limpa yang mudah diraba. Adanya
pembesaran limpa dan hati tersebut akam mempengaruhu gerak si pasien karena kemampuannya
terbatas.8
Gejala lain yang khas ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh adanya
gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak, gambaran radiologis tulang
memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Keadaan kulit pucat
kekuning-kuningan. Jika pasien sudah sering mendapat tranfusi darah kulit akan menjadi kelabu
serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi
(hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung, akan mengakibatkan
gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).8,9
Penatalaksanaan Klinis
Pendidikan penderita: jelaskan bahwa gambaran klinis menyerupai defisiensi besi. Buat
penderita waspada untuk melindungi dirinya sendiri dari defisiensi besi. Tekankan perjalanan
alamiah penyakit yang ringan pada heterozigot. Jelaskan bahwa anemia yang ringan biasanya
tidak menyebabkan gejala (Ht sebesar 35% tidak menjelaskan sebab terjadinya kelelahan).
Peringatkan untuk tidak memakan prebarat besi peroral.9
Konsultasi genetika: suatu pasangan, keduanya thalassemia-β heterozigot , mempunyai
kesempatan 25% memiliki anak dengan thalassemia homozigot (thalassemia mayor, “cooley’s
anemia”). Cacat gen pada talasemia-β dan pada HbS serta HbC merupakan alel. Thalassemia-β-
17
HbS adalah suatu penyakit yang penting secara klinis. Adanya talasemia-α 1 heterozigot atau
homozigot pada pasien dengan penyakit Sel Sabit atau Sicle Cell tampaknya dapat memperbaiki
keparahan klinis sindrom-sindrom tersebut.9,10
Talasemia mayor: para penderita ini memerlukan pengobatan khusus dan harus di pantau
oleh dokter yang berpengalaman menangani mereka. Selain itu penatalaksanaan thalasemia pada
anak untuk talasemia mayor dapat diberikan tranfusi darah, untuk mempertahankan kadar
hemoglobin tetap normal dan menekan produksi sel darah merah abnormal, akan menghasilkan
perkembangan fisik yang normal. Kelebihan besi karena seringnya tranfusi darah menyebabkan
kecacatan serius dan kematian pada usia 25 tahun, kecuali bila dicegah dengan menggunakan
desferioksamin atau dengan terapi kelasi besi. Desferioksamin membentuk kompleks besi yang
dapat diekskresikan terutama melalui urin, tetapi hingga sepertiganya juga diekskresikan dalam
tinja. Sayangnya deferoksamin tidak aktif bila diberikan secara oral. Jika pasien patuh dengan
regimen khelasi besi yang intensif ini, harapan hidup penderita talasemia mayor yang mendapat
transfuse darah yang teratur membaik secara nyata. Deferoksamin memiliki efek samping,
khususnya pada anak yang kadar feritin serumnya relative rendah, berupa tuli nada tinggi,
kerusakan retina, kelainan tulang, dan retardasi pertumbuhan. Kebanyakan pasien talasemia yang
diterapi dengan baik bertahan sampai usia 30 dan 40 tahun. Transplantasi sumsum tulang dapat
di pertimbangkan bila ditemukan donor saudara kandung yang cocok.10
Komplikasi Thalasemia
Infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, serta jamur yang terjadi karena system imun
yang turun disebabkan oleh kurangnya produksi sel darah merah sehingga dapat terjadi
splenomegaly yang dapat fungsi limpa menjadi kurang peka adanya infeksi.10
Hemosiderosis
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari,
karena dalam setiap 500 mL darah dibawa 200 mg besi ke jaringan. Pada individu normal,
semua besi plasma terikat pada transferin. Kapasitas transferin untuk mengikat besi terbatas
sehingga bila terjadi kelebihan besi seperti pada pasien thalassemia, seluruh transferin akan
berada dalam keadaan tersaturasi. Akibatnya besi akan berada dalam plasma dalam bentuk
tidak terikat, atau disebut juga Non-Transferrin Bound Plasma Iron (NTBI). NTBI akan
18
menyebabkan pembentukan radikal bebas hidroksil dan mempercepat peroksidasi lipid
membran in vitro.Besi yang berlebihan dalam tubuh terbanyak berakumulasi dalam hati,
namun efek paling fatal disebabkan oleh akumulasi di jantung. Siderosis miokardium
merupakan faktor penting yang ikut berperan pada kematian awal penderita. Gejala kelainan
jantung lain yang ditemui adalah perikarditis dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung
yang berkelanjutan akan menyebabkan blok atrioventrikular sehingga dapat menyebabkan
blok jantung total atau kanan atau kiri. Juga ditemukan aritmia atrial pada setengah pasien
thalassemia yang mendapat transfusi teratur tanpa terapi pengikatan besi.10
Pada pasien-pasien yang lebih tua, penyakit hati adalah penyebab kematian yang umum,
dan sering diperberat dengan infeksi virus hepatitis C. Kelainan fungsi endokrin juga Kadar
kelebihan besi dalam tubuh dapat diukur dengan melakukan berbagai pemeriksaan
penunjang, baik pengukuran secara langsung maupun tidak langsung.10
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum mencapai 1000
µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun). Olivieri dkk menyarankan pemeriksaan
kadar besi hati dengan biopsi hati sebelum memulai terapi kelasi besi. Terapi hanya dimulai
bila konsentrasi besi hati minimal 3.2 mg/g berat kering hati. Apabila biopsi tidak mungkin
dilakukan, terapi kelasi besi dapat dimulai pada pasien usia < 3 tahun yang sudah mendapat
transfusi teratur selama 1 tahun.10
Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat
pengkelasi esi (iron chelating drugs).Obat pengkelasi besi yang dikenal adalah deferoksamin,
deferipron, dan deferasirox.Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui
infus subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6
malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid, maupun paha
lateral. Penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum <
1000 µg/L.10
Efek samping mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang dan
pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.10
Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya
19
terhadap jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan
deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih rendah
daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun begitu, masih terdapat
kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat
menyebabkan agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini
deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.11
Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja
mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November 2005. Terapi standar
yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi
4-5 kali lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler,
dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.11
Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan maupun sekuensial. Terapi kombinasi
secara simultan adalah pemberian deferoksamin 2-6 hari seminggu dan deferipron setiap hari
selama 6-12 bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah pemberian deferipron oral 75
mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40 mg/kgBB selama 2 hari setiap
minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat menurunkan dosis masing-masing obat,
sehingga menurunkan toksisitas obat namun tetap menjaga efektifitas kelasi.11
Pencegahan Thalasemia
Program pencegahan berdasarkan penapisan pembawa sifat thalassemia dan
diagnosis prenatal telah dilakukan dan sampai saat ini sudah dapat menurunkan kejadian
thalassemia – β pada anak – anak di Yunani, Siprus, Italia dan Sardania.Penapisan pembawa sifat
thalassemia – β lebih berdaya guna bila dikerjakan dengan penilaian indeks sel darah
merah.Individu dengan MCV dan MCH yang rendah dinilai konsentrasi HbA2 – nya.7
Di Indonesia program pencegahan thalassemia – β mayor telah dikaji oleh
Departemen Kesehatan melalui program “health technology assessment” (HTA), dimana
beberapa butir rekomendasi, sebagai hasil kajian, diusulkan dalam program prevensi thalassemia,
termasuk teknik dan metode uji saring laboratorium, strategi pelaksanaan dan aspek psikososial
dan agama.7
20
Prognosis Thalassemia
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan
asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi
yang terjadi. Bayi dengan thalassemia α mayor kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan
meninggal dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya
hanya bertahan sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.9
Kesimpulan
Dari apa yang sudah dibahas tentang kasus tersebut, mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang maka working diagnosis nya adalah thalassemia. Thalassemia
merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi
di dalam atau dekat gen globin. Pada thalassemia mutasi gen globin ini dapat menimbulkan
perubahan rantai globin α atau β, berupa perubahan kecepatan sintesis (rate of cynthesis) atau
kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau tidak di produksinya
rantai globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi gen globin pada clusters
gen α dan β berupa bentuk delesi atau non-delesi. Cluster gen-α terletak pada kromosom 16 dan
cluster gen-β terletak pada kromosom 11.
Sehingga pada thalassemia ini dibedakan antara thalassemia α dan thalassemia β. Dengan
diagnosis banding yang juga dapat menyebabkan penurunan sintesis hemoglobin yaitu pada
anemia defisiensi besi dan anemia pada penyakit kronik. Penatalaksanaan yang di perlukan pada
penderita thalassemia adalah mengobati gejalanya saja karena thalassemia merupakan penyakit
genetic. Jika keadaan anemia sangat parah maka dapat diberikan tranfusi dengan ditambahkan
desferioksamin atau dengan terapi kelasi besi. Desferioksamin membentuk kompleks besi yang
dapat diekskresikan terutama melalui urin. Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat
keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita
thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam
jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi.
Daftar Pustaka
21
1. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi FK UKRIDA. Jakarta: 2009. Hal43-8 dan
132-8.
2. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2005.h.381-4.
3. Marcdante KJ, Kliegman R, Jenson H B, Behrman RE. Nelson essentials of pediatrics.
Ed 6th. Elsevier Health Scienses. Canada: 2010.p.654-6.
4. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2000.hal.1708-12.
5. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2005.h.634-40.
6. Supandiman I, Fadjari H. Anemia pada penyakit kronis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2005.h.641-3.
7. Davey P. At a glance medicine: hematologi. Edisi 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.2006.h.78-83.
8. Permono, Bambang H, Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin abnormal: talasemia. Buku
Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta :
2010. hal 64-84.
9. Waterburry L. Buku saku hematologi. Edisi ketiga. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2001.hal.23-5.
10. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi: hematologi. Edisi ketiga revisi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 2009.hal. 397-440.
11. Atmakusuma D, Setyaningsih I. Dasar-dasar thalassemia: salah satu jenis
hemoglobinopati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S,
editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam,2005.h.1379-93.
22
23