BAB I LLK baruRinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada...

35
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos λευκός, "putih"; aima αίμα, "darah"), atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara abnormal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita. Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya. Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih’’ adalah penyakit neoplastic yang ditandai dengan differensiasi dan proliferasi sell induk hematopoetik yang secara maligna melakukan

description

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

Transcript of BAB I LLK baruRinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada...

22

BAB I

PENDAHULUANI.1 Latar Belakang

Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos , "putih"; aima , "darah"), atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara abnormal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.

Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.

Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih adalah penyakit neoplastic yang ditandai dengan differensiasi dan proliferasi sell induk hematopoetik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal. Klasifikasi leukemia yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari FAB (French-America-British). Klasifikasi ini merupakan klasifikasi morfologi dan didasarkan pada differensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang.

Menurut klasifikasinya, leukemia dibagi menjadi 4 yaitu; Leukemia Granulositik Kronik (LGK), Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), Leukemia Limfositik Kronik (LLK), Leukemia Limfoblastik Akut (LLA).

Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukemia merupakan keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik. I.2 Manfaat 1. Untuk memenuhi tugas pembelajaran teori semester 5 blok HPK 251, sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Blok.

2. Mahasiswa mengetahui morfologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan pengobatan dari penyakit Leukemia Limfositik Kronis.I.3 Tujuan

Pada penulisan referat ini penulis berharap dapat memberikan pengetahuan pada pembaca mengenai Leukemia Limfositik Kronis secara lebih mendalam. BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Anatomi dan Fisiologi Darah

A. Pengertian

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi mentransportasikan oksigen, karbohidrat dan metabolit; mengatur keseimbangan asam dan basa; mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk mendistribusikan ke seluruh tubuh; dan pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan kelenjar ke sasaran.B. Fungsi Darah

Bekerja dari system transport dari tubuh, mengantarkan semua bahan kimia, oksigen dan zat kimia yang diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat dijalankan dan menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan lainnya. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan sebagian dari karbon dioksida.

Sel darah putih menyediakan banyak baha pelindung dan arena gerakan fagositosis dari beberapa sel maka melindungi tubuh dari serangan bakteri. Plasma membagi protein yang diperlukan untuk pembentukan jaringan; menyegarkan cairan jaringan karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya. Dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke berbagai organ exkretorik untuk dibuang. Harmoni dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan darah. C. Bagian-Bagian Darah

Sel darah merah

Jika dilihat di bawah mikroskop, bentuk darah merah seperti saluran bikokaf tersebut mempunyai inti, warnanya kuning kemerah-merahan, sifatnya kenyal sehingga bias berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah.

Sel darah merah atau eritrosit berupa saluran kecil , cebung pada kedua sisinya sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Sel darah putih

Bentuknya bening dan tidak berwarna ukurannya lebih besar dari pritosit, bentuknya lebih besar 2X sel darah merah, tetapi juga bermacam-macam inti sel dan banyak.Sel polimorfonulitear dan monosit normal dibentuk hanya dalam sumsum tulang, sebaliknya limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen termasuk kelenjar limpa, limpa kelenjar timus forsit dan sisa limfoid yang terletak dalam usus dan ditempat lain. Trombosit

Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah. Peranannya penting dalam penggumpalan darah.Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati. Bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong, warnanya putih. Trombosit bukanlah sel melainkan berbentuk keping-keping yang merupakan bagian-bagian terkecil dari sel besar. Trombosit dibuat di susunan tulang, paru-paru dan limpa dengan ukuran kira-kira 2 4 miliron umur peredarannya sekitra 10 hari. II.2 Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah PutihLeukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear). 1.1 Granulosit

Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.

a. Neutrofil

Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya.

Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda.

Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati. Neutrofil (polimorf) (Gambar 3b(i)) merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50% neutrofil dalam darah perifermenempel pada dinding pembuluh darah (pool marginal). Neutrofilmemasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respons ter-hadap faktor kemotaktik. Migrasi, fagositosis, dan pembunuhanadalah fungsi yang bergantung pada energi. b. Eosinofil

Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga.

Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.

c. Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.

Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.

1.2 Agranulosit

Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.

a. Limfosit

Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru.

Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.

b. Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.II.3 Hemopoesis

1.1 Definisi dan lokasi Hemopoiesis adalah proses pembuatan sel darah merah. Saccus vitelinus, dan kemudian hati serta limpa, penting dalam kehidupan janin tetapi setelah lahir hemopoiesis normal terbatas pada sumsum tulang. Bayi memiliki sumsum hemopoietik dalam semua tulang, tetapi pada orang dewasa sumsum ini berada dalam skeleton sentral dan ujung proksimal tulang panjang (rasio lemak normal terhadap jaringan hemopoietik sekitar 50:50). Perluasan hemopoiesis di sepanjang tulang panjang dapat terjadi, misalnya pada leukemia dan anemia hemolitik kronik. Hati dan limpa dapat memulai kembali hemopoiesis ekstrameduler bila terjadi penggantian sumsum, misalnya pada mielofibrosis, atau pada saat kebutuhan berlebih, misalnya pada anemia hemolitik berat.1.2 Sel stem dan sel progenitorSel stem primitif yang umum dalam sumsum memiliki kemampuan untuk bereplikasi, berproliferasi, dan berdiferensiasi sendiri menjadi sel progenitor yang semakin terspesialisasi, setelah meng-alami banyak pembelahan sel dalam sumsum, membentuk sel matur (sel darah merah, granulosit, monosit, trombosit, dan limfosit) darah perifer. Prekursor sel darah merah yang dapat dikenali paling awal adalah pronormoblas dan prekursor granulosit atau monosit, yaitu mieloblas. Pembelahan garis keturunan (lineage) yang pertama kali adalah antara sel limfoid dan sel mieloid. Sel stem dan sel progenitor tidak dapat dikenali secara morfologis; sel-sel ini menyerupai limfosit. Sel progenitor dapat dideteksi dengan pemeriksaan in vitro; pada pemeriksaan ini sel-sel progenitor membentuk koloni. Sel stem dan sel progenitor juga beredar dalam sirkulasi darah perifer. Sel stromal sumsum (fibro-blas, sel endotel, makrofag, sel lemak) memiliki molekul adhesi yang bereaksi dengan ligan korespondensinya pada sel stem dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sel stem hemopoietik dapat bersifat 'plastik' yaitu mampu membentuk sel jaringan lain misalnya hati, jantung, sistem saraf, tetapi hal ini masih kontrover-sial. Sumsum juga mengandung sel stem mesenkimal yang dapat membentuk kartilago, jaringan fibrosa, tulang, dan sel endotel.1.3 Faktor pertumbuhanHemopoiesis diatur oleh faktor-faktor pertumbuhan (growth factor, GF) yang biasanya bekerja sinergis. Faktor-faktor pertumbuhan ini adalah glikoprotein yang dihasilkan oleh sel stromal, limfosit T, hati dan, untuk eritropoietin, ginjal. Beberapa GF bekerja terutama pada reseptor sel primitif, sementara yang lain bekerja pada sel berikutnya yang telah terarah ke suatu lineage tertentu. GF juga memengaruhi fungsi sel matur. GF menghambat apoptosis (kematian sel terprogram) sel targetnya. Faktor pertumbuhan pada penggunaan klinis meliputi eritropoietin (EPO) dan faktor perangsang-koloni granulosit (granulocyte colony-stimulating factor, G-CSF).

1.4 Transduksi sinyal

Pengikatan GF dengan reseptor permukaannya pada sel hemopoietik mengaktivasi (melalui fosforilasi) serangkaian kompleks reaksi-reaksi biokimiawi yang membawa pesan ke nukleus (inti). Sinyal mengaktivasi faktor transkripsi yang ke-mudian mengaktivasi atau menghambat transkripsi gen. Sinyal dapat mengaktivasi jalur yang menyebabkan sel memasuki siklus sel (bereplikasi), berdiferensiasi, mempertahankan kelangsungan hidupnya (inhibisi apoptosis), atau meningkatkan aktivitas fung-sional (misalnya meningkatkan pembunuhan sel oleh neutrofil).II.4Definisi Leukemia Limfositik Kronis Leukemia limfositik kronik (LLK) merupakan suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur median 60 tahun) dengan perbandingan 2:1 umtuk laki-laki. LLK dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih.

LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

Gambar 1. Leukemia Limfositik KronikII.5 Epidemiologi

LLK merupakan 25% dari seluruh leukemia di Negara barat, tetapi amat jarang ditemukan di Jepang, Cina, dan Indonesia. Usia rata-rata saat diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun. Angka kejadian di negara barat 3/100.000. Pada populasi geriatri, insidens di atas usia 70 tahun sekitar 50/100.000. Resiko terjadinya LLK meningkat seiring usia. Perbandingan resiko relatif pada pria tua adalah 2,8:1 perempuan tua. Kebanyakan pasien memiliki ras kaukasia dan berpendapatan menengah.

II.6 Etiologi

a. Genetic

Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.

Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.

Perubahan yang paling sering adalah trisomy 12, delesi 13q, dan delesi 11q yang meliputi gen telangiectasia ataksia. Mutasi atau delesi onkogen terjadi, yang dapat mencegah sel-sel mengalami apoptosis. b. Zat radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.c. Zat kimia

Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.d. Virus

Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.

Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.II.7 Patofisiologi

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita dengan infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah putih yang normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel lekemia juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.

Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti pada benda asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan ). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte Lucos A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.

Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.

Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologis dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi bone marrow failure, infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.II.8 Diagnosis

a. Manifestasi klinis

Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Pada pasien yang menunjukkan gejala sering ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan, kelelahan, splenomegaly, infiltrasi alat tubuh lain (paru, pleura, tulang, kulit) anemia hemolitik, trombositopenia, hipogalagamaglobulinemia dan gamopati monoclonal sehingga penderita mudah terserang infeksi. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan (olah raga). Demam, keringat malam dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat penumpukan sel neoplastic, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada akhirnya akan mengalami limfadenopati, splenomegaly, dan hepatomegaly. Kadang-kadang ditemukan nodul-nodul di kulit sebagai akibat infiltrasi sel leukemia ke kulit.b. Pemeriksaan fisik

20-30% pasien tidak menunjukkan kelainan fisik. Kelainan fisik yang sering dijumpai adalah limfadenopati. Sekitar 50% pasien mengalami limfadenopati dan/ hepatosplenomegali. Pembesaran limfonodi dapat terlokalisir atau merata dan bervariasi dalam ukuran. Splenomegaly dan/ hepatomegaly ditemukan pada 25-50% kasus. Infiltrasi pada kulit, kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan saluran cerna umumnya jarang dan timbul pada akhir perjalanan penyakit. Sejalan dengan perjalanan penyakit, limfadenopati massif dapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk icterus obstruksi, disfagia uropati obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obstruksi usus parsial. Timbulnya efusi pleura atau asites berhubungan dengan prognosis yang buruk. II.9 Kriteria diagnosis

Tanda patognomonik LLK adalah peningkatan jumlah leukosit dengan limfositosis kecil sekitar 95%. Untuk menegakkan diagnosis sebaiknya dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi secara hati-hati dan cermat. Gambaran darah tepi tampak limfositosis dengan gambaran limfosit kecil matur dan smudge cell yang dominan; imunofenotip khas llimfosit (CD5+, CD19+, CD23+, FMC7-/+, dan CD22-/+); dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang bervariasi dalam 4 gambaran yaitu interstisial (33%), nodular (10%), campuran interstisial dan nodular (25%) serta infiltrasi difus (25%). Meskipun telah didapatkan limfositosis dan infiltrasi difus (25%). Meskipun telah didapatkan limfositosis dan dan infiltrasi limfosit ke sumsum tulang belum berarti LLK.

LLK dapat didiagnosis jika ditemukan peningkatan absolut limfosit di dalam darah (>5000uL) dan morfologi serta imunofenotipnya menunjukkan gambaran khas. Klasifikasi France-America-British (FAB) membagi tiga tipe morfologi berdasarkan perbandingan limfosit atipikal di dalam darah, yaitu :

LLK tipikal terdiri dari lebih 90% limfosit kecil.

LLK tipe prolimfositik (sel prolimfositik 11-54%).

LLK atipikal yang ditandai dengan morfologi sel limfosit yang heterogen tetapi proporsi prolimfosit 54%)

Hairy cell leukemia

Limfoma limfosit kecil

Mantle cell lymphoma

Leukemia limfoplasmasitik

Makroglobulinemia Waldenstrom

Myeloma sel plasma

Leukemia sel T kronik

Leukemia sel T dewasa

Leukemia sel T kutan/kulit

Leukemia LGLII.11 Komplikasi

Pasien dengan LLK dapat menunjukkan berbagai komplikasi akibat progresifitas penyakitnya.

a. Infeksi

Infeksi merupakan komplikasi dan penyebab utama kematian. S. pneumonia, S. aures dan H. influenza merupakan organisme yang sering dijumpai pada pasien LLK yang tidak diberikan terapi imunosupresi. Telah terjadi perubahan spectrum penyakit dan bakteri penyebab pada pasien-pasien yang diberikan preparat imunosupresan. Yaitu meliputi baik bakter gram negative maupun bakteri oportunistik seperti Candida, Mycobakterium tuberculosis, P. carinii, Cytomegalovirus, Aspergillus dan virus herpes. Pasien LLK berusia >65 tahun dan/ denga stadium lanjut mempunyai resiko lebih tinggi terhadap infeksi dan biasanya membutuhkan terapi suportif untuk profilaksis.

b. Hipogamaglobulinemia

Hipogamaglobulinemia dijumpai >66% pasien pada akhir penyakit ini. Semua kelas immunoglobulin (IgG, IgA, dan IggM) biasanya menurun, meskipun juga dijumpai hanya satu atau dua immunoglobulin saja yang turun. Penurunan gamaglobulin dan neutrophil yang sangat bermakna menyebabkan kerentana pasien terhadap infeksi bakteri.

c. Transformasi menjadi keganasan limfoid yang agresif

Terjadi sekitar 10-15%. Yang tersering adalah sindroma Richter (5%) dan leukemia prolimfositik. Pasien dengan sindroma Richter (limfoma sel besar) sering didapatkan limfadenopati dan hepatosplenomegali yang progresif, demam, nyeri abdomen, penurunan berat badan, anemia dan trombositopenia progresif, dengan penigkatan limfositosis perifer dan LDH secara cepat. Pasien dengan transformasi kea rah leukemia prolimfositik menunjukkan anemia progresif, trombositopenia, limfadenopati, prolimfosit pada darah tepi (>55%), hepatosplenomeegali, wasting syndrome dan meningkatnya resistensi terhadap terapi. Transformasi LLK yang lain meliputi LLA, leukemia sel plasma, myeloma multiple dan limfoma Hodgin.

d. Komplikasi akibat penyakit autoimun

Komplikasi akibat penyakit autoimun meliputi tes anti gloulin direct yang positif (Coombs test), anemia hemolitik, trombositopenia, neutropenia dan aplasia sel darah merah murni (aplasia pure red cell) atau agranulositosis. Tes anti globulin positif hingga 20% pasien LLK sselama perjalanan penyakitnya. Hemolysis klinis dijumpai pada 50% kasus. Trombositopenia autoimun terjadi pada 2% pasien LLK.

e. Keganasan sekunder

Lokasi tersering meliputi kulit (melanoma dan karsinoma), paru dan saluran cerna. Hal ini dianggap sebagai konsekuensi terapi immunosupresi yang poten. Gangguan atau keganasan hematologi lainnya juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan LLK. II.12 Penatalaksanaan

Diagnosis LLK tidak menandakan perlunya pengobatan. Saat ini tidak terdapat terapi kuratif untuk LLK. Tujuan terapi pada kebanyakan pasien LLK adalah meredakan gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup. Tetapi pada pasien lebih muda dengan faktor risiko buruk, pendekatan eksperimental dengan tujuan penyembuhan yang dipilih. Indikasi terapi adalah: Kegagalan sumsum tulang yang progresif yang ditandai dengan memburuknya anemia dan atau trombositopenia. Limfadenopati yang progresif (> 10 cm) Splenomegali masif (>6 cm) atau nyeri pada limpa Limfositosis progresif (dalam 2 bulan meningkat 50%) Gejala sistemik yaitu penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan,suhu badan >38C selama >2 minggu, fatigue, keringat malam

Sitopenia autoimunKemungkinan terapi terkini menurut faktor prognostik dan variabel lainnya sebagai berikut:a. LLK stadium dini yang stabil Pada pasien ini tidak diperlukan terapi kecuali timbul gejala atau penyakitnya berlanjut. Hal ini didasarkan pada: Pasien LLK stadium dini yang stabil bertahan hidup sebagai mana subyek normal dengan usia yang sama. Pengobatan pada pasien dengan stadium dini (Binet stadium A atau Rai stadium 0) dengan klorambusil, baik kontinu maupun intermiten memperlambat rasio progresivitas penyakit tetapi tidak memperbaiki kelangsungan hidup. Selain itu dalam satu penelitian terapi kontinu dengan klorambusil berhubungan dengan kelangsungan hidup yang lebih pendek karena tingginya insidens kanker epitel.b. LLK stadium lanjut dengan batas tumor luas dan gagal sumsum tulang Kemoterapi Tunggal KlorambusilMula-mula 2-4 mg kemudian dinaikkan 6-8 mg per oral setiap hari atau pemberian intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral. Pengobatan diberikan sepanjang terdapat respons, biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan. Angka respons berkisar 40-70%, tetapi respons komplit jarang terjadi. Pada penelitian-penelitian terakhir, kombinasi klorambusil dengan prednison tidak lebih baik dibandingkan dengan klorambusil saja. Meskipun pasien diobati dengan regimen kemoterapi kombinasi memiliki respons lebih tinggi namun angka kelangsungan hidup tidak lebih panjang. SiklofosfamidPasien yang tidak dapat mentoleransi klorambusil, dapat diberikan siklofosfamid dengan dosis per oral 200 mg/m2/hari selama 5 hari atau pemberian intermiten setiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 intravenapada hari I. Asupan cairan 2-3 liter per hari. Efek samping berupa mual, muntah, rambut rontok, supresi sumsum tulang dan sistitis.Aturan terapi pemeliharaan LLK tidak pernah diteliti lebih lanjut. Biasanya, pengelolaan terhenti sekali terjadi respons, dan dimulai lagi saat penyakit berkembang ke arah progresivitas. Respons pengobatan kedua biasanya buruk daripada pengobatan pertama, kemungkinan hal ini terjadi akibat overekspresi gen mdr dan mutasi gen p53. Bagi pasien yang tidak berespon terhadap terapi baku atau relaps setelah diberi terapi, dianjurkan menggunakan analog purin khususnya fludarabin.Bersamaan dengan pemakaian obat ini, juga diberikan profilaksis asam urat yaitu allopurinol (dosis 300 mg /hari selama 7 hari setiap siklus) dan bila diperlukan transfusi PRC. Kemoterapi kombinasiKemoterapi kombinasi yang diberikan adalah kemoterapi yang biasanya diberikan pada pasien limfoma non Hodgkin atau mieloma multipel . Diindikasikan pada pasien LLK yang gagal terhadap terapi tunggal klorambusil atau siklofosfamid dengan atau tanpa prednison. Kemoterapi yang direkomendasikan adalah: Siklofosfamid, vinkristin dan prednison (COP) Dosis: Siklofosfamid 300 mg/m2peroral hari 1-5 atau 750 mg/m2 IV hari I. Vinkristin 2 mg IV hari I.

Prednison 40 mg/m2 per oral hari 1-5. COP dan doksorubisin Dosis: Doksorubisin 25-50 mg/m2 IV hari I.c. Sitopenia akibat mekanisme imun atau hipersplenisme Pasien dengan sitopenia akibat respons imun sebaiknya diobati kortikosteroid dengan dosis 1 mg/kgBB per hari dan ditappering-off., Preparat imunosupresan hanya diberikan pada pasien yang tidak respons setelah 4-6 minggu terapi, meliputi imunoglobulin dosis tinggi, siklosporin, splenektomi dan radiasi limpa dengan dosis rendah. Dua pendekatan terapi terakhir berguna pada kasus dengan hipersplenisme. Hasil pengobatan terbaik dilaporkan dengan siklosporin.d. Pengobatan terhadap komplikasi sistemik Hipogamaglobulinemia

Pada penelitian acak, imunoglobulin dosis tinggi (400 mg/kg BB intravena setiap 3 minggu) akan mencegab infeksi tetapi tidak meningkatkan kelangsungan hidup pasien LLK Pertimbangan biaya dengan lamanya survival pada pemberian rutin imunoglobulin menjadi perdebatan para ahli. Pada dosis yang lebih rendah (250 mg/kg BB setiap 4 minggu atau 10 g setiap 3 minggu) mempunyai efektivitas yang setara dengan dosis tinggi. Kejadian infeksi harus diobati dengan antibiotika spektmm luas dan klinisi harus memikirkan kemungkinan terjadinya infeksi oportunistik. Pemberian vaksinasi mungkin memberikan respons imun suboptimal mengingatregulasi sistem imun yang terganggu.

Neutropenia

Neutropenia yang diperberat dengan kemoterapi sering dijumpai. Jumlah neutrofil yang rendah dapat disebabkan karena lamanya dan kombinasi dari terapi pada pasien dengan penyakit refrakter stadium lanjut. Pemberian filgrastim atau pegfilgrastim setelah kemoterapi dapat mengurangi risiko neutropenia. Sebuah penelitian menunjukkan berkurangnya frekuensi infeksi paru yang serius pada pasien LLK risiko tinggi yang mendapat filgrastim dan terapi berbasis fludarabin bila dibandingkan kontrol.

Anemia

Anemia adalah temuan laboratorium yang sering dijumpai pada LLK dan bertambah berat sesuai perjalanan penyakit. Terapi LLK dapat menimbulkan eksaserbasi anemia yang sudah ada, khususnya pada pasien usia lanjut. Konsekuensinya adalah kelelahan dan dispneu yang sangat mengurangi kualitas hidup pasien. Penelitian acak double blind menunjukkan bahwa eritropoietin rekombinan dapat mengatasi anemia yang tidak berespons terhadap kemoterapi dan gejala yang diakibatkannya.

e. RadioterapiRadioterapi pada pasien LLK hanya bersifat paliatif. Dapat berupa:

Radiasi limpa. 50-90% pasien akan menunjukkan penurunan ukuranlimpa, berkurangnya nyeri perut serta rasa tidak enak pada perut.Catovsky pada tahun 1991 melaporkan 38% pasien mengalami remisihematologik yang komplit. Diberikan dosis rendah 0,5-1 Gy 1-3 kali/minggu. Efek samping adalah fatique, mual, trombositopeniatransien dan netropenia. Radioterapi terapi eksternal untuk lesi-lesi yang besar (bulky nodalmasses). Dosis 30-40 Gy dalam 2 fraksi.PENGOBATAN LINI KE 2 (SECOND LINE THERAPY)Analog purinAnalog purin (pentostatin, fludarabin dan 2-klorodeoksiadenosin) merupakan preparat yang baik untuk llk. Fludarabin atau analog purin lainnya mungkin akan menggantikan klorambusil sebagai terapi baku llk.sedangkan pemberian analog purin dalam kombinasi dengan agen sitotoksik lainnya (siklofosfamid) atau biologic-response modifiers (interferon) sedang diteliti. Mekanisme kerja dari analog purin kompleks, tetapi meliputi induksi apoptosis. Pada pasien-pasien tanpa respons terhadap pengobatan inisial, fludarabin (25 mg/m2 permukaan tubuh intravena selama 5 hari setiap 4 minggu) merupakan obat pilihan, dengan keberhasilan respons 17-74% (respons komplit 0-20%). Angka kejadian respons lebih tinggi pada pasien yang memberikan respons pada pengobatan sebelumnya dan yang tidak menerima pengobatan secara ekstensif. Hasil awal pada penelitian yang sedang berlangsung membandingkan fludarabin dengan kombinasi siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin dan prednison serta siklofosfamid, doksorubisin dan prednison menunjukkan respons yang lebih tinggi dibandingkan fludarabin; meskipun belum diketahui pada jangka panjangnya.Efek toksik utama analog purin adalah mielosupresi, sindroma lisis tumor akut, anemia hemolitik autoimun dan itp, infeksi oportunistik (cytomegalovirus, toxoplasma, pneumocystis carinii, legionella dan listeria) terjadi karena penurunan sel cd4+ yang diakibatkan oleh preparat ini. Akibatnya pasien yang diterapi dengan analog purin dan prednison mengalami infeksi oportunistik lebih sering dibandingkan dengan pemberian analog purin saja, oleh karena itu prednison sebaiknya tidak diberikan. Meskipun belum terbukti secara klinis, pemberian antibiotika iapat dipakai sebagai profilaksis.PENGOBATAN BARUAntibodi MonoklonalDiakuinya antibodi monoklonal anti CD20 chimeric (rituximab) dan antibodi monoklonal anti CD52 toman/zed, (alentuzumab) membuka cakrawala baru pengobatan LLK.Rituximab adalah antibodi anti CD20 chimeric yang dipelajari secara luas pada limfoma derajat rendah (low grade) dimana dijumpai respon pad,) 50% pasien, Respons terhadap rituximab pada pasien LLK yang ditv-ri dosis sama dengan pada limfoma borsifat marginal, kemungkinan karena perbedaan farmakokinetik rituximab pada penyakit tersebut atau kurangnya ekspresi target CD20 pada sel LLK. Tctapi penambahan antibodi monoklonal untuk menunjang terapi LLK meningkatkan frekuensi pencapuian CR. Penclitian terbaru kombinasi rituximab dcngan terapi berbasis fludarabin pada LLK yang scbelumnya tidak diterapi, menunjukkan hasil yang menggembirakan. Penclitian oleh MD Aiidersson Cancer Center pada pasien LLK yang sebelumnya tidak -diterapi, memberikankan rituximab untuk menunjang dosis fludarabin dan siklofosfamid selama 6 siklus. Laporan awal dari 134 pasien yang mendapat pengobatan komplit, 66% mencapai respon komplit dan secara keseluruhan dijumpai rasio respon 95%. Beberapa CR (melalui PCR) ditunjukkan oleh penelitian ini.Alentuzumab adalah antibodi monoklonal humanized yang ditujukan langsung untuk antigen CD52. FDA menyetujui alentuzumab untuk pengobatan pasien LLK yang sebelumnya diobati dcngan agen alkil dan mengalami penyakit refrakter terhadap fludarabin. Antigen CD52 diekspresikan pada hampir semua sel LLK seperti halnya limfosit T, B normal, sel NK dan monosit. Pada penelitian yang menghasilkan pengakuan terhadap alentuzumab didapatkan rasio respons 33% dan kelangsungsan hidup rerata 16 v; bulan pada pasien LLK yang mengalami penyakit refrakter fludarabin. Di antara pasien yang berespon terhadap alentuzumab kelangsungan hidup lebih 32 bulan. Pasien dengan nodul yang besarnya >5 cm dan status ECOG yang buruk (> 2) mempunyai respon terhadap alentuzumab yang rendah secara bermakna. Pengobatan dengan antibodi ini dapat menimbulkan eksaserbasi neutropenia yang telah ada sebelumnya dan berhubungan baik dengan infeksi bakterial maupun oportunistik.II.13 Prognosis Prognosis ditentukan oleh beberapa factor diantaranya :

1. Umur. Anak-anak mempunyai prognosis lebih baik daipada umur dewasa dan tua.

2. Respon terhadap kemoterapi. Mereka yang berespon baik terhadap kemoterapi mempunyai prognosis yang lebih baik daripada yang berespon jelek.BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan Leukemia limfositik kronik (LLK) merupakan suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur median 60 tahun) dengan perbandingan 2:1 umtuk laki-laki. LLK dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih.

LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.

Sampai saat ini penyebab dari leukemia masih belum ditemukan, diduga penyebabnya oleh karena genetic, virus, zat kimia dan zat radioaktif.

Diagnosis LLK tidak menandakan perlunya pengobatan. Saat ini tidak terdapat terapi kuratif untuk LLK. Tujuan terapi pada kebanyakan pasien LLK adalah meredakan gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup. Tetapi pada pasien lebih muda dengan faktor risiko buruk, pendekatan eksperimental dengan tujuan penyembuhan yang dipilih.

III.2 Saran

Banyaknya prevalensi leukemia seiring pertambahan usia, maka diharapkan untuk penanganan kasus tersebut sangat-sangat diperhatikan. DAFTAR PUSTAKA Sudaoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Jakarta Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006

Sylvia, A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 6. Jakarta. EGC. 2003

Supandiman, Iman. Hematologi Klinik, Ed. 2. Bandung. Penerbit Alumni. 1997

Behrman, K. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Ed. 2. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2008