PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP ...digilib.unila.ac.id/27726/2/SKRIPSI TANPA BAB...
-
Upload
phamkhuong -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP ...digilib.unila.ac.id/27726/2/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP
KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-Fe2O3)
(Skripsi)
Oleh
WINI RAHMAWATI
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP
KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-Fe2O3)
Oleh
WINI RAHMAWATI
Dalam penelitian ini, telah diamati pengaruh aditif ferro manganese (FeMn)
terhadap karakteristik serbuk hematit (α-Fe2O3). Proses preparasi sampel
menggunakan metode mechanical alloying dengan komposisi aditif ( 0, 2 dan 10 )
%massa. Serbuk α-Fe2O3 dan FeMn dicampur menggunakan High Energy Milling
(HEM) selama 1 jam (dry milling). Selanjutnya sampel dikalsinasi pada suhu
( 900, 1000 dan 1100 ) oC dengan waktu penahanan selama 1 jam. Pengujian yang
dilakukan meliputi distribusi ukuran partikel dengan Particle Size Analyzer
(PSA), nilai kerapatan serbuk (true density) dengan metode Archimedes, analisa
fasa dengan X-Ray Diffraction (XRD) serta analisa sifat magnet menggunakan
Vibrating Sample Magnetometer (VSM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi penurunan distribusi ukuran partikel sekitar 4,30-4,77 μm dan kenaikan
nilai true density sebesar 3,12-5,11 g/cm3 seiring dengan penambahan aditif
FeMn. Morfologi sampel yang dihasilkan bersifat heterogen yang ditunjukan
dengan banyaknya puncak yang terbentuk dari hasil analisa PSA. Karakterisasi
XRD menunjukkan fasa yang terbentuk pada bahan baku adalah fasa tunggal α-
Fe2O3 dan pada aditif terbentuk fasa Fe0,3Mn0,7. Setelah di kalsinasi, terbentuk
fasa dominan α-Fe2O3 dan fasa baru Fe, Fe2MnO4, MnO2 dan Fe3O4 pada serbuk
hematit dengan penambahan aditif FeMn (0 dan 2) %berat. Karakterisasi VSM
menunjukkan koersivitas (jHc) berkisar 235,41-1009 Oe dan loop area berkisar 6-
194,8 kOe.emu/g. Kondisi optimum dicapai pada penambahan komposisi 2%wt
FeMn dengan suhu kalsinasi 1000oC (1 jam), dimana nilai koersivitas 235,41 Oe,
loop area 194,8 kOe.emu/g. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dikatakan
bahwa serbuk hematit dengan penambahan aditif FeMn menghasilkan material
magnetik lunak.
Kata kunci. Soft Magnetic, Hematit, Ferro Manganese, Kalsinasi.
ABSTRACT
THE EFFECT OF ADDITIVES FERRO MANGANESE (FeMn) ON THE
CHARACTERISTIC OF POWDER HEMATITE (α-Fe2O3)
By
WINI RAHMAWATI
This study, we have examined the effect of ferro manganese (FeMn) addition to
hematite (α-Fe2O3) powder. The powder preparation process was performed by
mechanical alloying method with various addatives compositions of 0, 2 and 10
%weight. The α-Fe2O3 and FeMn powder were mixed using High Energy Milling
(HEM) for an hour. The milled samples were calcined at 900, 1000 and 1100 °C
with an hour of holding time. The samples were charaterized using Particle Size
Analyzer (PSA), true density by Archimedes’s Method, X-Ray Diffraction (XRD)
and also Vibrating Sample Magnetometer (VSM). The results show a decreased of
particle size distribution which around 4.30-4.77 μm and an increase in true
density of 3.12-5.11 g/cm3 as the FeMn composition increase. PSA results show
that samples are heterogenous and XRD results show that the raw material
contains single phase α-Fe2O3 and the additive material contains FeO3MnO7.
After being calcinated, the phases changed into Fe, Fe2MnO4, MnO2 and Fe3O4
for hematite powder with additives FeMn 0 and 2 %weight. VSM results show that
coercivity around 235.41-1009 Oe and loop area around 6-194.8 kOe.emu/g. The
best condition were achived at material with 2% FeMn using 1000 °C for
calcination which the koercivity value is 235.41 Oe and loop area value is 184.8
kOe.emu/g. Recording to these results, hematie powder with additive FeMn put
out to be a soft magnetic material.
Key words: Soft Magnetic, Hematit, Ferro Manganese, Calcination
PENGARUH ADITIF FERRO MANGANESE (FeMn) TERHADAP
KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-Fe2O3)
Oleh
WINI RAHMAWATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Wini Rahmawati dilahirkan di
Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 26 Agustus 1996 dari pasangan
yang berbahagia Bapak Akhmad Muiz dan Ibu Ene Syariah
sebagai anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Duren Jaya 5 Bekasi
pada tahun 2007, melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 3 Bekasi tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3
Bekasi pada tahun 2013. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa di Universitas Lampung, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur bidikmisi.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif diberbagai organisasi internal dan
eksternal kampus diantaranya Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) sebagai
sekertaris bidang kaderisasi, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM-FMIPA)
sebagai sekertaris umum, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-FMIPA) sebagai
anggota PSDM, Rohani Islam (ROIS-FMIPA) sebagai anggota humas. Selain itu,
penulis aktif di berbagai komunitas seperti Kelompok Belajar Desain Grafis
(KBDG) Lampung dan Moslem Design Community (MDC) Lampung. Penulis
pernah menjadi asisten Praktikum Fisika Dasar I dan Eksperimen Fisika. Penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Fisika LIPI (P2F
LIPI) Serpong, Tangerang Selatan pada tahun 2016 dengan judul “Karakteristik
Serbuk Hematit (α-Fe2O3) Dengan Penambahan Aditif Ferro Manganese
(FeMn)”
MOTTO
“Tidak ada manusia yang sempurna
Yang ada hanyalah manusia yang terus belajar untuk menjadi sempurna.”
“Tak ada yang berlangsung tanpa alasan dalam hidup ini, karena semua fase
merupakan proses pematangan dan pendewasaan diri.”
(Putri Oktavia)
“Di hutan, kulihat dua cabang jalan terbentang
Kuambil jalan yang jarang dilalui orang
Dan itulah yang membuat segala perbedaan.”
(Robert Frost)
“Berani bergerak, ciptakan perubahan adalah semangat pemuda yang tak
boleh luntur dimakan asa.”
(Anis Matta)
“Mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok.”
(Imam Hasan Al Banna)
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan dan rasa syukur kepada Allah SWT kupersembahkan karya ini
kepada:
“Kedua orang tuaku (Akhmad Muiz dan Ene Syariah) motivator terbesar dalam
hidupku yang telah memberikan kasih sayang, dukungan moril maupun materi,
semangat serta doa bagi kesuksesan dan keberhasilan anaknya”
“Kakak dan adikku tercinta (Syarif Munir dan M. Syafiq Alfathani) yang telah
memberikan motivasi untuk menyelesaikan masa studi ini”
“Fisika 2013”
“Almamater Tercinta”
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan sejuta
nikmat kehidupan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Aditif Ferro Manganese (FeMn) Terhadap Karakteristik Serbuk
Hematit (α-Fe2O3). Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu
persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan juga melatih mahasiswa untuk
berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bandar Lampung, Juli 2017
Penulis
Wini Rahmawati
SANWACANA
Penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang tulus
membantu, membimbing dan mendoakan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Pulung Karo-Karo, M.Sc dan Bapak Prof. Perdamean Sebayang,
M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan
memberikan semangat serta saran-saran untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A. Ph.D. selaku Pembimbing Akademik dan
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung.
4. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng sebagai Ketua Jurusan Fisika
FMIPA Unila.
5. Bapak Eko Arief Setiadi, M.Sc, Bapak Dr. Toto Sudiro, Bapak Candra
Kurniawan, Ibu Ayu Yuswita Sari, Bapak Didik Arianto, Bapak Ahmad,
Bapak Lukman, Mas Anggi, Ibu Yati, Bapak Mardianto, Bapak Endang,
Bapak Ibrahim serta seluruh Staf Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (P2F LIPI) yang telah banyak membantu,
mengarahkan, membimbing dengan sabar selama penelitian.
6. Teman sepenelitian Suci Pangestuti, terimakasih atas motivasi, semangat,
bantuan selama penelitian, banyak hal yang sudah kita lalui bersama.
7. Teman-teman Fisika 2013: Ayu, Ilwan, Nia, Dewi, Fauza, Maria, Ari, Ratna
dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih untuk
kebersamaannya selama ini.
8. Keluarga Asrama Edelweis 1: Putri, Kiki, Fentri, Fauzia, Mba Nurul, Mba
Manda dan semua yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terimakasih atas
kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini.
9. Keluarga 40 hari (KKN): Mba Lina, Yuni, Badi, Rizka, Kak Chandra, Kak
Teguh terimakasih telah memberi semangat dan doa selama ini.
10. Kakak serta adik di Jurusan Fisika FMIPA Unila.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga atas bantuan, doa, motivasi dan dukungan menjadi yang terbaik untuk
penulis, dan kiranya semuanya diridhoi Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semuanya.
Bandar lampung, Juli 2017
Penulis
Wini Rahmawati
xii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
PERNYATAAN ................................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii
MOTTO ............................................................................................................. viii
PERSEMBAHAN .............................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................... x
SANWACANA .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xviii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.4. Batasan Masalah .................................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Magnet ................................................................................... 7
2.2. Bahan Magnetik .................................................................................... 8
2.2.1. Bahan Diamagnetik ................................................................... 8
2.2.2. Bahan Paramagnetik ................................................................. 8
2.2.3. Bahan Feromagnetik ................................................................. 9
2.2.4. Bahan Antiferomagnetik ........................................................... 10
2.2.5. Bahan Ferimagnetik .................................................................. 10
2.2.6. Bahan Superparamagnetik ........................................................ 11
2.3. Sifat Kemagnetan Bahan ...................................................................... 12
2.3.1. Magnet Permanen (Hard Magnet) .............................................. 12
2.3.2. Magnet Sementara (Soft Magnet) ............................................... 13
2.3.3. Magnet Buatan ............................................................................ 14
2.4. Parameter Sifat Magnet ......................................................................... 14
2.5. Besi (Fe) ................................................................................................ 19
2.6. Mangan (Mn) ......................................................................................... 19
2.7. Metode Mechanical Alloying ................................................................ 21
2.8. Kalsinasi ................................................................................................ 23
2.9. Karakterisasi ......................................................................................... 23
2.9.1. Analisis Ukuran Partikel Menggunakan Particle Size
Analyzer (PSA) ......................................................................... 24
2.9.2. Analisis Sifat Fisis Melalui Uji True Density ............................. 25
2.9.3. Analisa Sifat Magnet Menggunakan Vibrating Sample
Magnetometer (VSM) ................................................................. 26
2.9.4. Analisis Struktur Kristal Menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD) ....................................................................... 28
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 30
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 30
3.3. Prosedur Penelitian ............................................................................... 31
3.3.1. Preparasi Sampel ......................................................................... 31
3.3.2. Proses Pencampuran Aditif FeMn dengan Hematit
(α-Fe2O3) .................................................................................... 32
3.3.3. Kalsinasi ..................................................................................... 33
3.3.4. Karakterisasi .............................................................................. 34
3.4. Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Particle Size
Analyzer (PSA) ..................................................................................... 39
4.2. Analisis True Density .......................................................................... 43
4.3. Analisis Fasa dan Struktur Kristal Menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD) ................................................................................ 44
xiv
4.4. Analisis Sifat Magnet Menggunakan Vibrating Sample
Magnetometer (VSM) ........................................................................ 49
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 54
5.2. Saran .................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data hasil distribusi diameter rata-rata partikel serbuk hematite (α-Fe2O3)
dengan penambahan aditif FeMn ................................................................. 41
2. Data densitas serbuk (true density) hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan
aditif FeMn. ................................................................................................... 43
3. Data pengujian sifat magnet serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan variasi
aditif FeMn.sebelum kalsinasi ...................................................................... 50
4. Data pengujian sifat magnetik serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan
penambahan aditif FeMn.setelah kalsinasi ................................................... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kurva histerisis saat proses magnetisasi ....................................................... 15
2. Kurva histerisis material magnetik ............................................................... 16
3. Kurva histerisis (a) Material magnet lunak (b) Material
magnet permanen .......................................................................................... 17
4. Mekanisme Terjadinya Tumbukan ............................................................... 22
5. Alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM) tipe VSM250 ....................... 26
6. Proses penimbangan FeMn ........................................................................... 32
7. Proses penimbangan hematit ........................................................................ 32
8. HEM (High Energy Milling) ........................................................................ 33
9. Skema variasi waktu kalsinasi ...................................................................... 34
10. Diagram alir penelitian................................................. ................................ 38
11. Distribusi ukuran rata-rata diameter partikel serbuk hematite (α-Fe2O3)
dengan penambahan aditif FeMn (a) 0 wt% FeMn, (b) 2 wt% FeMn dan
(c) 10 wt% FeMn. ......................................................................................... 40
12. Hubungan komposisi aditif FeMn dengan ukuran diameter serbuk
hematit (α-Fe2O3). ........................................................................................ 41
13. Hubungan true density hematit (α-Fe2O3) terhadap penambahan aditif
FeMn ............................................................................................................. 43
14. Grafik analisis XRD bahan baku serbuk hematit (α-Fe2O3) ......................... 45
15. Grafik analisis XRD serbuk ferro manganese (FeMn) ............................... 46
16. Grafik analisis XRD serbuk hematit berbagai perlakuan............................. 47
17. Kurva histerisis serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan variasi aditif
FeMn sebelum kalsinasi .............................................................................. 50
18. Kurva histerisis serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan variasi aditif
FeMn setelah kalsinasi 1000oC (1 jam) ...................................................... 52
xvii
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi material magnetik di dunia industri terus meningkat
pesat sejak ditemukannya bahan magnet permanen yang digunakan secara luas
untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik maupun sebaliknya. Di
Indonesia sendiri telah banyak dikembangkan penelitian untuk membuat bahan
magnet yang memiliki kualitas yang baik dan diharapkan dapat bersaing dengan
negara-negara lain pembuat bahan magnet.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak bahan alam yang dapat
digunakan sebagai sumber daya. Beberapa sumber daya alam yang ada di
Indonesia berupa bahan galian tambang seperti batu bara, emas, perak, tembaga,
nikel, intan dan besi. Besi merupakan bahan logam kedua yang paling banyak di
bumi dan umumnya ditemukan berupa endapan. Endapan besi yang terdapat
dalam batuan sedimen berupa pasir yang biasa dikenal dengan pasir besi. Pasir
besi merupakan bahan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuat
material magnetik. Pasir besi memiliki ciri berwarna kehitaman dan mengandung
mineral-mineral magnetik seperti magnetit (Fe3O4), hematit (α-Fe2O3) dan
maghemit (γ-Fe2O3) (Dunlop, 1997). Magnetit merupakan mineral magnetik yang
paling dominan dalam pasir besi. Dikarenakan magnetit berwarna hitam maka
2
banyak digunakan sebagai tinta kering (toner) pada mesin photocopy dan laser
print. Selain itu, mineral magnetik yang terkandung dalam pasir besi adalah
hematit dan maghemit yang banyak digunakan pula dalam industri. Hematit
memiliki warna merah sehingga sering digunakan sebagai zat warna. Maghemit
memiliki warna kecoklatan dan banyak digunakan sebagai media penyimpanan
data dan rekaman (Yulianto, 2013).
Material magnetik dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan sifatnya, yaitu
magnet keras (hard magnetic) dan magnet lunak (soft magnetic). Magnet keras
sengaja dibuat secara permanen agar tidak mudah di demagnetisasi dan salah
satunya berfungsi sebagai sumber energi berupa gaya magnetik sehingga magnet
keras mempunyai nilai koersivitas yang tinggi dan untuk menghilangkan sifat
kemagnetannya diperlukan intensitas medan magnet luar yang besar. Sedangkan
magnet lunak merupakan suatu bahan magnetik yang tidak permanen digunakan
untuk berbagai keperluan yang membutuhkan proses magnetisasi dan
demagnetisasi secara cepat. Magnet lunak memiliki nilai koersivitas yang rendah
dibandingkan dengan magnet keras dan untuk menghilangkan sifat
kemagnetannya tidak memerlukan intensitas medan magnet luar yang besar
(Masno, dkk., 2006).
Hematit (α-Fe2O3) sendiri merupakan suatu bahan yang umumnya digunakan
sebagai bahan baku pembuat material magnetik. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Widanarto (2015) telah mensintesis α-Fe2O3 dengan subtitusi
BaCO3 sebanyak 0% dan 20% melalui metode reaksi padatan pada temperature
sintering 900 oC, 1000
oC dan 1100
oC dengan waktu penahanan selama 3 jam.
3
Hasil analisa XRD diperoleh hematit dengan semua refleksi difraksi terdeteksi
diindek sebagai sistem kristal rhombohedral dan tidak ada difraksi lainnya
teramati pada material α-Fe2O3 tanpa doping BaCO3 sedangkan hasil analisa XRD
material α-Fe2O3 dengan doping 20% BaCO3 diperoleh puncak-puncak difraksi
didominasi oleh puncak-puncak kristal barium ferit dengan sistem kristal
heksagonal. Hasil analisa VSM menunjukkan sifat magnetik material hematit
dengan doping barium lebih baik dibandingkan dengan material hematit tanpa
doping serta sifat megnetik bahan meningkat signifikan seiring dengan
peningkatan temperatur sintering.
Seiring dengan perkembangan teknologi pengolahan material magnet, pembuatan
magnet tidak hanya pada bahan magnet keras saja, namun dibutuhkan pula bahan
magnet lunak yang diaplikasikan pada berbagai keperluan seperti untuk inti
transformator, memori komputer, induktor, recording heads, microwave dan lain-
lain (Murjito, 2012). Untuk mendapatkan sifat magnet lunak yang diinginkan
diperlukan pencampuran bahan hard magnetic dan soft magnetic. Salah satu
bahan yang termasuk soft magnetic adalah ferro manganese (FeMn).
Ferro manganese memiliki struktur FeMn di mana pembuatannya menggunakan
serbuk mineral mangan. FeMn (ferromangan) terbuat dari bijih mangan kadar
tinggi (lebih dari 40% Mn), yang umumnya dibuat dengan menggunakan tungku
electric arc furnace. Mangan memiliki titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1244 °C
sehingga dapat bertahan jika diberi perlakuan panas yang tinggi. Ketersediaan
bijih mangan kadar tinggi yang sangat terbatas, menjadi permasalahan dalam
pembuatan ferromangan (Nurjaman dkk., 2015).
4
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Daulay (2012) telah dibuat dan
dikarakterisasi barium heksaferit dengan subtitusi Mn pada bagian Fe, hasil uji
densitas didapatkan bahwa densitas di atas 4.00 gram/cm3. Angka ini adalah 75%
dari densitas teori (5,30 gram/cm3). Hasil densitas ini menunjukkan bahwa sampel
cukup rapat. Porositas umumnya dibawah 10%. Angka ini menunjukkan bahwa
pori cukup besar. Nilai dari kurva histerisis pada kurva berbentuk pelet sangat
acak. Sehingga tidak didapatkan hubungan antara konsentrasi Mn dan sifat
magnet. Pada sampel berbentuk cincin didapatkan nilai dari remanensi dan energi
produk cenderung menurun ketika Mn naik.
Penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Nainggolan (2016) yaitu pembuatan
magnet permanen barium heksaferit (BaFe12O19) dengan penambahan aditif FeMn
menggunakan metode mechanical alloying dan disinterring pada suhu 1100 oC,
1150 oC, 1200
oC dan 1250
oC selama 2 jam. Sampel dikarakterisasi sifat fisis
(bulk density, porositas), analisis mikrostruktur sampel menggunakan XRD, dan
sifat magnet menggunakan VSM. Didapatkan bahwa pada penambahan aditif 3
%wt. FeMn dengan suhu sintering 1200 oC (2 jam) memiliki sifat fisis dan
magnetik tertinggi dimana nilai bulk density sebesar 4,81 g/cm3, porositas sebesar
20%, nilai saturasi 63,49 emu/g, remanensi 31,45 emu/g, koersivitas 3 kOe, dan
BHmax 630 kGOe.
Pada penelitian ini dilakukan untuk mengamati pengaruh penambahan aditif ferro
manganese (FeMn) terhadap sifat fisis, sifat magnet dan analisa struktur fasa
hematit (α-Fe2O3) dengan variasi komposisi aditif ferro manganese (FeMn)
menggunakan metode mechanical alloying yang dimilling menggunakan high
5
energy milling pusat penelitian fisika (PPF) selama 1 jam dan dikalsinasi pada
suhu 900 oC, 1000
oC dan 1100
oC dengan waktu penahanan selama 1 jam.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka beberapa hal
yang menjadi masalah pada penelitian ini diantaranya:
1. Bagaimana karakteristik serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan aditif
ferro manganese (FeMn)?
2. Bagaimana pengaruh variasi komposisi aditif ferro manganese (FeMn).
terhadap karakteristik serbuk hematit (α-Fe2O3)?
3. Bagaimana pengaruh variasi suhu kalsinasi terhadap karakteristik sampel?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui karakteristik serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan aditif
ferro manganese (FeMn).
2. Mengamati pengaruh suhu kalsinasi terhadap sifat magnet, sifat fisis dan
struktur kristal dari hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan aditif ferro
manganese (FeMn).
1.4. Batasan Masalah
Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan,
maka perlu ada pembatasan masalah penelitian. Adapun batasan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bahan baku serbuk adalah hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan aditif ferro
manganese (FeMn).
6
2. Variasi komposisi penambahan aditif yaitu 0%, 2%, dan 10% (%massa).
3. Variasi suhu kalsinasi yang digunakan yaitu 900 oC, 1000
oC dan 1100
oC
dengan waktu penahanan selama 1 jam.
4. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji densitas serbuk (true density)
dengan metode Archimedes, analisa ukuran partikel serbuk menggunakan
PSA (Particle Size Analyzer) merk Cilas 1190, analisa fasa dan struktur
kristal serbuk menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) merk Rigaku
SmartLab serta analisa sifat magnet menggunakan VSM (Vibrating Sample
Magnetometer) tipe 250 Electromagnetic.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi rujukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
2. Mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif dan suhu kalsinasi terhadap
karakteristik hematit (α-Fe2O3).
3. Mengetahui proses pembuatan magnet hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan
aditif ferro manganese (FeMn).
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Magnet
Magnet adalah suatu objek yang dapat menarik benda lain yang terbuat dari logam
atau metal dan memiliki medan magnet. Banyak peralatan elektronika seperti
dinamo dan transformator yang memanfaatkan sifat magnet. Material yang
bersifat magnetik telah diketahui perbedaannya sejak ribuan tahun lalu dimana
menurut cerita yang beredar telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat
dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat
menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet. Magnet selalu memiliki dua
kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan. Walaupun magnet dipotong-potong,
magnet kecil tersebut tetap akan memiliki dua kutub. Sifat kemagnetan
merupakan fenomena dimana suatu material dapat menimbulkan gaya tarik-
menarik dengan material lain (Aji, dkk., 2007).
Benda dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat kemagnetannya
yaitu benda magnetik dan benda non-magnetik. Benda magnetik adalah benda
yang dapat ditarik oleh magnet, sedangkan benda non-magnetik adalah benda
yang tidak dapat ditarik dengan magnet (Daulay, 2010). Satuan intensitas magnet
menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk
total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi
8
luasan satu meter persegi (Giancoli, 2001).
2.2. Bahan Magnetik
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam
komponen pembentuknya. Berdasarkan sifat medan magnet atomis, bahan dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu diamagnetik, paramagnetik, feromagnetik
antiferomagnetik, ferimagnetik dan superparamagnetik.
2.2.1 Bahan Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki resultan medan magnet
atomis masing-masing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak
nol (Halliday dan Resnick, 1989). Pada bahan diamagnetik ini, medan magnet
ekternal tidak akan menyebabkan timbulnya torsi pada atom-atom, tidak pula
perubahan arah medan dari dipol-dipol magnet, dan akibatnya medan magnet
internal didalam bahan akan bernilai sama dengan medan eksternal. Logam
bismuth memperlihatkan efek diamagnetik yang jauh lebih besar dibandingkan
kebanyakan bahan diamagnetik lainnya, yang beberapa diantaranya adalah
hidrogen, helium, sodium klorida, tembaga, emas, silikon, germanium, grafit, dan
belerang. Efek diamagnetik ini dapat dijumpai pada semua jenis bahan, karena
efek ini ditimbulkan oleh interaksi antar medan magnet eksternal dengan setiap
elektron yang bergerak pada orbitnya didalam bahan (Hayt dan Buck, 2006).
2.2.2 Bahan Paramagnetik
Bahan paramagnetik merupakan bahan yang resultan medan magnet atomik
masing-masing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik
total seluruh atom/molekul dalam bahan nol (Halliday dan Resnick, 1989). Sifat
9
paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh
medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan
magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi
pengaruhnya sangat kecil. Permeabilitas bahan paramagnetik adalah μ > dan
suseptibilitas magnetiknya χm > 0. Contoh bahan paramagnetik: aluminium,
magnesium, wolfram dan sebagainya. Bahan diamagnetik dan paramagnetik
mempunyai sifat kemagnetan yang lemah. Perubahan medan magnet dengan
adanya bahan tersebut tidaklah besar apabila digunakan sebagai pengisi kumparan
toroida (Hayt dan Buck, 2006).
2.2.3 Bahan Feromagnetik
Bahan feromagnetik merupakan bahan yang mempunyai resultan medan atomis
besar. Sifat feromagnetik ditimbulkan oleh banyak spin elektron yang tidak
berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan
memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan
oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam
bahan feromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara atom-atom
tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri
membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain
(Giancoli, 2001).
Bahan-bahan feromagnetik murni (belum dikenai medan magnet eksternal) akan
memiliki domain-domain yang masing-masingnya menunjukan momen magnetik
yang kuat, namun dari satu domain ke domain lainnya, momen-momen ini
memiliki arah yang berbeda-beda. Efek total yang dihasilkan tentu saja adalah
10
bahwa momen-momen tersebut saling meniadakan dan bahan yang bersangkutan
secara keseluruhan tidak memperlihatkan sifat kemagnetan. Akan tetapi, saat
sebuah medan eksternal diberikan pada bahan, domain-domain yang memiliki
momen searah dengan medan eksternal akan membesar ukurannya, dan menutupi
daerah-daerah disekitarnya. Akibatnya, medan internal didalam bahan menjadi
jauh lebih besar dari medan eksternal di luarnya. Permeabilitas bahan: μ » μo
dengan suseptibilitas bahan: χm » 0. Contoh bahan feromagnetik: besi, baja (Hayt
dan Buck, 2006).
2.2.4 Bahan Anti Feromagnetik
Bahan antiferomagnetik merupakan bahan yang memiliki suseptibilitas positif
yang kecil pada segala temperatur, tetapi perubahan susepbilitas karena
temperatur adalah keadaan yang sangat khusus. Susunan dwikutubnya adalah
sejajar tetapi berlawanan arah (Manigandan, 2011). Di dalam bahan
antiferomagnetik, gaya-gaya yang bekerja diantara atom-atom yang bersebelahan
menyebabkan momen-momen atomik tersusun dalam konfigurasi yang
antiparalel. Momen magnetik netto pada tiap-tiap atom adalah nol, dan bahan-
bahan antiferomagnetik hanya terpengaruh sedikit saja oleh adanya medan magnet
eksternal (Hayt dan Buck, 2006). Contoh bahan anti feromagnetik: MnO2, MnO
dan FeO (Nicola, 2003).
2.2.5 Bahan Ferimagnetik
Bahan ferimagnetik merupakan bahan yang memiliki resisitivitas yang jauh lebih
tinggi dibanding bahan ferromagnet. Bahan-bahan ferimagnetik memperlihatkan
konfigurasi momen-momen atomik yang antiparalel, namun besar tiap-tiap
11
momen ini tidak sama. Oleh karenanya, momen magnetik tanggapan yang cukup
besar akan timbul pula di dalam bahan jenis ini, meskipun tidak sebesar pada
bahan-bahan feromagnetik. Kelompok terpenting dari bahan ferimagnetik adalah
ferit, yaitu bahan dengan konduktivitas rendah yang nilainya mungkin hanya
seperseribu atau bahkan seperseratus ribu dari konduktivitas semikonduktor.
Bahan ferimagnetik ini memiliki tahanan listrik yang lebih besar dibandingkan
dengan bahan feromagnetik. Hal ini menjadikan arus induksi yang timbul pada
bahan-bahan kelas ini jauh lebih kecil saat medan bolak-balik diberikan (Hayt dan
Buck, 2006). Oleh karena itu bahan-bahan ferimagnetik (ferit) memiliki arus
tereduksi (arus-eddy) yang terjadi pada bahan ini cukup kecil karena
menghasilkan nilai ohmik yang lebih rendah dari inti trafo (Moto, dkk., 2003).
Contoh bahan ferimagnetik seperti Fe3O4 (Simanjuntak, 2014).
2.2.6 Bahan Superparamagnetik
Sifat superparamagnetik merupakan sifat material yang memiliki magnetisasi
tinggi ketika diberi medan magnet eksternal, namun ketika tidak ada medan
magnet eksternal nilai magnetisasi rata-ratanya adalah nol. sifat yang muncul pada
material berorde satu domain magnetik (Pauzan, dkk., 2013). Bahan
superparamagnetik timbul dari bahan feromagnetik yang berukuran sangat kecil
(nano) yang membentuk domain magnetik yang mempunyai derajat kebebasan
tinggi (Naseri, et al., 2011). Ukurannya yang kecil menyebabkan material tersebut
sangat reaktif terhadap medan magnet luar, namun jika medan magnet luar
dihilangkan pengaruhnya secara perlahan-lahan maka sifatnya akan mirip dengan
material paramagnetik (Wu A, et al., 2010).
12
2.3. Sifat Kemagnetan Bahan
Berdasarkan wujudnya, magnet dibagi menjadi dua yaitu magnet permanen (hard
magnet), magnet sementara (soft magnet), dan magnet buatan.
2.3.1 Magnet Permanen (Hard Magnet)
Magnet tetap atau magnet permanen adalah magnet yang memiliki kurva
histerisis (hysterisis loop) yang lebar dan memiliki nilai koersivitas yang tinggi
yaitu diatas 10 kA/m (Muller, et al., 2001). Magnet jenis ini dapat
mempertahankan kemagnetannya dalam watu yang sangat lama sehingga magnet
ini sengaja didesain agar tidak mudah mengalami demagnetisasi (Ragowo, 2013).
Adapun bahan-bahan yang tergolong magnet permanen adalah:
a. Magnet keramik (hard ferrite) misalnya ferit adalah senyawa kimia yang
terdiri dari keramik bahan dengan besi (III) oksida (Fe2O3) sebagai
komponen utamanya. Bahan ini umumnya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan magnet permanen (Moulson, et al., 1985).
b. Magnet Alnico (Aluminium, Nikel, Cobalt) adalah magnet paduan yang
mengandung Aluminium (Al), Nikel (Ni), Cobalt (Co). Karena dari ketiga
unsur tersebut magnet ini sering disebut Alnico. Sebenarnya magnet alnico
ini tidak hanya mengandung ketiga unsur saja melainkan ada beberapa
unsur mengandung besi dan tembaga tetapi kandungannya relatif sedikit.
Aplikasi magnet jenis ini pada kipas angin, speaker dan mesin motor (Alex,
1991).
c. Magnet Plastik atau magnet fleksibel dibuat dengan mencampur ferit atau
serbuk magnet neodymium dengan bahan karet sintesis atau alami. Magnet
plastik dibuat karena memiliki keuntungan seperti biaya rendah dan
13
kemudahan dalam penggunaan. Magnet plastik biasanya diproduksi dalam
bentuk lembaran strip atau yang banyak digunakan dalam mikromotor
(Ragowo, 2013).
d. Magnet Neodymium (neodymium Iron Boron/ NdFeB/ NiB) merupakan
jenis magnet yang kuat, terbuat dari campuran logam neodymium. Magnet
neodymium merupakan jenis magnet tanah jarang memiliki struktur kristal
tetragonal dengan persamaan Nd2Fe14B dan senyawa ini memiliki potensi
untuk memiliki koersivitas tinggi (Masno, dkk., 2006).
e. Magnet Samarium–Cobalt merupakan salah satu dari dua jenis magnet
bumi yang langka, merupakan magnet permanen yang kuat dan terbuat dari
paduan samarium dan kobalt. Magnet ini dikembangkan pada awal tahun
1970, kedua magnet tersebut umumnya merupakan magnet terkuat namun
kurang kuat jika dibandingkan dengan magnet neodymium. Magnet
samarium-cobalt memiliki temperature dan koersivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan magnet neodymium dan bersifat rapuh serta mudah
retak (Cullity, 1972).
2.3.2 Magnet Sementara (Soft Magnet)
Magnet lunak adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet
yang bersifat sementara. Magnet ini memiliki koersivitas yang rendah yaitu
dibawah 1 kA/m. Magnet lunak (soft magnet) dihasilkan melalui proses
pengecoran, dimana logam cair ditungkan ke dalam cetakan kemudian dibiarkan
mendingin dan membeku (Murjito, 2012). Selain itu, untuk menghasilkan suatu
bahan soft magnet menggunakan elektromagnet. Bila suatu bahan penghantar
dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar
14
arus listrik yang dialirkan. Medan magnet lunak yang digunakan dalam praktek
kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan
magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan
sejenis besi dan sistem ini dinamakan elektromagnet. Keuntungan elektromagnet
adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat bergantung dengan arus
yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus
listriknya (Ningsih, 2015).
2.3.3 Magnet Buatan
Magnet permanen sengaja dibuat dalam berbagai bentuk dan dapat dibedakan
menurut bentuknya menjadi (Simanjuntak, 2014):
- Magnet U
- Magnet Ladam
- Magnet Batang
- Magnet Lingkaran
- Magnet Jarum (kompas)
2.4. Parameter Sifat Magnet
Sifat-sifat kemagnetan bahan dapat dilihat pada kurva histerisis yaitu kurva
hubungan intensitas magnet (H) terhadap medan magnet (B). Kurva histerisis
pada saat magnetisasi dapat dilihat pada Gambar 1.
15
Gambar 1. Kurva histerisis saat proses magnetisasi (Moulson, et al., 1985).
Gambar 1. menunjukkan kurva tidak berbentuk garis lurus sehingga dapat
dikatakan bahwa hubungan H dan B tidak linier (Hia, 2015). Dengan kenaikan
harga H, mula-mula B turut naik cukup besar, tetapi mulai dari nilai H tertentu
terjadi kenaikan nilai B yang kecil dan makin lama nilai B akan konstan. Harga
medan magnet untuk keadaan saturasi disebut dengan Bs atau medan magnet
saturasi. Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai
medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan
terus (Giancoli, 2001).
Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut magnet lunak seperti
yang ditunjukkan kurva (a). Sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga
H tinggi disebut magnet keras seperti yang ditunjukkan kurva (c). Sesudah
mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H = 0,
ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan
magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br ≠ 0 seperti ditunjukkan pada
kurva histerisis pada Gambar 2. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau
remanensi bahan. Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B
16
dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi
terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B
menunjukkan harga tertentu (Buschow dan Boer, 2004).
Gambar 2. Kurva histerisis material magnetik (Moulson, et al., 1985).
Pada Gambar 2. tampak bahwa setelah harga intensitas magnet H = 0 atau dibuat
negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada
harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0
atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut
koersivitas bahan. Koersivitas digunakan untuk membedakan magnet keras atau
magnet lunak. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat
magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang
kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas
magnet H yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai
mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus
diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan
membentuk satu lintasan tertutup yang disebut loop hysterisis. Bahan yang
17
mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti
itu baik untuk membuat magnet permanen (Chrismant, et al., 1988).
Kurva histerisis dapat digunakan untuk melihat sifat kemagnetan dari magnet
permanen dan magnet lunak, dan dapat pula diteliti penyebab perbedaan
keduanya. Material magnet lunak memiliki nilai koersivitas yang rendah dan
permeabilitas yang tinggi sedangkan material magnet keras memiliki nilai
koersivitas yang tinggi dan permeabilitas yang rendah (Sagita, 2015). Kekuatan
medan koersifitas dapat dilihat menggunakan diagram histerisis pada Gambar 3.
Gambar 3. Kurva histerisis magnet lunak (s) dan magnet keras (h) (Buschow dan
Boer, 2004).
Kurva histerisis pada Gambar 3 memperlihatkan perbedaan yang sangat
mencolok. Ketika medan magnetik dihilangkan, sebagian besar induksi
dipertahankan agar menghasilkan induksi remanen (Br) atau momen magnetik
remanen (σr), dan medan balik disebut medan koersif (jHc) dan diperlukan
sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan loop lengkap dari suatu magnet
lunak, loop lengkap suatu magnet permanen memiliki sumbu simetri 180o, dan
18
untuk magnet keras
ini memerlukan energi yang cukup besar untuk
menghilangkan kembali medan magnetnya (demagnetisasi). Karena hasil kali
antara medan magnetik (A/m) dan induksi magnetik (Vs/m2) adalah energi
persatuan volume. Daerah terintegrasi didalam loop histerisis adalah energi yang
diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus magnetisasi dari 0 sampai +H hingga
–H sampai 0 (Cullity, et al., 1972).
Ferrite merupakan jenis magnet permanen yang tergolong sebagai material
keramik dan hanya memiliki remanensi magnet maksimal sekitar 0,2 – 0,6 T dan
koersivitasnya relatif rendah sekitar 100 – 400 kA/m. Produksi magnet ferrite di
dunia masih cukup besar, karena bahan bakunya lebih murah dibandingkan
dengan magnet dari jenis logam. Jadi kebutuhan pasar akan magnet permanen
ferrite masih tinggi. Keunggulan lainnya dari magnet ferrite adalah memiliki suhu
kritis (Tc) relatif tinggi dan lebih tahan korosi (Afza, 2011).
Magnet lunak merupakan pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolak-balik
atau frekuensi tinggi, karena harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi
berulang kali selama selang satu detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet
lunak adalah induksi jenuh tinggi, medan koersif rendah, dan pemeabilitas
maksimum tinggi. Nilai rasio permeabilitas yang tinggi berarti bahwa magnetisasi
mudah terjadi karena diperlukan medan magnet kecil untuk menghasilkan rapat
fluks yang tinggi (induksi). Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan
logam-logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karena itu nilai saturasi dari
bahan ferit relatif rendah yang menguntungkan untuk dapat dihilangkan (Jiles,
1996).
19
2.5. Besi (Fe)
Besi adalah logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah di
alam dan mudah diolah. Bijih besi biasanya mengandung hematit (α-Fe2O3) yang
dikotori oleh pasir (SiO2) sekitar 10% serta sedikit senyawa sulfur, posfor,
aluminium dan mangan. Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak
membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7%-5% pada kerak bumi (Vlack, 1994).
Kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi,seperti
oksida besi magnetik (Fe3O4) mengandung 65%, hematit (α-Fe2O3) mengandung
60-75% besi, limonet (Fe2O3.H2O) mengandung besi 20% dan siderit (Fe2CO3)
(MMPA Standard, 1964). Dari mineral-mineral bijih besi, magnetit adalah
mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil.
Sementara hematit merupakan mineral bijih besi utama yang dibutuhkan dalam
industri besi. Dalam kehidupan, besi merupakan logam paling biasa digunakan
daripada logam-logam yang lain. Hal ini disebabkan karena harganya murah dan
kekuatan yang baik serta penggunaannya yang luas (Simanjuntak, 2014).
2.6. Mangan (Mn)
Mangan adalah suatu unsur kimia yang mempunyai nomor atom 25 dan memiliki
simbol Mn. Mangan ditemukan oleh Johann Gahn pada tahun 1774 di Swedia.
Logam mangan berwarna putih keabu-abuan. Mangan termasuk logam berat dan
sangat rapuh tetapi mudah teroksidasi. Logam dan ion mangan bersifat
paramagnetik. Hal ini dapat dilihat dari obital d yang terisi penuh pada konfigurasi
elektron. Mangan mempunyai isotop stabil yaitu 55. Mangan sangat reaktif secara
kimiawi, dan terurai dengan air dingin perlahan-lahan (Mardias, 2016).
20
Mangan merupakan unsur yang dalam keadaan normal memiliki bentuk padat.
Massa jenis mangan pada suhu kamar yaitu sekitar 7,21 g/cm3, sedangkan massa
jenis cair pada titik lebur sekitar 5,95 g/cm3. Titik lebur mangan sekitar 1519
oC,
sedangkan titik didih mangan ada pada suhu 2061 oC. Kapasitas kalor pada suhu
ruang adalah sekitar 26,32 J/mol.K (Fahim, et al. 2013).
Mangan digunakan untuk membentuk banyak alloy yang penting. Saat ini 90%
produksi mangan masih dikonsumsi industri baja dan untuk keperluan ini
biasanya digunakan campuran besi mangan, yaitu feromangan (Salak, et al.,
2001). Feromangan diproduksi dengan mereduksi campuran besi dan oksida
mangan dengan karbon. Bijih mangan yang paling utama adalah pirolisit, MnO2.
Mangan merupakan salah satu produk pertambangan dengan kegunaan luar biasa.
Komoditas yang termasuk dalam kelompok dua belas mineral di kulit bumi
menjadi bahan baku yang tidak tergantikan di industri baja dunia (Cardakli, 2010).
Mangan juga digunakan untuk produksi baterai kering, keramik, gelas dan kimia.
Mangan sangat penting untuk produksi besi dan baja. Mangan adalah komponen
kunci dari biaya rendah formulasi baja stainless dan digunakan secara luas
tertentu. Mangan digunakan dalam paduan baja untuk meningkatkan karakteristik
yang menguntungkan seperti kekuatan, kekerasan dan ketahanan. Mangan
digunakan untuk membuat agar kaca tidak berwarna dan membuat kaca berwarna
ungu. Logam mangan bersifat feromagnetik setelah diberi perlakuan. Logam
murninya terdapat sebagai bentuk allotropik dengan empat jenis. Salah
satunya, jenis alfa, stabil pada suhu luar biasa tinggi, sedangkan mangan jenis
21
gamma yang berubah menjadi alfa pada suhu tinggi, dikatakan fleksibel, mudah
dipotong dan ditempa (Fahim, et al., 2013).
2.7. Metode Mechanical Alloying
Mechanical alloying adalah proses solid state serbuk dengan teknik menyertakan
pengulangan, penggabungan, penghancuran, dan penggabungan kembali
(rewelding) untuk butiran serbuk pada high energy ball mill. Mechanical Alloying
dapat digunakan untuk sintesis larutan padatan, nanopartikel, paduan amorf,
intermetalik, dan komposisi kimia, biasanya dilakukan di bawah atmosfer inert
dalam ball mill (Ozkaya, et al., 2008).
Proses mechanical alloying sebagian besar dipengaruhi oleh termodinamika dan
sifat kinetik pada sistem serbuk, intensitas milling dan temperatur. Semakin cepat
perputaran ball mill, maka energi yang dihasilkan juga semakin besar dan
menghasilkan temperatur yang semakin tinggi. Temperatur yang tinggi
menguntungkan di beberapa kasus yang memerlukan proses difusi untuk
menunjang proses pemaduan pada serbuk, dan internal stressnya berkurang atau
bahkan hilang sama sekali. Namun di beberapa kasus peningkatan temperatur
sangat merugikan karena dapat menghasilkan fasa yang tidak stabil selama proses
milling berlangsung, dan ukuran serbuk dapat menjadi lebih besar. Jika kecepatan
melebihi kecepatan kritis maka terjadi pinned pada dinding bagian dalam
sehingga bola–bola tidak jatuh sehingga tidak menghasilkan gaya impact. Jadi
sebaiknya menggunakan kecepatan di bawah kecepatan kritisnya sehingga bola
dapat jatuh dan menghasilkan tenaga impact yang optimal. Hal ini berpengaruh
pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan (Soni, 2001).
22
Saat dua bola bertumbukan ada serbuk dalam jumlah kecil yang terjebak di antara
kedua bola tersebut, dan hal tersebut terjadi berulang ulang, ilustrasinya dapat di
lihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme Terjadinya Tumbukan (Suryanarayana, 2004).
Selama proses mechanical alloying, partikel campuran serbuk akan mengalami
proses pengelasan dingin dan penghancuran berulang-ulang. Ketika bola saling
bertumbukan sejumlah serbuk akan terjebak di antara kedua bola tersebut. Beban
impact yang di berikan oleh bola tersebut akan membuat serbuk terdeformasi dan
akhirnya hancur. Permukaan partikel serbuk campuran yang baru terbentuk
memungkinkan terjadinya proses pengelasan dingin kembali antara sesama
partikel sehingga membentuk pertikel baru yang ukurannya lebih besar dari
ukuran semula. Kemudian partikel tersebut akan kembali mengalami tumbukan
dan akhirnya kembali hancur, begitu seterusnya hingga mencapai ukuran yang
nano. Dalam proses mechanical alloying/ mechanical milling sifat bahan juga
berpengaruh terhadap hasil akhir (Suryanarayana, 2004).
Keunggulan High Energy Milling adalah dalam waktu yang relatif singkat dapat
membuat nano partikel (memerlukan beberapa jam, tergantung tipe alat) dalam
23
kondisi atau suasana yang dinginkan saat proses milling, dan juga dapat
menghasilkan nano partikel dalam jumlah yang relatif banyak (Rochman, 2009).
2.8. Kalsinasi
Proses kalsinasi adalah proses pembakaran tahap awal yang merupakan reaksi
dekomposisi secara endotermik dan berfungsi untuk melepaskan gas-gas dalam
bentuk karbonat atau hidroksida sehingga menghasilkan serbuk dalam bentuk
oksida dengan kemurnian yang tinggi. Kalsinasi dilakukan pada suhu tinggi yang
suhunya bergantung pada jenis bahannya (German, 1991). Kalsinasi merupakan
tahapan perlakuan panas terhadap campuran serbuk pada suhu tertentu. Kalsinasi
diperlukan sebagai penyimpan serbuk keramik pada proses selanjutnya, untuk
mendapatkan ukuran partikel yang optimum serta menguraikan senyawa-senyawa
dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida dan untuk membentuk fasa
kristal (Ristic, 1997). Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi antara lain
(James, 1988) :
a. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar suhu 100 oC
sampai 300 oC.
b. Pelepasan gas-gas seperti: CO2 berlangsung sekitar suhu 600
oC dan pada
tahap ini terjadi pengurangan berat yang cukup berarti.
c. Pada suhu lebih tinggi (sekitar 800 oC) struktur kristal sudah terbentuk dari
ikatan diantara partikel serbuk belum kuat serta mudah lepas.
2.9. Karakterisasi
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material, maka harus
dilakukan karakterisasi terhadap material tersebut. Sehingga secara fisis material
24
tersebut dapat dibedakan dengan material lainnya. Beberapa analisis dan
pengujian yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: pengujian sifat fisis
terhadap ukuran partikel dengan uji PSA (particle size analyser), uji true density
serbuk menggunakan alat piknometer dengan prinsip Archimedes, untuk
menentukan sifat kemagnetan bahan menggunakan VSM (Vibrating Sample
Magnetometer) serta analisis fasa dan struktur kristal dengan menggunakan alat
uji XRD.
2.9.1 Analisis Ukuran Partikel Menggunakan Particle Size Analyzer (PSA)
Analisis ukuran partikel adalah sebuah sifat fundamental dari endapan suatu
partikel yang dapat memberikan informasi tentang asal dan sejarah partikel
tersebut. Distribusi ukuran partikel juga merupakan hal penting seperti untuk
menilai perilaku granular yang digunakan oleh suatu senyawa atau gaya gravitasi.
Diantara senyawa-senyawa dalam tubuh hanya ada satu partikel yang
berkarakteristik dimensi linear. Partikel irregular memiliki banyak sifat dari
beberapa karakteristik dimensi linear. Perhitungan partikel secara modern
umumnya menggunakan analisis gambar atau beberapa jenis penghitung partikel.
Gambar didapatkan secara konvensional dengan mikroskop elektron atau untuk
partikel yang lebih kecil menggunakan SEM (James, 1997).
Particle Size Analyzer adalah alat yang mampu mengukur distribusi ukuran
partikel emulsi, suspensi dan bubuk kering. Hal ini dapat melakukan berbagai
analisis dalam penggunaan operasi yang sangat ramah lingkungan.
Keunggulannya antara lain:
1. Akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ± 1%.
25
2. Mengukur berkisar dari 0,02 nm sampai 2000 nm.
3. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi, suspensi,
dan bubuk kering (Poppe, et al., 1985).
Particle Size Analyzer (PSA) dapat menganalisis partikel suatu sampel yang
bertujuan menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari sampel yang
representatif. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui gambar yang
dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang
berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel menggunakan PSA dapat
dilakuan dengan difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai
dengan milimeter, counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel
yang berukuran mikron sampai dengan milimeter, dan penghamburan sinar untuk
mengukur partikel yang berukuran mikron sampai dengan nanometer (Etzler, et
al., 2004).
2.9.2 Analisis Sifat Fisis Melalui Uji Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) (Hayt
dan Buck, 2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi densitas adalah ukuran dan
berat atom suatu elemen, kuatnya pengepakan atom dalam struktur kristal dan
besarnya porositas dalam mikrostruktur (Ningsih, 2015). Berbagai alat digunakan
untuk mengukur densitas bahan yang berukuran kecil maupun serbuk antara lain
dengan piknometer, floating bilb hydrometer, kolom gradien, densitimeter tabung
osilasi, dan resonator saluran mikro tersuspensi (Mirica et al, 2010).
26
True Density atau massa jenis benar ( ) dilakukan dengan menggunakan
piknometer. Piknometer kosong ditimbang sehingga didapatkan massanya (m1),
kemudian diisi dengan aquades dan ditimbang (m2). Selanjutnya serbuk
dimasukkan kedalam piknometer tersebut dan ditimbang massanya (m3),
kemudian kedalamnya ditambahkan aquades sampai kira-kira setengahnya,
kemudian ditutup dan dibiarkan selama 15 menit sambil piknometer digoyangkan.
Setelah itu ditambahkan aquades hingga piknometer penuh, ditutup dan ditimbang
kembali massanya (m4). True density ( ) dihitung dengan persamaan (ASTM,
2006):
(2.1)
2.9.3 Analisis Sifat Magnet Menggunakan Vibrating Sample Magnetometer
(VSM)
Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu alat ukur
magnetisasi yang bekerja berdasarkan metode induksi. Alat ini ditemukan oleh
Simon Foner pada tahun 1955 di Laboratorium Lincoln MIT (Buschow dan Boer,
2004).
Gambar 5. Alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM) tipe VSM250
(Nainggolan, 2016).
27
Gambar 5 merupakan alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM) atau M-H
Curve Hysteresis Graph Test System dari Dexing Magnet Ltd bertipe VSM250.
Peralatan ini dapat digunakan untuk mengukur sifat-sifat magnetik pada bahan-
bahan magnetik. Beberapa output yang dapat dihasilkan melalui pengukuran
dengan VSM250 adalah kurva hysteresis (M-H loop), kurva magnetisasi (M-H
curve), dan kurva pemanasan (M-T curve).
Berdasarkan metode pengukuran tersebut, dapat dihasilkan karakteristik magnetik
bahan seperti momen magnetik saturasi ( s), momen magnetik remanen ( r),
koersivitas magnetik intrinsik (Hcj), energi produk maksimum (BHmax) dan
Temperature Curie (Tc). Material yang dapat dianalisis menggunakan VSM250
antara lain dapat berbentuk serbuk, bongkah/serpihan maupun film tipis. Variasi
suhu (T) yang dapat divariasikan menggunakan VSM250 di Pusat Penelitian
Fisika LIPI adalah pada rentang T = 25 – 500 °C (298 – 773 K). Medan magnetik
eksternal dari VSM250 memiliki rentang penggunaan dari H = 100 Oe – 21 kOe
(Putri, dkk., 2014).
Metode yang digunakan pada alat ini yaitu sampel yang akan diukur
magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara
vertikal dalam lingkungan medan magnet luar H. Jika sampel termagnetisasi,
secara permanen ataupun sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran
ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan
menginduksikan/menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan
pengambil (pick-up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam
sistem medan magnet ini (Mujamilah, dkk., 2000).
28
Selanjutnya sinyal AC ini akan dibaca oleh rangkaian pre-amplifier dan lock-in
amplifier. Frekuensi dari lock-in amplifier diset sama dengan frekuensi getaran
sinyal referensi dari pengontrol getaran sampel. Lockin amplifier ini akan
membaca sinyal tegangan dari kumparan yang sefasa dengan sinyal referensi.
Kumparan pengarnbil biasanya dirangkai berpasangan dengan kondisi arah lilitan
yang berlawanan. Hal ini untuk menghindari terbacanya sinyal yang berasal dari
selain sampel, misalnya dari akibat adanya perubahan medan magnet luar itu
sendiri. Selanjutnya dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan,
suhu sampel, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui
kendali komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai
fungsi medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah, dkk., 2000).
2.9.4 Analisis Struktur Kristal Menggunakan X-Ray Diffraction (XRD)
Uji difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk menentukan komposisi fase yang
terbentuk pada serbuk hasil kalsinasi. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan
pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang
dihasilkan, maka makin kecil ukuran kristal serbuk. Hubungan antara ukuran
kristal dengan lebar puncak difraksi sinar-X dapat diproksimasi dengan persamaan
Debye-Schrerer berikut (Cullity, 1956):
(2.2)
dengan D adalah ukuran (diameter) kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-X
yang digunakan (λ = 0,154056 nm), Ɵ adalah sudut Bragg, B adalah FWHM satu
puncak yang dipilih.
29
Sinar x terjadi ketika suatu bahan ditembakkan oleh elektron dengan kecepatan
dan tegangan tinggi dalam tabung vakum. Elektron-elektron berasal dari filamen
(anoda) dipercepat menumbuk target (katoda) yang berada dalam tabung sinar x,
sehingga elektron-elektron mengalami perlambatan. Sebagian energi kinetik
elektron pada filamen diserahkan pada elektron target, mengakibatkan
ketidakstabilan elektron. Keadaan ini akan kembali pada kondisi normal dalam
waktu 10-8
detik sambil melepaskan energi kinetik elektron sebagai radiasi
gelombang elektromagnetik dalam bentuk sinar yang disebut sinar x primer,
dengan panjang gelombang sekitar 0,05 – 0,25 nm yang mendekati jarak antar
atom kristal (Smith, 1990). Sinar x yang didifraksikan pada kristal, dengan yang
sefase saling menguatkan dan yang tidak sefase saling meniadakan atau
melemahkan (Cullity, 1956).
33
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan Maret 2017 di
Laboratorium Pusat Penelitian Fisika LIPI (P2F LIPI) Serpong, Tangerang
Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk preparasi bahan dalam penelitian ini antara lain
timbangan digital, spatula, pastel dan mortar, beaker glass oven merk WTC
Binder 7200 Tuttlingen, hair dryer merk Wigo Toifun 900, cawan anti panas,
ayakan dengan ukuran 200 mesh merk BBS Laboratory Test Sieve tipe RX 8-1,
ayakan dengan ukuran 50 mesh merk BBS Laboratory Test Sieve tipe RX.
Adapun alat yang digunakan untuk proses penggilingan sampel (milling) yaitu
HEM (High Energy Milling) Pusat Penelitian Fisika (PPF), jarmil yang terdiri dari
tabung dan bola-bola baja berdiameter 50 mm serta Thermolyne High
Temperature Furnace tipe 46200 untuk kalsinasi. Sedangkan karakterisasi sampel
menggunakan piknometer ukuran 10 ml, PSA (Particle Size Analyzer) merk Cilas
1190, XRD (X-Ray Diffraction) merk Rigaku SmartLab, VSM (Vibrating Sample
Magnetometer) tipe 250 Electromagnetic.
31
Sementara itu,bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk
hematit (α-Fe2O3) sebagai bahan utama yang digunakan dalam penelitian, serbuk
ferro manganese high carbon (FeMnHC) produksi PT. Baralogam Multijaya
sebagai bahan aditif, aquades untuk mengukur true density sampel, metanol untuk
membersihkan peralatan yang digunakan.
3.3 Prosedur Penelitian
Metode yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan antara
lain preparasi sampel, pencampuran bahan hematit dengan aditif FeMn, kalsinasi
sampel pada suhu 900 oC, 1000
oC dan 1100
oC dengan waktu tahan masing-
masing selama 1 jam, karakterisasi sampel dengan mengunakan Particle Size
Analyzer (PSA) untuk mengetahui perubahan distribusi ukuran partikel, uji True
Density untuk analisa sifat fisis, Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk
analisa sifat magnet, serta X-Ray Diffraction (XRD) untuk analisa fasa dan
struktur kristal. Adapun secara terperinci tahapan-tahapan proses tersebut dapat
diterangkan lebih lanjut.
3.3.1 Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan adalah hematit sebagai bahan utama dan FeMn sebagai
bahan aditif. Hematit telah tersedia dalam ukuran serbuk, sedangkan FeMn yang
tersedia dalam bentuk bongkahan. Bongkahan FeMn dihancurkan menggunakan
martil untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil, selanjutnya digerus
menggunakan pastel dan mortar. Hasil gerusan diayak menggunakan ayakan 50
mesh (<297 μm) kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital seperti
dapat dilihat pada Gambar 6.
32
Gambar 6. Proses penimbangan FeMn.
Sedangkan bahan baku hematit yang sudah dalam bentuk serbuk ditimbang untuk
mengetahui massanya seperti terlihat pada Gambar 7. Selanjutnya masing-masing
bahan awal dilakukan analisa XRD untuk mengetahui fasa yang terkandung pada
masing-masing bahan.
Gambar 7. Proses penimbangan hematit.
3.3.2 Proses pencampuran aditif FeMn dengan Hematit (α-Fe2O3)
Serbuk hematit dan aditif FeMn ditimbang dengan variasi komposisi penambahan
aditif FeMn yang digunakan adalah 0%, 2%,10% (%massa) terhadap hematit α-
Fe2O3, dimana massa hematit yaitu 30 gram yang masing-masing dibagi menjadi
tiga sampel (10 gram) yang disesuaikan dengan variasi suhu pada proses kalsinasi
sehingga total sampel yang digunakan adalah 9 sampel. Sampel dan ball mill
dimasukkan ke dalam jar milling yang selanjutnya bahan dimilling menggunakan
High Energy Milling (HEM) seperti terlihat pada Gambar 8. Perbandingan antara
sampel dan ball mill yaitu 1:10 artinya 10 gram sampel yang digunakan sama
33
dengan 100 gram ball mill. Sampel kemudian dimilling selama 1 jam dengan
kecepatan 700 rpm. Serbuk hasil penggilingan kemudian diayak hingga lolos
ukuran 200 mesh (<74 μm). Kemudian sampel 0%, 2% dan 10% (%massa)
dilakukan analisa menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui
distribusi ukuran partikel.
Gambar 8. HEM (High Energy Milling).
3.3.3 Kalsinasi
Sampel serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan aditif FeMn yang telah
dimilling kemudian dilakukan kalsinasi dengan Thermolyne High Temperature
Furnace tipe 46200 pada suhu 900 oC, 1000
oC dan 1100
oC dengan holding time
masing-masing selama 1 jam dan laju pemanasan 3oC/menit seperti terlihat pada
Gambar 9. Adapun proses kalsinasi sampel dilakukan secara bertahap. Mula-mula
masing-masing sampel serbuk ditempatkan pada cawan anti panas, kemudian
disusun ke dalam furnace. Selanjutnya saklar pada furnace diputar ke posisi “ON”
untuk menghidupkan furnace dan diatur suhu pembakaran sesuai dengan Gambar
9 yang pada puncaknya ditahan selama 1 jam kemudian di running. Setelah proses
pembakaran selesai, furnace dimatikan dan dibiarkan hingga mencapai suhu ruang
kembali untuk kemudian sampel dikeluarkan dari furnace.
34
Gambar 9. Skema variasi waktu kalsinasi.
3.3.4 Karakterisasi
Serbuk yang sudah dimilling kemudian diuji dan dikarakterisasi, baik karakterisasi
secara fisis, sifat magnet maupun karakterisasi struktur kristalnya. Karakterisasi
secara fisis meliputi uji distribusi ukuran partikel menggunakan Particle Size
Analyzer (PSA) dan uji true density menggunakan metode Archimedes.
Karakterisasi struktur kristal menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Sedangkan
karakterisasi sifat magnet dilakukan menggunakan Vibrating Sample
Magnetnometer (VSM).
a. Uji PSA (Particle Size Analyzer)
Tujuan dilakukan pengujian ukuran partikel ini adalah untuk mengetahui
distribusi ukuran partikel setelah dimilling. Pada penelitian ini sampel yang diuji
PSA adalah sampel dengan komposisi aditif 0%, 2% dan 10% (%massa).
Prosedur kerja untuk mengetahui distribusi ukuran partikel menggunakan alat ini
35
mula-mula serbuk disiapkan sebanyak 0,1 gram pada masing-masing komposisi.
Serbuk dimasukkan kedalam tabung PSA yang berisikan air sebanyak ujung
spatula. Hal ini dikarenakan metode yang digunakan adalah metode basah dimana
metode ini menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan material uji.
Selanjutnya sampel dilakukan pengujian dan diolah menggunakan software yang
ada pada alat PSA. Data kuantitatif yang diperoleh berupa distribusi ukuran
diameter rata-rata partikel pada nilai kumulatif 10%, 50% dan 90%. Data
disimpan pada media penyimpanan.
b. Uji True Density dengan metode Archimedes
Tujuan dilakukannya uji true density adalah untuk mengetahui sifat fisis dari
serbuk hematit dengan penambahan aditif FeMn. Langkah yang dilakukan untuk
pengujian ini mula-mula piknometer dibersihkan dengan air dan dikeringkan
hingga benar-benar kering menggunakan hair dryer. Piknometer kosong
ditimbang dan dicatat hasilnya sebagai m1. Kemudian aquades dimasukkan ke
dalam piknometer hingga penuh lalu ditimbang dan dicatat hasilnya sebagai m2.
Selanjutnya aquades dibuang dan piknometer dikeringkan kembali hingga benar-
benar kering. Langkah selanjutnya, sepertiga volume piknometer diisi dengan
serbuk kemudian piknometer ditimbang dan dicatat hasilnya sebagai m3. Lalu
aquades dimasukkan ke piknometer yang telah terisi serbuk hingga penuh dan
piknometer yang terisi aquades dan serbuk ditimbang kembali dan dicatat hasilnya
sebagai m4. Langkah ini diulang kembali untuk menguji semua sampel dan setelah
data didapatkan, kemudian dilakukan perhitungan true density serbuk
menggunakan persamaan 2.1.
36
c. X-Ray Diffraction (XRD)
XRD merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui fasa struktur kristal
yang terbentuk pada suatu sampel. Dalam penelitian ini, pengujian dengan XRD
dilakukan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) merk Rigaku SmartLab pada
bahan awal hematit (α-Fe2O3) dan FeMn yang belum dicampur dan sampel yang
telah dikalsinasi suhu 900 oC, 1000
oC dan 1100
oC dengan komposisi 0% dan 2%
(%massa). Hal pertama yang dilakukan dalam proses karakterisasi ini adalah
meletakkan sampel serbuk yang telah dibuat ke dalam tempat cuplikan dan
diratakan dengan menggunakan kaca. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam
difraktometer yang akan menembakkan sinar-X melalui berbagai sudut hingga
diperoleh data kuantitatif pada sudut tertentu. Data tersebut kemudian disimpan
dan diolah menggunakan software Match!.
d. Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
VSM merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja berdasarkan
metode induksi. VSM digunakan untuk mengetahui sifat magnetik material.
Dengan alat ini akan diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat
magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam
kurva histerisis. Sampel yang diuji adalah sampel yang telah dikalsinasi suhu
1000 o
C dengan komposisi 0%, 2% dan 10% (%massa). Dalam melakukan
pengujian menggunakan VSM ini mula-mula sampel ditimbang dengan
timbangan digital hingga beratnya 50 mg. Sampel yang telah ditimbang kemudian
dimasukkan kedalam kapsul lalu diberi dua tetes lem cair kedalam kapsul
sehingga sampel didalamnya akan padat dan stabil. Sampel yang akan diukur
37
magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara
vertikal dalam daerah medan magnet luar H.
Pengukuran dilakukan dengan melihat respon magnet (magnetisasi) sampel akibat
perubahan medan magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen
ataupun secara respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan
mengakibatkan perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan
menginduksikan atau menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan
pengambil (pick up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam
sistem medan magnet ini. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet
luar, sifat magnetik bahan dapat diketahui dari magnetisasi sampel. Data
magnetisasi yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet ini berupa kurva
histerisis dengan sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel
dalam satuan Oe dan sumbu y merupakan magnetisasi sampel dalam satuan
emu/gram. Data kemudian diolah dengan membandingkan magnetisasi sampel
dengan control. Selanjutnya data dicetak melalui printer.
3.4 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir pembuatan magnet ferit hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan aditif
FeMn dapat dilihat pada Gambar 10.
38
Gambar 10. Diagram Alir Penelitian.
α-Fe2O3 dan FeMn
- Bongkahan FeMn di hancurkan hingga
menjadi serbuk
- Serbuk digerus dan diayak hingga lolos 50
mesh
- Karakterisasi XRD bahan baku α-Fe2O3
dan aditif FeMn
Mixing dan Milling α-Fe2O3 dan FeMn
- Masing-masing bahan ditimbang dan
dicampur dengan komposisi aditif FeMn
0%, 2%, dan 10% (%massa) dengan massa
α-Fe2O3 10 gram
- Milling serbuk dengan High Energy
Milling selama 1 jam kecepatan 700rpm
- Serbuk diayak hingga lolos 200 mesh
- Karakterisasi PSA, VSM dan true density
Serbuk α-Fe2O3 setelah dicampur aditif FeMn
- Kalsinasi pada suhu 900 oC, 1000
oC dan
1100 oC holding time 1 jam
- Karakterisasi XRD dan VSM
Analisis data
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil karakteriasasi serbuk hematit (α-Fe2O3) dengan penambahan
aditif ferro manganese (FeMn), maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil yang diperoleh dari uji distribusi ukuran partikel menggunakan PSA
(Particle Size Analyzer) pada serbuk hematit menunjukkan bahan bersifat
heterogen dan nilai distribusi ukuran partikel rata-rata semakin menurun
seiring bertambahnya aditif FeMn.
2. Hasil pengujian sifat fisis nilai true density berkisar antara 3,12 g/cm3 sampai
5,11 g/cm3 yang menunjukkan bahwa semakin besar jumlah aditif yang
ditambahkan maka densitas serbuk hematit akan semakin besar pula.
3. Hasil analisis fasa menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) pada serbuk
hematit dengan aditif FeMn 2%wt setelah dikalsinasi memiliki fasa dominan
α-Fe2O3 dan fasa baru yaitu Fe, Fe2MnO4, MnO2 dan Fe3O4 dengan intensitas
puncak semakin rendah seiring dengan kenaikan suhu kalsinasi.
4. Hasil analisis sifat magnet menggunakan VSM (Vibrating Sample
Magnetometer) menunjukkan kondisi optimum sampel dicapai pada aditif
FeMn 2%wt dengan suhu kalsinasi 1000 oC (1jam), dimana memiliki nilai
koersivitas 235,41 Oe, remanensi 0,29 emu/g, saturasi 1,09 emu/g dan
BHmax 194,8 kOe.emu/g.
55
5. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dikatakan bahwa serbuk hematit
dengan penambahan aditif FeMn menghasilkan material magnetik lunak.
5.2 SARAN
Penelitian lebih lanjut dalam pembuatan magnet berbasis α-Fe2O3 dengan aditif
FeMn diharapkan dapat :
1. Dilakukan menggunakan metode wet milling agar hasil serbuk yang
dihasilkan optimal.
2. Dilakukan dengan waktu kalsinasi lebih dari 1 jam untuk mengetahui
perbedaan perubahan struktur fasa yang dihasilkan.
3. Dilakukan dengan komposisi yang berbeda sebagai acuan atau pembanding
dari hasil penelitian.
4. Dilakukan perlakuan lebih lanjut terhadap bahan baku magnet berbasis
α-Fe2O3 dengan aditif FeMn menjadi magnet permanen yang dapat
diaplikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Afza, E. 2011. Pembuatan Magnet Permanen Ba-Hexaferrite (BaO.6Fe2O3)
dengan Metode Koopresipitasi dan Karakterisasinya. [Skripsi]. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Alex G.M. 1991. Magnetic Ceramic Ferrit Vol. 4. USA: ASM International
Handbook Comitte.
Aji, M P., Agus Y., Satria B. 2007. Sintesis Nanopartikel Magnetit Maghemit dan
Hematit dari Bahan Lokal. Jurnal Sains Materi Indonesia Edisi Khusus.
Hal. 106-108.
Anwar, Nurul. 2011. Pembuatan Magnet Permanen Nd2Fe14B Melalui Metode
Mechanical Alloying. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
ASTM International. 2006. Standard Test Method for Density of Solids Material
by Water Pycnometer (ASTM D 854). United State: ASTM International.
Baronani, Endang, S., Dedi, Arifin, Hidayat. 2000. Pengaruh Waktu Milling
Terhadap Sifat Magnet YTTRIUM Iron Garnet. Prosiding Seminar
Nasional Bahan Magnet I. Hal. 33-36.
Buschow, K. H. J. and Boer F. R. 2004. Physics of Magnetism and Magnetic
Materials. Moscow: Kluwer Academic Publisher.
Cardakli, I. S., Sevinc, N., Ozturk, T. 2010. Production of High Carbon
Ferromanganese From A Manganese Ore Located in Erzincah. Turkish
Journal Engineering Environment Science. Vol. 35. Pp. 31-38
Chrismant, J. Richard. 1988. Fundamental of Solid State Physics. Canada: John
Willey and Sons Inc.
Cullity, B. D. 1956. Elements of X-Ray Diffraction. Canada: Addison Wesley
Publishing Company Inc.
Cullity, B. D. 1972. Introduction to Magnetic Material. Canada: Addison-Wesley
Publishing Company Inc.
57
Daulay, S. 2012. Pengaruh Substitusi Mn pada Sifat Magnetik Barium Heksaferit.
[Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia.
Dunlop, DO., Ozdemir. 1997. Rock Magnetic. Cambridge: Cambridge University
Press.
Eramet, Comilog. 2013. High Carbon Ferromanganese HCFeMn.
Http://www.eramet.fr/.
Etzler, Dr Frank M, Marie S. Sanderson. 2004. Particle Size Analysis A
Comparative Study of Various Methods. Journal of Material Science. Vol.
12. Pp. 217-224.
Fahim, M. S., Hoda E. F., Azza M. A. 2013. Characterization of Egyptian
Manganese Ores for Production of High Carbon Ferromanganese. Journal
of Minerals and Materials Characterization and Engineering.Vol 1. Pp.
68-74.
German, R. M. 1991. Fundamental of Sintering, Engineered Materials Handbook
Volume 4. Ceramic-Glasses. USA: ASM International.
Giancoli, D. C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 2 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Greskovich, C. 1989. Milling in Treatise on Material Science and Technology
Volume 9. New York: Academic Press Inc.
Halliday dan Resnick. 1989. Fisika Jilid 1 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Hayt, W. and Buck, J. A. 2006. Engineering Electromahnetics Seventh Edition
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Hia, T. H. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Magnet Berbasis Barium Heksaferit-
Alumina. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
James, S. Reed. 1988. Introduction To The Principle of Ceramic Processing.
Singapore: John Willey and Sons Inc.
James, P. M., Syvitski. 1997. Principles Methods and Application of Particles
Size Analysis. Cambride: Cambridge University Press.
Jiles, David. 1996. Introduction to Magnetism and Magnetic Materials. London:
Chapman and Hall.
Manigandan, A Anbarasu V. Sivakumar, K. 2011. Electrical and Magnetic
Properties of Nd3+
Substituted 4 GdBaSr Cu3O7 superconductor. Physica
C. Vol.471. Pp.163-168.
58
Mardias, J. 2016. A Review of the Production of Ferromanganese in Blast
Furnace. Proceedings AISTech. Vol. 1. Pp. 1-7
Maslen, E. N. Streltsov VA. Streltsova N.R, Ishizawa N. 1994. Synchroton X-Ray
Study of The Electron Density in α-Fe2O3. Acta Crystallographica. Vol.
B50. Pp. 435-441.
Masno, G., Muljadi, Sebayang, P. 2006. Pembuatan Magnet Permanen Isotropik
Berbasis NdFeB dan Karakterisasinya. Teknologi Indonesia. Vol 29. Hal.
1-5.
Mirica, K., A. Mirica, Scott T. Philips. 2010. Magnetic Levitation in The Analysis
of Foods and Water. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. 58.
Pp. 6565-6569.
Moto, K., Lia S. dan Zufar A. B. 2003. Analisis Komponen Fasa dengan Metode
Rietveld dan Pengaruhnya Terhadap Kekerasana Nanokomposit Ti-Si-N.
Makara Teknologi. Vol. 7 No. 1. Hal. 1-6.
Moulson, A. J and Herbert J. M. 1985. Electroceramics: Material, Properties and
Applications. London: Chapman and Hall Inc.
MMPA Standard. 1964. Standard Spesification For Permanent Magnet Materials
No. 0100-00. Chicago: Magnetic Materials Producers Association.
Mujamilah, Ridwan, Muslich, R.M., Purwanto, S., Febri, M.M.I., Yohannes, A.M,
Santoso, E., dan Mugirahardjo, B. 2000. Vibrating Sample Magnetometer
(VSM) Tipe Oxford VSM 1.2H. Prosiding Seminar Nasional Bahan
Magnet I. Serpong: Puslitbang Iptek Bahan (P3IB) -BAT AN.
Muller, KH., G. Krabbes., J. Fink., S. Ggrub., A. Kircher., G. Fuch and L.
Schultz. 2001. New Permanent Magnet. Journal of Magnetism and
Magnetic Materials. Vol. 226. Pp. 1370-1376.
Murjito. 2012. Rekayasa Proses Iron Soft Magnetic Melalui Mechanical Alloying
Powder Metallurgy Berbasis Serbuk Besi Lokal. Jurnal Gamma. Vol. 8
No. 1 Hal. 163-170.
Nainggolan, M. M. 2016. Optimasi Proses Pembuatan Hard Magnetic Material
Berbasis BaFe12O19 Dengan Aditif FeMn. [Skripsi]. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Nasheri, G.M., Bin E. S. H., Abbastabar A.M., Hashim A.H., Shaari. 2011.
Syntesis and Characterization of Manganese Ferrite Nanoparticles by
Thermal Treatment Methode. Journal of Magnetism and Magnetic
Materials. Vol 323. Pp. 1745-1749.
59
Nicola, A. Spaldin. 2003. Magnetic Materials Fundamentals and Device
Applications. United Kingdom: Cambridge University Press.
Ningsih, H S. 2015. Pengaruh Komposisi Fe2O3 terhadap Sifat Fisis,Mikrostruktur
dan Magnet dari Barium Heksaferit. [Skripsi]. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Nurjaman, F., Shofi, A., Bahfie, F., Bambang, S. 2015. Pembuatan Spiegel Pig
Iron Menggunakan Hot Blast Cupola. Jurnal Riset Geologi dan
Pertambangan. Vol. 25 No. 1 Hal. 13-22.
Ozkaya, T., Toprak, M. S., Baykal A., Kavas, H. Koseoglu, Y. Aktas B. 2008.
Synthesis of Fe3O4 Nanoparticles at 100oC and its Magnetic
Characterization. Journal of Alloy and Compound. Vol. 472. Pp. 18-23.
Patimah dan Teguh E. S. 2016. Pengaruh Suhu Kalsinasi Pada Sifat Kemagnetan
Material Besi Oksida Hasil Elektrolisis. Jurnal Kimia dan Pendidikan
Kimia. Vol. 1 No. 3. Hal 149-156.
Pauzan, M., Takeshi K., Satoshi I., Edi S. 2013. Pengaruh Ukuran Butir dan
Struktur Kristal Terhadap Sifat Kemagnetan Pada Nanopartikel Magnetit
Fe3O4. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY. Serpong:
Pusat Penelitian Fisika – LIPI.
Poppe, L. J., Eliason, A. H., Fredericsks, J. J. 1985. APSAS - An Automated
Particle Size Analysis System. California: Library of Congress Cataloging
in Publication Data.
Prihandoko, B., Etty, M. W., dan Suryadi. 2010. Aplikasi HEM dalam Pembuatan
Serbuk Nano LTAP. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH.
Vol. 27 Hal. 1-7.
Putri, A. M., Christin, R. R, Julio, Kirana, Y.P., Prabowo, P. 2014. Profil
Peralatan Pusat Penelitian Fisika LIPI. Serpong: Pusat Penelitian Fisika
LIPI.
Ragowo, M. F. 2013. Pembuatan Magnet Permanen Berbasis Barium Heksaferit
dengan Variasi Aditif Ti. [Laporan PKL]. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Ramajo, L. Cristobal A. Botta PM., Reboredo MM., Castro MS. 2009. Dielectric
and Magnetic Response of Fe3O4/Epoxy Composites. Journal of
Magnetism and Magnetic Materials. Vol. 324. Pp. 388-393.
Ristic, M.M. 1997. Sintering New Development Material Science Monograph.
Proceeding of 4th
International Round Table Conference on Sintering. Vol
4. Pp. 65-71.
60
Rochman, N.T. 2009. Alat Pembuat Nanopartikel Made In Indonesia. Nano
Indonesia. Vol. 1 Hal. 1-6.
Sagita, Lilis. 2015. Optimasi Milling Time Powder Terhadap Sifat Fisis dan
Mikrostruktur BaFe12O19 dengan SiO3 Sebagai Aditif. [Skripsi]. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Šalak A., Selecká M, dan Bureš R. 2001. Electrolytic Manganese and
Ferromanganese Powder Grades: Physical-Metallurgical and Technical
Characteristics. Powder Metallurgy Progress. Vol. 1, No. 1. Pp. 97-114.
Santi, D. R dan Dewi, P. 2015. Pengaruh Temperatur Terhadap Ukuran Partikel
Fe3O4 dengan Template PEG-2000 Menggunakan Metode Kopresipitasi.
Jurnal Ilmu Fisika. Vol. 7. No. 1. Hal. 39-44.
Setiadi, E. A., Simanjuntak, S., Soehada, Sebayang, P. 2016. Pembuatan Dan
Karakterisasi α-Fe2O3 Berbasis Limbah Baja Mill Scale Dengan Aditif
FeMo. Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi. Pp. 44-49.
Soni, PR. 2001. Mechanical Alloying: Fundamentals and Applications.
Cambridge: Cambridge International Science Publishing.
Suryanarayana, C. 2004. Mechanical Alloying and Milling. New York: Marcel
Dekker Publisher.
Simanjuntak, L.O. 2014. Efek Variasi Waktu Rotary Ball Mill Pada Serbuk
NdFeB Terhadap Mikrostruktur, Densitas dan Sifat Magnetnya [Skripsi].
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Vlack, V. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Non Logam) Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga.
Widanarto, W., Fauzi, N. F., Cahyanto, W. T., Effendi, M. 2015. Peningkatan
Sifat Magnetik Material Hematit Melalui Subtitusi Barium dan Kontrol
Temperatur Sintering. Berkala Fisika. Vol. 18. No. 4 Hal. 125-130.
Wu A, Ou P, dan Zeng L. 2010. Biomedical Applications Of Magnetic
Nanoparticles. NANO : Brief Respons and Review. Vol. 5. Pp. 245-270.
Yue, Liu., Michael GB Drew, ying Liu. 2011. Preparation and Magnetic
Properties of Barium Ferrites Substituted With Manganese Cobalt and
TiN. Journal of Magnetism and Magnetic Materials. Vol. 323. Pp. 945-
953.
Yulianto A, Bijaksana S, Loeksmanto W. 2013. Karakterisasi Magnetic dari Pasir
Besi Cilacap. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. Vol A5. No.
0527.
61
Zen, N. A., Wahyuwidanarto, Wahyu T. C. 2014. Karakterisasi Struktur dan Sifat
Magnetik Manganese Ferrite Sebagai Bahan Magnet Permanen Isotropik.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng dan DIY. Serpong: Pusat
Penelitian Fisika – LIPI.