PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN...

15
1 PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN Risna Yasinta A. 1 , Dr. Ir. Setiawan, MS 2 , dan Muhammad Sjahid Akbar, MSi 2 1 Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS, 2 Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS Abstrak Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator umum yang dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Propinsi Jawa Timur, kondisi perekonomiannya secara keseluruhan sudah stabil, sehingga memiliki nilai PDRB yang cukup berkembang pesat dari tahun ke tahun. Mengacu dari model milik Bappenas, maka pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja, yang dipengaruhi oleh upah sektor pertanian, jumlah tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, dan nilai PDRB itu sendiri. Model yang digunakan untuk sistem persamaan simultan ini adalah model Cobb-Douglas. Identifikasi model pada penelitian ini memperoleh hasil yang overidentified, sehingga untuk penaksiran parameternya dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Square). Setelah memenuhi asumsi IIDN (independen, identik, dan berdistribusi normal), factor yang paling berpengaruh terhadap pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sektor tenaga kerja, dimana memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel- variabel lainnya. Kata kunci : Sistem Persamaan Simultan, 2SLS (Two Stage Least Square), Model Cobb- Douglas, PDRB Propinsi Jawa Timur 1. Pendahuluan Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkesinambungan (BPS, 2007). Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selama ini perhitungan nilai PDRB yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah PDRB dengan pendekatan produksi yang dibentuk dari sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu: (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa. Kesembilan sektor pembentuk PDRB tersebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah. Persamaan tunggal yang hanya menggambarkan satu pengaruh saja belum dapat menggambarkan secara tepat hubungan-hubungan variabel yang membangun sembilan sektor dalam PDRB, sehingga hal ini harus diatasi dengan persamaan simultan yang terdiri lebih dari satu persamaan. Penelitian sebelumnya tentang persamaan simultan terhadap data PDRB diantaranya dilakukan oleh Siregar dan Sukwika (2001) tentang pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB, Harahap (2002) menyatakan bahwa sektor produksi tersier secara simultan mempunyai pengaruh terhadap PDRB per kapita di kabupaten Langkat, dan Rahutomo (2007) tentang perubahan struktur ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan model dari Bappenas (2006), dimana persamaan ekonometrika untuk model PDRB dipilah ke dalam beberapa blok yaitu blok output dan blok tenaga kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model simultan dari kesuluruhan variabel yang membentuk PDRB Propinsi Jawa Timur tersebut dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh, dengan menggunakan metode ekonometrika sistem persamaan simultan. Data yang digunakan merupakan data series mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan

Transcript of PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN...

1

PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN

Risna Yasinta A.1, Dr. Ir. Setiawan, MS2, dan Muhammad Sjahid Akbar, MSi2

1Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS, 2Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS

Abstrak

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator umum yang dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Propinsi Jawa Timur, kondisi perekonomiannya secara keseluruhan sudah stabil, sehingga memiliki nilai PDRB yang cukup berkembang pesat dari tahun ke tahun. Mengacu dari model milik Bappenas, maka pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja, yang dipengaruhi oleh upah sektor pertanian, jumlah tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, dan nilai PDRB itu sendiri. Model yang digunakan untuk sistem persamaan simultan ini adalah model Cobb-Douglas. Identifikasi model pada penelitian ini memperoleh hasil yang overidentified, sehingga untuk penaksiran parameternya dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Square). Setelah memenuhi asumsi IIDN (independen, identik, dan berdistribusi normal), factor yang paling berpengaruh terhadap pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sektor tenaga kerja, dimana memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel-variabel lainnya.

Kata kunci : Sistem Persamaan Simultan, 2SLS (Two Stage Least Square), Model Cobb-Douglas, PDRB Propinsi Jawa Timur

1. Pendahuluan Salah satu sasaran pembangunan nasional

adalah tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkesinambungan (BPS, 2007). Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selama ini perhitungan nilai PDRB yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah PDRB dengan pendekatan produksi yang dibentuk dari sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu: (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa.

Kesembilan sektor pembentuk PDRB tersebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah. Persamaan tunggal yang hanya menggambarkan satu pengaruh saja belum dapat menggambarkan secara tepat hubungan-hubungan variabel yang membangun sembilan sektor dalam PDRB,

sehingga hal ini harus diatasi dengan persamaan simultan yang terdiri lebih dari satu persamaan. Penelitian sebelumnya tentang persamaan simultan terhadap data PDRB diantaranya dilakukan oleh Siregar dan Sukwika (2001) tentang pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB, Harahap (2002) menyatakan bahwa sektor produksi tersier secara simultan mempunyai pengaruh terhadap PDRB per kapita di kabupaten Langkat, dan Rahutomo (2007) tentang perubahan struktur ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan model dari Bappenas (2006), dimana persamaan ekonometrika untuk model PDRB dipilah ke dalam beberapa blok yaitu blok output dan blok tenaga kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model simultan dari kesuluruhan variabel yang membentuk PDRB Propinsi Jawa Timur tersebut dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh, dengan menggunakan metode ekonometrika sistem persamaan simultan. Data yang digunakan merupakan data series mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan

2

keilmuan dan pengetahuan tentang ekonometrika dengan persamaan simultan.

2. Tinjauan Pustaka Analisis Regresi

Gujarati (2004) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Secara umum model regresi dengan k buah variabel eksplanatori adalah sebagai berikut.

εββββ +++++= kk XXXy ...22110 Uji serentak dilakukan untuk mengetahui

apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat, dengan H0 : β1 = β2 = … = βk= 0 dan H1: minimal terdapat satu βj≠0, j= 1,2,3,…,k. Uji individu pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat

0:0 =iH β dan kiH i ,...,2,1,0:1 =≠β . Menolak

H0 pada uji serentak dan uji individu apabila nilai statistik ujinya lebih besar daripada nilai tabel. Sistem Persamaan Simultan

Sistem persamaan simultan adalah sebuah sistem yang menjelaskan variabel dependen secara bersama-sama (Koutsoyiannis, 1977). Variabel-variabel yang ada dalam model persamaan simultan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu variabel endogen (endogenous variable) dan variabel yang sudah diketahui nilainya atau variabel penjelas (predetermined variable). Variabel endogen adalah variabel tak bebas yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan, walaupun variabel-variabel tersebut mungkin juga muncul sebagai variabel bebas di dalam sistem persamaan lainnya. Predetermined variable adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar model.

Secara umum bentuk structural form dari sistem persamaan simultan dapat diformulasikan sebagai berikut:

tKtKttMtMtt eXXXYYY 112121111212111 =+++++++ γγγβββ LL

M

LL tKtKttMtMtt eXXXYYY 2122221212222121 =+++++++ γγγβββ

MtKtMKtMtMMtMMtMtM eXXXYYY =+++++++ γγγβββ LL 22112211

dimana Y adalah variabel endogen, X adalah variabel predetermined , e adalah error random, dan .,,2,1 Tt L= β dan γ diketahui sebagai koefisien structural, sedangkan M adalah variabel endogenous dan K adalah variabel predetermined dalam sistem.

Identifikasi Model Identifikasi model ditentukan atas dasar

“order condition” sebagai syarat keharusan dan “rank condition” sebagai syarat kecukupan. Koutsoyiannis (1977) menyatakan rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh.

K – k ≥ m -1 dimana: M = jumlah variabel endogen di dalam

model simultan m = jumlah variabel endogen di dalam

persamaan tertentu K = jumlah variabel eksogen di dalam

model simultan k = jumlah variabel eksogen di dalam

persamaan tertentu Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut. 1. K – k > m - 1, maka persamaan dinyatakan

teridentifikasi secara berlebih (overidentified)

2. K – k = m - 1, maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified)

3. K – k < m - 1, maka persamaan tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified) Rank condition merupakan determinan

turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya.

Metode Penaksiran Two Stage Least Square (2SLS)

2SLS adalah suatu metode yang sistematis dalam menciptakan variabel-variabel instrumen untuk menggantikan variabel-variabel endogen dalam posisinya sebagai variabel-variabel penjelas dalam sistem persamaan simultan. Berikut bentuk umum dari persamaan struktural ke – i. �� � ����� � ����� � … � ��� � ����� � … �

�� � � �� (3)

(1)

(2)

3

Keterangan : yi menunjukkan variabel endogen (i = 1, 2, …, M) xi menunjukkan variabel predeterminan (i = 1, 2, …, k) b mewakili koefisien dari variabel endogen � mewakili koefisien dari variabel predeterminan

Lebih khusus, menurut Koutsoyiannis (1977), metode 2SLS bermuara pada pada aplikasi OLS, yang dibagi dalam dua langkah sebagai berikut. 1. Langkah pertama menjalankan regresi

dengan OLS terhadap persamaan-persamaan reduced form untuk variabel-variabel endogen yang ada di sebelah kanan sebagai variabel penjelas di dalam persamaan struktural dalam sistem persamaan simultan.

�� � ��� � ��

Dimana:��� � ������ � ������ � … � ��� �

Pada langkah ini OLS diterapkan pada persamaan reduce-form untuk mendapatkan estimasi dari π. �� � ����� � ����� � … � �� � � �� �� � ����� � ����� � … � �� � � �� � � � � � � � ���� � ���� � … � � � � �

Koefisien reduce-form, ��, digunakan untuk memperoleh satu pasang nilai estimasi (dihitung) untuk variabel endogen : ���, ���, … �� .

2. Langkah kedua mengganti variabel endogen yang muncul di sisi kanan dari persamaan dengan nilai perkiraan �� �

��� � ��,dan kemudian dilakukan penaksiran dengan menggunakan OLS pada persamaan simultan yang sudah direvisi. Pada langkah ini mensubstitusi �� ke dalam persamaan struktural dan memperoleh transformasi dari fungsi sebagai berikut. �� � ������ � ������ � … � ���� � ����� �

� � �� � � ���

��� � �� � ����� � ����� � …

� ���

Uji Asumsi Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (2004) gejala Multikolinearitas ini dapat dideteksi dengan beberapa cara antara lain :

1. Jika ditemukan nilai R2 yang tinggi dan nilai statistik F yang signifikan tetapi sebagian besar nilai statistik t tidak signifikan.

2. Bila diperoleh koefisien korelasi sederhana yang tinggi diantara sepasang-sepasang variabel eksplanatori, yaitu nilainya lebih besar dari 0,95.

3. Menghitung nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor), jika nilai Toleransi kurang dari 0.1 atau nilai VIF melebihi 10 maka hal tersebut menunjukkan bahwa multikolinearitas adalah masalah yang pasti terjadi antar variabel bebas.

4. Bila dalam model regresi diperoleh koefisien regresi (��

� ) dengan tanda yang berbeda dengan koefisien korelasi antara Y dan Xj. Misal korelasi antara Y dan Xj

bertanda positif (����� 0!, tetapi

koefisien regresi yang berhubungan dengan Xj bertanda negatif (��

� " 0!, atau sebaliknya.

Uji Asumsi Residual Identik Salah satu asumsi regresi linier yang

harus dipenuhi adalah homogenitas varians dari error (homoskedastisitas). Homoskedastisitas berarti varians dari error bersifat konstan (tetap) atau disebut juga identik. Kebalikannya, bila ternyata diperoleh kondisi varians error (atau Y) tidak identik, maka disebut terjadi kasus heteroskedastisitas. Salah satu statistik uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glejser. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut (Gujarati, 2004).

H0 : Varians residual identik H1 : Varians residual tidak identik

Apabila 1β tidak signifikan melalui uji t maka dapat disimpulkan tidak ada heteroskedastisitas. Uji Asumsi Residual Independen

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji fungsi autokorelasi (Autocorrelation Function, ACF). Wei (1990) mendefinisikan covariance antara et dan et+k dapat dituliskan sebagai berikut.

( ) ( )( )µµγ −−== −− kttkttk eeEee ,cov dan autokorelasi antara et dan et+k adalah sebagai berikut.

(4)

(6)

(7)

dimana

(5)

(8)

(9)

4

( )( ) ( )ktt

kttk

ee

ee

+

+=varvar

,covρ

dimana, Var(et) = Var (et+k) = γ0 sebagai fungsi dari k, γk disebut sebagi fungsi autokovariance dan ρk disebut sebagai fungsi autokorelasi (ACF). Apabila hasil plot ACF residual menunjukkan tidak ada lag yang keluar dari batas, maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model. Uji Asumsi Residual Distribusi Normal

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji kenormalan residual adalah dengan menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov, dan hipotesanya adalah sebagai berikut.

H0 : residual berdistribusi normal H1 : residual tidak berdistribusi normal

Kesimpulan tolak H0 jika nilai statistik p-value < α, sehingga jika nilai p-value > α maka asumsi distribusi normal terpenuhi. Apabila asumsi distribusi normal tidak terpenuhi maka dapat diatasi dengan melakukan transformasi terhadap pengamatan variabel dependent. Model fungsi produksi Cobb Douglas

Fungsi produksi berbentuk tidak linear berarti fungsinya tidak berupa garis lurus, tetapi dengan cara transformasi ln model dapat menjadi linear. Model fungsi Cobb Douglas :

- εββ eXY 10= bila hanya terdapat sebuah input

- εβββ eXXY 21210= bila terdapat dua buah input

Model tersebut dapat dilinearkan dengan cara dilakukan transformasi ln, sehingga model menjadi :

eXXY +++= )ln()ln()ln()ln( 22110 βββ

bila *22

*11

*00

* )ln(,)ln(,)ln(;)ln( XXsertaXXYY ==== ββ

maka model menjadi sebagai berikut :

eXXY +++= *22

*11

*0

* βββ

Model ini sudah linear. Sedangkan koefisien regresi merupakan besaran elastisitas produksi, yaitu persentase perubahan output sebagai akibat berubahnya input sebesar satu persen. Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di

suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar, dimana dalam penghitungan ini digunakan tahun 2000. Menurut pendekatan produksi, PDRB disusun oleh 9 sektor, yaitu : (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa.

3. Metodologi Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Propinsi Jawa Timur, yang meliputi data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000, data upah sektor pertanian, data pengeluaran untuk belanja pegawai; belanja barang dan jasa; belanja modal, serta data jumlah tenaga kerja per sektor. Data-data tersebut diambil mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007 untuk wilayah Propinsi Jawa Timur.

Pemodelan PDRB dalam analisis ini dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja. Bentuk persamaan blok output PDRB sektoral dengan penerapan model fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut.

#$%&#' � () *+#',- &.$'

,/ &&0',1�

2- (12)

#$%&3' � �) 343'5- &#+'

5/�2/

(13) #$%&6' � 7) 346'

8- &.$'8/ &&0'

81&#+'89�

21

(14) #$%&:' � ;) 34:'

<- &&0'</�

29 (15)

#$%&&' � �) 34&'=- &.$'

=/ &&0'=1&#+'

=9�2>

(16) #$%&$' � ?) 34$'

@- &.$'@/ &#+'

@1�2A (17)

#$%&B' � C) 34B'D- &.$'

D/ &&0'D1&#+'

D9�2E

(18) #$%&4' � F) 344'

G- &.$'G/ &#+'

G1�2H (19)

#$%&0' � I) 340'�- &.$'

�/ &&0'�1&#+'

�9�2J

dimana : t = 1, 2, 3, ...16 Bentuk persamaan untuk blok tenaga kerja dengan penerapan model fungsi Cobb-Douglas, berturut-turut sebagai berikut.

10321 eBPGPDRBP WGPj =TKP jt

jt

jt0t

ε (21) 11331 eBBJBMDPDRBT k =TKT k

tkt

kt0t

ε (22)

(11)

(10)

(20)

121ePDRBI l =TKI lt0t

ε 1321 eBMDPDRBL m =TKL m

tmt0t

ε 141ePDRBB n =TKB n

t0tε

151ePDRBD o =TKD ot0t

ε 161ePDRBA p =TKA p

t0tε

1721 eBBJPDRBK q =TKK qt

qt0t

ε 181ePDRBJ r =TKJ r

t0tε

dimana : t = 1, 2, 3, ...16 Variabel-variabel yang mempengaruhi persamaan blok output dan blok tenaga kerja adalah sebagai berikut.

Tabel 1 Variabel-Variabel Penyusun ModelVariabel Endogen Variabel Eksogen

PDRBP = PDRB Sektor Pertanian

WGP = Upah Sektor Pertanian

PDRBT = PDRB Sektor Pertambangan

TKP = Sektor Pertanian

PDRBI = PDRB Sektor Industri

TKT = Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

PDRBL = PDRB Sektor Listrik

TKI = Tenaga Kerja Sektor Industri

PDRBB = PDRB Sektor Bangunan

TKL = Tenaga Kerja Sektor Listrik

PDRBD = PDRB Sektor Perdagangan

TKB = Tenaga Kerja Sektor Bangunan

PDRBA = PDRB Sektor Transportasi

TKD = Tenaga Kerja Sektor Perdagangan

PDRBK = PDRB Sektor Lembaga Keuangan

TKA = Tenaga Kerja Sektor Transportasi

PDRBJ = PDRB Sektor Jasa-Jasa

TKK = Tenaga Kerja Sektor Keuangan

TKJ = Tenaga Kerja Sektor JasaBMD = Pengeluaran untuk Belanja ModalBBJ = Pengeluaran untuk Belanja Barang&JasaBPG = Pengeluaran untuk Belanja Pegawai

Langkah-langkah analisis yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut.1. Melakukan identifikasi model berdasarkan

sistem persamaan simultan yang telah terbentuk.

2. Melakukan penaksiran paramater model dengan 2SLS (Two Stage Least Squares).

3. Melakukan pengujian asumsi terhadap model.

4. Melakukan interprestasi dari model yang telah diuji asumsi.

5

(23)

(24) (25)

(26)

(27)

(28)

(29)

mempengaruhi persamaan blok output dan blok tenaga kerja

Variabel Penyusun Model Variabel Eksogen

WGP = Upah Sektor Pertanian TKP = Tenaga Kerja Sektor Pertanian TKT = Tenaga Kerja Sektor Pertambangan TKI = Tenaga Kerja Sektor Industri TKL = Tenaga Kerja Sektor Listrik TKB = Tenaga Kerja Sektor Bangunan TKD = Tenaga Kerja Sektor Perdagangan TKA = Tenaga Kerja Sektor Transportasi TKK = Tenaga Kerja

Lembaga Keuangan TKJ = Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa BMD = Pengeluaran untuk Belanja Modal BBJ = Pengeluaran untuk Belanja Barang&Jasa BPG = Pengeluaran untuk Belanja Pegawai

langkah analisis yang dilakukan berikut.

Melakukan identifikasi model berdasarkan sistem persamaan simultan yang telah

Melakukan penaksiran paramater model dengan 2SLS (Two Stage Least Squares). Melakukan pengujian asumsi terhadap

dari model yang

4. Analisis dan PembahasanDeskriptif Variabel Penelitian

Hasil deskriptif dari data PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan ditampilkan pada Gambar 1

Gambar 1 Deskriptif PDRB Propinsi Jawa Dasar Harga Konstan

Gambar 1 menunjukkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur telah mengalami pertambahan yang cukup signifikan tiap tahunnya,setelah tahun 2002. Gejala ini menunjukkan jika perekonomian di Propinsi Jawa Timur sudah baik, karena nilai Pmeningkat tiap tahun.

Hasil deskriptif untuk pengeluaranditampilkan pada Gambar

Gambar 2 Deskriptif Pengeluaran Daerah Propinsi Jawa Timur

Gambar 2 menunjukkan pengeluaran daerah Propinsi Jawa Timur selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran daerah pada setiap tahunnya adalah karena semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, maka mengakibatkan semakin besar pengeluaran pemerintah yang bersangkutan

Hasil pengolahan deskriptif pada tenaga kerja di sembilan sektor PDRB Timur ditampilkan pada Gambar 3.

0

20000000

40000000

60000000

80000000

10000000

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

0

2000000000

4000000000

6000000000

8000000000

10000000000

12000000000

14000000000

1992 1994 19961998

Analisis dan Pembahasan Variabel Penelitian

Hasil deskriptif dari data PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan ditampilkan pada Gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1 Deskriptif PDRB Propinsi Jawa Timur Atas

Dasar Harga Konstan menunjukkan nilai PDRB Propinsi

Jawa Timur telah mengalami pertambahan yang cukup signifikan tiap tahunnya,, terutama setelah tahun 2002. Gejala ini menunjukkan jika perekonomian di Propinsi Jawa Timur

rena nilai PDRB selalu

Hasil deskriptif untuk pengeluaran daerah ditampilkan pada Gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2 Deskriptif Pengeluaran Daerah Propinsi Jawa

Timur Gambar 2 menunjukkan pengeluaran daerah

selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran daerah pada setiap tahunnya adalah karena semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, maka mengakibatkan semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan

Hasil pengolahan deskriptif pada tenaga kerja di sembilan sektor PDRB Propinsi Jawa

ditampilkan pada Gambar 3.

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

PDRBP

PDRBT

PDRBI

PDRBL

PDRBB

PDRBD

PDRBA

PDRBK

PDRBJ

19982000 2002 2004 2006

BPG

BBJ

BMD

Gambar 3 Deskriptif Tenaga Kerja di Sembilan Sektor PDRB Propinsi Jawa Timur

Di Propinsi Jawa Timur tenaga kerja terbesar adalah pada sektor pertaniandikarenakan wilayah Jawa Timur sebagian besar masih berupa lahan pertanian, sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Hasil Penaksiran Model PDRB Jawa Timur

Uji kelayakan modelnya dengan menggunakan identifikasi model yang ditentukan atas dasar “order conditionPemeriksaan order condition pada persamaan PDRB Propinsi Jawa Timur memperoleh hasil yang overidentified, sehingga penaksiran parameter dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS. Hasil penaksiran parameter masing-masing sektornya adalah sebagai berikut. a. Sektor Pertanian Blok Output PDRB Sektor Pertanian

Pengujian pada persamaan output PDRBsektor pertanian diperoleh hasilpersamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertanian

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung

Intercept PC1

16.64788 0.408325

0.094 0.059

177.36 6.93

R-Square = 78.69%; Pr > F = <.0001

PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.578 Z1 + 0.575 Z2

0100000020000003000000400000050000006000000700000080000009000000

1992 1994 1996 1998 2000 20022004

6

Gambar 3 Deskriptif Tenaga Kerja di Sembilan Sektor

PDRB Propinsi Jawa Timur awa Timur tenaga kerja terbesar

adalah pada sektor pertanian, hal ini dikarenakan wilayah Jawa Timur sebagian besar masih berupa lahan pertanian, sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya

Hasil Penaksiran Model PDRB Propinsi

Uji kelayakan modelnya dengan menggunakan identifikasi model yang

order condition”. pada persamaan

PDRB Propinsi Jawa Timur memperoleh hasil , sehingga penaksiran

ameter dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS. Hasil penaksiran

masing sektornya adalah

Blok Output PDRB Sektor Pertanian ada persamaan output PDRB

diperoleh hasil ternyata mengalami gejala

olinearitas, sehingga diatasi dengan Principal component

Hasil penaksiran parameter sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah

Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Sektor Pertanian

Prob > |T|

Label Variabel

<.0001 <.0001

Intercept Principal Compo-nent 1

<.0001; Fhitung = 48.02

principal component yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor pertanian. masing variabel dalam

1 adalah sebagai berikut.

+ 0.579 Z3

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut.

Ln(PDRBPt) = 16.64788 + 0.575 Z

Ln(PDRBPt) = 16.64788 ln_WGP+ 0.694 ln_BMD + 0.376 ln_BBJ

Ln(PDRBPt) = 16.64788 0.283 ln(BMD)- 12.15892

PDRBPt = e4.4889WGPPenerapan principal component regression

untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor pertaniankoefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 78.69%. menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian mempunyai hubungan yang positifdengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan upah sektor pertanian sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian sebesar asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modalpengeluaran untuk belanja barang dan jasa juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan untuk masingpengeluaran sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian masing sebesar 0.28% asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertanian diperoleh hasilpersamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 3 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Variabel Penaksiran Parameter

SE

Intercept PC1

15.84286 0.030795

0.015 0.009

1066.9

R-Square = 43.33%; Pr > F = 0.007

PC1 merupakan score dari regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian.

20042006

TKP

TKT

TKI

TKL

TKB

TKD

TKA

TKK

TKJ

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai

16.64788 + 0.408325 (0.578 Z1

+ 0.575 Z2 + 0.579 Z3) 16.64788 + 0.408325 (0.813 ln_WGP+ 0.694 ln_BMD + 0.376 ln_BBJ - 29.777)

+ 0.332 ln(WGP) + ln(BMD) + 0.154 ln(BBJ)

12.15892

WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154

principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada

PDRB sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik,

. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan upah sektor pertanian sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian sebesar 0.33% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal serta pengeluaran untuk belanja barang dan jasa juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam

untuk masing-masing pengeluaran sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian masing-

% dan 0.15% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Pengujian pada persamaan tenaga kerja diperoleh hasil ternyata

mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan

Principal component Hasil penaksiran parameter tenaga

kerja sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Sektor Pertanian

thitung Prob >

|T| Label

Variabel 1066.9

3.16 <.0001 0.0076

Intercept Principal Compo- nent 1

%; Pr > F = 0.0076; Fhitung = 9.96

dari principal component yang bertujuan untuk menghilangkan

multikolinearitas pada data sektor pertanian.

7

Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut.

Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.030795 (0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3)

Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.030795 (0.338 ln_WGP+ 0.697 ln_PDRBP + 0.335 ln_BPG - 21.92305)

Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.0104 ln(WGP) + 0.0215 ln(PDRBP) + 0.0103 ln(BPG) - 0.67555

TKPt =e15.16731WGP0.0104 PDRBP0.0215 BPG0.0103

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih kurang baik, yaitu hanya sebesar 43.33%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian, variabel PDRB sektor pertanian, dan variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya permintaan akan tenaga kerja sektor pertanian, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan tenaga kerja sektor pertanian masing-masing sebesar 0.01%, 0.022%, dan 0.01% dengan asumsi variabel lainnya tetap. b. Sektor Pertambangan Blok Output PDRB Sektor Pertambangan

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First differensing equation. Hasil penaksiran parameter sektor pertambangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 4 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertambangan

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob >

|T| Label Variabel

Intercept diffln_TKT diffln_BPG

0.152811 0.672254 -0.04907

0.137 0.140 0.269

1.11 4.79 -0.18

0.2871 0.0004 0.858

Intercept Tenaga kerja sektor pertambangan Belanja Pegawai

R-Square = 68.7%; Pr > F = 0.0009; Fhitung = 13.10 Tabel 3 menunjukkan variabel differencing ln(BPG) tidak signifikan secara statistik.

Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(PDRBTt*) = 0.152811+0.672254 ln(TKT*) -

0.04907 ln(BPG*) PDRBTt* = e0.152811 (TKT*)0.672254 (BPG*)-0.04907

Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model PDRB sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 68.7%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran belanja pegawai tidak signifikan pada taraf 5%, sehingga pengaruhnya terhadap PDRB sektor pertambangan sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel tenaga kerja di sektor pertambangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertambangan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor pertambangan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertambangan sebesar 0.67% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor pertambangan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.

Tabel 5 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept PC1

11.60914 0.068911

0.076 0.051

152.79 1.36

<.0001 0.1957

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 12.52%; Pr > F = 0.1957; Fhitung = 1.86

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya sebesar 12.52%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor pertambangan, pengeluaran belanja modal, serta pengeluaran belanja barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung

dan thitung, baik secara serentak maupun scara parsial variabel PC1 tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor pertambangan. Jadi bisa

8

disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor pertambangan ini tidak bisa digunakan. c. Sektor Industri Pengolahan Blok Output PDRB Sektor Industri Pengolahan

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor industri pengolahan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 6 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBI dengan PC1

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept PC1

17.06182 0.423431

0.098 0.064

174.29 6.66

<.0001 <.0001

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 77.32%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 44.32 PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor industri pengolahan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.307 Z1 + 0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBI) dengan PC1 adalah sebagai berikut. Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.307 Z1 +

0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4) Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.705

ln_TKI + 0.659 ln_BMD+ 0.359 ln_BBJ+ 0.315 ln_BPG - 37.81978)

Ln(PDRBIt) = 17.06182 + 0.299 ln(TKI) + 0.279 ln(BMD) + 0.152 ln(BBJ) + 0.133 ln(BPG) - 16.01407

PDRBIt = e1.0478TKI0.299BMD0.279BBJ0.153

BPG0.133

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 77.32%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor industri pengolahan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor

industri pengolahan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan sebesar 0.299% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan masing-masing sebesar 0.279 %, 0.152 %, dan 0.133% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan

Hasil penaksiran parameter sektor industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 7 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept ln_PDRB

14.08821 0.031317

0.489 0.028

28.82 1.10

<.0001 0.2912

Intercept PDRB sektor industri

R-Square = 8%; Pr > F = 0.2912; Fhitung = 1.21 Hasil penaksiran parameter pada blok

tenaga kerja sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya sebesar 8%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor industri pengolahan tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, variabel PDRB sektor industri pengolahan tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor jasa-jasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor industri pengolahan ini tidak bisa digunakan.

d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Blok Output PDRB Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Hasil penaksiran parameter sektor listrik, gas, dan air bersih setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

9

Tabel 8 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept ln_TKL ln_BBJ

3.691968 0.139929 0.469858

1.851 0.157 0.026

1.99 0.89 17.88

0.0693 0.3899 <.0001

Intercept Jumlah tenaga kerja sektor listrik Belanja Barang dan Jasa

R-Square = 96.61%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 171.04 Tabel 8 menunjukkan ln(TKL) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(PDRBLt) = 3.691968 + 0.139929 TKI +

0.469858 BBJ PDRBLt = e3.691968TKL0.139929BBJ0.469858

Model PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih memiliki hasil penaksiran yang sangat baik baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96.61. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor ini tidak signifikan, sehingga pengaruhnya terhadap nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa ini mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja barang dan jasa sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0.469% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.

Tabel 9 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept PC1

10.37478 -0.06947

0.063 0.052

163.91 -1.32

<.0001 0.2084

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 11.88%; Pr > F = 0.2084; Fhitung = 1.75 Hasil penaksiran parameter pada blok

tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh nilai koefisien determinasi yang

jelek, yaitu hanya sebesar 11.88%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih serta pengeluaran belanja modal tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung

dan thitung, baik secara serentak maupun scara parsial variabel PC1 tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih.

Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor industri listrik, gas, dan air bersih ini tidak bisa digunakan. e. Sektor Bangunan Blok Output PDRB Sektor Bangunan

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor bangunan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor industri bangunan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 10 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBB dengan PC1

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob >

|T| Label Variabel

Intercept PC1

15.33363 0.241639

0.093 0.058

164.67 4.18

<.0001 0.0011

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 57.35%; Pr > F = 0.0008; Fhitung = 17.48 PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor bangunan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.419 Z1 + 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBL) dengan PC1 adalah sebagai berikut.

Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (0.419 Z1

+ 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523 Z4)

Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (1.038 ln_TKB + 0.627 ln_BMD+ 0.344 ln_BBJ+ 0.300 ln_BPG - 40.2265)

Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.251ln(TKB) + 0.152 ln(BMD) + 0.083ln(BBJ) + 0.073 ln(BPG) - 9.72029

PDRBBt =e5.613TKB0.251BMD0.152BBJ0.083BPG0.073

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada

10

model PDRB sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 57.35%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor bangunan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan sebesar 0.251% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan masing-masing sebesar 0.152%, 0.083%, dan 0.073% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Bangunan

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor bangunan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First differensing equation. Hasil penaksiran parameter sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 11 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Bangunan

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept difn_lnPDRBB

0.044567 0.314372

0.041 0.064

1.08 4.93

0.2996 0.0003

Intercept PDRB sektor bangunan

R-Square = 65.15%; Pr > F = 0.0003; Fhitung = 24.31 Tabel 11 menunjukkan variabel differencing ln(PDRBB) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(TKBt*) = 0.044567 + 0.314372 ln(PDRBB*) TKBt* = e0.0446 (PDRBB*)0.314

Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model tenaga kerja sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 65.15%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor pertambangan, dalam artian kenaikan PDRB sektor bangunan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan

tenaga kerja sektor pertambangan sebesar 0.314% dengan asumsi variabel lainnya tetap. f. Sektor Perdagangan Blok Output PDRB Sektor Perdagangan

Hasil penaksiran parameter sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 12 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Perdagangan

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob >

|T| Label Variabel

Intercept ln_TKD ln_BMD

-14.1659 0.728629 0.960488

22.287 1.659 0.195

-0.64 0.44

4.93

0.5370 0.6682 0.0003

Intercept Tenaga kerja sektor perdagangan Belanja Modal

R-Square = 80.59%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 24.86 Tabel 12 menunjukkan ln(TKD) dan ln(BPG) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya menjadi sebagai berikut. ln_PDRBDt = -14.1659 + 0.728629 ln_TKD +

0.960488 ln_BMD PDRBDt = e-14.1659TKD0.728629BMD 0.960488

Model PDRB sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 80.59. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja dan pengeluaran untuk belanja pegawai tidak signikan, sehingga hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil di bawah rata-rata terhadap nilai PDRB sektor perdagangan. Variabel pengeluaran untuk belanja modal mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor perdagangan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja modal sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor perdagangan sebesar 0.960% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja PDRB Sektor Perdagangan

Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 13 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob >

|T| Label Variabel

Intercept ln_PDRBD

13.84344 0.066330

0.374 0.022

36.97 3.02

<.0001 0.0099

Intercept PDRB sektor perdagangan

R-Square = 41.17%; Pr > F = 0.0099; Fhitung = 9.10 Tabel 13 menunjukkan ln(PDRBD) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaan

11

tenaga kerja sektor perdagangan adalah sebagai berikut. Ln(TKDt) = 13.84344 + 0.06633 PDRBD TKDt = e13.84344 PDRBD0.06633

Model tenaga kerja sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang kurang baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) hanya sebesar 41.17%. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor perdagangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor perdagangan, dalam artian kenaikan nilai PDRB sektor perdagangan sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan tenaga kerja sektor perdagangan sebesar 0.066% dengan asumsi variabel lainnya tetap. g. Sektor Transportasi Blok Output PDRB Sektor Transportasi

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor transportasi diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 14 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Transportasi

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob >

|T| Label Variabel

Intercept PC1

15.63550 0.369052

0.067 0.043

232.68 8.64

<.0001 <.0001

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 85.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 74.68 PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor transportasi. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.382Z1 + 0.529Z2 + 0.537Z3 + 0.535Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBA) dengan PC1 adalah sebagai berikut.

Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (0.382 Z1

+ 0.529 Z2 + 0.537 Z3 + 0.535 Z4)

Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (1.244 ln_TKA + 0.638 ln_BMD+ 0.349 ln_BBJ+ 0.307 ln_BPG - 43.56414)

Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.459 ln(TKA) + 0.235 ln(BMD) + 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 16.07744

PDRBAt=e-0.442TKA0.459BMD0.235BBJ0.129BPG0.113

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor transportasi diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih baik, yaitu sebesar 85.17%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor transportasi, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor transportasi sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi sebesar 0.459% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor transportasi, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi masing-masing sebesar 0.235%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Transportasi

Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 15 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Transportasi

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept ln_PDRBA

12.14829 0.089933

0.681 0.043

17.83 2.08

<.0001 0.0583

Intercept PDRB sektor transportasi

R-Square = 24.9%; Pr > F = 0.0583; Fhitung = 4.31 Tabel 15 menunjukkan ln(PDRBA) signifikan pada α = 1 persen. Sehingga model persamaan tenaga kerja sektor transportasi adalah sebagai berikut. Ln(TKAt) = 12.14829 + 0.089933 PDRBA TKAt = e12.14829PDRBA0.089933

Model tenaga kerja sektor transportasi memiliki hasil penaksiran yang jelek, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) hanya sebesar 24.9%. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor transportasi, dalam artian kenaikan nilai PDRB

12

sektor transportasi sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan tenaga kerja sektor transportasi sebesar 0.089% dengan asumsi variabel lainnya tetap. h. Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa

Perusahaan Blok Output PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor keuangan dan jasa perusahaan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor keuangan dan jasa perusahaan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 16 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept PC1

15.52187 0.353435

0.116 0.087

133.44 4.04

<.0001 0.0014

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 55.67%; Pr > F = 0.0014; Fhitung = 16.33 PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut.

PC1 = 0.390 Z1 + 0.664 Z2 + 0.638 Z3

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBK) dengan PC1 adalah sebagai berikut.

Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.390 Z1

+ 0.664 Z2 + 0.638 Z3) Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.662

ln_TKK+ 0.801 ln_BMD+ 0.366 ln_BPG - 32.27581)

Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.234 ln(TKK) + 0.283 ln(BMD) + 0.129 ln(BPG) - 11.4074

PDRBKt = e4.11447 TKK0.234BMD0.283BPG0.129

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh nilai koefisien determinasi yang cukup baik, yaitu sebesar 55.67%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, variabel pengeluaran untuk belanja modal, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang

positif dengan besarnya nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 0.234%, 0.283%, dan 0.129% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan

Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.

Tabel 17 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept PC1

11.65737 0.025109

0.150 0.128

77.52 0.20

<.0001 0.8475

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 0.29%; Pr > F = 0.8475; Fhitung = 0.04 Hasil penaksiran parameter pada blok

tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh nilai koefisien determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya sebesar 0.29%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan serta pengeluaran barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung,

baik secara serentak maupun scara parsial variabel PC1 tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan.

Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan ini tidak bisa digunakan.

i. Sektor Jasa-Jasa Blok Output PDRB Sektor Jasa-Jasa

Pengujian pada persamaan output PDRB sektor jasa-jasa diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor jasa-jasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

13

Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan

PDRB Sektor Jasa-Jasa

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept PC1

16.05202 0.348006

0.074 0.048

216.60 7.25

<.0001 <.0001

Intercept Principal Compo-nent 1

R-Square = 80.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 52.56 PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor jasa-jasa. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.194 Z1 + 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564Z4

Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBJ) dengan PC1 adalah sebagai berikut.

Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.194 Z1

+ 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564 Z4)

Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.592 ln_TKJ+ 0.680 ln_BMD+ 0.371 ln_BBJ+ 0.324 ln_BPG - 36.96154)

Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.206 ln(TKJ) + 0.237 ln(BMD) + 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 12.86284

PDRBJt=e3.18918TKJ0.206BMD0.237BBJ0.129BPG0.113

Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga jasa-jasa diperoleh nilai koefisien determinasi yang baik, yaitu sebesar 80.17%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor jasa-jasa mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasa-jasa, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor jasa-jasa sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa sebesar 0.206% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasa-jasa, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa masing-masing sebesar 0.237%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Blok Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa Hasil penaksiran parameter sektor jasa-

jasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.

Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa

Variabel Penaksiran Parameter

SE thitung Prob > |T|

Label Variabel

Intercept ln_PDRBJ

15.39077 -0.05767

0.728 0.045

21.39 -1.29

<.0001 0.2205

Intercept PDRB sektor jasa-jasa

R-Square = 11.3%; Pr > F = 0.2205; Fhitung = 1.66 Hasil penaksiran parameter pada blok

tenaga kerja sektor jasa-jasa diperoleh nilai koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya sebesar 11.3%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor jasa-jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung

dan thitung, variabel PDRB sektor jasa-jasa tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor jasa-jasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor jasa-jasa ini tidak bisa digunakan.

5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut. 1. Model persamaan simultan yang

membangun PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut.

- PDRB sektor pertanian adalah : PDRBPt= e4.4889WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154

- PDRB sektor pertambangan adalah : PDRBTt* =e0.152811(TKT*)0.672254(BPG*)-0.049

- PDRB sektor industri pengolahan adalah : PDRBIt = e1.0478TKI0.299BMD0.279BBJ0.153

BPG0.133 - PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih

adalah : PDRBLt = e3.691968TKL0.139929BBJ0.469858

- PDRB sektor bangunan adalah :

PDRBBt=e5.61TKB0.25BMD0.15BBJ0.08BPG0.07

- PDRB sektor perdagangan adalah : PDRBDt = e-14.1659TKD0.728629BMD 0.960488

- PDRB sektor transportasi dan angkutan adalah : PDRBAt=e-0.44TKA0.46BMD0.24BBJ0.13BPG0.11

- PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan adalah : PDRBKt= e4.11447 TKK0.234BMD0.283BPG0.129

14

- PDRB sektor jasa-jasa adalah : PDRBJt=e3.189TKJ0.21BMD0.24BBJ0.13BPG0.11

- Tenaga kerja sektor pertanian adalah : TKPt=e15.16731WGP0.0104PDRBP0.0215BPG0.0103

- Tenaga kerja sektor bangunan adalah : TKBt* = e0.0446 (PDRBB*)0.314

- Tenaga kerja sektor perdagangan adalah : TKDt = e13.84344 PDRBD0.06633

- Tenaga kerja sektor transportasi adalah : TKAt = e12.14829PDRBA0.089933

2. Pada pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam persamaan adalah sektor tenaga kerja, dimana variabel tenaga kerja memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel-variabel lainnya. Sehingga jika ingin meningkatkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur, maka sektor tenaga kerja harus lebih difokuskan dan diprioritaskan dibanding faktor-faktor yang lain.

Saran Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel penting yang belum masuk ke dalam model, yaitu tingkat upah tiap sektor (kecuali sektor pertanian), investasi swasta, dan investasi pemerintah daerah. Hasil penaksiran pada blok tenaga kerja banyak yang tidak signifikan dikarenakan tidak adanya ketiga jenis variabel tersebut, maka pada penelitian selanjutnya sebaiknya memasukkan tiga jenis variabel tersebut agar diperoleh hasil penaksiran yang signifikan.

Daftar Pustaka

Bappenas, 2006. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor. Diakses dalam www.bappenas.go.id/.../laporan-hasil-kajian-tahun-2006-penyusunan-model-perencanaan-lintas-wilayah-dan-lintas-sektor/ pada 4 desember 2009.

BPS, 1996. Pedoman Praktik Perhitungan PDRB Kabupaten/Kota madya Buku I. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Pedoman Praktik Perhitungan PDRB Kabupaten/Kota madya Buku II. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BPS, 2002. Pendapatan Nasional Indonesia 1998 – 2001. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BPS, 2007. Jawa Timur dalam Angka Tahun 2007. Badan Pusat Statistik Propinsi Jatim. Surabaya.

Gujarati, D. N., 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New York.

http://id.wikipedia.org/, 2010. Pembangunan Ekonomi diakses 9 Februari 2010 jam 06.27 WIB.

Koutsoyiannis, A., 1977. Theory of econometrics : an introductory exposition of econometric methods. Macmillan. London.

Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. UPP AMP YKPN. Yogjakarta

Harahap, L.M., 2002. Analisis Perkembangan Sektoral dalam Kegiatan Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat. Tesis Magister, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nurrochmat, D.R., Sudradjat, A., Ramdan, H., Haryadi, D., dan D.S. Irawanto Eds., 2007. Reposisi Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Rahutomo, 2007. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PDRB di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tugas Akhir Sarjana, Universitas Sebelas Maret. Solo.

Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Siregar, H., dan Sukwika, T., 2001. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Makalah Riset, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

15

Sumodiningrat, G., 2002. Ekonometrika Pengantar. BPFE. Yogyakarta.

Supranto, J. 1995. Ekonometrik Buku Dua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Wei, W., W. S., (1990), Time Analysis Univariate and Multivariate Methods,

Addison Wesley Publishing Company, Inc, America.

Widarjono, A., 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua. EKONISIA. Yogyakarta.