BAB III METODOLOGI PENELITIAN -...

22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas lebih spesifik mengenai variabel data dari objek yang akan digunakan pada penelitian, yaitu employment level, foreign direct investment (FDI), gross domestic regional product (PDRB), untuk mengetauhi bagaimana variabel-variabel tersebut dapat mempengaruhi angka tenaga kerja di Indonesia. Serta akan membahasan metode apa yang akan digunakan untuk menguji dan menganalisis data. 3.1 Model Penelitian Model penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini ialah adaptasi model yang telah dilakukan oleh Elissa Braunstein dan Gerald Epstein (2002). Untuk itu persamaan model yang akan diterapkan ialah sebagai berikut : = + + + dimana : = Employment level = Koefisien regresi = Produk domestic regional bruto = Foreign direct investment = error term 3.2 Operasional Penelitian

Transcript of BAB III METODOLOGI PENELITIAN -...

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas lebih spesifik mengenai variabel data dari objek

yang akan digunakan pada penelitian, yaitu employment level, foreign direct

investment (FDI), gross domestic regional product (PDRB), untuk mengetauhi

bagaimana variabel-variabel tersebut dapat mempengaruhi angka tenaga kerja di

Indonesia. Serta akan membahasan metode apa yang akan digunakan untuk menguji

dan menganalisis data.

3.1 Model Penelitian

Model penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini ialah adaptasi

model yang telah dilakukan oleh Elissa Braunstein dan Gerald Epstein (2002). Untuk

itu persamaan model yang akan diterapkan ialah sebagai berikut :

𝑰𝒏𝒆𝒎𝒑𝒊𝒕  = 𝜶𝒊 + 𝑰𝒏 𝑷𝑫𝑹𝑩 𝒊𝒕 + 𝑰𝒏𝑭𝑫𝑰𝒊𝒕 +  𝛆𝒊𝒕

dimana :

𝑰𝒏𝒆𝒎𝒑𝒊𝒕 = Employment level

𝜶𝒊 = Koefisien regresi

𝑰𝒏 𝑷𝑫𝑹𝑩 𝒊𝒕 = Produk domestic regional bruto

𝑰𝒏𝑭𝑫𝑰𝒊𝒕 = Foreign direct investment

𝛆𝒊𝒕 = error term

3.2 Operasional Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  33  

Pada sub bab ini akan dijelaskan lebih lanjut variable-variabel yang digunakan

serta bagaimana data tersebut dapat diperoleh, berikut keterangannya :

1. Variabel dependent

• Employment (Y), varibel tenaga kerja pada penelitian ini adalah laki-laki dan

wanita yang berumur 15+ tahun dari tahun 2002 hingga 2011 pada 33 provinsi

di Indonesia. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

2. Variabel independent

• Foreign direct investment (FDI), atau yang disebut juga dengan investasi asing

langsung. Variabel ini adalah jumlah arus masuk penanaman modal yang

berasal dari pihak asing atau negara lain yang dalam penanamannya langsung

dalam bentuk pendirian pabrik atau perusahaan di negara tersebut.

• Produk domestik regional bruto (PDRB), Variabel ini adalah total nilai tambah

yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha, atau jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang di produksi oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah dalam kurun

waktu satu tahun.

3.3 Data dan Sumber Data

Pada penelitian ini digunakan data arus masuk FDI, Angka tenga kerja dan

PDB riil pada tingkat provinsi tahun 2002 hingga tahun 2011.

• Data Employment : Jumlah provinsi yang digunakan ialah 33 provinsi

walaupun adanya ketidak lengkapan data karena adanya pemekaran wilayah

menjadi provinsi baru. Data di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

• Data FDI : Jumlah provinsi yang digunakan ialah 33 provinsi namun

adanya ketidak lengkapan data di beberapa daerah karena adanya provinsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  34  

baru serta belum tersentuhnya daerah tersebut dengan penanaman modal asing

langsung. Data di peroleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

• Data PDRB : Jumlah provinsi yang digunakan ialah 33 provinsi walaupun

adanya ketidak lengkapan data karena adanya pemekaran wilayah menjadi

provinsi baru. Data di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

3.4 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Analisis kualitatif (grafis) dilakukan dengan menggunakan tabel sedangkan analisis

kuantitatif dilakukan dengan dua pendekatan dari model regresi data panel, yakni

pendekatan fixed effect dan pendekatan random effect.

Pada dasarnya penggunaan metode panel memiliki beberapa keunggulan

(Gujarati, 2003) :

1. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu, pada gilirannya

menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model

perilaku yang lebih kompleks.

2. Menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat

mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan

variabel/masalah omitted variables secara substansial.

3. Data panel mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang-ulang

(time series), sehingga metode data panel cocok untuk digunakan sebagai

study of dynamic adjustment.

Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih

informatif, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  35  

peningkatan derajat kebebasan, sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih

efisien.

Penentuan penggunaan FEM atau REM dapat diperoleh dari hasil pengujian

Hausman atau dapat juga digunakan rule of thumb yang dibuat oleh Judge et al

(Gujarati, 2003: 650). Beberapa pertimbangan atau kriteria yang dapat dijadikan

panduan untuk memilih antara fixed effect atau random effect sebagai berikut;

1. Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah data cross section) kecil,

kemungkinan terdapat perbedaan kecil pada nilai dari parameter yang di

estimasi dengan FEM dan REM. Dalam kasus ini FEM menjadi pilihan yang

lebih baik.

2. Ketika N besar dan T kecil, estimasi yang dihasilkan oleh kedua metode ini

dapat berbeda secara signifikan. Jika kita yakin bahwa secara individu atau

secara cross section, satuan pada sampel penelitian tidak memberikan

gambaran random dari sampel yang lebih besar, maka metode FEM lebih

sesuai dalam kasus ini. Jika satuan cross section dianggap memberi gambaran

random, maka metode REM akan lebih sesuai. Pada kasus ini asumsi secara

statistik menjadi tidak bersyarat.

3. Jika komponen kesalahan individu dan satu atau lebih dari regressor

terhubung maka estimator REM menjadi bias, dimana yang diperoleh dari

FEM tidak akan bias.

4. Jika N besar dan T kecil berdasarkan asumsi REM (data diteliti secara

random) maka estimator REM lebih efisien dari estimator FEM.

Untuk memastikan penentuan penggunaan metode dalam regresi panel data

apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model, dilakukan

melalui uji formal dengan pengujian yang disebut uji Hausman.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  36  

Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan

degree of freedom sebanyak k (jumlah variabel bebas). Jika nilai statistik Hausman

lebih besar dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Fixed Effect,

sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka

model yang tepat adalah model Random Effect.

Untuk menentukan apakah model Fixed Effect atau model Random Effect

yang digunakan, maka digunakan kriteria dalam pengujian hausman, yaitu :

-­‐ H0 : Tidak ada kesalahan pengukuran eror (kovarians eror) atau efek

individual tidak berhubungan dengan regressor yang lain. Berarti model

Random Effect yang dipilih.

-­‐ H1 : Ada kesalahan pengukuran eror (kovarians eror) atau efek individual

berhubungan dengan regressor yang lain. Berarti model Fixed Effect yang

dipilih.

Rumus untuk nilai w,

W = transpose (βfem – βrem) x inverse (Vfem – Vrem) x (βfem – βrem)

Uji Hausman dilakukan dengan membandingkan nilai w dengan χ2 (df =

jumlah variabel independen). Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika nilai w (nilai

statistik hausman) lebih besar dari χ2, berarti model yang dipilih adalah fixed effect

dan sebaliknya H0 tidak ditolak jika w (nilai statistik hausman) lebih kecil dari χ2

maka model yang dipilih adalah random effect.

3.4.1. Uji Hausman Pengujian ini dilakukan untuk menguji metode yang paling baik digunakan,

apakah fixed effect atau random effect. Uji menggunakan indikator statistik Chi hitung

yang untuk selanjutnya dibandingkan dengan chi square tabel untuk mengetahui

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  37  

apakah hipotesis null ditolak atau tidak ditolak. Dimana hipotesis null dari uji ini

adalah tidak adanya hubungan antara error yang ada dalam model dengan variabel

independent. Hasil uji Hausman adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Hasil Uji Hausman

Chi-Square

Hitung

Chi-Square

Tabel

Ho

tidak ditolak/ditolak

Kesimpulan

4.356230 9.48773 Chi-Square Hitung < Chi-Square

Tabel maka Ho tidak ditolak

Menggunakan

Random Effect

Sumber: Hasil Pengolahan Data Eviews5

Hasil uji Hausman ini adalah Chi-Square Hitung < Chi-Square, maka

hipotesis null tidak ditolak, maka metode yang tepat untuk digunakan dalam

mengestimasi persamaan dalam penelitian ini adalah random effect. Random effect

mengasumsikan komponen eror individual tidak berkorelasi dengan variabel

independent.

Hal ini juga diperkuat didalam buku Gujarati (2006) yang menyatakan bahwa

jika panel data memiliki jumlah observasi (i.t) lebih besar dari jumlah waktu (t), maka

berdasarkan rule of thumb maka Random Effect Model lebih disarankan untuk

digunakan.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada penelitian ini jumlah

cross section sebanyak 33 provinsi sementara periode waktu sebanyak 10 tahun,

mengacu pada hal ini, maka Random Effect Model lebih tepat untuk digunakan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  38  

3.4.2. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi merupakan suatu bilangan yang dinyatakan dalam

bentuk persen, yang menunjukkan besarnya pengaruh kemampuan variabel

independen menjelaskan variabel dependen.

Koefisien determinasi R2 ini digunakan untuk mengukur kebenaran hubungan

dari model yang dipakai yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan

varians/penyebaran dari variabel bebas (independen) yang menerangkan variabel

tidak bebas (dependen). Besarnya R2 adalah 0 < R2 < 1, dimana semakin mendekati 1

berarti model tersebut dapat dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antar

variabel bebas dengan variabel tidak bebas, demikian sebaliknya.

3.3.3. Uji t-statistik Uji ini digunakan untuk pengujian signifikansi variabel independen terhadap

variabel dependen secara parsial. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengujian dua arah dalam tingkat signifikansi = α dan derajat kebebasan (degree of

freedom, df) = n-k, dimana n menunjukkan jumlah observasi dan k menunjukkan

jumlah parameter termasuk konstanta.

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : β = 0, variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya

H0 : β ≠ 0, variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya.

Hasil pengujian akan menghasilkan dua kesimpulan menurut hipotesis diatas, yaitu :

• H0 diterima jika -t-tabel < t-stat < t-tabel, hal ini berarti variabel bebas tidak

mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.

• H0 ditolak jika t-tabel > t-stat atau t-tabel < t-stat, hal ini berarti variabel bebas

mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  39  

3.4.4. Uji f-statistik Uji F digunakan untuk menguji signifikansi dari semua variabel bebas sebagai

suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh variabel bebas secara bersama-sama.

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : βi = 0, i = 1,2,3,…,n, semua variabel bebas secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

H0 : βi ≠ 0, i = 1,2,3,…,n, semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel tidak bebasnya.

Dengan tingkat keyakinan = α dan df = (k-1, N-k)

Keterangan: k = banyaknya parameter

N = jumlah total observasi

Hasil pengujian akan menghasilkan dua kesimpulan, yaitu:

• Apabila nilai F-hitung > F-tabel berarti H0 ditolak, sehingga variabel bebas

secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

• Apabila nilai F-hitung < F-tabel berarti H0 diterima, sehingga variabel bebas

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.

3.4.5. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi ketika varian dari error terms tidak konstan

dilambangkan dengan menggunakan lambang :

E u!! =  σ!!

Oleh karena itu konsekuensi daripada adanya heteroskedastisitas dalam sistem

persamaan adalah bahwa penaksiran tidak lagi efisien karena mempunyai varians

yang tidak lagi minimum. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  40  

persamaan maka dilakukan pengujian White Heteroskedasticity (White

Heteroskedasticity Test) melalui bantuan program Eviews 6.0, dimana :

H0 : σi2 = σ2 (tidak terdapat heteroskedastisitas)

H0 : σi2 ≠ σ2 (terdapat heteroskedastisitas)

Apabila nR2 atau obs*R2 lebih besar daripada λ2 pada tingkat signifikansi (α)

maka kesimpulannya hipotesis nol ditolak (reject the null hypothesis) yang

menyatakan adanya heteroskedastisitas di dalam model dan sebaliknya. Alternatif lain

jika p-value (prob) dari nR2 lebih kecil dari α (tingkat signifikansi), maka

kesimpulannya hipotesis nol ditolak (reject the null hypothesis) yang menyatakan

adanya heteroskedastisitas di dalam model dan juga sebaliknya.

3.4.6. Uji autokolerasi Istilah autokorelasi dapat diartikan sebagai adanya korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series) atau ruang

(data cross section), yang dilambangkan dengan:

E u!u! ≠ 0          i ≠ j

Oleh karena itu, konsekuensi apabila terjadi autokorelasi dalam sistem

persamaan adalah, pertama, penaksir tidak lagi efisien maka selang keyakinan

menjadi lebar secara tak perlu sehingga pengujian arti (significant) kurang kuat.

Kedua, pengujian t tidak lagi sah, dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan

yang menyesatkan secara serius mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang

ditaksir.

Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam sistem persamaan maka

dilakukan pengujian:

Durbin-Watson

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  41  

Uji ini digunakan apabila model regresi mencakup unsure intersep, nilai regresi tidak

mengandung nilai yang terlambat (lagged) dari variabel tak bebas (dependen) sebagai

satu dari variabel yang menjelaskan.

Hipotesa yang digunakan:

H0 : ρ = 0 (tidak terdapat autokorelasi)

H0 : ρ > 0 (terdapat autokorelasi)

Ketentuan yang berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai

masalah korelasi berdasarkan pada bagan daerah kritis dibawah ini:

Tabel 3.2 Daerah Kritis Penerimaan Uji Durbin-Watson

                      Ho ditolak ragu-ragu Ho tidak ditolak ragu-ragu Ho ditolak Autokorelasi tidak ada autokorelasi Autokorelasi (+) (-)     0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4

Tabel 3.3 Batas Kritis Pada DW-stat

Hipotesa Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0<d<dL

Tidak ada autokorelasi positif Tidak jelas dL<d<dU

Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4-dL≤d≤4

Tidak ada autokorelasi negatif Tidak jelas 4-dU≤d≤4-dL

Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Terima dU≤d≤4-dU

Sumber: Gujarati (2003)

3.4.7. Uji Multikolinearitas Masalah multikolinearitas dapat diartikan sebagai hubungan linear diantara

beberapa atau semua variabel bebas dalam sebuah model regresi. Uji ini diperlukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  42  

agar asumsi ke-10 CLRM (Classical Linear Regression Model) terpenuhi, yaitu suatu

kondisi dimana terdapat hubungan linear sempurna diantara beberapa atau semua

variabel bebas dalam sebuah model regresi.

Multikolinearitas dapat dideteksi apabila nilai R2 tinggi, tetapi tidak ada atau

hanya sedikit variabel bebas (independen) yang secara tunggal berpengaruh terhadap

variabel tidak bebas (dependen) berdasarkan uji t-statistik. Salah satu cara untuk

mengetahui variabel independen yang berhubungan dengan variabel independen

lainnya yaitu dengan melakukan pengujian Pairwise Correlation Matrix. Jika nilai

korelasi antar variabel independen lebih besar daripada 0,8 maka dapat disimpulkan

telah terjadi masalah multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai korelasi antar variabel

independen lebih kecil daripada 0,8 maka dapat disimpulkan tidak terjadi masalah

multikolinearitas

3.5 OBJEK PENELITIAN

3.5.1 Angka Tenaga Kerja (Employment)

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau

jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis

besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja

dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah

memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15

tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut

sebagai tenaga kerja.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  43  

Di Indonesia sendiri mendekati angka 60 persen dari jumlah angkatan kerja

(labor force) terpusat di pulau jawa dan bali. Berdasarkan laporan International

Labor Organization (ILO), perkembangan penyediaan lapangan kerja di Indonesia

mengalami peningkatan dengan rata-rata 3,2 persen per tahun terhitung dari tahun

2006 hingga tahun 2010 yang juga menunjukan pergerakan lebih cepat ketimbang

tingkat ekspansi angkatan kerja yang hanya berada di angka 2,3 persen dalam periode

tahun yang sama. Namun walaupun angka pengangguran mengalami penurunan

tingkat pengangguran di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan

jumlah populasi Indonesia yang besar sehingga membuat jumlah angkatan kerja pun

cukup besar dan terus kian meningkat namun hal tersebut belum di imbangi dengan

penyerapan tenaga kerja yang masih belum bisa menyaingi. Untuk itu walaupun rata-

rata penyediaan kesempatan kerja meningkat rata-rata sekitar 0.9 persen daripada

ekspansi angkatan kerja namun jumlah angkatan kerja di indonesia masih tetap

tergolong besar sehingga keunggulan 0.9 persen belum dapat memberikan dampak

yang signifikan terhadap tingkat pengangguran.

Pada grafik 3.1 menjelaskan pada tahun 2002 DKI Jakarta sebagai salah satu

provinsi pemegang angkatan kerja terbanyak mempunyai persentase penyerapan

tenaga kerja paling rendah yaitu hanya 85,61 persen dan yang tertinggi adalah

provinsi bali dengan angka 95,48 persen. Namun pada tahun berikutnya, tahun 2003,

bali mengalami penurunan namun hal tersebut tidak hanya terjadi di bali namun juga

hampir keseluruhan provinsi. Hal tersebut dikarenakan goyahnya stabilitas keamanan

di Indonesia yang di akibatkan serangan bom di bali di penghujung tahun 2002.

Turunnya penyerapan tenaga kerja terus berdampak hingga tahun 2005

walaupun pada tahun 2004 dan 2005 adanya peningkatan namun peningkatan tersebut

belum dapat melampaui tingkat tenaga kerja pada tahun 2002. DKI Jakarta selama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  44  

kurun waktu tersebutpun masih memegang tingkat penyerapan tenaga kerja yang

paling rendah.

Berbeda dengan kondisi pada provinsi-provinsi lainnya yang mengalami

peningkatan namun pada provinsi Aceh pada tahun 2005 hingga 2006 mengalami

kejatuhan 31.02 persen dari tahun sebelumnya yang berada pada angka 87,50 persen.

Hal ini dikarenakan terjadinya bencana tsunami pada desember tahun 2004 yang

menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa.

Peningkatan penyerapan tenaga kerja terus terjadi dari tahun 2006 hingga

tahun 2011 walaupun menurut data kementrian tenaga kerja jumlah pengangguran di

Indonesia masih mengkhawatirkan. Hal tersebut dikarenakan jumlah angkatan kerja

yang terus meningkat namun penyediaan lapangan kerjaan belum mampu memadai

lonjakan tersebut. Untuk DKI Jakarta sendiri yang memegang penyerapan tenaga

kerja terendah dari tahun 2002 hingga tahun 2011 dikarenakan jumlah angkatan kerja

yang besar akibat urbanisasi yang dari desa ke kota yang terus meningkat namun tidak

diikuti dengan keterampilan yang memadai serta jumlah pengangguran yang di

dominasi oleh angkatan kerja muda.

Pada tahun 2009 Indonesia mengalami guncangan stabilitas ekonomi politik

untuk kesekian kalinya, setelah cukup bertahan dari bias krisis global pada tahun

2008, pada tahun 2009 terjadi serangan teroris untuk ketiga kalinya dalam kurun

waktu 2002 hingga tahun 2011 yaitu bertempat di J.W Marriot Jakarta. Hal tersebut

menyebabkan banyak negara kembali mengeluarkan travel warning terhadap

Indonesia, walaupun pada tahun 2010 terjadi penurunan status menjadi travel

advisory namun nampaknya hal tersebut masih memberi dampak pada kondisi di

Indonesia. Dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang sangat cepat kondisi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  45  

yang tidak stabil tersebut menjadi penghambat dalam penyediaan atau perluasan

lapangan pekerjaan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  46  

Grafik 3.1 Persentase Jumlah Tenaga kerja 15+

terhadap Total Angkatan Kerja pada 33 Provinsi di Indonesia Periode 2002-2011

sumber : Badan Pusat Statistik

80.00   90.00   100.00   110.00  

NAD  

SUMUT  

SUMBAR  

RIAU  

JAMBI  

SUMSEL  

BENGKULU  

LAMPUNG  

BANGKA  BELITUNG  

KEP.  RIAU  

DKI  JAK  

JABAR  

JATENG  

D.I.Y  

JATIM  

BANTEN  

Bali  

Kalimantan  Barat  

Kalimantan  Tengah  

Kalimantan  Selatan  

Kalimantan  Timur  

Sulawesi  Utara  

Sulawesi  Tengah  

Sulawesi  Selatan  

Sulawesi  Tenggara  

Gorontalo  

Sulawesi  Barat  

NTB  

NTT  

Maluku  

Maluku  Utara  

Papua  Barat  

Papua  

2011  

2010  

2009  

2008  

2007  

2006  

2005  

2004  

2003  

2002  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  47  

3.5.2 Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment)

FDI akan mendorong untuk tumbuhnya perokonomian secara langsung

dirasakan oleh masyarakat dimana FDI ini secara langsung di realisasikan kepada

masyarakat dengan menciptakan pabrik-pabrik atau investasi riil lainnya. Dengan

terciptanya investasi yang riil tersebut akan mendorong perekonomian menjadi lebih

berkembang dan pada akhirnya mampu menciptakan lapangan kerja baru dan

menyerap tenaga kerja yang ada. Menurut Brainard mengatakan bahwa, penanaman

modal asing cenderung akan memilih memasuki negara yang memiliki labor intensif

yang rendah. Hal itu disebabkan karena biaya kapital yang sangat murah. Kemudian

menurut David Kucera, penanaman modal asing akan memilih negara yang memiliki

bargaining point yang serikat buruhnya rendah, dengan rendahnya serikat buruh

tersebut akan menghasilkan tingkat labor cost yang lebih rendah.

Di Indonesia sendiri pada tahun 2002 masih mengalami penurunan dalam arus

masuk modal asing ke Indonesia. Hal tersebut dikarenakan masih berimbasnya

dampak krisis ekonomi pada akhir tahun 1998, tidak hanya itu namun juga dampak

terorisme yang terjadi di penghujung tahun 2002 di bali pun ikut memberi pengaruh

terhadap daya tarik Indonesia dimata investor. Di bali sendiri pada tahun 2002 hingga

2003 memegang penerima penanaman modal asing terendah dari seluruh provinsi di

Indonesia. Sedangkan jawa barat menjadi penerima modal asing tertinggi, hal tersebut

karena terciptanya sarana infrastruktur baru yang memadai di jawa barat.

Pada tahun 2003 DKI Jakarta masih memegang penerima investasi tertinggi di

Indonesia serta mengalami peningkatan yang signifikan pada arus masuk investasi

asing yang hampir empat kali lipat dari tahun sebelumnya, namun pada tahun 2004

angka tersebut kembali menurun mendekati posisinya pada tahun 2002, hal tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  48  

dikarenakan kondisil pemerintahan yang sedang tidak stabil karena sedang terjadinya

pemilihan presiden serta terjadinya serangan teroris pada kedubes Australia di Jakarta

pada tahun 2004.

Pola kecenderungan penerimaaan modal asing di provinsi-provinsi lain

cenderung memiliki fluktuasi peningkatan dan penurunan yang nyaris bersamaan.

Disaat jumlah arus masuk investasi meningkat cenderung terjadinya peningkatan yang

merata pada provinsi lainnya dan apabila terjadi penurunan maka akan terjadi

penurunan juga pada beberapa daerah laiinya, walaupun tidak semua daerah

mengalami penurunan. Seperti antara tahun 2004 hingga tahun 2006, pada tahun 2004

dan 2006 jumlah investasi asing yang masuk ke indonesia mengalami penurunan

yang drastis, sedangkan pada tahun 2005 jumlah investasi mengalami peningkatan

yang signifikan. Kondisi tersebut juga terjadi di beberapa provinsi, seperti Jakarta

yang terkena imbas dari terorisme, lalu Aceh yang terkena bencana alam tahun 2004,

dan juga Banten yang tahun 2006 mendapat bias dari terjadinya peningkatan upah

minimum di Indonesia.

Sedangkan pada tahun 2007 hingga tahun 2011 total arus masuk investasi

asing langsung ke indonesia terus mengalami peningkatan. Namun beberapa provinsi

justru mengalami penurunan yang berkala dari tahun 2009 hingga tahun 2011 seperti

Jakarta yang walaupun masih memegang penerima investasi terbanyak namun

penurunan yang terjadi pada tahun 2009 hingga 2011 sangat signifikan, pada tahun

2011 jumlah FDI di Jakarta hanya berkisar setengah dari jumlah di tahun 2008.

Pada kurun waktu 2002 hingga 2011 penerima investasi asing terbanyak ialah

provinsi seputar pulau Jawa sedangkan terendah ialah provinsi Gorontalo, hal ini

dikarenakan provinsi Gorontalo yang baru saja terbentuk. Menurut Kepala BKPM,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  49  

realisasi investasi di luar Jawa hanya Rp 30 triliun. Sementara penanaman modal di

Jawa mendominasi 63 persen atau sebesar Rp 52 triliun. Padahal agenda pemerintah

adalah menumbuhkan industri di luar Jawa, khususnya Kalimantan, Sulawesi, dan

Papua. Namun hal tersebut akibat dari imbas buruknya infrastruktur di luar Jawayang

membuat modal yang mengalir ke Jawa mencapai hingga 176 triliun, sebesar 56

persen. Sementara luar Jawa mengalami kenaikan 2 persen, menjadi 43 persen atau

137 triliun.

Dilain hal mengapa putaran investasi asing justru banyak bergerak di pulau

jawa karena karena walaupun desentalisasi sudah tidak lagi berlaku di indonesia

namun putaran uang serta pusat bisnis dan pemerintahan yang masih belum bisa lepas

dari pola terpusat sebelumnya. Masalah sarana infrastruktur yang kurang memadai di

daerah juga memberi dampak investor asing sulit untuk menanamkan modalnya,

terlebih masalah keterampilan tenaga kerja di daerah selain pulau jawa yang

cenderung lebih rendah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  50  

Grafik 3.2 Penerimaan FDI pada 33 Provinsi di Indonesia

Tahun 2002-2011

sumber : Badan Pusat Statistik

0   4000000   8000000   12000000  

NAD  

SUMUT  

SUMBAR  

RIAU  

JAMBI  

SUMSEL  

BENGKULU  

LAMPUNG  

BANGKA  BELITUNG  

KEP.  RIAU  

DKI  JAK  

JABAR  

JATENG  

D.I.Y  

JATIM  

BANTEN  

Bali  

Kalimantan  Barat  

Kalimantan  Tengah  

Kalimantan  Selatan  

Kalimantan  Timur  

Sulawesi  Utara  

Sulawesi  Tengah  

Sulawesi  Selatan  

Sulawesi  Tenggara  

Gorontalo  

Sulawesi  Barat  

Nusa  Tenggara  Barat  

Nusa  Tenggara  Timur  

Maluku  

Maluku  Utara  

Papua  Barat  

Papua  

2011  

2010  

2009  

2008  

2007  

2006  

2005  

2004  

2003  

2002  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  51  

3.5.3 Produk Domestik Regional Bruto (Gross Domestic Product)

Produk domestik bruto atau juga disebut dengan gross domestic product

(GDP) ialah jumlah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang di produksi oleh

faktor-faktor produksi baik dari warga domestik maupun warga asing yang berada di

negara dalam negara tersebut. Penanaman modal asing langsung memberi peran untuk

mendorong meningkatkan output dan permintaan input sehingga akan memberi

dampak terhadap meningkatnya pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang

akan mempengaruhi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun pada

penelitian ini akan digunakan jumlah produk domestik bruto pada setiap provinsi di

Indonesia atau yang biasa disebut produk domestik regional bruto.

Dari kisaran tahun 2002 hingga tahun 2011 jakarta salah satu pemegang

tingkat PDRB paling tinggi dari provinsi-provinsi lainnya. Tidak hanya jakarta tapi

juga provinsi-provinsi laiinnya yang berada di pulau Jawa. Hal tersebut dikarenakan

putaran uang yang terjadi di pulau jawa serta angkatan kerja yang juga berpusat di

pulau tersebut. Sedangkan PDRB terendah ialah provinsi Gorontalo, hal tersebut

dikarenakan pembentukan wilayah tersebut sebagai sebuah provinsi yang masih baru.

Sedangkan total PDRB terendah dari semua provinsi di pulau jawa ialah jawa tengah.

Pada tahun 2007 provinsi banten mengalami peningkatan yang signifikan hal

tersebut didapat dari industri migas yang berada di di banten. Sehingga hal tersebut

meningkatkan pertumbuhan PDRB pada provinsi tersebut

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 mengalami penurunan yang lebih

besar jika dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008.

Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,63 persen, jika

dibandingkan tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami penurunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  52  

sebesar 1,39 persen. Walaupun tingkat PDRB meningkat di rata-rata provinsi di

indonesia namun hal tersebut bisa terjadi karena adanya anggaran pemerintah yang

jauh lebih besar. Hal tersebut terjadi pada provinsi Riau pada tahun 2003 serta

beberapa provinsi lainnya karena jumlah pendapatan daerah jauh lebih rendah

ketimbang anggaran belanja daerah tersebut terlebih beberapa provinsi yang

mengalami defisit tersebut sedang melakukan pemecahan atau pengembangan

wilayah menjadi provinsi baru.

Pada dasarnya erekonomian Indonesia terus berkembang dan termasuk dalam

salah satu perekonomian di dunia yang tetap tumbuh di balik ketidakpastian yang

melanda ekonomi global. Menurut World bank Rata-rata pertumbuhan PDB tahunan

lebih tinggi dari perkiraan rata-rata PDB global dan terus tumbuh dengan tren

meningkat. Pertumbuhan PDB Indonesia pulih dengan stabil setelah Krisis Finansial

Asia dan sering kali mencapai tingkat pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan

global belakangan ini. Pada tahun 2011 tren terus berlanjut, dengan pertumbuhan

PDB tahun 2011 di kisaran 6,23 persen, sedikit lebih rendah dari target pertumbuhan

PDB pemerintah yaitu 6,3 persen.

Di tengah maraknya perdebatan publik, kebijakan finansial Indonesia terus

memberikan subsidi besar bagi bahan bakar dan energi pada tahun 2011. Dengan

banyaknya pengeluaran akibat subsidi dan kelemahan dalam pengumpulan

pendapatan, defisit anggaran tahun 2011 lebih tinggi dari yang diperkirakan. Sehingga

meskipun kinerja ekspor secara nominal terus meningkat (23,1 persen dari PDB),

namun kebutuhan impor barang modal dan bahan baku/antara untuk kebutuhan

produksi yang terus meningkat (23,7 persen dari PDB) telah menyebabkan neraca

perdagangan mengalami defisit (minus).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  53  

Grafik 3.3 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto

Tahun 2002-2011

sumber : world development indicators dan bank indonesia

-­‐40   -­‐30   -­‐20   -­‐10   0   10   20   30  

NAD  

SUMUT  

SUMBAR  

RIAU  

JAMBI  

SUMSEL  

BENGKULU  

LAMPUNG  

BANGKA  BELITUNG  

KEP.  RIAU  

DKI  JAK  

JABAR  

JATENG  

D.I.Y  

JATIM  

BANTEN  

Bali  

Kalimantan  Barat  

Kalimantan  Tengah  

Kalimantan  Selatan  

Kalimantan  Timur  

Sulawesi  Utara  

Sulawesi  Tengah  

Sulawesi  Selatan  

Sulawesi  Tenggara  

Gorontalo  

Sulawesi  Barat  

Nusa  Tenggara  Barat  

Nusa  Tenggara  Timur  

Maluku  

Maluku  Utara  

Papua  Barat  

Papua  

2011  

2010  

2009  

2008  

2007  

2006  

2005  

2004  

2003