Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ......

41
6 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Fluida Fluida adalah zat-zat yang mampu mengalir dan menyesuaikan diri dengan bentuk wadahnya. Bila berada dalam keseimbangan, fluida tidak dapat menahan gaya tangensial atau gaya geser. Semua fluida memiliki derajat kompresibilitas dan memberikan tahanan kecil terhadap perubahan bentuk (Giles, 1984). Fluida dapat digolongkan ke dalam cairan atau gas. Perbedaan utama antara cairan dan gas adalah cairan praktis tak kompresibel, sedangkan gas kompresibel dan sering kali harus diperlakukan demikian; dan cairan mengisi volume tertentu dan mempunyai permukaan-permukaan bebas sedangkan gas dengan massa tertentu mengembang sampai mengisi seluruh bagian wadah tempatnya (Giles, 1984). Sifat-sifat fluida yang terutama dijadikan pertimbangan dalam simulasi distribusi air adalah berat spesifik, viskositas cairan, dan kompresibilitas. II.1.1 Densitas dan Berat Spesifik Densitas atau rapat massa ( ρ ) suatu fluida didefinisikan sebagai massa fluida per volume satuan. Densitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) dan temperatur standar 32.0°F (0.0°C) adalah 1.94 slugs/ft 3 (1000 kg/m 3 ). Perubahan pada temperatur dan tekanan akan mempengaruhi densitas, walaupun dalam pemodelan sistem distribusi air hal tersebut dapat diabaikan karena perubahannya sangat kecil, terutama untuk daerah beriklim tropis. Berat spesifik atau berat jenis ( γ ) suatu zat adalah berat zat per volume satuan. g . ρ γ = (II.1) dimana: γ = berat spesifik fluida (M/L 2 /T 2 ) ρ = densitas fluida (M/L 3 ) g = percepatan gravitasi (L/T 2 ) Berat jenis air pada tekanan dan temperatur standar yaitu 62.4 lb/ft 3 (9,806 N/m 3 ).

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ......

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

6

Bab II

Tinjauan Pustaka

II.1 Fluida

Fluida adalah zat-zat yang mampu mengalir dan menyesuaikan diri dengan bentuk

wadahnya. Bila berada dalam keseimbangan, fluida tidak dapat menahan gaya

tangensial atau gaya geser. Semua fluida memiliki derajat kompresibilitas dan

memberikan tahanan kecil terhadap perubahan bentuk (Giles, 1984).

Fluida dapat digolongkan ke dalam cairan atau gas. Perbedaan utama antara cairan

dan gas adalah cairan praktis tak kompresibel, sedangkan gas kompresibel dan

sering kali harus diperlakukan demikian; dan cairan mengisi volume tertentu dan

mempunyai permukaan-permukaan bebas sedangkan gas dengan massa tertentu

mengembang sampai mengisi seluruh bagian wadah tempatnya (Giles, 1984).

Sifat-sifat fluida yang terutama dijadikan pertimbangan dalam simulasi distribusi

air adalah berat spesifik, viskositas cairan, dan kompresibilitas.

II.1.1 Densitas dan Berat Spesifik

Densitas atau rapat massa ( ρ ) suatu fluida didefinisikan sebagai massa fluida per

volume satuan. Densitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) dan

temperatur standar 32.0°F (0.0°C) adalah 1.94 slugs/ft3 (1000 kg/m3). Perubahan

pada temperatur dan tekanan akan mempengaruhi densitas, walaupun dalam

pemodelan sistem distribusi air hal tersebut dapat diabaikan karena perubahannya

sangat kecil, terutama untuk daerah beriklim tropis. Berat spesifik atau berat jenis

(γ ) suatu zat adalah berat zat per volume satuan.

g.ργ = (II.1)

dimana: γ = berat spesifik fluida (M/L2/T2)

ρ = densitas fluida (M/L3)

g = percepatan gravitasi (L/T2)

Berat jenis air pada tekanan dan temperatur standar yaitu 62.4 lb/ft3 (9,806 N/m3).

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

7

II.1.2 Viskositas

Viskositas fluida merupakan kemampuan suatu fluida untuk bertahan terhadap

perubahan bentuk yang diakibatkan oleh adanya tegangan geser. Hukum

viskositas Newton menyatakan bahwa untuk laju perubahan bentuk sudut fluida

yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan viskositas. Fluida

yang memperlihatkan sifat sesuai dengan Hukum viskositas Newton disebut

sebagai fluida Newton. Dalam fluida Newton terdapat hubungan linear antara

besarnya tegangan geser yang diterapkan dan laju perubahan bentuk yang

diakibatkan. Contoh fluida Newton adalah air dan gas. Karena sebagian besar

model distribusi yang dikembangkan untuk mensimulasi air, maka persamaan

yang digunakan hanya mempertimbangkan fluida Newton (Walski et al, 2002).

Viskositas merupakan fungsi dari temperatur, tetapi hubungannya berbeda antara

cairan dan gas. Viskositas gas meningkat dengan suhu, tetapi viskositas cairan

berkurang dengan naiknya suhu. Variasi temperatur dalam sistem distribusi air

biasanya kecil sehingga perubahan dalam viskositas air dapat diabaikan.

Umumnya pada pemodelan sistem distribusi air, viskositas dianggap konstan

(Walski et al, 2002).

Pada hidrolika perpipaan juga terjadi tegangan geser antara dinding pipa dan

fluida yang bergerak di dalam pipa. Semakin besar viskositas fluida, semakin

besar kehilangan energi akibat friksi sepanjang pipa tersebut. Pada beberapa

perangkat lunak pemodelan sistem distribusi air, viskositas merupakan parameter

penting untuk menentukan koefisien friksi sepanjang pipa (Walski et al, 2002).

II.1.3 Kompresibilitas Fluida

Untuk kebanyakan keperluan praktis maka cairan dapat dianggap tak kompresibel,

tetapi dalam situasi yang menyangkut perubahan tekanan yang mendadak atau

perubahan tekanan yang besar maka kompresibilitasnya menjadi sangat penting.

Pada dasarnya, semua fluida, termasuk air, kompresibel atau mampu mampat.

Guna memperoleh gambaran mengenai kompresibilitas air, pemberian tekanan 0,1

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

8

MPa (± 1 atm) untuk satu meter kubik air pada 20°C ( vE =2,2 GPa) akan

menyebabkan pengurangan volume ± 45,5 cm3(Streeter & Wylie, 1999).

Efek pemampatan dalam sistem distribusi air minum sangat kecil. Oleh karena itu,

persamaan yang digunakan dalam simulasi hidrolis didasarkan pada asumsi bahwa

cairannya bersifat tak kompresibel (Walski et al, 2002).

II.1.4 Tekanan Statis Fluida

Tekanan adalah suatu gaya normal, tegak lurus terhadap bidang, yang bekerja

pada suatu bidang. Satuan tekanan dalam Sistem Internasional (SI) adalah N/m2

atau Pascal, sedangkan dalam sistem satuan Inggris adalah pounds per square foot

(lb/ft2) dan pounds per square inch (lb/in2),disingkat psi (Walski et al, 2002).

Tekanan hidrostatis pada suatu datum disebabkan oleh berat fluida di atas datum

tersebut. Berat atmosfer bumi juga menghasilkan suatu tekanan yang disebut

tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer standar adalah tekanan rata-rata pada

permukaan laut, besarnya 1 atm (14.7 psi atau 101 kPa atau 760 mmHg). Dua

jenis tekanan yang biasa digunakan dalam hidrolika adalah tekanan absolut dan

tekanan relatif. Tekanan absolut adalah tekanan terukur dengan nol absolut

(vakum sempurna) sebagai datum. Sedangkan, tekanan relatif adalah tekanan

terukur dengan tekanan atmosfer sebagai datum. Hubungan antara keduanya dapat

dilihat dari persamaan berikut:

atmrelatifabs PPP += (II.2)

dimana: absP = tekanan absolut (M/L/T2)

relatifP = tekanan relatif (M/L/T2)

atmP = tekanan atmosfer (M/L/T2)

Dalam kebanyakan aplikasi hidrolika, termasuk analisis sistem distribusi air,

tekanan relatif lebih sering digunakan karena lebih mudah diukur. Jika tekanan

relatif diukur pada permukaan bumi yang terbuka dengan atmosfer maka dalam

pengukuran menunjukkan bahwa tekanannya bernilai nol. Tekanan relatif yang

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

9

bernilai negatif (tekanannya di bawah tekanan atmosfer lokal) disebut sebagai

negative pressure atau vakum (Walski et al, 2002).

II.1.5 Kecepatan dan Rezim Aliran

Profil kecepatan suatu aliran fluida melalui pipa tidak konstan sepanjang

diameternya. Melainkan, kecepatan partikel fluida tersebut tergantung pada lokasi

partikel tersebut berada dari dinding pipa. Gambar II.1 memperlihatkan variasi

kecepatan fluida di dalam pipa. Dalam banyak kasus, model-model hidrolik

menggunakan kecepatan rata-rata, yang dirumuskan:

AQV =

(II.3)

dimana: V = kecepatan rata-rata fluida (L/T)

Q = laju alir atau debit (L3/T)

A = luas penampang pipa (L2)

Untuk pipa berbentuk lingkaran dengan luas penampang, A = ¼πD2, persamaan

II.3 dapat ditulis menjadi:

2

4DQV

π=

(II.4)

dimana: D = diameter pipa (L)

Gambar II.1 Profil kecepatan pada berbagai aliran

Sumber: Walski et al, 2002

Dari Gambar II.1, suatu aliran dengan kecepatan yang seragam memiliki profil

kecepatan yang sama sepanjang diameternya. Pada aliran laminer, partikel fluida

bergerak di sepanjang lintasan lurus dan sejajar dalam lapisan atau lamina,

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

10

menghasilkan tegangan geser yang sangat besar di antara lapisan yang berdekatan.

Secara matematis, profil kecepatan aliran laminer berbentuk seperti parabola.

Pada aliran laminer, faktor utama yang menyebabkan headloss pada sebuah

segmen pipa adalah viskositas fluida tersebut, bukan kekasaran pipa.

Dalam aliran turbulen, partikel fluida bergerak dalam lintasan-lintasan yang

sangat tidak teratur sehingga mengakibatkan pertukaran momentum dari satu

bagian fluida ke bagian lainnya. Bentuk profil kecepatan dari aliran turbulen lebih

tidak teratur dibandingkan dengan profil kecepatan aliran laminer.

Bilangan Reynolds merupakan suatu bilangan tak berdimensi yang digunakan

untuk mengkarakterisasi rezim suatu aliran. Bilangan Reynolds didefinisikan

sebagai rasio antara gaya inersi terhadap viskositas. Bilangan Reynolds untuk pipa

berbentuk lingkaran dapat dihitung dengan rumus:

μρVD

=Re

(II.5)

dimana: Re = Bilangan Reynolds

D = diameter pipa (L)

ρ = densitas fluida (M/L3)

μ = viskositas absolut (M/L/T)

υ = viskositas kinematik (L2/T)

Rentang bilangan Reynolds yang menunjukkan jenis-jenis rezim aliran dapat

dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi air minum

biasanya selalu turbulen, kecuali pada kondisi permintaan airnya rendah atau

intermitten maka bisa saja alirannya laminer (Walski et al, 2002).

Tabel II.1 Bilangan Reynolds untuk Berbagai Rezim Aliran

Rezim Aliran Bilangan Reynolds

Laminer < 2000

Transisi 2000 – 4000

Turbulen > 4000

Sumber: Walski et al, 2002

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

11

II.2 Hidrolika Jaringan Pipa

Hidrolika adalah studi mengenai liquid yang bergerak atau liquid yang diberi

tekanan. Pemahaman akan hidrolika sangat diperlukan untuk mengeksplorasi

sistem distribusi air (AWWA, 1976).

II.2.1 Persamaan Kontinuitas

Persamaan kontinuitas pada dasarnya sama dengan konsep kekekalan massa

dimana massa yang masuk dikurangi massa yang keluar sama dengan massa yang

tertinggal. Persamaannya dapat ditulis (Walski, 1984):

storageoutin mmm =− (II.6)

dimana: inm = massa yang masuk (M)

outm = massa yang keluar (M)

storagem = massa yang tersimpan (M)

Dengan menganggap air sebagai fluida yang tak mampu mampat, maka jika

persamaan di atas dibagi dengan densitas ( ρ ) dan waktu (t), diperoleh

persamaan:

tSQQ outin ΔΔ=− (II.7)

dimana: inQ = debit yang masuk (M)

outQ = debit yang keluar (M)

SΔ = perubahan volume (L3)

tΔ = periode waktu (T)

II.2.2 Persamaan Energi

Fluida memiliki energi dalam tiga bentuk. Besarnya energi tergantung dari

pergerakan fluida (energi kinetik), elevasi (energi potensial), dan tekanan (energi

tekanan). Energi dari suatu fluida per berat satuan fluida tersebut dinyatakan

sebagai head. Energi kinetik disebut sebagai head kecepatan (V2/2g), energi

potensial disebut sebagai head elevasi (Z), dan energi tekanan internal disebut

sebagai head tekanan (P/γ ). Satuan yang umum digunakan untuk energi adalah

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

12

foot-pounds (Joule), sedangkan satuan dari head adalah feet (meter).

g

VPZH2

2

++=γ

(II.8)

dimana: H = Head total (L)

Z = elevasi di atas datum (L)

P = tekanan (M/L/T2)

γ = berat spesifik fluida (M/L2/T2)

V = kecepatan (L/T)

g = percepatan gravitasi (L/T2)

Gambar II.2 EGL dan HGL Sumber: Walski et al, 2002

Gambar II.2 menunjukkan EGL dan HGL untuk saluran pipa sederhana. Setiap

titik di dalam sistem hidrolika memiliki nilai head tertentu. Di dalam sistem

hidrolika dikenal juga istilah lain yaitu EGL (energy grade line) dan HGL

(hydraulic grade line). EGL atau garis energi adalah pernyataan grafis dari energi

di tiap bagian. Sedangkan jumlah dari head elevasi dan head tekanan

menghasilkan suatu nilai HGL, yang menunjukkan ketinggian air yang naik di

dalam suatu tabung kecil yang melekat pada suatu pipa dan terbuka terhadap

atmosfer (Walski et al, 2002).

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

13

Persamaan energi yang dirangkai dengan persamaan headloss akan membantu

engineer untuk menentukan ke arah mana air mengalir secara hidrolis dan

seberapa cepat air tersebut mengalir di dalam saluran tertutup. Sebuah persamaaan

energi dapat dideskripsikan sebagai berikut:

hwPPzzgvv

+−=−

+−+−

γ21

21

22

21

2 (II.9)

dimana: w = Usaha/energi luar (pemompaan), (L)

h = kehilangan energi, (L)

Semua variabel pada persamaan II.9 dapat bernilai positif ataupun negatif kecuali

variabel h, yang hanya bernilai positif. Energi yang hilang (headloss) tidak dapat

dikembalikan sehingga bentuk ini hanya akan menentukan arah aliran saja. Jika

aliran bergerak dari titik 1 ke 2 maka harga h akan positif. Namun jika harga h

bernilai negatif maka aliran tersebut sebenarnya bergerak sebaliknya, yaitu dari

titik 2 ke 1 (Walski, 1984).

II.2.3 Kehilangan Energi

Headloss atau kehilangan energi biasanya disebabkan oleh dua jenis mekanisme

(Walski et al, 2002), yaitu:

• Friksi atau gesekan sepanjang pipa, sering disebut sebagai friction losses atau

mayor losses

• Turbulensi yang diakibatkan oleh perubahan garis alir ketika aliran melalui

suatu sambungan pipa dan perlengkapan lainnya, sering disebut sebagai minor

losses

II.2.3.1 Mayor Losses

Dalam cairan yang mengalir melalui sebuah pipa terdapat tegangan geser di antara

cairan dan dinding pipa. Tegangan geser ini merupakan hasil dari gaya gesekan,

yang besarnya tergantung pada sifat fluida yang melalui pipa, kecepatan aliran,

kekasaran pipa, panjang dan diameter pipa (Walski et al, 2002). Terdapat

beberapa formula yang digunakan dalam menghitung headloss mayor, yaitu

formula Darcy-Weisbach, Hagen-Poiseuille, dan Hazen-Williams.

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

14

Formula Darcy-Weisbach

Formula Darcy-Weisbach dikembangkan dari hasil analisis dimensional. Formula

ini merupakan dasar untuk menghitung headloss untuk aliran fluida dalam pipa

dan saluran. Formula ini diturunkan dari pengembangan persamaan Hukum

Kedua Newton dan banyak digunakan dalam pemodelan sistem distribusi air

minum, terutama di Eropa. Persamaannya adalah:

gDLVfhL 2

2

=

(II.10)

dimana: f = faktor gesekan Darcy-Weisbach

g = konstanta percepatan gravitasi (L/T2)

Q = debit fluida (L3/T)

Parameter diameter , panjang pipa , dan kecepatan dapat ditentukan

dengan mudah pada berbagai situasi. Namun, tidak demikian halnya dengan ,

faktor friksi, tidak dapat diukur dan tidak constant bahkan pada pipa yang telah

ditentukan sekalipun. Faktor gesekan Darcy-Weisbach tergantung dari kecepatan,

densitas, dan viskositas fluida; ukuran pipa; dan kekasaran pipa. Kecepatan fluida,

densitas, dan viskositas diekspresikan oleh bilangan Reynolds; sedangkan

kekasaran pipa diekspresikan oleh kekasaran relatif, yaitu kekasaran pipa ( )ε

dibagi dengan diameter pipa (D) (Walski et al, 2002).

Persamaan Hagen-Poiseuille

Penurunan head untuk aliran laminer dinyatakan oleh Persamaan Hagen-

Poiseuille, yaitu:

gV

DL

gV

DL

VDgDLVhL 2Re

642

6432 22

2 ===υυ

(II.11)

dimana: Lh = headloss (L)

υ = viskositas kinematik (L2/T)

L = jarak antara titik 1 ke titik 2 (L)

V = kecepatan rata-rata fluida (L/T)

g = konstanta percepatan gravitasi (L/T2)

D = diameter (L)

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

15

Formula Hazen-Williams

Formula headloss yang sering digunakan adalah formula Hazen-Williams.

Formula Hazen-Williams dikembangkan atas dasar empiris dan umumnya hanya

digunakan pada kondisi aliran turbulen. Formula ini banyak digunakan dalam

pemodelan distribusi air minum terutama di Amerika Serikat. Dalam JICA, 1974

dijelaskan bahwa formula Hazen-Williams umumnya digunakan untuk ukuran

diameter pipa ≥ 50 mm. Formula Hazen-Williams dapat dituliskan sebagai

berikut:

852.187.4852.1 Q

DCLC

h fL =

(II.12)

dimana: Lh = headloss karena faktor gesekan (ft, m)

L = jarak antara titik 1 ke titik 2 (ft, m)

C = faktor kekasaran relatif Hazen Williams

D = diameter (ft, m)

Q = debit fluida (cfs, m3/s)

fC = faktor konversi satuan (4.73 English, 10.7 SI)

Pada formula Hazen-Williams juga digunakan variabel yang sama dengan yang

digunakan pada formula Darcy-Weisbach. Namun, pada formula Hazen-Williams

faktor/koefisien (C) yang digunakan tergantung dari kekasaran relatif pipa. Faktor

C yang semakin besar menunjukkan pipa semakin mulus, sedangkan faktor C

yang semakin rendah menunjukkan pipa semakin kasar (Walski et al, 2002).

Harga koefisien Hazen-Williams pada beberapa jenis pipa dapat dilihat pada

Tabel II.2.

Persamaan Hazen-Williams sangat sering digunakan dalam desain maupun

analisis tekanan dari suatu sistem perpipaan. Persamaan ini dikembangkan secara

eksperimental. Oleh karena itu, terdapat keterbatasan yaitu tidak dapat digunakan

untuk fluida selain air dan hanya dalam temperatur yang biasanya dialami sistem

air minum (Haestad Methods, 2002).

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

16

Tabel II.2 Harga Koefisien Hazen-Williams untuk Beberapa Jenis Pipa

C-factor Values for Discrete Pipe Diameters

Type of Pipe 1.0 in (2.5 cm)

3.0 in (7.6 cm)

6.0 in (15.2 cm)

12 in (30 cm)

24 in (61 cm)

48 in (122 cm)

Uncoated cast iron - smooth and new 121 125 130 132 134

Coated cast iron - smooth and new 129 133 138 140 141

30 years old

Trend 1 - slight attack 100 106 112 117 120

Trend 2 - moderate attack 83 90 97 102 107

Trend 3 - appreciable attack 59 70 78 83 89

Trend 4 - severe attack 41 50 58 66 73

60 years old

Trend 1 - slight attack 90 97 102 107 112

Trend 2 - moderate attack 69 79 85 92 96

Trend 3 - appreciable attack 49 58 66 72 78

Trend 4 - severe attack 30 39 48 56 62

100 years old

Trend 1 - slight attack 81 89 95 100 104

Trend 2 - moderate attack 61 70 78 83 89

Trend 3 - appreciable attack 40 49 57 64 71

Trend 4 - severe attack 21 30 39 46 54

Miscellaneous

Newly scraped mains 109 116 121 125 127

Newly brushed mains 97 104 108 112 115

Coated spun iron - smooth and new 137 142 145 148 148

Old - take as coated cast iron of same age

Galvanized iron - smooth and new 120 129 133

Wrought iron - smooth and new 129 137 142

Coated steel - smooth and new 129 137 142 145 148 148

Uncoated steel - smooth and new 134 142 145 147 150 150

Coated asbestos cement - clean 147 149 150 152

Uncoated asbestos cement - clean 142 145 147 150

Spun cement-lined and spun bitumen- lined - clean 147 149 150 152 153

Smooth pipe (including lead, brass, copper, polyethylene, and PVC)-clean 140 147 149 150 152 153

PVC wavy - clean 134 142 145 147 150 150

Concrete - Scobey

Class 1 - Cs = 0.27; clean 69 79 84 90 95

Class 2 - Cs = 0.31; clean 95 102 106 110 113

Class 3 - Cs = 0.345; clean 109 116 121 125 127

Class 4 - Cs = 0.37; clean 121 125 130 132 134

Best - Cs = 0.4; clean 129 133 138 140 141

Tate relined pipes - clean 109 116 121 125 127

Prestressed concrete pipes - clean 147 150 150

Sumber: Lamount, 1981 dalam Walski et al, 2002

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

17

II.2.3.2 Minor Losses

Headloss juga terjadi pada aksesoris atau perlengkapan perpipaan, seperti valve,

tee, bend, reducer, dan sebagainya. Headloss ini disebut sebagai minor losses atau

headloss minor. Headloss minor terjadi dikarenakan adanya turbulensi aliran

fluida ketika melewati aksesoris pipa tersebut. Headloss minor dihitung dengan

mengalikan koefisien headloss minor dengan head kecepatan, seperti dapat dilihat

pada persamaan berikut:

2

22

22 gAQK

gVKh LLm ==

(II.13)

dimana: mh = headloss minor (L)

LK = koefisien headloss minor

V = kecepatan (L/T)

g = konstanta percepatan gravitasi (L/T2)

A = luas penampang pipa (L2)

Q = debit fluida (L3/T)

Koefisien headloss minor diperoleh dari hasil percobaan dan datanya dapat dilihat

pada Tabel II.3.

Untuk sistem distribusi air, headloss minor umumnya lebih kecil dibandingkan

dengan headloss akibat gesekan (headloss mayor). Oleh karena itu, dalam

pemodelan seringkali headloss minor ini diabaikan. Hanya untuk kondisi tertentu

saja, seperti pada rumah pompa yang banyak terdapat asesoris pipa, headloss

minor diperhitungkan. Sama halnya dengan koefisien kekasaran, koefisien

headloss minor berubah terhadap kecepatan. Namun dalam prakteknya, nilai

tersebut dianggap konstan (Walski et al, 2002).

Pada sistem perpipaan yang relatif terdiri dari banyak aksesoris dibandingkan

dengan panjang pipa, seperti pada sistem pemanas dan pendingin, minor losses

memiliki dampak yang signifikan terhadap kehilangan energi (Haestad Methods,

2002).

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

18

Tabel II.3 Harga Koefisien Headloss Minor

Fitting KL Fitting KL

Pipe entrance 90˚ smooth bend

Bellmouth 0.03-0.05 Bend radius/D = 4 0.16-0.18

Rounded 0.12-0.25 Bend radius/D = 2 0.19-0.25

Sharp-edged 0.50 Bend radius/D = 1 0.35-0.40

Projecting 0.78 Mitered bend Contraction - sudden θ = 15˚ 0.05

D2/D1 = 0.80 0.18 θ = 30˚ 0.10

D2/D1 = 0.50 0.37 θ = 45˚ 0.20

D2/D1 = 0.20 0.49 θ = 60˚ 0.35

Contraction - conical θ = 90˚ 0.80

D2/D1 = 0.80 0.05 Tee

D2/D1 = 0.50 0.07 Line flow 0.30-0.40

D2/D1 = 0.20 0.08 Branch flow 0.75-1.80

Expansion - sudden Tapping T Branch

D2/D1 = 0.80 0.16 d = tapping hole diameter 1.97(d/D)4

D2/D1 = 0.50 0.57 D = main line diameter

D2/D1 = 0.20 0.92 Cross Expansion - conical Line flow 0.50

D2/D1 = 0.80 0.03 Branch flow 0.75

D2/D1 = 0.50 0.08 45˚ Wye

D2/D1 = 0.20 0.13 Line flow 0.30

Gate valve - open Branch flow 0.50

3/4 open 1.1 Check valve - conventional 4.0

1/2 open 4.8 Check valve - clearway 1.5

1/4 open 27 Check valve - ball 4.5

Globe valve - open 10 Cock - straight through 0.5

Angle valve - open 4.3 Foot valve - hinged 2.2

Butterfly valve - open 1.2 Foot valve - poppet 12.5

Sumber: Walski, 1984 dalam Walski et al, 2002

II.3 Sistem Distribusi Air

Sistem penyediaan air minum umumnya terdiri dari sumber air baku dan intake;

instalasi pengolahan; serta sistem distribusi dan pelayanan. Prinsip mendasar

sistem distribusi air adalah mengantarkan air yang telah diolah ke seluruh daerah

pelayanan sistem penyediaan air minum. Persyaratan yang harus terpenuhi dalam

distribusi tersebut yaitu terpenuhinya tekanan dan kuantitas air, menjaga kualitas

air dan kontinuitas penyediaan air (JICA,1974).

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

19

Pendistribusian air dilakukan dengan saluran tertutup atau dengan perpipaan

dengan maksud supaya tidak terjadi kontaminasi terhadap air yang mengalir di

dalamnya. Disamping itu, dengan sistem perpipaan, air lebih mudah untuk

dialirkan karena adanya tekanan air (Darmasetiawan, 2004). Komponen dari

sistem distribusi adalah:

1. Reservoir, yaitu suatu bangunan yang menampung air sementara sebelum

didistribusikan ke pemakai air.

2. Sistem perpipaan, merupakan rangkaian pipa yang menghubungkan antara

reservoir dengan perpipaan. Sistem perpipaan secara hierarki terdiri dari pipa

induk, pipa sekunder, dan pipa service.

3. Sistem sambungan pelanggan, merupakan ujung dari pipa service dilengkapi

dengan meter air, check valve, box meter, dan lain-lain.

Dalam sistem distribusi air, konsumen membutuhkan air keran dengan tekanan

yang mencukupi, atau dengan kata lain konsumen disuplai dengan kuantitas air

yang diinginkan dengan waktu yang tepat pula. Di Jepang, tekanan air di pipa

terakhir besarnya sekitar 15 m, atau minimum 10 m. Biasanya, head tersebut

cukup untuk keperluan praktis di rumah-rumah (JICA,1974).

Sistem distribusi air pada kenyataannya tidaklah terdiri dari satu pipa melainkan

kombinasi yang rumit antara pipa, valve, pompa, tangki, reservoir, dan

perlengkapan lainnya, yang kemudian dalam satu kesatuan dinamakan sebagai

jaringan pipa (Walski, 1984).

Secara umum, permasalahan dalam sistem jaringan distribusi air dapat

dikategorikan ke dalam empat kelompok (Walski, 1984), yaitu:

1. Cara analisis dengan pertimbangan waktu (steady, gradually, transient),

2. Topologi sistem (seri, cabang, cabang dengan multi tangki, loop),

3. Cara membangun persamaan sistem (persamaan debit, persamaaan head,

persamaan loop, optimalisasi), dan

4. Metoda yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan tersebut

(analitis, grafis, Hardy-Cross, Teori Linear, Newton-Raphson, dan lain-lain).

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

20

Pemecahan permasalahan aliran air dalam jaringan pipa akan mengkombinasikan

persamaan-persamaan kontinuitas, energi, dan momentum sedemikian rupa

sehingga dapat menurunkan tingkat kerumitan masalah dan akhirnya dapat

diselesaikan dengan bantuan komputer ataupun dilakukan secara manual.

Pada persamaan head loss terdapat lima variabel yaitu panjang pipa (L), diameter

pipa (D), debit (Q), headloss dan kekasaran. Pada dasarnya, panjang pipa dan

kekasaran harus ditentukan sebelumnya sehingga engineer akan menyelesaikan

tiga variabel tersisa. Penyelesaian variabel headloss dan debit termasuk dalam

permasalahan hidrolika sepenuhnya, sedangkan pemilihan diameter pipa

memerlukan pendekatan hidrolika dan ekonomi sekaligus.

Pada kebanyakan permasalahan jaringan pipa, debit di masing-masing pipa tidak

diketahui. Akan tetapi, debit yang keluar dari jaringan (demand/water

consumption) dan head pada ketinggian tertentu nilainya diketahui sehingga

penyelesaian masalah akan terdiri dari penentuan debit di masing-masing pipa dan

ketinggian head di tiap node dalam sistem jaringan pipa tersebut. Problem tersebut

dikenal dengan istilah network flow analysis.

Dalam analisis jaringan perpipaan terdapat dua macam analisis atau simulasi

(Haestad Methods, 2002; Walski et al, 2002), yaitu:

1. Steady-State Network Hydraulics, digunakan untuk memperlihatkan perilaku

operasional sistem jaringan pada suatu waktu tertentu atau pada kondisi tunak.

Steady-State Simulation sangat berguna untuk memberikan informasi kepada

desainer mengenai kondisi sistem distribusi pada saat peak hour ataupun pada

saat petugas pemadam kebakaran menggunakan air dalam jumlah yang sangat

besar dalam waktu yang sangat singkat.

2. Extended-Period Simulation, digunakan untuk memperlihatkan perilaku

sistem sepanjang waktu. Pada analisis ini juga dimodelkan kasus-kasus seperti

pengisian dan pengeluaran air dari tangki; buka dan tutup valve; dan

operasional pompa. Simulasi ini sangat membantu engineer untuk memahami

bagaimana sistem distribusi bekerja selama rentang periode simulasi berjalan.

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

21

Program mengenai analisis sistem distribusi air cukup banyak tersedia. Aplikasi

komputer dalam pemodelan matematis sistem distribusi air membuka wawasan

baru dalam hal manajemen penggunaan air dan mendukung peningkatan sistem

operasi distribusi air. Beberapa penggunaan model matematis dalam kaitannya

dengan sistem penyediaan air, yaitu (Walker, 1978):

1. Menganalisis permasalahan tekanan atau gangguan pompa dan reservoir untuk

memberikan aliran yang diinginkan.

2. Mengembangkan prosedur operasi untuk keadaan darurat, seperti kebakaran,

kerusakan pipa, pompa dan reservoir.

3. Mengindikasikan pengembangan jaringan sistem penyediaan air.

4. Menentukan prioritas dalam pengembangan kapasitas sistem.

5. Mengevaluasi kemampuan sistem penyediaan air eksisting untuk

mengantisipasi peningkatan kebutuhan air.

6. Membandingkan alternatif-alternatif dalam sistem penyediaan air.

7. Mengestimasi efek adanya industri baru terhadap kondisi eksisting sistem.

8. Keuntungan yang dicapai jika beberapa sistem air digabungkan.

9. Mengevaluasi dampak adanya perubahan atau penambahan ke dalam sistem.

II.3.1 Model Matematis Jaringan Pipa

Dalam problem network flow analysis, secara matematis dengan mengetahui Q

(debit yang keluar dari masing-masing node) maka dapat dihitung penyebaran

aliran di setiap pipa di jaringan dengan tentunya memperhatikan karakteristik

hidrolis dari pipa (dimana selalu ada hubungan antara debit dan headloss). Pada

prinsipnya, dengan terhitungnya headloss maka H atau tekanan di setiap node

dapat dicari. Masalahnya adalah dari arah manapun headloss dihitung maka

tekanan di suatu node harus mempunyai hasil perhitungan yang sama

(Darmasetiawan, 2004).

Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangun model

matematis jaringan pipa, yaitu dengan membangun persamaan debit (Q),

persamaan node (H), dan persamaan loop (∆Q).

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

22

II.3.1.1 Persamaan Debit (Q)

Pada persamaan ini pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan debit

pada setiap pipa sebagai variabel yang tidak diketahui dan menyusun sejumlah P

persamaan (dimana P adalah banyaknya pipa): satu persamaan energi untuk

masing-masing loop dan satu persamaan kontinuitas untuk masing-masing node

(Walski, 1984).

Persamaan debit untuk suatu sistem dengan L loop dan N node adalah:

( )Lldhhh l

p

kpkl

m

iil

ll

,...,2,1 11

==−∑∑==

(II.14)

( )LqQqn

iiq ,...,2,1 Uq

1

==∑=

(II.15)

dimana: ilh = headloss pipa i pada loop l

pklh = head dari pompa k pada loop l

ldh = perubahan head dalam loop l

lm = jumlah pipa pada loop l

lP = jumlah pompa pada loop l

iqQ = debit masuk ke node q dari pipa I yang terhubung dengan node

qU = debit yang digunakan pada node q

qn = jumlah pipa masuk ke node q

Untuk menyelesaikan persamaan di atas perlu dilakukan subtitusi persamaan

headloss (Contoh Hazen-Williams atau Darcy Weisbach) untuk variabel h; dan

kurva head pompa untuk varibel ph .

Membangun model matematis dengan persamaan Q akan menghasilkan jumlah

persamaan yang lebih banyak dibandingkan dengan membangun model

menggunakan persamaan H dan ∆Q. Akan tetapi, persamaan kontinuitas adalah

linear dan persamaan energi dapat dilinearisasi sehingga hal ini memungkinkan

dapat memberikan keuntungan dalam penyelesaiannya yang menggunakan

metode solusi numerik tertentu (Walski, 1984).

Page 18: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

23

II.3.1.2 Persamaan Node (H)

Jumlah persamaan yang akan diselesaikan dapat dikurangi dengan

menggabungkan persamaan energi tiap pipa dengan persamaan kontinuitas.

Persamaan headloss untuk sebuah pipa, , dapat juga ditulis:

ijn

ijijji QQKHH ij sgn=− (II.16)

dimana: = head pada node ke-i (L)

= koefisien head loss untuk pipa dari node i ke node j

= debit dari node i ke node j, L3/T

= eksponen pada persamaan head loss untuk pipa dari i ke j

Karena head loss bernilai positif untuk menunjukkan arah aliran, maka

– *), dan persamaan II.16 menjadi:

( )( ) ijnijjijiij KHHHHQ

1sgn −−= (II.17)

Dan persamaan kontinuitas di node i dapat ditulis :

i

m

tkki UQ

i

=∑=

(II.18)

dimana: = debit menuju node i dari node k (L3/T)

= konsumsi air pada node i (L3/T)

= pipa yang terhubung dengan node i

Dengan menggabungkan persamaan II.17 dan II.18 maka diperoleh persamaan

sebagai berikut,

( ) i

m

tk

n

ij

jiji U

KHH

HHi ij

=⎟⎟

⎜⎜

⎛ −−∑

=

1

sgn (II.19)

Untuk setiap node akan diperoleh satu persamaan H. Persamaan ini adalah

persamaan tak linear sehingga teknik penyelesaiannya berbeda dengan teknik

yang digunakan dalam penyelesaian persamaan Q (Walski, 1984).

*) ( )⎩⎨⎧

<−>+

=0 bila 10 bila 1

sgn x x

x

Page 19: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

24

II.3.1.3 Persamaan Loop (∆Q)

Pendekatan persamaan loop diawali dengan menuliskan persamaan energi,

sebagai solusi awal, untuk terpenuhinya persamaan kontinuitas. Selanjutnya, ini

menjadi masalah pengkoreksian terhadap debit yang diperoleh di setiap loop. Hal

ini dapat dilakukan dengan menambahkan faktor koreksi debit di setiap pipa di

dalam loop. Persamaaan loop dapat dituliskan sebagai berikut:

( ) ( )[ ]

( )Ll

dhQQiQQiKQF l

nm

ililii

i

,...,2,1

sgn1

=

=Δ+Δ+=Δ ∑=

(II.20)

dimana: = estimasi debit awal pada pipa ke-i

∆ = koreksi debit pada loop ke-i

= jumlah pipa pada loop ke-i

= jumlah loop

Jumlah persamaan loop tergantung pada jumlah loop. Dengan kata lain, sebanyak

L loop akan menghasilkan persamaan loop sebanyak L (Walski, 1984).

II.3.2 Teknik Solusi Numerik

Sistem persamaan pada jaringan distribusi yang telah dibangun membutuhkan

teknik numerik untuk menyelesaikannya. Sebagian besar persamaan yang

dibangun merupakan persamaan tak linear, sehingga teknik yang dapat digunakan

relatif terbatas. Teknik numerik yang biasa digunakan adalah: (1) metode Teori

Linear; digunakan dengan melinearisasi persamaan tak linear kemudian

menyelesaikan persamaan linear tersebut sehingga dapat disubtitusikan kembali

ke persamaan tak linear untuk mengetahui tingkat konvergensinya, (2) metode

Newton-Rhapson; mengkonvergensi persamaan-persamaan tersebut menggunakan

turunannya, (3) metode Hardy-Cross; dengan melakukan iterasi menggunakan

satu persamaan pada satu waktu. Umumnya, metode teori linear diaplikasikan

untuk menyelesaikan persamaan debit (Q). Metode Newton-Rhapson dan Hardy

Cross biasanya digunakan untuk menyelesaikan persamaan node dan loop

(Walski, 1984). Selain ketiga metode tersebut, terdapat metode lain yang telah

diaplikasikan dalam suatu software simulasi distribusi air, EPANET 2.0, yaitu

Page 20: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

25

Metode Gradien, dikembangkan oleh Todini dan Pilati (1987) yang dibangun

dengan pendekatan hibridisasi persamaan Node-Loop.

II.3.2.1 Metode Teori Linear

Metode ini umumnya digunakan untuk menyelesaikan persamaan Q, yang

berorientasi pada variabel debit. Persamaan kontinuitas merupakan persamaan

linear, sedangkan persamaan energi adalah tak linear. Persamaan energi dibuat

dalam bentuk linear, yaitu dalam bentuk:

∑=

=N

iii dhQa

1

(II.21)

dimana: 1−= niii QKa

Hasil dari persamaan kontinuitas dan energi tersebut merupakan suatu sistem

persamaan linear maka sistem persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan

menggunakan teknik yang powerful untuk menyelesaikan persamaan linear,

contohnya Eliminasi Gauss ataupun Iterasi Jacobi.

Dengan menggunakan persamaan II.21 maka akan diperoleh 1

persamaan linear, dapat ditulis menjadi:

persamaan ...

...

2211

11212111

LdhQaQaQa

dhQaQaQa

kkLkLL

kk

⎪⎭

⎪⎬

=+++

=+++M

persamaan 1-...

...

13,122,111,1

11212111

NUQbQbQb

UQbQbQb

NkNNN

kk

⎪⎭

⎪⎬

=+++

=+++

−−−−

M

(II.22)

dimana:

⎪⎩

⎪⎨

⎧+=

⎪⎩

⎪⎨⎧

=−

i nodedengan hubung tidak terj pipa jika , 0i nodemenuju negatif j pipa dalamaliran jika , 1 -i nodemenuju positif j pipa dalamaliran jika , 1

i loop dalamdapat tidak terj pipa jika , 0

i loop dalam terdapat j pipa jika ,1

ij

njj

ij

b

QKa

Page 21: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

26

Untuk menyelesaikan suatu masalah jaringan distribusi maka perlu menyelesaikan

sistem persamaan linear yang dibangun, yaitu dengan menghitung ulang konstanta

dan menyelesaikan kembali persamaan linear-nya dengan berulang-ulang

sampai solusi tercapai (konvergen). Keuntungan metode teori linear adalah tidak

membutuhkan suatu solusi awal. Oleh karena itu, seluruh nilai dapat diatur

dengan nilai acak dan metode ini akan tetap konvergen. Tentu saja, solusi awal

yang baik akan mempercepat konvergensi (Walski, 1984).

Metode Teori Linear (Wood and Charles, 1972 dalam Todini & Pilati, 1988)

dapat dianggap sebagai penerapan teknik Newton-Raphson pada model yang

dibangun dari persamaan loop. Metode ini membutuhkan solusi sistem persamaan

yang lebih besar (sejumlah loop + sejumlah node), meskipun dapat mengurangi

resiko kegagalan/tidak tercapainya konvergen.

II.3.2.2 Metode Newton-Raphson

Penyelesaian metode Newton-Raphson, baik untuk model yang dibangun dari

persamaan loop maupun persamaan node, bisa dipandang sebagai perluasan

teknik koreksi Hardy Cross dengan menggunakan algoritma koreksi multidimensi

secara simultan. Metode ini meskipun lebih konvergen dibandingkan dengan

teknik gradien lokal (Hardy Cross), masih menunjukkan beberapa kekurangan

yang tergantung pada kompleksitas jaringan dan pilihan nilai awal untuk memulai

teknik ini (Todini & Pilati, 1988).

Metode Newton-Raphson adalah metode numerik yang powerful untuk

menyelesaikan sistem persamaan tak linear. Metode ini cocok untuk

menyelesaikan persamaan yang diekspresikan dengan fungsi 0, dimana

solusi merupakan nilai yang menyebabkan F mendekati 0. Metode ini selalu

konvergen jika tebakan awal cukup mendekati solusi namun kerugian dari metode

ini adalah diperlukannaya turunan pertama dari fungsi dimana tidak semua

fungsi mudah untuk ditentukan turunannya. Turunan fungsi dapat dituliskan:

( ) ( )x

xFxxFdxdF

Δ−Δ+

= (II.23)

Page 22: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

27

Dengan memberikan estimasi nilai awal , penyelesaian masalah ini adalah nilai

yang memaksa mendekati 0. Menyusun ∆ menjadi 0 dan

penyelesaian menjadi:

( ) ( )xFxFx '/−=Δ (II.24)

dan diperoleh nilai baru menjadi untuk iterasi berikutnya. Proses ini

berlangsung sampai cukup dekat dengan nol.

Persamaan II.23 hanya berlaku untuk satu persamaan dan satu variabel yang tidak

diketahui. Akan tetapi, dalam permasalahan jaringan pipa terdapat banyak

persamaan dengan banyak variabel yang tidak diketahui. Metode Newton-

Raphson dapat diaplikasikan dalam penyelesaian model matematis yang

diturunkan dari persamaan H dan persamaan ∆Q. Persamaan head untuk tiap node

pada jaringan pipa dapat ditulis:

( ) ( )[ ]

( )Ki

UK

HHHHHF i

m

ji

ijN

iiji

i

,...,2,1

sgn

/1

1

=

−⎟⎟

⎜⎜

⎛ −−=∑

= (II.25)

dimana: = jumlah pipa terhubung dengan node i

= konsumsi pada node i, /

Jika nilai pada iterasi ke- adalah maka perbedaan iterasi ke- dengan

1 dapat ditulis:

( ) ( )iFiFdF −+= 1 (II.26)

Dapat kita tulis dengan bentuk lain

kk

HHFH

HFH

HFdF Δ

∂∂

++Δ∂∂

+Δ∂∂

= ...22

11

(II.27)

dimana adalah perubahan head antara iterasi ke dan 1 pada loop L.

Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan mencari nilai sehingga

1 0. Prosedur penyelesaiannya adalah dengan menetapkan nilai awal

kemudian memasukkannya ke persamaan turunan parsial kemudian

menyelesaikan persamaan linear dan seterusnya sehingga nilai mendekati 0.

Page 23: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

28

Yang perlu diingat adalah nilai dari turunan dari persamaan II.26 adalah:

( )[ ] ( )( ) ( )( )1/1/1

/1

1sgn −−−

=⎟⎟

⎜⎜

⎛ −− i

i

i

mjim

ijij

m

ji

ijji

j

HHKnK

HHHH

dHd

dan

( )[ ] ( )( ) ( )( )1/1/1

/1

1sgn −−=⎟⎟

⎜⎜

⎛ −− i

i

i

mjim

ijij

m

ji

ijji

i

HHKnK

HHHH

dHd

(II.28)

II.3.2.3 Metode Hardy-Cross

Metode Hardy Cross atau metode gradien lokal ini dikembangkan oleh Hardy

Cross pada tahun 1936. Metode ini biasanya digunakan untuk menyelesaikan

persamaan loop ∆ , walaupun dapat juga digunakan untuk menyelesaikan

persamaan debit dan head . Konvergensi merupakan masalah yang

dijumpai pada metode ini, terutama pada sistem yang menggunakan pompa dan

valve. Metode ini juga membutuhkan solusi awal yang memenuhi persamaan

kontinuitas. Meskipun demikian, metode ini masih banyak digunakan terutama

untuk pengerjaan secara manual dan komputer sederhana atau kalkulator, serta

hasil yang diperoleh juga cukup baik.

Untuk loop l suatu pada jaringan pipa, persamaaan ∆ dapat dituliskan dengan

persamaan :

( ) ( )[ ]∑=

=−Δ+Δ+=Δlm

il

nliii dhQQiQlQiKQF

11 0sgn (II.29)

dimana:

lQΔ = koreksi loop l untuk mencapai konvergen, L3/T

iQi = estimasi debit awal pada pipa i, L3/T

lm = jumlah pipa dalam loop l

Dengan menggunakan metode Newton, diperoleh :

( )( )

=

=

Δ+

Δ+Δ+−Δ=+Δ

l

i

m

i

nliii

m

i

nlilii

QQinK

QQiQQiKQkQ

1

1

1

1

1 (II.30)

Page 24: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

29

dimana 1 merujuk pada nilai ∆ pada iterasi ke 1 . Persamaan II.30

harus ekivalen dengan:

( ) ( ) ( )( )kFkFkQkQ

'1 −Δ=+Δ (II.31)

Perlu diingat bahwa tanda tergantung dari bagaimana keadaan pipa dalam loop.

Pipa yang sama mungkin saja memiliki tanda yang berbeda dalam loop yang

berbeda pula.

Dalam metode Hardy Cross, aliran di dalam tiap-tiap pipa dianggap sedemikian

rupa sehingga prinsip kontinuitas dipenuhi pada tiap node. Suatu koreksi terhadap

besar aliran yang dimisalkan haruslah dihitung berturut-turut untuk setiap putaran

pipa di dalam jaringan yang bersangkutan,sehingga koreksinya berkurang hingga

suatu besaran yang dapat diterima (Linsley & Franzini, 1979). Tahapan

penyelesaian metode Hardy Cross (JICA, 1974), adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tanda arah aliran, biasanya searah jarum jam adalah positif (+).

2. Proses perhitungan, dengan skema:

∑∑−=Δ

Qh

hQ

85.1

Gambar II.3 Skema Penyelesaian Metode Hardy Cross

3. Jika sebuah pipa terkait dengan dua loop, koreksi ∆Q pada pipa harus

dilakukan dari kedua loop tersebut.

CaO, 1963 dalam Todini & Pilati, 1988, membuktikan bahwa dengan memilih

independent loops (loop-loop bebas) yang tidak unik menyebabkan metode Hardy

Cross dapat divergen. Sementara itu untuk persamaan yang dibangun dari

persamaan node, metode Hardy Cross memiliki laju kekonvergenan yang lambat

dan suatu waktu tidak konvergen.

Page 25: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

30

II.3.2.4 Metode Gradien

Metode yang dipakai pada software EPANET 2.0 ini menyelesaikan persamaan

kontinuitas dan headloss dengan menggunakan pendekatan hibridisasi node dan

loop (hybrid node-loop approach). Todini dan Pilati (1987) dan Salgado et al.

(1988) menyebut metode ini sebagai “Metode Gradien”. Pendekatan yang sama

juga dibuat oleh Hamam dan Brameller (1971) (“the Hybrid Method”) dan

Osiadacz (1987) (“the Newton Loop-Node Method”). Perbedaan di antara

metode-metode tersebut adalah cara dalam meng-update aliran pipa setelah

diperoleh nilai head node dari iterasi. Pendekatan yang digunakan Todini lebih

sederhana sehingga dipilih untuk digunakan dalam EPANET (Roosman, 2000).

Suatu jaringan pipa yang memiliki N node dan NF node tetap (tangki dan

reservoir). Persamaan dibangun dari persamaan head dan persamaan kontinuitas.

Persamaan headnya dapat ditulis:

untuk pipa, 2ij

nijijji mQrQhHH +==− (II.32)

dimana: = head node

= headloss

= koefisien resistansi (tergantung pers. headloss yang digunakan)

= debit

= eksponen

= koefisien headloss minor

untuk pompa,

( )( )nijij Qrhh ωω /0

2 −−= (II.33)

dimana: = shutoff head pompa

= kecepatan relatif

dan = koefisien kurva pompa

Sedabgkan persamaan kontinuitasnya,

∑ =−j

iij DQ 0 untuk i = 1, 2, 3, …, N (II.34)

dimana: = flow demand pada node i (aliran masuk bertanda +)

Page 26: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

31

Metode gradien dimulai dengan memberikan debit awal pada setiap pipa. Pada

tiap iterasinya, setiap head di tiap node akan diperoleh dengan menyelesaikan

matriks berikut:

AH F (II.35)

dimana: A = matriks Jacobi NxN

H = vektor head yang tidak diketahui (Nx1)

F = vektor sisi kanan (Nx1)

Elemen diagonal dari matriks Jacobi:

∑=j

ijii pA (II.36)

sedangkan, selain elemen diagonal:

ijij pA −= (II.37)

dimana adalah kebalikan dari turunan persamaan head pada link antara node i

dan node j. Untuk pipa,

ijn

ij

ijQmQnr

p2

11+

= −

(II.38)

Sedangkan untuk pompa,

( ) 12

1−= n

ijij Qrn

pωω

(II.39)

Pada vektor sisi kanan, F dirumuskan:

∑∑∑ ++⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

ffij

jiji

jiji HpyDQF (II.40)

dimana ∑f

fij Hp berlaku unutuk setiap link yang menghubungkan node i dengan

node tetap (tangki dan reservoir). Faktor koreksi aliran, dilukiskan sebagai:

Untuk pipa,

( ) ( )ijijn

ijijij QQmQrpy sgn2

+= (II.41)

Untuk pompa,

( )( )nijijij Qrhpy ωω −−= 0

2

(II.42)

dimana sgn(x) adalah 1 jika x > 0 dan -1 jika sebaliknya. Untuk pompa, nilai

selalu positif.

Page 27: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

32

Setelah nilai head yang baru ditemukan dengan menyelesaikan matriks AH F

maka nilai debit yang baru dapat dicari dari persamaan,

( )( )jiijijijij HHpyQQ −−−=

(II.43)

Dari persamaan di atas, proses iterasi kembali dilakukan jika perbedaan dari nilai

sisi kiri dan kanan masih lebih besar dari nilai toleransi yang ditetapkan (misal

0,001). Iterasi dilakukan kembali dengan meyelesaikan kembali II.35 dan II.43.

EPANET 2.0 mengimplementasikan metode Gradien dengan melakukan proses

perhitungan menggunakan satuan feet (untuk head) dan cfs (untuk debit). Selain

itu dalam pertama kali proses iterasi, nilai awal yang dipilih untuk aliran dalam

pipa adalah nilai yang sama dengan nilai debit ketika nilai kecepatan alirannya

sebesar 1 ft/sec. Sedangkan, nilai awal aliran yang melalui pompa besarnya sama

dengan debit desain pompa (Roosman, 2000).

II.4 Algoritma Genetika

Algoritma Genetika (AG) pertama kali dikembangkan oleh John Holland dalam

bukunya “Adaptation in Natural and Artificial System” pada tahun 1975.

Algoritma Genetika dapat dipandang sebagai suatu teknik pencarian (searching

method) secara stokastik yang idenya diperoleh dari proses evolusi di alam.

Algoritma ini meniru mekanisme kerja seleksi alam dan genetika dalam

menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, Algoritma Genetika merupakan suatu

proses evolusi buatan terhadap sekumpulan titik (individu) yang merupakan

kandidat solusi dari suatu masalah, yang terjadi di dalam komputer dan

berlangsung secara iteratif (dalam beberapa generasi). Teknik konvensional untuk

optimasi problem kompleks biasanya tidak efisien secara komputasional, berbeda

dengan Algortima Genetika yang relatif lebih efisien. Oleh karena itu, Algoritma

Genetika biasanya digunakan sebagai alternatif untuk memecahkan problem

optimasi yang kompleks dan memiliki derajat non linearitas yang tinggi.

Algoritma Genetika menggunakan prosedur pencarian secara acak seperti halnya

pada evolusi biologi, prosedur crossover, dan hanya ‘keturunan’ yang paling

cocok saja yang akan bertahan untuk terus berkembang biak (Goldberg, 1989).

Page 28: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

33

Algoritma Genetika sama sekali berbeda dari algoritma optimisasi lainnya.

Sebagai contoh, Algoritma Genetika tidak menggunakan gradient maupun

Hessian. Oleh karenanya, Algoritma Genetika dapat digunakan pada

permasalahan optimisasi yang lebih luas (Chong & Zak, 2001).

Berbeda dengan teknik pencarian konvensional, Algoritma Genetika bekerja

dalam sekumpulan calon solusi yang disebut sebagai populasi. Sedangkan

masing-masing calon solusi disebut sebagai individu atau string. Individu terdiri

dari sekumpulan gen atau bit yang merepresentasikan sifat dan karakter dalam

satu iterasi atau generasi. Untuk setiap generasi, individu akan mengalami proses

evolusi (seleksi alam) dan proses genetika (persilangan dan mutasi) yang nantinya

akan menghasilkan generasi populasi baru. Dalam Algoritma Genetika dikenal

adanya fungsi fitness. Nilai fungsi fitness merupakan ukuran seberapa adaptif

suatu individu terhadap lingkungannya. Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah

yang akan diselesaikan. Tidak semua masalah dapat secara langsung diselesaikan

dengan Algoritma Genetika, melainkan harus dimodifikasi sedemikian rupa

menjadi suatu fungsi fitness sehingga dapat diselesaikan oleh Algoritma Genetika.

Individu dengan nilai fungsi fitness tinggi menunjukkan bahwa individu tersebut

merupakan kandidat solusi masalah. Algoritma Genetika bertujuan untuk mencari

individu dengan nilai fungsi fitness yang tinggi.

Ada empat perbedaan dasar mekanisme kerja antara Algoritma Genetika dengan

metode konvensional (Goldberg, 1989), yaitu:

1. Algoritma Genetika bekerja pada suatu kode dari himpunan parameter, bukan

parameter itu sendiri.

2. Algoritma Genetika bekerja pada sekumpulan titik (populasi), bukan hanya

sebuah titik. Oleh karena itu, peluang Algoritma Genetika untuk terjebak

dalam optimum lokal dapat dikurangi.

3. Algoritma Genetika bekerja hanya menggunakan informasi fungsi fitness.

Tidak membutuhkan turunan ataupun informasi bantuan lainnya.

4. Algoritma Genetika menggunakan aturan probabilistik, bukan aturan

deterministik.

Page 29: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

34

Keberhasilan dan unjuk kerja Algoritma Genetika tergantung pada berbagai

parameter: ukuran populasi, jumlah generasi, serta probabilitas crossover dan

mutasi. Unjuk kerja yang baik dari Algoritma Genetika membutuhkan nilai

probabilitas crossover yang tinggi dan nilai probabilitas mutasi yang rendah

(Goldberg, 1989; Linfield & Penny, 1995; dalam Fauzan, 2002)

Secara umum, terdapat enam langkah dasar dalam Algoritma Genetika (Goldberg,

1989 dalam Saiman, 2003), yaitu:

1. Membangun Populasi Awal

Pada tahap awal, algoritma secara acak akan membangun populasi dengan jumlah

individu N. Setiap individu terdiri dari sekumpulan gen atau bit yang pada

umumnya merupakan string biner. Jumlah gen dalam tiap individu atau yang

disebut panjang individu biasanya berhubungan dengan berapa ketelitian nilai

yang diinginkan. Hubungan ini dirumuskan sebagai berikut:

( ) 1210

12

−≤⋅−≤

− jjj

j pdabp

(II.44)

dimana: = 1,2,...,m dengan m = banyak variabel

= ketelitian nilai

[ ] interval, =jj ba

jp = panjang bit variabel ke-j

2. Evaluasi

Setelah terbentuk populasi awal, selanjutnya Algoritma Genetika akan

mengevaluasi setiap individu ke dalam populasi. Pertama, tiap individu akan

dikonversi terlebih dahulu dari kode biner ke nilai riil. Adapun rumus konversinya

adalah:

⎟⎟

⎜⎜

−−

+= 12

_j

jjjj p

abdesbilax

(II.45)

dimana: _ = bilangan desimal tiap string biner variabel

Setelah semua individu dikonversi ke nilai riilnya, selanjutnya akan dihitung

fitness tiap individu berdasarkan fungsi fitness.

Page 30: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

35

3. Seleksi

Setelah mengevaluasi tiap individu, pada tahap ini akan dilakukan seleksi calon

orang tua berdasarkan fitness yang dimiliki. Individu yang lebih baik, yakni yang

mempunyai fitness yang lebih tinggi, mempunyai peluang yang lebih besar dan

lebih sering untuk terseleksi ke dalam himpunan calon orang tua.

Ada beberapa metode seleksi dalam AG salah satunya metode Roulette Wheel

Selection. Metode ini meniru mekanisme permainan roda rolet. Setiap individu

mendapat bagian dalam roda rolet proporsional dengan nilai fitness mereka.

Individu yang memiliki fitness tinggi akan mendapat porsi roda yang lebih besar.

Selanjutnya seleksi individu ke dalam himpunan calon orang tua dilakukan

dengan melakukan pemutaran roda rolet secara acak sebanyak jumlah individu N.

Individu yang memiliki bagian roda rolet yang lebar, yakni mewakili fitness yang

tinggi, akan mempunyai peluang yang lebih besar dan lebih sering untuk

terseleksi. Langkah-langkah dalam Roulette Wheel Selection:

• Hitung fitness F(xi) untuk tiap individu ix

• Hitung total fitness dari populasi : ( )∑=

n

i ixF1

(II.46)

• Hitung peluang terseleksi ip untuk tiap individu ix

( )( )∑

=

=n

i ixF

ixFip

1

(II.47)

• Hitung peluang kumulatif iq untuk tiap individu ix

∑=

=i

j jpiq1

(II.48)

• Pilih bilangan acak antara 0,1

• Jika iqr ≤ , maka pilih individu pertama ix , jika tidak, pilih individu ke - i,

ni ≤≤2 sedemikian hingga ir qrq ≤≤−1

Page 31: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

36

4. Persilangan

Operator genetika ini bekerja pada dua individu yang dipilih secara acak dari

himpunan calon orang tua. Untuk setiap dua individu yang terpilih akan dilakukan

rekombinasi untuk menghasilkan individu baru (keturunan). Peluang persilangan

atau Pc biasanya tinggi.

Ada beberapa jenis metode persilangan, diantaranya adalah:

• Persilangan 1 titik (one-point crossover)

• Persilangan 2 titik (two-point crossover)

• Persilangan bergantian (cycle crossover)

One-point crossover

Proses kerjanya adalah dengan memilih sepasang-sepasang individu dari

himpunan calon orang tua kemudian menyilangkan mereka dengan memilih titik

persilangan acak.

Tujuan dari proses persilangan adalah mengeksplorasi daerah solusi sekitar orang

tua. Atau dengan kata lain, proses persilangan bertujuan menghasilkan keturunan

(individu baru) yang tidak jauh berbeda dari orang tua. Karena orang tua berasal

dari individu dengan fitness tinggi, maka diharapkan keturunan yang dihasilkan

juga mempunyai fitness yang tinggi.

Skema metode one-point crossover

orang tua 1 orang tua 2 keterangan 1 keterangan 2

1 0 1 Ξ 1 1 0 1 1 1 Ξ 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0

Prosedur persilangan:

• Semua individu dalam populasi dipasangkan dua-dua sehingga terbentuk

/2 pasangan dengan /2 : bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau

sama dengan /2

• Pilih bilangan acak kr antara 0,1 , 1,2, . . . , /2

Jika ck Pr ≤ maka pasangan ke-k mengalami persilangan, lakukan persilangan

one-point crossover. Jika tidak, pasangan ke-k tidak mengalami persilangan

dan langsung terpilih ke populasi baru.

Page 32: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

37

5. Mutasi

Setelah melakukan proses persilangan, maka akan dihasilkan individu-individu

baru. Selanjutnya, pada individu-individu ini akan dilakukan proses mutasi.

Operator genetika ini memodifikasi setiap gen/bit pada inidividu dengan peluang

mP , mutasi jarang terjadi sehingga 1<<mP . Pada individu dengan string biner,

jika bit mengalami mutasi maka nilai ‘0’ akan berubah menjadi ‘1’ dan nilai ‘1’

berubah menjadi ‘0’.

Prosedur mutasi:

• Tentukan bilangan acak kr antara 0,1 , 1,2, . . . ,

B merupakan jumlah keseluruhan bit dalam populasi

• Jika mk Pr ≤ maka ubah nilai bit ke-k dari ‘0’ menjadi ‘1’ atau sebaliknya dari

‘1’ menjadi ‘0’.

Proses mutasi dalam Algoritma Genetika mempunyai peranan penting dalam

mengeksploitasi daerah solusi global untuk mencari individu terbaik. Dengan

mutasi diharapkan peluang Algoritma Genetika untuk terjebak di optimum lokal

dapat direduksi.

6. Uji Terminasi

Setelah melewati proses evaluasi, persilangan dan mutasi, maka Algoritma

Genetika akan menghasilkan populasi baru. Selanjutnya, populasi baru ini akan

diuji apakah sudah memenuhi kriteria penghentian. Secara umum, ada dua kriteria

penghentian, yaitu:

a. Uji kekonvergenan

Iterasi akan berhenti jika terjadi kestabilan populasi yang ditandai dengan

keseragaman hampir semua gen dalam populasi.

Definisi : (Offermans, 1995 dari Saiman 2003)

Misalkan :

: populasi dari n individu dengan 1 gen

Xk = Xk(1) Xk(2) ... Xk(l) kromosom pada individu ke-k dalam P, k=1,2,...,n

Page 33: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

38

Gen Xk(p) stabil ⇔ terdapat > 90% individu dalam P dengan Xk(p) = c,

c Є {0,1}, p : posisi bit

P dikatakan stabil apabila semua gen pada P stabil

b. Uji iterasi

Iterasi akan berhenti jika sudah mencapai iterasi atau generasi maksimum

yang ditetapkan.

Algoritma Genetika dengan enam langkah utama tersebut disebut Algoritma

Genetika Sederhana. Diagram alir yang mengilustrasikan tahapan proses dalam

Algoritma Genetika dapat dilihat pada Gambar II.4.

Gambar II.4 Diagram Alir Algoritma Genetika

Sumber: Chong & Zak, 2001

Page 34: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

39

II.5 Metode Newton

Masalah penentuan akar suatu persamaan (linear maupun tidak linear) atau dapat

juga disebut masalah penentuan pembuat nol fungsi adalah masalah yang penting

dan sering dijumpai dalam aplikasi matematika dalam bidang teknik dan sains.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, terdapat dua metode yang dapat

digunakan, yaitu:

1. Metode Analitik

Metode analitik merupakan metode yang memberikan nilai solusi sejati (exact

solution), yaitu solusi yang memiliki galat (error) sama dengan nol.

2. Metode Numerik

Metode numerik merupakan suatu metode yang memformulasikan persoalan

matematik sedemikian rupa sehingga dapat dipecahkan dengan menggunakan

operasi aritmatika biasa.

Namun seringkali dalam prakteknya, penyelesaian secara analitik sulit didapat

bahkan tak jarang tidak mungkin didapat. Penyelesaiaan secara numerik

merupakan alternatif yang dapat digunakan. Penyelesaian tersebut merupakan

suatu hampiran penyelesaian yang didapat setelah melakukan sejumlah berhingga

perhitungan matematis hingga kesalahan (perbedaan dengan nilai sebenarnya)

memenuhi kriteria tertentu. Dalam banyak permasalahan teknik, penyelesaian

numerik jauh lebih berguna, selain karena relatif lebih mudah didapat,

penyelesaian ini lebih mungkin direalisasikan.

Untuk menghampiri akar suatu persamaan telah dikenal beberapa metode

(Nasution dan Zakaria, 2001; Hoffman, 1992; Kaw, 2003), seperti:

1. Interval halving

2. Fixed-point iteration

3. Metode Newton

4. Metode Secant

Page 35: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

40

Metode bisection dan metode regula falsi termasuk kedalam metode interval

halving. Kedua metode tersebut dalam proses pencarian akar persamaan tak

linear, 0, membutuhkan pengurungan akar persamaan yang akan dicari

dengan memberikan dua buah tebakan awal. Metode ini juga dikenal sebagai

metode pengurungan (bracketing methods). Keuntungan metode ini adalah error

dari solusinya terikat, maksudnya berada pada rentang nilai intervalnya.

Sedangkan, kelemahannya adalah kekonvergenannya yang lambat.

Dalam metode fixed-point iteration atau metode iterasi tunggal, penentuan akar

persamaan dilakukan dengan cara pendekatan berurutan. Metode ini kadang-

kadang bekerja dengan baik, namun kadang-kadang mengalami kegagalan.

Berdasarkan hal itu, metode fixed-point iteration ini tidak direkomendasikan

digunakan untuk menyelesaikan persamaan tak linear.

Metode Newton merupakan metode yang powerful dalam analasis numerik. Pada

metode ini, akar persamaan tidak dikurung. Hanya sebuah tebakan awal yang

dibutuhkan untuk memulai proses iterasinya. Oleh karena itu, metode ini termasuk

jenis metode terbuka (open methods). Metode ini selalu konvergen jika perkiraan

awal cukup dekat dengan nilai solusi yang dicari dan konvergensinya kuadratis.

Kekurangan metode ini adalah dibutuhkannya turunan dari fungsi .

Jika fungsi turunan ’ tidak didapatkan, maka dibutuhkan alternatif lain, yaitu

menggunakan metode Secant. Namun, dari hasil analisis Jeeves, 1958 diketahui

bahwa laju kekonvergenan metode Secant lebih lambat dibandingkan dengan

kekonvergenan metode Newton (Hoffman, 1992).

II.5.1 Penurunan Metode Newton

Metode Newton adalah suatu metode yang didasarkan pada prinsip iterasi

Newton-Raphson, yaitu pendekatan fungsi tak linear f(x) dengan hampiran linear:

))((')()( kkk xxxfxfxl −+= (II.49)

Dengan menyelesaikan persamaan 0)( 1 =+kxl akan didapat:

Page 36: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

41

)(')(

1k

kkk xf

xfxx −=+

(II.50)

Ada dua masalah dalam menghampiri akar sebenarnya dari suatu persamaan

dengan menggunakan metode iteratif Newton, yaitu:

1. Apakah tebakan awal yang dipilih akan mengakibatkan {xk} konvergen ke

akar yang dikehendaki, dan

2. Seberapa cepat dan bagaimana mengukur kecepatan kekonvergenan dari suatu

skema iterasi.

Metode Newton dapat diturunkan berdasarkan tafsiran geometris (Chapra and

Canale, 1985). Perhatikan Gambar II.5.

Gambar II.5 Pelukisan grafis metode Newton

Sumber: Chapra and Canale, 1985

Dari Gambar II.5, turunan pertama di xi setara dengan kemiringan :

1

0)()('

+−−

=ii

ii xx

xfxf (II.51)

yang dapat disusun ulang kembali untuk menghasilkan

)(')(

1i

iii xf

xfxx −=+ (II.52)

yang dinamakan rumus Newton.

Selain dengan penurunan geometri, metode Newton juga dapat diturunkan dari

deret Taylor. Deret Taylor dapat dituliskan sebagai berikut:

Page 37: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

42

2111 )(

2)("))((')()( iiiiiii xxfxxxfxfxf −+−+= +++

ξ (II.53)

dimana ξ terletak sembarang dalam selang xi sampai xi+1. Dengan memotong

deret setelah suku turunan pertama:

))((')()( 11 iiiii xxxfxfxf −+= ++ (II.54)

Pada perpotongan dengan sumbu x, )( 1+ixf akan sama dengan nol, atau:

))((')(0 1 iiii xxxfxf −+= + (II.55)

yang dapat diselesaikan untuk

)(')(

1i

iii xf

xfxx −=+ (II.56)

Persamaan II.56 identik dengan Persamaan II.52 yang diturunkan dari metode

geometri.

II.5.2 Analisis Galat Metode Newton

Jika digunakan deret Taylor yang lengkap, maka akan diperoleh hasil yang eksak.

Pada kondisi ini, xi+1 = xr, dimana xr adalah nilai sejati dari akar. Dengan

mensubstitusi nilai ini bersama dengan f(xr) = 0 ke dalam Persamaan (II.53) akan

menghasilkan:

2)(2

)("))((')(0 iririi xxfxxxfxf −+−+=ξ (II.57)

dimana suku orde ketiga dan yang lebih tinggi tetap dihilangkan.

Persamaan (II.57) dikurangi dengan Persamaan (II.55) akan memperoleh:

21 )(

2)("))(('0 iriri xxfxxxf −+−= +

ξ (II.58)

Galat merupakan ketidaksesuaian antara 1+ix dan nilai sejati rx , dapat ditulis

11, ++ −= irit xxE (II.59)

sehingga Persamaan (II.58) dapat ditulis ulang menjadi:

2,1, 2

)(")('0 ititi EfExf ξ+= + (II.60)

Dengan asumsi kekonvergenan ix danξ pada akhirnya harus dihampiri oleh akar

rx , dan Persamaan (II.60) dapat disusun kembali agar menghasilkan:

Page 38: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

43

2,1, )('2

)("it

r

rit E

xfxfE −

=+ (II.61)

Berdasarkan Persamaan (II.61), secara kasar galat sebanding dengan kuadrat galat

sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa banyaknya posisi desimal yang benar kira-

kira akan berlipat dua pada tiap iterasi. Hal ini membuktikan bahwa metode

Newton memiliki sifat kekonvergenan yang kuadratis (Chapra and Canale, 1985).

II.5.3 Kendala Metode Newton

Walaupun metode Newton biasanya sangat efisien, terdapat situasi di mana

metode ini tidak berjalan dengan baik (kekonvergenan yang buruk). Selain kasus

khusus berupa akar ganda, metode ini kadangkala mengalami kendala dalam

menangani akar-akar yang sederhana, seperti dalam contoh berikut. Selain

terjadinya kekonvergenan yang lambat karena sifat alami dari fungsi tersebut,

kesulitan lain juga dapat timbul (Chapra and Canale, 1985), seperti diilustrasikan

dalam Gambar II.6.

1. Gambar II.6a memperlihatkan suatu kasus di mana suatu inflection point, yaitu

” 0, terjadi di sekitar suatu akar. Pada kasus tersebut, dengan memulai

iterasi pada x0 maka pada iterasi selanjutnya diperoleh nilai yang semakin

lama semakin menjauhi akar.

2. Gambar II.6b memperlihatkan adanya kecenderungan ayunan (oscillations)

pada metode Newton, yang memutari suatu maksimum atau minimum lokal.

3. Gambar II.6c memperlihatkan bagaimana suatu tebakan awal yang dekat ke

salah satu akar dapat meloncat ke suatu tempat beberapa akar yang lebih jauh.

Kecenderungan terjadinya hal tersebut disebabkan dijumpainya kemiringan-

kemiringan yang hampir nol. Suatu kemiringan nol [ )(' xf = 0] merupakan

masalah yang penting karena menyebabkan adanya pembagian dengan nol

dalam rumus Newton.

4. Secara grafis, Gambar II.6d memperlihatkan bahwa penyelesaiannya melesat

secara mendatar dan tidak pernah mengenai sumbu x.

Satu-satunya solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang terdapat pada Metode

Newton adalah dengan mempunyai tebakan awal (initial guess) yang baik, yaitu

yang dekat dengan akar.

Page 39: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

44

Gambar II.6 Ilustrasi Kendala Metode Newton

Sumber: Chapra and Canale, 1985

II.5.4 Penyelesaian Sistem Persamaan Tak Linear dengan Metode Newton

Metode Newton yang dijelaskan di atas merupakan metode yang digunakan untuk

menentukan akar-akar satu persamaan tunggal. Suatu masalah yang berkaitan

adalah melokalisasikan akar-akar himpunan persamaan tak linear (Linfield &

Penny, 1995),

( )( ) 0,...,,

0,...,,

212

211

==

n

n

xxxfxxxf

. .

. . (II.62)

. .

Page 40: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

45

( ) 0,...,, 21 =nn xxxf

Penyelesaian sistem ini terdiri dari himpunan nilai-nilai yang secara simultan

memberikan semua persamaan tersebut nilai yang sama dengan nol. Metode yang

dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan II.62 didasarkan pada

metode Newton untuk satu persamaan tunggal. Untuk mengilustrasikan prosedur

penyelesaiannya, awalnya kita meninjau suatu sistem dua persamaan dengan dua

variabel:

( )( ) 0,

0,

212

211

==

xxfxxf

(II.63)

Dengan diberikan suatu nilai tebakan awal 01x dan 0

2x untuk 1x dan 2x , dapat

dicari nilai perkiraan baru 11x dan 1

2x sebagai berikut:

01

01

11 xxx Δ+=

02

02

12 xxx Δ+= (II.64)

Nilai perkiraan/aproksimasi tersebut akan membawa nilai dari fungsi yang ada

mendekat ke nilai nol,

( )( ) 0,

0,12

112

12

111

xxfxxf

atau (II.65)

( )( ) 0,

0,02

02

01

012

02

02

01

011

≈Δ+Δ+

≈Δ+Δ+

xxxxfxxxxf

Dengan menggunakan Deret Taylor, persamaan II.65 dapat ditulis menjadi:

( )

( ) 0...,

0...,

02

0

2

201

0

1

202

012

02

0

2

101

0

1

102

011

=+Δ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

∂∂+Δ

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

∂∂+

=+Δ⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

∂∂+Δ

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

∂∂+

xxfxx

fxxf

xxfxx

fxxf

(II.66)

Dari persamaan II.66, dengan memberikan suatu nilai awal maka dapat dihitung

hampiran berikutnya dan proses ini terus berjalan sampai diperoleh konvergensi

dengan akurasi yang hendak dicapai. Kriteria konvergensi yang lazim digunakan,

yaitu:

( ) ( ) ε<Δ+Δ2

22

1rr xx (II.67)

dimana r menyatakan banyak iterasi dan ε adalah nilai error yang ingin dicapai.

Page 41: Bab II Tinjauan Pustaka - · PDF fileDensitas air pada tekanan standar 1 atm (1.013 bar) ... υ = viskositas kinematik ... dilihat pada Tabel II.1. Aliran air dalam suatu sistem distribusi

46

Untuk sistem persamaan yang terdiri dari beberapa variabel dan persamaan, secara

umum sistem persamaannya dapat ditulis sebagai:

0 f(x) = (II.68)

di mana f menyatakan kolom vektor dari n komponen (f1, f2, …, fn)T dan x adalah

suatu kolom vektor dari n komponen (x1, x2, …, xn)T.

Misalkan xr+1 menyatakan nilai x pada iterasi ke r + 1, maka dapat ditulis rr1r xxx Δ+=+ untuk r = 0, 1, 2, ... (II.69)

Jika xr+1 merupakan hampiran terhadap nilai x, maka

0 )f(x ≈+1r atau 0 x)f(x ≈Δ+r (II.70)

Persamaan II.70 jika diperluas dengan menggunakan Deret Taylor n-dimensi,

diperoleh:

...rrrr +Δ∇+=Δ+ x)f(x)f(x x)f(x (II.71)

dimana ∇ adalah operator vektor dari turunan parsial. Jika suku orde kedua

( )2rxΔ dan yang lebih tinggi diabaikan maka dapat ditulis menjadi:

0xJ )f(x ≈Δ+ rr (II.72)

dimana )f(xJ r∇= . J disebut sebagai matriks Jacobi. r menyatakan bahwa

matriks dievaluasi pada tiap titik rx dan dapat ditulis dalam bentuk:

[ ]ji xf ∂∂= )(xJ r (II.73)

untuk i = 1, 2, 3,…, n dan j = 1, 2, 3,…, n

Dalam menyelesaikan Persamaan (II.69), nilai hampiran yang diperoleh adalah

)f(xJ xx r1r1r −+ −= untuk r = 0, 1, 2, ... (II.74)

Matriks J bisa saja singular dan pada kasus ini invers-nya, 1−J , tidak dapat

dihitung.