4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filedalam reaksi hidrolisis pati menjadi...
Transcript of 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filedalam reaksi hidrolisis pati menjadi...
4 Hasil dan Pembahasan
Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja
membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon,
pengujian aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase dalam keadaan bebas dan teramobilisasi
pada poliakrilamid menggunakan metode Fuwa, uji kinerja membran bioreaktor dan analisis
morfologi membran menggunakan scanning electron microscopy (SEM).
4.1 Optimasi Pembuatan Membran Polimetil Metakrilat
Membran PMMA dibuat dengan metode inversi fasa. Larutan membran ditransformasikan
secara terkendali menjadi fasa padat. Transformasi menjadi fasa padat dilakukan dalam 2
tahap, yaitu penguapan sebagian pelarut di udara dan perendaman dalam bak koagulasi.
Penguapan sebagian pelarut di udara dilakukan untuk membentuk lapisan selektif membran
PMMA. Pelarut DMF (dimetil formamida) adalah pelarut yang mudah menguap pada suhu
kamar. Pada saat didiamkan di udara terbuka selama beberapa menit, sebagian pelarut akan
berdifusi dari lapisan tipis larutan polimer ke udara. Hal ini akan mengakibatkan konsentrasi
polimer meningkat pada lapisan difusi. Peningkatan konsentrasi polimer akan membuat pori-
pori antarmolekul PMMA menjadi lebih kecil. Pada lapisan difusi, akan terjadi
penataulangan molekul-molekul PMMA menjadi saling mendekat, sehingga pada lapisan
difusi ini terbentuk pori yang lebih kecil. Lapisan dengan pori yang lebih kecil ini dikenal
dengan lapisan selektif. Lapisan ini adalah lapisan tempat pemisahan selektif terjadi.
Semakin lama waktu penguapan sebagian pelarut di udara, semakin tebal lapisan selektif
yang terbentuk.
Perendaman dalam bak koagulasi akan menghasilkan pori-pori yang lebih lebar. Pelarut
polar akan mudah bergabung dengan pelarut yang polar. Pelarut yang dipergunakan sebagai
koagulan adalah air. Air bersifat polar dan DMF memiliki kelarutan yang besar dalam air,
tetapi air bertindak sebagai non-pelarut bagi PMMA. Ketika lapisan tipis larutan polimer
direndam dalam bak koagulasi, maka pelarut DMF dalam larutan polimer akan segera
berpindah ke bak koagulasi. DMF berpindah sangat cepat sehingga kelarutan PMMA akan
menurun dengan cepat sampai akhirnya terbentuk lembaran membran. Perpindahan DMF ke
bak koagulan yang begitu cepat, tidak memberikan peluang terjadinya penataulangan
17
molekul-molekul PMMA, sehingga pori yang dihasilkan menjadi lebih besar dibandingkan
dengan pori pada lapisan selektif.
4.2 Uji Kinerja Membran Terhadap Air
Ukuran pori berperan penting dalam pemisahan menggunakan membran. Ukuran pori
membran menentukan selektivitas membran. Ukuran pori juga akan menentukan aplikasi
sebuah membran.
Metode yang cukup baik untuk mengukur besarnya pori membran adalah pengamatan
menggunakan scanning electron microscopy (SEM). Namun, analisis morfologi membran
dengan menggunakan SEM termasuk cukup mahal. Oleh karena itu, dilakukan pendekatan
untuk memperkirakan ukuran pori membran dengan cara yang lebih sederhana dan murah.
Pendekatan tersebut adalah mengukur permeabilitas membran yang dibuat terhadap air.
Semakin besar fluks air yang dihasilkan memberikan petunjuk mengenai adanya pori
membran yang berukuran besar. Sebaliknya, fluks air yang kecil memberikan petunjuk
bahwa pori yang terdapat pada membran berukuran kecil.
Hasil pengukuran permeabilitas air membran PMMA 10% (w/w) dengan waktu penguapan
sebagian pelarut 5, 10 dan 15 menit adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Fluks membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 5 menit
Peningkatan laju alir terhadap membran, memberikan hubungan linier dengan fluks yang
dihasilkan. Hal ini sesuai dengan ungkapan matematis untuk fluks, yaitu:
dTdV
AJ 1=
Persamaan 4.1 Hubungan antara fluks membran dan laju alir
y = 2,401x + 60,20R² = 0,924
66
68
70
72
74
76
78
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0
Fluk
s (L/ jam m
2)
Laju alir (L/ menit)
18
dengan J adalah fluks, A adalah luas membran (m2) dan dTdV
adalah laju alir (L/jam).
Gambar 4.2 Fluks membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 10 menit
Gambar 4.3 Fluks membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 15 menit
Membran polimer adalah membran yang lentur, mudah bergerak. Tipisnya membran dan
kurang mampatnya kisi polimer membuat fluks yang dihasilkan kurang stabil. Selama proses
kompaksi, volume air yang dihasilkan cenderung berkurang setiap waktunya. Hal ini terjadi
bukan karena adanya peristiwa penyumbatan pori membran (fouling), namun lebih
diakibatkan oleh kisi polimer yang belum kompak.
Proses kompaksi dilakukan untuk menstabilkan kisi polimer. Kisi polimer yang stabil akan
menghasilkan fluks yang stabil. Waktu kompaksi berbeda-beda untuk membran dengan
waktu penguapan pelarut yang berbeda. Semakin lama waktu penguapan sebagian pelarut,
maka waktu kompaksi yang dibutuhkan akan semakin lama. Semakin lama waktu penguapan
sebagian pelarut akan terbentuk lapisan selektif yang lebih tebal. Lapisan selektif yang
semakin tebal berarti semakin banyak kisi polimer yang harus dimampatkan sehingga waktu
kompaksi menjadi lebih lama.
y = 2,002x + 18,88R² = 0,954
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
0 2 4 6 8
Fluk
s (L/jam
m2)
Laju alir (L/menit)
y = 4,245x + 66,75R² = 0,972
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
0 2 4 6 8
Fluk
s (L / jam m
2)
Laju alir (L /menit)
19
Ketebalan lapisan selektif sangat berpengaruh terhadap fluks yang dihasilkan. Semakin tebal
lapisan selektif berarti semakin besar hambatan hidrodinamik membran polimer sehingga
fluks yang dihasilkan akan semakin kecil. Hasil pengukuran fluks terhadap membran PMMA
10 % (w/w) dengan variasi waktu penguapan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan linier
antara tebal lapisan selektif membran dan fluks air yang dihasilkan (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Perbandingan fluks air untuk membran dengan variasi waktu penguapan
Laju alir
(L/menit)
Fluks rata-rata (L/m2.jam)
5' 10' 15'
2,6 67,2 24,5 78,5
4,7 70,1 27,3 85,1
6,4 76,3 32,2 94,8
Hasil pengukuran yang terlihat pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa fluks air terbesar
diperoleh dari membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 15 menit. Fluks
air terkecil dimiliki oleh membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 10
menit.
Besarnya fluks berbanding lurus dengan ukuran pori yang dimiliki membran. Nilai fluks
yang besar memberikan indikasi bahwa pori yang dimiliki membran berukuran besar,
demikian pula sebaliknya. Data yang dihasilkan memberikan petunjuk bahwa membran
dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 10 menit memiliki pori paling kecil di
antara membran lain yang dibuat dalam penelitian ini. Ukuran pori terbesar dimiliki oleh
membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 15 menit.
20
Tabel 4.2 hubungan antara ukuran analit dengan proses membran
Spesi kimia Ukuran (nm) Proses membran
RO UF MF
Ragi dan Jamur 1000 - 10000
Virus 30 - 300
Protein 2 – 10
Polisakarida 2 – 10
Enzim 2 – 5
Gula sederhana 0,8 - 1,0
Organik 0,4 - 0,8
Ion anorganik 0,2 - 0,4
Membran PMMA yang telah dibuat berperan untuk pemisahan oligosakarida dari pati dan
enzim yang terdapat dalam fasa umpan. Pori membran PMMA harus lebih kecil dari ukuran
molekul pati dan enzim, tetapi memiliki ukuran yang cukup besar untuk meloloskan
oligosakarida. Ukuran pori membran PMMA yang sesuai untuk aplikasi ini berkisar antara
1,1 nm – 1,9 nm (Tabel 4.2). Membran PMMA dengan waktu penguapan sebagian pelarut
selama 10 menit dipilih sebagai kandidat membran bioreaktor karena memiliki pori paling
kecil diantara membran lain yang dibuat dalam penelitian ini, berdasarkan data fluks
membran yang diperoleh.
4.3 Uji kedapat-ulangan pembuatan membran
Pengukuran permeabilitas air dilakukan terhadap beberapa replika membran. Hal ini
dilakukan untuk menguji kedapat-ulangan pembuatan membran. Berikut ini adalah hasil
pengukuran fluks air dari membran PMMA 10 % (w/w):
21
Tabel 4.3 Fluks setiap replika membran waktu penguapan sebagian pelarut 5 menit
Tabel 4.4 Fluks setiap replika membran waktu penguapan sebagian pelarut 10 menit
Replika Laju Alir (L/menit)
2,6 4,7 6,4
1 24,32 28,08 32,06
2 16,36 18,24 21,01
3 26,09 28,75 33,39
4 31,4 34,27 42,45
5 50,19 53,95 60,36
Tabel 4.5 Fluks setiap replika membran waktu penguapan sebagian pelarut 15 menit
Replika Laju Alir (L/menit)
2,6 4,7 6,4
1 74,63 86,23 91,76
2 78,5 84,02 100,05
3 77,94 85,13 92,32
4 82,92 85,13 95,08
Hasil pengujian dengan uji Q menunjukkan bahwa kedapat-ulangan pembuatan membran
bernilai 100% untuk membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut 10 dan 15 menit
(Tabel 4.4 dan tabel 4.5). Membran dengan waktu penguapan sebagian pelarut 5 menit
memiliki kedapat-ulangan pembuatan membran sebesar 80% (Tabel 4.3).
Replika Laju Alir (L/menit)
2,6 4,7 6,4
1 72,97 76,29 76,29
2 76,29 77,94 89,55
3 63,02 66,33 72,97
4 63,02 67,44 69,65
5 66,33 68,55 72,97
Keterangan:
: gagal uji Q
22
4.4 Uji aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase dalam keadaan bebas dan teramobilisasi
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase dalam
keadaan bebas dan teramobilisasi. Aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase berperan penting
dalam reaksi hidrolisis pati menjadi oligosakarida. Semakin besar aktivitas enzim berkorelasi
dengan semakin banyak substrat yang dapat diubah per satuan waktu.
Dalam pembuatan membran bioreaktor, ekstrak kasar enzim α-amilase yang diisolasi dari
ragi Pichia pastoris diamobilisasikan dalam matriks polimer poliakrilamid. Pengujian
aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase teramobilisasi penting untuk mengkonfirmasi bahwa
ekstrak kasar enzim α-amilase masih memberikan aktivitas yang memadai untuk dijadikan
membran bioreaktor.
Penentuan aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase dalam keadaan bebas telah dilakukan oleh
Kelompok Keahlian Biokimia, Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase
dalam keadaan bebas adalah sebesar 6621 unit aktivitas. Pengujian aktivitas ekstrak kasar
enzim α-amilase teramobilisasi menunjukkan bahwa aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase
turun menjadi 2843 unit aktivitas (Gambar 4.4).
Gambar 4.4 Aktivitas ekstrak kasar α-amilase setiap waktu
Penurunan aktivitas ekstrak kasar enzim α-amilase kemungkinan besar diakibatkan oleh
mekanisme polimerisasi akrilamid dan bis-akrilamid. Polimerisasi akrilamid dan bis-
akrilamid membentuk gel poliakrilamid terjadi melalui mekanisme radikal bebas. Reaksi
radikal bebas adalah reaksi yang sulit dikendalikan. Penambahan inisiator amonium persulfat
akan membentuk senyawa radikal yang akan menyerang akrilamid, bis-akrilamid dan ekstrak
kasar enzim α-amilase. Enzim yang bereaksi dengan radikal bebas diperkirakan mengalami
perubahan konformasi yang menyebabkan berkurangnya sisi aktif enzim. Perubahan
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
0 10 20 30 40
Unit a
ktivitas (m
g/mL)
waktu (menit)
23
konformasi sisi aktif enzim menyebabkan enzim kehilangan kemampuan untuk
mengkatalisis reaksi enzimatis sehingga aktivitas enzim akan menurun.
4.5 Uji kinerja membran bioreaktor
Membran bioreaktor yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari membran PMMA 10%
(w/w) dan ekstrak kasar enzim α-amilase yang diamobilisasi dalam matriks polimer
poliakrilamid. Pengujian terhadap membran bioreaktor dilakukan dengan melihat jumlah pati
yang diloloskan dan jumlah oligosakarida (yang dinyatakan dalam jumlah gugus gula
pereduksi) yang dihasilkan setiap waktu.
Uji kualitatif membran pada larutan permeat menggunakan larutan I2/KI, menghasilkan
larutan berwarna biru (pekat). Intensitas warna biru yang terbentuk bergantung pada
konsentrasi pati yang terdapat dalam larutan. Hasil uji ini menunjukkan keberadaan pati
dalam jumlah besar dalam fasa permeat. Pati seharusnya berada dalam fasa umpan, tidak
berpermeasi ke dalam fasa permeat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa membran
PMMA 10% (w/w) dengan waktu penguapan sebagian pelarut selama 10 menit memiliki
rejeksi yang rendah terhadap pati. Rejeksi diperbaiki dengan memberikan perlakuan panas
(annealing) terhadap membran. Annealing dilakukan dengan memanaskan membran dalam
oven pada suhu 65 °C selama 2 menit. Pemberian perlakuan panas terhadap membran
diharapkan dapat memperkecil pori membran sehingga meningkatkan rejeksi membran
terhadap pati.
Uji rejeksi terhadap pati dilakukan terhadap membran PMMA 10% (w/w) dengan waktu
penguapan sebagian pelarut selama 10 menit. Tabel 4.6 memperlihatkan perbandingan
absorbansi larutan pati yang berpermeasi menembus membran pada membran yang diberi
perlakuan panas dan membran tanpa perlakuan panas.
Tabel 4.6 Perbandingan rejeksi membran terhadap pati: absorbansi larutan pati dalam fasa
umpan
Menit
ke-
Absorbansi larutan umpan
Sebelum annealing setelah annealing
0 0,0214 0,0331
80 0,0374 0,0519
Tabel 4.6 menunjukkan adanya peningkatan rejeksi terhadap pati meningkat dalam kasus
membran PMMA 10% yang diberikan perlakuan panas. Peningkatan absorbansi
menunjukkan peningkatan jumlah pati dalam fasa umpan. Semakin besar peningkatan
24
konsentrasi pati pada fasa umpan, mengindikasikan bahwa makin banyak pula pati yang
terrejeksi oleh membran. Dengan demikian, kinerja membran PMMA yang dipergunakan
sebagai membran bioreaktor diperbaiki dengan memberikan perlakuan panas terhadap
membran.
Gambar 4.5 Kadar pati dalam fasa umpan dan permeat
Gambar 4.5 menunjukkan adanya penurunan kadar pati (%w/v) dalam fasa umpan dan
peningkatan kadar pati (%w/v) dalam fasa permeat setiap waktu, dengan orde yang praktis
sama. Hal ini menunjukkan bahwa pati berpermeasi menembus membran. Dugaan ini
diperkuat oleh foto SEM. Analisis morfologi menggunakan SEM menunjukkan terbentuknya
pori berukuran nano pada membran. Ukuran pori terkecil yang terdapat pada membran
sebesar 200 nm (Gambar 4.6). Ukuran pori sebesar ini masih belum bisa merejeksi pati
substrat dan enzim yang masing-masing berukuran 2-10 nm dan 2-5 nm (Tabel 4.2).
Gambar 4.6 Foto SEM membran PMMA: a. Penampang permukaan b. Penampang melintang
y = ‐8E‐07x3 + 6E‐05x2 ‐ 0,000x + 0,007R² = 0,996
y = ‐2E‐07x3 + 3E‐05x2 ‐ 0,001x + 0,201R² = 1
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0 10 20 30 40 50
Kad
ar p
ati (
% w
/v)
waktu (menit)
Permeat
Umpan
25
Sesuai dengan Persamaan 4.2, peningkatan kadar pati dalam fasa permeat mengakibatkan
koefisien rejeksi menurun setiap waktu (Gambar 4.7). Koefisien rejeksi adalah ukuran
keselektifan membran terhadap campuran larutan. Semakin besar koefisien rejeksi, semakin
besar tingkat keselektifan membran. Secara matematis, koefisien rejeksi dituliskan sebagai:
f
p
CC
R −=1
Persamaan 4.2. Koefisien rejeksi
dengan Cp adalah konsentrasi larutan pati dalam fasa permeat dan Cf adalah konsentrasi
larutan pati dalam fasa umpan.
Gambar 4.7 Rejeksi membran terhadap pati
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa membran memiliki rejeksi yang memadai terhadap substrat
pati, kendati pengukuran pori membran PMMA menggunakan SEM memperlihatkan bahwa
ukuran pori yang terdapat pada membran jauh lebih besar dibandingkan ukuran polisakarida
pati. Rejeksi membran bioreaktor bertambah karena adanya lapisan polimer poliakrilamid
yang melapisi membran PMMA membuat pori membran bioreaktor menjadi lebih kecil.
y = 4E‐06x3 ‐ 0,000x2 + 0,003x + 0,963R² = 0,997
0,840
0,860
0,880
0,900
0,920
0,940
0,960
0,980
0 10 20 30 40 50
Rej
eksi
waktu (menit)
26
Gambar 4.8 Foto SEM membran bioreaktor: a. penampang permukaan b. penampang melintang
Gambar 4.8 menunjukkan tidak terbentuknya pori pada permukaan poliakrilamid. Walaupun
membran PMMA memiliki pori yang lebih besar dari ukuran pati, namun keberadaan lapisan
poliakrilamid yang rapat membuat sustrat pati sedikit tertahan.
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai kinerja membran bioreaktor
dan kaitannya dengan aktivitas enzim, kadar oligosakarida yang dihasilkan sebagai fungsi
waktu ditentukan. Penentuan kadar oligosakarida tidak secara langsung, namun ditentukan
dengan mengukur jumlah gugus gula pereduksi yang terdapat pada rantai sakarida. Setiap
rantai sakarida memiliki paling sedikit 2 buah gugus gula pereduksi. Jumlah oligosakarida
bisa didekati dengan pengukuran terhadap jumlah gugus gula pereduksi. Jumlah gugus gula
pereduksi ditentukan menggunakan metode DNS. Gugus gula pereduksi ini akan mengalami
reaksi redoks dengan pereaksi DNS. Pereaksi DNS akan mengalami reduksi, sedangkan gula
pereduksi akan mengalami oksidasi.
27
Gambar 4.9 Jumlah gugus gula pereduksi dalam fasa umpan dan permeat
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah gugus gula pereduksi mengalami
penurunan dalam fasa umpan dan permeat (Gambar 4.9). Berkurangnya jumlah pati dalam
fasa umpan, akan menurunkan jumlah gugus gula pereduksi.
Penurunan kadar gula pereduksi dalam fasa permeat menunjukkan pengurangan jumlah pati
yang terhidrolisis. Berkurangnya jumlah pati yang terhidrolisis menyebabkan berkurangnya
gugus pereduksi yang dihasilkan dalam fasa permeat. Data ini menyimpulkan bahwa
kemampuan hidrolisis enzim mengalami penurunan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh waktu
kontak yang terlalu singkat antara enzim dan substrat pati, mengingat laju alir larutan umpan
yang tinggi (2,7 L/menit).
y = 2E‐08x3 ‐ 3E‐06x2 + 1E‐05x + 0,032R² = 0,917
y = ‐3E‐08x3 ‐ 3E‐06x2 ‐ 1E‐06x + 0,026R² = 0,963
0,000
0,005
0,010
0,015
0,020
0,025
0,030
0,035
0 10 20 30 40 50
konsen
trasi gula pe
redu
ksi (% )
waktu (menit)
Umpan
Permeat