AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBATAN
-GLUKOSIDASE EKSTRAK DAN NANOPARTIKEL
EKSTRAK KULIT KAYU MAHONI
(Swietenia macrophylla King)
AN-NISA ROSIYANA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
AN-NISA ROSIYANA. Aktivitas Antioksidan dan Penghambatan -Glukosidase Ekstrak dan Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla
King). Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan DIMAS ANDRIANTO.
Kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) merupakan salah satu
limbah industri pengolahan kayu. Kulit kayu mahoni memiliki kandungan
senyawa katekin, epikatekin, dan swietemakrofilanin yang memiliki aktivitas
antioksidan dan antidiabetes pada tikus yang diinduksi aloksan. Penelitian ini
bertujuan menentukan aktivitas antioksidan dan penghambatan -glukosidase pada sampel ekstrak dan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni. Metode ekstraksi
dengan menggunakan akuades sebagai pelarut, pengujian aktivitas antioksidan
menggunakan metode 2,2-difenil-1pikrilhidrazil (DPPH) dan daya reduksi. Pengujian penghambatan -glukosidase diukur dengan metode spektrofotometer. Kadar air kulit kayu mahoni yang diuji adalah 4.87%. Rendemen ekstrak 9.462%
dan nanopartikel 51.11%. Hasil uji antioksidan terhadap senyawa rutin, ekstrak,
dan nanopartikel dengan metode DPPH didapatkan IC50 secara berurutan 17.33
1.17 ppm, 9.62 0.72 ppm, dan lebih dari 2500 ppm. Daya reduksi senyawa rutin
tertinggi sebesar 67.03% pada 25 ppm, ekstrak tertinggi sebesar 67.41% pada 20
ppm, dan nanopartikel 31.47% pada 20 ppm. Nilai IC50 dari penghambatan -glukosidase ekstrak 17.25 ppm, nanopartikel lebih dari 200 ppm, dan akarbosa
0.37 ppm. Hasil uji menunjukan bahwa ekstrak mampu berperan sebagai
antioksidan dan antidiabetes berdasarkan nilai IC50. Sementara untuk nanopartikel
ekstrak kulit kayu mahoni belum mampu untuk berperan sebagai antioksidan
berdasarkan metode DPPH dan daya reduksi, dan antidiabetes.
Kata kunci: kulit kayu mahoni; nanopartikel; antioksidan; -glukosidase
ABSTRACT
AN-NISA ROSIYANA. Activity Antioxidants and Inhibition of -Glucosidase Extract and Nanoparticles Extract Mahogany (Swietenia macrophylla King) Bark.
Supervised by SYAMSUL FALAH and DIMAS ANDRIANTO.
Mahogany (Swietenia macrophylla King) bark is waste disposal industry
manufacture of bark. Mahogany bark have catechin, epicatechin, and
swietemacrophyllanin contents which useful as an antioxidants and antidiabetic of
rats induced alloxan. This study aimed to determine the antioxidant activity and
inhibition of -glucosidase in the extract and nanoparticle extract of mahogany bark. Extraction method use aquades as solution, antioxidant activity assays was
caried using 2,2-diphenyl-1-picrilhidrazyl (DPPH) and reducing power. Inhbition
of -glucosidase was measured with a spectrophotometric method. Mahogany moisture content was 4.87%. Extract yield of 9.46% and yield of nanoparticle
51.11% were obtained. The DPPH resulted that of the rutin compound, extract,
and nanoparticles obtained by IC50 DPPH method sequentially 17.33 1.17 ppm,
9.62 0.72 ppm, and more than 2500 ppm. Respectively, power reduction of the
rutin compound has a 67.03% at 25 ppm, the extract 67.41% at 20 ppm, and
nanoparticle 31.47% at 20 ppm. IC50 values inhibition of -glucosidase extract was 17.25 ppm, nanoparticles were more than 200 ppm, and acarbose was 0.37
ppm. The test results showed that the extract capable of acting as antioxidant and
antidiabetic based on IC50 values. As for nanoparticles mahogany bark extract did
not able to act as antioxidants and antidiabetics based on the method tested.
Keywords: mahagony bark; nanoparticles; antioxidants; -glucosidase
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENGHAMBATAN
-GLUKOSIDASE EKSTRAK DAN NANOPARTIKEL
EKSTRAK KULIT KAYU MAHONI
(Swietenia macrophylla King)
AN-NISA ROSIYANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Aktivitas Antioksidan dan Penghambatan -Glukosidase Ekstrak dan Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni
(Swietenia macrophylla King)
Nama : An-Nisa Rosiyana
NIM : G84080038
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si
Ketua
Dimas Andrianto, S.Si, M.Si
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Penulis bersyukur kepada Allah SWT atas izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Aktivitas Antioksidan dan Penghambatan -Glukosidase Ekstrak dan Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) sehingga bisa selesai tepat waktu. Penelitian ini berlangsung selama enam bulan mulai bulan Maret Agustus 2012. Tempat pelaksanaan penelitian ini di Laboratorium Penelitian Biokimia dan
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (LPSB-IPB).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, S.Hut. M.Si
dan Dimas Andrianto, S.Si. M.Si selaku pembimbing, atas bimbingan dan arahan
yang diberikan dalam pengusulan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima
kepada staf Laboratorium Biokimia atas bantuan serta kemudahan dalam
menjalankan penelitian ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua dan keluarga besar Sittunnisa atas dukungannya. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada Lusianawati, Dita Meisyara, Satriaji Hartamto,
Yuanita, Nina Bin Hatim, Rian Triana, Annisa Utami, Nuraeni, Banda Gunarsa, M. Iqbal Syukri, M.Faris Fathin, Egi Mariah Nurpagi, Didit Haryadi, Reza Wisnu
Kusuma, Dyah Kenyar, Rahmi Maydina, NLP Eka Kartika, Gita Wahyu
Arifiyanti, Yuliana, Derry Riskawati, Fitria Shofi Utami, Tri Novita Sari, dan
Raizumi Filaini atas dukungan morilnya. Penulis berharap semoga penelitian ini bisa bermanfaat, baik bagi penulis pribadi maupun pembaca.
Bogor, Nopember 2012
An-Nisa Rosiyana
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Mei 1990 di Tasikmalaya, Jawa Barat
dari ayahanda Udin Samsudin dan Ibunda Yati Suryati. Penulis merupakan anak
ketiga dari enam bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di Tasikmalaya, SDN
Sukamulya lulus tahun 2002, MTs Cempakawarna lulus tahun 2005, SMA Negeri
9 Tasikmalaya lulus tahun 2008, dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Penulis tercatat sebagai
mahasiswa Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi dan
kegiatan kampus. Pengurus sempat aktif dalam kepengurusan Himpunan
Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA). Penulis juga aktif di organisasi Dewan
Perwakilan Mahasiswa FMIPA (DPM FMIPA) tahun 2009-2010 sebagai anggota
komisi 3, Majelis Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (MPM KM
IPB) tahun 2009-2010 sebagai bendahara BP PEMIRA, anggota FIKSI IPB pada
tahun 2010, dan Dewan Perwakilan Mahasiswa FMIPA (DPM FMIPA) tahun
2010-2011 sebagai bendahara umum. Selain aktif berorganisasi, penulis juga
bergabung dengan beberapa kepanitiaan di IPB, diantaranya LKIP Lomba Karya Ilmiah Populer (2009), PEMIRA Crebs (2009), Lokakarya KM IPB (2010), dan Sidang Umum Keluarga Mahasiswa IPB (2010). Penulis juga tercatat sebagai
penerima beasiswa Yayasan Toyota dan Astra tahun 2011-2012. Selain itu,
penulis pernah menjadi peserta Latihan Kepemimpinan dan Manajemen
Mahasiswa 2011 yang diadakan oleh Direktorat Kemahasiswaan IPB.
Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Biokimia
Mikroba, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Karya ilmiah yang pernah ditulis adalah Laporan
Praktik Lapangan: Uji Aktivitas Enzim Lakase, Selulase, dan Xilanase pada Masa
Pertumbuhan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Pengalaman profesi penulis
diantaranya sebagai pengajar di bimbingan belajar Spectrum (2012), asisten
praktikum Biokimia Umum untuk mahasiswa Biologi (2011) dan Fakultas
Kedokteran Hewan (2012), Struktur dan Fungsi Seluler untuk mahasiswa
Biokimia (2012), dan Pengantar Penelitian Biokimia untuk mahasiswa Biokimia
(2012).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Mahoni .................................................................................................... 2
Nanopartikel ............................................................................................ 3
Kitosan .................................................................................................... 3
Antioksidan .............................................................................................. 4
Diabetes Mellitus ..................................................................................... 5
- Glukosidase ......................................................................................... 5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................ 6
Metode .................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air dan Rendemen Ekstrak ............................................................. 8
Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni................................................. 9
Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ........................................... 9
Aktivitas Antioksidan dengan Metode Daya Reduksi ............................... 10
Penghambatan Enzim -Glukosidase ....................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................. 12
Saran ........................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12
LAMPIRAN ................................................................................................... 17
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Nilai IC50 rata-rata seluruh sampel .......................................................... 10
2 Penghambatan enzim -glukosidase ......................................................... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Mahoni (Swietenia macrophylla King.) ................................................... 2
2 Hidrolisis pNPG oleh enzim glukosidase .............................................. 6
3 Struktur akarbosa ..................................................................................... 6
4 Ekstrak kulit kayu mahoni ........................................................................ 9
5 Nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni ................................................... 9
6 Hubungan antara sampel dengan konsentrasi 25 ppm dan daya hambat . 10
7 Persentase Daya reduksi. .......................................................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Alur penelitian ......................................................................................... 18
2 Kadar air simplisia kulit kayu mahoni ...................................................... 19
3 Rendemen ekstrak .................................................................................... 19
4 Rendemen nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni ................................... 19
5 Data absorbansi uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ............... 20
6 Hubungan antara % penghambatan antioksidan dan konsentrasi ............... 21
7 Uji aktivitas antioksidan dengan metode daya reduksi .............................. 23
8 Penghambatan enzim - glukosidase dengan ekstrak kulit kayu mahoni ... 24
9 Aktivitas penghambatan ekstrak kulit kayu mahoni terhadap
-glukosidase ........................................................................................... 25
10 Penghambatan enzim -glukosidase dengan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni ..................................................................................................... 26
11 Aktivitas penghambatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni terhadap
-glukosidase ........................................................................................... 27
12 Penghambatan enzim - glukosidase dengan akarbosa ............................. 28
13 Aktivitas penghambatan akarbosa terhadap -glukosidase ........................ 29
14 Nilai IC50 antidiabetes ............................................................................. 29
15 Analisis statistika penghambatan ekstrak dan nanopartikel ekstrak kulit kayu
mahoni terhadap enzim -glukosidase. ..................................................... 30
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu
penyakit kronis akibat adanya kekacauan
dalam sistem metabolisme yang
dikarakterisasi karena bawaan (DM tipe 1)
atau yang diperoleh dari ketidakmampuan
untuk mentransfer glukosa kedalam sel aliran
darah (DM tipe 2) (Puteri & Kawabata 2010).
Kondisi ini terjadi dengan adanya peningkatan
glukosa dalam darah (hiperglikemia).
Penyakit diabetes melitus merupakan empat besar penyakit penyebab kematian terbanyak
setelah kanker, jantung, dan paru-paru di
Indonesia. Sebanyak 25.8 juta orang di
Amerika Serikat terkena diabetes dan
terdiagnosis sekitar 18.8 juta orang. Sisanya
yang tidak terdiagnosis sebanyak 7 juta orang
(CDC 2011). Menurut data dari World Health
Organization (WHO) sekitar 346 juta
penduduk dunia terkena diabetes pada tahun
2010 dan 21.3 juta orang merupakan penderita
dari Indonesia. Sebanyak 80% kasus kematian diabetes terjadi di negara miskin dan
berkembang (WHO 2010).
Secara klinis, diabetes mellitus dibagi
menjadi dua tipe yaitu diabetes tipe 1 atau
insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM),
dan diabetes tipe 2 atau non-insulin-dependent
diabetes mellitus (NIDDM) juga disebut
sebagai diabetes resistensi insulin. Diabetes
tipe 1 merupakan diabetes yang disebabkan
oleh defisiensi insulin dan ketidakmampuan
sel - pankreas memproduksi insulin. IDDM membutuhkan terapi insulin secara rutin.
Diabetes tipe 2 terjadi karena rusaknya sistem
pengaturan aktivitas insulin. Insulin mampu
untuk diproduksi tetapi ada kerusakan pada
sistem respon insulinnya sehingga terjadi
resistensi insulin (Nelson & Michael 2004).
Diabetes melitus terjadi karena tingginya
konsentrasi glukosa dalam darah. Glukosa
dapat teroksidasi sebelum berikatan dengan
protein dan juga setelah berikatan dengan
protein (glycated protein) menghasilkan
reactive oxygen species (ROS) (Widowati 2008). Pembentukan ROS ini akan
menurunkan pembentukan antioksidan
gluthatione (GSH) yang merupakan
antioksidan enzimatis yang dihasilkan tubuh
(Halliwel et al. 1999). Antioksidan ini
berfungsi sebagai senyawa yang mampu
menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat
radikal bebas dan molekul reaktif sehingga
mampu mencegah kerusakan sel (Winarsi
2007).
Senyawa antioksidan memiliki potensi sebagai antidiabetes yang mampu mencegah
terjadinya oksidasi glukosa dalam darah,
sehingga banyak inovasi untuk pengembangan
antioksidan yang juga sekaligus sebagai
penghambat -glukosidase. Pengembangan inovasi ini berkembang ke penggunaan
tanaman herbal. Salah satu tanaman herbal
yang berpotensi sebagai antioksidan dan
penghambat -glukosidase adalah kulit kayu mahoni.
Kulit kayu mahoni mengandung senyawa
kimia seperti katekin, epikatekin, dan swietermakrofilanin yang berperan sebagai
antioksidan (Falah et al. 2008). Kandungan
senyawa antioksidan yang tinggi bisa
mencegah terjadinya oksidasi yang terjadi
dalam tubuh. Ekstrak air kulit kayu mahoni
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi
(Maydina 2012).
Tingginya kemampuan ekstrak sebagai
antioksidan sehingga dilakukan modifikasi
teknologi. Salah satu modifikasi teknologi
dengan membuat ukuran ekstrak menjadi lebih kecil yaitu dalam bentuk nanopartikel.
Pembuatan nanopartikel dapat dilakukan
dengan penyalut. Nanopartikel dengan
penyalut dapat melindungi nutrien dari sistem
pencernaan dan dari kemungkinan terbuang
tanpa proses penyerapan (Winarno &
Fernandez 2010). Penyalut yang digunakan
adalah kitosan. Kitosan memiliki kemampuan
antibakteri (Maiti et al. 2007) sehingga
ekstrak yang disalut dapat dilindungi. Ukuran
nanopartikel mampu untuk menghantar pada sel target. Pengurangan atau pengecilan
ukuran partikel akan meningkatkan luas
permukaaan yang menyebabkan kelarutan
tinggi.
Berdasarkan penelitian sebelumnya
pengujian antioksidan nanopartikel kulit kayu
mahoni dan nanokitosan memiliki aktivitas
antioksidan yang rendah. Nanopartikel kulit
kayu mahoni memiliki IC50 lebih dari 100
ppm (Maydina 2012). Pengujian pada
nanopartikel ini dilakukan kembali dengan
menggunakan metode pembuatan nanopartikel yang berbeda dan pengujian antioksidan
metode daya reduksi. Selain itu, untuk uji
antidiabetes in vitro belum dilakukan pada
penelitian sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan menentukan
potensi ekstrak dan nanopartikel ekstrak kulit
kayu mahoni sebagai antioksidan dan
penghambatan -glukosidase. Hipotesis penelitian ekstrak dan nanopartikel ekstrak
kulit kayu mahoni memiliki potensi
antioksidan serta menghambat -glukosidase. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah memberikan informasi kemampuan
2
ekstrak sebagai antioksidan dan antidiabetes,
serta memberikan inovasi teknologi berupa
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni
sebagai antioksidan dan antidiabetes, serta
pemanfaatan kulit kayu mahoni yang
merupakan limbah industri pengolahan kayu.
TINJAUAN PUSTAKA
Mahoni
Mahoni secara taksonomi memiliki nama
Swietenia macrophylla King dengan subfamili
swietenoideae dan tergolong ke dalam famili
meliacea yaitu suatu kelompok tanaman yang
memiliki aktivitas sebagai insektisida dan dapat digunakan sebagai obat herbal
(Krisnawati et al. 2011). Mahoni merupakan
tumbuhan yang mudah beradaptasi dan
tumbuh dengan cepat, sehingga telah
ditumbuhkan sebagai penghasil kayu dan juga
regenerasi hutan di daerah tropis termasuk di
Indonesia (Falah et al. 2008). Tanaman ini
secara ektensif ditanam di wilayah Asia
Selatan dan Asia Pasifik termasuk di India,
Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka. Selain itu,
mulai diperkenalkan pada daerah Afrika Barat (Krisnawati et al. 2011).
Mahoni merupakan pohon yang tumbuh
tahunan, dan memiliki tinggi lebih dari 30 m.
Batang pohon lurus dan silinder, sedikit
berlekuk dengan perkembangan taji yang baik.
Mahkota pohon yang masih muda lebih
sempit sedangkan pada pohon yang sudah tua
lebih luas, padat, dan bercabang. Bagian kulit
luar pohon yang sudah tua bersisik, kusut, dan
berwarna coklat keabuan (Krisnawati et al.
2011). Daun bertandan dan menyirip yang
lebarnya berkisar 35-50 cm. Bunganya kecil berwarna putih dengan panjang 10-20 cm.
Buah mahoni berbentuk kapsul, keras, dan
memiliki panjang 12-15 cm, berwarna abu-
abu coklat (Joker 2001).
Mahoni secara alami dapat ditemukan
pada daerah tropis kering dan tropis basah.
Mahoni merupakan pohon yang dapat hidup
pada curah hujan 1000 dan 2500 mm dengan
periode kering 0-4 bulan (Lamb 1966). Di
Indonesia, mahoni tumbuh pada ketinggian 0-
1500 m di atas permukaan laut pada area suhu 20-28C. Pada suhu dingin 11-22 C dan pada
suhu panas 22-30C (Soerianegara &
Lemmens 1993).
Mahoni dapat digunakan sebagai penyejuk
jalanan di kota-kota besar. Pemanfaatan kayu
mahoni dikenal sebagai bahan baku industri
properti seperti meubel, bingkai, dan papan
(Suhesti 2007). Daunnya dapat digunakan
sebagai agen pewarna (Mahele et al. 2006).
Gambar 1. Mahoni (Swietenia macrophylla
King)
Mahoni juga dapat digunakan sebagai
bahan ramuan jamu-jamuan untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Beberapa
penelitian mengenai biji mahoni yang telah
diteliti sebelumnya berfungsi sebagai antiinflamasi, antimutagenik, dan antitumor
(Guevera et al. 1996), antimikrobial (Maiti et
al. 2007), dan aktivitas antidiare secara in vivo
(Mandal et al. 2007). Mahoni digunakan
sebagai obat diare karena mampu
menghambat peristaltik usus kecil dan
meningkatkan penyerapan air dan konsistensi
feses. Limonoid dan turunannya merupakan
komponen utama dalam tumbuhan ini.
Penggunaan biji mahoni ini telah digunakan
secara komersial dalam bidang kesehatan
yaitu untuk meningkatkan sirkulasi darah dan menjaga kesehatan kulit (Goh & Habsah
2011).
Kulit kayu mahoni mengandung katekin,
epikatekin, dan switenemakrofilanin.
Ekstraknya dapat digunakan untuk
pengobatan luka dan sebagai zat warna merah
(Falah et al. 2008). Aktivitas antioksidan dari
tiga komponen tersebut telah diuji dengan
menggunakan metode DPPH dan hasilnya
menunjukkan bahwa swietemakrofilanin
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan dengan katekin, epikatekin, dan
trolox. Senyawa-senyawa tersebut diketahui
mempunyai aktivitas antioksidan secara in
vitro (Kumar & Kumar 2009). Ningsih (2010)
mengemukakan ekstrak kulit kayu mahoni
mengandung senyawa tanin, terpenoid,
saponin, alkaloid, dan flavonoid. Pemberian
ekstrak air kulit kayu mahoni juga sebagai
antihiperurisemia (Darminto 2010; Lavenia
2010; Nasution 2011), menurunkan kadar
kolesterol (Mustika 2010), dan menurunkan
kadar glukosa darah (Cing 2010).
3
Nanopartikel
Nanoteknologi adalah teknologi yang
memungkinkan suatu objek dalam ukuran
nano. Pengembangan nanoteknologi ini
meliputi beberapa tahap yaitu materi,
pengaturan, dan sistem. Nanoteknologi
diharapkan dapat membuka beberapa aspek
baru untuk menyembuhkan dan mencegah
penyakit dengan menggunakan ukuran skala
nano. Sekarang ini, nanoteknologi digunakan
sebagai sensor, mengantarkan obat pada target, dan pengantar sistem gen (Singh et al. 2008).
Nanopartikel terdiri dari materi
makromolekular dan bisa digunakan terapi
sebagai pembantu dalam vaksin atau
pembawa obat bahan aktif yang dilarutkan,
dijebak, dikemas, diadsorpsi, atau zat kimia
yang dilekatkan. Ada dua jenis nanopartikel
yang tergantung pada proses persiapannya
yaitu nanosphere dan nanocapsules.
Nanospheres memiliki struktur tipe monolitik
(matriks) obat yang didispersikan atau terabsorpsi ke permukaan. Nanokapsul
menunjukan struktur dinding membran dan
obat terperangkap dalam inti atau terabsorpsi
ke eksterior. Nanopartikel ini diadaptasi
karena sangat sulit menentukan partikel-
partikel ini dari matriks atau jenis membran
(Mohanraj & Chen 2005). Objek sistem
penghantaran obat langsung menuju sel target
atau reseptor dalam tubuh (Mishra et al. 2008).
Nanoteknologi mempunyai cabang yang
panjang pada bidang sains. Penelitian dispesialisasikan seperti pada nanooptik,
nanobioteknologi, nanomedis, nanoelektronik,
dan nanomaterial. Beberapa contoh aplikasi
penelitian nanopartikel telah diaplikasikan
dalam bidang industri. Pembuatan suspensi
bubuk nanopartikel silikon oksida, alumunium
oksida, dan serium oksida yang digunakan
dalam industri elektronik (NanoCare
Consortium 2009). Nanoprtikel Ag, CuO, dan
ZnO digunakan untuk beberapa tujuan
misalnya pada modifikasi tekstil, kosmetik,
semprotan, plastik, dan cat. Penggunaan nanopartikel ZnO pada tenunan katun
mempunyai kemampuan sebagai antimikroba
(Anita et al. 2010).
Penerapan nanopartikel dilakukan di
bidang medis. Nanopartikel dalam bidang
medis memiliki potensi penting dalam
pencegahan, penanganan yang cepat, dan
tepat dalam diagnosis serta sebagai perawatan
pada suatu penyakit (Mishra et al. 2008).
Nanopartikel dapat digunakan sebagai
penghantar obat yang baik dan tepat. Hal ini dikarenakan nanopartikel termasuk golongan
Solid Colloidal Drug Delivery System, dan
merupakan dari sistem penghantar obat yang
dapat diuraikan oleh tubuh dan tidak toksik
(Pankhurst et al. 2003). Nanopartikel mampu
menghantarkan obat sampai ke target dan
mengontrol pelepasan obat (Manikandan &
Kamaraguru 2010). Menurut Poulain &
Nakache (1998) juga menyebutkan bahwa
enkapsulasi dengan menggunakan partikel
ukuran nano menyebabkan ekstrak lebih
akurat dalam mencapai target. Nanopartikel dapat disimpan dalam bentuk padat. Sediaan
nanopartikel ini setelah melalui proses
penyimpanan selama satu tahun masih dapat
diencerkan kembali menjadi larutan koloidial
yang baik dan mempunyai sifat-sifat in vivo
dan in vitro yang tidak berubah (Wiraatmaja
1984). Menurut BarathManiKanth et al.
(2010), nanopartikel emas dapat digunakan
sebagai antioksidan dan antihiperglikemia.
Karakterisasi nanopartikel dapat dilakukan
dengan karakteristik fisik. Karakteristik nanopartikel fisik yang umumnya dilakukan
dengan teknik mikroskop elektron [TEM,
SEM], mikroskop atomic [AFM],
penghamburan cahaya dinamik [DLS], x-ray
mikroskop fotoelekron [XPS], bubuk x-ray
difraktometri [XRD], fourier transform
infrared (FTIR), spektroskopi UV-Vis.
(Siregar 2009). Penentuan ukuran
nanopartikel dengan particle size analyzer
(PSA).
Kitosan
Kitosan adalah polimer hidrofilik
bermuatan positif yang diperoleh dari hasil
deasetilasi kitin dan merupakan komponen
utama dari cangkang krustasea (Lpez-Len
et al. 2005). Biopolimer alami kedua
terbanyak setelah selulosa, yang banyak
terdapat pada serangga, krustasea, dan fungi
(Dutta el al. 2004). Kitosan secara luas
diaplikasikan pada fungsional biopolimer
dalam makanan dan farmasi. Kitosan
diketahui memiliki bermacam-macam aktivitas biologi termasuk efek meningkatkan
kekebalan, antitumor, antijamur, dan aktivitas
antibakteri (Qin et al. 2002; Roller et al. 1999;
Zheng et al. 2003).
Oligomer kitosan dapat dihasilkan dengan
iradiasi sonik, hydrodynamic shearing, dan
hidrolisis secara kimiawi. Akan tetapi cara-
cara tersebut menghasilkan oligomer dengan
derajat polimerisasi (DP) yang rendah karena
efesiensi yang rendah dan pemotongan yang
acak. Degradasi kitosan secara enzimatis adalah cara yang lebih baik untuk
4
mendapatkan oligomer kitosan dengan derajat
polimerisasi yang tinggi (Meidina et al. 2005).
Parameter mutu kitosan biasanya dilihat
dari nilai derajat deasetilasi, kadar air, kadar
abu, bobot molekul, konsentrasi pelarut, dan
suhu. Gel kitosan terjadi karena terbentuknya
jaringan tiga dimensi antara molekul kitosan
yang rentang pada seluruh volume gel yang
terbentuk dengan menangkap sejumlah air.
Sifat jaringan serta interaksi molekul yang
mengikat keseluruhan gel menentukan kekuatan, stabilitas, dan tekstur gel. Untuk
memperkuat jaringan di dalam gel biasanya
digunakan molekul lain yang berperan sebagai
pembentuk ikatan silang (Keuteur 1996).
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi
elektron (electron donor) atau reduktan.
Senyawa ini memiliki berat molekul yang
kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara
mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan
juga merupakan senyawa yang mampu
menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif
sehingga dapat menghambat kerusakan sel
(Winarsi 2007).
Keseimbangan oksidan dan antioksidan
sangat penting berkaitan dengan fungsi sistem
imunitas tubuh. Kondisi ini untuk menjaga
integritas dan beberapa fungsi lipid, protein
sel, dan asam nukleat, serta mengontrol tranduksi sinyal dan ekspresi gen dalam sel
imun. Ketidakseimbangan akan menyebabkan
terjadinya kerusakan terhadap sel karena
adanya proses oksidasi. Secara umum,
antioksidan dikelompokan menjadi dua yaitu
antioksidan enzimatis dan antioksidan non-
enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya
enzim superoksida dismutase (SOD), katalase,
dan glutation peroksidase. Antioksidan non-
enzimatis dibagi menjadi dua yaitu
antioksidan larut lemak seperti tokoferol, karetenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin;
dan antioksidan larut air seperti asam
askorbat, asam urat, protein pengikat logam,
dan protein pengikat heme (Winarsi 2007).
Berdasarkan aktivitasnya, antioksidan
digolongkan menjadi dua bagian yaitu
antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan
primer disebut dengan tipe 1 atau antioksidan
yang dapat memecah rantainya karena
molekul kimia laminya dapat berperan sebagai
penangkap radikal bebas. Selain itu dapat
menghambat tahap inisiasi atau mengganggu tahap propogasi pada autooksidasi.
Antioksidan primer tidak dapat menghambat
oksidasi fotosensitis atau penangkapan
oksigen tunggal (Wanasundara & Shahidi
2005). Antioksidan sekunder sebagai
antioksidan pencegahan dengan mengurangi
laju inisiasi rantai. Antioksidan sekunder ini
misalnya katalase dan peroksida lainnya yang
bereaksi dengan ROOH dan ion logam kelat
seperti etilendiaminatetraasetat (EDTA) dan
dietilentriaminpentaasetat (DTPA)
(Wanasundara & Shahidi 2003; Murray et al. 2003).
Ada beberapa metode uji antioksidan yang
dapat digunakan untuk mengukur aktivitas
antioksida baik berupa in vitro maupun in
vivo. Metode in vitro memberikan hasil
aktivitas antioksidan yang lebih maksimal
tetapi data yang didapat melalui metode ini
sulit diaplikasikan pada manusia. Sebaliknya,
pengukuran in vivo sulit mengetahui
antioksidan yang diambil oleh sel dan proses
transpornya. Metode penentuan aktivitas antioksidan memiliki beberapa prinsip
pengujian yaitu uji stabilitas yang dipercepat,
pengukuran nilai peroksida, konjugasi diena,
penentuan senyawa reaktif asam
tiobarbioturat, pengukuran heksanal, dan
produk akhir yang berhubungan, dan
pengukuran melalui radikal bebas (Antolovich
et al 2002).
Metode 2,2-difenil-1pikrilhidrazil (DPPH) merupakan metode yang sederhana, cepat, dan
murah untuk penapisan aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa. DPPH digunakan
secara luas untuk percobaan kemampuan
komponen dalam menangkap senyawa radikal
bebas atau donor hidrogen, dan menentukan
aktivitas antioksidan makanan. Selain itu juga
dapat digunakan untuk kuantifikasi
antioksidan dalam sistem biologi kompleks.
Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel
padatan atau cairan dan tidak spesifik untuk
komponen antioksidan tertentu. Metode ini
untuk semua aplikasi aktivitas antioksidan
(Prakash et al. 2001) Radikal DPPH merupakan suatu senyawa
organik yang mengandung nitrogen yang tidak
stabil dengan absorbansi kuat pada panjang
gelombang 517 nm dan berwarna ungu gelap.
Analisis kualitatif aktivasi antioksidan
menggunakan DPPH sebagai uji dalam
mencari kemampuan menangkap radikal suatu
senyawa dalam ekstrak tumbuhan yang
umumnya dilakukan. Prinsip metode
penangkapan radikal adalah pengukuran
penangkapan radikal bebas sintetik DPPH dalam pelarut organik polar seperti etanol atau
metanol pada suhu kamar oleh suatu senyawa
5
yang memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi (Pokorni 2001).
Senyawa DPPH merupakan senyawa yang
sensitif terhadap beberapa basa Lewis, jenis
pelarut, serta oksigen. Prinsipnya didasarkan
pada penurunan nilai absorbansi akibat
perubahan warna larutan. Perubahan
warnanya dari ungu yang berubah menjadi
kuning. Hal ini terjadi pada saat penangkapan
DPPH oleh antioksidan yang melepas atom
hidrogen untuk menangkap DPPH-H stabil (Ozcelik et al. 2003).
Daya reduksi merupakan metode yang
ditentukan oleh Oyaizu (1986) untuk melihat
kemampuan mereduksi. Pengujian ini
dilakukan dengan menambahkan kalium
ferisianida 1% yang akan mereduksi ion Fe3+
dalam larutan menjadi ion Fe2+. Reaksi ini
terjadi pada suasana pH 6.6 (Katja et al.
2009). Reaksinya sebagai berikut:
K3[Fe(CN6)] K4[Fe(CN6)] Fe3+ + e- Fe4+
Kalium ferosianida diendapkan dan
dipisahkan dengan menambahkan asam
trikloroasetat 10%. Proses pemisahan juga
dilakukan dengan sentrifugasi. Supernatan
diujikan dengan ditambahkan dengan FeCl3
0.1% untuk membentuk warna biru. Sehingga
dapat terbaca pada panjang gelombang 700
nm (Manisha et al. 2009).
Ion logam transisi terutama besi bisa merangsang lipid peroksidasi dengan reaksi
Fenton. Selain itu, juga dapat mempercepat
lipid peroksida dengan dekomposisi lipid
hidroperoksida menjadi radikal peroksil dan
alkosil akan terjadi secara terus menerus pada
rantai reaksi (Mohan et al. 2012).
H2O2 + Fe+2
Fe+3 + OH- + OH-)
Diabetes Mellitus
Diabetes melitus adalah suatu penyakit
kelainan metabolik kronis yang secara serius memiliki dampak terhadap kesehatan yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah.
Diabetes melitus dapat disebabkan oleh
beberapa penyebab yaitu seperti kelebihan
asupan glukosa dalam tubuh, kurangnya
olahraga, kehamilan, defisiensi insulin,
obesitas, dan berbagai penyebab lainnya.
Salah satu penyebab umum diabetes melitus
yaitu menurunnya produksi hormon insulin
oleh sel Pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa
khususnya sebagai perantara masuknya
glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan
tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak
(Garrett & Grisham 2002).
Toleransi glukosa adalah kemampuan
tubuh untuk mengatur kadar glukosa darah
setelah pemberian glukosa dengan dosis uji
(normalnya 1 mg/Kg berat badan). Diabetes
secara umum terdapat dua tipe yaitu tipe 1 dan
tipe 2. Diabetes tipe 1 atau Insuline
Dependent Diabetes mellitus (IDDM) ditandai oleh berkurangnya toleransi glukosa akibat
berkurangnya sekresi insulin karena
kerusakan progresif sel-sel pulau pankreas. Toleransi glukosa juga terganggu pada
diabetes tipe 2 atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) akibat gangguan
sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin.
Resistensi insulin yang berkaitan dengan
obesitas (terutama obesitas abdomen)
menyebabkan hiperlipidemia, kemudian
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner serta diabetes nyata (overt diabetes) yang
disebut sindrom metabolik (Murray et al.
2009).
Individu penderita diabetes biasanya
mengalami gejala seperti hiperglikemia
(peningkatan glukosa darah) dan gangguan
metabolisme karbohidrat yang bisa
mengakibatkan efek seperti glukosuria (urin
mengandung glukosa). Hal ini disebabkan
gangguan reabsorbsi ginjal. Beberapa gejala
lainnya seperti poliuria dan polidipsia karena penurunan volume darah dapat mengaktivasi
pusat rasa haus di hipotalamus, polifagia
terjadi karena kekurangan karbohidrat dalam
sel-sel tubuh, ketonemia, dan ketonuria terjadi
akibat katabolisme abnormal lemak sebagai
sumber energi (Sloane 2003).
- Glukosidase
Enzim -glukosidase atau dengan nama lain -D-glukosida glukohidrolase (EC 3.2.1.20) merupakan enzim yang berperan
dalam sel usus halus mamalia. Enzim tersebut merupakan enzim kunci pada proses akhir
pemecahan karbohidrat. Enzim glukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu
glukosa non pereduksi yang berikatan -1,4 pada berbagai substrat dan dihasilkan D-glukosa. Glukosidase menghidrolisis ikatan glikosidik pada oligosakarida dan D-glikosida (Gao et al. 2007).
Fungsi -glukosidase dalam sistem pencernaan di usus sebagai katalis tahap
terakhir dalam proses pemecahan karbohidrat. Pada kondisi diabetes, kerja enzim -
6
glukosidase dalam proses penyerapan
makanan di usus harus dicegah. Kadar
glukosa dalam darah penderita diabetes akan
semakin tinggi akibat banyaknya pemecahan
karbohidrat menjadi glukosa. Oleh karena itu,
kerja enzim tersebut dalam usus harus
dihambat, baik dengan menggunakan obat
alami maupun obat komersil (Murray et al.
2009). Penghambatan enzim -glukosidase dapat menggunakan akarbosa, miglitol, dan
voglibosa yang diketahui mampu mengurangi hiperglikemia setelah makan melalui
penghambatan kerja enzim pencerna
karbohidrat dan menunda absorpsi glukosa
(Hsieh et al. 2010). Pengunaan obat ini biasa
digunakan untuk penyakit diabetes mellitus
tipe 2.
Pengujian aktivitas penghambatan enzim
glukosidase dapat dilakukan dengan cara in vitro dan in vivo. Pengujian secara in vitro
biasanya banyak dilakukan dengan metode
spektrofotometer dengan menggunakan panjang gelombang 400 nm. Pengujian ini
menggunakan pseudo-substrat, seperti p-
nitrofenil--D-glukopiranosida (p-NPG) dan enzim - glukosidase. Secara in vivo dapat dilakukan dengan menggunakan sel pankreas
penghasil enzim -glukosidase. Pengujian in vivo dilakukan dengan memberikan inhibitor
pada dosis tertentu pada hewan coba yang
menderita diabetes dan kadar glukosa dalam
hewan percobaan tersebut diamati secara
berkala. Pengujian terbaru yang saat ini sedang dikembangkan adalah metode
menggunakan biosensor, tetapi metode
spektrofotometrik lebih sering digunakan
karena kemudahan dan waktu pengujian yang
relatif singkat (Matsumoto et al. 2002).
Daya hambat terhadap aktivitas enzim -glukosidase dipelajari secara pseudosubstrat
dengan mengetahui kemampuan sampel untuk
menghambat reaksi hidrolisis glukosa pada
substrat p-nitrofenil--D-glukopiranosida (p-NPG). Setelah mengalami hidrolisis substrat
akan terhidrolisis menjadi -D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Warna
kuning yang dihasilkan oleh p-nitrofenol
menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk
menghambat reaksi yang terjadi. Semakin
besar kemampuan inhibitor untuk
menghambat maka produk yang dihasilkan
semakin sedikit atau warna larutan setelah
inkubasi lebih cerah dibandingkan dengan
larutan tanpa inhibitor (Sugiwati 2005).
Akarbosa merupakan inhibitor enzim -glukosidase yang digunakan secara komersial. Senyawa ini digunakan untuk terapi pasien
diabetes tipe 2 (NIDDM). Akarbosa berkerja
secara perlahan pada pemecahan makanan
menjadi glukosa di dalam darah (NLM-NIH
2010). Mekanisme inhibisi akarbosa termasuk
dalam inhibitor kompetitif (Bintang 2010).
Penggunaan akarbosa mempunyai efek
samping seperti kembung, diare, dan perut
menjadi tidak nyaman.
Gambar 2. Hidrolisis p-NPG oleh enzim glukosidase (Sugiwati et al. 2009)
Gambar 3. Struktur akarbosa (Roxane 2008)
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan berasal dari
Penelitian Strategis Unggulan PT atas nama
Dr. Syamsul Falah S.Hut., M.Si. et al. pada
tahun 2012. Dalam penelitian tersebut kulit kayu mahoni yang digunakan berasal dari
daerah Sumedang, Jawa Barat. Umur kulit
kayu mahoni yang digunakan sekitar 30 - 35
tahun.
Bahan-bahan yang digunakan untuk uji
antioksidan dan penghambatan -glukosidase adalah akuades, metanol absolut, 2,2-difenil-
1-pikrilhidrazil (DPPH), asam asetat 0.2%,
senyawa rutin, buffer fosfat 0.1 M pH 7, asam
asetat 50%, sodium tripolifosfat (STPP),
buffer fosfat 0.2 M pH 6.6, kalium ferisianat
p-NPG
-D-Glukosa
p-nitrofenol
7
1%, trikloroasetat (TCA), besi (III) klorida
(FeCl3) 0.1%, enzim -glukosidase, p-nitrofenil--D-glukopiranosida (p-NPG), larutan bufer fosfat (pH 7.4), bovine serum
albumin (BSA), acarbose (glukobay), asam
klorida (HCl) 2N, dan natrium karbonat
(Na2CO3).
Alat yang digunakan spektrofotometer
UV-VIS, penangas air, neraca analitik, pipet
mikro, pipet volumetrik, pipet tetes, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, bulb, batang pengaduk, sudip,
microplate, microplate reader, corong gelas,
kapas, stopwatch, dan sentrifus.
Metode
Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni
Ekstraksi kulit kayu mahoni pada
penelitian ini menggunakan metode rebusan
dengan pelarut air. Metode rebusan dilakukan
dengan merebus serbuk kulit kayu mahoni dan akuades. Hal ini mengikuti metode yang
dilakukan oleh Mardisadora (2010). Kulit
kayu mahoni dibuat serbuk berukuran 40-60
mesh dengan Wiley Mill. Serbuk kulit kayu
mahoni sebanyak 500 g ditambahkan akuades
5 L mengikuti perbandingan 1:10 (b/v).
Ekstraksi dengan air panas dilakukan pada
temperatur 100oC selama 2 jam. Selanjutnya
larutan ekstrak air panas disaring dan
filtratnya dikeringkan dengan menggunakan
rotary vaccum evaporator pada suhu 60C hingga diperoleh ekstrak kasar kering.
Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Kulit
Kayu Mahoni (modifikasi Rachmania
2011). Sebanyak 1 gram kitosan ditambahkan
dengan asam asetat 1% kemudian dilarutkan
menggunakan magnetic stirer selama 1 jam
dengan kecepatan 1000 rpm. Setelah itu
tambahkan Tween 80 0.1% sebanyak 50 L
dan dilarutkan selama 30 menit. Sebanyak 50
mL sodium tripolifosfat (STPP) 1.5% dalam
akuades ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan yang masih dalam keadaan
dilarutkan dengan magnetic stirer. Lalu
dilarutkan lagi selama 30 menit. Pada menit
ke-30 ditambahkan 1 mL ekstrak 5% dan
dilarutkan sampai 15 menit. Terakhir
dilakukan pengering semprot, pada suhu
173C sehingga diperoleh sampel dalam
bentuk serbuk.
Uji Aktivitas Antioksidan
Metode DPPH (modifikasi dari Falah et al. 2008). Sampel ekstrak dilarutkan dalam
metanol absolut dengan konsentrasi yang
berbeda yaitu 0, 5, 12.5, 20, dan 25 ppm yang
diambil dari stok 100 ppm. Sebanyak 0.1 mL
larutan ekstrak 100 ppm yang akan diuji
ditambahkan dengan 0.5 mL DPPH (4 mg/10
mL dalam metanol) dan ditambahkan dengan
metanol absolut sampai volumenya 2 mL
(konsentrasi 5 ppm). Konsentrasi 12.5, 20,
dan 25 ppm dibuat dari stok 100 ppm dengan
penambahan 0.5 mL DPPH dan ditambahkan
metanol absolut sampai volumenya 2 mL. Sedangkan untuk nanopartikel ekstrak kulit
kayu mahoni dengan konsentrasi 500, 1250,
2000, dan 2500 ppm yang diambil dari stok
5000 ppm. Kontrol positif yang digunakan
adalah senyawa rutin. Campuran tersebut
kemudian dihomegenasikan dengan vorteks,
lalu diinkubasi selama 30 menit untuk
senyawa rutin dan ekstrak kulit kayu mahoni,
sedangkan 90 menit untuk nanopartikel
ekstrak kulit kayu mahoni. Kemudian, diukur
absorbansinya dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 517 nm. Pengujian juga
dilakukan terhadap blanko (Larutan DPPH
dengan pelarutnya). Nilai absorbansi yang
diperoleh selanjutnya digunakan untuk
mendapatkan persen penangkapan radikal dan
digunakan untuk mendapatkan persamaan
regresi Y = a + b ln x. Nilai IC50 dihitung
dengan menggunakan rumus persamaan
regresi tersebut. Nilai IC50 paling rendah
menunjukkan aktivitas antioksidan yang
paling tinggi. Adapun aktivitas persen penangkapan radikal DPPH (%) dihitung
dengan rumus:
%Penghambatan = ABlanko - ASampel x 100
ABlanko
Metode Daya Reduksi (Li et al. 2011).
Daya reduksi ekstrak ditentukan dengan
metode Oyaizu (1986) dan dimodifikasi Li et
al. (2011). Larutan ekstrak dilarutkan dalam
air destilata kemudian dicampur dengan 1.25
mL buffer fosfat 0.2 M pH 6.6 dan 1.25 mL kalium ferisianat 1%. Campuran diinkubasi
pada suhu 50C selama 20 menit. Setelah
diinkubasi segera didinginkan secara cepat
dan ditambah dengan 1.25 mL asam
trikloroasetat lalu divorteks. Selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit. Sebanyak 2.5 mL lapisan
atas dari larutan tersebut ditambah dengan 2.5
mL air destilata dan ditambah dengan 0.5 mL
besi (III) klorida (FeCl3) 0.1%. Absorbansi
diukur pada panjang gelombang 700 nm dengan spektrofotometer. Semakin tinggi
absorbansi menunjukkan semakin tinggi daya
8
reduksi. Persentase daya reduksi sampel
dihitung dengan formula:
%Daya Reduksi = (As/Am) x 100.
Am = Absorbansi maksimum yang diujikan
As = absorbansi sampel.
Uji Daya Hambat -Glukosidase (Sancheti et al. 2009)
Uji daya hambat aktivitas enzim -glukosidase menggunakan substrat p-nitrofenil D-glukopiranosida (p-NPG) dan enzim -glukosidase. Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1.0 mg -glukosidase dalam larutan buffer fosfat (pH 7.4) yang
mengandung 200 mg serum bovine albumin.
Sebelum digunakan sebanyak 1 mL enzim
diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat (pH
7.4).
Sistem reaksi disiapkan pada microplate.
Campuran reaksi terdiri atas 25 L p-
nitrofenil -D-glukopiranosida (p-NPG) 20 mM sebagai substrat, dan 49 L larutan buffer fosfat (pH 7.4) 100 mM yang mengandung
BSA dan 1 L larutan sampel dalam buffer
fosfat pH 7.4. Sampel terdiri atas ekstrak,
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dan
kontrol negatif (ekstrak tanpa penambahan
enzim). Campuran tersebut diinkubasi 37C
selama 5 menit. Setelah itu, ditambahkan
enzim -glukosidase sebanyak 25 L. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan 100
L Na2CO3 200 mM. Nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 400 nm dengan
spektrofotometer.
Tablet akarbosa (glukobay) digunakan
sebagai kontrol positif. Akarbosa dilarutkan
dalam buffer dan HCl 2N (1:1) dengan
konsentrasi 1% (b/v) kemudian disentrifugasi.
Supernatan diambil sebanyak 1 L dan dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti
dalam sampel.
Hasil campuran tersebut diukur dengan
microplate reader pada panjang gelombang
400 nm. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Selanjutnya dilakukan penghitungan
% peghambatan untuk menentukan nilai IC50.
Analisis Data (Mattjik 2002)
Rancangan percobaan pada penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu
faktor dengan tiga kelompok perlakuan dan
tiga kali ulangan. Analisis data menggunakan
analysis of variance (ANOVA) dengan
model rancangan sebagai berikut:
Yij = + i + ij
Keterangan:
= Pengaruh rataan umum i = Pengaruh perlakuan ke-I, i = 1,2,3,4,5 ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1,2,3,4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak
Sampel kulit kayu mahoni yang digunakan
berupa simplisia yang sudah dihaluskan
dengan ukuran 40-60 mesh. Hasil pengukuran kadar air simplisia berdasarkan penelitian
didapatkan 4.87% (Lampiran 2). Sedangkan,
pengukuran kadar air yang dilakukan
Mardisadora (2010) yaitu 7.5%. Rendahnya
persen kadar air sampel menunjukan bahwa
kulit kayu mahoni yang digunakan dapat
disimpan dalam waktu panjang tanpa adanya
kerusakan. Sampel yang baik untuk disimpan
dalam jangka panjang memiliki kadar air
kurang dari 10% (Deptan 2007). Rendahnya
kadar air dapat mencegah pencemaran mikroorganisme sehingga mutu simplisia
terjaga (Suharmiati & Maryani 2003).
Penentuan kadar air dilakukan untuk
mengetahui ketahanan suatu bahan dalam
penyimpanan dan untuk menghitung
rendemen pada kondisi kering oven. Air yang
terikat secara fisik dapat dihilangkan dengan
pemanasan pada suhu 100-105oC (Harjadi
1993). Kandungan air pada sampel kulit kayu
mahoni dihilangkan dengan pemanasan fisik
menggunakan oven pada suhu 105oC selama 3 jam. Selanjutnya satu jam dioven lagi sampai
pada bobot yang stabil.
Tahap ekstraksi kulit kayu mahoni
menggunakan metode rendaman air panas.
Metode ini dilakukan mengacu pada
penelitian Mardisadora (2010). Pemilihan
metode ini dilakukan karena mudah dan
praktis. Selain itu, metode rebusan merupakan
metode yang banyak dilakukan oleh
masyarakat dalam pengolahan tanaman obat.
Penggunaan pelarut air karena air memiliki
sifat polar sehingga dapat berikatan dengan senyawa yang bersifat polar juga misalnya
senyawa fenolik atau polifenol.
Hasil ekstraksi dari 476.65 gram dengan 3
kali ulangan dihasilkan ekstrak 45.01 gram
dengan rendemen 9.46% (Lampiran 3).
Rendemen penelitian yang dilakukan oleh
Maydina (2012) sebesar 5.86% dan
Mardisadora (2010) sebesar 6.44%. Umur
tanaman yang digunakan pada penelitian ini
sekitar 30- 35 tahun sedangkan pada
penelitian Maydina (2012) sekitar 10-15 tahun
9
dan Mardisadora (2010) sekitar 20-25 tahun.
Perbedaan umur dan lingkungan hidup
mempengaruhi metabolit sekunder yang
dihasilkan tanaman tersebut (Nurcholis 2008).
Gambar 4. Ekstrak kulit kayu mahoni
Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni
Sebagian ekstrak dibuat nanopartikel
dengan menggunakan metode magnetic stirer.
Kelebihan dari metode magnetic stirer ini mampu mendistribusikan ukuran partikel yang
lebih homogen. Selain itu, rendemen yang
dihasilkan dengan menggunakan magnetic
stirer lebih besar dari pada dengan metode
ultrasonikasi dan homogenizer (Rachmania
2011).
Pembuatan nanopartikel ini menggunakan
variasi kitosan 1% dan STPP 1.5%.
Penggunaan STPP bertujuan untuk
membentuk ikatan silang ionik antar molekul
kitosan sehingga dapat menyerap dan memperkuat ikatan silang nanopartikel
kitosan (Wahyono 2010). ). STTP dianggap
sebagai zat pengikat silang yang paling baik
(Mohanraj & Chen 2006).
Sebanyak 302 mL larutan nanopartikel
ekstrak kulit kayu mahoni setelah dilakukan
semprot kering didapatkan 5.10 g dengan
rendemen sebesar 51.11%. Berdasarkan
penelitian Maydina (2012) serbuk
nanopartikel 30 menit dan 60 menit
ultrasonikasi sebanyak 0.2915 g dan 0.3968 g. Rendemen metode ultrasonikasi larutan
kitosan 2% dan STPP 0.5% didapat nilai
rendemen ultrasonikasi 30 dan 60 menit yaitu
3.104% dan 4.149%.
Gambar 5. Nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni
Aktivitas Antioksidan dengan Metode
DPPH
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan
pada sampel ekstrak air kulit kayu mahoni,
serbuk nanopartikel ekstrak kulit kayu
mahoni, dan standar senywa rutin dengan
menggunakan metode DPPH. DPPH
merupakan radikal sintetik yang larut dalam
pelarut polar seperti metanol dan etanol.
DPPH dapat diukur intensitasnya pada
panjang gelombang 517 nm. Menurut Marxen (2007), penggunaaan metode ini karena
mudah, cepat, dan sangat baik untuk sampel
dengan polaritas tertentu.
Pengujian dilakukan dengan menghitung
nilai IC50. IC50 yaitu konsentrasi sampel yang
mampu memberikan persen penangkapan
radikal sebanyak 50% dibanding kontrol
melalui suatu persamaan garis. Semakin kecil
nilai IC50 berarti semakin kuat daya
antioksidannya (Rohman & Riyanto 2005). Hasil pengujian menunjukkan nilai IC50 rata-rata ekstrak air kulit kayu mahoni sebesar 9.62
ppm, senyawa rutin sebesar 17.33 ppm dan
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni lebih
dari 2500 ppm. Nilai IC50 ekstrak lebih kecil
dari penelitian yang dilakukan Maydina
(2012) yaitu sebesar 18.148 ppm. Menurut
Mardisadora (2010) daya hambat ekstrak pada
50 ppm sebesar 68.04%. Nilai ini dapat
dipengaruhi oleh umur sampel dan kondisi
lingkungan yang memang berbeda.
Nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni diuji metode DPPH dengan waktu inkubasi 90
menit. Penggunaan waktu inkubasi yang lebih
lama diharapkan ekstrak yang tersalut dapat
keluar dari penyalutnya. Namun berdasarkan
hasil uji, penggunaan waktu inkubasi 90 menit
belum dapat meningkatkan kemampuan
penangkapan radikal bebas. Hasil ini hampir
sebanding dengan waktu inkubasi 30 menit
yang dilakukan oleh Maydina (2012) dengan
nilai IC50 lebih dari 1000 ppm. Hal ini, dapat
dipengaruhi oleh derajat deasetilasi sampel
kitosan dan bobot molekul kitosan. Kitosan yang digunakan memiliki derajat deasetilasi
89. Rata-rata dari daya hambat konsentrasi
500 ppm dapat menghambat sebesar 2.95%,
1250 ppm menghambat 4.48%, 2000 ppm
menghambat 12.87%, dan 2500 ppm
menghambat 17.15%. Nilai IC50 dari
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni lebih
dari 2500 ppm. Nilai IC50 dari nanopartikel
masih tidak terlalu kuat.
Berdasarkan penelitian Hanani et al.
(2005), suatu bahan yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat jika memiliki nilai IC50
10
kurang dari 200 ppm. Penangkapan radikal
bebas DPPH dipengaruhi oleh besarnya
konsentrasi sampel. Peningkatan penangkapan
radikal bebas seiring dengan kenaikan
konsentrasi dari sampel sampai batas tertentu
(Elmasta et al. 2006). Aktivitas penangkapan radikal bebas akan turun dengan
penambahan konsentrasi tertentu (Lai et al. 2001). Berdasarkan nilai IC50 rata-rata semua
sampel pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
ekstrak air kulit kayu mahoni dan senyawa
rutin memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi sedangkan untuk nanopartikel ekstrak
kulit kayu mahoni memiliki aktivitas yang
sangat rendah. Hal ini, menunjukan
nanopartikel kulit kayu mahoni belum mampu
berperan sebagai antioksidan sedangkan
ekstrak telah mampu berperan sebagai
antioksidan.
Tabel 1. Nilai IC50 rata-rata seluruh sampel
Sampel IC50 rata-rata (ppm) Senyawa rutin 17.33 1.17
Ekstrak kulit kayu
mahoni
9.62 0.28
Nanopartikel ekstrak
kulit kayu mahoni
>2500
Gambar 6. Hubungan antara sampel dengan
konsentrasi 25 ppm dan daya
hambatnya.
Aktivitas Antioksidan dengan Metode
Daya Reduksi
Pengujian antioksidan ini dengan metode
Oyaizu (1986) yang telah dimodifikasi oleh Li
et al. (2011). Pengujian ini dilakukan dengan
melihat kemampuan mereduksi dari sampel yang digunakan pada konsentrasi yang
berbeda-beda. Daya reduksi komponen
bioaktif berhubungan dengan aktivitas
antioksidan. Dalam penentuan daya reduksi,
reduktor (antioksidan) dalam sampel akan
mereduksi Fe3+ (Kompleks kalium ferisianida
[K3Fe(CN)6] ) menjadi Fe2+
(bentuk fero).
Menurut Ebrahimzadeh et al. (2010)
warna yang terbentuk pada reaksi ini adalah
berwarna biru. Semakin pekat intensitas
warna biru yang terbentuk semakin tinggi
nilai absorbansinya. Nilai absorbansi yang
tinggi menunjukkan tingginya daya reduksi
suatu sampel. Sampel dengan daya reduksi yang tinggi merupakan donor elektron yang
bagus karena memiliki kemampuan untuk
menghentikan reaksi berantai radikal dengan
cara mengubah radikal bebas menjadi produk
yang lebih stabil .
Gambar 7 merupakan hasil dari daya
reduksi beberapa sampel. Senyawa rutin
sebagai standar semakin bertambah
konsentrasinya semakin meningkat daya
reduksinya. Daya reduksi ini meningkat
seiring dengan bertambahnya konsentrasi. Senyawa rutin merupakan flavonol glikosida
yang terdiri dari kuarsetin dan disakarida
rutinosa (Hussain et al. 2009). Mekanisme
dari flavonoid ini mampu menekan
pembentukan radikal bebas atau ROS dengan
cara menghambat enzim, pengkelatan ion
logam (metal ion chelating) yang terlibat
produksi radikal bebas (Halliwel & Gutteridge
1999).
Ekstrak kulit kayu mahoni memiliki
kemampuan yang paling tinggi dalam mereduksi. Hal ini terlihat seperti pada
Gambar 7. Daya reduksi yang tinggi dapat
dipengaruhi oleh adanya senyawa berperan
sebagai antoksidan seperti switemakrofilanin,
katekin dan epikatekin. Switemakrofilanin,
epikatekin, dan katekin merupakan
antioksidan yang masing-masing mempunyai
nilai IC50 56 g/ml, 59 g/ml dan 70 g/ml
(Falah et al. 2008). Katekin merupakan
senyawa yang mampu menghambat aktivitas
superoksida in vitro dengan efektivitas yang
sama dengan asam askorbat (Grimm et al. 2004). Ion superoksida ini berpotensi merusak
tubuh. Superoksida di dalam tubuh akan
dibersihkan oleh superoksida dismutase yang
merupakan golongan metaloenzim (Murray et
al. 2009). Kemampuan penangkapan
superoksida oleh katekin dapat dihubungkan
dengan aktivitas antimutagenik dan
antikarsinogenik. Fenolik ini juga mampu
mereduksi Fe+3 membentuk radikal hidroksil
oleh Fe+2 dengan hidrogen peroksida
(Rohdiana & Widiantara 2003). Ekstrak pada konsentrasi 25 ppm terdapat penurunan daya
reduksi. Kemampuannya untuk mereduksi
90.48
65.81
0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi 25 ppm
% p
engham
bat
an
Ekstrak mahoni
Standar senyawa Rutin
Nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni
11
tidak sampai 100%. Penurunan ini dapat
disebabkan senyawa aktif yang ada di dalam
ekstrak tidak dapat mereduksi logam secara
sempurna atau dapat terjadi karena adanya
senyawa lain yang mengganggu.
Sampel nanopartikel ekstrak kulit kayu
mahoni pada Gambar 7 memiliki daya reduksi
yang meningkat seiring dengan bertambahnya
konsentrasi. Namun, daya reduksinya masih
dibawah senyawa rutin dan ekstrak kulit kayu
mahoni. Daya reduksi yang rendah ini bisa disebabkan oleh ekstrak yang tersalut tidak
mampu keluar dari penyalut, sehingga daya
reduksi dari nanopartikel kulit kayu mahoni
belum mampu mencapai 50% daya
reduksinya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Maydina (2012), nanokitosan
merupakan penyalut yang memiliki aktivitas
antioksidan yang rendah yaitu lebih dari 100
ppm. Selain itu, dapat disebabkan derajat
deasetilasi dari kitosan yang digunakan. Daya
reduksi dapat dipengaruhi oleh derajat deasetilasi karena semakin tinggi derajat
deasetilasi semakin tinggi kemurnian
kitosannya. Nilai derajat deasetilasi
merupakan presentasi gugus asetil yang
berhasil dihilangkan selama proses deasetilasi
kitin (Rachmania 2011).
Pengujian daya reduksi pada ekstrak kulit
kayu mahoni menunjukan aktivitas
antioksidan yang baik. Sedangkan, sampel
nanopartikel kulit kayu mahoni belum mampu
untuk mereduksi sampai 50% daya reduksinya, sehingga nanopartikel kulit kayu mahoni tidak
memiliki aktvitas antioksidan. Pengujian ini
sebanding dengan pengujian DPPH, ekstrak
memiliki kemampuan sebagai antioksidan
sedangkan nanopartikel ekstrak belum mampu
berperan sebagian antioksidan.
Gambar 7. Persentase Daya reduksi
Ekstrak kulit kayu mahoni
Senyawa rutin
Nanopartikel kulit kayu mahoni.
Penghambatan Enzim -Glukosidase
Uji penghambatan enzim -glukosidase dengan menggunakan ekstrak kulit kayu
mahoni dan nanopartikel kulit kayu mahoni
dengan berbagai konsentrasi. Variasi
konsentrasi untuk menentukan IC50 dari
masing-masing sampel. Nilai persen
penghambatan yang terjadi menunjukan
bahwa semakin tinggi konsentrasi sampel
maka nilai penghambatan juga semakin tinggi.
Sampel ditambahkan pada campuran enzim-pseudo substrat, senyawa pada sampel
diharapkan dapat berkompetisi dengan
substrat untuk menempel pada sisi katalitik
enzim sehingga tidak terbentuk. Berkurangnya
produk yang terbentuk ditandai dengan
intensitas warna larutan yang tidak pekat.
Semakin kurang intensitas warna yang
dihasilkan maka semakin sedikit pula produk
yang terbentuk (Irawan 2011).
Tabel 2 menunjukan hasil penelitian
bahwa aktivitas penghambatan kerja enzim glukosidase ekstrak kulit kayu mahoni
memiliki nilai IC50 sebesar 17.25 ppm dan
IC50 nanopartikel kulit kayu mahoni lebih dari
200 ppm. Daya penghambatan akarbosa
sebagai kontrol positif memiliki IC50 sebesar
0.37 ppm. Nilai IC50 dari akarbosa lebih kecil
46.62 kali dari nilai IC50 ekstrak dan sangat
rendah lagi jika dibandingkan dengan
nanopartikel kulit kayu mahoni. Hal ini
menunjukan kemampuan akarbosa dalam
menghambat enzim lebih efektif. Efektivitas akarbosa ditunjukan oleh nilai IC50 yang
menyebabkan akarbosa digunakan sebagai
obat diabetes secara komersial. Namun
Penggunaan obat sintetik ini menyebabkan
efek samping kembung, diare, dan kram usus
(Hartika 2009).
Ekstrak kulit kayu mahoni memiliki
kemampuan menghambat -glukosidase paling tinggi. Hal ini terlihat pada nilai IC50 ekstrak kulit kayu mahoni. Berdasarkan
penelitian Falah et al. (2008) menyatakan
kulit kayu mahoni mengandung epikatekin. Menurut Quine (2005) epikatekin mampu
menurunkan kadar glukosa darah karena
epikatekin mampu meningkatkan glutation
peroksidase pada tikus. Glutation peroksidase
merupakan antioksidan alami yang terdapat di
dalam tubuh.
Tabel 2. Penghambatan enzim -glukosidase
Sampel IC50 rata-rata (ppm) Akarbosa 0.370.14
Ekstrak 17.250.65
Nanopartikel >200
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 10 20 30
% D
aya
reduksi
Konsentrasi (ppm)
12
Nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni
memiliki daya hambat yang rendah karena
pada nanopartikel telah ada penambahan
senyawa lainnya yang dapat menurunkan
kemampuan ekstrak yang tersalut kitosan.
Ekstrak tidak mampu untuk keluar atau
menjadi tidak aktif karena adanya reaksi yang
terjadi pada saat pembuatan nanopartikel.
Kitosan dengan nilai derajat deasetilasi yang
tinggi mampu memberikan penyerapan yang
lebih tinggi (Rachmania 2011). Beberapa tanaman obat yang telah diteliti
memiliki kemampuan untuk menghambat
kerja enzim glukosidase. Besarnya daya hambat terhadap kerja enzim berbeda-beda.
Perbedaan tersebut disebabkan adanya
perbedaan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat di dalam suatu tanaman obat, adanya
pengganggu, perbedaan metode ekstraksi, dan
perbedaan jenis pelarut yang digunakan
(Kardono 2003). Menurut Ichsan (2011),
ekstrak air kulit kayu suren memiliki nilai IC50 3.32 ppm, dan ekstrak etanol 70% 0.66
ppm. Penelitian terhadap berbagai jenis kulit
kayu raru menunjukan aktivitas
penghambatan sebesar 88-97% (Pasaribu
2011). Beberapa jenis ekstrak kulit kayu yang
telah diteliti memiliki kemampuan yang sama
dengan ekstrak kulit kayu mahoni untuk
menghambat kerja enzim -glukosidase. Sedangkan, nanopartikel ekstrak kulit kayu
mahoni belum mampu berperan sebagai
penghambat -glukosidase.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengujian antioksidan ekstrak kulit kayu
mahoni dengan menggunakan metode DPPH
memiliki nilai IC50 9.62 ppm dan nanopartikel
ekstrak kulit kayu mahoni lebih dari 2500
ppm. Pengujian dengan metode daya reduksi
ekstrak lebih tinggi daya reduksinya daripada
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni.
Ekstrak mampu menghambatan enzim -glukosidase pada nilai IC50 17.25 ppm sedangkan untuk nanopartikel lebih dari 200
ppm. Ekstrak kulit mahoni memiliki
kemampuan sebagai antioksidan dan
penghambat -glukosidase. Namun demikian pada nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni
belum terlihat aktivitas antioksidan dan
penghambatan -glukosidase.
Saran
Perlu dilakukan pengujian daya reduksi
dengan konsentrasi nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni yang lebih tinggi. Selain itu,
dapat dilakukan dengan menggunakan metode
antioksidan lainnya. Untuk uji penghambatan
-glukosidase pada sampel nanopartikel dapat diuji dengan menambah waktu inkubasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anita S, Ramachandran T, Koushik CV,
Rajendran R, Mahalakhsmi M. 2010.
Preparation and characterization of zinc
oxide nanoparticles and a study of the anti-
microbial property of cotton fabric treated with the particles. Journal of Textile and
Apparel Technology and Management 6:
1-7.
Antolovich M, Prenzler PD, Patsalides E,
McDonald S, dan Robards K. 2002.
Metods. For testing antioxidant activity.
Analist 127:183-198.
BarathManiKanth S et al. 2010. Anti-oxidant
effect of gold nanoparticles restains
hyperglycemic conditions in diabetic mice.
Journal of Nanobiotechnology 8: 16.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian.
Jakarta: Erlangga.
[CDC] Centres for Diasease Control and
Prevention. 2011. National diabetes fact
and sheet: national estimates dand general
information on diabetes and prediabetes in
the United States 2011. Atlanta:
Departement of Health and Human
Services.
Cing JM. 2010. Potensi antihiperglikemia
ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) pada tikus yang
diinduksi aloksan. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Darminto B. 2010. Khasiat antihiperurisemia
ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia
macrophylla King) pada tikus putih galur
Sprague Dawley. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2007.
Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar
Tanaman Obat. (terhubung berkala).
http://balittro.litbang.deptan.go.id/ [16
September 2012]
Dutta PK, Dutta J, Tripathi VS. 2004. Chitin
and chitosan: chemistry, properties and
13
applications. Journal of Scientific &
Industrial Research 63: 20-31.
Ebrahimzadeh MA, Nabavi SM, Nabavi SF,
Bahramian F, Bekhradnia AR. 2010.
Antioxidant and free radical scavenging
activity of H. Officinalis L. Var.
Angustifolius, V. Odorata, B.hyrcana and
C. speciosum. Pak. J.Pharm.Sci 23: 29-34.
Elmasta M, Glin , Iildak , Kfreviolu , baolu K, Aboul-Enein HY. 2006. Radical scavenging
activity and antioxidant capacity of bay leaf exstracts. Journal of The
Iranian Chemical Society 3: 258-266.
Falah S, Suzuki T, Katayama T. 2008.
Chemical constituents from Swietenia
macrophylla bark and antioxidant activity.
Pakistan Journal of Biological Sciences 11
(16): 2007-2012.
Gao H. Huang YN, Xu PY, Kawabata J. 2007.
Inhibitory effect on -glucosidase by the fruits of Terminalia chebula Retz. Food
Chemistry 105: 628-634.
Garret RH, Grisham CM. 2002. Biochemistry
and Molecular Biology Education. New
Orleans: Wiiley Intersci.
Goh BH, Habsah AK. 2011. In vitro cytotoxic potencial of Swietenia macrophylla King
seeds against human carcinoma cell lines.
Journal of Medicine Plants Research.
5:1395-1404.
Guevera AP, Apilado A, Sakarai H, Kozuka
M, Tokunda H. 1996. Antiinflammatory,
antimutagenecity and antitumor activity of mahagony seeds Swietenia macrophylla
(Meliaceae). Phill J. Sc., 125: 271-278.
Grimm T, Schafer A, Hogger P. 2004.
Antioxidant activity and inhibition of
matrix metalloproteinases by metabolites
of maritime pine bark extract (pycnogenol).
Free Radic Biol Med, 36:811-822.
Halliwel B, Gutteridge JMC. 1999. Free
Raadical in Biology and Medicine. New
York: Oxpord University Press.
Hanani E, Munim A, Sekarini R. 2005.
Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp dari Kepulauan
Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian 3:127-
133.
Hartika R. 2009. Aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak senyawa golongan
flavonoid buah mahkota dewa. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Haryadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Gramedia.
Hussain MT, Verm AR, Vijayakumar A,
Sharma A, Mathela CS, Rao CH. 2009.
Rutin, a natural flavonoid, protects against
gastric mucosal damage in experimental
animals. Asian Journal of Traditional Medicine. 4 (5):188-198.
Hsieh PC et al. 2010. Activities of
antioxidants, -glukosidase inhibitors and aldose reductase inhibitors of the aqueous
extracts of four Flemingia species in
Taiwan. Botanical Studies 51: 293-302.
Ichsan Sitha Arilah. 2011. Aktivitas ekstrak
kulit kayu suren (Toona sinensis Merr.)
sebagai antioksidan dan antidiabetes
secara in vitro. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Irawan F. 2011. Aktivitas antidiabetes dan
analisis fitokimia ekstrak air dan etanol
daun wungu (Graptophyllum pictum (L.)
Griff). [Skripsi]. Bogor : Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Joker D.2001. Informas Singkat Benih.
Bandung : Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.
Kardono LBS. 2003. Kjian kandungan kimia
mahkota dewa (Phaleria marcocarpa). Di
dalam: Prosididng Pameran Obat
Tradisional dan Seminar Sehari Mahkota
Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi dan Obat
Tradisional Departemen Kesehatan, hlm
72-76.
Katja DG, Suryanto E. Wehantouw F. 2009.
Potensi daun alpukat (Persea Americana
Mill) sebagai sumber antioksidan alami. Chem Prog. 2: 58-64.
Keuteur J. 1996. Perlakuan sonikasi terhadap
kitosan: viskositas dan bobot molekul
kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Insatitut Pertanian Bogor.
Krisnawati H, Maarit K, Markku K. 2011.
Swietenia macrophylla King: Ecology,
14
silviculture, and productivity. Bogor:
CIFOR
Kumar S, Kumar D. 2009. Antioxidant and
free radical scavenging activities of edible
weeds. Ajfand online :1174-1190.
Lamp FB. 1966. Swietenia macrophylla of
tropical America: its ecology and
managenent. Michigan: University of
Michigan Press.
Lai LS, Chou ST, Chao. Studies on the
antioxidative activities of hsian-tsao (Mesona procumbens Hemsl) leaf gum. J.
Agric. Food Chem. 49:963-968.
Lavenia A. 2010. Potensi ekstrak batang
mahoni (Swietenia macrophylla King)
sebgai antioksidan pada tikus
hiperuresemia [Skripsi]. Bogor:
Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
[NLM-NIH] National Library of Medicine
National Institutes of Health. 2010. Acarbose. (terhubung berkala)
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/drugi
nfo/meds/a696015.html .[15 September
2012]
Li X, Wang X, Chen D, Chen S. 2011.
Antioxidant activity and mechanism of
protocatechuic acid in vitro. Functional
Food in Health and Disease, 7: 232-244.
Lpez-Len T, Carvalho ELS, Seijo B,
Ortega-Vinuesa JL, Bastos-Gonzlez D.
2005. Physicochemical characterization of chitosan nanoparticles: electrokinetic and
stability behavior. Journal of Colloid and
interface Science 283: 344-351.
Maiti A, Dewanjee S, Mandal SC, Annadurai
S. 2007. Exploration of antimicrobial
potential of methanol and water extract of
seeds of Swietenia macrophylla (Family:
Meliaceae), to substantiate folklore claim.
Iranian J. Pharmacol. Therapeut, 6: 99-
102.
Mahele G, Medha H, Goudar I. 2006. Dyeing
silk with mahogany leave extract . ATA J 17: 72-75.
Mandal CS, Maiti A, Dewanjee S. 2007. In
vivo Evaluation of antidiarrhoeal activity
of the seed of Swietenia macrophylla King
(Meliaceae). Trop. J. Pharm. Res., 6(2):
712-716.
Manikandan Manoj S, Kumaraguru. 2010.
Nanoparticles : a new technology with
wide applications. Res. J. Nanosci.
Nanotechnol. 1996-5044.
Manisha P, Kanchan S, Jovita K, Koshy MK,
A Shubhini S. 2009. Sida veronicacaefolia
as a source of natural antioxidant.
International Journal of Pharmaceutical
Sciences and Drugs Research 1(3): 180-
182.
Mardisadora O. 2010. Identifikasi dan potensi
antioksidan flavonoid kulit kayu mahoni
(Swietenia macrophylla King). [Skripsi].
Bogor: Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Marxen et al. 2007. Determination of DPPH
radical antioxidant caused by methanolic
extract of some microalgal species by
linear regression analysis of
spectrophotometric measurements.
Sensors 7:2080-2095.
Matsumoto K et al. 2002. A novel method fo
the assay of glukosidase inhibitory activity
using a multichannel oxygen sensor. J
Anal Sci 18:1315-1319.
Mattjik AA. 2002. Rancangan Percobaan.
Bogor : IPB Press.
Maydina R. 2012. Karakterisasi dan aktivitas
antioksidan nanopartikel ekstrak kulit katu
mahoni (Swietenia macrophylla King.).
[Skripsi]. Bogor: Departemen Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Meidina SB, Sri LJ, Suhartono MT. 2005
Aktivitas antibakteri oligomer kitosan yang diproduksi menggunakan kitonase
dari isolat B. Licheniformis MB-2. [tesis].
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor.
Mishra M, Kumar H, Singh RK, Tripathi K.
2008. Diabetes and nanomaterials. Digest
Journey of Nanomaterials and
Biostructures 3: 109-113.
Mohan SC, Balamurungan V, Salini ST,
Rekha R. 2012. Metal ion chelating
activity and hydrogen peroxside
scavenging activity of medical plant Kalanchoe pinnata. Journal of chemical
and Pharmaceutical Research 4: 197-202.
15
Mohanraj VJ, Chen Y. 2005. Nanoparticles- A
review. Tropicala Journal of
Pharmaceutical Research 5(1): 561-573.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell
VW. 2003. Harpers Illustrated Biochemistry. New York: McGraw-Hill
Companies.
Murray RK, Daryl KG, Victor WR. 2009.
Biokimia Harper Edisi 27. Nanda
Wulandari, penerjemah; Jakarta: EGC.
Terjemahan dari Harpers Ilustrated of Biochemistry, 27th ed.
Mustika R. 2010. Khasiat ekstrak kulit kayu
mahoni (Swietenia macrophylla King)
Sebagai pencegah hiperkolesterolemia
pada tikus putih. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
NanoCare Consortium. 2009. Health-related
aspects of synthetic nanomaterials.
Frankfurt: Dechema.
Nasution PH. 2011. Khasiat antioksidasi
ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia
macrophylla King) terhadap peroksidasi
lipid pada hati tikus hiperurisemia.
[Skripsi]. Bogor: Departemen Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Nelson DL, Michael MC. 2004. Lehninger
Principle of Biochemistry Fourth Edition.
New York: WH Freeman & Company.
Ningsih F. 2010. Kandungan flavonoid kulit
kayu mahoni (Swietenia macrophylla
King.) dan toksisitas akutnya terhadap
mencit. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri
dan bioktivitas tanaman temulawak pada
agrobiofisik berbeda. [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Oyaizu M. 1986. Studies on product of
browning reaction prepared from glucose
amine. Japan Journal Nutrition 44: 307-
315.
Ozcelik B, JH Lee, DB Min. 2003. Effek of light, oxygent, and PH on the. absorbance
of 2,2-diphenyl 1-1- picrylhidrazyl. J.
Food Sci. 68: 487-490.
Pankhurst QA, Connolly J, Jones SK, Dobson
J. 2003. Applications of magnetic
nanoparticles in biomedicine [ulas balik].
J. Phys. D: Appl. Phys 36:167-181.
Pasaribu G. 2011. Aktivitas inhibisi alfa
glukosidase pada beberapa jenis kulit kayu
raru. Jurnal Penelitian Hasil hutan 29:10-
19.
Pokorni J, Yanishlewva N, Gordon M. 2001.
Antioxidant in Food; Practical
Applications. New York: CRC Press.
Putri MDPTG, Kawataba J. 2010. Novel -glucosidase inhibitors from Macaranga
tanarius leaves. Food Chemisrty 123: 384-
389.
Poulain N, Nakache E. 1998. Nanoparticles
from vesicles polymerization II. evaluation
of their encapsulation capacity. J. Polym.
Sci. 36: 30353043.
Prakash A, Fres R, Eugene Mlller. 2001.
Antioxidant activity. Medallion
Laboratories Analytical Progress 19(2).
Qin CD, Du YM, Xiao L, Li Z, Gao XH.
2002. Enzymic preparation of water-
soluble chitosan and their antitumor
activity. Int J Biol Macromol 31: 111-117.
Quine SD, Raghu SG. 2005. Effect of (-)
epicathecin, a flavonoid on lipid
peroxidation and antioksidan in
streptozotocin-induced diabetic liver,
kidney, and heart. Phamacological Report
57: 610-615.
Rachmania D. 2011. Karakteristik nano kitosan cangkang udanfa vannamei
(Litopenaeus vannamei) dengan metode
gelasi ionik. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan,
Institut Pertanain Bogor.
Rohdiana D, Widiantara T. 2003. Aktivitas
polifenol teh sebagai penangkap radikal.
Dalam Seminar Nasional Pangan
Fungsional.
Rohman A, Riyanto S. 2005. Daya
antioksidan ekstrak etanol daun kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara in
vitro. Majalah Farmasi Indonesia 16(3):
136-140.
Roller S, Covill N. 1999. The antifungal
properties of chitosan in laboratory media
and apple juice. Int J Food Microbial
47:67-77.
16
Roxane. 2008. Acarbose. [terhubung berkala].
http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/arch
ives/fdaDrugInfo.cfm?archiveid=10250
(11 Oktober 2012).
Sancheti Shruti et al. 2009. Chaenomeles
sinensis: a potent -and -glucosidase inhibitor. American Journal of
Pharmacology and Toxicology 4(1): 8-11.
SinghM, Singh S, Prasad S, Gambhir IS. 2008.
Nanotechnology in medicine and
antibacterial effect of sylver nanoparticles. Digest Journal of Nanoparticles and
Biostructures 3: 115-122.
Siregar. 2009. Pengaruh berat molekul kitosan
nanopartikel untuk menurunkan kadar
logam besi (Fe) dan zat warna pada limbah
industri tekstil jeans. [Tesis]. Medan:
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatra Utara.
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk
Pemula. Veldman J, penerjemah;
Widyastuti P, editor. Jakarta: EGC.
Terjemahan dari: Anatomy and Phydiology
an Easy Learner.
Soerianegara I, Lemmens RHMJ. 1993. Plant
resources of South-east Asia 5(1): timber trees: major commercial timbers.
Wageningen: Pudoc Scientific Publishers.
Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik
dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa (Scheff) Boerl.) sebagai
inhibitor -glukosidase in vitro dan in vivo pada tikus putih. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut pertanian Bogor.
Sugiwati S, Setiasih S, Afifah E. 2009.
Anthihyperglycemia activity of the
mahkota dewa [Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl.] leaf extracts as an alpha
glucosidase inhibitor. Makara Kesehatan
13: 74-78.
Suharmiati, Maryani H. 2003. Khasiat dan
Manfaat Jati Belada si Pelangsing Tubuh
dan Peluruh Kolesterol. Jakarta: Agro
Media.
Suhesti TS, Kurniawan DW, Nuryanti. 2007. Penjarinagan senyawa antikanker pada
kulit kayu batang mahoni (Swietenia
mahaghoni Jacq) dan uji aktivitasnya
terhadap larva udang Artemia salina Leach.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan 3:
155-162).
Tiyaboonchai W. 2003. Chitosan
nanoparticle: a promising system for drug
delivery. Naresuan University Journal 11
(3):51-66.
Wahyono D. 2010. Ciri nanopartikel kitosan
dan pengaruhnya pada ukuran partikel dan
efisiensi penyaluran ketoprofen [Tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Wanasundara PKJPD, Shahidi F. 2003.
Antioxidants: Science, Technology, and Applications. Newfoundland: Agriculture
and Agri-Food Canada Saskatoon
Research Center.
[WHO] World Health Organization. 2010.
Definition, diagnosis, and classification of
diabetes mellitus and its complications.
Geneva: WHO Publishing
Widowati. 2008. Potensi antioksidan sebagai
antidiabetes. JKM vol 2: 193-202.
Winarsi. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal
Bebas. Yogyakarta: Kanisius.
Winarno FG, Fernandez IE. 2010.
Nanoteknologi Bagi Industri Pangan dan
Kemasan. Bogor: Mbrio Press.
Wiraatmaja. 1984. Nanoparticle drug delivery
system. Cermin Dunia Kedokteran 35:
5-8.
Zheng LY, Zhu JF. 2003. Study on
antimicrobial activity of chitosan with
different molecular weight. Carbohyd
Poym 54:527-530.
17
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Alur penelitian
Uji aktivitas antioksidan Uji aktivitas penghambatan -
Glukosidase
Kulit kayu mahoni
Kulit kayu mahoni dikeringkan
Kulit kayu mahoni dihaluskan
dengan ukuran 40-80 mesh
Ekstraksi dengan metode rebusan
air panas
Pembuatan nanopartikel kulit kayu
mahoni tersalut kitosan
Uji DPPH Uji Daya
Reduksi
19
Lampiran 2 Kadar air simplisia kulit kayu mahoni
Ulangan Bobot Sampel (g) Bobot sampel akhir (g) Kadar air (%) Rerata kadar air (%)
1 5.00 4.76 4.8
4.87 2 5.00 4.76 4.8 3 5.00 4.75 5
Contoh perhitungan :
Kadar air = A- B x 100%
A
= 5.00 4.76 x 100% 5.00
= 4.8%
Lampiran 3 Rendemen ekstrak
Sampel Ulangan Bobot
Simplisia
(gram)
Bobot
Ekstrak
(gram)
Rendemen
(%)
Rata-rata (%)
Kulit kayu
mahoni
1 475.65 52.45 11.027
9.4621.379 2 475.65 40.06 8.422
3 475.65 42.52 8.939
Perhitungan:
% Rendemen ekstrak = Bobot ekstrak x 100%
Bobot simplisia
= 52.45 x 100%
475.65
= 11.027%
Lampiran 4 Rendemen nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni
Sampel Ulangan
Bobot
campuran
(gram)
Bobot
nanopartikel
(gram)
Rendemen
(%) Rata-rata (%)
Nanopartikel
ekstrak kulit kayu
mahoni
1 7.2002 3.49 48.47
51.114.573 2 7.2002 3.49 48.47
3 7.2002 4.06 56.39
Contoh perhitungan:
% Rendemen = Bobot nanopartikel x 100%
Bobot campuran
= 3.49 x 100%
7.2002
= 48.47%
20
Lampiran 5 Data absorbansi uji aktivitas
Top Related