unud-404-15217548-made ita

102
TESIS PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA MADE ITA MISITAHARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Transcript of unud-404-15217548-made ita

Page 1: unud-404-15217548-made ita

TESIS

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α) PADA

TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA

MADE ITA MISITAHARI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 2: unud-404-15217548-made ita

TESIS

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α) PADA

TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA

MADE ITA MISITAHARI

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 3: unud-404-15217548-made ita

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR- α (TNF-α) PADA

TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MADE ITA MISITAHARI NIM 0890761011

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 4: unud-404-15217548-made ita

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 2 NOVEMBER 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.And, FAACS Sp.MK.,M.Kes

NIP. 194612131971071001 NIP.196105051990022001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S Sp.And, FAACS NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001

Page 5: unud-404-15217548-made ita

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 2 November 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana No 1678/UN14.4/HK/2011 , Tanggal 3 oktober 2011

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Anggota :

1. Dr. dr. Ida Iswari Sp.MK, M.Kes 2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK 3. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And 4. Prof. dr. I Nyoman Agus Bagiada,Sp.Biok.

Page 6: unud-404-15217548-made ita

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Mahaesa, karena hanya atas asung wara

nugraha-Nya/kurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS,

pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,

semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister,

khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula

penulis sampaikan kepada Dr. dr. Ida Iswari, Sp.MK, M.Kes, selaku pembimbing II

yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan dan banyak saran ilmiah

kepada penulis selama masa studi maupun saat penelitian.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.

Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD, KHOM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister di

Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. Anak

Agung Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas

Udayana. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,

Page 7: unud-404-15217548-made ita

yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And, Prof. dr. I Nyoman Agus

Bagiada, Sp.Biok, dan Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK yang telah memberikan

masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pak

Gede Wiranata dari bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

yang telah banyak membantu menjaga tikus peneliti selama proses penyusunan tesis

ini. Juga penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua ( Almarhum I Ketut

Dharta dan Ni Nyoman Sumutri ) yang telah mengasuh dan membesarkan

penulis,yang selalu memberikan doa , dukungan dan pengertiannya selama penulis

menempuh pendidikan. Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada suami

tercinta, Paul dan anak - anak tersayang, Cito dan Citra yang dengan penuh

pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih

berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih

kepada ibu mertua dan almarhum bapak mertua, I Made Sutharga atas dukungan dan

pengertiannya selama penulis mengikuti pendidikan ini. Ucapan terimakasih juga

penulis tujukan kepada rekan-rekan sejawat di Program Magister, Program Studi

Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine , atas bantuan dan dukungan selama

penulis menyelesaikan tesis ini.

Diakhir kata penulis berharap dengan selesainya tesis ini dapat memberikan

manfaat kepada banyak pihak. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang

Mahaesa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Page 8: unud-404-15217548-made ita

ABSTRAK

PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR –α (TNF-α) PADA TIKUS JANTAN YANG

DISLIPIDEMIA

Menurunnya Growth Hormone ( GH ) pada proses penuaan berhubungan dengan meningkatnya kejadian dislipidemia . Dislipidemia merupakan faktor risiko aterosklerosis dan peningkatan faktor inflamasi TNF-α berperan penting dalam patogenesisnya. Manfaat GH untuk mencegah aterosklerosis sebagai dasar dari penyakit kardiovaskular, belum banyak diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efek anti inflamasi GH dalam menurunkan TNF α pada tikus dislipidemia. Penelitian dilakukan di Animal Laboratory Unit Bagian Farmakologi dan Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan rancangan randomized pre and post test control group. Sebanyak 9 ekor tikus jantan yang menua, usia 11 – 12 bulan, diberikan diet tinggi kolesterol selama 3 minggu untuk mencapai keadaan dislipidemia dan diet tetap diberikan hingga akhir penelitian. Setelah 3 minggu subyek dibagi secara random menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan aquadest (P0), GH 0,04 IU/hr (P1), dan GH 0,08 IU/hr (P2). Aquadest dan GH diinjeksikan secara subkutan di punggung satu kali sehari selama 2 minggu. Kadar TNF-α plasma diukur pada hari ke-22 dan ke-37 dengan menggunakan teknik quantitative sandwich enzyme immunoassay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah pemberian injeksi GH terjadi penurunan kadar TNF-α pada kelompok P1 sebesar 16,77 %, dan P2 sebesar 20,85%. Hasil analisis menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogeny. Rerata kadar TNF-α pada kelompok P0,P1dan P2 sebelum diberikan perlakuan berupa injeksi GH tidak berbeda bermakna ( p> 0,05 ) dan setelah diberikan perlakuan berbeda bermakna ( p < 0,05 ). Uji lanjutan dengan LSD menunjukkan perbedaan terjadi antara kelompok P0 dengan P1 dan P2, sedangkan perbedaan P1 dan P2 tidak bermakna. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terapi GH menurunkan kadar TNF-α plasma pada tikus jantan dislipidemia. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memahami pengaruh terapi GH dalam jangka panjang serta mekanismenya. Kata kunci: growth hormone, TNF-α , dislipidemia.

Page 9: unud-404-15217548-made ita

ABSTRACT

GROWTH HORMONE ADMINISTRATION DECREASE TUMOR NECROSIS FACTOR –α (TNF-α) IN DYSLIPIDEMIC MALE RAT

Decrease of Growth Hormone ( GH ) in aging process is associated with increase dyslipidemic incidence. Dyslipidemic is a risk factor of atherosclerosis and the increase of inflammatory factor, TNF-α, plays important role in its pathogenesis. The benefit of GH replacement therapy to prevent aterosclerosis as the underlying process of cardiovascular disease, has not been widely studied. The aim of this study is to investigate the anti inflammation effect of GH for decreasing TNF-α in dyslipidemic rat. The study was conducted at the Animal Laboratory Unit Department of Pharmacology and Clinical Pathology Faculty of Medicine Udayana University, using randomized pre and post test control group design. Nine male aging rats, age 11 – 12 month-old were given high cholesterol diet for 3 weeks to achieve dyslipidemic state and the diet was continued until the end of study. After 3 weeks, the subjects were randomly divided into 3 groups, aquadest (P0), GH 0,04 IU/day (P1), and GH 0,08 IU/day (P2) treated group. Aquadest and GH were then injected subcutaneously on the back once daily for 2 weeks. Plasma TNF-α level was measured on day 22nd for pre test and 37th for post test by quantitative sandwich enzyme immunoassay (ELISA) method. This study showed that GH administration decrease TNF-α level of P1 by 16,77 % and P2 by 20,85 %. Analysis showed distribution of data was normal and homogen, no significantly difference ( p>0,05 ) of TNF-α concentration between group P0, P1, and P2 before GH administration and significantly difference (p< 0,05) after GH administration . Post Hoc analysis with LSD showed significantly difference between group P0 with P1 and P2, but no difference in group P1 and P2. This study concluded that growth hormone replacement therapy decreased plasmaTNF-α level in dyslipidemic rat. Further research is needed to understand the effect of long term GH therapy and its mechanism. Keywords: growth hormone, TNF-α, dyslipidemia.

Page 10: unud-404-15217548-made ita

DAFTAR ISI

Sampul Dalam ................................................................................................... i

Prasyarat Gelar ................................................................................................. ii

Lembar Pengesahan .......................................................................................... iii

Penetapan Panitia Penguji ................................................................................ iv

Ucapan Terima Kasih ..................................................................................... v

Abstrak .............................................................................................................. vii

Abstract .......................................................................................................... .. viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ..................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian. ..................................................................................... 6

1.3.1 TujuanUmum ............................................................................................ 6

1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 6

Page 11: unud-404-15217548-made ita

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Proses Penuaan ......................................................................................... 8

2.2 Growth Hormone ..................................................................................... 12

2.2.1 Penggunaan Growth Hormone pada Penuaan ........................................... 17

2.3 Lipid ( Lemak ) ....................................................................................... 20

2.3.1 Dislipidemia ............................................................................................ 23

2.4 Inflamasi ................................................................................................. 24

2.4.1 Hubungan Dislipidemia dengan Inflamasi ............................................... 27

2.5 Tumor Nekrosis Faktor (TNF) α .............................................................. 28

2.6 Pengaruh Growth Hormone terhadap Dislipidemia .................................. 31

2.7 Pengaruh Growth Hormone terhadap TNF-α ........................................... 33

2.8 Hewan Coba Tikus .................................................................................. 35

2.8.1 Penggunaan Tikus ( Rattus Norvegicus )di Laboratorium ........................ 35

2.8.2 Pemberian Makanan ................................................................................ 36

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir ................................................................................... 38

3.2 Konsep Penelitian .................................................................................... 40

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 40

Page 12: unud-404-15217548-made ita

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 41

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 42

4.3 Subyek Penelitian ..................................................................................... 42

4.3.1 Populasi Penelitian.................................................................................... 42

4.3.2 Sampel Penelitian ..................................................................................... 43

4.3.3 Kriteria Sampel ......................................................................................... 43

4.4 Variabel Penelitian.................................................................................... 44

4.4.1 Identifikasi variabel dan klasifikasi variabel .............................................. 44

4.4.2 Definisi operasional variabel ..................................................................... 44

4.5 Instrumen Penelitian ................................................................................. 46

4.5.1 Pemeriksaan TNF-α .................................................................................. 46

4.6 Prosedur Penelitian ................................................................................... 47

4.6.1 Persiapan Sebelum Penelitian ................................................................... 47

4.6.2 Penempatan Tikus dalam Kandang ........................................................... 47

4.6.3 Pemberian Perlakuan ................................................................................ 47

4.6.4 Pemberian Growth Hormone..................................................................... 48

4.6.5 Proses Pengambilan Darah ........................................................................ 48

4.6.6 Pemberian Makanan dan Minuman ........................................................... 49

4.6.7 Pemeliharaan Kesehatan Tikus.................................................................. 49

Page 13: unud-404-15217548-made ita

4.6.8 Perhitungan Dosis Growth Hormone ......................................................... 49

4.6.9 Perlakuan Pada Hewan Coba .................................................................... 51

4.7 Alur Peneltian ........................................................................................... 53

4.8 Analisis Data ............................................................................................ 54

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subyek ................................................................................ 55

5.2 Uji Normalitas Data TNF-α Sebelum dan Sesudah Perlakuan .................. 55

5.3 Uji Homogenitas TNF-α Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah

Perlakuan ................................................................................................ 56

5.4 Uji Komparasi TNF-α ............................................................................... 56

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1 Subyek Penelitian .................................................................................... 60

6.2 Penggunaan growth Hormone Injeksi Dosis 0,04 IU /hari, 0,08IU/hari,

Selama 14 Hari ....................................................................................... 61

6.3 Pengaruh Pemberian Growth Hormone Terhadap Kadar TNF-α Tikus....

Jantan Dislipidemia ................................................................................. 61

6.4 Manfaat Growth Hormone pada Proses Penuaan ..................................... 65

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ................................................................................................. 68

Page 14: unud-404-15217548-made ita

7.2 Saran ....................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69

LAMPIRAN ...................................................................................................... 75

Page 15: unud-404-15217548-made ita

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Biologis Tikus ………………………………………………… 36 Tabel 2.2 Mineral dalam makanan tikus…………………………………..…… 37 Tabel 5.1 Uji Normalitas kadar TNF-α pre Test dan post Test pada kelompok P0, P1,dan P2………………………………………………………………………. 56 Tabel 5.2 Uji Homogenitas kadar TNF-α pre test dan post test pada kelompok P0,P1,dan P2…………………………………………………………………… 56 Tabel 5.3 Analisis One Way Anova kadar TNF-α pre test dan post test……… 57 Tabel 5.4 Uji Lanjutan kadar TNF-α post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) pada kelompok P0,P1 dan P2 ……………………………………… 58

Page 16: unud-404-15217548-made ita

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Regulasi Sekresi Growth Hormone .............................................. 13 Gambar 3.1. Kerangka Konsep ........................................................................ 40 Gambar 4.1. Rancangan Penelitian ................................................................... 41 Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian .................................................................. 53 Gambar 5.1. Kadar TNF-α Pre Test dan Post Test pada Kelompok Yang Diberi Aquadest (P0), dan kelompok yang mendapat dua Variasi dosis GH ..... 59

Page 17: unud-404-15217548-made ita
Page 18: unud-404-15217548-made ita

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical Clearance .......................................................................... 75 Lampiran 2. Uji TNF-α ...................................................................................... 76 Lampiran 3. Tabel Konversi Dosis ..................................................................... 80 Lampiran 4. Hasil Penelitian Pendahuluan ........................................................ 81 Lampiran 5. Analisis Data .................................................................................. 82

Page 19: unud-404-15217548-made ita

DAFTAR SINGKATAN ATAU LAMBANG

SINGKATAN Apo : Apolipoprotein C7αOH : Cholesterol-7α-hydroxylase CD : Cluster of Differentiation FDA : Food and Drug Administration GH : Growth Hormone GHD : Growth Hormone Deficiency GHRH : Growth Hormone Releasing Hormon GHRT : Growth Hormone Replacement Therapy HDL : High Density Lipoprotein HMG-CoA : β-hydroxy methylglutaryl Coenzyme A HSL : Hormon Sensitif Lipase IGF-1 : Insulin Like Growth Factor-1 IGFBP : Insulin Like Growth Factor Binding Protein IGFBP3 : Insulin Like Growth Factor Binding Protein 3 ICAM Intracelluler Adhesion Molecule IFNα : Interferron γ IL-1β : Interleukin 1β IL6 : Interleukin 6 LDL : Low Density Lipoproprotein LPL : Lipoprotein Lipase MMP : Matrix Metalloproteinases mRNA ; Mesenger Ribonucleic Acid NFҡB : Nuclear Factor ҡ B NO : Nitric oxide TNF α : Tumor Nekrosis Faktor α TRH : Thyroid Releasing Hormone VLDL : Very Low Density Lipoprotein VCAM : Vascular Cell Adhesion Molecule

Page 20: unud-404-15217548-made ita

LAMBANG

α : Alfa; tingkat kemaknaan (kesalahan tipe I) β : Beta; tingkat kesalahan tipe II σ : simpang baku; SEM µ : rerata skor

Page 21: unud-404-15217548-made ita

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses

penuaan (aging). Proses penuaan ditandai dengan menurunnya sampai terhentinya

fungsi berbagai organ dan produksi hormon tubuh. Hal ini menyebabkan kemunduran

fungsi organ tubuh dalam mempertahankan homeostasis, sehingga terjadi banyak

perubahan yaitu perubahan komposisi tubuh (rasio lemak/air meningkat), perubahan

tinggi badan, masalah berat badan, penurunan fisiologi tubuh, penurunan daya ingat,

pendengaran, penglihatan dan berbagai kemunduran fungsi biologis lainnya. Sewaktu

muda hormon tubuh bekerja mengatur fungsi- fungsi organ tubuh termasuk respon

terhadap panas, dingin, dan aktivitas seksual. Jika produksi hormon menurun,

kemampuan tubuh untuk memperbaiki diri menjadi berkurang.

Penuaan juga disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi kronis dalam tubuh.

Inflamasi dikaitkan dengan banyak hal yang berhubungan dengan penuaan seperti

kulit keriput, arthritis, penyakit jantung, penyakit Alzheimer dan kanker. Inflamasi

disebabkan oleh reaksi imun pada tingkat seluler dimana proses ini menyebabkan

meningkatnya sitokin – sitokin pro inflamasi antara lain TNF-α , IL-6, dan lain- lain

serta meningkatnya radikal bebas sehingga terjadi perusakan sel-sel normal. Inflamasi

dapat ditimbulkan oleh karena infeksi, alergi dan faktor gaya hidup seperti merokok,

1

Page 22: unud-404-15217548-made ita

konsumsi makanan lemak jenuh, kurangnya istirahat, dan paparan sinar matahari

(Stibitch, 2006).

Dislipidemia adalah suatu keadaan metabolisme lipoprotein yang abnormal,

biasanya berhubungan dengan overproduksi atau kekurangan lipoprotein.

Dislipidemia ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, Low

Density Lipoprotein (LDL) dan atau penurunan High Density Lipoprotein (HDL) di

dalam darah. Dislipidemia juga sering dikatakan sebagai hiperlipidemia, disebabkan

oleh pola hidup dimana konsumsi makanan lemak jenuh yang berlebihan dan

kurangnya aktivitas fisik, sehingga terjadi peningkatan lipid serum sebagai faktor

risiko aterosklerosis. Hal ini disebabkan pada dislipidemia juga ada prilaku kolesterol

yang berperan pada aterosklerosis. Jadi yang membedakan antara

hiperkolesterolemia dengan dislipidemia adalah hiperkolesterolemia didefinisikan

sebagai peningkatan kolesterol serum melebihi dari 200 mg/dl setelah 9-12 jam

puasa. Pada dislipidemia disamping kriteria untuk hiperkolesterolemia juga terjadi

peningkatan kolesterol LDL-serum > 160 mg/dl, trigliserida serum sebesar 150

mg/dl, atau kolesterol HDL-serum < 40 mg/dl untuk laki-laki dan < 50 mg/dl untuk

perempuan. Simptom tingginya kolesterol pada dislipidemia tidak dapat dirasakan

oleh seorang penderita dislipidemia, tetapi hanya dapat diketahui dengan tes

kolesterol darah secara rutin. Diet kolesterol tinggi dapat menginduksi dislipidemia di

samping juga dapat dipicu akibat faktor genetik ( Kreisberg dan Reusch, 2005;

Golberg, 2008). Diet tinggi kolesterol juga dapat menyebabkan meningkatnya TNF α

dan IL-6 pada pasien- pasien obesitas. Penelitian menunjukkan pada kondisi

Page 23: unud-404-15217548-made ita

obesitas terjadi infiltrasi makropag pada jaringan adiposa putih, yang mana

merupakan sumber utama produksi sitokine proinflamasi (Bastard et al., 2006).

Salah satu hormon penting yang menurun pada proses penuaan adalah growth

hormone (GH). GH berperan penting pada komposisi tubuh, metabolisme otot dan

tulang, dan fungsi jantung. Kekurangan GH pada orang dewasa menimbulkan

beberapa tanda dan gejala khas yang sama seperti yang terjadi pada penuaan normal,

yaitu: berkurangnya lean body mass, bertambahnya lemak total dan di daerah perut,

berkurangnya kekuatan otot dan kapasitas berolahraga, berkurangnya densitas

mineral tulang, kulit tipis dan kering dengan ekstremitas terasa dingin, terganggunya

kenyamanan psikologis, perasaan tertekan, kecemasan, dan kelelahan (Djuanda, 2007

; Pangkahila, 2007)

Morbiditas dan mortalitas Growth Hormon Deficiency ( GHD ) pada dewasa

terjadi karena berkaitan dengan beberapa masalah yaitu: densitas mineral tulang yang

berkurang, meningkatnya resiko fraktur tulang yang osteoporotik, fungsi jantung

yang terganggu, dan obesitas sentral, meningkatnya sensitivitas insulin, berkurangnya

kapasitas berolahraga, dan gangguan emosi. Sesuai dengan data epidemiologik, orang

dewasa yang mengalami GHD mempunyai harapan hidup yang lebih pendek.

Mortalitas yang meningkat terutama berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler

sebagai akibat aterosklerosis (Pangkahila, 2007).

Penurunan kadar GH pada penuaan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol.

Kejadian dislipidemia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dislipidemia

merupakan salah satu faktor penyebab aterosklerosis disamping hipertensi dan

Page 24: unud-404-15217548-made ita

merokok. Banyak laporan penelitian terdahulu menunjukkan hubungan antara kadar

lipid serum yang tinggi dengan angka kejadian penyakit aterosklerosis pemicu

penyakit jantung koroner (Twickler, 2003; Golberg, 2008).

Penelitian pada dua dekade terakhir menunjukkan adanya inflamasi kronis pada

dinding aorta karena penumpukan lemak. Hal ini terjadi akibat oksidasi kolesterol-

LDL (kol-LDL) sehingga menyebabkan plak terkoyak dan berujung pada

terbentuknya trombosis (Golberg, 2008).

Hiperkolesterolemia pemicu aterosklerosis merupakan kelainan akibat

multifaktorial juga berhubungan dengan sitokin proinflamasi, IFN-γ (Interferron –γ),

IL-1β ( Interleukin I β ), IL-6 ( Interleukin -6 ) dan TNF-α (Tumor Necrosis Factor α

). Penelitian juga membuktikan bahwa konsumsi makanan yang aterogenik

meningkatkan terbentuknya sitokin proinflamasi IL-6 dan TNF-α, namun tidak

memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan IL-lβ (Ahmed, 2001 ;

Han et al., 2002).

TNF-α adalah salah satu sitokin proinflamasi yang paling poten. Sitokin

diketahui memegang peranan patogenik dalam penyakit inflamasi kronik. TNF –α

diproduksi berlebih di jaringan adiposa pada model tikus obesitas dan memegang

peranan penting dalam proses pembentukan aterosklerosis (Bastard et al., 2006).

TNF- α merupakan salah satu target untuk pencegahan aterosklerosis. Pada penelitian

dengan 2 kelompok tikus yang dihilangkan apolipoprotein E (apoE), kemudian

dibandingkan antara kelompok I yang dihambat TNF- α nya, dan kelompok II yang

Page 25: unud-404-15217548-made ita

tidak dihambat. Pada kelompok yang dihambat, ateroskelosis berkurang (Brånén et

al.,2004).

Pengaruh GH terhadap TNF-α belum banyak diketahui. GH diketahui

menurunkan profil lipid pada dislipidemia melalui peningkatan ekskresi kolesterol

melalui empedu serta peningkatan pemecahan VLDL dan LDL (Frick et al., 2001;

Lind et al., 2009). Penelitian pada binatang dan manusia menunjukkan hasil yang

berbeda. Pada penelitian yang dilakukan pada 24 anak dengan GHD diketahui

pemberian injeksi recombinant GH ( 0,03-0,04 mg/ per kg BB SC) 1 kali per hari,

dibandingkan dengan 33 anak yang sehat sebagai kontrol. TNF –α level lebih tinggi

secara signifikan pada anak dengan GHD dibandingkan anak yang normal. Setelah

pemberian GH selama 6 dan 12 bulan diketahui GH menurunkan TNF-α secara

signifikan pada anak-anak dengan GHD. Dari data ini didapat GH memegang

peranan dalam menghambat pelepasan TNF-α pada manusia (Andiran et al., 2007).

Penelitian pada pasien cardiomyopati idiopatik pemberian GH 4 iu tiap dua hari

diketahui mampu menurunkan kadar TNF-α secara signifikan. Pemberian GH

dilakukan secara subkutan selama 12 minggu (Adamopoulos et al.,2003). Pemberian

GH dosis rendah juga diketahui menurunkan ekspresi Toll like Receptor 2 (

TLR2)/TNF-α di jaringan lemak pada berbagai model mencit yang diberi diet tinggi

kolesterol (Kubota et al.,2008). Begitu pula dengan pemberian human recombinant

IGF-1 (1,5 mg/kg/hr) pada tikus Apo E-/- usia 8 minggu yang diberi diet tinggi

kolesterol selama 12 minggu menunjukkan penurunan ekspresi vascular dari faktor

proinflamasi TNF-α dan IL-6 (Sukhanov et al., 2007).

Page 26: unud-404-15217548-made ita

Pada penelitian ini digunakan tikus galur wistar jantan karena pada penelitian

sebelumnya menunjukkan tikus jantan dengan pemberian GH lebih signifikan dalam

menurunkan kadar kolesterol (dislipidemia) dibandingkan tikus betina (Frick, 2001).

Tikus yang digunakan umur 11-12 bulan karena sesuai dengan umur manusia 30- an

tahun dimana sudah terjadi tanda- tanda penuaan sub klinis (Hanson, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

Apakah pemberian GH dapat menurunkan kadar TNF-α pada tikus jantan yang dislipidemia?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek anti inflamasi GH pada

tikus jantan yang dislipidemia.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian GH dapat

menurunkan kadar TNF- α pada tikus jantan yang dislipidemia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

Page 27: unud-404-15217548-made ita

1. Ilmiah

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah data atau penelitian mengenai jalur

kerja dan peran growth hormone dalam patogenesis penyakit yang berhubungan

dengan penuaan, khususnya akibat kondisi dislipidemia serta sebagai referensi bagi

penelitian selanjutnya.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai

pertimbangan dalam penggunaan growth hormone sebagai terapi anti penuaan,

khususnya pada kondisi dislipidemia.

Page 28: unud-404-15217548-made ita

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Proses Penuaan

Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai

organ tubuh. Berbagai teori menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan.

Secara garis besar, terjadinya proses penuaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu teori wear

and tear dan teori program. Teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glikosilasi,

inflamasi dan radikal bebas. Teori program meliputi replikasi sel, proses imun, dan

neuroendocrine theory (Goldman dan Klatz, 2003 ; Pangkahila, 2007).

Teori inflamasi pada proses penuaan berkaitan dengan terjadinya inflamasi kronik di

dalam tubuh yang disebabkan oleh reaksi imun pada tingkat seluler, dimana proses ini

menyebabkan meningkatnya sitokin – sitokin pro inflamasi antara lain TNF- , IL-6 dan lain-

lain serta meningkatnya radikal bebas sehingga terjadi perusakan sel-sel normal. Inflamasi

kronis berkontribusi pada penuaan banyak jaringan dan sangat menonjol pada penuaan

sistem kardiovaskuler dan sistem saraf (Stibich, 2006) .

Teori neuroendokrin menunjukkan keterlibatan hormon dan sistem saraf dalam proses

penuaan. Hormon berfungsi untuk mengatur fungsi-fungsi organ tubuh. Satu hormon dapat

berpengaruh terhadap lebih dari satu fungsi dan satu fungsi dapat dikontrol oleh lebih dari

satu hormon. Produksi hormon diatur oleh hipotalamus yang mengontrol kelenjar/sel

penghasil hormon lainnya. Sekresi hormon berkaitan dengan kontrol umpan balik negatif.

Hubungan ini melibatkan poros hipotalamus-hipofise yang mendeteksi perubahan

8

Page 29: unud-404-15217548-made ita

konsentrasi hormon yang di sekresi oleh beberapa kelenjar endokrin perifer (Djuanda,

2007).

Pada usia muda kadar hormon berada dalam kondisi optimal sehingga tercapai

performa biologis yang prima dan berbagai organ tubuh dapat bekerja dengan baik. Secara

umum dirasakan kemampuan kognitif, motorik, sensorik, mental, dan seksual berada dalam

keadaaan puncak sehingga dirasakan adanya kualitas hidup yang tinggi (Pangkahila, 2007).

Produksi hormon mengalami perubahan ketika penuaan terjadi. Hormon tertentu

mengalami penurunan seperti GH, triiodothyronine (T3), testosteron, estrogen, renin,

aldosteron, dehydroepiandrosterone (DHEA) dan dehydroepiandrosterone sulphate (DHEAS).

Peningkatan kadar hormon juga terjadi pada penuaan seperti follicle stimulating hormone

(FSH), leutenizing hormone (LH), vasopressin, insulin, parathyroid hormone (PTH), dan atrial

natriuretic hormone (ANH) dan leptin. Ketidakseimbangan produksi hormon tersebut

berpengaruh terhadap regulasi fungsi-fungsi tubuh dalam rangka pertumbuhan,

pemeliharaan dan perbaikan. Sehingga timbul berbagai keluhan yang dianggap sebagai

gejala penuaan. Hubungan antara penuaan dan perubahan hormon terjadi timbal balik,

yaitu proses penuaan mempengaruhi produksi hormon begitu pula sebaliknya penurunan

hormon yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan penuaan (Djuanda, 2007;

Pangkahila, 2007).

Tanda dan proses penuaan dibagi menjadi dua bagian yaitu tanda fisik dan psikis.

Tanda fisik seperti massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat

berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun, dan sakit tulang. Tanda

psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung

Page 30: unud-404-15217548-made ita

dan merasa tidak berarti lagi. Proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap yaitu

(Pangkahila, 2007) :

1) Fase subklinik (usia 25-35 tahun)

Sebagian besar hormon mulai menurun, yaitu hormon testosteron, GH, dan

estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai

mempengaruhi tubuh, seperti diet yang buruk, stres, polusi, paparan berlebihan

radiasi ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar.

Individu akan tampak dan merasa “normal” tanpa tanda dan gejala dari aging atau

penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal.

2) Fase transisi (usia 35-45 tahun)

Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Kehilangan massa

otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi lemak

tubuh yang meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya

risiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap ini mulai

muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran,

rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan

seksual dan bangkitan seksual menurun. Individu mulai merasa dan tampak tua.

Radikal bebas mulai mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi penyebab dari

banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis, kehilangan daya ingat, penyakit

jantung koroner dan diabetes.

3) Fase Klinik (usia 45 tahun keatas)

Page 31: unud-404-15217548-made ita

Pada tahap ini terjadi penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA

(dehydroepiandrosterone), melatonin, GH (Growth Hormone), testosteron,

estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan

nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang,

kehilangan massa otot sekitar 1 kilogram setiap 3 tahun yang mengakibatkan

ketidakmampuan membakar kalori, peningkatan lemak tubuh dan berat badan.

Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem organ yang mengalami

kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu aktivitas

sehari-hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu

keharmonisan banyak pasangan.

Konsep Anti Aging Medicine pada awalnya diperkenalkan oleh American

Academy of Anti Aging Medicine (A4M) pada tahun 1993, yaitu bagian ilmu kedokteran

yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini

untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan perbaikan ke keadaan

semula berbagai disfungsi , kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan,

yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007) .

Konsep ini mencerminkan adanya suatu paradigma baru yang sangat berkebalikan

dengan pandangan umum yang telah ada sebelumnya, yaitu menjadi tua adalah takdir

manusia yang sudah digariskan dan karenanya tidak dapat ditolak (Goldman dan Klatz,

2003; Pangkahila, 2007).

2.2. Growth Hormone

Page 32: unud-404-15217548-made ita

Growth hormone adalah salah satu hormon yang mengalami penurunan ketika

terjadi penuaan. Growth Hormone adalah hormon polipeptida, terdiri dari 191 asam

amino yang disintesis oleh sel somatotropik di kelenjar pituitari anterior. Sekresi GH

diatur secara sentral oleh hormon hipotalamus, yaitu growth hormone releasing

hormone (GHRH) dan somatostatin. GHRH berfungsi untuk merangsang produksi GH

sedangkan somatostatin menghambat sekresi GH. Pelepasan GH juga diregulasi oleh

respon neurohormonal. Rangsangan kolinergik meningkatkan sekresi GH dengan

menghambat pelepasan somatostatin, sedangkan rangsang β-adrenergik memiliki efek

yang berlawanan. Respon perifer juga mempengaruhi sekresi GH. Ini dapat terjadi

melalui somatostatin yang juga diproduksi pada jaringan lain atau hormon ghrelin yang

diproduksi di lambung. Ghrelin dapat memicu sel somatotrof untuk memproduksi GH.

Hormon-hormon lain yang dapat mempengaruhi GH adalah kortisol, thyroid releasing

hormone (TRH), leptin, seks steroid, dan hormon tiroid. Kortisol dan TRH dapat

menghambat sekresi GH sedangkan hormon tiroid dan seks steroid memicu pelepasan

GH. Keadaan-keadaan seperti aktivitas fisik, starvasi, anoreksia, stres dan jumlah jam

tidur dapat menstimulasi sekresi GH. Sedangkan depresi, hiperglikemia, dan obesitas

menurunkan GH basal, tetapi menstimulasi sekresi GH ( Tien et al, 2000).

Hormon ini disekresikan secara pulsatil dengan rata-rata frekuensi 13 kali per hari.

Puncaknya terjadi pada malam hari ketika pelepasan somatostatin berkurang. Sekresi

yang kurang menonjol juga terjadi beberapa jam setelah makan. Kadar normal

umumnya kurang dari 10 ng/mL dan tertinggi masa pubertas. Kadar hormon ini rendah

Page 33: unud-404-15217548-made ita

pada masa anak-anak dan menurun pada usia lanjut (Tien el al., 2000; Pangkahila,

2007).

Growth hormone menghambat pelepasan melalui mekanisme umpan balik. Hal ini

terjadi melalui beberapa jalur yang diperankan oleh GH maupun IGF-1. Sel somatotrof

dapat dihambat secara langsung melalui rangsangan produksi IGF-1 lokal maupun

melalui hambatan pada GHRH dan stimulasi somatostatin oleh GH. Mekanisme lainnya

adalah melalui IGF-1 yang sebagian besar diproduksi di hati akibat rangsangan GH. IGF-

1 tersebut dapat menghambat sintesis GHRH dan merangsang sintesis somatostatin

(Tien et al., 2000; Gardner dan Shoback, 2007).

Gambar 2.1 Regulasi Sekresi Growth Hormone (Besser, 2007) .

Pengaruh GH terhadap proses fisiologi tubuh sangat kompleks. Growth hormone

adalah komponen pokok yang mengontrol sebagian dari proses fisiologis kompleks yaitu

pertumbuhan dan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak (Goldman dan Klatz,

2003). Ada dua mekanisme GH dalam bekerja, yaitu: secara langsung dan tidak langsung.

Page 34: unud-404-15217548-made ita

Secara langsung GH menyebabkan lipolisis, meningkatkan transportasi asam amino ke

jaringan, sintesis protein dan glukosa di hati serta beberapa efek Iangsung pada

pertumbuhan tulang rawan (Gardner dan Shoback, 2007). Secara tidak langsung GH bekerja

melalui IGF-1 yang dihasilkan oleh berbagai jaringan sebagai respon terhadap GH. IGF-1

dalam sirkulasi terikat pada 6 spesific binding potein dalam beberapa kombinasi. IGF-binding

protein (IGFBP) yang utama adalah IGFBP-3 yang merupakan 95 % dari semua binding

protein. Jaringan yang memproduksi IGF-1 antara lain hati, otot, tulang, tulang rawan, ginjal

dan kulit. Sebagian besar IGF-1 yang dilepas disirkulasi berasal dari hati ( Pangkahila, 2007).

Pada penuaan terjadi penurunan kadar GH. Kadar growth hormone 24 jam menurun

14% perdekade setelah umur 21-30 tahun. Pada umur 20 tahun menjadi 500 mikrogram,

umur 40 tahun 200 mikrogram, dan hanya 25 mikrogram saat umur 80 tahun (Klatz, 1997).

Lebih dari 90% penyebab defisiensi GH adalah kelainan pada kelenjar hipofise. The KIMS

study (The Pharmacia International Metabolic surveillance Study) menyebutkan defisiensi

GH sebagian besar disebabkan oleh adeno hipofise, yaitu 59% pada usia 18-65 tahun dan

85% pada usia 65 - 82 tahun. Penyebab lainnya adalah craniapharyngioma, idiopatik,

radiasi, operasi, trauma, penyakit infiltratif, seperti sarkoidosis. histiositosis, trauma kepala

dan kerusakan pembuluh darah ( Pangkahila, 2007).

Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan GH pada penuaan, yang tidak termasuk

salah satu kelainan di atas belum jelas diketahui. Faktor- faktor yang berperan dalam

patofisiologi defisiensi GH, antara lain (Pangkahila, 2007):

1. Adiposity

Page 35: unud-404-15217548-made ita

Keadaan obesitas dapat menyebabkan penurunan sekresi GH, tidak hanya pada

usia tua namun juga pada usia muda, terutama pada obesitas sedang dan berat.

2. Berkurangnya produksi hormon seks steroid.

Penurunan kadar estrogen pada wanita dan testosteron pada pria dapat

mempengaruhi sekresi GH.

3. Kebugaran fisik yang menurun

Kapasitas aerobik mempunyai hubungan dengan konsentrasi serum GH 24 jam.

4. Tidur terganggu

Sekresi GH dapat dipengaruhi pola tidur yang berubah karena terjadinya terutama

selama tidur dalam gelombang lambat (slow-wave sleep).

5. Malnutrisi

Status nutrisi yang rendah berpengaruh negatif terhadap sintesis dan daya kerja

IGF-1.

Defisiensi GH menunjukkan gejala yang menyerupai gejala yang identik dengan keluhan-

keluhan umum yang dialami pada penuaan. Pada laki-laki, penuaan dan defisiensi growth

hormone sama-sama berhubungan dengan penurunan protein sintesis, massa bebas lemak,

dan mineral tulang serta peningkatan lemak tubuh. Gejala dan tanda adanya penurunan GH

antara lain ( Pangkahila, 2007):

1. Status kesehatan secara umum dirasakan menurun

2. Gangguan kenyamanan secara psikologis, perasaan tertekan, kecemasan, emosi

tidak stabil

3. Kelelahan

Page 36: unud-404-15217548-made ita

4. Berkurangnya energi dan vitalitas

5. Kulit tipis dan kering dengan ekstremitas terasa dingin

6. Berkurangnya massa bebas lemak

7. Volume cairan ekstraseluler berkurang

8. Bertambahnya lemak total dan di daerah perut

9. Berkurangnya kekuatan otot dan kapasitas berolahraga

10. Berkurangnya densitas mineral tulang

11. Penurunan kolesterol high density lipoprotein (HDL)

12. Peningkatan kolesterol low density lipoprotein (LDL)

13. Penurunan aliran darah ginjal

14. Penurunan basal metabolic rate

15. Penurunan ambang anaerohik

Pada penderita dengan defisiensi GH ditemukan peningkatan risiko mortalitas akibat

penyakit kardiovaskular.

Diagnosis defisiensi GH dapat ditetapkan apabila terdapat gejala dan tanda di atas

dengan didukung oleh pemeriksaan kadar GH setelah stimulus ( Pangkahila, 2007).

Pengukuran IGF-1 dan 1GFBP-3 untuk menentukan adanya defisiensi GH pada orang dewasa

tidak reliabel. Serum IGF-1 yang berada di bawah kisaran normal menunjukkan adanya

defisiensi GH bila tidak ada penyebab lain yang menyebabkan IGF-1 rendah, seperti,

malnutrisi, penyakit hepar, diabetes mellitus tak terkontrol, dan hipotiroid. Begitu pula

dengan kadar IGFBP-3, kadar yang rendah menunjukkan adanya defisiensi GH ( Pangkahila,

2007).

Page 37: unud-404-15217548-made ita

2.2.1. Penggunaan growth hormone pada penuaan

Banyak negara telah menyetujui penggunaannya pada orang dewasa dengan defisiensi

hormon tersebut walaupun masih sering diperdebatkan. Food and Drug Administration

(FDA) telah menyetujui penggunaan growth hormone pada orang dewasa sebagai terapi

untuk defisiensi yang disebabkan oleh penyakit hipopituari atau hipotalamus serta adanya

respon serum GH yang rendah pada tes stimulasi.

Selain itu penggunaan GH untuk mengatasi kaheksia dan wasting pada penderita Acquired

Immunodeficiency Syndrom (AIDS) juga disetujui oleh FDA. Terapi ini juga telah dikerjakan

untuk penyakit-penyakit katabolik, seperti, pada keadaan distres pernafasan, luka bakar,

penyembuhan setelah operasi, kardiomiopati kongestif, transplantasi hepar dan gagal ginjal

( Goldman dan Klatz, 2003; Pangkahila, 2007).

Penggunaan GH masih kontroversi disebabkan oleh belum banyaknya data tersedia

mengenai penggunaan GH pada penuaan. Masih banyak yang meragukan karena belum

adanya bukti yang dianggap kuat bahwa GH mampu mencegah penyakit kardiovaskular

maupun bukti yang menunjukkan terapi ini dapat meningkatkan insiden kanker (Vance,

2008).

Tujuan pengobatan GH pada orang dewasa adalah untuk meningkatkan tenaga dan

keadaan otot, mengembalikan komposisi normal tubuh, dan meningkatkan kualitas hidup.

Secara biokimia, target pengobatan GH adalah mengembalikan serum IGF-1 pada kadar

yang normal atau dalam konteks penggunaannya pada proses penuaan mengembalikan

Page 38: unud-404-15217548-made ita

kadar serum IGF-1 seperti usia muda. Pengaruh pengobatan GH yang harus

dipertimbangkan sebagai parameter perbaikan adalah ( Pangkahila, 2007):

1. Meningkatnya massa bebas lemak tubuh

2. Meningkatnya densitas mineral tulang 4 - 10% di atas baseline setelah paling sedikit

12 bulan pengobatan

3. Meningkatnya kekuatan otot dengan normalisasi sempurna setelah 3 tahun

pengobatan

4. Berkurangnya serum total kolesterol, LDL dan rasio LDL/HDL

5. Perasaan nyaman dan kualitas hidup

Rekomendasi FDA menyebutkan dosis awal untuk terapi GH adalah 3-4 μg/kgBB yang

diberikan secara subkutan sekali sehari dengan dosis maksimal 25 μg/kgBB untuk usia

hingga 35 tahun dan 12,5 μg/kgBB untuk usia di atas 35 tahun (Elderisi, 2008). Berdasarkan

Growth Hormone Research Society pengobatan dapat dilakukan dengan memulai dosis yang

rendah, yaitu 0,15 - 0,30 mg/hari (0,45 - 0,90 IU/hari). Dosis dapat dinaikkan secara

bertahap tergantung reaksi secara klinis dan biokimia, tetapi tidak lebih sering dari interval

setiap bulan. Dosis pemeliharaan bervariasi pada setiap orang dan jarang melebihi 1,0

mg/hari (3,0 IU/hari) (Pangkahila, 2007). Praktisi lain meyakini penggunaan GH harus

mampu menghasilkan efek menyerupai pola sekresi GH tubuh, yaitu dengan memberikan

GH dengan frekuensi lebih sering dan dosis rendah. GH diberikan dengan dosis 0,3 - 0.7 IU

dua kali sehari, yaitu sebelum tidur dan pagi hari. Dengan pola seperti ini efek samping

penggunaan GH bisa diminimalisasi (Goldman dan Klatz, 2003).

Page 39: unud-404-15217548-made ita

Selama terapi ini perlu dilakukan pemantauan. Pemantauan dilakukan terhadap gejala

dan tanda klinis serta serum IGF-1. Pemantauan ini dilakukan setiap 1 atau 2 bulan untuk

menyesuaikan dosis yang diperlukan untuk hasil terapi maksimal (Goldman dan Klatz, 2003).

Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh terapi growth hormon yang paling sering

adalah edema, athralgia dan mialgia. Efek samping lain, yaitu carpal tunnel syndrome,

ginekomastia, glucose intolerance, infeksi saluran pernafasan, kaku otot, nyeri ekstremitas,

sakit kepala dan migrain. Tetapi insiden dari efek samping ini sangat rendah, yaitu 1,06

pasien setiap tahun, sehingga pengobatan ini relatif aman. Efek samping ini sangat

tergantung kepada dosis, umumnya ditemukan pada pasien yang menerima GH dalam dosis

besar. Efek samping ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis yang diberikan (Goldman

dan Klatz, 2003 ; Pangkahila, 2007).

Kontraindikasi mutlak penggunaan terapi GH adalah adanya keganasan aktif, benign

intracranial hypertension dan retinopati diabetes. Kehamilan awal bukan kontraindikasi,

tetapi pada trimester kedua, terapi GH harus dihentikan karena GH diproduksi oleh plasenta

(Pangkahila, 2007).

2.3. Lipid ( Lemak )

Lipid yang disebut juga lemak, adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi

sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Lipid yang

beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil

produksi organ hati, yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan

energi (Muray, 2002).

Page 40: unud-404-15217548-made ita

Lipid plasma berasal dari makanan (eksogen) atau disintesis dalam tubuh

(endogen). Lipid sukar larut dalam air, pengangkutannya dalam tubuh berbentuk

kompleks dengan protein yang disebut lipoprotein. Lipoprotein tersusun atas inti

yang sukar larut (non polar) yang terdiri atas ester kolesterol dan trigliserida serta

bagian yang mudah larut (polar) yang terdiri dari protein, fosfolipid dan kolesterol

bebas (Muray, 2002).

Lipid disimpan dalam dua jaringan tubuh utama, yaitu jaringan adiposa dan hati.

Fungsi utama jaringan adiposa adalah menyimpan trigliserida sampai diperlukan

untuk membentuk energi dalam tubuh. Sel lemak (adiposit) dari jaringan adiposa

merupakan modifikasi fibroblas yang menyimpan trigliserida yang hampir murni

dengan jumlah sebesar 80 sampai 95 persen dari keseluruhan volume sel. Adiposit

juga berperan sebagai kelenjar endokrin yang mensekresikan berbagai sitokin dan

neuropeptida yang berperan dalam metabolisme (Muray, 2002). Lipid ditranspor

terutama dalam bentuk asam lemak bebas. Keadaan ini dicapai dengan hidrolisis

trigliserida kembali menjadi asam lemak dan gliserol. Pada keadaan setelah

penyerapan, setelah semua kilomikron dikeluarkan dari darah, lebih dari 95 persen

seluruh lipid di dalam plasma berada dalam bentuk lipoprotein. Lipoprotein ini

merupakan partikel kecil lebih kecil dari kilomikron tetapi komposisinya secara

kualitatif sama mengandung trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan protein.

Konsentrasi total lipoprotein dalam plasma rata-rata sekitar 700 mg per 100 ml

plasma yaitu 700 mg/dl. Klasifikasi lipoprotein didasarkan pada densitas yang

menggambarkan ukuran partikel. Semakin besar rasio lipid/protein maka semakin

Page 41: unud-404-15217548-made ita

besar ukurannya dan makin rendah densitasnya. Terdapat lima kelas utama

lipoprotein yaitu kilomikron, very low density lipoprotein ( VLDL ), intermediate

density lipoprotein ( IDL ), low density lipoprotein ( LDL ) dan high density

lipoprotein ( HDL ) (Golberg, 2008).

Sistem jalur pengangkutan lipoprotein dapat dibagi menjadi 2 (dua) jalur yaitu:

1. Sistem eksogen yang mengangkut hasil pencernaan dari lipid yang berasal dari diet.

Lipid-lipid tersebut seperti: trigliserida, fosforlipid, kolesterol-bebas diangkut di dalam

partikel lipoprotein khusus yang disebut kilomikron selanjutnya dikeluarkan oleh sel

epitel mukosa ke ductus lacteal usus halus. Dalam sirkulasi darah kilomikron yang kaya

akan trigliserida akan berinteraksi dengan enzim lipoprotein lipase yang menghidrolisis

sebagian besar trigliserida pada inti kilomikron menjadi asam lemak dan gliserol. Asam

lemak ini akan diambil untuk digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Partikel sisa

kilomikron yang sudah kehilangan banyak trigliseridanya akan beredar kembali ke

sirkulasi darah dan diambil oleh hati, sehingga dengan demikian lipid-lipid oksigen yang

berasal dari pencernaan kecuali trigliserida akhirnya masuk ke dalam hati.

2. Sistem endogen yang mengangkut lipid yang berasal dari hepar ke jaringan tubuh

melalui sirkulasi darah. Lipid ini bersama dengan lipoprotein dirakit menjadi partikel

VLDL (Very Low Density Lipoprotein) di dalam hati dan disekresi ke sirkulasi darah.

Sesampainya di pembuluh kapiler berbagai VLDL jaringan tubuh berinteraksi dengan

enzim lipoprotein lipase yang menghidrolisis sebagian besar trigliserida dalam intinya dan

dikonversi menjadi partikel IDL (Intermediet Density Lipoprotein). Sebagian besal partikel IDL

yang terbentuk akan mengalami hidrolisis lebih lanjut membentuk LDL (Low Density

Page 42: unud-404-15217548-made ita

Lipoprotein). LDL merupakan lipoprotein yang kaya akan kolesterol dan berperan dalam

pengangkutan kolesterol ke jaringan perifer (lemak jahat). Sebagian besar LDL diambil oleh

hepar sebagian lagi dilepas ke jaringan tubuh lainnya melalui mekanisme endositosis

dengan perantara reseptor LDL ( Murray, 2002).

Bila membrane sel telah menjadi jenuh terhadap kolesterol karena penerimaan LDL dan

biosintesis internal yang berlebih, terjadilah pengambilan kolesterol ke cairan ekstraseluler

untuk dibawa kembali ke hati, yang dikenal sebagai reverse cholesterol transport. Hal ini

diduga dilakukan oleh HDL yang merupakan lemak baik sebagai antitrombin. Anti-trombin

adalah High Density Lipoprotein yang dapat membantu mengeluarkan tumpukan kolesterol,

terjadi anti inflamasi yaitu NO endotel menghambat adhesi leukosit pada endotel (Murray,

2002).

2.3.1. Dislipidemia

Dislipidemia adalah suatu keadaan abnormal dari metabolisme lipoprotein,

biasanya berhubungan dengan overproduksi atau kekurangan lipoprotein.

Dislipidemia juga sering dikatakan sebagai hiperlipidemia, yang merupakan peristiwa

peningkatan lipid serum sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hal ini

disebabkan pada dislipidemia juga ada prilaku kolesterol yang berperan pada

aterosklerosis. Jadi yang membedakan antara hiperkolesterolemia dengan

dislipidemia adalah hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai peningkatan kolesterol

serum melebihi dari 200 mg/dl setelah 9-12 jam puasa, Sebaliknya, pada dislipidemia

disamping kriteria untuk hiperkolesterolemia juga terjadi peningkatan kolesterol

Page 43: unud-404-15217548-made ita

LDL-serum > 160 mg/dl, trigliserida serum sebesar 150 mg/dl, atau kolesterol HDL-

serum < 40 mg/dl untuk laki-laki dan < 50 mg/dl untuk perempuan. Diit kolesterol

tinggi dapat menginduksi dislipidemia di samping juga dapat dipicu akibat faktor

genetik (Kreisberg dan Reusch, 2005; Golberg, 2008).

Terjadi hubungan yang linier antara kadar kolesterol dengan risiko penyakit

jantung koroner. Sehingga dislipidemia sebenarnya tidak bisa didefinisikan, tetapi

kontrol dan uji kadar kolesterol maupun trigliserida secara rutin akan memberikan

manfaat agar diketahui apakah akan terjadi risiko aterosklerosis maupun penyakit

jantung koroner (Kreisberg dan Reusch, 2005; Golberg, 2008).

Penyebab dislipidemia dapat secara genetik ( primer ) maupun akibat gaya hidup

seperti diet kaya lemak dan kurangnya aktivitas fisik. Pemicu lainnya adalah diabetes

mellitus, peminum alcohol, chronic kidney disease, hypothyroidism, primary biliary chirosis

dan other cholestatic liver diseases, serta obat-obatan seperti thiazides, β-blockers,

retinoids, highly active antiretroviral agents, estrogen dan progestin serta glucocorticoids

(Goldberg, 2008).

Pada tikus kadar normal kolesterol total tikus adalah 10 – 54 mg/dl (Kusumawati, 2004).

Kadar normal LDL tikus adalah 17 – 22 mg/dl dan kadar normal HDL tikus adalah 77 – 84

mg/dl, sedangkan kadar normal trigliserida tikus adalah 26 – 145 mg/dl (Wahyuni,

unpublished data). Tikus dikatakan dislipidemia bila terjadi kenaikan berat badan > 20% atau

kadar kolesterol total serum > 200 mg/dL (Hardini, 2007)

2.4. Inflamasi

Page 44: unud-404-15217548-made ita

Inflamasi adalah suatu proses kompleks yang dimulai dari jaringan. Kerusakan jaringan

ini disebabkan oleh faktor endogen (misalnya nekrosis jaringan) dan faktor eksogen

(misalnya kontak dengan bahan asing atau infeksi). Respon inflamasi merupakan bagian dari

kekebalan innate dan kekebalan yang didapat (acquired). Kekebalan innate merupakan

system kekebalan yang sudah kita dapat sejak lahir elemen-elemennya pada: kulit, sistem

pencernaan, paru-paru, pernapasan, sirkulasi, organ limfa dan serum. Sistem imun ini

merupakan suatu kontelasi respon yang unik terhadap inflamasi (Mayer, 2006).

Inflamasi pada umumnya merupakan respon terhadap jejas pada jaringan hidup yang

memiliki vaskularisasi. Respon radang ini diikuti oleh proses yang sangat penting, yaitu

reaksi pada endotel. Endotel adalah bagian terpenting pembuluh darah yang berperan

dalam proses aterosklerosis. Endotel menjadi target utama dari injuri mekanis dan khemis

akibat faktor dislipidemia. Kolesterol LDL terutama yang teroksidasi sangat potensial

merusak endotel dan HDL sebagai komponen protektif sangat berperan dalam mekanisme

aterosklerosis pada dislipidemia (Robbin dan Cotran, 2002; Kontush dan Chapman, 2006).

Inflamasi bertujuan untuk menyekat serta mengisolasi jejas, menghancurkan

mikroorganisme yang menginvasi tubuh serta menghilangkan aktivitas toksinnya, dan

mempersiapkan jaringan bagi kesembuhan serta perbaikan. Meskipun pada dasarnya

respon bersifat protektif, namun inflamasi dapat pula berbahaya; respon ini dapat

menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang bisa membawa kematian atau kerusakan organ

yang persisten serta progesif akibat inflamasi kronik dan fibrosis yang terjadi kemudian

(misalnya arthritis rheumatoid, aterosklerosis). Inflamasi umumnya ditandai oleh (Mayer,

2006):

Page 45: unud-404-15217548-made ita

1. Dua komponen utama yaitu dinding vaskuler dan respon sel radang.

2. Efek yang dimediasi oleh protein plasma yang beredar dari faktor-faktor yang

diproduksi setempat oleh dinding pembuluh darah atau sel-sel radang.

3. Terminasi (berakhirnya respon inflamasi) baru terjadi ketika agen penyebabnya

sudah dieliminasi dan mediator yang disekresikan dihilangkan, mekanisme anti

inflamasi yang aktif juga turut terlibat.

Pengaturan respon inflamasi dicirikan oleh peran antara efek pro-inflamasi

(memulai sinyal ) dan anti inflamasi ( menghentikan sinyal ) yang dimediatori oleh

sejumlah sitokin. Sitokin merupakan protein soluble dengan berat molekul yang

rendah yang diproduksi pada respon terhadap antigen dan bertindak sebagai

mediator untuk mengatur sistem imunitas baik alamiah amaupun adaptif. Sitokin

merupakan messenger kimiawi dan termasuk diantaranya adalah tumor necrosis

factors, interleukin, interferon, khemokin, dan factor pertumbuhan. Peran sitokin

sangatlah kompleks, satu sitokin dapat bertindak pada sejumlah tipe sel yang

berbeda ( pleiotropic ) , sitokin yang sama mengatur sejumlah fungsi yang berbeda (

multifunctional ) dan sejumlah sitokin yang berbeda dapat memiliki fungsi yang

sama ( redundant ). Kesamaan tersebut dalam hal pemanfaatan komponen kunci

pada jalur sinyal intraseluler. Pada umumnya sitokin – sitokin digolongkan menjadi

(Hartanto, 2009) :

1. Sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL-1, interferon-α (IFN-α), IL-12, IL-18

dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF).

Page 46: unud-404-15217548-made ita

2. Sitokin anti-inflamasi seperti IL-4, IL-10, IL-13, IFN-α dan transforming growth

factor-β (TGF-β).

2.4.1. Hubungan Dislipidemia dengan Inflamasi

Inflamasi merupakan respon terhadap jejas pada jaringan hidup yang memiliki

vaskularisasi. Respon ini dapat ditimbulkan oleh jaringan nekrotik dinding vaskuler dan

respon sel radang (Robbin dan Cotran, 2002). Respon radang ini diikuti oleh proses yang

sangat penting, yaitu proses endotel. Endotel adalah bagian terpenting pembuluh darah

yang berperan dalam proses aterosklerosis. Endotel menjadi target utama dari injuri

mekanis dan khemis akibat faktor dislipidemia.

Dislipidemia mempunyai peranan penting pada terjadinya kerusakan sel-sel endotel. LDL

terutama yang teroksidasi sangat potensial merusak endotel. Endotel menjadi lebih

permeable terhadap lipoprotein, sehingga LDL penetrasi ke dinding vascular dan menuju

tunika intima, dimana disini terjadi oksidasi LDL. Oksidasi LDL merangsang ekspresi dari

VCAM-1 ( Vascular Cell Adhesion Molecule – 1 ) dan MCP-1 ( Monocyte Chemotactic Protein-

1 ) yang akan menarik monosit ke dinding arteri dan monosit berdifferensiasi menjadi

makrofag sebagai respon atas diproduksinya agen lokal monocyte colony stimulating factor (

MCSF ) . Hal ini menghambat mobilitas makrofag sehingga terjadi immobilisasi pada

subendotel. LDL teroksidasi diambil oleh makrofag melalui reseptor LDL scavenger sehingga

Page 47: unud-404-15217548-made ita

makrofag penuh dengan lemak. Hal ini disebut sel busa atau foam cell (Kontush dan

Chapman, 2006; Schneider et al., 2007). Dalam ateroma yang sedang berkembang, sel-sel

busa mulai mengekskresi sitokin proinflamasi. Yang akan mempertahankan stimulasi

kemotaktik untuk pelekatan leukosit peningkatan ekspresi reseptor Scavenger dan memicu

replikasi makrofag. Ikatan CD40/ CD40L antara sel T teraktivasi dengan makrofag dapat

menghasilkan ekspresi tissue factor (TF), matrix metalloproteinase (MMP) dan sitokin

proinflamasi yang mengekalkan respon inflamasi (Bonetti et al., 2003 ;Szimiko et al., 2003).

Foam cell akan memproduksi reactive oxygen spesies ( ROS ), sekresi sitokin – sitokin

baik TNF-α maupun IL-1 dan matrix metallo-proteinase -9 (MMP-9) yang akan

meningkatkan terjadinya aterosklerosis. Sitokin – sitokin pro inflamasi berperan dalam

aterogenesis dan pecahnya plaque. Peningkatan kadar TNF-α dan IL-1 akan meningkatkan

ekspresi molekul – molekul adhesi dan perekrutan monosit dalam perkembangan lesi

aterosklerosis (Hartanto, 2009).

Peranan kolesterol HDL pada penghambatan proses aterosklerosis melalui beberapa

jalan antara lain: mempertahankan integritas endotel, memfasilitasi relaksasi pembuluh

darah, menghambat adesi sel pada endotel, menurunkan agregasi platelet dan sistim

koagulasi, serta mempertahankan proses fibrinolisis (Martens et al.,2001 ; Calabresi et al.,

2003).

2.5. Tumor Nekrosis Faktor (TNF α)

TNF-α pada awalnya ditemukan pada tumor tertentu yang mengalami pendarahan.

Ternyata pendarahan ini disebabkan adanya nekrosis jaringan. Pada penderita infeksi oleh

Page 48: unud-404-15217548-made ita

parasit ditemukan bahan yang dinamakan cahectin sebagai penyebab kekurusan yang

berlebihan (kakeksi). Dua jenis mediator tersebut ternyata termasuk golongan sitokin yang

kemudian dinamakan tumor nekrosis (TNF) (Subowo, 2009).

TNF terutama dihasilkan oleh sel makrofag dan sel-sel jenis lainnya dengan berbagai

aktivitas biologi pada sel-sel sasaran yang termasuk sistem imun maupun bukan. Sejumlah

jenis sel baru dapat menghasilkan TNF setelah mendapatkan rangsangan yang cocok

misalnya dari limfosit dan sel NK. Sumber TNF-α plasma pada keadaan aterosklerosis belum

jelas, dapat berasal dari makrofag maupun sel lainnya seperti sel endotel dan sel lemak

(Coppack, 2001; Skoog et al., 2002; Sukhanov et al., 2007). Sangat menarik terungkapnya

jejaring pengawasan induksi dan efek dari TNF. Misalnya IL-1 menginduksi produksi TNF dan

sebaliknya TNF menginduksi produksi IL-1 oleh makrofag, produksi IFN-β1 dan IFN-β2 oleh

fibroblast dan produksi GM-CSF oleh berbagai jenis sel. Ada 2 bentuk TNF, yaitu TNF-α dan

TNF-β. TNF-α diproduksi oleh berbagai jenis sel termasuk makrofag, sel T,B,NK, astrosit dan

kupfer. Akhir-akhir ini terungkap TNF- α disebut pula TNF-β sebagai limfotoksin karena

mempunyai efek sitotoksik, dihasilkan oleh limfosit TH1, sebagian oleh limfosit TH2 dan sel T

sitotoksik. Sebaliknya TNF-β disekresi oleh sel T dan sel T teraktivasi. TNF- α dapat dihasilkan

oleh beberapa sel, terutama makrofag akibat adanya suatu stresor ataupun infeksi. Pada

saat ini beberapa studi melaporkan bahwa akan terjadi peningkatan terhadap produksi TNF-

α pada beberapa penyakit atau stresor, namun belum ditemukan nilai cut off point (Durum

et al., 2003).

Gen untuk TNF terdapat pada bagian lengan pendek khromosom 6 yang diduga di dekat

atau di dalam komplek MHC. Molekul TNF manusia memiliki homologi sebesar 80% dengan

Page 49: unud-404-15217548-made ita

TNF mencit atau kelinci serta 28 % dengan limfotoksin yang mempunyai mekanisme kerja

dan reseptor yang sama dengan TNF disebut sebagai "TNF-β". Beberapa efek TNF dengan

manifestasi dapat dijabarkan sebagai:

1. Efek TNF sebagai sitotoksik yaitu efek dari beberapa peristiwa jenis tumor yang

mengalami kemunduran dan nekrosis yang disertai pendarahan. Mekanisme

kematian sel tumor in vivo oleh TNF belum jelas, tetapi yang jelas bahwa kematian

sel tumor akan dipercepat jika terdapat hambatan sintesis protein dalam sel tumor.

Tetapi mekanisme kematian sel tumor secara in vivo bukan pengaruh langsung TNF

karena terjadi nekrosis jaringan tumor akibat gangguan vaskuler. Terdapat bukti

bahwa sel makrofag teraktifkan dapat membunuh sel-sel yunior, sedangkan TNF

merupakan produk sel makrofag.

2. Efek TNF pada radang yaitu pada saat kini TNF dianggap sebagai mediator utama

dalam radang. Pada penelitian dekade terakhir ini menunjukkan TNF diperoleh

dalam bentuk murni secara biokimiawi ternyata bertanggung jawab kepada aktifitas

"cahectin" yang umumnya bekerja pada penderita yang mengalami infeksi parasit.

Mekanisme pada beberapa kejadian radang setempat diramalkan berdasarkan

pengamatan dalam percobaan in vitro. Misal sel netrofil yang bereaksi dengan TNF

meningkatkan pengikatannya dengan sel endotel, letupan respiratori dan

degranulasinya. Pola kerusakan jaringan radang mirip dengan kerusakan IL-1,

sehingga TNF dianggap penting dalam penyembuhan luka.

3. Efek TNF pada hematopoitik yaitu aktifitas dalam bentuk penghambatan koloni

biakan granuiosit-monosit, eritrosit dan koloni sel multi-potensial pada jaringan

Page 50: unud-404-15217548-made ita

sumsum tulang manusia, Tetapi sebaliknya progenitor dalam jaringan sumsum

tulang pada percobaan in vivo.

4. Efek TNF pada imunologik yaitu tumor nekrosis factor mempunyai aktivitas

perangsangan yang multiple terhadap limfosit T teraktifkan, misalnya respon

proliferative Limfosit T terhadap antigen, peningkatan reseptor untuk IL-2 dan

induksi produksi IFN-γ. Demikian juga imunitas spesifik terhadap tumor ditingkatkan

oleh TNF. TNF dapat meningkatkan ekspresi antigen MHC kelas I pada fibroblast dan

sel endotel.

Semula Tumor necrosis factor-α (TNF-α) diidentifikasi sebagai mediator untuk nekrosis

tumor yang dalam serum hewan yang diberi LPS (Lipopoly saccaharide). LPS konsentrasi

tinggi menyebabkan kerusakan jaringan, DIG (Disseminated intravascular coagulation), dan

kematian. Ditemukan pula bahwa TNF juga merupakan salah satu mediator penting pada

proses hiperkolesterolemia pemicu aterosklerosis (Abbas et al., 2000).

2.6. Pengaruh Growth Hormone terhadap Dislipidemia.

GH merupakan hormon yang penting dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan

lemak. Pada beberapa kasus efek langsung GH terlihat jelas, tetapi lebih banyak terlihat efek

langsung dan tak langsung terjadi secara bersamaan (Rudling dan Angelin, 2001). Efek GH

terhadap substrat metabolisme pada dasarnya ditujukan untuk konservasi protein tubuh.

Pada keadaan kelebihan energi, GH akan meningkatkan retensi nitrogen, sedangkan pada

kelaparan GH memobilisasi energi dari lemak (Moller dan Jorgensen, 2009).

Page 51: unud-404-15217548-made ita

Kadar kolesterol tubuh juga dipengaruhi oleh GH. Pada tikus normal diketahui

pemberian GH 1 mg/kg/hari selama 6 hari menurunkan kadar LDL dan HDL, begitu pula

pada mencit dengan defisiensi reseptor LDL (Rudling dan Angelin; 2001). Sedangkan pada

tikus dengan defisiensi GH terjadi perbaikan kadar kolesterol HDL, LDL dan apolipoprotein

(Apo) E dan ApoB setelah terapi GH selama 6 hari dengan dosis yang lebih tinggi (Frick et al.,

2002), Sebaliknya kadar GH yang meningkat dalam waktu lama menurunkan kadar

trigliserida, asam lemak bebas dan VLDL tetapi menaikkan kadar LDL dan HDL (Frick et al.,

2001).

Penelitian pada manusia menunjukkan hasil sesuai dengan penelitian di atas. The KIMS

study (The Pharmacia International Metabolic Surveillance Study), penelitian kohort tanpa

kontrol, pada 2589 penderita defisiensi GH menunjukkan bahwa terapi sulih GH pada orang

dewasa menurunkan kolesterol total, LDL dan HDL (Abs et al., 2006; Verhelst dan Abs.

2009). Penelitian randomized, double-blind dan placebo controled dengan waktu yang lebih

singkat dan sampel yang lebih sedikit menunjukkan hasil yang konsisten hanya terhadap

kolesterol total dan LDL (Maison et al., 2004; Oliviera et al., 2007).

Growth Hormone mempengaruhi metabolisme kolesterol dan lipoprotein pada

beberapa jalur penting pada hewan dan manusia, yaitu lipolisis adiposit, pengangkutan

asam lemak bebas dan meningkatkan sintesis trigliserida di hati (Rudling dan Angelin,

2001). Penelitian pada tikus dan mencit mengindikasikan modulasi kolesterol terjadi

melalui jumlah reseptor LDL dan ekskresi kolesterol melalui empedu. Pada defisiensi GH

diketahui terjadi penurunan enzim C7αOH sehingga terjadi penumpukan kolesterol

intrahepatik. Hal tersebut menyebabkan penurunan jumlah reseptor LDL dan meningkatnya

Page 52: unud-404-15217548-made ita

aktivitas enzim HMG-CoA reductase. Sebagai hasil akhir sintesis kolesterol hepar akan

meningkat (Verhels dan Abs, 2009). GH diketahui meningkatkan ekspresi reseptor LDL dan

aktivitas enzim C7αOH reduktase di hepar, tetapi observasi pada manusia tidak mendukung

modulasi GH terhadap aktivitas enzim C7αOH reduktase tersebut (Rudling dan Angelin,

2001; Lind et al., 2004).

Selain itu GH juga mempengaruhi modifikasi mRNA ApoBl00 dan meningkatkan sekresi

ApoE hepar serta VLDL. Komposisi VLDL dan LDL yang berubah dapat memacu pemecahan

LDL dan VLDL oleh hepar melalui reseptor LDL. Mekanisme tersebut memungkinkan GH

menurunkan jumlah kolesterol walaupun sekresi VLDL meningkat (Frick et al., 2001; Lind et

al., 2004; Verhelst

dan Abs, 2009).

2.7. Pengaruh Growth Hormone terhadap TNF-α

Data mengenai pengaruh GH terhadap kadar TNF-α serum belum banyak

diketahui. Penelitian pada binatang dan manusia menunjukkan hasil yang berbeda.

Pada tikus yang dihipofisektomi ternyata terjadi penurunan sintesis TNF-α oleh

makrofag dan pemberian GH memperbaiki keadaan tersebut secara parsial (Pagani et

al., 2005). Pada penelitian yang dilakukan pada 24 anak dengan defisiensi GH (

GHD) diketahui pemberian injeksi recombinant GH ( 0,03-0,04 mg/ per kg BB SC) 1

kali per hari, dibandingkan dengan 33 anak yang sehat sebagai kontrol. TNF –α level

lebih tinggi secara signifikan pada anak dengan GHD dibandingkan anak yang

normal. Setelah pemberian GH selama 6 dan 12 bulan diketahui GH menurunkan

Page 53: unud-404-15217548-made ita

TNF-α secara signifikan pada anak-anak dengan GHD. Dari data ini didapat GH

memegang peranan dalam menghambat pelepasan TNF-α pada manusia (Andiran et

al., 2007).

Pemberian GH dosis rendah juga diketahui menurunkan ekspresi Toll like Receptor 2 (

TLR2)/TNF-α di jaringan lemak pada berbagai model mencit yang diberi diet tinggi kolesterol

(Kubota et al.,2008). Begitu pula dengan pemberian human recombinant IGF-1 (1,5

mg/kg/hr) pada tikus Apo E-/- usia 8 minggu yang diberi diet tinggi kolesterol selama 12

minggu menunjukkan penurunan ekspresi vascular dari faktor proinflamasi TNF-α dan IL-6

(Sukhanov et al., 2007).

Sebaliknya pasien GHD yang menunjukkan status imun yang normal, menunjukkan

kadar GH tidak berpengaruh terhadap kadar sel-sel imun dan faktor inflamasi, walaupun

diketahui bahwa sel-sel imun memiliki reseptor GH dan

IGF-1. Selain itu penelitian invitro pada monosit/makrofag, pemberian GH meningkatkan

kadar TNF-α secara akut setelah 6 jam (Pagani et al., 2005). Peningkatan yang akut

menunjukkan kemungkinan modulasi terhadap makrofag secara langsung oleh GH.

Mekanisme kerja GH dalam mempengaruhi produksi TNF-α belum sepenuhnya

diketahui. Pada keadaan dislipidemia, GH diketahui memperbaiki kadar profil lipid melalui

peningkatan ekskresi kolesterol melalui empedu serta peningkatan pemecahan VLDL dan

LDL. Ekskresi kolesterol melalui empedu terjadi melalui peningkatan aktivitas enzim

cholesterol-7α-hidroxilase (C7αOH). Penurunan kolesterol intrahepatik akan meningkatkan

ekspresi reseptor LDL dan menurunkan aktivitas enzim 3-hydroxymethylglutaryl Coenzym A

(HMG-CoA) reductase yang berakibat pada penurunan sintesis kolesterol hepar.

Page 54: unud-404-15217548-made ita

Peningkatan pemecahan VLDL dan LDL oleh hepar terjadi karena meningkatnya jumlah

reseptor LDL serta ekspresi Apo B 100 dan sekresi Apo E (Frick et al., 2001; Lind et al., 2009).

Perbaikan profil lipid dapat menurunkan kadar TNF-α yang meningkat akibat dislipidemia.

Selain itu GH juga diduga mempengaruhi produksi TNF-α secara langsung dan tidak

langsung. Secara tidak langsung GH melalui IGF-1 dapat mempengaruhi TNF-α. IGF-1 adalah

mitogen untuk sel endotel dan dapat menginduksi aktivitas c-Jun dan nuclear factor қB

(NFқB) (Che et al., 2002). Pemberian GH diketahui menurunkan ekspresi TLR2 / TNF-α.

Rangsangan terhadap TLR2 dapat mengaktivasi NFқB . NFқB merupakan faktor transkipsi

yang dapat mengaktivasi gen penyandi TNF-α, IL-1β, IL-8, IL-10, IL-12, TGF-β, dan kemokin

(Linawati, 2006).

2.8. Hewan Coba Tikus

2.8.1 Penggunaan Tikus ( Rattus Norvegicus ) di Laboratorium

Penggunaan tikus atau rat (Ratus Norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan

sempurna. Mudah dipelihara, merupakan hewan yang relative sehat dan cocok untuk

berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki

kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-dawley yang berwarna albino putih

berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya dan galur Wistar yang

ditandai dengan kepala besar dan ekor lebih pendek . Berikut adalah data biologis tikus (

Kusumawati, 2004).

KARAKTERISTIK UKURAN Berat badan

Page 55: unud-404-15217548-made ita

Jantan Betina Berat lahir Lama hidup Temperatur tubuh Kebutuhan air Kebutuhan makanan Frekuensi denyut jantung Frekuensi respirasi Tidal volume Pubertas Saat dikawinkan Jantan Betina Lama siklus birahi Lama kebuntingan Jumlah anak perkelahiran Umur sapih

(gram) (gram) (gram) (tahun) (oC) (ml/100g BB) (g/100g BB) (permenit) (permenit) (ml) (hari) (hari) (hari) (hari) (hari) (hari)

: 300-400 : 250-300 : 5-6 : 2,5-3 :35,9 - 37,5 : 8-11 :5 : 330-480 : 66-114 : 0,6-1,25 : 50-60 : 65-110 : 65-110 : 4-5 : 21-23 : 6-12 : 21

Tabel 2.1 Data Biologis Tikus ( Kusumawati, 2004).

2.8.2 Pemberian Makanan

Bahan dasar makanan tikus dapat bervariasi misalnya : protein (12%), lemak (5%), pati

(45% - 50%), serat kasar kira-kira (5%), abu (4% - 5%), vitamin A (4000 IU/Kg), vitamin D

(1000 IU/kg), alfa tokoferol (30 mg/kg), asam linoleat (3 g/kg), tiamin (4 mg/Kg), riboflavin (3

mg/Kg), pantotenat (8 mg/Kg), vitamin B12 (50 ug/Kg), biotin (10 ug/Kg), piridoksin (40 –

300 ug/Kg), biotin (10 ug/Kg), piridoksin (40-ug/Kg), dan Kolin (1000 mg/Kg) . Untuk

memenuhi kebutuhan makanan tikus, di Indonesia dipakai makanan ayam petelur

(kandungan protein 17%) yang mudah diperoleh di toko makanan ayam .

Keperluan mineral tikus tercantum dalam Tabel 2.2 berikut ini :

Page 56: unud-404-15217548-made ita

Mineral Kebutuhan Kalsium Fosfor Magnesium Kalium Natrium Tembaga Yodium Besi Mangan Seng

0,5% 0,4% 400 mg/kg 0,36% 0,05% 5,0% 0,15 mg/Kg 35,0 mg/Kg 50,0 mg/Kg 12,0 mg/Kg

Tabel 2.2 Mineral dalam makanan tikus ( Kusumawati, 2004)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS

Page 57: unud-404-15217548-made ita

3.1. Kerangka Berpikir

Salah satu hormon yang menurun pada saat proses penuaan adalah growth hormone

yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol dan distribusi lemak tubuh. Penurunan

GH ini pada penuaan menyebabkan kejadian dislipidemia meningkat seiring bertambahnya

usia.

Dislipidemia merupakan salah satu penyebab aterosklerosis. Oksidasi LDL yang terjadi

pada keadaan dislipidemia memicu aktifitas proinflamasi antara lain meningkatnya

rangsangan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin, salah satunya TNF-α.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, pada keadaan dislipidemia GH diketahui

memperbaiki kadar profil lipid melalui peningkatan ekskresi kolesterol melalui empedu serta

peningkatan pemecahanVLDL dan LDL. Perbaikan profil lipid dapat menurunkan kadar TNF-α

yang meningkat akibat dislipidemia.

TNF-α merupakan salah satu faktor penting yang terlibat dalam proses

pembentukan aterosklerosis. Pada penelitian dengan 2 kelompok tikus yang

dihilangkan apolipoprotein E (apoE), kemudian dibandingkan antara kelompok I

yang dihambat TNF- α nya, dan kelompok II yang tidak dihambat. Pada kelompok

yang dihambat, ateroskelosis berkurang. Pada penelitian yang dilakukan pada 24

anak dengan GHD diketahui pemberian injeksi recombinant GH ( 0,03-0,04 mg/ per

kg BB SC) 1 kali per hari, dibandingkan dengan 33 anak yang sehat sebagai kontrol.

TNF –α level lebih tinggi secara signifikan pada anak dengan GHD dibandingkan

anak yang normal. Setelah pemberian GH selama 6 dan 12 bulan diketahui GH

menurunkan TNF-α secara signifikan pada anak-anak dengan GHD (Andiran et al., 38

Page 58: unud-404-15217548-made ita

2007). Dari data ini didapat GH memegang peranan dalam menghambat pelepasan

TNF-α pada manusia. Penelitian pada pasien cardiomyopati idiopatik pemberian GH

4 IU tiap dua hari diketahui mampu menurunkan kadar TNF-α secara signifikan.

Pemberian GH dilakukan secara subkutan selama 12 minggu (Adamopoulus et al.,

2003). Begitu pula dengan pemberian human recombinant IGF-1 (1,5 mg/kg/hr) pada

tikus Apo E-/- usia 8 minggu yang diberi diet tinggi kolesterol selama 12 minggu

menunjukkan penurunan ekspresi vascular dari faktor proinflamasi TNF-α dan IL-6

(Sukhanov et a.l., 2007). Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan diatas

dapat disusun kerangka konsep dari penelitian sebagai berikut:

3.2 Konsep Penelitian

Page 59: unud-404-15217548-made ita

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.3. Hipotesis

Dari kerangka konsep dan landasan teori yang ada dapat disusun suatu hipotesis

dari penelitian ini sebagai berikut:

Pemberian Growth hormone dapat menurunkan kadar TNF-α tikus jantan yang dislipidemia.

BAB IV

Tikus Dislipidemia

Kadar TNF-α

Growth hormone

Faktor Eksternal: Diet Exercise Stres psikologis Penyakit

Faktor Internal: Umur Sex Status hormonal

Page 60: unud-404-15217548-made ita

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental murni dengan pola Randomized Pre and Post Test

Control Group Design (Pocock, 2008). Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai

berikut :

P0 O1 O2 P1

P S R O3 O4 P2 O5 O6

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian

Keterangan:

P : Populasi

S : Sampel

R : Randomisasi

P0 : Perlakuan pada kelompok kontrol tikus dislipidemia dengan injeksi aquadest

subkutan selama 14 hari

41

Page 61: unud-404-15217548-made ita

P1 : Perlakuan pada kelompok tikus dislipidemia dengan injeksi GH subkutan dengan

dosis 0,04 IU/hr selama 14 hari

P2 : Perlakuan pada kelompok tikus dislipidemia dengan injeksi GH subkutan dengan

dosis 0,08 IU/hr selama 14 hari

O1 : kelompok kontrol pre test

O2 : kelompok kontrol post test

O3 : kelompok perlakuan 1 pre test

O4 : kelompok perlakuan 1 post test

O5 : kelompok perlakuan 2 pre test

O6 : kelompok perlakuan 2 post test

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah selama 1,5 bulan yang dilaksanakan di Animal Laboratory Unit

Bagian Farmakologi FK Unud. Pemeriksaan kadar TNF-α plasma dilaksanakan di

laboratorium patologi klinik R.S Sanglah.

4.3 Subyek Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah tikus galur wistar jantan yang dislipidemia berumur

11-12 bulan sesuai dengan usia manusia sekitar 30 tahun yang mengalami penuaan tahap

Page 62: unud-404-15217548-made ita

sub klinis (Hanson, 2010) yang didapat dari Animal Laboratory Unit Lab. Farmakologi FK

UNUD.

4.3.2. Sample Penelitian

Dalam penelitian besar sampel ditentukan dengan rumus (Pocock, 2008):

β)f(α(x)μ(μ

2σn 212

2

n : jumlah sampel

σ : simpang baku kelompok kontrol

μ1 : rerata hasil variabel kelompok perlakuan

μ2 : rerata hasil variabel kelompok kontrol

α : tingkat kemaknaan (tingkat kesalahan tipe I) → ditetapkan 0,05

β : tingkat kesalahan II = ditetapkan 0,1

f(α, β) : nilai pada tabel = 10,5 ( Pocock, 2008, table 9.1,hal.125)

Berdasarkan penelitian awal maka didapat jumlah sampel (Misitahari, 2011) :

5,10x)10,54(6,18

2(1,06)n 2

2

n = 1,241247

Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan minimal 2 ekor tikus tiap kelompok .

Page 63: unud-404-15217548-made ita

4.3.3. Kriteria Sampel

A. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi untuk sampel dalam penelitian ini adalah

1. Tikus putih jantan galur Wistar yang dislipidemia

2. Umur 11 – 12 bulan

3. Berat 200 - 225 gram

B. Kriteria drop out

Tikus dikeluarkan dari percobaan (drop out) bila selama penelitian tikus mati.

Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara acak sederhana untuk

mendapatkan jumlah sampel yang sesuai dengan yang didapat dengan rumus Pocock

yaitu 2 ekor tiap kelompok.

Pada penelitian ini sampel tiap kelompok ditambahkan 20% sehingga jumlah sampel

yang digunakan adalah 3 ekor. Pada penelitian ini total sampel untuk 3 kelompok yang

diperlukan adalah 9 ekor tikus.

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1. Identifikasi Variabel dan Klasifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah

A. Variabel bebas: growth hormone

B. Variabel tergantung : kadar TNF-α plasma

C. Variabel kendali : jenis kelamin, umur, berat badan, makanan dan lingkungan

Page 64: unud-404-15217548-made ita

4.4.2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel-variabel penelitian di atas adalah sebagai berikut:

A. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah growth hormone dalam bentuk sediaan

human recombinant somatotropin yang diberikan selama 14 hari secara injeksi subkutan

dalam beberapa dosis, yaitu 0,04 IU/hr pada PI, dan 0,08 IU/hr pada P2.

B. Variabel tergantung

Kadar TNF-α adalah kadar TNF-α plasma. TNF-α diukur dengan menggunakan teknik

quantitative sandwich enzyme immune assay (ELISA).

C. Dislipidemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol

total, LDL, trigliserida dan penurunan kadar HDL darah. Kadar kolesterol serum normal

tikus adalah 10-54 mg/dL (Kusumawati, 2004). Tikus dikatakan dislipidemia bila terjadi

kenaikan berat badan > 20% , kadar kolesterol total serum > 200 mg/dl (Hardini, 2007).

D. Berat badan adalah berat tikus awal dan setelah perlakuan yang ditimbang dengan

timbangan khusus merek Shunle yang tersedia di Lab. Farmakologi FK unud.

E. Umur tikus ditentukan dengan melihat tanggal kelahiran yang telah dicatat oleh dokter

hewan pada kandang binatang percobaan.

F. Lingkungan adalah kandang dan suasana sekitar kandang dibuat agar tidak

menimbulkan stres terhadap binatang percobaan. Tiap 1 ekor diletakkan pada kandang

individu.

Page 65: unud-404-15217548-made ita

G. Diet tinggi kolesterol adalah makanan tinggi kolesterol dengan komposisi kolesterol 1%,

kuning telur 5%, lemak babi 10%, minyak goreng 1% dan makanan standar sampai

dengan 100% (Litbangkes, 1991).

H. Diet standar adalah makanan dengan komposisi sesuai dengan nutrisi standar yang

dibutuhkan tikus dengan komposisi protein 20 - 25%, lemak 5 - 12%, serat kasar 2,5%,

karbohidrat 45 - 60% (Kusumawati, 2004).

4.5. Instrumen Penelitian

Secara umum alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain; 9 ekor

tikus Wistar jantan, kandang tikus, makanan tikus, dan timbangan khusus (Shunle) untuk

menimbang berat badan tikus yang telah tersedia di Lab. Farmakologi FK UNUD.

4.5.1. Pemeriksaan TNF α

1. Reagen untuk mengukur kadar TNF-α ( Elisa Kit )

2. Aquadest

3. Papan Fiksasi

4. Jarum 26 (26 Gauge)

5. Tabung penampung darah

6. Pipet

7. Elisa Reader

Page 66: unud-404-15217548-made ita

4.6. Prosedur Penelitian

4.6.1 Persiapan sebelum penelitian:

- Persiapan binatang percobaan meliputi pemilihan umur yang sama, 11 - 12 bulan

karena sesuai dengan umur manusia yang mengalami penuaan dan mulai terjadi

penurunan kadar growth hormone, sehat, berat badan yang sesuai serta

persiapan kandang dan makanan hewan.

- Hari pertama sampai hari ketujuh dilakukan adaptasi binatang percobaan.

4.6.2 Penempatan tikus dalam kandang

- Kandang yang digunakan ukuran 50 x 40 x 15 cm.

- Bagian lantai kandang diisi sekam dengan tujuan untuk menyerap kotoran tikus.

- Pada bagian samping kandang disediakan satu tempat makanan dan satu botol air

minum untuk persediaan makan dan minum setiap hari.

- Dalam satu kandang ukuran 50 x 40 x 15 cm ditempatkan 1 ekor tikus dengan harapan

memiliki cukup ruang gerak sehingga tidak mengalami stres.

- Kandang ditempatkan di dalam ruangan yang memiliki ventilasi yang baik, sumber

cahaya yang memadai dan terlindung dari gangguan hewan lain.

4.6.3 Pemberian perlakuan

- Tikus diberikan diet tinggi kolesterol dengan komposisi kolesterol 1%, kuning telur

5%, lemak babi 10%, minyak goreng 1% dan makanan standar sampai dengan 100%

dan propiltiourasil.

- Makanan diberikan secara ad libitum (tanpa batasan) selama penelitian berlangsung

(6 minggu).

- Selama pemberian diet tinggi kolesterol tikus dipantau berat badannya setiap minggu.

Page 67: unud-404-15217548-made ita

- Diet dikembalikan ke diet standar setelah penelitian selesai.

4.6.4 Pemberian Growth Hormone

- Growth hormone diberikan dalam tiga variasi dosis, yaitu dosis sedang 0,04 IU/hr,

dan dosis tinggi 0,08 IU/hr. Pada kelompok kontrol diberikan injeksi aquadest.

- Growth hormone dan aquadest diberikan secara injeksi, dengan volume 0,1 ml secara

subkutan, pada daerah punggung. Injeksi diberikan satu kali sehari pada pukul 08.00

WITA selama 2 minggu.

- Injeksi dilakukan oleh tenaga terlatih dan jarum yang digunakan selalu baru untuk

meminimalisir nyeri.

- Jeda waktu pemberian antar tikus yaitu setiap 5 menit agar tidak mempengaruhi

kondisi psikologis tikus lainnya.

- Injeksi dengan volume 0,1 ml sesuai dengan kapasitas injeksi subkutan pada tikus agar

tikus tidak kesakitan atau sampai mati.

4.6.5 Proses pengambilan darah

- Darah tikus diambil sebanyak 1 ml sebanyak dua kali yaitu pada pada hari ke 29 dan

hari ke-44 di akhir penelitian.

- Pengambilan darah dilakukan pada medial canthus sinus orbitalis karena terdapat

pembuluh darah yang besar sehingga lebih mudah diambil serta waktu pemulihan

lebih cepat.

- Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga yang terlatih sehingga tikus tidak

mengalami trauma berat akibat tusukan pipet kapiler pada medial canthus sinus

orbitalis.

- Pengambilan darah dilakukan pada waktu pagi hari.

4.6.6 Pemberian makanan dan minuman

Page 68: unud-404-15217548-made ita

- Makanan dan minuman yang diberikan merupakan diet tinggi kolesterol untuk tikus

yang sudah melebihi kebutuhan tikus berdasarkan umur dan berat badannya.

- Selain itu juga diberikan tambahan berupa zat besi, asam folat dan vitamin B12 untuk

membantu pembentukan sel darah sehingga tikus tidak mengalami gangguan

hemodinamik akibat pengambilan darah.

4.6.7. Pemeliharaan kesehatan tikus

- Kesehatan tikus dipantau dengan cara mengamati keaktifan perilaku tikus setiap hari.

- Apabila tikus mengalami sakit maka dipisahkan dalam kandang berbeda kemudian

dilakukan pengobatan. Setelah tikus dinyatakan membaik, maka kembali digabungkan

ke dalam kandang semula.

- Setelah penelitian selesai, maka tikus dibiarkan hidup.

- Untuk mengembalikan keadaan dislipidemia dan stres oksidatif akibat pemberian diet

tinggi kolesterol, maka pemberian diet tinggi kolesterol dihentikan dan diganti dengan

diet standar. Setelah itu apabila memungkinkan tikus tersebut dapat digunakan

kembali untuk penelitian yang lain.

4.6.8. Perhitungan dosis growth hormone

Dosis growth hormone pada manusia dewasa berkisar antara 0,45 IU -0,9 IU/hr

(sebagai dosis awal) dan jarang melebihi 3 IU/hr (Pangkahila, 2007). Berdasarkan

rekomendasi Food and Drug Administration dosis GH 3-4 ug/kgBB/hr dan maksimal 12,5

ug/kgBB/hr untuk usia di atas 35 tahun (Eledrisi, 2008). Pada penelitian ini digunakan dua

variasi dosis, yaitu dosis sedang dan tinggi yang dikonversikan ke dosis tikus berdasarkan

tabel konversi dosis (Kusumawati, 2004).

Perhitungan:

Page 69: unud-404-15217548-made ita

Dosis pada manusia:

a. Dosis sedang GH pada orang dewasa : 8 ug/kgBB/hr X 3/1000 = 0,024 IU/kgBB/hr, untuk

orang dewasa dengan berat badan 70 kg maka dosis menjadi: 0,024 IU/kgBB/hr X 70 kg

= 1,68 IU/hr

b. Dosis tinggi GH pada orang dewasa : 12,5 ug/kgBB/hr x 3/1000 = 0,0375 IU/kgBB/hr,

untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg maka dosis menjadi: 0,0375 IU/kgBB/hr

x 70 kg = 2,625 IU/hr

Dosis pada tikus didapatkan :

a. Dosis sedang:

1. Berat badan 200 gr: 0,018 x 1,68 IU/hr = 0,03024 IU/hr

2. Berat badan 300 gr: 3/2 x 0,03024 IU/hr = 0,04536 IU/hr

3. Berat badan 400 gr: 2 x 0,03024 IU/hr = 0,06048 IU/hr

Dosis sedang rata-rata = 0,04536 IU/hr = 0.04 IU

b. Dosis tinggi:

1. Berat badan 200 gr. 0,018 x 2,625 IU/hr = 0,0475 IU/hr

2. Berat badan 300 gr: 3/2 x 0,04705 IU/hr = 0,070876 IU/hr

3. Berat badan 400 gr: 2 X 0,04705 IU/hr = 0,0941 IU/hr

Dosis tinggi rata-rata = 0.070876 IU/hr , tapi karena untuk memudahkan pengenceran

dipakai 0,08 IU/hr

Page 70: unud-404-15217548-made ita

Volume pemberian pada tikus:

Komposisi 1 vial human recombinant somatotropin mengandung bubuk steril injeksi 16

IU. Volume maksimal yang diinjeksikan subkutan adaiah 0,1 ml (Ngatidjan, 2006). Maka

volume pengenceran dapat dihitung sebagai berikut :

1. Dosis sedang:

0,04 IU dalam 0,1 ml diperoleh pengenceran sebesar 40 ml :

40mlml16

0,10,04

Jadi dalam 0,1 ml injeksi mengandung 0,04 IU

2. Dosis tinggi:

0,08 IU dalam 0,1 ml diperoleh pengenceran sebesar 20 ml :

ml20

ml16

0,10,08

Jadi dalam 0,1 ml injeksi mengandung 0,08 IU

4.6.9. Perlakuan pada hewan coba

1. Tikus sebanyak 20 ekor diadaptasikan selama 1 minggu. Tiap ekor tikus

dikandangkan dalam kandang individu. Tikus diukur kadar kolesterol awalnya

dan dipantau berat badannya.

2. Tikus-tikus kemudian dibuat dislipidemia dengan memberikan diet tinggi

kolesterol selama 21 hari.

Page 71: unud-404-15217548-made ita

3. Kenaikan kolesterol tikus umumnya dapat dicapai dalam waktu 2 minggu

ditandai dengan peningkatan berat badan > 20% dan kolesterol total > 200

mg/dl (Hardini, 2007).

4. Pada hari ke-22 diukur berat badan tikus dan kadar kolesterol totalnya.

Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui tikus yang mengalami dislipidemia

dan diukur kadar TNF – α sebagai pre test dengan menggunakan metode ELISA.

5. Tikus yang masuk kriteria inklusi dimasukkan ke dalam percobaan. Dalam

penelitian ini diperlukan tikus sebanyak 9 ekor. Tikus- tikus tersebut diambil

secara acak sederhana dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu PO, PI, dan P2.

Tiap kelompok berisi 3 ekor tikus.

6. Kelompok PO diberi perlakuan berupa injeksi aquadest secara subkutan selama

14 hari. Kelompok perlakuan PI dan P2, diberikan injeksi GH secara subkutan

(0,1 mL) dengan dosis sedang 0.04 IU/hr (P2), dan dosis sedang 0,08 IU/hr (P3).

7. Pada hari ke-36 semua tikus diukur kadar TNF – α sebagai post test.

4.7. Alur Penelitian

Alur penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Tikus Wistar jantan yang diberi diet tinggi kolesterol

Page 72: unud-404-15217548-made ita

TNF-α pre test TNF-α pre test TNF-α pre test

TNF-α post test TNF-α post test TNF- α post test

Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian

4.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Tikus dislipidemia (BB>20% , kolesterol total >

200 mg/dl)

Kelompok kontrol

Kelompok perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

P0 Aquadest injeksi 0,1 ml/hari

P1 GH 0,04 IU/hari 0,1 ml/hari

P2 GH 0,08 IU/hari 0,1 ml/hari

Page 73: unud-404-15217548-made ita

a. Analisis Deskriptif

b. Uji normalitas dengan Saphiro-Wilk test karena jumlah sampel pada penelitian < 50

sampel.

c. Uji homogenitas dengan Levene test

d. Uji komparasi

Data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji one way anova untuk

mengetahui perbedaan antara kelompok .

e. Uji lanjutan dengan Least Significant Difference test untuk mengetahui perbedaan

kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

BAB V

Page 74: unud-404-15217548-made ita

HASIL PENELITIAN

5.1. Karakteristik Subyek

Sebanyak 9 ekor tikus galur Wistar jantan usia 11 – 12 bulan digunakan pada penelitian

ini yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (P0) yang diberi diet tinggi

kolesterol dan injeksi aquadest 0,1 ml , P1 yang diberi diet tinggi kolesterol dan injeksi GH

0,04 IU/0,1 ml , dan P2 yang diberi diet tinggi kolesterol dan injeksi 0,08 IU/0,1 ml.

Pengukuran berat badan tikus sebelum penelitian mendapatkan rata-rata berat tikus 170

gram. Setelah pemberian diet tinggi kolesterol selama 3 minggu terjadi kenaikan berat

badan tikus dan rata-rata berat badan tikus menjadi 207 gram. Kadar kolesterol totalnya

diperoleh rata- rata 210,15 mg/dl. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji

homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

5.2. Uji Normalitas Data TNF-α Sebelum dan Sesudah Perlakuan.

Data kadar TNF-α diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya

menunjukkan data berdistribusi normal ( p> 0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Uji Normalitas kadar TNF-α pre test dan post test pada kelompok yang diberi aquadest (P0), GH 0,04 IU (P1), GH 0,08 IU (P2)

Kelompok n Data Pre Test Data Post Test

55

Page 75: unud-404-15217548-made ita

Subyek P Ket p Ket TNF-α P0 3 0,617 Normal 0,549 Normal TNF-α P1 3 0,424 Normal 0,230 Normal TNF-α P2 3 0,056 Normal 0,637 Normal

5.3 Uji Homogenitas TNF-α Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan.

Data TNF-α diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test . Hasilnya

menunjukkan data homogen ( p> 0,05), disajikan pada table 5.2.

Tabel 5.2 Uji homogenitas kadar TNF-α pre test dan post test pada kelompok yang diberi aquadest (P0), GH 0,04 IU (P1),

dan GH 0,08 IU (P2)

Kelompok Subyek F P Ket TNF-α pre test 4,289 0,070 Homogen TNF-α post test 4,849 0,056 Homogen

5.4. Uji Komparasi TNF-α

Uji komparasi bertujuan membandingkan rerata TNF-α antar kelompok sebelum dan

sesudah diberi perlakuan GH. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova

disajikan pada table 5.3 berikut.

Tabel 5.3. Analisis One Way Anova kadar TNF-α pre test dan post test

Kelompok n TNF-α Pre Test TNF-α Post Test

F p F p

Page 76: unud-404-15217548-made ita

Aquadest (P0) 3 5,78 ±

0,74

0,533 0,612

7,77 ± 0,12

6,140

0,035

GH 0,04 IU (P1) 3 6,14 ±

0,07 5,12 ±

1,66 GH 0,08 IU (P2) 3 5,67 ±

0,69 4,49 ±

1,28

Tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa rerata TNF-α pre test kelompok aquadest (P0)

adalah 5,78 ± 0,74 , rerata kelompok GH 0,04 IU (P1) adalah 6,14 ± 0,07, dan rerata

kelompok GH 0,08 IU (P2) adalah 5,67 ± 0,69 . Uji One Way Anova pada pre test kelompok

P0, P1dan P2 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok, sehingga

semua kelompok memiliki kadar TNF-α yang hampir sama sebelum perlakuan ( p>0,05).

Data post test menunjukkan rerata kelompok aquadest (P0) adalah 7,77 ± 0,12 , rerata

kelompok GH 0,04 (P1) adalah 5,12 ± 1,66, dan rerata kelompok GH 0,08 (P2) adalah 4,49

± 1,28 . Uji One Way Anova pada post test kelompok P0, P1 dan P2 menunjukkan

perbedaan yang bermakna antar kelompok ( P<0,05).

Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok aquadest perlu dilakukan

uji lanjut dengan Least Significant Difference test ( LSD ). Hasil uji dapat dilihat pada table

5.4.

Tabel 5.4 Uji lanjutan kadar TNF-α post test dengan Least Significant Difference

Test (LSD) pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat dua variasi dosis GH (P1= 0,04 IU, P2=0,08 IU)

Kelompok Beda rerata p Keterangan

Page 77: unud-404-15217548-made ita

P0 – P1 2,643 0,037 Berbeda P0 – P2 3,277 0,016 Berbeda P1 – P2 0,633 0,547 Tidak Berbeda

Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan hasil

sebagai berikut.

1. Rerata kelompok aquadest berbeda bermakna dengan kelompok GH 0,04 IU ( p <

0,05 ).

2. Rerata kelompok aquadest berbeda secara bermakna dengan kelompok GH 0,08 IU

( p < 0,05).

3. Rerata kelompok GH 0,04 IU tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok GH

0,08 IU ( p > 0,05 ).

Page 78: unud-404-15217548-made ita

Gambar 5.1 Kadar TNF-α pre test dan post test pada kelompok yang diberi aquadest (P0) dan kelompok yang mendapat dua variasi dosis GH (P1=0,04 IU, P2= 0,08 IU ).

Pemberian GH pada tikus dislipidemia menunjukkan hasil bahwa GH mampu

menurunkan kadar TNF-α sebesar 16,77 % pada P1 dan 20,85 % pada P2. Pada

kelompok kontrol ( P0 ) yang tidak diberi GH dan tetap mendapatkan diet tinggi

kolesterol, TNF-α meningkat 34,43% ( gambar 5.1 ).

BAB VI

PEMBAHASAN

7.1. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan tikus sebagai hewan coba yang diberikan GH untuk

melihat efek GH memperbaiki inflamasi pada keadaan dislipidemia. Tikus putih (galur

Wistar) seperti yang digunakan dalam penelitian ini, sering digunakan sebagai hewan

Page 79: unud-404-15217548-made ita

coba pada berbagai penelitian, khususnya pada penelitian mengenai penyakit

kardiovaskuler seperti aterosklerosis. Hal ini karena tikus mudah dipelihara, serta

relatif cukup besar untuk dapat diobservasi dibandingkan mencit. Tikus jantan dipilih

sebagai subyek berdasarkan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa pengaruh

GH terhadap profil lipid lebih efektif pada tikus jantan dibandingkan betina. Hal ini

berkaitan dengan perbedaan status hormonal antara tikus jantan dan betina (Frick et

al., 2001). Penggunaan GH dalam penelitian ini menyebabkan usia tikus juga menjadi

pertimbangan. Tikus yang digunakan adalah tikus berumur 11 – 12 bulan yang setara

dengan usia manusia sekitar 30 tahun (Hanson, 2010). Usia 30 tahun pada manusia

termasuk penuaan tahap subklinik. Pada tahap ini telah terjadi penurunan GH

walaupun belum menganggu fungsi-fungsi tubuh (Pangkahila, 2007).

Tikus putih yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih galur wistar yang

dislipidemia, berjenis kelamin jantan, usia 11 – 12 bulan dan berat 200 - 225 gram.

Jumlah tikus 9 ekor, dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok P0 (diet tinggi

kolesterol dan aquadest), kelompok P1 (diet tinggi kolesterol dan GH 0,04 IU/hari), dan

kelompok P2 (diet tinggi kolesterol dan GH 0,08 IU/hari). Penelitian dilakukan selama

enam minggu, satu minggu untuk adaptasi, tiga minggu pemberian diet tinggi

kolesterol, dan dua minggu berikutnya pemberian diet tinggi kolesterol ditambah GH.

6.2. Penggunaan Growth Hormone Injeksi dosis 0,04 IU/hari dan 0,08 IU/hari selama

14 hari

60

Page 80: unud-404-15217548-made ita

Penggunaan dosis GH 0,04 IU dan 0,08 IU berdasarkan hasil penelitian

pendahuluan yang dilakukan penulis (Misitahari, 2011). Pemberian injeksi GH selama

14 hari didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Ratnayanti (2011) bahwa

pemberian GH dalam waktu 14 hari mampu memperbaiki kadar profil lipid secara

signifikan pada tikus dislipidemia, juga berdasarkan penelitian pendahuluan yang

dilakukan penulis, bahwa dalam waktu 14 hari pemberian injeksi GH dapat

menurunkan kadar TNF-α pada tikus jantan dislipidemia.

6.3. Pengaruh Pemberian Growth Hormone terhadap Kadar TNF-α Tikus Jantan

Dislipidemia.

Hasil penelitian dan analisis data kadar TNF-α pada kelompok P0,P1dan P2

menunjukkan bahwa uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan uji homogenitas (Levene

test) untuk kelompok pre test dan post test masing-masing kelompok berdistribusi

normal dan homogen (p> 0,05).

Uji perbandingan setelah pemberian diet tinggi kolesterol antara ketiga kelompok

dengan menggunakan uji One Way Anova. Rerata kadar TNF-α kelompok P0 adalah

5,78 ± 0,74 pg/ml, rerata kelompok P1 adalah 6,14 ± 0,07 pg/ml, dan rerata

kelompok P2 adalah 5,67 ± 0,69 pg/ml . Uji perbandingan pre test antara ketiga

kelompok dengan One Way Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna

kadar TNF-α antara kelompok P0, P1, dan P2 (p> 0,05). Hal ini berarti bahwa kadar

TNF-α pada ketiga kelompok adalah sama atau ketiga kelompok sebelum diberikan

perlakuan kadar TNF-α nya tidak berbeda.

Page 81: unud-404-15217548-made ita

Uji perbandingan setelah diberikan diet tinggi kolesterol dan injeksi GH antara

ketiga kelompok menggunakan uji One Way Anova. Rerata kadar TNF-α kelompok P0

adalah 7,77 ± 0,12 pg/ml, rerata kelompok P1 adalah 5,12 ± 1,66 pg/ml, dan rerata

kelompok P2 adalah 4,49 ± 1,28 pg/ml. Uji perbandingan post test antara ketiga

kelompok dengan One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

bermakna kadar TNF-α antara kelompok P0 dengan P1, dan kelompok P2 (p< 0,05).

Hal ini berarti bahwa kadar TNF-α pada ketiga kelompok setelah perlakuan berbeda

bermakna dengan kadar TNF-α pada ketiga kelompok sebelum perlakuan.

Growth Hormone mampu menurunkan kadar TNF-α plasma pada tikus

dislipidemia ( tabel 5.3, 5.4, dan gambar 5.1 ). Kadar TNF-α turun hingga 16,77%

pada P1 dan 20,85% pada P2 setelah pemberian GH. Hasil ini sesuai dengan

penelitian pada mencit yang diberi diet tinggi kolesterol dan didapatkan pemberian

GH dosis rendah mampu menurunkan ekspresi TLR2/TNF-α (Kubota et al., 2008).

Penelitian pada manusia, yaitu anak-anak penderita GHD, diketahui pemberian GH

selama 6 – 12 bulan dapat menurunkan TNF-α secara bermakna (Andiran et al.,

2007). Selain itu, pemberian GH 4 IU setiap 2 hari pada pasien kardiomiopati idiopatik

selama 12 minggu menurunkan kadar TNF-α secara signifikan (Adomopoulus et al.,

2003). Penelitian pada IGF-1 juga menunjukkan hasil yang sama, pemberian human

recombinant IGF-1 pada tikus ApoE -/-yang diberi diet tinggi kolesterol terjadi

penurunan ekspresi vaskuler TNF-α (Sukhanov et al., 2007) .

Pada penelitian ini penurunan kadar TNF-α tidak berhubungan dengan dosis

GH. Hasil analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara

Page 82: unud-404-15217548-made ita

penurunan kadar TNF-α plasma pada dosis sedang dan tinggi. Ini mungkin disebabkan

oleh mekanisme umpan balik oleh IGF-1. GH bekerja secara tidak langsung melalui

IGF-1 dalam mempengaruhi TNF-α. IGF-1 meningkatkan aktivasi c-Jun dan NF-ҡB ,

dimana NF-ҡB ini akan mengaktivasi gen penyandi TNF-α (Che et al., 2002 dan

Linawati, 2006). Oleh karena itu, dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa dosis

tinggi tidak diperlukan untuk menurunkan kadar TNF-α. Dosis yang cukup tetap

diperlukan untuk menurunkan kadar faktor inflamasi ini, sebab hasil penelitian

pendahuluan (data tidak diperlihatkan) menunjukkan dosis rendah (0,02 IU) tidak

mampu menurunkan kadar TNF-α plasma.

Beberapa penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian pada anak

dengan GHD menemukan pemberian GH meningkatkan kadar TNF-α secara akut

setelah 6 jam dan 3 bulan (Pagani et al., 2005). Pemberian jangka pendek GH pada

anak normal dengan tinggi badan rendah diketahui meningkatkan kadar TNF-alfa

(Bozzola et al., 2003). Selain itu, penelitian dengan IGF-1 ditemukan peningkatan

ekspresi molekul adesi yang dimediasi oleh TNF-alfa pada kultur sel endotel (Che et

al., 2002). Namun, pada pasien GHD yang menunjukkan status imun yang normal, GH

tidak berpengaruh terhadap kadar sel-sel imun dan faktor inflamasi sedangkan pada

binatang GHD dengan status imun menurun, GH dapat memperbaiki status imun dan

kadar sitokin pada binatang tersebut. Hal ini dapat terjadi akibat efek rangsangan

terhadap makrofag secara langsung oleh GH atau melalui IGF-1, karena sel imun

mengekspresikan reseptor GH dan IGF-1 (Pagani et al., 2005; Che et al., 2002).

Page 83: unud-404-15217548-made ita

Mekanisme kerja GH dalam mempengaruhi produksi TNF-α perlu penelitian

lebih lanjut karena belum sepenuhnya diketahui. Pada keadaan dislipidemia, GH

diketahui memperbaiki kadar profil lipid melalui peningkatan ekskresi kolesterol

melalui empedu serta peningkatan pemecahan VLDL dan LDL. Ekskresi kolesterol

melalui empedu terjadi melalui peningkatan aktivitas enzim C7αOH. Penurunan

kolesterol intrahepatik akan meningkatkan ekspresi reseptor LDL dan menurunkan

aktivitas enzim HMG-CoA reductase yang berakibat pada penurunan sintesis

kolesterol hepar. Peningkatan pemecahan VLDL dan LDL oleh hepar terjadi karena

meningkatnya jumlah reseptor LDL serta ekspresi Apo B 100 dan sekresi Apo E (Frick

et al., 2001; Lind et al., 2009). Melalui mekanisme tersebut GH dapat memperbaiki

profil lipid sehingga dapat menurunkan kadar TNF-α yang meningkat akibat

dislipidemia.

Selain itu GH juga diketahui mempengaruhi status imun. GH baik secara langsung

maupun tidak langsung melalui IGF-1 dapat mempengaruhi sel imun karena diketahui

sel imun mengekspresikan receptor GH dan IGF-1(Pagani et al., 2005). Pemberian GH

diketahui menurunkan ekspresi TLR2 / TNF-α (Kubota et al., 2008). Rangsangan

terhadap TLR2 dapat mengaktivasi NFқB . NFқB merupakan faktor transkipsi yang

dapat mengaktivasi gen penyandi TNF-α, IL-1β, IL-8, IL-10, IL-12, TGF-β, dan kemokin

(Linawati, 2006).

6.3. Manfaat Growth Hormone dalam Proses Penuaan

Page 84: unud-404-15217548-made ita

Inflamasi berperan penting dalam perkembangan sindroma metabolik sehingga

berkontribusi terhadap progresi aterosklerosis dan diabetes tipe 2. Inflamasi

berkontribusi terhadap perkembangan aterosklerosis pada tahap dini dan lanjut.

Pasien dengan kondisi inflamasi kronis, seperti arthritis rheumatoid, juga sering

mengalami dislipidemia dan aterosklerosis. Kadar marker inflamasi, seperti c-reactive

protein dan IL-6 ditemukan dapat meramalkan risiko penyakit kardiovaskuler pada

populasi umum (Popa et al., 2007). Hal ini membuka peluang untuk pendekatan baru

dalam terapi penyakit tersebut.

Diantara faktor proinflamasi, TNF-α merupakan sitokin utama yang

mempengaruhi metabolisme intermediari. TNF-α memicu perubahan aterogenik

pada metabolisme lipid dengan merangsang ekspresi molekul adesi pada sel endotel,

menarik dan mengaktivasi sel inflamasi serta memulai proses inflamasi pada dinding

arteri (Popa et al., 2007).

TNF-α ditemukan meningkat pada kondisi inflamasi akut dan kronis, seperti

trauma, sepsis, infeksi, arthritis rematoid, dan dislipidemia. TNF-α memegang

peranan penting pada proses ini, dan kemungkinan menjadi target potensial untuk

terapi. Penelitian pada agen-agen yang dapat menghambat TNF-α menunjukkan

bahwa hambatan tersebut mampu memperbaiki profil lipid pada pasien dengan

penyakit inflamasi kronis (Popa et al., 2007).

Hambatan terhadap TNF-α tidak hanya mencegah perubahan aterogenik pada

dinding vaskuler, tetapi juga mampu mempengaruhi metabolisme trigliserida dan

kolesterol secara langsung. TNF-α meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas,

Page 85: unud-404-15217548-made ita

substrat untuk sintesis trigliserida dan menghambat pembersihan lipoprotein kaya

trigliserida dari sirkulasi. TNF-α diketahui tidak berpengaruh atau mampu

menurunkan kadar kolesterol dan LDL, sedangkan kadar HDL menurun akibat TNF-

alfa. Hal ini terjadi karena TNF-alfa merangsang HMG-CoA reductase pada tikus,

menghambat sintesis ApoA/ApoB, C7αOH dan memicu reseptor LDL pada manusia.

Adanya efek penurunan TNF-α pada tikus dislipidemia setelah pemberian GH

mendukung manfaat GH sebagai terapi anti penuaan. Penelitian ini menunjukkan GH

dapat memperbaiki keadaan inflamasi akibat dislipidemia. Dengan demikian, GH

berpotensi untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan keadaan-keadaan

tersebut. Namun penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk membuktikan

efektivitas yang sesungguhnya.

Page 86: unud-404-15217548-made ita

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

1. Growth hormone dapat menurunkan kadar TNF-α plasma tikus jantan

dislipidemia

2. Pemberian Growth hormone dosis sedang ( 0,04 IU/ hari ) dan dosis tinggi ( 0,08

IU/ hari ) tidak memberikan perbedaan yang bermakna.

7.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas penggunaan GH dibandingkan

intervensi diet atau kombinasi keduanya terhadap terapi pada keadaan

dislipidemia yang berhubungan dengan defisiensi GH.

Page 87: unud-404-15217548-made ita

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme GH menurunkan

kadar TNF-α.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, K.A., Lichtman, A.H., and Pober, J.S. 2000. Cytokin in Cellular and Moleculer Immunology 4th ed.Philadelphia, WB Saunders; 233-267.

Abs, R,, Feldt-Rasmussen, U., Mattsson, A.F., Monson. J.P., Bengtsson, B., Goth, M. 2006. Determinants of cardiovascular risk in 2589 hypopituitary GH-deficient adults --a KIMS database analysis. Eur J Endocrinol. 155: 79-90.

Adamopoulus, S., Parissis, J.T., Paraskevaidis, I., Karatzas, D. 2003. Effect of growth hormone on circulating cytokine network, and left ventricular contractile performance and geometry in patients with idiopathic dilated cardiomyopathy. Eur Heart J. 24:2186-2196.

Ahmed, E. 2001. Immune Mechanism in Aterosclerosis. Dissertation. ISSBN:91-628-4612-4. Konferensrummet, Centrum for Molecular Medicine, Karolinska Sjukhuset.

68

Page 88: unud-404-15217548-made ita

Ahn C.W., Kim, C.S., Nam, J.H., Kim, H.J., Nam, J.S., Park, J.S. 2006. Effects of growth hormone on insulin resistance and atherosclerotic risk factors in obese type 2 diabetic patients with poor glycaemic control. Clin Endocrinol. 64(4):444-9.

Andiran, N.,Yordan, N. 2007. TNF-α Level in Children with Growth Hormone Deficiency and The Effect of Long Term Growth Hormone Replacement Therapy. Growth Hormone and IGF Research.Division of Endocrinology, Department of Pediatrics Faculty of Medicine Hacettepe University Ankara Turkey. Vol 17. 149-153.

Anversa, P. 2005. Aging and Longevity: The IGF-1 Enigma. Circ. Res 97:411-414

Bastard, J.P., Maachi, M., Lagathu , C., Kim, M.J., Caron, M., Vidal, H., Capeau, J.,dan Feve, B. 2006. Recent Advances in the Relationship Between Obesity, Inflamation, and Insulin Resistance. Eur Cytokin Netw. Mar;17(1);4-12. PubMed US National Library of Medicine.

Bonetti, P.O., Lerman, L.O., Lerman, A.2003. Endothelial Dysfunction ; A Marker of Atheroschlerosis Risk. Aterioscler Thrombo Vasc Biol 23;168-175.

Brånén, L., Hovgaard, L., Nitulescu, M., Bengtsson, E., Nilsson, Jan., Jovinge, S., 2004. Inhibition of Tumor Necrosis Factor-α Reduces Atherosclerosis in Apolipoprotein E Knockout Mice. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 24;2137-2142.

Calabresi, L., Gomaraschi, M., Franceschini.2003. Endothelial protection by High Density Lipoprotein. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 23;1724-1731.

Che, W., Lerner-Marmarosh ,N., Huang, Q., Osawa, M., Ohta, S., Yoshizumi, M., Glassman, M., Lee, J. D., Yan, C., Berk, B.C., Abe, J. 2002.Insulin-like growth factor-1 Enhances Inflammtory Responses in Endothelial Cells: Role of Gab1 and MEKK3 in TNF alpha induce cJun and NF kappa B activation and adhesion molecule expression. Circ Res.90:1222-1230.

Coppack, S.W.2001. Pro-Inflammatory cytokines and adipose tissue.Proceedings of Nutrition Society.60:349-356

Dachriyanus, Katrin, D.O., Oktarina, R., Ernas, O., Suhatri, Muklvar. M.H. 2007. Uji Efek A-Mangostin terhadap Kadar Kolesterol Total Trigliserida. Kolesterol HDL, dan Kolesterol LDL Darah Mencit Putih Jantan serta Penentuan Letal Dose 50 (LD50). J Sains Tek Far. 12 (2): 64-72.

Djuanda E. 2007. Anti Aging:Rahasia Awet Muda. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Durum and Muege.2003. Hamster Fed Diet High Saturated Fat have Increased Cholesterol accumulated and cytokine Production in Aortic Area compared with Cholesterol Fed

69 69

Page 89: unud-404-15217548-made ita

Hamster with Moderately Elevated plasma non HDL Cholesterol Concentration. Journal Nutrisi Immunology. Universitas of Massachusetts.

Eledrisi, M.S. 2008. Growth Hormone Deficiency. [cited: 12 Januari 2011]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/120767-overview

Frick, P., Bohlooly-Y, M., Linden, D., Olsson, B., TorneH, J., Eden, S. 2001. Long-term growth hormone excess induces marked alterations in lipoprotein metabolism in mice. Am J Physiol Endocrinol Metab. 281:1230-1239.

Frick, F., Linden, D., Ameen, C., Eden, o, Mode, A. dan Oscarsson, J. 2002. Interaction between growth hormone and insulin in the regulation of lipoprotein metabolism in the rat. Am J Physiol Endocrinol Metab. 283:1023-1031.

Gardner, D.G. dan Shoback, D. 2007. Greenspan's Basic and Clinical Endocrinology. 8th ed. San Fransisco: The Mc Graw-Hill Company.

Golberg, A. C. 2008. Dyslipidemia : Lipid Disorder. The Merck Manuals Medical Library,[cited 2011 Mei 21]. Available from http://www.merkmanuals.com/profesional/sec13/ch170/ch170b.html.

Goldmann R. dan Klatz R. 2003. Anti Aging Revolution. 3rd ed. California: Basic Health Publisher Inc.

Han, S. N., Leka, L. S., Lichtenstein, A. H., Ausman, L. M., Schaefer, E.J., and Meydani, S. N. 2002. Effect of hydrogenated and saturated , relative to polyunsaturated, fat on immune and inflammatory responses of adults with moderate hypercholesterolemia. Journal of lipid research. 43 (3): 445-52.

Hanson, A. 2010. How Old is Rat in Human Years? [cited: 12 Juli 2010]. Available from: http://www.ratbehavior.org/RatYears.htm

Hardini, D., Yuwanta, T., Supadmo dan Zuprizal. 2007. Pengaruh Telur Beromega 3 dan 6 Hasil Olahan Terhadap Profil Lipid Darah Tikus ratus Norvegicus Normal dan Hiperkolesterolemia. Media Peternakan. 30(1):26-34.

Hartanto,O.S. 2009. Peran Sitokin dan Metabolisme Lipid dalam Stroke. Berkala Neurosains. 10(2);63-67.

Kontush, A and Chapman, M.J. 2006. Functionally Defective High-Density Lipoprotein: A New Therapeutic Target at the Crossroads of Dyslipidemia, Inflammation, and Atherosclerosis. Pharmacol Rev.58:342-374.

Kreisberg, R.A., Reusch, J.E.B. 2005. Hiperlipidemia. The Hormon Foundation. Endojournal. 90 (3):0.

Page 90: unud-404-15217548-made ita

Kubota, Y., Unoki, H., Bujo, H., Rikihisa, N., Udagawa, A., Yoshimoto, S., Ichinose, M., and Saito., Y. 2008. Low Dose GH Supplementation Reduces the TLR2 and TNF-alpha Expresion in Visceral Fat. Biochem Biophys Res Commun. 368 (1):81-7.Epub 2008 Jan 15.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. p. 42 – 43

Linawati, N.M. 2006. Sekresi Interleukin 12 pada Kultur Makrofag dari Penderita Tuberkulosis Paru dan Individu Sehat Beresiko Tuberkulosis Paru, yang Masing- Masing Diinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Universitas Airlangga.

Lind, S., Rudling, M., Ericsson, S., Olivecrona, H., Eriksson, M., Borgstrom, B. 2004. Growth Hormone Induces Low-Density Lipoprotein Clearance but not Bile Acid Synthesis in Humans. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 24:349-356.

Litbangkes. 1991. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alain Phyto Medica. P. 42

Maison, P., Griffin, S., Nicoue-Beglah, M., Haddad, N ., Balkan, B , dan Chanson. P. 2004. Impact Of Growth Hormone (GH) Treatment On Cardiovascular Risk Factors In Gh-Deficient Adults: A Metaanalysis Of Blinded, Randomized, Placebo-Controlled Trials. J Clin Endocrinol Metab. 89: 2192-2199.

Martens, A., Holvoet, P. 2001. Oxidized LDL and HDL : Antagonists in Atherotrombosis. The Faseb Journal, 15 : 2073-2084.

Mayer, G. 2006. Immunology Innate (non specific ) Immunity. Microbiology and Immunology On-Line Textbook. USC School of Medicine.[cited 2011 April 10]. Available from : http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/innate.htm.

Moller, N. dan Jorgensen, J.O.L. 2009. Effects of Growth Hormone on Glucose, Lipid, and Protein Metabolism in Human Subjects. Endocr Rev. 30(2): 152-177.

Monson, J.P., Abs, R., Bengtsson, B.A.5 Bennmarker, H., Feidt-Rasmussen, U, Hernberg-Stahl, E., Thoren, M., Westberg, B., Wilton, P., dan Wuster, C. 2000. Growth hormone deficiency and replacement in elderly hypopituitary adults. KIMS Study Group and the KIMS International Board. Pharmacia and Upjohn International Metabolic Database. Clin Endocrinol (Oxf).53(3):281-9.

Murray, K. 2002. Harper Biochemistry, twenty fifth edition. Mc Graw Hill Company ; New York.

Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. Cetakan Pertama. Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Hal 136.

Page 91: unud-404-15217548-made ita

Oliveira, J.L.ML, Aguiar-Oliveira, M.H., D'Oliveira, Jr., A., Pereira, R.M.C., Oliveira, C.R.P., Farias, C.T., Barreto-Filho, J.A., Anjos-Andrade, F.D., Marques-Santos, C., Nascimento-Junior, A.C., Alves, E.O., Oliviera, F.T., Campos, V.C., Ximenes, R., Blackford, A., Parmigiani, G., Salvaatori, R. 2007. Congenital Growth Hormone (GH) Deficiency and Atherosclerosis: Effects of GH Replacement in GH-Naive Adults. J Clin Endocrinol Metab. 92: 4664-4670.

Pagani, S., Meazza, C., Travaglino, P., Benedetti, F., Tinelliz, C., and Bozzola, M. 2005. Serum Cytokine Levels in GH-Deficient Children During Substitutive GH Therapy.European Journal of Endocrinology .152 :207-210

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta: Kompas.

Pocock, S. 2008. Clinical Trials: A. Practical Approach. Chichester: John Wiley & Sons. p. 128-129.

Popa, C., Netea, M.G., Van Riel, P.L.C.M., Van Der Meer, J.W.M., Stalenhoef, A.F.H. 2007. The Role of TNF-α in Chronic Inflammatory Conditions, Intermediary Metabolism and Cardiovascular Risk. Journal of Lipid Research. Vol 48.p 751-759.

Renehan, A.G. dan Brennan, B.M. 2008. Acromegaly, growth hormone and cancer risk Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 22(4):639-57.

Robbins, S., Cotran, R. 2002. Dasar Patologi Penyakit ( Terjemahan ). Penerbit Buku Kedokteran. Sumber Agung Podomoro Jakarta.

Ronchi, C.L., Varca, V., Beck-Peccoz, P., Orsi, E., D^nadio, F., Baccarelli, A., Giavali, C., Ferrante, E., Lanja, A., Spada, A., dan Arosio, M. 2006. Comparison between Six-Year Therapy with Long-Acting Somatostatin Analogs and Successful Surgery in Acromegaly : Effects on Cardiovascular Risk Factor. J. Clin. Endocrinol. Metab. 91: 121 - 128

Rudling, M. dan. Angelin, B. 2001. Growth hormone reduces plasma cholesterol in LDL receptor-deficient mice.FASEB J. 15:1350-1356.

Skoog, T., Dichtl, W.,Boquist, S., Andersson, S.,Karpe, F.,Tang, R.,Bond, M.G.,Faire, U., Nilsson, J., Eriksson, P dan Hamsten, A. 2002 . Plasma Tumour Necrosis Factor and Early Carotid Atherosclerosis in Healthy Middle Aged Men. Eur Heart J.23:376-383.

Stapleton,P.A., Goodwill,A.G., James,M.E., Brock,R.W., Frisbee,J.C. 2010. Hypercholesterolemia and Microvascular Dysfunction : Intervention Strategies. Journal of Inflamation. 7:54.

Page 92: unud-404-15217548-made ita

Stibich, M. 2006. How is Inflammation important to Aging? About.com Health Disease and Condition,[cited 2011 Oct 24]. Available from: http://longevity.about.com/od/longevity101/f/aginginflammati.htm.

Subowo, 2009. Imunobiologi Edisi 2., CV Sagung Seto Jakarta.

Sukhanov, S.,Higashi, Y., Yung Shai, S., Vaughn, C., Mohler, J., Li,Y., Hua Song, Y.,Titterington, J., Delafontaine, P.2007. IGF-1 Reduces Inflammatory Responses, suppresses Oxidative Stress, and Decreases Atheroschlerosis Progresion in ApoE-Deficient Mice. Arterioscler Thromb Vasc Biol.27;84-2690.

Szmitko, P.E., Wang, C.H., Weisel, R.D., de Almmeida, J.R., Anderson, T. J., Verma, S. 2003. New Markers of Inflammation and Endothelial Cell Activation Circulation. 108:1917-1923.

Tien, M.H.N., Kenney, J.K., dan Munger, M.A. 2000. Growth Hormone: A Promising Treatment for the Failing Heart? Pharmacotherapy Publications, [cited: 2010 April 13]. Available from: http://www.medscape. com/viewarticle/409613.

Titterington, J.S., Sukhanov, S., Higashi,Y., Vaughn, C., Bowers, C. dan Delafontaine, P. 2009. Growth Hormone-Releasing Peptide-2 Suppresses Vascular Oxidative Stress in ApoE-/- Mice But Does Not Reduce Atheroschlerosis. Endocrinology. 150 (12): 5478 – 5487.

Twickler, T.B., Cramer , M.J.M., Dallinga-Thie, G.M., Chapman, M.J., Erkelens, D.W dan Koppeschaar, H.P.F. 2003. Adult Onset Growth Hormone Deficiency : Relation of Postprandial Dyslipidemia to Premature Atherosclerosis. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 88 (6) 2479-2488.

Vance, M.L. 2008. Can Growth Hormone Prevent Aging? N Eng J Med. 348:9.

Verhelst J. dan Abs, R. 2009. Cholesterol and Lipoprotein Metabolism in Aging : Reversal of Cardiovascular risk factors in hypopituitary GH-deficient adults, Eur J Endocrinol. 161:841-849.

Page 93: unud-404-15217548-made ita

Lampiran 1. Ethical Clearance

Page 94: unud-404-15217548-made ita

Lampiran 2

Uji TNF- α Immuno Assay

Pemeriksaan ini menggunakan tehnik quantitatve sandwich enzyme immuno assay

(ELISA). Sebelumnya, antibodi monoklonal spesifik TNF-α telah dicoated dalam mikroplate.

Sampel dan standar dipipet ke dalam well, dan keberadaan TNF-α akan di sandwich

(dipasangkan) oleh immobilized antibody t dalam well, Setelah dilakukan pencucian untuk

menghilangkan substansi-substansi yang tidak terikat, kemudian ditambahkan enzym-linked

polyclonal antibody yang spesifik terhadap TNF-α. Kemudian setelah dilakukan pencucian

kembali untuk menghilangkan reagen antibody enzyme yang tidak berikatan, selanjutnya

larutan substrate ditambahkan ke dalam well dan kemudian terbentuklah warna yang

sebanding dengan jumlah TNF-α yang terikat. Pembentukan warna dihentikan dan

kemudian intensitas warna diukur.

Persiapan Reagen

Catatan : Semua reagen harus diencerkan segera sebelum digunakan.

Page 95: unud-404-15217548-made ita

1. Encerkan Wash Buffer 20 x dengan deionized water. Contoh : Membuat 1 liter Wash

Buffer, dengan menambahkan 50 ml Wash Buffer dengan 950 ml deionized water.

2. Rekonstruksi Lyophilized Rat-TNF-α standard dengan menambahkan Assay Buffer A

untuk membuat 20 ng/ml larutan stock standard . Campur secara baik. Biarkan

larutan standar yang telah direkonstitusi pada temperature ruang selama 15-20

menit.

3. Jika serum atau plasma yang akan diperiksa, rekonstitusi Lyophilized matrix A

dengan 2 ml deionized water ke dalam vial. Setelah direkonstitusi biarkan Matrix A

pada temperature ruang selama 15 menit, vortex agar tercampur secara komplit.

4. Sample serum/ plasma disarankan untuk diencerkan 1;1 dengan Assay Buffer A

sebelum sampel dianalisis. Misal : tambahkan 50 μL sampel dengan 50 μL Assay

Buffer A.

Prosedur Pemeriksaan

1. Letakkan semua reagen pada temperature ruang sebelum digunakan. Sangat

dianjurkan agar semua standart dan sampel diperiksa secara duplikat/triplikat.

Standar kurve dibutuhkan untuk masing- masing pemeriksaan.

2. Siapkan 7 tabung pengenceran standard dengan membagi 487,5 μL Assay Buffer A

ke dalam tabung pertama dan 250 μL kedalam 6 tabung berikutnya sesuai ilustrasi

dibawah. Tambahkan 12,5 μL dari 20 ng/ml larutan stok standard ke dalam tabung

pertama. Buat larutan serial pada keenam tabung berikutnya. Mulai dari 500 μL

pada standart tertinggi, campur secara baik lalu pindahkan 250 μL kedalam tabung

Page 96: unud-404-15217548-made ita

berikutnya. Konsentrasi larutan standard terakhir pada masing- masing tabung

adalah : 500, 250, 125, 62.5, 31.3, 15.6, 7.8 μL. Assay Buffer A digunakan sebagai

standart 0 pg/ml.

3. Buang isinya . Cuci plate 4 x dengan paling sedikit menghabiskan 300 μL pada 1 x

pencucian per will dan hilangkan sisa buffer pencuci dengan kuat dengan membalik

plate pada kertas absorbent. Pada pencucian berikutnya lakukan hal yang sama.

4. Untuk mengukur sampel serum/plasma :

a. Tambahkan 50 μL matrik A pada masing-masing well yang mengandung larutan

standart dan 50 μL Assay Buffer A pada masing- masing well yang mengandung

sampel.

b.Tambahkan 50 μL larutan standard pada masing- masing well dan 50 μL

serum/plasma yang diencerkan pada masing- masing well sample.Seal plate

dengan sealer plate yang terdapat pada kemasan reagen di inkubasi pada suhu

kamar selama 2 jam dengan goyangan sedang.

5. Cuci 4 kali seperti langkah no 3.

6. Tambahkan 100 μL The rat TNF-α Detection Antibody solution pada

masing- masing well, tutup dan inkubasi pada suhu ruang selama 1 jam dengan

sekali- kali goyangan.

7. Buang isi plate dan cuci 4 kali.

Page 97: unud-404-15217548-made ita

8. Tambahkan 100 μL Avidin- HRP D solution pada masing – masing well,

tutup plate dan inkubasi pada suhu ruang selama 30 menit dengan sekali – kali

goyangan.

9. Buang isi plate dan cuci 4 kali.

10. Tambahkan 100 μL substrat solution F pada masing – masing well dan

inkubasi 15 menit di tempat gelap. Well dengan kadar TNF-α yang tinggi akan

memberikan warna biru. Jangan menutup plate pada langkah ini.

11. Stop reaksi dengan menambahkan larutan stop solution pada masing –

masing well. Warna biru akan berubah menjadi kuning.

12. Baca pada absorbance 450 nm dalam 30 menit. Jika plate reader hanya

bisa membaca pada gelombang 570 nm, absorbance 570 nm dapat dikurangi dari

absorbance 450 nm.

Page 98: unud-404-15217548-made ita

Lampiran 3 Konversi perhitungan dosis untuk beberapa jenis hewan dan manusia (Gosh, 1971)

Page 99: unud-404-15217548-made ita

Lampiran 4 HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN KADAR TNF-α

Kelompok Rerata Kadar TNF-α (pg/ml) Standar Deviasi

P3 Pre 10,54 1,06

P3 Post 6,18 0,57

Perhitungan besar sampel dengan rumus Pocock, 2008 yaitu :

n = 2 σ2 x f (α,β) (μ2 – μ1)2

Keterangan :

n = jumlah sampel

μ1 = rerata hasil variabel kelompok perlakuan

μ2 = rerata hasil variabel kelompok kontrol

σ = simpang baku kelompok kontrol

α = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)

f (α,β) = besarnya diperoleh dari tabel (Pocock, 2008, tabel 9.1, pp. 125)

Page 100: unud-404-15217548-made ita

n = 2 (1,06)2 x 10,5 (10,54 – 6,18) 2

n = 2 (1,1236) x 10,5 (4,36)2

n = 2,2472 x 10,5 19,0096

n = 1,241247 ~ 2

Lampiran 5. Analisis Data

Descriptives

3 5.7800 .73980 .42712 3.9422 7.6178 5.14 6.593 6.1433 .06807 .03930 5.9742 6.3124 6.09 6.223 5.6733 .68734 .39683 3.9659 7.3808 4.88 6.099 5.8656 .54921 .18307 5.4434 6.2877 4.88 6.593 7.7667 .12342 .07126 7.4601 8.0733 7.63 7.873 5.1233 1.66329 .96030 .9915 9.2552 3.97 7.033 4.4900 1.28312 .74081 1.3026 7.6774 3.09 5.619 5.7933 1.83648 .61216 4.3817 7.2050 3.09 7.87

KontrolGH 0,04GH 0,08TotalKontrolGH 0,04GH 0,08Total

TNF_pre

TNF_post

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

Tests of Normality

.258 3 . .960 3 .617

.301 3 . .912 3 .424

.375 3 . .775 3 .056

.273 3 . .945 3 .549

.341 3 . .846 3 .230

.253 3 . .964 3 .637

klpKontrolGH 0,04GH 0,08KontrolGH 0,04GH 0,08

TNF_pre

TNF_post

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Uji Homogenitas (Levene’s test)

Page 101: unud-404-15217548-made ita

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

TNF_pre 4.289 2 6 .070 TNF_post 4.849 2 6 .056

ANOVA

.364 2 .182 .533 .6122.049 6 .3412.413 8

18.125 2 9.062 6.140 .0358.856 6 1.476

26.981 8

Between GroupsWithin GroupsTotalBetween GroupsWithin GroupsTotal

TNF_pre

TNF_post

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Multiple Comparisons

LSD

-.36333 .47711 .475 -1.5308 .8041.10667 .47711 .831 -1.0608 1.2741.36333 .47711 .475 -.8041 1.5308.47000 .47711 .363 -.6975 1.6375

-.10667 .47711 .831 -1.2741 1.0608-.47000 .47711 .363 -1.6375 .69752.64333* .99199 .037 .2160 5.07063.27667* .99199 .016 .8494 5.7040

-2.64333* .99199 .037 -5.0706 -.2160.63333 .99199 .547 -1.7940 3.0606

-3.27667* .99199 .016 -5.7040 -.8494-.63333 .99199 .547 -3.0606 1.7940

(J) klpGH 0,04GH 0,08KontrolGH 0,08KontrolGH 0,04GH 0,04GH 0,08KontrolGH 0,08KontrolGH 0,04

(I) klpKontrol

GH 0,04

GH 0,08

Kontrol

GH 0,04

GH 0,08

Dependent VariableTNF_pre

TNF_post

MeanDifference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level.*.

Page 102: unud-404-15217548-made ita