PENGARUH ADITIF FERRO BORON (FeB) TERHADAP …digilib.unila.ac.id/27724/2/SKRIPSI TANPA BAB...

69
PENGARUH ADITIF FERRO BORON (FeB) TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-Fe 2 O 3 ) (Skripsi) Oleh Suci Pangestuti 1317041045 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Transcript of PENGARUH ADITIF FERRO BORON (FeB) TERHADAP …digilib.unila.ac.id/27724/2/SKRIPSI TANPA BAB...

PENGARUH ADITIF FERRO BORON (FeB) TERHADAP

KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-Fe2O3)

(Skripsi)

Oleh

Suci Pangestuti

1317041045

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

i

PENGARUH ADITIF FERRO BORON (FeB) TERHADAP

KARAKTERISTIK SERBUK HEMATIT (α-Fe2O3)

Oleh

Suci Pangestuti

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh aditif Ferro Boron (FeB) terhadap

karakteristik serbuk hematit (α-Fe2O3). Proses preparasi sampel dilakukan dengan

mencampurkan α-Fe2O3 dan FeB menggunakan metode milling kering dengan

alat Planetary Ball Mill (PBM). Variasi komposisi aditif FeB adalah 4 dan 8 wt.%

dengan suhu kalsinasi 900, 1000 dan 1100 oC. Karakterisasi sampel melalui uji

Particle Size Analyzer (PSA), true density, X-Ray Diffraction (XRD) dan

Vibrating Sample Magnetometer (VSM). Dari hasil eksperimen ditunjukkan

terjadi peningkatan ukuran partikel yang berkaitan dengan penurunan true density

pada sampel 8 wt.% dengan nilai sebesar 2,80 µm dan 2,47 g/cm3. Karakterisasi

XRD menunjukkan pada sampel 8 wt.% dan suhu kalsinasi 1000 oC dan 1100

oC

terbentuk fasa iron boride (Fe2B). Sedangkan pada sampel tanpa aditif terbentuk

fasa maghemit (γ-Fe2O3) dan magnetit (Fe3O4) setelah proses kalsinasi.

Karakterisasi VSM menunjukkan bahwa proses kalsinasi mengakibatkan sifat

magnet semakin besar dan penambahan FeB cenderung menurunkan sifat magnet

pada sampel sebelum dan setelah kalsinasi.

Kata Kunci : Hematit (α-Fe2O3), ferro boron, mechanical alloying dan kalsinasi

ii

EFFECT OF FERRO BORON (FeB) ADDITIVES ON THE POWDER

CHARACTERISTICS OF HEMATITE (α-Fe2O3)

By

Suci Pangestuti

ABSTRACT

The study about effect of ferro boron (FeB) additive towards characteristic of

hematite (α-Fe2O3) powder has been done. The powders of FeB and α-Fe2O3 was

milled with dry milling method using Planetary Ball Mill (PBM) for 12 hours.

Variation of FeB compositions are 4 and 8 wt.%. The milled powder was

calcined at temperatures of 900, 1000 and 1100 oC. The characterization of the

powders was performed by Particle Size Analyzer (PSA), true density, X-Ray

Diffraction (XRD) and Vibrating Sample Magnetometer (VSM). The results effect

of additives FeB showed an increasing of particle size which related to decrease

of true density of sample 8 wt.% composition with a value 2.80 μm and 2.47 g /

cm3. Respectively the XRD characterization of sample with 8 wt.% composition

with the calcination temperature of 1000 and 1100 °C showed that iron boride

(Fe2B) phase was formed. Maghemite (γ-Fe2O3) and magnetite (Fe3O4) was

formed during calcination for non-additive sample. The VSM characterization

showing the effect of the calcination temperature are increasing the magnetic

properties and the addition of FeB tends to lower the magnetic properties within

samples before and after calcined.

Key word: Hematite (α-Fe2O3), ferro boron, mechanical alloying and calcination

PENGARUH ADITIF FERRO BORON (FeB) TERHADAP KARAKTERISTIK

SERBUK HEMATIT (α-Fe2O3)

Oleh

SUCI PANGESTUTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Suci Pangestuti dilahirkan pada

tanggal 06 Januari 1995 dilahirkan di Bengkulu Kabupaten

Way Kanan dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara

pasangan dari Bapak Sulaiman (Alm) dan Ibu Supartinah.

Penulis memulai perjalanan sekolah berawal dari Taman Kanak-kanak (TK)

Dharma Wanita dan lulus pada tahun 2000 kemudian melanjutkan ke sekolah di

SDN 1 Bengkulu hingga lulus pada tahun 2007. Selanjutnya melanjutkan sekolah

di SMPN 2 Gunung Labuhan lulus pada Tahun 2010 dan melanjutkan sekolah di

SMAN 1 Bukit Kemuning lulus pada tahun 2013. Setalah lulus dari SMA

kemudian penulis melanjutkan kuliah di Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lampung melalui jalur SBMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam

berbagai organisasi meliputi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) sebagai

anggota SAINTEK periode 2014-2015, UKM Rohani Islam (ROIS) Fakultas

MIPA sebagai Ketua Biro keputerian periode 2014-2015 dan UKM Bina Rohani

Islam Mahasiswa (Birohmah) sebagai anggota kaderisasi periode 2014-2015 dan

sekretaris Badan Khusus Pemberdayaan Muslimah (BKPM) periode 2015-2016.

Selain aktif di organisasi penulis juga aktif dalam bidang akademik. Penulis aktif

sebagai asisten praktikum yaitu Sains Dasar Fisika, Fisika Dasar I dan Optik.

Pada tahun 2016 penulis pernah mengikuti lomba ON-MIPA PT 2016 di

Palembang. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat

Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF LIPI), Kawasan

PUSPITEK, Serpong, Tangerang Selatan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja

Nyata (KKN) di Desa Kuripan, Kecamatan Padang Ratu, Lampung Tengah.

MOTTO

Jika kau melewati teman-teman surge, minumlah hingga puas. Para sahabat

bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surge itu?” Nabi

SAW menjawab, “majelis-majelis ta’lim/ilmu.” (HR. Al-Thabrani).

Karena

“Ilmu lebih utama daripada harta karena ilmu itu menjaga kau, namun jika

harta kaulah yang menjaganya.” (Ali bin Abi Thalib)

Jadi,

“Kau dapat meraih ilmu dengan enam hal yaitu cerdas, selalu ingin tahu, tabah,

punya bekal dalam menuntut ilmu, bimbingan dari guru dan dalam waktu

yang lama.” (Ali bin Abi Thalib).

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk orang-orang yang kucintai

dan kusayangi karena Allah SWT.

Bapak Sulaiman (Alm) dan Ibu Supartinah

Kedua orang tuaku yang telah banyak memberikan motivasi, berkorban tanpa mengenal rasa lelah, dan senantiasa

mendoakanku hingga dapat menyelesaikan pendidikan ditingkat universitas.

Bapak-Ibu dosen

Terimakasih atas ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang telah membuka hati dan wawasanku

Para sahabat dan teman-teman seperjuanganku

Terima kasih atas kebaikan dan kebersamaan yang kita lalui.

JAZAKUMULLAH KHAIRAN KATSIR

dan

Almamater tercinta

Universitas Lampung

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmanirrahiim.

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan hidayah Nya,

penulis dapat menyelesaikan kuliah serta skripsi dengan baik. Judul skripsi ini

“Pengaruh Aditif Ferro Boron (FeB) terhadap Karakteristik Serbuk Hematit

(α-Fe2O3)“. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para

sahabat dan pengikutnya.

Skripsi ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2017 bertempat di

Laboratorium Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-

LIPI), Kawasan PUSPITEK, Serpong, Tangerang Selatan. Penekanan skripsi ini

adalah diketahui pengaruh aditif FeB terhadap sifat fisis, struktur Kristal dan sifat

magnet serbuk hematit.

Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi

kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 25 Juli 2017

Penulis

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT, penulis telah menyelesaikan skripsi ini berkat

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si selaku Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan serta nasehat untuk menyelesaikan tugas akhir.

2. Bapak Prof. Drs. Perdamean Sebayang, M.Sc selaku Pembimbing II yang

senantiasa memberikan masukan-masukan serta nasehat untuk menyelesaikan

tugas akhir.

3. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si selaku Penguji yang telah mengoreksi kekurangan,

member kritik dan saran selama penulisan skripsi.

4. Bapak Drs. Syafriadi, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan serta nasehat dari awal perkuliahan sampai

menyelesaikan tugas akhir.

5. Bapak Eko Arif Setiadi, Ibu Ayu Yuswitasasri dan Bapak Candra Kurniawan

selaku Pembimbing Lapangan yang telah member bimbingan lapangan dalam

melakukan penelitian tugas akhir.

6. Bapak Arif Surtono, M.Si., M.Eng selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA

Universitas Lampung.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung yang

telah banyak membekali ilmu bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kedua orang tuaku, kakak dan adikku yang telah mendoakan serta

memberikan semangat.

9. Teman seperjuanganku Wini Rahmawati selama menyelesaikan skripsi ini

dan teman-teman Fisika angkatan 2013 yang selalu mendoakan dan

memotivasi penulis dalam perjuangan penyelesaian skripsi.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta

memberkahi hidup kita. Aamiin.

Bandar Lampung, 25 Juli 2017

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................ ii

HALAMAN JUDUL ............................................................................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... v

PERNYATAAN ..................................................................................... vi

RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vii

MOTTO ................................................................................................. viii

PERSEMBAHAN .................................................................................. ix

KATA PENGANTAR ........................................................................... x

SANWACANA ...................................................................................... xi

DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi

DAFTAR TABEL ................................................................................. xvii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4

1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 4

1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 5

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Magnet

2.1.1 Pengertian dan Sejarah Magnet ....................................... 7

2.1.2 Sifat Kemagnetan Bahan .................................................. 8

2.1.3 Material Magnetik ............................................................ 13

2.1.4 Sifat Magnet ..................................................................... 16

2.2 Ferro boron (FeB) dan kandungannya

2.2.1 Besi (Fe) .......................................................................... 19

2.2.2 Boron................................................................................ 20

2.2.3 Ferro Boron ..................................................................... 20

2.3 Kalsinasi .................................................................................... 21

2.4 Mechanical Alloying ................................................................. 22

2.5 Milling

2.5.1 Bahan Baku ...................................................................... 23

2.5.2 Tipe Milling ..................................................................... 24

2.5.3 Parameter Milling............................................................. 25

2.6 Karakterisasi Material

2.6.1 Particle Size Analyzer (PSA) .......................................... 26

2.6.2 True Density ..................................................................... 27

2.6.3 X-Ray Diffractometer (XRD) ........................................... 28

2.6.4 Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ......................... 30

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat .................................................................... 34

3.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 34

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi Sampel .............................................................. 35

3.3.2 Kalsinasi ........................................................................... 37

3.3.3 Karakterisasi .................................................................... 38

3.5 Diagram Alir Penelitian ............................................................. 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Ukuran Partikel ............................................................ 42

4.2 True Density ............................................................................... 46

4.3 Analisis Ukuran Kristal .............................................................. 48

4.4 Analisis Sifat Magnet ................................................................. 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 59

5.2 Saran ........................................................................................ 60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data true density serbuk hematit dan aditif FeB ………................. 46

2. Hasil VSM serbuk hematit dengan penambahan aditif FeB

(0, 4 dan 8) %berat, sebelum dikalsinasi.. .......................................... 55

3. Hasil VSM serbuk hematit dengan penambahan aditif FeB

(0, 4 dan 8) %berat setelah dikalsinasi............................................ 56

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tabel periodik sifat magnet unsur-unsur pada temperatur kamar ...... 8

2. Arah momen magnet bahan diamagnetik .............................................. 9

3. Arah momen magnet paramagnetik ................................................... 10

4. Arah momen magnet feromagnetik .................................................... 10

5. Arah momen magnet bahan antiferomagnetik ................................... 11

6. Arah momen magnet bahan ferimagnetik .......................................... 12

7. Histerisis material magnetik (a) material lunak, (b) material keras ... 13

8. Particle Size Analyzer (PSA) Cilas 1190 ........................................... 27

9. Difraksi bidang atom .......................................................................... 29

10. Prinsip kerja Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ..................... 31

11. Penimbangan serbuk hematit........................................................... 35

12. Penimbangan serbuk FeB................................................................ 36

13. Milling kering PBM......................................................................... 37

14. Sampel sebelum kalsinasi................................................................ 37

15. Tahapan Kalsinasi ............................................................................. 38

16. Sampel setelah kalsinasi............................................................... ..... 37

17. Diagram alir penelitian ...................................................................... 41

xiv

18. Histogram distribusi ukuran diameter partikel, (a). hematit tanpa

aditif, (b). hematit dengan aditif 4% FeB, dan (c). hematit dengan

aditif 8% FeB.............................................................................. .... 44

19. Distribusi ukuran partikel serbuk hematit (α-Fe2O3) dan aditif FeB

(0, 4 dan 8) %berat ........................................................................... 45

20. Hubungan true denstiy terhadap komposisi FeB (%berat) .............. 47

21. Hasil XRD (a) bahan hematit sebelum kalsinasi, (b) FeB sebelim

kalsinasi ............................................................................................ 50

22. Hasil pengujian XRD sampel setelah kalsinasi ................................. 52

23. Kurva histerisis serbuk hematit dengan aditif Ferro Boron (FeB);

0, 4 dan 8 % berat sebelum kalsinasi ............................................... 54

24. Kurva histerisis setelah kalsinasi (a) 0%, (b) 4%, (c) 8% FeB ......... 57

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Magnet merupakan bahan yang mempunyai medan magnet dan mampu menarik

benda lain, karena keteraturan susunan momen magnet yang ditimbulkan akibat

adanya interaksi antara elektron yang tidak berpasangan dengan elektron luar

lainnya, bahkan interaksi yang menimbulkan momen magnet tersebut dapat

menghasilkan listrik (Collocot et al., 2007). Dengan potensi tersebut magnet telah

menjadi bagian di kehidupan sehari-hari manusia, terutama aplikasi di bidang

mekanika, elektronik, otomotif bahkan kedokteran (Nugraha dkk., 2015; Aydogan

dan Alp, 2016), sehingga kebutuhan magnet meningkat sangat pesat, apalagi

perkembangan yang pesat ini terjadi sejak ditemukannya bahan magnet permanen

(Manaf, 2000).

Magnet permanen merupakan salah satu jenis bahan dari rekayasa material

dengan efisiensi energi yang tinggi seperti pada sistem generator listrik dan

penggerak listrik. Namun magnet permanen yang ada di Indonesia 100% masih

diimpor. Maka dari itu penguasaan dan pengembangan produksi magnet

2

permanen diharapkan dapat memberikan nilai tambah produk yang signifikan

(Sardjono dkk., 2012).

Salah satu bahan magnet permanen yang populer saat ini adalah hematit. Memiliki

rumus kimia oksida besi (α-Fe2O3), merupakan mineral yang berwarna cokelat

hingga merah kecokelatan dan berstruktur kristal heksagonal (Rhombohedral).

(Cornell dan Schwertmann, 2003; Anggraeni, 2008). Hematit terkandung dalam

pasir besi mulai dari 58,39 hingga 60,23 % (Skomski et al, 1999), diperoleh

melalui proses oksidasi pasir besi pada suhu 700-800oC. Harganya murah dan

biodegradasi (Gubin, et al.,2005; Jacon and Khadar, 2010), sifat mekaniknya kuat

dan tidah mudah terkorosi karena memiliki ketahanan kimia yang baik terhadap

lingkungan (Priyono dkk., 2004). Sifat kemagnetan hematit termasuk

antiferomagnetik pada suhu kurang dari 260 K dan menjadi feromagnetik lemah

atau ferimagnetik pada suhu lebih dari 260 K, sehingga pada kondisi ini, hematit

dikatakan sebagai feromagnetik lemah atau ferimagnetik (Chirita, 2009).

Sehingga memiliki koersivitas yang tinggi dan digolongkan sebagai magnet keras

(hard magnetic). Sifat magnet tersebut sangat tergantung mikrostruktur dan

ukuran butir. Sehingga dalam pembuatannya ditambahkan bahan aditif untuk

mencegah pertumbuhan butir. Beberapa bahan aditif yang dapat digunakan dalam

pembuatan magnet ferit yaitu SiO2, B2O3, FeB (Topfer et al., 2004; Baykal et al.,

2014;).

Ferro boron (FeB) telah digunakan sebagai agen aditif untuk baja dan besi, karena

dapat meningkatkan sifat mekaniknya dan merupakan bahan aditif termurah.

Penggunaan FeB telah meningkat dari tahun ke tahun, tetapi cukup kecil

3

dibandingkan ferro silicon atau ferro manganese. Baru-baru ini FeB menarik

banyak perhatian sebagai agen aditif bahan magnetik, salah satunya adalah

pembuatan magnet permanen NdFeB (Hiromoto, 1986). FeB adalah paduan

logam terdiri dari besi dan boron dengan kandungan boron mulai 10 % sampai 20

% (Sariyer et al., 2015). Besi banyak digunakan dalam produksi magnet

permanen, memiliki sifat magnet yang tinggi. Sedangkan boron bersifat keras dan

diamagnetik (Harsanti, 2010).

Rahardjo dan Fajarin (2011) menganalisis sifat magnet hematit dengan

penambahan Fe2TiO5 pada suhu sintering 1300 oC dengan variasi molaritas 0,3;

0,4 dan 0,5 molar, menghasilkan koersivitas yang semakin meningkat yaitu

0,0086 T menjadi 0,0262 T. Dalam pembuatan magnet permanen yang bersifat

lunak, tentu digunakan bahan yang dapat menurunkan koersivitas hematit. Tania

Christiyanti (2016) melakukan penelitian pada BaFe12O19 tanpa dan dengan aditif

FeB, menghasilkan koersivitas yang semakin menurun yaitu 1290 Oe menjadi 400

Oe. Riris Julita Tambunan (2016) telah melakukan penelitian tentang pengaruh

FeB terhadap BaFe12O19 dengan rasio komposisi berat BaFe12O19:FeB meliputi

100:0, 97:3, 95:5, 93:7 % dan suhu kalsinasi 900 oC. Menghasilkan peningkatan

true density 4,9 – 5 g/cm3 dan penurunan sifat magnet, namun masih terdapat zat

pengotor hematit.

Pada umumnya pembuatan magnet permanen dilakukan menggunakan proses

reaksi padatan (solid state reaction) dengan metode mechanical alloying karena

metode ini sangat sederhana, efektif untuk kapasitas yang relatif besar dan dapat

menghasilkan produk yang sangat homogen (Fajarin dkk., 2011).

4

Dalam pengaplikasian magnet ferit yang bersifat lunak pada perangkat biomedis,

sensor gas, agen katalis, ion baterai lithium, photoelectrochmeical dan lainnya,

digunakan aditif FeB untuk menurunkan sifat kemagnetan serbuk hematit

menggunakan metode mechanical alloying (dry milling). Variasi komposisi berat

hematit dan FeB yang dilakukan meliputi 0, 4, 8 % sedangkan suhu kalsinasi yang

dilakukan meliputi 900, 1000, 1100 oC. Karakterisasi yang dilakukan meliputi

Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui distribusi ukuran partikel, uji true

density untuk mengetahui true density, X-Ray Diffraction (XRD) untuk

menganalisis struktur kristal dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk

mengetahui sifat magnet.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh aditif FeB terhadap sifat fisis, struktur kristal dan sifat

magnet serbuk hematit?

2. Bagaimana pengaruh suhu kalsinasi terhadap struktur kristal dan sifat magnet

pada serbuk hematit dengan aditif FeB?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk α-Fe2O3 dan aditif FeB

2. Variasi aditif FeB yang digunakan sebanyak 0, 4, dan 8% berat

3. Sampel dimilling menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) selama 12 jam

5

4. Variasi suhu kalsinasi yang dilakukan adalah 900, 1000 dan 1100 oC dengan

holding time selama 1 jam

5. Karakterisasi sampel yang dilakukan meliputi:

a. Pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer

(PSA)

b. Pengujian true density menggunakan piknometer 10 ml.

c. Analisis struktur kristal menggunakan X-Ray Diffraction (XRD)

d. Pengujian sifat magnet menggunakan Vibrating Sample Magnetometer

(VSM)

1.4 Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh aditif FeB terhadap sifat fisis, struktur kristal dan sifat

magnet serbuk hematit.

2. Mengetahui pengaruh variasi suhu kalsinasi terhadap struktur kristal dan sifat

magnet serbuk hematit dengan aditif FeB

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian

mengenai pengaruh penambahan FeB pada serbuk hematit dengan metode

mechanical alloying.

6

2. Memperoleh bahan magnet permanen berbahan dasar hematit yang memiliki

sifat magnet lunak (soft magnet).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Magnet

2.1.1 Pengertian dan sejarah Magnet

Magnet adalah suatu materi yang mempunyai medan magnet. Magnet juga

merupakan logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet.

Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil

dan penggunaannya dalam praktek yang pertama dipertunjukkan oleh bangsa Cina

pada tahun 2637 sebelum masehi berupa kompas kutub.

Fenomena magnetisme sebenarnya telah diamati manusia sejak beberapa abad

sebelum masehi. Pada masa lampau magnet dikenal sebagai sebuah material

berwarna hitam yang disebut lodestone. Magnet dapat dibuat dari bahan besi,

baja, dan campuran logam serta telah dimanfaatkan untuk industri otomotif.

Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama

(tersusun teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak

adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Benda dapat dibedakan menjadi

dua macam berdasarkan sifat kemagnetannya yaitu benda magnetik dan bukan

magnetik (Sagita, 2015).

8

2.1.2 Sifat Kemagnetan Bahan

Semua unsur dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat magnetnya, Menurut

klasifikasi unsur terhadap adanya pengaruh kemagnetan, terdapat 5 klasifikasi

sifat magnet yaitu diamagnetik, paramagnetik, feromagnetik, anti feromagnetik,

dan ferimagnetik (Jiles, 1998). Material yang bersifat ferimagnetik dan

antiferomagnetik sangat sedikit ditemukan dalam unsur murni. Untuk material

yang mempunyai sifat ferimagnetik hanya ditemukan dalam senyawa (Rohman,

2010). Klasifikasi unsur berdasarkan sifat magnetnya ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Tabel periodik sifat magnet unsur-unsur pada temperatur kamar

(Rohman, 2010).

1. Diamagnetik

Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik dari

masing-masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit

dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen

dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka

9

elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa

sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomik yang arahnya berlawanan

dengan medan magnet luar tersebut, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Permeabilitas bahan ini: μ < μo. (Jiles, 1998).

Gambar 2. Arah momen magnet bahan diamagnetik (Anonim, 2008).

2. Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik masing-

masing atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total seluruh

atomnya dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atomnya acak,

sehingga resultan medan magnet atomik masing-masing atom saling meniadakan.

sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μo. Contoh bahan paramagnetik:

alumunium, magnesium dan wolfram. (Jiles, 1998). Arah momen magnet yang

acak ditunjukkan pada Gambar 3.

10

Gambar 3. Arah momen magnet paramagnetik (Anonim, 2016).

3. Feromagnetik

Bahan bersifat feromagnetik disebabkan oleh momen magnetik spin elektron.

Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin

elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik,

sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar.

Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan feromagnetik sangat kuat.

Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet

luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat

baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan: μ » μo dengan

suseptibilitas bahan: χm » 0 (Jiles, 1998). Medan magnet total yang sangat besar

dihasilkan dari resultan momen magnet yang searah seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 4.

11

Gambar 4. Arah momen magnet bahan feromagnetik (Anonim, 2008).

4. Antiferomagnetik

Gabungan momen magnet antara atom-atom atau ion-ion yang berdekatan dalam

suatu bahan tertentu menghasilkan pensejajaran anti paralel. Gejala ini disebut

anti feromagnetik. MnO adalah bahan keramik bersifat ionik yang memiliki ion-

ion Mn2+

dan O2-

. Tidak ada momen magnetik netto yang dihasilkan oleh ion O2-

.

Hal ini disebabkan karena adanya aksi saling menghilangkan total momen

magnetik pada kedua momen spin dan orbital. Tetapi ion Mn2+

memiliki momen

magnetik netto yang berasal dari gerak spin. Ion-ion Mn2+

ini tersusun dalam

struktur kristal sedemikian rupa sehingga momen dari ion yang berdekatan adalah

antiparalel. Karena momen-momen magnetik yang berlawanan tersebut saling

menghilangkan, bahan MnO secara keseluruhan tidak memiliki momen magnetik.

Arah momen magnet ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Arah momen magnet bahan antiferomagnetik (Anonim, 2008).

12

5. Ferimagnetik

Beberapa bahan keramik juga memperlihatkan magnetisasi permanen disebut

ferimagnetik. Bahan keramik magnetik ini secara umum disebut ferit. Sifat-sifat

magnetik secara makroskopik dari magnet fero dan magnet ferit adalah sama.

Perbedaannya terletak pada sumber magnetik netto. Prinsip dasar ferimagnetik

dapat dilihat pada ferit kubik yang memiliki struktur kristal yang mirip mineral

spinel, sehingga sering disebut ferit spinel. Bahan ionik ini dinyatakan dengan

rumus M.Fe2O4 atau MO.Fe2O3. Selain ferit kubik/spinel terdapat dua macam ferit

yang lain, yaitu ferit hexagonal dan garnet, yang juga memiliki sifat ferimagnetik.

Rumus kimia ferit hexagonal adalah MO.6Fe2O3 atau M.Fe12O19, dimana M dapat

berupa ion logam tanah jarang, seperti Sm, Eu, Gd, Y atau Ba, Sr, Ca, Yitrium

Iron Garnet (Y3Fe5O12) yang biasa disebut YIG merupakan ferit yang umum dari

jenis ini. Magnetisasi jenuh bahan ferimagnetik tidak setinggi seperti pada bahan

feromagnetik. Arah momen magnet bahan ini, saling berlawanan arah, seperti

ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Arah momen magnet bahan ferimagnetik (Anonim, 20008).

13

2.1.3 Material magnetik

Material magnetik termasuk material yang penting dalam aplikasi pada banyak

industri dan keteknikan. Material magnetik diperlukan di dalam produk-produk

industri terutama yang memerlukan efek interaksi listrik-magnet. Pada dasarnya

material magnetik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar masing-masing

sebagai magnet permanen (hard permanent magnets) dan magnet tidak permanen

(soft permanent magnets) (Fajar, 2013). Material magnetik lunak/soft memiliki

medan koersif yang lemah, sedangkan magnet keras memiliki medan koersif yang

kuat. Perbedaan antara magnet keras dan magnet lunak dapat menggunakan kurva

histerisis pada Gambar 7 (Sagita, 2015).

Gambar 7. Histerisis material magnetik (a) material lunak, (b) material keras

(Afza, 2011).

Gambar 7 menunjukkan kurva histerisis untuk material magnetik lunak dan

material magnetik keras. H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk

menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Medan B akan naik seiring

dengan pertambahan medan magnet luar H, hingga medan H terus dinaikkan,

medan B akan menunjukkan nilai tertentu yang konstan disebut magnetisasi

14

saturasi (Bs). Untuk menghilangkan medan B, maka medan H ditiadakan secara

perlahan, dalam spesimen tersisa magnetisme residual yang disebut magnetisasi

remanensi (Br), dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersivitas,

yang harus diterapkan dengan arah berlawanan untuk meniadakannya (Afza,

2011).

H dibalik dengan cara membalikkan arus, sehingga kurva B-H akan membentuk

kurva pada Gambar 7. Medan H yang diterapkan akan mengubah besar medan B,

hingga mencapai pada titik saturasi ke arah negatif dan untuk menghilangkan

medan B yang terinduksi diperlukan gaya koersivitas dan menyisakan magnetisasi

remanensi ke arah negatif. Proses tersebut berlangsung secara kontinu membentuk

sebuah kurva disebut kurva histerisis (loop hysterisis) (Rohman, 2010). Energi

yang diperlukan dalam satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –H

dan kembali lagi ke 0 adalah energi produk maksimum (loop area) yang

merupakan luas daerah kurva dari hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi B

(V det/m2). Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, namun

medan magnet keras memerlukan energi lebih besar (Afza, 2011).

Magnet keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan

logam yang pengolahannya melalui perlakuan pada suhu tinggi. Kegunaannya

adalah untuk dibuat berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang

kelistrikan, elektronika, mekanik dengan memanfaatkan magnet keramik sebagai

magnet permanen, dimana material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa

harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau solenoida

untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya (Billah, 2006).

15

Disamping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang konstan

tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu. Bahan keramik yang bersifat magnetik

umumnya merupakan golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh

hematit (α-Fe2O3) sebagai komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi

magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga

dikenal sebagai magnet keramik, bahan itu tidak lain adalah oksida besi yang

disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO.(Fe2O3)6, dimana M

adalah Ba, Sr atau Pb (Billah, 2006).

Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas :

1. Ferit lunak

Ferit lunak memiliki formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn,

dan Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini

mempunyai permeabilitas, hambatan jenis yang tinggi dan koersivitas yang

rendah.

2. Ferit keras.

Ferit keras adalah memiliki formula MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan

ini mempunyai gaya koersivitas dan magnetisasi remanensi yang tinggi dan

memiliki struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang

sejajar dengan sumbu c.

3. Ferit berstruktur Garnet

Ferit berstruktur garnet mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada

suhu. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun

tidak kurang dari 160 atom (Idayanti, 2002).

16

Hematit (α-Fe2O3) mempunyai struktur heksagonal (rhombohedral) seperti

magnet ferit lainnya, hematit (α-Fe2O3) mempunyai sifat mekanik yang kuat dan

tidak mudah terkorosi karena memiliki ketahanan kimia yang baik terhadap

lingkungan. Disamping itu magnet ferit mempunyai koersivitas magnetik tinggi

terhadap pengaruh medan luar serta temperatur yang cukup baik (Priyono, 2004).

Hematit (α-Fe2O3) banyak digunakan sebagai material awal pada pembentukan

senyawa magnet ferit (Smallman, 1999). Sifat hematit yang elektronegatif

menyebabkan material ini stabil dan tidak mudah bereaksi dengan senyawa lain.

Hematit mempunyai titik lebur yang tinggi, yaitu sekitar 1350 °C. Sifat tersebut

menyebabkan dibutuhkan suhu yang tinggi untuk memecah ikatan Fe dalam

proses substitusi (Cornell dan Schwertmann, 2003).

2.1.4 Sifat Magnet

Sifat-sifat magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian bahan,

ukuran bulir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter kemagnetan juga

dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remenensi akan berkurang apabila

temperaturnya mendekati suhu currie (Tc) dan akan kehilangan sifat

kemagnetannya (Sebayang dkk., 2013).

1. Koersivitas

Koersivitas digunakan untuk membedakan magnet keras (hard magnetic) atau

magnet lunak (soft magnetic). Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin

tinggi sifat magnetnya. Untuk material magnet keras memiliki koersivitas diatas

17

1000 Oe dan material magnet lunak mempunyai koersivitas dibawah 1000 Oe

(Xu, 2015).

Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya.

Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar.

Tidak seperti bahan magnet lunak yang mempunyai medan magnet B sebesar μo

M, dalam magnet permanen. Magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang

sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan

dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan

magnet lunak (An, 2008).

2. Remanensi atau Ketertambatan

Remanensi atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses

magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan. Remanensi terjadi pada saat

intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan

harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan

menjadi kecil, jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil. Oleh karena itu besar

nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat

penting (Priyono dkk., 2004).

3. Magnetisasi Saturasi

Magnetisasi saturasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan

magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus.

Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet keras nilai

magnetisasi saturasi lebih besar dari pada magnet lunak. Kerapatan dari bahan

18

ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh

karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah, sehingga menguntungkan

untuk dapat dihilangkan (An, 2008).

4. Medan Anisotropi

Medan anisotropi (HA) merupakan nilai instrinsik yang sangat penting dari

magnet permanen karena nilai ini dapat didefinisikan sebagai koersivitas

maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan dengan

arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anisotropi salah

satu metode dalam pembuatan magnet, dimana hal ini dilakukan untuk

menyearahkan domain magnet tersebut.

Dalam proses pembentukan magnet dengan anisotropi dilakukan dalam medan

magnet sehingga partiket-partikel pada magnet terorientasi dan umumnya

dilakukan dengan cara basah (An, 2008). Anisotropi pada magnet dapat muncul

disebabkan oleh beberapa faktor seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stres

dan sebagainya. Anisotropi kristal banyak dimiliki oleh material feromagnetik

yang disebut sebagai magnetocrystalline anisotropy, yaitu bahan magnet yang

mempunyai sumbu mudah (easy axis) sehingga mudah dimagnetisasi (soft

magnetic).

Spin momen magnet terarah dan searah dengan sumbu mudah ini. Pada keadaan

stabil, energi total magnet atau magnetisasi kristal sama dengan sumbu mudah.

Selain itu, ada juga yang disebut hard magnetic dimana diperlukan suatu energi

untuk merubah vektor dari sumbu mudah ke sumbu keras (hard axis). Energi yang

19

dibutuhkan untuk mengarahkan arah momen magnet menjauhi sumbu mudah

disebut magnetocrystalline energy atau anisotropy energy (EA) (Puneet, 2008).

5. Energi Produk Maksimum (BH)max

Energi produk suatu material magnetik memegang peranan yang sangat penting

terutama penggunaan magnet itu sendiri untuk keperluan industri. Energi produk

menyatakan jumlah energi yang tersimpan dalam magnet persatuan volume.

Besaran ini diturunkan dari kurva kuadran (kurva demagnetisasi) dari loop

histerisis sehingga diperoleh kurva (BH) yaitu perkalian antara B dan H sebagai

fungsi H. Jadi, kurva (BH) sebagai fungsi H tersebut tidak lain adalah tempat

kedudukan titik – titik luasan di bawah kurva demagnetiasi (Manaf, 2013).

2.2 Ferro Boron (FeB) dan Kandungannya

2.2.1 Besi (Fe)

Besi adalah logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah di

alam dan mudah diolah. Bijih besi biasanya mengandung hematit (α-Fe2O3) yang

dikotori oleh pasir besi (SiO2) sekitar 10% serta sedikit senyawa sulfur, posfor,

aluminium dan mangan. Besi juga diketahui unsur yang paling banyak

membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7-5% pada kerak bumi. Kebanyakan besi

terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi. Hematit merupakan mineral

bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Unsur besi dalam kimia

disimbolkan dengan Fe, memiliki nomor atom 26, struktur kristal berbentuk kubik

(Oktavia, 2014).

20

2.2.2 Boron (B)

Boron adalah unsur golongan XIII dengan nomor atom 5. Boron memiliki sifat di

antara logam dan nonlogam (semimetalik). Boron juga merupakan unsur metaloid

dan banyak ditemukan pada biji borax. Unsur ini tidak pernah ditemukan bebas di

alam. Struktur kristal berbentuk rhombohedral (trigonal), berwarna hitam dan

memiliki massa atom 10,811 g/mol (Oktavia, 2014). Boron yang telah dimurnikan

adalah padatan hitam dengan kilap logam. Sel satuan kristal boron mengandung

12, 50 atau 105 atom boron dan satuan struktural ikosahedral B12 terikat satu

sama lain dengan ikatan 2 pusat 2 elektron (2c-2e) dan 3 pusat 2 elektron (3c-2e).

Boron bersifat sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor (Anwar, 2011).

2.2.3 Ferro Boron (FeB)

FeB adalah paduan dari besi dan boron dengan kandungan boron mulai dari 10%

sampai 20%. FeB merupakan bahan aditif termurah, memiliki densitas 4 g/cm3,

unsur yang terkandung selain boron dan besi, antara lain : Silicon (0.9), Carbon

(0.3), Aluminium (0.2), Sulfur (0.006) dan Phospor (0.05) wt% (Keshavamurthy,

2013). Pembuatan FeB dilakukan dalam dua cara:

1. Pengurangan Carbothermic asam borat dengan adanya baja karbon dalam tanur

listrik

2. Pengurangan aluminothermic asam borat dengan adanya besi dan kadang-

kadang magnesium untuk mencapai kandungan karbon yang lebih rendah.

21

Produsen FeB terbesar di dunia adalah China, India, dan Turki. Dengan

identifikasi fisik metallic padat dan titik lebur > 1500o C. Penggunaan FeB yaitu:

peningkatan hardenability baja paduan rendah, pengurangan nitrogen, pembuatan

NdFeB magnet permanen, dan pembuatan kaca metal (Sariyer et al, 2015).

2.3 Kalsinasi

Kalsinasi adalah proses pembakaran tahap awal yang merupakan reaksi

dekomposisi secara endotermik dan berfungsi untuk melepaskan gas-gas dalam

bentuk karbonat atau hidroksida, sehingga menghasilkan serbuk dalam bentuk

oksida dengan kemurnian yang tinggi. Kalsinasi didefinisikan sebagai pengerjaan

bijih pada temperatur tinggi, tetapi masih di bawah titik leleh tanpa disertai

penambahan reagen dengan maksud untuk mengubah bentuk senyawa dalam

konsentrat. Kalsinasi juga merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan

terhadap bijih agar terjadi dekomposisi dari senyawa yang berikatan secara kimia

dengan bijih, yaitu karbon dioksida dan air, yang bertujuan mengubah suatu

senyawa karbon menjadi senyawa oksida yang sesuai dengan keperluan pada

proses selanjutnya.

Kalsinasi dilakukan dengan pemanggangan pada temperatur yang bervariasi

bergantung dari jenis senyawa karbonat yang ada. Pengeringan yang dilakukan

dalam tahap kalsinasi ini bertujuan untuk melepaskan air yang terikat di dalam

konsentrat dengan cara penguapan. Pelaksanaannya dilakukan dengan pemanasan

sedikit di atas titik uap air, atau dengan mengatur tekanan uap air di dalam

konsentrat harus lebih besar dari pada tekanan uap air di sekitarnya.

22

Tekanan uap air di dalam konsentrat harus lebih besar dari tekanan atmosfir agar

kecepatan penguapan dapat berlangsung lebih cepat (prinsip kalsinasi) (Febriana,

2011). Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi antara lain (James, 1988):

a. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar suhu 1000 C

hingga 3000 C.

b. Pelepasan gas-gas, seperti: CO2 berlangsung sekitar suhu 600o C dan pada

tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti.

c. Pada suhu lebih tinggi, sekitar 800o C struktur kristalnya sudah terbentuk,

dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk belum kuat dan mudah

lepas.

Kalsinasi berprinsip pada tekanan uap air di dalam konsentrat harus lebih besar

dari tekanan atmosfer agar kecepatan penguapan dapat berlangsung lebih cepat

(Lalu, 2010).

2.4 Mechanical Alloying

Mechanical alloying adalah sebuah metode reaksi padatan (solid state reaction)

dan pencampuran beberapa logam dengan memanfaatkan deformasi untuk

membentuk suatu padatan. Partikel bubuk mengalami energi tumbukan yang

sangat tinggi dari bola-bola dalam sebuah wadah proses sehingga terjadi

penghalusan ukuran kristal (Bambang, 2009). Metode ini dipakai karena biayanya

relatif murah dan lebih mudah dikontrol.

23

Tahapan sintesis dengan metode ini adalah pencampuran dengan milling,

kalsinasi pada suhu tergantung pada bahan yang digunakan. Untuk bahan

magnetic suhu kalsinasi yang sering digunakan sekitar 900 - 1200 oC, kompaksi

dan sintering (Daulay, 2012). Proses dari mechanical alloying yaitu

mencampurkan serbuk dan medium gerinda (biasanya bola besi/baja). Campuran

ini kemudian dimilling beberapa lama sehingga keadaan tetap dari serbuk tercapai

dimana komposisi serbuk semuanya sama seperti ukuran elemen-elemen pada

awal pencampuran serbuk. (Anwar, 2011).

2.5 Milling

Milling adalah proses pencampuran serbuk yang meliputi pengulangan pengelasan

dingin dan penghancuran partikel serbuk pada energi tinggi ball mill yang

dihasilkan dari tumbukkan bola-bola. Proses sebenarnya adalah mechanical

alloying, mencampurkan serbuk dan gerinda (bola besi/baja). Hal-hal yang

mempengaruhi proses milling adalah bahan baku, tipe milling dan variabel proses

milling (Irfan, 2010).

2.5.1 Bahan baku

Bahan baku mechanical alloying (MA) secara luas terdapat serbuk komersil yang

memiliki ukuran kira-kira 200 µm. Ukuran-ukuran partikel akan memengaruhi

reaksi kimia selama proses milling. Namun ukuran tidaklah terlalu kritis, asalkan

ukuran partikel lebih kecil dari ukuran bola grinda. Hal ini disebabkan ukuran

partikel serbuk berkurang dan akan mencapai ukuran mikron walau hanya setelah

beberapa menit dimilling. Bahan baku yang termasuk dalam kategori di atas

24

diantaranya, material murni, campuran logam, serbuk prealloyed, refactory

compound (Irfan, 2010).

2.5.2 Tipe Milling

Berdasarkan kapasitas dan kemampuan alat milling dibedakan menjadi 3 tipe

milling diantaranya:

1. Shaker Mills

Shaker mill dapat memiling kurang lebih 10-20 g serbuk dalam satu kali milling.

Shaker mill menggerakkan serbuk dan bola-bola pada tiga gerakan yang saling

tegak lurus, kira-kira pada 1200 rpm. Kapasitas wadah bisa mencapai 55 x 10-6

m3. Persamaan pengurangan dan getaran bola-bola mill adalah energi yang tinggi.

Energi tinggi milling bisa diperoleh dengan frekuensi tinggi dan amplitudo yang

besar (Irfan, 2010).

2. Planetary Ball Mill (PBM)

Planetary Ball Mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mechanical

alloying. PBM bisa menggiling lebih dari 100 gram dalam satu kali milling.

Prinsip kerja PBM didasarkan pada rotasi relatif antara jar gerinda (vial) dan

putaran disk. PBM terdiri dari 1 putaran disk (disebut putaran meja) dan 2 atau 4

jar gerinda. Arah perputaran putaran disk berlawanan arah dengan jar gerinda.

Gaya sentrifugal dari perputaran jar gerinda yang mengelilingi sumbunya

bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai oleh serbuk dan bola mill di dalam

mangkok. Campuran serbuk mengalami penghancuran dan pengelasan dingin di

25

bawah impek energi tinggi. Karena pergerakan yang berlawanan, gaya sentrifugal

bertukaran secara sinkron. Hasil gesekan dari bola-bola milling dan campuran

serbuk giling bergantian berputar terhadap dinding mangkok, dan hasil impek

ketika bola-bola dan serbuk terangkat dan terlempar menyilang wadah yang

menumbuk secara berlawanan. Impak menguat ketika bola-bola menubruk bola-

bola lainnya. Energi impak millling pada arah normal 40 kali lebih dari akselerasi

gravitasi (Irfan, 2010).

3. Atrittor Mill

Atrittor mill adalah salah satu metode mensintesis tipe berbeda dari material

dalam jumlah yang besar. Kapasitas maksimum atrittor untuk mechanical

alloying kira-kira 3,8 x 10-3

m3 dengan batang utama berotasi pada kecepatan 250

rpm (Irfan, 2010).

2.5.3 Parameter Milling

Perbedaan tipe milling di atas terletak pada kapasitasnya, kecepatan operasinya,

dan kemampuan mengontrol operasi dengan temperatur dan meminimalisir

pengotor serbuk. Parameter milling sangat bergantung pada: wadah, kecepatan,

waktu, media penggiling, rasio berat bola-serbuk, atmosfir, temperatur (Irfan,

2010).

26

2.6 Karakterisasi Material

Untuk mengidentifikasi material, maka harus dilakukan karakterisasi terhadap

material tersebut. Sehingga secara fisis material tersebut dapat dibedakan dengan

material yang lainnya.

2.6.1 Particle Size Analyzer (PSA)

PSA dibagi menjadi dua metode (Oktavia, 2014):

1. Metode basah: metode ini menggunakan media pendispersi untuk

mendispersikan material uji

2. Metode kering: metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk

melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik

digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antar partikel lemah dan

kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.

Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui ukuran

partikel (Oktavia, 2014):

a. Lebih akurat. Pengukuran partikel menggunakan PSA lebih akurat jika

dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain, seperti XRD dan

SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga

ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle.

b. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat menggambarkan

keseluruhan kondisi sampel. Alat PSA ditunjukkan pada Gambar 8.

27

Gambar 8. Particle Size Analyzer (PSA) Cilas 1190

Pengukuran partikel dengan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode

ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering. Terutama untuk

sampel-sampel dalam orde nanometer dan sub mikron yang biasanya memiliki

kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel terdispersi ke

dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan

demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle dan

menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Oktavia, 2014).

2.5.2 True Density

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering

didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam

hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (Sagita, 2015).

ρ= m/v (1)

Keterangan :

ρ = massa jenis benda (gr/ml)

m = massa benda (gram)

v = volume benda (ml)

28

True density merupakan ukuran kepadatan dari suatu material berbentuk serbuk

(powder). True density merupakan densitas nyata dari partikel atau kepadatan

sebenarnya dari partikel padat atau serbuk (powder). Pengujian true density

menggunakan piknometer (Silitonga, 2016). Persamaan true density dinyatakan

dalam satuan g/cm3 (Oktavia, 2014).

ρs =

( ) ( ) (2)

Dimana :

ρs = densitas serbuk (g/cm3)

ρaquades = densitas aquades (0,997 g/cm3)

m1 = massa piknometer kosong (g)

m2 = massa aquades + piknometer (g)

m3 = massa piknometer + serbuk (g)

m4 = massa piknometer + serbuk + aquades (g)

2.6.3 X-Ray Diffraction (XRD)

XRD merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya fasa

kristalin. Metode ini menggunakan sinar X yang terdifraksi seperti sinar yang

direfleksikan dari setiap bidang, berturut-turut dibentuk oleh atom-atom kristal

dan material tersebut. Prinsip kerja XRD yaitu sampel berupa serbuk padatan

kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran kristalnya sekitar

10-7

-10-4

m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar X diperoleh dari elektron

yang keluar dari filamen panas dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi,

29

dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam dan menembak sampel,

kemudian mendifraksikan sinar ke segala arah.

Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas

sinar X yang didifraksikan oleh bidang atom yang memiliki bidang-bidang kisi

tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi. Setiap kumpulan

bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi tertentu (Waren, 1969).

Sinar X yang terdifraksi oleh bidang atom pada sudut θ ditunjukkan pada Gambar

9.

Gambar 9. Difraksi bidang atom (Christiyanti, 2016).

Berdasarkan Gambar 9, suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ jatuh

pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan

dengan sudut θ hanya dapat yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai

dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Menurut syarat

terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang

gelombang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Bragg:

(3)

30

Dimana:

n : orde difraksi (1, 2, 3.....)

: Panjang gelombang sinar X (mm)

d : Jarak kisi (mm)

: Sudut difraksi (deg)

2.6.4 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)

Vibrating Sampel Magnetometer (VSM) merupakan perangkat yang bekerja untuk

menganalisis sifat kemagnetan suatu bahan yang berukuran makro hingga nano.

Alat ini ditemukan oleh Simon Foner pada tahun 1955 di Laboratorium Lincoln

MIT. VSM memberikan informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik

sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva

histerisis. Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam

medan magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai

magnetisasi.

Secara prinsip ada dua metode mengukur besar magnetisasi tersebut, yaitu metode

induksi (induction method) dan metode gaya (force method). Prinsip kerja VSM

dapat dilihat pada Gambar 10.

31

Gambar 10. Prinsip kerja Vibrating Sample Magnetometer (VSM)

(Dytchia, 2011).

Pada metode induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang

ditimbulkan/diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan

magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada metode gaya pengukuran

dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam

gradien medan magnet. VSM adalah salah satu alat ulur magnetisasi yang bekerja

berdasarkan metode induksi (Mujamilah et al.2000).

Pada metode induksi, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada

ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan

magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi secara permanen ataupun sebagai

respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan

perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksi atau

menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick-up atau

sense coil) yang ditempatkan dalam sistem medan magnet.

32

Sinyal tegangan AC ini akan dibaca oleh rangkaian pre-amp dan lock-in amplifier.

Frekuensi dari lock-in amplifier diset sama dengan frekuensi getaran sinyal

referensi dari pengontrol getaran cuplikan. lock-in amplifier ini akan membaca

sinyal tegangan dari kumparan yang sefasa dengan sinyal referensi. Kumparan

pengambil biasanya dirangkai berpasangan dengan kondisi lilitan yang

berlawanan. Ini untuk menghindari terbacanya sinyal yang berasal dari selain

cuplikan, misalnya akibat perubahan medan magnet luar. Dalam proses

pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan, sudut dan interval

waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali komputer. Komputer akan

merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan magnet luar, suhu, sudut

ataupun waktu (Dytchia, 2011).

Beberapa komponen dari Vibrating Sample Magnetometer (VSM), yaitu:

1. Kepala generator, sebagai tempat melekatnya sampel yang dialirkan oleh

transduser piezo electric.

2. Elektromagnet atau kumparan hemholtz, berfungsi untuk menghasilkan medan

magnet untuk memagnetisasi sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik.

3. Pick-up coil, berfungsi untuk mengirim sinyal listrik ke amplifier. Sinyal yang

telah diinduksi akan ditransfer oleh pick-up coil ke input diferensial dari lock-

in amplifier. Sinyal dari pick-up coil terdeteksi oleh lock-in amplifier diukur

sebagai fungsi dari medan magnet dan untuk mendapatkan loop histeresis dari

sampel.

4. Sensor hall, digunakan untuk mengubah energi dalam medan magnet menjadi

tegangan (voltage) yang akan menghasilkan arus listrik. Pengukuran arus ini

akan menghubungkan sensor hall dengan teslameter.

33

5. Sensor kapasitas, berfungsi memberikan sinyal sebanding dengan amplitudo

osilasi sampel dan persediaan tegangan untuk sistem elektronik yang

menghasilkan sinyal referensi dari lock-in amplifier. Output konverter digital

akan dikirim ke analog (DAC1out) dan output digital (D1out) dari lock-in akan

mengontrol penguat arus yang mengalir melalui elektromagnet dan

menunjukkan arahnya masing-masing. (Hutahaean, 2014).

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai dengan Februari 2017 di

Laboratorium Pusat Penelitian Fisika LIPI (P2F-LIPI) Kawasan PUSPITEK,

Serpong, Tangerang Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set mortar dan pastel,

spatula, Oven merk WTC Binder 7200 Tuttlingen, cawan kaca, cawan anti panas,

hair dryer merk Wigo Toifun 900, dan satu set Planetary Ball mill (PBM) 4A.

Kertas saring, ayakan (50 dan 100) mesh, gelas ukur, kapsul, neraca digital (e=0,01

mg) dan Large Bench-Top High Temperature Muffle Furnace KSL1700X, Particle

Size Analyzer (PSA) Cilas 1190, Piknometer (10 mL), X-Ray Diffractometer (XRD)

Rigaku smartlab, dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) 250 Electromagnetic.

Sementara bahan yang digunakan adalah serbuk hematit (α-Fe2O3), ferro boron (FeB)

dari PT. Baralogam Multijaya, aquades, dan toluene.

35

3.3 Prosedur Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap,

diantaranya: preparasi sampel, kalsinasi, dan uji karakterisasi sampel menggunakan

PSA, uji true density, XRD dan VSM.

3.3.1 Preparasi Sampel

a. Preparasi Hematit dan FeB

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hematit dan FeB berasal dari

PT. Baralogam Multijaya. Sebagai bahan dasar digunakan serbuk hematit dan

sebagai bahan aditif adalah FeB. Tahap awal penelitian ini, dilakukan

penimbangan bahan dasar hematit dengan variasi 100, 96 dan 92 % berat dari 10

gram, penimbangan serbuk hematit ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Penimbangan serbuk hematit

Sedangkan FeB yang diperoleh dalam bentuk bongkahan dihancurkan terlebih

dahulu dan dihaluskan melalui penggerusan menggunakan mortar. Untuk

memperoleh serbuk aditif awal yang seragam, serbuk FeB kemudian diayak

36

menggunakan ayakan dengan lolos ayak 50 mesh. Setelah itu dilakukan

penimbangan dengan variasi 0, 4 dan 8 % berat dari 10 gram, penimbangan serbuk

FeB ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Penimbangan serbuk FeB

b. Mixing dan Milling

Pencampuran (mixing) kedua bahan yang telah dihaluskan dilakukan melalui

milling kering (dry milling) menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) selama 12

jam untuk memperoleh sampel yang lebih halus. Setelah dimilling, sampel diayak

menggunakan ayakah lolos ayak 100 mesh. Milling kering sampel Ditunjukkan

pada Gambar 13.

37

Gambar 13. Milling kering PBM

3.3.2 Kalsinasi .

Kalsinasi dilakukan untuk menghilangkan kadar air dan zat pengotor yang

terkandung dalam sampel setelah proses milling. Preparasi sampel sebelum kalsinasi

ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Sampel sebelum kalsinasi

Pada proses ini, kalsinasi dimulai dari suhu kamar (25 oC) hingga suhu 600

oC

dengan kenaikan suhu 3 oC/menit, kemudian ditahan selama 30 menit. Setelah itu

suhu kembali dinaikkan hingga 900, 1000 dan 1100 oC dan ditahan selama 60 menit.

38

Setelah melewati holding time, kemudian suhu diturunkan di dalam furnace hingga

kembali pada suhu kamar. Tahapan kalsinasi dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Tahapan Kalsinasi

Sampel yang telah dikalsinasi dan siap dikarakterisasi ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Sampel setelah kalsinasi

3.3.3 Karakterisasi

Karakterisasi merupakan tahapan untuk mengetahui karakteristik sampel sebagai

parameter keberhasilan dari hasil preparasi sampel. Dalam penelitian ini, karakteristik

0

200

400

600

800

1000

0 100 200 300 400 500 600

Su

hu

( º

C)

Waktu (menit)

3 ºC/menit

600 ºC

30 menit

900, 1000, 1100 ºC

60 menit

3 ºC/menit

39

yang diuji adalah sifat fisis meliputi distribusi ukuran partikel dan true density,

struktur kristal dan sifat magnet.

a. Karakterisasi Particle Size Analyzer (PSA)

Karakterisasi PSA digunakan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel. Metode

pengujian menggunakan metode basah karena kemungkinan partikel

beraglomerasi sangat kecil. Tahapan yang dilakukan adalah persiapan alat PSA

dengan melakukan cleaning dan background measurement pada layar monitor

komputer, kemudian sampel dimasukkan ke wadah dan perhitungan dilakukan

hingga memperoleh data distribusi ukuran partikel dalam bentuk .pdf .

b. Uji True Density

Uji true density dilakukan untuk mengetahui densitas serbuk (true density).

Pengujian dilakukan menggunakan piknometer 10 ml, neraca digital dan aquades.

Tahapan pengujian true density adalah:

1. Piknometer kosong ditimbang sebagai m1

2. Piknometer diisi sampel 1/3 dari volume piknometer dan ditimbang berat

piknometer dan serbuk sebagai m3

3. Aquades ditambahkan ke dalam piknometer yang terisi serbuk hingga penuh

dan piknometer yang terisi aquades dan serbuk ditimbang sebagai m4

4. Piknometer dikosongkan, piknometer diisi dengan aquades dan ditimbang

sebagai m2

40

5. Piknometer dikosongkan dan dikeringkan menggunakan hair dryer

6. Ulangi point 1-5 untuk sampel berikutnya

7. Hitung true density menggunakan persamaan (2)

c. Karakterisasi X-Ray Diffactometer (XRD)

Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dan fasa yang

berubah/terbentuk. Tahapan yang dilakukan dalam proses karakterisasi XRD

adalah persiapan dan meletakkan sampel yang telah dikalsinasi di atas preparat

serta meratakan dan memasukkan ke dalam mesin XRD. Sinar X ditembakkan

pada sampel dan hasil puncak-puncak kristal terbentuk akan terlihat pada layar

monitor.

d. Karakterisasi Vibrating Sample Magnetometer (VSM)

Karakterisasi VSM dilakukan untuk mengetaui sifat magnet sampel. Sampel yang

dikarakterisasi adalah sampel sebelum dan setelah kalsinasi. Dalam karaktersiasi

VSM, sampel yang dibutuhkan masing-masing 50 mg, kemudian dimasukkan ke

dalam kapsul dan direkatkan dengan menuangkan beberapa tetes power glue

selama beberapa menit. Setelah sampel di dalam kapsul telah merekat, kemudian

dimasukkan di bawah alat VSM dan data kurva histerisis akan keluar pada layar

monitor komputer.

41

3.4 Diagram Alir Penelitian

Penelitian ini diawali dengan preparasi serbuk hematit dan FeB, kemudian dilakukan

kalsinasi dan karakterisasi. Adapun diagram alir pada penelitian ini ditunjukkan pada

Gambar 17.

Gambar 17. Diagram alir penelitian

Hematit dan FeB

- Penghancuran, Penggerusan, dan

pengayakan (lolos ayak 50 mesh) FeB

- Karakterisasi XRD hematit dam FeB

- Penimbangan hematit dan FeB

(100;0, 96;4, dan 92;8) %berat

- Pencampuran hematit dan FeB

Sampel Hematit + FeB

- Milling menggunakan PBM (t=12

jam)

- Pengayakan (lolos ayak 100 mesh)

- Karakterisasi PSA, VSM, dan uji true

density

- Kalsinasi pada suhu (900, 1000, dan

1100) oC, holding time 1 jam

Sampel Setelah Kalsinasi

Karakterisasi XRD dan VSM

Analisis Data

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian serbuk hematit dengan penambahkan FeB yang

memvariasikan komposisi berat 0, 4 dan 8 wt.% dan suhu kalsinasi 900, 1000,

1100 oC, maka dapat disimpulkan:

1. Berdasarkan hasil pengujian ukuran partikel semakin besar penambahan aditif

FeB ukuran partikel semakin meningkat.

2. Berdasarkan hasil pengujian true density semakin besar penambahan aditif

FeB true density semakin menurun.

3. Berdasarkan hasil analisis X-Ray Diffraction (XRD) diperoleh fasa baru pada

sampel 0 wt.% yaitu maghemit (γ-Fe2O3) dan magnetit (Fe3O4) dan sampel 8

wt.% yaitu iron boride (Fe2B) pada suhu 1000 dan 1100 oC.

4. Berdasarkan hasil pengujian sifat magnet terjadi peningkatan sifat magnet

pada sampel setelah dikalsinasi.

5. Berdasarkan hasil pengujian sifat magnet pengaruh aditif FeB menurunkan

sifat magnet sampel menjadi magnet lunak (soft magnetic).

6. Hasil optimum yaitu pada sampel aditif 8 wt.% dengan koersivitas 1180 Oe,

saturasi 0,42 emu/g dan remanensi 0,1 emu/g.

60

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya dalam karakteristik serbuk hematit dengan

penambahan FeB yang disarankan:

1. Melakukan preparasi dengan waktu milling yang berbeda sebagai acuan atau

pembanding dari hasil penelitian.

2. Melanjutkan ketahap kompaksi agar menjadi magnet permanen yang dapat

diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Afza, Pooja. 2011. Pembuatan magnet permanen barium heksaferit berbahan baku

millscale dengan teknik metalurgi serbuk (Disertasi). Universitas Islam

Indonesia. Jakarta.

Anggraeni, Nuha Desi. 2008. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

dalam pemantauan proses oksidasi magnetite menjadi hematite. Seminar

Nasional Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri. ISSN 1693-3168

Anonim. 2008. Madsci. http://www.madsci.org/posts/archives/2008-

08/1219953614.Ph.1.jpg. Diakses pada 6 Februari 2017, pukul 11:47 WIB.

Anonim. 2016. Paramagnetik. http://4.bp.blogspot.com/-

lAs4Zj7_5CQ/VYZkiNe84GI/AAAAAAABPk/8Fcx5UgCZNk/s1600/PAR

AMAG.png. Diakses pada 6 Februari 2017, pukul 11:57 WIB.

Anwar, Nurul. 2011. Pembuatan magnet permanen Nd2Fe14B melalui metode

mechanical alloying (Skripsi). UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Aydogan, Nihal and Alp, Erdem. 2016. A comparative study: Synthesis of

superparamagnetic iron oxide nanoparticles in air and N2 atmosphere. Journal

of Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects. Vol.

30. Pp. 8.

An, Young Joon, Ken Nishida, Yamamoto, Takashi, Shunkichi Ueda and Takeshi

Deguchi, 2008. Characteristic evaluations of microwave absorbers using

dielectric and magnetic composite materials. Vol. 9. Pp. 430-436.

Bambang, W. 2009. Studi sintesis paduan MnBi dengan metode mechanical

alloying dan karakterisasinya (Tesis). Universitas Indonesia. Depok.

Baykal, A. Topal U, Sozeri. Mehmedi, Z. 2014. Effect of annealing temperature

and boron addition on magnetic properties of hexaferrites synthesized by

standard ceramic method. Journal of Superconductivity and Novel

Magnetism. Vol. 28. No. 4. Pp. 1395-1404.

Billah, Arif. 2006. Pembuatan dan karakterisasi magnet stronsium ferit dengan

bahan dasar pasir besi (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Chirita, M. I. Grozescu. 2009. Fe2O3-nanoparticle, physical properties and their

photochemical and photoelectrochemical applications. Jurnal Politehnica.

Vol. 54(68). No. 1.

Christiyanti, Tania. 2016. Pengaruh anealing dan komposisi aditif ferro boron

(FeB) terhadap sifat fisis dan magnet dari barium heksaferit (BaFe12O19)

(Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Collocot. Dunlop. Lovatt. Ramsden, S. 2007. Rare-earth permanent magnets: new

magnet materials and applications. Journal of electrical engineering. Vol.

20. Pp. 1-8.

Cornell, R.M. and U. Schwertmann. 2003. The Iron Oxides. WILEY-VCH.

Weinheim.

Daulay, Syukur. 2012. Pengaruh substitusi Mn pada sifat magnetik barium

heksaferit (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.

Dytchia, Kesuma Septi. 2011. Studi karakterisasi bahan magnet (Skripsi).

Universitas Negeri Padang. Padang.

Fajarin, Rindang dan Rahardjo, Andriene. K. 2011. Pengaruh komposisi doping

Fe2O3 dan temperatur sintering terhadap pembentukan nanopartikel Fe2TiO5

dengan metode mechanical alloying. Jurnal ITS. Vol. 5. No. 1.

Fajar, Muhammad. 2013. Pembuatan magnet permanen berbasis barium heksaferit

dengan variasi aditif Ti (Skripsi). UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Febriana, Eni. 2011. Kalsinasi dolomit lamongan untuk pembuatan kalsium-

magnesium oksida sebagai bahan baku kalsium dan magnesium karbonat

presipitat (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.

Ginting, Delovita. 2014. Efek penambahan boron terhadap mikrostruktur, sifat

fisis dan magnetik barium heksaferit (Tesis). Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Gubin SP, Koksharov YA, Khomutov GB, Yurkov GY. 2005 Magnetic

nanoparticles: preparation, structure and properties. Journal of Russ Chem.

Vol. 74. Pp. 489–520.

Harsanti, Dini. 2010. Sintesis dan karakterisasi boron karbida dari asam borat,

asam sitrat dan karbon aktif. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca.

Vol. 11. No. 1. Pp. 29-40.

Hiromoto, Takhesi. 1986. Production of ferro boron by electric furnace. Infacon

86 Procedings. No. 11-8.

Hutahean, Mentari Ruth. 2014. Efek holding time terhadap sifat fisis,

mikrostruktur, dan sifat magnet pada pembuatan bonded magnet Pr-Fe-B

(Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Idayanti, Novrita. 2002. Fabrikasi dan aplikasi material magnetik neodymium iron

boron (NdFeB) (Makalah). Insitut Teknologi Bandung. Bandung.

Irfan, Septiyan.2010. Pengaruh milling terhadap peningkatan kualitas pasir besi

sebagai bahan baku industri logam (Skripsi). UIN Syarif Hidayatullah.

Jakarta.

Jacob J and Khadar MA. 2010. VSM and mossbauer study of nanostructured

hematite. Journal Magn Mater. Vol. 32. No. 2. Pp. 614–621.

James S.R.1988. Introduction to the Principles of Ceramic Processig. John Willey

& Sons, Inc. Singapura.

Jiles, David. 1996. Introduction to Magnetism and Magnetic Materials. Chapman

& Hall. London.

Julita, Tambunan. R. 2016. Karakterisasi magnet komposit barium heksaferit

dengan penambahan FeB sebagai matrik dan silicone rubber sebagai filler

(Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Keshavamurthy, R.s.2013. Experimental and theoretical investigations of ferro

boron as in-vessel shield material in FBRs.Vol.28

Kharismayanti, Humaidi, Syahrul, Sardjono, Prijo. 2016. Pengaruh komposisi

bahan baku secara stoikiometri dan non stoikiometri terhadap sifat fisis dan

magnet pada pembuatan magnet permanen BaO.6Fe2O3. Jurnal USU. Vol.

6. No. 1.

Lalu, Jamiluddin. 2010. Artikel bahan galian industri: dolomit. (Makalah).

Universitas Mataram. Mataram.

Manaf, Anwar. 2000. Magnet permanen berbasis Nd-Fe-B. Prosiding Seminar

Nasional Bahan Magnet I. ISSN 1411-7630.

Manaf, Azwar. 2013. Magnet permanen. Laporan InSINas-Intensive Course on

Magnetism and Magnetic Materials. Depok.

Mujamilah dan Yulianti, Evi. 2005. Sifat magnetik bahan komposit berbasis

serbuk magnet NdFeB hasil milling dan polimer termoplastik LLDPE.

Jurnal Sains Materi Indonesia. Vol. 6, No. 2.

Nugraha, Priska. Widanarto, Wahyu. Tri Cahyanto, Wahyu. Kuncoro, Handoko.

2015. Pengaruh aditif BaCO3 pada kristalinitas dan suseptibilitas barium ferit

dengan metoda metalurgi serbuk isotropik. Jurnal Berkala Fisika. Vol. 18.

No. 1. Pp. 43-50.

Oktavia, Lya. 2014. Efek variasi waktu rotary ball mill pada serbuk NdFeB

terhadap mikrostruktur, densitas dan sifat magnetnya (Skripsi). Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Priyono. Yuli Astanto. Happy Traningsih & Ainie Khuriati R.S. 2004. Efek

Aditive Al2O3 Terhadap struktur dan sifat fisis magnet permanen

BaO.6(Fe2O3). Jurnal Berkala Fisika. Vol. 7. No. 2. April 2004. Pp. 69-73.

Puneet, S. 2008. Structural mossbauer and magnetic studied on Mn substituted

barium hexaferites prepared by high energy ball milling. Jurnal Hyperfine

Interact 175. Pp. 77-84.

Rohman, Lilik Hadi K. 2010. Fabrikasi dan karakterisasi sifat mekanik kaca

magnetik berbasis barum ferit (Skripsi). Universitas Negeri Semarang.

Semarang.

Sagita, Lilis. 2015. Optimasi milling time powder terhadap sifat fisis &

mikrostruktur BaFe12O19 dengan SiO2 sebagai aditif (Skripsi). Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Saifius. 2016. Golongan III A dan IV A. www.Saifius.wordpress.com/Golongan-

III-A-dan-IV-A.html. Diakses pada 21 Februari 2016, pukul 18:56 WIB.

Sardjono, P.W.A. Adi, P. Sebayang. Muljadi. 2012. Analisis fasa dan sifat

magnetik pada komposit BaFe12O19/NdFeB hasil mechanical milling. Jurnal

Sains Materi Indonesia, Vol.13. No.2.

Sariyer, R. 2015. Neutron shielding properties of concrete and ferro boron, Vol.

128. No. 2-B.

Sebayang, Perdamean, Muljadi, W.A. Adi. 2013. Analisis struktur kristal

SrO.6Fe2O3 menggunakan program general structure analysis system dan

pengujian sifat magnet. Jurnal Sains Materi Indonesia. Vol. 12. No.3, Juni

2011. Pp. 215-219. ISSN : 1411-1098.

Skomski, Ralph dan Coey, JMD.1999. Permanent Magnetism. The Institude of

Physic. London.

Smallman, R.E.1991. Metalurgi Fisika Modern edisi 4. PT Gramedia. Jakarta.

Topfer, J. Schwarzer, S. Senz, S. Hesse. D. 2004. Influence of SiO2 and CaO

additions on the microstructure and magnetic properties of sintered Sr-

hexaferrite. Journal of the European Ceramic Society. Vol. 5. Pp. 1681-1688.

Waren, E. 1969. X-Ray Diffraction addittion. Wesley Publisher. Messachsets.

Xu, Xiu. 2015. Magnetic properties of nano-composite particles (Disertasi).

Universitas Alabama. Alabama.