Kinetika_Tjan, Ivana Chandra_12.70.0057_D5

41
1. HASIL PENGAMATAN 1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Vinegar Hasil pengamatan mengenai kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar ditinjau dari rata-rata jumlah mikroba/cc, Optical Density (OD), pH, dan total asam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar Kelompo k Perlakuan Waktu Σ mo tiap petak Rata-rata/ Σ mo tiap petak Rata-rata/ Σ mo tiap cc OD pH Total asam (mg/ml) 1 2 3 4 D1 Sari Apel + S. cerevisiae N 0 8 8 13 5 8,5 3,4 x 10 7 0,167 6 3,25 13,248 N 24 22 3 16 9 11 2 19 6 175 7,0 x 10 8 0,741 6 3,22 13,248 N 48 43 52 58 38 47,75 1,91 x 10 8 0,850 7 3,22 14,208 N 72 30 10 8 12 6 52 80 3,20 x 10 8 1,337 5 3,33 16,704 N 96 80 10 0 11 0 91 95,25 3,81 x 10 8 0,819 9 3,34 13,824 D2 Sari Apel + S. N 0 10 4 6 4 8,5 3,4 x 10 7 0,175 4 3,24 12,864 1

description

Proses fermentasi pembuatan cider apel yang berasal dari buah apel hijau yang membutuhkan yeast Saccharomyces cereviseae

Transcript of Kinetika_Tjan, Ivana Chandra_12.70.0057_D5

28

1. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi VinegarHasil pengamatan mengenai kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar ditinjau dari rata-rata jumlah mikroba/cc, Optical Density (OD), pH, dan total asam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarKelompokPerlakuanWaktu mo tiap petakRata-rata/ mo tiap petakRata-rata/ mo tiap ccODpHTotal asam (mg/ml)

1234

D1Sari Apel + S. cerevisiaeN0881358,53,4 x 1070,16763,2513,248

N242231691121961757,0 x 1080,74163,2213,248

N484352583847,751,91 x 1080,85073,2214,208

N723010812652803,20 x 1081,33753,3316,704

N96801001109195,253,81 x 1080,81993,3413,824

D2Sari Apel + S. cerevisiaeN0104648,53,4 x 1070,17543,2412,864

N247752825967,52,7 x 1080,63553,1313,440

N48651007611087,753,51 x 1080,79813,4614,016

N7293114103105103,754,15 x 1080,99433,2416,320

N965590975273,52,94 x 1080,70903,3414,784

D3Sari Apel + S. cerevisiaeN037696,252,5 x 1070,16973,2312,672

N241931223326,251,05 x 1080,80143,1913,248

N483640127101763,04 x 1080,86653,2813,440

N7214586109141120,254,81 x 1080,77283,2616,512

N9689222520391,56 x 1081,37683,3714,400

D4Sari Apel + S. cerevisiaeN076375,752,3 x 1070,17053,2313,056

N2421271113187,2 x 1080,78113,2013,440

N484255666667,252,2 x 1080,77723,2614,400

N7211696103100103,754,1 x 1080,72523,2715,936

N964457565653,252,1x 1080,63533,3413,440

D5Sari Apel + S. cerevisiaeN055745,232,1 x 1070,17543,2212,864

N248488766377,753,11 x 1080,61083,2113,440

N4872846975753 x 1081,08263,3014,400

N726589687574,252,97 x 1081,20073,3116,320

N9672584755582,32 x 1081,92833,3414,208

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dilakukan perlakuan sari apel yang ditambahkan dengan inokulum S. cerevisiae yang dilakukan pengujian pada N0, N24, N48, N72, dan N96 dengan melakukan pengukuran jumlah dan rata-rata mikroorganisme tiap petak, rata-rata mikroorganisme pada sari apel, nilai Optical Density (OD), nilai pH, dan total asam. Hasil rata-rata mikroorganisme tiap petak menunjukkan kurangnya hubungan hari dengan banyaknya mikroorganisme. Selain itu, dapat dilihat bahwa pada hari ke 1 (N0) jumlah mikroba tiap ml memiliki nilai yang paling kecil dibandingkan pada hari yang lain. Rata-rata jumlah mikroba pada sari apel hasil cenderung tinggi pada N48 dan N72. Nilai OD kurang memiliki hubungan antara jumlah mikroba. pH yang didapatkan berkisar antara 3,20-3,37. Untuk total asam yang terkandung dalam sari apel berkisar antara 12,672 mg/ml hingga 16,704 mg/ml.9

1

1.2. Grafik Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Vinegar1.2.1. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs WaktuHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 1.

Grafik 1. Hubungan Jumlah Sel terhadap Waktu

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa hubungan antara keduanya tidak membentuk pola yang sama dimana mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak beraturan. Hasil yang didapat saat praktikum fluktuatif. Tetapi untuk titik tertinggi didapatkan jumlah mikroba pada kelompok D1 pada waktu pertumbuhan hari ke 2 (N24) dan titik terndah pada kelompok D3 di hari ke-2 (N24). Pada hari terakhir, kelompok D1 dan D5 mengalami peningkatan jumlah mikroba per cc sari apel yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.

1.2.2. Grafik Hubungan OD vs WaktuHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Konsentrasi Sel (OD) terhadap Waktu

Pada grafik 2., didapatkan hasil hubungan antara konsentrasi sel dengan waktu pertumbuhan, hasil yang didapatkan terbilang fluktuatif karena tidak semua kelompok menghasilkan nilai dengan kenaikan yang sama pada hari N0 hingga N72 dan menurun pada N96 Hasil OD tertinggi selama proses pengamatan yaitu sebesar 1,7768 (kelompok D3) pada N96 dan terendah sebesar 0,6108 (kelompok D5) pada hari N24.

1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs Konsentrasi Sel (OD)Hasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 3.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel terhadap Konsentrasi Sel (OD)

Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah koloni sel dengan OD tidak memiliki hubungan spesifik. Semakin tinggi nilai OD, jumlah sel tidak selalu semakin tinggi atau rendah. Hal itu menandakan bahwa hubungan jumlah sel terhadap konsentrasi sel sangat fluktuatif.

1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs pHHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di gambar 4.

Grafik 4. Grafik Hubungan Jumlah Sel terhadap pH

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa hasil hubungan jumlah sel dengan pH fluktuatif dimana nilai pH tidak mempengaruhi jumlah sel. Semakin tinggi nilai pH, jumlah sel tidak menententu semakin tinggi ataupun semakin rendah. Hasil yang diperoleh paling menyimpang yaitu kelompok D2. Kisaran pH terkecil dapat diihat pada grafik untuk kelompok D1 (3,22-3,34) dan yang tertinggi yaitu kelompok D2 pertumbuhan yeast terjadi rentang pH 3,13-3,46.

1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel vs Total AsamHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat di grafik 5.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel terhadap Total Asam

Berdasarkan grafik di atas, tidak dapat dilihat hubungan yang jelas antara jumlah sel dengan total asam, dimana total asam yang semakin tinggi maka jumlah sel tidak tinggi pula melainkan sama ataupun lebih rendah. Hasil yang didapatkan tergolong fluktuatif karena terjadi penaikan dan penurunan yang tidak stabil. Rentang total asam yang didapatkan selama pengamatan yaitu 12,672 16,704.3

2. PEMBAHASAN

Berdasarkan teori Bailey & Ollis (1987), fermentasi merupakan proses perubahan struktur kimia dari bahan organik dengan memanfaatkan komponen biologis, seperti enzim dan mikroorganisme yang menghasilkan enzim tersebut pula. Enzim berfungsi sebagai biokatalis. Proses ini sering diterapkan pada bahan pangan untuk menghasilkan suatu produk pangan dengan mutu dan citarasa yang lebih menarik. Kwartiningsih & Nuning (2005) menambahkan bahwa fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi yang dapat menghasilkan energi, yang berlangsung dengan peran mikroorganisme seperti yeast atau bakteri, senyawa organik yang akan difermentasi, media fermentasi, kondisi fermentasi, serta peralatan yang digunakan untuk fermentasi.

Scott & William (2008) mengatakan bahan pangan yang baik untuk media fermentasi adalah bahan pangan yang kaya akan kandungan karbon dan nitrogen. Karena berdasarkan teori Winarno et al., (1980), fermentasi merupakan suatu proses pemecahan glukosa menjadi alkohol dan CO2 yang bergantung pada aktivitas mikroorganisme. Secara umum, semua mikroorganisme akan menggunakan karbon sebagai substrat utamanya, stelah komponen karbon habis barulah penggunaan senyawa nitrogen. Proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis substrat, jenis mikroorganisme, dan proses metabolisme mikroorganisme tersebut. Substrat yang baik untuk produksi minuman beralkohol yaitu mengandung gula dan sumber energi yang mendukung pertumbuhan yeast (Damtew et al., 2012).

Pada praktikum ini, akan dilakukan proses pembuatan vinegar dari buah apel. Vinegar berarti anggur asam, dimana tergolong produk fermentasi dari bahan yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol, kemudian difermentasi lagi pada proses selanjutnya. Penggunaan vinegar untuk memperbaiki flavor pada bahan makanan atau minuman setelah adanya proses aging atau penuaan (Kwartiningsih & Nuning, 2005). Menurut Winarno et al., (1980) apel merupakan buah yang memiliki kandungan gula yang cukup tinggi sehingga cocok sebagai substrat dalam fermentasi. Selain itu Nogueria et al., (2008) menjelaskan bahwa apel memiliki kandungan gula, asam, senyawa fenolik, dan rasa yang bervariasi. Pembuatan minuman hasil fermentasi ini biasa dikenal dengan istilah cider. Cider apel merupakan salah satu jenis vinegar yang terbuat dari fermentasi sari buah apel hingga diperoleh kadar asam asetat sebesar 4 gram/100 mL, kadar gula reduksi maksimum 50%, dan jumlah padatan total sebesar 1,6%. Kandungan alkohol pada apel yaitu jenis ester seperti etil asetat, karbonil, dan asetaldehid (Susanto & Bagus, 2011). Penggunaan sari apel atau cider apel ini sesuai dengan teori Peppler & Perlman (1979) bahwa untuk mendapatkan mikroorganisme yang sesuai maka penggunaan medium yang dianjurkan yaitu media solid atau semi solid dan media cair.

Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu cider apel dimana tahapan awal yang dilakukan adalah proses pembuatan cider apel yang berasal dari apel hijau. Pertama, apel dicuci dan dihancurkan menggunakan juicer. Penghancuran bertujuan agar gula dalam sari buah dapat keluar (Ikhsan, 1997). Kemudian, sari buah apel sebanyak 250 ml diambil untuk setiap kelompok, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditutup dengan plastik dan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu, media sari apel didinginkan dahulu sebelum diberi yeast. Proses sterilisasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk membunuh semua makhluk hidup berukuran mikroskopis terutama mikroorganisme baik secara fisika, kimia, mekanik (Waluyo, 2010).

(a) (b) (c)Gambar 1. Tahapan awal pembuatan sari buah apel(a) sari buah apel setelah di juice, (b) dimasukkan botol kaca dan ditutup dengan plastik, (c) disterilisasi

Setelah itu, sebanyak 30 ml biakan yeast Saccharomyces cereviceae diambil dengan pipet ukur secara aseptis dan dimasukkan ke dalam sari buah apel, sebagai media pertumbuhan. Teknik aseptis yang dilakukan sesuai dengan teori Dwijoseputro (1994) bahwa dalam proses inokulasi harus dilakukan secara aseptis dengan tujuan untuk mencegah kontaminasi dan infeksi dari bakteri yang merugikan. Hadioetomo (1993) menambahkan bahwa perlakuan aseptis untuk menghindari kultur yang terkontaminasi dari kontaminan yang tidak diinginkan. Setelah itu, sebanyak 30 ml cider apel menggunakan pipet volume dan dipindahkan pada beaker glass secara aseptis untuk dianalisa. Sisa cider apel diinkubasi dengan menggunakan shaker pada suhu ruang berkisar 25-30oC. Selama pengadukan, erlenmeyer tetap ditutup dengan plastik untuk menjaga kesterilannya, hal itu sesuai dengan teori Rahman (1992). Selain itu kecepatan dari shaker harus stabil agar tidak menimbulkan proses aerasi. Pengadukan ini berfungsi untuk membantu pertumbuhan yeast (menyediakan sumber karbon maupun oksigen) dan mempertahankan kondisi media yang stabil (Said, 1987). Proses inkubasi bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimal untuk pertumbuhan kultur dan penggunaan suhu juga sesuai Fardiaz (1992) bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan yeast sekitar 25-30C dan suhu maksimalnya 37-47C. Dalam praktikum ini, untuk mengetahui pertumbuhan dari yeast dilakukan sistem batch dimana hal tersebut kurang sesuai dengan teori Rehm & Reed (1983) bahwa Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan metode fed batch. Dalam praktikum ini dilakukan beberapa uji yaitu uji hubungan absorbansi dengan kepadatan sel yang menggunakan spektrofotometer, uji pH dengan pHmeter, uji pengukuran jumlah biomassa dengan menggunakan haemocytometer, dan uji total asam selama fermentasi menggunakan metode titrasi. Pengujian ini dilakukan selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, dan N96).

Gambar 2. Penginokulasian kultur yeast secara aseptis

Gambar 3. Inkubasi di suhu ruang menggunakan shaker

Menurut Cooney et al., (1981) Saccharomyces cereviceae merupakan organisme eukariotik yang bersifat sel tunggal. Organisme ini tergolong jenis fungi yang dapat tumbuh optimal pada pH 4-5 dalam suasana aerobik, biasa disebut dengan bakers yeast (Rehm & Reed, 1983). Penggunaan biakan ini didukung oleh Gaman & Sherrington (1994) bahwa Saccharomyces cereviceae dapat menguraikan karbohidrat yang tinggi dalam bahan pangan menjadi alkohol dan CO2 saat proses fermentasi. Penggunaan yeast digunakan sebagai pengkatalisis yang cepat, efisien dan lengkap sari apel yang kita miliki, juga merombak glukosa menjadi alkohol tanpa menimbulkan off-flavour. Bushan & Joshi (2006) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses fermentasi antara lain tipe dan konsentrasi karbon, oksigen yang terlarut pada proses pengadukkan, serta suhu media. Selama proses fermentasi, yeast akan menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa disakarida yang terdapat pada sari buah apel, yang akan menghasilkan bau alkohol, bau asam, bau busuk, terbentuk endapan, dan terbentuk gas (Fardiaz, 1992). Kualitas dari Saccharomyces cerevisiae menurut Van Hoek (1998) ditentukan oleh stabilitas penyimpanan, osmotoleran, rehidrasi, resistensi ragi kering, dan warna.

2.1. Pengukuran Jumlah Biomassa menggunakan HaemocytometerChen & Pei (2011) mengatakan bahwa haemocytometer adalah alat yang digunakan untuk menghitung jumlah sel dalam suatu cairan dengan konsentrasi rendah dan memliki tingkat ketelitian yang tinggi. Prinsipnya dengan menghitung jumlah mikroba yang terdapat di dalam 1 kotak di tengah plat haemocytometer yang mana dibatasi oleh tiga garis pada keempat sisinya. Alat ini berbentuk seperti plat kaca dimana terdiri dari 2 bagian dimana setiap ruangnya memiliki garis mikroskopis yang sudah digores permukaannya. Pengamatan pada haemocytometer dapat dilihat 9 kotak besar dibatasi 3 garis di setiap sisinya di mana terdapat 16 kotak yang lebih kecil, maka penghitungan dilakukan pada sel yang terdapat pada 4 kotak besar yang saling berdekatan (Chen & Pei, 2011)

3412

Tampilan kotak dalam haemocytometer

Proses pengukuran menggunakan haemocytometer dilakukan dengan cara meneteskan sampel pada plat yang terdapat pada haemocytometer dan kemudian plat tersebut ditutup dengan kaca preparat. Haemocytometer dan kaca preparat yang digunakan harus disemprot dengan alkohol terlebih dahulu supaya bersih dan steril. Santiago (2006) mengatakan bahwa untuk menghitung biomassa dilakukan persiapan lapisan kacanya dan dibersihkan dengan alkohol. Selain itu, menurut Suriawiria (2005) steril merupakan kondisi dimana tidak terdapatnya mikroba lain yang tidak diharapkan pada bahan atau peralatan yang dipergunakan dalam bidang mikrobiologi. Haemocytometer yang telah ditutup kaca preparat selanjutnya diletakkan pada mikroskop untuk dilakukan pengamatan sebanyak 4 kotak yang berbeda.

(a) (b) (c)

Gambar 4. Proses pengukuran menggunakan haemocytometer dan pengamatan menggunakan mikroskop(a) haemocytometer dan kaca preparat dibersihkan dengan alkohol,(b) haemocytometer ditetesi sampel, (c) pengamatanBerdasarkan hasil pengamatan untuk pengukuran biomassa dengan haemocytometer, didapatkan hasil yang berbeda-beda dari tiap kelompok. Dapat dilihat bahwa jumlah biomassa mikroorganisme dilakukan pengamatan sebanyak 5 kali, pada hari ketiga memiliki kecenderungan menurun hingga hari ke-5. Adanya kenaikan pada hari ke-1 dan ke-2 ditandai dengan adanya pertumbuhan yeast selama dilakukannya proses inkubasi. Kenaikan tersebut sesuai dengan teori Campelo & Isabel (2004) bahwa adanya pertumbuhan yeast disebabkan adanya nutrisi pada media yang dimanfaatkan untuk tumbuh serta adanya kondisi yang mendukung pertumbuhan yeast khususnya Saccharomyces cereviceae.

Gambar 5. Hasil Pengamatan Jumlah Koloni Sel dengan Haemocytometer pada N0, N24, N48, N72, dan N96.

Herrero et al., (2006) mengatakan bahwa senyawa volatil seperti etanol selama proses fermentasi dipengaruhi oleh suhu fermentasi dan akan dihasilkan asam laktat dan asam asetat, sehingga proses pembentukan senyawa volatil harus dicegah. Jumlah mikroorganisme yang menurun kemungkinan dikarenakan adanya senyawa alkohol yang muncul selama proses fermentasi berlangsung, karena berdasarkan Van Hoek (1998) dijelaskan bahwa proses fermentasi akan menghasilkan alkohol sehingga menyebabkan penurunan jumlah mikroba pada waktu tertentu setelah mengalami penaikan. Alkohol tergolong metabolit sekunder yang bersifat toksik bagi mikroorganisme itu sendiri. Penurunan tersebut sesuai dengan pendapat Thontowi et al., (2007) bahwa proses fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dapat dihentikan setelah melewati 84 jam karena telah memasuki fase kematian.

Mahreni & Sri (2011) mengatakan bahwa dalam proses fermentasi terdiri dari tahap utama dimana terjadi perubahan nutrisi menjadi menjadi alkohol dan gas CO2. Kandungan alkohol tersebut akan sebanding dengan jumlah dari sel mikroorganisme yang terkandung dalam sampel. Dan untuk tahapan lainnya disebut tahap lanjutan, dimana ekstrak yeast yang tidak mengubah karbohidrat menjadi alkohol akan ikut diubah menjadi minuman cuka dengan aroma dan rasa yang spesifik hasil dari fermentasi. Biasanya penggunaan tahapan ini untuk skala industri.

Selain alasan tersebut, penurunan jumlah mikroba juga dapat disebabkan karena substrat untuk pertumbuhan mikroba sudah habis. Kulkami et al., (2011) menegaskan bahwa keterbatasan unsur karbon dan nitrogen dapat mengakibatkan penurunan jumlah mikroorganisme yang ada. Selain itu, penyebab lainnya seperti yang dikatakan oleh Cappuccino & Sherman (1983) adanya perbedaan adaptasi dari sel yeast yang digunakan karena butuh penyesuaian terhadap substrat dan kondisi lingkungan. Fardiaz (1992) menambahkan penurunan jumlah sel berbanding dengan lamanya waktu fermentasi dan akan mengalami penurunan ketika fase kematian. Pertumbuhan sel melewati beberapa fase yaitu lag, log, stasioner, dan kematian. Fase lag merupakan fase adaptasi, sedangkan fase log dimana sel mikroorganisme membelah dengan cepat, dan fase stasioner dimana jumlah mikroorganisme berada dalam kondisi statis. Sedangkan untuk fase kematian adalah fase dimana mikroorganisme mengalami penurunan drastis.Hubungan antara jumlah sel terhadap lamanya waktu dapat diihat dari tabel hasil pengamatan bahwa jumlah mikroorganisme yang dihasilkan mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak stabil (fluktuatif). Seharusnya berdasarkan Van Hoek (1998) pada N0 hingga N72 jumlah selnya mengalami kenaikan dan setelah itu mengalami penurunan pada N96 seperti hasil dari kelompok D2, D3, dan D4 yang sesuai dengan teori tersebut. Untuk kelompok D1, D2, dan D5 mengalami penyimpangan data. Untuk kelompok D1 hasil yang didapatkan fluktuatif naik turunnya sedangkan kelompok D5 mendapatkan hasil bahwa pertumbuhan yeast mengalami penaikan pada N0 hingga N24 kemudian mengalami penurunan hingga N96. Menurut teori Arroyo et al., (2009) dan Noe et al., (2009) dijelaskan bahwa lamanya waktu tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan yeast seperti Saccharomyces cereviceae karena yang mempengaruhi yaitu pH, temperatur, kandungan nutrisi.

Ketidaksesuaian dapat dikarenakan ketidaktelitian pada saat menghitung banyaknya yeast yang ada di haemocytometer karena panca indera yang digunakan kurang akurat dibandingkan dengan menggunakan alat. Selain itu, adanya proses hidrolisa maltosa dan sukrosa yang berlebih sehingga berdampak pada pertumbuhan yang terus meningkat selama proses fermentasi berlangsung, seperti yang didapatkan kelompok D2 (Matz, 1992). Ketidak sesuaian yang didapatkan kelompok D5 dikarenakan fase lag dan log dari yeast singkat, hal itu sesuai yang dijelaskan Laily et al., (2004).

2.2. Penentuan Optical Density (OD)Metode ini dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer yang menurut Ewing (1976), memiliki prinsip membandingkan absorbsi energi radiasi panjang gelombang dari larutan sampel terhadap larutan standar. Pengukuran absorbansi pada praktikum ini menggunakan panjang gelombang 660 nm. Panjang gelombang yang digunakan pada praktikum ini sudah sesuai dengan teori Sevda & Rodrigues (2011) bahwa pengukuran OD untuk yeast jenis Saccharomyces cereviceae menggunakan panjang gelombang 660 nm. Pengukuran dilakukan dengan cara, sampel di masukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml kemudian dilakukan penentuan nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Penggunaan panjang gelombang tersebut karena nilai OD hampir sama dengan air. Penghitungan nilai OD dilakukan selama 5 hari.

Gambar 6. Pengukuran dengan spektrofotometer

Pengukuran OD selama pengamatan 5 hari didapatkan hasil bahwa OD pada hari ke-1 hingga ke-4 mengalami kenaikan kemudian mengalami penurunan, dimana hubungan OD dipengaruhi oleh pertumbuhan yeast. Apabila semakin tingginya OD maka dapat dilihat bahwa kekeruhannya tinggi pula, hal itu disebabkan dari pertumbuhan yeast yang tinggi. Laily et al., (2004) mengatakan bahwa pertumbuhan mikroba pada fase lag, nilai OD akan stabil dan meningkat saat berada dalam fase log atau eksponensial, serta penurunan saat fase stasioner. Hoseney (1994) menambahkan bahwa selama proses fermentasi, larutan akan semakin keruh dan kental karena adanya penurunan pH dan perubahan fase cair menjadi jenuh. Nilai absorbansi (OD) dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Ketika suatu larutan sangat pekat dan keruh, maka nilai absorbansi akan semakin tinggi, dan apabila suatu larutan semakin jernih akan memiliki nilai absorbansi yang semakin rendah (Fox, 1991).

Hasil yang didapatkan saat praktikum yaitu tingkat kekeruhan yang didapatkan dari setiap kelompok berbeda-beda. Hal itu dikarenakan aktivitas pertumbuhan yeast yang berbeda-beda dalam penggunaan nutrisi dalam sampel sari apel tersebut. Seharusnya hasil yang diperoleh sesuai dengan Mahreni & Sri (2011) dimana seharusnya hasil yang diperoleh yaitu pada N0 mengalami peningkatan hingga N72 dan mengalami penurunan pada N96, seperti pada kelompok D1, D2, dan D5. Hal itu dikarenakan adanya fase pertumbuhan (lag dan log) serta fase kematian dari yeast. Fase kematian yang berdampak pada substrat karena munculnya alkohol. Pada fase log pertumbuhan mikroorganisme akan sangat cepat sehingga jumlah mikroorganisme akan meningkat dan meningkatkan nilai OD, setelah mencapai fase stationer, pertumbuhannya akan melambat sehingga nilai OD yang diperoleh juga menurun. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran OD menggunakan spektrofotometer yaitu seperti kondisi dan penempatan cuvet dan penggunaan panjang gelombang (Pomeranz & Meloan, 1994). Hasil pengamatan mengenai penetuan OD jika dibandingkan terhadap lamanya waktu dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah mikroba maka nilai OD akan semakin tinggi pula (Anagnostopoulos et al., 2010). Seperti yang telah dijelaskan Laily et al., (2004) bahwa kekeruhan merupakan dampak dari adanya pertumbuhan yeast.

Sedangkan hubungan antara jumlah sel dengan penentuan OD dipengaruhi oleh fase pertumbuhan yeast. Menurut Mahreni & Sri (2011), pada fase log pertumbuhan yeast akan sangat cepat sehingga jumlah mikroorganisme akan meningkat dan meningkatkan nilai OD sedangkan jika telah mencapai fase stationer, pertumbuhannya akan melambat sehingga nilai OD yang diperoleh juga menurun. Hal ini juga didukung oleh Laily et al (2004) yang mengungkapkan bahwa hubungan OD dengan jumlah sel dapat menunjukkan fase pertumbuhan mikrooganisme dimana nilai OD akan stabil pada fase lag dan log, setelah memasuki fase eksponensial nilai OD akan tinggi karena jumlah sel yang ada semakin meningkat. Dan di akhir fase, jumlah sel akan menurun dan nilai OD akan menurun pula.

Hasil pengamatan mengenai hubungan OD dan Waktu dapat dilihat bahwa hasil yang didapatkan oleh kelompok D1, D2, dan D5 dalam pengukuran di hari ke-1 hingga ke-4, nilai OD mengalami kenaikan dan di hari ke-5 mengalami penurunan. Sedangkan kelompok D3 dan D4 hasil yang didapatkan fluktuatif. Menurut Van Hoek (1998) selama proses fermentasi jumlah mikroba akan mengalami penurunan pada waktu tertentu setelah mengalami peningkatan. Fardiaz (1992) mengatakan bahwa jumlah sel yeast akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu fermentasi dan akan mengalami penurunan ketika fase kematian. Pengukuran jumlah yeast dapat dilakukan dengan alat spektrofotometer dengan prinsip Hukum Lambert-Beer yang meliputi rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) disebut persen transmitansi (%T) yang berbanding terbalik dengan absorbansi (OD). Semakin banyak jumlah koloni sel yeast, larutan semakin keruh dan nilai absorbansi emakin tinggi. Nilai absorbansi lebih berhubungan dengan jumlah koloni sel yeast dibandingkan dengan waktu inkubasi.

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa nilai OD kelompok D1,D2, dan D5 mengalami penaikan hingga N72 kemudian menurun pada N96. Seharusnya, nilai OD yang baik akan meningkat hingga N48 dan relatif stabil pada N72 kemudian menurun pada N96 (Fardiaz, 1992). Triwahyuni et al., (2012) juga menjelaskan bahwa , jumlah koloni sel yeast akan mengalami peningkatan di fase eksponensial (24-48 jam), mencapai kestabilan jumlah pada fase stasioner (72 jam), dan mengalami penurunan jumlah akibat kematian (96 jam). Kesalahan ini dapat terjadi karena ketidaktepatan spektrofotometer, seperti penggunaan cuvet yang tidak tepat dan penggunaan panjang gelombang yang tidak sesuai Pomeranz & Meloan (1994). Ada pula faktor lain yang dapat terjadi yaitu pada saat dilakukan pengukuran OD dan perhitungan jumlah sel, larutan yang diambil tidak seragam , dimana yang terambil endapan dari sari apel tersebut.

2.3. Uji pHDalam pengujian ini dilakukan meggunakan pH meter. Penggunaan alat tersebut didukung oleh Juwilda (2000) bahwa berfungsi untuk mengukur tingkat keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan. Berdasarkan teori tersebut diungkapkan bahwa pH meter memiliki prinsip dengan menggunakan probe yang dicelupkan ke dalam sampel dimana probe tersebut terhubung dengan meteran elektronik yang mengukur dan menampilkan angka. Dalam praktikum ini uji, pengujian dilakukan dengan cara 10 ml sari apel yang sudah berisi inokulum disiapkan dan diukur dengan menggunakan pH meter.

Gambar 7. Pengujian pH dengan pH meter

Dari hasil yang ada termasuk data yang fluktuatif karena tidak semua yang memiliki jumlah mikroba tinggi, pH juga tinggi, begitu sebaliknya. Untuk hubungan antara jumlah mikroba dengan pH dapat diketahu berdasarkan tabel bahwa pH dihari ke-4 lebih rendah dan di hari ke-5 pH mengalami kenaikan lagi. Hal tersebut sesuai dengan teori karena berdasarkan Susanto & Bagus (2011) bahwa semakin tinggi jumlah mikroba maka keadaan akan semakin asam sehingga pH semakin turun. Waktu fermentasi pada N96 merupakan fase dimana yeast mengalami fase kematian, jadi jumlah mikroba yang dihasilkan akan menurun dan hasil pH akan naik karena asam yangdihasilkan pun berkurang. Fase kematian adalah fase dimana mikroorganisme mengalami penurunan drastis (Fardiaz, 1992). Selain itu, nilai pH akan semakin menurun diiringi lamanya waktu fermentasi yang dipengaruhi oleh aktivitas yeast dalam menghasilkan asam organik.

2.4. Pengujian Total AsamTotal asam pada praktikum ini dilakukan dengan metode titrasi. Metode penentuan total asam ini dilakukan dengan cara sebanyak 10 ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes indikator PP untuk dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna coklat gelap. Indikator sudah sesuai dengan teori Chang (1991) bahwa penggunaan titran NaOH maka digunakan pula indikator PP. Perhitungan total asam dilakukan dengan menggunakan rumus :

Total asam =

Gambar 8. Proses titrasi dan hasil titrasi akhir

Pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada kelompok D1 hingga D5 nilai total asam tertinggi diperoleh pada N72, tetapi hasil jumlah mikroba pada waktu tersebut tidak menunjukkan jumlah mikroba tertinggi kecuali kelompok D2 hingga D4. Untuk kelompok D1 dan D5 jumlah mikroba tertinggi pada waktu N24. Seharusnya hasil yang diperoleh berdasarkan Susanto dan Bagus (2011) bahwa semakin tinggi jumlah mikroba maka keadaan akan semakin asam yang ditandai dengan pH yang semakin turun sehingga nilai total asam semakin tinggi. Hasil yang didapatkan sangat fluktuatif, hanya saja pada hari ke-4 dan ke-5 jumlah mikroba dari setiap kelompok mengalami penurunan sehingga menyebabkan total asam yang didapatkan menurun juga, karena jumlah mikroba yang menurun pada fase kematian menyebabkan pH menjadi tidak asam dan total asam pun menurun. Hasil inilah yang sesuai dengan teori Susanto dan Bagus (2011). Adapun kesalahan yang muncul dalam hasil ini dapat disebabkan karena kesalahan dalam pelaksanaan proses titrasi, kesalahan yang dapat muncul menurut Girindra (1986) adalah penggunaan kertas sebagai alas erlenmeyer saat dilakukannya titrasi, karen hal tersebut dapat menyebabkan perubahan warna tidak sesuai.

6

3. KESIMPULAN

Proses fermentasi merupakan pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 dalam suatu media. Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi yang menghasilkan alkohol adalah yeast Saccharomyces cereviceae yang optimal tumbuh pada suhu 25o-30oC, pH 4-5, dan dalam suasana aerob. Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi antara lain tipe dan konsentrasi karbon atau oksigen dalam media (nutrisi), suhu media, dan pH. Shaker inkubator berfungsi untuk membantu pertumbuhan yeast dan mempertahankan kondisi media yang stabil. Tujuan teknik aseptis yaitu untuk mencegah kontaminasi dari mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Sterilisasi berfungsi untuk membunuh semua mikroorganisme baik secara fisika, kimia, mekanik. Haemocytometer digunakan untuk mengukur jumlah mikroba dalam suatu cairan dimana konsentrasi sel pada cairan tersebut rendah. Spektrofotometer untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan penyerapan berkas sinar atau cahaya dan meneruskannya dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Peningkatan jumlah sel dan nilai OD terjadi pada N0 hingga N72 (seiring lamanya fermentasi) dan setelah itu mengalami penurunan pada N96. Nilai OD lebih berkaitan dengan jumlah koloni sel yeast dibandingkan dengan lama waktu fermentasi. Semakin tinggi jumlah mikroba maka kekeruhannya akan semakin tinggi pula yang ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai OD. Semakin tinggi jumlah mikroba maka pH akan semakin menurun dan kandungan total asam akan semakin meningkat. pH akan semakin menurun seiring lamanya waktu fermentasi yang dipengaruhi oleh aktivitas yeast dalam menghasilkan asam organik. Penurunan jumlah sel dapat disebabkan karena media yang tersedia sudah tidak mencukupi pertumbuhan mikroorganisme. Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur produk cider apel dari Saccharomyces cereviceae adalah 660 nm.

Semarang, 19 Juni 2015PraktikanAsisten Dosen: Bernardus Daniel H. Chaterine Meilani Metta MelianiTjan, Ivana Chandra P.12.70.0057

4. DAFTAR PUSTAKA

Anagnostopoulos, V. A., B. D. Symeopoulos, and M.J. Soupioni. (2010). Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12, No 3, pp 288-295.

Arroyo-Lopez, F.N.; Orlic, S.; Querol, A.; and Barrio, E. (2009). Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on The Growth Parameters of Saccharomyces cereviceae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiology 131: 120-127.

Bailey, J.E., & Ollis, D.F. (1987). Biochemical Enginering Fundamentals. Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd, Tokyo.

Bushan, S. and V. K. Joshi. (2006). Bakers Yeast Production under Fed Batch Culture from Apple Pomace. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 65, pp 72-76.

Campelo, A.F and Isabel, B. (2004). Fermentative Capacity of Bakers Yeast Exposed to Hyperbaric Stress.

Cappuccino, J. G. & N. Sherman. (1983). Microbiology a Laboratory Manual. Addison Wesley Publishing Company. Inc. Canada.

Chang, R. (1991). Chemistry. MC Graw Hill. USA.

Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing.World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Cooney, C.L.; Rehm, H.J. and Reed, G. (1981). Biotechnology volume 1. VCH. Weinheim.

Damtew, W.; S.A. Emire & A.B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research. 2012. 4 (5):1938 -1948.

Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fox, P. F. ( 1991 ). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Girindra, A. (1986). Biokimia1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Herrero, M., Garcia, L. A., and Diaz, M. (2006). Volatile Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature Effects.

Hoseney, R. C. (1994). Pasta and Noodles Principles of Cereal Science & Technology Second Edition. American Association of Cereal Chemists. Minnesota.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Juwilda. (2000). Pendidikan Biologi. Literatur. Trustees of Dartmouth College.

Kulkarni Mayuri K., Pallavi T. Kininge, Nitin V. Ghasghase, Priya R. M., Sunil S. J. (2011). Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of S.cereviceae for Sugar Cane Wine Production. Department of Biotechnology, Kolhapur Institute of Technology, Kolhapur, India, International Journal of Advanced Biotechnology and ResearchVol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158.

Kwartiningsih, E. & Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibriu, 4(1): 8-12.

Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, dan L. Hartono. (2004). Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.

Mahreni dan Sri S. (2011).Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces cerevisiae dalam Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:1411-4216.

Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.Noe, F. A. L, Sandi O., Amparo Q., and Eladio B. (2009).Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on the Growth Parameters of Saccharomyces cerevisiae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiologu 131, 120-127.

Nogueira, A.; Caroline Mongruel; Deise R.S.; Nina W. & Gilvan Wosiacki. 2007. Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazilan Archives of Biology and Technology. Brazil.

Peppler, H. J. & D. Perlman. (1979). Microbial Fermentation Technology. 2nd Edition. Academic Press. New York.

Pomeranz, Y. & C.E. Meloan. (1987). Food Analysis: Theory and Practise. Von Nostrand Reinhold Company. New York.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Rehm and G. Reed. (1983). Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Scott, R and William C.S. (2008). Ecology of Fermented Foods. Human Ecology Review 15(1):25-31.

Sevda, S. and Rodrigues L. (2011).Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4.

Suriawiria, H. U. (2005). Mikrobiologi Dasar. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Susanto, W.H & Bagus R.S. (2011). Pengaruh Varietas Apel (Malus Sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cereviceae Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian 2(3): 135-142.

Thontowi, A; Kusmiati; Sukma N. (2007). Produksi Glukan Saccharomyces cerevisiae dalam Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda pada Air-Lift Fermentor. Biodiversitas 8(4) : 253-256.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For BioethanolProduction From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34.

Van Hoek. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of BakersYeast. Appl Environ Microbiol. 64(11): 42264233.

Waluyo, L. (2010). Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press. Malang.

Winarno, F.G.; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.24

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan5.1.1. Rata-Rata Banyak Sel Tiap ml SampelRumus Rata-rata / tiap cc

Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 cc

Kelompok D1N0 :Jumlah sel/cc = x 8,5 = 3,04 x 107 sel/ccN24:Jumlah sel/cc = x 175= 7 x 108 sel/ccN48:Jumlah sel/cc = x 47,75= 1,91 x 108 sel/ccN72:Jumlah sel/cc = x 80 = 3,2 x 108 sel/ccN96:Jumlah sel/cc = x 95,25 = 3,81 x 108sel/c

Kelompok D2N0

N2425

N48

N72

N96

Kelompok D3N0N24 N48 N72 N96

Kelompok D4N0Jumlah sel/cc = x 5,75= 2,3 x 107sel/ccN24Jumlah sel/cc = x 18 = 7,2x 108 sel/ccN48Jumlah sel/cc = x 57,25= 2,29 x 108 sel/ccN72Jumlah sel/cc = x 103,75= 4,15 x 108 sel/ccN96Jumlah sel/cc = x 53,25= 2,13x 108sel/cc

Kelompok D5N0 :Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 5,23Jumlah sel/cc = x 5,23 = 2,1 x 107 sel/ccN24:Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 77,75Jumlah sel/cc = x 77,75= 3,11 x 108sel/ccN48:Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 75Jumlah sel/cc = x 75= 3 x 108 sel/ccN72:Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 74,25Jumlah sel/cc = x 74,25= 2,97 x 108 sel/ccN96:Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 58Jumlah sel/cc = x 58 = 2,38 x 108 sel/cc

5.1.2. Total asam

Hari 1D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =

Hari 2D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =

Hari 3D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =

Hari 4D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =

Hari 5D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =

5.2. Laporan Sementara5.3. Jurnal