PermukaanPemetaan Gauss dan Bentuk Dasar Pertama
Wono Setya Budhi
Februari, 2014
KK Analisis Geometri, FMIPA-ITB
1 / 24Permukaan
N
Pemetaan Gauss
1 Misalkan M permukaan reguler, fungsi
n :M → ΣP 7→ n (P)
dengan n (P) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σadalah permukaan bola satuan.
Example
1 Jika M bidang, maka n adalah konstan.
2 Jika M merupakan selinder, maka hasil pemetaan itu adalahsuatu ekuator.
3 Jika M permukaan bola satuan, maka hasil pemetaan n adalahseluruh permukaan bola.
2 / 24Permukaan
N
Pemetaan Gauss
1 Misalkan M permukaan reguler, fungsi
n :M → ΣP 7→ n (P)
dengan n (P) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σadalah permukaan bola satuan.
Example
1 Jika M bidang, maka n adalah konstan.
2 Jika M merupakan selinder, maka hasil pemetaan itu adalahsuatu ekuator.
3 Jika M permukaan bola satuan, maka hasil pemetaan n adalahseluruh permukaan bola.
2 / 24Permukaan
N
Pemetaan Gauss
1 Misalkan M permukaan reguler, fungsi
n :M → ΣP 7→ n (P)
dengan n (P) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σadalah permukaan bola satuan.
Example
1 Jika M bidang, maka n adalah konstan.
2 Jika M merupakan selinder, maka hasil pemetaan itu adalahsuatu ekuator.
3 Jika M permukaan bola satuan, maka hasil pemetaan n adalahseluruh permukaan bola.
2 / 24Permukaan
N
Pemetaan Gauss
1 Misalkan M permukaan reguler, fungsi
n :M → ΣP 7→ n (P)
dengan n (P) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σadalah permukaan bola satuan.
Example
1 Jika M bidang, maka n adalah konstan.
2 Jika M merupakan selinder, maka hasil pemetaan itu adalahsuatu ekuator.
3 Jika M permukaan bola satuan, maka hasil pemetaan n adalahseluruh permukaan bola.
2 / 24Permukaan
N
Pemetaan Gauss
Example
Jika z = x2 − y2 atau x (u, v) =(u, v , u2 − v2
). Selanjutnya
xu = (1, 0, 2u) dan xv = (0, 1,−2v)
Kemudian,
n =
(−2u√
4u2 + 4v2 + 1,
2v√4u2 + 4v2 + 1
,1√
4u2 + 4v2 + 1
)
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
3 / 24Permukaan
N
Pemetaan Gauss
Example
Jika z = x2 − y2 atau x (u, v) =(u, v , u2 − v2
). Selanjutnya
xu = (1, 0, 2u) dan xv = (0, 1,−2v)
Kemudian,
n =
(−2u√
4u2 + 4v2 + 1,
2v√4u2 + 4v2 + 1
,1√
4u2 + 4v2 + 1
)
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
3 / 24Permukaan
N
Pemetaan Gauss
Example
Jika z = x2 − y2 atau x (u, v) =(u, v , u2 − v2
). Selanjutnya
xu = (1, 0, 2u) dan xv = (0, 1,−2v)
Kemudian,
n =
(−2u√
4u2 + 4v2 + 1,
2v√4u2 + 4v2 + 1
,1√
4u2 + 4v2 + 1
)
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
3 / 24Permukaan
N
Memahami Bentuk Permukaan
1 Kita akan mempelajari bentuk dari permukaan
2 Khususnya kelengkungan?
3 Tentu lebih rumit dibandingkan lengkungan.
4 / 24Permukaan
N
Memahami Bentuk Permukaan
1 Kita akan mempelajari bentuk dari permukaan
2 Khususnya kelengkungan?
3 Tentu lebih rumit dibandingkan lengkungan.
4 / 24Permukaan
N
Memahami Bentuk Permukaan
1 Kita akan mempelajari bentuk dari permukaan
2 Khususnya kelengkungan?
3 Tentu lebih rumit dibandingkan lengkungan.
4 / 24Permukaan
N
Turunan Berarah
1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2
2 Kemudian, misalkan V ∈ Tp (M) vektor di bidang singgung.
3 Turunan berarah fungsi f di P dengan arah V adalah
DVf (P) =d
dt
∣∣∣∣t=0
f (α (t))
dengan α (0) = P dan α′ (0) = V
4 Di R2, kita mengetahui bahwa
DVf (P) = ∇f (P) ·V
5 / 24Permukaan
N
Turunan Berarah
1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2
2 Kemudian, misalkan V ∈ Tp (M) vektor di bidang singgung.
3 Turunan berarah fungsi f di P dengan arah V adalah
DVf (P) =d
dt
∣∣∣∣t=0
f (α (t))
dengan α (0) = P dan α′ (0) = V
4 Di R2, kita mengetahui bahwa
DVf (P) = ∇f (P) ·V
5 / 24Permukaan
N
Turunan Berarah
1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2
2 Kemudian, misalkan V ∈ Tp (M) vektor di bidang singgung.
3 Turunan berarah fungsi f di P dengan arah V adalah
DVf (P) =d
dt
∣∣∣∣t=0
f (α (t))
dengan α (0) = P dan α′ (0) = V
4 Di R2, kita mengetahui bahwa
DVf (P) = ∇f (P) ·V
5 / 24Permukaan
N
Turunan Berarah
1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2
2 Kemudian, misalkan V ∈ Tp (M) vektor di bidang singgung.
3 Turunan berarah fungsi f di P dengan arah V adalah
DVf (P) =d
dt
∣∣∣∣t=0
f (α (t))
dengan α (0) = P dan α′ (0) = V
4 Di R2, kita mengetahui bahwa
DVf (P) = ∇f (P) ·V
5 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TPMvektor satuan.
2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antarapermukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n.
3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan.
4 Dalam hal ini α (0) = P dan α′ (0) = V
5 Perhatikan bahwa normal utamanya tentu ±n (P)
6 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TPMvektor satuan.
2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antarapermukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n.
3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan.
4 Dalam hal ini α (0) = P dan α′ (0) = V
5 Perhatikan bahwa normal utamanya tentu ±n (P)
6 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TPMvektor satuan.
2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antarapermukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n.
3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan.
4 Dalam hal ini α (0) = P dan α′ (0) = V
5 Perhatikan bahwa normal utamanya tentu ±n (P)
6 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TPMvektor satuan.
2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antarapermukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n.
3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan.
4 Dalam hal ini α (0) = P dan α′ (0) = V
5 Perhatikan bahwa normal utamanya tentu ±n (P)
6 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TPMvektor satuan.
2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antarapermukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n.
3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan.
4 Dalam hal ini α (0) = P dan α′ (0) = V
5 Perhatikan bahwa normal utamanya tentu ±n (P)
6 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1
7 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1 Dengan demikian kelengkungan κ (P) dapat dihitung sebagai
±κ (P) = κN · n = T′ (0) · n (P)
2 Selanjutnya, karena n (α (s)) ·T (s) = 0, makan (P) ·T′ (0) + n′ (α (0)) ·T (0) = 0, maka
±κ (P) = −T (0) · n′ (α (0))
= −V ·DVn (P) = −DVn (P) ·V
8 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
1 Dengan demikian kelengkungan κ (P) dapat dihitung sebagai
±κ (P) = κN · n = T′ (0) · n (P)
2 Selanjutnya, karena n (α (s)) ·T (s) = 0, makan (P) ·T′ (0) + n′ (α (0)) ·T (0) = 0, maka
±κ (P) = −T (0) · n′ (α (0))
= −V ·DVn (P) = −DVn (P) ·V
8 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
2 PemetaanSP : TPM → TPM
didefinisikan sebagai SP (V) = −DVn (P) merupakan pemetaanlinear, dan
3 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TPMberlaku
SP (U) ·V = U · SP (V)
4 Pemetaan S disebut sebagai shape operators.
9 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
2 PemetaanSP : TPM → TPM
didefinisikan sebagai SP (V) = −DVn (P) merupakan pemetaanlinear, dan
3 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TPMberlaku
SP (U) ·V = U · SP (V)
4 Pemetaan S disebut sebagai shape operators.
9 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
2 PemetaanSP : TPM → TPM
didefinisikan sebagai SP (V) = −DVn (P) merupakan pemetaanlinear, dan
3 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TPMberlaku
SP (U) ·V = U · SP (V)
4 Pemetaan S disebut sebagai shape operators.
9 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
2 PemetaanSP : TPM → TPM
didefinisikan sebagai SP (V) = −DVn (P) merupakan pemetaanlinear, dan
3 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TPMberlaku
SP (U) ·V = U · SP (V)
4 Pemetaan S disebut sebagai shape operators.
9 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
Proof.
1 Misalkan α lengkungan dengan α (0) = P dan α′ (0) = V.Dalam hal ini n ◦ α (t) = n (α (t)) merupakan vektor yangkonstan.
2 Dengan demikian
DVn (P) · n (P) = (n ◦ α)′ (0) · (n ◦ α) (0)
= 0
3 JadiDVn (P) ∈ TPM
10 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
Proof.
1 Misalkan α lengkungan dengan α (0) = P dan α′ (0) = V.Dalam hal ini n ◦ α (t) = n (α (t)) merupakan vektor yangkonstan.
2 Dengan demikian
DVn (P) · n (P) = (n ◦ α)′ (0) · (n ◦ α) (0)
= 0
3 JadiDVn (P) ∈ TPM
10 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
Proof.
1 Misalkan α lengkungan dengan α (0) = P dan α′ (0) = V.Dalam hal ini n ◦ α (t) = n (α (t)) merupakan vektor yangkonstan.
2 Dengan demikian
DVn (P) · n (P) = (n ◦ α)′ (0) · (n ◦ α) (0)
= 0
3 JadiDVn (P) ∈ TPM
10 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 Untuk V ∈ TPM, turunan berarah DVn (P) ∈ TPM.
Proof.
1 Misalkan α lengkungan dengan α (0) = P dan α′ (0) = V.Dalam hal ini n ◦ α (t) = n (α (t)) merupakan vektor yangkonstan.
2 Dengan demikian
DVn (P) · n (P) = (n ◦ α)′ (0) · (n ◦ α) (0)
= 0
3 JadiDVn (P) ∈ TPM
10 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 PemetaanSP : TPM → TPM
didefinisikan sebagai SP (V) = −DVn (P) merupakan pemetaanlinear, dan
Proof.
1 Sifat linear muncul karena turunan bersifat linear.
11 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 PemetaanSP : TPM → TPM
didefinisikan sebagai SP (V) = −DVn (P) merupakan pemetaanlinear, dan
Proof.
1 Sifat linear muncul karena turunan bersifat linear.
11 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TPMberlaku SP (U) ·V = U · SP (V)
Proof.
1 Pertama, kita menggunakan kurva koordinat yaitu u, v
2 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dannu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxun. Jadi
SP (xu) · xv = −Dxun (P) · xv= −nu · xv = n · xvu
12 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TPMberlaku SP (U) ·V = U · SP (V)
Proof.
1 Pertama, kita menggunakan kurva koordinat yaitu u, v
2 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dannu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxun. Jadi
SP (xu) · xv = −Dxun (P) · xv= −nu · xv = n · xvu
12 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Theorem
1 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TPMberlaku SP (U) ·V = U · SP (V)
Proof.
1 Pertama, kita menggunakan kurva koordinat yaitu u, v
2 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dannu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxun. Jadi
SP (xu) · xv = −Dxun (P) · xv= −nu · xv = n · xvu
12 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Proof.
1 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dannu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxun. Jadi
SP (xu) · xv = −Dxun (P) · xv= −nu · xv = n · xvu
2 Serupa dengan di atas
SP (xv ) · xu = −Dxv n (P) · xu= −nv · xu = n · xuv
3 Jika fungsi x ∈ C2, maka keduanya sama.
13 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Proof.
1 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dannu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxun. Jadi
SP (xu) · xv = −Dxun (P) · xv= −nu · xv = n · xvu
2 Serupa dengan di atas
SP (xv ) · xu = −Dxv n (P) · xu= −nv · xu = n · xuv
3 Jika fungsi x ∈ C2, maka keduanya sama.
13 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Proof.
1 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dannu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxun. Jadi
SP (xu) · xv = −Dxun (P) · xv= −nu · xv = n · xvu
2 Serupa dengan di atas
SP (xv ) · xu = −Dxv n (P) · xu= −nv · xu = n · xuv
3 Jika fungsi x ∈ C2, maka keduanya sama.
13 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Proof.
1 Setelah basis berlaku, misalkan U = axu + bxv danV = cxu + dxv , maka
SP (U) ·V = (aSP (xu) + bSP (xv )) · (cxu + dxv )
= acSP (xu) · xv + . . .= acxu · SP (xv )
2 Terakhir, itu sama dengan U · SP (V).
14 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Proof.
1 Setelah basis berlaku, misalkan U = axu + bxv danV = cxu + dxv , maka
SP (U) ·V = (aSP (xu) + bSP (xv )) · (cxu + dxv )
= acSP (xu) · xv + . . .= acxu · SP (xv )
2 Terakhir, itu sama dengan U · SP (V).
14 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Example
1 Jika SP = O, maka M merupakan bidang.
2 Jika M merupakan bola, maka SP = − 1a IP
15 / 24Permukaan
N
Kelengkungan Permukaan
Example
1 Jika SP = O, maka M merupakan bidang.
2 Jika M merupakan bola, maka SP = − 1a IP
15 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, danmempunyai basis {e1, e2}.
2 Matriks transformasi dicari dari
T (e1) = ae1 + be2
T (e2) = ce1 + de2
maka matriks penyajian [T ] =
[a cb d
]3 Dengan a = T (e1) · e1 dan b = T (e1) · e2 jika {e1, e2} basis
orthonormal.
4 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
16 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, danmempunyai basis {e1, e2}.
2 Matriks transformasi dicari dari
T (e1) = ae1 + be2
T (e2) = ce1 + de2
maka matriks penyajian [T ] =
[a cb d
]
3 Dengan a = T (e1) · e1 dan b = T (e1) · e2 jika {e1, e2} basisorthonormal.
4 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
16 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, danmempunyai basis {e1, e2}.
2 Matriks transformasi dicari dari
T (e1) = ae1 + be2
T (e2) = ce1 + de2
maka matriks penyajian [T ] =
[a cb d
]3 Dengan a = T (e1) · e1 dan b = T (e1) · e2 jika {e1, e2} basis
orthonormal.
4 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
16 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, danmempunyai basis {e1, e2}.
2 Matriks transformasi dicari dari
T (e1) = ae1 + be2
T (e2) = ce1 + de2
maka matriks penyajian [T ] =
[a cb d
]3 Dengan a = T (e1) · e1 dan b = T (e1) · e2 jika {e1, e2} basis
orthonormal.
4 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
16 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
2 Jika
IIP (V, V) = SP (V) ·V= −DVn (P) ·V= − (n ◦ α)′ (0) ·T (0)
= (n ◦ α) (0) ·T′ (0)= n (P) · κN = ±κ
17 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
2 Jika
IIP (V, V) = SP (V) ·V= −DVn (P) ·V= − (n ◦ α)′ (0) ·T (0)
= (n ◦ α) (0) ·T′ (0)= n (P) · κN = ±κ
17 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
2 Jika
IIP (V, V) = SP (V) ·V= −DVn (P) ·V= − (n ◦ α)′ (0) ·T (0)
= (n ◦ α) (0) ·T′ (0)= n (P) · κN = ±κ
18 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikanIIP (U, V) = SP (U) ·V
2 Jika
IIP (V, V) = SP (V) ·V= −DVn (P) ·V= − (n ◦ α)′ (0) ·T (0)
= (n ◦ α) (0) ·T′ (0)= n (P) · κN = ±κ
18 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Misalkan matriksnya
[l m
m n
], maka
l = IIP (xu, xu) = −Dxun · xu = xu u · nm = IIP (xu, xv ) = −Dxun · xv = xuv · nm = IIP (xu, xv ) = −Dxun · xv = xuv · n
2 Selanjutnya, jika diketahui matriks di atas, maka U = axu + bxvdan V = cxu + dxv , maka
IIP (U, V) = IIP (axu + bxv , cxu + dxv )
= acIIP (xu, xu) + (ad + bc) IIP (xu, xv ) + bdIIP (xv , xv )
jika {xu, xv} orthonormal!
3 Bagaimana jika tidak orthonormal?
19 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Misalkan matriksnya
[l m
m n
], maka
l = IIP (xu, xu) = −Dxun · xu = xu u · nm = IIP (xu, xv ) = −Dxun · xv = xuv · nm = IIP (xu, xv ) = −Dxun · xv = xuv · n
2 Selanjutnya, jika diketahui matriks di atas, maka U = axu + bxvdan V = cxu + dxv , maka
IIP (U, V) = IIP (axu + bxv , cxu + dxv )
= acIIP (xu, xu) + (ad + bc) IIP (xu, xv ) + bdIIP (xv , xv )
jika {xu, xv} orthonormal!
3 Bagaimana jika tidak orthonormal?
19 / 24Permukaan
N
Mencari Matriks Penyajian Operator S
1 Misalkan matriksnya
[l m
m n
], maka
l = IIP (xu, xu) = −Dxun · xu = xu u · nm = IIP (xu, xv ) = −Dxun · xv = xuv · nm = IIP (xu, xv ) = −Dxun · xv = xuv · n
2 Selanjutnya, jika diketahui matriks di atas, maka U = axu + bxvdan V = cxu + dxv , maka
IIP (U, V) = IIP (axu + bxv , cxu + dxv )
= acIIP (xu, xu) + (ad + bc) IIP (xu, xv ) + bdIIP (xv , xv )
jika {xu, xv} orthonormal!
3 Bagaimana jika tidak orthonormal?
19 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Definition
Karena S merupakan operator simetri, maka S akan mempunyaidua nilai eigen real, dan disebuts ebagai kelengkungan utama(principal curvatures) dari M di titik P.
Vektor eigen yang berkaitan disebut arah utama (principaldirections)
Suatu garis disebut garis kelengkungan jika vektor singgungnyapada setiap titik adalah mempunyai arah utama.
20 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Definition
Karena S merupakan operator simetri, maka S akan mempunyaidua nilai eigen real, dan disebuts ebagai kelengkungan utama(principal curvatures) dari M di titik P.
Vektor eigen yang berkaitan disebut arah utama (principaldirections)
Suatu garis disebut garis kelengkungan jika vektor singgungnyapada setiap titik adalah mempunyai arah utama.
20 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Definition
Karena S merupakan operator simetri, maka S akan mempunyaidua nilai eigen real, dan disebuts ebagai kelengkungan utama(principal curvatures) dari M di titik P.
Vektor eigen yang berkaitan disebut arah utama (principaldirections)
Suatu garis disebut garis kelengkungan jika vektor singgungnyapada setiap titik adalah mempunyai arah utama.
20 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Theorem
Misalkan e1 dan e2 vektor satuan sebagai arah utama (vektoreigen) dan k1 dan k2 kelengkungan utama (nilai eigen).Perhatikan {e1, e2} saling tegak lurus.
Misalkan V = cos θ e1 + sin θ e2 untuk θ ∈ [0, 2π), maka
IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ
Proof.
1 Kita cukup menghitung
IIP (V, V) = IIP (cos θ e1 + sin θ e2, cos θ e1 + sin θ e2)
= IIP (e1, e1) cos2 θ + IIP (e2, e2) sin2 θ
karena IIP (e1, e2) = 0.
21 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Theorem
Misalkan e1 dan e2 vektor satuan sebagai arah utama (vektoreigen) dan k1 dan k2 kelengkungan utama (nilai eigen).Perhatikan {e1, e2} saling tegak lurus.
Misalkan V = cos θ e1 + sin θ e2 untuk θ ∈ [0, 2π), maka
IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ
Proof.
1 Kita cukup menghitung
IIP (V, V) = IIP (cos θ e1 + sin θ e2, cos θ e1 + sin θ e2)
= IIP (e1, e1) cos2 θ + IIP (e2, e2) sin2 θ
karena IIP (e1, e2) = 0.
21 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Theorem
Misalkan e1 dan e2 vektor satuan sebagai arah utama (vektoreigen) dan k1 dan k2 kelengkungan utama (nilai eigen).Perhatikan {e1, e2} saling tegak lurus.
Misalkan V = cos θ e1 + sin θ e2 untuk θ ∈ [0, 2π), maka
IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ
Proof.
1 Kita cukup menghitung
IIP (V, V) = IIP (cos θ e1 + sin θ e2, cos θ e1 + sin θ e2)
= IIP (e1, e1) cos2 θ + IIP (e2, e2) sin2 θ
karena IIP (e1, e2) = 0.
21 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
1 Jika k1 ≥ k2, maka
k2 ≤ IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ ≤ k1
2 Hal ini dapat dilihat sebagai berikut
k1 cos2 θ + k2 sin2 θ = k1
(1− sin2 θ
)+ k2 sin2 θ
= k1 + (k2 − k1) sin2 θ ≤ k1
22 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
1 Jika k1 ≥ k2, maka
k2 ≤ IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ ≤ k1
2 Hal ini dapat dilihat sebagai berikut
k1 cos2 θ + k2 sin2 θ = k1
(1− sin2 θ
)+ k2 sin2 θ
= k1 + (k2 − k1) sin2 θ ≤ k1
22 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Definition
1 Hasil kali dari kelengkungan utama disebut kelengkungan GaussK = k1k2
2 Rata-rata dari kelengkungan utama disebut kelengkunganrata-rata H = k1+k2
2 = 12
3 Suatu permukaan disebut permukaan minimal jika H = 0 dandisebut rata-rata K = 0.
23 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Definition
1 Hasil kali dari kelengkungan utama disebut kelengkungan GaussK = k1k2
2 Rata-rata dari kelengkungan utama disebut kelengkunganrata-rata H = k1+k2
2 = 12
3 Suatu permukaan disebut permukaan minimal jika H = 0 dandisebut rata-rata K = 0.
23 / 24Permukaan
N
Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S
Definition
1 Hasil kali dari kelengkungan utama disebut kelengkungan GaussK = k1k2
2 Rata-rata dari kelengkungan utama disebut kelengkunganrata-rata H = k1+k2
2 = 12
3 Suatu permukaan disebut permukaan minimal jika H = 0 dandisebut rata-rata K = 0.
23 / 24Permukaan
N
Interpretasi dari Kelengkungan Gauss
1 Misalkan S : R2 → R2, dan ω ⊂ R2, maka S (ω)
2 Ukuran luas
Luas S (ω) = det [S ] Luas ω
= λ1λ2 Luas ω
3 Jika perlu dilakukan ditambahkan nilai mutlak.
4 Untuk shape operator, maka S (ω) ⊂ S2 bola satuan.
24 / 24Permukaan
N
Interpretasi dari Kelengkungan Gauss
1 Misalkan S : R2 → R2, dan ω ⊂ R2, maka S (ω)
2 Ukuran luas
Luas S (ω) = det [S ] Luas ω
= λ1λ2 Luas ω
3 Jika perlu dilakukan ditambahkan nilai mutlak.
4 Untuk shape operator, maka S (ω) ⊂ S2 bola satuan.
24 / 24Permukaan
N
Interpretasi dari Kelengkungan Gauss
1 Misalkan S : R2 → R2, dan ω ⊂ R2, maka S (ω)
2 Ukuran luas
Luas S (ω) = det [S ] Luas ω
= λ1λ2 Luas ω
3 Jika perlu dilakukan ditambahkan nilai mutlak.
4 Untuk shape operator, maka S (ω) ⊂ S2 bola satuan.
24 / 24Permukaan
N
Interpretasi dari Kelengkungan Gauss
1 Misalkan S : R2 → R2, dan ω ⊂ R2, maka S (ω)
2 Ukuran luas
Luas S (ω) = det [S ] Luas ω
= λ1λ2 Luas ω
3 Jika perlu dilakukan ditambahkan nilai mutlak.
4 Untuk shape operator, maka S (ω) ⊂ S2 bola satuan.
24 / 24Permukaan
N
Top Related