Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu
:
a. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia
tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer
(Manaf, 2009).
Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan ;
a. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan pengeluaran
glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Karena
sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan
insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel
sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel - “kelaparan di lumbung padi”.
b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang
difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akan
menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini dinamakan glukosuria.
c. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O
bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh
poliuria (sering berkemih).
d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena
volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki
dapat menyebabkan kematian karena penurunan aliran darah ke otak atau
menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat.
e. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat
perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik.
Akibatnya timbul polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya nafsu
makan (appetite) meningkat sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan
yang berlebihan).
g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan
penurunan sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan
menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan
trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar
digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif karena glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel.
Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto kearah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan (Sherwood, 2001).
Fungsi sel endotel Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh darah dan berperan sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Disamping berperan sebagai sawar fisik antara darah dan jaringan, sel endotel memfasilitasi berbagai fungsi yang kompleks dari sel otot polos pembuluh darah dan sel-sel didalam kompartemen darah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel endotel memegang peran penting dalam proses homeostasis yang terjadi melalui integrasi berbagai mediator kimiawi. 9-11
Sistem ini mempunyai efek baik terhadap sel-sel otot polos pembuluh darah maupun sel-sel darah sehingga dapat menimbulkan berbagai perubahan antara lain :1. Vasodilatasi atau vasokonstriksi untuk mengatur kebutuhan suplai darah bagi seluruh organ tubuh manusia.2. Pertumbuhan dan atau perubahan-perubahan karakteristik penotif dari sel-sel otot polos pembuluh darah.3. Perubahan-perubahan proinflamasi atau antiinflamasi.4. Mempertahankan kekentalan darah dan mencegah perdarahan. Tabel 1. Fungsi sel endotel
Target fungsionil dari sel endotel Fungsi spesifik
Lumen Vasokonstriksi Vasodilatasi
EndothelinAngiotensin IIET-1Thromboxane A2
PGH2
NOBradykininHyperpolarizing factor
Pertumbuhan Stimulasi Inhibisi
Platelet growth-derived factor(PGDF) Fibroblast Growth FactorIGF-1EndothelinAngiotensin II
NOPGI2TGF
Inflamasi Proinflamasi Antiinflamasi
Adhesion moleculesELAM, VCAM, ICAM
Hemostasis Protrombotik Antitrombotik
PAI-1 ProstacyclinTPA
1. Nitrat oksida : mediator kunci dari sel endotel.Selama beberapa dekade, telah terbukti bahwa nitrat oksida tidak hanya berperan dalam mengontrol tonus vasomotor melainkan juga berperan dalam homeostasis pembuluh darah dan
syaraf serta proses imunologik. Nitrat oksida endogen diproduksi melalui perubahan asam amino L-arginine menjadi L-citrulline oleh enzim NO-synthase (NOS). 12
Saat ini beberapa isoform dari NOS telah berhasil dipurifikasi dan diklon sebagai :NOS-type I (yang diisolasi dari otak= neuronal NOS-type I) dan NOS-type III (yang diisolasi dari sel endotel= endothelial NOS-type III) yang disebut juga constitutive-NOS (cNOS). Kedua isoform ini diatur oleh Ca+2-calmodulin dan NADPH, flavin adenine dinucleotide/mononucleotide (FAD/FMN), dan tetrahydrobiopterin (HB4) sebagai kofaktor. Neuronal-NOS type I berperan penting dalam proses transmisi syaraf, kontrol homeostasis pembuluh darah dan dalam proses pembelajaran dan memori. Didalam sistem syaraf tepi, NOS berhubungan dengan jalur syaraf nonadrenergic noncholinergic (NANC). Endothelial-NOS (eNOS type III) berperan penting dalam mengontrol tonus pembuluh darah sebagai respons terhadap berbagai rangsangan, seperti rangsangan mekanik (shear stress), receptor dependent (asetil kholin) dan reseptor independen (calcium ionophore).Nitrat Oksida yang dihasilkan oleh NOS type III didalam endotel akan berdiffusi kedalam otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate cyclase. Bersamaan dengan peningkatan cyclic GMP, akan terjadi relaksasi dari otot polos pembuluh darah. Jadi hasil akhir dari peningkatan Nitrat Oksida akan terjadi vasodilatasi.Sel endotel memproduksi nitrat oksida (NO) yang akan berdiffusi kedalam sel-sel otot polos pembulah darah dan mengaktivasi enzim guanylate cyclase yang memproduksi cyclic GMP. Cyclic GMP akan merangsang relaksasi otot sehingga akan terjadi vasodilatasi. NOS type III juga berperan dalam pencegahan aggregasi platelet yang abnormal. NOS type II dan IV (yang diisolasi dari makrofag) bersifat independen terhadap Ca++-calmodulin dan disebut juga "inducible-NOS", karena aktivasinya hanya terjadi pada saat makrofag menimbulkan efek sitotoksik sebagai respons terhadap sitokin (misal dalam keadaan sepsis). 13
2. Angiotensin II (ANG-II).Sel endotel juga memproduksi mediator-mediator yang merangsang vasokonstriksi, yaitu endothelin, prostaglandin dan angiotensin II serta mengatur tonus pembuluh darah dengan cara mempertahankan keseimbangan antara vasodilatasi (produksi NO) dan vasokonstriksi (pembentukan angiotensin II), Angiotensin II diproduksi oleh sel endotel pada jaringan local. Enzim yang mengatur produksi angiotensin II adalah angiotensin converting enzyme (ACE). Enzim ini bersifat proteolitik, disintesis oleh sel endotel, diekspresikan pada permukaan sel endotel dan mempunyai aktivitas dibawah pengaruh angiotensin I. Angiotensin I diproduksi melalui pemecahan dari suatu makromolekul prekursor (angiotensinogen) dibawah pengaruh renin, suatu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh ginjal. Angiotensin II berikatan dan mengatur tonus otot polos pembuluh darah melalui reseptor angiotensin yang spesifik. Tergantung dari reseptor yang diaktivasi, ANG-II dapat memberi efek regulasi terhadap berbagai aktivitas fungsional otot polos pembuluh darah, termasuk kontraksi (vasokonstriksi), pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi. Secara keseluruhan, kerja dari ANG-II berlawanan dengan kerja Nitrat Oksida (NO). 14
Sebagaimana diterangkan sebelumnya, bahwa NO merupakan produk dari enzim NOS sebagai respons terhadap pengaruh aktivator dan inhibitor spesifik. Produksi NOS juga diatur oleh konsentrasi lokal dari bradykinin. Bradykinin merupakan suatu peptida yang bekerja dengan reseptor b2 pada permukaan membran sel endotel untuk meningkatkan produksi NO melalui aktivasi NOS. Konsentrasi lokal dari bradykinin diatur oleh aktivitas ACE, dimana ACE memecah bradykinin menjadi peptida yang inaktif. Kadar ACE yang tinggi akan menghambat aktivitas NO, tidak hanya karena peningkatan produksi ANG-II, tetapi juga karena penurunan konsentrasi bradykinin. Suatu model pengaturan tonus pembuluh darah dan regulasi lumen
pembuluh darah dimana ACE memegang peranan penting, telah dikemukakan dalam beberapa tahun terakhir. Model ini memprediksi aktivitas ACE yang tinggi akan menyebabkan vasokonstriksi karena menyebabkan penurunan produksi NO dan peningkatan produksi ANG-II. Keadaan ini akan menyebabkan kontraksi sel-sel otot polos pembuluh darah dan pengecilan diameter lumen pembuluh darah. Aktivitas enzim ini akan diikuti dengan peningkatan pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi sel otot polos pembuluh darah dan penurunan kerja anti proliferatif dari NO serta penurunan proses fibrinolisis dan peningkatan aggregasi platelet. Membran sel endotel mengikat ACE yang bila mengalami overaktif atau over ekspresi, akan memproduksi sejumlah besar ANG-II. ANG-II bekerja langsung pada sel-sel otot pembuluh darah dengan cara menempel pada reseptor spesifik yang terdapat di membran sel. Aktivasi ACE juga akan menyebabkan katabolisme bradikinin yang lebih cepat.15-16
3. Sel Endotel sebagai regulator hemostasis. Sel endotel mempunyai peran penting dalam mempertahankan kekentalan darah dan mengembalikan integritas dinding pembuluh darah bila terjadi cedera untuk mencegah perdarahan. Secara garis besar, sistem yang mempertahankan homeostasis pembuluh darah meliputi :a.Lumen pembuluh darah (efek vasokonstriktor dan atau vasodilator)b.Plateletc.Koagulasid.FibrinolisisSel endotel berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan antara sistem koagulasi dan fibrinolitik. Koagulasi terjadi karena terbentuknya trombin yang aktif. Trombin merupakan suatu enzim proteolitik yang akan merubah fibrinogen menjadi fibrin dengan cara melepaskan fibrinopeptida A dan B. Fibrin kemudian akan mengalami polimerisasi dan cross-link membentuk gumpalan fibrin yang stabil (stable clot). 17
Gumpalan fibrin selanjutnya akan mengalami pemecahan akibat kerja enzim proteolitik lain, yaitu plasmin, yang merupakan efektor utama dalam sistem fibrinolitik. Plasmin terbentuk dari plasminogen melalui kerja beberapa aktivator spesifik. Secara fisiologik (dan farmakologik) aktivator penting dalam proses perubahan plasminogen menjadi plasmin adalah tissue plasminogen activator (t-PA). Peptida ini mempunyai peranan penting dalam proses pemecahan gumpalan fibrin dan mempertahankan keutuhan lumen pembuluh darah. Zat ini telah banyak digunakan dalam pengobatan berbagai keadaan dimana terjadi oklusi akut yang mengancam kehidupan seperti infark miokard, stroke dan emboli paru masif. Beberapa aktivator positif dan negatif mengatur aktivitas t-PA. Secara fisiologik regulator utama dari t-PA adalah plasminogen activator inhibitor (PAI) . Saat ini terdapat 4 jenis PAI, dimana PAI-1 berperan paling menonjol.18
4. Sel endotel sebagai mediator pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah dan proses inflamasi.Sel endotel juga berperan penting dalam pertumbuhan dan differensiasi sel otot polos pembuluh darah dengan cara melepaskan berbagai promotor atau inhibitor pertumbuhan dan differensiasi, yang memberi pengaruh terhadap terjadinya remodelling pembuluh darah. Sejumlah besar peptida telah diketahui berperan sebagai messenger utama terhadap sinyal-sinyal pertumbuhan seperti insulin-like growth factor 1 (IGF-1), PGF, basic fibroblast growth factor (bFGF), dll. Namun berbagai bukti menunjukkan bahwa rangsangan pertumbuhan otot polos pembuluh darah dimediasi oleh produksi lokal dari PGF dan ANG-II. Sebagai antagonis utama dari kerja ANG-II dalam merangsang pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah adalah NO dan prostacyclin (PGI2).19 Sel endotel juga terlibat dalam produksi berbagai molekul yang berperan dalam proses inflamasi, yaitu antara lain LAM, intracellular adhesion
molecule (ICAM) dan vascular cel adhesion molecule (VCAM). Molekul-molekul ini disebut sebagai "molekul adhesi" dan berfungsi mengaktifkan sel-sel yang terlibat dalam reaksi inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dalam proses aterosklerosis terjadi peningkatan kadar pertanda-pertanda inflamasi (acute phase proteins) didalam darah. 20
glucotoxicity diartikan sebagai proses kerusakan yang timbul akibat adverse effect hiperglikemia kronis pada insulin target tissue dan sel beta pankreas ( 1 ). Secara klinis terdapat bukti hubungan antara tingginya kadar glukosa darah dan kerusakan jaringan tubuh ( 2, 3 ). Proses perusakan akibat glucotoxicity melalui berbagai mekanisme.
Kerusakan pembuluh darah merupakan target penting glucotoxicity terutama endotel dari mikro maupun makrovaskuler. Dampaknya, glucotoxicity akan merusak berbagai jaringan tubuh termasuk sel beta pankreas secara fungsi dan struktur ( 7, 8 ). Yang terakhir ini akan berakibat meningkatkan lagi kadar glukosa plasma. Pada jaringan terjadi proses desensitisasi terhadap insulin. Peningkatan kadar glukosa dalam plasma dan kerusakan jaringan, suatu proses bolak balik yang bergulir terus memacu progres penyakit. Dua tipe penyakit vascular yang timbul yaitu penyakit makrovaskular, menyebabkan aterosklerosis dan arteriosclerosis, dan penyakit mikrovaskuler, menyebabkan retinopati, nefropati, neuropati, dan kemungkinan oklusi arteri kecil pada jantung.
Makroangiopati Pembuluh darah jantung atau koroner dan otakKewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DMPembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9
Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259
Patofisiologi terjadinya peningkatan risiko Penyakit Kardiovaskuler pada penderita Diabetes Melitus :Dasar terjadinya peningkatan risiko Penyakit Kardiovaskuler pada penderita diabetes belum diketahui secara pasti. Dari hasil penelitian didapatkan kenyataan bahwa :1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada penderita diabetes dibanding populasi non diabetes.2. Penderita diabetes mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis dan peningkatan respons inflamasi.3. Pada penderita diabetes terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruh integritas dinding pembuluh darah. Haffner dan kawan-kawan, 21 membuktikan bahwa aterosklerosis pada penderita diabetes mulai terjadi sebelum timbul onset klinis diabetes. Studi epidemiologik juga menunjukkan terjadinya peningkatan risiko payah jantung pada penderita diabetes dibandingkan populasi non diabetes, yang ternyata disebabkan karena kontrol gula darah yang buruk dalam waktu yang lama. Disamping itu berbagai faktor turut pula memperberat risiko terjadinya payah jantung dan stroke pada penderita diabetes, antara lain hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemi, hiperamilinemia, dislipidemia, dan gangguan sistem koagulasi dan hiperhomosisteinemia.Semua faktor risiko ini kadang-kadang dapat terjadi pada satu individu dan merupakan suatu kumpulan gejala yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik.Disfungsi endotel yang mengawali lesi aterosklerosis pada penderita diabetes melitus dapat
terjadi akibat :1. HiperglikemiHiperglikemi kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain 22-26 :- Hiperglikemi kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskuler dan mengganggu reaktivitas serebrovaskuler akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.- Hiperglikemi meningkatkan aktivasi PKC intraseluler sehingga akan menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.- Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.- Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.- Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemi akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemi dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.- Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombotik dan aggregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Disamping itu pada DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparan sulfat.- Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan overstimulasi dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel. 2. Resistensi insulin dan hiperinsulinemiBeberapa tahun yang lalu, Jialal dan kawan-kawan27 menemukan adanya reseptor terhadap insulin yaitu IGF-I dan IGF-II pada sel-sel dari pembuluh darah besar dan kecil dengan karakteristik ikatan yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Para peneliti ini menyatakan bahwa reseptor IGF-I dan IGF-II pada sel endotel terbukti berperan secara fisiologik dalam komplikasi vaskuler yang terjadi pada diabetes.Defisiensi insulin dan hiperglikemi kronik dapat meningkatkan kadar total protein kinase C (PKC) dan diacylglycerol (DAG). Insulin mempunyai efek langsung pada jaringan pembuluh darah. Pada penelitian terhadap jaringan pembuluh darah dari obese Zucker rat didapatkan adanya resistensi terhadap sinyal PI3-kinase.28 Temuan ini membuktikan bahwa resistensi insulin akan menimbulkan gangguan langsung pada fungsi pembuluh darah. King dan kawan-kawan29 dalam penelitiannya menggunakan kadar insulin fisiologis mendapatkan bahwa hormon ini dapat meningkatkan kadar dan aktivitas mRNA dari eNOS, sebesar 2 kali lipat setelah 2-8 jam inkubasi sel endotel. Peneliti ini menyimpulkan bahwa insulin tidak hanya memiliki efek vasodilatasi akut melainkan juga memodulasi tonus pembuluh darah.Toksisitas insulin (hiperinsulinemia / hiperproinsulinemia) dapat menyertai keadaan resistensi insulin / sindrom metabolik dan awal dari DM tipe 2. Insulin meningkatkan jumlah reseptor AT-1 dan mengaktifkan Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS). Akhir-akhir ini telah dapat diidentifikasi adanya reseptor AT-1 didalam sel-sel beta dan didalam sel-sel endotel
kapiler pulau2 Langerhans pankreas. Jadi, hiperinsulinemia mempunyai hubungan dengan Ang-II dengan akibat akan terjadi peningkatan stress oksidatif didalam pulau – pulau Langerhans pankreas akibat peningkatan kadar insulin, proinsulin dan amilin.15,16,30
3. HiperamilinemiAmilin atau disebut juga Islet Amyloid Polypeptide (IAPP) merupakan polipeptida yang mempunyai 37 gugus asam amino, disintesis dan disekresi oleh sel-sel beta pancreas bersama-sama dengan insulin. Jadi keadaan hiperinsulinemi akan disertai dengan hiperamilinemi dan sebaliknya bila terjadi penurunan kadar insulin akan disertai pula dengan hipoamilinemi. Hiperinsulinemi dan hiperamilinemi dapat menyertai keadaan resistensi insulin/ sindrom metabolic dan DM tipe 2. Terjadinya amiloidosis (penumpukan endapan amilin) didalam islet diduga berhubungan dengan lama dan beratnya resistensi insulin dan DM tipe 2. Sebaliknya, penumpukan endapan amilin didalam sel-sel beta pankreas akan menurunkan fungsinya dalam mensekresi insulin. Sakuraba dan kawan-kawan baru-baru ini mendapatkan bahwa pada penderita DM tipe 2, peningkatan stress oksidatif berhubungan dengan peningkatan pembentukan IAPP didalam sel-sel beta pancreas. Dalam keadaan ini terjadi penurunan ekspresi SOD yang menyertai pembentukan IAPP dan penurunan massa sel beta. Temuan ini menunjukkan adanya hubungan antara terjadinya stress oksidatif dengan pembentukan IAPP, penurunan massa dan densitas sel-sel beta pancreas. Amilin juga dapat merangsang lipolisis dan merupakan salah satu mediator terjadinya resistensi insulin. Baru-baru ini ditemukan pula amylin binding site didalam korteks ginjal, dimana amilin dapat mengaktivasi RAAS dengan akibat terjadinya peningkatan kadar rennin dan aldosterone. Janson dan kawan-kawan mendapatkan adanya partikel – partikel amyloid (intermediate sized toxic amyloid particles = ISTAPs) yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel beta pancreas yang dapat mengakibatkan apoptosis dengan cara merusak membran sel.31,32
4. InflamasiDalam beberapa tahun terakhir, terbukti bahwa inflamasi tidak hanya menimbulkan komplikasi penyakit kardiovaskuler akut, tetapi juga merupakan penyebab utama dalam proses terjadi dan progresivitas aterosklerosis. Berbagai pertanda inflamasi telah ditemukan didalam lesi aterosklerosis, antara lain sitokin dan growth factors yang dilepaskan oleh makrofag dan T cells. Sitokin akan meningkatkan sintesis Platelet Activating Factor, merangsang lipolisis, ekspresi molekul – molekul adhesi dan up regulasi sintesis serta ekspresi aktivitas prokoagulan didalam sel-sel endotel. Jadi sitokin memainkan peran penting tidak hanya dalam proses awal terbentuknya lesi aterosklerosis, melainkan juga progressivitasnya. Pelepasan sitokin lebih banyak terjadi pada penderita diabetes, karena peningkatan dari berbagai proses yang mengaktivasi makrofag (dan pelepasan sitokin), antara lain oksidasi dan glikoksidasi protein dan lipid.Pelepasan sitokin yang dipicu oleh AGEs akan disertai dengan over produksi berbagai growth factors seperti :- PDGF (Platelet Derived Growth Factor)- IGF-1 (Insulin Like Growth Factor-1)- GMCSF (Granulocyte/Monocyte Colony Stimulating Factor)- TGF- (Transforming Growth Factor-)Semua faktor ini mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi sel – sel pembuluh darah. Disamping itu terjadi pula peningkatan pembentukan kompleks imun yang mengandung modified lipoprotein. Tingginya kadar kompleks imun yang mengandung modified LDL, akan meningkatkan risiko komplikasi makrovaskuler pada penderita diabetes baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Kompleks imun ini tidak hanya merangsang pelepasan sejumlah besar sitokin tetapi juga merangsang ekspresi dan pelepasan matrix metalloproteinase-1 tanpa merangsang sintesis inhibitornya. Aktivasi makrofag oleh kompleks imun tersebut akan
0
merangsang pelepasan Tumor Necrosis Factor (TNF), yang menyebabkan up regulasi sintesis C-reactive protein. Baru-baru ini telah ditemukan C-reactive protein dengan kadar yang cukup tinggi pada penderita dengan resistensi insulin. Peningkatan kadar kompleks imun pada penderita diabetes tidak hanya menyebabkan timbulnya aterosklerosis dan progresivitasnya, melainkan juga berperan dalam proses rupturnya plak aterosklerosis dan komplikasi kardiovaskuler selanjutnya. Kandungan makrofag didalam lesi aterosklerosis pada penderita diabetes mengalami peningkatan, sebagai akibat dari peningkatan rekrutmen makrofag kedalam dinding pembuluh darah karena pengaruh tingginya kadar sitokin. Peningkatan oxidized LDL pada penderita diabetes akan meningkatkan aktivasi sel T yang akan meningkatkan pelepasan interferon.Pelepasan interferon akan menyebabkan gangguan homeostasis sel-sel pembuluh darah. Aktivasi sel T juga akan menghambat proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah dan biosintesis kolagen, yang akan menimbulkan vulnerable plaque, sehingga menimbulkan komplikasi kardiovaskuler akut. 33
5. Trombosis/FibrinolisisDiabetes akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan karena adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada penderita DM tipe 2. Walaupun demikian dapat pula ditemukan pada penderita DM tipe 1. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas factor VII dan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan penurunan urokinase dan meningkatkan aggregasi platelet. Penyebab peningkatan fibrinogen diduga karena meningkatnya aktivitas factor VII yang berhubungan dengan terjadinya hiperlipidemi post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat efek langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan kadar PAI-1 setelah pengobatan DM tipe 2 dengan thiazolidinediones menyokong hipotesis adanya peranan resistensi insulin dalam proses terjadinya over ekspresi PAI-1. Peningkatan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerosis tidak hanya menghambat migrasi sel otot polos pembuluh darah, melainkan juga disertai penurunan ekspresi urokinase didalam dinding pembuluh darah dan plak aterosklerosis. Terjadinya proteolisis pada daerah fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan aktivasi sel T dan makrofag akan memicu terjadinya ruptur plak dengan akibat terjadinya sindrom koroner akut. Mekanisme yang mendasari terjadinya keadaan hiperkoagulasi pada penderita diabetes dan resistensi insulin, masih dalam penelitian lebih lanjut.34-36
6. DislipidemiaDislipidemia yang akan menimbulkan stress oksidatif umum terjadi pada resistensi insulin / sindrom metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat gangguan metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai "lipid triad", meliputi :1. Peningkatan kadar VLDL atau trigliserida2. Penurunan kadar HDL cholesterol3. Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat aterogenik.Peningkatan kadar VLDL, trigliserida dan small dense LDL cholesterol serta penurunan kadar HDL cholesterol yang bersifat anti-aterogenik, anti oksidan dan anti inflamasi akan mengurangi cadangan anti oksidan alamiah.Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut lipid keseluruh tubuh, dimana LDL terutama berperan dalam transpor apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam transpor trigliserida yang mengandung Apo E, sedangkan HDL berperan dalam mengangkut kembali cholesterol yang mengandung anti inflamasi dan anti oksidan alamiah yaitu ApoA. Molekul2 protein dari lipoprotein ini akan mengalami modifikasi karena proses oksidasi, glikosilasi dan glikoksidasi dengan hasil akhir akan terjadi peningkatan stress oksidatif dan terbentuknya Spesies Oksigen Radikal. Disamping itu modified lipoprotein akan mengalami retensi didalam
1
tunica intima yang memicu terjadinya aterogenesis.37
7. HipertensiHipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin / sindrom metabolic dan sering menyertai DM tipe 2. Pada penderita DM tipe 1 hipertensi dapat terjadi bila sudah ditemukan tanda – tanda gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan mikroalbuminuri. Adanya hipertensi akan memperberat disfungsi endotel dan meningkatkan risiko Penyakit Kardiovaskuler. Hipertensi disertai dengan peningkatan stress oksidatif dan aktivitas Spesies Oksigen Radikal, yang selanjutnya akan memediasi terjadinya kerusakan vaskuler akibat aktivasi Ang II dan penurunan aktivitas Super Oxide Dismutase. Sebaliknya glukotoksisitas akan menyebabkan peningkatan aktivitas RAAS sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Penelitian terbaru mendapatkan adanya peningkatan kadar amilin (hiperamilinemia) pada individu yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi dan dengan resistensi insulin. 14-16,38
8. HiperhomosisteinemiPada penderita diabetes baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 ditemukan polimorfisme gen dari enzim methylene tetrahydrofolate reductase yang dapat menyebabkan hyperhomocysteinemia. Polimorfisme gen ini terutama terjadi pada penderita yang kekurangan asam folat didalam dietnya. Hyperhomocysteinemi dalam diperbaiki dengan suplementasi asam folat. Homosistein terutama mengalami peningkatan bila terjadi gangguan fungsi ginjal. Peningkatan kadar homosistein biasanya menyertai penurunan laju filtrasi glomerulus. Hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan inaktivasi nitrat oksida melalui hambatannya terhadap ekspresi glutathione peroxidase (GPx).39
Retinopati DiabetikPatofisiologi Retinopati DiabetikMekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain: 1) Akumulasi SorbitolProduksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf. 3, 5, 6
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas
2
vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 8
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel. 8
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2
–). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 3, 8
3
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-
4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor(VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan. 2-4, 9
4
Nefropati Diabetik
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran
ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan
sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan
endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan
volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih
sensitif terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen, dan mungkin inilah
yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan
intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus (Djokomuljanto R., 1999).
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme
patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang
sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik
ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen
oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif IGF-1, Nitric
Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan
hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh
aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang
memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan
permeabilitas kapiler. Hiperglikemi kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi
nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). Pada awalnya
glukosa akan mengikat residu asam amino secara non enzimatik menjadi basa Schiff
glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi
5
masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlangsung terus
akan terjadi Advance Glycation End Products (AGEs) yang irreversible. AGEs
diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion
molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya
hipertrofi sel, sintesa sel matriks ekstraseluler, serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses
ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi sesuai tahap-tahap pada mogensen.
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal juga akan
mendorong sklerosis pada ginjal pasien DM. Penelitian pada hewan DM menunjukkan
adanya vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan renin/angiotensin sistem.
Diperkirakan bahwa hipertensi pada DM terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen
intrarenal atau intraglomerulus (Hendromartono, 2007).
Neuropati diabeticBanyak teori yang dikemukan oleh para ahli tentang patofisiologi terjadinya neuropati diabetika, namun semuanya sampai sekarang belum diketahui sepenuhnya. Faktor-faktor etiologi neuropati diabetika diduga adalah vaskular, berkenaan dengan metabolisme, neurotrofik dan imunologik. Studi terbaru menunjukkan adanya kecenderungan suatu
multifaktorial patogenesis yang terjadi pada neuropati diabetika. 17 Beberapa teori yang diterima adalah :
Teori vaskular (iskemia-hipoksia)Pada pasien neuropati diabetika dapat terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat hiperglikemia. Biopsi nervus suralis pada pasien neuropati diabetika ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endotelial dan pembuluh darah, yang kesemuanya dapat menyebabkan
iskemia. Iskemia juga dapat menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas NA+/K+
ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson. 3,19
Teori MetabolikJalur PolyolTeori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan metabolisme ini. Pada status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraseluler di fosforilasi ke glukosa -6- phosphate oleh hexokinase, hanya sebagian kecil dari glukosa masuk jalur polyol . Pada kondisi-kondisi hiperglikemia , hexokinase yang disaturasi, maka akan terjadi influks glukosa ke dalam jalur polyol. Aldose reduktase yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun di dalam sel ke dalam alkohol non aktif , tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose reduktase juga mengurangi glukosa ke dalam jalur sorbitol, yang mana
kemudian dioksidasi menjadi fruktosa.19,30,31,32 Dalam proses mengurangi glukosa intraseluler tinggi ke sorbitol, aldose reduktase mengkonsumsi co-faktor NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphat hydrolase). NADPH adalah co-faktor yang
6
penting untuk memperbaharui intracelluler critical anti oxidant, dan pengurangan glutathione. Dengan mengurangi jumlah glutathione, jalur polyol meningkatkan kepekaan stres oksidatif intraseluler. Stres oksidatif berperan utama di dalam pathogenesis neuropati diabetika
perifer.11,19,33,34 .Ada bukti peningkatan oksigen radikal bebas dan peningkatan beberapa penanda stres oksidatif seperti malondialdehide dan lipid hydroksiperoksida pada penderita
neuropati diabetika. 19 Indikator kuat untuk membuktikan bagaimana peran stres oksidatif dalam neuropati diabetika, dibuktikan oleh beberapa penelitian mengenai penggunaan
antioksidan baik pada binatang percobaan maupun pada pasien.11
Sorbitol sesudah dioksidasi sorbitol dehydrogenase menjadi fruktosa, mengalami degradasi secara perlahan dan tidak cukup menebus ke membran sel. Akumulasi sorbitol intraseluler mengakibatkan perubahan osmotik yang berpotensi ke arah kerusakan sel. Adanya peningkatan osmolalitas intraseluler, dalam kaitan aliran glukosa kedalam jalur polyol dan akumulasi sorbitol, sebagai akibatnya akan terjadi kompensasi pengurangan endoneural osmolit taurine dan mioinositol untuk memelihara keseimbangan osmotik. Metabolit intraseluler, seperti
mioinositol menjadi berkurang dan mendorong ke arah kerusakan sel saraf. 11,19,32 Pada
percobaan binatang penurunan mioinositol berkaitan dengan penurunan aktivitas Na+/ K+-
ATP ase dan memperlambat velositas konduksi saraf. 30,31
Teori Advanced Glycation End Product (AGEs)Peningkatan glukosa intraseluler menyebabkan pembentukan advanced glycosilation products (AGEs) melalui glikosilasi nonenzymatik pada protein seluler. Glikosilasi dan protein jaringan menyebabkan pembentukan AGEs. Glikosilasi non enzimatik ini merupakan hasil
interaksi glukosa dengan kelompok amino pada protein.1 Pada hiperglikemia kronis beberapa kelebihan glukosa berkombinasi dengan asam amino pada sirkulasi atau protein jaringan. Proses ini pada awalnya membentuk produk glikosilasi awal yang reversibel dan selanjutnya
7
membentuk AGEs yang ireversibel. Konsentrasi AGEs meningkat pada penderita DM. Pada endotel mikrovaskular manusia, AGEs menghambat produksi prostasiklin dan menginduksi PAI-1(Plasminogen Activator Inhibitor-1) dan akibatnya terjadi agregasi trombosit dan stabilisasi fibrin, memudahkan trombosis. Mikrotrombus yang dirangsang oleh AGEs
berakibat hipoksia lokal dan meningkatkan angiogenesis dan akhirnya mikroangiopati.30,32
Jalur Aktivasi Protein Kinase CAktivasi Protein Kinase C (PKC) juga berperan dalam patogenesis neuropati perifer diabetika. Hiperglikemia didalam sel meningkatkan sintesis atau pembentukan diacylglyserol (DAG) dan
selanjutnya peningkatan Protein kinase C. 31,35 Protein kinase juga diaktifkan oleh stres
oksidatif dan advanced glycosilation products (AGEs) 31,34
Gambar 2. Proses Hiperglikemi dalam Induksi PKC 34
Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, gangguan sintesis nitric oxyde (NOS) dan perubahan aliran darah. Ketika PKC diaktifkan oleh hiperglikemia intraseluler, mempunyai efek pada beberapa ekspresi genetik. Vasodilator yang memproduksi endothelial nitric oxyde synthase (eNOS) berkurang, sedangkan vasokonstriktor endothelin-1 (ET-1) akan meningkat. Transformasi (TGF- plasminogen inhibitor -1 (PAI-1) juga meningkat. Dalam endothelial sel, PKC juga mengaktifkan nuclear factor kB (NFkB), suatu faktor transkripsi yang dirinya sendiri mengaktifkan banyak gen proinflamasi di
dalam pembuluh darah. 19,34
Teori Nerve Growth Factor (NGF)Faktor neurotrophic penting untuk pemeliharaan, pengembangan, dan regenerasi unsur-unsur yang responsif dari saraf. Neurotrophic factor (NF) sangat penting untuk saraf dalam mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi. Nerve Growth Factor (NGF) berupa protein yang memberi dukungan besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. 3,17 Telah banyak dilakukan penelitian mengenai adanya faktor pertumbuhan saraf, yaitu suatu
8
protein yang berperan pada ketahanan hidup neuron sensorik serabut kecil dan neuron simpatik system saraf perifer. Beberapa penelitian pada binatang menunjukkan adanya defisiensi neurotropik sehingga menurunkan proses regenerasi saraf dan mengganggu pemeliharaan saraf. Pada banyak kasus, defisit yang paling awal, melibatkan serabut saraf
yang kecil. 3,17 Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga transport aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small fibers sensory
neuropathy. 3
Teori AutoimunNeuropati autoimun dapat muncul dari dari perubahan imunologik sel endothelial kapiler. Teori ini juga mulai dapat dianggap benar atas dasar sukses yang telah dilaporkan
menggunakan immunoglobulin kedalam pembuluh darah (IVIg) untuk pengobatan ND. 19
2.3. Peran Stres Oksidatif pada Patogenesis Neuropati DiabetikaStres oksidatif terjadi dalam sebuah sistem seluler saat produksi dari radikal bebas melampaui kapasitas antioksidan dari sistem tersebut. Jika antioksidan seluler tidak memindahkan radikal bebas, radikal bebas tersebut menyerang dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Oksidasi produk radikal bebas menurunkan aktifitas biologi, membuat hilangnya energi metabolisme, sinyal sel, transport, dan fungsi-fungsi utama lainnya. Hasil produknya juga membuat degradasi proteosome, kemudian dapat menurunkan fungsi seluler. Akumulasi dari beberapa
kerusakan membuat sel mati melalui nekrotisasi atau mekanisme apoptosis. 11 Hiperglikemik kronis menyebabkan stres oksidatif pada jaringan cenderung pada komplikasi pasien
dengan diabetes. Metabolisme glukosa yang berlebihan menghasilkan radikal bebas. 11
Beberapa jenis radikal bebas di produksi secara normal di dalam tubuh untuk menjalankan beberapa fungsi spesifik. Superoxide (O2), hydrogen peroxide (H2O2), dan nitric oxide (NO) adalah tiga diantara radikal bebas ROS yang penting untuk fisiologi normal, tetapi juga dipercaya mempercepat proses penuaan dan memediasi degenerasi selular pada keadaan sakit. 11
Ketidakseimbangan radikal bebas dan anti-oksidan (pembentukan radikal bebas berlebihan) akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang berakibat pada kerusakan jaringan atau endotel. Stres oksidatif merupakan modulator penting pada perkembangan komplikasi DM. Beberapa bukti penelitian ilmiah menunjukkan bahwa didapatkan peningkatan kadar basal dari produksi radikal bebas dan penurunan anti-oksidan yang memburuk seiring dengan
peningkatan glukosa plasma sehingga terjadilah suatu keadaan stres oksidatif.11
Peningkatan glukosa intra sel juga berperan dalam proses patologis. Glukosa dapat bereaksi dengan Reactive Oxygen Species (ROS) dan akan membentuk karbonil. Karbonil bereaksi dengan protein atau lemak akan menyebabkan pembentukan glikosidasi atau liposidasi. Selain itu glukosa dapat juga membentuk karbonil secara langsung dengan protein dan membentuk Advanced glycation end products(AGEs) yang berperan dalam stress oksidatif
dan dapat menyebabkan kerusakan sel. 36
Peningkatan glukosa intra sel juga akan meningkatkan glikolisis dan aktivasi Tricarboxylic acid (TCA) sehingga menyababkan ketidakseimbangan transport elektron ke mitokondria dan mempercepat produksi superoxide. Superoxide adalah radikal bebas yang sangat reaktif dan
9
dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Superoxide juga berperan dalam aktivasi protein
kinase C (PKC) dengan cara merangsang sintesa diacylglycerol. 36
Peningkatan produksi superoxide pada mitokondria selama kondisi hiperglikemia menyebabkan peningkatan stress oksidatif. Selama hiperglikemia rasio antara nicotiamide
adenine dinucleotide phosphal hyrolase (NADPH)/NAD+ menurun karena kelebihan penggunaan NADPH untuk mengurangi pembentukan glukosa menjadi sorbitol. Sebagai konsekuensinya NADPH tersedia untuk mempertahankan anti oksidan GSH pada pengurangan dari katalisator oleh GSH reductase juga meningkatakan stress oksidatif. Peningkatan AGEs dan pengikatan AGE pada reseptornya (RAGE) juga meningkatkan stress oksidatif. Peningkatan formasi diacylglycerol (DAG) pada jalur PKC menimbulkan stress oksidatif
lewat aktivasi bebas PKC dari NADPH oxidase. 10,19 ,37
Mekanisme yang menyebabkan stres oksidatif pada hiperglikemik kronik dan perkembangan neuropati telah diperiksa pada model dengan binatang. Stres oksidatif ini dihubungkan dengan perkembangan apoptosis pada neuron dan menyokong sel glia sehingga dapat disatukan dengan mekanisme lain yang berperan dalam kerusakan sistem saraf pada diabetes. Laporan ini menyelidiki kejadian stres oksidatif sebagai mediator yang signifikan pada perkembangan
ND sebaik potensial untuk prevensi komplikasi melalui terapi antioxidan yang keras. 11
Pada binatang percobaan dampak terjadinya stres oksidatif pada sel glia akan menyebabkan proses demielinisasi dimana hal ini diterangkan dengan adanya penurunan Kecepatan Hantar Saraf (KHS) dan manifestasinya berupa timbulnya gejala nyeri sedangkan pada neuron akan mengakibatkan aksonopati, penurunan kapasitas regenerasi dari akson sehingga dapat
menimbulkan gejala negatif pada neuropati diabetika perifer. 38
Proses terjadinya stres oksidatif dalam patogenesis neuropati perifer diabetika menurut Dubby
dirangkum dalam bagan di bawah ini. 36
Gambar 3. Proses terjadinya Stres Oksidatif dalam Patogenesis Neuropati Diabetika. 36
0
POLINEUROPATI DIABETIKA
Kadar ROS, NO
Alpha lipoic acid
Disfungsi endotel
Hipoksia saraf
Lamanya diabetes
Disfungsi endotel
Kadar ROS, NO
Na-K-ATP ase
Nikotinamid Adenine Dinuklcotida phosphate (NADPH)
Sorbitol Intrasel Mioinositol saraf
Aktivitas Aldose Reduktase
Penebalan membrana
Koagulabilitas darahReaktivasi trombosit Kekakuan eritrosit
Hipertensi , Dislipidemia,umur
AdvancedGlycosilated End Products
Glikosilasi Non
Hiperglikemia
2.5. KERANGKA
Stres Oksidatif
Diabetes Melitus
Top Related