TA BAB IV - personal.its.ac.idpersonal.its.ac.id/files/material/1624-ikhwan-me-materi simulasi...

47
Tugas Akhir Konversi Energi 4-1 Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS BAB IV SIMULASI ALIRAN PADA RECTANGULAR BEND Simulasi aliran pada rectangular bend ini akan dilakukan dengan menggunakan keempat pemodelan turbulensi yang ada baik Spalart-Allmaras, k-ε, k-ω, maupun Reynolds Stress Model dengan tujuan agar setiap pemodelan dapat dibandingkan hasilnya karena masing-masing pemodelan mempunyai beberapa kelemahan dan keunggulan. Sebagai contoh dalam pemodelan turbulensi k-ε, asumsi yang digunakan adalah aliran isotropic sehingga hasil simulasi yang didapat tidak akurat sehingga digunakan pemodelan turbulensi yang lebih baik yaitu dengan menggunakan pemodelan Reynolds Stress Model, namun belum tentu juga pemodelan ini akan memberikan hasil yang terbaik dalam menyelesaikan aliran sekunder pada rectangular bend. Simulasi ini dilakukan dengan asumsi alirannya berupa aliran incompressible, steady, viscous dan adiabatic. Simulasi ini bertujuan menguji kemampuan berbagai model turbulensi dalam memprediksi aliran sekunder pada exit rectangular cross section- bend. Selain itu juga simulasi ini akan digunakan untuk memprediksi distribusi tekanan statis di dinding keluaran bend bagian samping dan atas dan juga distribusi kerugian energi (losses) yang diakibatkan adanya aliran sekunder. Untuk memvalidasi pemodelan turbulensi ini, hasil simulasi akan disajikan dalam bentuk grafik tekanan statis (p), grafik aksial velocity ratio (avr), grafik isolosses, dan grafik ratio kecepatan pada arah y dan arah z. Grafik-grafik ini akan dibandingkan dengan hasil eksperimen dari Andi dan Eddy (2000).

Transcript of TA BAB IV - personal.its.ac.idpersonal.its.ac.id/files/material/1624-ikhwan-me-materi simulasi...

Tugas Akhir Konversi Energi 4-1

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

BAB IV

SIMULASI ALIRAN PADA RECTANGULAR BEND

Simulasi aliran pada rectangular bend ini akan dilakukan dengan menggunakan

keempat pemodelan turbulensi yang ada baik Spalart-Allmaras, k-ε, k-ω, maupun

Reynolds Stress Model dengan tujuan agar setiap pemodelan dapat dibandingkan

hasilnya karena masing-masing pemodelan mempunyai beberapa kelemahan dan

keunggulan. Sebagai contoh dalam pemodelan turbulensi k-ε, asumsi yang

digunakan adalah aliran isotropic sehingga hasil simulasi yang didapat tidak akurat

sehingga digunakan pemodelan turbulensi yang lebih baik yaitu dengan

menggunakan pemodelan Reynolds Stress Model, namun belum tentu juga

pemodelan ini akan memberikan hasil yang terbaik dalam menyelesaikan aliran

sekunder pada rectangular bend.

Simulasi ini dilakukan dengan asumsi alirannya berupa aliran incompressible,

steady, viscous dan adiabatic. Simulasi ini bertujuan menguji kemampuan berbagai

model turbulensi dalam memprediksi aliran sekunder pada exit rectangular cross

section- bend. Selain itu juga simulasi ini akan digunakan untuk memprediksi

distribusi tekanan statis di dinding keluaran bend bagian samping dan atas dan juga

distribusi kerugian energi (losses) yang diakibatkan adanya aliran sekunder.

Untuk memvalidasi pemodelan turbulensi ini, hasil simulasi akan disajikan

dalam bentuk grafik tekanan statis (p), grafik aksial velocity ratio (avr), grafik

isolosses, dan grafik ratio kecepatan pada arah y dan arah z. Grafik-grafik ini akan

dibandingkan dengan hasil eksperimen dari Andi dan Eddy (2000).

Tugas Akhir Konversi Energi 4-2

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

4.1 SIMULASI ALIRAN PADA RECTANGULAR BEND 450

Simulasi aliran yang pertama yaitu pada rectangular bend 450. Simulasi ini

menggunakan diskretization scheme second-order, pressure-velocity coupling

SIMPLEC dan menggunakan model turbulensi Spalart-Allmaras, k-ε, k-ω, dan

Reynolds Stress Model (RSM). Wall function yang digunakan adalah Non-

Equilibrium Wall Function. Geometri benda kerja yang sama dengan geometri benda

kerja yang digunakan pada eksperimen Eddy (2000) (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Geometri Rectangular Bend 450

Panjang inlet (L) =120 cm, panjang pitch (W) = 25 cm, panjang span (b) = 15

cm, pada sisi keluaran panjang ke arah axial (x) = 22,5 cm dan sudut defleksi bend

(α) = 45 0. Properti aliran fluida yang digunakan : udara dengan massa jenis (ρ) =

1,225 kg/m3, viskositas (μ) = 1.7894e-05 kg/m.s.

Meshing yang digunakan adalah dengan hexahedral dengan jumlah 109.306

node (gambar 4.2). Boundary condition pada model adalah pada sisi inlet

menggunakan pressure inlet dengan kondisi awal tekanan atmosfer, pada sisi outlet

menggunakan pressure outlet dengan tekanan –280 pascal.

Tugas Akhir Konversi Energi 4-3

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Gambar 4.2 Struktur Grid Rectangular Bend 450

4.1.1 HASIL SIMULASI TEKANAN STATIS DINDING

Daerah yang akan dianalisa pada exit rectangular cross section- bend untuk

tekanan statis dinding akan dilakukan pada bidang ABJI dan bidang BCKJ seperti

yang digambarkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.3 Daerah AnalisaTekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 450

A

B

C

D

I

J

L

K

Inner Curved Wall

Outer Curved Wall

Arah Aksial

Arah keliling (k) : A→B → C

Outlet

Inlet

Wall

Tugas Akhir Konversi Energi 4-4

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

- 320

- 300

- 280

- 260

- 240

- 220

- 200

0 5 10 15 200

5

10

15

20

25

30

35

40

Posisi (cm)

Ara

h K

elili

ng (c

m)

Sehingga struktur grid pada daerah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

AB = dinding radius dalam BC = dinding atas k = arah keliling x = arah aksial

Gambar 4.4 Struktur Grid Tekanan Statis Outlet Rectangular Bend 450

Dari hasil simulasi dan eksperimen dapat diperoleh contour isobar dinding exit

rectangular bend seperti pada gambar dibawah ini

(a) (b)

Gambar 4.5 Contour Isobar pada Dinding Outlet Rectangular Cross Section Bend 45o (a) Simulasi Fluent (b) Eksperimen

B J

C

A I

K

A

B

C

J

K

I

k

x

Tugas Akhir Konversi Energi 4-5

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa adanya perbedaan tekanan statis

dinding yang besar antara daerah dinding radius dalam (inner curved wall) dan

dinding radius luar (outer curved wall) yang disebabkan oleh pembelokan aliran

oleh bend. Daerah dekat dinding radius dalam pada exit rectangular cross section

bend memiliki tekanan statis dinding paling kecil sedangkan daerah dekat dinding

radius luar merupakan daerah bertekanan statis paling besar. Bila kita amati daerah

dekat dinding atas (C-B) terdapat penurunan tekanan statis pada arah keliling dari

dinding radius luar menuju dinding radius dalam. Hal ini menyebabkan terjadinya

cross passage flow dari titik C ke titik B, setelah mencapai dinding radius dalam

berdasarkan kontinuitas maka aliran akan kembali ke daerah dinding radius luar.

Aliran seperti inilah yang biasanya disebut dengan aliran sekunder. Pada arah aksial

x = 0 (garis C-B-A) tekanan statisnya tampak bervariasi yang ditunjukkan dengan

adanya semua warna colorbar, hal ini mengindikasikan adanya vortex yang kuat

sedangkan pada arah aksial sekitar x = 22,5 cm (garis K-J-I) tekanan statisnya sudah

tidak lagi bervariasi sehingga mengartikan vortex yang terjadi melemah. Bila

digambarkan secara umum, distribusi tekanan yang terjadi pada suatu bend dapat

digambarkan seperti gambar berikut ini :

Gambar 4.6 Distribusi Tekanan pada Bend

Tugas Akhir Konversi Energi 4-6

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Dari gambar 4.6 diatas menunjukkan bahwa radial pressure gradient akan

berkembang melintasi potongan bend dengan tekanan tertinggi di dekat radius terluar

dinding bend (Chang et al. , 1983).

Bila kita bandingkan hasil antara simulasi FLUENT (gambar 4.5-a) dengan

hasil eksperimen (gambar 4.5-b) tampak adanya perbedaan. Hal ini bisa disebabkan

karena adanya perbedaan dalam jumlah titik pengambilan datanya. Dimana grid yang

dibuat dalam simulasi FLUENT lebih banyak dibandingkan dengan yang ada pada

eksperimen. Prediksi tekanan statis dinding outlet rectangular bend untuk berbagai

macam pemodelan turbulensi ditunjukkan dengan grafik tekanan statis pada berbagai

letak posisi arah aksial seperti dibawah ini :

Grafik 4.1 : Prediksi Tekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 450 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Tugas Akhir Konversi Energi 4-7

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Grafik diatas menunjukkan hasil prediksi ketujuh model turbulensi mulai dari

pemodelan Spalart-Allmaras, k-ε Standart, k-ε RNG, k-ε Realizable, k-ω Standart,

k-ω SST, dan RSM pada posisi arah aksial x = 5 cm, x = 10 cm, dan x = 20 cm yang

hasilnya dibandingkan dengan eksperimen yang dilakukan Eddy (2000). Bila

dibandingkan antara ketiga posisi pada arah aksial, prediksi yang paling baik adalah

pada posisi arah aksial x = 20 cm karena pada posisi ini aliran sekunder yang terjadi

semakin melemah. Pada tabel dibawah ini diberikan persentase error masing-masing

pemodelan turbulensi sebagai pembanding terhadap hasil eksperimen. Contoh error

yang diambil sebagai pembanding terhadap eksperimen disini adalah error data pada

posisi arah aksial x = 5 cm.

Tabel 4.1 Error dalam Memprediksi Tekanan Statis Rectangular Bend 450 pada

Masing-masing Pemodelan Turbulensi

No Hasil Eksperimen / Simulasi % Error

1 Eksperimen (Eddy,2000) ---

2 Spalart-Allmaras 4,22

3 k-ε Standart 4,25

4 k-ε RNG 3,97

5 k-ε Realizable 3,81

6 k-ω Standart 4,55

7 k-ω SST 4,65

8 RSM 3,47

Dari ketujuh pemodelan turbulensi, pemodelan turbulensi yang baik dalam

memprediksi tekanan statis dinding adalah pemodelan RSM yaitu sekitar 3,47 persen

dibandingkan dengan hasil ekperimen (Eddy, 2000). Prediksi tekanan statis pada

Tugas Akhir Konversi Energi 4-8

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

model Spalart-Allmaras memberikan hasil yang hampir sama dengan model k-ε

Standart. Diantara ketiga pemodelan k-ε, pemodelan dengan k-ε Realizable

memberikan hasil yang paling baik yaitu sekitar 3,81 persen.

Error-error yang terjadi pada pemodelan turbulensi akan selalu terjadi.

Namun error tersebut masih dapat diterima karena error yang terjadi masih disekitar

5 persen dibandingkan dengan hasil eksperimen, hal ini dikarenakan pada pemodelan

turbulensi tidak adanya solusi yang exact dalam menyelesaikan aliran turbulen.

4.1.2 HASIL SIMULASI AXIAL VELOCITY RATIO (AVR)

Daerah yang akan dianalisa untuk mendapatkan axial velocity ratio adalah

daerah sisi keluaran rectangular bend seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini

Gambar 4.7 Struktur Grid Bidang Pengukuran Axial Velocity Ratio

Rectangular Bend 45o

Dari hasil simulasi FLUENT dan eksperimen diperoleh hasil kontur axial

velocity ratio sebagai berikut :

A y

z

W =25 cm

C

D

AB = dinding radius dalam CD = dinding radius luar z = arah span x = arah pitch

B

b =15 cm

Tugas Akhir Konversi Energi 4-9

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Gambar 4.8 Contour Axial Velocity Ratio Exit Rectangular Cross-Section Bend 45o

Pada gambar 4.8 diatas menunjukkan perbandingan kontur axial velocity

ratio pada daerah exit rectangular cross section bend 45o dimana pada gambar

bagian atas merupakan hasil dari eksperimen yang telah dilakukan Eddy (2000)

sedangkan pada gambar bagian bawah merupakan hasil dari simulasi FLUENT.

Kecepatan aksial pada daerah dekat dinding radius luar (C-F-D) mempunyai harga

lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan aksial daerah dekat dinding radius

dalam (B-E-A). Daerah berkecepatan aksial paling rendah adalah daerah didekat

sudut C yaitu sudut pertemuan antara dinding radius luar (C-F-D) dengan dinding

atas (B-C) dan didekat sudut D yaitu sudut pertemuan antara dinding radius luar (C-

F-D) dengan dinding atas (A-D), hal ini disebabkan oleh adanya blockage effect

yang ditandai penurunan harga axial velocity ratio pada daerah tersebut yang

mempunyai harga mendekati nol.

Antara hasil eksperimen dengan hasil simulasi FLUENT perbedaan yang

terjadi tidak begitu besar. Untuk memprediksi axial velocity ratio pada berbagai

y

z

B

A

C

D

Eksperimen

Simulasi FLUENT

F E

Tugas Akhir Konversi Energi 4-10

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

macam pemodelan turbulensi ditunjukkan pada grafik dibawah ini, dimana hasil

yang didapat dibandingkan dengan hasil eksperimen.

Grafik 4.2: Prediksi Axial Velocity Ratio Rectangular Bend 450 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Pada grafik diatas ditunjukkan hasil prediksi ketujuh pemodelan turbulensi

yang diambil pada posisi arah span z = 2 cm dan z = 5 cm dimana tengah-tengah

span terletak pada posisi z = 0 cm.

Diantara pemodelan-pemodelan turbulensi, pemodelan turbulensi yang baik

dalam memprediksi axial velocity ratio adalah pemodelan RSM. Prediksi axial

velocity ratio pada model Spalart-Allmaras memberikan hasil yang hampir sama

Tugas Akhir Konversi Energi 4-11

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

dengan model k-ε dan k-ω. Tetapi dari semua pemodelan turbulensi ternyata belum

mampu memberikan prediksi axial velocity ratio dengan baik yang diindikasikan

dengan masih besarnya error yang terjadi. Hal ini bisa disebabkan karena model-

model turbulensi tersebut menggunakan Boussinesq Analogy yang hanya mampu

menyelesaikan aliran turbulen yang isotropic, sedangkan untuk aliran pada

rectangular bend dengan adanya aliran sekunder akibat belokan menyebabkan aliran

turbulen sudah bersifat anisotropic sehingga dalam memprediksi kecepatan, model-

model tersebut tidak lagi mampu memberikan prediksi yang akurat.

4.1.3 HASIL SIMULASI DISTRIBUSI ALIRAN SEKUNDER

Daerah pengukuran untuk menentukan distribusi aliran sekunder adalah sama

seperti gambar 4.7 yaitu daerah exit cross-section bend (bidang ABCD). Hasil yang

telah diperoleh baik dari eksperimen ataupun dari simulasi FLUENT seperti tampak

pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.9 Distribusi Aliran Sekunder Exit Rectangular Cross-Section

Bend 45o

B C

y

z

Eksperimen

F E

A D Simulasi FLUENT

Tugas Akhir Konversi Energi 4-12

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Distribusi aliran sekunder pada gambar 4.9 diatas menunjukkan adanya

vortex flow. Pada bidang ABCD terdapat dua buah vortex yang simetri yaitu terletah

di bidang EBCF dan bidang AEFD. Pusat vortex yang pertama terletak didekat sudut

B yaitu titik pertemuan antara dinding radius dalam dengan dinding atas (B-C)

dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam sedangkan vortex yang kedua

terletak di sudut A yaitu titik pertemuan antara dinding radius dalam dengan dinding

bawah (A-D) dengan arah searah dengan arah jarum jam. Pada posisi paling dekat

dengan dinding atas (B-C) dan dinding bawah (A-D), arah aliran sekundernya adalah

dari dinding radius luar (C-D) menuju ke dinding radius dalam (.B-A), inilah yang

merupakan karakter terpenting pada setiap aliran sekunder. Daerah tengah span

merupakan daerah yang jauh dari pusat vortex sehingga menunjukkan bahwa pada

daerah tengah span tidak begitu terpengaruh oleh lapisan batas dinding (dinding atas

atau dinding bawah) dengan lapisan batas dinding radius luar dan lapisan batas

dinding radius dalam hal ini ditunjukkan oleh kecilnya perubahan arah vektor

kecepatan. Pada daerah sudut pertemuan antara dinding atas (B-C) dan dinding

dinding radius dalam (B-E), dapat dilihat adanya aliran sekunder yang begitu kuat

yang ditandai dengan adanya vektor kecepatan yang secara tiba-tiba berputar

menuju dinding radius dalam dan kemudian ke tengah span.

Untuk dapat membandingkan antara setiap pemodelan turbulensi dengan

hasil eksperimen dapat dibuat dalam bentuk grafik posisi arah dari tengah span ke

dinding atas sebagai fungsi Vy/U dan fungsi Vz/U sebagai berikut :

Tugas Akhir Konversi Energi 4-13

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

(a)

(b)

Grafik 4.3: Prediksi Ratio Kecepatan Arah y dan Arah z Outlet Rectangular Bend 450 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi (a) Ratio Kecepatan

Arah y (Vy/U) (b) Ratio Kecepatan Arah z (Vz/U)

Tugas Akhir Konversi Energi 4-14

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Grafik 4.3-a merupakan grafik ratio kecepatan arah y, Vy/U dan grafik 4.3-b

merupakan grafik ratio kecepatan arah z, Vz/U. Dari ketujuh pemodelan turbulensi,

dalam memprediksi ratio kecepatan arah y terlihat masih kurang akurat terutama

pada daerah tengah pitch. Dari grafik 4.3-a terlihat pada daerah sekitar 0,1 < y/W <

0,7 terjadi error yang cukup besar dibandingkan daerah dekat dinding radius dalam

dan dinding radius luar. Untuk prediksi ratio kecepatan arah z, pada grafik 4.3-b

terlihat bahwa pemodelan yang paling akurat adalah pemodelan k-ε dan RSM

sedangkan untuk pemodelan Spalart-Allmaras dan k-ω masih terjadi penyimpangan

yang cukup besar.

4.1.4 HASIL SIMULASI ISOLOSSES

Daerah pengukuran untuk menentukan isolosses adalah sama seperti gambar

4.7 yaitu daerah exit cross-section bend (bidang ABCD). Hasil yang telah diperoleh

baik dari eksperimen ataupun dari simulasi FLUENT seperti tampak pada gambar

dibawah ini :

Gambar 4.10 Kontur Isolosses Exit Rectangular Cross-Section Bend 45o

Bila kita lihat gambar 4.10 diatas, losses yang besar terjadi didaerah dekat

B

A

C

D

y

z

Eksperimen

Simulasi FLUENT

F E

Tugas Akhir Konversi Energi 4-15

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

dinding, dinding radius luar, dan dinding radius dalam. Losses yang terjadi didaerah

dekat dinding radius dalam lebih besar dibandingkan dengan daerah dekat dinding

radius luar karena pada daerah ini terjadi separasi, hal ini ditunjukkan oleh adanya

vektor kecepatan tangensial yang bergerak meninggalkan dinding radius dalam.

Losses terbesar terjadi di daerah sekitar titik A dan titik B yaitu sudut pertemuan

antara sisi dinding radius dalam dengan dinding atas dan bawah. Losses besar ini

terjadi dikarenakan pada daerah tersebut terdapat vortex yang kuat dan terjadi

tumbukan antara aliran yang menuju dinding radius dalam dengan aliran yang

terseparasi (gambar 4.9).

Untuk lebih jelas, pada grafik dibawah ini akan ditampilkan prediksi tentang

isolosses dengan menggunakan berbagai macam pemodelan turbulensi yang hasilnya

dibandingkan dengan eksperimen

Tugas Akhir Konversi Energi 4-16

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Grafik 4.4: Prediksi Isolosses Outlet Rectangular Bend 450 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Dari grafik juga terlihat bahwa isolosses terbesar terletak dekat dinding radius

dalam dengan harga maksimum sekitar 1,5 karena sudah dijelaskan sebelumnya,

didaerah ini terjadi separasi yang kuat. Sedangkan pada daerah 0,2 < y/W < 0,8 atau

daerah tengah-tengah pitch, isolosses yang terjadi sangat kecil dikarenakan pada

daerah ini jauh dari pengaruh dinding dan jauh dari pusat vortex

Pada ketujuh pemodelan turbulensi menunjukkan prediksi yang hampir sama

tetapi setiap pemodelan mempunyai error yang berbeda-beda. Prediksi yang paling

akurat terletak di posisi z = 2 cm dari tengah span tetapi ketika mendekati dinding

atas yaitu posisi z = 5 cm dari tengah span, prediksi isolosses menjadi kurang akurat

Tugas Akhir Konversi Energi 4-17

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

hal ini bisa disebabkan pemodelan turbulensi kurang akurat dalam memprediksi

aliran dekat dinding.

4.2 SIMULASI ALIRAN PADA RECTANGULAR BEND 900

Sama seperti simulasi aliran yang pertama yaitu pada rectangular bend 450,

simulasi pada rectangular bend ini menggunakan diskretization dengan pressure-

velocity coupling SIMPLEC dan menggunakan model turbulensi Spalart-Allmaras,

k-ε, k-ω, dan Reynolds Stress Model (RSM). Wall function yang digunakan adalah

Non-Equilibrium Wall Function. Geometri benda kerja yang sama dengan geometri

benda kerja yang digunakan pada eksperimen Eddy (2000) seperti pada gambar

dibawah ini :

Gambar 4.11 Geometri Rectangular Bend 900

Panjang inlet (L) =120 cm, panjang pitch (W) = 25 cm, panjang span (b) = 15

cm, pada sisi keluaran panjang ke arah axial (x) = 22,5 cm dan sudut defleksi bend

(α) = 90 0. Properti aliran fluida yang digunakan : udara dengan massa jenis (ρ) =

1,225 kg/m3, viskositas (μ) = 1.7894e-05 kg/m.s.

120 cm22,5 cm

15 cm

25 cm

Tugas Akhir Konversi Energi 4-18

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Meshing yang digunakan adalah dengan hexahedral dengan jumlah 109.306

node. Boundary condition pada model adalah pada sisi inlet menggunakan pressure

inlet dengan kondisi awal tekanan atmosfer, pada sisi outlet menggunakan pressure

outlet dengan tekanan –280 pascal.

4.2.1 HASIL SIMULASI TEKANAN STATIS DINDING

Daerah yang akan dianalisa pada exit rectangular cross section- bend untuk

tekanan statis dinding akan dilakukan pada bidang ABJI dan bidang BCKJ seperti

yang digambarkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.12 Daerah AnalisaTekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 450

Sehingga struktur grid pada daerah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

A

B

C

D

I

J

L

K

Inner Curved Wall

Outer Curved Wall

Arah Aksial

Arah keliling (k) : A→B → C

Tugas Akhir Konversi Energi 4-19

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

AB = dinding radius dalam BC = dinding atas k = arah keliling x = arah aksial

Gambar 4.13 Struktur Grid Tekanan Statis Outlet Rectangular Bend 450

Dari hasil simulasi dan eksperimen dapat diperoleh contour isobar dinding exit

rectangular bend seperti pada gambar dibawah ini

(a) (b)

Gambar 4.14 Contour Isobar pada Dinding Outlet Rectangular Cross Section Bend 90o (a) Simulasi Fluent (b) Eksperimen

Seperti pada hasil simulasi tekanan statis rectangular bend 45o, tekanan statis

pada gambar 4.14 diatas juga menunjukkan adanya perbedaan tekanan statis dinding

yang besar antara daerah dinding radius dalam dan dinding radius luar yang

A

B

C

J

K

I

k

x

A

B

C K

J

I

Tugas Akhir Konversi Energi 4-20

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

disebabkan oleh pembelokan aliran oleh bend. Daerah dekat dinding radius dalam

pada exit rectangular cross section bend memiliki tekanan statis dinding paling kecil

sedangkan daerah dekat dinding radius luar merupakan daerah bertekanan statis

paling besar.

Bila kita amati pada daerah ABJI terlihat adanya pola tonjolan yang tajam ,

ini mengindikasikan terjadinya vortex yang kuat di daerah tersebut. Bila kita

bandingkan dengan kontur isobar pada rectangular bend 45o, intensitas vortex pada

rectangular bend 45o tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan rectangular bend

90o . Pada arah aksial x = 0 (garis C-B-A) tekanan statisnya tampak bervariasi yang

ditunjukkan dengan adanya semua warna colorbar, hal ini mengindikasikan adanya

vortex yang kuat begitu juga pada arah aksial sekitar x = 22,5 cm (garis K-J-I),

tekanan statisnya masih bervariasi sehingga pada daerah ini masih terdapat vortex

yang kuat.

Prediksi tekanan statis dinding outlet rectangular bend untuk berbagai

macam pemodelan turbulensi ditunjukkan dengan grafik tekanan statis pada posisi

arah aksial x =5 cm, x=10 cm dan x = 20 cm sebagai berikut :

Tugas Akhir Konversi Energi 4-21

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Grafik 4.5 : Prediksi Tekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 900 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Bila kita bandingkan grafik 4.5 diatas dengan grafik 4.1 yaitu grafik tekanan

statis dinding rectangular bend 450 maka terlihat bahwa hasil prediksi tekanan statis

pada grafik diatas memperlihatkan hasil yang kurang akurat dibandingkan dengan

hasil prediksi pada grafik 4.1. Hal ini disebabkan karena pada rectangular bend 900,

aliran sekunder yang terjadi lebih besar dibandingkan pada rectangular bend 450

sehingga aliran turbulensinya bersifat unisotropy. Oleh karena itu pemodelan

turbulensinya kurang dapat memprediksi dengan baik.

Tugas Akhir Konversi Energi 4-22

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Pada tabel dibawah ini diberikan persentase error masing-masing pemodelan

turbulensi sebagai pembanding terhadap hasil eksperimen. Contoh error yang

diambil sebagai pembanding terhadap eksperimen disini adalah error data pada posisi

arah aksial x = 5 cm.

Tabel 4.2 Error dalam Memprediksi Tekanan Statis Rectangular Bend 900 pada

Masing-masing Pemodelan Turbulensi

No Hasil Eksperimen / Simulasi % Error

1 Eksperimen (Eddy,2000) ---

2 Spalart-Allmaras 6,81

3 k-ε Standart 4,87

4 k-ε RNG 8,65

5 k-ε Realizable 4,66

6 k-ω Standart 6,7

7 k-ω SST 6,38

8 RSM 5

Dari ketujuh pemodelan turbulensi diatas baik Spalart-Allmaras, k-ε Standart,

k-ε RNG, k-ε Realizable, k-ω Standart, k-ω SST, dan RSM, pemodelan turbulensi

yang baik dalam memprediksi tekanan statis dinding adalah pemodelan k-ε

Realizable. Sedangkan pemodelan yang paling tidak akurat adalah pemodelan

Spalart-Allmaras.

4.2.2 HASIL SIMULASI AXIAL VELOCITY RATIO (AVR)

Daerah yang akan dianalisa untuk mendapatkan axial velocity ratio adalah

Tugas Akhir Konversi Energi 4-23

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

daerah sisi keluaran rectangular bend seperti ditunjukkan pada gambar struktur grid

dibawah ini :

Gambar 4.15 Struktur Grid Bidang Pengukuran Axial Velocity Ratio Rectangular Bend 90o

Dari hasil simulasi FLUENT dan eksperimen diperoleh hasil kontur axial

vel1ocity ratio sebagai berikut :

Gambar 4.16 Contour Axial Velocity Ratio Exit Rectangular Cross-Section Bend 90o

Pada gambar 4.16 diatas menunjukkan perbandingan kontur axial velocity ratio pada

daerah exit rectangular cross section bend 900 antara hasil eksperimen dengan hasil

simulasi FLUENT. Bila kita bandingkan gambar diatas dengan gambar kontur axial

B

A

C

D

Eksperimen

Simulasi FLUENT

F E y

z

A y

z

W =25 cm

C

D

AB = dinding radius dalam CD = dinding radius luar

h

B

b =15 cm

Tugas Akhir Konversi Energi 4-24

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

velocity ratio rectangular bend 450 (gambar 4.8), pada gambar diatas terlihat adanya

axial velocity ratio yang sangat rendah pada daerah dinding radius dalam (B-E-A)

yang tepat ditengah span pada sisi dinding radius dalam. Hal ini menujukkan adanya

blockage effect yang tinggi didaerah tersebut yang ditandai dengan harga axial

velocity ratio bertanda negatif . Blockage effect yang tinggi di daerah dinding radius

dalam pada bend 900 diakibatkan karena aliran dibelokkan secara tiba-tiba untuk

mengikuti kontur sehingga aliran tersebut terseparasi. Contoh kasus seperti ini dapat

dilihat seperi pada gambar 4.17 dibawah ini.

Gambar 4.17 Separasi pada Circular Bend 900

Keadaan seperti ini berbeda pada rectangular bend 450, karena pada sisi

dinding radius dalam bend 450 aliran dapat dengan mudah mengikuti kontur sehingga

tidak terjadi separasi seperti pada rectangular bend 900. Daerah berkecepatan aksial

paling tinggi adalah daerah didekat sudut antara dinding radius dalam dan dinding

atas atau dinding bawah serta daerah tengah pitch.

Tugas Akhir Konversi Energi 4-25

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Untuk memprediksi axial velocity ratio rectangular bend 90 pada berbagai

macam pemodelan turbulensi ditunjukkan pada grafik dibawah ini, dimana hasil

yang didapat dibandingkan dengan hasil eksperimen.

Grafik 4.6: Prediksi Axial Velocity Ratio Rectangular Bend 900 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Pada grafik diatas adalah hasil prediksi ketujuh pemodelan turbulensi mulai

dari pemodelan Spalart-Allmaras, k-ε Standart, k-ε RNG, k-ε Realizable, k-ω

Standart, k-ω SST, dan RSM yang diambil pada posisi arah span z = 2 cm dan z = 5

cm dimana tengah-tengah span terletak pada posisi z = 0 cm.

Tugas Akhir Konversi Energi 4-26

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Dari grafik tersebut untuk z = 2 cm terlihat bahwa daerah yang terjadi

blockage effect yang tinggi adalah pada daerah sekitar 0 < y/W < 0,1 atau daerah

dekat dinding radius dalam di tengah-tengah span yang ditandai dengan harga axial

velocity ratio mendekati nol sedangkan pada posisi z = 5 cm, blockage effect sudah

hampir tidak terjadi.

Diantara ketujuh pemodelan turbulensi, pemodelan RSM memberikan hasil

prediksi yang paling baik meskipun masih terdapat error.

4.2.3 HASIL SIMULASI DISTRIBUSI ALIRAN SEKUNDER

Daerah pengukuran untuk menentukan distribusi aliran sekunder adalah sama

seperti gambar 4.15 yaitu daerah exit cross-section bend (bidang ABCD). Hasil yang

telah diperoleh baik dari eksperimen ataupun dari simulasi FLUENT seperti tampak

pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.18 Distribusi Aliran Sekunder Exit Rectangular Cross-Section

Bend 90o

B C

y

z

Eksperimen

F E

A D Simulasi FLUENT

Tugas Akhir Konversi Energi 4-27

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Distribusi aliran sekunder pada gambar 4.18 diatas menunjukkan adanya

vortex flow. Pada bidang ABCD terdapat dua buah vortex yang simetri yaitu terletak

di bidang EBCF dan bidang AEFD. Pusat vortex yang pertama terletak didekat sudut

B yaitu titik pertemuan antara dinding radius dalam dengan dinding atas (B-C)

dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam sedangkan vortex yang kedua

terletak di sudut A yaitu titik pertemuan antara dinding radius dalam dengan dinding

bawah (A-D) dengan arah searah dengan arah jarum jam

Daerah tengah span merupakan daerah yang jauh dari pusat vortex sehingga

menunjukkan bahwa pada daerah tengah span tidak begitu terpengaruh oleh lapisan

batas dinding (dinding atas atau dinding bawah) dengan lapisan batas dinding radius

luar dan lapisan batas dinding radius dalam hal ini ditunjukkan oleh kecilnya

perubahan arah vektor kecepatan. Bila kita bandingkan dengan aliran sekunder pada

rectangular bend 450, pada daerah sudut pertemuan antara dinding bawah (A-D) dan

dan dinding dinding radius dalam (B-E) dapat terlihat bahwa aliran sekunder yang

terjadi disini lebih besar dibandingkan dengan aliran sekunder yang terjadi pada

rectangular bend 450 , yang ditandai dengan besarnya vektor kecepatan pada arah

tangensial.

Untuk dapat membandingkan antara setiap pemodelan turbulensi dengan

hasil eksperimen dapat dibuat dalam bentuk grafik posisi arah dari tengah span ke

dinding atas sebagai fungsi Vy/U dan fungsi Vz/U seperti grafik dibawah ini dimana

Vy/U adalah perbandingan antara kecepatan arah y terhadap kecepatan masuk inlet

dan Vz/U adalah perbandingan antara kecepatan arah z terhadap kecepatan masuk

inlet

Tugas Akhir Konversi Energi 4-28

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

(a)

(b)

Grafik 4.7: Prediksi Ratio Kecepatan Arah y dan Arah z Outlet Rectangular Bend 900 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi Turbulensi (a) Ratio

Kecepatan Arah y (Vy/U) (b) Ratio Kecepatan Arah z (Vz/U)

Tugas Akhir Konversi Energi 4-29

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Grafik 4.7-a merupakan grafik ratio kecepatan arah y, Vy/U dan grafik 4.7-b

merupakan grafik ratio kecepatan arah z, Vz/U. Dari ketujuh pemodelan turbulensi,

dalam memprediksi ratio kecepatan arah y terlihat masih kurang akurat terutama

pada daerah tengah pitch. Dari grafik 4.6-a terlihat pada daerah sekitar 0,1 < y/W <

0,7 terjadi error yang cukup besar dibandingkan daerah dekat dinding radius dalam

dan dinding radius luar.

Untuk prediksi ratio kecepatan arah z, pada grafik 4.7-b terlihat bahwa

pemodelan yang paling akurat adalah pemodelan k-ε dan RSM sedangkan untuk

pemodelan Spalart-Allmaras dan k-ω masih terjadi penyimpangan yang cukup besar.

4.2.4 HASIL SIMULASI ISOLOSSES

Daerah pengukuran untuk menentukan isolosses adalah sama seperti gambar

4.5 yaitu daerah exit cross-section bend (bidang ABCD). Hasil yang telah diperoleh

baik dari eksperimen maupun dari simulasi FLUENT seperti tampak pada gambar

dibawah ini :

Gambar 4.19 Kontur Isolosses Exit Rectangular Cross-Section Bend 90o

Eksperimen

y

z

B

A

C

D Simulasi FLUENT

F E

Tugas Akhir Konversi Energi 4-30

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Pada gambar 4.19 terlihat bahwa losses terbesar besar terjadi didaerah dekat dinding

dinding radius dalam tengah-tengah span. karena pada daerah ini terjadi separasi, hal

ini ditunjukkan oleh adanya vektor kecepatan tangensial yang bergerak

meninggalkan dinding radius dalam. Dari gambar terlihat adanya perbedaan antara

hasil eksperimen dengan hasil simulasi dimana daerah isolosses yang terjadi pada

daerah sekitar titik E lebih luas yaitu hampir ke tengah pitch bila dibandingkan

dengan hasil simulasi, hal ini dikarenakan pada simulasi pengaruh kekasaran

permukaan diabaikan sehingga isolosses pada hasil simulasi lebih kecil.

Pada grafik dibawah ini akan ditampilkan prediksi tentang isolosses dengan

menggunakan berbagai macam pemodelan turbulensi yang hasilnya dibandingkan

dengan eksperimen

Grafik 4.8 : Prediksi Isolosses Outlet Rectangular Bend 900 Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Tugas Akhir Konversi Energi 4-31

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Seperti dijelaskan diatas, dari grafik juga terlihat bahwa isolosses terbesar

terletak dekat dinding radius dalam dengan harga maksimum sekitar 2 karena sudah

dijelaskan sebelumnya, didaerah ini terjadi separasi yang kuat. Sedangkan pada

daerah 0,2 < y/W < 0,8 atau daerah tengah-tengah pitch, isolosses yang terjadi sangat

kecil dikarenakan pada daerah ini jauh dari pengaruh dinding dan jauh dari pusat

vortex Bila kita amati grafik diatas dan kita bandingkan dengan hasil grafik isolosses

pada rectangular bend 450, isolosses yang terjadi disini lebih besar karena tidak

terjadi hanya pada daerah sudut dan dinding dinding radius dalam saja tetapi meluas

ke arah pitch yaitu sekitar daerah 0 < y/W < 1,5. Selain itu juga bila kita bandingkan

harga isolosses pada daerah dinding radius dalam terjadi peningkatan sekitar 0,5.

Pada ketujuh pemodelan turbulensi menunjukkan prediksi yang hampir sama

tetapi setiap pemodelan mempunyai error yang berbeda-beda. Prediksi yang paling

akurat terletak di posisi z = 5 cm dari tengah span sedangkan pada posisi z = 2 cm

hasil yang didapat kurang begitu akurat.

4.3 SIMULASI ALIRAN PADA RECTANGULAR BEND 900 PANJANG

SPAN 7,5 CM.

Sama seperti simulasi aliran yang pada rectangular bend 450 dan rectangular

bend 900, simulasi pada rectangular bend ini menggunakan diskretization dengan

pressure-velocity coupling SIMPLEC dan menggunakan model turbulensi Spalart-

Allmaras, k-ε, k-ω, dan Reynolds Stress Model (RSM). Wall function yang

digunakan adalah Non-Equilibrium Wall Function. Geometri benda kerja yang yang

digunakan hampir sama dengan geometri benda kerja pada rectangular bend 900

Tugas Akhir Konversi Energi 4-32

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

tetapi pada pemodelan ini dilakukan variasi terhadap panjang span yaitu 7,5 cm yang

tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.20 Geometri Rectangular Bend 900 Span 7,5 cm

Panjang inlet (L) =120 cm, panjang pitch (W) = 25 cm, panjang span (b) = 7,5

cm, pada sisi keluaran panjang ke arah axial (x) = 22,5 cm dan sudut defleksi bend

(α) = 90 0. Properti aliran fluida yang digunakan : udara dengan massa jenis (ρ) =

1,225 kg/m3, viskositas (μ) = 1.7894e-05 kg/m.s.

Meshing yang digunakan adalah dengan hexahedral dengan jumlah 109.306

node. Boundary condition pada model adalah pada sisi inlet menggunakan pressure

inlet dengan kondisi awal tekanan atmosfer, pada sisi outlet menggunakan pressure

outlet dengan tekanan –270 pascal.

4.3.1 HASIL SIMULASI TEKANAN STATIS DINDING

Daerah yang akan dianalisa pada exit rectangular cross section- bend untuk

tekanan statis dinding akan dilakukan pada bidang ABJI dan bidang BCKJ seperti

yang digambarkan pada gambar dibawah ini :

120 cm

22,5 cm 7,5 cm

25 cm

Tugas Akhir Konversi Energi 4-33

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Gambar 4.21 Daerah AnalisaTekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 900 Span 7,5 cm

Struktur grid pada daerah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

AB = dinding radius dalam BC = dinding atas k = arah keliling x = arah aksial

Gambar 4.22 Struktur Grid Tekanan Statis Outlet Rectangular Bend 900 Span 7,5 cm

Kalau digambarkan dalam bentuk kontur tekanan statis dinding pada daerah

tersebut, dari hasil eksperimen dan simulasi didapatkan gambar sebagai berikut.

A

B

C

D

I

J

L

K

Inner Curved Wall

Outer Curved Wall

Arah Aksial

Arah keliling (k) : A→B → C

B

C

J

K

I

k

x A

Tugas Akhir Konversi Energi 4-34

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

(a) (b)

Gambar 4.23 Contour Isobar pada Dinding Outlet Rectangular Cross Section Bend 90o Span 7,5 cm (a) Simulasi Fluent (b) Eksperimen

Seperti pada hasil simulasi tekanan statis rectangular bend 45o dan

rectangular bend 90o , tekanan statis pada gambar 4.23 diatas juga menunjukkan

adanya perbedaan tekanan statis dinding yang besar antara daerah dinding radius

dalam dan dinding radius luar yang disebabkan oleh pembelokan aliran oleh bend.

Daerah dekat dinding radius dalam pada exit rectangular cross section bend

memiliki tekanan statis dinding paling kecil sedangkan daerah dekat dinding radius

luar merupakan daerah bertekanan statis paling besar.

Bila kita amati pada daerah ABJI terlihat adanya pola tonjolan yang tajam

dan agak berhimpit , ini mengindikasikan terjadinya vortex yang kuat di daerah

tersebut. Pada arah aksial tekanan statisnya semakin dekat dengan sisi outletnya akan

semakin besar, hal ini disebabkan karena tekanan hisap dari fan dan juga alirannya

sudah kembali normal.

Untuk mengetahui kemampuan keakuratan berbagai macam pemodelan

turbulensi dalam memprediksi tekanan statis dinding outlet rectangular bend akan

A

B

C K

J

I

Tugas Akhir Konversi Energi 4-35

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

ditunjukkan dengan grafik tekanan statis pada posisi arah aksial x =5 cm, x=10 cm

dan x = 20 cm sebagai berikut :

Grafik 4.9 : Prediksi Tekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 900

Span 7,5 cm Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Grafik diatas menunjukkan hasil prediksi ketujuh model turbulensi dimana

prediksi tekanan statis dinding dari ketujuh pemodelan turbulensi yang memberikan

hasil yang paling akurat adalah pemodelan k-ε RNG dan pemodelan RSM. Bila kita

bandingkan antara prediksi pada ketiga posisi pada arah aksial, pada posisi x = 2 cm

memberikan hasil prediksi yang paling tidak akurat karena pada posisi ini aliran

sekunder masih kuat sehingga kemampuan pemodelan turbulensi khususnya

Tugas Akhir Konversi Energi 4-36

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

pemodelan Spalart-Allmaras, k-ε Standart, k-ε RNG, k-ω Standart, dan k-ω SST

dalam memprediksi aliran sekunder kurang begitu akurat. Sedangkan pada posisi x =

10 cm dan x = 20 cm, errornya semakin kecil dikarenakan pada posisi ini aliran

sekundernya melemah.

Pada tabel dibawah ini diberikan persentase error masing-masing pemodelan

turbulensi sebagai pembanding terhadap hasil eksperimen. Contoh error yang

diambil sebagai pembanding terhadap eksperimen disini adalah error data pada posisi

arah aksial x = 5 cm.

Tabel 4.3 Error dalam Memprediksi Tekanan Statis Rectangular Bend 900 Span

7,5 cm pada Masing-masing Pemodelan Turbulensi

No Hasil Eksperimen / Simulasi % Error

1 Eksperimen (Eddy,2000) ---

2 Spalart-Allmaras 7,53

3 k-ε Standart 4,52

4 k-ε RNG 4,66

5 k-ε Realizable 4,39

6 k-ω Standart 5,76

7 k-ω SST 4,99

8 RSM 4,44

4.3.2 HASIL SIMULASI AXIAL VELOCITY RATIO (AVR)

Daerah yang akan dianalisa untuk mendapatkan axial velocity ratio adalah

daerah sisi keluaran rectangular bend seperti ditunjukkan pada gambar struktur grid

dibawah ini :

Tugas Akhir Konversi Energi 4-37

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

B

Gambar 4.24 Struktur Grid Bidang Pengukuran Axial Velocity Ratio Rectangular Bend 90o Span 7,5 cm

Dari hasil simulasi FLUENT diperoleh hasil kontur axial velocity ratio

sebagai berikut :

Gambar 4.25 Contour Axial Velocity Ratio Exit Rectangular Cross-Section Bend 90o Span 7,5 cm

Pada gambar 4.25 diatas menunjukkan perbandingan kontur axial velocity

ratio pada daerah exit rectangular cross section bend 900 Span 7,5 cm. Bila kita

bandingkan gambar diatas dengan gambar kontur axial velocity ratio rectangular

bend 900 (gambar 4.16), menunjukkan hasil yang sama yaitu axial velocity ratio

yang sangat rendah pada daerah dinding radius dalam (B-E-A) yang tepat ditengah

span pada sisi dinding radius dalam. Hal ini menujukkan adanya blockage effect

yang tinggi didaerah tersebut yang ditandai dengan harga axial velocity ratio

bertanda negatif.

y

z

A W =25 cm

C

D

AB = dinding radius dalam CD = dinding radius luar

h

B

b = 7,5 cm

A

C

D

Eksperimen

Simulasi FLUENT

F E y

z

Tugas Akhir Konversi Energi 4-38

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Simulasi FLUENT

4.3.3 HASIL SIMULASI DISTRIBUSI ALIRAN SEKUNDER

Daerah pengukuran untuk menentukan distribusi aliran sekunder adalah sama

seperti gambar 4.24 yaitu daerah exit cross-section bend (bidang ABCD). Hasil yang

telah diperoleh baik dari eksperimen ataupun dari simulasi FLUENT seperti tampak

pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.26 Distribusi Aliran Sekunder Exit Rectangular Cross-Section

Bend 90o Span 7,5 cm

Distribusi aliran sekunder pada gambar 4.26 diatas menunjukkan pada bidang

ABCD terdapat dua buah vortex yang simetri yaitu terletak di bidang EBCF dan

bidang AEFD. Pusat vortex yang pertama dan kedua terletak sangat berdekatan yaitu

terletak didekat titik E yaitu titik pada tengah-tengah span, hal ini disebabkan karena

jarak antara dinding atas dan dinding bawah sangat dekat. Bila kita bandingkan

dengan rectangular bend 90o span 15 cm pada pemodelan yang kedua, aliran

sekunder yang terjadi disini lebih besar yang ditunjukkan oleh besarnya vector

kecepatan arah y maupun arah z.

4.3.4 HASIL SIMULASI ISOLOSSES

Daerah pengukuran untuk menentukan isolosses adalah sama seperti gambar

B C

y

z

Eksperimen

F E

A D

Tugas Akhir Konversi Energi 4-39

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

4.24 yaitu daerah exit cross-section bend (bidang ABCD). Hasil yang telah diperoleh

baik dari eksperimen maupun dari simulasi FLUENT seperti tampak pada gambar

dibawah ini :

Gambar 4.27 Kontur Isolosses Exit Rectangular Cross-Section Bend 90o Span 7,5 cm

Pada gambar 4.27 terlihat bahwa losses terbesar terjadi didaerah dekat

dinding dinding radius dalam tengah-tengah span. karena pada daerah ini terjadi

separasi, hal ini ditunjukkan oleh adanya vektor kecepatan tangensial yang bergerak

meninggalkan dinding radius dalam. Losses yang besar terjadi pula di daerah sekitar

titik A dan titik B yaitu sudut pertemuan antara sisi dinding radius dalam dengan

dinding atas dan bawah. Losses ini terjadi dikarenakan pada daerah tersebut terdapat

vortex yang kuat dan terjadi tumbukan antara aliran yang menuju dinding radius

dalam dengan aliran yang terseparasi (gambar 4.26).

4.4 SIMULASI ALIRAN PADA RECTANGULAR BEND 900 PANJANG

SPAN 10,5 CM.

Untuk pemodelan dengan geometri benda kerja kali ini sama seperti simulasi

y

z B

A

C

D

Eksperimen

Simulasi FLUENT

F E

Tugas Akhir Konversi Energi 4-40

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

aliran sebelumnya, simulasi pada rectangular bend ini menggunakan diskretization

dengan pressure-velocity coupling SIMPLEC dan menggunakan model turbulensi

Spalart-Allmaras, k-ε, k-ω, dan Reynolds Stress Model (RSM). Wall function yang

digunakan adalah Non-Equilibrium Wall Function. Geometri benda kerja yang

digunakan hampir sama dengan geometri benda kerja pada rectangular bend 900

span 7,5 cm tetapi pada pemodelan ini panjang span yang semula 7,5 cm diubah

menjadi 10,5 cm seperti yang tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.28 Geometri Rectangular Bend 900 Span 10,5 cm

Panjang inlet (L) =120 cm, panjang pitch (W) = 25 cm, panjang span (b) =

10,5 cm, pada sisi keluaran panjang ke arah axial (x) = 22,5 cm dan sudut defleksi

bend (α) = 90 0. Properti aliran fluida yang digunakan : udara dengan massa jenis (ρ)

= 1,225 kg/m3, viskositas (μ) = 1.7894e-05 kg/m.s.

Meshing yang digunakan adalah dengan hexahedral dengan jumlah 109.306

node. Boundary condition pada model adalah pada sisi inlet menggunakan pressure

inlet dengan kondisi awal tekanan atmosfer, pada sisi outlet menggunakan pressure

outlet dengan tekanan –270 pascal.

120 cm

22,5 cm

10,5 cm

25 cm

Tugas Akhir Konversi Energi 4-41

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

4.4.1 HASIL SIMULASI TEKANAN STATIS DINDING

Daerah yang akan dianalisa pada exit rectangular cross section- bend untuk

tekanan statis dinding akan dilakukan pada bidang ABJI dan bidang BCKJ seperti

yang digambarkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.29 Daerah AnalisaTekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 900 Span 10,5 cm

Struktur grid pada daerah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

AB = dinding radius dalam BC = dinding atas k = arah keliling x = arah aksial

Gambar 4.30 Struktur Grid Tekanan Statis Outlet Rectangular Bend 900 Span 10,5 cm

A

B

C

D

I

J

L

K

Inner Curved Wall

Outer Curved Wall

Arah Aksial

Arah keliling (k) : A→B → C

B

C

J

K

I

k

x A

Tugas Akhir Konversi Energi 4-42

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Dari hasil eksperimen dan hasil simulasi didapat kontur tekanan statis dinding

sebagai berikut :

(a) (b)

Gambar 4.31 Contour Isobar pada Dinding Outlet Rectangular Cross Section

Bend 90o Span 10,5 cm (a) Simulasi Fluent (b) Eksperimen

Seperti pada hasil simulasi tekanan statis rectangular bend 45o dan

rectangular bend 90o span 7,5 cm , tekanan statis pada gambar 4.31 diatas juga

menunjukkan adanya perbedaan tekanan statis dinding yang besar antara daerah

dinding radius dalam dan dinding radius luar yang disebabkan oleh pembelokan

aliran oleh bend. Daerah dekat dinding radius dalam pada exit rectangular cross

section bend memiliki tekanan statis dinding paling kecil sedangkan daerah dekat

dinding radius luar merupakan daerah bertekanan statis paling besar.

Untuk mengetahui kemampuan keakuratan berbagai macam pemodelan

turbulensi dalam memprediksi tekanan statis dinding outlet rectangular bend akan

ditunjukkan dengan grafik tekanan statis pada posisi arah aksial x =5 cm, x=10 cm

dan x = 20 cm sebagai berikut :

A

B

C K

J

I

Tugas Akhir Konversi Energi 4-43

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Grafik 4.10 : Prediksi Tekanan Statis Dinding Outlet Rectangular Bend 900

Span 10,5 cm Menggunakan Berbagai Macam Pemodelan Turbulensi

Grafik diatas menunjukkan hasil prediksi ketujuh model turbulensi dimana

prediksi tekanan statis dinding dari ketujuh pemodelan turbulensi memberikan hasil

yang hampir sama. Bila kita bandingkan dengan prediksi pada outlet rectangular

bend 900 Span 7,5 cm, dari grafik diatas terlihat bahwa prediksi pada rectangular

bend 900 Span 10,5 cm memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan

rectangular bend 900 Span 7,5 cm hal ini dikarenakan pemodelan turbulensi kurang

begitu akurat diterapkan pada aliran pada rectangular bend dengan lebar Span yang

sempit dimana aliran sekunder yang terjadi sangat kuat.

Tugas Akhir Konversi Energi 4-44

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Pada tabel dibawah ini diberikan persentase error masing-masing pemodelan

turbulensi sebagai pembanding terhadap hasil eksperimen. Contoh error yang

diambil sebagai pembanding terhadap eksperimen disini adalah error data pada posisi

arah aksial x = 5 cm.

Tabel 4.4 Error dalam Memprediksi Tekanan Statis Rectangular Bend 900 Span ,5

cm pada Masing-masing Pemodelan Turbulensi

No Hasil Eksperimen / Simulasi % Error

1 Eksperimen (Eddy,2000) ---

2 Spalart-Allmaras 4.3

3 k-ε Standart 3,7

4 k-ε RNG 4,87

5 k-ε Realizable 3,72

6 k-ω Standart 3,97

7 k-ω SST 3,96

8 RSM 4

4.4.2 HASIL SIMULASI AXIAL VELOCITY RATIO (AVR)

Daerah yang akan dianalisa untuk mendapatkan axial velocity ratio adalah

daerah sisi keluaran rectangular bend seperti ditunjukkan pada gambar struktur grid

dibawah ini :

Tugas Akhir Konversi Energi 4-45

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Gambar 4.32 Struktur Grid Bidang Pengukuran Axial Velocity Ratio Rectangular Bend 90o Span 10,5 cm

Karena pada eksperimen untuk rectangular bend 900 span 10,5 cm tidak ada

data pendukungnya maka yang ditampilkan pada gambar kontur axial velocity ratio

dibawah ini hanya dari hasil simulasi FLUENT saja

Gambar 4.33 Contour Axial Velocity Ratio Exit Rectangular Cross-Section Bend 90o Span 10,5 cm

Pada gambar 4.33 diatas menunjukkan persamaan dengan kontur axial

velocity ratio pada daerah exit rectangular cross section bend 900 Span 7,5 cm.

Hanya saja terjadi perbedaan pada luasan daerah yang terjadi separasi dimana pada

model ini daerah yang terjadi separasi sangat kecil dibandingkan dengan rectangular

bend 900 span 7,5 cm.

y

z

A W =25 cm

C

D

AB = dinding radius dalam CD = dinding radius luar

h

B

b = 10,5 cm

Simulasi FLUENTA

C

D

F E

B

Tugas Akhir Konversi Energi 4-46

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

4.4.3 HASIL SIMULASI DISTRIBUSI ALIRAN SEKUNDER

Daerah pengukuran untuk menentukan distribusi aliran sekunder adalah sama

seperti gambar 4.32 Hasil yang telah diperoleh dari simulasi FLUENT seperti

tampak pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.34 Distribusi Aliran Sekunder Exit Rectangular Cross-Section Bend 90o Span 10,5 cm

Bila dibandingkan dengan distribusi aliran sekunder pada rectangular bend

900 span 7,5 cm distribusi aliran sekunder pada gambar 4.34 diatas menunjukkan

pusat vortex yang pertama dan kedua sudah agak menjauh dari tengah span atau

daerah dekat titik E selain itu juga aliran sekunder yang terjadi tidak sehebat pada

rectangular bend 900 span 7,5 cm.

4.4.4 HASIL SIMULASI ISOLOSSES

Hasil yang telah diperoleh dari simulasi FLUENT untuk kontur isolosses

seperti tampak pada gambar dibawah ini :

B C

y

z

F E

A D Simulasi FLUENT

Tugas Akhir Konversi Energi 4-47

Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITS

Gambar 4.35 Kontur Isolosses Exit Rectangular Cross-Section Bend 90o Span 10,5 cm

Sama seperti pada rectangular bend 900 span 7,5 cm, pada gambar 4.35

terlihat bahwa losses terbesar terjadi didaerah dekat dinding dinding radius dalam

tengah-tengah span. karena pada daerah ini terjadi separasi, hal ini ditunjukkan oleh

adanya vektor kecepatan tangensial yang bergerak meninggalkan dinding radius

dalam. Tetapi losses yang terjadi disini lebih kecil dibandingkan dengan losses pada

rectangular bend 900 span 7,5 cm.

Simulasi FLUENTA

C

D

F E

B