Pengaruh Unsur Niobium Pada Paduan Zirkonium-8% …
Transcript of Pengaruh Unsur Niobium Pada Paduan Zirkonium-8% …
Pengaruh Unsur Niobium Pada Paduan Zirkonium-8% Molibdenum Pada Pembuatan Biomaterial Dengan Proses Metalurgi Serbuk
Billysarius Pravisina, Badrul Munir
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok,
Depok, 16436, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penambahan unsur niobium 2%,4%,6%wt paduan zirconium pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fasa β-Zr yang mempunyai sifat mekanik yang baik dan densitas tinggi . Sampel penelitian ini dibuat dengan proses metalurgi serbuk mulai dari persiapan serbuk, kompaksi dan sintering . Setelah sintering, nilai porositas dan densitas sampel di ukur dengan Prinsip Archimedes kemudian sampel dipotong, diamplas dan sebagian dipoles. Setelah itu, semua sampel diuji nilai kekerasan menggunakan Rockwell C, senyawa pada paduan mikrostruktur menggunakan XRD, struktur mikro menggunakan OM dan SEM dan pengujian bioaktifitas menggunakan FTIR. Penambahan unsur niobium membuat nilai porositas meningkat dan menurukan nilai densitasnya. Selain itu, penambahan unsur niobium ini membuat kekerasan menjadi turun. Penambahan unsur niobium membuat fasa molibdenum semakin besar yang membuat lapisan hidroksiapatit sulit terbentuk pada permukaan sampel. Sampel dengan komposisi Zr-8Mo-2Nb merupakan komposisi optimal karena mempunyai sifatmekanis dan sifat bioaktifitas yang baiksehingga dapat digunakan sebagai aplikasi biomaterial.
Effect of Niobium Element On Zirconium Alloy -8% MolybdenumBiomaterials Fabrication In Powder Metallurgy Process
Abstract
Adding the niobium element 2%, 4%, 6% wt of zirconium alloys in this study aimed to obtain β-Zr phase with good mechanical properties and high density. Samples of this study were prepared by powder metallurgy from powder preparation, compaction and sintering. After sintering, the porosity and density of samples were measured by Archimedes principle then cut samples, scoured by sandpaper and polished. After that, all samples are tested hardness values using the Rockwell C , the resultant microstructure compounds using XRD, microstructure using OM and SEM and bioactivity properties using FTIR. Adding the element of niobium make the porosity increases and lowering the density. Moreover, the addition of the element niobium makes hardness lowered. Adding the element of niobium make larger phase molybdenum which makes difficult to form hydroxyapatite layer on the surface of the sample. Samples with composition Zr-8Mo-2Nb is optimal composition becauseit has good mechanical properties and good bioactivity properties that can be used as biomaterials applications. Key words: Zirconium alloy, Molybdenum, Niobium, biomaterial.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
1. Pendahuluan
Teknologi terus berkembang setiap tahunnya. Perkembangan ini muncul karena adanya
inovasi inovasi baru sebagai solusi permasalahan baru yang muncul tiap tahunnya .Inovasi
inovasi baru ini muncul hampir di seluruh bidang teknologi termasuk teknologi biomaterial.
Perkembangan teknologi biomaterial tersebut diiringi dengan permintaan dan penggunaan
biomaterial yang terus meningkat tiap tahunnyaSebagai gambaran, pasar global biomaterial di
tahun 2012 diperkirakan mencapai US$ 150-200 milyar termasuk untuk diagnosis dan
pengobatan[1]. Selain itu, Peningkatan tersebut juga dapat dilihat dari dari data permintaan dan
penggunaan biomaterial berbasis logam di dunia mencapai US$ 22,2 miliar pada tahun 2007 dan
diperkirakan akan menigkat sampai dengan US$ 30,9 miliar pada tahun 2012[2]. Sebagian besar
biomaterial berbasis logam tersebut digunakan untuk gigi dan pengganti tulang atau ortopedik.
Biomaterial dapat terbuat dari logam, polimer, keramik, ataupun komposit. Logam atau
paduan logam yang umum digunakan sebagai biomaterial adalah baja tahan karat, paduan
kromium-molibdenum(Co-Cr) dan titanium dan paduannya[3].Penggunaan 3 logam paduan
tersebut mempunyai beberapa masalah dan kendala. Pada baja tahan karat, bahan ini tidak terlalu
baik untuk biomaterial karena mudah terserang korosi yang sifatnya lokal seperti korosi batas
butir atau pelubangan (pitting) [4]. Penggunaan unsur nikel pada baja tahan karat dan paduan
kobalt tidak terlalu baik untuk biomaterial karena beberapa pasien mengalami alergi terhadap ion
nikel [5]. Pada paduan titanium, kendala yang dihadapi terdapat pada paduan Ti-6%Al-4%V,
dimana dapat menghasilkan ion Al dan ion V yang ditemukan berbahaya untuk sel dan sistem
syaraf manusia [4]. Beberapa kendala lainnya adalah sifat magnetic susceptibility yang tinggi dari
paduan tersebut sehingga dapat menggangu diagnosis dengan teknik MRI dalam pengambilan
gambar X-ray [6]. Gangguan itu itu berupa artifak yang muncul saat uji MRI [7].
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan biomaterial berbasis paduan
zirkonium dimana yang dapat menyelesaikan masalah pada biomaterial berbasis logam
sebelumnya. Kemudian penelitian ini dikhususkan untuk meneliti pengaruh penambahan unsur
paduan niobium pada logam paduan zirconium-molybdenum untuk mendapatkan kadar niobium
yang optimum sebagai unsur paduan dalam biomaterial berbasis paduan zirkonium.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
2. Dasar Teori
2.1 Logam Zirkonium
Zirkonium merupakan unsur ke-40 dalam tabel periodik. Zirkonium terdapat dalam
golongan titanium, golongan IVB, dimana hafnium juga berada [26][8]. Zirkonium memiliki titik
lebur tinggi, yaitu pada temperatur 1855 oC[22][9]. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Suyalatu, dkk.[27][10], Zr murni as-cast memiliki tegangan luluh 349 MPa, tegangan tarik 451
MPa, elongasi 13,7 % dan kekerasan sekitar 480 HV.
Zirkonium murni menunjukkan tiga fasa padat. Fasa ω-Zr stabil di bawah suhu 200 K.
Fasa α-Zr stabil pada rentang suhu antara 200 K dan 1.125 K. Fasa β-Zr stabil dari suhu 1.125 K
mencapai suhu lebur. Adapun beberapa sifat fisik dari logam zirkonium, antara lain suhu lebur
1.852 oC dan berat jenis 6,51 g/cm3 (fasa α) dan 6,05 g/cm3 (fasa β) [28][11]. Pada temperatur
ruang, zirkonium murni berada dalam fasa-α yang memiliki struktur kristal hexagonal
closepacked (hcp). Fasa-β dengan struktur kristal body centred cubic (bcc) merupakan fasa pada
temperatur tinggi. Transformasi alotropis dari fasa-α menjadi fasa-β terjadi pada temperatur
sekitar 870 oC (1600oF)[29][12].
Perkembangan terbaru dari aplikasi Zr adalah sebagai biomaterial. Paduan berbasis Zr
telah digunakan sebagai biomaterial ortopedis, seperti sendi lutut buatan[31, 32][13, 14]. Karena
berada dalam satu gologan dengan titanium, zirkonium memiliki sifat mirip dengan Ti yang telah
umum digunakan dalam aplikasi biomedis. Sifat biokompatibilitas zirkonium sangat baik.
Zirkonium memiliki ketahanan korosi tinggi[9][15] dan sitotoksisitas rendah[33][16] seperti titanium.
Akan tetapi, Zr lebih baik dari pada Ti dalam karakteristik magnetic susceptibility.Magnetic
susceptibility dari Ti paramagnetik adalah 3,2 x 10-6 cm3 g-1sedangkan Zr memiliki magnetic
susceptibility yang lebih rendah, yaitu 1,3 x 10-6 cm3 g-1[10][17].
2.2 Pengaruh Unsur Paduan MolibdenumPada LogamZirkonium
Zirkonium murni mempunyai kekuatan yang rendah oleh karena itu logam Zirkonium
butuh penguat struktural seperti molibdenum dan niobium. Sebagai unsur paduan pada Zr, Mo
merupakan unsur penstabil fasa-β[13][18]. Collings [34][19] menyampaikan bahwa magnetic
susceptibility bergantung pada fasa yang terkandung dan fraksi volume dari tiap fasa tersebut.
Magnetic susceptibility dari sistem paduan Zr-Mo (χZr-Mo) dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut:
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
χZr-Mo = Vα’ · χα’ + Vβ · χβ + Vω · χω
dimana χα’, χβ dan χω adalah magnetic susceptibility dari fasa α’, β dan ω, serta Vα’, Vβ
dan Vω adalah fraksi volume dari fasa α’, β dan ω. Fasa α’, β dan ω merupakan fasa non-
equilibrium pada paduan Zr-Mo, dimana fasa-fasa tersebut dapat muncul akibat pendinginan
cepat dari kondisi fasa β pada diagram fasa biner Zr-Mo [35][20]. Kemudian hubungan dari tiap
fasa pada paduan Zr-Mo dengan magnetic susceptibility adalah χβ>χα’>χω[27][21].Fasa β
mempunyai magnetic susceptibility lebih tinggi dibandingkan yang lain sedangkan fasa ω paling
rendah, karena kita membutuhkan sifat magnetic susceptibility yang rendah seharusnya kita
membuat paduan zirkonium menjadi fasa ω, tetapi fasa ω ini memiliki keuletan dan ketangguhan
yang rendah sehingga fasa ini harus dihindari[14][22].
2.2 Pengaruh Unsur Paduan NiobiumPada Logam Zirkonium
Penambahan unsur niobium berfungsi sebagai penguat secara struktural. Niobium juga
penstabil fasa β. Sifat-sifat fasa yang dihasilkan sama dengan unsur molibdenum yaitu sifat
kekuatan, ketangguhan dan magnetic susceptibility yang dihasilkan. Pada percobaan sebelumnya
fasa β terbentuk pada penambahan Nb sebesar 3% dan 20%, tetapi fasa yang terbentuk sangat
sedikit sedangkan paduan lainnya 9 terbentuk fasa α dan ω. Semakin banyaknya penambahan
unsur Nb ini membuat laju sintering akan menurun karena meningkatkan diameter rata-rata dari
porositas paduan. Sehingga belum terjadi penyusutan porositas pada paduan dengan kadar
Niobium tinggi.[22][23]
2.4 Fabrikasi Biomaterial dengan Metalurgi Serbuk
Penggunaan metalurgi serbuk semakin meningkat dan banyak dalam pembuatan berbagai jenis
material, hal ini disebabkan metalurgi serbuk mempunyai beberapa keunggulan yaitu:
• Dapat mempertahankan kemurnian unsur-unsur produk dengan mengontrol langkah-
langkah proses pembuatannya
• Ekonomis dan akurasi ukuran sampel yang tinggi. Permukaan sampel juga halus
• Mampu untuk membentuk ukuran produk yang kompleks dan kecil
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
• Mempunyai kemampuan untuk memproduksi paduan yang baru karena kebebasan dalam
jumlah komposisi dari logam dan non logam dimana hal tersebut tidak didapatkan dengan
metode normal.
Langkah-langkah pembuatan material dari metalurgi serbuk terdiri dari mixing, kompaksi dan
sintering.
2.4.1 Mixing
Mixing adalah proses mencampur beberapa serbuk berbeda atau mencampur serbuk yang
sama namun dengan ukuran yang berbeda. Mixing dilakukan agar partikel-partikel serbuk dapat
terdistribusi merata ketika membuat paduan. Dengan demikian dapat dihasilkan produk yang
bersifat homogen. [8][24].
2.4.2 Proses Kompaksi
Proses kompaksi merupakan proses pemberian gaya dari luar berupa tekanan untuk
mendeformasi serbuk agar terjadi deformasi partikel dan akan terbentuk ikatan antar partikel.
Semakin tinggi tekanan, semakin banyak partikel yang mengalami deformasi plastis.
Peningkatan tekanan menghasilkan packing yang lebih baik sehingga mengurangi porositas.
Dengan kata lain, semakin tinggi tekanan, densitas bakalan semakin tinggi[9][15].
2.4.3 Proses Sinter
Proses sinter merupakan proses pemanasan yang dilakukan di bawah suhu lebur untuk
membentuk ikatan antar partikel melalui mekanisme perpindahan massa yang terjadi pada skala
atomik. Proses sinter penting untuk menghasilkan sifat mekanik yang baik bagi material yang
dibuat dengan metalurgi serbuk. Pada prosesnya, sinter melibatkan mekanisme densifikasi dan
penyusutan. Tahapan proses sinter dapat dikelompokkan sebagai berikut [10][17]:
• Partikel mulai berikatan
• Pertumbuhan leher
• Pori-pori yang berhubungan mulai menutup
• Pori membulat
• Densifikasi atau penyusutan pori
• Pengasaran pori
Proses sinter akan menentukan densitas akhir dari material tersebut. Densitas tersebut
dipengaruhi oleh variabel-variabel yang ada saat sintering, antara lain [10][17]:
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
1. Suhu sinter
Peningkatan suhu sinter dapat meningkatkan densitas produk akan meningkat.
Peningkatan densitas tersebut juga akan memberikan sifat mekanik produk hasil sinter
menjadi lebih baik. Namun peningkatan suhu juga dapat menyebaban nilai penyusutan
yang lebih besar. Selain itu, semakin tinggi suhu maka biaya proses pun akan semakin
mahal.
2. Waktu sinter
Peningkatan waktu sinter hanya memberikan efek yang kecil apabila dibandingkan
dengan suhu sinter. Peningkatan waktu sinter memberikan pengaruh pada kenaikan
densitas. Peningkatan waktu sinter yang terlalu berlebihan akan membuat konsumsi
energi dan biaya proses yang semakin tinggi.
3. Tekanan sinter
Peningkatan tekanan pada saat sintering membantu proses pengikatan antar partikel
membuat proses sintering dapat berjalan lebih cepat. Dengan meningkatnya tekanan yang
diberikan saat proses sintering membuat densitas produk akhir semakin tinggi. Pemberian
tekanan yang tinggi saat proses sintering membuat biaya proses sintering semakin tinggi.
Tantangan pada proses metalurgi serbuk terdapat pada tahap proses sinter, yaitu
mengenai kondisi optimum untuk mendapatkan densitas yang tinggi, porositas yang rendah dan
dengan terbentuknya fasa yang diinginkan. Oleh karena itu, maka parameter sinter harus
dikondisikan secara optimal. Dalam proses sinter, hal-hal lain yang berpengaruh adalah ukuran
serbuk, morfologi serbuk, kemurnian dari serbuk logam yang digunakan, waktu mixing, tekanan
kompaksi, dan atmosfir sinter. Semua faktor tersebut akan berpengaruh pada sifat produk hasil
sinter [10][17].
3. Metodologi Penelitian
3.1 Proses Pembuatan Sampel
Langkah-langkah pembuatan sampel sebagai berikut :
a. Persiapan serbuk zirkonium, molibdenum, dan niobium.
b. Menimbang serbuk zirkonium, molibdenum, dan niobium dengan total massanya
adalah 11 gram
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
(3.1)
(3.2)
c. Serbuk zirkonium, molibdenum, dan niobium dicampur dan diaduk menggunakan
mesin bubut selama 1 jam
d. Serbuk zirkonium, molibdenum, dan niobium yang telah dicampur dibentuk dengan
cetakan dan ditekan menggunakan mesin kompaksi denga tekanan 8000 psi selama
15 menit
e. Sampel yang sudah dikompaksi dimasukkan kedalam tubefurnace untuk proses
sintering dengan temperature 12000C selama 2 jam.
f. Setelah sampel dipotong menjadi 2 bagian menggunakan low speed diamond cutting
3.2 Karakterisasi Sampel
3.2.1 Pengujian Densitas dan Porositas
Densitas dan porositas dapat dihitung menggunakan prinsip Archimedes, dengan langkah kerja
sebagai berikut :
a. Menimbang massa sampel di udara dengan menggunakan timbangan analitik (Mu).
b. Menimbang massa sampel yang dibenamkan dalam air (Ma).
Untuk pengukuran massa ini, gelas kimia berisi air diletakkan di atas timbangan
analitik dan sebuah statif ditempatkan pada posisi agar kepala statif berada di atas
gelas kimia. Sampel diikat dengan benang, kemudian ujung bebas benang dikaitkan
pada kepala statif sehingga sampel dapat dibenamkan dalam air (gambar 3.6).
c. Menghitung massa sampel dengan menggunakan persamaan:
ρsampel=Mu
Ma×ρair
Persen porositas pada sampel hasil percobaan dihitung menggunakan persamaan
berikut.
%Porositas = ρteoritis − ρpercobaan
ρteoritis × 100%
Untuk mendapatkan nilai densitas teoritis dari sampel berupa paduan, dapat menggunakan
persamaan berikut:
!" = !""!!!!!
!!!!!⋯!
!"!"
(3.3)
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
3.2.2 Pengujian X-Ray Diffraction (XRD)
Pengujian X-Ray diffraction (XRD) dilakukan pada tiap sampel. Pengujian XRD
bertujuan untuk mengetahui fasa apa yang terbentuk setelah hasil sinter. Pengujian XRD
dilakukan di Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Karakterisasi pengujian XRD didasarkan pada pola difraksi kristal saat ditembakkan dengan
sinar X pada sudut yang berbeda. Pada XRD jarak antar kisi (d-spacing) dari kristal yang
digunakan untuk karakterisasi[28][25].
3.2.3 Pengujian Kekerasan
Pada uji kekerasan dengan metode Rockwell, terdapat dua jenis indentor yang dapat
digunakan, yaitu bola baja yang diperkeras (hardened steel ball dengan diameter 1/16, 1/8, 1/4, atau 1/2 in.) dan diamond berbentuk kerucut dengan sudut 120o yang digunakan untuk material sangat
keras. Pada penelitian kali ini digunakan rockwell dengan tipe C yaitu beban 150 kg dengan
indentor intan. Proses penjejakan dilakukan sebanyak 5 jejak dan kemudian dirata-ratakan untuk
mendapatkan nilai kekerasan dari sampel uji.
3.2.4 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan dua alat, yaitu mikroskop
optik dan alat Scanning Electron Microscopy (SEM). Sebelum dilakukan pengamatan dilakukan
preparasi sampel terlebih dahulu yaitu amplas, poles dan etsa. Pengamplasan dilakukan untuk
menghilangkan oksida dan juga meratakan permukaan. Pengamplasan dimulai dari grit rendah
yaitu #80 sampai grit tinggi yaitu #1200. Kemudian dilakukan pemolesan dengan Al2O3 dan
dilanjutkan etsa dengan zat etsa untuk paduan zirkonium (45 mL H2O, 45 mL HNO3 (70%), dan
10 mL HF (48-52%) [32][14]. Proses preparasi dilakukan sesuai dengan standar ASTM E-3 yaitu
standar untuk spesimen metalografi. Setelah selesai melakukan preparasi kemudian dilanjutkan
pengamatan pada mikroskop optik dan SEM.
1. Pengamatan dengan mikroskop optik
Pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik, dilakukan pengamatan tanpa
menggunakan zat etsa dan dengan menggunakan zat etsa. Pengamatan tanpa
menggunakan zat etsa bertujuan untuk membandingkan banyaknya porositas yang
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
terbentuk pada ketiga sampel. Sedangkan pada pengamatan dengan menggunakan zat etsa
bertujuan untuk melihat fasa dan kondisi butir tiap sampel.
2. Pengamatan dengan SEM
Pengamatan dengan SEM bertujuan adalah untuk mengetahui persebaran unsur paduan
molibdenum dan niobium pada struktur mikro paduan zirkonium serta komposisi yang
terkandung pada fasa-fasa yang terbentuk pada sampel. Pengamatan dilakukan
menggunakan mode back-scattered electron (BSE) akan mendapatkan fasa pada paduan
zirkonium dan mode Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) yang terdapat pada
alat SEM memberikan unsur yang terdapat pada permukaan material paduan zirkonium.
3.2.5 Pengujian Simulated Body Fluid
SBF adalah larutan yang mengandung ion yang komposisinya mendekati cairan tubuh
manusia (blood plasma). SBF merupakan larutan metastabil yang mengandung ion
kalsium dan fosfat jenuh yang berhubungan dengan lapisan hidroksiapatit. Pembuatan
larutan SBF dengan bahan dan kadarnya sesuai pada tabel 3.1.
Tabel 0.1Bahan baku untuk larutan SBF (pH 7,40, 1 L).
No. Reagen Jumlah
1 NaCl 7,996 g
2 NaHCO3 0,350 g
3 KCl 0,224 g
4 K2HPO4.3H2O 0,228 g
5 MgCl2.6H2O 0,305 g
6 1M-HCl 40 mL
7 CaCl2 0,278 g
8 Na2SO4 0,071 g
9 (CH2OH)3CNH2 6,057 g
Tahapan membuat larutan SBF:
• Menyiapkan gelas kimia ukuran 1000 mL, magneticstirrer dan pipet volumetrik.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
• Tuangkan air ke dalam gelas kimia sebanyak 500 mL dan letakan gelas kimia diatas
magnetic stirrer.
• Aduk air dengan magnetic stirrer, dan kemudian tambahkan zat kimia satu per satu
hingga terlarut sesuai urutan pada tabel 3.3.
• Mengatur suhu larutan dalam gelas kimia pada suhu 36oC dengan magnetic stirrer.
• Mengatur pH larutan pada pH 7,40 dengan mengaduk larutan dan mentitrasi dengan
larutan 1M=HCl.
• Setelah pH tercapai, tambahkan air ke dalam gelas kimia hingga 1000 mL. Larutan
SBF telah siap digunakan.
Setelah pembuatan larutan SBF, sampel yang akan direndam dibersihkan terlebih dahulu dengan
larutan acetone menggunakan alat ultrasonic cleaner. Setelah itu, sampel dibersihkan dengan
aquades dan direndam di larutan SBF pada temperature ruangselama 1 bulan. Setelah
perendaman selama 1 bulan, sampel dibersihkan dengan aquades dan dilanjutkan dengan
pengujian FTIR.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Densitas dan Porositas Densitas hasil kompaksi didapatkan dengan menggunakan perhitungan massa bakalan
sampel dibagi volume bakalan sampel. Densitas hasil sinter didapatkan dengan persamaan 3.1.
Persentase porositas didapatkan dengan persamaan 3.2. Parameter densifikasi didapatkan dengan
persamaan 3.3.
Tabel 0.1Hasil Pengujian Densitas.
Sampel wt% Nb Densitas (gram/cm3) %
Porositas Parameter Densifikasi Hasil
Kompaksi Hasil Sinter
Densitas Teoritis
B2 2 4.97 6.55 6.74 2,86 0.89 B4 4 5,13 6.42 6.77 5,25 0.78 B6 6 4.98 6.41 6.81 5,79 0.78
Pada tabel 4.1 tersebut dapat dilihat bahwa dengan penambahan %massa Nb maka akan
meningkatkan densitas pada paduan zirconium secara teoritis. Penambahan unsur paduan yang
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
memiliki densitas lebih besar dari suatu logam akan meningkatkan densitas dari logam tersebut,
dimana terkait dengan hukum pencampuran. Dalam penelitian ini digunakan unsur paduan
molibdenum yang memiliki densitas sebesar 10.22 gram/cm3 dan niobium 8,57gram/cm3 yang
lebih besar dari densitas logam zirkonium yang sebesar 6.51 gram/cm3. Tetapi hal ini tidak
sesuai dengan densitas hasil sintering yang terus berkurang seiring dengan bertambahnya
%massa niobium. Hal ini mungkin disebabkan oleh porositas yang dihasilkan semakin banyak
seiring bertambahnya %massa niobium sehingga densitasnya menjadi turun.Pada table 4.1,
grafik densitas hasil kompaksi naik saat penambahan 4%massa niobium dan mengalami
penurunan saat penambahan 4%massa niobium. Seharusnya dengan penambahan %massa
niobium akan meningkatkan densitas baik itu densitas kompaksi maupun setelah sintering. Hal
ini mungkin disebabkan pada saat pemberian tekanan pada saat kompaksi, tekanan yang
diberikan tidak selalu stabil sehingga harus diberikan tekanan supaya mencapai 8000 psi. Selain
itu, densitas tersebut turun karena serbuk molibdenum dan niobium menempel pada dies
kompaksi sehingga menurunkan nilai densitas pada penambahan 6%massa niobium.
Pada table 4.1 tersebut dapat dilihat bahwa dengan penambahan %massa Nb akan
meningkatkan jumlah porositas paduan zirkonium, serta menurunkan parameter densifikasi dari
paduan zirkonium.Jumlah porositas dari suatu produk metalurgi serbuk, erat kaitannya dengan
proses densifikasi yang terjadi selama proses pembuatan. Semakin tinggi jumlah porositas yang
terbentuk, maka proses densifikasi yang terjadi selama proses pembuatan semakin buruk, atau
dapat dikatakan parameter densifikasinya menurun. Dengan kata lain, penambahan unsur
niobium dapat menurunkan parameter densifikasi dari paduan zirkonium.
4.2 Struktur Fasa
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
Gambar 0.1Perbandingan grafik hasil pengujian XRD pada sampel B2, B4 dan B6.
Hasil pola difraksi pada grafik diolah dengan menggunakan software ‘X’Pert HighScore
Plus’ untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk dengan melihat puncak-puncak pola difraksi.
Berdasarkan puncak-puncak pola difraksinya, fasa-fasa yang terkandung dalam sampel adalah α-
zirkonium dan zirkonium oksida (ZrO2). Pada penelitian sebelumnya, dengan penambahan
8%massa molibdenum didapatkan α-zirkonium, Mo2Zr dan zirkonium oksida, sedangkan
penambahan 3%massa niobium didapatkan α-zirkonium, β-niobium, β-zirkonium dan zirkonium
oksida.
Persebaran fasa yang terdapat pada sampel dapat diketahui dengan melakukan
pengamatan struktur mikro menggunakan scanning electron microscope (SEM) dengan metode
back-scattered electron (BSE) dan energy dispersive x-ray (EDS). Hasil pengamatan
menggunakan SEM dapat dilihat pada gambar 4.4, dimana pada pengamatan ini
menggunakansampel penelitian dengan komposisi Zr-8%Mo-2%Nb dengan proses sinter dengan
suhu 1200oCselama 2 jam.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
Gambar 0.2Hasil pengamatan persebaran fasa dari paduan Zr-12Mo: Foto struktur mikro menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran (a) 100X dan (b) 500X; dan SEM dengan metode (d,f) secondary electron dan (c,e) back-
scattered electron.
Tabel 0.2Data komposisi kimia hasil uji EDS pada gambar 4.4 .
Titik Wt%
Zr
Wt%
Nb
Wt%
Mo
1 04,51 00,00 95,49
2 76,25 18,49 05,26
3 73,59 18,91 07,50
Hasil pengujian EDS pada titik 1 komposisi molibdenum mencapai 95,49%. Ditinjau dari
komposisi kimianya, titik atau daerah tersebut dapat dinyatakan sebagai daerah fasa
molibdenum, dimana komposisinya didominasi oleh molibdenum. Pada titik 2, didapatkan hasil
perbandingan persentase massa (Mo,Nb) dan Zr mencapai 2:1, sehingga titik ini dapat
dinyatakan sebagai campuran fasa (Mo,Nb)2Zr dan α-zirkonium, dimana pada pengamatan
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
dengan mikroskop optik menampilkan warna coklat. didapatkan hasil perbandingan persentase
massa (Mo,Nb) dan Zr mencapai 2:1, sehingga titik ini dapat dinyatakan sebagai campuran fasa
(Mo,Nb)2Zr dan α-zirkonium. Perbedaan titik satu dan titik 2 adalah kandungan fasa (Mo,Nb)2Zr
yang terbentuk. Pada titik 3, (Mo,Nb)2Zr lebih banyak terbentuk karena lebih banyak kandungan
molibdenum dan zirkonium. Pada titik 3 kemungkinan juga mengandung β-zirkonium.
4.3 Struktur Mikro Berdasarkan pengamatan pada gambar 4.8, fasa-fasa yang terbentuk pada keempat
sampel cenderung serupa, yakni fasa α-zirkonium yang berupa matriks berwarna coklat agak
gelap (panah berwarna hijau), fasa molibdenum berwarna putih terang (panah berwarna kuning),
fasa α-zirkonium dan fasa intermediate (Mo,Nb)2Zr yang berwarna coklat terang (ditunjuk
dengan panah berwarna merah) , sedangkan fasa α-zirkonium , fasa intermediate (Mo,Nb)2Zr
dan β-zirkonium bewarna abu-abu (ditunjuk dengan panah berwarna biru).
Pada struktur mikro sampel yang terlihat pada gambar 4.8, menunjukkan bahwa semakin
banyaknya niobium yang ditambahkan ke paduan zirconium membuat molibdenum pada paduan
zirconium menjadi susah larut secara homogen saat sintering. Hal ini membuat molibdenum
berdiri sendiri membentuk molibdenum. Dengan bertambahnya kandungan molibdenum
membuat jumlah fasa molibdenum juga meningkat. Selain itu, penambahan niobium juga
menurunkan terbentuknya fasa intermediate (Mo,Nb)2Zr. Hal ini disebabkan molibdenum sulit
untuk berdifusi dibandingkan niobium sehingga hanya sebagian kecil molibdenum yang dapat
berdifusi/tercampur secara homogen, sisanya yang tidak berdifusi membentuk molibdenum.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
Gambar 0.3 Struktur mikro paduan zirconium-8%massa Mo dengan variasi: (a&b) 2% massa Nb, (c&d) 4% massa Nb dan (e&f) 8% massa Nb.
4.4 Kekerasan Makro
Pengujian kekerasan makro dilakukan dengan metode Rockwell C dengan beban
indentasi sebesar 150 kgf. Nilai kekerasan pada keempat sampel penelitian ini (B2, B4, B6)
dapat dilihat pada gambar 4.7. Dimana nilai kekerasan tertinggi dihasilkan sampel B2 dengan
46,7HRC, sedangkan kekerasan terendah dihasilkan sampel B6 dengan 38,9 HRC.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
Gambar 0.4Pengaruh kandungan niobium (wt%) terhadap sifat kekerasan makro (HRC).
Pada gambar 4.9 terlihat bahwa pengaruh kandungan niobium terhadap kekerasan paduan
zirkonium hasil proses metalurgi serbuk tidak mengalami perubahan secara signifikan.
Kekerasan keempat sampel berkisar antara 38 hingga 46 HRC, dimana kekerasan tertinggi
dicapai oleh sampel B2 dan kekerasan terendah dicapai oleh sampel B6. Bila ditinjau dari
pembahasan dalam subbab-subbab sebelumnya, faktor yang dapat mempengaruhi nilai kekerasan
adalah struktur mikro (fasa) dan porositas. Dimana fasa intermediate (Mo,Nb)2Zr dapat
meningkat kekerasan sedangkan porositas dapat menurunkan kekerasan material [39]. Pada
sampel B2 memiliki fasa intermediate (Mo,Nb)2Zr paling banyak (dari foto OM) dan porositas
paling rendah sehingga membuat kekerasan sampel B2 paling keras dalam percobaan ini
sedangkan sampel B6 memiliki fasa intermediate (Mo,Nb)2Zr dan β-zirkonium paling sedikit
(dari foto OM) dan porositas paling banyak sehingga membuat kekerasan sampel B2 paling
rendah dalam percobaan ini.
4.5 Sifat Bioaktivitas
Pengujian untuk mengetahui sifat bioaktivitas dilakukan dengan mencelupkan sampel ke
dalam larutan simulated body fluid (SBF) selama 30 hari, yang kemudian akan diuji terbentuknya
lapisan bone-like apatite berupa hydroxyapatite(Ca10(PO4)6(OH)2) dipermukaan sampel.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
2 4 6
Kekerasan (HRC
)
Wt% Nb
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
Pengujian yang dilakukan berupa uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), dimana
pada pengujian ini akan mendeteksi gugus-gugus organik yang terbentuk pada permukaan
sampel. Gugus-gugus organik ini akan mengidentifikasikan apakah lapisan bone-like apatite
terbentuk atau tidak pada sampel.
Gambar 0.5Grafik hasil uji FTIR. (a) B6 (6% massa Mo), (b) sampel B2 (2% massa Nb).
Gambar 4.10 menunjukkan hasil grafik pada pengujian FTIR pada sampel B2 dan B6.
Pada gambar terdapat peak yang menunjukkan adanya gugus organik yang terditeksi saat
pengujian FTIR. Lapisan hidroksiapatit ini terbentuk jika pada sampel mempunyai 3 gugus
organik yaitu O-H (gugus OH-) dan P-O (gugus PO), C=Odan C-O (gugus CO32-). Pada gambar
4.10 dapat dilihat bahwa lapisan hidroksiapatit hanya terbentuk pada gambar b (sampel B2)
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
5. Kesimpulan
1. Penambahan unsur paduan niobium dari 2%, 4%, dan 6% massa akan menurunkan
densitas dari paduan logam zirconium 8% Mo. Penurunan ini disebabkan oleh
peningkatan porositas.
2. Penambahan unsur paduan niobium dari 2%, 4%, dan 6% massa akan meningkatkan
porositas dari paduan logam zirconium 8% Mo. Peningkatan ini dipengaruhi ukuran
serbuk dan koefisien difusivitas di dalam logam zirconium. Semakin kecil ukuran serbuk
membuat porositas makin rendah, semakin banyak variasi jenis dan ukuran serbuk
membuat nilai porositas makin tinggi karena koefisien difusivitas makin turun.
3. Penambahan niobium pada paduan zirkonium 8%massa molibdenum dapat membentuk
fasa α-zirkonium, intermediate(Mo,Nb)2Zr dan β-zirkonium, tetapi dengan penambahan
niobium membuat fasa intermediatesemakin sedikit, karena molibdenum tidak dapat
berdifusi secara keseluruhan dan membentuk fasa molibdenum.
4. Kekerasan optimal didapat pada komposisi Zr-8Mo-2Nb karena banyak terbentuk fasa
intermediate (Mo,Nb)2Zr dan porositas yang terbentuk rendah.
5. Pada paduan Zr-8Mo-2Nb terbentuk lapisan hidroksi apatit sedangkan paduan Zr-8Mo-
6Nb tidak terbentuk. Lapisan ini tidak terbentuk akibat banyaknya fasa molibdenum yang
terbentuk pada komposisi Zr-8Mo-6Nb.
6. Sifat mekanis yang optimal terdapat pada komposisi Zr-8Mo-2Nb, sehingga komposisi
ini dianjurkan sebagai komposisi untuk pembuatan biomaterial.
6. Referensi
1. Bergmann, C. P. and A. Stumpf. Microstructure, Properties and Degradation. 2013. 29
Maret 2014
2. bcc Reaserch | Market Forecasting. “Healthcare: Biocompatible Materials for the Human
Body”. 29 Maret 2014. <http://www.bccresearch.com/report/HLC010D.html>
3. Hermawan, H., D. Ramdan, and J.R.P. Djuansjah. “Metals for Biomedical Application.”
Biomedical Engineering - From Theory to Applications. Ed. Reza Fazel. InTech, 2011. 411-
430.
4. Junaidi, Syarif. Biomaterial Berbasis Logam. 2009. 29 Maret 2014.
<http://www.infometrik.com/2009/08/biomaterial-berbasis-logam>.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014
5. BoneSmart – Global Consumer Awareness of Joint Replacement Options. “Knee
Replacement Implant Materials”. 29 Maret 2014. <http://bonesmart.org/knee/knee-
replacement-implant-materials/>.
6. Hermawan, H., D. Ramdan, and J.R.P. Djuansjah, Biomedical Engineering - From Theory to
Applications, in Metals for Biomedical Applications, R. Fazel-Rezai, Editor. 2011, InTech.
p. 411- 425
7. Bidhendi, H.R.A. and M. Pouranvi, Corrosion Study of Metallic Biomaterials in Simulated
Body Fluid. Metalurgija-MJoM 2011. 17: p. 13-22.
Pengaruh unsur niobium pada..., Billysarius Pravisina, FT UI, 2014