Hisab Praktis Awal Waktu Shalat
Transcript of Hisab Praktis Awal Waktu Shalat
HISAB PRAKTIS AWAL WAKTU SHALAT *Oleh Ahmad Izzuddin, M.Ag * *
1. Perhatikan dengan cermat bujur (λx), baik bujur barat atau bujur timur, Lintang (фx) dan tinggi tempat dari permukaan laut. Bujur (λx) dan lintang (фx) dapat diperoleh melalui tabel, peta, Global Positioning System (GPS) dan lain-lain. Tinggi tempat dapat diperoleh dengan bantuan altimeter atau juga dengan GPS. Tinggi tempat diperlukan guna menentukan besar kecilnya kerendahan ufuk (ku). Untuk mendapatkan kerendahan ufuk (ku) dipergunakan rumus : ku = 0° 1,76’ √m (m = tinggi tempat ).Tentukan tinggi matahri (ho) saat terbit atau terbenam dengan rumus : ho terbit/terbenam = - ( ref + sd + ku ). Ref singkatan dari refraksi yaitu pembiasan atau pembelokan cahaya matahari karena matahari tidak dalam posisi tegak, refraksi tertinggi adalah ketika matahari terbenam yaitu 0° 34’. Sd singkatan dari semi diameter matahari yang besar kecilnya tidak menentu tergantung jauh dekatnya Bumi-matahari, sedangkan semi diameter matahari rata-rata adalah 0° 16’. Tinggi matahari untuk awal Ashar, pertama di cari jarak zenith matahari pada saat di meridian (zm) pada saat awal Dzuhur/zawal dengan rumus : zm = δm - фx, dengan catatan zm harus selalu positif, kalau negatif harus diubah menjadi positif. Kedua baru menentukan tinggi matahari untuk awal Ashar dengan rumus : ha = Tan zm + 1. Tinggi matahari untuk awal Isya’ digunakan rumus ho Awal Isya’ = -17 + ho terbit/terbenam. Tinggi matahari untuk awal Shubuh digunakan rumus : ho Awal Shubuh = -19 + ho terbit/terbenam. Dan h Dhuha = 4° 30’.2. Perhatikan deklinasi matahari (δm) dan gunakan equation of time (e) pada tanggal yang dikehendaki[1].
3. Tentukan sudut waktu matahari (to) dengan menggunakan rumus :Cos to = Sin ho : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
Catatan : Ashar, Maghrib dan Isya’; to = + (positif) Shubuh, Terbit dan Dhuha; to = - (negatif).4. Untuk mengubah Waktu Hakiki atau Istiwa’ menjadi Waktu Daerah / WD (WIB,WITA,WIT) gunakan rumus :Waktu Daerah / WD = WH – e + (λd - λx) : 15 atau = WH – e + (BTd-BTx) : 15 λd = BTd adalah Bujur Daerah, yaitu WIB = 105°, WITA = 120° dan WIT = 135°.5. Apabila hasil perhitungan ini hendak digunakan untuk keperluan ibadah, maka hendaknya dilakukan ikhtiyat dengan cara sebagai berikut :a. Bilangan detik berapapun hendaknya dibulatkan menjadi satu menit, kecuali untuk terbit detik berapapun harus dibuang.b. Tambahkan lagi bilangan 2 menit, kecuali untuk terbit kurangi 2 menit.Contoh : Dzuhur : pukul 11 : 32 : 40 WIB. menjadi pukul 11 : 35 WIB. Terbit : pukul 05 : 13 : 27 WIB. menjadi pukul 05 : 11 WIB.Contoh :Hitung dan tentukan awal-awal waktu shalat untuk kota Semarang pada tanggal 27 November 2005 M. Ketinggian tempat kota Semarang dari permukaan laut kurang lebih 200 Meter.Kerendahan ufuk (ku) = 0° 1,76’ x √200 = 0° 24’ 53,41”ho ( tinggi matahari) saat terbit/terbenam = - (0° 34’ + 0° 16’ + 0° 24 53,41”) = - 1° 14’ 53,41”
Dari tabel diperoleh data, Semarang terletak pada BT (λx) = 110° 24’ BT dengan Lintang (Φx) = -7° LS.Dari data di peroleh deklinasi matahari (δm) = -21° 11’ 06”, dan equation of time = +0° 12’ 20”.
1. WAKTU DZUHURWaktu Dzuhur di mulai pada saat matahari terlepas dari titik kulminasi atas, yang harus diingat adalah ketika matahari berada di sudut waktu meredian maka pada saat itu menunjukan sudut waktu 0° dan ketika itu waktu menunjukkan pukul 12 menurut waktu matahari hakiki.Dzuhur = pukul 12 Waktu Hakiki (WH).WIB = WH – e + (λd - λx) : 15 = pkl. 12 – (+0j 12m 20d) + (105°- 110° 24’) : 15 = pkl. 12 – 0j 12m 20d + (105°- 110° 24’) : 15 = pkl. 12 – 0j 12m 20d + ( -5° 24’ 0”):15 = pkl. 12 – 0j 12m 20d - 0j 21m 36d
= pkl. 12 - 0j 33m 56d
= pkl. 11 : 26 : 04 = pkl. 11 : 29 WIB.2. WAKTU ASHAR Ketika matahari mulai berkulminasi atau berada di meridian (ketika awal waktu Dzuhur) sesuatu/benda yang tegak lurus yang berada pada permukaan bumi belum pasti memiliki bayangan. Bayangan itu akan terjadi ketika harga lintang tempat dan harga deklinasi berbeda. Harga besarnya deklinasi adalah Tan zm di mana ZM adalah jarak sudut antara zenit dan matahari ketika berkulminasi sepanjang meridian yakni:a. zm (jarak zenith) = | δm - Φx | jarak antara zenit dan matahari seharga harga lintang mutlak lintang tempat dikurangi deklinasi matahari. =-21° 11’ 06” – (-7°) = -21° 11’ 06” + 7° = -14° 11’ 06” = 14° 11’ 06”b. ha (tinggi matahari pada awal Ashar) Cotan ha = Tan zm + 1 = Tan 14° 11’ 06” + 1 = 38° 35’ 53.42”Cara pejet kalkulator I : 14° 11’ 06” Tan + 1 = Shift 1/x Shift Tan Shift °Cara pejet kalkulator II : Shift Tan ( 1 : (Tan 14° 11’ 06”+1))c. to (sudut waktu matahari) awal AsharCos to = Sin ha : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
= Sin 38° 35’ 53.42” : Cos -7°: Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”to = + 51° 12’ 25.32” = +03 j 24m 49.69 d
Cara pejet kalkulator I :38° 35’ 53.42” Sin : 7° +/- Cos: 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.Cara pejet kalkulator II :Shift Cos (Sin 38° 35’ 53.42” : Cos (-)7°: Cos -21° 11’ 06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”) = Shift °
d. Awal waktu Ashar= pkl. 12 + (+03 j 24m 49.69 d)= pkl. 15 j 24m 49.69d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
= pkl. 14 : 50 : 53.69= pkl. 14 : 53 WIB3. WAKTU MAGHRIB Waktu Maghrib adalah waktu matahari terbenam, yaitu waktu dimana piringan matahari bersinggungan dengan ufuk.a. ho (tinggi matahari) saat terbit/terbenam = - 1° 14’ 53”,41b. to (sudut waktu matahari) awal MaghribCos to = Sin ho : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
= Sin - 1° 14’ 53,41” : Cos -7°: Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”to = + 94° 04’ 43.03” = +06 j 16m 18.87 d
Cara pejet kalkulator I :1° 14’ 53,41” +/- Sin : 7° +/- Cos: 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.Cara pejet kalkulator II :Shift Cos (Sin (-) 1° 14’ 53,41” : Cos (-) 7°: Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)c. Awal waktu Maghrib = pkl. 12 + (+06 j 16m 18.87 d) = pkl. 18 j 16m 18.87d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
= pkl. 17 : 42 : 22.87 = pkl. 17 : 45 WIB4. WAKTU ISYA’ Waktu Isya’ di mulai apabila matahari sudah terbenam dan di bawah ufuk Barat, permukaan Bumi tidak langsung menjadi gelap.a. ho (tinggi matahari) untuk awal Isya’ = -17° + (- 1° 14’ 53,41”) = -17° - 1° 14’ 53,41” = -18° 14’ 53,41”b. to (sudut waktu matahari) awal Isya’ Cos to = Sin ho : Cos Φx : Cos δm – Tan Φx x Tan δm
= Sin - 18° 14’ 53,41” : Cos -7°: Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06”to = + 112° 42’ 7.45” = +07j 30m 48.5 d
Cara pejet kalkulator I :18° 14’ 53,41” +/- Sin : 7° +/- Cos: 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.Cara pejet kalkulator II :Shift Cos (Sin (-) 18° 14’ 53,41” : Cos (-) 7°: Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)c. Awal waktu Isya’= pkl. 12 + (+07j 30m 48.5 d)
= pkl. 19j 30m 45.39 d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
= pkl. 18 : 56 : 52.5= pkl. 18 : 59 WIB5. WAKTU SHUBUH Waktu Shubuh di mulai sejak terbit fajar sampai terbitnya matahari.a. ho (tinggi matahari) untuk awal Shubuh = -19° + (- 1° 14’ 53,41”) = -19° - 1° 14’ 53,41” = -20° 14’ 53,41”b. to (sudut waktu matahari) awal Shubuh Cos to = Sin ho : Cos фx : Cos δm – Tan фx x Tan δm
= Sin - 20° 14’ 53”,41 : Cos -7°: Cos -21° 11’ 06” – Tan -7° x Tan -21° 11’ 06” to = - 114° 55’ 56.2” = - 07j 39m 43.75 d
Cara pejet kalkulator I :20° 14’ 53”,41 +/- Sin : 7° +/- Cos: 21° 11’ 06” +/- Cos – 7° +/- Tan x 21° 11’ 06” +/- Tan) = Shift Cos Shift °.Cara pejet kalkulator II :Shift Cos (Sin (-) 20° 14’ 53”,41 : Cos (-) 7°: Cos (-) 21° 11’ 06” – Tan (-) 7° x Tan (-) 21° 11’ 06”)c. Awal waktu Shubuh= pkl. 12 + (- 07j 39m 43.75 d)= pkl. 04j 20m 16.25 d Waktu Hakiki - 0j 33m 56d
= pkl. 03 : 46 : 20.25
Menghitung Waktu Sholat
Sumber : prayertime.org
Terjemah Bebas oleh : Pengelola Blog http://tanyarezaervani.wordpress.comTabel Waktu dalam Islam dapat digambarkan dalam tabel berikut :
WAKTU DEFINISI
IMSAK Waktu untuk berhenti makan sahur (saat puasa)
beberapa saat sebelum Fajar
FAJAR Saat langit mulai terlhat terang.
MATAHARI TERBIT
Waktu saat matahari mulai menampakkan dirinya diatas horison.
ZHUHURKetika matahari mulai turun setelah mencapai puncak tertingginya di langit
ASHAR
Waktu ketika panjang dari bayangan objek mencapai suatu faktor (biasanya 1 atau 2) dari panjang objek tersebut ditambah panjang dari bayangan objek tersebut pada tengah hari.
MATAHARI TENGGELAM
Waktu saat matahari menghilang dibawah horison.
MAGHRIB Setelah matahari tenggelam.
ISYAWaktu ketika kegelapan sudah mulai menyelimuti dan tidak ada lagi cahaya matahari di langit.
TENGAH MALAM
Waktu pertengahan dari matahari tenggelam ke matahari terbit (atau dari Maghrib ke Fajar)
Pengukuran Astronomi
Ada dua pengukuran astronomi yang penting untuk penghitungan waktu sholat. Dua pengukuran ini adalah Persamaan Waktu (equation of time) dan Deklinasi matahari.
Persamaan waktu adalah perbedaan antara waktu yang dibaca dari jam matahari dengan jam biasa. Nilai yang muncul berasal dari pergerakan matahari yang tidak teratur yang tampak disebabkan oleh kombinasi sumbu rotasi bumi dan eksentrisitas dari orbitnya. Sebuah jam matahari dapat lebih cepat sekitar 16 menit 33 detik (pada sekitar tanggal 3 November) atau lebih lambat sekitar 14 menit 6 detik (pada sekitar tanggal 12 Februari) sebagaimana ditunjukkan pada grafik berikut ini :
Deklinasi matahari adalah sudut antara sinar matahari dan permukaan bumi pada garis katulistiwa. Deklinasi matahari berubah secara teratur sepanjang tahun. Ini merupakan konsekuensi dari kemiringan bumi, yakni perbedaan antara sumbu rotasi dan revolusi bumi.
Pengukuran astronomi diatas dapat diamati secara akurat dari Almanak Bintang, atau dapat dihitung dengan pendekatan tertentu. Berikut adalah algoritma dari U.S. Naval Observatory untuk menghitung koordinat sudut matahari dengan akurasi sekitar 1 arcminute dalam waktu dua abad terakhir :d = jd - 2451545.0; // Jd adalah Penanggalan Julian g = 357.529 + 0.98560028* d; q = 280.459 + 0.98564736* d; L = q + 1.915* sin(g) + 0.020* sin(2*g);R = 1.00014 - 0.01671* cos(g) - 0.00014* cos(2*g); e = 23.439 - 0.00000036* d; RA = arctan2(cos(e)* sin(L), cos(L))/ 15;D = arcsin(sin(e)* sin(L)); // Deklinasi Matahari EqT = q/15 - RA; // equation of time
Menghitung Waktu Sholat
Untuk menghitung waktu sholat di tempat tertentu, kita perlu mengetahui latitude [L] dan longitude (Lnd) dari lokasi tersebut, serta Local Time Zone untuk lokasi bersangkutan. Kita juga
mengamati equation of time (EqT) dan deklinasi matahari (D) untuk tanggal yang ada menggunakan algoritma yang disebutkan sebelumnya.
Zhuhur
Zhuhur dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Dhuhr = 12 + TimeZone - Lng/15 - EqT.
Formula diatas menghitung waktu tengah hari, ketika matahari mencapai titik tertinggi di langit. Sebuah margin pergeseran biasanya masuk ke dalam pertimbangan untuk waktu Zhuhur sebagaimana dijelaskan dalam catatan ini.Matahari Terbit Dan Matahari Tenggelam
Perbedaan antara waktu tengah hari dan waktu saat matahari mencapai sudut α dibawah horison dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Matahari Terbit dan Tenggelan secara astronomis terjadi pada saat α=0. Namun, dikarenakan adanya pembiasaan cahaya pada wilayah atmosfer, matahari terbit sesungguhnya bergeser ke waktu sebelum perhitungan astronomis dan matahari tenggelam bergeser ke waktu setelah yang diperoleh dari perhitungan astronomis. Waktu matahari terbit dan tenggelam sesungguhnya dapat dihitung dengan rumus berikut :
Matahari Terbit = Zhuhur - T(0.833), Matahari Tenggelam = Zhuhur + T(0.833).
Jika lokasi pengamat lebih tinggi dari daerah sekitarnya, kita dapat mempertimbangkan sudut ini dengan menambah konstanta 0,833 diatas dengan 0.0347 × sqrt(h), dimana h adalah tinggi tempat pengamatan dalam satuan meter.
Fajar Dan Isya
Ada beberapa pendapat berbeda tentang sudut yang digunakan untuk menghitung Fajar dan Isya. Tabel berikut menunjukkan beberapa konvensi yang digunakan di berbagai negara (Informasi lebih lengkap silahkan kunjungi halaman ini).
KONVENSI SUDUT FAJAR SUDUT ISYA
Muslim World League 18 17
Islamic Society of North America (ISNA) 15 15
Egyptian General Authority of Survey 19.5 17.5
Umm al-Qura University, Makkah 18.590 min Setelah Maghrib120 min selama Ramadan
University of Islamic Sciences, Karachi 18 18
Institute of Geophysics, University of Tehran 17.7 14*
Shia Ithna Ashari, Leva Research Institute, Qum 16 14
* Sudut Isya tidak dijelaskan secara explisit di metode Tehran
Sebagai contoh, menurut konvensi Muslim World League, Fajar = Zhuhur – T(18) dan Isya = Zhuhur + T(17).
Ashar
Ada dua pendapat utama tentang cara menghitung waktu Ashar. Mayoritas ulama (termasuk Syafi’i, Maliki, Ja’fari dan Hambali) mengatakan bahwa waktunya adalah ketika panjang bayangan objek sama dengan panjang dari objek itu sendiri ditambah panjang bayangannya saat tengah hari. Pendapat dominan di kalangan Ulama Hanafi mengatakan bahwa waktu Ashar dimulai ketika panjang dari sebuah objek adalah dua kali panjang dari objek tersebut ditambah dengan panjang bayangan objek tersebut saat tengah hari.
Rumus berikut menghitung perbedaan waktu antara tengah hari dengan waktu dimana bayangan objek sama dengan t kali panjang objek itu sendiri ditambah panjang bayangan objek saat tengah hari :
Maghrib
Dalam pandangan Sunni, waktu untuk sholat Maghrib dimulai saat matahari telah tenggelam total di horison, jadi, Maghrib = Matahari Tenggela (beberapa perhitungan menyarankan 1 hingga 3 menit setelah matahari tenggelam untuk berhati-hati). Dalam pandangan Syiah, pendapat yang dominan adalah bahwa selama langit masih berwarna merah setelah matahari terbenam, sholat maghrib belumlah bisa dimulai. Biasanya yang dimasukkan ke dalam pertimbangan perhitungan adalah dengan memasukkan sudut senja dengan Maghrib = Zhuhur + T(4).
Tengah Malam
Tengah malam umumnya dihitung sebagai pertengahan dari Matahari Terbenam dengan Matahari Terbit, jadi Tengah Malam = 1/2(Waktu Matahari Terbenam – Waktu Matahari Terbit). Dalam pandangan Syiah, waktu tengah malam secara yuridis (batas waktu melaksanakan sholat Isya) adalah nilai tengah dari Matahari Terbenam hingga Fajar jadi Tengah Malam = 1/2(Fajar – Matahari Terbenam).
Latitude Yang Lebih Tinggi
Di lokasi dengan latitude lebih tinggi, senja dapat berlangsung sepanjang malam selama beberapa bulan dalam setahun. Pada periode abnormal ini, penentuan waktu Fajar dan Isya adalah tidak mungkin dilakukan dengan formula biasa yang disebutkan dalam bagian sebelumnya. Untuk memecahkan masalah ini, ada beberapa solusi yang dimajukan, tiga diantaranya adalah :
Pertengahan malamDalam metode ini, peridoe matahari terbenam dan matahari terbit dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian pertama dianggap sebagai “malam” dan bagian lain sebagai “jeda hari”. Fajar dan Isya dalam metode ini diasumsikan ada di tengah malam sepanjang periode abnormal..
Sepertujuh MalamDalam metode ini, periode antara matahari terbenam dengan matahari terbit dibagi menjadi tujuh. Isya dimulai setelah sepertujuh malam pertama berakhir, dan waktu Fajar adalah pada awal bagian sepertujuh yang akhir..
Metode berbasis Sudut.Ini adalah solusi pertengahan yang digunakan pada beberapa perhitungan waktu sholat saat ini. Anggap α adalah sudut senja untuk Isya dan kita berikan nilai t = α/60. Periode antara matahari tenggelam dan matahari terbit dibagi manjadi t bagian. Isya dimulai setelah bagian pertama. Sebagai contoh, jika sudut senja untuk Isya adalah 15, maka Isya dimulai pada akhir dari bagian 15/60 malam yang pertama. Begitu juga cara penghitungan waktu Fajar..
Dalam kasus Maghrib tidak sama dengan matahari Terbenam, kita dapat menerapkan pula aturan diatas ke Maghrib untuk memastikan bahwa Maghrib selalu ada di antara waktu Matahari Terbenam dan Isya selama periode Abnormal.
Rumus yang dipergunakan dalam perhitungan awal waktu shalat dan waktusebagai berikut :1. Rumus tinggi matahari (ho)a. Ashar : Cotan h = tan zm + 1 atau zm = [p – d], atau Cotan h° = tan [ - d ] + 1(harga mutlak). Untuk mendapatkan tinggi matahari waktu Ashar, harus melaluiproses perhitungan dengan rumus di atas.b. Maghrib : h o = - 1oc. Isya : h o = - 18od. Subuh : h o = - 20oe. Terbit : h o = 1of. Dhuha : h o = 4.5og. Idul Adha (h o =3.5o /lebih pagi), dan Idul Fitri (h o = 4.5o)2. Rumus sudut waktu matahari antara lain :Cos t = - tan tan + sin h / cos / cos3. Rumus awal waktua. Secara umum12 – e + (t/15) + Kwd + ib. Masing-masing awal waktu shalat .1). Awal waktu Subuh = 12 - e – (t/15) + Kwd + i2). Terbit matahari =12 - e – (t/15) + Kwd - i3). Awal waktu Dhuha = 12 - e – (t/15) + Kwd + i
4). Awal waktu Dzuhur = 12 - e + Kwd + i5). Awal waktu Ashar = 12 - e + (t/15) + Kwd + i6). Awal waktu Maghrib = 12 - e + (t/15) + Kwd +7). Awal waktu Isya' = 12 - e + (t/15) + Kwd + iKeterangan :1). Untuk menghitung awal waktu Dhuhur rumus (a) dipergunakan tanpa to,sehingga menjadi : 12 – e + Kwd + i2). Untuk menghitung awal waktu Ashar rumus (a) dapat dipergunakan sepenuhnya,sedangkan dalam menggunakan rumus (a) ho hendaknya dihitung tersendiridengan rumus : Cotan ho = tan zm + 1 atau zm = [p – d], sehingga menjadi : 12 –e + (t/15) + Kwd + i3). Untuk menghitung awal waktu Maghrib dan Isya rumus (a) dapat dipergunakansepenuhnya, rumus (a) ho disesuaikan dengan waktunya, sehingga menjadi : 12 –e + (t/15) + Kwd + i4). Untuk menghitung awal waktu Subuh dan Dhuha rumus (a) dapat dipergunakansepenuhnya, rumus (a) ho disesuaikan dengan waktunya, sehingga menjadi : 12 –e - (t/15) + Kwd + i5). Untuk menghitung awal waktu Terbit rumus (a) dapat dipergunakan sepenuhnya,rumus (a) ho disesuaikan dengan waktunya, sehingga menjadi : 12 – e - (t/15) +Kwd – i.4. Rumus koreksi waktu daerahKoreksi waktu daerah (Kwd) = (?dh - ?tp)/15.Kwd = ( dh - tp)/15Keterangan :WIB (105/15 = 7 jam ), WITA (120/15 = 8 jam ) dan WIT (135/15=9 jam).5. Ikhtiyata. Ikhtiyat dimaksimalkan dengan membulatkan detik menjadi satuan menit laluditambah 1 menit lagi pada waktu daerah.Catatan : jika angka detiknya kurang 30 diabaikan.b. Ikhtiyat dimaksimalkan dengan membulatkan detik menjadi satuan menit laluditambah 2 menit lagi pada waktu daerah.Catatan : jika angka detiknya lebih dari 30 dibulatkan menjadi 1 menit.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2132347-rumus-perhitungan-waktu-sholat/#ixzz1ZNx9VIU6
Cara Menghitung Waktu Shalat
hasil pencarianku di goole untuk menemukan cara menentukan waktu sholat, saya ingin
membuatkan waktu sholat yang bisa dipasang di blog atau wordpres berdasarkan kota atau
negara dimana kita berada, soalnya saya sempat membaca keluhan untuk cara pasang jadwal
sholat untuk dareah korea..
quote from http://www.pumitabusan.com
Berikut ini cara menghitung waktu shalat dengan menggunakan rumus matematika pada tempat
dan tanggal tertentu.
Pada tulisan terdahulu tentang WAKTU-WAKTU SHALAT, penulis telah menjelaskan beberapa
hal terkait dengan waktu shalat lima waktu.
Pada kesempatan ini, cara perhitungan waktu shalat dengan menggunakan sejumlah rumus
matematika akan disajikan disini. Untuk menentukan waktu lima shalat wajib untuk suatu tempat
dan tanggal tertentu, ada beberapa parameter yang mesti diketahui :
1. Koordinat lintang tempat tersebut (L). Daerah yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa
(ekuator) memiliki lintang positif. Yang disebelah selatan, lintangnya negatif. Misalnya Fukuoka
(Japan) memiliki lintang 33:35 derajat lintang utara (LU). Maka L = 33 + 35/60 = 33,5833
derajat. Jakarta memiliki koordinat lintang 6:10:0 derajat LS (6 derajat 10 menit busur lintang
selatan). Maka L = minus (6 + 10/60) = -6,1667 derajat.
2. Koordinat bujur tempat tersebut (B) .Daerah yang terletak di sebelah timur Greenwich
memiliki bujur positif. Misalnya Jakarta memiliki koordinat bujur 106:51:0 derajat Bujur Timur.
Maka B = 106 + 51/60 = 106,85 derajat. Sedangkan disebelah barat Greenwich memiliki bujur
negatif. Misalnya Los Angeles memiliki koordinat bujur 118:28 derajat Bujur Barat. Maka B =
minus (118 + 28/60) = -118,4667 derajat.
3. Zona waktu tempat tersebut (Z). Daerah yang terletak di sebelah timur Greenwich memiliki Z
positif. Misalnya zona waktu Jakarta adalah UT +7 (seringkali disebut GMT +7), maka Z = 7.
Sedangkan di sebelah barat Greenwich memiliki Z negatif. Misalnya, Los Angeles memiliki Z =
-8.
4. Ketinggian lokasi dari permukaan laut (H). Ketinggian lokasi dari permukaan laut (H)
menentukan waktu kapan terbit dan terbenamnya matahari. Tempat yang berada tinggi di atas
permukaan laut akan lebih awal menyaksikan matahari terbit serta lebih akhir melihat matahari
terbenam, dibandingkan dengan tempat yang lebih rendah. Satuan H adalah meter.
5. Tanggal (D), Bulan (M) dan Tahun (Y) kalender Gregorian. Tanggal (D), bulan (M) dan tahun
(Y) tentu saja menjadi parameter, karena kita ingin menentukan waktu shalat pada tanggal
tersebut. Dari tanggal, bulan dan tahun tersebut selanjutnya dihitung nilai Julian Day (JD).
Silakan lihat penjelasan detil tentang Julian Day pada tulisan sebelumnya tentang KALENDER
JULIAN, KALENDER GREGORIAN dan JULIAN DAY. Namun ada baiknya untuk dituliskan
kembali tentang rumus menghitung Julian Day. Saat ini karena Kalender Masehi yang digunakan
adalah kalender Gregorian, maka rumus Julian Day adalah
JD = 1720994,5 + INT(365,25*Y) + INT(30,6001(M + 1)) + B + D.
Disini INT = lambang untuk nilai integer. Jika M > 2, maka M dan Y tidak berubah. Jika M = 1
atau 2, maka M ditambah 12 sedangkan Y dikurangi 1. Nilai B = 2 + INT(A/4) – A dimana A =
INT(Y/100). Nilai JD di atas berlaku untuk pukul 12.00 UT atau saat tengah hari di Greenwich.
Adapun JD untuk pukul 12.00 waktu lokal, maka JD pukul 12.00 UT waktu Greenwich tersebut
harus dikurangi dengan Z/24 dimana Z adalah zona waktu lokal tersebut.
Dari nilai JD tersebut, dihitung sudut tanggal T dengan rumus
T = 2*PI*(JD – 2451545)/365,25.
Disini PI adalah konstanta yang bernilai 3,14159265359. Sementara itu 2451545 adalah Julian
Day untuk tanggal 1 Januari 2000 pukul 12.00 UT. Angka 365,25 adalah banyaknya hari rata-
rata dalam setahun. Jadi T menunjukkan sudut tanggal dalam setahun terhitung sejak tanggal 1
Januari 2000 pukul 12.00 UT.
6. Sudut Deklinasi matahari (Delta). Dari sudut tanggal T di atas, deklinasi matahari (Delta)
untuk satu tanggal tertentu dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut
Delta = 0,37877 + 23,264*SIN(57,297*T – 79,547) + 0,3812*SIN(2*57,297*T – 82,682) +
0,17132*SIN(3*57,297*T – 59,722)
Angka yang terletak di dalam kurung bersatuan derajat. Deklinasi juga bersatuan derajat.
7. Equation of Time (ET). Equation of Time untuk satu tanggal tertentu dapat dihitung sebagai
berikut. Pertama kali perlu dihitung dahulu Bujur rata-rata matahari L0 yang dirumuskan
L0 = 280,46607 + 36000,7698*U
dimana U = (JD – 2451545)/36525. L0 bersatuan derajat. Selanjutnya Equation of Time dapat
dirumuskan sebagai
1000*ET = -(1789 + 237*U)*SIN(L0) – (7146 – 62*U)*COS(L0) + (9934 – 14*U)*SIN(2*L0)
– (29 + 5*U)*COS(2*L0) + (74 + 10*U)*SIN(3*L0) + (320 – 4*U)*COS(3*L0) –
212*SIN(4*L0)
Ruas kiri persamaan di atas masih bernilai 1000 kali ET. Dengan demikian hasilnya harus dibagi
1000 untuk mendapatkan ET. Satuan ET adalah menit.
8. Altitude matahari waktu Shubuh dan Isya. Shubuh saat fajar menyingsing pagi disebut dawn
astronomical twilight yaitu ketika langit tidak lagi gelap dimana atmosfer bumi mampu
membiaskan cahaya matahari dari bawah ufuk. Sementara Isya’ disebut dusk astronomical
twilight ketika langit tampak gelap karena cahaya matahari di bawah ufuk tidak dapat lagi
dibiaskan oleh atmosfer. Dalam referensi standar astronomi, sudut altitude untuk astronomical
twilight adalah 18 derajat di bawah ufuk, atau sama dengan minus 18 derajat. Ada dua jenis
twilight yang lain, yaitu civil twilight dan nautical twilight masing-masing sebesar 6 dan 12
derajat di bawah ufuk.
Namun demikian ada beberapa pendapat mengenai sudut altitude matahari di bawah ufuk saat
Shubuh dan Isya’. Diantaranya berkisar antara 15 hingga 20 derajat. Dengan demikian,
perbedaan sudut yang digunakan akan menyebabkan perbedaan kapan datangnya waktu Shubuh
dan Isya’.
9. Tetapan panjang bayangan Ashar Disini ada dua pendapat. Pendapat madzhab Syafi’i
menyatakan panjang bayangan benda saat Ashar = tinggi benda + panjang bayangan saat
Zhuhur. Sementara pendapat madzhab Hanafi menyatakan panjang bayangan benda saat Ashar =
dua kali tinggi benda + panjang bayangan saat Zhuhur.
RUMUS WAKTU SHALAT
Rumus untuk menentukan waktu shalat dan terbit matahari adalah sebagai berikut.
* Zhuhur = 12 + Z – B/15 – ET/60
* Ashar = Zhuhur + (Hour Angle Ashar)/15
* Maghrib = Zhuhur + (Hour Angle Maghrib)/15
* Isya’ = Zhuhur + (Hour Angle Isya’)/15
* Shubuh = Zhuhur – (Hour Angle Shubuh)/15
* Terbit Matahari = Zhuhur – (Hour Angle Terbit Matahari)/15
Dari rumus di atas, nampak bahwa waktu shalat bergantung pada Hour Angle. Rumus Hour
Angle (HA) adalah
COS(HA) = [SIN(Altitude) - SIN(Lintang)*SIN(Delta)]/[COS(Lintang)*COS(Delta)]
sehingga
Hour Angle = ACOS(COS(HA)).
Rumus Hour Angle dii atas bergantung pada Altitude. Altitude matahari atau sudut ketinggian
matahari dari ufuk inilah yang berbeda nilainya untuk setiap waktu shalat.
* Untuk Ashar, Altitudenya = ARCCOT(KA + TAN(ABS(Delta – Lintang))), dimana KA = 1
untuk Syafi’i dan 2 untuk Hanafi. Lambang ABS menunjukkan nilai absolut atau nilai mutlak.
Misalnya, ABS(-2) = ABS(2) = 2.
* Untuk Maghrib, Altitude = 0,8333 – 0,0347*SQRT(H) dimana SQRT menunjukkan lambang
akar pangkat dua, dan H = ketinggian di atas permukaan laut.
* Untuk Isya’, Altitude = minus(Sudut Isya’). Jika sudut Isya’ diambil 18 derajat, maka Altitude
Isya’ = -18 derajat.
* Untuk Shubuh, Altitude = minus(Sudut Shubuh).
* Untuk Terbit Matahari, Altitudenya sama dengan Altitude untuk Maghrib.
CONTOH: Tentukan waktu-waktu shalat pada tanggal 12 Juni 2009 di Jakarta (L = -6,166667
derajat, B = 106,85 derajat, Z = 7, H = 50 meter). Sudut Subuh = 20 derajat. Sudut Isya’ = 18
derajat. Ashar menggunakan madzhab Syafi’i (KA = 1).
Jawab:
* Pertama kali, tentukan dahulu Julian Day untuk 12 Juni 2009 pukul 12 UT. Dari tanggal
tersebut diperoleh nilai D = 12, M = 6, Y = 2009, A = 20 dan B = -13. Dapat dihitung nilai JD =
2454995,0.
* Selanjutnya untuk tanggal 12 Juni 2009 pukul 12 WIB (waktu lokal di Jakarta), JD =
2454995,0 �EZ/24 = 2454995,0 �E7/24 = 2454994,708.
* Sudut Tanggal T = 2*PI*(2454994,708 – 2451545)/365,25 = 59,34334487 radian.
* Deklinasi Matahari atau Delta = 23,16099835 derajat
* Sementara itu U = (2454994,708 – 2451545)/36525 = 0,094447867.
* Bujur rata-rata matahari L0 = 3680.66198 derajat = 80,66198 derajat.
* Untuk Equation of Time, akhirnya dapat dihitung 1000*ET = 175 menit sehingga ET = 0,175
menit.
Dari data-data perhitungan di atas, kini waktu shalat dapat dihitung.
Waktu Zhuhur adalah 12 + Z – B/15 – ET/60 = 12 + 7 – 106,85/15 – 0,175/60 = pukul 11,87375
WIB. Jika nilai ini dikonversi ke jam-menit-detik, diperoleh pukul 11:52:26 WIB.
Waktu Ashar (madzhab Syafii).
* Altitude Ashar adalah ARCCOT(1 + TAN(ABS(23,16099835 – (-6,166667)))) = 32,63075274
derajat.
* COS(Hour Angle Ashar) = [SIN(32,63075274) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-
6,166667)*COS(23,16099835)] = 0,636127253.
* Hour Angle Ashar = ACOS(0,636127253) = 50,496359 derajat.
* Jadi Waktu Ashar = Zhuhur + (Hour Angle Ashar)/15 = 11,87375 + 50,496359/15 = pukul
15,24017 sama dengan pukul 15:14:25 WIB.
Waktu Maghrib.
* COS(Hour Angle Maghrib) = [SIN(-0,833 - 0,0347*SQRT(50)) - SIN(-
6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-6,166667)*COS(23,16099835)] = 0,025627029.
* Hour Angle Maghrib = ACOS(0,025627029) = 88,53151863 derajat.
* Waktu Maghrib = Zhuhur + (Hour Angle Maghrib)/15 = 11,87375 + 88,53151863/15 = pukul
17,77585 sama dengan pukul 17:46:33 WIB.
Waktu Isya’.
* COS(Hour Angle Isya’) = [SIN(-18) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-
6,166667)*COS(23,16099835)] = -0,291840581.
* Hour Angle Isya’ = ACOS(-0,291840581) = 106,9681811 derajat.
* Waktu Isya’ = Zhuhur + (Hour Angle Isya’)/15 = 11,87375 + 106,9681811/15 = pukul
19,00496 sama dengan pukul 19:00:18 WIB.
Waktu Shubuh.
* COS(Hour Angle Shubuh) = [SIN(-20) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-
6,166667)*COS(23,16099835)] = -0,327945769.
* Hour Angle Shubuh = ACOS(-0,327945769) = 109,441394 derajat.
* Waktu Shubuh = Zhuhur – (Hour Angle Shubuh)/15 = 11,87375 – 109,1441394/15 = pukul
4,59748 sama dengan pukul 4:35:51 WIB.
Waktu Terbit Matahari.
* COS(Hour Angle Terbit Matahari) = [SIN(-0,833 - 0,0347*SQRT(50)) - SIN(-
6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-6,166667)*COS(23,16099835)] = 0,025627029.
* Hour Angle Terbit Matahari = ACOS(0,025627029) = 88,53151863 derajat.
* Waktu Terbit Matahari = Zhuhur – (Hour Angle Terbit Matahari)/15 = 11,87375 –
88,53151863/15 = pukul 5,97165 sama dengan pukul 5:58:18 WIB.
Sebagai rangkuman, jadwal waktu shalat di Jakarta pada tanggal 12 Juni 2009 dengan data
pendukung seperti tertera pada soal di atas adalah sebagai berikut.
* Shubuh pukul 4:35:51 WIB.
* Terbit Matahari pukul 5:58:18 WIB.
* Zhuhur pukul 11:52:26 WIB.
* Ashar pukul 15:14:25 WIB.
* Maghrib 17:46:33 WIB.
* Isya’ pukul 19:00:18 WIB.
Berikut ini beberapa catatan tambahan untuk melengkapi pemahaman tentang cara penghitungan
waktu shalat.
Pertama, rumus di atas sudah akurat untuk menentukan waktu shalat. Sebagai pembanding,
penulis menjadikan software Accurate Times karya Mohamad Odeh sebagai patokan. Software
tersebut menggunakan algoritma VSOP87 untuk pergerakan matahari dan algoritma ELP2000
untuk pergerakan bulan. Kedua algoritma tersebut adalah algoritma terakurat untuk menentukan
pergerakan kedua benda langit tersebut. Menurut Accurate Times, untuk kasus yang sama seperti
di atas, waktu shalat di Jakarta pada tanggal 12 Juni 2009 berturut-turut adalah Shubuh (4:35:56),
Terbit Matahari (5:58:13), Zhuhur (11:52:24), Ashar (15:14:32), Maghrib (17:46:35) dan Isya’
(19:00:21). Jika hasil perhitungan di atas dibandingkan dengan Accurate Times, perbedaannya
berkisar antara 2 hingga 7 detik. Ini sudah cukup akurat.
Kedua, bagi penulis secara pribadi, nilai perbedaan beberapa detik di atas masih bisa diperkecil
lagi, dengan memperhatikan sejumlah catatan. Hasil perhitungan di atas menggunakan nilai
Deklinasi Matahari dan Equation of Time yang sama untuk semua waktu shalat, yaitu nilai pada
pukul 12.00 waktu lokal. Padahal, nilai deklinasi matahari maupun equation of time selalu
berubah setiap saat, meskipun cukup kecil perubahannya dalam rentang satu hari. Sebagai contoh
pada kasus di atas, Deklinasi Matahari pada waktu Shubuh dan Isya’ berturut-turut adalah
23,14178926 (atau 23:08:30) derajat dan 23,1792171 (atau 23:10:45) derajat. Perbedaannya
adalah sekitar 2 menit busur.
Dengan demikian, rumus di atas masih dapat diperhalus atau dikoreksi lebih baik lagi, jika untuk
setiap waktu shalat, nilai Deklinasi Matahari serta Equation of Time yang digunakan sesuai
dengan nilainya saat waktu shalat tersebut.
Misalnya, untuk waktu shalat Isya’, digunakan Deklinasi Matahari dan Equation of Time pada
waktu shalat Isya’ pula, bukan pada pukul 12.00 waktu lokal. Pertama kali tentukan dulu
Perkiraan Hour Angle yang diperoleh dengan data Delta maupun Equation of Time saat pukul
12.00 waktu lokal. Dari Perkiraan Hour Angle ini dicari perkiraan waktu Isya’. Perkiraan waktu
Isya’ ini selanjutnya dikonversi ke Julian Day yang kemudian dapat dipakai untuk menghitung
Delta dan Equation of Time. Begitu seterusnya diulangi satu hingga beberapa kali hingga
diperoleh angka yang konvergen (tetap). Pada akhirnya rumusnya untuk waktu shalat Isya secara
lengkap adalah
Waktu Shalat Isya’ = 12 + Z – B/15 – (ET saat Isya’)/60 + (Hour Angle Isya’)/15
dimana COS(Hour Angle Isya’) = [SIN(-1*Sudut Isya') - SIN(Lintang)*SIN(Delta saat Isya')] /
[COS(Lintang)*COS(Delta saat Isya')].
Dengan sejumlah faktor koreksi, termasuk koreksi dari pembiasan atmosfer yang akan disajikan
di bawah ini, waktu shalat menjadi lebih akurat lagi. Hasilnya adalah Shubuh (4:35:47), Terbit
matahari (5:58:14), Zhuhur (11:52:25), Ashar (15:14:34), Maghrib (17:46:36) dan Isya’
(19:00:22). Perbedaannya, dibandingkan dengan Accurate Times menjadi hanya antara 1-2 detik
saja.
Koreksi yang lain juga dapat dilakukan pada penentuan waktu shalat Ashar. Akibat pembiasan
sinar matahari oleh atmosfer bumi, altitude benda langit yang sebenarnya lebih rendah daripada
altitude yang nampak. Saat waktu Ashar tiba, yang diamati adalah pusat matahari yang nampak,
padahal pusat matahari yang sebenarnya sedikit lebih rendah. Yang kita hitung seharusnya
adalah posisi matahari yang sebenarnya, sehingga pada akhirnya, koreksi ini membuat waktu
Ashar menjadi sedikit lebih lambat. Ini dapat dengan mudah dipahami karena matahari beranjak
untuk turun sehingga dibutuhkan waktu agar altitudenya berkurang. Pembahasan lengkap
mengenai faktor koreksi altitude benda langit oleh atmosfer Insya Allah dibahas pada
kesempatan lain.
Ketiga, koreksi oleh atmosfer ini sudah digunakan pada penentuan waktu Maghrib dan terbit
matahari. Pada kedua kejadian tersebut, altitude yang nampak adalah nol derajat. Namun dalam
perhitungan, altitudenya bukan nol derajat tetapi -0,8333 derajat atau minus 50 menit busur.
Angka ini bersumber dari dua hal. Pertama, sudut untuk jari-jari matahari secara rata-rata adalah
16 menit busur. Kedua, besarnya koreksi pembiasan atmosfer saat benda langit berada di ufuk
(saat terbit atau terbenam) rata-rata sebesar 34 menit busur. Jika dijumlahkan keduanya
menghasilkan 50 menit busur di bawah ufuk, atau altitudenya minus 50 menit busur. Angka ini
sudah cukup akurat. Jika ingin lebih akurat lagi, dapat diperhitungkan faktor berubahnya sudut
untuk jari-jari matahari, karena nilai ini bergantung pada jarak matahari ke bumi yang tidak
selalu tetap. Jika matahari berjarak cukup jauh dari bumi, maka sudut untuk jari-jari matahari
bernilai lebih kecil. Demikian juga besarnya koreksi pembiasan atmosfer yang juga bergantung
pada suhu maupun tekanan udara. Namun demikian untuk keperluan praktis, altitude minus
0,8333 derajat sudah cukup memadai.
Keempat, pada rumus terbit matahari (sunrise) maupun waktu Maghrib (sunset), faktor
ketinggian lokasi H di atas permukaan laut juga sudah diperhitungkan. Seseorang yang berada
cukup tinggi di atas permukaan laut akan menyaksikan sunrise yang lebih awal serta sunset yang
lebih telat, dibandingkan dengan orang yang berada di permukaan laut. Sebenarnya H bisa juga
bernilai negatif, atau ketinggiannya lebih rendah daripada permukaan laut. Untuk kasus ini, suku
-0,0347*SQRT(H) pada altitude sedikit berubah menjadi +0,0347*SQRT(-H), sehingga orang
yang berada di daerah yang lebih rendah dari permukaan laut akan menyaksikan sunrise yang
lebih telat serta sunset yang lebih awal. Namun karena rata-rata tempat yang dihuni manusia
berada di atas permukaan laut, kasus terakhir ini tidak perlu dibahas secara detail.
Kelima, dengan beragamnya pendapat mengenai besarnya sudut Shubuh maupun Isya’, karena
itu tentu saja dimungkinkan terjadinya perbedaan waktu Shubuh dan Isya’. Pada soal di atas
dengan sudut Shubuh 20 derajat (altitude = -20 derajat), waktu Shubuh adalah pukul 4:35:51
WIB. Sepengetahuan penulis, angka 20 derajat ini biasa yang digunakan di Indonesia. Jika
dipakai sudut standar astronomical twilight 18 derajat, maka waktu Shubuh datang lebih lambat,
yaitu pukul 4:44:33 WIB. Ternyata perbedaan 2 derajat berimplikasi pada perbedaan waktu
sekitar 8 menit. Belum lagi, jika digunakan tambahan waktu untuk faktor kehati-hatian
(ikhtiyath), mulai dari 1, 2, 3 menit dan seterusnya. Sudah banyak kajian fiqh maupun
astronomis mengenai waktu Shubuh dan Isya’, dan nampaknya belum memungkinkan untuk
disajikan di artikel singkat ini.
Keenam, dari perumusan untuk Hour Angle
COS(HA) = [SIN(Altitude) - SIN(Lintang)*SIN(Delta)]/[COS(Lintang)*COS(Delta)]
maka sangat mungkin jika nilai COS(HA) lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari -1. Padahal nilai
COS berkisar antara -1 hingga 1. Jika demikian, Hour Angle tidak dapat ditentukan. Ini terjadi
khususnya pada daerah lintang tinggi. Singkatnya, ada tiga kemungkinan. Kemungkinan
pertama, dalam penentuan waktu Shubuh dan Isya’, nilai COS(HA) 1. Dalam hal ini, matahari
tidak pernah terbit karena selalu berada di bawah ufuk. Hanya waktu Shubuh dan Isya’ saja yang
dapat ditentukan dengan rumus di atas. Selama 24 jam, hanya ada dua keadaan langit. Antara
waktu Shubuh dan Isya’, langit tidak begitu gelap, layaknya waktu Maghrib. Sebaliknya, antara
waktu Isya’ dan Shubuh, langit gelap.
Dalam aplikasi keseharian matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai manfaat sangat besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang lain baik exact maupun sosial. Juga tidak ketinggalan pemanfaatan matematika dalam bidang ilmu agama. Dalam Al-Qur?an Allah SWT berfirman : ?Dirikanlah shalat sesungguhnya shalat itu kewajiban bagi orang mukmin yang ditentukan waktunya.?Pembahasan masalah ini ditujukan untuk mengetahui peranan trigonometri (matematika) pada rumusan astronomis (dalam menentukan waktu shalat) dipermukaan bumi secara umum. Selain itu juga ingin ditunjukkan bagaimana rumusan yang telah ada tersebut diterapkan, juga bagaimana sebenarnya Islam mengatur tata cara beribadah utamanya dalam penentuan waktu shalat.Dengan menggunakan metode observasi data untuk deklinasi, equation of time maka diperoleh data dengan rumus ((t - λ + ω)/15) + (12 ? e) + I. Diketahui pula bahwa garis lintang dan garis bujur suatu tempat dipermukaan bumi adalah berbeda dan ini jelas berpengaruh pada waktu-waktu shalat. Akan diperoleh waktu shalat, dengan t diperoleh dengan rumus :Cos t = - tan ? x tan d , dan h untuk waktu ashar = Cotg h = tan |? - d | + 1, waktu maghrib -1?, waktu isya? -18?, waktu shubuh -20?, waktu dhuhur tidak diperlukan karena 0?, waktu syuruq -1? danwaktu . 30dhuha 4 Untuk menghitung waktu-waktu shalat tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.