Download - PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Transcript
Page 1: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA

ANTARA PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

TIPE JINAK DAN TIPE BAHAYA

TESIS

Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat magister

Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama: Ilmu Biomedik (THT-KL)

Oleh :

Yunie Wulandarri

S9206003

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

PERNYATAAN

Nama : Yunie Wulandarri

NIM : S 9206003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

Perbedaan Kadar Interleukin-1α Serum Darah Vena Antara Penderita Otitis

Media Supuratif Kronis Tipe Jinak Dan Tipe Bahaya

Adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut

diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari

tesis tersebut.

Surakarta, Oktober 2010

Yang membuat pernyataan,

Yunie Wulandarri

Page 3: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama : dr. Yunie Wulandarri

NIM : S 9206003

Tempat / tanggal lahir : Tembagapura, 9 Juni 1980

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

B. Riwayat Pendidikan

1. TK YPJ Freeport – Amamapare : Lulus tahun 1986

2. SD YPJ Freeport – Tembagapura : Lulus tahun 1992

3. SMP YPJ Freeport – Tembagapura : Lulus tahun 1995

4. SMAN 4 – Surakarta : Lulus tahun 1998

5. FK UNS – Surakarta : Tahun 1998 - 2005

6. PPDS I IK THT-KL FK UNS Surakarta : Juli 2006 – sekarang

7. Magister Kedokteran Keluarga Minat Biomedik

Pascasarjana UNS : Juli 2006 - sekarang

C. Riwayat Pekerjaan

-

D. Riwayat Keluarga

1. Nama Orang Tua : H. Suwardi (Alm)

Hj. Sartini

2. Nama Suami : dr. Girindro Utomo

3. Nama Anak : Ghaisan Alifandro

Page 4: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

PRAKATA

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kepada Allah S.W.T. atas segala kekuatan,

kemudahan, dan anugerah hingga terwujudnya karya ini yang berjudul:

Perbedaan Kadar Interleukin-1α Serum Darah Vena Antara Penderita

Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Jinak dan Tipe Bahaya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Pada kesempatan ini

dengan segala kerendahan hati ijinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih

kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tesis

ini.

1. Dr. Paramasari Dirgahayu, PhD, selaku pembimbing I, atas segala bimbingan,

perhatian dan kesediaannya meluangkan waktu serta masukan yang diberikan

selama membimbing penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.

2. Dr. Chairul Hamzah, Sp. THT-KL(K), selaku pembimbing II, sekaligus

selaku Kepala Bagian SMF THT-KL FK UNS, atas segala bimbingan,

perhatian dan kesediaannya meluangkan waktu serta masukan yang diberikan

selama membimbing penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.

3. Prof. Dr. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD selaku pembimbing statistik,

atas segala bimbingan, perhatian dan kesediaannya meluangkan waktu serta

masukan yang diberikan selama membimbing penulis dalam menyelesaikan

karya tulis ini.

Page 5: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

4. Kepala Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNS, dr. Made

Setiamika, Sp. THT-KL(K), atas kesediannya meluangkan waktu serta

masukan yang diberikan selama membimbing penulis dalam menyelesaikan

karya tulis ini.

5. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta, drg. Basoeki Soetardjo, MMR, yang

telah memberi kesempatan pendidikan dan bekerja pada penulis.

6. Dekan Fakultas Kedokteran UNS, Prof. Dr. dr. A. A. Subiyanto, MS, yang

telah memberi kesempatan pendidikan dan bekerja pada penulis.

7. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Prof. Dr. dr. Didik

Tamtomo, MM, MKes, PAK, yang telah memberi kesempatan pendidikan dan

bekerja pada penulis.

8. Seluruh staf pengajar IK THT-KL FK UNS, yang selama ini banyak

membantu dan membimbing penulis selama pendidikan. Juga kepada seluruh

staf sekretariat.

9. Seluruh karyawan laboratorium Biomedik FK UNS, yang telah membantu

peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

10. Mama tersayang Hj. Sartini Suwardi, yang sangat penulis hormati dan sayangi

yang selalu memberi dukungan, bantuan, perhatian, kasih sayang, dan tidak

bosan-bosannya berdoa untuk penulis agar penulis cepat dapat menyelesaikan

pendidikan.

Page 6: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

11. Mama Hj. Dwi Astuti Adhie, dan papa Ir. H. Purwoko H., MM, yang selalu

memberi dukungan, perhatian, dan doanya agar penulis cepat dapat

menyelesaikan pendidikan.

12. Kakak-kakakku Heru Marwoto, SE, MM, dan Sri Hastuti SE, MM, yang

penulis cintai dan sayangi, yang selalu memberi dukungan agar penulis dapat

menyelesaikan pendidikan.

13. Suami tercinta dan tersayang, dr. Girindro Utomo, yang tak pernah lelah

memberi dukungan, doa, cinta, kasih sayang, pengertian, dan perhatiannya,

anakku Ghaisan Alifandro yang menjadikan hidup lebih berwarna selama

penulis menjalani pendidikan.

14. dr. Ismelia Fadlan dan dr. Arne Laksmiasanti, teman residen seperjuangan

yang telah memberi makna persahabatan dan kenangan yang tak terlupakan,

dan seluruh rekan residen yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas

kebersamaannya selama ini.

15. Semua orang yang memberikan perhatian dan bantuan pada penulis dalam

menyelesaikan karya tulis ini.

Surakarta, Oktober 2010

Penulis

Yunie Wulandarri

Page 7: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman judul................................................................................................ i

Lembar pengesahan ...................................................................................... ii

Lembar pernyataan........................................................................................ iii

Daftar riwayat hidup ............................................................................... ..... iv

Kata pengantar ............................................................................................. v

Daftar isi .................................................................................................. viii

Daftar tabel ................................................................................................... xii

Daftar gambar................................................................................................. xiv

Daftar lampiran.............................................................................................. xv

Daftar singkatan.............................................................................................. xvi

Abstrak ........................................................................................................... xvii

Abstract ......................................................................................................... xviii

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah........................................................................ 3

C. Tujuan Penelitian.......................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian........................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5

A. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)...................... 5

Page 8: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

1. Definisi..................................................................................... 5

2. Anatomi.................................................................................... 5

a. Membran Timpani.............................................................. 6

b. Kavum Timpani.................................................................. 8

3. Klasifikasi................................................................................ 10

4. Histopatologi ........................................................................... 10

a. Telinga luar........................................................................... 10

b. Telinga tengah ..................................................................... 11

c. Kolesteatoma ....................................................................... 12

5. Patogenesis................................................................................ 13

a. OMSK tipe Jinak ............................................................... 13

b. OMSK tipe Bahaya ........................................................... 14

6. Komplikasi............................................................................... 16

7. Diagnosis................................................................................. 17

a. Anamnesis.......................................................................... 17

b. Pemeriksaan Klinis............................................................. 18

c. Pemeriksaan Audiologi...................................................... 19

d. Pemeriksaan Radiologi....................................................... 19

e. Pemeriksaan Histopatologi ............................................... 20

8. Penatalaksanaan........................................................................ 20

a. OMSK tipe Jinak................................................................ 20

b. OMSK tipe Bahaya............................................................. 22

Page 9: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

B. IMMUNOPATOGENESIS............................................................ 23

1. Respon Imun............................................................................. 23

a. Sistem Imun Nonspesifik................................................... 23

b. Sistem Imun Spesifik......................................................... 24

2. Respon Imun pada Inflamasi Telinga Tengah ........................ 24

3. Peran Mediator pada OMSK Tipe Bahaya............................... 28

a. Interleukin 1 (IL-1)............................................................. 29

b. Interferon γ (IFN-γ)............................................................. 32

c. Transforming Growth Factor (TGF).................................. 33

d. Tumor Necrosis Factor α (TNF-α)..................................... 34

C. PEMERIKSAAN ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY

(ELISA).......................................................................................... 35

1. Sandwich ELISA...................................................................... 36

2. Competitive ELISA.................................................................. 37

D. KERANGKA TEORI..................................................................... 38

E. HIPOTESIS..................................................................................... 38

III. METODOLOGI ................................................................................... 39

A. Jenis Penelitian............................................................................... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................ 39

C. Populasi Penelitian.......................................................................... 39

D. Tehnik Pengambilan Sampel.......................................................... 39

E. Estimasi Besar Sampel.................................................................... 40

Page 10: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

F. Kriteria Restriksi............................................................................. 41

1. Kriteria inklusi............................................................................ 41

2. Kriteria eksklusi.......................................................................... 41

G. Variabel Penelitian.......................................................................... 41

H. Definisi Operasionil........................................................................ 42

I. Desain Penelitian............................................................................. 43

J. Cara Kerja....................................................................................... 44

1. Persiapan................................................................................... 44

2. Perlengkapan Penelitian............................................................ 44

3. Cara Kerja................................................................................ . 45

K. Analisis Statistik............................................................................ 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 47

A. Hasil ................................................................................................ 47

B. Pembahasan ..................................................................................... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................... 57

B. Saran ................................................................................................ 57

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 58

DAFTAR TABEL

Page 11: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Halaman

Tabel 4.1. Karakteristik sampel (data kontinyu)............................................. 47

Tabel 4.2. Karakteristik sampel (data kategorikal).......................................... 48

Tabel 4.3.Hasil uji ANOVA beda IL-1α menurut tipe OMSK ..................... 49

Tabel 4.4. Hasil Post Hoc Test (Bonferroni) .................................................. 51

DAFTAR GAMBAR

Page 12: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Telinga........................................................................ 5

Gambar 2.2. Membran Timpani (Kanan)....................................................... 7

Gambar 2.3. Kavum Timpani......................................................................... 9

Gambar 2.4. Algoritma OMSK tipe Jinak...................................................... 21

Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma......... 22

Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut di telinga tengah... 26

Gambar 2.7. Peran IL-1α pada kolesteatoma ................................................. 38

Gambar 3.1. Desain penelitian ....................................................................... 43

Gambar 4.1. Boxplot tentang perbedaan rata-rata interleukin1 alpha menurut

Tipe OMSK ................................................................................ 50

DAFTAR LAMPIRAN

Page 13: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

1. Penghitungan besar sampel

2. Informed Consent

3. Kuesioner

4. Surat ijin penelitian

5. Ethical Clearance

6. Hasil Analisis Data dengan SPSS

DAFTAR SINGKATAN

Page 14: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

ABTS : 2,2’-azo-bis(3-ethylbenzthiazoline-6-sulfonic acid

AP : alkaline phospatase

CD : clusters of differentiation

Cdk : cyklin-dependent kinases

dB : decibel

ELAM : endothelial leukocyte adhesion molecule

ELISA : enzym-linked immunoabsorbent assay

EGF : epidermal growth factor

EGFR : epidermal growth factor receptor

GM-CSF : granulocyte-macrophage colony-stimulating factor

HLA : human leucocyte antigen

HRP : horseradish peroxydase

ICAM : intra cellular adhesion molecule

Id1 : inhibitor of differentiation

IFN-γ : interferon-γ

Ig : immunoglobulin

IL : interleukin

KDa : kilo Dalton

MHC : major histocompatibility complex

NF-κB : nuclear factor-kappa B

NK : natural killer

NO : nitric oxide

OD : optical density

OM : otitis media

OMSK : otitis media supuratif kronis

OPD : o-phenyldiamine

PCNA : proliferating cell nuclear antigen

PCR : polymerase chain reaction

Page 15: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

pNPP : p-nitrophenylphospate

TGF-β : transforming growth factor-β

TMB : 3,3’, 5,5’,-Tetrametylbenzidine base

TNF-α : tumor necrosis factor -α

ABSTRAK

Page 16: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

YUNIE WULANDARRI, S 9206003. 2010. PERBEDAAN KADARINTERLEUKIN1α SERUM DARAH VENA ANTARA PENDERITA OTITISMEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE JINAK DAN TIPE BAHAYA. KomisiPembimbing I : dr. Paramasari Dirgahayu, PhD. Pembimbing II : dr. Chairul Hamzah,Sp. THT-KL(K). Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Interleukin-1α merupakan sitokin yang berperan penting pada otitis mediasupuratif kronis (OMSK) tipe bahaya atau OMSK dengan kolesteatoma. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar interleukin-1α serum darah vena antarapenderita OMSK tipe jinak dan tipe bahaya dengan menggunakan menggunakanpemeriksaan ELISA hasil serapan warna dibaca dengan spektofotometri denganpanjang gelombang 450 nm.

Penelitian ini termasuk studi observasional analitik dengan pendekatan crosssectional, yang mengambil lokasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Data penelitianini berupa data primer dari pasien OMSK dengan melakukan anamnesis danpemeriksaan langsung pada pasien yang termasuk kriteria inklusi serta bersediadiikutkan dalam penelitian ini, dengan cara mengisi formulir inform consent dipoliklinik THT-KL. Pengumpulan sampel dengan cara pencuplikan purposif yaitupencuplikan non random yang bertujuan mendapatkan sampel yang memilikikarakteristik tertentu.

Setelah dilakukan analisis dari 45 sampel yang terdiri dari 8 sampel kelompokOMSK tipe bahaya, 16 sampel kelompok OMSK tipe jinak, dan 21 sampel,didapatkan nilai rerata kadar IL-1α serum darah vena pada kelompok OMSK tipebahaya adalah 0,1258 ±0,0003 pg/ml, pada kelompok OMSK tipe jinak adalah0,1248±0,0006 pg/ml, dan pada kelompok kontrol adalah 0,1242±0,0005 pg/ml.Perbedaan kadar IL-1α serum darah vena antara kelompok OMSK tipe bahayadengan kelompok OMSK tipe jinak adalah p < 0,001 atau signifikan secara statistik.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kadar IL-1α serumdarah vena antara penderita OMSK tipe jinak dengan tipe bahaya. Kadar IL-1α serumdarah vena penderita OMSK tipe bahaya lebih tinggi dibanding dengan kadar IL-1αserum darah vena penderita OMSK tipe jinak.

Kata kunci : OMSK tipe jinak, OMSK tipe bahaya, IL-1α, ELISA

ABSTRACT

Page 17: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

YUNIE WULANDARRI. S9206003. 2010. DIFFERENCE VALUE OFINTERLEUKIN-1α VENOUS BLOOD SERUM BETWEEN PATIENT WITH SAFECHRONIC SUPPURATIVE OTITIS MEDIA TYPE AND UNSAFE TYPE. ConsultantComition I: dr. Paramasari Dirgahayu, PhD. Consultant II: dr. Chairul Hamzah, Sp.THT-KL(K). Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret University.

Interleukin-1α is one of the cytokines which has the important role in unsafechronic suppurative otitis media (CSOM) or CSOM with cholesteatoma. The aim ofthis study is to know the differences value of interleukin-1α venous blood serumbetween patient with safe CSO) and unsafe CSOM by using ELISA examination. Theresult of Optical Density (OD) was read spectrophotometrically at the wave length450 nm.

This study used an analytic observational design with cross sectionalapproach, whereas the research took place in Ear, Nose, and Throat Clinic ofRegional General Hospital Dr. Moewardi. The data was collected primary fromanamnesis and physical examination and agreed to signed in informed consent. Themethod of collecting samples was purposive sampling,

There were 45 samples, which determine into 3 groups, 8 samples in unsafeCSOM, 16 samples in safe CSOM, and 21 samples in normal individual as controlgroup. Means of IL-1α venous blood serum value from unsafe CSOM is0,1258±0,0005 pg/ml, in safe CSOM is 0,1248±0,0006 pg/ml, and in control group is0,1242±0,0005 pg/ml. Differences value of IL-1α serum between dangerous CSOMand safe CSOM is p < 0,001 or significant statistically.

The conclusion of this study is there are differences value of IL-1α venousblood serum between patients with safe CSOM and unsafe CSOM. Value of IL-1αvenous blood serum in patient with unsafe CSOM higher than value of IL-1α venousblood serum in patient with safe CSOM.

Keyword : Safe CSOM, Unsafe CSOM, IL-1α, ELISA

BAB I

Page 18: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian

tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas

otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (Djaafar, dkk, 2007). Otitis

media supuratif kronis (OMSK) adalah keluarnya cairan dari telinga tengah secara

persisten melalui perforasi membran timpani (Reyes-Quintos, dkk, 2007).

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal

definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia

akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair, 60% diantaranya

(39-200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. WHO

mengklasifikasikan prevalensi beberapa tingkatan: sangat tinggi (>4%), tinggi (2-

4%), rendah (1-2%), sangat rendah (<1%). Negara dengan OMSK berprevalensi

sangat tinggi termasuk Tanzania, India, Kepulauan Solomon, dan Aborgin Australia.

Negara dengan OMSK berprevalensi tinggi termasuk Nigeria, Angola, Mozambique,

Korea, Thailand, Filipina, Malaysia, Eskimo, Finland, American Indians, dan

Indonesia (WHO, 2004). Kejadian OMSK di Nepal adalah sebesar 13,2%, dengan

penurunan pendengaran sebanyak 12,47%, pada anak-anak lebih tinggi dibanding

orang dewasa, terutama dari golongan sosial ekonomi rendah (Maharjan, dkk, 2006).

Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,9% sedangkan untuk

OMSK tipe bahaya adalah 2% dari kejadian OMSK dan pasien OMSK merupakan

Page 19: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

25% dari pasien-pasien yang berobat ke poliklinik THT rumah sakit di Indonesia

(Helmy, 2005; Aboet, 2007). Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan

tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan

pasien (Aboet, 2007). Data dari poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun

2008 adalah terdapat 21 kasus OMSK tipe bahaya dari 296 pasien OMSK.

Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan otoskopi,

pemeriksaan audiologi, dan pemeriksaan radiologi. Untuk OMSK tipe bahaya, harus

dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai standar untuk diagnosis. Pasien yang

datang ke poliklinik THT seringkali sudah terlambat dan mengalami komplikasi

karena belum ada penanda deteksi dini.

OMSK tipe bahaya adalah OMSK yang mengandung kolesteatoma.

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman

(infeksi). Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan

produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi

terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6, tumor

necrosis factor-α (TNF-α), dan transforming growth factor (TGF) (Djaafar, dkk,

2007). Banyak ahli yang telah meneliti sitokin interleukin-1α (IL-1α), yang

mempunyai peran penting pada patogenesis kolesteatoma (Chung & Yoon, 1998;

Yetiser, dkk, 2002; Rianto, 2005), yaitu dengan metode imunohistokimia dan

polymerase chain reaction (PCR), dimana tehnik pemeriksaannya cukup sulit dan

bersifat invasif. Belum ada penelitian tentang kadar IL-1α serum darah vena dengan

tehnik enzym-linked immunoabsorbent assay (ELISA).

Page 20: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Pada penelitian ini kami akan menganalisis IL-1α serum darah vena pada

OMSK tipe jinak dan tipe bahaya dengan menggunakan tehnik ELISA. Apabila

terdapat perbedaan, diharapkan IL-1α serum darah vena menjadi salah satu penanda

penyakit OMSK tipe bahaya, sehingga dapat dijadikan dasar pengobatan yang lebih

efektif.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kadar IL-1α serum darah vena penderita OMSK tipe jinak

dengan penderita OMSK tipe bahaya?

C. Tujuan Penelitian

Menganalisis perbedaan kadar IL-1α serum darah vena pada penderita OMSK tipe

jinak dengan IL-1α serum darah vena penderita OMSK tipe bahaya

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran

dasar, dengan lebih mengetahui dan mendapatkan bukti medis peran interleukin-1α

dalam patogenesis otitis media supuratif kronis.

2. Praktis

Page 21: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

2.1. Manfaat di bidang kedokteran klinik berupa terdeteksinya penyakit OMSK tipe

bahaya lebih dini sehingga pengobatan lebih cepat dan tepat, dan tidak sampai terjadi

komplikasi yang tidak diinginkan.

2.2. Manfaat di bidang kedokteran keluarga berupa edukasi dan motivasi terhadap

pasien dan keluarga pasien mengenai pentingnya memeriksakan penyakit lebih dini

agar diagnosis dapat ditegakkan lebih dini.

BAB II

Page 22: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

TINJAUAN PUSTAKA

A. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)

1. Definisi

Otitis media supuratif kronis adalah infeksi kronis telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) tersebut

lebih dari 2 bulan. Baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau

kental, bening atau berupa nanah (Aboet, 2007; Djaafar, dkk, 2007).

2. Anatomi

Telinga secara struktur dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, tengah dan

dalam seperti yang terlihat dalam gambar 2.1 (Dhillon and East, 1999).

Gambar 2.1. Anatomi telinga (Sumber: Dhillon and East, 1999).

a. Membran Timpani

Page 23: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Membran timpani berbentuk hampir lonjong, terletak obliq di liang telinga,

membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran timpani rata-rata

sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke superior posterior (Gulya,

2003).

Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian, pars flaksida, yang merupakan

bagian atas; dan pars tensa yang merupakan bagian bawah. Membran timpani terdiri

atas 3 lapis: lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar merupakan

kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan tengah

merupakan jaringan ikat yang terdiri atas 2 lapisan, yaitu lapisan radier yang serabut-

serabutnya berpusat di manubrium maleus, dan lapisan sirkuler yang serat-seratnya

lebih padat di lingkaran luar dan makin jarang ke arah sentral. Lapisan dalam

merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani. Membran timpani merupakan

struktur yang terus tumbuh, yang memungkinkannya menutup bila ada perforasi dan

menyebabkan benda asing, misalnya grommet, yang melekat padanya terusir ke luar

(Gulya, 2003; Helmy, 2005).

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran (gambar 2.2), dengan menarik garis

searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di

umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta

bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani (Djaafar, et al.,

2007).

Page 24: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Gambar 2.2. Membran timpani (kanan) (Sumber: Kalmanovich, 2006)

Pendarahan membran timpani disuplai oleh arteri yang berasal dari cabang

aurikuler a. maksilaris interna, yang bercabang-cabang di bawah lapisan kulit, dan

dari cabang stilomastoid a. aurikularis posterior dan cabang timpanik a.maksilaris

interna yang mendarahi bagian mukosa. Vena yang letaknya superfisial bermuara ke

v. jugularis eksterna sedangkan vena-vena yang dalam bermuara sebagian ke sinus

transversus, sebagian ke vena-vena durameter, dan sebagian lagi ke pleksus di tuba

eustachius. Arteri timpani anterior yang merupakan cabang a.maksilaris yang

mengarah ke atas di belakang sendi temporomandibuler masuk ke telinga tengah

melaui fisura petrotimpani. Arteri itu mendarahi bagian anterior kavum timpani

termasuk mukosa membran timpani. Arteri timpani anterior membentuk sirkulus

vaskuler di sekeliling membran timpani, dan beranastomosis dengan cabang

karotikotimpanik dari karotis interna (Paparella, dkk, 1997).

Page 25: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Persarafan membran timpani untuk persarafan sensoris merupakan terusan

dari persarafan sensoris kulit liang telinga. Nervus aurikulotemporalis mempersarafi

bagian posterior dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan

superior diurus oleh cabang aurikularis n.vagus (n.Arnold), sedangkan persarafan

sensoris permukaan dalam membran timpani (mukosa) dipersarafi oleh n. Jacobson

yaitu cabang timpani n. glosofaringeus (Paparella, dkk, 1997).

b. Kavum Timpani

Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh

membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, disebelah superior oleh

tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. fasialis. Kavum timpani

terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba

eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum

timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian

kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani,

mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah

membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih

rendah dari batas bawah membran timpani.

Page 26: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Gambar 2.3. Kavum timpani (Sumber: Kalmanovich, 2006)

Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari

luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani,

muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius. Tuba Eustachius

menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berjalan dari muaranya pada

bagian atas dinding depan atas kavum timpani ke muaranya di nasofaring persis di

belakang ujung belakang konka infeior. Pada orang dewasa perbedaan tinggi

muaranya di kedua tempat itu adalah sekitar 25 mm, sedangkan panjangnya sekitar 30

sampai 40 mm. Pada anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding tuba

Eustachius mempunyai bagian tulang rawan yang merupakan 2/3 bagian seluruh

panjangnya mulai dari muaranya di kavum timpani, sedangkan 1/3 bagian yang lain

berdinding tulang rawan, turun ke arah nasofaring dan bermuara ke situ. Dinding

tulang rawan ini tidak lengkap , dinding bawah dan lateral bawah merupakan jaringan

ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada keadaan

istirahat, lumen tuba eustachius tertutup. Terdapat mekanisme pentil pada tuba ini,

udara lebih sukar masuk ke kavum timpani dari pada keluar (Paparella, dkk, 1997;

Helmi, 2005).

Page 27: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

3. Klasifikasi

Otitis media supuratif kronis dibagi menjadi 2 tipe, tipe jinak dan tipe bahaya.

Nama lain dari tipe jinak (benigna) adalah tipe tubotimpanik karena biasanya

didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum

timpani; disebut juga tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada

mukosa telinga tengah, disebut juga tipe aman karena jarang menyebabkan

komplikasi yang berbahaya. Nama lain dari tipe bahaya adalah tipe atiko-antral

karena proses biasanya dimulai di daerah tersebut; disebut juga tipe tulang karena

penyakit menyebabkan erosi tulang. OMSK tipe bahaya adalah OMSK yang

mengandung kolesteatoma (Helmi, 2005; Aboet, 2007). Pembagian lain adalah otitis

media supuratif kronis dengan kolesteatoma dan tanpa kolesteatoma (Kenna and Latz,

2006).

4. Histopatologi

a. Telinga luar

Daun telinga dan liang telinga dilapisi oleh epitel skuamous berkeratinisasi

yang juga ditemukan pada kulit yang membungkus tubuh. Lapisan dasar atau basal

berupa epitel yang berbentuk kuboid dan terletak di membran dasar. Pada liang

telinga/kanalis aurikularis ekterna, ketebalan epitelnya bervariasi, paling tebal pada

bagian kartilaginea dan paling tipis pada membran timpani dimana jumlah lapisan

selnya juga berkurang (Browning, 1997; Leeson, dkk, 1996, Paulsen, 2000).

Page 28: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Epitel skuamous pada liang telinga, apabila terjadi kerusakan pada lapisan

basal oleh karena trauma atau inflamasi, akan bermigrasi sampai mereka menemukan

permukaan epitel lain, baik epitel yang sama maupun epitel yang berbeda. Bila terjadi

kerusakan pada membran timpani, akan terjadi salah satu dari tiga hal yaitu celah

yang tersambung kembali yang menghasilkan penyembuhan membran timpani; epitel

gagal membentuk jembatan dan bergabung pada mukosa telinga tengah; tidak

bertemu mukosa telinga tengah karena mukosa telah rusak (Browning, 1997).

b. Telinga tengah

Epitel kolumner bertingkat bercilia melapisi tuba eustachius sampai sejauh

bagian anterior kavum telinga tengah. Sel-sel ini mempunyai kemampuan untuk

memproduksi mukus. Terdapat juga sel goblet dan glandula yang mensekresi mukus.

Pada bagian posterior, mukosa berubah menjadi epitel kuboid simpleks atau

bertingkat dan tidak terdapat komponen sekresi. Bagian tengah membran timpani dan

sel udara mastoid dihubungkan oleh lapisan sel tunggal yang bervariasi bentuknya

mulai kuboid sampai gepeng (Browning, 1997).

Pada stadium awal inflamasi, apapun penyebabnya, terdapat vasodilatasi

jaringan submukosa. Sekresi glandula distimulasi oleh produksi cairan mukoid.

Beberapa sel epitel mati dan bakteri normal yang terdapat di daerah tersebut akan

memperbanyak diri dan memperparah keadaan. Reaksi polimorfonuklear akan terjadi

yaitu munculnya neutrofil di dalam darah dan discharge yang mukopurulen. Hal ini

Page 29: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

akan tetap berlangsung pada telinga tengah dan sel udara mastoid karena immobilitas

atau hilangnya silia pada tuba eustachius (Browning, 1997).

Resolusi akan terjadi, tetapi apabila kondisi ini berlanjut karena beberapa

alasan, seperti sekresi yang tidak bisa mengalir, jumlah glandula dan sel goblet akan

meningkat dan daerah yang dilapisi epitel kuboid atau gepeng akan berubah menjadi

epitel kolumner bertingkat semu (pseudostratified) (Browning, 1997).

Jaringan granulasi merupakan hasil akhir proses inflamasi yang tidak dapat

beresolusi. Daerah mukosa lokal akan menjadi hiperplasi diikuti dengan invasi

fibroblast, kapiler dan makrofag, sel plasma dan limfosit. Jaringan granulasi akan

dilapisi oleh semua variasi tipe mukosa yang telah dijelaskan diatas, tetapi sering juga

terjadi ulserasi karena tidak dilapisi (Browning, 1997).

Pada otitis media kronis, yang paling sering terjadi adalah metaplasia

kolumner, dan densitas fibroblastik meningkat. Infiltrasi limfoid ditandai dengan

perubahan polipoid pada mukosa. Sering dijumpai juga osteitis dan osteoneogenesis.

Terlihat adanya jaringan granulasi matur dengan fibrosis subepitelial dan

berkurangnya vaskularisasi pada penyakit yang berlangsung lama (Matorin P., 1994).

c. Kolesteatoma

Kolesteatoma telinga tengah dikarakterisasikan oleh adanya epitel skuamous

bertingkat berkeratinisasi pada kavum telinga tengah. Epitel kolesteatoma

mempunyai empat lapisan yang juga ditemukan pada epidermis kulit tipis, yaitu

stratum basalis, stratum skuamous, stratum granulus, dan stratum korneum, yang

Page 30: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

dinamakan matriks kolesteatoma. Terdapat lapisan perimatriks kolesteatoma dimana

pada lapisan ini mengandung kolagen dan serat elastik, fibroblast, dan sel inflamasi

(Alves, dkk, 2008).

Terdapat beberapa macam pola kolesteatoma secara histologi, diantaranya

atropi, akantosis, hiperplasia, dan adanya kerucut epitel (epithelial cones). Atropi bisa

digambarkan sebagai matriks kolesteatoma yang menipis. Akantosis

dikarakterisasikan dengan proliferasi sel pada lapisan skuamous yang menghasilkan

epitel yang menebal. Hiperplasia lapisan basal ditandai dengan adanya peningkatan

jumlah sel pada lapisan basal matriks. Juga dapat terjadi invaginasi epitel kerucut

pada perimatriks. Proses inflamasi ditandai dengan adanya invasi perimatriks olah

limfosit, neutrofil, plasmasit, dan makrofag (Alves, dkk, 2008).

5. Patogenesis

a. OMSK tipe Jinak

Oleh karena proses patologi telinga tengah pada tipe ini didahului oleh

kelainan fungsi tuba, maka disebut juga sebagai penyakit tubotimpanik. Terjadinya

otitis media supuratif kronik hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada

anak, jarang dimulai setelah dewasa.

Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau

bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial

ekonomi. Anak lebih mudah mendapat infeksi telinga tengah karena struktur tuba

anak yang berbeda dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang

Page 31: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

sempurna sehingga bila terjadi infeksi saluran nafas atas, maka otitis media

merupakan komplikasi yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal dari

nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) mencapai telinga tengah melalui

tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga

tengah melalui perforasi membran timpani. Maka terjadilah proses inflamasi. Bila

terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantong mukosa di telinga tengah. Dengan

pengobatan yang cepat adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah,

biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal.

Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi, polip ataupun terbentuk

kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi

dengan penatalaksanaan yang baik, perubahan menetap pada mukosa telinga tengah

jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali

normal. Bila terjadi perforasi membrana timpani yang permanen, mukosa telinga

tengah akan terpapar ke dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi

berulang setiap waktu. (Paparella, dkk, 1997; Helmy, 2005)

b. OMSK tipe Bahaya

Kolesteatoma timpani merupakan massa pelepasan epitel keratin dalam kapsul

epitel skuamus berlapis yang menyerupai tumor, dan terjadi dalam kavum timpani.

Kolesteatoma timpani dapat merupakan penyakit akuisital (kolesteatoma timpani

sekunder), tetapi dapat juga bersifat kongenital (kolesteatoma timpani primer)

(Kennedy K., 1999).

Page 32: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Banyak teori telah menerangkan mengenai asal, etiopatogenesis, diagnosis

dan insidensi kolesteatoma timpani kongenital. Teori-teori tersebut menerangkan

mengenai penyebaran kuman, metaplasi, pertumbuhan ke arah dalam epidermis

meatus, dan tertelannya cairan amnion. Teori lain adalah penebalan epitel ektodermal

yang berkembang di proksimal ganglion genikulatum, disebelah medial leher tulang

maleus. Peneliti lain menyatakan adanya migrasi ektodermal atau metaplasia pada

mukosa telinga tengah (Meyer, dkk, 2006).

Kolesteatoma timpani jenis akuisital sampai saat ini disepakati merupakan

hasil pertumbuhan dari: a) epitel skuamus kanalis auditoris eksternus ke arah medial

melalui tepi perforasi membran timpani, b) kantong retraksi (invaginasi) pars flaksida

atau c) berasal dari pertumbuhan lapisan basal membran timpani ke arah medial,

menuju kavum timpani. Kejadian kolesteatoma timpani jenis akuisital biasanya

berhubungan dengan otitis media kronik (Rianto, 2007).

Kolesteatoma timpani jenis akusital dibedakan menjadi dua, yaitu primer dan

sekunder. Etiopatogenesis kolesteatoma timpani jenis akuisital primer adalah akibat

gangguan fungsi tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan retraksi pars flaksida.

Akibatnya aerasi pada ruang epitimpanum menjadi jelek. Selanjutnya timbul kantong

retraksi, terjadi perubahan pola migrasi epitel membran timpani, kemudian

menyebabkan akumulasi sel epitel keratin. Kantong retraksi ini dapat membesar

sampai ke sekitar osikula auditoria, dinding epitimpani dan sekitarnya (Rianto, 2007).

Kolesteatoma timpani jenis akuisital sekunder disebabkan oleh beberapa teori.

Teori implantasi menerangkan bahwa epitel skuamus masuk ke dalam kavum timpani

Page 33: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

akibat tindakan operatif, benda asing atau trauma. Teori metaplasi menerangkan

bahwa otitis media kronik atau kambuhan menyebabkan epitel kuboid rendah kavum

timpani mengalami metaplasi menjadi epitel skuamus berlapis dengan keratinisasi,

akibat iritasi atau infeksi kronis tersebut. Mekanisme yang mendasari invasi epitel

atau teori migrasi adalah bahwa apabila terdapat perforasi permanen membran

timpani, sel-sel epitel skuamus mulai mengalami migrasi sepanjang tepi perforasi dan

berlanjut ke medial sepanjang permukaan dalam membran timpani dan merusak

epitel kolumner. Proses ini dapat dipicu oleh infeksi kronik dalam kavum timpani

(Rianto, 2007).

Kolesteatom bila telah terbentuk akan terus meluas. Karena merupakan debris

keratin, akan lembab karena menyerap air sehingga mengundang infeksi.

Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh

penumpukan debris keratin, maupun akibat akitifitas mediasi enzim osteoklas.

Resorbsi tulang dapat menyebabkan destruksi trabekula mastoid, erosi osikel, fistula

labirin, pemaparan n. fasial, dura serta sinus lateralis (Helmi, 2005).

6. Komplikasi

Komplikasi otitis media merupakan penyebaran infeksi melalui daerah

pneumatisasi tulang temporal dan mukosa, Komplikasi ini diklasifikasikan sebagai

komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal meliputi

mastoiditis, petrositis, labirintitis, dan paralisis nervus fasialis. Komplikasi

intrakranial meliputi abses ekstradural, abses otak, abses subdural, tromboflebitis

Page 34: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

sinus sigmoid, hidrosepalus otik, dan meningitis (Buchman, dkk, 1998; Neely and

Art, 2006). Di Pakistan, komplikasi intrakranial adalah sebanyak 2,26%, dan

intratemporal sebanyak 15,58% (Memon, dkk, 2008).

Komplikasi ke intrakranial, merupakan penyebab utama kematian pada

OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena

penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Meningitis atau radang selaput otak

adalah komplikasi intrakranial OMSK yang paling sering ditemukan di seluruh dunia.

Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial (WHO,

2004).

Patofisiologi komplikasi otitis media masih belum dapat dijelaskan. Terdapat

lima faktor yang berhubungan dengan penyebaran infeksi, yaitu tipe dan invasi

organisme, terapi antimikroba, resistensi inang, pertahanan (barrier) anatomi, dan

daerah drainase. Produksi jaringan granulasi yang menyumbat drainase dan aerasi

pada tulang juga merupakan faktor yang penting (Stierman, dkk, 1998).

7. Diagnosis

Ditegakkan dengan cara :

a. Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita

seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang

paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada

tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan mukos, tidak berbau busuk dan

Page 35: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

intemiten. Pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala

disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat

bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran

atau telinga keluar darah (Helmi, 2005; Djaafar, dkk, 2007). Nyeri dapat juga

dikeluhkan karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman

komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding

sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda

berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis

sinus lateralis (Helmi, 2005). Vertigo merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini

memberi kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali

pada kanalis semisirkularis horisontalis (Paparella, dkk, 1997).

b. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari

perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Beberapa tanda klinik dapat

menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal

atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya,

sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel retro aurikuler

(belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari

dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah, (sering pada

epitimpanum), sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) (Helmi,

2005; Aboet, 2007).

Page 36: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

c. Pemeriksaan Audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai

hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan

pendengaran dan untuk menentukan gap hantaran udara dan hantaran tulang.

Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus

dengan tujuan unuk memperbaiki pendengaran (Aboet, 2007).

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli

konduktif derajat ringan hingga menengah (sekitar 30-60 dB). Kekurangan

pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membran timpani dan putusnya

rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga

suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju tingkap oval. Kekurangan

pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi melibatkan

koklea atau saraf pendengaran (Aboet, 2007).

d. Pemeriksaan Radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schuller berguna untuk

menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif

menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

Secara roentgenologis, kolesteatoma terlihat seperti area dengan densitas yang

rendah. Proses ini terbentuknya selalu dihubungkan dengan mastoiditis kronis, dan

biasanya ditemukan pada mastoid yang sklerotik. Gambaran yang terlihat pada foto

roentgen mastoid adalah area yang densitasnya rendah dengan dikelilingi oleh area

Page 37: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

yang densitasnya tinggi. Area dengan densitas tinggi merupakan hasil dari reaksi

osteotik karena proses inflamasi. Kolesteatoma biasanya timbul di regio antrum

mastoid dan pada atik (Makes, 1999).

e. Pemeriksaan Histopatologi

OMSK tipe bahaya yang ditandai dengan adanya temuan kolesteatoma saat

operasi, harus ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi. Secara makroskopis,

kolesteatoma tampak sebagai massa abu-abu seperti mutiara atau massa yang

berstruktur seperti kista berwarna kuning, yang terletak di kavum telinga tengah.

Secara mikroskopis, kolesteatoma terdiri dari epitel skuamous berkeratin yang tidak

bernukleus, yang terdapat pada lapisan korneal. Kapsul kolesteatoma, yang sering

disebut matriks, mengandung epitel skuamous yang serupa pada epidermis kulit

(Michaels L., 1987).

8. Penatalaksanaan

a. OMSK tipe jinak

OMSK tipe Jinak dibagi menjadi fase tenang dan aktif. Fase tenang jika

OMSK tersebut adalah OMSK tipe mukosa dalam keadaan kering. Pada keadaan ini

dapat diusahakan epiteliasasi tepi perforasi melalui tindakan poliklinik dengan

melukai pinggir perforasi secara tajam atau dengan menggunakan zat kaustik seperti

nitras argenti 25%, asam triklor asetat 12%, alkohol absolut dan lain-lain. Hasil

pengobatan yang memuaskan tercapai apabila membran timpani menutup dan tidak

Page 38: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

didapati tuli konduktif. Bila ada tuli konduktif apalagi jika perforasi menetap maka

idealnya dilakukan timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi. Pemeriksaan

yang dianjurkan untuk OMSK adalah pemeriksaan rontgent dan pemeriksaan

audiometri. Pemeriksaan rontgen mastoid posisi Schuller walaupun tidak harus

dilakukan sebagai pemeriksaan rutin, kalau dilakukan akan dapat menilai tingkat

perkembangan pneumatisasi mastoid dan menggambarkan perluasan penyakit.

Audiometri nada murni dapat menunjukkan tuli konduktif. Bila terdapat tuli campur

menandakan kemungkinan telah terjadi komplikasi ke labirin (Helmi, 2005).

Gambar 2.4. Algoritma OMSK tipe Jinak (Sumber:Helmi, 2005)

OMSK aktif

Cuci telinga, antibiotiktopikal, antibiotik sistemik

Stimulasiepitelialisasitepi perforasi

OMSK tenang

Otorestop

Otore menetap> 1 mingguPerforasi

menutupPerforasimenetap

Tulikonduktif +

Tulikonduktif -

Ro. Mastoid(Schuller x-ray)Audiogram

Antib berdasarkan pmxmikrobiologi

Menetap > 3 bulan

timpanoplasti dengan atau tanpamastoidektomi

mastoidektomi + timpanoplasti

OMSK benigna

Page 39: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

b. OMSK tipe bahaya

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.

Jadi bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan

mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan

pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses

sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Helmi,

2005; Djaafar, dkk, 2007).

Gambar 2.5. Algoritme penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma

(Sumber: Helmi, 2005)

OMSK bahaya

- OMSK tipe bahaya bersifatprogresif

- Kolesteatoma yang semakinluas akan mendestruksitulang yang dilewatinya

- Infeksi sekunder akanmenyebabkan keadaan septiklokal

- Nekrosis septik di jaringanlunak yang dilaluikolesteatoma dan di jaringansekitarnya jugamenyebabkan destruksijaringan lunak yangmengancam akan terjadinyakomplikasi-komplikasi

Pilihan:- Atikotomi anterior- Timpanoplasti dinding

utuh (Canal wall uptympanoplasty)

- Timpanoplasti dindingruntuh (canal wall downtympanoplasty)

- Atticoantroplasti/osteoplastik epitimpanotomi

- Timpanoplasti buka-tutup (open and closetympanoplasty)

Page 40: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

B. Immunopatogenesis

1. Respon Imun

Respons imun tubuh pada awalnya diartikan sebagai pencegahan terhadap

penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel dan molekul yang bertanggung jawab

dalam respon imun tubuh disebut dengan sistem imun. Reaksi sistem imun dalam

pengenalan benda asing disebut reaksi imun (Abbas, dkk, 2007).

Respon imun tubuh terhadap benda asing diawali proses pengenalan tubuh

terhadap benda asing atau substansi patogen, kemudian dilanjutkan dengan reaksi

tubuh untuk melawan serta menghilangkan benda asing atau patogen tersebut. Respon

imun tubuh dibedakan atas dua jenis yaitu: respon imun yang bersifat bawaan

(nonspesifik/natural/innate/non adaptive) dan respon imun yang didapat

(spesifik/adaptive) (Baratawijaya, 2009).

a. Sistem Imun Nonspesifik

Imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu

ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan

cepat menyingkirkannya, yang merupakan garis pertama pertahanan tubuh. (Khoury

and Naclerio, 2006; Baratawijaya, 2009).

Pada pertahanan humoral, sistem imun nonspesifik menggunakan berbagai

molekul larut. Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan

berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain komplemen, protein, sitokin (IL-1, IL-6,

dan TNF-α) (Baratawijaya, 2009).

Page 41: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Pada pertahanan seluler, yang berperan adalah fagosit, sel Natural Killer

(NK), sel mast, eosinofil dan sel dendrit. Sel-sel sistem imun tersebut dapat

ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan (Khoury and Naclerio, 2006; Baratawijaya,

2009).

b. Sistem Imun Spesifik

Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai

kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing

yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik.

Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk

tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh

karena itu, sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang

berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun

nonspesifik (Baratawijaya, 2009).

Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada

imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba

ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor

untuk mengancurkan mikroba (Baratawijaya, 2009).

2. Respons Imun Pada Telinga Tengah

Regulasi sitokin sebagai respon inflamasi akut di telinga tengah, pada gambar

6, diawali oleh adanya aktivasi makrofag oleh karena adanya antigen, kemudian akan

Page 42: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

berinteraksi dengan sel T dan akan menginduksi aktivasi sel T. Aktivasi makrofag

akan memproduksi sitokin primer pro-inflamasi yaitu IL-1β dan TNF-α, yang akan

meningkatkan regulasi sekresi IL-8 oleh sel goblet dan sel endotelial dan sekresi GM-

CSF oleh aktivasi dari makrofag. IL-8 dan GM-CSF akan mempromosikan aktivasi

dari neutrofil dan makrofag, yang merupakan sel efektor utama pada inflamasi akut.

IL-8 akan menginduksi dengan kemotaksis dan akumulasi netrofil, sedangkan GM-

CSF akan meningkatkan fagositosis neutrofil dan aktifitas inflamasi dari makrofag.

Secara berkelanjutan aktivasi sel T akan memproduksi beberapa sitokin

termasuk diantaranya IL-1β, IL-6, IL-2, IL-10, dan TGF-β. IL-2 akan menguatkan

aktivasi lebih lanjut dan akan mendiferensiasi sel T. IL-1β dan IL-6 akan bersama-

sama dalam proses inflamasi dan akan meningkatkan inflamasinya. IL-10 dan TGF-β

akan mengontrol proses inflamasi, dan ketika antigen secara komplit dimusnahkan

oleh aktivitas netrofil dan makrofag dan produksi sitokin inflamasi seperti IL-1β, IL-

6, IL-8 dan TNF-α, yang akan menyebabkan proses resolusi dari inflamasi. Produksi

yang berlebihan dari IL-2 akan menyebabkan termediasi sel-sel kronik dan proses

inflamsi secara humoral. Proliferasi dari aktivasi sel T akan meningkatkan produksi

sitokin-sitokin IL-4, IL-5 dan GM-CSF, terjadi peralihan ke immunoglobulin dan

sekresi IgM pada sel B, yang mana hal ini akan menginduksi peralihan proses

inflamasi telinga tengah ke stadium kronis (gambar 2.5) (Smirnova, dkk, 2004).

Page 43: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut di telinga tengah

(Sumber: Smirnova, dkk, 2004)

Page 44: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Sel mast adalah leukosit yang menempati jumlah terbanyak dalam telinga

tengah. Ketika diaktivasi, sel mast melepaskan mediator awal, histamin dan triptase,

dan mediator yang disintesa secara de novo, leukotrin dan prostaglandin. Sel mast

juga melepaskan berbagai macam sitokin, termasuk TNF dan IL-1. Selama OM,

populasi sel mast meningkat secara dramatis dan sel mast akan digunakan reseptor

Toll-like dan CD48 untuk secara langsung berinteraksi dengan produk bakteri (Juhn,

dkk, 2008).

Histamin mengakibatkan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskuler

dan edema dari mukosa telinga tengah. Histamin dilepaskan oleh sel mast yang ada

pada telinga tengah saat aktivasi komplemen atau pengikatan antigen dengan antibodi

IgE yang memiliki reseptor yang pada seluruh permukaan sel mast (Juhn, dkk, 2008).

Lewat efek vasodilatasinya, histamin dapat menyebabkan disfungsi mukosiliar

tubotimpanik yang menghasilkan efusi telinga tengah, dan silia, yang terdapat di tuba

dan orifisium timpani mempunyai perang penting dalam mengurangi efusi telinga

tengah (Esaki, dkk, 1991).

Nitrit oksida (NO) adalah radikal bebas turunan dari sintesa NO pada banyak

sel dan jaringan termasuk neuron, makrofag, neutofil, sel-sel endothelial, sel-sel otot

halus, paru-paru dan traktus respiratorius, sel-sel epithelial, termasuk sel-sel epitelial

telinga tengah. Pada OM, secara luas bertangung jawab terhadap vasodilatasi,

peningkatan permeabilitas vaskuler, dan produksi efusi yang bersifat mukoid. Sintesa

NO oleh sel-sel inflamasi yang teraktivasi meregulasi fungsi dari sel-sel lain yang

terlibat dalam proses inflamasi. Jadi, NO mungkin dapat dipertimbangkan sebagai

Page 45: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

mediator sekunder dari produk inflamasi oleh epithelium telinga tengah dalam

merespon sitokin-sitokin utama pro inflamasi, seperti IL-1β dan TNF-α. NO juga

dikatakan sebagai mediator resorpsi osteoklastik pada OMSK (Ryan and Bennett,

2001; Juhn, dkk, 2008)

3. Peran Mediator Pada OMSK Tipe Bahaya

Perimatrik koleasteatoma menunjukkan reaktifitas tajam terhadap ICAM-

1(endothelial leukocyte adhesion molecule-1) dan pada endothelial leukocyte adhesion

molecule (ELAM-1), keduanya bertanggung jawab terhadap pengumpulan sel-sel

inflamasi pada stroma-epithelial junction kolesteatoma. Ekspresi yang berlebihan dari

ICAM-1 dan ELAM-1 menunjukkan keratinosit pada koleasteatoma dalam keadaan

aktif dan hiperproliferasinya dimediasi melalui inflamasi dan atau sitokin autokrin.

GM-CSF,yang merupakan suatu protein, diekspresikan tinggi oleh monosit dan

fibroblast di dalam stroma supepithelial kolesteatoma, keberadaannya dalam kadar

tinggi dalam seluruh lapisan kolesteatoma. GM-CSF diketahui menginduksi

proliferasi keratinosit dan produksi protein secara invitro (Juhn, dkk, 2008).

Diteorikan bahwa infiltrasi intensif pada kolesteatoma oleh sistem imun sel

mengakibatkan inflamasi kronis melalui produksi yang berlebihan berkepanjangan

dari sitokin-sitokin tertentu. Mungkin saja lingkungan mikro status kolesteatoma,

jaringan granulasi, bakteri patogen, dan proliferasi berlebihan keratinosit yang

invasif, terus menerus menjadi millieu inflamasi. Studi telah menunjukkan jumlah

keseluruhan sel mast meningkat lebih tinggi pada koleasteatoma yang didapat

Page 46: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

(acquired cholesteatoma). Sel mast bertanggung jawab untuk sekresi dari beragam

sitokin-sitokin poten, yang banyak berperan dalam patogenesis koleasteatoma. Hal ini

termasuk IL-1, IL-6, GM-CSF, interferon gamma (IFN-γ), TGF dan TNF-α. Seperti

halnya dengan peningkatan infiltrasi sel mast, kolesteatoma yang diapat (acquired)

terdapat peningkatan jumlah sel T teraktivasi dan makrofag (Juhn, dkk, 2008).

a. Interleukin 1 (IL-1)

Hormon polipeptida interleukin 1 adalah salah satu dari mediator kunci respon

tubuh terhadap invasi mikroba, inflamasi, reaksi imunologi, dan trauma jaringan. IL-1

merupakan anggota dari kelompok mediator polipeptida yang saat ini disebut sebagai

sitokin. IL-1 mempunyai dua bentuk, yaitu IL-1α dan IL-1β, yang keduanya

berlokasi di kromosom 2 (Dinarello, 1988). Baik IL-1α dan IL-1β diperoleh melalui

pemecahan proteolitik molekul prekusor 33 kDa. IL-1α bekerja sebagai membran-

menghubungankan dengan substansi, sedangkan IL-1β ditemukan bebas dalam

sirkulasi (Juhn, dkk, 2008).

IL-1 disintesa oleh berbagai macam sel, yaitu fibroblas sinovial, keratinosit

dan sel Langerhans kulit, sel mesengial ginjal, limfosit B, sel Natural Killer, astrosit

dan sel mikroglia otak, sel endotel vaskular dan otot polos, kornea, gingival, sel epitel

timus, dan beberapa limfosit T (Dinarello, 1988).

IL-1α merupakan sitokin pleiotropik yang meliputi respon imun, proses

inflamasi, dan hematopoesis. Sitokin ini diproduksi oleh beberapa sel tetapi hanya

disekresi oleh monosit dan makrofag. IL-1α diproduksi sebagai proprotein proteolitik,

Page 47: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

IL-1 merupakan mediator respon inflamasi pada imunitas alami dan menstimulasi

reabsorbsi tulang meningkatkan angka sel prekursor osteoklas. IL-1 juga

menstimulasi fibroblas dan osteoklas untuk memproduksi prostaglandin dan kolagen

(Alves and Ribeiro, 2004).

IL-1α dapat beraksi pada makrofag atau monosit dengan menginduksi sintesis

IL-1 itu sendiri, serupa dengan produksi TNF dan IL-6. IL-1α menginduksi produksi

IL-2, reseptor IL-2, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)

dan IL-4 dari aktivasi sel T, stimulasi proliferasi dan maturasi sel B, dan

meningkatkan sintesis immunoglobulin. IL-1α menyebabkan aktivasi sel NK dan

menginduksi sintesis prostaglandin pada sel endothelial dan sel otot halus, produksi

kolagenase pada sel synovial, dan resorbsi kartilago dan kalsium pada tulang.

Tingginya level IL-1α berhubungan dengan sepsis, arthritis rematoid, inflammatory

bowel disease, leukemia myelogenus akut dan kronik, diabetes mellitus tergantung

insulin, dan aterosklerosis (Kirkham, 1991; Dinarello, 1991; Feghali C. A., dkk.,

1997; Juhn, dkk, 2008)

Sitokin IL-1 telah dilaporkan beberapa peneliti berperan dalam aktivasi

osteoklas melalui induksi produksi kolagenase, serta produksi prostaglandin,

sedangkan IFN-γ memacu peningkatan proses oksidasi seluler secara langsung,

disamping bersama-sama dengan IL-1 juga memacu aktivasi sitokrom P450, yang

selanjutnya memacu peningkatan oksidasi seluler. Oksidasi seluler tersebut

menghasilkan peningkatan produk NO yang berperan pula terhadap aktivasi

osteoklas. Akhirnya, aktivasi osteoklas tersebut menyebabkan resorbsi tulang yang

Page 48: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

secara klinis manifes sebagai destruksi tulang pada kavitas timpani dan tulang

mastoid (Rianto, 2005).

IL-1 juga teridentifikasi pada epidermis koleasteatoma. IL-1 diproduksi oleh

epithelial koleasteatoma dan oleh sel-sel inflamasi dari lingkungan jaringan granulasi.

Kadar IL-1α dan IL-1β tampak lebih meningkat pada koleasteatoma daripada

epithelium squamous normal. IL-1 berperan dalam proses resorpsi tulang, dan terlihat

menstimulasi proliferasi keratinosit. Intensitas pengecatan IL-1β lebih lemah

dibanding IL-1α, karena keratinosit kolesteatoma tidak memproduksi IL-1β.

Penemuan ini menunjukkan bahwa IL-1α berasal dari keratinosit kolesteatoma

(Kakiuchi, dkk, 1992).

Penelitian Chung & Yoon (1998), menyatakan bahwa IL-1α dan IL-8 pada

epitel kolesteatoma bertanggung jawab terhadap destruksi tulang, dan beberapa

substansi jaringan granulasi menstimulasi kolesteatoma untuk memproduksi IL-1α

dan IL-8.

Penelitian Ahn, dkk (1990) menyatakan bahwa konsentrasi IL-1 ditemukan

tinggi pada lapisan epitel dan jaringan granulasi. Penelitian Schilling, dkk (1992)

menyatakan bahwa intensitas pengecatan IL-1 terlihat tinggi pada semua lapisan

epitel kolesteatoma. Shiwa, dkk (1995) melakukan penelitian untuk menentukan

lokalisasi IL-1α pada epidermis kolesteatoma. Hasilnya adalah pada pengecatan

imunohistologi menunjukkan adanya IL-1α pada daerah dekat membran basalis epitel

kolesteatoma.

Page 49: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Penelitian Yetiser, dkk (2002) menyatakan bahwa level IL-1α, TNF-α, dan

epidermal growth factor (EGF) pada sampel jaringan kelompok kolesteatoma lebih

tinggi secara signifikan dibanding kelompok tanpa kolesteatoma dan kontrol. Tidak

ada korelasi dengan faktor klinis lain seperti umur, jenis kelamin, dan pemberian

antibiotik.

b. Interferon γ (IFN-γ)

Terdapat 3 (tiga) jenis interferon, yaitu: 1) interferon α (IFN-α: leucocyte

interferon), 2) interferon β (IFN-β): fibroblast interferon), 3) interferon γ (IFN-γ:

interferon tipe II, immune interferon). IFN-γ merupakan mediator utama dalam

proses infeksi virus kronis. IFN-γ diproduksi oleh sel T aktif, dan berperan besar

sebagai penarik dan mengaktivasi makrofag. Selain berefek menghambat secara

langsung replikasi virus, IFN-γ juga meningkatkan efisiensi respon imun didapat

(akuisital) dengan cara memacu ekspresi MHC (major histocompatibility

complex)klas I dan klas II, serta mengaktifkan makrofag dan sel NK. Beberapa fungsi

lainnya adalah: (1) berperan utama dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat, (2)

meningkatkan ekspresi petanda HLA(human leucocyte antigen) klas I pada sebagian

besar jenis sel serta petanda HLA klas II pada sel imun dan endotel vaskuler, (3)

meningkatkan efek sitotoksik sel T dan sel NK secara langsung, (4) mempengaruhi

ekspresi sitokin lainnya, (5) meningkatkan transkripsi TNF dan IL-1, (6) menghambat

produksi GM-CSF, (7) bersifat sinergis dengan sitokin lainnya dalam efek yang

berbeda (Goodbourn dkk, 2000; Hunt M., 2006)

Page 50: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

c. Transforming growth factor (TGF)

Transforming growth factor α (TGF-α) dan IL-1α dihasilkan oleh sel epitel

keratin normal pada manusia yang berperan memacu proses proliferasi. Penelitian

mengenai distribusi dan ekspresi TGF-α dan IL-1α pada kolesteatom timpani secara

imunohistokimiawi menggunakan antibodi monoklonal terhadap TGF-α dan

poliklonal terhadap IL-1α menghasilkan adanya pengecatan terhadap TGF-α sangat

kuat dalamepitel kolesteatom timpani dibanding epidermis normal retroaurikuler. Sel-

sel imun yang terdapat dalam stroma kolesteatom timpani juga bereaksi positif

terhadap TGF-α. Intensitas pengecatan untuk IL-1α juga sangat kuat dalam

kolesteatom timpani tersebut dibanding epidermis normal. Seluruh lapisan epitel

skuamus pada kolesteatom timpani tercat kuat dan merata terhadap IL-1α.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa stimulasi autokrin pada epitel

skuamus kolesteatom timpani oleh TGF-α dan IL-1α mirip dengan stimulasi parakrin

oleh sel-sel imun. Kedua hal tersebut menyokong pertumbuhan kolesteatom timpani

yang tak terkendali dalam kavitas timpani (Schilling dkk, 1992).

Transforming growth factor β (TGF-β) merupakan sitokin yang bersifat

multifungsi,berperan penting pada pertumbuhan jaringan embrional seperti dalam

pengaturan perbaikan dan regenerasi pada jaringan trauma. TGF-β ditemukan dalam

hal stimulasi formasi matrik ekstrasesuler (fibronektin, kolagen dan proteoglikan),

penghambat protease dan kemotaksis fibroblast. TGF-β juga dipercaya memiliki efek

pada proliferasi fibroblast (Juhn dkk, 2008).

Page 51: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Pada respon imun seluler terjadi peningkatan ekspresi sitokin TGF yang

berperan dalam hiperproliferasi sel inang, berupa proliferasi berlapis dan diferensiasi

sel-sel mukosa kavitas timpani, sehingga pada lapisan sel bagian superfisial, bersama-

sama dengan vakuolisasi yang menyebabkan kematian sel menghasilkan

hiperkeratinisasi (Rianto, 2005).

d. Tumor Necrosis Factor α (TNF-α)

TNF adalah pasangan sitokin yang secara orisinal disebut cachectin (TNF-α)

dan limfotoksin (TNF-β). TNF-α adalah polipeptida yang diproduksi utamanya

dengan stimulasi makrorag tetapi dibuat oleh berbagai macam sel secara luas

termasuk di dalamnya, fibroblast, sel T dan sel B (Juhn dkk, 2008).

TNF memiliki banyak kesamaan fungsi dengan IL-1. TNF menstimulasi

metabolisme asam arakhidonat, mengakibatkan produksi prostaglandin dan leukotrin,

yang mana berperan penting pada patogenesis OM. TNF-α memainkan peran utama

dalam biologi koleasteatoma yang didapat (acquired). Sitokin ini lebih banyak

berlokasi pada jaringan pengikat dan epithelium dari sampel koleasteatoma manusia

bila dibandingkan dengan liang telinga normal. Pada in vitro, TNF menginduksi

proliferasi, sintesa protein dan diferensiasi akhir dari basal keratinosit. Meskipun

secara utama diekskresi oleh makrofag yang teraktivasi, sel mast dan koleastoma juga

memproduksi TNF-α. TNF-α akan menginduksi osteoklast-yang memediasi resorpsi

tulang, menstimulasi fibroblast untuk mensekresi kolagenase dan prostaglandin E2

yang nantinya akan mengakibatkan destruksi lokal jaringan lunak, dan dapat

Page 52: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

menyebabkan resorpsi dan penghambatan proteoglikan pada kartilago. Kadar TNF-α

pada koleasteatoma yang didapat (acquired) dikorelasikan dengan banyaknya

infiltrasi sel-sel inflamasi, destruksi tulang dan derajat keparahan infeksi. Fakta-fakta

ini menyatakan bahwa TNF-α memainkan peran sangat penting dalam patogenesis

koleasteatoma (Vitale and Ribeiro, 2007).

C. Pemeriksaan Enzym-Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA)

ELISA adalah metode pemeriksaan dengan metode determinasi konsentrasi

protein atau glikoprotein (sebagai antigen) berdasarkan reaksi immunologis interaksi

antara antigen-antibodi yang dilanjutkan dengan reaksi ensimatis. Deteksi akan

dibaca sebagai nilai serapan (optical density) pada panjang gelombang tertentu

sebagai hasil reaksi ensimatis dengan produk suatu molekul yang berwarna.

Konsentrasi protein akan dikonversikan berdasarkan kurva normal dari

senyawa standar. Nilai serapan (OD) senyawa standar dengan serial konsentrasi,

dibaca pada panjang gelombang (λ) tertentu. Prinsip dasar determinasi konsentrasi

yang diterapkan ELISA adalah sama dengan prinsip spetrofotometer, yaitu dengan

membaca rapat optik senyawa produk. Panjang gelombang yang digunakan adalah

panjang gelombang yang memberikan nilai serapan optimum untuk pelarut dan zat

terlarut yang ada, yaitu sebesar 450 nm. Tehnik ELISA menggunakan 96well mikro

titer yang terbuat dari plastik polistirene, serta penggunaan monoklonal antibodi

primer yang dilapiskan dipermukaan dalam microwell plate.

Page 53: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

ELISA dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya :

1. Sandwich ELISA

Teknik ELISA ini paling banyak digunakan dan dipasarkan dalam bentuk KIT

ELISA. Teknik ini lebih sederhana bila dibandingkan dengan teknik Competitive

ELISA, sehingga mudah dipahami oleh para peneliti atau teknisi laboratorium.

Penggunaan 96well microtiter yang telah dilapisi dengan monoklonal antibodi

tertentu, dan cara deteksi dengan sekunder antibodi berlabel biotin dilanjutkan dengan

reaksi ensimatis antara HRP (horseradish peroxydase) atau AP (alkaline phospatase)

dengan substrat ensim : ABTS (2,2’-azo-bis(3-ethylbenzthiazoline-6-sulfonic acid), o-

phenyldiamine (OPD), dan 3,3’, 5,5’,-Tetrametylbenzidine base (TMB) untuk ensim

HRP, sedangkan pNPP(p-nitrophenylphospate) untuk ensim alkaline phospatase.

Intensitas warna senyawa produk yang terbentuk akan dibaca sebagai rapat optik

(OD) pada panjang gelombang (λ) tertentu dan setelah dikonversikan dengan kurva

standar, maka konsentrasi protein yang dicari akan ditetapkan berdasarkan kurva

standar.

Kurva standar adalah kurva fungsi matematis antara konsentrasi senyawa

standar dengan nilai OD yang terbaca pada panjang gelombang yang disarankan.

Sensitifitas sandwich ELISA tergantung pada hal-hal berikut :

a. Jumlah molekul yang terikat pada antibodi pertama yang melekat pada fase solid

b. Afinitas antibodi pertama terhadap antigen

c. Afinitas antibodi kedua terhadap antigen

d. Aktifitas spesifik dari antibodi kedua

Page 54: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

2. Competitive ELISA

Teknik ini digunakan apabila kita tidak memiliki 2 jenis antibodi yang cocok

dengan antigen target, teknik ini dapat mendeterminasi konsentrasi suatu antigen.

Ada beberapa konfigurasi dari competitive ELISA, pada dasarnya mensyaratkan

adanya konjugasi salah satu reagen yang dengan ensim detektor digunakan. Ensim

seperti alkaline phospatase (AP) dan HRP (horseraddish peroxydase) dapat diikatkan

pada immunogen atau pada antibodi primer. Jika mikrotiter dilapisi dengan antibodi

primer (unlabelled), selanjutnya antibodi akan diinkubasikan dengan sampel

(unknown) atau dengan standart. Setelah itu conjugated-imunogen ditambahkan.

Ikatan antara antibodi dengan conjugated-immunogen terjadi pada binding site yang

berbeda dengan binding site antara antibodi dengan antigen (sampel) atau standar.

Sehingga banyaknya immunogen yang terikat mengindikasikan konsentrasi protein

antigen yang dicari. (Budiani, 2009)

Page 55: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

D. KERANGKA TEORI

Gambar 2.7. Peran IL-1α pada kolesteatom

E. HIPOTESIS

Terdapat perbedaan kadar IL-1α serum darah vena penderita OMSK tipe jinak

dengan kadar IL-1α serum darah vena penderita OMSK tipe bahaya.

OMSK

Respon imun seluler

Makrofag Limfosit T

IFN-γIL-1α

Perlekatan di mukosa telinga tengah

TNF-α

Migrasi epitel

TGF, ICAM-1, ELAM

Proliferasi epitelHiperkeratinisasi

Kolesteatoma

Vasodilatasipembuluh darah

Kadar dalam darah vena ↑

Infeksi

Page 56: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

BAB III

METODOLOGI

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian adalah observasional analitik. Observasi dilakukan dengan

pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

kadar IL-1α serum darah vena pada penderita otitis media supuratif tipe jinak

dibandingkan dengan tipe bahaya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan laboratorium Biomedik FK-UNS

bulan Maret-Juli 2010

C. Populasi Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan otitis media supuratif tipe

jinak dan tipe bahaya yang datang berobat ke Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi.

D. Tehnik Pengambilan Sampel

Tehnik mendapatkan sampel untuk kelompok OMSK tipe bahaya adalah

dengan cara pencuplikan purposif, yaitu pencuplikan non random yang bertujuan

mendapatkan sampel yang memiliki karakteristik tertentu. Sedangkan tehnik

mendapatkan sampel untuk kelompok OMSK tipe jinak dan kelompok orang normal

Page 57: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

adalah dengan cara pencuplikan random, yang mencuplik sampel secara acak, dimana

masing-masing subjek dari populasi memiliki peluang yang sama dan independen

untuk terpilih ke dalam sampel (Murti, 2010).

E. Estimasi Besar Sampel

Untuk memperkirakan kebutuhan sampel, digunakan rumus beda mean dua populasi.

Diperlukan informasi tentang varians σ2, dari studi awal atau penelitian serupa.

σ2 = varians dari beda mean

α = kesalahan tipe I yang bisa ditoleransi

1-β = kuasa statistik yang diharapkan

µ1 dan µ2 = taksiran beda mean dari penelitian sebelumnya (Murti, 2010).

Menurut laporan penelitian Rianto (2005), simpang baku dua kelompok sebesar 3,9

dan 3,1, dengan tingkat keyakinan 95%. Dengan rumus tersebut didapatkan jumlah

sampel total adalah 48 orang, yaitu 10 sampel penderita OMSK tipe bahaya, 16

sampel penderita OMSK tipe jinak, dan 22 sampel orang normal.

Page 58: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

F. Kriteria Restriksi

Kriteria Inklusi:

1. Pasien yang sudah didiagnosa Otitis Media Supuratif Kronik tipe Jinak dan Tipe

Bahaya

2. Laki-laki dan perempuan

3. Umur 15 sampai 50 tahun

4. Bersedia menjadi percontoh penelitian dengan menandatangani formulir

persetujuan setelah mendapat penjelasan (informed consent).

Kriteria Ekslusi :

1. Menderita penyakit tumor nasofaring.

2. Menderita penyakit rematoid artritis

3. Menderita penyakit diabetes melitus tergantung insulin

4. Menderita penyakit sistemik yang menimbulkan demam

G. Variabel Penelitian

1. Variabel terikat : otitis media supuratif kronis

2. Variabel bebas : kadar IL-1α

Page 59: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

H. Definisi Operasionil

1. Otitis media supuratif kronis

Infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat

keluarnya sekret dari telinga (otorea) tersebut lebih dari 2 bulan, baik terus menerus

atau hilang timbul. Dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe jinak dan tipe ganas. OMSK tipe

jinak yaitu OMSK dengan otore mukous yang tidak berbau, membran timpani

perforasi sentral. OMSK tipe ganas yaitu OMSK dengan otore purulen yang berbau,

membran timpani perforasi atik, terdapat jaringan granulasi liang telinga, fistel atau

abses retroaurikula, gambaran radiologis terdapat kolesteatom, dan ditegakkan

dengan adanya kolesteatom saat operasi. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, otoskopi dan foto polos mastoid posisi Schuller.

Alat ukur : anamnesis, pemeriksaan fisik, otoskopi dan foto polos mastoid posisi

schuller

Skala ukur : kategorikal

(0= kontrol; 1= otitis media supuratif kronis tipe jinak; 2= otitis media supuratif

kronis tipe bahaya)

2. Kadar IL-1α

Sitokin mediator respon inflamasi pada imunitas alami dan menstimulasi reabsorbsi

tulang, meningkatkan angka sel prekursor osteoklas yang diukur dengan menilai

densitas optik yang dibaca pada gelombang λ (panjang gelombang) = 620 nm yang

timbul antara enzim horseraddish peroksidase dengan substrat enzim

tetrametylbenzidine base (TMB). Reaksi ini menunjukkan mengikuti banyaknya

Page 60: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

jumlah produk ensim yang dihasilkan mengikuti reaksi immunologi antara

monoklonal antibodi anti IL-1α dengan IL-1α serum sebagai antigennya. Dengan

satuan pg/ml.

Alat ukur : ELISA

Skala ukur : kontinu

3. Orang sehat : suatu keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial dan tidak

hanya bebas dari penyakit dan cacat (Potter, 2005).

I. Desain Penelitian

Gambar 3.1. Desain penelitian

Pasien baru / populasi

AnamnesisPemeriksaan fisik

OtoskopiFoto polos Mastoid posisi Schuller

Otitis MediaSupuratif kronik

tipe jinak

Otitis MediaSupuratif kronik

tipe bahaya

Orang sehat

PENGUKURAN KADAR IL-1α

Darah Vena

Page 61: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

J. Cara Kerja

1. Persiapan

a. Mencari dan mengumpulkan bahan kepustakaan

b. Menghubungi bagian yang terkait dan berdiskusi dengan pembimbing

c. Menyusun status penelitian dan usulan penelitian.

2. Perlengkapan Penelitian

a. Catatan medik penderita

b. Alat-alat pemeriksaan untuk mengambil darah penderita antara lain : Vacunter

syringe no 22, tabung venoject heparin, alkohol dan kapas

c. Alat dan bahan pemeriksaan ekspresi IL-1α dengan IL-1α kit yang mengandung

Human IL-1α dengan monoklonal antibodi

d. Bahan:

1) Wadah dari bahan aluminium dengan piringan yang berisi microwell (lubang

mikro) yang dilapisi oleh monoklonal antibodi untuk IL-1α manusia

2) 2 vial (20 μl) HRP-Conjugate (horseradish peroxidase) sebagai anti IL-1α

monoklonal antibodi

3) 2 vial (0,5 ml) Wash Buffer Concentrate 20x (mengandung cairan phosfat- buffer

dengan 1% Tween 20)

4) 1 vial (5 ml) Assay Buffer Concentrate 20x (PBS dengan 1% Tween 20 dan 10%

BSA)

5) 1 vial (5 ml) Phosphate Buffered Saline Concentrate (PBS) 20x

6) 1 vial (15 ml) Substrate Solution

Page 62: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

7) 1 vial (12 ml) Stop Solution (1 M asam fosfor)

8) 1 vial (0,4 ml) Blue-Dye

9) 1 vial (0,4 ml) Green-Dye

10) 2 perekat penutup piringan

11) Label reagen

3. Cara Kerja

Pasien otitis media supuratif kronik tipe jinak dan tipe bahaya di anamnesis,

kemudian didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan THT, dimasukkan dalam

penelitian dan dicatat pada formulir penelitian. Dilakukan pemeriksaan otoskopi dan

pemeriksaan foto polos mastoid posisi Schuller untuk konfirmasi. Kemudian

dilakukan pengambilan sampel darah. Sampel yang berasal dari darah vena penderita

didiamkan selama 1 jam dalam suhu ruang, kemudian diinkubasi dalam suhu 2-4°C

selama satu malam. Kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 1000

rpm pada suhu 4°C. Serum dan darah dipisahkan, kemudian serum disimpan dalam

suhu ≤ - 20°C.

Sampel harus disimpan pada suhu beku yaitu -200C untuk menghindari

kehilangan bioaktivitas dari IL-1α. Jika sampel ini akan diperiksa dalam kurun waktu

24 jam dapat disimpan pada suhu 20C sampai 80C. Hindarkan dari penyimpanan yang

berulang-ulang. Sebagai perhatian sampel harus dibawa secara hati-hati dalam suhu

kamar dan dicampurkan dengan PBS.

Sampel yang sudah dipersiapkan dimasukkan dalam micro well yang

mengandung monoklonal antibodi IL-1α yang terdapat dalam sampel tersebut akan

Page 63: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

diserap pada micro-well dengan penambahan HRP-conjugate sebagai monoklonal

anti IL-1α pada inkubasi pertama.

Mengikuti inkubasi pertama konjugasi IL-1α yang tidak berikatan dikeluarkan

selama proses pencucian dan pemberian cairan substrat reaktif dengan penambahan

HRP

Hasil akan memberikan warna yang menunjukkkan jumlah dari IL-1α. Reaksi

ini akan diakhiri dengan penambahan asam dan absorben yang diukur dengan cahaya

dengan panjang gelombang 450 nm, dan hasil dari nilai yang muncul merupakan nilai

ekspresi dari IL-1α.

K. Analisis Statistik

Data yang dianalisis adalah data primer yang diperoleh dari hasil penelitian ini dan

dilakukan analisis statistik dengan menggunakan program komputer SPSS 17 dengan

uji ANOVA.

Page 64: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Penelitian ini dilakukan sejak Maret sampai dengan Juli 2010 di poliklinik

THT-KL RSUD dr. Moewardi Surakarta dan laboratorium Biomedik FK-UNS

Surakarta. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 48, dengan jumlah sampel yang

mengalami outlier sebanyak 3 sampel, sehingga jumlah sampel akhir adalah 45.

Sampel terdiri dari 8 pasien OMSK tipe bahaya, 16 pasien OMSK tipe jinak, dan 21

orang sehat sebagai kontrol. Hasil penelitan yang diperoleh seperti dibawah ini.

Tabel 4.1. Karakteristik sampel (data kontinyu)

Variabel n Mean Simpang Baku Minimum Maksimum

Umur (tahun) 45 29,16 8,76 17,00 50,00

Kadar IL-1α

(pg/ml)

45 0,1247 0,0008 0,1234 0,1263

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 45 sampel, nilai rerata umur adalah 29,16, dengan

umum minimum 17 tahun dan umur maksimum 50 tahun, dengan simpang baku

sebesar 8,76. Nilai rata-rata kadar IL-1α adalah 0,1247 pg/ml, dengan simpang baku

Page 65: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

0,0008. Nilai minimum kadar IL-1α sebesar 0,1234 pg/ml, sedangkan nilai

maksimum sebesar 0,1263 pg/ml.

Tabel 4.2. Karakteristik sampel (data kategorikal)

Variabel n Persen

Jenis KelaminLaki-lakiPerempuanTotal

242145

53,3%46,7%100%

Tipe PerforasiTotalSubtotalSentralAtikTidak adaTotal

101031

2145

22,2%22,2%6,7%2,2%

46,7%100%

Tanda Klinis Tipe BahayaOtore PurulenJaringan GranulasiFistel RetroaurikulaTidak adaTotal

323

3745

6,7%4,4%6,7%

82,2%100%

KomplikasiAbses SerebriParese n.VIIMeningitisTidak adaTotal

111

4145

2,2%2,2%2,2%

93,3%100%

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah sampel laki-laki sebanyak 23 orang

(51,11%), dan sampel perempuan sebanyak 22 orang (48,88%). Keadaan membran

timpani dinilai saat pemeriksaan fisik, hasilnya adalah terdapat sampel dengan

Page 66: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

membran timpani perforasi total sebanyak 10 orang (22,22%), perforasi subtotal

sebanyak 10 orang (22,22%), perforasi sentral sebanyak 3 orang (6,66%) dan

perforasi atik hanya 1 orang (2,22%). Sampel yang mempunyai tanda klinis tipe

bahaya adalah sampel dari kelompok OMSK tipe bahaya dengan perincian terdapat

otore purulen sebanyak 3 orang (6,7%), jaringan granulasi sebanyak 2 orang (4,4%),

dan fistel retroaurikula sebanyak 3 orang (6,7%). Sampel yang mengalami komplikasi

juga berasal dari kelompok OMSK tipe bahaya dengan abses serebri, parese n. VII,

dan meningitis masing-masing sebanyak 1 orang (2,2%).

Tabel 4.3. Hasil uji ANOVA beda IL-1α menurut tipe OMSK

Tipe OMSK n Mean Simpang Baku F P

Normal 21 0,1242 0,0005 24,92 <0,001

OMSK tipe jinak 16 0,1248 0,0006

OMSK tipe bahaya 8 0,1258 0,0003

Page 67: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji ANOVA terhadap kadar IL-1α yang dibedakan

menurut tipe OMSK. Pada orang normal nilai rerata (mean) kadar IL-1α adalah

0,1242 pg/ml dengan simpang baku 0,0005, p<0,001. Nilai mean kadar IL-1α pada

kelompok OMSK tipe jinak adalah 0,1248 dengan simpang baku 0,0006. Sedangkan

pada kelompok OMSK tipe bahaya adalah 0,1258 dengan simpang baku 0,0003.

Perbedaan rata-rata kadar IL-1α menurut tipe OMSK ditunjukkan dalam gambar 4.1.

Gambar 4.1 Boxplot tentang perbedaan rata-rataInterleukin-1 alpha menurut tipe OMSK

Page 68: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Tabel 4.4. Hasil Post Hoc Test (Bonferroni)

Tipe 1 – Tipe 2 Beda Mean P

Normal – OMSK tipe jinak -0,0005 0,012

Normal – OMSK tipe bahaya -0,0016 <0,001

OMSK tipe jinak – OMSK tipe

bahaya

-0,0010 <0,001

Tabel 4.4 memperlihatkan hasil uji Post Hoc yang membandingkan kadar IL-1α pada

setiap kelompok. Perbandingan kadar IL-1α pada kelompok orang normal dengan

kelompok penderita OMSK tipe jinak mempunyai beda mean sebesar -0,0005 dengan

p=0,012. Perbandingan kadar IL-1α pada kelompok orang normal dengan kelompok

penderita OMSK tipe bahaya adalah sebesar -0,0016 dengan p<0,001. Sedangkan

perbandingan kadar IL-1α pada kelompok penderita OMSK tipe jinak dengan

penderita OMSK tipe bahaya adalah sebesar -0,0010 dengan p<0,001.

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan kadar IL-1α

serum pada penderita OMSK tipe bahaya dengan penderita OMSK tipe jinak.

Berdasarkan penghitungan sampel, telah kami lakukan penelitian terhadap 48 sampel

yang terdiri dari 10 sampel penderita OMSK tipe bahaya, 16 sampel penderita OMSK

tipe jinak, dan 22 sampel orang normal. Terdapat 3 sampel yang mengalami outlier,

Page 69: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

yaitu sampel nomor 4, 45, dan 47 sehingga harus dikeluarkan karena tidak

merepresentasikan populasi, sehingga jumlah sampel akhir menjadi 45 sampel.

Sampel diambil dari darah vena dan diambil serumnya kemudian diukur kadar IL-1α.

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan metode pengambilan

sampel secara pencuplikan purposif.

Pada penelitian ini didapatkan hasil rerata (mean) dan simpang baku dari

kelompok penderita OMSK tipe bahaya adalah 0.1258±0.0013, pada OMSK tipe

jinak adalah 0.1248±0.0008, dan pada kontrol adalah 0.1242±0.0006. Hal ini

menunjukkan nilai rerata yang didapat pada penderita OMSK tipe bahaya mempunyai

kadar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penderita OMSK tipe jinak. Begitu

juga dengan penderita OMSK tipe jinak yang kadarnya juga lebih tinggi bila

dibandingkan dengan orang normal. Setelah dilakukan uji ANOVA dengan

menggunakan program SPSS 17 under windows didapatkan bahwa tingginya kadar

IL-1α serum kelompok penderita OMSK tipe bahaya bila dibandingkan dengan

kelompok OMSK tipe jinak adalah bermakna yaitu p<0,001. Begitu juga dengan

tingginya kadar IL-1α serum kelompok penderita OMSK tipe jinak bila dibandingkan

dengan kelompok kontrol juga bermakna dengan p=0,012. Bila dibandingkan kadar

IL-1α serum kelompok penderita OMSK tipe bahaya dengan kelompok kontrol,

hasilnya signifikan dengan p<0,001. Perbandingan perbedaan kadar IL-1α serum

pada ketiga kelompok adalah bermakna dengan p<0,001.

Beberapa ahli telah melakukan penelitian mengenai IL-1α pada kolesteatoma.

Yetiser (2002) melakukan penelitian dengan membandingkan ekspresi IL-1α pada

Page 70: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

OMSK dengan kolesteatom dan tanpa kolesteatom. Aktifitas sitokin tersebut diukur

dari jaringan biopsi dengan menggunakan metode ELISA. Terdapat 16 pasien tanpa

kolesteatoma dan 23 pasien dengan kolesteatoma. Sebagai kontrol, diambil jaringan

kulit liang telinga dari kedua kelompok tersebut sebanyak 21 pasien. Hasilnya adalah

kadar IL-1α pada kelompok dengan kolesteatoma lebih tinggi secara signifikan

dibandingkan dengan kelompok tanpa kolesteatom dan kontrol. Tidak ada korelasi

dengan faktor-faktor lain seperti umur, jenis kelamin, dan pemberian antibiotik.

Rianto (2005) melaporkan penelitian terhadap kolesteatoma timpani. Pada

penelitian tersebut, menggunakan rancang penelitian kasus kontrol, sebagai kelompok

kasus adalah kolesteatoma timpani penderita otitis media supuratif kronik dengan

kolesteatoma, sedangkan sebagai kelompok kontrol adalah mukosa kavum timpani

penderita otitis media supuratif kronik tanpa kolesteatoma. Ekspresi IL-1α diukur

dengan menggunakan metode imunohistokimia. Hasilnya adalah ekspresi IL-1 pada

kelompok kasus sebanyak 23,62±6,9, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak

11,73±8,24. Perbedaan ekspresi IL-1 antara kedua kelompok ini berbeda bermakna

(p<0,001; IK 95% 4,94-14,23).

Bujia dkk (1996) melakukan penelitian dengan mengukur secara kuantitatif

kadar IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 menggunakan metode bicinchonic acid

protein assay dan ELISA terhadap 20 sampel ekstrak jaringan kolesteatom timpani.

Pada penelitian tersebut aktivitas biologik IL-1 juga dianalisis dengan menggunakan

the cell line LBRM-33. Sebagai kontrol dipakai jaringan kulit manusia yang diambil

dari kanalis auditorius eksternus. Hasil penelitian tersebut mendapatkan jumlah IL-1α

Page 71: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

dalam kolesteatom timpani (34,9±19,5 ng/g) lebih tinggi daripada dalam kulit kanalis

(6,7±2,8 ng/g). Perbedaan hasil ini bermakna secara statistik (p<0,01).

Chung, dkk (1998) melakukan penelitian dengan mengukur secara kuantitatif

kadar IL-1α, IL-1β, dan IL-8 dengan menggunakan ELISA terhadap jaringan

kolesteatoma dan kulit liang telinga. Hasil penelitian tersebut adalah kadar IL-1α

sebesar 0,60±0,13 pg/mg pada kolesteatoma dan 0,25±0,02 pada kulit liang telinga.

Perbedaan hasil ini adalah bermakna dengan p<0,05.

Kadar IL-1α serum darah vena pada OMSK tipe bahaya lebih tinggi daripada

OMSK tipe jinak. Penjelasannya adalah OMSK tipe bahaya, atau yang mengandung

kolesteatoma terdapat suatu mekanisme. Pada OMSK yang persisten, akan terjadi

migrasi epitel dari liang telinga ke telinga tengah melalui membran timpani yang

perforasi. Epitel ini akan menempel pada epitel lain dan melekat di tempat tersebut,

sehingga terjadi ekspresi ICAM-1 dan ELAM-1 yang merupakan molekul adhesi,

juga terekspresinya sitokin TGF. TGF mempunyai peran mendiferensiasi dan

memproliferasi epitel mukosa telinga tengah, kemudian setelah terjadi vakuolisasi

akan menyebabkan kematian sel yang menghasilkan hiperkeratinisasi. Dan kumpulan

epitel skuamous dengan keratinisasi inilah yang disebut kolesteatoma (Juhn dkk,

2008).

Pada kolesteatoma, mudah terjadi infeksi karena banyak mengandung air,

sehingga terjadi suatu respon imunologi, yang salah satunya adalah memacu

makrofag untuk menghasilkan IL-1α. Tetapi sumber sitokin IL-1α tidak hanya berasal

Page 72: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

dari makrofag, melainkan dari jaringan lain yaitu keratinosit. Sehingga secara lokal,

sitokin IL-1α pada jaringan kolesteatoma kadarnya tinggi (Gahring dkk, 1985).

Pada penelitian kadar IL-1α serum relatif lebih kecil bila dibandingkan

dengan kadar IL-1α serum dengan metode ELISA pada penelitian lain. Dapat

dikatakan bahwa kadar IL-1α serum jaringan kolesteatom dengan kadar IL-1α serum

darah vena cukup berbeda. Hal ini diasumsikan bahwa tingginya kadar IL-1α

dihasilkan oleh jaringan kolesteatom (terutama dari keratinosit) tidak terekspresi

keseluruhan dalam darah vena atau terekspresi sebagian karena vaskularisasi di

daerah telinga tengah berkurang jumlahnya. Secara teori bahwa jumlah IL-1α yang

sedikit hanya mengakibatkan inflamasi lokal, tetapi dalam jumlah banyak akan

mengakibatkan inflamasi sistemik (Matorin P., 1994; Baratawijaya, 2006). Kecilnya

kadar IL-1α serum pada sampel penelitian ini sesuai dengan dengan keadaan umum

sampel yang baik, yang ditandai dengan tidak adanya tanda-tanda radang sistemik

pada tubuh sampel.

Pada kelompok penderita OMSK tipe bahaya, terdapat beberapa penderita

yang mengalami komplikasi, yaitu abses serebri sebanyak 1 orang, parese n. VII

sebanyak 1 orang, dan meningitis sebanyak 1 orang. Kadar IL-1α pada penderita

dengan komplikasi ini lebih tinggi dibanding dengan penderita tanpa komplikasi.

Hampir serupa dengan penelitian Rianto (2005). Penelitian tersebut didapatkan 3

penderita dengan komplikasi yaitu 1 abses serebri dan 2 parese n. Fasialis. Hasilnya

adalah ekspresi IL-1 pada penderita dengan komplikasi lebih tinggi daripada dengan

penderita tanpa komplikasi. Dari hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa tingginya

Page 73: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

IL-1α menyebabkan proses destruksi tulang yang lebih hebat dibanding kasus tanpa

komplikasi.

Pada penelitian ini terdapat IL-1α yang terukur pada kelompok sampel orang

normal. Secara teori, bahwa IL-1α diproduksi oleh makrofag yang diaktivasi oleh

adanya infeksi. Namun ternyata IL-1 juga diproduksi oleh beberapa sel lain,

diantaranya adalah keratinosit pada kulit. Keratinosit berasal dari lapisan basal, yang

berdiferensiasi menjadi stratum korneum kulit (Gahring, dkk, 1985).

Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan, dan dari hasil

penelitian yang telah peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis pada

penelitian ini yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kadar IL-1α serum darah

vena pada penderita OMSK tipe bahaya bila dibandingkan dengan penderita OMSK

tipe jinak dapat diterima.

Page 74: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Terdapat perbedaan kadar IL-1α serum pada penderita OMSK tipe bahaya yang

lebih tinggi dibandingkan kadar IL-1α serum penderita OMSK tipe jinak. Kadar

IL-1α serum darah vena pada OMSK tipe bahaya adalah 0.1258±0.0005 pg/ml

sedangkan kadar IL-1α serum darah vena pada OMSK tipe jinak adalah

0.1248±0.0006 pg/ml.

2. Secara statistik perbedaan tersebut bermakna karena p < 0,001. Namun kadar IL-

1α serum darah vena belum dapat dijadikan sebagai salah satu penanda penyakit

OMSK tipe bahaya, karena belum dapat ditentukan kadar cut off point.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sitokin IL-1α dengan jumlah

sampel yang lebih banyak dan waktu yang berlainan, untuk menentukan nilai

rata-rata kadar IL-1α sehingga dapat ditentukan kadar cut off point, sebagai salah

satu penanda penyakit OMSK tipe bahaya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sitokin-sitokin yang berpengaruh

pada OMSK tipe bahaya selain IL-1α, diantaranya adalah TGF dan TNF-α.

Page 75: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K., Lichtman, A. H., Pilai, S., (2007), Cellular and Molecular Immunology6th edition, Saunders elsevier, pp:262-293

Aboet, A., (2007), Radang Telinga Tengah Menahun, Pidato Pengukuhan JabatanGuru Besar Tetap THT-KL FK USU

Ahn J. M., Huang C. C., Abramson M. (1990). Localization of interleukin-1 in humancholesteatoma. Am J Otolaryngol. 11(2):71-7.

Alves Adriana Leal, Ribeiro Fernando de Andrade Q., (2004), The Role of Cytokinesin Acquired Middle Ear Cholesteatoma: Literature Review. Rev brasOtorrinolaringol Vol 70. p: 813-8.

Alves Adriana Leal, Pereira Barbosa Celina Siqueira, Ribeiro Fernando de AndradeQ, Fregnani Jose Humberto T. G., (2008). Analysis of Histopathological Aspectsin Acquired Middle Ear Cholesteatoma. Rev Bras Otorrinolaringol. 74(6):835-41.

Baratawijaya, K. G., (2006), Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. Jakarta. Hal:119-30)

Browning G.G., (1997): Aetiopathology of inflammatory Conditional of the Externaland Middle Ear. Scott-Brwon’s Otolaryngology sixt edition:3/3/1-3/3/18

Budiani, D. R., (2009), ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Training ofInstructor (TOI), FK UNS.

Buchman C. A., Levine J. D., Balkany T. J., (1998). Infections of the Ear. InEssential Otolaryngology Head and Neck Surgery. Eighth Edition. Mc GrawHill. p: 485-491.

Bujia J., Kim C., Boyle D., Hammer C., Firestein G., Kastenbauer E., (1996).Quantitative analysis of interleukin-1 alpha gene expression in middle earcholesteatoma. The Laryngoscope. Vol 106(1), pp. 217-220.

Chung J. W., Yoon T. H., (1998). Different Production of Interleukin-1α, Interleukin-1β and Interleukin-8 from Cholesteatomatous and Normal Epithelium. Acta Oto-Laryngologica. Volume 118, Number 3, p. 386-391.

Page 76: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Djaafar Z. A., Helmy, Restuti R. D., (2007). Kelainan Telinga Tengah, dalam: BukuAjar Ilmu Kesehatan THT, Fakultas Kedokteran UI, Edisi keenam, Jakarta;hal:64-86.

Dhillon R. S., East C. A., (1999). The ear, basic concept. In An Illustrated colour textear, nose and throat and head and neck surgery. Second edition. ChurcillLivingstone.

Dinarello C. A., (1988). Biology of Interleukin 1. FASEB J. Feb 2(2): 108-15

Dinarello C. A., (1991). Interleukin-1 and interleukin-1 antagonism. Blood; 77:1627-52

Esaki Y., Ohashi Y., Furuya H., Sugiura Y., Ohno Y., Okamoto H., Nakai Y., (1991).Histamine-induced Mucociliary Dysfunction and Otitis Media with Effusion.Acta Oto Laryngologica. Vol 11, no. s486, p: 116-134.

Feghali C. A., Wright T.M., (1997), Cytokines in Acute and Chronic Inflammation.Division of Rheumatology and Clinical Immunology, Department of MedicineUniversity of Pittsburgh.

Gahring C. Lorise, Buckley Anne, Daynes A. Raymond. (1985). Presence ofEpidermal-derived Thymocyte Activating Factor/Interleukin 1 in Normal HumanStratum Corneum. J. Clin Invest. 76:1585-1591.

Goodbourn S., Didcock L., Randall L. E., (2000). Interferons: Cell Signaling,Immune Modulation, Antiviral Responses and Virus Countermeasures. Journalof General Virology. London. 81: 2341-2364.

Gulya A. J., (2003). Anatomy of the Ear and Temporal Bone. In Glasscock-Shambaugh Surgery of the Ear. 5th edition. WB Saunders Company. p:

Helmy, (2005), Otitis Media Supuratif Kronis, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta,:hal55-68

Hunt Margaret, (2006). Interferon. Microbiology and Immunology. University ofSouth Carolina.

Juhn S. K., Jung M. K., Hoffman M. D., Drew B. R., Preclado D. A., Sausen N. J.,Jung T. K., Kim B. H., Park S. Y., Lin J., Ondrey F. G., Mains D. R., Huang T.,(2008): The Role of Inflammatory Mediators in the Pathogenesis of Otitis Media

Page 77: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

and Sequelae. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology Vol. 1, p : 117-138.

Keneddy K., Vrabec J., Quinn F. B., (1999). Cholesteatoma: Pathogenesis andSurgical Management. Dept of Otolaryngology UTMB.

Kakiuchi H., Kinoshita K., Katoh Y., Tabata T., (1992). Interleukin-1 ofCholesteatomatous Keratinocytes. The Annals of Otology, Rhinology &Laryngology. 157:32-8

Kalmanovich E., (2006). Ear Nose Throat. Otolaryngology – 5th year Final Exam.

Kenna Margareth A., Latz Adriane D., (2006). Otitis media with effusion. In BaileyByron Head and Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. Lippincott Williams& Wilkins

Khoury P., Naclerio R. M., (2006). Immunology and Allergy. In Bailey Byron Headand Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins.

Kirkham Bruce, (1991). Interleukin-1, immune activation pathways, and differentmechanisms in osteoarthritis and rheumatoid arthritis. Annals of the RheumaticDiseases; 50:395-400.

Leeson C. R., Leeson S. T. Paparo A., (1996). Organ-organ Indera Khusus. DalamBuku Ajar Histologi. Edisi VI. EGC. Jakarta. P: 574-577.

Maharjan M., Bhandari S., Singh I., Mishra S. C., (2006). Prevalence of Otitis Mediain School Going Children in Eastern Nepal. Kathmandu University MedicalJournal Vol. 4, No. 4, Issue 16, p: 479-482.

Makes D., (1999). Pemeriksaan radiologi mastoid. Dalam: Radiologi Diagnostik.Edisi VII. Gaya Baru. Jakarta. P: 425-430

Matorin Philip A., (1994). Pathology and Pathogenesis of Otitis Media. Bobby R.Alford Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery.

Memon M. A., Matiullah S., Ahmed Z., Marfani M. S.( 2008). Frequency of Un-SafeChronic Suppurative Otitis Media in Patients with Discharging Ear. p: 102-105.

Meyer T. A., Strunk C. L., Lambert P. R., (2006). Cholesteatoma. In Bailey ByronHead and Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. Lippincott Williams &Wilkins.

Page 78: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Michaels L., (1987). Otitis Media. In Ear Nose and Throat Histopathology. Springer.London. P:47-48.

Murti B., (2010). Sampel Non Random. Dalam Desain dan Ukuran Sampel UntukPenelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Edisi ke 2. GadjahMada University Press. Yogyakarta.

Mushtaque AM, Salman M., (2008). Frequency of Un-Safe Chronic Suppurative

Otitis Media in Patients with Discharging Ear. Pak. J Med Sci..

Neely J. G., Arts H. A., (2006). Intratemporal and Intracranial Complications of OtitisMedia. In Bailey Byron Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th Edition.Lippincott Williams & Wilkins.

Paparella M. M., Adams G. L., Levine S. C. (1997). Penyakit Telinga Tengah danMastoid. Dalam Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku KedokteranEGC. Jakarta, h: 107-109.

Paulsen F. Douglas. (2000). Sense Organs. In Histology and Cell Biology. Fourthedition. Lange Medical Book/McGraw-Hill. New York. P: 323-326.

Potter, Patricia. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses danPraktek/Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih et al.EGC. Jakarta.

Rianto, B. U., (2005). Kholesteatoma Timpani Pada Otitis Media Supuratif Kronikmaligna (OMSKM), Identifikasi dan Peran Human Papillomavirus (HPV)Terhadap Etiopatogenesis. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rianto, B.U., (2007): Kolesteatoma Timpani Kajian Terhadap Etiopatogenesis.Majalah Otorhinolaryngologica Indonesiana (ORLI) vol XXXVII 2007: 1-7.

Reyes-Quintos M. R., Santos R. L., Tantoco M., Roldan R. A., Fellizar K. R.,Dalizay-Cruz M. A., Abes G. T., Chiong C. M., (2007). Otoscopic andAudiologic Findings in an Ati Community in Boracay. Philippine Journal ofOtolaryngology-Head and Neck Surgery. Vol 22.

Ryan A. F., Bennett F., (2001). Nitric Oxide contributes to control of effusion inexperimental otitis media. Laryngoscope. 111(2):301-5.

Page 79: PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-1α SERUM DARAH VENA … · Gambar 2.5. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma..... 22 Gambar 2.6. Regulasi sitokin pada proses inflamasi akut

Schilling V., Negri B., Bujia J., Schulz P, Kastenbauer E., (1992). Possible role ofinterleukin 1(alpha) and interleukin 1 (beta) in the pathogenesis of cholesteatomaof the middle ear. The American Journal of Otology.

Shiwa M., Kojima H., Kamide Y. Moriyama H., (1995). Involvement of interleukin-1in middle ear cholesteatoma. American Journal of Otolaryngology. Volume 16,issue 5, p. 319-324.

Smirnova, M. G., Birchall, J. P., Pearson, J. P. (2004), The immunoregulatory andallergy-associated cytokines in the aetiology of the otitis media with effusion,Taylor&Francis 13(2), 75-88

Stierman K. L., Vrabec J. T., Quinn F. B., (1998). Complications of Otitis Media.Department of Otolaryngology UTMB

Vitale R. F., Ribeiro F. A., (2007). The role of tumor necrosis factor-alpha (TNF-α)in bone resorption present in middle ear cholesteatoma. Rev BrasOtorrinolaringol. Vol 73 n.1.

World Health Organization (WHO), (2004). Chronic Suppurative Otitis Media,Burden of Illness and Management Options. Child and Adolescent Health andDevelopment Prevention of Blindness and Deafness. Geneva Switzerland.

Wright Anthony., (1997). Anatomy and ultrastructure of the Humar Ear. In Scott-Brown’s Otolaryngology. Sixth edition. Bath Press. Bath. p:1/1/15-1/1/27.

Yetiser S., Satar B., Aydin N., (2002). Expression of epidermal growth factor, tumornecrosis factor-alpha, and interleukin-1 alpha in chronic otitis media with orwithout cholesteatoma. Otol Neurotol. 23(5):647-52.