Download - PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

Transcript
Page 1: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

DISERTASI DIAJUKAN UNTUK

UJIAN TERBUKA

PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI

TERHADAP INTERLEUKIN-2 (IL-2)

DAN INTERFERON GAMMA (IFN γ)

PLASMA DAN SUPERNATAN KULTUR LIMFOSIT

PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI :

KAITANNYA DENGAN INFEKSI

KETUT SUEGA

NIM. 0490271003

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2009

Page 2: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

i

DISERTASI DIAJUKAN UNTUK

UJIAN TERBUKA

PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI

TERHADAP INTERLEUKIN-2 (IL-2)

DAN INTERFERON GAMMA (IFN γ)

PLASMA DAN SUPERNATAN KULTUR LIMFOSIT

PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI :

KAITANNYA DENGAN INFEKSI

KETUT SUEGA

NIM. 0490271003

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2009

Page 3: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur ke hadapan Ida Hyang Widi

Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada saya

sekeluarga sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi ini.

Banyak pihak telah ikut membantu terwujudnya disertasi ini sehingga saya

sangat berhutang budi. Ungkapan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya, sungguh

sulit untuk saya sampaikan dengan kata-kata dan semua bantuan dan budi baik

tersebut akan tetap saya kenang selama hidup saya.

Kepada Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM, Guru Besar dan Kepala

Divisi Hematologi-Onkologi Medik Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK

Unud/RSUP Sanglah Denpasar, Pembimbing Utama saya, penghargaan yang tulus

saya sampaikan atas kesediaan Bapak menjadi pembimbing saya. Izinkanlah saya

menyatakan terima kasih serta kebanggaan saya menjadi promovendus Bapak.

Kejelian Bapak dalam mengatur waktu dan cara mengatur strategi untuk

memecahkan masalah akan selalu menjadi panutan bagi saya pada masa yang akan

datang.

Kepada Prof. Dr. A.A.Gde Sudewa Djelantik, SpPK, Guru Besar Patologi

Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Pembimbing saya, saya ucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan dorongan yang telah Bapak

berikan dengan tekun dan tanpa pamrih kepada saya.

Page 4: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

iii

Kepada Prof. dr. Ketut Suata, SpMK, Ph.D, Guru Besar Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Pembimbing saya, saya sampaikan terima

kasih atas petunjuk serta dorongan sejak awal masa studi ini dan juga pada saat-saat

sulit yang saya hadapi.

Kepada Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM , Rektor Universitas

Udayana, saya menghaturkan terima kasih atas izin yang diberikan pada saya untuk

mengikuti program S3 di Universitas Udayana.

Kepada Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM, mantan Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana, dan Prof. Dr. Ir. Dewa Ngurah Suprapta, Msc,

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana saat ini, saya sampaikan terima

kasih atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama saya menempuh

pendidikan ini.

Kepada Prof. dr. D.P. Widjana, SpPar., mantan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, dan Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD Dekan fakultas

Kedokteran saat ini, saya sampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program doktor.

Kepada dr. I G. Lanang Rudiartha, MHA, Direktur Utama RSUP Sanglah

Denpasar, serta Prof. Dr. dr. Ketut Suwitra SpPD-KGH Kepala Bagian/SMF Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, saya sampaikan terima

kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis unutk mengikuti pendidikan

program doktor.

Page 5: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

iv

Kepada para promotor, ko-promotor dan tim penguji Prof. Dr. dr. I Made

Bakta, SpPD-KHOM, Prof. Dr. dr. A.A.Gde Sudewa Djelantik, SpPK, Prof. dr.

Ketut Suata, SpMK, Ph.D, Prof. Dr. dr. I Wayan Wita, SpJP, FIHA, Prof. Dr. dr.

Ketut Suastika, SpPD-KEMD, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, Prof. dr. N.

Agus Bagiada, SpBiok., Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK, Dr. dr. Djumhana

Atmakusumah, SpPD-KHOM, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya atas segala masukan dan bimbingannya yang sangat berharga.

Kepada segenap Staf Pengajar Program Studi Doktor, Program Pascasarjana

Universitas Udayana yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu dasar yang sangat

berharga bagi penulis.

Kepada Prof. Dr. dr. Nyoman Adiputra, MOH, Ketua Program Studi Doktor,

Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah banyak memberikan

kemudahan sehingga disertasi bisa selesai.

Kepada Kepala Balai Besar Veteriner Bali di Denpasar, penulis ucapkan

banyak terima kasih atas semua bantuan dan ijinnya sehingga penulis dapat

melakukan penelitian kultur sel dan dapat menyelesaikan tugas disertasi ini.

Kepada Prof. Drh. N Mantik Astawa, Ph.D, Bapak W. Ekaana, Bapak I G.

Mayun, Drh. Putu Agustini, dan petugas lainnya pada Lab. Penyelidikan Penyakit

Hewan, Balai Besar Veteriner Bali, penulis berterimakasih atas segala bantuannya

yang diberikan dengan tulus.

Page 6: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

v

Kepada sejawat Dr. dr. I Gde Raka Widiana, SpPD-KGH yang telah banyak

membantu dengan segala masukannya yang sangat bermanfaat dan setia mendorong

penulis untuk bisa menyelesaikan disertasi ini.

Kepada sejawat dr. Made Suma Wirawan, SpPD, dr. I G. Ommy Agustriadi,

SpPD, dr. I Wayan Darya, SpPD, dr. Ni Made Renny Anggraeni Rena, dan para

residen Ilmu Penyakit Dalam yang telah banyak membantu penulis untuk

menyesaikan tugas ini.

Kepada Sdr. Ni Wayan Yoni Astarini, Ni Kadek Sri yang membantu

menyiapkan semua bahan logistik dan pengambilan bahan darah serta semua bantuan

berharga lainnya, penulis mengucapkan seribu terimakasih atas semuanya.

Kepada sejawat para Staf di Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana khususnya kepada dr. Tjok Gde Darmayudha,

SpPD-KHOM, dr. I Wayan Losen Adnyana, SpPD, yang telah rela mengambil tugas-

tugas penulis selama menjalani pendidikan Program Pascasarjana, penulis

menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan di sini yang telah

memberikan bantuan sehingga disertasi ini dapat terwujud, penulis sampaikan

penghargaan dan terima kasih.

Kepada almarhum Ayah tercinta, terimalah penghargaan ananda karena ajaran

yang Ayah berikan sangat membantu menghadapi masa-masa sulit dalam studi ini.

Kepada almarhumah Ibu tercinta, saya sampaikan terima kasih, karena dalam

kesederhanaan telah memberikan dorongan untuk menghadapi kehidupan ini dengan

Page 7: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

vi

tabah. Kepada Ibu dan Bapak Mertua, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan

atas nasehat, dorongan dan bantuan yang diberikan.

Akhirnya kepada anak tercinta: Putu Imayati, serta isteri tercinta dr. Putu

Sunadiyati, M Kes., yang dengan penuh pengertian serta pengorbanan telah

memberikan saya kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan disertasi ini,

saya sampaikan terima kasih dan rasa hormat yang tertinggi.

Semoga Ida Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan

kurnia dan rahmat-Nya kepada semua yang telah membantu dalam pelaksanaan dan

penyelesaian disertasi saya.

Page 8: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

vii

ABSTRAK

PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI

TERHADAP INTERLEUKIN-2 (IL-2) DAN INTERFERON GAMMA (IFN γ)

PLASMA DAN SUPERNATAN KULTUR LIMFOSIT

PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI :

KAITANNYA DENGAN INFEKSI

Besi merupakan kebutuhan tubuh yang esensial untuk proses metabolisme,

antara lain berperan mengangkut oksigen ke jaringan, untuk sintesis deoxyribo

nucleic acid (DNA) dan lainnya. Defisiensi besi dapat menimbulkan morbiditas dan

mortalitas terutama pada anak dan wanita hamil, disamping itu defisiensi besi juga

menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena terjadi penurunan

fungsi netrofil dan gangguan proliferasi sel T. Penelitian-penelitian juga

menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi dapat menurunkan kapasitas kerja dan

menyebabkan prestasi kerja yang buruk. Mekanisme gangguan fungsi imunitas pada

defisiensi besi belum diketahui dengan pasti. Mekanismenya diduga bersifat

multifaktorial antara lain gangguan sintesis DNA (deoxy ribonucleic acid) akibat

gangguan aktivitas enzim ribonucleotide reductase, penurunan produksi interleukin

seperti IL-2 dan IFN γ, gangguan aktivasi dan proliferasi sel T. Dan sitokin tersebut

merupakan sitokin yang penting untuk komunikasi antara subset limfosit dan sel NK.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara IL-2 dan IFN γ

dengan infeksi pada ADB dan pengaruh pemberian besi terhadap IL-2 dan IFN γ

Page 9: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

viii

plasma dan supernatan kultur limfosit penderita ADB. Secara umum tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui hubungan antara cadangan besi dan imunitas seluler

pada ADB. Penelitian ini terdiri dari dari dua fase dimana fase I menggunakan

rancangan studi potong lintang dan fase II menggunakan rancangan pra-

eksperimental untuk melihat pengaruh besi terhadap peningkatan kadar IL-2 dan IFN

γ. Sampel penelitian ini adalah penderita ADB yang berobat di RSUP Sanglah

Denpasar, terdiri dari 64 orang penderita dimana 31 orang (48,4%) diantaranya laki-

laki, sisanya 33 orang (51,6%) perempuan yang masuk pada penelitian fase I dan 26

orang penderita ADB (16 laki-laki dan 10 perempuan) pada penelitian fase II. Pada

penelitian fase I ditemukan 17 penderita ADB dengan infeksi (26,7%) dengan umur

rerata 38 ± 14,48 tahun dan 47 penderita ADB tanpa infeksi (73,3%) dengan umur

rerata 41 ± 14,54 tahun. Ditemukan perbedaan yang bermakna dimana IL-2 dan IFNγ

baik dari plasma maupun supernatan kultur limfosit lebih rendah pada ADB dengan

infeksi dibandingkan dengan kadar plasma IL-2 dan IFN γ (Z= -2,174; p= 0,030

untuk IL-2 dan Z= -2,639; p= 0,008 untuk IFNγ) maupun supernatan kultur limfosit

(Z= - 2,509; p= 0,012 untuk IL-2 dan Z= -2,569; p= 0,010 untuk IFNγ) penderita

ADB tanpa infeksi. Pada penelitian fase II dengan pemberian tablet besi selama 8

minggu pada 26 penderita ADB ditemukan peningkatan yang bermakna dari kadar

hemoglobin ( Z= -4,561; p= 0,000 ), kadar MCV (Z= - 4,279; p= 0,000), kadar MCH

(Z= -3,616; p= 0,000) dan kadar serum feritin (Z= -3,556; p= 0,000). Terhadap

produksi sitokin akibat pemberian tablet besi selama 8 minggu juga dijumpai adanya

peningkatan yang bermakna. IL-2 plasma sebelum terapi 7,65 pg/l menjadi 29,3 pg/l

Page 10: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

ix

setelah terapi dengan Z=- 3,508; p= 0,000 dan IFN γ yang diperiksa dari plasma

sebelum terapi 10,15 pg/l menjadi 46,7 pg/l setelah terapi dengan Z= -4,241;

p= 0,000. Akan tetapi pada pemeriksaan IL-2 dan IFN γ dari supernatan kultur

limfosit tidak ditemukan peningkatan yang bermakna. Hal ini diduga karena adanya

proses apoptosis akibat rangsangan in vitro dengan mitogen pada sel yang sudah

mengalami stimulasi in vivo sebelumnya. Disamping itu peran dari mitogen (antigen)

spesifik dan feeder cells juga berpengaruh terhadap aktivitas dan produksi sitokin.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan kadar IL-2 dan IFNγ pada

penderita ADB dengan infeksi lebih rendah dibandingkan dengan IL-2 dan IFNγ pada

ADB tanpa infeksi. Dengan pemberian tablet besi selama 8 minggu terjadi

peningkatan kadar plasma IL-2 dan IFNγ akan tetapi tidak terjadi peningkatan yang

sama pada IL-2 dan IFNγ yang diperiksa dari supernatan kultur limfosit. Oleh

karenanya dapat dibuat suatu rangkuman yaitu penurunan kadar IL-2 dan IFNγ pada

penderita ADB akan memudahkan timbulnya infeksi.

Kata kunci : ADB dengan infeksi, plasma IL-2 dan IFNγ, supernatan IL-2 dan IFNγ ,

tablet besi.

Page 11: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

x

ABSTRACT

INFLUENCE OF IRON STORE INCREMENT

ON PLASMA AND LYMPHOCYTE CULTURE SUPERNATANT

OF INTERLEUKIN -2 ( IL-2 ) AND GAMMA INTERFERON ( IFN γ )

IN PATIENTS WITH IRON DEFICIENCY ANEMIA :

RELATIONSHIP WITH INFECTION

Iron is an essensial nutrient for every living cells because of it role as

molecule for transport of oxygen, as well as DNA synthesis through synthesis of

ribonucleotide reductase. Iron deficiency anemia patients, especially pregnant women

and children are more susceptible to infection because of deteoritation of their

immune respons. This was supported by findings of decreased in phagocytic activities

of white blood cells and T-cell lymphocyt proliferation impairment. Iron deficiency

anemia (IDA) patients also affect working capacities hence diminishing working

outcomes. Although the underlyng mechanism of immune defect in iron deficiency

anemia is not clearly understood, multifactorial events considered play their

contributing roles such as abnormality of ribonucleotide reductase enzym ,

impairment of T-cell proliferation and activities, altered cytokine production of IL-2

and IFNγ.

The study was done to discover the relationship of IL-2 and gamma IFN with

infection in IDA patients and also effect of iron tablets on plasma IL-2 and IFNγ as

well as on lymphocyte culture supernatant of IDA patients. Phase I study was

conducted on cross-sectional analytic design while phase II study was using pra-

Page 12: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

xi

experimental (before and after) design. Sixty-four iron defiency anemia patients

treated in Sanglah General Teaching Hospital were recruited, and 31 (48.4%) out of

64 IDA patients were man and 33 (51.6%) women, have been selected for phase I

study. This study found 17 (26.7%) IDA patients with infection , aged 38 ± 14.48

years and 47 (73.3%) IDA patients without infection, aged 41± 14.54 years.

Significant differences were noted between plasma and supernatant of IL-2 and

IFNγ in IDA patients with infection when compared to IDA patients without infection

(Z= -2.174, p= 0.030 for plasma IL-2 ; Z= - 2.639, p= 0.008 for plasma IFNγ;

Z= - 2.509, p= 0.012 for supernatant IL-2 ; and Z= -2.569, p= 0.010 for supernatant

IFNγ ). After 8 weeks of iron tablets, phase II study revealed significant increament

of hemoglobin ( Z= -4.561, p= 0.000 ), MCV ( Z= - 4.279, p= 0.000), MCH (Z=

-3.616, p= 0.000) and serum feritin (Z= -3.556, p= 0.000). Also noted, increasing of

plasma IL-2 and IFNγ. Before treatment level of plasma IL-2 was 7.65 pg/l become

29.3 pg/l after treatment ( Z=- 3.508, p= 0.000 ) and plasma IFNγ before treatment

was 10.15 pg/l become 46.7 pg/l after treatment ( Z= -4.241, p= 0.000 ). In contrary,

supernatant IL-2 and IFNγ failed to show significant increament after 8 weeks of oral

iron tablets. This was partly explained due to apoptosis process. Theoriticaly if cells

have been stimulated by in vivo antigen exposures, secondary in vitro induction with

certain mitogen could lead to in vitro apoptosis. Meanwhile specific mitogen or

antigen stimulations also required for optimal activation of cells to produces certain

cytokines.

Page 13: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

xii

The study conclusion is that plasma and supernatant IL-2 and IFNγ in patient

suffered from IDA with infection is significantly lower when compared to IDA

patient without infection. Iron treatment for 8 weeks increased plasma IL-2 and IFNγ

significantly but failed to show increament of supernatant IL-2 and IFNγ. It

therefore summarized that lower level of IL-2 and gamma IFN in patients suffered

from iron deficiency can lead to increased morbidity.

Key words : IDA with infection, Plasma IL-2 and IFNγ, Supernatant IL-2 and

IFNγ, oral iron tablet.

Page 14: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

menurunnya jumlah besi total dalam tubuh sehingga cadangan besi menjadi

kosong dan penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang. Penyebab utama yang

paling sering adalah defisiensi asupan besi dan atau kehilangan besi akibat

perdarahan kronis.

Penelitian selama dua tahun di RSUP Sanglah Denpasar mendapatkan

kasus-kasus ADB sebanyak 78 orang dan merupakan 25,8% dari total penderita

anemia yang dirawat di RSUP Sanglah (Somayana et al., 2002). Penelitian

etiologi ADB selama 3,5 tahun pada 122 kasus ADB mendapatkan penyebab

paling sering adalah ankilostomiasis, hemoroid, ulkus peptikum dan keganasan

saluran cerna. Kejadian infeksi yang bersamaan dengan ADB didapatkan

sebanyak 14% (Suega et al., 2003).

Besi merupakan kebutuhan tubuh yang esensial untuk proses metabolisme,

antara lain berperan mengangkut oksigen ke jaringan untuk produksi energi di

tingkat sel dan penting dalam transport elektron di mitokondria dalam proses

respirasi sel, untuk sintesis deoxyribo nucleic acid (DNA) dan lainnya (Conrad,

2002). Defisiensi besi dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas terutama

pada anak dan wanita hamil, disamping itu defisiensi besi juga menimbulkan

gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena terjadi penurunan fungsi netrofil

dan gangguan proliferasi sel T. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa anemia

Page 15: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

2

defisiensi besi bisa menurunkan kapasitas kerja dan menyebabkan prestasi kerja

yang buruk .

Hubungan antara infeksi dengan defisiensi zat besi masih belum jelas

diketahui. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa defisiensi besi yang ringan

dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi. Sedangkan penelitian lain

mendapatkan sebaliknya (Walter et al., 1997).

Sebuah telaah dari 11 penelitian tentang pengaruh pemberian zat besi

terhadap kejadian infeksi menemukan bahwa insiden malaria, pnemonia dan

beberapa penyakit infeksi non-malaria cenderung meningkat pada penderita

dengan defisiensi besi. Peningkatan ini juga terjadi pada wanita yang hamil.

Namun kesimpulan-kesimpulan penelitian tersebut masih diragukan, karena

banyak kelemahan dan tidak konsisten (Oppenheimer, 2001). Sebuah systematic

review tentang pengaruh suplementasi besi terhadap insiden infeksi pada anak-

anak menemukan bahwa pemberian besi tidak meningkatkan terjadinya insiden

infeksi pada anak-anak (Gera et al., 2002). Penelitian tentang pengaruh

suplementasi besi terhadap anak-anak yang terinfeksi dan tidak terinfeksi di Sri

Lanka menemukan bahwa terjadi penurunan morbiditas dari infeksi saluran nafas

pada anak-anak yang diberikan suplemen besi. Peneliti menduga bahwa imunitas

pada anak-anak yang mengalami defisiensi besi menurun sehingga morbiditasnya

lebih tinggi (De Silva et al., 2003).

Cell-mediated immunity (CMI) adalah suatu respon imun yang tidak

melibatkan antibodi akan tetapi lebih banyak melibatkan proses aktivasi sel T

menjadi sel T efektor, aktivasi sel makrofag dan sel NK (natural killer), serta

stimulasi produksi interleukin sebagai respon terhadap antigen. Mekanisme ini

Page 16: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

3

ditujukan terhadap mikroba yang berhasil lolos dari proses fagositosis dan

terhadap mikroba yang menginfeksi sel non-fagositik. Cadangan besi yang

berkurang akan menurunkan fungsi cell-mediated immunity (CMI) seperti delayed

hipersensitivity, proliferasi limfosit akibat rangsangan antigen, natural killer

cytotoxicity dan lain-lain (Walter et al., 1997).

Penelitian pada tikus mendapatkan bahwa defisiensi besi menyebabkan

penurunan fungsi sistem imunitas melalui penurunan fungsi timus, gangguan

proliferasi sel T dan timosit (Kuvibidila et al., 1990). Penelitian pada manusia

mendapatkan hasil yang bervariasi. Sel T menurun pada defisiensi besi yang

murni dan kelainan ini dapat dikoreksi dengan pemberian besi (Krantman et al.,

1982). Moraes-de-Sousa et al. mendapatkan adanya peningkatan limfosit T dari

55,1% menjadi 66,0% pada ADB sebelum dan setelah diberikan besi (Moraes-de-

Sousa et al., 1984).

Interleukin-2 (IL-2) yang diproduksi oleh sel T merupakan faktor

pertumbuhan (growth factor) untuk semua subpopulasi sel limfosit T dan

bertanggung jawab terhadap ekspansi klonal limfosit T, setelah limfosit T

mengenal antigen ( Jacques et al.,1999, Kaiser 2003). Oleh karena fungsi itu maka

IL-2 dikenal sebagai faktor pertumbuhan sel T.

IFN γ juga merupakan modulator pertumbuhan dan diferensiasi fungsi sel

T, dan memperkuat respon sel ini terhadap mitogen dan faktor pertumbuhan.

Selain itu, IFN γ memiliki kemampuan mengatur ekspresi MHC kelas II,

menginduksi ekspresi CD-4 pada sel Th1. Sel Th1 memproduksi IL-2 dan IFN γ,

dimana IFN γ bekerja sinergis dengan IL-1 dan IL-2 yang dibutuhkan untuk

Page 17: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

4

ekspresi reseptor IL-2 pada permukaan sel limfosit T. Adanya blokade terhadap

reseptor IL-2 oleh antibodi spesifik juga menghambat sintesis IFN γ.

Pengetahuan tentang pengaruh defisiensi besi terhadap sitokin belum

banyak berkembang. Dilaporkan adanya penurunan IL-2 pada anak-anak dengan

defisiensi besi. Lainnya mendapatkan terjadinya peningkatan ekspresi IL-6, IL-4

pada ADB (Jason et al., 2001). Penelitian pada 81 anak-anak yang mengalami

defisiensi besi, menemukan produksi IL-2 akibat rangsangan PHA

(phytohaemagglutinin) lebih rendah pada defisiensi besi dibandingkan tanpa

defisiensi besi, tetapi kadar IL-2 tidak berbeda apabila tidak dirangsang dengan

PHA. Penurunan produksi IL-2 menyebabkan gangguan sistem imun melalui

gangguan pada CMI (Galan et al., 1992).

Suatu studi binatang percobaan di New York menyebutkan IFN γ bersama

TNF α dan NOS secara signifikan merupakan kunci utama dalam meningkatkan

pertahanan hidup pada tikus percobaan yang terinfeksi Yersenia pestis.

Kuvibidilla et al., melakukan penelitian pada tikus dengan ADB mendapatkan

adanya penurunan kadar IFN γ dan IL-12 sebesar 64% dan 66% dimana kadar

sitokin ini berkorelasi positif dengan indikator status besi (r=0,68) (Kuvibidilla et

al., 2004). Sarjana lain membuktikan adanya penekanan produksi IFN γ pada

tikus dengan toleransi lipopolisakarida dapat mengakibatkan disfungsi makrofag

dan selanjutnya akan mengakibatkan gangguan imunitas selular (Varma et al.,

2001).

Mekanisme gangguan fungsi imunitas pada defisiensi besi belum jelas

diketahui. Diduga bersifat multifaktorial antara lain akibat gangguan sintesis DNA

(deoxy ribonucleic acid) karena fungsi enzim ribonucleotide reductase yang

Page 18: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

5

terganggu, penurunan produksi interleukin seperti IL-2 dan IFN γ, gangguan

aktivasi dan proliferasi sel T (Walter, 1997; Beard, 2001; Kuvibidilla et al., 2004).

Terjadi kegagalan aktivitas bakterisidal intraseluler, depresi jumlah limfosit T dan

thymic atrophy, defek limfosit T-induced proliferative response, kegagalan

aktifitas sel natural killer, kegagalan produksi IL-2 oleh limfosit, penurunan

produksi macrophages migration inhibition factor, kegagalan delayed cutaneus

hypersensitivity termasuk reaktivitas tuberkulin, meskipun tidak semua penelitian

mendapatkan hasil yang sama (Oppenheimer, 2001).

Berdasarkan temuan di atas, dapat dipahami bahwa hubungan antara

interleukin proinflamasi dengan defisiensi besi masih belum jelas. IL-2 dan IFN γ

sebagai interleukin proinflamasi dan parameter dari CMI diduga produksinya

menurun pada ADB. Penelitian-penelitian terhadap interleukin ini lebih banyak

dilakukan pada binatang percobaan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian

untuk mengetahui kadar IL-2 dan IFN γ penderita ADB pada manusia. IL-2 dan

IFN γ dipilih pada penelitian ini oleh karena IL-2 adalah satu-satunya growth

factor untuk aktivasi sel T menjadi sel T efektor antara lain sel Th1 yang

memproduksi IL-2 dan IFN γ. Sel Th1 diketahui lebih sensitif terhadap gangguan

akibat defisiensi besi kalau dibandingkan dengan sel Th2 yang memproduksi IL-

4, IL-5, IL-10, IL-13.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian singkat dalam latar belakang penelitian maka dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil IL-2 dan IFNγ pada penderita ADB ?

Page 19: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

6

2. Apakah kadar IL-2 pada ADB dengan infeksi lebih rendah dibandingkan

dengan kadar IL-2 pada ADB tanpa infeksi

3. Apakah kadar IFNγ pada ADB dengan infeksi lebih rendah dibandingkan

dengan kadar IFNγ pada ADB tanpa infeksi

4. Apakah peningkatan cadangan besi dapat meningkatkan kadar IL-2 penderita

ADB?

5. Apakah peningkatan cadangan besi dapat meningkatkan kadar IFNγ penderita

ADB?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimana gambaran hubungan cadangan besi dengan

fungsi imunitas seluler pada penderita ADB.

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui profil IL-2 dan IFNγ pada penderita ADB

2. Untuk mengetahui bahwa kadar IL-2 lebih rendah pada ADB dengan

infeksi dibandingkan dengan kadar IL-2 pada ADB tanpa infeksi

3. Untuk mengetahui bahwa kadar IFN γ lebih rendah pada ADB dengan infeksi

dibandingkan dengan kadar IFNγ pada ADB tanpa infeksi

4. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan cadangan besi terhadap peningkatan

kadar IL-2

5. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan cadangan besi terhadap peningkatan

kadar IFNγ

Page 20: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Jika terbukti kadar IL-2 dan IFN γ berbeda antara penderita ADB dengan

infeksi dan ADB tanpa infeksi serta yang mendapatkan tablet besi dengan

yang tidak mendapatkan tablet besi maka akan memberikan pengetahuan

tambahan bahwa salah satu mekanisme infeksi pada penderita ADB

adalah melalui penurunan kadar IL-2 dan IFN γ .

1.4.2 Manfaat praktis klinis

Jika terbukti kadar IL-2 dan IFN γ ikut berperan pada mekanisme infeksi

pada penderita ADB maka dapat dipakai sebagai strategi jangka panjang

untuk kemungkinan tambahan pengobatan dikemudian hari khususnya pada

penderita ADB dengan infeksi berat dengan memperhatikan kadar IL-2 dan

IFN γ- nya.

Page 21: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

2.1.1 Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi (ADB) atau iron deficiency anemia (IDA) adalah

anemia yang timbul akibat menurunnya jumlah besi total dalam tubuh (total iron

content) sehingga cadangan besi (iron store) menjadi kosong dan penyediaan besi

untuk eritropoesis berkurang (Lee et al., 1999; Hoffman et al., 2000).

ADB merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di negara

maju maupun negara berkembang (Conrad et al., 2002). Di dunia diperkirakan

2,15 juta individu menderita ADB dan lebih sering terjadi pada wanita dan anak-

anak (Khusun et al., 1999). Data dari The Third National Health and Nutrition

Examination Survey (NHANES III; 1988 –1994) di Amerika Serikat menyatakan

bahwa ADB terjadi pada 1-2% orang dewasa. Defisiensi besi tanpa anemia lebih

sering terjadi mencapai 11% pada wanita (lebih sering pada premenopausa) dan

4% pada laki-laki (Stanley, 2000). Di Indonesia seperti halnya di negara

berkembang prevalensi ADB jauh lebih tinggi. Diperkirakan 20% wanita

Indonesia menderita defisiensi besi dan rata-rata hemoglobinnya 2 g/dL lebih

rendah daripada populasi penduduk Amerika (Khusun et al., 1999). Bakta (1993)

mendapatkan prevalensi anemia defisiensi besi di Desa Jagapati sebesar 27%,

pada laki-laki 12% dan pada wanita 43,2%. Prevalensi anemia pada ibu hamil di

Bali didapatkan dengan prevalensi sebesar 46,2%. Prevalensi anemia pada

penderita rawat inap di Divisi Hematologi-Onkologi Medik RS Sanglah tahun

1997 ditemukan 76,7% (Suega et al., 1999).

8

Page 22: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

9

2.1.2 Klasifikasi anemia defisiensi besi

Defisiensi besi dapat dibagi menjadi tiga tingkat (Bakta, 2000; Hilman et

al., 2002):

a. Deplesi besi (iron depletion atau prelatent iron deficiency)

Pada keadaan ini cadangan besi menurun tetapi kompartemen besi

transpor dan fungsional masih normal. Disini kadar feritin serum menurun,

hemosiderin sumsum tulang menurun dan absorpsi besi meningkat, tetapi

parameter status besi lain masih normal.

b. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoesis atau latent iron

deficiency)

Disini cadangan besi sudah kosong, besi transportasi menurun, tetapi

belum dijumpai anemia secara klinis. Pada keadaan ini dijumpai perubahan

seperti pada deplesi besi ditambah dengan menurunnya besi serum dan saturasi

transferin, protoforfirin eritrosit meningkat tetapi kadar hemoglobin dan

hematokrit masih normal.

c. Anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia)

Merupakan tingkat yang paling lanjut dari defisiensi besi. Selain kelainan

di atas, di sini sudah dijumpai anemia hipokromik mikrositer.

Page 23: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

10

2.1.3 Prevalensi anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai

baik dalam praktek klinik maupun dalam studi lapangan (Lee, 1999). Di seluruh

dunia didapatkan sekitar 2 juta penderita ADB (Viteri, 1998).

Prevalensi ADB bervariasi tergantung geografis, status sosial ekonomi dan

umur. Prevalensi di negara maju jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara

berkembang, seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini (Baker, 2000).

Tabel 2.1 Prevalensi Anemia Defisiensi Besi (Baker, 2000)

Prevalensi Defisiensi Besi: National Helth and Nutrition Examination Survey

(NHANES) III (Amerika Serikat)

DEFISIENSI BESI

Wanita berusia 20-49 tahun

Wanita berusia 50-69 tahun

Wanita berusia lebih dari 70 tahun

Pria berusia 20-49 tahun

Pria berusia 50-69 tahun

Pria berusia lebih dari 70 tahun

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Wanita tidak hamil berusia 20-49 tahun

Wanita berusia 50 tahun atau lebih Pria berusia 20-49 tahun

Pria berusia 50 tahun atau lebih

Wanita hamil

Trimester pertama

Trimester kedua

Trimester ketiga

United Nations Study of Developing Countries

(estimasi)

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Wanita dewasa Pria dewasa

Wanita hamil

11 %

5 %

7 %

< 1 %

2 %

4 %

5 %

2 % < 1 %

≤ 2 %

9 %

14 %

37 %

18 % 10 %

18 % -38 %

Laporan dari Indonesia menunjukkan angka yang cukup tinggi. Martoatmojo et

al., (1973) pada penelitian di Jawa Barat, Yogya dan Bali mendapatkan

prevalensi 16-50% pada laki-laki dewasa, 25-84% pada wanita tidak hamil.

Muhilal et al., dalam survei yang berkaitan dengan Survei Kesehatan Rumah

Tangga 1992 mendapatkan prevalensi anemia pada wanita hamil sebesar 55%.

Page 24: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

11

Prevalensi anemia di Bali tidak jauh berbeda dengan angka-angka di

Indonesia umumnya. Di Desa Pejaten didapatkan prevalensi 48% pada laki-laki

dan 54% pada wanita (Bakta et al., 1983). Prevalensi anemia 36% pada laki-laki

dan 37% pada wanita dijumpai pada pensiunan pegawai negeri di Kabupaten

Jembrana dengan 61% kasus anemia disebabkan oleh defisiensi besi (Bakta et al.,

1989). Bakta (1993) mendapatkan prevalensi anemia defisiensi besi di Desa

Jagapati sebesar 27%, pada laki-laki 12% dan pada wanita 43,2%. Prevalensi

anemia pada penderita rawat inap di Divisi Hematologi-Onkologi Medik RS

Sanglah tahun 1997 ditemukan 76,7% (Suega et al.,1999). Penelitian anemia ibu

hamil di Bali dengan total sampel sebesar 1684 orang di seluruh Bali medapatkan

prevalensi anemia sebesar 46,2%.

2.1.4 Etiologi anemia defisiensi besi

Penyebab ADB adalah adanya ketidakseimbangan antara masukan besi

melalui absorpsi usus dengan jumlah besi yang dibutuhkan oleh tubuh yang

mengimbangi kehilangan besi fisiologik atau patologik dan kebutuhan akibat

pembentukan jaringan. Secara garis besar penyebab ADB adalah ( Lee, 1999;

Bakta, 2000):

1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:

a. Saluran cerna: akibat tukak peptik, karsinoma lambung, karsinoma kolon,

divertikulitis, hemoroid dan infeksi cacing.

b. Saluran genetalia wanita: menorhagia, metrorhagia.

c. Saluran kemih: hematuria.

d. Saluran nafas: hemoptoe ;

Page 25: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

12

2. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau

kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,

rendah vitamin C dan rendah daging) ;

3. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan dan kehamilan ;

4. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronis.

Pada penelitian retrospektif di RS Sanglah Denpasar penyebab ADB

tersering yang ditemukan adalah perdarahan kronis gastrointestinal dan

ankilostomiasis (Kandarini et al., 2001).

2.1.5 Gejala klinik anemia defisiensi besi

Gejala klinik anemia defisiensi dapat dibagi menjadi (Lee, 1999; Bakta,

2000):

1. Gejala umum anemia (sindrom anemia): lemah, mata berkunang, telinga

mendenging, dan lain-lain, yang timbul secara perlahan-lahan.

2. Gejala khas akibat defisiensi besi : disfagia, stomatitis angularis, dan kuku

sendok (koilonychia). Kumpulan gejala: anemia hipokromik mikrositer,

disfagia, atrofi papil lidah disebut sebagai Plumer-Vincent syndrome atau

Patterson Kelly syndrome.

3. Gejala penyakit dasar yang menyebabkan anemia defisiensi besi: gejala

penyakit cacing tambang, gejala kanker kolon dan lain-lain.

Page 26: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

13

Tabel 2.2 Pemeriksaan Laboratorium pada Anemia Defisiensi Besi (Hilman et al.,

2000)

Deplesi Cadangan

Besi

Eritropoesis

kurang besi

Anemia defisiensi besi

Hemoglobin Normal Penurunan

ringan

Penurunan bermakna

(mikrositik/hipokromik)

Cadangan besi

S I (µg/dL)

TIBC (µg/dL)

Persentase saturasi

Feritin (µg/L)

Persentase sideroblas

Protoporfirin

Sel darah merah

(µg/dL RBC)

<100 mg (0-1 + )

Normal

360 –390

20-30

<20

40-60

30

0

<60

>390

<15

<12

<10

>100

0

<40

>410

<10

<12

<10

>200

2.1.6 Diagnosis anemia defisiensi besi

Pada dasarnya diagnosis anemia defisiensi besi terdiri dari 3 komponen

yaitu: (1) usaha untuk membuktikan adanya anemia ; (2) usaha untuk

membuktikan adanya defisiensi besi ; dan (3) usaha untuk mencari faktor-faktor

etiologi defisiensi besi (Bakta, 1993; Lee, 1999).

Sampai saat ini belum ada pemeriksaan ideal yang dapat memantau semua

spektrum defisiensi besi yang dapat digunakan untuk studi lapangan. Oleh karena

itu dianjurkan pemakaian kombinasi beberapa cara pemeriksaan. Kombinasi lebih

dari dua pemeriksaan jelas akan meningkatkan akurasi, tetapi kombinasi mana

yang paling tepat tergantung dari fasilitas yang tersedia, tujuan penelitian,

prevalensi defisiensi besi pada populasi dan pola penyebab anemia di luar

defisiensi besi (Cook, 1982; Bakta, 1993).

Sebagian besar peneliti memakai kriteria defisiensi besi jika dua atau lebih

parameter abnormal. Parameter yang dipakai umumnya adalah feritin serum,

Page 27: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

14

saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, MCV, dan RDW (Cook ,1986 ; Skikne,

1988; Hercberg, 1991).

Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi ( yang merupakan modifikasi dari

kriteria Kerlin et al., 1979 ) adalah (Bakta, 2000):

Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80 fL dan

MCHC < 31 % , dengan

a. Dua dari tiga parameter di bawah ini:

1. Besi serum < 50 ug/dL

2. TIBC > 350 ug/dL

3. Saturasi transferin < 15%, atau

b. Feritin serum < 20 ug/L, atau

c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan

butir-butir hemosiderin negatif, atau

d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang

setara) selama empat minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2

g/dL.

Di klinik baku emas (gold standard) untuk diagnosis anemia defisiensi

besi adalah pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s stain).

2.1.7 Diagnosis banding anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dari anemia hipokromik mikrositer

lain, serta anemia yang disertai gangguan metabolisme besi (Frewin et al., 1997;

Lee, 1999; Hoffman, 2000):

1. Anemia akibat penyakit kronik

2. Thalasemia mayor atau intermedia

Page 28: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

15

3. Anemia sideroblastik

Untuk lebih jelasnya diagnosis banding anemia defisiensi besi dapat

dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Diagnosis diferensial anemia defisiensi besi (Bakta, 2000).

Parameter ADB ACD Thalasemia A. sideroblastik

Anemia

Morfologi

Retikulosit

Anisositosis

Besi serum

TIBC

Feritin serum

Besi sumsum tulang

Ring sideroblast

Elektroforesis Hb

Bisa berat

Hipo-mikro

Normal

Berat

Menurun

Meningkat

Menurun

Negatif

Negatif

Normal

Ringan-sedang

Normo-normo

Normal

Ringan

Menurun

Menurun

Normal

N/meningkat

Negatif

Normal

Bisa berat

Hipo-mikro

Meningkat

Berat

Meningkat

Menurun

Meningkat

Meningkat

Negatif

Abnormal

Bisa berat

Populasi ganda

N/menurun

Sedang

N/meningkat

N/menurun

Meningkat

Normal

Positif

Normal

2.1.8 ADB menimbulkan berbagai kelainan

Berbagai kelainan yang ditimbulkan oleh ADB (Conrad,2002):

1. ADB akan menurunkan kemampuan kerja karena otot mudah lelah akibat

kekurangan ensim yang mengandung besi yang diperlukan untuk metabolisme

otot ;

2. Anemia yang berat akan menyebabkan hipoksia sehingga akan menimbulkan

insufisiensi koroner dan miokardial iskemia serta dapat memperburuk

penyakit paru kronis ;

3. Kerusakan dari epitel dan mukosa dapat dijumpai pada penderita ADB.

adanya kuku yang abnormal, atropi papil lidah serta stomatitis angularis. Juga

dapat ditemukan adanya disfagia, gastritis atrofikan dan gangguan vili-vili

usus halus ;

Page 29: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

16

4. Intoleransi terhadap udara dingin dapat dijumpai pada penderita ADB dan

ditandai dengan adanya gangguan vasomotor, nyeri saraf, kesemutan dan rasa

tebal di kulit ;

5. Kadang-kadang ADB disertai dengan edema papil, peningkatan tekanan intra

kranial dan gejala seperti pseudo tumor serebri ;

6. Adanya gangguan fungsi imunitas sehingga penderita sangat rentan terhadap

infeksi, namun bukti untuk ini belum begitu kuat ;

7. Anak-anak dengan ADB sering menunjukkan gejala kelainan tingkah laku.

Bayi sering dengan gangguan pertumbuhan dan gangguan proses belajar pada

anak-anak usia sekolah. Dilaporkan IQ anak dengan ADB secara signifikan

lebih rendah dibandingkan dengan anak lainnya yang tidak menderita ADB.

Semua gejala ini akan menghilang apabila dilakukan koreksi dengan tablet

besi.

2.1.9 Terapi anemia defisiensi besi

Pada dasarnya pengelolaan ADB terdiri dari (Bakta, 2000):

a. Pemberian besi untuk mengisi kekurangan besi ;

b. Pengobatan terhadap penyakit dasar ;

c. Tindakan untuk mengatasi keadaan darurat.

Berat dan penyebab ADB merupakan faktor yang menentukan dalam

memilih cara terapi yang tepat pada ADB. ADB yang simtomatik atau dengan

gangguan hemodinamik memerlukan transfusi sel darah merah. Sedangkan pada

penderita yang lebih muda, memiliki daya adaptasi yang cukup baik terhadap

keadaan anemia tersebut, sehingga dapat diterapi dengan lebih konservatif .

Sebagian besar penderita ADB dapat diobati dengan besi oral saja. Penderita

Page 30: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

17

diberikan transfusi darah merah apabila (Bakta, 2000; Adamson, 2001; Beutler,

2003):

1. Gejala anemia yang sangat simtomatik ;

2. Anemia dengan kelainan hemodinamik ;

3. Jika direncanakan operasi segera.

4. Ibu hamil dengan kadar Hb < 7 g/dL pada dua minggu terakhir masa

kehamilannya.

2.1.9.1 Terapi besi oral

Hampir sebagian besar penderita ADB, memberikan respon dalam bentuk

perbaikan klinik dan laboratorik dengan preparat besi oral. Bermacam-macam

sediaan besi yang beredar dari mulai garam besi yang sederhana sampai sediaan

besi yang komplek. Pada umumnya semua sediaan besi dapat diabsorpsi dengan

baik di saluran cerna (Adamson, 2001; Beutler, 2003).

Untuk tujuan replacement therapy dosis besi diberikan adalah dosis 300

mg per hari dibagi dalam 3 atau 4 dosis. Besi sebaiknya diberikan dalam keadaan

lambung kosong, karena beberapa bahan makanan dapat menghambat

absorpsinya. Pemberian besi 200-300 mg perhari akan menyebabkan terjadinya

absorpsi besi sebanyak 50 mg per hari. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya

peningkatan produksi eritrosit 2-3 kali lipat bila sumsum tulang dan rangsangan

eritropoitin dalam keadaan normal. Target terapi ADB adalah tidak hanya

memperbaiki anemianya, tetapi juga meningkatkan cadangan besi tubuh paling

sedikit mencapai ½-1 g. Untuk mencapai hal ini penderita ADB perlu diberikan

besi 6-12 bulan (Adamson, 2001).

Page 31: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

18

Diperkirakan sebanyak 10-20% pemberian besi oral akan disertai dengan

ganggan nyeri perut, mual, muntah, diare atau konstipasi. Gejala ini biasanya

timbul 30-60 menit setelah terapi, kadang-kadang bisa timbul dalam 2-3 hari

setelah terapi. Efek samping ini berhubungan dengan dosis, makin tinggi dosis

kemungkinan terjadinya keluhan di atas makin besar (Adamson, 2001; Beutler,

2003).

Respon pengobatan tergantung dari absorpsi besi dan rangsangan

eritropoitin. Retikulosit umumnya mulai meningkat pada hari keempat sampai

ketujuh setelah terapi besi. Tidak adanya respon menunjukkan adanya beberapa

kemungkinan seperti diagnosis salah, dosis besi yang kurang, kepatuhan penderita

kurang, masih ada perdarahan yang cukup banyak atau adanya penyakit lain

bersama-sama ADB (Andrews, 1999; Bakta, 2000).

2.1.9.2 Terapi besi parenteral

Indikasi utama pemberian besi parenteral adalah perdarahan yang tidak

terkontrol, intoleransi, malabsorpsi dan kepatuhan terhadap besi oral yang rendah.

Apabila satu atau dua jam setelah pemberian sulfas ferosus 60 mg, terjadi

peningkatan besi serum kurang dari 100 μg% dari besi sebelumnya pada saat

puasa maka secara sederhana dapat disimpulkan terjadi malabsorpsi besi (Beutler,

2003).

Pemberian besi secara parenteral dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

pemberian besi sekaligus dengan menghitung kebutuhan besi dan cadangan besi

dan yang lainnya adalah pemberian besi dalam dosis kecil dan berulang-ulang.

Jumlah besi yang dibutuhkan adalah BB (kg) X 2,3 X [15 – Hb penderita (g/dL)]

+ 500 atau 1000 mg untuk cadangan besi (Beutler, 2003).

Page 32: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

19

2.2 Metabolisme Besi

2.2.1 Metabolisme besi pada manusia

Orang dewasa laki-laki dalam keadaan normal mengandung besi 35-45

mg/kgBB, sedangkan wanita premenopause mempunyai kandungan besi yang

lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kehilangan darah yang berulang

akibat menstruasi. Lebih dari dua pertiga besi tubuh berada dalam hemoglobin.

Masing-masing eritrosit mengandung jutaan atom besi, dan dalam keadaan normal

terjadi pertukaran besi sebanyak 2 X 1020 atom perhari. Oleh karena itu anemia

merupakan gejala utama defisiensi besi (Andrews, 1999).

Besi merupakan nutrisi esensial untuk berlangsungnya beberapa fungsi

metabolisme tubuh untuk semua organisme hidup. Pada manusia besi adalah

komponen penting dari ratusan protein dan enzim penting yang berperan dalam

setiap proses biologik tubuh. Beberapa senyawa penting yang mengandung besi

antara lain heme untuk pembentukan hemoglobin dan transport oksigen, sitokrom

diperlukan untuk produksi energi di tingkat sel dan penting dalam transport

elektron di mitokondria dalam proses respirasi sel. Seperti diketahui respirasi sel

merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup setiap mahluk di

dunia ini. Pada proses ini bahan makanan akan dimetabolisme menjadi molekul

energi dalam bentuk ATP dan panas. Ada tiga fase utama dari proses respirasi sel

yaitu glikolisis, siklus Kreb dan electron transport chain (rantai respirasi). Pada

proses oksidasi fosforilasi ini diperlukan enzim penting seperti sitokrom dan

NADPH dehydrogenase yang mengandung besi agar metabolisme berfungsi baik.

Enzim lain yang penting yang mengandung besi adalah katalase, DNA

ribonuklease dan mieloperoksidase. Disamping itu beberapa fungsi metabolisme

Page 33: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

20

yang membutuhkan besi adalah fungsi dan perkembangan otak, aktivitas otot dan

sintesis neurotransmiter, fungsi imunitas tubuh, fungsi detoksifikasi hepar dan

fungsi sintesis DNA.

Tempat-tempat besi tubuh selain hemoglobin antara lain hepatosit,

makrofag retikuloendotelial dan otot. Sel hepatosit dapat mengikat besi yang

diabsorpsi dari usus atau kelebihan besi serum akibat kelebihan kapasitas daya

ikat transferin. Makrofag retikuloendotelial mengambil besi dari eritrosit yang

sudah tua dan mengembalikan lagi ke transferin untuk dipergunakan lagi

(Andrews, 1999; Fairbank et al., 2001).

Siklus metabolisme besi merupakan sistem yang tertutup. Masing-masing

atom besi mengalami resirkulasi dari plasma dan cairan ekstraseluler ke sumsum

tulang dan berikatan di dalam hemoglobin. Selanjutnya eritrosit akan beredar di

dalam sirkulasi kurang lebih selama empat bulan. Eritrosit yang sudah tua akan

difagositosis dalam sistem retikuloendotelial dan besi yang berada dalam eritrosit

tersebut akan dilepaskan kembali ke dalam plasma (Andrews, 1999; Pietrangalo,

2002).

Setiap siklus tersebut, sebagian kecil besi akan disimpan dalam bentuk

feritin atau hemosiderin. Sebagian kecil besi tubuh akan hilang, antara lain

melalui urin, feses, keringat, kerusakan epitel atau perdarahan. Jumlah yang

hilang ini diperkirakan 1-2 mg per hari dan setara dengan jumlah yang diabsorpsi

(Andrews, 1999; Fairbank et al., 2001; Pietrangalo, 2002).

Walaupun absorpsi besi dari saluran cerna sedikit, tetapi harus terdapat

pengaturan yang sempurna agar tidak terjadi kelebihan besi dalam tubuh.

Absorpsi besi merupakan salah satu mekanisme pengaturan besi dalam tubuh. Hal

Page 34: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

21

ini disebabkan karena tidak ada mekanisme fisiologis yang mengatur pengeluaran

kelebihan besi tubuh. Besi diabsorpsi di duodenum dan bagian proksimal jejenum

(Andrews, 1999; Fairbank et al., 2001).

Besi yang berasal dari makanan tidak terikat dengan transferin di dalam

lumen intestinal. Mekanisme transportasi ion besi dari saluran cerna ke dalam

plasma tidak sepenuhnya diketahui. Proses ini melibatkan enzim ferrireductase,

divalent metal transporter (DMT1), hephaestin dan integrin. Absorpsi besi

meningkat bila terjadi defisiensi besi dan menurun bila terjadi kelebihan besi

(Andrews, 1999; Beutler et al., 2003, Fairbank et al., 2001).

Besi di dalam plasma akan diikat oleh transferin dan mengangkut besi ini

menuju reseptor transferin. Ikatan antara besi-transferin akan berikatan dengan

reseptor transferin pada permukaan prekursor eritroid. Komplek ini selanjutnya

mengalami endositosis dan membentuk endosom. Pompa proton akan

menyebabkan pH di dalam endosom rendah sehingga terjadi pelepasan ion besi

dari transferin menuju ke sitoplasma melalui DMT1. Selanjutnya reseptor

transferin dan DMT1 akan kembali ke permukaan sel untuk proses yang sama

berikutnya (Andrews, 1999; Fairbank et al., 2001).

2.2.2 Metabolisme besi pada kuman

Besi merupakan faktor pertumbuhan yang penting bagi bakteri patogen.

Besi diperlukan oleh hampir sebagian besar mikroorganisme untuk beberapa

proses metabolisme yang penting seperti replikasi kuman, transport elektron,

glikolisis, sintesis DNA dan pertahanan terhadap reactive oxygen intermediates

(ROI). Sistem pengambilan besi pada kuman, memungkinkan kuman tersebut

Page 35: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

22

untuk berkompetisi mendapat elemen penting seperti besi dari lingkungan

(Schaible et al., 2004).

Pada tubuh manusia banyak sel dan organ yang memiliki mekanisme

spesifik untuk transport besi melalui membran sel. Sumber besi yang utama untuk

produksi haem dan proliferasi sel adalah transferin. Protein transferin ini dapat

membawa dua atom besi. Besi ini akan dihantarkan kepada sel yang

membutuhkan besi secara fisiologis melalui reseptor transferin. Pada umumnya

reseptor ini ditemukan pada permukaan eritroblas, yang bertanggung jawab atas

terbentuknya hemoglobin. Sekarang telah diketahui variasi-variasi molekul besi di

dalam tubuh (Marx, 2002).

Gambar 2.1 Akses mikroorganisme terhadap cadangan besi tubuh (Marx 2002)

Sumber-sumber besi tubuh yang dapat diperoleh oleh mikroorganisme adalah di

dalam plasma, sel, saluran cerna dan permukaan tubuh.

Tf: transferrin; NTBI: non-transferrin-bound iron; BM: bone marrow; Hb:

hemoglobin; RBC: red blood cells; MPS: momonuclear phagocyte system

Page 36: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

23

Mikroorganisme mempunyai beberapa cara untuk mengambil besi dari

sekitarnya baik dari cairan tubuh fisiologis, saluran intestinal, saluran nafas,

urogenital, kulit dan permukaan tubuh. Molekul yang berperan terhadap

pengambilan besi tersebut dapat berupa reseptor, kanal yang lokasinya di bagian

luar atau dalam membran sel mikroba dan siderophores yang memiliki afinitas

yang tinggi terhadap molekul pengikat besi. Mekanisme kuman untuk

memperoleh besi sangat komplek. Beberapa kuman menunjukkan adanya

mekanisme pengambilan besi lebih dari satu dan pada saat yang sama.

Gambar 1 menunjukkan kompleksitas dari sumber-sumber besi, sistem

transport pada bakteri gram negatif. Membran luar dari bakteri ini tersusun oleh

lipid bilayer, tempat dari insersi protein. Molekul hidrofilik yang lebih kecil dari

700 Da dapat melewati pori-pori air pada priotein terinsersi. Komplek besi pada

umumnya berukuran lebih dari 700 Da sehingga memerlukan reseptor spesifik

untuk dapat melewati membran tersebut (Weinberg, 1984; Marx , 2002).

2.2.2.1 Transferin dan laktoferin sebagai sumber besi

Mikroorganisme yang menggunakan sistem transport transferin maupun

laktoferin dapat mengambil besi secara langsung dari plasma, seperti pada

Haemophillus influenzae, Neisseria meningitidis dan Neisseria gonorrhoeae.

Mekanisme internalisasi dari transferin-besi pada mikroba berbeda dengan proses

pada mamalia (Weinberg, 1984; Marx , 2002).

Diduga ada dua macam transferrin-binding protein pada mikroba, yaitu

Tbp1 dan Tbp2. Transferrin-binding protein ini dapat mengikat molekul

transferin-Fe(III). Tbp1 merupakan bagian dari protein lapisan membran luar dan

Tbp2 merupakan lipoprotein pada lapisan membran dalam. Berbeda halnya

Page 37: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

24

dengan transferin reseptor pada mamalia, reseptor tansferrin pada mikroba tidak

mengalami proses internalisasi. Setelah terjadinya ikatan antara transferin dengan

Tbp1 maupun Tbp2, besi akan dilepaskan dan masuk kedalam periplasmic space

melalui lubang (gate pore). Selanjutnya besi akan diikat oleh ferric-binding

protein dan dibawa masuk kedalam sitoplasma (Weinberg, 1984; Marx , 2002).

Sistem transport untuk transferin maupun laktoferrin sangat spesifik dan

sangat tergantung dari host. Lapisan membran luar N meningitidis dapat berikatan

dengan transferin manusia tetapi tidak dapat berikatan dengan transferin kerbau

atau sapi. Mikroba tetap dapat hidup di dalam host apabila memiliki reseptor

spesifik terhadap transferin. Transferin atau lactoferrin binding system akan

menentukan lokasi dari infeksi. Kuman yang menggunakan transferin binding

system untuk mengambil besi biasanya dijumpai di dalam plasma atau cairan

serebrospinal. Sedangkan kuman yang menggunakan lactoferrin binding system

biasanya terdapat pada permukaan mukosa seperti mukosa saluran nafas,

gastrointestinal dan urogenital (Weinberg, 1984; Marx , 2002).

2.2.2.2 Haem dan hemoglobin sebagai sumber besi

Dalam tubuh manusia, hemoglobin yang berada di dalam eritrosit

mengandung besi paling banyak dibandingkan sumber besi lainnya di dalam

tubuh dan berbagai kuman patogen mempunyai berbagai macam cara untuk

mendapat besi dari eritrosit ini. Beberapa kuman dapat mengambil besi dari haem.

Haem ini akan ditransportasikan menuju ke periplasma melalui haem-specific

outer membrane receptor selanjutnya ke dalam sitoplasma. Beberapa bakteri

dapat mengambil besi dari hemoglobin atau dari haem dan hemoglobin. Afinitas

terhadap hemoglobin manusia lebih tinggi dibandingkan terhadap mamalia yang

Page 38: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

25

lainnya. Haptoglobulin dan haemopexin dapat bersifat bakteriostatik apabila tidak

mempunyai besi (Marx, 2002).

Strategi yang paling efektif dari kuman untuk mendapatkan besi adalah

dengan merusak eritrosit dan mengambil besi dari hemoglobin. Cara ini terjadi

pada Plasmodium sp dan beberapa bakteri seperti Bartonella spp.

2.2.2.3 Siderophores

Bakteri dan jamur dapat memproduksi molekul yang disebut siderophores.

Molekul ini merupakan molekul dengan berat molekul rendah dan dapat

mengadakan ikatan dengan besi. Disekresi oleh kuman di lingkungannya dan

dapat mengambil besi dari ligan, kemudian komplek besi-siderophore kembali ke

kuman. Siderophore merupakan substrat yang spesifik bagi outer dan inner

membrane receptor. Beberapa contoh siderophore adalah ferrichrome,

enterobactin atau enterochelin, staphyloferrin A, ferrioxamine (Marx, 2002).

Pada bakteri gram negatif ferrichrome dapat berikatan dengan membran

transporter yang disebut FhuA. Selanjutnya ferrichrome akan dihantarkan menuju

ke sitoplasma. Pada keadaan besi host yang sangat rendah, sintesis FhuA

meningkat ratusan sampai ribuan kali. Sebaliknya pada jumlah besi yang

berlebihan akan terjadi penurunan jumlah FhuA. Hal ini merupakan mekanisme

pertahanan kuman untuk mencegah terjadinya kelebihan besi yang dapat merusak

sel dan DNA. Secara skematis transpor besi melalui siderophore dapat

digambarkan pada gambar 2 (Marx, 2002).

Page 39: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

26

Gambar 2.2 Gambar skematik mekanisme pengambilan Fe(II) dan Fe(III) pada

bakteri gram negatif (Marx 2002)

2.2.2.4 Pengurangan penyediaan besi sebagai mekanisme pertahanan host

Adanya invasi kuman akan menyebabkan host mengurangi ketersediaan

besi yang dibutuhkan oleh kuman. Beberapa mekanisme pengurangan tersebut

adalah (Weinberg, 1978; Weinberg, 1984):

1. Peningkatan ekskresi besi endogen di urine, keringat, feses dan empedu.

2. Penurunan absorpsi besi eksogen di saluran cerna.

3. Penurunan besi plasma akibat perpindahan besi dari plasma ke dalam

cadangan besi.

4. Adanya protein pengikat besi di tempat masuknya kuman.

5. Peningkatan sintesis host iron-binding protein.

6. Penekanan sintesis siderophore mikroba.

Page 40: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

27

2.3 Sistem Imunitas Manusia

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk

mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang

timbul baik dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. Mekanisme ini diperlukan

untuk tiga hal utama yaitu: pertahanan, homeostasis dan pengawasan. Fungsi

pertahanan ditujukan terhadap invasi kuman mikroorganisme, homeostasis untuk

mengeliminasi komponen tubuh yang sudah tua dan tidak berguna bagi tubuh

sedang fungsi pengawasan diperlukan untuk menghancurkan sel-sel yang

bermutasi ganas.

Ada dua mekanisme utama tubuh dalam rangka mempertahan diri dari

serangan kuman yaitu respon imun yang alami (innate) dan respon yang didapat

(adaptive). Respon alami timbul dengan intensitas yang hampir sama pada setiap

paparan, oleh karena sistem imun alami tidak mempunyai mekanisme memori.

Respon ini timbul lebih dulu dari respon adaptif. Komponen seluler dari sistem ini

adalah makrofag, granulosit dan sel NK (Natural Keller) yang dengan sistem

reseptor (toll-like) dapat membedakan antara benda asing dengan sel sendiri

(Sabroe et al., 2003). Respon imun adaptif adalah antigen-specific dimana respon

yang didapat akan meningkat sesuai dengan jumlah paparan yang terjadi sehingga

respon adaptif akan makin efisien dan makin cepat pada paparan ulang. Ada

berbagai antigen yang dapat memicu respon adaptif dan imunitas ini dapat

berlangsung lama tapi tidak permanen (Deckera, 2004). Sistem ini dapat

membedakan antara self dan non-self dengan menghancurkan yang non-self dan

membiarkan yang self. Respon imun adaptif meliputi proses proliferasi dari sel B

dan T yang antigen-spesific, yang akan terjadi apabila ada ikatan antara reseptor

Page 41: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

28

permukaan sel ini dengan antigen. Sel tertentu yang dikenal sebagai APC (antigen

presenting cell) akan membawakan antigen kepada sel limfosit dan akan terjadi

kolaborasi diantara mereka sebagai respon terhadap antigen tersebut. Sel limfosit

B akan memproduksi imunoglobulin yang dapat mengikat antigen sehingga dapat

mengeliminasi mikroorganisme ekstraseluler. Sel T akan membantu sel B untuk

membuat antibodi dan juga dapat membunuh patogen intra seluler dengan

mengaktifkan makrofag serta membunuh sel yang terinfeksi oleh virus. Respon

imun baik alami maupun yang adaptif diperlukan untuk bekerjasama dalam

rangka mengeliminasi patogen (Delves et al.b, 2000; Decker a, 2004).

Semua komponen seluler dari sistem imun berkembang dari sel induk

pluri-potent di sumsum tulang dan akan bersirkulasi ke jaringan ekstraseluler. Sel

B akan mengalami pematangan di sumsum tulang sedangkan sel T harus masuk

ke kelenjar timus untuk menjalani proses pematangan sehingga dapat menjalani

fungsinya dengan baik. Respon adaptif akan mengalami proses pematangan pada

kelenjar limfe, lien dan jaringan limfe di mukosa (MALT = mucosal associated

lymphoid tissue), yang disebut sebagai jaringan limfoid sekunder, dimana proses

aktivasi sel B dan sel T dilakukan pada kompartemen yang berbeda. Sel B akan

mengalami aktivasi pada germinal center sedangkan sel T lebih banyak

didapatkan di daerah parafolikuler.

Page 42: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

29

2.3.1 Pengenalan dalam proses imun

Untuk dapat menimbulkan infeksi, bahan patogen harus berhasil melalui 3

tingkatan pertahanan tubuh yaitu adanya barier permukaan seperti ensim dan

mukus baik yang langsung bersifat antimikrobial maupun dengan menghambat

perlengketan dari mikroba tersebut. Setelah mampu melawati barier ini maka

patogen tersebut akan berhadapan dengan 2 jenis pertahanan yaitu respon imun

yang alami (innate immune responses) dan respon imun yang didapat (acquired

immune responses). Tubuh secara potensial dapat bereaksi hampir pada semua hal

yang dapat berikatan dengan reseptor sistem imun. Molekul antigen ini bisa

merupakan molekul kecil yang simpel sampai pada molekul sangat kompleks.

Baik reseptor sel T maupun reseptor sel B dapat mengikat bagian dari antigen

yang dikenal dengan epitop sehingga membentuk komplek ikatan antigen reseptor

yang selanjutnya akan mestimulasi respon tubuh yang sesuai. Antigen yang dapat

memicu respon imun disebut sebagai imunogenik, dan tidak semua antigen secara

alami imunogenik. Antigen dengan molekul kecil yang non-imunogenik disebut

sebagai hapten dan harus berikatan dengan molekul yang lebih besar yang

imunogenik yang disebut dengan carriers, untuk dapat menimbulkan respon

imun. Sedang karbohidrat harus berikatan dengan protein agar dapat merangsang

respon imun seperti pada kasus antigen polisakarida pada vaksin Haemophilus

influenzae. Banyak mikroorganisme secara alami mempunyai apa yang disebut

adjuvant immunostimulatory molecules seperti lipopolysaccharide dan muramyl

dipeptide sehingga dapat menambah respon imunitas (Delves et al., 2000).

Page 43: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

30

2.3.2 Perkembangan sel T dan sel B

Perkembangan sel limfosit dan mieloid dari sel induk di hati (pada infant)

dan sumsum tulang dituntun olah adanya interaksi antara sel stromal (sel

fibroblas) dan interleukin. Pada fase awal dari perkembangan sel limfosit tidak

diperlukan adanya stimulasi antigen akan tetapi begitu sel ini mengekspresikan

reseptor pada permukaannya maka akan diperlukan stimulasi antigen yang sesuai

untuk dapatnya sel yang bersangkutan berkembang lebih jauh dan survive.

Sel B yang berkembang pada fase awal dari kehidupan dikenal sebagai sel

B1. Hampir semua sel B1 mempunyai CD5, suatu molekul adesi dan molekul

sinyal. Mereka ini merupakan sumber dari antibodi natural yaitu suatu antibodi

IgM yang polireaktif (molekul ini dapat mengenal beberapa antigen yang berbeda

bahkan juga patogen yang komensal serta autoantigen). Secara umum antibodi ini

mempunyai afinitas yang rendah. Sebaliknya sel B yang tidak mempunyai

molekul CD5 yang biasanya berkembang belakangan dikenal sebagai sel B2.

Sebelum bertemu dengan antigen sel ini mengekspresikan bersama-sama molekul

IgM dan IgD pada permukaannya dan pada saat sel akan menjadi sel memori, sel

ini akan melakukan class-switching dan mengekspresikan IgA, IgG atau IgE

sebagai reseptor permukaannya. Komplek antibodi-antigen dan komplemen yang

terbentuk pada jaringan limfoid sekunder berdekatan dengan lokasi sel dendritik

sehingga hal ini akan menginisiasi pembentukan area yang disebut sebagai

germinal center yaitu suatu area dimana sel B akan teraktivasi sehingga

menimbulkan respon imun. Di sini sel B2 yang bertemu dengan antigen akan

melakukan immunoglobulin class switching dan akan memproduksi IgA, IgG atau

IgE. Sel plasma dan sel memori juga terbentuk di germinal center. Akan tetapi

Page 44: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

31

fase akhir dari diferensiasi sel B2 menjadi sel plasma terjadi pada jaringan limfoid

sekunder di luar germinal center. Meskipun umumnya berumur pendek, kadang-

kadang sel plasma dapat survive sampai berminggu-minggu pada sumsum tulang

(Delves et al., 2000).

Sel T berkembang di dalam kelenjar timus, dimana lingkungan mikro dari

timus akan mengarahkan diferensiasi sel T termasuk juga seleksi positif dan

negatif dari perkembangan sel T. Sel progenitor limfoid yang berasal dari sumsum

tulang akan bermigrasi ke timus untuk melengkapi perkembangannya sehingga

menjadi sel matang dan menjadi sel T yang berfungsi. Disini sel T akan

mendapatkan Marxer-nya yang spesifik seperti TCR (T Cell Receptor), CD3, CD4

atau CD8 dan CD2. Sel T juga akan menjalani apa yang disebut thymic education

yaitu proses seleksi positif dan negatif.

Sel induk secara terus menerus akan bermigrasi dari sumsum tulang ke

timus, dimana sel ini akan berkembang menjadi sel T. Bukti terakhir

menunjukkan bahwa walaupun terjadi degenerasi parsial pada timus orang dewasa

namun sel T tetap berkembang pada timus sepanjang hidupnya. Sel T dengan α/β

TCR akan tetap di sini sambil terus mengalami prosedur seleksi. Tidak seperti

molekul antibodi yang juga merupakan BCR (B Cell Receptor), dapat mengenal

antigen dalam bentuk utuh (native/natural), TCR hanya dapat mengenal fragmen

peptida dari intraseluler antigen yang sebelumnya telah diproses oleh sel

makrofag dan dipresentasi oleh molekul MHC yang sesuai. Susunan asam amino

baik yang berasal dari MHC maupun dari peptida antigen dapat dikenal oleh TCR.

Jadi TCR dapat mengenal molekul MHC yang berasal dari tubuh sendiri (self)

bersama dengan peptida yang berasal dari antigen asing. Oleh karena itu untuk

Page 45: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

32

dapat mengenal antigen asing yang dipresentasikan oleh molekul MHC maka sel

T harus mengenal self MHC. Molekul MHC adalah molekul yang sangat

polimorfik. Dan untuk mengenalnya tanpa menimbulkan autoreactive diperlukan

suatu mekanisme kontrol yang disebut dengan thymic education, yaitu suatu

proses seleksi termasuk yang dikenal dengan positive selection dan negative

selection (Sprent et al., 1989; Delves et al a., 2000; Poulin et al., 2003).

Sel yang lolos positive selection adalah sel T yang mengekspresikan TCR

yang mampu berinteraksi dengan MHC-selfpeptide complexes yang terbentuk

pada sel epitel korteks timus. Positive selection akan mematikan tombol apoptosis

yang sebelumnya terjadi pada perkembangan alami dari sel T. Lebih dari 95%

dari sel T tidak akan terseleksi pada fase ini sehingga akan mati di dalam timus.

Sebaliknya pada negative selection adalah mekanisme yang dapat menginduksi

apoptosis pada sel T yang mengekspresikan TCR yang bereaksi dengan afinitas

tinggi dengan kompleks self MHC-self peptide pada permukaan sel dendritik dan

makrofag yang berasal dari sumsum tulang pada daerah medula dari timus

(MacLelan et al., 2002; Decker c, 2004).

Page 46: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

33

Gambar 2.3 Pematangan sel T pada timus (Delves et al.a, 2000; Krishnan et al.,

2003) Sebagian dari TCR sel T mengenal peptida yang berasal dari antigen asing

dan bagian lain TCR mengenal self MHC. Akibat proses alami dari gene

rearrangement dari pembentukan TCR yang bersifat random maka hanya

sebagian kecil dari sel T saja akan diseleksi positif pada korteks timus. Namun

beberapa dari sel ini cukup berbahaya karena kemampuan TCR nya bereaksi kuat

dengan self peptide dan self MHC (atau bahkan dengan hanya molekul MHC

saja). Kelompok sel autoimun ini akan dieliminasi dengan menginduksi apoptosis

apabila mereka berinteraksi dengan sel dendritik dan makrofag pada daerah

medula dari timus (negative selection). Seleksi ini akhirnya hanya menyisakan

sebagian kecil sel T yang hanya mempunyai afinitas yang rendah terhadap self

MHC

Page 47: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

34

2.3.3 Imunitas seluler

CMI adalah suatu respon imun yang tidak melibatkan antibodi akan tetapi

lebih banyak melibatkan proses aktivasi sel T menjadi sel T sitotoksik, aktivasi sel

makrofag dan sel NK, serta stimulasi produksi interleukin sebagai respon terhadap

antigen. Mekanisme ini ditujukan terhadap mikroba yang berhasil lolos dari

proses fagositosis dan terhadap mikroba yang menginfeksi sel non-fagositik.

Mekanisme ini sangat efektif untuk menghilangkan sel yang terinfeksi oleh virus.

Namun demikian sel ini juga berperan terhadap infeksi jamur, protozoa, sel

kanker dan bakteri intraseluler. CMI juga memegang peran yang penting pada

proses transplantasi.

Seperti diketahui, sistem imun kita tak dapat meramalkan jenis antigen apa

yang akhirnya akan ditemukan. Oleh karena itu tubuh kita mengembangkan suatu

sistem yang mampu bereaksi dengan segala macam antigen. Hal ini dapat

dikerjakan oleh karena sel B dan sel T mempunyai sistem yang unik yang disebut

gene translocation, suatu proses perpindahan suatu gen tertentu dari suatu

kromosom ke gen lainnya pada kromosom lainnya. Oleh karena itu akan dapat

dibuat suatu reseptor permukaan yang dapat bereaksi dengan suatu peptida

tertentu yang berikatan dengan molekul MHC. CMI merupakan mekanisme yang

mendasari proses hipersensitivitas tipe lambat yaitu suatu respon imun yang

berefek merugikan seperti reaksi penolakan jaringan, dermatitis kontak, tes PPD

(purified protein derivative) untuk tuberkulosa dan lainnya (Kaiser, 2003).

Page 48: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

35

Ada 5 langkah penting dalam timbulnya respon cell-mediated immunity, yaitu:

1. Antigen yang masuk harus dikenali oleh APC. Sel limfosit T4 dan T8

diperlukan untuk melaksanakan tugas selanjutnya. Apabila antigen ini masuk

lewat darah maka pertemuan antara APC, sel T4 dan T8 terjadi di lien, di

BALT (bronchial-associated lymphoid tissue) dan MALT apabila antigennya

melalui saluran nafas, di Peyer’s patches apabila antigen masuk melalui

saluran cerna.

2. Sel T4 dan T8 naïve harus mengenali epitop peptida dari antigen yang

bersangkutan, yang selanjutnya akan mengaktifkan sel T4 dan sel T8. Hal ini

disebut sebagai clonal selection.

3. Setelah terjadi aktivasi, sel T4 dan sel T8 akan berproliferasi menjadi klon sel

yang spesifik terhadap antigen yang bersangkutan di dalam usaha tubuh untuk

menyediakan sel yang cukup untuk menimbulkan respon imun yang memadai

melawan antigen tersebut. Hal ini dikenal sebagai clonal expansion.

4. Klon dari sel T4 dan sel T8 ini akan berdiferensiasi menjadi sel efektor yang

mampu mengarahkan respon tubuh melawan antigen yang masuk dan akan

menghancurkannya atau menghilangkan.

5. Beberapa dari sel limfosit tadi berdiferensiasi menjadi sel memori T4, sel

memori T8 dan sel T supresor.

Dengan adanya sel memori ini akan memungkinkan reaksi imun menjadi lebih

cepat dan produksi interleukin yang lebih banyak. Sel T8 supresor membantu

untuk mengontrol respon imun dengan menghentikan respon tubuh baik seluler

maupun humoral (Kaiser, 2003). Sel T yang telah teraktivasi sempurna akan

mulai memproduksi rantai α dari IL-2R . IL-2R (Tac) akan meningkatkan afinitas

Page 49: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

36

dari IL-2R sehingga kadar yang rendah dari IL-2 dapat mengaktivasi sel T untuk

memulai proliferasi konal dan berdiferensiasi menjadi sel efektor. Sel T naïve

hanya mengekspresikan rantai β dan γ dari IL-2R dan mempunyai afinitas yang

lemah terhadap IL-2. Ekspresi dari reseptor yang mempunyai afinitas tinggi

terhadap spesifik antigen oleh sel T yang teraktivasi membuat respon imun yang

terjadi tetap antigen-spesific, oleh karena interleukin yang sama dapat dibuat

terhadap beberapa antigen yang berbeda.

Gambar 2.4 Aktivasi sel T (Delves et al.a, 2000)

Aktivasi sel T melibatkan proses integratif dimulai dengan ikatan antara antigen

dan reseptor pada permukaan sel. Diikuti dengan ikatan dengan CD3 dan rantai γ

ITAMs (immunoreceptor tyrosine-base activating motifs), dan p 56ick, p59fyn

dan ZAP-70. Rangkaian ini akan menyebabkan downstream sinyal melalui

beberapa sinyal transduction pathways sampai akhirnya mengaktifkan protein

transcription factor untuk gen yang terlibat pada proses proliferasi dan

diferensiasi. Sinyal dari co-reseptor seperti misalnya CD28 juga diperlukan untuk

mengaktifkan sel T, sebaliknya kalau tidak ada costimulator maka sel akan

menjadi anergi atau apoptosis.

Page 50: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

37

2.3.4 Sel T efektor

Setelah 4-5 hari mengalami clonal expansion, sel T akan berdiferensiasi

menjadi sel efektor yang tidak lagi memerlukan co-stimulator untuk melakukan

fungsinya yaitu sitotoksisitas dan sekresi interleukin. Sel T akan tetap berikatan

dengan komplek peptida MHC untuk dapat membunuh atau mengaktifkan sel

target. Ada 3 klas sel efektor yang spesifik untuk 3 jenis patogen. CD8 CTL akan

membunuh sel yang mempresentasikan peptida sitosolik pada molekul MHC klas

I. CD4 Th1 akan mengaktifkan makrofag yang mengandung patogen vesikuler

yang persisten yang dipresentasikan pada molekul MHC klas II. Efektor klas ini

juga mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibodi (opsonizing antibody). CD4

Th2 berfungsi untuk mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibodi

(neutralizing antibody).

Sel efektor Th dibedakan atas jenis interleukin yang dikeluarkannya. Th1

CD4 akan mmemproduksi IL-2, IFN (interferon) γ, dan TNF (tumor necrosis

factor) β yang akan mengaktifkan CD8 Tc dan makrofag untuk menginduksi

respon inflamasi dan imunitas seluler. Th1 juga mengeluarkan IL-3 dan GM-CSF

yang akan memicu sel induk pada sumsum tulang untuk membuat lebih banyak

leukosit dan sel B untuk membuat antibodi opsonisasi (IgG1 dan IgG3). Sedang

Th2 akan memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 yang akan merangsang sel B

untuk membuat antibodi netralisasi. Disamping itu interleukin yang diproduksi

oleh sel Th1 dan Th2 mempunyai efek yang berlawanan pada sel Th. IFN γ yang

diproduksi oleh Th1 akan menghambat proliferasi sel Th2, sebaliknya IL-10 yang

dikeluarkan oleh Th2 akan menghambat produksi IL-2 dan IFN γ oleh Th1.

Page 51: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

38

Keseimbangan antara Th1 dan Th2 akan menentukan respon imun humoral

ataukah seluler yang lebih berperan (Kaiser, 2003).

2.3.5 Kerjasama antar sel

Kerjasama antar sel merupakan interaksi beberapa mekanisme efektor

dimana akan terjadi kerjasama antara sel T dan sel makrofag. Untuk memulai

suatu respon imun sebagian besar antigen harus diproses dan dipresentasikan oleh

sel aksesoris (APC). Sel dendritik, sel makrofag dan sel limfosit B dapat

mempresentasikan antigen dengan efisien. Sel Th (helper) mengenal antigen

hanya apabila dipresentasikan oleh APC bersama dengan molekul MHC klas II

yaitu: HLA-DR, HLA-DP, HLA-DQ. Untuk terjadinya aktivasi dan proliferasi sel

T diperlukan beberapa molekul lain seperti molekul adesi (LFA-1, ICAM) dan

beberapa costimulator lainnya (CD40, B7, Fas dll). Makrofag yang sudah

terstimulasi akan mengeluarkan IL-12 dan IL6, yang akan memulai proses

aktivasi dan proliferasi sel T. Selanjutnya, sel T yang telah terstimulasi akan

memproduksi IL-2 dan akan menginduksi clonal expansion dari sel T yang telah

mengenal antigen tertentu (Decker c, 2004).

Sel T dapat dibagi menjadi sel T efektor dan sel T regulator. Sel efektor

yang telah dikenal adalah sel T sitotoksik, yang dapat membunuh sel yang

terinfeksi virus dan sel tumor walaupun tidak ada antibodi. Untuk dapat dikenal

oleh sel T jenis ini antigen yang bersangkutan harus dipresentasikan oleh molekul

MHC klas I (HLA-A, HLA-B, HLA-C). Oleh karena molekul MHC klas I

didapatkan pada semua jenis sel maka sel T ini akan bekerja pada semua jenis sel

yang mengandung virus. Sel T regulator dapat dibagi menjadi Th (helper) dan Ts

(suppressor). Sel Th mengatur proliferasi dan diferensiasi tidak hanya sel efektor

Page 52: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

39

tapi juga sel B. Selama aktivasi sel T akan mengekspresikan antigen yang dapat

dikenal dengan antibody monoclonal komersial. Namun harus diingat bahwa

gambaran penotipe ini tidak secara langsung menggambarkan fungsi dari sel yang

bersangkutan. Sebagai contoh, sel CD4+ tidak hanya terdiri dari sel Th tapi juga

bisa sel Tc dan sel Ts (Sprent et al., 1998; Van Der Meer et al., 2002).

Sel makrofag tidak akan dapat membunuh semua mikroorganisme tanpa

bantuan stimulasi sel imun lainnya. Beberapa mikroorganisme antara lain:

protozoa (toxoplasma gondii, trypanosoma spp), jamur (histoplasma capsulatum,

pneumocystis carinii), bakteri (mikobakteria, salmonella spp) dan virus dapat

hidup dan bahkan bereplikasi dalam sel makrofag pada penderita non-imun. Tapi

dengan adanya stimulasi dari sel Th dan interleukinnya seperti IL-2, IFN γ yang

akan mengaktifkan makrofag menjadi lebih aktif. Pada proses aktivasi ini akan

terjadi beberapa kejadian peningkatan aktifitas mikrobisidal seperti oxygen-

dependent dan oxygen-independent microbicidal mechanism sehingga dapat

membunuh patogen intraseluler (Greenwald et al., 1989; Van Der Meer et al.,

2002).

Page 53: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

40

Gambar 2.5 Kerjasama antar sel. Sel T dengan TCR akan mengenal antigen yang

dipresentasikan dengan molekul MHC. Sel Tc adalah CD8 akan mengenal antigen

yang dipresentasikan molekul MHC I Sedang sel Th (CD4) mengenal antigen

yang dipresentasikan MHC II dan terdiri dari dua populasi Th1 dan Th2. Th1

mengeluarkan IL-2 dan IFN γ yang mengaktivasi makrofag dan sel Tc untuk

membunuh patogen intraseluler. Sel Th2 mengeluarkan IL-4,IL-5, IL-6 yang

mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibodi. Sel B juga dapat mengenal

antigen secara langsung ataupun melalui kompleks antigen – antibodi pada sel

dendritik di germinal senter jaringan limfoid sekunder (Delves et al.b, 2000).

2.3.6 Kelainan imunitas seluler

Semua komponen dari imunitas seluler mempunyai fungsi yang penting

untuk dapatnya sistem berfungsi optimal. Oleh karena itu kelainan atau bahkan

ketidakseimbangan fungsi antara sel T regulator, defisiensi sel T efektor, adanya

gangguan sinyal antar sel dan gangguan fungsi sel makrofag akan menyebabkan

Page 54: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

41

gangguan fungsi imunitas seluler. Akhir-akhir ini banyak ditemukan kerusakan

molekuler sebagai penyebab gangguan imunitas seluler. Seperti misalnya

gangguan proses jalur sinyal intra seluler sel T, dan molekul yang berfungsi

sebagai sinyal interseluler seperti CD40/CD40 ligand, Fas/Fas ligand, atau

gangguan reseptor IL-12 dan IFN γ. Akan tetapi perlu untuk mendapatkan

perhatian bahwa tidak semua gangguan molekul yang komplek ini akan

meyebabkan gangguan dari fungsi imunitas seluler (Van der Meer et al., 2002).

Suatu contoh kelainan imunitas seluler adalah pada kasus AIDS, dimana

virus HIV akan menyerang dan menghancurkan sel T. Pada kasus dengan

inflamasi kronis seperti sarcoidosis, suatu ketidak seimbangan antara sel T

regulator diketahui sebagai dasar patomekanismenya. Pada kasus lainya tidak

jarang dijumpai kelainan baik pada imunitas seluler maupun imunitas humoral.

Kualitas dari fungsi imunitas seluler dalam batas tertentu dapat diketahui dengan

pemeriksaan in vitro dan in vivo. Tes in vitro yang penting antara lain tes

transformasi limfosit dengan menggunakan mitogen sel T seperti anti-CD3,

phytohaemaggultination, concanavalin A. Tes lainnya adalah leucocyte migration

inhibition test (LMI), tes proliferasi, tes sitotoksisitas dan pemeriksaan produksi

interleukin . Untuk mengetahui jenis kelainannya diperlukan tes yang lebih

canggih seperti penilaian jalur sinyal intra dan interseluler sebagai work-up

kelainan dari imunitas seluler. Sedang tes in vivo adalah tes kulit yaitu tes

hipersensitivitas tipe lambat untuk mengetahui jenis antigen seperti tuberkulin,

antigen trikopiton. Penderita yang tidak berespon terhadap antigen disebut sebagai

anergi (Baratawijaya,2000).

Page 55: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

42

Pada kasus dengan defisiensi imunitas seluler maka dapat diharapkan

infeksi oleh virus dan patogen intraseluler akan makin meningkat. Beberapa

penyakit kongenital akibat defisiensi imunitas seluler adalah celluler

immunodeficiency with immunoglobulins, DiGeorge’s Syndrome, chronic

mucocutaneous candidiasis, SCID (severe combined immunodeficiency disease),

Wiskott-Aldrich. Sedangkan gangguan imunitas seluler yang acquired (didapat)

diakibatkan oleh (1) proses keganasan yang melibatkan jaringan limfoid atau

sistem fagosit mononuklear seperti misalnya: penyakit Hodgkin, limfoma non-

Hodgkin; (2) terapi dengan obat imunosupresif seperti steroid, azathioprine,

siklofosfamid dan siklosporin A; (3) infeksi virus seperti: CMV

(cytomegalovirus), Epstein-Barr Virus (EBV), virus HIV dan mungkin hepatitis

C; (4) kehamilan; (5) pemakaian estrogen; (6) malnutrisi; (7) proses ketuaan.

Mekanisme yang mendasari gangguan imunitas seluler pada kondisi tersebut

adalah sangat kompleks dan agak berbeda pada masing-masing kondisi, oleh

karena dapat melibatkan hanya sel T regulator, sel T efektor, sel makrofag , faktor

lainnya seperti interleukin baik respon maupun produksinya atau bahkan

merupakan kombinasi dari semua komponen seluler (Van der Meer et al., 2002).

2.3.7 Pemeriksaan sistem imun seluler

2.3.7.1 Pemeriksaan in vitro

Respon imunitas seluler sangat ditentukan oleh fungsi dan aktivitas sel

limfosit. Ada 2 cara untuk menilai limfosit, yaitu dengan memeriksa kuantitas dan

fungsi sel (Baratawijaya, 2000).

Page 56: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

43

2.3.7.1.1 Kuantitas sel limfosit

Neutropenia atau limfositopenia yang berat dapat diketahui dengan mudah

melalui pemeriksaan jumlah dan hitung jenis leukosit. Tujuh puluh lima sampai

delapan puluh persen limfosit dalam sirkulasi perifer adalah sel T, oleh karena itu

bila jumlah limfosit perifer ditemukan normal kemungkinan adanya defisiensi

limfosit T tidak besar.

2.3.7.1.1.1 Isolasi sel

Ficoll digunakan untuk mengisolasi limfosit dari darah. Darah

didefibrinasi dengan butiran-butiran gelas, bekuan kemudian disingkirkan.

Selanjutnya darah diencerkan dengan medium biakan jaringan dan dimasukkan

dengan hati-hati ke dalam tabung reaksi di atas larutan ficoll yang sudah mengisi

setengah tabung. Ficoll mempunyai berat jenis lebih besar dibanding dengan

limfosit, tetapi lebih kecil dibanding dengan sel darah merah. Sesudah darah

dengan ficoll disentrifus, sel darah merah dan sel leukosit polimorfonuklear akan

turun membentuk endapan di dasar tabung, sedang limfosit mengendap pada

perbatasan medium dan ficoll. Selanjutnya lapisan limfosit dapat dibersihkan dari

fagosit dengan jalan menambahkan butir – butir besi, fagosit akan memakan butir

besi dan kemudian diturunkan dengan besi berani kelapisan yang lebih bawah.

Cara lain untuk memisahkan fagosit ialah dengan menempatkan campuran

limfosit-fagosit dalam sumur plastik. Fagosit kemudian akan menempel pada

dasar sumur, sedang limfosit tetap berada dalam larutan.

2.3.7.1.1.2 E Rosette

Sel T manusia memiliki reseptor untuk sel darah merah biri-biri. Bila

kedua sel tersebut dicampur, maka akan terbentuk rosette.

Page 57: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

44

2.3.7.1.1.3 EA Rosette

Sel T dapat dibedakan dari sel B yang tidak membentuk rosette pada

gradien Ficoll. Cara lain untuk menunjukkan rosette yaitu dengan menggunakan

reseptor lain yang ada pada permukaan sel T, misalnya reseptor untuk Fc dari IgG

(Fc gamma). Sel – sel tersebut dapat diidentifikasi dan diisolasi, karena akan

membentuk rosette dengan sel darah merah yang sudah disensitasi dengan

antieritrosit .

2.3.7.1.1.4 Antibodi monoklonal

Antibodi monoklonal adalah antibodi homogen yang dihasilkan dari single

clone. Antibodi tersebut dapat disintesis di laboratorium dari hibridoma, yaitu sel

yang dihasilkan dengan menyatukan dua sel yang berlainan. Dengan teknik

imunofluoresensi yang menggunakan antibodi monoklonal, jumlah sel B, sel T

dan subset sel T, dapat dibedakan satu dari yang lainnya dan dihitung di bawah

mikroskop fluoresen atau cell sorter.

2.3.7.1.1.5 Flow Cytometry

Flow Cytometry adalah alat yang dapat menghitung serta membedakan sel

satu dari yang lain. Sel diperiksa dalam larutan yang bergerak melewati sinar dan

dihitung berdasarkan sedikit banyaknya sinar yang dihambat atau dipancarkan

kembali.

2.3.7.1.1.6 Fluorescence Activated Cell Sorter (FACS)

FACS adalah alat yang dapat menghitung subpopulasi sel sekaligus dalam

larutan. Sel dilabel dengan 2-3 bahan fluoresen yang berbeda sehingga kadar

bahan pada permukan (sesuai dengan jumlah sel limfosit dan granulosit) secara

simultan dapat diukur/dihitung.

Page 58: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

45

2.3.7.1.2 Pemeriksaan fungsi limfosit

Pemeriksaan fungsi limfosit hendaknya hanya dilakukan bila uji kulit in

vivo yang lebih sederhana menunjukkan tanda adanya gangguan imunitas seluler

oleh karena pemeriksaan fungsi in vitro lama, mahal, tidak mudah dan

memerlukan biaya yang tinggi. Pemeriksaan fungsi limfosit in vitro hanya mutlak

pada penderita yang diduga menderita defisiensi imun dan dalam penggunaan

imunomodulator untuk memantau sistem imun.

2.3.7.1.2.1 Produksi sitokin

Sedian komersial telah tersedia untuk memeriksa berbagai jenis sitokin

yang diproduksi sel limfoid dan lebih diutamakan dalam menilai fungsi sel dan

respons sel terhadap berbagai stimulus. Yang banyak digunakan ialah ELISA.

2.3.7.1.2.2 Transformasi limfosit

Tes yang banyak digunakan untuk mengukur fungsi limfosit adalah tes

transformasi limfosit. Bila limfosit bertemu dengan antigen, dalam beberapa hari

saja limfosit kecil yang berada dalam keadaan istirahat atas pengaruh APC akan

berubah menjadi sel blas. Proses tersebut disebut tranformasi.

Hal ini biasanya dilakukan dengan phytohemaglutinin (PHA) sebagai

stimulan. Transformasi dapat juga dilakukan dengan antigen spesifik yang diduga

mensensitasi pasien (misalnya tuberkulin). PHA merangsang sebagian besar sel T,

sedang antigen hanya akan mensensitasi limfosit yang sudah tersensitisasi

terhadap antigen tertentu dan biasanya hanya mengenai sebagian kecil limfosit.

Transformasi derajat rendah (dibandingkan dengan kontrol) menunjukkan adanya

sistem imun seluler yang terganggu, sedang peningkatan transformasi dengan

adanya antigen spesifik dapat terjadi pada keadaan hipersensitivitas tertentu

Page 59: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

46

(misalnya alergi obat). Respons proliferatif tersebut dapat diukur dengan

menginkorporasikan timidin radioaktif.

2.3.7.1.2.3 Leucocyte migration inhibition test (LMI)

Leucocyte migration inhibition test atau LMI lebih mudah dikerjakan

dibanding dengan pemeriksaan transformasi sel. Limfosit akan melepaskan

berbagai limfokin bila dicampur dengan antigen yang sudah mensensitasikannya.

Salah satu limfokin yang disebut faktor LMI, akan menghambat gerakan neutrofil

dan derajat hambatannya dapat diukur in vitro sesuai dengan produksi limfokin.

LMI menggunakan leukosit perifer manusia. Pencegahan migrasi disebabkan oleh

limfokin yang diproduksi limfosit yang disensitasi antigen. Nilai tes ini sama

dengan tes transformasi.

2.3.7.1.2.4 Pemeriksaan sitotoksisitas

Aktivitas sitotoksik limfosit dapat diukur dengan membiakkannya bersama

sel sasaran yang sudah dilabel misalnya 51Cr. Bila limfosit membunuh sel

tersebut, kromium akan dilepas. Radioaktif yang dilepas dapat diukur yang

sederajat dengan aktivitas sitotoksisitas sel. Sitotoksisitas yang antibodi dan

komplemen dependen juga dapat diukur seperti di atas. Dapat pula digunakan zat

warna seperti tripan blue dan ethidium bromide yang lebih sederhana yang dilepas

sel yang mati. Sel hidup diukur secara kuantitatif dengan mikroskop.

2.3.7.1.2.5 Uji proliferasi

Uji proliferasi dilakukan untuk mengetahui apakah sel T dapat

memberikan respon terhadap antigen. Sel T yang akan diperiksa dibiakkan

dengan antigen dan kehadiran APC yang syngeneic. Setelah 3 hari, prekursor

Page 60: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

47

asam nukleik yang dilabel radioaktif (misalnya 3H timidin) ditambahkan ke

biakan.

Bila ada sel yang berproliferasi, prekursor akan diambil sel dan sel dalam

biakan kemudian diperiksa. Jumlah bahan radioaktif yang diikat dapat diukur.

Inkorporasi yang tinggi menunjukkan adanya sel yang bereaksi/memberikan

respon terhadap antigen.

2.3.7.1.2.6 Mixed Lymphocyte Culture (Reaction) (MLC/MLCR)

MLC/MLCR adalah uji proliferasi untuk mengetahui adanya sel T yang

memberikan respon terhadap sel yang allogeneic. Hal tersebut dilakukan untuk

memberikan kelengkapan informasi pada tissue typing, yaitu untuk mengetahui

apakah sel dari resipien akan bereaksi dengan molekul HLA kelas 2 donor. Dalam

hal ini antigennya dapat berupa limfosit dari donor yang sudah diradiasi agar tidak

dapat berproliferasi. Selain sebagai antigen, limfosit di sini juga berfungsi sebagai

APC.

2.3.7.1.2.7 Plaque forming cell (PFC)

PFC dilakukan untuk mengetahui sel B yang membentuk antibodi. Sel

yang akan diperiksa, dibiarkan bersama sel darah merah yang sudah disensitasi

dengan antigen (misalnya hemaglutinin). Antigen spesifik akan diikat sel darah

merah yang mengitari sel B yang akan hancur dan meninggalkam daerah yang

terang (plaque) sekitar setiap sel B .

2.3.7.2. Pemeriksaan in vivo

Pemeriksaan sistem imunitas seluler secara in vivo dapat dilakukan dengan

beberapa jenis pemeriksaan. Delayed Type Hypersensitivity (DTH) merupakan

salah satu bentuk reaksi imunitas seluler melalui sel T. DTH disebut juga reaksi

Page 61: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

48

hipersensitifitas tipe lambat adalah suatu bentuk reaksi cell-mediated immunity

(CMI) dimana efektornya adalah sel fagosit mononuklear (makrofag). Merupakan

bagian dari sistim pertahanan tubuh primer terhadap infeksi bakteri intrasel,

seperti Listeria monositogenes, mikobakteria dan infeksi virus, dimana tidak ada

peranan antibodi dalam reaksi ini. Ada tiga macam reaksi hipersensitivitas tipe IV

ini yaitu: hipersensitivitas kontak, reaksi tuberkulin dan granulomatous.

Hipersensitivitas kontak dan reaksi tuberkulin terjadi dalam 72 jam sejak paparan

antigen. Hipersensitivitas granulomatous terjadi dalam 21-28 hari (Abbas, 2005).

Reaksi DTH dapat dilihat dengan melakukan sensitisasi kontak dengan

antigen atau bahan kimia, atau memberikan suntikan intradermal antigen mikroba

pada orang yang pernah terinfeksi, misalnya pemberian purified protein derivative

(PPD), suatu protein yang dibuat dari Micobacterium tuberkulosis, akan

menunjukkan reaksi DTH bila diberikan pada seseorang yang pernah menderita

tuberkulosis primer atau mendapat vaksinasi tuberkulosis. Respons yang khas

pada kulit akan terjadi dalam 24-48 jam, berupa pembengkakan dan indurasi.

Dalam 4 jam setelah suntikan intradermal diberikan, akan terjadi akumulasi sel

neutrofil di sekitar venule-post kapiler di tempat suntikan. Infiltrasi neutrofil akan

berakhir kurang lebih 12 jam setelah pemberian suntikan, menyusul infiltrasi sel

limfosit T dan monosit di tempat yang sama. Dalam praktek, hilangnya respon

terhadap antigen universal, misalnya sering dipakai antigen candida, merupakan

indikasi penurunan fungsi sel Th dan disebut anergi. Seseorang yang anergi sangat

mudah terinfeksi oleh kuman yang biasanya dapat ditahan dengan imunitas

seluler, seperti fungi dan mikobakteria (Abbas, 2005)

Page 62: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

49

Reaksi DTH juga dapat dikerjakan dengan senyawa kimia yang disebut

DNCB (dinitrochlorobenzene) yang merupakan antigen universal untuk

mengetahui status imun seluler penderita yang belum pernah terpapar dengan

antigen. Hampir semua individu dapat tersensitasi dengan DNCB. DTH yang

terjadi pada reaksi DNCB adalah hipersensitivitas kontak dengan timbulnya rasa

gatal, kemerahan dan indurasi pada kulit tempat suntikan.

2.4 Sitokin

Seperti diketahui hampir semua sistem biologi memerlukan komunikasi

antar sel untuk pertumbuhan dan pengaturannya. Pada sistem imun komunikasi

antar sel umumnya melibatkan interleukin. Mediator ini diperlukan untuk

proliferasi dan diferensiasi sel-sel hematopoitik dan untuk mengatur dan

menentukan respon imun (Dy et al., 1999; Abbas et al., 2005). Interleukin dalam

menjalankan fungsinya sebagai mediator saling berinteraksi antara interleukin

sendiri dan interaksi ini dapat berjalan sinergis atau antagonis. Oleh karena

interaksi tersebut, konsep kerja interleukin sebagai suatu “network” (Dy et al.,

1999). Ada tiga sifat dari interleukin yaitu: pleiomorphic artinya interleukin

tertentu dapat bekerja pada beberapa sel yang berbeda, redundant (berlebihan)

sejumlah interleukin mempunyai fungsi yang sama, multifungsi artinya

interleukin yang sama dapat mengatur beberapa fungsi yang berbeda ( Dy et al .,

1999; Abbas et al., 2005).

Interleukin bisa berefek lokal atau sistemik, lokal bekerja pada sel yang

memproduksinya (autocrine action) atau bekerja pada sel sekelilingnya

(paracrine action). Bila diproduksi dalam jumlah banyak, interleukin dapat masuk

kedalam sirkulasi dan bekerja jauh dari sel yang memproduksinya (endocrine

action) (Dy et al., 1999; Abbas et al., 2005; Kaiser, 2003). Oleh karena

Page 63: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

50

interleukin sebagai mediator atau pembawa pesan maka membran sel mempunyai

reseptor untuk menerima pesan tersebut, dan klasifikasi interleukin didasarkan

dari reseptornya pada membran sel.

2.4.1 Fungsi interleukin dalam sistem imun

Ada dua macam respon imun yang terjadi apabila ada mikroba yang

masuk ke dalam tubuh, yaitu innate dan adaptive responses. Sel yang berperan

dalam innate response adalah sel fagosit (netrofil, monosit dan makrofag), sel

yang melepaskan mediator inflamasi (basofil, sel mast dan eosinofil) serta sel

natural killer. Komponen lain dalam innate response ini adalah komplemen,

acute-phase protein dan interleukin seperti interferon (Medzhitov et al., 2000;

Delves et al., 2000).

Adaptive response meliputi proliferasi antigen-specific sel T dan sel B,

yang terjadi apabila reseptor permukaan sel ini berikatan dengan antigen. Sel

khusus yang disebut dengan antigen-presenting cells (APC) mempresentasikan

antigen pada MHC dan berikatan dengan reseptor limfosit. Sel B akan

memproduksi imunoglobulin, yang merupakan antibodi yang spesifik terhadap

antigen yang dipresentasikan oleh sel APC. Sedangkan sel T dapat melakukan

eradikasi mikroba intraseluler dan membantu sel B untuk memproduksi antibodi .

Sel T CD4 merupakan cytokine-secreting helper cells, sedangkan sel T

CD8 merupakan cytotoxic killer cells. Sel T CD4 secaca umum dibagi menjadi

dua golongan yaitu T helper tipe 1 (Th1) dan T helper tipe 2 (Th2). Interleukin

yang disekresi oleh Th1 adalah IL-2 dan IFN-γ sedangkan interleukin yang

disekresi Th2 adalah IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Interleukin-interleukin ini juga

Page 64: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

51

mempunyai peranan dalam sistem kontrol. Sekresi IFN-γ akan menghambat sel

Th2 sedangkan sekresi IL-10 akan menghambat sel Th1 (Asadullah et al., 2003).

Interleukin mempunyai peranan yang penting untuk menentukan tipe

respon imunitas tubuh yang efektif untuk melawan agent infeksius. Sekresi IL-12

oleh APC akan menyebabkan sekresi IFN-γ dari Th1. Interleukin akan

mengaktivasi makrofag dengan efisien untuk membunuh kuman intraseluler.

Secara sederhana digambarkan bahwa produksi interleukin oleh Th1 memfasilitasi

CMI termasuk aktivasi makrofag dan T-cell-mediated cytotoxicity (Delves et al.,

2000).

Ada tiga kategori fungsi interleukin dalam sistem imun yaitu (Kaiser,

2003; Abbas et al., 2005) : a) interleukin sebagai mediator dan regulator respon

imun alami, b) interleukin sebagai mediator dan regulator respon imun didapat, c)

interleukin sebagai stimulator hematopoiesis. Interleukin yang berperan sebagai

mediator dan regulator respon imun alami dihasilkan terutama oleh fagosit

mononuklear seperti makrofag dan sel dendritik dan sebagian kecil oleh limfosit T

dan sel NK (Kaiser, 2003). Interleukin-interleukin tersebut diproduksi sebagai

respon terhadap agen molekul tertentu seperti LPS (lipopolysaccharide),

peptidoglycan monomers, teicoid acid dan DNA double stranded.

Interleukin-interleukin yang berfungsi sebagai mediator dan regulator

respon imun didapat terutama diproduksi oleh limfosit T yang telah mengenal

suatu antigen spesifik untuk sel tersebut. Interleukin ini mengatur proliferasi dan

diferensiasi limfosit pada fase pengenalan antigen dan mengaktifkan sel efektor.

Bakteri atau antigen yang berbeda akan merangsang sel T helper CD4+ untuk

berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2 yang menghasilkan interleukin yang berbeda

Page 65: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

52

pula. Beberapa diantaranya yang penting adalah : IL-2, IL-4, IL-5, TGF

(Tranforming Growth Factor), IFN γ, IL-13. Sedangkan interleukin yang

merangsang hematopoiesis yaitu interleukin diperlukan untuk mengatur

hematopoiesis dalam sumsum tulang. Beberapa interleukin yang diproduksi

selama respon imunitas alami dan didapat, merangsang pertumbuhan dan

diferensiasi sel-sel progenitor sumsum tulang. CSF, IL-3, GM-CSF, G-CSF

merupakan beberapa interleukin yang penting untuk proses hemopoiesis.

2.4.2 Interleukin-2 (IL-2)

Beberapa sinonim dari IL-2 adalah Blastogenic factor (BF), TMF (T cell

maturation factor, T cell mitogenic factor, Thymocyte mitogenic factor ), TCGF

(Tcell growth factor), LPF (Lymphocyte proliferating factor), dan lainnya. Dalam

kondisi normal IL-2 diproduksi oleh sel T CD4 akibat aktivasi oleh antigen atau

mitogen. Untuk produksi maksimal maka dibutuhkan secondary signals. Dalam

keadaan istirahat sel T CD4 tidak memproduksi IL-2.

Struktur IL-2 terdiri dari protein dengan 133 asam amino (15,4 KDa) yang

disintesis sebagai protein prekursor dengan 153 asam amino dan dengan 20 asam

amino terminal sebagai sinyal sekuennya. Sedangkan gen yang mengkode IL-2

terletak pada kromosom 4q26-28, dimana regulasi dari sintesisnya terjadi pada

level transcription. Pada sel T dijumpai suatu molekul yang dapat menekan proses

paska transkripsional dari IL-2 mRNA sehingga hanya sekitar 2% dari prekursor

IL-2 yang diproses menjadi IL-2 (Ibelgaufts H, 2003).

Aktivitas biologis dari IL-2 dilakukan melalui ikatan dengan reseptor

membran yang hanya diekspresikan pada sel yang aktif saja sedangkan pada sel

yang tidak aktif, tidak didapatkan reseptor IL-2 yang lengkap. Beberapa sel lain

Page 66: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

53

seperti sel B dan lekosit mononuklear juga mempunyai reseptor untuk IL-2.

Ekspresi dari reseptor ini dimodulasi oleh IL-5 dan IL-6. Ditemukan 3 jenis

reseptor yaitu reseptor dengan afinitas yang kuat yang terdiri dari 3 subunit (2

subunit membran reseptor: IL-2R α dan IL-2R β sebagai ligan dan satu unit IL-

2Rγ sebagai komponen signaling-nya). Reseptor dengan afinitas intermediet

terdiri dari 2 subunit saja yaitu rantai β dan γ sedang reseptor yang ketiga dengan

afinitas lemah hanya terdiri dari subunit α saja. Subunit γ diperlukan untuk

terbentuknya reseptor dengan afinitas kuat dan intermediet walaupun dia sendiri

tidak berikatan dengan IL-2. Subunit IL-2R α disebut juga TAC antigen (T cell

activation antigen) sedang IL-2R β dikenal sebagai CD122. Gen yang mengkode

masing-masing subunit reseptor ditemukan pada kromosom 10p-p15 untuk TAC,

kromosom 22q11.2-q12 untuk CD122 dan untuk γ subunit di kromosom Xq13.

Limfosit yang teraktivasi akan mensekresi fragmen dari TAC antigen dan akan

bersirkulasi dalam serum sebagai soluble IL-2 receptor (sIL-2R) dan kadarnya

dalam plasma sangat bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya.

IL-2 merupakan faktor pertumbuhan (growth factor) untuk semua

subpopulasi sel limfosit T dan bertanggung jawab terhadap ekspansi klonal

limfosit T, setelah limfosit T mengenal antigen ( Jacques Y et al., 1999; Kaiser,

2003). Oleh karena fungsi diatas maka IL-2 dikenal sebagai faktor pertumbuhan

sel T. Fungsi lain dari IL-2 adalah merangsang proliferasi dan diferensiasi sel NK

dan meningkatkan daya bunuh sel NK. IL-2 juga merangsang proliferasi limfosit

B dan merangsangnya untuk menghasilkan antibodi. Selain fungsi di atas IL-2

juga berfungsi mengatur keseimbangan limfosit yang telah aktif. Limfosit yang

telah aktif lebih sensitif terhadap apoptosis dengan keberadaan IL-2 melalui Fas.

Page 67: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

54

Memang ini fungsi IL-2 yang agak beda, di satu sisi IL-2 merupakan faktor

pertumbuhan untuk limfosit T, disisi lain IL-2 memudahkan limfosit T yang sudah

diaktifkan untuk apoptosis.

Seperti telah disebutkan, salah satu fungsi dari interleukin adalah mengatur

sistem imun. Bila limfosit T dibiarkan terus aktif maka akan terjadi ketidak

keseimbangan sehingga menyebabkan penyakit. Oleh karena itu keberadaan

limfosit T yang aktif harus segera diakhiri/terminasi dengan apoptosis (Abbas et

al., 2005). Dalam klinik IL-2 dipakai sebagai antitumor (imunoterapi), oleh

karena kemampuannya untuk merangsang pertumbuhan dan meningkatkan daya

sititoksik limfosit T (CD8+) dan merangsang proliferasi serta meningkatkan

kemampuan daya bunuh sel NK (Glick et al .,2002).

IL-2 dapat diperiksa dengan beberapa metode pemeriksaan baik secara

kuantitatif dengan mengukur kadarnya dalam plasma maupun dengan mendeteksi

sel yang memproduksinya. Metoda pemeriksaan yang sensitif dan akurat sangat

dibutuhkan dalam rangka penggunaan interleukin ini dalam klinis praktis.

Pemeriksaan immunoassay seperti RIA (radio immunoassays), IRMA (immuno

radiometric assays) dan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assays)

memerlukan cytokine-specific antibodies dan atau interleukin/reseptor interleukin

yang dilabel atau antibodi yang berlabel. Prinsip pemeriksaan ini adalah

mengukur imunoreaktivitas dengan suatu reaksi dengan antibodi sehingga ia juga

mengukur fragmen interleukin yang tidak aktif. Hal ini menyebabkan hasil

pemeriksaan dengan alat ELISA yang berbeda akan menghasilkan hasil yang

berbeda pula, sehingga diperlukan suatu standarisasi. Juga pemeriksaan dengan

menggunakan antibodi bisa mendapatkan hasil yang berbeda walaupun dengan

Page 68: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

55

menggunakan standar yang baku dari interleukin. Hal ini mungkin disebabkan

oleh adanya perbedaan dari spesifitas ekspresi epitop antibodi monoklonal yang

dipakai. Pemeriksaan yang lain yaitu dengan CBA (cytometric bead array) suatu

pemeriksaan dengan metode immunoassays yang dikombinasikan dengan

flowcytometry. RHPA (reverse hemolytic plaque assay) dan Cell blot assay

digunakan untuk mengidentifikasi sel yang memproduksi interleukin. Suatu

teknik lain dengan mengukur protein mRNA yang mengkode interleukin yang

bersangkutan dapat dilakukan dengan RT-PCR (Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction). Dengan teknik ini dapat diketahui profil dari

berbagai interleukin karena dapat menggunakan berbagai macam primer. Akan

tetapi perlu diingat bahwa hasil dari PCR akan memberikan hasil yang sedikit

berbeda dengan pemeriksaan immunoasssays atau assay lainnya (Ibelgaufts H,

2003).

2.4.3 Interferon γ

IFN γ saat ini dikenal dengan banyak sinonim, diantaranya antigen

induced interferon, immune interferon, T interferon, mitogen induced interferon

dan pH2-labile interferon. Biosintesis IFN γ bersifat lebih spesifik jika

dibandingkan dengan IFN α dan β. Sebagian besar sel mampu memproduksi IFN

α dan β dengan rangsang infeksi virus, atau rangsang lain yang jarang seperti

proses inflamasi (endotoksin bakteri) , IL-1, dan TNF. Sedangkan IFN γ terutama

dihasilkan oleh sel T ( melalui subset CD4 dan CD8 ) dan sel NK melalui

perangsangan mitogen, antigen atau aloantigen. Produksi IFN γ juga diinduksi

oleh IL-2, bFGF dan EGH. Beberapa hal yang menghambat yaitu vitamin D3,

dexametason dan cyclosporin A ( Ibelgaufts H, 2003).

Page 69: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

56

In vivo, interaksi reseptor sel T (TCR) dengan antigen yang sesuai melalui

MHC yang sesuai dimana sel T CD4 melalui MHC kelas II dan CD8 melalui

MHC kelas I akan merangsang terbentuknya IFN γ. Proses serupa in vitro yang

mengakibatkan aktivasi sel T akan memproduksi IFN γ. Antibodi terhadap CD3,

mitogen atau rangsangan farmakologis dapat meningkatkan produksi IFN γ.

Gen IFN γ tidak aktif dalam sel T yang istirahat. Setelah perangsangan

terhadap sel T, IFN γ dapat dideteksi dalam waktu 6-8 jam, dan kadarnya

mencapai puncak dalam 12-24 jam. Protein IFNγ tidak disimpan secara

intraseluler namun kebanyakan akan disekresikan ke lingkungan ekstraseluler,

oleh karena itu dapat mencapai kadar maksimal dalam waktu 12-24 jam setelah

rangsangan terhadap sel T (Kaplan et al.,1999)..

Penghasil IFN γ lainnya adalah sel NK yang termasuk komponen penting

sistem imun innate. Sebagai manifestasi reaksi pertahanan tubuh lini pertama

terhadap agen infeksius, sementara menunggu sistem imun spesifik bekerja. Studi

pada tikus dengan infeksi Listeria monocytogens , pada proses awal, produk

bakteri memicu makrofag untuk menghasilkan TNF α dan IL-12 dalam jumlah

kecil. Selanjutnya akan merangsang sel NK menghasilkan IFN γ. Pada tahap

selanjutnya terjadi proses amplifikasi, dimana IFN γ yang dihasilkan oleh sel NK

akan menarik dan mengaktifkan makrofag-makrofag lain untuk selanjutnya

memproduksi TNF α dan IL-12 sehingga IFN γ yang dihasilkan akan lebih

banyak. Sebagai regulator negatif terhadap IFN γ, tubuh mengeluarkan IL-10

sebagai kompensasi untuk mencegah terjadinya respon inflamasi yang berlebihan

(Ibelgaufts, 2003).

Page 70: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

57

Struktur IFN γ terdiri dari protein dimerik dengan subunit 146 asam

amino. Protein-proteinnya mengalami glikosilasi pada 2 sisi. Gen yang mengkode

IFN γ terletak pada kromosom 12q24.1 . Terdapat dua jenis reseptor IFN γ, yaitu

reseptor rantai α 90kDa atau yang lebih sering dikenal dengan IFNγR1 atau

CDw119. Gen pengkode terletak pada kromosom 6. Reseptor jenis kedua

merupakan rantai β 62kDa lebih dikenal dengan IFNγR2 atau accesory factor 1

(AF-1). Gen pengkode pada kromosom 21 (;Ibelgaufts, 2003). Suatu studi

imunologi menunjukkan bahwa IGF-1 memegang peranan penting dalam ekspresi

IFNγR2 ( Balick, et al., 1991)

IFN γ memiliki aktivitas biologis sebagai anti virus dan anti parasit, serta

memiliki kemampuan menghambat proliferasi dan transformasi beberapa sel

normal maupun sel neoplastik. IFN γ bekerja secara sinergis dengan TNF α dan

TNF β dalam menghambat proliferasi sel. Aktivitas biologis IFN γ tampaknya

lebih banyak sebagai imunomodulator jika dibandingkan dengan IFN lain yang

dominan bekerja sebagai anti virus ( Ibelgaufts, 2003)

Sel T helper-1 memproduksi IL-2 dan IFN γ, dimana IFN γ bekerja

sinergis dengan IL-1 dan IL-2 yang dibutuhkan untuk ekspresi reseptor IL-2 pada

permukaan sel limfosit T. Adanya blokade terhadap reseptor IL-2 oleh antibodi

spesifik juga menghambat sintesis IFN γ.

IFN γ juga merupakan modulator pertumbuhan dan diferensiasi fungsi

polarisasi sel T kearah Th1, dan memperkuat respon sel ini terhadap mitogen-

mitogen dan faktor pertumbuhan. IFN γ juga merangsang proliferasi sel B. Selain

itu, IFN γ mengatur ekspresi MHC kelas II dan mengaktivasi sel makrofag dan

IFN γ disini dikenal sebagai MAF ( Macrofag Activating Factor ). Aktivitas

Page 71: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

58

biologis lain dari IFN γ disebutkan bahwa IFN γ menginduksi pelepasan TNF α

dan transkripsi gen pengkode G-CSF dan M-CSF, serta merangsang pelepasan

ROS ( Kaplan et al.,1999).

IFN γ dapat dideteksi secara sensitif dengan immunoassay. Suatu

pemeriksaan spesifik dari ELISA dapat mendeteksi sel penghasil IFN γ. Kadarnya

permenit dapat dideteksi secara tidak langsung dengan mengukur protein yang

dihasilkannya seperti Mix proteins. Selain itu sintesis IP-10 umumnya digunakan

untuk mengukur konsentrasi IFN γ. Suatu pemeriksaan radioreseptor yang sensitif

juga dapat digunakan. Lewis menjelaskan adanya pemeriksaan bioassay

berdasarkan pada hubungan gen dan elemen yang mendukung respon terhadap

IFN γ. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah mengukur produksi NO

pada sel RAW 264.7 akibat responnya terhadap IFN γ pada tikus percobaan.

Sedangkan menurut Schein pemeriksaan IFN γ dapat dilakukan dengan

pemeriksaan cepat yang bersifat kuantitatif berdasar pada kemampuan

merangsang ds-RNAse, misalnya RNAse A ( Smith , 2001).

2.4.4 Sitokin pada penyakit infeksi

Peran utama dari sistem imun kita adalah untuk melindungi kita dari

ancaman kuman infeksi. Dari perspektif ini hampir semua sitokin yang diproduksi

sebagai bagian dari respon imun alami atau adaptif akan terlibat baik secara

langsung ataupun tak langsung. Ada sebagian dari sitokin dengan mudah dapat

diketahui dengan percobaan binatang sedangkan lainnya masih perlu dipelajari

lebih mendalam.

Page 72: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

59

Respon imun yang alami dimediasi juga oleh sel yang sama yang berperan

pada respon imun adaptif seperti sel makrofag, granulosit dan lainnya. Salah satu

sel yang unik pada respon imun alami adalah sel NK yang dalam melakukan

fungsinya hampir menyerupai sel T yaitu dengan perantaraan sitokin atau

sitotoksik langsung, walupun dengan cara yang relatif beda dalam hal pengenalan

antigen dan proses aktivasinya. Respon imun alami merupakan pertahanan lini

pertama terhadap mikroorganisme akan tetapi respon ini hanya sementara dan

agak terbatas reaksinya. Berbeda dengan respon adaptif yang biasanya muncul

setelah 3-4 hari setelah infeksi dan dilakukan oleh sel efektor seperti sel T dan

imunoglobulin. Respon spesifik ini biasanya lebih persisten dan lebih cepat

bereaksi pada paparan ulang (Kresno, 2001).

Respon terhadap beberapa tipe bakteri ekstraseluler memerlukan antibodi

yang spesifik yang diproduksi oleh sel limfosit B baik dengan bantuan sel T

(helper T cell) maupun tanpa bantuan sel T. Akan tetapi untuk kebanyakan kuman

intraseluler seperti virus, bakteri, protozoa dan jamur maka peran sel T sangat

diperlukan. Diferensiasi dari respon sel T menjadi sel CD4 dan CD8 didasarkan

pada aspek pengenalan terhadap antigen yang dipresentasikan oleh molekul MHC

yang berbeda. Molekul MHC klas I akan dikenal oleh sel CD8 dan molekul MHC

klas II akan dikenal oleh sel CD4. Sel CD4 dan CD8 mempunyai fungsi sebagai

mekanisme efektor yang sangat berbeda.

Sel CD4 dikenal sebagai sel T helper yang mempunyai kemampuan untuk

merangsang pertumbuhan banyak sel hemopoeitik dengan memproduksi sitokin

antara lain IL-2 sebagai growth factors sel T yang sangat diperlukan perannya

pada kasus dengan infeksi kuman intraseluler. Sedang sel CD8 melaksanakan

Page 73: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

60

fungsinya sebagai sitotoksik sel yang tidak memerlukan sitokin tapi kontak sel

satu dengan lainnya. Perlu diketahui perbedaan kedua hal ini tidaklah sesederhana

itu. Masih banyak studi in vitro mendapatkan sel CD4 juga mempunyai

kemampuan untuk melakukan fungsi sitotoksik demikian pula sel CD8 juga

memproduksi sitokin seperti IFN γ dan TNF α dan β. Namun demikian masih

cukup bermanfaat secara ilmiah untuk mengatakan bahwa fungsi CD4 sebagai

cytokine-mediated sedang CD8 sebagai cell-mediated (Kresno, 2001; Abbas,

2005).

Sel CD4 mempunyai peran sentral pada hampir semua mikororganisme

patogen. Dan CD4 dibedakan menjadi dua sub-divisi yaitu Th1 dan Th2

berdasarkan atas produksi sitokinnya dimana Th1 memproduksi IL-2, IFN γ

sedang Th2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-13 dan IL-10. Sitokin ini sangat penting

perannya pada proses infeksi dari kuman yang melibatkan fungsi sel CD4. Akan

tetapi kedua jenis sitokin ini (Th1 dan Th2) mempunyai fungsi yang berbeda dan

mempunyai implikasi patologik yang berbeda pula dalam hal respon terhadap

bahan patogen. Th2 menstimuli 3 jenis reaksi alergi seperti reaksi oleh sel mast,

sel eosinofil dan reaksi berdasarkan IgE pada kedua sel tersebut. Sitokin Th2 yang

bertanggung jawab pada respon tersebut adalah IL-4 untuk produksi IgE, IL-5

untuk eosinofilia, dan kombinasi IL-3, IL-4 dan IL -10 untuk produksi sel mast.

Sitokin yang diproduksi oleh sel Th1 memicu respon imun yang berbeda. IL-2

merupakan sitokin Th1 yang dikenal sebagai growth factor untuk sel T disamping

IFN γ. Yang penting pada respon ini adalah aktivasi makrofag oleh IFN γ

sehingga makrofag menjadi lebih aktif dalam hal presentasi antigen, proses

fagositosis, ekspresi reseptor Fc dan produksi NO serta superoksida. Kesemua hal

Page 74: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

61

ini tentunya akan meningkatkan kemampuan makrofag untuk membunuh kuman

intraseluler. Th1 juga menyebabkan reaksi inflamasi seluler yang kompleks

seperti DTH. Oleh karena itu masing-masing subset dari sel Th akan memulai dan

mengatur suatu rangkaian mekanisme yang coherent pada target dengan antigen

atau patogen yang spesifik. Ada banyak bukti yang menyatakan ada subset ketiga

dari Th yaitu Th 0 yaitu subset yang dapat memproduksi sitokin baik sitokin Th1

maupun Th2 dan subset ini mendominasi reaksi awal dari suatu reaksi imun. Pada

manusia dan binatang populasi sel T CD8 umumnya mempunyai profil sitokin

seperti sel Th1, namun juga dapat menunjukan profil sitokin Th2 (Coffman, 1989;

Van der Meer, 2002).

Disamping kemampuan untuk merangsang subset spesifik dari respon sel

efektor, sel Th1 dan sel Th2 juga menunjukkan fungsi yang saling menghambat

antara masing-masing subset yang berlawanan dan mekanisme ini dikenal sebagai

cross-regulation. Mekanisme ini dapat terjadi pada 2 tingkatan yang berbeda yaitu

pada tingkat sel Th nya dan pada subset fungsi efektor spesifiknya. IFN γ yang

merupakan produk utama dari Th1 merupakan inhibitor yang poten untuk sel Th2

(tapi bukan growth factor untuk Th1 seperti IL-2, karena hilangnya β chain dari

reseptor IFN γ). Sebaliknya, sel Th2 memproduksi IL-4 dan IL-10 yang keduanya

merupakan inhibitor poten terhadap produksi sitokin oleh sel Th1. Oleh karenanya

IFN γ adalah inhibitor yang poten terhadap produksi IgE (IL-4-mediated IgE),

eosinofil (IL-5-mediated eosinophil production) dan pembentukan granuloma,

dimana IL-4 dan IL-10 merupakan inhibitor reaksi DTH dan reaksi aktivasi

makrofag oleh IFN γ. Mekanisme cross-regulation ini memegang peran sentral

untuk memahami akibat yang terjadi akibat respon yang tidak adekuat dari sel T

Page 75: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

62

terhadap suatu patogen. Hal ini dapat dilihat pada ilustrasi akibat infeksi dengan

kuman leishmania, dimana kuman ini umumnya hidup dan bereplikasi intra

seluler terutama pada sel makrofag dan monosit. Ada dua jenis panyakit ini pada

manusia yaitu cutaneous leishmaniasis, berupa lesi kulit dengan sedikit parasit

hanya pada lokasi infeksi dan yang kedua adalah visceral leishmaniasis, berupa

infeksi dengan jumlah parasit yang banyak pada organ visceral seperti liver dan

lien dan penyakit ini fatal apabila tak mendapat pengobatan yang baik. Respon

yang dominan pada cutaneous leishmaniasis adalah sel Th1 dengan sitokinnya

sedangkan pada visceral leishmaniasis respon yang dominan adalah gambaran

akibat produksi sitokin sel Th2. Gambaran dikotomi dari satu patogen dengan dua

jenis patologik ini juga dapat dilihat pada studi binatang tikus, dimana tikus

tersebut dibuat dengan teknik rekayasa sehingga masing jenis tikus tersebut

berrespon berbeda terhadap leishmania mayor. Pada salah satu jenis tikus timbul

reaksi dengan gambaran khas suatu reaksi DTH dengan produksi antibodi yang

rendah dan tanpa IgE. Sedang pada jenis lainnya terjadi reaksi lokal yang tidak

efektif dan terjadi penyebaran ke organ visceral dan bahkan kematian dari

binatang coba. Pada binatang ini terdeteksi antibodi yang tinggi termasuk IgE dan

tidak menunjukan reaksi DTH. Hal ini menggambarkan perbedaan respon sel T

akan menyebabkan perbedaan dari fungsi mekanisme efektor yang ditimbulkan

oleh baik sel Th1 maupun sel Th2, sehingga sebagai konsekuensinya akan timbul

penyakit dengan patologik yang berbeda. Keseimbangan efek protektif dari sel

Th1 khususnya IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag sehingga menjadi lebih

sakti dan efek kontra protektif dari sitokin sel Th2 seperti IL-4 , IL-10 dan IL 13

Page 76: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

63

merupakan gambaran umum dari respon tubuh terhadap banyak infeksi intra

seluler termasuk bakteri, protozoa dan jamur (Coffman, 1999; Kresno, 2001).

2.4.5 Sitokin dan cellular mediated immunity

Sitokin adalah mediator komunikasi seluler yang memberikan sinyal kritis

untuk imunitas humoral dan respon CMI yang efektif. Sel T memiliki

kemampuan untuk berproliferasi, fungsi pengaturan yang sangat penting untuk

memelihara hemostasis imunologi yang sangat tergantung dari aktivasi antigen

yang spesifik. Sel T dibagi menjadi subset sel Th 1 dan Th 2 berdasarkan

produksi sitokinnya dan respon terhadap sitokin spesifik, bukan berdasarkan

perbedaan fenotip standar.

Sel T matur dari timus mempunyai reseptor spesifik antigen (TCRs) tetapi

belum ada komitmen apakah akan menjadi subset Th1 atau Th2. Precursor atau

limfosit CD4+ sederhana ini disebut sel Th0. Mereka memiliki gen untuk

produksi sitokin spektrum luas yang meliputi IL- 2, IL -3, IL- 4, IL -5, IL -6, IL-9,

IL -10, IL-13, IFN γ, TNF β, dan granulosit atau makrofag growthfactors. Sel ini

dapat diprovokasi untuk berdiferensiasi selanjutnya oleh profil sitokin spesifik

yang sudah terbentuk akibat rangsangan organisme yang menginfeksi atau

stimulus keradangan.

Sitokin terpenting pada lingkungan mikrolokal dari reaksi inflamasi yang

akan memulai pembentukan sel Th1 dari precursor Th 0 adalah IL-12 dan IL-12

adalah aktivator awal reaksi DTH. Sitokin makrofag-monosit ini juga stimulator

yang baik untuk proliferasi sel natural killer yang selanjutnya memproduksi IFN

γ. Sitokin ini akan menguatkan reaksi imun dan keradangan dengan aktifnya NK

dan makrofag, yang kemudian akan memproduksi IL 12 lebih banyak lagi. Hasil

Page 77: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

64

akhirnya adalah sel Th 0 yang bertanggung jawab menjadi subset Th1. IFN γ,

adalah promotor kuat dari pembentukan sel Th1, juga merupakan inhibitor utama

dari sel Th 0 menjadi sel Th 2 (Clancy, 2000).

Interferon γ memiliki peranan sentral dan sangat penting dari seluruh fase

respon imun dan inflamasi. Diproduksi hanya oleh limfosit sub set Th1 dan sel

NK. Sel Th 1 yang sudah committed dapat diidentifikasi dari produksi IL-2 nya,

IFN γ, dan TNF β (juga dikenal dengan limfotoxin/LT α). Sebaliknya, jika sitokin

disekitarnya yang dijumpai oleh precursor Th 0 adalah oleh IL-4 dan IL-13, maka

sel Th 0 berkomitmen menjadi sel Th2. IL-4 adalah agonis utama (major/growth

factors) subset limfosit Th2 dan promoter utama terhadap respon antibodi

humoral dan antagonis utama dari pembentukan subset Th1. IL-4 memiliki efek

yang poten terhadap karakteristik pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B dan

isotype switch promoter yang menginduksi diferensiasi selanjutnya dari sel B

yang menproduksi Ig M untuk selanjutnya mensintesis IgG. IL- 4 juga dibutuhkan

oleh respon IgE terhadap parasit dan IgE antigen spesifik (alergi) atau immediate

hyersensitivity (IH). IL-4 dan IL-13 memiliki asal keturunan dan homologi

struktur yang sama yang terlihat dari redundansi dan aktifitas biologisnya yang

saling tumpang tindih. Disamping itu IL-10 adalah juga sitokin counterregulation

yang sangat penting, merupakan famili sitokin 4- α -helix dan 18-kD polipeptida

yang diproduksi pada saat respon imun sedang berlangsung oleh sel Th2 dan

makrofag monosit yang aktif. Seperti IL-4, IL-10 merupakan antagonis penting

lainnya dari respon DTH yang dibangun oleh Th1, NK dan makrofag monosit. Sel

Th2 selanjutnya dapat dikenali dari reaksinya dan produksinya terhadap beberapa

produk sitokin seperti IL-4,-5,-10 dan -13. Fungsi dari kedua subset Th dan dan

Page 78: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

65

pasangan sitokinnya terpolarisasi dan dapat dilihat sebagai hubungan fungsi

kontraregulasi. Respon Th1, memiliki efektivitas yang tinggi dalam sekejap

melawan berbagai bentuk infeksi intraseluler, yang dapat menyebabkan kerusakan

jaringan yang sangat luas jika dibiarkan berlangsung merajalela. Respon Th2

memiliki strategi melemahkan reaksi DTH yang sedang berlangsung dan secara

simultan membuat respon antibodi spesifik untuk mencegah penyebaran infeksi.

Kerjasama counterregulatory ini sangat penting, oleh karena infeksi-infeksi

tertentu memerlukan sitokin Th 1 untuk penyembuhan (tuberkulosis, lepra), tetapi

infeksi yang lain (infeksi parasit) membutuhkan sitokin Th2 untuk terjadinya

resolusi dan adanya sitokin Th 1 dengan level yang ekstrem akan merugikan.

Defek dalam keseimbangan antara Th1 dan Th2 atau produksi sitokinnya dan

tampilan reseptornya memiliki implikasi yang sangat penting terhadap manifestasi

berbagai penyakit (Clancy, 2000; Kresno, 2001).

2.5 Besi dan Respon Imun

2.5.1 Peranan besi pada aktivasi sel T

Meskipun peranan besi dalam proliferasi sel telah diketahui sejak lama,

efek besi dalam respon imun pertama kali dijelaskan 25 tahun yang lalu.

Walaupun tidak semuanya, banyak respon imun membutuhkan aktivasi dan

proliferasi sel limfosit. Kejadian awal jalur aktivasi sel T yang dipengaruhi besi

dimulai dari hidrolisis membran sel PIP2 (phosphatidylinositol 4,5-

bisphosphate) oleh fosfolipase C segera setelah interaksi sel T dengan APC

melalui reseptor spesifik. Reaksi enzimatis ini menghasilkan 2 produk akhir yaitu

DAG (diacylglycerol) dan IP3 (inositol 1,3,5-triphophate) keduanya disebut

‘second messenger’ yang berperanan dalam proses proliferasi sel T dan respon

Page 79: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

66

imun. Mekanisme yang pasti penurunan hidrolisis PIP2 oleh defisiensi besi belum

dapat dijelaskan, karena phospholipase C lebih merupakan zinc-dependent enzim.

Diduga efek besi pada hidrolisis PIP2 secara tidak langsung , dimana defisiensi

besi mengubah komposisi pospolipid membran sel dan atau menurunkan

konsentrasi protein phospholipase C. Reduksi hidrolisis PIP2 secara pasti

mempengaruhi kejadian yang dimodulasi oleh DAG dan IP3 (Kuvibidila et al.,

2003).

PKC (protein kinase C) suatu enzim yang juga terdapat pada limfosit,

yang berperan secara esensial pada pertumbuhan dan diferensiasi sel. Pada sel

nonproliferasi, kurang lebih 2/3 dari PKC berada bebas dalam sitosol dan inaktif,

sedang sisanya 1/3 terikat pada membran dan dalam bentuk aktif. Aktivasi PKC

diregulasi oleh DAG, salah satu produk akhir dari hidrolisis PIP2 dan kalsium

(bebas) sitosol. Konsentrasi kalsium sitosol diregulasi oleh IP3, produk akhir

kedua hidrolisis PIP2. Perubahan hidrolisis PIP2 akibat defisiensi besi akan

mempengaruhi translokasi PKC dari sitosol ke membran sel mengikuti aktivasi sel

T. Menurunnya aktivitas PKC dan atau translokasinya merupakan salah satu

mekanisme akibat defisiensi besi pada proses fungsi dan aktivasi sel T. Penurunan

aktivasi PKC juga mengurangi laju phosphorilasi berbagai macam growth factor,

termasuk reseptor IL-2 (Alcatara et al., 1994).

Karena besi diperlukan untuk biosintesis deoxyribonucleotides oleh

ribonukleotide reduktase, maka in vivo defisiensi besi, in vitro kelasi besi dan

removal transferin dari medium kultur akan menghasilkan penurunan sintesis

DNA. Kuvibidila et al., pada studi binatang menduga bahwa prosentase lebih

tinggi anti-CD3 ± anti-CD28 antibody-treated spleen cell dari tikus defisiensi besi

Page 80: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

67

dibandingkan dengan tikus normal tetap pada fase G0/G1. Sebaliknya, prosentase

lebih rendah ditemukan pada sel yang mengalami progresi masuk ke fase S (DNA

synthesis) dan M (Mitosis) dibandingkan dengan kontrol. Hal ini juga

menunjukkan bahwa besi diperlukan untuk biosintesis dan aktivasi dari certain

cyclin-dependent kinase (cyclin A dan E) suatu faktor yang diperlukan untuk

perkembangan sel melalui siklus sel. Kadar kinase seluler meningkat selama fase

lanjut dari G1 dan sebelum mulai fase S. Ini menunjukkan bahwa besi mengatur

sintesis DNA pada sel T teraktivasi, tidak hanya pada level fase S tetapi juga pada

fase awal dari siklus sel (Kuvibidila et al., 2002).

Oleh karenanya diduga besi diperlukan pada beberapa tingkatan proses

jalur aktivasi sel T sebelum sintesis DNA yaitu mulai hidrolisis PIP2, aktivasi

PKC, transduksi sinyal melalui jalur costimulatory (reseptor CD28) dan aktivasi

dari cyclin-dependent kinases. Semua ini diperlukan untuk proliferasi dan fungsi

sel limfosit T. Akan tetapi implikasi perubahan ini pada respon terhadap infeksi

masih perlu dipelajari lebih jauh (Kuvibidila et al., 2003).

2.5.2 Mekanisme gangguan imun pada defisiensi besi

Mekanisme bagaimana defisiensi besi menggangu respon imun seluler dan

non-spesifik adalah belum seluruhnya diketahui, akan tetapi diduga bersifat

multifaktorial. Termasuk antara lain : berkurangnya aktivitas enzim yang

mengandung besi seperti enzim ribonukleotide reduktase, mieloperoksidase,

berkurangnya produksi sitokin, berkurangnya jumlah sel T yang kompeten, dan

kemungkinan adanya gangguan transduksi sinyal. Tahapan dari transduksi sinyal

yang dipengaruhi oleh besi masih perlu diteliti, akan tetapi aktivitas protein kinase

C dan translokasinya pada membran plasma sel limfosit dan sel T lien diketahui

Page 81: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

68

terganggu. Hal ini ditemukan pada studi binatang maupun pada manusia.

Demikian pula, pengikatan besi akan menurunkan produksi mRNA untuk protein

kinase C (Alcantara et al., 1994). Pada awal proses aktivasi sel T, akan terjadi

gangguan hidrolisis phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) oleh

pospolipase C (suatu enzim yang mengandung seng), dimana hasil akhir dari

enzim ini adalah inositol 1,3,5-triphophate (IP3) dan diacylglycerol (DAG ) yang

akan meregulasi aktivitas protein kinase C. Baik aktivasi PKC dan hidrolisis

membran fosfolipid sangat penting sebagai proses awal dari suatu sinyal

transduksi yang akan menyebabkan terjadinya proses proliferasi sel T dan

beberapa fungsi penting lainnya. Adanya gangguan aktivasi PKC dan hidrolisis

membran fosfolipid akan menyebabkan gangguan respon imun pada mereka yang

dengan defisiensi besi. Namun demikian defek pada protein kinase lainnya yang

ikut terlibat pada proses pengaturan siklus mitosis sel belum sepenuhnya bisa

diabaikan (Kuvibidila et al., 2002).

Besi mempunyai peranan penting dalam sistem imunitas, terutama dalam

hal proliferasi dan aktivasi sel imun host seperti sel T, B, sel natural killer dan

interaksi antara cell-mediated immunity dengan interleukin. Tikus dengan

kelebihan besi akan terjadi peningkatan relatif dari CD8+. Th2 diduga memiliki

cadangan besi yang lebih besar dari Th1, oleh karena itu Th1 lebih sensitif

terhadap penurunan kadar besi host. Sehingga pada defisiensi besi akan terjadi

penurunan produksi interferon-γ (IFN- γ), interleukin-2 (IL-2), tumour necrosis

factor-α (TNF α) dan TNF β (Weiss, 2002).

Interaksi antara host dengan agent infeksius merupakan fenomena yang

komplek. Yang paling penting dari interaksi itu adalah proses respon imunitas

Page 82: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

69

host serta virulensi kuman. Penelitian-penelitian tentang hubungan antara

defisiensi besi dengan infeksi mendapatkan hasil yang bervariasi dan saling

bertentangan. Defisiensi besi dapat menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi

karena keterbatasan besi tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan kuman.

Penelitian-penelitian lain justru mendapatkan sebaliknya, karena defisiensi besi

dapat menurunkan innate maupun adaptive immunity. Disamping hal itu infeksi

atau inflamasi bisa juga menyebabkan terjadinya anemia dan mengganggu

metabolisme besi melalui peran interleukin (Walter et al., 1997).

Sebuah telaah penelitian dari sebelas penelitian tentang pengaruh

pemberian besi terhadap infeksi menemukan bahwa insiden malaria, pneumonia

dan beberapa penyakit infeksi non-malaria cenderung meningkat pada defisiensi

besi. Peningkatan ini juga terjadi pada wanita yang hamil. Namun kesimpulan-

kesimpulan penelitian tersebut masih diragukan, karena banyak kelemahan dan

tidak konsisten (Oppenheimer, 2001). Sebuah systematic review tentang pengaruh

suplementasi besi terhadap insiden infeksi pada anak-anak menemukan bahwa

pemberian besi tidak meyebabkan peningkatan insiden infeksi pada anak-anak

(Gera et al., 2002).

Penelitian eksperimental ensefalitis autoimun pada tikus menemukan

kecenderungan terjadinya ensefalitis autoimun pada tikus yang mengalami

defisiensi besi lebih rendah dibandingkan dari tikus tanpa defisiensi besi (0%

berbanding 72%). Gejala klinik ensefalitis autoimun juga lebih berat pada tikus

dengan kadar besi yang normal dibandingkan tikus dengan kadar besi yang

rendah. Hal ini diduga karena terjadi gangguan perkembangan sel CD4+ pada

defisiensi besi. Semua sel yang berhubungan dengan CD4+ akan berkurang

Page 83: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

70

akibat defisiensi besi tersebut. Keadaan tersebut akan membaik apabila kadar

besinya dinaikkan (Grant et al., 2003).

Penelitian tentang pengaruh suplementasi besi pada anak-anak yang

terinfeksi dan tidak terinfeksi di Sri Langka menemukan bahwa terjadi penurunan

morbiditas dari upper respratory tract infection pada anak-anak yang diberikan

suplemen besi. Peneliti menduga bahwa imunitas pada anak-anak yang

mengalami defisiensi besi menurun sehingga morbidititasnya lebih tinggi (De

Silva et al., 2003).

Telaah terhadap penelitian-penelitian pada manusia maupun binatang

tentang pengaruh defisiensi besi terhadap fungsi imunitas in vivo belum

menghasilkan konsesus atau kesamaan pendapat. Masalahnya adalah hampir

semua penelitian tidak dapat mengontrol secara baik defisiensi makronutrien dan

mikronutrien yang ada bersama-sama dengan defisiensi besi dan nutrien-nutrien

tersebut belum jelas pengaruhnya terhadap gangguan imunitas tubuh (Farthing,

1989).

2.5.3 Regulasi fungsi imunitas oleh besi

Sel T yang tidak aktif tidak mengekspresikan reseptor transferin pada

permukaannya dan oleh karenanya tidak mengambil besi dari lingkungannya atau

mengambil hanya sedikit. Pada saat sel T teraktivasi, sel akan mengekspresikan

reseptor transferin pada fase G0/G1 sebelum inisiasi sintesis DNA, akan tetapi

setelah induksi sekresi IL-2. Peningkatan reseptor ini diperlukan untuk

pengambilan besi untuk mendukung aktivitas ribonucleotide reductase pada saat

sintesis DNA. Sudah banyak respon imun seluler yang telah diteliti baik pada

manusia maupun pada binatang. Pada anak dan dewasa, defisiensi besi karena

Page 84: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

71

masukan yang kurang akan menurunkan proporsi sel T dalam darah, meskipun

jumlah total sel T bisa tetap ataupun berubah. Namun demikian berdasarkan

laporan Santos dan Falcao (1990), nampaknya kekurangan besi akibat perdarahan

tidak menurunkan proporsi sel T tapi menurunkan sel T total. Hal ini mungkin

disebabkan oleh periode waktu yang dibutuhkan untuk timbulnya defisiensi besi

pada perdarahan lebih cepat bila dibandingkan dengan hanya dari restriksi diet

saja. Angka absolut dan proporsi CD4 dan CD8 dapat menurun atau tetap tidak

berubah pada defisiensi besi.

Pada tikus, defisiensi besi menurunkan sel T total, sel T helper dan

sitotoksik/supresor pada limpa (Kuvibidila et al., 1990; Helyar dan Sherman,

1987), tetapi tidak mengubah rasio sel T helper dan sitotoksik, seperti yang

terlihat pada manusia. Defisiensi besi pada tikus akan menyebabkan kelenjar

timus atropi, tetapi tidak mempengaruhi proporsi sel T total, helper dan

sitotoksik/supresor sel T pada timus. Mekanisme atropi timus masih belum jelas

akan tetapi diduga multifaktorial. Diduga defisiensi besi menurunkan proliferasi

sel timosit in vivo tapi tidak terjadi peningkatan apoptosis. Gangguan fungsi

endokrin juga bukan sebagai penyebab atropi ini mengingat kadar timulin plasma

masih dalam batas normal (Kuvibidila et al., 2003).

2.5.3.1 Respon imun in vitro

Dua kelainan sistem imunitas akibat defisiensi besi pada manusia adalah

gangguan respon sel T akibat rangsangan mitogen dan penurunan kemampuan

bakterisidal dari netrofil. Sintesis DNA limfosit T sebagai respon terhadap

mitogen dan produksi limfokin sangat penting dalam regulasi sistem imun. Enzim

Page 85: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

72

ribonucleotide reductase secara terus-menerus memerlukan ketersediaan besi agar

dapat berfungsi dengan baik (Walter, 1997).

Proliferasi limfosit akibat rangsangan phytohemagglutinin dan

conconavalin A mengalami penurunan pada defisiensi besi. Respon anak-anak

terhadap antigen candida 6,8% pada defisiensi besi dan meningkat menjadi 17,9%

setelah diberikan besi. Demikian juga respon terhadap antigen tetanus meningkat

dari 19,5% pada defisiensi besi menjadi 31,7% setelah diberikan besi (Walter,

1997).

2.5.3.2 Proliferasi sel

Sintesis DNA dan metabolime host lainnya memerlukan besi. Kekurangan

besi akan menyebabkan terjadinya gangguan proliferasi, oleh karena zat ini

diperlukan oleh enzim ribonucleotide reductase dan enzim-enzim lain untuk

pembelahan sel. Umumnya terjadi peningkatan reseptor transferin pada sel yang

aktif membelah (Walter, 1997).

Penelitian tentang proliferasi limfosit T menunjukkan adanya hubungan

antara ekspresi reseptor transferin dengan proliferasi limfosit ini. Reseptor ini

tidak ditemukan pada sel yang tidak membelah, sehingga reseptor ini sering

sebagai pertanda pembelahan sel. Inisiasi pembelahan sel oleh mitogen seperti

phytohemagglutinin secara cepat akan meningkatkan reseptor transferin di

permukaan sel dan terjadi peningkatan ambilan besi. Hal ini juga terjadi pada sel

tumor yang aktif membelah (Weiss, 2002).

Mekanisme peningkatan ekspresi reseptor ini pada limfosit T yang

membelah tidak diketahui. Beberapa peneliti menduga bahwa transferin memiliki

Page 86: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

73

fungsi autokrin. Tetapi data yang mendukung teori ini sangat jarang (Weiss,

2002).

Hambatan terhadap fungsi reseptor transferin akan menghentikan

pembelahan sel. Antibodi monoklonal tertentu diduga dapat menurunkan

perkembangan sel tumor in vitro maupun in vivo. Ada temuan yang mendapatkan

bahwa pemberian anti-transferrin receptor monoclonal antibodies akan

menyebabkan terjadinya aktifasi sel T dan sekresi IL-2. Antibodi ini diduga

mengaktifkan signal tranduction yang dimulai dari reseptor transferin, tetapi tidak

melalui iron trafficking (Walter, 1997).

Peranan besi dalam proliferasi juga ditunjukkan oleh pemberian chelator

seperti desferrioxamine atau desferrithiocin akan menghambat pertumbuhan sel

tumor di kultur media dan proliferasi sel T. Hal ini disebabkan oleh penurunan

aktifitas enzim ribonucleotide reductase sehingga kadar deoxyribonucleotide

menurun. Akibatnya fase proliferasi akan berhenti pada fase S (Marx, 2002).

2.5.3.3 Besi dan fungsi fagosit

Besi sangat penting untuk proliferasi kuman tetapi sebaliknya besi juga

mempunyai peranan yang penting dalam membunuh mikroorganisme ini. Hal ini

berkaitan dengan fungsi fagositosis. Proses fagositosis melibatkan beberapa

sistem antimikrobial dan satu diantaranya adalah oxygen-dependent dan

menghasilkan oksigen radikal yang toksik. Segera setelah aktivasi, fagositosis

dimulai dengan oksidasi glukosa melalui hexose monophosphate shunt. Akibat

oksidasi ini akan menyebabkan terjadinya aktivasi transmembrane electron

transport system yaitu NADPH oxidase enzyme. Sistem ini sangat kompleks.

Aktivasi dari NADPH oxidase enzyme akan menyebabkan terjadinya transport

Page 87: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

74

elektron melewati membran plasma dan menghasilkan sejumlah superoxide (O2-)

dan H2O2 (Marx, 2002).

Superoxide dan hidrogen peroxide, memiliki aktivitas antimikrobial yang

sedang. Adanya komponen logam khususnya besi diperlukan dalam katalisasi

untuk membentuk radikal hydroxyl (OH*). Hasil akhir dari pembentukan hampir

sebagian besar toxic oxygen metabolite disebut dengan Fenton reaction (Marx,

2002): Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH- + OH*

Besi yang dibutuhkan pada reaksi ini, mungkin berasal dari plasma atau

sel yang rusak bahkan berasal dari mikroorganisme. Pembentukan radikal oksigen

pada akhirnya dapat membunuh mikroorgamisme maupun sel fagositositnya.

Pembentukan radikal bebas tersebut dapat juga menyebabkan peroksidasi lipid

pada membran monosit dan granulosit serta sel-sel disekitarnya. Jumlah besi yang

berlebihan akan mengganggu fungsi granulosit (Marx, 2002; Beutler et al., 2003).

Monosit atau makrofag menggunakan beberapa macam cara untuk

mendapatkan besi. Cara tersebut antara lain transferrin mediated iron uptake,

transmembrane uptake ferrous atau ferric iron, melalui reseptor laktoferrin,

reseptor ferritin atau melalui proses eritrofagositosis. Pada defisiensi besi,

proliferasi dan deferensiasi dari monosit atau makrofag tidak banyak terpengaruh

(Marx, 2002).

Fungsi polymorphonuclear granulocyte (PMN) terganggu akibat defisiensi

besi terutama untuk membunuh kuman. Penurunan fungsi ini dapat diketahui dari

penurunan aktivitas enzim mieloperoksidase dan penurunan konsumsi oksigen.

Penurunan ini akan kembali normal setelah diberikan pengobatan besi (Murakawa

et al,. 1987)

Page 88: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

75

Kelebihan besi dapat menyebabkan gangguan fagositosis dan respon

imunitas. Aktivitas netrofil berkurang, gangguan kemotaksis, gangguan

fagositosis terhadap bakteri. Opsonisasi terhadap bakteri dan aktifitas komplemen

juga berkurang (Beutler et al., 2003).

Interleukin mempengaruhi homeostasis besi, sebaliknya besi

mempengaruhi interleukin dan makrofag dalam proses CMI. Kelebihan besi pada

makrofag akan menyebabkan terjadinya hambatan terhadap proses yang

melibatkan IFN-γ, seperti gangguan terhadap pembentukan interleukin

proinflamasi TNFα, gangguan ekspresi dari MHC class II. Akibatnya akan terjadi

penurunan kemampuan makrofag dalam proses fagositosis kuman intraseluler

yang diperantarai oleh IFN-γ (Weinberg, 1978; Beutler et al., 2003).

Besi akan mengganggu pembetukan inducible-NO syntethase, sehingga

jumlah NO menurun pada keadaan besi yang berlebihan. NO merupakan molekul

yang penting bagi makrofag untuk melawan infeksi maupun tumor, sehingga

proses fagositosisnya juga akan menurun pada keadaan kelebihan besi. Bila ada

infeksi atau tumor maka akan terjadi peningkatan produksi IFN-γ akibat respon

tubuh , selanjutnya akan terjadinya aktivasi makrofag untuk melawan kuman atau

tumor tersebut. Tetapi jika kadar besi tinggi maka efek dari IFN-γ menurun akibat

penurunan sintesis dari H2O2 dan NO. Akan tetapi karena efek sitokin

proinflamasi yang disekresi akan meyebabkan molekul besi akan masuk kedalam

sel dan terjadi proses penyimpanan serta pembentukan feritin. Oleh karenanya

kadar besi ekstra seluler akan menurun dan pada akhirnya akan meyebabkan

aktivitas IFN-γ akan membaik kembali, sehingga tubuh bisa mengatasi infeksi

Page 89: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

76

yang ada. Berikut ini adalah gambar hubungan antara besi dengan makrofag

(Weiss, 2002).

Gambar 2.6 Gambar skematik hubungan antara besi dengan sel imunitas

makrofag (Weiss, 2002)

2.5.3.4. Respon imun in vivo

Dua kelainan sistem imunitas akibat defisiensi besi pada manusia adalah

gangguan respon sel T akibat rangsangan mitogen dan penurunan kemampuan

bakterisidal dari netrofil. Sintesis DNA limfosit T sebagai respon terhadap

mitogen dan produksi limfokin sangat penting dalam regulasi sistem imun. Enzim

ribonucleotide reductase secara terus-menerus memerlukan ketersediaan besi agar

dapat berfungsi dengan baik (Walter, 1997). Terjadi kegagalan aktifitas

bakterisidal intraseluler, depresi jumlah limfosit T dan thymic atrophy, defek

limfosit T-induced proliferative response, kegagalan aktifitas sel natural killer,

kegagalan produksi IL-2 oleh limfosit, penurunan produksi macrophages

migration inhibition factor, kegagalan delayed cutaneus hypersensitivity termasuk

reaktifitas tuberkulin, meskipun tidak semua penelitian mendapatkan hasil yang

sama (Oppenheimer, 2001). Informasi mengenai hubungan derajat anemia

defisiensi besi dengan penurunan sistem imun masih sedikit. Penurunan sistem

Page 90: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

77

imun dapat menurun sebelum terjadi penurunan hemoglobin (Fairbanks et

al.,2001).

Proliferasi limfosit akibat rangsangan phytohemagglutinin dan concovalin

A mengalami penurunan pada defisiensi besi. Respon anak-anak terhadap antigen

candida 6,8% pada defesiensi besi dan meningkat menjadi 17,9% setelah

diberikan besi. Demikian juga respon terhadap antigen tetanus meningkat dari

19,5% pada defesiensi besi menjadi 31,7% setelah diberikan besi (Walter, 1997).

Suatu penelitian terhadap 31 orang pasien candidiasis mukokutaneus

kronis, 23 diantaranya defisiensi besi dan 9 dari 11 orang membaik setelah

diberikan terapi besi oral dan parenteral saja, terjadi regresi lesi oral dan muncul

reaksi DTH terhadap candida (Higgs dan Wells, 1973).

Suatu penelitian yang melibatkan 12 orang wanita dengan anemia

defisiensi besi yang disebabkan oleh kehilangan darah secara kronis, tetapi bebas

dari kondisi patologis lainnya yang dapat menimbulkan perubahan respon imun.

Penderita-penderita tersebut dilakukan tes untuk melihat imunitas seluler secara in

vitro, kuantitas sel limfosit T dan B nya dihitung dengan blastic transformation

limfosit dengan memakai phytohemagglutinin (PHA), dan secara in vivo, dengan

dinitrochlorobenzene (DNCB), tuberkulin, trychophytine dan tes kulit varidase.

Tes yang sama diulang setelah diberikan terapi besi. Tes ini juga dikerjakan pada

kelompok kontrol yang sehat. Setelah terapi persentase sel limfosit T meningkat

dari 55,1% menjadi 66,0%. Tujuh wanita yang DNBC nya negatif sebelum terapi

menjadi DNBC positip setelah terapi besi. Lima penderita yang hasil tes

tuberkulinnya negatip sebelum terapi, ditemukan 2 orang diantaranya menjadi

Page 91: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

78

positip setelah terapi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa defisiensi besi adalah

faktor penting yang mempengaruhi terjadinya perubahan imunologis (Moraes,

1984).

2.5.4 Produksi sitokin

Mekanisme gangguan fungsi imunitas pada defisiensi besi belum

diketahui. Mekanismenya diduga bersifat multifaktorial antara lain gangguan

sintesis DNA akibat gangguan aktivitas enzim ribonucleotide reductase,

penurunan produksi interleukin seperti IL-2. IL-2 merupakan interleukin yang

penting untuk komunikasi antara subset limfosit dan sel natural killer (Beard,

2001; Walter, 1997). Th1 lebih sensitif terhadap pemberian antibodi antitransferin

reseptor dibandingkan dengan Th2. Sehingga diduga bahwa fungsi Th1-mediated

lebih sensitif terhadap hemostasis besi di tubuh (Weiss, 2002).

Proliferasi limfosit T menurun pada tikus dengan defisiensi besi. Produksi

IL-2 dari proliferasi sel limfosit T juga menurun. Stimulasi proliferasi tersebut

dilakukan secara in vitro dengan menggunakan concovalin A (Latunde-Dada et

al., 1992).

Penelitian kasus kontrol pada anak-anak tentang IL-2 dan IL-6 pada ADB

memukan bahwa sekresi IL-2 lebih rendah pada anak-anak dengan defisiensi besi

dibandingkan dengan kontrol dan kadar IL-2 menjadi normal setelah diberikan

suplementasi besi (p < 0,001). Kadar IL-6 tidak mengalami perubahan sebelum

dan setelah suplementasi (p > 0,05) (Sipahi et al., 1998).

Penelitian lain pada 81 anak-anak yang mengalami defisiensi besi,

menemukan. produksi IL-2 akibat rangsangan PHA lebih rendah pada defisiensi

besi dibandingkan tanpa defisiensi besi, tetapi kadar IL-2 tidak berbeda apabila

Page 92: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

79

tidak dirangsang dengan PHA. Penurunan produksi IL-2 menyebabkan gangguan

sistem imun melalui gangguan pada CMI (Galan et al., 1992).

Studi pada tikus percobaan dengan ADB untuk menentukan kadar IFN γ,

IL-10 dan IL-12 mendapatkan bahwa pada ADB diikuti dengan penurunan kadar

IL-12 dan IFN γ masing-masing sebesar 64 % dan 66 %. Kadar sitokin ini

berkorelasi positif dengan indikator status besi (r=0,68; p<0,05). Dari data ini

diduga kekurangan besi akan menyebabkan perubahan keseimbangan antara

sitokin pro inflamasi dan anti inflamasi sehingga mempengaruhi respon imun baik

respon alami maupun CMI (Kuvibidilla et al., 2004)

IL-10 mempunyai peranan yang penting dalam regulasi sistem imun

dengan menghambat sekresi beberapa interleukin proinflamsi seperti IL-2, IFN-γ

dan IL-12 serta menghambat proliferasi limfosit (Asadullah et al., 2003; Delves,

2000). Sekresi IL-10 ditemukan menurun pada ADB dan meningkat setelah

defisiensi besinya dikoreksi. Hal ini juga terjadi pada proliferasi limfosit,

ditemukan lebih rendah pada defisiensi besi dan meningkat setelah dilakukan

koreksi dengan besi. Hal ini menunjukan bahwa penurunan IL-10 pada ADB tidak

mampu mengatasi penurunan proliferasi limfosit (Kuvibidila et al., 2003;

Kuvibidila et al., 2004).

Gangguan proliferasi limfosit pada defisiensi besi diduga disebabkan oleh

berkurangnya aktivasi protein kinase C (PKC). Semakin rendah kadar besi tubuh

menyebabkan aktivitas PKC semakin menurun. Diduga terjadi gangguan signal

tranduction akibat penurunan aktivitas PKC, sehingga terjadi gangguan proliferasi

limfosit pada defisiensi besi. Gangguan PKC akan menyebabkan gangguan signal

tranduction sehingga terjadi penurunan proliferasi limfosit T. Produksi TNFα juga

Page 93: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

80

berkurang pada ADB akibat gangguan pada PKC (Kuvibidila et al., 1998;

Kuvibidila et al., 1999).

2.5.5 Status besi dan infeksi

Peran dari besi pada proses mitosis sel dan seluler imunitas sudah cukup

jelas diketahui. Semua sel hidup termasuk bakteri, jamur, protozoa, sel mamalia

dari berbagai jaringan (termasuk dari sistem imun) memerlukan besi untuk

sintesis DNA dan banyak fungsi seluler lainnya. Disamping diperlukan pada

aktivitas enzim ribonukleotide reduktase, besi juga dibutuhkan sebagai ko-faktor

pada beberapa enzim yang terlibat pada proses respirasi seluler, antioksidan, dan

aktivitas bakterisidal dari sel netrofil (mieloperoksidase).

Mikroorganisme memerlukan besi dalam konsentrasi sekitar 22-220 ug/L

(Payne dan Finkelstein, 1978). Meskipun suplai yang tidak mencukupi akan

menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme tersebut, akan tetapi besi dalam

tubuh manusia kadarnya baik pada darah maupun jaringan lebih dari cukup untuk

mempertahankan pertumbuhan optimal dari mikroorganisme. Akan tetapi besi

tubuh berada dalam ikatan yang kuat dengan berbagai protein seperti hemoglobin,

myoglobin, ferritin, laktoferin, transferin dan berbagai enzim, sehingga secara

umum sangat sulit untuk digunakan oleh mikroorganisme. Besi yang terlalu

sedikit akan menurunkan respon imun khususnya sel yang perlu berproliferasi dan

aktivitas bakterisidal, sebaliknya besi yang terlalu banyak juga toksik terhadap

tubuh yaitu akan dapat menginduksi peroksidasi makromolekul intra dan ekstra

seluler dan sekaligus juga mengganggu fungsi imun. Oleh karena itu diperlukan

suatu sistem yang dapat mengatur kecukupan besi bagi berlangsungnya fungsi

imun dan seluler lainnya, selain untuk menghindari pemanfaatan besi oleh kuman

Page 94: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

81

untuk pertumbuhannya. Perbedaan keseimbangan yang delicate ini antara satu

organisme satu dengan lainnya yang mungkin menyebabkan adanya perbedaan

hasil studi observasi tentang pengaruh besi terhadap suseptibilitas infeksi.

Penelitian satu mendapatkan besi yang berkurang akan menguntungkan

karena akan mengurangi pertumbuhan kuman dan dengan sendirinya angka

infeksi sebaliknya pada studi lain didapatkan defisiensi besi akan meningkatkan

kejadian infeksi karena adanya gangguan respon imun karena besi diperlukan oleh

sel imun untuk berproliferasi dan aktivitas bakterisidalnya. Bahkan studi lainnya

berpendapat besi sendiri tidak cukup kuat sebagai faktor penentu suseptibilitas

terhadap kejadian infeksi (Walter et al., 1997; Kuvibidila et al., 2003).

2.5.5.1 Bukti bahwa besi meningkatkan infeksi

Beberapa studi yang dipublikasi menyatakan besi dapat meningkatkan

angka infeksi. Sebagai contoh, pemberian besi pada neonatus dan anak usia

sekolah meningkatkan beberapa jenis infeksi dan dalam beberapa studi disertai

dengan peningkatan angka kematian dengan signifikan (Brock, 1993; Smith et al.,

1989). Hal ini didukung oleh adanya temuan observasi yaitu selama infeksi tubuh

akan memberi respon dengan menurunkan kadar besi serum dan menahan besi

dalam sel retikuloendotelial sehingga dapat menghambat pertumbuhan kuman,

sehingga diduga ini merupakan usaha tubuh untuk menghambat ketersediaan besi

bagi kuman.

Situasi pada kasus infeksi malaria dan status besi sedikit agak berbeda

mengingat parasit malaria akan menyerang sel darah merah untuk melengkapi

siklus hidupnya. Oleh karena itu infeksi malaria lebih banyak dijumpai pada

Page 95: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

82

mereka yang mendapatkan terapi besi dibandingkan dengan mereka yang

menderita defisiensi besi (Oppenheimer et al., 1986).

2.5.5.2 Bukti bahwa besi menghambat infeksi dan defisiensi besi akan

meningkatkan infeksi

Beberapa studi dapat menunjukkan bahwa tindakan pencegahan dan

pengobatan defisiensi besi dengan tablet besi dan fortifikasi makanan akan

menurunkan angka infeksi saluran napas maupun infeksi lainnya ( Dallman

,1987).

2.5.5.3 Bukti bahwa hanya status besi saja tidak cukup kuat untuk menentukan

suseptibilitas terhadap infeksi

Beberapa studi mendapat besi tidak mempengaruhi suseptibilitas terhadap

infeksi. Penelitian di Tanzania, dari 800 bayi yang mendapat suplemen besi

selama 24 minggu tidak ditemukan adanya peningkatan infeksi malaria, walaupun

angka infeksi lainnya tidak dilaporkan. Penelitian di Chili juga mendapatkan hasil

yang hampir sama dimana pemberian fortifikasi besi pada bayi tahun pertama

tidak disertai dengan peningkatan angka diare dan infeksi saluran napas. Namun

demikian infeksi didapatkan lebih tinggi pada bayi dengan defisiensi besi bila

dibandingkan dengan bayi dengan kadar besi normal (Heresi et al., 1995).

Banyak studi binatang dan manusia yang menunjukkan adanya gangguan

imunitas seluler dan imunitas non-pesifik lainnya pada defisiensi besi.Akan tetapi

hubungan antara defisiensi besi dan infeksi masih belum jelas diketahui.

Suseptibilitas terhadap infeksi adalah sangat kompleks dan tergantung tidak saja

pada kadar besi, tapi juga pada faktor tubuh, parasit dan lingkungan. Termasuk

antara lain paparan mikroorganisme, adanya faktor defisiensi nutrisi lainnya, tipe

Page 96: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

83

populasi (bayi, anak-anak, wanita, laki dan orang tua), beratnya dan lamanya

defisiensi, tipe dan dosis dari serta lamanya terapi besi dan adanya prakondisi

lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa faktor-faktor ini akan mempengaruhi

suseptibilitas dan beratnya infeksi tanpa melihat kadar besinya. Defisiensi besi

akan mempengaruhi kerentanan terhadap beberapa jenis infeksi, dan beratnya

serta lamanya infeksi akan tergantung pada tubuh dan parasitnya (baik

mikroorganisme intra maupun ekstraseluler) (Kuvibidila et al., 2002).

Page 97: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

84

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antar variabel yang berlaku

dalam konteks penelitian ini. Hubungan ini mencerminkan hal yang akan dicari

jawabannya melalui penelitian. Manifestasi konsep adalah variabel, sehingga

konsep menjadi lebih kongkrit dan dapat diukur. Tanda panah menunjukkan

hubungan antar variabel yang akan dibuktikan dengan uji hipotesis, sedangkan

tanda panah terputus menunjukan hubungan beberapa faktor variabel luar dengan

variabel tergantung yang dieksklusi dari penelitian. Penelitian ini hanya

difokuskan pada peran IL-2 dan IFN γ sebagai variabel dari imunitas seluler yang

mengalami penurunan aktivitas fungsionalnya.

ADB

Serum Feritin

CMI terganggu

Infeksi meningkat

Gangguan aktivasi & proliferasi Sel T

IL-2

IFN-γ

CMI membaikPemberian besi

Studi Potong Lintang

Studi Pra Eksperimental

(Before and After Test)

Gambar 7. Kerangka konsep penelitian

Genetik

Keganasan

InfeksiUmur

Malnutrisi

Obat Imunosupresif

IL-2

IFN-γ

84

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

Page 98: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

85

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian dibuat sebagai jawaban sementara terhadap masalah-

masalah penelitian dan dirumuskan sebagai berikut:

Kadar IL-2 pada penderita ADB dengan infeksi lebih rendah dibandingkan

dengan kadar IL-2 penderita ADB tanpa infeksi

Kadar IFN γ pada penderita ADB dengan infeksi lebih rendah

dibandingkan dengan kadar IFN γ penderita ADB tanpa infeksi

Peningkatan cadangan besi akan meningkatkan kadar IL-2 pada penderita

ADB.

Peningkatan cadangan besi akan meningkatkan kadar IFN γ pada

penderita ADB.

Page 99: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

86

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 fase dimana fase I dengan menggunakan

rancangan deskriptif analitik potong lintang untuk mencari beda rerata kadar IL-2

dan IFN gamma antara penderita ADB dengan infeksi dan tanpa infeksi, sedang

fase II menggunakan rancangan pra eksperimental untuk melihat pengaruh besi

terhadap kadar IL-2 dan IFN gamma (before and after design) .

ADB

Infeksi (-)

Infeksi (+) Rerata

Rerata

IL-2

IFN-γ

IL-2IFN-γ

Gambar 8. Penelitian fase I Studi Potong Lintang Analitik

86

Gambar 4.1 Penelitian fase I Rancangan Potong Lintang Analitik

Page 100: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

87

Gambar 9. Penelitian fase II Studi Pra Eksperimental

ADBIL-2

IFN-γ

IL-2

IFN-γ

Pemberian

tablet besi

(8 minggu)

Hb

FeritinHb

Feritin

4.2 Penentuan Sumber Data

Populasi target penelitian ini adalah penderita anemia defisiensi besi.

Populasi terjangkau (accessible population) ini adalah semua penderita anemia

defisiensi besi yang berobat ke Rumah Sakit Sanglah dan praktek dokter lainnya

di Denpasar. Sampel penelitian (intended sampling) adalah sampel yang dipilih

dengan tehnik consecutive sampling dari populasi terjangkau penelitian setelah

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (baik untuk penelitian fase I maupun fase

II ). Subyek yang benar-benar diteliti (actual study sampling) adalah subyek yang

benar-benar mau ikut penelitian dan mengisi formulir informed consent.

4.2.1 Kriteria inklusi untuk penelitian fase I (penelitian potong lintang)

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Penderita ADB dangan HB < 10 gr/dl yang berobat dan dirawat di Divisi

Hematologi-Onkologi Medik RS Sanglah dan praktek dokter swasta lainnya di

Denpasar dan sekitarnya.

Gambar 4.2 Penelitian fase II Rancangan pra Eksperimental

Page 101: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

88

2. Penderita ADB baik laki maupun wanita dengan umur 13-65 tahun.

4.2.2 Kriteria eksklusi penelitian fase I (penelitian potong lintang)

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Penderita yang menderita malnutrisi (Protein Energy Malnutrition).

2. Penderita yang mendapatkan obat imunosupresif seperti misalnya steroid,

kemoterapi, minimal dalam waktu sebulan terakhir.

3. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kelainan genetik, dan keganasan.

4. Penderita yang tidak bersedia ikut dalam penelitian.

4.2.3 Kriteria inklusi untuk penelitian fase II (penelitian pra ekspremental)

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Penderita ADB dengan Hb< 10 gr/dl yang dirawat di Divisi Hematologi-

Onkologi Medik RS Sanglah dan praktek dokter swasta lainnya di Denpasar

dan sekitarnya.

2. Penderita ADB baik laki maupun wanita dengan umur 13-65 tahun.

4.2.4 Kriteria eksklusi untuk penelitian fase II (penelitian pra eksperimental)

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Penderita yang sedang menderita penyakit infeksi misalnya infeksi saluran

nafas, saluran cerna, saluran urogenital yang ditegakkan dengan gejala klinis

dan laboratorium.

2. Penderita yang menderita malnutrisi (Protein Energy Malnutrition).

3. Penderita yang mendapatkan obat imunosupresif seperti misalnya steroid,

kemoterapi, minimal dalam waktu sebulan terakhir.

4. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kelainan genetik, dan keganasan.

5. Penderita yang tidak bersedia ikut dalam penelitian.

Page 102: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

89

4.2.5 Teknik pengambilan sampel

Sampel diambil dengan dengan teknik consecutive sampling dari populasi

terjangkau penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi. Populasi terjangkau

penderita ADB yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi baik untuk penelitian

fase I maupun II, dipilih sebagai sampel penelitian sampai jumlah sampel minimal

yang dikehendaki terpenuhi. Dari sampel yang dikehendaki disaring lagi penderita

yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani

informed consent sehingga diperoleh subyek yang benar- benar diteliti (actual

study subyects).

4.2.6 Besar sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan perlakuan

dengan outcome berskala numerik baik pada penelitian fase I maupun fase II.Pada

penelitian fase I dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap rerata

populasi dimana SD kedua kelompok 15,6 dan perbedaan klinis yang diinginkan

antara ADB dengan infeksi dengan ADB tanpa infeksi adalah sebesar 11,1

pg/ml.Dengan kesalahan tipe 1 (α) ditetapkan sebesar 5%, dengan demikian z α =

1,96; dan kesalahan tipe 2 (β) ditetapkan sebesar 20% dengan demikian z β =

0,842, maka dengan rumus n1 = n2 = 2[SD (z α + z β)] 2 : (μ1-μ2) 2 maka

besarnya n1 dan n2 ditemukan sebesar 31,2 sehingga jumlah sampel seluruhnya

yang dibutuhkan adalah sebesar 64 orang penderita ADB.

Pada penelitian fase II angka yang diperlukan untuk menghitung besarnya

sampel adalah besarnya rerata outcome pada kelompok kontrol (μ2) dan

simpangan baku (SD) dari data kelompok kontrol, ini ditentukan dengan melihat

penelitian serupa. Disini berlaku asumsi simpangan baku (SD) antara kedua

Page 103: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

90

kelompok sama. Besarnya efek perlakuan antara kelompok kontrol dan intervensi

dinyatakan dengan simbol (μ1-μ2), yang dapat ditentukan dengan asumsi (clinical

jugdement), pilot study atau dari data penelitian serupa yang dilakukan peneliti

lain. Kesalahan tipe 1 (α) ditetapkan sebesar 5%, dengan demikian z α = 1,96; dan

kesalahan tipe 2 (β) ditetapkan sebesar 20% dengan demikian z β = 0,842. Dengan

prinsip diatas penelitian ini mengutip data dari penelitian serupa (Kubividila et al.,

2003): SD = 9,9 pg/ml dan besarnya efek perlakuan 5,75 pg/ml

maka formula : n = [SD (z α + z β)] 2 : (μ1-μ2) 2 , maka didapatkan n sebesar 24

orang.

4.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karakteristik sampel penelitian yang ditentukan

dan disusun menurut rancangan penelitian yang direncanakan.

4.3.1 Klasifikasi variabel untuk penelitian fase I

Variabel bebas adalah ADB dengan infeksi .

Variabel tergantung adalah kadar IL-2 dan IFN γ

Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, penggunaan obat-obatan

imunosupresif, kelainan genetik, malnutrisi, keganasan

Variabel rambang adalah penduduk suku bangsa Indonesia asli.

4.3.2 Klasifikasi variabel untuk penelitian fase II

Variabel bebas adalah kadar feritin.

Variabel tergantung adalah kadar IL-2 dan IFN γ.

Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, penyakit infeksi, penggunaan obat-

obatan imunosupresif, kelainan genetik, malnutrisi, keganasan

Variabel rambang adalah penduduk suku bangsa Indonesia asli.

Page 104: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

91

4.3.3 Definisi operasional variabel penelitian

Definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia hipokromik mikrositer pada

hapusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31% dan serum feritin <

20 ug/l.

2. Kadar IL-2 dan IFN γ adalah nilai kadar yang bersangkutan yang diperiksa

dari plasma dan supernatan kultur sel limfosit dengan ELISA dalam satuan

pg/ml.

3. Umur ditentukan dari tanggal kelahiran sampai saat masuk rumah sakit atau

berobat berdasarkan KTP atau kartu keluarga dengan satuan tahun

4. Jenis kelamin ditentukan berdasarkan KTP atau kartu keluarga dan kalau perlu

dengan pemeriksaan badan.

5. Penggunaan obat-obatan imunosupresif ditentukan berdasarkan anamnesis

pada penderita apabila ditemukan penderita dengan obat-obatan seperti steroid

dan kemoterapi dalam waktu sebulan terakhir.

6. Penyakit infeksi ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium

seperti infeksi saluran nafas, infeksi saluran cerna ,infeksi saluran urogenital

dan infeksi kulit serta penyakit autoimun dengan memakai buku standar

diagnosis dan terapi Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.

7. Malnutrisi adalah penderita dengan berat badan rendah dengan BMI < 18

kg/m2 (Halsted, 2001).

8. Penyakit genetik dan keganasan ditentukan secara klinis dengan anamnesis

adanya penyakit seperti leukemia, limfoma, penyakit keganasan lainnya

Page 105: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

92

berdasarkan buku standar diagnosis dan terapi Ilmu Penyakit Dalam FK

Unud/RSUP Sanglah Denpasar.

4.4 Bahan Penelitian

Bahan atau materi penelitian yang dipakai adalah darah dan supernatan

dari kultur sel limfosit untuk pemeriksaan kadar IL-2 dan IFN γ serta daftar

pertanyaan untuk mendapatkan data mengenai umur, jenis kelamin, berat badan,

penyakit infeksi, penggunaan obat-obatan imunosupresif, malnutrisi, penyakit

keganasan dan kelainan genetik serta diagnosis ADB.

4.5 Instrumentasi dan Prosedur Pengambilan Bahan Penelitian

4.5.1 Pemeriksaan darah lengkap

Semua penderita yang memenuhi syarat penelitian ini yang rawat inap di

SMF Ilmu Penyakit Dalam, RS Sanglah Denpasar atau rawat jalan di poliklinik

hematologi SMF Ilmu Penyakit Dalam, RS Sanglah Denpasar atau di praktek

swasta di Denpasar, diberikan penjelasan tentang penelitian ini. Jika bersedia

diikutkan pada penelitian diminta untuk menandatangani Informed Consent. Pada

sampel penelitian diambil contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap atau

complete blood count (CBC) dan ferittin serum. Darah lengkap (hemoglobin dan

indeks eritrosit) diukur dengan alat hitung elektronik Sysmex SF-3000 no. Seri

A2325, suatu automatic hematology analyzer dibuat oleh pabrik Sysmex Kobe

Jepang. Alat ini bekerja menggunakan metode flow cytometry. Kadar Hb diperiksa

dengan prinsip Scan-met. Kalibrasi alat menggunakan kalibrator dan kontrol

dilakukan setiap pagi, sore/malam. Sistem pelaporan hasil pemeriksaan terlihat

pada monitor dan dapat dicetak oleh printer.

Page 106: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

93

4.5.2 Pemeriksaan serum feritin

Serum feritin diperiksa dengan alat Immulite 2000. Prinsip pemeriksaan

yaitu sampel serum (pasien) & poliklonal antibodi yang dikonyugasi dengan alkali

fosfatase diinkubasi bersama-sama dalam set unit berisi manik-manik berlapis

antibody monoclonal spesifik terhadap feritin suhu 370 C selama 30 menit dengan

pengguncangan berkala. Feritin dalam sampel diikat untuk membentuk kompleks

Sandwich Antibody. Konjugat yang tidak berikatan disingkirkan dengan

pencucian secara pemusingan.Setelah itu ditambahkan substrat dan tes unit

diinkubasi lagi selama 10 menit. Substrat Chemilinescent PPD mengalami

hidrolisis dengan adanya alkali fosfatase membentuk senyawa antara yang tidak

stabil.Terbentuknya senyawa ini secara terus menerus menghasilkan emisi sinar

yang cukup lama. Komplek yang terikat, dengan demikian juga photon yang

dipancarkan seperti terukur oleh luminometer berbanding lurus dengan

konsentrasi feritin dalam sampel.

4.5.3 Pemeriksaan interleukin 2 dan interferon γ

Pemeriksaan IL-2 dan interferon γ dilakukan dengan alat yang sama yang

disebut Quantikine yang dikeluarkan oleh R&D system, yaitu suatu immunoassay

solid phase ELISA.

4.5.3.1 Prinsip pemeriksaan interleukin dan interferon

Alat ukur ini menggunakan teknik quantitative sandwich enzyme

immunoassay. Suatu antibodi monoklonal yang spesifik terhadap IL-2 atau

interferon γ pada microplate (wells) akan berikatan dengan IL-2 atau interferon γ

yang ada pada sampel atau larutan standar. Ikatan ini kemudian ditambahkan

suatu enzym-linked antibodi poliklonal terhadap IL-2 atau interferon γ dan akan

Page 107: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

94

ditambahkan suatu substrat pewarna kedalam sumur tadi sehingga akan ada

perubahan warna apabila ada ikatan dengan IL-2 atau interferon γ dan intensitas

warna ini diukur dengan alat microplate reader.

4.5.3.2 Kultur sel limfosit

Sebanyak 5 ml darah tepi diambil dari vena cubiti menggunakan

vacumtainer 5 ml yang mengandung antikoagulan EDTA. Darah kemudian

disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Plasma diambil,

dimasukkan ke dalam ampul 2 ml dan disimpan pada suhu -20oC. Lapisan putih

(buffy coat) di antara plasma dan sel darah merah diambil dan dimasukkan ke

dalam tabung steril 10 ml. Ke dalam tabung kemudian ditambahkan 10 ml larutan

Amonium Klorida NH4Cl 0,85% dan dibiarkan selama beberapa detik sampai

semua sel darah merah mengalami lisis. Tabung kemudian disentrifus dengan

kecepatan 1000 rpm selama 5 menit. Cairan supernatan dibuang dan ke dalam

tabung ditambahkan 10 ml media tanpa serum, dicampur secara merata dan

disentrifus seperti di atas. Langkah pencucian ini diulang 2 kali sampai diperoleh

limfosit yang bersih dari larutan NH4Cl. Limfosit kemudian disuspensikan dalam

media dulbeco’s modified essential medium (DMEM) yang disuplementasi

dengan 20% fetal calf serum (FCS), 20 unit Concanavalin A (Con A), 10 unit

pythohemagglutinin (PHA), glutamin dan sodium piruvat. Limfosit kemudian

dikultur pada plat mikro 24 sumuran selama 3 hari pada suhu 37oC. Cairan

supernatan diambil, dimasukkan ke dalam ampul 2 ml dan disimpan pada suhu -

20oC.

Page 108: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

95

4.5.3.3 Prosedur pemeriksaan

Kadar interleukin-2 dan interferon gamma dalam plasma dan cairan

supernatan kultur limfosit ditentukan dengan Sandwich ELISA menggunakan Il-

2/IFN ELISA development kit (R&D system, USA) sesuai dengan prosedur yang

dijabarkan oleh pembuat kit. Ke dalam setiap sumuran plat mikro ELISA

ditambahkan 100 μl suspensi mouse anti-human IL-2/IFN γ monoclonal

antibodies dalam PBS dan dibiarkan selama 18 jam pada suhu kamar. Setelah

dicuci 3 kali dengan PBS, setiap sumuran diblok dengan larutan bovine serum

albumin 1% dalam PBS dan dibiarkan pada suhu kamar selama 1 jam. Setelah

dicuci 3 kali dengan PBS, kedalam setiap sumuran ditambahkan 100 ul plasma/

cairan supenatan kultur limfosit. Sebagai acuan, ditambahkan pula protein IL-

2/IFNγ yang konsentasinya telah diketahui dan diencerkan berkelipatan 2 mulai

dari konsentrasi 600 pg per 100 ul sampai dengan konsentrasi 4 pg per 100 ul.

Setelah penambahan sampel dan protein standar, plat mikro dieramkan selama 2

jam pada suhu kamar dan kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali seperti di

atas. Ke dalam setiap sumuran lalu ditambahkan 100 ul rabbit anti-human IL-

2/IFNγ yang dilabel dengan biotin dan dinkubasikan selama 2 jam pada suhu

kamar. Sebanyak 100 ul avidin-horse radish peroxidase (Avidin-HRP) dalam

0.1% BSA dalam PBS ditambahkan ke dalam setiap sumuran, dieramkan selama

20 menit pada suhu kamar, dan dicuci degan PBS seperti di atas. Sebanyak 100 ul

substrat TMB kemudian ditambahkan ke setiap sumuran plat mikro dan dibiarkan

pada suhu kamar selama 20 menit. Tingkat kepekatan substrat kemudian dibaca

dengan spectrophotometer dengan panjang gelombang 405 nm.

Page 109: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

96

Kadar IL-2/IFNγ ditentukan dengan memplot tingkat kepekatan warna (nilai

absorban) protein standar terhadap konsentrasinya diplot pada kertas grafik log 3.

Konsentrasi IL-2/IFN γ pada setiap sampel kemudian ditentukan dengan regresi

logistik dengan 4 parameter logistik dengan mengacu pada grafik protein standar.

4.5.3.4 Validitas dan reliabilitas pemeriksaan

Reliabilitas alat ini cukup baik, yaitu berupa intra-assay variance < 5%

dan inter-assay < 5%. Validitasnya juga cukup baik karena alat ini hanya

mengenal IL-2 dan rekombinan saja. Tidak ditemukan reaksi silang dengan

banyak molekul lain baik related-IL 2 (rh IL-2 sRα) maupun yang non related

seperti rekombinan interleukin lainnya. Demikian pula tidak ditemukannya reaksi

silang dengan molekul baik related-IFN maupun non-related. Sensitivitas amat

baik karena dapat mendeteksi kadar interleukin dan interferon sampai dibawah 7

ng/ml suatu kadar yang lebih rendah dari kadar fisiologis (10-100 ng/ml).

4.6 Alur Penelitian dan prosedur untuk mendapatkan informed consent

Semua penderita yang diikutkan dalam penelitian akan diberikan

penjelasan dengan rinci tentang maksud dan tujuan penelitian dan kemudian

menandatangani informed consent, kemudian diambil darahnya. Penderita juga

ditanyakan tentang riwayat penyakit terdahulu dan penggunaan obat-obatan

seperti steroid dan obat kemoterapi. Darah penderita diperiksa darah tepi lengkap

(indeks eritrosit, Hb) dan diperiksakan serum feritin penderita. Dari darah tepi

diisolasi sel limfositnya untuk dilakukan kultur dan setelah sel limfosit tumbuh

diperiksa supernatannya untuk menentukan kadar IL-2, kadar interferon γ.

Sebagian penderita ADB yang tidak disertai dengan infeksi diberi tablet besi.

Pada masing-masing penderita akan diberikan tablet besi selama 8 minggu.

Page 110: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

97

Setiap 2 minggu semua penderita akan dilakukan pemeriksaan klinis untuk

menilai kondisi penderita. Termasuk kepatuhan akan jumlah obat yang diminum.

Hal ini dapat dilihat dari sisa obat/ tablet yang diberi dan jumlah hari yang telah

dilewati sejak obat tersebut diberikan. Demikian pula efek samping obat seperti

rasa mual dan rasa tidak enak dilambung serta keluhan lainnya dicatat. Apabila

ada keluhan karena pemberian tablet besi maka pada penderita akan dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut dan diberikan pengobatan yang semestinya. Pada akhir

studi (dalam waktu 8 minggu) akan dilakukan pemeriksaan ulang kadar Hb dan

serum feritin. Juga dilakukan kultur sel limfosit dan diperiksa juga kadar IL-2,

IFN γ . Semua penderita akan dicatat alamatnya dan nomer telepon yang bisa

dihubungi untuk memudahkan komunikasi antara peneliti dan penderita yang

akan diteliti sehingga diketahui lebih awal perubahan yang ada seperti misalnya

adanya efek samping obat dan lain sebagainya. Secara skematik alur penelitian

dapat dilihat dibawah ini.

Sebelum penelitian ini dilaksanakan dikonsultasikan lebih dahulu dengan

Komisi Etika Penelitian Unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RS Sanglah untuk mendapatkan surat keterangan kelaikan

etika.

Page 111: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

98

Semua pasien ADB

yang berobat di RSUP Sanglah

dan praktek swasta di Denpasar

Populasi terjangkau

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi

Intended sample phase I (cross sectional)

Eksklusi ADB dengan Infeksi

Intended sample phase II (Before and After)

Tablet besi 8 minggu

Data Penelitian

Hasil Penelitian

Analisa Statistik

Umur,Jenis Kelamin,

Hb, Feritin ( pre, post tablet besi)

Kultur Sel Limfosit (IL-2, IFN-γ)

( pre, post tablet besi)

consecutive control sampling

Gambar 10. Alur penelitian

Gambar 4.3 Alur Penelitian

Page 112: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

99

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poliklinik dan ruang perawatan penyakit dalam

RS Sanglah dan di praktek swasta dokter spesialis penyakit dalam sampai jumlah

sampel terpenuhi. Pemeriksaan bahan darah dilaksanakan laboratorium Prodia

kecuali untuk pemeriksaan IL-2, interferon γ dan kultur sel limfosit dilakukan di

BBVet. Bali Pegok Denpasar.

4.8 Analisis Data

Setelah data terkumpul, lebih dahulu dilakukan pemeriksaan data,

kemudian dianalisis sebagai berikut:

1. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov (Shapiro-Wilk untuk sampel kecil ),

digunakan untuk menguji apakah data hasil penelitian berdistribusi normal

ataukah tidak.

2. Uji homogenitas varians antar kelompok dengan uji Levene, untuk melihat

homogenitas varians.

3. Uji statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik penderita dan

distribusi frekuensi berbagai variabel.

4. Uji t-student untuk menguji perbedaan rata-rata kadar IL-2, IFN γ, antara

ADB dengan infeksi dengan ADB tanpa infeksi serta perbedaan rata-rata

kadar IL-2, IFN γ, pre dengan post pemberian tablet besi pada penderita ADB

tanpa infeksi dengan Uji t berpasangan..

5. Analisis statistik tersebut diatas menggunakan nilai p < 0,05 sebagai batas

kemaknaan dan memakai perangkat lunak statistika untuk komputer yaitu

SPSS for window version 13.0 Prosedur analisis statistik tersebut diolah di

Pusat Komputer Universitas Udayana.

Page 113: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

100

HASIL PENELITIAN

5.1. Penelitian fase I

Pada penelitian ini didapatkan 64 penderita ADB, 31 (48,4%) orang laki-

laki dan 33 (51,6%) orang perempuan, dengan rerata umur 40,5 ± 14.4 tahun.

Terdapat 17 (26,7%) penderita ADB disertai infeksi, dan sisanya sebanyak 47

(73,3%) penderita ADB tanpa infeksi. Semua variabel data karakteristik yang

diperiksa tidak didapatkan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik

antara kelompok penderita ADB dengan dan penderita ADB tanpa infeksi.

Walaupun kejadian infeksi biasanya mempunyai kadar leukosit yang lebih tinggi

tapi pada kelompok ADB dengan infeksi dan ADB tanpa infeksi ditemukan kadar

lekosit tidak berbeda bermakna secara statistik. Demikian juga dapat dilihat pada

kadar feritin dimana diketahui bahwa kadar feritin dipengaruhi oleh salah satunya

adalah infeksi. Pada penelitian ini kadar rerata feritin antara kelompok ADB

dengan infeksi dan ADB tanpa infeksi secara statistik tidak berbeda bermakna.

Kadar hemoglobin rerata antara kelompok ADB dengan infeksi dan ADB

tanpa infeksi didapatkan tidak berbeda secara statistik, demikian pula apabila

dibedakan antara anemia berat (Hb< 7g/dl) dan anemia tidak berat tidak juga

didapatkan perbedaan antara kelompok ADB dengan infeksi dan ADB tanpa

infeksi. Karakterisitik dasar penderita ADB berdasarkan ada tidaknya infeksi

dapat dilihat pada tabel 5.1.

100

Page 114: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

101

Tabel 5.1

Karakteristik dasar penderita Anemia Defisiensi Besi

Karakteristik

ADB dengan

infeksi

Rerata±SB

Frekuensi

ADB tanpa

infeksi

Rerata±SB

Frekuensi

Nilai-P

Umur (tahun) 38±14,48 41±14,54 0,59

Jenis Kelamin (L/P) 8/9 23/24 0,89

Leukosit (K/µl) 9,7±3,91 8,0±3,66 0,17

Hemoglobin (g/dl) 6,5±1,82 6,6±1,91 0,81

MCV (fl) 65,8±7,81 81,9±8,65 0,95

MCH (pg) 19,3±2,57 19,2±4,06 0,88

MCHC (%) 29,1±1,78 28,0±4,10 0,58

Trombosit (K/µl) 400,7±132,40 418,5±178,6 0,73

SI (µg/l) 12,1±3,95 13,5±7,18 0,34

Saturasi Transferin

(%) 4,28±1,90 3,51±2,03 0,22

Feritin (µg/l) 10,5±8,26 8,6±7,50 0,39

AST (IU/l) 22,2±10,10 23,14±8,23 0,81

ALT (IU/l) 16,0±11,10 18,6±10,3 0,59

BUN (mg/dl) 10,7±4,84 16,2±6,46 0,05

SC (mg/dl) 0,99±0,20 0,78±0,31 0,07

Page 115: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

102

Profil sitokin penderita ADB berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

tabel 5.2, dimana kadar sitokin baik dalam plasma maupun dari supernatan kultur

limfosit tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara penderita ADB laki-

laki dan penderita ADB perempuan. Namun demikian kadar sitokin yang didapat

dari pemeriksaan plasma dan supernatan jaringan terlihat kecenderungan adanya

kadar sitokin lebih tinggi pada pemeriksaan supernatan kultur dibandingkan

dengan kadar sitokin yang sama pada pemeriksaan plasma.

Tabel 5.2

Profil sitokin penderita Anemia Defisiensi Besi berdasarkan jenis kelamin

Sitokin

Anemia Defisiensi Besi

Nilai-Z Nilai-P Laki-Laki

(n=31)

Median

(Interkuartil)

Perempuan

(n=33)

Median

(Interkuartil)

IL-2 plasma (pg/l) 7,6

(6,10 – 10,60)

7,7

(5,75 – 17,50) -0,114 0,909

IL-2 supernatan

(pg/l)

10,9

(8,60 – 12,65)

10,6

(7,50 – 13,43) -0,490 0,624

IFNγ plasma (pg/l) 9,2

(8,50 -27,50)

11,9

(9,20 – 83,60) -1,834 0,067

IFNγ supernatan

(pg/l)

26,3

(14,50 –43,00)

31,3

(17,50 –43,50) -0,336 0,707

Seperti diketahui usia tua mempengaruhi respon imun tubuh manusia,

termasuk produksi sitokin. Pada tabel 5.3 terlihat tidak terdapat perbedaan yang

Page 116: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

103

bermakna secara statistik antara dua kelompok usia yang terbagi berdasarkan

median usia (di bawah dan di atas 44,5 tahun).

Tabel 5.3

Profil sitokin plasma dan supernatan penderita ADB bedasarkan median usia

Sitokin

Anemia Defisiensi Besi

Nilai-Z Nilai-P Usia < 44.5

tahun (n=39)

Median

Interkuartil

Usia > 44.5

tahun (n=25)

Median

Interkuartil

IL-2 Plasma 8,2

(6,2-19,5)

6,8

(5,4-8,2) -1,941 0,52

IL-2 Supernatan 10,5

(9,5-13,4)

11,2

(7,9-13,1) -0,186 0,85

IFNγ Plasma 11,9

(9,1-77,2)

9,2

(8,5-23,6) -1,597 0,11

IFNγ

Supernatan

39,0

(21,3-48,3)

19,8

(2,2-40,3) -2,408 0,06

Perbedaan kadar sitokin plasma pada penderita ADB dengan infeksi dan

penderita ADB tanpa infeksi terlihat dalam tabel 5.4. Uji statistik yang digunakan

adalah uji non parametrik oleh karena distribusi kadar IL-2 dan IFNγ plasma

tidak normal, dimana uji KS (Kolmogorov Smirnov) mendapatkan angka yang

tidak signifikan ( IL-2 Z= 3,320; p=0,000 dan IFNγ Z= 2,857; p= 0,000 ) dan

tetap tidak berdistribusi normal walaupun telah dilakukan transformasi logaritma

untuk kedua variabel tadi. Oleh karena itu uji non parametrik Mann Whitney U

digunakan. Tes ini digunakan karena merupakan uji non parametrik yang sangat

baik sebagai pengganti untuk uji parametrik yang tidak layak digunakan karena

Page 117: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

104

tidak memenuhi persyaratan analisis karena uji ini memiliki kekuatan efisiensi

mendekati 95% dengan peningkatan jumlah n (Siegel S, 1985). Baik IL-2 maupun

IFNγ lebih rendah kadarnya pada kelompok penderita ADB dengan infeksi

dibandingkan dengan kelompok penderita ADB tanpa infeksi, dan hal ini secara

statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan kadar IL-2 plasma

pada kelompok penderita ADB dengan infeksi dibandingkan dengan kelompok

penderita ADB tanpa infeksi didapatkan signifikan (Z= -2,174 ; p= 0,03).

Sedangkan IFNγ plasma juga berbeda secara signifikan (Z =-2,638 ; p= 0,008).

Tabel 5.4

Perbedaan Median Interkuartil Sitokin Plasma antara penderita ADB dengan

infeksi dan penderita ADB tanpa infeksi

Sitokin Plasma

Anemia Defisiensi Besi

Nilai - Z Nilai -P Dengan Infeksi

(n=17)

Median

Interkuartil

Tanpa Infeksi

(n=47)

Median

Interkuartil

Interleukin 2

(pg/l)

6,8

(6,10 – 7,70)

8,2

(5,60 – 19,50) - 2,174 0,030

IFNγ (pg/l) 9,1

(7,65-11,60)

14,5

(9,00 – 6,20) - 2,638 0,008

Pada analisis perbedaan kadar sitokin yang diperiksa dari supernatan

kultur limfosit (uji Mann Whitney U) pada kelompok ADB dengan dan tanpa

infeksi dapat dilihat pada tabel 5.5. Di sini terlihat baik IL-2 maupun IFNγ

kadarnya berbeda secara bermakna jika dibandingkan antara kelompok penderita

ADB dengan infeksi dibandingkan dengan kelompok penderita ADB tanpa

Page 118: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

105

infeksi. Pada IL-2 didapatkan perbedaan yang cukup signifikan (Z= -2,509 ; p=

0,012) dan IFNγ bermakna dengan perbedaan sebesar Z= -2,569 dan p= 0,010.

Tabel 5.5

Perbedaan Median Interkuartil Sitokin dari Supernatan antara penderita ADB

dengan infeksi dan penderita ADB tanpa infeksi

Sitokin

Supernatan

Anemia Defisiensi Besi

Nilai–Z Nilai–P Dengan Infeksi

(n=17)

Median

Interkuartil

Tanpa Infeksi

(n=47)

Median

Interkuartil

Interleukin 2

(pg/l)

9,7

(7,90–11,10)

11,4

(9,80–14,30) - 2,509 0,012

IFNγ (pg/l) 20,4

(11,20–30,45)

39,2

(18,80–48,30) - 2,569 0,010

5.1. Penelitian fase II

Pada penelitian fase II, dari 64 penderita ADB dipilih sebanyak 26

penderita ADB tanpa infeksi dan diberikan tablet besi selama 8 minggu . Pada

akhir penelitian diperiksakan darah lengkap, feritin serum dan sitokin baik plasma

maupun supernatan dari kultur limfosit. Rerata umur penderita ADB pada fase II

adalah 43,65 ± 14,5 tahun, terdiri dari 16 (61,5%) penderita laki-laki dan 10

(38,5%) penderita perempuan.

Pada tabel 5.6 terlihat perbedaan median interkuartil hemoglobin, MCV,

MCH dan feritin sebelum dan setelah pemberian tablet besi. Uji Saphiro Wilk

dilakukan untuk melihat normalitas distribusi data dan ternyata variabel tersebut

di atas sebagian tidak berdistribusi normal.

Page 119: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

106

Tabel 5.6

Perbedaan Median Interkuartil Hemoglobin, MCV, MCH dan Feritin setelah

pemberian tablet besi

Sebelum terapi

Median

(Interkuartil)

Setelah terapi

Median

(Interkuartil)

Selisih

Median Nilai-Z

Nilai-P

Hemoglobin

(g/dl)

6,3

(5,2–8,3)

10,8

(9,0–13,0) 4,5 - 4,561

0,000

MCV (fl) 68

(63,8-72,4)

84,2

(78,2–88,6) 16,2 - 4,276

0,000

MCH (pg) 18,7

(17,7–22,2)

27,2

(20,0–28,3) 8,5 - 3,616

0,000

Feritin

(ug/l)

5,9

(2,59–10,8)

12,6

(6,6-17,9) 6,5 - 3,556

0,000

Uji ranking bertanda Wilcoxon digunakan untuk mengetahui arah dan

besarnya perbedaan antara dua kelompok berpasangan. Terlihat adanya perbedaan

yang signifikan antara kadar hemoglobin sebelum dan setelah pemberian tablet

besi (Z= -4,561 ; p= 0,000), MCV (Z= -4,276 ; p= 0,000), MCH (Z= -3,616 ; p=

0,000) dan feritin (Z= -3,556 ; p= 0,000). Pada sebagian data di atas yang

berdistribusi normal dengan uji Saphiro Wilk , yaitu hemoglobin (p= 0,447) dan

MCV (p= 0,084) dilakukan uji t berpasangan mendapatkan hasil yang signifikan

dimana didapatkan juga nilai signifikansi yang sama dengan uji non parametrik

ranking bertanda Wilcoxon (p= 0,000).

Pada studi fase II, pemeriksaan IL-2 dan IFNγ dikerjakan dengan dua

bahan pemeriksaan yaitu plasma dan supernatan kultur jaringan untuk melihat

perbedaan kadar sitokin dalam plasma dan supernatan beserta responnya terhadap

Page 120: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

107

pemberian tablet besi selama 8 minggu. Pada tabel 5.7 perbedaan IL-2 dan IFNγ

plasma sebelum dan setelah pemberian tablet besi terjadi peningkatan kadar

masing-masing sitokin yang signifikan (p= 0,000). Uji yang dilakukan adalah uji

ranking bertanda Wilcoxon, karena data berdistribusi tidak normal.

Tabel 5.7

Perbedaan Median Interkuartil IL-2 dan IFNγ Plasma setelah

pemberian tablet besi

Sebelum terapi

Median

(Interkuartil)

Setelah terapi

Median

(Interkuartil)

Selisih

Median Nilai-Z

Nilai-P

IL-2 (pg/l)

Plasma

7,65

(5,95-11,05)

29,3

(15,2-175,3)

21,65 - 3,508 0,000

IFNγ(pg/l)

Plasma

10,15

(8,82-33,5)

46,7

(37,8-79,3)

36,55 - 4,241 0,000

Perbedaan median interkuartil IL-2 dan IFNγ plasma sebelum dan setelah

pemberian tablet besi juga dapat dilihat garis peningkatan pada gambar di bawah

ini. Pada gambar 5.1 terlihat jelas peningkatan dari kadar IL-2 sebelum

pemberian tablet besi ke kadar setelah pemberian tablet besi. Demikian juga

terlihat peningkatan yang tajam dari kadar IFNγ sebelum pemberian tablet besi

menuju kadar setelah pemberian tablet besi.

Page 121: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

108

Gambar 5.1 Perubahan kadar plasma IL-2 dan IFNγ setelah pemberian tablet besi

Pada pemeriksaan IL-2 dan IFNγ dari supernatan kultur limfosit, ternyata

kadar masing-masing sitokin didapatkan penurunan dari kadar sebelum diberikan

terapi dengan median selisih – 0,55 pg/l untuk IL-2 dan – 26,4 pg/l untuk IFNγ .

Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.8 di bawah ini, di mana penurunan kadar IL-2

ditemukan tidak bermakna akan tetapi, IFNγ menunjukkan penurunan yang

bermakna antara sebelum dan setelah pemberian tablet besi.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

(pg/l)

IL-2 PLASMA IFNγ PLASMA

SEBELUM TERAPI

SESUDAH TERAPI

Page 122: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

109

Tabel 5.8

Perbedaan Median Interkuartil IL-2 dan IFNγ supernatan

setelah pemberian tablet besi

Sebelum terapi

Median

(Interkuartil)

Setelah terapi

Median

(Interkuartil)

Selisih

Median Nilai-Z

Nilai-P

IL-2 (pg/l)

Supernatan

10,75

(9,3-13,2)

10,2

(7,5-19,9)

-0,55 -0,969 0,333

IFNγ(pg/l)

Supernatan

31,3

(15,2-43,2)

17,7

(15,6-18,7)

-26,4 -2,248 0,025

Pada supernatan kultur limfosit, tidak ditemukan peningkatan IL-2 dan

IFNγ. Hal tersebut dapat lebih jelas dilihat pada gambar 5.2 yang menunjukkan

penurunan IL-2 dan IFNγ setelah pemberian tablet besi.

Gambar 5.2 Perubahan kadar supernatan IL-2 dan IFNγ setelah pemberian tablet

besi

0

5

10

15

20

25

30

35

(pg/l)

IL-2 SUPERNATAN IFNγ SUPERNATAN

SEBELUM TERAPI

SESUDAH TERAPI

Page 123: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

110

BAB VI

PEMBAHASAN

Selama kurun waktu hampir setahun didapatkan sebanyak 64 orang

penderita ADB yang berumur berkisar antara 13- 65 tahun dan 1/3 diantaranya

didapatkan bersama-sama dengan berbagai jenis infeksi antara lain infeksi saluran

nafas seperti tuberkulosis paru, pnemonia, dan infeksi lainnya seperti demam

berdarah dengue, demam tifoid, infeksi saluran kemih serta infeksi genitalia.

Semua data karakteristik dasar antara kelompok ADB dengan infeksi dan

kelompok ADB yang tidak disertai infeksi seperti misalnya umur, jumlah lekosit,

kadar hemoglobin, transaminase hati tidak berbeda secara bermakna. Hal ini akan

memungkinkan bobot variabel yang akan diteliti pada kedua kelompok tersebut

akan lebih besar dalam rangka mencari kaitan antara variabel-variabel yang

diteliti pada kedua kelompok tersebut.

6.1 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi

Pada dasarnya diagnosis anemia defisiensi besi terdiri dari 3 komponen yaitu:

(1) usaha untuk membuktikan adanya anemia ; (2) usaha untuk membuktikan

adanya defisiensi besi, dan; (3) usaha untuk mencari faktor-faktor etiologi

defisiensi besi (Bakta, 1993; Lee, 1999). Pengecatan besi dari aspirasi sumsum

tulang dengan pengecatan Prussian blue atau Pearls’ stain merupakan langkah

diagnostik untuk memastikan cadangan besi tubuh. Tidak ditemukannya besi yang

tercat berupa butir-butir hemosiderin di sitoplasma sel-sel retikuloendotelial

memastikan diagnosis defisiensi besi tanpa memerlukan tes laboratorium yang

110

Page 124: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

111

lain (Conrad, 2002). Tetapi pemeriksaan besi sumsum tulang sangat tidak praktis

dan kurang diterima penderita karena bersifat invasive. Untuk menegakkan

diagnosis anemia defisiensi besi dapat juga dipakai modifikasi dari kriteria Kerlin

et al, yaitu (Bakta, 2001) : Anemia hipokromik mikrositer dari hapusan darah tepi

atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31%, dengan 2 dari 3 parameter di bawah ini

(besi serum < 50 ug/dl , TIBC > 350 ug/dl, saturasi transferin < 15%) atau feritin

serum < 20 ug/l, atau pengecatan sumsum tulang dengan Prussian blue (Perls’

stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif , atau dengan

pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg / hari (atau preparat besi lain yang setara)

selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin > 2 gr/dl.

Karena pemeriksaan kadar besi sumsum tulang merupakan tindakan yang

invasif maka diagnosis ADB pada penelitian ini hanya memakai kombinasi dari

anemia hipokromik mikrositer dan kadar serum feritin < 20 ug/l. Menurut

National Health and Nutrition Evaluation Survey II penggunaan 2 atau lebih

indikator status besi lebih meyakinkan untuk mendiagnosis adanya ADB dan

didapatkan kadar serum feritin yang rendah merupakan suatu tes tunggal yang

sangat berguna untuk diagnosis anemia defisiensi besi dan iron depleted state

(Herbert et al.,1997).

Serum feritin telah terbukti mempunyai korelasi dengan cadangan besi

tubuh. Defisiensi besi merupakan satu-satunya penyebab dari serum feritin

rendah (Skikne, 1988; Frewin, 1997; Bakta, 2000). Kadar serum feritin < 12 ug/l

dianggap sebagai titik pemilah (cut off point) diagnosis defisiensi besi. Sedangkan

peneliti lain memakai kadar serum feritin < 15 ug/l (Guyatt et al., 1992). Di

Indonesia memakai serum feritin < 20 ug/l sebagai titik pemilah dalam diagnosis

Page 125: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

112

ADB (Bakta, 2000). Pemakaian titik pemilah serum feritin < 12 ug/l kurang

optimal terutama di daerah tropik karena akan memberikan hasil yang under

estimate oleh karena banyaknya faktor pengganggu seperti penyakit-penyakit

infeksi dan inflamasi yang dapat menaikkan kadar serum feritin (Guyatt et al.,

1992 ; Bakta, 2000). Kelemahan pemeriksaan serum feritin ini adalah bahwa

kadar serum feritin pada penyakit infeksi, radang kronis, keganasan dan penyakit

hati meningkat. Asal diinterpretasikan secara khusus, serum feritin masih tetap

mempunyai nilai diagnostik yang kuat pada keadaan tersebut. Namun demikian

pemakaian serum feritin sebagai kriteria tunggal untuk diagnostik defisiensi besi

di daerah tropik akan memberikan hasil yang under estimate oleh karena

banyaknya faktor pengganggu. Oleh karena itu dianjurkan untuk memakai

kombinasi beberapa parameter (Guyatt et al., 1992).

Feritin adalah protein acute phase reactant yang mengikat besi yang

kadarnya dapat meningkat tidak saja pada kelebihan besi tapi juga pada proses

inflamasi dari infeksi sampai penyakit kronik. Perlu diketahui feritin sebenarnya

bukanlah molekul transport untuk besi akan tetapi lebih sebagai senyawa yang

berperan mengatur besi intraseluler. Kadarnya di dalam plasma ditentukan oleh

keseimbangan antara tissue leakage yang dipengaruhi oleh proses metabolisme

besi intraseluler dan faktor lainnya seperti inflamasi dengan proses clearance nya

oleh organ hati dan RES. Oleh karenanya gangguan fungsi hati dan gagal ginjal

kronik akan menggangu proses pembersihannya dan juga sintesis nya di hati

sehingga peningkatan kadarnya tidak berhubungan dengan kadar besi dan

metabolisme besi (Kalantar-Zadeh et al., 2006).

Page 126: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

113

Untuk mengetahui apakah peningkatan kadar serum feritin disebabkan

oleh kelebihan besi atau inflamasi maka pemeriksaan saturasi transferin juga perlu

diketahui. Transferin sebaliknya adalah protein fase akut yang jumlah menurun

pada proses inflamasi sehingga peningkatan kadar serum feritin yang diikuti oleh

peningkatan saturasi transferin mencerminkan adanya proses inflamasi sedangkan

apabila peningkatan serum feritin disertai penurunan kadar saturasi transferin

maka dapat dipastikan bahwa peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya

kelebihan besi. Pemeriksaan yang lain yaitu pemeriksaan kadar besi yang

terkandung dalam protein feritin merupakan pemeriksaan yang lebih

mencerminkan hubungan dengan jumlah besi simpanan. Dengan pemeriksaan ini

dapat dibedakan apakah peningkatan feritin ini akibat proses inflamasi ataukah

oleh karena kelebihan besi dalam tubuh. Kadar besi feritin normal adalah antara

10-35 ug/ml (Herbert et al., 1997). Disamping itu dengan menghitung rasio antara

reseptor transferin dan serum feritin (R/F index) juga dapat membedakan apakah

peningkatan serum feritin tersebut akibat kelebihan besi ataukah karena proses

inflamasi. Pada ADB rasio antara reseptor transferin dan serum feritin adalah 1,5

sedang apabila ADB disertai dengan inflamasi rasio nya 0,8 ( Brugnara, 2003).

Pada penelitian ini dengan pemberian terapi besi (IPC) selama 8 minggu,

didapatkan adanya peningkatan hemoglobin secara signifikan dengan nilai

p<0,05. Demikian juga halnya MCV, MCH dan serum feritin didapatkan

meningkat secara bermakna setelah pemberian tablet besi selama 8 minggu (p<

0,05). Hasil ini dapat menunjukkan bahwa diagnosis ADB pada penelitian ini

dapat lebih dipastikan oleh karena terbukti dengan pemberian tablet besi terjadi

peningkatan yang bermakna dari kadar hemoglobin dan indeks eritrosit serta

Page 127: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

114

kadar serum feritin. Peningkatan kadar hemoglobin > 2 gr/dl dalam waktu 4-8

minggu dapat membantu memastikan diagnosis ADB (Bakta, 2000). Disamping

itu hasil ini juga menunjukkan tingkat kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi

tablet besi yang diberikan selama penelitian ini dilakukan.

6.2 Anemia Defisiensi Besi dan Infeksi

Pada penelitian ini ditemukan penderita ADB dengan infeksi sebanyak 17

orang (25,6%) diantara 64 penderita ADB. Dari buku registrasi pasien di Divisi

Hematologi-Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam didapatkan penderita

ADB dengan infeksi sebanyak 21 orang dari 78 penderita pada tahun 2006.

Penelitian sebelumnya di RS Sanglah/ Bagian Ilmu Penyakit Dalam tahun 2003

mendapatkan angka 14% untuk ADB dengan infeksi (Suega et al., 2003). Di

Malawi Afrika didapatkan angka kejadian infeksi pada ADB yaitu 26% untuk

infeksi HIV, 24% untuk infeksi bakterial dan 20% untuk infeksi malaria Jason et

al., 2001). Studi lain di Israel pada 680 orang menemukan 5644 episode serangan

radang telinga akut dengan rerata serangan 8,3 per penderita. Total dari 528

pasien ADB 77,6% mendapatkan infeksi pada kedua telinga mereka pada saat

yang bersamaan (Golz et al., 2001).

Kekurangan besi dan efeknya pada kejadian infeksi sangat sulit untuk

dipelajari pada manusia dengan hanya studi observasional atau studi non-

intervensional. Hal ini oleh karena kekurangan besi merupakan sebagian dari

suatu kelompok kekurangan nutrisi dan kemiskinan serta masalah sosial higienis

lainnya yang merupakan akibat kemiskinan sehingga semua hal tersebut saling

terkait satu sama lainnya. Disamping itu masalah etis pada studi penderita ADB

Page 128: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

115

dengan penundaan pemberian besi yang dapat memperburuk kondisi penderita.

Oleh karenanya penelitian yang mencari hubungan antara infeksi dan defisiensi

besi sering memberikan hasil yang tidak konsisten (Oppeheimer, 2001).

Beberapa studi observasional pada manusia menunjukkan adanya

peningkatan kejadian infeksi pada kondisi terjadinya defisiensi besi. Suatu studi

yang merupakan pioner dari studi terhadap efek dari kekurangan besi terhadap

kejadian infeksi dilakukan di London tahun 1928. Dari 541 penderita yang diteliti

hampir setengahnya ditemukan dengan angka kejadian infeksi yang lebih rendah

pada kelompok yang mendapatkan tablet besi untuk terapi defisiensi besinya.

Studi lainnya yang melibatkan banyak sampel adalah studi tahun 1966 di Chicago,

dimana sebanyak > 1000 bayi yang menderita ADB diteliti dan didapatkan

penurunan angka kesakitan akibat infeksi saluran nafas atas yang sangat

signifikan setelah diberikan tablet besi (Dallman, 1987). Higgs dan Wells (1973)

melaporkan 31 pasien dengan mukokutaneus kandidiasis kronik dimana 23

diantaranya adalah penderita ADB dan 9 diantara 11 penderita membaik dengan

pemberian besi. Penelitian klinis prospektif menemukan angka infeksi pasca

operasi lebih tinggi secara bermakna pada 228 penderita dengan kadar erum

feritin yang rendah dibandingkan dengan 220 penderita dengan kadar serum

feritin normal (Oppenheimer, 2001). Pada penelitian lapangan di Chili dengan

melibatkan 100 bayi yang sebagian diberi formula makanan yang mengandung

besi dan sebagian lagi tanpa besi. Data morbiditasnya dikumpulkan dengan

kunjungan rumah setiap minggu. Ditemukan adanya anemia pada 30% bayi yang

tidak diberi formula yang mengandung besi dibandingkan hanya 5% pada bayi

yang diberi makanan formula yang mengandung besi. Tidak ditemukan adanya

Page 129: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

116

perbedaan angka kejadian infeksi saluran nafas dan infeksi gastrointestinal pada

kedua kelompok tersebut, akan tetapi kemungkinan ada perbedaan yang kecil

mengingat jumlah bayi yang anemia pada kelompok makanan formula besi hanya

2 diantara 53 bayi sedang pada kelompok mendapat makanan non formula

ditemukan anemia sebesar 14 diantara 47 bayi yang diteliti (Heresi et al., 1995).

Di sisi lain ternyata banyak penelitian yang juga mendapatkan hasil yang

agak berbeda dimana defisiensi besi justru bersifat protektif untuk mencegah

terjadinya infeksi. Studi yang dilakukan di Somali merupakan salah satu yang

banyak dikutip yang menunjukkan kekurangan besi justru menguntungkan.

Dengan desain prospektif randomisasi 137 penderita ADB dewasa diberi tablet

besi dan pasebo selama 1 bulan. Pada kelompok yang mendapat besi (N= 66)

ditemukan adanya 36 episode infeksi dibandingkan dengan hanya 3 episode

infeksi pada kelompok plasebo (N=71). Walaupun studi ini banyak dikritik karena

waktu follow-up yang pendek dan tidak double blinded akan tetapi studi ini

menunjukkan bukti yang cukup meyakinkan bahwa pemberian besi dapat

meningkatkan kejadian infeksi tertentu (Walter et al., 1997). Peneliti lain

mendapatkan juga bahwa kadar besi yang rendah melindungi bayi dari infeksi

malaria seperti yang dilaporkan oleh Oppenheimer pada studinya di Papua New

Guinea. Kadar hemoglobin yang rendah pada bayi-bayi mengurangi kemungkinan

infeksi malaria karena parasit malaria sangat membutuhkan sel darah merah untuk

melengkapi siklus hidupnya (Oppenheimer, 2001).

Berbeda dengan kedua kelompok tadi beberapa studi bahkan mendapatkan

bahwa besi tidak mempengaruhi suseptibilitas terhadap infeksi. Penelitian di

Tanzania, dari 800 bayi yang mendapat suplemen besi selama 24 minggu tidak

Page 130: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

117

ditemukan adanya peningkatan infeksi malaria, walaupun angka infeksi lainnya

tidak dilaporkan. Penelitian di Chili juga mendapatkan hasil yang hampir sama

dimana pemberian fortifikasi besi pada bayi tahun pertama tidak disertai dengan

peningkatan angka diare dan infeksi saluran napas. Namun demikian infeksi

didapatkan lebih tinggi pada bayi dengan defisiensi besi bila dibandingkan dengan

bayi dengan kadar besi normal (Heresi et al., 1995).

Banyak studi pada binatang dan manusia yang menunjukkan adanya

gangguan imunitas seluler dan imunitas non-spesifik lainnya pada defisiensi besi,

namun hubungan antara defisiensi besi dan infeksi masih belum jelas sekali.

Suseptibilitas terhadap infeksi adalah sangat kompleks dan tergantung tidak saja

pada kadar besi, tapi juga pada faktor tubuh, parasit dan lingkungan. Termasuk

antara lain paparan mikroorganisme, adanya faktor defisiensi nutrisi lainnya, tipe

populasi (bayi, anak-anak, wanita, laki dan orang tua), beratnya dan lamanya

defisiensi, tipe dan dosis dari serta lamanya terapi besi dan adanya prakondisi

lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa faktor-faktor ini akan mempengaruhi

suseptibilitas dan beratnya infeksi tanpa melihat kadar besinya. Defisiensi besi

akan mempengaruhi kerentanan terhadap beberapa jenis infeksi, dan beratnya

serta lamanya infeksi akan tergantung pada tubuh dan parasitnya (baik

mikroorganisme intra maupun ekstraseluler) (Kuvibidila et al., 2002).

Hasil penelitian ini nampaknya mendukung teori bahwa pada penderita

ADB akan lebih mudah terkena infeksi oleh karena pada penelitian ini didapatkan

kadar IL-2 baik plasma maupun supernatan serta IFNγ plasma dan supernatan

lebih rendah pada ADB dengan infeksi dibandingkan dengan ADB tanpa infeksi

dan perbedaan ini secara statistik bermakna (p < 0,05). Seperti diketahui respon

Page 131: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

118

tubuh untuk mengatasi infeksi antara lain dengan memunculkan respon imun yang

memadai baik respon imun alami maupun yang adaptif. Dan untuk efektifnya

respon imun terutama respon imun seluler sangat dibutuhkan aktivitas dan

produksi sitokin tertentu seperti IL-2 dan IFN γ .

Penelitian ini didukung oleh penelitian di China dimana 63 penderita ADB

anak dengan infeksi saluran nafas atas berulang diperiksa kadar IL-2 dan sIL-2R

serta subset limfosit T. Didapatkan aktivitas IL-2, persentase CD3 dan CD4

secara signifikan lebih rendah pada anak yang menderita ADB dengan infeksi

saluran nafas berulang dibandingkan dengan kontrol orang sehat (Liu et al.,

1997).

Banyak penelitian lainnya yang dilakukan baik pada binatang coba

maupun pada manusia yang mendapatkan rendahnya kadar sitokin tertentu pada

keadaan defiseinsi besi. Studi oleh Bergman et al. pada penderita ADB dewasa

mendapatkan kadar IL-2 yang lebih rendah kalau dibandingkan dengan orang

normal sedang kadar sitokin lainnya seperti IL-6, IL-10, TNF alfa tidak berbeda

bermakna dengan sitokin orang normal (Bergman et al., 2004). Penelitian di

Malawi Afrika mendapatkan bahwa ADB berkaitan dengan produksi IFNγ yang

lebih rendah. Juga ditemukan kadar IL-8 yang lebih rendah pada penderita ADB

dibandingkan dengan penderita yang kadar besinya normal. Pada studi ini juga

didapatkan adanya hubungan yang kuat antara ADB dan sel limfosit yang

memproduksi IL-6 (Jason et al., 2001). Penelitian di Paris yang dikerjakan pada

53 penderita ADB dan 28 penderita dengan kadar besi normal sebagai

kontrol,menemukan adanya perbedaan kadar IL-2 yang bermakna antara penderita

ADB dan non-ADB (Galan et al., 1992). Penelitian pada binatang coba yang

Page 132: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

119

dibuat kekurangan besi juga mendapatkan kadar IL-2 yang lebih rendah

(Latunde-Dada et al., 1992). Kuvibidila pada penelitian dengan tikus

mendapatkan kadar IL-12p40 dan IFN-γ yang lebih rendah pada tikus yang dibuat

kekurangan besi dibandingkan dengan yang mendapat diet cukup besi dengan

penurunan masing-masing 64% dan 66% serta p= < 0,05. Didapatkan juga

korelasi yang positif antara kadar sitokin dengan indikator dari status besi (r

0,688, p= <0,05), (Kuvibidila et al., 2004). Penelitian kasus kontrol pada anak-

anak juga menemukan sekresi IL-2 lebih rendah pada anak-anak dengan defisiensi

besi dibandingkan dengan kontrol (Sipahi et al., 1998).

Mekanisme bagaimana defisiensi besi mengganggu respon imun seluler

dan non-spesifik belum seluruhnya diketahui, akan tetapi diduga bersifat

multifaktorial. Termasuk antara lain: berkurangnya aktivitas enzim yang

mengandung besi seperti enzim ribonukleotide reduktase, mieloperoksidase,

berkurangnya produksi sitokin, berkurangnya jumlah sel T yang kompeten, dan

kemungkinan adanya gangguan transduksi sinyal. Tahapan dari transduksi sinyal

yang dipengaruhi oleh besi masih perlu diteliti, akan tetapi aktivitas protein kinase

C dan translokasinya pada membran plasma sel limfosit dan sel T lien diketahui

terganggu. Hal ini ditemukan pada studi binatang maupun pada manusia.

Demikian pula, pengikatan besi akan menurunkan produksi mRNA untuk protein

kinase C (Alcantara et al., 1994). Pada awal proses aktivasi sel T, akan terjadi

gangguan hidrolisis phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) oleh

pospolipase C (suatu enzim yang mengandung seng), dimana hasil akhir dari

enzim ini adalah inositol 1,3,5-triphophate (IP3) dan diacylglycerol (DAG) yang

akan meregulasi aktivitas protein kinase C. Baik aktivasi PKC dan hidrolisis

Page 133: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

120

membran fosfolipid adalah sangat penting sebagai proses awal dari suatu signal

transduksi yang akan menyebabkan terjadinya proses proliferasi sel T dan

beberapa fungsi penting lainnya. Adanya gangguan aktivasi PKC dan hidrolisis

membran fosfolipid akan menyebabkan gangguan respon imun pada mereka yang

dengan defisiensi besi (Kuvibidila et al., 2002).

Penelitian mengenai efek dari anemia defisiensi besi pada fungsi imun

dilakukan pada 32 orang penderita ADB dan 29 orang sehat sebagai kontrol.

Dipelajari beda antara subset sel limfosit, aktivitas bakteriosidal dari netrofil,

kadar IL-6 plasma, kadar dari imunoglobulin. Studi menyimpulkan bahwa baik

respon humoral yang diwakili dengan pemeriksaan kadar IgG4, respon imun

seluler dan juga respon imun non-spesifik serta aktivitas sitokin mengalami

gangguan pada penderita ADB (Ekiz et al., 2005). Peneliti lain mendapatkan pada

pasien dengan ADB terjadi penurunan kapasitas pagositosisnya sehingga diduga

hal ini menyebabkan penderita ADB rentan terhadap timbulnya infeksi (Bergman

et al., 2005). Pada anak dan dewasa, defisiensi besi akan menurunkan proporsi sel

T dalam darah, meskipun jumlah total sel T bisa tetap ataupun berubah. Namun

demikian, berdasarkan laporan Santos dan Falcao, angka absolut dan proporsi

CD4+ dan CD8+ dapat menurun atau tetap tidak berubah pada defisiensi besi

(Kuvibidila et al., 2002). Penelitian lainnya pada tikus, defisiensi besi

menurunkan sel T total, sel T helper dan sitotoksik/ supresor pada limpa.Tapi

tidak merubah rasio sel T helper dan sitotoksik, seperti yang terlihat pada

manusia. (Kuvibidila et al., 1990; Kuvibidila et al., 2001).

Disamping aktivasi dan proliferasi sel T yang terganggu pada defisiensi

besi seperti yang dilaporkan pada penelitian-penelitian diatas, gangguan produksi

Page 134: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

121

sitokin juga merupakan salah satu mekanisme yang mendasari adanya gangguan

respon imun pada penderita ADB dan hal ini diduga berperan sehingga penderita

ADB mudah terjangkit suatu penyakit infeksi. Seperti pada penelitian ini dijumpai

gangguan respon imun berupa penurunan kadar sitokin pada penderita ADB yang

disertai infeksi. IL-2 baik plasma maupun supernatan didapatkan dengan kadar

lebih rendah secara bermakna pada ADB dengan infeksi dibandingkan dengan

kadar IL-2 plasma dan supernatan penderita ADB tanpa infeksi (p<0,05).

Demikian pula halnya untuk IFNγ plasma maupun supernatan didapatkan lebih

rendah secara bermakna pada ADB dengan infeksi dibandingkan dengan kadar

IFNγ plasma dan supernatan penderita ADB tanpa infeksi (p< 0,05).

Pada umumnya sitokin bekerja pada lingkungan mikro sel akan tetapi

pengukuran kadar sitokin sering dan umumnya dilakukan ditingkat makro yaitu

dengan mengukur kadar sitokin pada plasma (serum) dan pada cairan supernatan

kultur jaringan sel darah tepi. Sebenarnya ada tiga tempat darimana pemeriksaan

sitokin bisa dikerjakan yaitu dari serum (plasma), pada jaringan atau sel yang

terkena dan pada supernatan dari kultur sel darah perifer. Masing-masing ketiga

cara tersebut mempunyai keunggulan dan sekaligus kekurangannya. Sementara

pengambilan dan penyimpanan serum relatif mudah dilakukan akan tetapi teknik

ini mempunyai beberapa kelemahan. Sitokin umumnya berikatan dengan berbagai

macam protein di dalam plasma sehingga menghalangi pemeriksaannya. Banyak

sitokin tidak terdeteksi di serum karena umumnya mereka diproduksi lokal dan

mempunyai half-life pendek. Untuk mengatasi hal ini pengukuran ditingkat sel

yang bersangkutan (intraseluler) merupakan jawaban untuk hal tersebut akan

Page 135: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

122

tetapi hal ini memerlukan laboratorium dan peralatan serta tingkat kesulitan yang

rumit (Sullivan et al., 2000; Jason et al., 2001).

Pada penelitian ini pengukuran sitokin dilakukan dengan 2 cara yaitu

mengukur kadar IL-2 dan IFNγ dalam plasma dan IL-2, IFNγ dalam cairan

supernatan kultur limfosit yang distimulasi dengan mitogen (Con A dan PHA).

Terlihat disini bahwa hasil pemeriksaan dari plasma dan supernatan mendapatkan

kadar yang berbeda dimana kadar pada supernatan didapatkan lebih tinggi baik

untuk IL-2 maupun untuk IFNγ. Seperti diketahui sifat alami dari sitokin pada

umumnya bekerja lokal (autocrine dan paracrine) dan dalam waktu yang sangat

singkat sehingga sangat sedikit ditemukan dalam sirkulasi sistemik. Hal ini yang

diduga menyebabkan kadar sistemik dari kebanyakan sitokin sangat kecil. Namun

demikian dalam penelitian ini tidak didapatkan korelasi yang signifikan antara

kedua jenis pengukuran ini (p=0,367).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa kadar sitokin dalam

plasma tidak sepenuhnya mencerminkan tingkat produksi sitokin yang

bersangkutan oleh sel yang berkompeten. Hal ini disebabkan oleh karena

pengaturan ekspresi dari berbagai jenis sitokin tergantung pada lajunya proses

transkripsi, pemotongan, turn over dari sinyal yang masuk, proses translasi, proses

pembentukan protein serta proses degradasi dari protein sebelum dikeluarkan dari

dalam sel. Masing masing dari langkah ini pada prinsipnya diregulasi oleh

bermacam dan berbagai stimuli yang berbeda atau oleh inhibitor yang berbeda

pula. Walaupun beberapa sitokin mempunyai jalur regulasi yang sama akan tetapi

rangsang maksimal yang menginduksi masing-masing sitokin berbeda untuk

setiap sitokin (Dy et al., 1999; Sullivan et al., 2001).

Page 136: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

123

Temuan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di rumah sakit di

Malawi Afrika. Dibandingkan antara sitokin dari plasma dengan sitokin

intraseluler (cytometrically assessed cell-specific cytokine) IL-2, IL-4, IL-6, IL-8,

IL-10, IFNγ dan TNF alpha dengan menggunakan analisis Wilcoxon rank sum

test, Pearson's dan Spearman' rank. Dijumpai bahwa kekuatan hubungan antara

sitokin serum dan intraseluler bervariasi tergantung dari ada dan tidaknya infeksi

bakterial, HIV dan beberapa faktor yang belum diketahui. Studi ini

menyimpulkan bahwa kadar sitokin dalam plasma hanya sedikit atau sebagaian

kecil saja mewakili sitokin intraseluler tersebut (Jason et al., 2001). Bradenburg

melakukan pemeriksaan sitokin dengan ketiga cara yaitu dari plasma, supernatan

kultur dan pmeriksaan sitokin intraseluler. Ternyata pemeriksaan sitokin

intraseluler tidak terlalu sensitif untuk dapat mendeteksi kadar sitokin tertentu

yang kadarnya rendah pada pemeriksaan sitokin dari supernatan (Bradenburg et

al., 2000).

Pada penelitian ini (kadar) produksi sitokin (IL-2 dan IFNγ) juga terlihat

tidak dipengaruhi oleh umur (umur lebih muda vs umur lebih tua) maupun jenis

kelamin (p > 0,05). Penelitian lain dengan 41 penderita ADB menemukan juga

kadar plasma IL-2 tidak dipengaruhi oleh umur maupun jenis kelamin dengan

masing-masing p= 0,26 dan p= 0,78 (Losen , 2005). Sedang penelitian yang

hampir sama pada 25 penderita Anemia Penyakit Kronik menemukan kadar IL-6

juga tidak berbeda berdasarkan jenis kelamin dan median umur penderita

(Wibawa B, 2008).

Page 137: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

124

6.3 Pengaruh pemberian tablet besi

Terapi pada ADB masih sangat tergantung pada ketersediaan tablet besi,

karena hanya dengan pemberian diet yang mengandung zat besi tidak mencukupi

terutama pada penderita anemia yang sudah dengan manifestasi klinis. Pada

penelitian ini penderita diberikan tablet besi berupa Iron Hydroxyde Polymaltose

Complex (IPC) dimana senyawa ini mempunyai keuntungan yaitu stabil, rasa

lebih enak, tidak menimbulkan perubahan warna gigi, toleransi lambung, dan bisa

dimakan bersama makanan. Preparat ini juga diyakini tidak menimbulkan

kelebihan besi dan profil keamanannya baik (Baltter et al., 2003)

Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan

memberikan respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertama dan menjadi

normal setelah hari ke-10 sampai dengan hari ke-14. Respon baik juga dapat

dilihat dari peningkatan kadar hemoglobin 0,15 g/dl perhari atau 2 g/dl setelah 3-4

minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap

terapi tidak baik perlu dipikirkan kemungkinan pasien tidak patuh sehingga obat

tidak diminum, dosis tablet besi yang kurang, masih terjadi perdarahan yang

cukup banyak, adanya penyakit lain yang menyertai seperti penyakit kronik,

keradangan menahun atau pada saat yang sama penderita juga ada defisiensi asam

folat, atau diagnosis yang salah. Jika ditemukan keadaan di atas maka perlu

dilakukan evaluasi kembali dan diambil tindakan yang tepat. Perlu diketahui

bahwa absorbsi besi tergantung pada jumlah kandungan besi dalam makanan, ada

tidaknya bahan penghambat atau pemacu absorbsi dalam makanan, dan jumlah

cadangan besi dalam tubuh (Bakta, 2003).

Page 138: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

125

Pada penelitan ini pemberian terapi besi (IPC) selama 8 minggu,

didapatkan adanya peningkatan hemoglobin secara signifikan dengan nilai

p<0,05. Demikian juga halnya MCV, MCH dan serum feritin didapatkan

meningkat secara bermakna setelah pemberian tablet besi selama 8 minggu (p<

0,05). Hasil ini dapat menunjukan bahwa diagnosis ADB pada penelitian ini dapat

lebih dipastikan oleh karena terbukti dengan pemberian tablet besi terjadi

peningkatan yang bermakna dari kadar hemoglobin dan indeks eritrosit serta

kadar serum feritin.

Penelitian lain yang juga mendapatkan peningkatan signifikan dari

hemoglobin (p= 0,001) setelah mendapatkan terapi IPC selama 3 minggu. Di sini

juga didapatkan peningkatan yang siginifikan dari MCV dan MCH setelah

pemberian selama 3 minggu. Studi lain pada 46 sukarelawan sehat yang diambil

dari 717 orang pendonor, 4 kantong darah atau lebih pertahun dan diterapi

dengan tablet IPC selama 56 hari. Studi ini mendapatkan bahwa terapi besi

meningkatkan secara signifikan kadar hemoglobin (p= 0,003) dan serum feritin

(p= 0,002) tanpa adanya efek samping. Dengan kata lain, suplementasi oral

dengan IPC memungkinkan untuk mempertahankan keseimbangan besi yang

adekuat pada pendonor darah yang reguler (Blatter et al., 2003). Pengaruh

pemberian besi juga diteliti pada pemain sepak bola wanita di Korea. Diberikan

suplementasi besi selama 4 minggu pada 25 wanita usia 20 – 28 tahun yang

dirandomisasi jadi dua kelompok yaitu kelompok terapi dan plasebo. Serum

feritin didapatkan meningkat signifikan pada kelompok terapi (p < 0,005), kadar

hemoglobin tidak berubah, sedangkan kadar MCV, MCH dan TIBC menurun

signifikan pada kedua kelompok. Disimpulkan bahwa pemberian tablet besi

Page 139: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

126

selama 4 minggu secara signifikan meningkatkan cadangan besi dan menghambat

penurunan kadar hemoglobin yang disebabkan oleh latihan (Kang et al., 2005).

De Silva, et al. melaporkan dari Kolombo Srilanka dalam suatu studi randomisasi

terkontrol, pengaruh pemberian tablet besi selama 8 minggu terhadap status besi

dan mortalitas akibat infeksi saluran nafas akut. Didapatkan peningkatan kadar

hemoglobin setelah pemberian tablet besi secara bermkna (p < 0,001).

Peningkatan kadar feritin setelah pemberian tablet besi sebesar 6,6 ± 3,9 g/dl (p <

0,001)(De Silva et al., 2003). Laporan dari Togo, Afrika juga mendapatkan hasil

yang sama setelah pemberian besi pada peningkatan status besi anak-anak usia 3

– 36 bulan. Peningkatan hemoglobin ditemukan signifikan setelah 3 bulan dengan

nilai p < 0,02. Serum feritin juga meningkat secara signifikan dengan p < 0,005

(Berger et al., 2000).

Seperti diketahui sitokin akan mempengaruhi homeostasis besi dan

sebaliknya besi akan mempengaruhi aktivitas sitokin dan mekanisme imun efektor

dari makrofag sehingga mempengaruhi respon imun terhadap patogen yang

menginvasi. Salah satu mekanisme sentral yang berperan adalah efek inhibisi

langsung dari besi terhadap aktivitas IFNγ. Kadar besi yang berlebihan pada sel

makrofag akan mengakibatkan penghambatan pembentukan sitokin proinflamasi

TNF alpha, ekspresi MHC class II, pembentukan Neopterin dan ekspresi ICAM-1,

melalui hambatan terhadap IFN gamma- mediated pathways. Sebagai akibatnya

makrofag yang kelebihan besi akan kehilangan kemampuannya untuk membunuh

bakteri intraseluler seperti bakteri Leggionela, Listeria, dan juga virus baik in

vitro maupun in vivo. Sebagian dari efek ini berhubungan dengan produksi NO

akibat kelebihan besi. Hal ini penting karena NO adalah molekul efektor yang

Page 140: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

127

esensial dari makrofag untuk membunuh patogen dan tumor sel (Weiss G, 2002).

Studi pada sel turunan monosit manusia (THP-1) dapat mendemonstrasikan besi

mampu mempengaruhi aktivitas sitokin. Besi berat molekul rendah seperti besi

transferin dan besi heme menurunkan efek IFNγ pada sel THP-1 sekitar 70%.

Sedangkan kekurangan besi akibat pemberian pengikat besi desferoxamin akan

meningkatkan aktivitas IFNγ dibandingkan pada kontrol sel yang hanya

mendapatkan sitokin saja. Pengaruh dari besi pada imunitas seluler lebih

diperjelas dari laporan yang menunjukkan bahwa makrofag yang kelebihan besi

kehilangan kemampuannya untuk membunuh patogen intraseluler akibat

menurunnya IFN gamma-mediated pathways. Disimpulkan bahwa pengalihan

besi yang masuk karena peningkatan asupan dan pembentukan feritin oleh

makrofag, tidak saja menyebabkan penghambatan tumbuhnya mikroorganisme

dan sel tumor karena tidak tersedianya besi akan tetapi pada saat yang sama

secara efektif meningkatkan aktivitas dari sitokin yaitu IFNγ dan TNFα. Hal ini

akan meningkatkan efek sitotoksik yang diinduksi oleh makrofag sehingga

memberikan perlindungan pada tubuh. Di samping itu, makrofag yang teraktivasi

juga mampu mensintesis transferin yang kemudian akan meningkatkan proliferasi

limfosit secara parakrin sehingga hal ini dapat mengatasi efek penekanan oleh

hipoferemia pada sistem imun (Weiss G, 1995).

Pada penelitian ini didapatkan adanya peningkatan produksi sitokin akibat

pemberian tablet besi. Peningkatan plasma IL-2 setelah pemberian tablet besi

selama 8 minggu sebesar 21,65 pg/l dan peningkatan ini secara statistik bermakna

( p<0,05). Sedangkan IFNγ plasma meningkat sebesar 36,6 pg/l dan peningkatan

ini bermakna secara statistik (p<0,05). Penelitian ini menguatkan temuan yang ada

Page 141: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

128

dimana ketersediaan besi ditingkat seluler sangat penting bagi kelangsungan

proses aktivasi dan proliferasi serta diferensiasi sel T. Gangguan proses ini akan

menyebabkan sel T tidak mampu berdiferensiasi menjadi sel T efektor baik Th1,

Th2 maupun Tc serta gangguan dalam produksi sitokin (IL-2 dan IFNγ).

Penurunan kadar IL-2 dan IFNγ ini disebabkan oleh karena sel limfosit T

kekurangan besi dan sel T yang mengalami deplesi besi tidak akan mampu

berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel efektor yang efektif serta tidak

mampu memproduksi sitokin (IL-2,IFNγ) yang dibutuhkan untuk berlangsungnya

respon imun yang sempurna. Pada penelitian ini peran dari besi ini terbukti,

dimana dengan pemberian besi dan peningkatan cadangan basi diikuti dengan

peningkatan produksi IL-2 dan IFNγ yang bermakna oleh sel T.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian pada anak-anak penderita

ADB, dimana disini ditemukan sekresi IL-2 lebih rendah pada anak-anak dengan

defisiensi besi dan kadar IL-2 menjadi normal setelah diberikan suplementasi besi

(p<0,001). Kadar IL-6 tidak mengalami perubahan sebelum dan setelah

suplementasi (p > 0,05) (Sipahi et al., 1998).

Pada penelitian pada binatang pengaruh pemberian besi dilaporkan oleh

Kuvibidila et al., dimana kadar sitokin diperiksa pada tikus dengan defisiensi besi,

kontrol dan tikus dengan makanan yang cukup besi. Pemeriksaan yang sama

dilakukan setelah penambahan besi selama 3 hari dan 14 hari. Pada tikus ADB

terjadi penurunan kadar IL-12p40 dan IFNγ yang bermakna (p < 0,05) dan dengan

pemberian besi akan meningkatkan kadar sitokin yang bersangkutan. Kadar

sitokin berkorelasi positif dengan indikator besi dan berat dari kelenjar timus (r =

0,68, p < 0,05) (Kuvibidila et al., 2004). Studi binatang lainnya yang juga

Page 142: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

129

menggunakan tikus yang dibuat defisiensi besi, kontrol dan diet yang cukup besi

mendapatkan bahwa pengaruh pemberian besi dapat mengkoreksi respon

proliferasi limfosit terhadap anti-CD3 dan dapat meningkatkan kadar IL-10 secara

bermakna (p < 0,05).

Walaupun terapi besi diketahui bermanfaat khususnya pada bayi dan anak

yang menderita ADB yang harus dikoreksi dengan segera, akan tetapi banyak

laporan yang mendapatkan defisiensi besi justru melindungi tubuh dari invasi

kuman dan sebaliknya penambahan besi akan meningkatkan kejadian infeksi

(Oppenheimer et al., 1986), dan studi tentang ADB dengan pemberian tablet besi

mendapatkan hasil inkonklusif dan kontroversial dalam hal peningkatan kejadian

infeksi. Berger melaporkan pemberian tablet besi tidak mempengaruhi kejadian

infeksi selama 3 bulan pemberian besi pada 84 anak dan 6 bulan setelahnya

(Berger et al., 2000). Demikian pula laporan dari Kolombo mendapatkan tidak

adanya pengaruh pemberian besi selama 8 minggu terhadap angka kejadian

infeksi saluran nafas atas (De Silva et al., 2003). Sebuah telaah sistematik pada

28 studi kontrol terrandomisasi yang melibatkan 7892 anak untuk mengetahui

efek dari pemberian besi terhadap insiden infeksi pada anak-anak. Hasil dari meta

analisis ini menunjukkan bahwa pemberian besi tidak meningkatkan risiko

terhadap infeksi secara keseluruhan (Gera et al., 2002).

Pengaruh pemberian besi pada penelitian ini sebenarnya menunjukkan

hasil yang konsisten dengan penelitian lainnya yaitu terjadi peningkatan produksi

sitokin setelah pemberian tablet besi selama 8 minggu dimana IL-2 dan IFNγ

dalam plasma meningkat secara bermakna ( p<0,05) akan tetapi pengukuran pada

supernatan kultur limfosit tidak mendapatkan peningkatan kadar sitokin yang

Page 143: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

130

bermakna. Penelitian yang hampir mirip dilaporkan oleh Thibault et al. dimana

diteliti pengaruh pemberian besi terhadap status imun 81 anak dengan

menggunakan penelitian longitudinal buta-ganda terrandomisasi dengan plasebo

dan kontrol. Produksi IL-2 pada penderita ADB lebih rendah dibandingkan

kontrol. Pemberian tablet besi selama 2 bulan meningkatkan MCV, serum feritin

dan serum transferin tapi tidak meningkatkan kadar IL-2 (Thibault et al., 1992).

Produksi sitokin oleh sel mononuklear darah tepi pada 20 penderita ADB

dibandingkan dengan kontrol orang normal sebelum dan setelah pemberian besi

diteliti. Penurunan yang bermakna dari IL-2 penderita ADB (p < 0,01) sedangkan

sitokin lainnya tak didapatkan perbedaan yang bermakna. Penambahan besi pada

media kultur tidak mempengaruhi sekresi IL-2 dan IL-1ß, akan tetapi dapat

meningkatkan kadar IL-6, IL-10 dan TNF alpha (Bergman et al., 2004).

Dari kajian teoritis dan didukung oleh hasil-hasil penelitian, beberapa

keadaan diduga dapat menyebabkan tidak meningkatnya kadar sitokin yang

diperiksa dari supernatan kultur sel setelah dilakukan aktivasi dengan mitogen

atau antigen in vitro antara lain : (1) adanya proses apoptosis akibat stimulasi

yang berulang ( in vivo dan in vitro ) (Martin – Malo et al., 2000; Walker et al.,

2002); (2) tidak tersedianya antigen spesifik atau mitogen spesifik untuk jenis sel

tertentu akan mengurangi optimalisasi rangsangan untuk produksi sitokin yang

bersangkutan (Fulya et al., 2006); (3) pertumbuhan sel yang tidak spesifik seperti

yang diharapkan dapat menyebabkan gangguan produksi sitokin yang diperiksa

(Jason et al., 2001). Tidak bisa dipungkiri bahwa masalah tehnik pelaksanaan

kultur juga ikut mempengaruhi hasil, mulai dari tehnik isolasi sel yang diinginkan

sampai pertumbuhan sel dalam media kultur yang dipakai. Untuk dapat

Page 144: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

131

mendukung terjadinya pertumbuhan diperlukan persyaratan dari media kultur

yang disesuaikan dengan media kehidupan sel secara in vivo atau setidaknya

mendekati. Faktor-faktor yang mempengaruhi agar tercapai substrat yang ideal

adalah tonisitas, suhu, pH, garam anorganik,asam amino, karbohidrat dan protein

(Maat ,1999).

Secara teoritis apabila sel telah terstimulasi oleh antigen in vivo kemudian

diekspose lagi secara sekunder dengan mitogen atau antigen spesifik lainnya ex

vivo atau in vitro maka sel yang bersangkutan akan mengalami apoptosis sehingga

akan mengaburkan peran spesifik dari sitokin bersangkutan pada proses fisiologik

tubuh (Abbas et al.,2005; Walker et al.,2002). Walker et al. melaporkan adanya

produksi sitokin dari sel darah tepi tanpa dilakukan stimulasi dengan mitogen atau

antigen spesifik pada penelitiannya di Afrika terhadap penderita yang di rawat

inap maupun sukarelawan sehat. Hal ini jarang didapatkan pada populasi sehat

lainnya di Amerika Serikat maupun di Eropa. Akan tetapi pada populasi

penelitian ini kejadian HIV, malaria dan beberapa infeksi parasit perut serta

infeksi mikobakterium merupakan kejadian endemik di wilayah ini, sehingga

subyek yang diteliti sebagian besar sedang dalam kondisi sakit. Disini dilaporkan

sitokin yang sering diproduksi secara spontan adalah sitokin proinflamasi (IFNγ

dan TNFα) yang diproduksi oleh sel NK yang merupakan komponen utama dari

sistem imun non-spesifik. Walaupun pada studi ini tidak didapatkan korelasi

negatif antara sitokin yang diproduksi spontan dengan sitokin yang distimulasi,

seperti yang diharapkan apabila apoptosis memang terjadi akan tetapi analisis

lebih lanjut dapat memberikan gambaran lebih jelas adanya peran apoptosis.

Disini dicatat terjadi penurunan jumlah sel CD3+ CD8+ yang memproduksi

Page 145: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

132

sitokin IL-6 dari saat memproduksi sitokin secara spontan dibandingkan dengan

jumlah sel yang sama yang memproduksi sitokin yang sama (IL-6) setelah

dilakukan stimulasi dengan mitogen in vitro yaitu sebesar 32,2% (85,9% vs

53,7%). Hal ini menunjukkan bahwa ada peran dari proses apoptosis akibat

aktivasi in vivo sebelumnya. Dilaporkan juga pada studi ini ternyata IL-6

mendapatkan stimulasi yang lebih kuat in vivo (misalnya adanya ADB seperti

yang dilaporkan oleh Jason et al. 2001) dibanding dengan stimulasi yang

diberikan secara in vitro (Walker et al., 2002).

Kejadian yang hampir mirip juga dilaporkan oleh Martin-Malo et al. yang

mempelajari efek uremia dan dialisis terhadap apoptosis sel mononuklear. Dari 4

kelompok pasien yang dipelajari yaitu kelompok Non-dialisis, CAPD, HD dan

kelompok kontrol sehat. Di sini terlihat adanya proses apoptosis yang meningkat

pada kelompok non-dialisis (p < 0,05) dan lebih tinggi lagi pada kelompok HD.

Juga didapatkan korelasi negatif antara apoptosis dan kliren kreatinin (r= -0,62,

p= 0,003). Dari studi ini dilaporkan bahwa kondisi uremia dan hemodialisis

merupakan dua stimulasi yang terjadi sehingga meningkatkan adanya proses

apoptosis (Martin – Malo et al., 2000).

Pada banyak infeksi kronik seperti infeksi HIV dan infeksi virus lainnya

sel spesifik yang membunuh virus yaitu sel CD8 akan kehilangan kemampuannya

untuk berproliferasi (apoptosis), untuk memproduksi sitokin, dan membunuh sel

yang terinfeksi apabila infeksi pada penderita mengalami progresi menjadi infeksi

yang berjalan lama (kronik). Sel ini secara gradual kehilangan efektivitasnya dan

secara fungsinal menjadi sel yang impaired dan exhaustion (Rowland-Jones et al.,

2008; Brumme et al., 2008). Penderita gagal ginjal kronik mempunyai risiko yang

Page 146: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

133

tinggi untuk mendapatkan infeksi seperti pada penderita dengan gangguan imun

atau yang mendapat terapi imunsupresif. Penyebab terjadinya kegagalan fungsi

imun pada diduga multifaktorial sperti kondisi uremianya sendiri, metabolisme

protein imun yang terganggu dan akibat terapi pengganti yang diberikan (renal

replacement therapy). Untuk mengurangi hal ini dilakukan peningkatan dosis

hemodialisis untuk mengurangi senyawa uremia yang beredar dan menggunakan

membran biokompatibel untuk mengurangi stimulasi inflamasi sel sehingga sel

tidak mengalami kelelahan (exhaustion) dan apoptosis (Grindt et al.,1999).

Disamping dugaan adanya proses apoptosis dan kelelahan sel imun yang

menyebabkan tidak meningkatnya kadar IL-2 dan IFNγ pada supernatan, juga

tidak adanya antigen yang spesifik pada kultur dan feeder cells sehingga sel

limfosit tak terstimulasi dengan sempurna, tidak seperti kondisi in vivo sehingga

sel limfosit memproduksi sitokin dengan baik setelah diberi besi. Fulya et al.

melaporkan perlunya antigen dan feeder cells dengan spesifikasi tertentu untuk

merangsang pertumbuhan sel in vitro sehingga dapat memproduksi sitokin yang

sesuai. Hal ini didapatkan dari penelitian yang dilakukan untuk melihat adanya

perbedaan profil produksi sitokin olel sel mononuklear darah tepi apabila

dirangsang dengan mitogen yang berbeda dimana kadar IL-2 didapatkan lebih

tinggi apabila dirangsang dengan PMA sedang IL-6, IL-8, TNFα lebih tinggi

kadarnya apabila dirangsang dengan MLS (mycobacterium leprae sonicated).

Kadar IL-4 tidak didapat berbeda pada kedua jenis stimulan tadi (Fulya et al.,

2006).

Dugaan penyebab yang ketiga adalah diperlukannya tehnik isolasi sel yang

baik yang akan ditanam atau dikultur dan tehnik penghitungan serta identifikasi

Page 147: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

134

jenis sel yang tumbuh pada kultur juga harus diperhatikan untuk mendapatkan

hasil yang diinginkan. Identifikasi dan penghitungan jenis sel perlu dilakukan

untuk mengetahui apakah sel yang tumbuh hanya sel yang memang diinginkan.

Pertumbuhan jenis sel yang bermacam-macam pada satu medium kultur akan

menyebabkan terjadi persaingan diantara sel tersebut dan juga diantara jenis-jenis

sitokin tertentu yang tidak jarang saling bertentangan satu dengan lainnya dan hal

ini akan menyebabkan gangguan produksi dari sitokin yang diharapkan. Dengan

tehnik multiprameter flow cytometry dapat dikenali populasi sel yang spesifik

melalui pewarnaan antigen permukaan sehingga produksi masing-masing sitokin

oleh sel yang bersangkutan dapat diketahui (Jason et al., 2001)

6.4 Perumusan temuan baru (noveltis) berupa kerangka teoritis

patomekanisme infeksi pada ADB

Berdasarkan data yang dihasilkan dari penelitian ini yang mendukung teori

bahwa defisiensi besi akan meningkatkan kejadian infeksi dan didukung oleh data

penelitian lainnya maka dapat dibuat suatu model kerangka teoritis

patomekanisme terjadinya peningkatan kejadian infeksi pada penderita ADB

dimana penurunan produksi IL-2 dan IFNγ (kadar IL-2 dan IFNγ yang rendah)

akan menyebabkan penderita ADB menjadi lebih rentan terhadap timbulnya

infeksi. Penurunan kadar IL-2 dan IFNγ ini disebabkan oleh karena sel T

kekurangan besi dan sel T yang mengalami deplesi besi tidak akan mampu

berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel efektor Th1, Th2 maupun sel Tc.

Seperti diketahui sel Th1 lebih sensitif terhadap defisiensi besi oleh karena

cadangan besinya lebih rendah dibandingkan cadangan besi sel Th2 (Weis,2002).

Sehingga sel Th1 yang tidak efektif karena kekurangan besi tidak mampu

Page 148: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

135

memproduksi sitokin (IL-2,IFNγ) yang dibutuhkan untuk berlangsungnya respon

imun yang sempurna. Peran dari besi ini untuk kelangsungan proses aktivasi dan

diferensiasi sel T terbukti, dimana dengan pemberian besi dan peningkatan

cadangan basi ternyata diikuti dengan peningkatan produksi IL-2 dan IFNγ oleh

sel limfosit T.

Seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini bahwa :

1. Pada penelitian fase I yang bertujuan untuk mencari kaitan antara produksi IL-

2 dan IFNγ dengan kejadian infeksi pada penderita ADB, ternyata

mendapatkan hasil bahwa produksi IL-2 dan IFNγ pada penderita ADB yang

disertai dengan infeksi mempunyai kadar IL-2 dan IFNγ yang lebih rendah

secara bermakna jika dibandingkan dengan kadar IL-2 dan IFNγ penderita

ADB yang tidak disertai dengan infeksi dimana perbedaan ini secara statistik

bermakna . Hasil ini didukung oleh penelitian di China juga mendapatkan hal

yang sama, dimana 63 penderita ADB anak dengan infeksi saluran nafas atas

berulang diperiksa kadar IL-2 dan sIL-2R serta subset limfosit T. Didapatkan

aktivitas IL-2, persentase CD3 dan CD4 secara signifikan lebih rendah pada

anak yang menderita ADB dengan infeksi yang berulang, dibandingkan

dengan kontrol orang sehat (Liu et al., 1997) .Penelitian ini didukung studi di

Israel pada 680 orang menemukan 5644 episode serangan radang telinga akut

dengan rerata serangan 8,3 per penderita. Total dari 528 pasien ADB 77,6%

mendapatkan infeksi pada kedua telinga mereka pada saat yang bersamaan

(Golz et al., 2001). Juga penelitian di London tahun 1928. Dari 541 penderita

yang diteliti hampir setengahnya ditemukan dengan infeksi yang lebih rendah

pada kelompok yang mendapatkan tablet besi untuk terapi defisiensi besinya.

Page 149: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

136

Studi lainnya tahun 1966 di Chicago, dimana sebanyak > 1000 bayi yang

menderita ADB diteliti dan didapatkan penurunan angka kesakitan akibat

infeksi saluran nafas atas yang sangat signifikan setelah diberikan tablet besi

(Dallman,1987). Higgs dan Wells (1973) melaporkan 31 pasien dengan

mukokutaneus kandidiasis kronik dimana 23 diantaranya adalah penderita

ADB dan 9 diantara 11 penderita membaik dengan pemberian besi. Suatu

studi prospektif menemukan angka infeksi pasca operasi lebih tinggi secara

bermakna pada 228 penderita dengan kadar serum feritin yang rendah

dibandingkan dengan 220 penderita dengan kadar serum feritin normal

(Oppenheimer, 2001).

2. Untuk membuktikan bahwa memang peran besi juga sangat diperlukan agar

produksi IL-2 dan IFNγ oleh sel limfosit T lebih optimal sehingga respon

tubuh terhadap kuman yang masuk kedalam tubuh menjadi lebih baik maka

penelitian fase II ini dikerjakan. Pada penelitian ini didapatkan adanya

peningkatan produksi sitokin akibat pemberian tablet besi. Peningkatan IL-2

plasma setelah pemberian tablet besi selama 8 minggu sebesar 21,65 pg/l dan

peningkatan ini secara statistik bermakna ( p< 0,05). Sedangkan IFNγ plasma

meningkat sebesar 36,5 pg/l dan peningkatan ini bermakna secara statistik

(p< 0,05). Hal ini juga didukung oleh penelitian pada anak-anak dengan

ADB. Didapatkan bahwa sekresi IL-2 lebih rendah pada anak-anak dengan

defisiensi besi dibandingkan dengan kontrol dan kadar IL-2 menjadi normal

setelah diberikan suplementasi besi (p < 0,001)(Sipahi et al., 1998). Pada

penelitian yang dilaporkan oleh Kuvibidila et al., pada tikus dengan ADB

terjadi penurunan kadar IL12p40 dan IFNγ yang bermakna (p < 0,05) dan

Page 150: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

137

dengan pemberian besi akan meningkatkan kadar sitokin yang bersangkutan.

Kadar sitokin berkorelasi positif dengan indikator besi dan berat dari kelenjar

timus (r = 0,68, p < 0,05 ) (Kuvibidila et al., 2004). Bukti bahwa memang

besi yang berperan pada peningkatan produksi IL-2 dan IFNγ pada penelitian

ini, didukung oleh adanya peningkatan status besi pada penderita ADB setelah

diberi tablet besi. Kadar hemoglobin meningkat dengan selisih median sebesar

4,5 g/dl dan nilai p <0,05. Demikian juga halnya dengan peningkatan MCV,

MCH dan feritin akibat pemberian tablet besi selama 8 minggu dengan p<

0,05.

Gambar 6.1. Kerangka teoritis patomekanisme infeksi pada Anemia Defisiensi

Besi

ADB

FERITIN RENDAH

BESI RENDAH

GANGGUAN PROLIFERASI SEL T

IL-2 RENDAH

IFN γ RENDAH

KEJADIAN INFEKSI

MENINGKAT

IL-2 MENINGKAT

IFN γ MENINGKAT

Pemberian Tablet Besi

Selama 8 Minggu

Page 151: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

138

6.5 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di ruang-ruang perawatan pasien di Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan merekrut pasien secara konsekutif

( non probability sampling ), dengan demikian keterwakilan populasi oleh

sampel tidak sebaik bila dilakukan dengan probability sampling.

Probability sampling sulit dilakukan untuk pasien yang dirawat di rumah

sakit bukan di masyarakat, karena pasien datang tidak dalam waktu yang

bersamaan melainkan datang dengan cara berurutan.

2. Walaupun penelitian ini bersifat intervensional yaitu dengan pemberian

tablet besi selama 8 minggu, namun tidak dilakukan randomisasi sehingga

komparabilitas subyek sulit didapat. Secara etis pasien-pasien anemia

defisiensi besi tidak bisa dirandomisasi untuk kemudian dikelompok

dalam kelompok plasebo yang tidak mendapatkan terapi tablet besi. Hal

ini tidak memungkinkan karena tidaklah etis karena semua pasien dengan

anemia defisiensi besi harus mendapatkan terapi besi sesuai dengan

standar pengobatan untuk penderita dengan anemia defisiensi besi. Hal ini

menyebabkan kekuatan rancangan ini lebih lemah dalam mencari

hubungan kausa efek.

3. Beberapa kesulitan yang dijumpai dalam pelaksaan penelitian ini antara

lain tidak bisa dilakukan penghitungan jumlah dan jenis sel yang tumbuh

setelah dilakukan kultur pada media yang telah disediakan. Hal ini

disebabkan adanya hambatan fasilitas yang tersedia sehingga tidak

memungkinkannya kita mengetahui jenis sel yang tumbuh serta kuantitas

tumbuhnya sel dalam media kultur.

Page 152: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

139

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan Penelitian

Dari hasil-hasil yang ditemukan pada penelitian ini dan pembahasannya diajukan

simpulan sebagai berikut :

Kadar IL-2 yang diukur dari plasma dan supernatan kultur limfosit

lebih rendah secara bermakna pada penderita ADB yang disertai

infeksi dibandingkan dengan penderita ADB yang tidak disertai

infeksi.

Kadar IFN γ yang diukur dari plasma dan supernatan kultur

jaringan limfosit lebih rendah secara bermakna pada penderita

ADB yang disertai infeksi dibandingkan dengan penderita ADB

yang tidak disertai infeksi.

Kadar IL-2 dan IFN γ yang diukur dari plasma meningkat secara

bermakna setelah pemberian tablet besi selama 8 minggu

dibandingkan dengan kadar IL-2 dan IFN γ plasma sebelum terapi

tablet besi.

Kadar IL-2 dan IFN γ yang diukur dari supernatan kultur limfosit

menurun setelah pemberian tablet besi selama 8 minggu

dibandingkan dengan kadar IL-2 dan IFN γ supernatan sebelum

terapi tablet besi.

139

46

Page 153: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

140

Dari semua simpulan di atas dapat dibuat suatu rangkuman umum dimana

penurunan produksi IL-2 dan IFN γ oleh sel limfosit T penderita ADB

merupakan salah satu faktor yang berperan dalam mekanisme mudahnya timbul

infeksi pada penderita anemia defiiensi besi.

7.2 Saran-saran

Dari hasil-hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran-saran , sebagai

berikut :

Perlu kiranya dilakukan studi eksperimental yang lebih kuat (true

experimental) dengan melibatkan kontrol dan proses randomisasi

untuk melihat secara lebih jelas peranan besi sebagai penyebab

timbulnya gangguan respon imun seluler dengan pemeriksaan kadar

sitokin IL-2 dan IFN γ.

Diperlukan pemeriksaan kadar sitokin intraseluler dan identifikasi sel

darah tepi yang dikultur dan tumbuh pada media yang memproduksi

sitokin yang bersangkutan sehingga lebih jelas diketahui ditingkat

seluler etiomekanisme terjadinya gangguan imun pada penderita

dengan defisiensi besi.

Page 154: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

141

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H. 2005. Effector mechanisms of immune responses.

In: Cellular and molecular immunology. 5th ed ( updated ). Philadelphia, Elsevier

Saunders : p. 298-317.

Abbas, A.K., Lichtman, A.H. 2005. General properties of immune responses. In:

Cellular and molecular immunology. 5th ed ( updated ). Philadelphia, Elsevier

Saunders : p. 3- 15

Adamson, J.W. 2001. Iron deficiency and other hypoproliferative anemias. In:

Braunwald E, Fauci As, Kasper DL, Hauser SL, Longo Dl, Jameson Jl, editors.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill;

660-5.

Alcantara, O., Obeid, L., Hannu, Y., Ponka, P., Boldt, D.H. 1994. Regulation of

protein kinase C (PKC) expression by iron: Effect of different iron compounds on

PKC-gene expression and the role of the 5´ flanking region of the PKC-gene in

the response to ferric transferrin. Blood; 84: 3510-17.

Andrews, N.C. 1999. Disorder of iron metabolisme. N Eng J Med; 341:1986-95.

Andrews, N.C. 2005. Molecular control of iron metabolism. Best Practice &

Research Clinical Hematology; 18 : 159- 69.

Asadullah, K., Sterry, W., Volk, H.D. 2003. Interleukin-10 Therapy-Review of

new approach. Pharmacol Rev; 55:241-69.

Baker, W.F. 2000. Iron deficiency in pregnancy, obstetrics and gynecology.

Hematology / Oncology Clinics of North America; 14:1-20.

Bakta, I.M. 1989. Anemia Kekurangan Besi pada Usia Lanjut: Suatu Survei pada

Anggota PWRI Kabupaten Jembrana Bali. Majalah Kedikteran Indonesia 39: 267-

72.

Bakta, I.M. 1993. Infeksi Cacing Tambang pada Orang Dewasa dan Perannya

sebagai salah satu penyebab Anemia Defisiensi Besi. Disertasi. Universitas

Airlangga, Surabaya.

Bakta, I.M. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi 2000. Divisi

Hematologi dan Onkologi Medik Bag./SMF Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP

Denpasar : 1-4.

Bakta, I.M., Sutjana, D.P., Andewi, J.P. 1983. Prevalensi Anemia dan Infeksi

Cacing Tambang di Desa Pejaten Bali. Kumpulan Naskah Kongres National V

Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia. Yogyakarta, 22-24

September 1983.

Page 155: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

142

Balick SE et al. (1991) Three dimensional structure of recombinant human

Interferon gamma. Science 252: 698-702.

Baratawijaya K.G. 2000. Pemeriksaan Sistem Imun. Dalam : Imunologi Dasar.

Edisi ke 4. Balai Penerbit FK Universitas Indonesia ; p : 275-301

Beard, J.L. 2001. Iron biology in immune function, muscle metabolism and

neuronal functioning. J Nutr; 131:568S-80S.

Berger, J., Dyck, J.L., Galan, P., Aplogan, A., Schneider, D., Traissac, P. 2000.

Effect of daily iron supplementation on iron status, cell-mediated immunity, and

incidence of infections in 6-36 month old Togolese children. European Journal of

Clinical Nutrition;54:29-35.

Bergman, M., Bessler H., Salman, H., Siomin, D., Straussberg, R., Djaldetti, M.

2004. In vitro cytokine production in patients with iron deficiency anemia.

Clinical Immunology 113: 340-344.

Bergman, M., Salman, H., Pinchasi, R., Straussberg, R., Djaldetti, M., Bessler, H.

2005. Phagocytic capacity and apoptosis of peripheral blood cells from patients

with iron deficiency anemia. Biomedicine & Pharmacotherapy ,59: 307-311.

Beutler, E., Hoffbrand, V., Cook, J.D. 2003. Iron deficiency and overload.

Hematology : 40-61.

Blatter, C., Nouroozian, M., 2003. Maltofer Product Monograph. Second edition.

Switzerland : Vifor Intl. inc.

Bowlus CL, 2002. The role of iron in T cell development and autoimmunity.

Autoimmunity Reviews, 2:73-8.

Brandenburg, A.H., Kleinjan, A., Land, B., Moll, H.A., Timmerman, H.H., Swart,

R.L. 2000. Type 1-Like Immune Response is Found in Children With Respiratory

Syncytial Virus Infection Regardless of Clinical Severity. J. Med. Virol, 62:267-

277.

Brock, J.H. (1993) Iron and immunity. Journal of Nutritional Immunology, 2: 47-

106.

Brugnara, C. 2003. Iron Deficiency and erythropoisis: New diagnostic

approaches. Clin Chem; 49:1573-8.

Brumme, Z.L.,Streeck, H., Anastario, M., Cohen, K.W., Jolin, J.S. 2008. Antigen

load and viral sequence diversification determine the functional profile of HIV-

1specific CD8p T cells. PLoS Med 5(5):e100.

Bullen, J.J., Rogers, H.J., Spalding, P.B., Ward, C.G. 2004. Iron and infection: the

heart of the matter. FEMS Immunology and Medical Microbiology ; 43 : 325- 30.

Page 156: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

143

Clancy J, 2000. Delayed type hypersensitivity ( DTH ). In: Gilbert HF, ed. Basic

concepts in immunology. Intl ed. Singapore: McGraw-Hill .p.125-37

Coffman, R.L.1999 . Cytokine in infectious diseases. In Theze J editor. The

citokine network and immune functions. New York: Oxford University Press. p

285 – 92

Conrad, M.E. 2002. Iron Deficiency Anemia. Medicine Journal ; 3: 114-24.

Cook, J.D. 1982. Clinical Evaluation of Iron Deficiency. Semin Hematol; 19: 6-

18.

Cook, J.D. 1990. Adaptation in iron metabolism. AM J Clin Nutr; 51: 301-8.

Dallman, P.R. 1987. Iron deficiency and the immune response. Am J Clin Nutr;

46 :329-34.

De Maeyer. 2003. Interferon γ. Current Opinion in Immunology 4:321-326.

De Silva, A., Atukorola, S., Weerasinghe, I., Ahluwalia, N. 2003. Iron

supplementation improve iron status and reduces morbidity in children with or

without upper respitratory tract infection: a randomized controlled study in

Colombo, Sri Langka. Am J Clin Nutr; 77:234-41.

Decker, J.M.2004. (a). Immunity rules. Overview of The Immune

System.Immunology Tutorials. Available from:

//F:\T20%CELL\Immunity%20Rules.htm. Last modified Jan.19,2004.

Decker, J.M. 2004. (b). T Cell-Mediated Immunity. . Immunology Tutorials.

Available from: //F:\T20%CELL\Immunity%20Rules.htm. Last modified August

26,2004.

Decker, J.M.2004. (c). T Cell Development. Immunology Tutorials. Available

from: //F:\T20%CELL\Immunity%20Rules.htm. Last modified August 26,2003.

Delves, P.J., Roit, I.M. 2000.(a) The Immune system, first of two part. N Engl J

Med; 343(1):37-49.

Delves, P.J. Roit IM, 2000.(b) The Immune system, second of two part. N Engl J

Med; 343(1):108-17.

Dunn, L.L., Rahmanto, Y.S., Richardson, D.R. 2006. Iron uptake and metabolism

in the new millennium. Trends in Cell Biology : 17 : 93-100.

Dy, M., Vasquez, A., Bertolglio, J., Theze J. 1999. General aspect of cytokine

properties and functions. In Theze J editor. The citokine network and immune

functions. New York: Oxford University Press. p 1-13.

Page 157: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

144

Ekiz, C., Agaoglu, L., Karakas, Z., Gurel, N., Yalcin, I. 2005. The effect of iron

deficiency anemia on the function of the immune system. The Hematology

Journal;5:579-583.

Fairbanks, V.F., Beutler, E., 2001. Iron metabolism. In: Beutler E, Coller B,

Lichtman M, Kipps T, editors. Williams Hematology. Sixth ed. New York:

McGraw-Hill; 295-304.

Farthing, M.J. 1989. Iron and immunity. Abstract. Acta Paeduatr Scand Suppl;

361:44-52.

Frewin R, Henson A, Provan D, 1997. ABC of Clinical Haematology: Iron

Deficiency Anemia. BMJ 2: 314-60.

Fulya I, Mehmet O, Handan A, Vedat B, 2006. Cytokine measurement in

lymphocyte culture supernatant of inactive lepromatous leprosy patients. Indian J

Med Microbiol; 24:121-123.

Galan P, Thibault H, Preziosi P, Hercberg S, 1992. Interleukin 2 production in

iron-deficiency children. Biol Trace Elem Res; 32:421-6.

Ganz T, Nemeth E, 2006. Regulation of iron acquisition in mammals. Biochemica

et Biophysica Acta ; 1763: 690- 99.

Gera T, Sachdev HPS, 2002. Effect of iron supplementasi on incidence of

infectious illness in children: sytematic review. BMJ; 325:1-10.

Girndt M, Sester U, Sester M, Kaul H, Kohler H, 1999. Impaired celluler immune

function in patients with end-stage renal failure. Nephrol Dial Transplant; 14:

2807- 810.

Glick PR. Lichtor T, Cohen ED, 2002. Cytokine immnunotherapy. Neurosurg

Focus ; 9: 1-13.

Golz A, Netzer A, Goldenberg D, Westerman ST, Westerman LM, Joachims HZ,

2001. Am J Otolaryngol; 22:391-394.

Grant SM, Wiesinger JA, Beard JL, Cantorna MT, 2003. Iron-deficienct mice fail

to develop autoimmune encephalomyelitis. J Nutr ; 133: 2635-8.

Greenwald RJ, Sharpe AH, Abbas AK.1989. T- Lymphocyte Activation,

Costimulation, and Tolerance : Signals, Mechanisms, and Clinical Applications.

In : Austen KF, Frank MM, Atkinson JP, Cantor H, editors. Samster’s

Immunologic Diseases. Sixth edit. Lippincott Williams & Wilkins ;p: 94-101.

Helyar L, Sherman AR, 1987. Iron deficiency and interleukin 1 production by rat

leukocytes. Am J Clin Nutr ; 46 : 346-52.

Page 158: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

145

Herber S, Galan P, 1992. Nutritional Anemias. Bailliere`s Clin Haematol 5: 143-

68.

Herberg S, 1991. Iron and Folate Deficiency Anemia. International Child Health

II: 44-60.

Herbert V, Jayatilleke E, Shaw S, Rosman AS, Giardina P, Grady RW, 1997.

Stem Cells;15: 291-296.

Heresi, G., Pizarro, F., Olivares, M., Cayazzo, M., Hertampg, E., Walter, T.,

Murphy, R.J. and Stekel, A. 1995. Effect of supplementation with iron-fortified

milk on incidence of diarrhea and respiratory infection in urban-resident infants.

Scandinavian Journal of Infectious Disease 27, 385-389.

Higgs, J.M. and Wells, R.S. 1973. Chronic muco-cutaneus candidiasis: new

approaches to treatment. Br. J. dermatol. 89: 179-190.

Hilman, R.S. and Ault, K.A. 2002. Hematology in Clinical Practce. A Guide to

Diagnosis and Management. New York: Mc Graw-Hill: 51-61

Hoffman, R., Benz, E.J., Shattil, S.J., Furie, B., Cohen, H.J. 2000. Hematology:

Basic Principle and Practices, 3 th ed. New York: Churchill Livingstone: 498-523.

Hofmann, S.R., Ettiger, R., Xhuo, Y.J. 2002. Cytokines and their role in lymphoid

development, differentiation and homeostasis. Curr Opi Allergy Clin Immunol,

2:6:495-506.

Ibelgaufts (2003) Interferon γ. Available from:

http://www.copewithcytokines.de/cope.cgi?key=IFN%2dgamma

Jacques, Y., Minty, A., Fradelizi, D., Theze, J. 1999. Interleukin 2,4,7,9,13,15. In

Theze J editor. The citokine network and immune functions. New York: Oford

University Press. p 17-30.

Jason, J., Archibald, L.K., Nwanyanwu, O.C., Bell, M., Jensen, J., Gunter, E..

2001. The effect of iron defeciency on lymphocyte cytokine production and

activation: preservation of hepatic iron but not all cost. Clin Exp Immunol;

126:466-73.

Jones, S.R., De Silve, T. 2008. Resisting Immune Exhaustion in HIV-1 Infection.

PLos Med vol 5;Issue 5: e103.

Jonuleit, H., Schmitt, E. The Regulatory T Cell Family : Distinct Subsets and their

Interrlations. J. Immunol.2003 : 6324- 27.

Kaiser, G.E. (2003). III. The adaptive immune system. A.Ways that cell-mediated

immunity helps to depend the body. 3. Stimulating cells to secrete cytokines

(CME). www. Medscape.com\cytokine.htm.

Page 159: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

146

Kandarini, Y., Suega, K., Dharmayuda, T.G., Bakta, I.M. 2001. Karakteristik

Penderita Anemia Kurang Besi di RS Sanglah Denpasar. Kumpulan Abstrak

Kongres National IX Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia.

Semarang, 7-9 September 2001:93.

Kang, H.S., Matsuo, T. 2004. Effects of 4 weeks iron supplementation on

haematological and immunological status in elite female soccer players. Asia Pac

J Clin Nutr; 15(4) : 553-558.

Kaplan, D.H., Schreiber, R.D. 1999. The interferons: biochemistry and biology. In

Theze J editor. The citokine network and immune functions. New York: Oford

University Press. p 111-124.

Khusus, H., Yip, R., Schultink, W., Dillon, D.H.S. 1999. World Health

Organization Hemoglobin Cut off Points for Detection of Anemia Are Valid for

an Indonesian Population. J of Nutrition:129:1669-74.

Krantman, H.J., Young, S.R., Ank, B.J., O’Donnell, C.M., Rachelefsky, G.S.,,

Stiehm, E.R. 1982. Immune function in pure iron deficiency. Abstract. Am J Dis

Child; 136(9):840-4.

Kresno, S.B., 2001. Respon imun pada infeksi. In: Imunologi, Diagnosis dan

Prosedur Laboratorium. 4th ed. Balai Penerbit FKUI Jakarta, hal 161- 86

Krishnan, S., Farber, D.L., Tsoko, G.C. T Cell Rewiring in Differentiation and

Disease. J.Immunol.2003:3325-31.

Kuvibidila, S., Baliga, B.S., Warrier, R.P., Suskind, R.M. 1998. Iron deficiency

reduces the hydrolysis of cell membrane phosphatidyl inositol-4,5-biphosphate

during splenic lymphocyte activation in C57BL/6 mice. J Nutr; 128: 1077-1083.

Kuvibidila, S., Baliga, B.S. 2002. Role of Iron in Immunity and Infection. CAB

International : Nutrition and Immune Function : p. 209-28

Kuvibidila, S., Dardenne, M., Savino, W., Lepault, F., 1990. Influence of iron-

deficiency anemia on selected thymus function in mice: thymulin biological

activity, T-cell subsets and thymocyte proliferation. Abstract. Am J Clin Nutr;

51:228-32.

Kuvibidila, S., Kitchen, D., Baliga, B.S. 1999. In vivo and in vitro iron deficiency

reduces protein kinase C activity and translocation in murine splenic and purified

T cells. J Cell Biochem; 74: 468-78.

Kuvibidila, S., Porretta, C. 2003. Iron deficiency and in vitro iron chelation reduce

the expression of cluster of differentiation molecule (CD) 28 but not CD3

receptors on murine thymocytes and spleen cells. British Journal of Nutrit ion 90:

179-89

Page 160: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

147

Kuvibidila, S., Warrier, R.P. 2004. Differential effect of iron deficiency and

underfeeding on serum levels of interleukin-10, interleukin-12p40, and interferon-

γ in mice. Cytokine; 26(2):73-81.

Kuvibidila, S., Warrier, R.P., Baliga, B.S. 2003. An Overview of the Role of Iron

in T cell Activation. The Journal of Trace Elements in Experimental Medicine 16

: 219-25

Kuvibidila, S., Yu, L., Ode, D., Valez, M., Gardner, R., Warrier, R.P. 2003. Effect

of iron deficiency on the secretion of interleukin-10 by mitogen-activated and

non-activated murine spleen cells. Abstract. J Cell Biochem; 90(2):278-86.

Kuvibidila, S., Yu, L., Ode, D., Velez, M., Gardner, R., Warrier, R.P. 2003.

Effects of iron deficiency on the secretion of interleukine -10 by mitogen

activated and non-activated murine spleen cells. Journal of Cellular Biochemistry

90: 278-86

Kuvibidila, S.R., Velez, M., Yu, L., Warrier, R.P., Baliga, B.S. 2002. Differences

in iron requirements by concanavalin A-treated and anti-CD3-treated murine

splenic lymphocytes. Br J Nutr; 88: 67-72.

Latunde-Dada, G.O., Young, S.P. 1992. Iron deficiency and immune responses.

Abstract Scand J Imunol Suppl; 11:207-9.

Lee, G.R. 1999. Iron Deficiency and Iron Deficiency Anemia. In; Lee GR, Bithell

TC, Foester J, Athen JW (eds). Wintrobe`s Clinical Hematology, 10th ed.

Philadelphia: Lea & Febiber: 808-39.

Losen, A.W. 2005. Perbandingan Interleukin-2 dan Serum Feritin pada Penderita

ADB. (tesis). Denpasar, Universitas Udayana.

Maat, S. 1999. Kultur Jaringan. Program Pasca Sarjana Unair Surabaya.

Malo, A.M., Carracedo, J., Ramirez, R., Rodriguez-Benot, A., Soriano, S.,

Rodriguez, M. 2000. Effect of Uremia and Dialysis Modality on Mononuclear

Cell. J Am Soc Nephrol 11: 936-942.

Marx, J.J.M. 2002. Iron and infection: competition between host and microbes for

a precious element. Best Practice & Research Clinical Haematology; 15(2):411-

26.

McLelan, A.D., Kapp, M., Eggert, A., Linden, C. Anatomic location and T-cell

stimulatory function of mouse dendritic cell subsets defined by CD4 and CD8

expression. Blood 2002; 99: 2084-93.

Medzhitop, R., Janeway, C. 2000. Innate immunity. N Eng J Med; 343(5):338-44.

Page 161: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

148

Moraes-de-Sousa, H., Kerbauy, J., Yamamoyo, M., da-Silva, M.P,, dos-Santos,

M.R. 1984. Depressed cell-mediated immunity in iron-deficiency anemia due to

chronic loss of blood. Braz J Med Biol Res; 17(2):143-50.

Mullick, S., Rusia, U., Sikka, M., Faridi, M.A. 2006. Impact of iron deficiency

anaemia on T lymphocytes & their subsets in children. Indian J Med Res; 124:

647- 54.

Murakawa, H., Bland, C.E., Willis, W.T., Dallman, P.R. 1987. Iron deficiency

and neutrophil function: different rates of correction of the depressions in

oxidative burst and myeloperoxidase activity after treatment. Blood; 69:1464-8

Ong TS, Shan Ho JZ, Ding JL, 2006. Iron-withholding strategy in innate

immunity. Immunobiology; 211: .295-314.

Oppenheimer, S.J. 2001. Iron and its relation to immunity and infectious disease.

J Nutr; 131: 616S-35S.

Oppenheimer, S.J., Gibson, F.D., MacFarlane, S.B., Moody, J.B., Harrison, C.,

Spencer, A. and Bunari, O. 1986. Iron Supplementation increases prevalence and

effects of malaria: report on clinical studies in Papua New Guinea. Transactions

of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene ;80 : 603-612.

Payne, S.M. and Finkelstein, R.A. 1978. The critical role of iron in host-bacterial

interaction. Journal of Clinical Investigation ; 61: 1428- 40.

Pietrangalo, A. 2002. Physiology of iron transport and the hemochromatosis gene.

AJP-Gastrointest Liver Physiol; 282:G403-G14.

Poulin, J.F., Sylvestre, M., Champagne, P., Dion, M.L. 2003. Evidence for

adequate thymic function but impaired naïve T-cell survival following HSCT.

Blood; 102: 4600-07.

Roper, D., Stein, S., Payne, M., Coleman, M. 1995. Anemias Cause by Impaired

Production of Erythrocytes. In: Rodak BF (ed). Diagnostic Hematology.

Philadelphia: W.B. Saunders Company: 180-3.

Sabroe, I., Read, R.C., Whyte, M.K.B., Dockrell, D.H. Toll-Like Receptors in

Health and Disease : Complex Questions Remain. J.Immunol.2003: 1630-35.

Schaible, U.E., Kaufmann, S.H. 2004. Iron and Microbial Infection. Nature ; 2:

946- 53.

Sipahi, T., Akar, N., Egin, Y., Cin, S. 1998. Serum interleukin-2 and interleukin-6

levels in iron deficiency anemia. Pediatr hematol Oncol; 15(1):69-73.

Skikne, B.S.1988. Current Concepts in Iron Deficiency Anemia. Food Rev Int 4:

137-73.

Page 162: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

149

Smith, A.W., Hendrickse, R.G., Harrison, C., Hayes, R.J. and Greenwood, B.M..

1989. The effects on malaria of treatment of iron-deficiency anaemia with oral

iron in Gambian children. Annals of tropical Paediatrics; 9: 17-23.

Smith , J.G. 2001. Development and validation of Gamma Interferon ELISPOT

Assay for Quantitation of Cellular Immune Response to Varicella-Zoster Virus.

Clinical And Diagnostic Laboratory Immunology.p 871-879.

Somayana, G., Suega, K., Dharmayuda, T.G., Bakta, I.M. 2002. Pola penderita

Anemia di Divisi Hematologi-Onkologi Medik di bagian Ilmu Penyakit Dalam

FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. Majalah Penyakit Dalam Udayana; 3(2):85-9.

Sprent, J., Surh, C.D. 1989. T Cell Biology and The Thymus. In : Austen KF,

Frank MM, Atkinson JP, Cantor H, editors. Samster’s Immunologic Diseases.

Sixth edit. Lippincott Williams & Wilkins, p: 43-53.

Stanley, L.S. 2000. Causes and Diagnosis of Anemia due to Iron Deficiency.

Available at.www.uptodate.com.(800)998-6374.(781)237-4788.

Strauss, R.G. 1978. Iron deficiency, infections, and immune function: a

reassessment. The American Journal of Clinical Nutrition ; 31: 660- 66.

Suega, K., Bakta, I.M. 1999. Pola Anemia pada Penderita Rawat Inap di Divisi

Hematologi-Onkologi Medik RSUP Sanglah Tahun 1997. Buletin PHTDI; 2: 89-

97.

Suega, K., Sajinadiyasa., Dharmayuda, T.G., Bakta, I.M. 2003. Gambaran etiologi

anemia defisiensi besi di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Sanglah

Denpasar. Majalah Penyakit Dalam Udayana; 3(1):51-55.

Suega, K., Bakta, I.M., Dharmayuda, T.G. 2005. Perbandingan beberapa metode

dianosis anemia defisiensi besi. Laporan hasil hibah penelitian proyek Due-Like

Batch III tahun anggaran 2005.

Sullivan, K.E., Cutilli, J., Piliero, L.M., Alagha, D.G., Starr, S.E., Campbell, D.E.

2000. Measurement of Cytokine Secretion, Intracelluler Protein Expression, and

mRNA in Resting and Stimulated Peripheral Blood Mononuclear Cells. Clinical

and Diagnostic Laboratory Immunology; Nov: 920-924.

Van der Meer, J.W.M., JanKulberg, B. 2002. Defectss in Host Defense

Mechanism. In : Rubin RH Young LS, editors. Clinincal Approach to Infection in

the Compromised Host. Fourth ed. Kluwer Academic/ Plenum Publishers New

York, p: 5-47.

Page 163: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

150

Varma, T.K. 2001. Cellular Mechanism That Cause Suppresed Gamma Interferon

Secretion in Endotoxin-Tolerant Mice. Infection And Immunity; 6: 5249- 63.

Viteri, F.E. 1998. A New Concept in the Control of Iron Deficiency: Community-

based Preventive Supplementation of at-Risk Groups by the Weekly Intake of

Iron Supplements. Biomed Environ Sci; 11: 46-60.

Walker, D., Jason, J., Wallace, K., Slaughter, J., Whatley, V., Han, A. 2002.

Spontaneous Cytokine Production and Its Effect on Induced Production. Clinical

Diagnostic Laboratory Immunology; 9 :1049- 56.

Walter, T., Olivares ,M., Pizarro, F., Munos, C. 1997. Iron, Anemia, and

infection. Nutritional review; 55(4): 111-24.

Ward, C., Salman, P., Ripley, L., Ostrup, R., Hegenauer, J., Hatlen L. 1977.

Correlation of serum ferritin and liver ferritin iron in the anemic, normal, and

iron-loaded rat. Am J Clin Nutr; 30: 1054- 63.

Weinberg, E.D. 1977. Infection and iron metabolism. The American Journal of

Clinical Nutrition; 30: 1485-90.

Weinberg, E.D. 1978. Iron and infection. Microbiological Reviews; 42(1):45-66.

Weinberg, E.D. 1984. Iron withholding: a defense against infection and neoplasia.

Physiological Reviews; 64:65-102.

Weinberg, E.D. 2004. Iron loading and disease surveillance. Available from:

www.gordonresearch.com.

Weiss, G. 2002. Iron and immunity: a double-edged sword. Eur J Clin Invest;

32(1): 70-8.

Weiss, G. 2005. Modification of iron regulation by the inflammatory response.

Best Practice & Research Clinical Haematology; 18 : 182-210.

Weiss, G., Wachter, H., Fuchs, D. 1995. Linkage of cell-mediated immunity to

iron metabolism. Immunology today: 16: 495-51.

WHO. 1968. Technical Report Series No. 405. Nutritional Anaemias.

Genewa:WHO: 9.

Zadeh, K.K., Zadeh, K.K., Lee, G.H. 2006. The Fascinating but Deceptive

Ferritin: To Measure it or Not to Measure It in Chronic Kidney Disease? Clin J

Am Soc Nephrol; 1: S9-S18.

Page 164: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

151

Lampiran 1. INFORMASI PASIEN DAN FORMULIR PERSETUJUAN

INFORMASI PASIEN DAN FORMULIR PERSETUJUAN

Kami mengharapkan partisipasi anda dalam penelitian ilmiah yang

dilaksanakan oleh: Dr. Ketut Suega

Secara keseluruhan sebanyak sekian orang termasuk anda akan berperan

serta dalam penelitian ini. Bacalah informasi ini sebelum anda memutuskan

apakah anda akan turut berpartisipasi atau tidak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran interleukin dalam

mekanisme infeksi pada anemia defisiensi besi.

Besi merupakan kebutuhan yang esensial untuk proses metabolisme tubuh

seperti mengangkut oksigen ke jaringan dan untuk mengangkut elektron-elektron

yang dibutuhkan sel-sel tubuh. Kekurangan besi pada anak-anak dapat

menyebabkan pertumbuhan kurang optimal, kemampuan relajar jadi menurun dan

dihubungkan dengan IQ yang rendah. Kekurangan besi pada ibu-ibu hamil dapat

menimbulkan defisiensi besi yang berisiko untuk melahirkan bayi prematur atau

bayi dengan berat badan lahir rendah. Sedangkan kekurangan zat besi pada orang

dewasa dapat menurunkan kapasitas kerja dan menyebabkan prestasi kerja yang

buruk dan mempermudah timbulnya infeksi.

Sehubungan dengan hal tersebut sangat penting untuk mengetahui faktor

yang ikut berperan dalam infeksi yang timbul pada penderita yang kekurangan zat

besi sedini mungkin sehingga peran serta anda dalam penelitian ini sangatlah

besar artinya untuk mencegah akibat yang ditimbulkan oleh anemia karena

kekurangan zat besi tersebut.

Page 165: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

152

Bila anda ikut serta dalam penelitian ini maka anda akan ditanya dengan

sejumlah pertanyaan yang menyangkut data-data pribadi serta keluarga anda serta

akan dilakukan pemeriksaan serum yang bahan pemeriksaannya diambil dari

darah anda sebanyak kurang lebih 10 cc dengan menggunakan jarum suntik steril

sekali pakai. Bila anda memutuskan untuk berpartisipasi anda harus menjawab

semua pertanyaan yang kami ajukan dengan sejujurnya dan bersedia secara

sukarela untuk diambil contoh darahnya. Janganlah ragu untuk bertanya apabila

ada hal-hal yang belum anda mengerti. Pada sebagian mereka yang memutuskan

ikut penelitian fase 2 juga akan diberikan tablet besi 3 kali sehari selama 8

minggu. Dan apabila selama mengkonsumsi tablet besi ini anda mengalami

keluhan seperti perut kembung, mual, nyeri lambung dan perasaan tidak enak

lainnya di lambung agar segera menghubungi dokter untuk mendapatkan

penanganan sebagai mana mestinya

Keikutsertaan anda dalam penelitian ini adalah sukarela, anda dapat

menolak untuk berperan serta. Data-data yang dikumpulkan selama penelitian

akan disimpan di komputer. Hasil dari penelitian ini mungkin akan dipublikasikan

di majalah kesehatan tanpa ada identitas anda.

Peneliti dan atau petugas yang ditunjuk dari lembaga pemerintahan tanpa

melanggar kerahasiaannya akan menjaga data-data pribadi anda dan memeriksa

apakah peneliti berjalan dengan baik dan benar. Hal ini hanya dapat dilaksanakan

dengan seijin anda, dan bahwa dengan menandatangani formulir persetujuan ini

berarti anda telah mengerti dan memberikan ijin tersebut.

Page 166: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

153

Apabila dengan partisipasi anda di penelitian ini dirasakan terdapat hal-hal

yang merugikan dan terbukti, maka ganti rugi/kompensasi diberikan sesuai

dengan aturan yang berlaku.

Sehubungan dengan penelitian ini, pada kasus dimana terjadi efek samping

pada lokasi suntikan tempat pegambilan bahan penelitian, atau timbul pertanyaan

mengenai penelitian ini harap hubungi : Dr. Ketut Suega (No HP. 081338728421).

Page 167: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

154

Lampiran 2. FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS

FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS

Saya, (nama, huruf cetak) ........................................................................................

Telah membaca keterangan terlampir, dan telah berdiskusi mengenai penelitian ini

dengan Dr. (nama, huruf cetak) ...................................................... dan mengerti

hal-hal yang menyangkut penelitian ini.

PASIEN Saya bersedia untuk ikut serta dalam penelitian

..................................... ....................................

tanggal tandatangan

INVESTIGATOR saya telah menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian

ini kepada pasien dengan nama tersebut di atas.

........................................... ....................................

tanggal tandatangan

Page 168: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

155

Lampiran 3.

FORMULIR PENELITIAN PEMERIKSAAN INTERLEUKIN-2 DAN

IFN γ PADA ANEMIA DEFISIENSI BESI

Formulir penelitian

Pemeriksaan Interleukin 2 pada Anemia defisiensi besi

1. Identitas

a. Nama penderita : _______________________________

b. Umur / jenis kelamin : ______________th ( laki / perempuan)

c. Pekerjaan : _______________________________

d. Alamat : _______________________________

_______________________________

2. Anamnesis

a. Keluhan utama :___________________________________

b. Riwayat penyakit :___________________________________

__________________________________________________

__________________________________________________

__________________________________________________

3. Hasil laboratorium

a. Darah lengkap :_____________________________________

b. Feritin serum :_____________________________________

c. Lain-lain : _________________________________________

__________________________________________________

4. Diagnosis : ________________________________________________________

5. Kadar interleukin 2 , interferon γ serta kadar feritin :

a. sebelum perlakuan : _________________________

b. setelah perlakuan : __________________________

Page 169: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

156

Lampiran 4: PEMERIKSAAN SERUM FERITIN

Serum feritin diperiksa dengan alat Immulite 2000.

Prosedur pemeriksaan feritin serum:

A. Alat : Immulite 2000

B. Prinsip : Sampel serum (pasien) & Poliklonal Antibodi yang dikonyugasi

dengan alkali fosfatase diinkubasi bersama-sama dalam set unit berisi manik-

manik berlapis antibody monoclonal spesifik terhadap feritin suhu 370 C selama

30 menit dengan pengguncangan berkala. Feritin dalam sampel diikat untuk

membentuk kompleks Sandwich Antibody. Konjugat yang tidak berikatan

disingkirkan dengan pencucian secara pemusingan.Setelah itu ditambahkan

substrat dan tes unit diinkubasi lagi selama 10 menit. Substrat Chemilinescent

PPD mengalami hidrolisis dengan adanya alkali fosfatase membentuk senyawa

antara yang tidak stabil.Terbentuknya senyawa ini secara terus menerus

menghasilkan emisi sinar yang cukup lama. Komplek yang terikat, dengan

demikian juga photon yang dipancarkan seperti terukur oleh luminometer

berbanding lurus dengan konsentrasi feritin dalam sampel.

Metode : Immunochemilunescent

C. Teknis kerja :

1. Pengambilan sampel, pemisahan dan syarat sampel :

Ambil darah vena sebanyak 10 cc secara aseptis, setelah darah membeku

disentrifius 3000 RPM / 10 menit. Kemudian pisahkan semuanya untuk

diperiksa. (Jumlah : yang dibutuhkan oleh alat 1 kali run =500 μL,

stabilitas : 2-80C : 2 minggu. Syarat sampel : tidak boleh lisis, sampel

limpemik harus diultrasentrifius.

Page 170: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

157

2. Reagen

Jenis :

a. Reagen Feritin Bead Pack, siap digunakan, stabilitas 2 – 80C

b. Reagen Wedge Feritin, siap pakai, stabilitas 2 – 80C

c. Substrat Chemiluminescent, siap pakai ( sebelum digunakan

biarkan mencapai temperatur ruangan. Stabilitas : sebelum dipakai

2 – 80C sampai tanggal kadaluarsa, setelah dibuka suhu kamar

stabil 30 hari. Tidak boleh kena sinar matahari langsung.

d. Probe Wash Model : direncanakan dengan aquabides 10 kali,

stabilitas

e. Suhu kamar.

3. Kalibrator

a. Jenis : Feritin Adjustors, terdiri dari kalibrator low & high

b. Penanganan : Siap pakai, sebelum digunakan biarkan mencapai

kadaluarsa. Setelah pelarutan pada suhu 2 – 80C 30 hari.

c. Interval kalibrasi : setiap 2 minggu, setiap buka kit reagen baru,

bila kontrol tidak sesuai dengan Westgrad Multi Rule diluar range.

4. Kontrol

a. Jenis : Con 6, terdiri dari 3 level (level 4,5,6)

b. Penanganan : masing-masing kontrol dilarutkan dengan 6 ml

aquabides, kemudian didiamkan selama 30 menit, campur,

dialiquot @ 500 μL.

c. Stabilitas : disimpan pada suhu 200 C stabil 6 bulan.

Page 171: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

158

5. Langkah kerja: dilakukan sesuai dengan intruksi kerja operasional alat

immulite 2000.

Page 172: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

159

Lampiran 5 : Pemeriksaan IL-2 dan IFN γ

Pemeriksaan Interleukin ( IL-2 dan IFN γ )

Pemeriksaan interleukin dilakukan dengan alat yang disebut Quantikine yang

dikeluarkan oleh R&D system, yaitu suatu immunoassay solid phase ELISA.

Prinsip pemeriksaan interleukin

Alat ukur ini menggunakan teknik quantitative sandwich enzyme

immunoassay. Suatu antibodi monoklonal yang spesifik terhadap interleukin (IL-2

dan IFN γ ) pada microplate (wells) akan berikatan dengan interleukin yang ada

pada sampel atau larutan standar. Ikatan ini kemudian ditambahkan suatu enzym-

linked antibodi poliklonal terhadap interleukin dan akan ditambahkan suatu

substrat pewarna kedalm sumur tadi sehingga akan ada perubahan warna apabila

ada ikatan dengan interleukin dan intensitas warna ini diukur dengan alat

microplate reader.

Prosedur pemeriksaan

Alat ini dapat dipakai untuk mengukur kadar interleukin pada plasma,

serum dan supernatan kultur sel. Setelah semua reagen dan larutan standar

disiapkan, dimasukkan 100 ul assay diluent RD1A kedalam masing-masing sumur

( microplate), dan kemudian ditambahkan masing dengan 100 ul larutan standar

atau sampel dan dilakukan inkubasi selama 2 jam. Setelah itu dilakukan aspirasi

dan pencucian dengan wash buffer sebanyak 3 kali. Untuk mendapatkan hasil

yang baik harus dilakukan pembersihan dengan sempurna sampai cairan liquid

secara komplit dikeluarkan. Masukkan larutan conyugate ( larutan polyclonal

Page 173: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

160

antibody against Cytokine 2 ) kedalam masing sumur dan diinkubasi selama 2

jam. Kemudian dilakukan hal yang sama yaitu aspirasi ciran dan pencucian

sebnyak 3 kali. Setelah itu ditambahkan 200 ul larutan substrate ( pewarna )

kedalam masing-masing sumur dan diinkubasi selama 20 menit. Pada tahap ini

dihindari pengaruh dari sinar matahari. Yang terakhir dengan menambahkan

larutan stop untuk setiap sumur dan warna yang terjadi dibaca pada 450 nm dalam

30 menit dengan microplate reader.

Validitas dan reliabilitas pemeriksaan

Reliabilitas alat ini cukup baik, yaitu berupa intra-assay variance < 5% dan inter-

assay < 5%. Validitasnya juga cukup baik karena alat ini hanya mengenal

interleukin dan rekombinan saja. Tidak ditemukan reaksi silang dengan banyak

molekul lain baik related-IL 2 ( rh IL-2 sRalpha ) maupun yang non related

seperti rekombinan interleukin lainnya. sensitivitas amat baik karena dapat

mendeteksi kadar interleukin dibawah 7 ng/ml suatu kadar yang lebih rendah dari

kadar fisiologis ( 10-100 ng/ml ).

Page 174: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

161

Lampiran 6 Data Statistik

FREQUENCIES

VARIABLES=IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre

/NTILES= 4

/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEDIAN

/ORDER= ANALYSIS .

Frekuensi Sitokin pada ADB tanpa Infeksi dan ADB dengan Infeksi

infeksi = infeksi

Statisticsa

17 17 17 17

0 0 0 0

6.8000 9.7000 9.1000 20.4000

4.50 1.30 2.70 4.10

8.60 16.30 28.20 65.20

6.1000 7.9000 7.6500 11.2000

6.8000 9.7000 9.1000 20.4000

7.7000 11.0750 11.6000 30.4500

Valid

Missing

N

Median

Minimum

Maximum

25

50

75

Percentiles

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

infeksi = infeks ia.

infeksi = tidak infeksi

Statisticsa

47 47 47 47

0 0 0 0

8.2000 11.4000 14.5000 39.2000

4.50 5.10 3.00 5.10

605.00 802.30 850.00 756.30

5.6000 9.8000 9.0000 18.8000

8.2000 11.4000 14.5000 39.2000

19.5000 14.3000 76.2000 48.3000

Valid

Missing

N

Median

Minimum

Maximum

25

50

75

Percentiles

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

infeksi = tidak infeksia.

Page 175: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

162

NPar Tests untuk komparasi sitokin dan infeksi pada ADB

Mann-Whitney Test

Test Statisticsa

256.500 234.500 226.000 230.500

409.500 387.500 379.000 383.500

-2.174 -2.509 -2.638 -2.569

.030 .012 .008 .010

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

Grouping Variable: infeksia.

Ranks

17 24.09 409.50

47 35.54 1670.50

64

17 22.79 387.50

47 36.01 1692.50

64 17 22.29 379.00

47 36.19 1701.00

64

17 22.56 383.50

47 36.10 1696.50

64

infeksi infeksi

tidak infeksi

Total

infeksi

tidak infeksi Total

infeksi tidak infeksi

Total

infeksi

tidak infeksi

Total

IL2 PL pre

IL2 TC pre

IFN g PLpre

IFNg TCpre

N Mean Rank Sum of Ranks

Page 176: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

163

NPAR TEST

/WILCOXON=IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre WITH IL2_PLpos

IL2_TCpos IFNg_PLpos IFNg_TCpos (PAIRED)

/STATISTICS DESCRIPTIVES QUARTILES

/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests untuk analisis sitokin pre dan pasca terapi besi

Descriptive Statistics

26 26.1154 63.76796 4.50 302.00 5.3500 7.2000 11.9750

26 52.5796 160.11042 5.10 802.30 10.6250 12.0300 14.2625

26 55.8615 164.52222 3.00 850.00 8.5000 9.4500 38.0000

26 64.7938 142.82848 8.50 756.30 14.9750 40.2000 52.4500

26 176.4462 338.56737 11.20 1254.00 15.2000 28.7500 102.5500

26 12.5315 7.00539 5.50 30.50 7.5000 10.2000 15.9250

26 156.8423 300.24330 21.30 1204.00 37.4500 45.9500 74.8750

26 61.8669 198.39841 9.23 1023.00 15.6250 17.7000 18.6750

IL2 PL pre

IL2 TC pre

IFN g PLpre

IFNg TCpre

IL2 PL pos

IL2 TC pos

IFNg PLpos

IFNg TCpos

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th

Percentiles

Page 177: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

164

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

1a 21.00 21.00

25b 13.20 330.00

0c

26

15d 13.23 198.50

10e 12.65 126.50

1f

26

3g 4.17 12.50

23h 14.72 338.50

0i

26

18 j 14.67 264.00

8k 10.88 87.00

0l

26

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

IL2 PL pos - IL2 PL pre

IL2 TC pos - IL2 TC pre

IFNg PLpos - IFN g PLpre

IFNg TCpos - IFNg TCpre

N Mean Rank Sum of Ranks

IL2 PL pos < IL2 PL prea.

IL2 PL pos > IL2 PL preb.

IL2 PL pos = IL2 PL prec.

IL2 TC pos < IL2 TC pred.

IL2 TC pos > IL2 TC pree.

IL2 TC pos = IL2 TC pref.

IFNg PLpos < IFN g PLpreg.

IFNg PLpos > IFN g PLpreh.

IFNg PLpos = IFN g PLprei.

IFNg TCpos < IFNg TCprej.

IFNg TCpos > IFNg TCprek.

IFNg TCpos = IFNg TCprel.

Test Statisticsc

-3.924a -.969b -4.140a -2.248b

.000 .333 .000 .025

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

IL2 PL pos -

IL2 PL pre

IL2 TC pos

- IL2 TC pre

IFNg PLpos -

IFN g PLpre

IFNg TCpos -

IFNg TCpre

Based on negative ranks.a.

Based on positive ranks.b.

Wilcoxon Signed Ranks Testc.

Page 178: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

165

DATASET ACTIVATE DataSet1.

NPAR TESTS

/K-S(NORMAL)= IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre /MISSING ANALYSIS.

NPar Tests untuk uji normalitas distribusi data sitokin pada penelitian fase I

DATASET ACTIVATE DataSet2.

EXAMINE

VARIABLES=IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre

/PLOT NPPLOT

/STATISTICS NONE

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Explore untuk uji normalitas sitokin penelitian fase II dengan Shapiro-Wilk

Case Processing Summary

26 100.0% 0 .0% 26 100.0%

26 100.0% 0 .0% 26 100.0%

26 100.0% 0 .0% 26 100.0%

26 100.0% 0 .0% 26 100.0%

IL2 PL pre

IL2 TC pre

IFN g PLpre

IFNg TCpre

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

64 64 64 64

35.5656 33.3066 56.2614 43.8725

103.35477 109.68164 146.34791 92.72086

.415 .440 .357 .344

.415 .440 .330 .344

-.382 -.385 -.357 -.334

3.320 3.523 2.857 2.748

.000 .000 .000 .000

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parameters a,b

Absolute

Positive

Negative

Most Extreme Differences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Page 179: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

166

Tests of Normality

.429 26 .000 .367 26 .000

.466 26 .000 .302 26 .000

.374 26 .000 .313 26 .000

.386 26 .000 .327 26 .000

IL2 PL pre

IL2 TC pre

IFN g PLpre

IFNg TCpre

Statist ic df Sig. Statist ic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

Lil liefors Significance Correctiona.

Page 180: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

167

NPAR TEST

/WILCOXON=HGB_1 MCV_1 MCH_1 Feritin_1 WITH HGB_2 MCV_2 MCH_2 Feritin_2

(PAIRED)

/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests untuk analisis hemogram pre dan pasca terapi besi

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

0a .00 .00

26b 13.50 351.00

0c

26

1d 7.00 7.00

25e 13.76 344.00

0f

26

4g 5.13 20.50

22h 15.02 330.50

0i

26

3j 12.00 36.00

23k 13.70 315.00

0l

26

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

Negative Ranks

Positive Ranks

Ties

Total

Hemoglobin pre test -

Hemoglobin pre test

MCV pre test - MCV pre

test

MCH pre test - MCH

pre tes t

Feritin post tes t -

Feritin pre test

N Mean Rank Sum of Ranks

Hemoglobin pre test < Hemoglobin pre testa.

Hemoglobin pre test > Hemoglobin pre testb.

Hemoglobin pre test = Hemoglobin pre testc.

MCV pre test < MCV pre tes td.

MCV pre test > MCV pre tes te.

MCV pre test = MCV pre tes tf.

MCH pre test < MCH pre tes tg.

MCH pre test > MCH pre tes th.

MCH pre test = MCH pre tes ti.

Feritin post tes t < Feritin pre tes tj.

Feritin post tes t > Feritin pre tes tk.

Feritin post tes t = Feritin pre tes tl.

Page 181: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

168

Test Statisticsb

-4.458a -4.280a -3.937a -3.543a

.000 .000 .000 .000

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Hemoglobin

pre test -

Hemoglobin

pre test

MCV pre test -

MCV pre test

MCH pre test -

MCH pre test

Feritin post

test - Feritin

pre test

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

DATASET ACTIVATE DataSet1.

SORT CASES BY Sex .

SPLIT FILE

SEPARATE BY Sex .

FREQUENCIES

VARIABLES=IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre

/NTILES= 4

/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEDIAN

/ORDER= ANALYSIS .

Frekuensi sitokin pada ADB berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin = Laki-laki

Statisticsa

31 31 31 31

0 0 0 0

7.6000 10.9000 9.2000 26.3000

4.50 1.30 2.70 5.10

501.00 802.30 92.50 92.04

6.1000 8.6000 8.5000 14.5000

7.6000 10.9000 9.2000 26.3000

10.6000 12.6500 27.5000 43.2000

Valid

Missing

N

Median

Minimum

Maximum

25

50

75

Percentiles

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

Jenis Kelamin = Laki-lakia.

Page 182: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

169

Jenis Kelamin = Perempuan

Statisticsa

33 33 33 33

0 0 0 0

7.7000 10.6000 11.9000 31.3000

4.50 6.00 3.00 4.10

605.00 330.20 850.00 756.30

5.7500 9.5500 9.2000 17.5000

7.7000 10.6000 11.9000 31.3000

17.5000 13.4300 83.6000 43.5000

Valid

Missing

N

Median

Minimum

Maximum

25

50

75

Percentiles

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

Jenis Kelamin = Perempuana.

RECODE

Umur

(Lowest thru 44.5=1) (44.51 thru Highest=2) INTO median_umur .

EXECUTE .

SORT CASES BY median_umur .

SPLIT FILE SEPARATE BY median_umur .

FREQUENCIES

VARIABLES=IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre

/NTILES= 4

/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEDIAN

/ORDER= ANALYSIS .

Frekuensi sitokin pada ADB berdasarkan median umur ( 44.5 tahun )

median_umur = 1.00

Statisticsa

39 39 39 39

0 0 0 0

8.2000 10.5000 11.9000 39.0000

4.50 6.25 2.70 4.10

605.00 802.30 850.00 756.30

6.2000 9.5000 9.1000 21.3000

8.2000 10.5000 11.9000 39.0000

19.5000 13.3600 77.2000 48.3000

Valid

Missing

N

Median

Minimum

Maximum

25

50

75

Percentiles

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

median_umur = 1.00a.

Page 183: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

170

median_umur = 2.00

Statisticsa

25 25 25 25

0 0 0 0

6.8000 11.2500 9.2000 19.8000

4.50 1.30 4.00 5.10

38.10 39.40 112.30 92.50

5.4500 7.9000 8.5500 12.2000

6.8000 11.2500 9.2000 19.8000

8.2500 13.0750 23.6500 40.3000

Valid

Missing

N

Median

Minimum

Maximum

25

50

75

Percentiles

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

median_umur = 2.00a.

SPLIT FILE

OFF.

NPAR TESTS

/M-W= IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre BY Sex(1 2)

/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests uji komparasi sitokin pada ADB berdasarkan jenis kelamin

Mann-Whitney Test

Ranks

31 32.23 999.00

33 32.76 1081.00

64

31 31.32 971.00

33 33.61 1109.00

64

31 28.10 871.00

33 36.64 1209.00

64

31 31.60 979.50

33 33.35 1100.50

64

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

IL2 PL pre

IL2 TC pre

IFN g PLpre

IFNg TCpre

N Mean Rank Sum of Ranks

Page 184: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

171

Test Statisticsa

503.000 475.000 375.000 483.500

999.000 971.000 871.000 979.500

-.114 -.490 -1.834 -.376

.909 .624 .067 .707

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

Grouping Variable: Jenis Kelamina.

NPAR TESTS

/M-W= IL2_PLpre IL2_TCpre IFNg_PLpre IFNg_TCpre BY median_umur(1 2)

/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests uji komparasi sitokin pada ADB berdasarkan median umur

( 44.5 tahun )

Mann-Whitney Test

Ranks

39 36.12 1408.50

25 26.86 671.50

64

39 32.85 1281.00

25 31.96 799.00

64

39 35.47 1383.50

25 27.86 696.50

64

39 36.99 1442.50

25 25.50 637.50

64

median_umur

1.00

2.00

Total

1.00

2.00

Total

1.00

2.00

Total

1.00

2.00

Total

IL2 PL pre

IL2 TC pre

IFN g PLpre

IFNg TCpre

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsa

346.500 474.000 371.500 312.500

671.500 799.000 696.500 637.500

-1.941 -.186 -1.597 -2.408

.052 .853 .110 .016

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

IL2 PL pre IL2 TC pre IFN g PLpre IFNg TCpre

Grouping Variable: median_umura.

Page 185: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

172

Page 186: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

173

Page 187: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

174

Page 188: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

175

Page 189: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

176

Page 190: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

177

Page 191: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

178

Page 192: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

179

Page 193: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

180

Page 194: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

181

Page 195: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

182

Page 196: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

183

Page 197: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

184

Page 198: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

185

Page 199: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

186

Page 200: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

187

Page 201: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

188

Page 202: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

189

Page 203: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

190

Page 204: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

191

Page 205: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

192

Page 206: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

193

Page 207: PENGARUH PENINGKATAN CADANGAN BESI TERHADAP …erepo.unud.ac.id/id/eprint/22837/1/0ee7c420dde3b5dd20f19... · 2020. 7. 21. · menimbulkan gangguan respon tubuh terhadap infeksi karena

194

POPULAS

I

TERJANG

KAU

HASIL

PENELITI

AN